Disusun Oleh :
Kelompok VII
1. MARISSA PERINICHA (19.14201.90.01.P)
2. RUBY RAHMANIA ARYANI (19.14201.90.12.P)
3. VERAWATI (19.14201.90.08.P)
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian.........................................................................................3
2.2 Patofisiologis....................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinik............................................................................3
2.4 Penatalaksaan Terapi Farmakologi..................................................4
2.5 Dosis.................................................................................................9
2.6 Interaksi Obat...................................................................................9
2.7 Efek Samping...................................................................................11
2.8 Penggunaan Obat Dan Efek Samping Pada Ibu Hamil Dan
Menyusui..........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia
(Depkes RI, 2009), maka perlu dilakukan pengendalian penyakit jantung
dan pembuluh darah secara berkesinambungan. gagal jantung merupakan
kondisi akhir dari penyakit jantung dan pembuluh darah kronis seperti
hipertensi, diabetes mellitus, aritmia, infark miokard dan lain-
lainmenyebabkan polifarmasi yang akan meningkatkan risiko masalah
terkait obat Drug Related Problems (DRPs). DRPs yang dapat terjadi
meliputi interaksi obat, dan rentan menimbukan efek samping obat.
Konsumsi obat dalam jumlah banyak dan dalam jangka panjang
mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien yang buruk, sehingga akan
berpengaruh pada keberhasilan terapi dan menimbulkan peluang terjadinya
rawat inap ulang.
Sejarah terapi obat untuk kondisi gagal jantung difokuskan pada
komponen akhir sindrom ini, beban volume berlebih (kongesti) dan
disfungsi miokardial (gagal jantung), dengan strategi pengobatan
diutamakan pada penggunaan diuretik dan glikosida jantung (Goodman &
Gilman, 2011). Selain gejala gagal jantung, faktor yang mendasari dan
faktor presipitasi juga perlu diobati (Aaronson & Ward, 2010).
2.2 Patofisiologis
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah
pada jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme yang normal. Pada tahap
awal gagal jantung, kerja pompa jantung dirawat oleh mekanisme
kompensasi seperti menaikkan pengisian ventrikel (increase preload).
Beberapa istilah dalam gagal jantung yaitu kegagalan akut dan kronis,
gagal jantung kanan dan kiri, kegagalan output rendah dan tinggi, gagal
jantung depan dan belakang (Amir, 2007).
a) Kegagalan akut dan kronis
b) Kegagalan jantung kanan dan kiri
c) Kegagalan output rendah dan tinggid.
d) Gagal jantung sistolik dan diastolik
e) Gagal jantung depan dan belakang
2.5 Dosis
Dosis dan cara pemberian di pengaruhi oleh keadaan yang mendasari
dan keparahan sakitnya. Ketersediaan obat dalam darah pada pemberian
secara oral (kira-kira 60-75 % bila di berikan dalam bentuk tablet),dan
mulai kerja obat lebih cepat pada terapi secara I.V adalah 36-38
jam,pemuatan digoksin di laksanakan dengan memberikan 0,25-0,5 mg PO
atau I.V pada mula pertama kemudian di ikuti dengan 0,25 mg setiap 6 jam
hingga mencapai dosis total sebesar 1,0-1,5 mg .Tanda-tanda toksisitas
hendaknya di cari sebelum mulai memberikan dosis berikutnya.Terapi
pemeliharaan di pengaruhi oleh umur,berat badan tanpa lemak,dan fungsi
injal pasien. Bila fungsi ginjal normal maka dosis harian yang biasa adalah
0,125 - 0,375 mg.
Eksreksi digoksin berkaitan secara linear dengn clearance kreatinin,
dan dosisnya supaya di turunkan atau selang pemberiannya di perlebar pada
pasien dengan insufisiensi ginjal. Perlu di kaji berulang kali untuk
penentuan akhir dosis optimum pada pasien dengan insufisisensi ginjal ,
pasien yang menggunakan obat-obatan lain yang dapat mempengaruhi
metabolisme digoksin,atau mereka yang di curigai tidak atau sulit menaati
aturan pengobatan. Ini di dasarkan penilaian kadar digoksin serum yang di
lakukan secara kerap. Kadar obat dalam darah belum dapat di tentukan
sebelum 6 jam dari saat pemberiaanya karena distribusinya belum sempurna
sehingga hasil pengukuran tidak dapat di interpretasikan.
Interaksi obat pada pengobatan gagal jantung yang biasa terjadi menurut
Harrison (Harrison et al., 2001)
Kelas Obat Interaksi Obat Efek Samping
ACE Antacid Menurunkan absorbsi obat.
Inhibitor Spironolakton Dengan co-administration, hasilnya
(Aldocton) meningkatkan level pottasium, khususnya
pada orang tua dan pasien dengan disfungsi
ginjal.
Lithium Meningkatkan level lithium.
NSAID Menurunkan fungsi ginjal.
Amiodaron β-bloker Menurunkan heart rate dan konduksi
(Cardarone) atroventricular node.
Calcium chanel Menurunkan heart rate dan konduksi
bloker atroventricular node.
(diltiazem)
Digoksin Meningkatkan konsenterasi digoksin,
(Lanoxin) menurunkan heart rate dan konduksi
atroventricular node.
Quinidine Meningkatkan konsenterasi quinidine.
Phenytoin Menungkatkan konsenterasi phenytoin,
(Dilantin) menurunkan konsenterasi amiodarone.
Prokainamid Meningkatkan konsenterasi prokainamid.
(pronestyl)
Theophyline Meningkatkan konsenterasi theophyline.
Warfarin Meningkatkan INR.
(Coumadin)
β-bloker Amiodarone, Menurunkan heart rate dan konduksi
Ditiazem, atroventricular node.
Verapamil
Digoxin Amiodarone Meningkatkan konsenterasi digoxin,
menurunkan heart rate dan konduksi
atroventricular node.
Digoxin Antacid Menurunkan absorbsi digoxin.
2.7 Efek Samping
a) Bloker reseptor adrenergik dapat menyebabkan gagal jantung pada
penderita dengan gangguan fungsi otot jantung.
b) Gagal jantung sering terjadi meskipun curah jantung menurun,
menunjukan adanya penurunan tekanan darah yang mengurangi beban
kerja jantung.
c) Risiko gagal jantung dapat dikurangi bila terlebih dulu diberikan diuretik,
tetapi biasanya dianjurkan untuk diberikan digitalis. –bloker tidak
menghambat efek inotropik digitalis tetapi kedua obat ini mendepresi
konduksi AV.
d) –bloker meningkatkan resistensi jalan nafas dan menimbulkan serangan
asma pada penderita dengan riwayat asma.
e) –bloker dapat menyebabkan ekstremitas dingin.
f) Penggunaan klinik –bloker menimbulkan supersensitivitas terhadap beta
agonis karena diperkirakan terjadi peningkatan jumlah reseptor beta
sebagai mekanisme adaptasi.
g) Dapat menimbulkan rasa lelah, gangguan tidur dan depresi.
h) Dapat menyebabkan gangguan saluran cerna (muntah, diaredan
konstipasi) tetapi jarang.
2.8 Penggunaan Obat Dan Efek Samping Pada Ibu Hamil Dan Menyusui
Obat Penggunaan Efek Samping Keamanan Saat
Potensial Menyusui
ACE Hipertensi, Oligohidramnion, Tidak Ok
Inhibitor Gagal Jantung Retardasi
pertumbuhan intra
uterin, PDA,
Prematuritas,
Hipotensi Neonatal,
Gagal ginjal,
Anemia, Kematian
abnormalitas
muskoloskeletal
Penyekat Hipertensi, Bradikardia janin, Ya
Beta Aritmia, berat badan lahir
Infark rendah,
Miokard, hipoglikemia,
Iskemia, respiratory distress,
Kardiomiopati, partus memanjang
Hipertropik,
Hipertiroid,
Steonosis
mitral,
Sindroma
Marfan,
Kardiomiopati
Digoksin Aritmia, Berat badan lahir Ya Ok
Gagal Jantung rendah,
prematuritas
Diuretika Hipertensi, Mengurangi perfusi Belum Ok
Gagal jantung utero plasenta jelas
kongestif
Nitrat Hipertensi, Fetal distress Ya Data tidak
Gagal jantung dengan hipotensi ada
maternal
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk
menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan sehingga
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi (Hudson et al.,
2003). Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai, seperti payah
jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan
lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena
sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi
garam dan air dari ginjal, sehingga preload, kongesti pulmonal, dan edema
sistemik dapat berkurang (Aaronson & Ward, 2010). Penggunaan diuretik
dengan cepat menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
melakukan aktivitas fisik (Setiawati, 2012).
Angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEI), direkomendasikan
untuk semua pasien dengan gagal jantung sistolik (fraksi ejeksi
ventrikel/Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) <40%), dengan gejala
ringan, sedang atau berat; kecuali ada kontraindikasi (Guidelines for the
prevention, detection and management of chronic heart failure in Australia,
2011). ACEI dapat memperpanjang usia harapan hidup, dan memperbaiki
parameter hemodinamik. Angiotensin II Receptor Blocker (ARBs)
digunakan sebagai alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
ACEI. β-bloker dapat ditambahkan dalam dosis yang dinaikan secara
bertahap. Digoxin dapat digunakan untuk menunjang fungsi jantung dan
mengurangi gejala (Aaronson & Ward, 2010).
3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Gan, Sulistia. 1987. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI III . Jakarta: FKUI.