Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APPENDISITIS

Disusun Oleh :
Kelompok IV
1. LIA KURNIA UTAMI (19.14201.90.23.P)
2. RACHMAT DARY SAPUTRA (19.14201.90.13.P)
3. RUBY RAHMANIA ARYANI (19.14201.90.12.P)
4. SRI HANDAYANI (19.14201.90.47.P)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
2019 – 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dalam harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
meperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun, sehingga
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit...............................................................................4
2.1.1 Definisi Appendisitis..............................................................4
2.1.2 Anatomi Dan Fisiologi...........................................................5
2.1.3 Etiologi...................................................................................13
2.1.4 Patoflow..................................................................................15
2.1.5 Patofisiologi............................................................................16
2.1.6 Manifestasi Klinik..................................................................17
2.1.7 Komplikasi..............................................................................17
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................18
2.1.9 Penatalaksanaan......................................................................20
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis.............................................22
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.........................................................22
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................27
2.2.3 Intervensi Keperawatan..........................................................28
2.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................29
2.2.5 Evaluasi...................................................................................30
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan......................................................................................31
3.2. Saran.................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan majunya perkembangan zaman banyak membuat pola

hidup masyarakat menjadi berubah. Masyarakat cenderung lebih memilih

semua hal yang bersifat instan dan kurang mengkonsumsi makanan yang

mengandung serat ( sayur dan buah – buahan ), Makanan berserat yang

dicerna di dalam usus besar dapat memasuki usus buntu dan tertinggal di

sana sehingga menjadi tersumbat, Usus buntu yang tersumbat dapat memicu

terjadinya peradangan. Sehingga angka kejadian Apendisitis meningkat.

Doenges, M. E. (2015).

Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai

cacing, Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak

kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang

terinfeksi. Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan tindakan bedah

kedaruratan. Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada

apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai

cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil

yang buntu dan melekat pada sekum. ( Librianty,2015 ).

Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan mengenai laki – laki

serta perempuan sama banyak. Akan tetapi pada usia antara pubertas dan 25

tahun, prevalensi apendisitis lebih tinggi pada laki – laki. Sejak terdapat
kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian karena

apendisitis mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar,

penyakit ini hampir selalu berakibat fatal, Apendisitis dapat disebabkan dari

benda asing, penyempitan, penyumbatan lumen apendiks oleh peradangan

atau noeplasma.dari penyumbatan itu menyebabkan mucus yang diproduksi

semakin lama semakin banyak seperti bendungan. Keterbatasan elastisitas

dinding apendiks menyebabkan meningkatnya tekanan dan apendisitis akut

terjadi dengan nyeri yang dirasakan.(Librianty 2015).

Insidensi apendisitis akut paling sering terjadi pada remaja dan

dewasa muda. selain itu apendisitis bisa menyebabkan peradangan.

Peradangan apendik diawali oleh proses obstruksi dalam lumen, obstruksi

disebabkan hiperplasi limfoid sub mukosa, feses yang mengeras, benda

asing, parasit, kumpulan reaksi imunitas meningkat seiring bertambahnya

usia sampai masa remaja dan menjelang dewasa, 82 % anak dibawah 5

tahun dalam keadaan perforasi dan hampir 100% pada anak kurang setahun.

Pasien yang mengalami Peradangan apendisitis ini akan merasakan nyeri di

perut kanan bagian bawah. (Librianty, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari appendisitis

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari appendisitis?

3. Bagaimana etiologi dari appendisitis?

4. Bagaimana patoflow dari appendisitis?


5. Bagaimana patofisiologi dari appendisitis?

6. Bagaimana manifestasi klinis appendisitis?

7. Apa saja komplikasi yang disebabkan appendisitis?

8. Apa pemeriksaan penunjang untuk appendisitis?

9. Bagaimana penatalaksanaan dari appendisitis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari appendisitis

2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari appendisitis

3. Untuk mengetahui etiologi appendisitis

4. Untuk mengetahui patoflow dari appendisitis

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari appendisitis

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari appendisitis

7. Untuk mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh appendisitis

8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk appendisitis

9. Untuk mengetahui penatalaksanaan appendisitis

1.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu adalah sekum (cecum).

Infeksi ini mengakibatkan peradangan akut sehingga memelukan

tindakan beda segera untuk mencega komplikasi yang umumnya

berbahaya. (Nurarif & Kusuma, 2015).

Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling

sering terjadi.Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks

vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling

sering terjadi (Andra Safery Wijaya, yessie Marisa Putri, 2013).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi dimana terjadi

infeksi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa

perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan

menyingkirkan umbai cacing yang terinfeksi.Bila tidak dirawat, angka

kematian cukup tinggi karena peritonitis dan shock ketika umbai

cacing yang terinfeksi hancur (Weni Kristinasari, 2015).


2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan

(Niman, 2015)

Gambar 2. Anatomi

Apendik

(Niman, 2015)

Apendisitis merupakan penyakit infeksi yang mengenai saluran

pencernaan, terutama pada berikut ini merupakan penjelasan tentang

anatomi fisiologi pencernaan.

Struktur Pencernaan :

a. Mulut (Oris)
Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang

letaknya meluas dari bibir sampai istmus fausium yaitu perbatasan

mulut dengan faring. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem

pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.

Saliva atau liur yang dihasilkan oleh mulut bersifat alkali (basa)

yang disekresikan oleh kelenjar parotis, submaksilaris,

sublingualis, dan kelenjar mukosa pipi. Perubahan pati

(amilopektin dan amilosa) menjadi glukosa berawal didalam mulut.

Sekeresi saliva 1200-1500 ml/hr. (Niman, 2015).

b. Tenggorokan (Faring)

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut

dengan kerongkongan (esofagus) yang panjangnya ± 12 cm. Faring

dibentuk oleh jaringan yang kuat dan jaringan otot melingkar.

Organ yang terpenting didalam faring adalah tonsil (amandel)

yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit

untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring, dan

mematikan bakteri/mikroorganisme yang masuk melalui jalan

pencernaan dan pernafasan.

Letaknya terbentang tegak lurus antara basis krani setinggi

vertebrata IV kebawah setinggi tulang rawan krikoidea,

bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan, dibelakang

rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan


perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari

bagian superior (bagian yang sama tinggi dengan hidung), bagian

media (bagian yang sama tinggi dengan mulut), dan bagian inferior

(bagian yang sama tinggi dengan laring). Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara di tuba yang

menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian

media disebut orofarin, bagian ini berbatas kedepan sampai di akar

lidah bagan inferior disebut laringofaring yang menghubungkan

orofaring dengan laring.

Proses menelan (deglutition) merupakan mekanisme kompleks.

Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan untuk

mencegah masuknya makanan ke jalan nafas dengan cara menutup

sementara selama beberapa detik dan mendorong makanan masuk

kedalam esofagus agar tidak membahayakan pernafasan. Dalam

hal ini terjadi penyilangan antara jalan makanan dengan jalan

pernafasan, jalan makanan masuk ke belakang jalan nafas

melewati epiglotis lateral melalui filiformis masuk ke esofagus.

(Syaifudin, 2015).

c. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan atau esofagus merupakan saluran panjang

berotot dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter sekitar 2 cm

yang berjalan menembus diagfragma untuk menyatuh dengan

lambung di taut gastroesofagus. Fungsi utama dari esofagus adalah


membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung. Submukosa

esophagus tebal dan berlemak sehingga mobilitas esophagus cukup

tinggi. Lapisan otot mendorong makanan di sepanjang esophagus

menuju lambung melalui gelombang peristaltik (gerakan otot

kerongkongan) yang dirangsang oleh saraf vagus, sedangkan

pelumasan dihasilkan oleh mukosa pengahasil mucus. Pada bagian

ujung bawah esophagus terdapat otot sirkular yang berfungsi

sebagai sfingter esophagi (sphincter esophagii) yang tetap

berkonstriksi, kecuali jika terjadi proses menelan. Hal ini mencegah

refluks atau kembalinya isi lambung kedalam esophagus.

Proses menelan terbagi menjadi 1). Tahap volunteer, yang

mencetuskan proses menelan; 2) Tahap faringeal, yang bersifat

involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring

kedalam esophagus; 3) Tahap esofageal, fase involunter lain yang

mempermudah jalannya makanan dari faring ke lambung

(Sharifudin, 2015 ).

d. Lambung

Lambung merupakan saluran pencernaan yang melebar

berbentuk seperti kantung, yang terletak diantara esophagus dan

usus halus, dibagian kiri atas abdomen tepat dibawah diagfragma

bagian depan pankreas dan limfa. Dalam keadaan kosong, lambung

berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat

raksasa. Kapasitas normal lambung sebesar 1-2 liter, Volume


lambung akan meningkat pada saat makan, dan menurun pada saat

cairan lambung (kimus) masuk ke dalam usus halus. Pada saat

lambung mengalami relaksasi (kosong), mukosa masuk ke dalam

lipatan yang disebut rugae yang merupakan tempat sementara dari

pembesaran lambung. Pada saat lambung diisi, maka rugae

menyempit dan pada saat lambung penuh, maka rugae menghilang

(Simon, 2015 ).

Fungsi lambung adalah menampung, menghancurka dan

menghaluskan makanan melalui mekanisme gerak peristaltik

lambung dan getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh

lambung adalah (Ardiansyah, 2015)

a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino

(albumin dan pepton).

b) Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan sebagai

antiseptic dan desinfektan, serta menyebabkan kondisi asam

pada pepsinogen untuk kemudian diubah menjadi pepsin.

c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan

membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein

susu).

d) Lapisan lambung, ada dalam jumlah yang sedikit dan fungsinya

untuk memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang

sekresi getah lambung.

e. Usus Halus
Proses pencernaan makanan selanjutnya dilakukan didalam

usus halus bantuan aksi getah usus. Usus halus adalah bagian dari

sistem pencernaan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir

pada seikum dengan panjang ± 6m. Usus halus ini merupakan

saluran pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus

terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan mukosa (sebelah

dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang , dan

lapisan serosa (sebelah luar) (Ardianyah, 2015).

Usus halus dibedakan menjadi 3 bagian yaitu duodenum,

jejenum, dan ileum. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus

antara 2-8 meter. Duodenum merupakan tempat pencernaan

makanan secara sempurna menjadi partikel-partikel sari makanan

yang siap diserap oleh mukosa usus. Jejenum dan ileum

merupakan tempat penyerapan sari-sari makanan (Ardiansyah,

2015).

Fungsi usus halus menurut adalah Menerima zat-zat makanan

yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan

saluran-saluran limfe; menyerap protein dalam bentuk asam amino;

karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida; di dalam usus

halus terdapat kelenjar yang berfungsi sebagai enzim pencernaan.

Syaifuddin (2016)

f. Usus besar
Organ pencernaan ini terdiri dari atas kolon asenden (kanan),

transversum, desenden, sigmoid, serta rektum. Usus besar

berfungsi untuk menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri

coli, dan tempat feses. Peristaltik dibagian ini sangat kuat dan

mendorong feses cair dalam usus asenden dan transversum,

kemudian air diserap ke usus desenden. Bahan kotoran yang

terdapat di dalam ujung usus sebagian besar berupa feces dan

mengumpul di dalam rektum akhirnya keluar melalui anus

(Syaifuddin, 2016).

Usus besar merupakan tempat untuk penyerapan air dan

mineral-mineral yang tidak terserap di usus halus. Pencernaan

secara mikroblotis oleh bakteri komensial (secara alami ada dan

tidak menganggu kesehatan) (Eschericia Coli) , menghasilkan gas

dan sintesis Vitamin K. Usus buntu atau umbai cacing (apendiks)

adalah organ tambahan pada usus buntu yang lebih banyak

berperan dalam sistem pertahanan tubuh karena banyak

mengandung nodus limfatikus. Pada orang dewasa, umbai cacing

berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 cm sampai 20

cm (Ardiansyah, 2015).

g. Usus Buntu

Apendiks dapat menghasilkan lendir sekitar 1-2 ml per hari.

Lendir tersebut normalnya di hantarkan ke dalam lumen dan


selanjutnya akan mengalir ke dalam sekum. IgA (Imunoglobulin A)

yang sangat efektif dalam perlindungan terhadap infeksi ditemukan

juga di apendiks. Namun, seandainya pengangkatan apendiks

dilakukan, sistem imun tubuh tidak terpengaruh, hal ini

dikarenakan jumlah jaringan limfe di organ ini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna (Sjamsuhidajat &

Jong, 2016).

h. Rektum

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang

menghubungkan intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm

yang dimulai dari pertengahan sakrum dan berakhir pada kanalis

anus. Rektum terletak pada rongga pelvis di depan os sakrum dan

os koksigis. (Niman, 2015)

i. Anus

Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang

berhubungan dengan dunia luar terletak di dasar pelvis,

dindingnya diperkuat oleh sfingter yang terdiri atas, pertama

Sfingter ani internus: terletak di sebelah dalam bekerja tidak

menurut kehendak. Kedua Sfingter levator ani: bagian tengah

bekerja tidak menurut kehendak dan ketiga Sfingter ani eksternus:

sebelah luar bekerja menurut kehendak (Syaiffuddin, 2016).

2.1.3 Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi

ada factor prediposisi yaitu:

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya

obstruksi ini terjadi karena:

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab

terbanyak.

b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks

c. Adanya benda asing seperti biji-bijian

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan

Streptococcus

3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur

15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena

peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk apendiks:

a. Apendiks yang terlalu panjang

b. Massa apendiks yang pendek

c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks

d. Kelainan katup di pangkal apendiks (Nuzulul, 2015).

Adapun Menurut Pieter (2015) menyatakan etiologinya sebagai

berikut :

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica Penelitian


epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah

serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.

Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah

terjadinya apendisits akut.


2.1.4 Patoflow

Invasi dan multiplikasi Hipertermi Febris

APENDICITIS Peradangan pada jaringan Kerusakan kontrol suhu


terhadap inflamasi

Operasi Secresi mucus berlebihan


pada lumen apendik

Luka incisi Ansietas Apendic teregang

Kerusakan jaringan
Pintu masuk kuman

Ujung saraf terputus Resiko infeksi

Pelepasan prostaglandin Kerusakan integritas


jaringan

Stimulasi dihantarkan
Spasme dinding apendik Tekanan intraluminal lebih
dari tekanan vena
Spinal cord
Nyeri
Hipoxsia jaringan apendic

Cortex cerebri Nyeri di persepsikan


Ulcerasi
Resiko ketidakfektifan
perfusi gastrointestinal Perforasi

Anestesi Reflek batuk Akumulasi secret

Peristaltic usus Depresi sistem respirasi Ketidakefektifan


bersihan jalan nafas

Distensi abdomen Anorexia

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Gangguan rasa nyaman Mual & muntah kebutuhan tubuh

Resiko kekurangan
volume cairan
2.1.5 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi

mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mucus

tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.

Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan

bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul

pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.

Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark

dinding apendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut

gangrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan terjadi

prefesional disebut apendiksitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrate

apendikkularis (Jitowiyono , 2015)


2.1.6 Manifestasi Klinik

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis

adalah nyeri samar ( nyeri tumpul ) didaerah epgigastrium di sekitar

umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan

rasa mual,bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan

menurun.kemudian didalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke

kuadrat kanan bawah,ke titik Mc burney ( seperti gambar ). Dititik ini

nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri

somatrik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri

didaerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan obat percahar. Tindakan ini dianggap berbahaya

karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks yang

dapat berkembang  menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi

10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala

mencakup demam dengan suhu 37,70c atau lebih tinggi, penampilan

toksin dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinue.

Adapun komplikasi apendisitis akut antara lain :

a. Perforasiapendiks

       Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman

untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi


meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kudran

kanan bawah dengan tanda peritonitis, ileus, demam, malaise, dan

leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum

atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali

datang, diagnosa dapat ditegakkan dengan pasti. (Smerltzer dan

Suzanna C. 2015)

b.  Peritonitis abses

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang

dilakukanadalah operasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba

massa dikuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung

kearah rektum atau vagina.

c. Dehidrasi      

d.  Sepsis       

e.  Elektrolit darah tidak seimbang.

(Ardiansyah  2016)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan fisik

a) Inspeksi : akan tanpa adanya pembengkakan (Swelling) rongga

perut dimana dinding perut dimana dinding perut tanpa

mengencang (Distensi)

b) Palvasi : di daerah perut kanan bawah bila di tekan akan terasa

nyeri dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri


(Blimberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnose

apendisitis akut

c) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha di tekuk kuat atau

tungkai di angkat tinggi maka easa nyeri diperut makin perut

( Psoas sign)

d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah

bula pemeriksaan dubur dan vagina menimbulkan rasa nyeri

juga.

e) Suhu dubur ( rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla),

lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu

2. Pada apendiks terletak retro sekal maka uji psoas akan positif dan

tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas , sedangkan bila

apendik terletak di rongga pelvis maka abtruator sign akan positif

akan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol

Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar

10.000-18.000/mm3 jika terjadi peningkat lebih dari itu , maka

kemungkinan apendik akan mengalami perforasi (Pecah).

Pemeriksaan Radiologi

Foto Polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit ( Jarang

membantu), ultra sonografi (USG) . CT Scan ,Rontgen. (Hardi

Kusuma, 2015)
2.1.9 Penatalaksanaan

2.1Penatalaksanaan medis

a. Operasi 

Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis

yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS)

dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral Sayatan ini

mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut

dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan

nampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya untuk

meluksasi sekum. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga

taenia koli. (titik Mc Burney 2015)

b. Nyeri Post Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan

bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan

dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan

penjahitan luka.

c. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.Bila tidak ada

fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis

akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan

kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.

-Pemasangan NGT

-Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur


-Transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok

seperti secara intensif. (Saifudin Bari Abdul 2015)

2. Penatalaksanaan Keperawatan pada pasien post Op

a. Relaksasi Napas Dalam

Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003)

Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah

pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah

diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran

abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk

selama inspirasi.

Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah

sebagai berikut :

1) Ciptakan lingkungan yang tenang

2) Usahakan tetap rileks dan tenang

3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru

dengan udara melalui hitungan 1,2,3

4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil

merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks

5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali

6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan

melalui mulut secara perlahan lahan

7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks

8) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam


9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri

10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang

11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap

5 kali.

12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara

dangkal dan cepat.

b. perawatan luka jahitan

c. mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah dekubitus.

(Hasan, 2015)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Post operasi : Umumnya nyeri perut pada bekas insisi, terjadinya

konstipasi, tidak ada nafsu makan, pasien sesak dan ansietas (Darma

Adji, 2016).

Motode yang digunakan autoanamnese

Pengumpulan Data

a. Identitas Pasien

Identitas klien nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,


dan nomor register. Identitas penanggung riwayat kesehatan

sekarang.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama klien saat dikaji, klien post apendiktomi

biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan

aktifitas.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien yang telah menjalani operasi apendiktomi pada

umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan

bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya

berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri

dirasakan sperti ditusuk –tusuk dengan skala nyeri lebih dari

lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula

menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya

menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu

aktivitas sesuai rentang toleransi masing – masing klien.

2) Riwayat Kesehatan Lalu

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi

pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang serta apakah

pernah mengalami pembedahan sebelumnya

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Didapatkan dari riwayat penyakit keluarga yang

berhubungan dengan penyakit pasien sekarang.

4) Riwayat Psikososial

Secara umum klien dengan post apendiksitis tidak

mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun

demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri

klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan

harga diri).

5) Riwayat Sosial

Klien dengan post apendiktomi tidak mengalami gangguan

dalam hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap

harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan

setelah menjalani operasi.

6) Riwayat Spiritual

Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan

mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam

kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan

sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.

7) Pola Aktivitas Sehari-hari

Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada

umumnya mengalami kesulitan dalam beraktfitas karena nyeri

yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan

dalam perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas dan gunting


kuku), karena adaanya toleransi aktivitas yang mengalami

gangguan.  Klien akan mengalami pembatasan masukan oral

sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang

normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah

dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh

anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi

pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga

dapat mengalami penurunan haluaran urine karena adanya

pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur

normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien

dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi

klien terhadap nyeri yang dirasakan.

8) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ini mencakup :

a. Keadaan Umum klien post apendiktomi mencapai

kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja

operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan

sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri.

Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami

ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi

apendiks.

b. Sistem Pernapasan klien post apendiktomi akan mengalai

penurunan atau peningkatan frekuensi napas (takipneu)


serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat

ditoleransi oleh klien.

c. Sistem Kardiovaskuler umumnya klien mengalami

takikardi (sebagai respon terhadap stres danhipovolemia),

mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap

nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian

kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva,

adanya sianosis dan, auskultasi bunyi jantung.

d. Sistem Pencernaan adanya nyeri pada luka operasi di

abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post

apendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi

pada awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan

tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah

bekas sayatan operasi.

e. Sistem Perkemihan awal post operasi klien akan

mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi

karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal

post apendiktomi. Output urine akan berangsur normal

seiring dengan peningkatan intake oral.

f. Sistem Muskuloskeletal secara umum, klien dapat

mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan

kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring

dengan peningkatan toleransi aktifitas.


g. Sistem Integumen akan tampak adanya luka operasi di

abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai

kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan

membaik seiring dengan peningkatan intake oral.

h. Sistem Persarafan umumnya klien dengan post

apendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi

persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat

kesadaran, saraf kranial dan refleks.

i. Sistem Pendengaran pengkajian yang dilakukan meliputi :

bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan

dan fungsi pendengaran.

j. Sistem Endokrin umumnya klien post apendiktomi tidak

mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi tetap

perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain

–lain).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Budiono, (2015) Diagnosis keperawatan merupakan

suatu pertanyaan yang menggambarkan respons manusia (keandaan

sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individu atau

kelompok tempat anda secara pasti untuk menjaga status kesehatan

atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atas mencegah perubahan.


Menurut Nurarif dan Kusuma, dalam buku NANDA NIC-NOC

(2015) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien yang mengalami

Apendisitis adalah nyeri akut berhubungan dengan insiasi

pembedahan, hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari

inflamasi gastrointestinal, kekurangan volume cairan berhubungan

dengan kehilangan cairan aktif dan mekanisme kerja peristaltic usus

menurun, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan,

kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insiasi pembedahan,

dan resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

tubuh.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Budiono, (2013) Perencanaan adalah pengembangan

strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-

masalah yang telah didentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain

perencanaan mengambarkan dengan efektif dan efisien.

Ada beberapa rencana tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan untuk memenuhi gangguan rasa nyaman nyeri menurut

Nurarif dan Kusuma (2015):

a. Tindakan Keperawatan

1. Observasi tanda-tanda vital


2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

pesipitasi

3. Kaji tipe dan sumber nyeri

4. Gunakan teknik komunikasi teraputik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien

5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi

6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

8. Tingkatkan istirahat

9. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

b. Tujuan Tindakan Keperawatan

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

2. Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang


2.2.4 Implementasi Keperawatan

Menurut Triwibowo, (2013) Dalam melaksanakan, perawat

tinggal menerapkan kepada klien sesuai dengan intervensi yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dilaksanakan sesuai dengan rencana

keperawatan, Menyangkut keadaan bio-sosio-spiritual pasien,

Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada

klien / keluarga, Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis,

privasi, dan mengutamakan keselamatan pasien, melaksanakan

tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah

ditentukan.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan

diperbandingkan yang sistematik pada status kesehatan klien dengan

mengukur perkembangan pasien dalam mencapai suatu tujuan.

Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format evaluasi SOAP

meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa, dan data

perencanaan (Nursalam, 2015).


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Usus buntu adalah sekum (cecum). Infeksi ini

mengakibatkan peradangan akut sehingga memelukan tindakan beda segera

untuk mencega komplikasi yang umumnya berbahaya. (Nurarif & Kusuma,

2015).

Appendisitis biasanyan disebabkan oleh infeksi kuman dari colon

yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus. Gejala awal yang khas,

yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri

tumpul ) didaerah epgigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus.

Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual,bahkan terkadang muntah,

dan pada umumnya nafsu makan menurun.kemudian didalam beberapa jam,

nyeri akan beralih ke kuadrat kanan bawah,ke titik Mc burney

3.2. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya

penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah

diatas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat

dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Andra & Yessie. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah ( Keperwatan


Dewasa ). Yogyakarta : Nuha Medika.

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.

Bare, S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume


1.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa: I Made
K., Nimade S. Jakarta: EGC

Kusuma. H, dan Nurarif. A. H. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Yogyakarta: Media Hardy.

Muttaqin & Kumala, 2014. pedoman praktek keperawatan dan konsep


keperawatan. Edisi 4. Jakarta.

Niman, 2015. Buku ajar ilmu kesehatan, Anatami fisiologis kedokteran,


universitas JAKARTA. Jilid 1 2 dan 3 .bagian penyakit dalam.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015).APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Jogjakarta:
MediAction.

Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nuzulul, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 1.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Saputra, I.(2015). Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem


pencernaan edisi 2.Jakarta: Salemba Medika.

Simon, 2015. 2006. Buku keperawatan .untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi


3.Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Buku Keperawatan,

Yaifuddin, A. 2006. Medical bedah untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi


3.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai