Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN

FARMAKOLOGI DIGOKSIN DAN PERAN PERAWAT DALAM


PEMBERIAN OBAT DIGOKSIN

Oleh :

1. Ayu Khalifah (P17120016004)


2. Istiqomah (P17120016019)
3. Natalia Dwi Lestari (P17120016026)
4. Revina Pangestuti (P17120016031)
5. Wiwit Ariyati (P17120016040)

Kelas : 1 A Keperawatan

Dosen Pengampu: Ellya Netty SKp, M.Kes

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta 1


2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (pasient safety)rumah sakit adalah suatu system
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi :assessmens risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesehatan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes
RI, 2008)
Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk menyelamatkan pasien.Dalam proses asuhan pasien,
kesalahan medis (medical error) dapat berupa kesalahan diagnosis,
pengobatan (medication error), pencegahan, sampai kesalahan sistem lainnya,
seperti sistem pelayanan keperawatan.Berbagai kesalahan tersebut pada
akhirnya berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.Hal itu berarti bahwa
kesalahan dapat mengakibatkan cedera dan dapat pula tidak mengakibatkan
cedera pasien(Depkes RI, 2008).
Dimensi perilaku pencegahan medication error meliputi sistem 6 T
(tepat pasien, obat, dosis, waktu pemberian, rute, dokumentasi) dan
pendekatan organisasi (mendorong fungsi dan pembatasan, otomasi dan
komputer, standar dan protokol, kontribusi apoteker, sistem daftar tilik dan
cek ulang, peraturan dan kebijakan, pendidikan dan infromasi serta peran
perawat dalam memberikan pengobatan) (Depkes RI, 2008).
Salah satu kelalaian dalam pemberian obat adalah pemberian obat
kepada pasien dengan diagnosa gagal jantung kongestif.Gagal jantung

2
kongestif merupakan kondisi apabila curah jantung (cardiac output) tidak
memadai untuk menyediakan oksigen yang diperlukan tubuh (Aaroson &
Ward, 2010).
Lubiantoro (2011) memaparkan bahwa sekitar 4.3 juta penduduk
Indonesia menderita gagal jantung dengan 500.000 kasus baru didiagnosa
dengan CHF setiap tahunnya. Berdasarkan tingginya angka prevalensi CHF di
Indonesia, maka klien dengan CHF perlu mendapatkan perhatian dan
penanganan yang optimal (Nirman, 2103)
Dalam penanganan pasien gagal jantung kongestif, digoksin merupakan
obat yang sering diresepkan oleh dokter dalam pengobatan pasien gagal jantung
kongestif.Namun, digoksin memiliki jendela terapi yang sempit dan kesalahan
peresepan digoksin dapat menambah risiko terjadinya efek samping obat,
beberapa indikasinya tidak tepat, bahkan ada tipe tertentu yang merupakan kontra
indikasi.(Lupiyatama, 2012)
Dari gambaran diatas, kelompok kami akan membahas tentang
farmakologi digoksin serta pasient safety tindakan perawat dalam pemberian
obat dan terhadap pasien gagal jantung kongestif.

B. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Mengetahui farmakologi dasar obat digoksin
2. Mengetahui konsep keselamatan pasien
3. Mengetahui peran perawat dalam pemberian digoxin

C. Manfaat Makalah
1. Bagi Institusi
Sebagai sumber informasi dalam proses pendidikan bagi institusi
pendidikan khususnya institusi Poltekkes Kemenkes Jakarta 1

3
2. Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi bagi mahasiswa untuk memahami tentang
farmakologi digoksin dan peran perawat dalam pemberian obat digoksin

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini, yaitu pada bab satu berisi tentang
pendahuluan, antara lain: latar belakang, tujuan pembuatan makalah, manfaat
makalah dan sistematika penulisan makalah. Pada bab dua berisi tentang
tinjauan pustaka, antara lain: farmakologi obat digoksin pada penyakit gagal
jantung kongestif, dan konsep keselamatan pasien. Pada bab tiga berisi
tentang tindakan keperawatan dalam pemberian digoksin, antara lain: tindakan
keperawatan yang memerlukan penguasaan farmakologi dan tindakan perawat
dalam pemberian obat digoksin. Sedangkan pada bab empat berisi tentang
penutup atau akhir dari makalah, antara lain: kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Farmakologi Obat Digoksin Pada Penyakit Gagal Jantung Kongestif


1. Gambaran Umum Gagal Jantung Kongestif
a. Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kondisi apabila curah jantung
(cardiac output) tidak memadai untuk menyediakan oksigen yang
diperlukan tubuh. Kondisi demikian tersebut bersifat sangat
mematikan, dengan kecepatan kematian dalam lima tahun; secara
konvensional disebutkan sekitar 50%, walaupun beberapa pemilik lain
telah melaporkan hasil yang lebih baik.
b. Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma dengan penyebab
ganda (multipel) yang diduga melibatkan ventrikel kanan, ventrikel
kiri atau keduanya.Curah jantung pada gagal jantung kongestif
biasanya dibawah rentang keadaan normal. Gangguan fungsi
ventrikuler tersebut diduga terutama sistolik (yaitu: pembentukan
kekuatan untuk mendorong darah keluar secara normal tidak
memadai) atau diastolik ( yaitu: relaksasi untuk pengisian secara
normal tidak memadai.
Tanda dan gejala utama dari semua tipe gagal jantung kongestif
meliputi takikardi, penurunan toleransi latihan (pembebanan) dan
pemendekan napas, edema perifer dan paru, dan
kardiomegali.Penurunan toleransi latihan dengan kelelahan otot yang
terjadi secara cepat adalah konsekuensi langsung utama dari
penurunan curah jantung. Manifestasi lain yang terjadi karena usaha
tubuh untuk melakukan kompensasi terhadap kekurangan intrinsik
jantung.

5
Peningkatan aliran keluar simpatis menyebabkan takikardi,
peningkatan kontraktilitas jantung, dan peningkatan
tonusvaskular.Peningkatan preload, kekuatan, dan denyut jantung
pada mulanya meningkatkan curah jantung, meningkatkan tonus
arterial menyebakan peningkatan afterload dan penurunan fraksi
ejeksi, curah jantung, dan perfusi ginjal. Peningkatan produksi
angiotensin II menyebabkan peningkatan sekresi aldosterone (dengan
disertai retensi natrium dan air), meningkatkan afterload, dan
remodeling baik jantung dan pembuluh darah.
Dari patofisiologi tersebut, pemberian digoksin pada pasien gagal
jantung kongestif bertujuan untuk Efek utama digoksin adalah
meningkatkan kekuatan konstraksi otot jantung.Akibatnya, curah
jantung meningkat, ukuranjantung mengecil, penurunan tekanan vena
dan akhirnya meredanya edema.Selain itu, digoksin menurunkan
frekuensi denyut jantung.Digoksin juga menurunkan konduksi melalui
nodus AV, sehingga melindungi ventrikel terhadap takikardia atrial.

2. Farmakologi Dasar Obat Digoksin


Tanaman obat yang mengandung glikosida jantung telah diketahui
oleh bangsa mesir kuno 3000 tahun yang lalu, tetapi obat tersebut
digunakan secara tidak teratur dan dengan tingkat keberhasilan yang
bervariasi samapai abad ke-18, ketika William withering, seorang dokter
inggris dan juga botanis, mempublikasikan efek klinis dari suatu ekstrak
tanaman foxglove (Digitalis purpurea, sumber utama dari obat tersebut).
Di dalam bukunya, An account of the foxglove and some of its medical
uses: With Practical Remarks on Dropsy and Other Diseases,
dipublikasikan pada 1785, diuraikan secara rinci indikasi untuk
penggunaan glikosida jantung dan komentar tentang kewaspadaan pada
kemungkinan terjadinya toksisitas.

6
a. Kimia
Semua glikosida jantung, atau cardenolide– dengan digoxin
sebagai prototipe – merupakan kombinasi nukleus steroid dengan suatu
cincin lactone lima segi tidak jenuh pada posisi 17 dan suatu seri dari
gula yang bergandengan dengan karbon 3 dari nukleus. Karena mereka
tidak mempunyai kelompok yang mudah mengion, kelarutan tidak
bergantung pada PH.
Sumber obat tersebut termasuk foxglove putih dan ungu (digitalis
lanata dan D. Purpurea). Sea onion Mediternia (sejenis cumi, squill),
Strophanthus gratus, oleander, lily lembah, milkweed, dan berbagai
tanaman tropis serta daerah sejuk lain.
Penelitihan struktur – aktivitas memberikan indikasi bahwa cincin
lactone dan nuklus steroid penting untuk terjadinya aktivitas.
Pengganti lain – terutama molekul gula pada posisi 3 – mempengaruhi
sifat farmakokinetika, termasuk absorpsi, waktu – paruh, dan
metabolisme.

b. Farmakokinetik
1) Absorbsi dan distribusi
Digoxin diabsorpsi dengan cukup baik pada pemberiaan
oral.Bagaimanapun, sekitar 10% individu mempunyai bakteri usus
biovailabilitas dan memerlukan dosis pemeliharaan yang lebih
tinggi dari rata-rata.Pengobatan pasien tersebut dengan antibiotik
dapat menyebabkan suatu peningkatan mendadak pada
bioavailabilitas dan toksistas digoxin.karena batas keamanan
glikosida jantung sangat sempit, walaupun hanya sedikit variasi
pada biovailabilitas dapat menyebabkan toksisitas yang parah atau

7
menghilangnya efek. Pada kenyataannya, forumulasi produk harus
melewati uji disolusi sebelum bisa dipasarkan di Amerika Serikat
Betamethyldigoxin, suatu turunan digoxin semisintetis
sering digunakan di luar Amerika Serikat, diabsopsi hampir
lengkap dari usus an di dalam tubuh dimetabolisme menjadi
digoxin.
Sekali diabsopsi ke dalam darah, semua glikosida jantung
didistrubusi secara luas ke jaringan, termasuk sistem saraf
pusat.Volume distribusi mereka berbeda, bagaimanapun,
bergantung pada kecendrungan mereka untuk berikat dengan
protein plasma dibandingan protein jaringan.
2) Metabolisme dan Ekskresi
Pada manusia, digoxin tidak dimetabolisme secara extensif;
hampir dua pertiganya diekskresi tanpa perubahan oleh
ginjal.Klirens ginjal proposional terhadap klirens creatinine dan
secara bermakna melambat pada pasien dengan penyakit
ginjal.Tersedia persamaan dan nomogram untuk penyesuaian dosis
digoxin.
Digoxin dimetabolisme didalam hati dan diekresikan
didalam usus melalui empedu. Metabolit kardioktif ( yang
termasuk digoxin), seperti pula dengan digitoxin yang tidak
berubah, dapat direabsopsi dari usus sehingga memantapak bahwa
suatu sirkulasi enterohepatis beperan dalam waktu paruh obat
yang sangat panjang.Di sisi lain, berbagai obat pengiduksi enzim
hati dapat menurunkan kadardigoxin darah dengan cara
memepercepat metabolisme.

8
c. Farmakodinamika
1) Efek pada Jantung: Untuk kejelasan, efek digitals pada fungsi
mekanis dan listrik dibahas terpisah, tetapi seyogyanya disadari
bahwa perubahan tersebut terjadi secara bersamaan.
a) Efek mekanis – Efek terapeutik glikosida jantung pada fungsi
mekanis adalah untuk meningkatkan intensitas interaksi
filamen actin dan myosin dari sarkomer jantung. Peningkatan
intrasitas disebakan oleh peningkatan konsentrasi kalsium
bebas di dalam daerah sekitar protein kontraktil selama sistole.
Hasil akhir dari efek pada konsentrasi terepeutik
glikosida jantung adalah suatu peningkatan yang jelas pada
kontraktilitas jantung.Pada preparat miokardium yang
terisolasi, laju perkembangan tensi dan relaksasi keduanya
meningkat, dengan sedikit atau tanpa perubahan pada waktu
puncak tensi.Masa berlangsungnya respons kontraktil tidak
diperpendek (seperti halnya pada stimulasi adrenoseptor-β)
ataupun diperpanjang (seperti dalam kasus methyanthines
seperti theophylline).Efek – efek tersebut terjadi pada baik
miokardium normal atau gagal, tetapi pada hewan utuh atau
pada pasien respon tersebut mengalami modifikasi oleh refleks
kardiovaskuler dan patofisiologi dari gagal jantung kongensif.
b) Efek listrik– efek digitals pada sifat listrik jantung pada subjek
utuh merupakan campuran efek langsung dan otonomik. Efek
langsung pada membran sel-sel jantung mengikuti suatu
progresi yang telah didefinisikan dengan baik: perpanjangan
singkat dari potensial aksi yang dini,diikuti oleh suatu periode
pemendekan yang diperpanjang (terutama fase plato).
Pada konsentrasi yang lebih toksik, potensial membran
rihat diturunkan (menjadi lebih negatif) sebagai hasil dari

9
pengahmbatan pompa natrium dan penurunan kalium
intraseluler.
Efek autonomik glikosida jantung pada jantung
melibatkan sistem simpatis dan parasimpatis dan dapat terjadi
sepanjang rentang dosis terapeutik dan toksik.Pada bagian
bahwa dari rentang dosis, terjadi efek dominan
parasimpatimetikyang kardioselektif.Pada kenyataannya, efek
penyakatan atropine tersebut bertanggung jawab untuk suatu
bagian yang bermakna dari efek listrik dini dari digitalis.Efek
tersebut melibatkan sensitisasi baroreseptor, stimulasi vagus
sentral, dan transmisi muscarinic yang dipermudah pada sel
otot jantung.Karena inervasi kolinergik di atrium lebih kaya,
efek tersebut dapat lebih banyak mempengaruhi fungsi nodus
satrium lebih kaya, efek tersebut dapat lebih banyak
mempengaruhi fungsi nodus atrium dan atrioventikuler
berguna untuk pengobatan aritmia tertentu. Pada kadar toksik,
aliran keluar simpatis meningkat pada pembelian digitalis.
Efek tersebut tidak penting bagi tipikal toksisitas cardenolide,
tetapi menyebabkan sesitisasi miokardium dan memperbesar
semua efek toksik obat tersebut.
Manifestasi toksisitas glikosida pada jantung yang
paling lazim termasuk irama percabangan (junctional)
atrioventikuler, depolarisasi ventikuler prematur, irama
bergeminal, dan derajat kedua penyakatan atrioventikuer.

10
2) Efek Pada Organ Lain
Glikosida jantung memperngaruhi semua jaringan yang
eksitable, termasuk otot polos serta sistem saraf pusat. Mekanisme
terjadinya efek tersebut belum dikaji secara lengkap , tetapi diduga
melibatkan penghambatan Na+/K+ ATP ase pada jaringan tersebut.
Depolarisasi yang disebabkan oleh depresi pada pompa natrium
diharapkan dapat meningkatkan aktivitas spontan baik pada neuron
dan pada sel-sel otot polos.Suatu peningkatan pada kalsium
intraseluler dapat meningkatkan tonus otot polos.Hal tersebut
dapat terjadi apabila suatu dosis intravena digoxin diberikan secara
cepat.Bagaimanapun, haruslah selalu diingat bahwa sebagian besar
kasus gagal jantung kongestif dapat diterapi dengan baik dengan
pemberian digitalis, terjadi suatu penurunan pada tonus vaskular
yang merupakan efek samping, disebabkan oleh masalah
penurunan tonus simpatis.
Saluran cerna adalah tempat yang paling lazim dari toksisitas
digitalis di luar jantung.Efek tersebut termasuk anoreksia, mual,
muntah, dan diare.Toksisitas tersebut diduga sebagian disebabkan
oleh efek langsung pada saluran cerna tetapi adalah hasil dari efek
pada sistem saraf pusat pula, termasuk stimulasi zona pemicu
kemoreseptor.
Efek sistem saraf pusat biasanya termasuk stimulasi zona
kemoreseptor dan vagal, seperti yang diungkapkan di muka. Hal
yang lebih jarang terjadi, disorientasi dan halusinasi-terutama pada
usia lanjut- dan dapat pula terjadi gangguan penglihatan. Efek
yang disebabkan paling belakang termasuk penyimpangan persepsi
terhadap warna.Agitasi dan juga konvulsi kadang dilaporkan
terjadi pada pasien yang menggunakan digitalis.

11
3) Interaksi dengan kalium, kalsium, dan magnesium
Konsentrasi kalium dan kalsium padakomparetmen
ekstraseluler (biasanya diukur sebagai K+ dan Ca+ serum)
mempunyai efek penting sensitivitas terhadap digitalis. Kalium
dan digitalis berinteraksi dalam dua cara. Pertama, mereka saling
menghambat pada pengikatan dengan Na+/K+ ATPase, karenanya,
hiperkalemia menurunkan efek penghambatan enzim tersebut oleh
glikosida jantung, sedangkan hipokalemia mempermudah efek
tersebut.Kedua, automatisitas jantung yang tidak normal dihambat
oleh hiperkalemia karenanya peningkatan K+ ekstraseluler yang
sedang dapat menurunkan efek digitalis, terutama efek toksik.Ion
kalsium mempermudah terjadinya efek toksik glikosida jantung
dengan mempercepat kelebihan bahan penyimpanan kalsium
intraseluler, yang diduga bertanggungjawab terhadap terjadinya
induksi automatisitas tidak normal oleh digitalis.Karenanya,
hiperkalemia dapat meningkatkan resiko induksi aritmia oleh
digitalis.Efek dari ion magnesium diduga merupakan oposan dari
kalsium.Oleh karenanya hipomagnesemia merupakan suatu faktor
resiko untuk terjadinya aritmia. Interaksi tersebut mengharuskan
evaluasi secara hati-hati pada elektrolit serum dari pasien dengan
aritmia yang terjadi krena induksi oleh digitalis.

3. Farmakologi Klinik Obat Digoksin


Karena memiliki efek inotropic yang positif sedang
terapi, menurut teori digitalis dapat memperbaiki tanda dan gejala
gagal jantung kongestif.Pada pasien yang tepat, digitalis dapat
meningkatkan kerja sekuncup dan curah jantung.Peningkatan
curah/keluaran (dan kemungkinan suatu efek langsung penataan
kembali sensitivitas baroreseptor) menghilangkan stimulus

12
penyebab peningkatan aliran ke luar simpatis dan baik denyut
jantung dan tonus vaskuler menurun.Dengan penurunan tensi serat
diastolik-akhir (hasil dari peningkatan ejeksi sistolik dan
penurunan tekanan pengisian), ukuran jantung dan kebutuhan
oksigen menurun.Akhirnya terjadi peningkatan aliran darah ke
ginjal yang menyebabkan perbaikan filtrasi glomerular dan
penurunan pemacuan reabsorpsi natrium oleh aldosteron.Csirsn
edems dapat diekskresi, menyebabkan penurunan preload
ventrikuler dan penurunan bahaya edema paru lebih jauh.
Walaupun digitalis memiliki efek netral terhadap kematian
(kelompok peneliti digitalis,1997), ternyata dapat menurunkan laju
kematian dari gagal jantung progresif dengan pengorbanan pada
terjadinya suatu peningkatan kematian mendadak. Penting
diketahui bahwa laju kematian menurun pada pasien dengan
konsentrasiserum digoxin 1ng/mL atau kurang, tetapi meningkat
pada pasien dengan kadar digoxin yang lebih besar dari 1,5
ng/mL.

a) Cara Pemberian dan Dosis


Pengobatan kronis dengan digitalis memerlukan perhatian
lebih terhadap farmakokinetika karena waktu paruhnya yang panjang.
Sesuai dengan aturan yang diungkapkan, diperlukan tiga sampai empat
waktu paruh untuk mencapai kadar tunak (steady state) beban tubuh
total apabila diberikan pada suatu kecepatan dosis yang tetap, yaitu
sekitar satu minggu untuk digoxin. Dosis tipikal yang digunakan pada
orang dewasa yaitu seperti berikut :

13
Waktu paruh 40 jam
Konsentrasi plasma 0,5-1,5 ng/mL
terapeutik
Dosis harian (pengisian >2ng/mL
lambat atau
pemeliharaan)
Dosis digitalisasi cepat 0,5-0,75 mg setiap 8
jam untuk tiga dosis
Dosis digoksin harusditerapkan secara cermat karena dosis
terapeutiknya dekat sekali dengan dosis toksiknya.Bentuk dosisnya
macam-macam.Termasuk injeksi yang diberikan untuk memperoleh
digitalisasi cepat. Digitalisasi adalah proses membawa konsentrasi
digoksin darah pada kadar efektif. Satu kali kadar efektif itu tercapai,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah, diberi satu atau
dua kali sehari.

b) Interaksi
Interaksi penting obat harus dipertimbangkan pada pasien yang
menggunakan glikosida jantung.Semua pasien tersebut dalam resiko untuk
terjadinya aritmia jantung yang parah apabila terdapat hypokalemia,
seperti pada pemberian terapi dengan diuretic atau terjadi diare.Lebih
jauh, pasien yang menggunakan digoxin dalam risiko apabila terdapat
diberikan quinidine, yang dapat menggeser digoxin dari situs ikatannya di
dalam jaringan (suatu efek minor) dan menekan klirens digoxin dari situs
ikatannya di dalam jaringan (suatu efek minor) dan menekan klirens
digoxin oleh ginjal (suatu efek utama).Kadar plasma glikosida dapat

14
menjadi berlipat dalam beberapa hari setelah mula terapi dengan
quinidine, dan efek toksik dapat menjadi nyata. Interaksi serupa dengan
obat lain, termasuk obat antiinflamasi nonsteroid dan obat penyakat kanal
kalsium, pernah dilaporkan, tetapi efek yang bermakna secara kliniks tidak
terbukti pada manusia. Quinidine tidak mengubah volume distribusi atau
ikatan dengan protein dari digitoxin.Bagaimanapun, quinidine dapat
memperpanjang waktu paruh glikosida tersebut.Seperti diungkapkan
dimuka, pemberian antibiotic yang dapat mengubah flora usus dapat
meningkatkan biovailabilitas digoksin pada sekitar 10% pasien.Akhirnya,
obat yang dapat merilis catecholamine dapat menyebabkan sensitisasi
miokardium terhadap induksi aritmia oleh digitalis.
Penurunan respon terhadap glikosida jantungdapat disebabkan oleh
keparahan penyakit yang membandel atau ketidakpatuhan pasien.Pada
pasien yang mendapat cholestiramine, absorpsi digitalis menurun.Dosis
digitalis yang diperlukan untuk efek teraputik harus ditingkatkan pada
sebagian pasien yang hipertiroid karena terjadi penurunan waktu paruh
eliminasi.
c) Toksisitas
Walaupun telah diketahui bahayanya, lazim terjadi toksisitas digitalis.
Pada penelitian multisenter yang luas, 17-27% pasien masuk rumah sakit
untuk semua kondisi kesehatan adalah mereka yang menggunakan
digitalis sebagai alasan masuk rumah sakit, dan 5-25% dari kelompok
yang telah diidentifikasi terbukti memerlukan penghentian terapi digitalis
paling sedikit untuk sementara.
Terapi toksisitas digitalis yang berupa perubahan pengelihatan atau
gangguan saluran cerna, secara umum hanya memerlukan tidak lebih dari
penurunan dosis obat.Apabila terdapat aritmia jantung dan secara
definitive dapat dihubungkan dengan penggunaan digitalis, dapat
dibutuhkan terapi yang lebih kuat.Kadar serum digitalis dan kalium dan

15
EKG seyogyanya selalu dipantau selama terapi toksisitas digitalis yang
bermakna.Status elektrolit yang tidak normal seyogyanya dikoreksi. Bagi
pasien yang tidak segera merespon (dalam satu sampai dua kali waktu
paruh), kadar kalsium dan magnesium, kalium seyogyanya dicetak. Untuk
dipolarisasi ventricular premature yang kadang terjadi atau digemini yang
singkat, tambahan kalium oral dan penghentian glikosida diduga sudah
cukup.Apabila aritmia lebih parah, pemberian kalium parenteral dan obat
antiaritmik mungkin diperlukan. Dari obat atriaritmik yang tersedia,
lidocaine paling disukai.
Pada intoksikasi digitalis yang lebih serius (yang biasanya melibatkan
over dosis untuk bunuh diri), serum kalium akan sudah meningkat pada
saat ditegakkan diagnosis (karena kehilangan kalium dari kompartemen
intraseluler pada otot rangka dan jaringan lain). Lebih jauh, automatisitas
pada umumnya sudah tertekan, dan pemberian obat anti aritmik pada
tatanan demikian dapat membawa pasien kea rah henti jantung.Pasien
tersebut paling baik diterapi dengan pemasangan sementara kateter pacu
jantung dan pemberian antibody digitalis (digoxin immune fab). Antibody
tersebut diproduksi oleh kambing dan walaupun mereka dimaksudkan
untuk digoxin, mereka juga dapat mengenali digitoxin dan glikosida
jantung lain. Mereka sangat bermanfaat dalam memperbaiki intoksikasi
parah yang disebabkan oleh sebagian besar glikosida.
Aritmia yang diinduksi oleh digitalis sering menjadi lebih buruk
dengan kardioversi; terapi tersebut seyogyanya dicadangkan bagi fibrilasi
ventrikuler apabila aritmia yang terjadi karena induksi glikosida.
Efek Merugikan, karena dosis terapeutik berdekatan dengan dosis
toksik, maka insidens keracunan digoksin tinggi. Gejalanya antara lain,
gangguan gastrointestinal (mual, muntah, anoreksia, diare), aritmia
jantung, termasuk sinus bradikaria, denyut ektopik, bigemini, dan fibrilasi
ventricular; keletihan, sakit kepala, konfusi, dan pandangan kabur (kurang

16
umum). Sensitivitas terhadap digoksin meningkat pada kadar kalium
serum yang rendah, gangguan fungsi ginjal, lansia, infark miokard,
penyakit jantung pulmoner yang disertai anoreksia atau baru menjalani
operasi jantung.
Efek utama digoksin adalah meningkatkan kekuatan konstraksi otot
jantung.Akibatnya, curah jantung meningkat, ukuranjantung mengecil,
penurunan tekanan vena dan akhirnya meredanya edema.Selain itu,
digoksin menurunkan frekuensi denyut jantung.Digoksin juga
menurunkan konduksi melalui nodus AV, sehingga melindungi ventrikel
terhadap takikardia atrial.

B. Konsep Keselamatan Pasien


1. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
sakit, Depkes R.I. 2006).
Setiap tahun menetapkan “National Patient Safety Goals” (sejak
2002), Juli 2003: Menerbitkan Pedoman “The Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery”,
Maret 2005 mendirikan International Center for Patient Safety(JCAHO
(JointComm. On Accreditation for Healthcare organization – USA).

17
WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang
mendorong (urge) Negara untuk memberikan perhatian kepada problem
Patient Safety meningkatkan keselamatan dan system monitoring.
Oktober 2004 WHO dan berbagai lembaga mendirikan “World Alliance
for Patient Safety” dengan tujuan mengangkat Patient Safety Goal “First
do no harm” dan menurunkan morbiditas, cidera dan kematian yang
diderita pasien(WHO: World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme, 2004).

Enam tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission


International): mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan
komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert
medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar
pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja kesehatan,
mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien.
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh
pasien dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan
pengobatan. Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi yang
menyebakan luka melalui pnyalahgunaan (meliputi kemoterapi,
konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV digoxin, dan adrenergic agonists)
adalah dkenal sebagai “high-alert drugs”. Namun mungkin kesalahan atau
mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan obat-obatan tersebut
dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan dapat juga lebih
menghancurkan atau memperburuk.

18
2. Tujuan
Tujuan Keselamatan Pasien menurut Depkes RI (2006), yaitu:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak trjadi
pengulangan KTD

3. Insiden Keselamatan
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit.
Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang
sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety
bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien.
Dengan mendasarkan pada IPS (Indikator Patient Safety) ini maka rumah
sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya
outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).

Secara umum Indikator Patient Safety terdiri atas 2 jenis, yaitu:


1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan
untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah
saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit.
Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis
sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.
2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat
tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan

19
setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama
maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.

4. Faktor penyebab insiden keselamatan pasien


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien
yang disampaikan oleh Carayon & Smith (2000); AHRQ (2003); Depkes
(2008); Henriksen, et al (2008); Vincent (1998); dapat disimpulkan
meliputi:
1. Karakteristik individu
Karakteristik individu merupakan faktor yang berada pada barisan
pertama yang memiliki dampak secara langsung pada mutu pelayanan
dan meskipun mutu tersebut masih kemungkinan dipertimbangkan untuk
dapat diterima atau masih di bawah standar baku. Karakteristik individu
termasuk di antaranya adalah kualitas yang dibawa individu tersbut
kedalam pekerjaan seperti pengetahuan, tingkat keterampilan,
pengalaman, kecerdasan, kemampuan mendeteksi, pendidikan dan
pelatihan, dan bahkan sikap seperti kewaspadaan, kelelahan, dan
motivasi.
2. Sifat dasar pekerjaan
Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan itu
sendiri dan meliputi pula sejauh mana prosedur yang digunakan
berdefinisi dengan baik, sifat alur kerja, beban pasien pada puncak dan
tidak ada atau tidak adanya kerja sama tim, kompleksitas perawatan,
fungsional alat dan masa penyusutan, interupsi dan pekerjaan yang
bersaing, dan persyaratan fisik/kognitif untuk melakukan pekerjaan.
Dengan memperhatikan literature mengenai faktor-faktor yang
berhubungan manusia, ada banyak penelitian pada dampak dari
pekerjaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berkaitan

20
dengan kinerja manusia sebagian besar diambil dari pertahanan terkait
operasi dan demikian pula pada industry lain yang sangat berbahaya
dimana kinerja keahlian manusia memainkan peran penting
3. Faktor lingkungan fisik
Yang terkait dengan faktor lingkungan fisik meliputi pencahayaan,
suara, temperature atau suhu rungan, susunan tata ruang, danventilasi.
Pengelolaan gedung rumah sakit harus benar-benar memikirkan
keselamatan baik bagi pasien maupun bagi staf didalamnya dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan lingkungan seperti yang sudah
diatur di dalam Permenkes nomor 1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Baru-baru ini, profesi pelayanan kesehatan telah mulai
mengapresiasi hubungan antara lignkungan fisik (seperti desain
pekerjaan, peralatan, dan rancangan fisik) dan kinerja petugas (seperti
efisiensi, pengurangan kesalahan, dan kepuasan kerja).
4. Faktor interaksi antara sistem dan manusia
Yang termasuk dalam faktor ini meliputi perlengkapan atau
peralatan medis, lokasi atau peletakan alat-alat, pengontrolan alat,
pengontrolan perangkat lunak, penguasaan kertas kerja, penguasaan
teknologi informasi. Interaksi system dan manusia menunjuk pada tata
dimana dua system berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang
lingkup sistem. Perawat menggunakan perangkat medis dan perlatan
secara intensif dan dengan demikian memiliki banyak pengalaman.
5. Faktor organisasi dan lingkungan sosial
Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di dalam
organisasi melakukan pekerjaan mereka. Lingkungan pekerjaan yaknil
ingkungan organisasi rumah sakit dapat menentukan kualitas dan
keamanan pelayanan perawat kepada pasien. Sebagai jumlah tenaga
kesehatan terbesar, perawat mengaplikasikan pengetahuan,

21
keterampilan, dan pengalaman untuk memberikan variasi dan
perubahan kebutuhan pasien.
6. Faktor manajemen
Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien, kemudahan akses
personel, pengembangan karyawan, kemampuan kepemimpinan,
kebijakan pimpinan dalam hal SDM, financial, peralatan, dan teknologi.
Membangun budaya kesadaran akan nilai keselamatan pasien,
menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil
merupakan langkah pertama dalam menetapkan keselamatan pasien
rumah sakit (Depkes, 2008).
7. Lingkunganeksternal
Yang termasuk kedalam faktor ini adalah pengetahuan dasar,
demograpi, teknologi terbaru, kebijakan pemerintah, tekanan ekonomi,
kebijakan kesehatan, kesadaran masyarakat, iklim politik. Tekanan
eksternal dapat memberikan dampak terhadap usaha meningkatkan
keselamatan pasien. Tekanan eksternal dapat berupa tuntutan hukum,
tuntutan masyarakat terhadap mutu dan keselamatan pasien. Tekanan
lingkungan eksternal lainnya dapat berupa regulasi nasional terhadap
kompetensi SDM pada pelayanan kesehatan (standarisasi profesi,
penilaian kompetensi staf, sertikasi) dan untuk institusi berupa akreditas
rumah sakit (Cahyono, 2008).

22
BAB III
TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PEMBERIAN DIGOKSIN

A. Tindakan keperawatan yang memerlukan penguasaan farmakologi


Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh
darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat
sangat penting dimiliki oleh perawat.Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan
mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat
berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas
tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut
serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan
bersama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat mempunyai tanggung jawab
dalam sampainya obat keada pasien dan digunakannya obat oleh pasien
sehingga obat tersebut efektif dalam membantu mengatasi masalah pasien.

B. Pembahasan Tindakan Perawat dalam Pemberian Digoksin


Dalam pemberian digoksin, perawat harus bertindak sesuai dengan
prinsip 6 benar meliputi :
1. Benar Klien
a.) Selalu dipastikan dengan memeriksa identitas pasien dengan
memeriksa gelang identifikasi dan meminta menyebutkan namanya,
tempat dan tanggal lahir sendiri.
Perawat harus memeriksa identitas pasien dengan memeriksa gelang
identifikasi dan meminta menyebutkan namanya, tempat dan tanggal
lahir sendiri telebih dahulu sebelum memberikan obat karena untuk
membuktikan apakah obat ini benar diberikan kepada pasien yang

23
bersangkutan atau tidak. Klien yang benar dapat dipastikan dengan
memeriksa identitas klien, dan menyebut nama sendiri serta tanggal
lahir. Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarangan atau
tidak berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap
klien pada saat pengobatan. Pada keadaan gelang identifikasi hilang,
perawat harus memastikan identitas klien sebelum setiap obat
diberikan.
b.) Klien berhak untuk mengetahui alasan obatDigoxin diberikan
Perawat harus mengetahui tujuan mengapa klien yang
mengidap penyakit Congestive heart failure mendapatkan digoksin
yaitu untuk membantu meningkatkan kemampuan memompa
(kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan
jantung/congestive heart failure (CHF) . Obat ini juga digunakan untuk
membantu menormalkan beberapa dysrhythmias (jenis abnormal
denyut jantung).
c.) Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat (Digoxin)
Pasien menolak pemberian obat, karena mengalami efek
samping yang timbul setelah minum obat tersebut. Jadi, pada saat
pemberian obat digoksin, perawat berperan untuk memberitahu klien
mengenai efek samping yang akan timbul setelah pemberian obat
digoksin. Jadi klien akan mengerti efek samping yang timbul dari obat
yang diminumnya, dan tidak akan menolak karena mengetahui
manfaat dari obat digoksin tersebut. Efek samping yang timbul dari
pemberian obat digoksin yaitu: biasanya berhubungan dengan dosis
yang berlebih, termasuk: anoreksia, mual, muntah, diare, nyeri
abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk,
bingung, delirium, halusinasi, depresi:aritmia, heart block : jarang
terjadi rash, iskemia intestinal;gynecomastia pada penggunaan jangka
panjang, trombositopenia. Gejala toksik pada jantung: kontraksi

24
ventrikel premature multiform atau unifocal, takikardia ventricular,
desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia atrium dengan berbagai derajat
blok AV. Gejala neurologik: depresi, ngantuk, rasa lemah, letargi,
gelisah, vertigo, bingung, dan halusinasi visual. Ginekomastia, ruam
kulit makulopopularatau reaksi kulit yang lain.
d.) Membedakan klien dengan dua nama yang sama
Perawat dapat membedakan kliennya meskipun nama klien sama
karena untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat digoxin itu
sendiri. Jika perawat salah pasien saat pemberian obat akan
membahayakan pasien itu sendiri, akan terjadinya kesalahan dalam
pemberian dosis kepada pasien tersebut dan akan mengakibatkan efek
samping obat yang berbeda saat salah dalam pemberian obat ke pasien.
Selain itu, perawat akan mengalami masalah karena salah pasien saat
pemberian obat sehingga perawat diharuskan untuk bias membedakan
klien dengan dua nama yang sama.
2. Benar Obat
a.) Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan
Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan karenauntuk
membantu kilen untuk sembuh secara bertahap dari penyakitnya itu
sendiri. Jika klien tidak mau menerima obat yang telah diresepkan
mungkin akan memperhambat dalam penyembuhan klien tersebut.
b.) Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepat
Perintah pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter
gigi, atau pemberian asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik
dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk
pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam
waktu 24 jam. Komponen dari perintah pengobatan adalah: (1) tanggal
dan saat perintah ditulis, (2) nama obat, (3) dosis obat, (4) rute
pemberian, (5) frekuensi pemberian, dan (6) tanda tangan dokter atau

25
pemberian asuhan kesehatan. Meskipun merupakan tanggung jawab
perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu
komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka
obat tidak boleh diberiksn dan harus segera menghubungi dokter
tersebut untuk mengklarifikasinya.
c.) Perawat harus menghindari kesalahan, yaitu dengan membaca label
obat minimal tiga kali:
1.) Pada saat melihat botol atau kemasan obat digoksin
2.) Sebelum menuang/menghisap obat digoksin
3.) Setelah menuang/ mengisap obat digoksin
4.) Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
5.) Mengetahui alasan mengapa klien menerima/menolak obat
digoksin
6.) Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa
3. Benar Dosis Obat
a.)Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.
Intruksi khusus yaitu dosis rendah digoksin (62.5 mcg/hari atau 125
mcg setiap hari lainnya) harus digunakan pada orang yang lebih tua,
pasien dengan kerusakan fungsi ginjal atau pasien dengan massa tubuh
rendah (kurus). Dosis muatan tidak diperlukan pada pasien gagal
jantung kongestif (CHF).Hindari pada pasie dengan sindrom Wolf
Parkinson –White (WPW); tidak boleh digunakan untuk ventricular
arrhythmias.
b.) Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat
yang bersangkutan.
Peran perawat dalam hal ini yaitu, gunakan dengan hati-hati pada
kasus hambatan jantung parsial, gangguan batang sinus, miokarditis
akut, MI (myocardial infarction) akut, gagal jantung parah, penyakit
pulmonary akut, pada pasien yang menjalani cardioversion

26
(pertimbangkan menghentikan cardioversion dalam waktu 1-2 hari
sebelum prosedur dilakukan) dan dengan obat-obatan lain yang bisa
menekan fungsi sinus dan fungsi AV nodal (misalnya, amiodarone
atau beta blocker). Hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipoksia, dan hipertiroidisme bisa mempengaruhi sensitivitas terhadap
digoksin.Pengawasan tingkat digoksin hanya diperlukan jika diduga
terjadi keracunan.
c.) Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang
akan diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan/ diminta,
pertimbangan berat badan klien (mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosisi
obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
d.) Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu.
Oral, untuk digitalisasi cepat, 1-1,5 mg dalam dosis terbagi, bila tidak
diperlukan cepat, 250-500 mikrogram sehari( dosis yang lebih tinggi
harus dibagi). Dosis pemeliharaan: 62,5-500 microgram sehari ( dosis
yang lebih tinggi harus dibagi). Disesuaikan dengan fungsi ginajl dan
pada atrial fibrilasi, tergantung pada respon denyut jantung; dosis
pemeliharaan biasanya berkisar 125-250 mcg sehari( dosis yang lebih
rendah diberikan pada penderita yang lanjut usia). Pada kondisi
emergency, loading dose (dosis muatan) diberikan secara infuse
intravena, 0,75-1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan melalui oral.
Dewasa: dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis
terbagi. Untuk digitalisasi cepat dimulai 2-3 tablet, diikuti 1-2 tablet
untuk tiap 6-8 jam sampai tercapai digitalisasi penuh, untu digitalisasi
lambat dan dosis penunjang ½-2 tablet sehari (1/2-1 tablet pada usia
lanjut), tergantung pada berat badan dan kecepatan bersihan kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan fungsi

27
ginjal.Anak-anak diabawah 10 tahun: 0,25 mg/kgBB sehari dalam
dosis tunggal atau terbagi.
4. Benar Waktu Pemberian
a) Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Pengobatan kronis dengan digitalis memerlukan perhatian lebih
terhadap farmakokinetika karena waktu paruhnya yang panjang.
Sesuai dengan aturan yang diungkapkan, diperlukan tiga sampai
empat waktu paruh untuk mencapai kadar tunak (steady state) beban
tubuh total apabila diberikan pada suatu kecepatan dosis yang tetap,
yaitu sekitar satu minggu untuk digoxin. Dosis tipikal yang
digunakan pada orang dewasa yaitu seperti berikut : waktu paruh: 40
jam, konsentrasi plasma terapeutik: 0,5-1,5 ng/mL, dosis harian (
pengisian lambat atau pemeliharaan): > 2ng/mL, dosis digitalisasi
cepat: 0,5-0,75 mg setiap 8 jam untuk tiga dosis.
b) Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari.
Misalnya seperti dua kali sehari, tiga kali sehat, empat kali sehari dan
6 kali sehari sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat
dipertimbangkan.
c) Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat
yang mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan
untuk obat yang memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa
kali sehari pada selang waktu tertentu.
d) Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah
makan atau bersama makanan.
Pemberian obat digoxin diberikan sebelum atau sesudah makan.
e) Memberikan obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat
mengiritasi mukosa lambung bersama-sama dengan makanan.

28
Adalah tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah
dijadwalkan untuk pemeriksaan diagnostic, seperti tes darah puasa
yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat, pemeriksaan
tanggal ED antibiotic harus diberikan dalam selang waktu sama
selama 24 jam unntuk menjaga kadar darah terapeutik.
f) Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien
telah dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah
puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.
5. Benar Cara Pemberian
a) Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan
memadai.
b) Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum
memberikan obat-obat peroral.
c) Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui
rute parenteral
d) Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama
dengan klien sampai obat oral telah ditelan.
e) rute yang lebih sering dari absorpsi adalah :
1.Oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul
2. Sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ;
3. bukal (diantara gusi dan pipi)
4. topikal ( dipakai pada kulit ) ;
5. inhalasi ( semprot aerosol ) ;
6. instilasi ( pada mata, hidung, telinga, rektum atau vagina )
7. parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan
intravena.

29
6. Benar Dokumentasi
Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah
sakit.Danselalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah
diberikan serta respon klien terhadap pengobatan.

30
BABIV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif merupakan kondisi apabila curah jantung
(cardiac output) tidak memadai untuk menyediakan oksigen yang
diperlukan tubuh. Salah satu cara untuk mengobatinya dengan pemberian
obat Digoxin.
Dalam pemberian obat tersebut perawat perlu mengidentifikasi pasien
dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif (terapeutik),
meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar
tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko
infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan
yang lebih buruk pada pasien, karena salah satu penyebab utama
kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh pasien dalam organisasi
perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan. Pengobatan dengan
risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui penyalahgunaan
(meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV digoxin,
dan adrenergic agonists) adalah dikenal sebagai “high-alert drugs”.
Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak
dengan obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin
berhubungan dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.
Perawat juga harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak
sekedar memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui
pembuluh darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien
terhadap pemberian obat digoksin tersebut. Pengetahuan tentang manfaat
dan efek samping obat digoksinsangat penting dimiliki oleh
perawat.Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih

31
proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat berusaha membantu
klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang
pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan dan turut
serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan bersama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat mempunyai
tanggung jawab dalam sampainya obat kepada pasien dan digunakannya
obat oleh pasien sehingga obat tersebut efektif dalam membantu
mengatasi masalah pasien serta menjaga keselamatan pasien.

B. Saran
1. Bagi Institusi
Institusi harus lebih banyak memberitahu kepada mahasiswa tentang efek
negatif yang akan timbul jika salah atau tidak tepat dalam pemberian obat
digoksin, sehingga diharapkan tidak terjadi kejadian tidak diharapkan saat
mahasiswa praktik di RS.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan lebih banyak membaca serta mencari informasi
tentang penggunaan, efek negatif serta positif dan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian obet digoksin, agar tidak terjadi kesalahan
saat praktik dan pasien selamat.

32

Anda mungkin juga menyukai