Anda di halaman 1dari 4

Nama: Nurul Fadillah layinatussakiroh

kelas: 12 MIPA 5

MARTALINDA BASUKI

Pengusaha sukses coklat klasik

Cerita tentang Martalinda Basuki layak disebut sebagai kisah pengusaha wanita sukses dari nol yang
mulai sejak di bangku kuliah. Bayangkan saja, demi membuka cafe kekinian dengan nama Cokelat Klasik,
Martalinda rela menjual sepeda motor dan laptopnya sebagai modal awal.Bukan itu saja, wanita
kelahiran 13 Maret 1991 ini juga bahkan memberanikan dirinya untuk mencari pinjaman demi
kelancaran bisnisnya.Berawal dari buka cafe di kawasan kampung Inggris, kini wanita yang kerap disapa
Lala ini telah memiliki lebih dari 270 outlet dan menjadi bos dari ratusan pekerja.Cocok rasanya jika ia
dimasukkan dalam jajaran profil wirausahawan sukses di bidang kuliner.

MALANG—Pengalaman merintis usaha bagi Martalinda Basuki sebagai sesuatu yang luar biasa, banyak
lika-likunya. Menjadi pengusaha itu berpikir luas, bukan hanya untu bertahan hidup, tetai juga
bertanggungjawab pada pegawai, pelanggan dan masyarakat, ketika bisnis sudah besar.

“Pengusaha itu tahan banting. Tidak bisa jadi orang cengeng, tidak gampang menyerah. Kita harus
menguatkan orang lain, tanpa dikuatkan orang lain. Kita harus jadi tumpuan, tanpa bertumpu pada
sesuatu pada seseorang,” ujar pendiri dan pemilik brand Cokelat Klasik ini dalam wawancaranya dengan
Peluang, Minggu (16/8/20).
Perempuan yang karib dipanggil Lala itu terjun ke dunia bisnis secara formal dengan membuka sebuah
kafe di Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur pada 2011. Modalnya dengan menjual laptop, motor
dan utang dengan berapa orang hingga Rp50 juta. Waktu itu dia masih menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya.

Perempuan kelahiran 13 Maret 1991 masuk ke dunia wirausaha dengan modal nekad. Orangtua tidak
menyetujui karena khawatir akan menganggu kuliah, tetapi Lala tetap menjalaninya.

“Karena bisnis nggak ada mentor, nggak ada yang mengarahkan, pada 2012, aku bangkrut, kolaps
utangnya utuh,” kenang Lala.

Namun semangat wirausaha tetap menyala dalam dirinya, dia kemudian melakukan riset apa potensi
bisnis yang bisa dijalankannya dan yang paling laku, jawabannya cokelat. Risikonya minim, bahannya
kering dan tidak gampang basi.

Lala pun hijrah ke Malang membuka bisnis minuman cokelat dengan brand Cokelat Klasik dengan
menggunakan rombong (semacam gerobak). Booth pertama didirikan di Jalan MT Haryono. Untuk
menarik pembeli, dia menghiasi booth-nya dengan lampu kelap kelip warna merah pada Oktober 2012.
Pada waktu itu belum ada kuliner minuman cokelat dan usahanya pun booming.

Mitra pun berdatangan, juga teman-temannya ingin membuka usahanya untuk pulang ke daerahnya.
Hingga 2014, Lala sudah memiliki 46 outlet minuman cokelat cepat saji tersebar dari Jawa, Kalimantan,
hingga Sumatera.

Kinerjanya membuat dia diganjar menjadi Juara II Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2014 untuk kategori
boga mahasiswa. Bisnis Cokelat Klasik pun melesat, dia banyak mendapat investor, relasi dari sisi
perbankan.

“Saya juga dapat ilmu baru untuk memfokuskan bisnis hingga bagaimana memelihara tim,” kata Lala.

Ketika ditanya soal Pandemi Covid 19, Lala mengaku juga terdampak. Dia mengaku tetap istiqomah, apa
pun kondisinya bertahan dan berjuang, dengan semua sumber daya. Pada awal pandemi Lala membuat
produk subsitusi herbal curcumin, karena dia tahu orang butuh minuman menjaga stamina Selain itu dia
juga menjaga pelanggannya dan strategi promo.

Ke depan, Lala akan mengembangkan produknya, manajemen dan melebarkan unit bisnisnya.

“Saya akan memanfaatkan apa yang Allah kasih dan tidak akan menyia-nyiakannya. Saya tidak
berbangga diri. Allah juga menitipkan sebagian umatnya untuk saya sejaterahkan dan amanah itu terus
saya jalankan,” pungkas dia (Van).

Anda mungkin juga menyukai