Anda di halaman 1dari 2

Kursus : Perkawinan dalam Gereja Katolik

1. Ciri Perkawinan dalam Gereja Katolik :

Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang perempuan dan
seorang laki-laki. Perkawinan adala sebuah PERJANJIAN (foedus, consensus, covenant) antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membangun kebersamaan seluruh hidup.
Kesepakatan atau konsensus hanya akan membentuk perkawinan (sah) kalau memiliki ketiga
sifat: sungguh-sungguh, penuh, dan bebas. Tujuan utama dari perkawinan adalah untuk
mendapatkan keturunan (prokreasi) dan pendidikan anak; sekunder adalah saling membantu dan
penyaluran nafsu. Apila perkawinan hanya dilangsungka melalui nikah siri, nikah kampung,
nikah bawah tangan dipandang tidak sah oleh Gereja.

2. Tujuan perkawinan dapat dibagi dalam dua bentuk:

Bonum coniugum: Kesejahteraan suami dan istri yang mencakup kesejahteraan lahir:
yang berkaitan dengan kebutuhan pokok: pangan, sandang dan papan dan kesejahteraan batin:
berkaitan dengan kedewasaan, mapan harmoni dan hubungan seksual.

Bonum prolis: Prokreasi – keterbukaan terhadap keturunan Edukasi – pendidikan anak


secara manusiawi (humaniora) dan spiritual (iman dan agama katolik).

3. Dua ciri hakiki perkawinan: unitas et indissolubilitas

1. Unitas:

Kesatuan: keduanya menjadi satu persona “suami-istri”; satu daging – sejiwa seraga –
garwa. Monogam: antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Poligami ditolak oleh Gereja
(poligini dan poliandri) sehingga tidak akan diperbolehkan untuk melangsungkan perkawinan
yang kedua selama ikatan perkawinan pertama belum dinyatakan secara legitim telah diputus
atau dibatalkan oleh Gereja.

2. Indissolubilitas:

Perkawinan yang dilangsungkan secara sah menjadi perkawinan yang tak-terputuskan/tak-


terceraikan. Sekali perkawinan dilangsungkan secara SAH, mempunyai akibat tetap. Ikatan
nikah bertahan sampai akhir kehidupan (tidak ada perpisahan atau perceraian). Ikatan tersebut
terjadi hanya antara suami-istri (setia hanya dengan pasangannya, sampai kapanpun; tidak ada
pihak III dst). Perkawinan Katolik adalah tak terputuskan kecuali karena kematian (Mrk 10,9),
yaitu perkawinan ratum et consummatum (kan. 1141).

4. Perkawinan sebagai Sakramen:

Sakramen dalam arti teknis-yuridis: perkawinan SAH antara dua orang yang telah dibaptis
(katolik atau non-katolik). Perkawinan disebut sebgai sakramen berarti lambang nyata hubungan
cinta (relasi kasih) Kristus dan Gereja (Efesus 5,22-33). Pasangan menjadi tanda kasih Allah;
melalui pasangan manusia mencintai Allah. Maka relasi (hubungan) suami dan istri “mencontoh”
pada relasi Kristus dan Gereja: Dilandasi cinta yang semakin subur dan dengan kesetiaan total
sampai mati.

5. Perkawinan Ratum dan Consumatum

Matrimonium ratum (sakramen): perkawinan sah yang dilangsungkan oleh dua orang yang
telah dibaptis, yaitu sejauh dilaksanakan sesuai dengan norma-norma. Perkawinan yang
BELUM disempurnakan dengan persetubuhan antara suami-istri (perkawinan ratum et non-
consummatum) à indissolubilitas perkawinan ini TIDAK MUTLAK. Matrimonium ratum et
consummatum: perkawinan sah antara dua orang yang telah dibaptis dan SUDAH
disempurnakan dengan persetubuhan (indissolubilitas perkawinan ini MUTLAK).

INGAT: Persetubuhan ini dilakukan setelah perkawinan! c. Persetubuhan “secara


manusiawi” (consummatio in humano modo): ereksi, penetrasi dan ejakulasi di dalam vagina.
Dilaksanakan hanya oleh suami-istri yang bersangkutan secara sadar, bebas, tanpa paksaan dan
kekerasan. Dilakukan dengan keterbukaan untuk kelahiran anak (intentio maritalis).

Anda mungkin juga menyukai