Anda di halaman 1dari 4

1

MEMBANGUN OPTIMISME PERJUANGAN DI TENGAH WABAH

Bulan Ramadhan saat ini sungguh sangat istimewa, Karena bulan yang penuh berkah,
rahmat dan ampunan ini bersamaan dengan wabah Pandemi Covid 19 yang telah
merenggut banyak korban jiwa, serta mampu merubah suasana yang tidak seperti
biasanya atau kondisi extra ordinary. Walaupun demikian kondisi pandemi ini tidak
akan mengurangi kemuliaan bulan Ramadhan sebagai bulan perjuangan untuk
meraih kemenangan. Sehingga dalam kondisi seperti saat inipun kualitas Ibadah kita
harus tetap meningkat karena pandemi ini telah memberikan pelajaran yang sangat
berharga, betapa lemahnya kita sebagai manusia berhadapan dengan makhluk Allah
Swt yang sangat kecil dan tidak kasat mata ini, dan membuktikan bahwa Allah yang
Maha besar dan Maha kuasa atas segala sesuatu. Hal ini seharusnya semakin
membuat optimisme kita sebagai pengemban dakwah tetaplah tinggi tanpa ada kata
kendor. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dengan Ramadhan di tengah wabah
pandemi ini sehingga kita semakin optimis dalam memperjuangkan tegaknya kalimat
Allah di muka bumi.

Kegagalan kapitalisme dalam menghadapi pandemi


Wabah pandemi covid 19 membuka mata kita. bahwa ekonomi dunia sangat lemah.
Amerika (AS) sang adi daya pun babak belur dengan korban tertinggi di dunia
mencapai 1,4 juta lebih orang terpapar virus ini, 88ribu diantaranya meninggal. Hingga
hari ini, korban total di dunia sudah mencapai 4.617.176 kasus, 307.988 di antaranya
meninggal dunia dan 1.749.119 lainnya dinyatakan sudah sembuh. Dunia seakan tak
berdaya menghentikan laju penyebaran virus corona. Korban berjatuhan hingga tak
sanggup mencegahnya. Ekonomi anjok, gelombang PHK pun menerpa semua
negara. Dalam 3 hari terakhir, 16,7 juta orang di PHK di Amerika dan hampir 500.000
orang di Jakarta kehilangan pekerjaan akibat wabah ini.
Kantor berita Al Jazeera (4/4/2020) mengutip pernyataan Serigala Politik Amerika
dan Mantan Menteri Luar negeri AS Henry Kissinger dalam sebuah artikel di Wall
Street journal, bahwa pandemi Corona akan mengubah system global selamanya. Ia
menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh Pandemi Covid 19 mungkin
bersifat sementara, akan tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya
akan berlanjut selama beberapa generasi. Kissinger mendesak pemerintah AS untuk
fokus pada tiga bidang utama dalam menghadapi dampak lokal dan global. Pertama
meningkatkan kemampuan dunia untuk memerangi penyakit menular melalui
pengembangan penelitian ilmiah. Kedua berupaya tanpa henti untuk mengatasi
kerusakan ekonomi global, dan mendesak pemerintah AS untuk melindungi prinsip-
prinsip liberal global. Ketiga AS harus fokus untuk mengatasi wabah ini , karena
kesibukan AS dan negara kapitalis lainnya dalam menangani pandemi ini benar-benar
telah menciptakan kasus baru yaitu besarnya penolakan rakyat terhadap sistem
kapitalis.
Ketidaksigapan negara kampium kapitalisme seperti AS dan negara kapitalisme
lainnya dalam menghadapi wabah Covid menunjukkan kepada kita bahwa negara
2

adidaya itu pada hakekatnya rapuh. Otoritas publik dan system kesehatan yang
dibanggakan negara adidaya itu telah melemah dan sama sekali tidak siap
mengahadapi krisis kesehatan publik sampai hari ini, meskipun sudah berpengalaman
dalam menghadapi wabah SARS dan Ebola. Anggaran sebesar 1,7 Trilyun USD telah
dihabiskan untuk memperbarui senjata nuklirnya sehingga dana di bidang kesehatan
sangat minim, sehingga tidak cukup memiliki tempat tidur, masker, ventilator dan
sarana kesehatan lainnya.
Prof Daniel M. Rosyid menyampaikan bukti kegagalan kepemimpinan global di bawah
kendali AS dan PBB tampak dalam mengatasi Pandemi Covid 19. Pandemi Covid 19
adalah sebuah kondisi Global yang berjalan di luar skenario AS dan yang lainnya,
sehingga kegagalan pengelolaannya akan menjadi bom waktu bagi AS dan sekutunya
yang akan menghancurkannya. Dan tidak lama lagi kita akan menyaksikan dunia baru
yang itu bisa lebih buruk dari kondisi hari ini atau bahkan lebih baik.
Menurut analisis Stephen M. Walt dari Foreign Policy, bahwa pandemi Covid 19 akan
mempercepat pergeseran kekuasaan dan pengaruh dari Barat ke Timur.
Ditambahkan oleh John Allen bahwa krisis Kesehatan ini akan mengubah struktur
kekuatan internasional dengan cara yang tidak pernah terbayangkan. Karena
pandemi ini akan terus menekan aktifitas ekonomi dan meningkatkan ketegangan
antar negara. Kapitalisme akan mengalami guncangan ekonomi dan akan
bermunculan negara negara gagal dan AS tidak dipandang lagi sebagai pemimpin
internasional.

Peluang kebangkitan Islam


Banyaknya bukti-bukti kegagalan peradaban kapitalis menghadapi pandemic ini telah
membuka kesadaran bahwa umat membutuhkan peradaban lain. Analisa-analisa
pakar barat telah banyak disampaikan. Prof Noah Feldman dalam bukunya kejatuhan
dan kebangkitan negara Islam (terbit 2008) dari Harvard University, menyatakan
bahwa kemunduran Islam di masa lampau akan diikuti dengan kebangkitan Islam
dalam suatu proses yang berakhir dengan terbentuknya Khilafah Islam. Feldman yang
merupakan salah satu anggota komisi luar negeri AS ini memprediksikan bahwa ada
kondisi-kondisi tertentu yang mempercepat proses kebangkitan Islam. Negara Islam
tersebut akan menerapkan keadilan bagi seluruh umat manusia. Dan negara Islam
tesebut tidak akan menerapkan system lama yaitu demokrasi kapitalis. Tetapi ia akan
menawarkan dan mengenalkan sistem baru yaitu sistem Islam. Feldman juga melihat
bahwa lembaran baru abad 21 akan tiba dengan kembalinya Islam menjadi kekuatan
baru meskipun kekuatan politiknya sempat runtuh di tahun 1924 dan para ulama yang
menjadi pengawal dan penjaga Syariah sempat dipinggirkan dan disingkirkan sampai
saat ini (world bulletin, 30 Januari 2009).
Mantan pejabat CIA Robbert Baer pada 29 Februari 2012 menyatakan bahwa tanda-
tanda munculnya Khilafah Islam telah Kembali tampak. Sehingga mantan pejabat AS
itu menyampaikan fakta-fakta yang harus dipahami oleh pemerintah negaranya
bahwa negaranya sedang di ambang kehancuran dan kekalahan dari negeri-negeri
Islam. Dan rencana neokolonialisme terhadap negeri-negeri Islam itu akan mati
3

kecuali pada negara-negara yang menjadi boneka AS sehingga munculnya khilafah


tidak akan mampu dicegah dan dihalangi.
Kegagalan perabadan barat mengatasi problematika dunia saat ini termasuk dalam
mengatasi wabah covid 19 dan apa yang diprediksikan oleh para ahli mereka sendiri,
menjadi peluang bagi pengemban dakwah untuk lebih semangat dalam menawarkan
peradaban Islam sebagai pengganti peradaban gagal tersebut. Hal ini seharusnya
menjadi penguat bagi para pengemban dakwah untuk lebih optimis dalam
memperjuangkan janji Allah Swt dan Bisyaroh Rasulullah Saw.

Membangun optimisme perjuangan


Ada beberapa langkah dalam membangun optimisme perjuangan.
Pertama, penting memahami apa yang menjadi penyebab masalah hingga sulit
menyelesaikan masalahnya. Kapitalisme liberal yang diadopsi negeri ini, adalah
pangkal masalahnya. Korupsi tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi yang
mahal, yang membuat politisi memilih jalan korupsi untuk mengembalikan modal
politiknya, balas budi terhadap cukong kekuasaannya, atau untuk mempertahankan
kekuasaannya. Justru wabah menjadi momen yang strategis untuk mengeruk
kekayaan. Sementara kekayaan alam dijarah penguasa rakus baik dalam maupun
luar negeri dengan alasan investasi dan pembangunan (kenaikan BPJS misalnya), di
tengah wabah yang terus meluas. Rakyat sengsara. Penguasa tak peduli. Mereka
lebih mementingkan penjajah daripada bangsanya sendiri. Demi rakyat, demi negara
hanyalah retorika.
Kedua, memahami, apa yang sebenarnya menjadi kekuatan umat Islam, tidak lain
adalah Islam. Kembali kepada Islam secara kaffah dalam institusi negara adalah jalan
optimisme untuk menyelesaikan berbagai persoalan umat. Secara keimanan, ajaran
Islam yang bersumber dari Allah SWT, adalah sempurna karena berasal dari Dzat
yang Maha Sempurna. Sebagai petunjuk untuk manusia, Syariat Islam pasti akan bisa
menyelesaikan persoalan manusia. Syariat Islam, sebagai ajaran yang rahmatan lil
alamin, jika diterapkan secara kaffah pasti akan memberikan kebaikan pada seluruh
umat manusia.
Ketiga, para pengemban dakwah harus senantiasa terikat dengan Syariat dalam
segala aspek kehidupan dan taqorrub ilallah.
Keempat, kemenangan Islam sudah dijanjikan Allah Swt dan pasti terjadi. Cukup
banyak nash telah menyebutkan hal ini.

Keteladanan dalam membangun optimisme


Dalam membangun optimisme, kita harus belajar dari sukses hebat penaklukan
Konstantinopel oleh Muhammad al Fatih. Sejak kecil, Al Fatih, sudah ditanamkan
sikap optimisme dan visioner. Bahwa dialah penakluk Konstantinopel yang dijanjikan
Rasulullah SAW yang pasti akan terjadi. Dialah sebaik-baik panglima perang dengan
pasukan yang terbaik pula. Yakin pada janji kemenangan dari Allah SWT dan kabar
gembira dari Rasulullah inilah yang membangun optimism Muhammad al Fatih.
4

Namun keyakinan dan kerinduan untuk meraih kemuliaan dalam Islam, membutuhkan
amal yang sungguh-sungguh dengan mengikuti sunnatullah dan kaidah kausalitas
(sebab akibat). Tidak cukup yakin, tidak cukup berdoa, namun ada ikhtiar nyata. Inilah
yang dilakukan oleh Muhammad al Fatih dan kaum Muslimin sebelumnya.
Muhammad al Fatih juga menyadari, untuk meraih kemenangan Allah dibutuhkan
ketaatan dan kedekatan dengan Allah SWT. Inilah jalan turunnya kemenangan dari
Allah SWT. Dan dimulai dari dirinya sendiri, sang Panglima yang tidak pernah berhenti
berdoa agar dirinya, pasukannya, dan umat Islam, diberikan kemenangan. Shalat
tahajud menghiasi malam-malamnya. Pasukannya pun dipastikan olehnya sendiri,
agar tidak berbuat maksiat, yang bisa menghalangi datangnya pertolongan Allah
SWT. Akhirnya Muhammad Al Fatih-lah yang berhasil mewujudukan bisyaroh
Rasulullah Saw yang pernah beliau sampaikan kepada para sahabatnya ra:
Kota konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya
adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah komandonya
adalah sebaik-baik pasukan. Abdullah bin Amr bin Al Ash bertanya: kota manakah
yang dibuka lebih dulu ? Konstantionel atau Roma ? Rasulullah Saw menjawab: kota
Heraklius dibuka lebih dulu, yaitu Konstantinopel (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al
Hakim).
Sejarah telah mencatat bagaimana pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin
telah berupaya serius dan selalu optimis bahwa konstantinopel akan mampu mereka
taklukkan sejak masa khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan (668 M). Namun Bisyaroh
ini baru bisa terwujud pada tahun 1453 M di masa kepemimpinan Muhammad Al Fatih.
Optimisme di dalam perjuangan dakwah untuk mewujudkan janji Allah dan Bisyaroh
Rasulullah Saw harus tetap ada dan terus terjaga sampai Allah memberikan
pertolonganNya sebagaimana kaum muslimin dari generasi ke generasi telah
membuktikannya selama kurun waktu hampir 800 tahun bekerja keras tanpa kenal
lelah sehingga mampu mewujudkan Bisyaroh menaklukkan Konstantinopel.
Perjuangan terus dilakukan dalam berbagai pasang surut kondisi kekhilafahan
(khalifah meninggal, bencana alam, dll), mereka tidak melihat itu sebagai hambatan
apalagi sebagai alasan untuk tidak melanjutkan perjuangan. Mereka tetap fokus pada
tujuan.
Inilah jalan optimisme, bukan sekedar mengakhiri wabah pandemi tapi juga
menyiapkan peradaban baru yang akan menggantikan peradaban yang sudah
terbukti gagal dalam segala hal. Kembali kepada Islam, yakin akan janji kemenangan
dari Allah SWT, berusaha dengan sungguh-sungguh, dan senantiasa membangun
keterikatan dengan syariah Islam. Masih ada kabar gembira Rasulullah Saw yang
tersisa untuk kita, yaitu penaklukan Roma, kembalinya khilafah, dan peperangan
melawan Yahudi. Inilah kesempatan emas generasi kita, kesempatan untuk meraih
janji kemuliaan dari Allah Swt, kesempatan menoreh sejarah dengan tinta emas.
Semoga kita diberikan kesempatan untuk mewujudkannya dan tercatat sebagai
hamba-hamba Allah yang telah meperjuangkan terwujudnya Janji Allah Swt dan
Bisyaroh Rasulullah Saw yang akan menjadi hujjah di hadapan Allah pada yaumil
hisab nanti. Wallohu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai