Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMBERIAN OBAT PADA KASUS GAGAL JANTUNG

Disusun Oleh :
Kelompok VII
1. MARISSA PERINICHA (19.14201.90.01.P)
2. RUBY RAHMANIA ARYANI (19.14201.90.12.P)
3. VERAWATI (19.14201.90.08.P)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
2019 – 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dalam harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
meperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun, sehingga
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian.........................................................................................3
2.2 Patofisiologis....................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinik............................................................................3
2.4 Penatalaksaan Terapi Farmakologi..................................................4
2.5 Dosis.................................................................................................9
2.6 Interaksi Obat...................................................................................9
2.7 Efek Samping...................................................................................11
2.8 Penggunaan Obat Dan Efek Samping Pada Ibu Hamil Dan
Menyusui..........................................................................................11

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. Kesimpulan......................................................................................14
3.2. Saran.................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia
(Depkes RI, 2009), maka perlu dilakukan pengendalian penyakit jantung
dan pembuluh darah secara berkesinambungan. gagal jantung merupakan
kondisi akhir dari penyakit jantung dan pembuluh darah kronis seperti
hipertensi, diabetes mellitus, aritmia, infark miokard dan lain-
lainmenyebabkan polifarmasi yang akan meningkatkan risiko masalah
terkait obat Drug Related Problems (DRPs). DRPs yang dapat terjadi
meliputi interaksi obat, dan rentan menimbukan efek samping obat.
Konsumsi obat dalam jumlah banyak dan dalam jangka panjang
mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien yang buruk, sehingga akan
berpengaruh pada keberhasilan terapi dan menimbulkan peluang terjadinya
rawat inap ulang.
Sejarah terapi obat untuk kondisi gagal jantung difokuskan pada
komponen akhir sindrom ini, beban volume berlebih (kongesti) dan
disfungsi miokardial (gagal jantung), dengan strategi pengobatan
diutamakan pada penggunaan diuretik dan glikosida jantung (Goodman &
Gilman, 2011). Selain gejala gagal jantung, faktor yang mendasari dan
faktor presipitasi juga perlu diobati (Aaronson & Ward, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Gagal Jantung?
2. Bagaimana Patofisiologis dari Gagal Jantung?
3. Bagaimana manifestasi klinik dari Gagal Jantung?
4. Bagaimana penatalaksanaan terapi farmakologis pada penyakit Gagal
Jantung?
5. Berapa dosis yang diperlukan untuk mengobati Gagal Jantung?
6. Bagaimana interaksi obat pada Gagal Jantung?
7. Apa saja efek samping dari penggunaan obat Gagal Jantung?
8. Bagaimana penggunaan obat dan efek samping pada ibu hamil dan
menyusui?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Pengertian dari Gagal Jantung
2. Mengetahui Patofisiologis dari Gagal Jantung
3. Mengetahui manifestasi klinik dari Gagal Jantung
4. Mengetahui penatalaksanaan terapi farmakologis pada penyakit Gagal
Jantung
5. Mengetahui dosis yang diperlukan untuk mengobati Gagal Jantung
6. Mengetahui interaksi obat pada Gagal Jantung
7. Mengetahui efek samping dari penggunaan obat Gagal Jantung
8. Mengetahui penggunaan obat dan efek samping pada ibu hamil dan
menyusui
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian dimana jantung tidak
dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh (Mycek et
al., 2001).
Gagal jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk
menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan sehingga
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi (Hudson et al.,
2003).
Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai, seperti payah
jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan
lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena
sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.

2.2 Patofisiologis
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah
pada jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme yang normal. Pada tahap
awal gagal jantung, kerja pompa jantung dirawat oleh mekanisme
kompensasi seperti menaikkan pengisian ventrikel (increase preload).
Beberapa istilah dalam gagal jantung yaitu kegagalan akut dan kronis,
gagal jantung kanan dan kiri, kegagalan output rendah dan tinggi, gagal
jantung depan dan belakang (Amir, 2007).
a) Kegagalan akut dan kronis
b) Kegagalan jantung kanan dan kiri
c) Kegagalan output rendah dan tinggid.
d) Gagal jantung sistolik dan diastolik
e) Gagal jantung depan dan belakang

2.3 Manifestasi Klinik


Gejala gagal jantung yang menahun dapat dihubungkan dengan
pengurangan curah jantung atau kongesti vena sistemik dan atau pulmonaris
(Chung, 1995).
a) Dipsnea
b) Kongesti vena sistemik dan endema
c) Kelelahan, kelemahan
d) Proteinuria
e) Dipsnea nokturna paroksimal
f) Ortopnea
g) Batuk
h) Nokturia
i) Anoreksia

2.4 Penatalaksanaan Terapi Farmakologi


Tujuan terapi gagal jantung kongestif adalah untuk meredakan gejala,
menunda perkembangan penyakit, mengurangi perawatan di RS dan tingkat
mortalitas (Hudson et al., 2003).
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditunjukkan pada lima aspek
(Ganiswarna, 2005) yaitu :
a) Mengurangi beban kerja jantung
b) Memperkuat kontraktilitas miokard
c) Mengurangi kelebihan garam dan cairan
d) Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab
e) Faktor-faktor pencetus kelainan yang mendasari
Terdapat 3 obat yang menunjukkan efektifitas klinik dalam
mengurangi gejala insufisiensi jantung tapi tidak mengembalikan kondisi
patologik yang asli (Ganiswarna, 1995). Tiga golongan tersebut adalah :
a) Vasodilator
Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban jantung
sebelum kontraksi, sesudah kontraksi atau keduanya (vasodilator yang
seimbang).
1. Vasodilator Parental hendaknya diberikan kepada pasien
Dengan kegagalan jantung berat atau tidak dapat diminum obat-obatan
oral misalnya pada pasien setelah operasi.
a. Nitrogliserin adalah vasodilator kuat dengan pengaruh pada vena
dan pengaruh yang kuat pada jaringan pembuluh darah arteri.
Penumpukan vena paru dan sistemik dipulihkan melalui efek
tersebut. Obat ini juga merupakan vasodilator koroner yang efektif
sehingga merupakan vasodilator yang lebih disukai untuk terapi
kegagalan jantung pada keadaan infark miokard akut atau angina
tak stabil.
b. Natrium nitropusida adalah vasodilator kuat dengan sifatsifat
venodilator kurang kuat. Efeknya yang menonjol adalah
mengurangi beban jantung setelah kontraksi dan ini terutama
efektif untuk pasien kegagalan jantung yang menderita hipertensi
atau reguitasi katub berat (Kelly dan Fry, 1995).
2. Vasodilator Oral
a. Penghambat ACE
Mengeblok sistem renin angiotensin aldosteron dengan
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,
memproduksi vasodilator dengan membatasi angiotensin II,
menginduksi vasokonstriksi danmenurunkan retensi sodium dengan
mengurangi sekresi aldosteron (Massie dan Amidon, 2002).
Obat yang serba guna tersebut menurunkan tahanan perifer
sehingga menurunkan afterload, menurunkan resistensi air dan
garam (dengan menurunkan sekresi aldosteron) dan dengan jalan
menurunkan preload (Katzung, 1992).
Contoh obatnya sebagai berikut captropil, enalapril, enalaprilat dan
lisinopril.
b. Angiotensin reseptor bloker (ARB)
Merupakan pendekatan lain untuk menghambat system RAA
adalah yang akan mengeblok atau menurunkan sebagian besar efek
sistem. Namun demikian agen ini tidak menunjukkan efek
penghambat ACE pada jalur potensial lain yang memproduksi
peningkatan bradikinin, prostaglandin dan nitrit oksida dalam
jantung pembuluh darah dan jaringan lain. Karena itu, ARB dapat
dipertimbangkan sebagai alternatif pendapat ACE pada pasien yang
tidak dapat menerima pendapat ACE (Massie dan Amidon, 2002).
Contoh obat pada golongan ARB yang digunakan dalam terapi
gagal adalah losartan, valsartan, dan kondensartan. Ketiga obat
tersebut tidak memiliki interaksi yang berarti dengan obatobat lain
(Stokley, 1996).
c. Beta-Bloker
Untuk terapi kegagalan jantung bersifat kontroversial namun
dapat efek-efek yang merugikan dari katekolamin pada jantung
yang mengalami kegagalan termasuk menekan reseptor beta pada
otot jantung situasi kegagalan jantung (Kelly dan Fry, 1995). Beta
bloker digunakan pada pasien gagal jantungstabil ringan, sedang
atuau berat (Massie dan Amidon, 2002). Obat ini digunakan untuk
terapi gagal jantung adalah karvedilol, bisoprolol dan metoprolol
succinate (Hunt et al., 2005).
d. Antagonis kanal kalsium
Secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh
darah dan penghambat pemasukan kalsium kedalam sel otot
jantung. Kegunaan pokok obat ini dalam terapi gagal jantung
adalah berasal dari pengurangan iskemia pada pasien dengan
penyakit jantung koroner yang mendasari. Semua antagonis
kalsium mempunyai sifat inotropik negatif sehingga digunakan
secara berhatihati pada pasien dengan difungsi ventrikal kiri (Kelly
dan Fry, 1995). Obat-obat golongan tersebut sebaiknya dihindari
kecuali untuk dipakai dalam terapi hipertensi dan angina dan untuk
indikasi tersebut hanya amlodipin yang boleh digunakan pada
pasien gagal jantung (Hunt et al., 2005) Contoh obatnya nifedipine,
nicardipine, diltiazem dan isradipine.
e. Antagonis reseptor adrenergik
Secara teoritis dapat melawan beberapa efek yang merugikan
yang berkaitan dengan aktivasi kompensasi pada sistem syaraf
simpatik pada kegagalan jantung. Blokade adrenergik alpha
mengurangi vasokonstriksi, resistensi vaskuler sistemik danbeban
jantung sesudah kontraksi dengan melalui antagonisasi efek
norepinephrin. Blokade adrenergik beta untuk terapi kegagalan
jantung bersifat kontrosepsial namun dapat membatasi efek-efek
yang merugikan dari catecholamine pada jantung yang mengalami
kegagalan termasuk menekan reseptor beta pada otot jantung dalam
situasi kegagalan jantung.
Beberapa jenis antgonis reseptor dan contohnya, diantaranya :
1 Antagonis reseptor alpha
 Prazosin adalah vasodilator yang seimbang yang mengurangi
tekanan ventrikel kiri dan kanan secara bermakna serta
tekanan darah sistemik.
 Daxozosin adalah obat antagonis reseptor alpha yang
digunakan terhadap hipertensi.
2 Antagonis adrenergik beta
f. Nitrat
Terutama berkhasiat venodilator dan oleh karen ini
bermanfaat untuk menyembuhkan gejala-gejala penumpukan vena
dan paru-paru. Obat-obat golongan ini mengurangi iskemia otot
dengan menetralkan tekanan pengisian ventrikel dan dengan
melebarkan arteri koroner secara langsung (Kelly dan Fry, 1995).
Contoh obat golongan ini adalah Isosorbit mono nitrat (ISMN) dan
dinitrat (ISND).
g. Hidralazin
Hidralazin adalah obat yang murni mengurangi beban jantung
setelah konstraksi yang bekerja langsung pada otot polos arteri
untuk menimbulkan vasodilatasi. Hidralazin terutama berguna
dalam pengobatan reguitasi mitral kronis dan insufisiensi aorta
(Kelly dan Fry, 1995). Hidralazin oral merupakan dilator arterioral
poten dan meningkatkan output kardiak pada pasien gagal jantung
kongestif (Massie dan Amidon, 2002).
b) Diuretik
Diuretik merupakan cara yang paling efektif meredakan gejala pada
pasien dengan gagal jantung yang kongestif sedang sampai berat. Tujuan
dari pemberian diuretik adalah mengurangigejala retensi cairan yaitu
meningkatkan tekanan vena jugularis atau edema ataupun keduanya.
Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik di tubulus ginjal.
Bumetamid, furosemid, dan torsemid bekerja pada tubulusdistal ginjal
(Hunt et al., 2005).
Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya diterapi
dengan salah satu loop diuretik, obat-obat ini memiliki onset cepat dan
durasi aksinya yang cukup singkat. Manfaat dari terapi diuretik yaitu
dapat mengurang edema pulmo dan perifer dalam beberapa hari bahkan
jam. Diuretik merupakan satu-satunya obat yang dapat mengontrol
retensi cairan pada gagal jantung (Hunt et al., 2005). Dieuretika dibagi
menjadi beberapa jenis, diantaranya :
1. Dieuretika thiazide (hidroklorotiazid, klortalidon, metalazone,
indapamide)
2. Dieuretika Ansa Henle (furosemide, bumetanide, asam ethacrynat)
3. Dieuretika yang menahan kalium (spironolacton, triamteren,
amiloride)
c) Obat-obat Inotropik
Obat-Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot
jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obatobat ini bekerja
melalui mekanisme yang berbeda, dalam tiap kasus kerja inotropik
adalah akibat penigkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memicu
kontraksi otot jantung (Mycek et al., 2001). Beberapa golongan obat
intropic, diantaranya :
1. Digitalis glycosida
Meningkatkan kontraktilitas miokardium melalui inhibisi
reversible terhadap aktivitas natrium-kalium ATP ase pada
sarcolemma. Digoxin paling efektif bila digunakan dalam
penatalaksanaan kegagalan jantung :
a. Yang disertai atau disebabkan oleh vibrilasi atau flutter (kepak)
atrium atau takikardia supraventrikuler yang responsif terhadap
digoxin.
b. Pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri dan fungsi sistolik yang
terganggu dengan gejala berupa suara jantung ketiga, fraksi ejeksi
yang rendah dan ratio cardio-throracic yang besar.
Obat golongan digitalis ini memiliki berbagi mekanisme kerja sebagi
berikut :
a. Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol
b. Peningkatan kontraktilitas otot jantung
2. Agonis β- adrenergic
Stimuli β- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan
efek inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan
masuknya ion kalsium ke dalam sel miokard meningkat, sehingga
dapat meningkatkan kontraksi. Contoh obat ini adalah dopamine dan
dobutamin (Mycek et al., 2001).
3. Inhibitor fosfodiesterase
Inhibitor fosfodiesterase memacu konsentrasi intrasel siklik -
AMP. Ini menyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan
kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor
fosfodiesterase adalah amrinon dan mirinon (Mycek et al., 2001).
4. Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor
konduktan natrium diktus kolektifus (triamteren dan amilorid). Obat-
obat ini sangat kurang efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi
dengan obat lain untuk penatalaksanaan pada gagal jantung. Meskipun
demikian, bila digunakan kombinasi dengan Tiazid atau diuretika
Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalammempertahankan
kadar kalium yang normal dalam serum (Kelly dan Fry, 1995).

Terapi obat untuk gagal jantung menurut NYHA (Walker dan


Edwards, 2003)
Status Kelas Terapi Obat
Fungsional
Pasien (NYHA)
ACE inhibitor jika dikontraindikasikan
I atau toleransi rendah diinginkan AII
Asimptomatik antagonis, digoskin atau hidralazin +
isosorbit dinitrat.
Ditambah dengan diuretik (umumnya
II loop diuretic), jika cocok diberikan
Karvedilol atau Bisoprolol
Jika cocok diberikan Plan
 Carvedilol atau Bisoprolol
Simptomatik III  Spironolakton
IV  Digoxin
 Metalazone
 Hidralazin + Isosorbit dinitrat

2.5 Dosis
Dosis dan cara pemberian di pengaruhi oleh keadaan yang mendasari
dan keparahan sakitnya. Ketersediaan obat dalam darah pada pemberian
secara oral (kira-kira 60-75 % bila di berikan dalam bentuk tablet),dan
mulai kerja obat lebih cepat pada terapi secara I.V adalah 36-38
jam,pemuatan digoksin di laksanakan dengan memberikan 0,25-0,5 mg PO
atau I.V pada mula pertama kemudian di ikuti dengan 0,25 mg setiap 6 jam
hingga mencapai dosis total sebesar 1,0-1,5 mg .Tanda-tanda toksisitas
hendaknya di cari sebelum mulai memberikan dosis berikutnya.Terapi
pemeliharaan di pengaruhi oleh umur,berat badan tanpa lemak,dan fungsi
injal pasien. Bila fungsi ginjal normal maka dosis harian yang biasa adalah
0,125 - 0,375 mg.
Eksreksi digoksin berkaitan secara linear dengn clearance kreatinin,
dan dosisnya supaya di turunkan atau selang pemberiannya di perlebar pada
pasien dengan insufisiensi ginjal. Perlu di kaji berulang kali untuk
penentuan akhir dosis optimum pada pasien dengan insufisisensi ginjal ,
pasien yang menggunakan obat-obatan lain yang dapat mempengaruhi
metabolisme digoksin,atau mereka yang di curigai tidak atau sulit menaati
aturan pengobatan. Ini di dasarkan penilaian kadar digoksin serum yang di
lakukan secara kerap. Kadar obat dalam darah belum dapat di tentukan
sebelum 6 jam dari saat pemberiaanya karena distribusinya belum sempurna
sehingga hasil pengukuran tidak dapat di interpretasikan.

2.6 Interaksi Obat


Interaksi obat paling tidak melibatkan dua jenis obat yaitu obat objek
dan obat presipitan. Obat objek adalah obat yang aksilefeknya dipengaruhi
atau diubah oleh obat lain, sedangkan obat presipitan adalah obat yang
mempengaruhi aksilefek obat lain (Suryawati, 1995).
Pada penulisan resep sering beberapa obat diberikan secara
bersamaan, sehingga memungkinkan terdapat obat yang kerjanya
berlawanan. Mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga mekanisme yaitu Interaksi farmasetiklinkompatibilitas,
interaksi dengan mekanisme farmakokinetika, dan interaksi dengan
farmakodinamik (Ganiswarna, 1995).
a. Interaksi Farmasetik atau Inkompatibilitas
Inkompatibilitas merupakan interaksi obat yang terjadi diluar tubuh
(sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur
(inkompatibilitas). Pencampuran obat demikian dapat menyebabkan
terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang hasilnya
mungkin terlihat sehingga pembentukan endapan, perubahan warna, atau
mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi
obat (Ganiswarna, 1995). Contoh, pencampuran penisilin dan
aminoglikosida akan menyebabkan hilangnya efek farmakologik yang
diharapkan (Anonim, 2000).
b. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi Farmakokinetik adalah mekanisme yang terjadi apabila
satu obat mengubah absorbsi, distribusi, metabolismeltransformasi dan
eliminasi obat lain, sehingga interaksi ini meningkatkan atau mengurangi
jumalah obat yang tersedia dalam tubuh untuk menimbulkan efek
farmakologinya. Interaksi farmakokinetika yang terjadi pada satu obat
belum tentu terjadi pula pada obat-obat yang sejenis kecuali jika
diketahui sifat farmakokinetikanya sama pula (Anonim, 2000).
1 Interaksi dalam absorbsi di saluran cerna
Interaksi obat dalam saluran cerna meliputi :
a) Perubahan pH Saluran Cerna
b) Interaksi langsung
c) Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam
usus (Mobilitas Saluran Cerna)
d) Waktu transit dalam usus
e) Kompetisi untuk mekanisme absorbsi obat
f) Obat yang analog dengan makanan
g) Perubahan flora usus
h) Efek toksik pada Saluran Cerna
2 Interaksi dalam distribusi
a) Interaksi dalam ikatan protein plasma
b) Interaksi dalam ikatan jaringan
c) Interaksi dalam metabolisme
d) Interaksi dalam proses eliminasi
c. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja
pada sistem reseptor yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik
atau antagonistic. Mekanisme interaksi yang terjadi antara lain adalah
sinergisme dan aditif, antagonisme, perubahan mekanisme transport obat,
dan gangguan cairan dan elektrolit (Stockley, 1994). Interaksi ini terjadi
pada :
a) Interaksi pada reseptor
b) Interaksi fisiologik
c) Perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit
d) Gangguan mekanisme pengambilan amin di ujung saraf adrenergik
e) Interaksi dengan penghambat Monoamin oksidase (penghambat
MAO).

Interaksi obat pada pengobatan gagal jantung yang biasa terjadi menurut
Harrison (Harrison et al., 2001)
Kelas Obat Interaksi Obat Efek Samping
ACE Antacid Menurunkan absorbsi obat.
Inhibitor Spironolakton Dengan co-administration, hasilnya
(Aldocton) meningkatkan level pottasium, khususnya
pada orang tua dan pasien dengan disfungsi
ginjal.
Lithium Meningkatkan level lithium.
NSAID Menurunkan fungsi ginjal.
Amiodaron β-bloker Menurunkan heart rate dan konduksi
(Cardarone) atroventricular node.
Calcium chanel Menurunkan heart rate dan konduksi
bloker atroventricular node.
(diltiazem)
Digoksin Meningkatkan konsenterasi digoksin,
(Lanoxin) menurunkan heart rate dan konduksi
atroventricular node.
Quinidine Meningkatkan konsenterasi quinidine.
Phenytoin Menungkatkan konsenterasi phenytoin,
(Dilantin) menurunkan konsenterasi amiodarone.
Prokainamid Meningkatkan konsenterasi prokainamid.
(pronestyl)
Theophyline Meningkatkan konsenterasi theophyline.
Warfarin Meningkatkan INR.
(Coumadin)
β-bloker Amiodarone, Menurunkan heart rate dan konduksi
Ditiazem, atroventricular node.
Verapamil
Digoxin Amiodarone Meningkatkan konsenterasi digoxin,
menurunkan heart rate dan konduksi
atroventricular node.
Digoxin Antacid Menurunkan absorbsi digoxin.
2.7 Efek Samping
a) Bloker reseptor adrenergik dapat menyebabkan gagal jantung pada
penderita dengan gangguan fungsi otot jantung.
b) Gagal jantung sering terjadi meskipun curah jantung menurun,
menunjukan adanya penurunan tekanan darah yang mengurangi beban
kerja jantung.
c) Risiko gagal jantung dapat dikurangi bila terlebih dulu diberikan diuretik,
tetapi biasanya dianjurkan untuk diberikan digitalis. –bloker tidak
menghambat efek inotropik digitalis tetapi kedua obat ini mendepresi
konduksi AV.
d) –bloker meningkatkan resistensi jalan nafas dan menimbulkan serangan
asma pada penderita dengan riwayat asma.
e) –bloker dapat menyebabkan ekstremitas dingin.
f) Penggunaan klinik –bloker menimbulkan supersensitivitas terhadap beta
agonis karena diperkirakan terjadi peningkatan jumlah reseptor beta
sebagai mekanisme adaptasi.
g) Dapat menimbulkan rasa lelah, gangguan tidur dan depresi.
h) Dapat menyebabkan gangguan saluran cerna (muntah, diaredan
konstipasi) tetapi jarang.

2.8 Penggunaan Obat Dan Efek Samping Pada Ibu Hamil Dan Menyusui
Obat Penggunaan Efek Samping Keamanan Saat
Potensial Menyusui
ACE Hipertensi, Oligohidramnion, Tidak Ok
Inhibitor Gagal Jantung Retardasi
pertumbuhan intra
uterin, PDA,
Prematuritas,
Hipotensi Neonatal,
Gagal ginjal,
Anemia, Kematian
abnormalitas
muskoloskeletal
Penyekat Hipertensi, Bradikardia janin, Ya
Beta Aritmia, berat badan lahir
Infark rendah,
Miokard, hipoglikemia,
Iskemia, respiratory distress,
Kardiomiopati, partus memanjang
Hipertropik,
Hipertiroid,
Steonosis
mitral,
Sindroma
Marfan,
Kardiomiopati
Digoksin Aritmia, Berat badan lahir Ya Ok
Gagal Jantung rendah,
prematuritas
Diuretika Hipertensi, Mengurangi perfusi Belum Ok
Gagal jantung utero plasenta jelas
kongestif
Nitrat Hipertensi, Fetal distress Ya Data tidak
Gagal jantung dengan hipotensi ada
maternal
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk
menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan sehingga
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi (Hudson et al.,
2003). Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai, seperti payah
jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan
lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena
sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan ekskresi
garam dan air dari ginjal, sehingga preload, kongesti pulmonal, dan edema
sistemik dapat berkurang (Aaronson & Ward, 2010). Penggunaan diuretik
dengan cepat menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
melakukan aktivitas fisik (Setiawati, 2012).
Angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEI), direkomendasikan
untuk semua pasien dengan gagal jantung sistolik (fraksi ejeksi
ventrikel/Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF) <40%), dengan gejala
ringan, sedang atau berat; kecuali ada kontraindikasi (Guidelines for the
prevention, detection and management of chronic heart failure in Australia,
2011). ACEI dapat memperpanjang usia harapan hidup, dan memperbaiki
parameter hemodinamik. Angiotensin II Receptor Blocker (ARBs)
digunakan sebagai alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
ACEI. β-bloker dapat ditambahkan dalam dosis yang dinaikan secara
bertahap. Digoxin dapat digunakan untuk menunjang fungsi jantung dan
mengurangi gejala (Aaronson & Ward, 2010).

3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djamhuri, Dr.Agus. 1995. FARMAKOLOGI DENGAN TERAPAN KHUSUS DI


KLINIK DAN PERAWATAN. Jakarta: Hipokrates.

Gan, Sulistia. 1987. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI III . Jakarta: FKUI.

Katzung, Bertram G. 1998. FARMAKOLOGI DASAR DAN KLINIK EDISI VI-


BOOK I.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mycek, Mary J. dkk. 2001. FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR EDISI II.


Jakarta: Widya Medika..

Syamsuir. 1994. CATATAN KULIAH FARMAKOLOGI BAGIAN II. Jakarta: FKU


Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai