Anda di halaman 1dari 8

IMPLEMENTASI KONSEP COMPACT CITY

DALAM MEREDUKSI POLUSI UDARA


SEBAGAI AKIBAT DARI PERKEMBANGAN KOTA YANG SEMAKIN
MELUAS (URBAN SPRAWL)

Muhd. Zia Mahriyar1


Putu Gde Ariastita ST. MT2

ABSTRAK

Fenomena urban sprawl telah terjadi di kota-kota besar di Indonesia, salah


satunya adalah di Kota Surabaya. Fenomena ini mengakibatkan munculnya mobilisasi
penduduk yang sangat tinggi dengan jarak yang jauh dari kawasan sub-urban ke pusat
Kota Surabaya. Mobilisasi penduduk yang tinggi dengan jarak yang jauh ini telah
memicu semakin besarnya jumlah emisi polutan yang dihasilkan oleh kendaraan
bermotor sebagai alat transportasi. Hingga saat ini sektor transportasi menduduki
peringkat pertama penyebab terjadinya pencemaran udara di Kota Surabaya dengan
jumlah emisi mencapai 5.480.000 ton per tahun atau sebesar 96% dari total emisi udara
Kota Surabaya.
Dengan memperhatikan kondisi permasalahan tersebut maka konsep compact
city direkomendasikan sebagai salah satu solusi dari masalah urban sprawl yang terjadi
di Kota Surabaya. Konsep compact city ini merupakan alternatif utama ide
pengimplementasian pembangunan berkelanjutan dalam sebuah kota. Konsep compact
city menggunakan metode mix use untuk mereduksi pergerakan penduduk. Metode ini
berupaya menggabungkan sarana pemukiman, tempat bekerja, rekreasi, tempat
perbelanjaan dan kebutuhan penduduk lainnya yang di konstruksi di suatu wilayah yang
mudah untuk di capai, sehingga akhirnya konsep compact city dapat menekan angka
pencemaran udara yang diakibatkan sektor transportasi menjadi seminimal mungkin.

Keyword: urban sprawl, pencemaran udara, compact city

1. Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya, kaizer@urplan.its.ac.id
2. Staff Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) Surabaya, ariastita@urplan.its.ac.id
Pendahuluan

Tingginya angka pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan pemukiman,


tempat bekerja, tempat berbelanja, rekreasi, serta sarana dan prasarana lainnya ikut meningkat.
Pembangunan yang dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan penduduk ini jika tidak
dikendalikan akan membuat perkembangan suatu kota menjadi semakin meluas sampai kedaerah
sub-urbannya. Perkembangan kota yang semakin meluas dan tumbuh secara acak ini sering
dikenal dengan istilah urban sprawl.
Fenomena urban sprawl di kawasan perkotaan ini mengakibatkan tingginya mobilisasi
penduduk dengan jarak yang jauh dari kawasan sub-urban menuju ke pusat kegiatan penduduk
yang seringkali terdapat pada kawasan pusat kota. Tingginya angka mobilisasi inilah yang
akhirnya dapat menyebabkan semakin menurunnya kualitas udara perkotaan.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu konsep tata ruang kota
yang dapat diterapkan sebagai solusi dari permasalahan urban sprawl yang terjadi di kawasan
perkotaan. Dalam tulisan ini akan dipaparkan fenomena urban sprawl yang terjadi di salah satu
kota besar di Indonesia, yaitu di Kota Surabaya. Setelah pemaparan studi kasus tersebut akan
diidentifikasi dampak dari urban sprawl yang terjadi di Kota Surabaya, dan sebagai solusinya akan
dikemukakan suatu inovasi konsep tata ruang kota yang dapat mereduksi perkembangan kota
yang semakin meluas sehingga permasalahan urban sprawl dan dampak yang ditimbulkannya
dapat diselesaikan.

Urban Sprawl Sebagai Penyebab Utama Pencemaran Udara di Surabaya

Kota Surabaya memiliki angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi untuk kawasan
perkotaan di Indonesia, yaitu sekitar 1% pertahun. Pertumbuhan penduduk ini mengakibatkan
kebutuhan penduduk akan lahan di perkotaan turut meningkat. Padahal di Kota Surabaya saat ini
90% lebih sudah merupakan lingkungan terbangun dengan persentase 50% permukiman, 20%
industri, 20% fasilitas umum, dan hanya 10% sisanya yang merupakan kawasan belum
terbangun[1].
Kebutuhan penduduk akan lahan Kota Surabaya ini membuat perkembangan Kota
Surabaya semakin meluas. Semakin meningkatnya angka pertumbuhan penduduk menimbulkan
kebutuhan tempat pemukiman, tempat bekerja, tempat berbelanja, sarana hiburan dan kebutuhan
lainnya ikut meningkat. Pada akhirnya pertumbuhan kota menjadi sangat meluas dan tidak
terkendali, fenomena ini sering dikenal dengan istilah urban sprawl. Gambaran pertumbuhan Kota
Surabaya dapat dilihat di Gambar 1.
Gambar 1. Gambaran pertumbuhan Kota Surabaya.

Dari Gambar 1 jelas terlihat fenomena urban sprawl di Kota Surabaya. Semakin
tingginya jumlah penduduk menimbulkan persebaran ke daerah-daerah pinggiran kota, tetapi pusat
kegiatan penduduk yang utama hanya terdapat di pusat Kota Surabaya saja. Penduduk-penduduk
ini banyak yang bekerja di Kota Surabaya namun bermukim di daerah-daerah pinggiran kota,
keadaan ini membuat batasan antara Kota Surabaya dan kabupaten yang membatasinya jadi tidak
terlihat. Hal ini dapat diindikasikan dari pembangunan pinggiran kota yang menjadi batas Kota
Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo. Angka pertumbuhan penduduk daerah sub-urban Kota
Surabaya dalam persen dapat dilihat di Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan penduduk Kota Surabaya 1971-1999


WILAYAH 1971-1980 1980-1990 1990-1999
Surabaya pusat 0.0089 -0.0129 -0.0336
Surabaya utara 0.0489 0.0062 -0.0064
Surabaya timur 0.0502 0.0423 0.0454
Surabaya selatan 0.0191 0.0194 0.0049
Surabaya barat 0.1455 0.0704 0.0516
SURABAYA 0.0333 0.0206 0.0164
Sumber: [1]

Dari data Tabel 1 terlihat bahwa penduduk di pusat Kota Surabaya mengalami penurunan
sebesar 3,36%, begitu pula dengan daerah Surabaya Utara yang mengalami penurunan sebesar
0,64%. Jumlah penduduk yang meningkat adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan
sub-urban, hal ini mengindikasikan terjadinya urban sprawl di Kota Surabaya.

Polusi Udara Sebagai Dampak dari Urban Sprawl yang Terjadi di Kota Surabaya

Dampak dari urban sprawl yang terjadi di Kota Surabaya dapat menimbulkan semakin
meningkatnya penggunaan alat transportasi karena tingginya angka mobilisasi penduduk. Data
tingginya angka transportasi di Kota Surabaya dapat dilihat di Gambar 2.
Kendaraan/Jam

60,000

Volume ( kend/Jam )
50,000
40,000
30,000 A. Yani
20,000 Dharmahusada
10,000 Darmawangsa
- Kertajaya
Kusuma Bangsa

no

ut
ni

sa
da

ya
a
gs
Ya

gk
Mayjen Sungkono

ko
ng
sa

ja
an

un
ta

ng
Ba
u
A.

r
ah

aw

R
Rungkut

Ke

Su
a
m

n
r

ar

su
ha

je
D

ay
Ku
D

Ket: = Kota--Sub-Urban

M
Jalan = Kota

Sumber: [2]
Gambar 2. Volume kendaraan/ jam di jalan-jalan utama Kota Surabaya.

Dari data di Gambar 2 terlihat bahwa tingginya angka transportasi terjadi di jalan-jalan
yang menghubungkan daerah Surabaya dengan daerah sub-urban, sehingga dapat diidentifikasi
mobilisasi yang paling sering terjadi adalah dari kawasan perumahan dan permukiman yang
berada jauh di daerah sub-urban menuju ke pusat kegiatan yang terdapat di tengah Kota Surabaya.
Tingginya penggunaan alat transportasi dengan jarak yang jauh ini menimbulkan
pencemaran udara yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Berdasarkan
Tabel 2, sumber emisi pencemar di udara terbesar berasal dari sektor transportasi dengan jenis
emisi karbon monoksida (CO) yang menyumbang sebesar 5.480.000 ton/tahun atau sekitar 96%
total emisi udara.

Tabel 2. Komposisi emisi pencemar udara di Kota Surabaya


Sumber: [3]
Jenis Besar Emisi (ton/tahun) Sumber
CO 5.480.000 Transportasi
Partikulat (Pb, Zn, Cu, Cd) 622.560 Industri, transportasi
Hidrokarbon 310.000 Transportasi
Hox dan Sox 10.000 Industri

Menurut laporan World Bank Report yang berjudul “Indonesia : Energy and
Environment” yang terbaru, pencemaran udara akan melonjak dua kali lipat pada tahun 2000 dari
jumlah yang ada pada 1990, meningkat lima kali lipat pada tahun 2010 dan sembilan kali lipat
pada tahun 2020. Prediksi ini menuntut adanya kebijakan yang kongkret untuk membirukan langit
Surabaya, jika tidak suatu saat masyarakat Kota Surabaya yang akan keluar rumah terpaksa harus
menggunakan masker pengaman karena banyaknya emisi yang dapat menyebabkan infeksi saluran
pernafasan [4].

Konsep Compact City Sebagai Solusi Pencemaran Udara Kota Surabaya

Penerapan konsep compact city sebagai solusi pencemaran udara di Kota Surabaya adalah
sebuah solusi yang berbasis kepada perencanaan dan perancangan bentuk kota. Konsep compact
city ini dapat mereduksi angka mobilisasi penduduk dari suatu kawasan menuju kawasan lain yang
berjauhan, hal ini sesuai dengan keadaan mobilisasi penduduk yang terjadi sebagai akibat dari
urban sprawl di Kota Surabaya.
Konsep compact city ini menggunakan metode tata guna lahan yang mix use dimana pada
suatu kawasan dikonstruksikan berbagai jenis bangunan fungsional yang dapat memenuhi
kebutuhan penduduk tanpa penduduk tersebut harus keluar dari kawasan tersebut, sehingga pada
akhirnya dapat menekan angka penggunaan alat transportasi yang ada di jalan. Gambar 3
menggambarkan perencanaan Kota Surabaya dengan pola yang menyebar dan gambar 4
menggambarkan Kota Surabaya dengan pola konsep compact city.
Dari gambar 3 kita dapat melihat bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam
menyusun rencana tata ruang Kota Surabaya mengadopsi pola yang tersebar sehingga bukannya
dapat mereduksi angka mobilisasi tetapi justru semakin memperparah dampak dari urban sprawl
yang terjadi di Kota Surabaya . Pada akhirnya pola yang tersebar diatas dapat memunculkan
berbagai kerugian bagi masyarakat terutama masalah kesehatan yang diakibatkan pencemaran
udara oleh sektor transportasi perkotaan.
Dalam penerapan konsep compact city sebagai responsi dari perkembangan Kota yang
semakin tersebar diatas perlu diidentifikasi kawasan yang berpotensi baik dari kondisionalnya
maupun karakteristik kawasannya. Berdasarkan hasil kajian pada rencana tata ruang Kota
Surabaya tahun 2003-2013 dipilih beberapa kawasan di Kota Surabaya yang memiliki potensi
dalam penerapan konsep compact city ini.

Gambar 3. Gambaran Perencanaan Kota Surabaya Pada Saat Ini


Sumber: [1] (Dimodifikasi)

Pada Rencana Tata Ruang Kota Surabaya tahun 2003-2013 digunakan sistem SCC (sub
city center). Konsep compact city sangat potensial untuk diwujudkan pada daerah-daerah yang
akan menggunakan sistem SCC ini, dimana menurut RTRW Kota Surabaya pada suatu daerah sub
city center ini haruslah memiliki minimal tiga pusat kegiatan utama yaitu perkantoran,
perdagangan, rekreasi, dan budaya, dengan pengaplikasian konsep compact city ditambah lagi satu
pusat kegiatan yaitu perumahan.
Rencana tata ruang Kota Surabaya juga memiliki daerah prioritas pembangunan yang
terdiri dari unit pengembangan inti, unit pengembangan transisi, dan unit pengembangan
pinggiran. Pada unit pembangunan inti ini terdapat pusat kegiatan yang bersifat regional sehingga
sangat potensial dalam penerapan konsep compact city. Unit pengembangan transisi memiliki
karakteristik yang sama dengan daerah sistem SCC, jadi daerah ini juga berpotensial untuk
diterapkannya konsep compact city.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan daerah potensial untuk penerapan konsep
compact city ini meliputi dua daerah SCC, tiga daerah unit pengembangan inti, dan satu daerah
unit pengembangan transisi. Daerah-daerah potensial tersebut adalah sebagai berikut:
1. SCC barat berada di wilayah Kandangan (Benowo) atau di kawasan oktagon (Unit
pengembangan XI), dan SCC timur yang berada di wilayah Klampis (Unit pengembangan
II).
2. Unit pengembangan inti yang terdiri atas tiga daerah pengembangan, yaitu:
 Unit pengembangan IV; meliputi Kecamatan Tambaksari dan Gubeng.
 Unit pengembangan VI; meliputi Kecamatan Simokerto, Bubutan, Genteng dan
Tegalsari.
 Unit pengembangan VII; meliputi Kecamatan Sawahan dan Wonokromo.
3. Unit pengembangan transisi; meliputi Kecamatan Dukuh Pakis dan Sukomanunggal (Unit
pengembangan VIII).
Gambaran daerah potensial dalam penerapan konsep compact city yang telah
diidentifikasi di Kota Surabaya dapat dilihat di Gambar 4.

Gambar 4. Gambaran Penerapan Konsep Compact City di Kota Surabaya


Sumber: [1] (Dimodifikasi)

Dari gambaran di atas terlihat potensi penerapan konsep compact city di Kota Surabaya di
bagi menjadi enam sub pusat kota. Di dalam sub pusat ini dibangun semua kebutuhan penduduk
sehingga mobilisasi penduduk dapat ditekan dan masalah pencemaran udara dari sektor
transportasi dapat direduksi.
Seandainya ada pergerakan dari satu compact city ke yang lainnya diutamakan
penggunaan kendaraan umum seperti busway, railway, dan yang lainnya. Hal ini dapat menekan
jumlah transportasi pribadi yang membuat banyaknya sumber pencemaran dari sektor transportasi.
Dengan menekan jumlah kendaraan di jalan berkurang pula jumlah bahan bakar yang digunakan
dan berkurang pula emisi polutan yang ditimbulkan.
Perealisasian konsep compact city di lapangan dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:
1. Pengaplikasian konsep compact city dalam rencana tata ruang Kota Surabaya (
masterplan Surabaya ).
Konsep compact city ini dapat diaplikasikan dalam RTRW Kota Surabaya, penerapan
konsep compact city ini dapat digunakan dalam pengembangan daerah SCC ( sub city
center ) dan unit pengembangan inti serta unit pengembangan transisi yang merupakan
sasaran pembangunan dalam RTRW Kota Surabaya 2013.
Dalam penerapannya di RTRW Kota Surabaya metode konsep compact city
dimasukkan secara sistematis melalui:
o RUTR = Rencana Umum Tata Ruang
o RDTRK = Rencana Detail Tata Ruang kota
o RTRK = Rencana Teknik Ruang kota
Dengan demikian penerapan konsep compact city ini dapat lebih terfokus dan potensial
keberhasilan penerapannya dapat menjadi lebih tinggi.
2. Urban renewal.
Urban renewal adalah upaya untuk menata kembali suatu atau beberapa bagian
wilayah kota atau kawasan fungsional kota secara menyeluruh dengan maksud
meningkatkan kembali kualitas kawasan tersebut.
3. Konsolidasi lahan.
Konsolidasi lahan adalah model pembangunan yang berkaitan dengan pengadaan dan
penataan tanah untuk kepentingan sarana dan prasarana.
4. Metode win-win solution.
Metode kerjasama ( pemerintah dengan swasta ataupun masyarakat )
Gambar 5 menunjukkan gambaran potensi penggunaan metode Urban
renewal ,konsolidasi lahan, dan metode win-win solution untuk realisasi konsep compact city di
Surabaya.

Gambar 5. Aplikasi Urban Renewal , Konsolidasi Lahan dan Win-Win Solution


Ket: UR = Urban renewal
KL = konsolidasi lahan
WWS = Win-win solution
Sumber: [1] (Dimodifikasi)
Dengan menggunakan metode-metode ini masalah pembebasan lahan dapat terselesaikan
oleh pemerintah. Pengaplikasian konsep compact city dalam rencana tata ruang juga akan lebih
memfokuskan pembangunan Kota Surabaya dari bentuk yang tersebar ke bentuk yang compact.
Pada akhirnya apabila keempat cara ini dapat dilaksanakan Surabaya yang compact dapat
diwujudkan, tingginya angka penggunaan alat transportasi dapat direduksi, dan pencemaran udara
di kota Surabaya dapat dihentikan. Dengan terselesaikannya masalah pencemaran udara ini berarti
pembangunan Kota Surabaya yang berkelanjutan dapat terwujudkan.

Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan penulisan, dapat diambil beberapa simpulan yaitu:


1. Perkembangan Kota Surabaya semakin meluas akibat dari tingginya angka pertumbuhan
penduduk di Kota Surabaya. Kebutuhan penduduk akan lahan diperkotaan terus menigkat
sedangkan pada tahun 2000 penggunaan lahan daerah terbangun sudah mencapai 90%
dengan 50% pemukiman, 20% kawasan industri, dan 20% fasilitaas umum, hanya tinggal
10% yang merupakan kawasan belum terbangun. Pemenuhan kebutuhan penduduk akan
lahan perkotaan ini telah mengakibatkan ekspansi kawasan perkotaan sampai kedaerah
sub-urban, hal ini merupakan suatu indikator bahwa fenomena urban sprawl telah terjadi
di Kota Surabaya.
2. Identifikasi dampak dari urban sprawl yang terjadi di Kota Surabaya adalah munculnya
mobilisasi penduduk yang tinggi dengan jarak yang jauh. Mobilisasi penduduk ini
mengakibatkan peningkatan penggunaan alat transportasi yang memicu terjadinya
pencemaran udara di Kota Surabaya. Pencemaran udara ini berdampak buruk terhadap
kesehatan masyarakat perkotaan dan menjadikan pembangunan Kota Surabaya tidak
berkelanjutan.
3. Konsep compact city merupakan sebuah inovasi konsep tata ruang kota yang dapat
diterapkan dalam rencana tata ruang Kota Surabaya sebagai upaya mewujudkan Kota
Surabaya yang berkelanjutan. Dengan menggunakan metode mix use konsep compact city
ini dapat menekan angka mobilisasi dari suatu kawasan menuju kawasan lainnya
sehingga permasalahan urban sprawl yang terjadi di Kota Surabaya dapat diselesaikan.

Rekomendasi

Berdasarkan keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini dapat diambil beberapa rekomendasi
yaitu :
1. Metode konsep compact city dapat diaplikasikan dalam RTRW Kota Surabaya, yang
kemudian lebih difokuskan lagi melalui RDTRK dan terakhir pada RTRK sehingga
potensi penerapannya di Kota Surabaya menjadi lebih jelas.
2. Kebijakan- kebijakan pemerintah untuk menjamin setiap masyarakat dapat menikmati
fasilitas compact city , perlindungan terhadap kaum miskin dan lanjut usia, sosialisasi
compact city yang baik kepada masyarakat dan langkah-langkah lainnya perlu untuk
ditingkatkan dalam rangka perealisasian compact city di Surabaya.
3. Jika diharuskan adanya mobilisasi dari satu sub pusat kota compact city maka
penggunaan transportasi adalah berupa transportasi umum. Hal ini dapat menekan jumlah
transportasi di jalan dengan signifikan mengingat banyaknya alat transportasi yang
beroperasi adalah kendaraan pribadi.
4. Konsistensi pemerintah, masyarakat dan swasta dalam mewujudkan pembangunan Kota
Surabaya dengan konsep compact city merupakan suatu upaya Kota Surabaya dalam
pencapaian kota berkelanjutan yang harus kita dukung bersama.

Daftar Pustaka

[1] Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Surabaya tahun 2003-2013. Pemkot Surabaya. Surabaya.

[2] Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. 2005. Laporan Fakta dan Analisa Perencanaan Awal
Penyusunan Masterplan Transportasi di Kota Surabaya. Pemkot Surabaya. Surabaya.

[3] Rismanda, Erik. 2001. Hasil Laporan Monitoring Hutan Kota Surabaya. Program Divisi
Kampanye ECOTON.

[4] Dewi, Myrna. 2006. Penataan ruang berbasis ekologi: konsep roof garden dan urban
farming dalam memperbaiki kualitas udara di surabaya. Planologi ITS.

Anda mungkin juga menyukai