Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TAHUN ORIENTASI PASTORAL

PAROKI ST. FRANSISKUS MESSAWA


KEVIKEPAN SULAWESI BARAT

(LAPORAN TAHAP II)

FR. LEONADO KELVIN TANDIAYU


TOP-er Paroki Santo Fransiskus Messawa
SOAL-SOAL PRIBADI

1. Ilmu dan Studi dalam Karya Pastoral

Pengetahuan teologi yang saya dapatkan di Universitas Sanata Dharma telah


membantu saya untuk menjalani masa TOP di Paroki Santo Fransiskus Messawa. Tak bisa
dipungkiri bahwa ilmu tersebut tidak hanya terbatas pada persoalan di atas kertas, tetapi yang
lebih nyata tampak dalam persoalan di medan pelayanan. Ilmu teologi menjadi penuntun bagi
saya untuk memimpin ibadat, homili, mengajar dan berbagai kegiatan lainnya.

Di samping menyadari pentingnya ilmu teologi dan penerapaannya di medan TOP,


saya juga menyadari bahwa masih banyak keterbatasan saya untuk mengimplementasikan
ilmu tersebut. Kontekstualisasi ilmu ini sangat berkaitan dengan kemampuan kognitif untuk
melihat ilmu mana yang bisa diterapkan dan mana yang tidak. Perlu disadari bahwa diskusi
tentang teologi tak sepenuhnya dipahami oleh masyarakat umum. Oleh sebab itu, diperlukan
cara dan bahasa yang ringan untuk menjelaskan ilmu ini kepada umat.

Ketika merefleksikan lebih dalam tentang penggunaan ilmu ini, saya mencoba-coba
melihat lebih jauh ke belakang, pengalaman TOP saya yang seakan berlalu begitu saja.
Sudah ada banyak kegiatan yang saya lalui, sudah banyak pengalaman yang telah
membentuk saya, dan juga telah banyak keputusan yang telah saya ambil. Sampailah saya
pada sebuah titik di mana saya melihat bahwa sadar atau tidak sadar saya telah banyak
menerapkan ilmu teologi itu dalam karya pastoral. Porsi yang paling banyak saya terapkan,
teruama untuk mengajar umat dalam kotbah maupun diskusi. Dalam kotbah, saya mencoba
kerkatekese tentang eklesiologi kita, serta hal-hal yang sepantasnya membuat kita bangga
sebagai seorang Katolik. Saya sangat suka berbicara tentang pengetahuan iman kita yang
tampaknya tak banyak diketahui oleh umat beriman.

Sampai pada tahap ini, saya pun menyadari bahwa ilmu teologi bukanlah sesuatu
yang sia-sia saya pelajari. Dalam medan berat semacam Messawa, saya kadang kala berpikir
bahwa seakan-akan ilmu ini tak ada gunanya lagi. Persoalan teologi seakan menjadi sesuatu
2
yang selesai dalam bangku kuliah. Namun, pemikiran tersebut tampak keliru. Pada akhirnya,
saya menyadari bahwa teologi yang menjadi ilmu yang saya geluti selama ini sangatlah
berguna.
Selain itu, ketika saya mengamati karya pastoral di Meesawa, saya semakin melihat
bahwa pengetahuan kita tetang teologi justru akan sangat penting ketika kita sudah menjadi
pastor nantinya. Banyak persoalan yang mesti diselesaikan dengan menggunakan teologi.
Persolaan tersebut seperti masalah perkawinan, kebijakan paroki, dan berbagai katekese
kepda umat.

2. Tanda-tanda Zaman
Dengan pengetahuan teologi, saya dibantu untuk melihat tanda-tanda zaman atau apa
saja yang terjadi di paroki Messawa. Secara pribadi saya menyadari bahwa ilmu ini memang
membantu kita untuk berpikir dan melihat dunia dengan lebih luas. Kita juga dibantu untuk
peka terhadap berbagai persoalan sekitar dan mambantu kita untuk mencari jalan keluar.
Situasi di sekitar kita, terutama persoalan pastoral memang membutuhkan perhatian kita.
Ada banyak tanda-tanda zaman yang perlu dicermati di dalam karya pastoral seperti
keterlibatan umat untuk ikut kegiatan menggereja, ekonomi umat yang tidak merata,
pendidikan yang tidak lagi seperti dulu, serta perpecahan umat dalam skala stasi bahkan
paroki.
Dalam hal keterlibatan umat, saya melihat bahwa di beberapa tempat di Paroki
Messawa, umatnya kurang kompak. Bahkan di Pusat paroki pun, umat cukup sulit
digerakkan untuk terlibat di Paroki. Perlu dimengerti bahwa di Paroki, ada banyak pekerjaan
yang membutuhkan tenaga yang banyak. Namun beberapa pekerjaan tersebut kadang kala
terbengkalai karena kurangnya umat yang hadir. Pekerjaan tersebut seperti pemasangan tenda
untuk kegiatan di Paroki dan beberapa kegiatan lainnya.
Dalam bidang Ekonomi, saya menyadari bahwa di beberapa stasi, masih bnyak umat
yang tergolong keluarga prasejahterah. Ekonomi umat sepenuhnya belum terbangun
meskipun di pusat paroki, sudah ada CU Mekar kasih yang bisa membantu umat mengelolah
keuangan. Namun, jangkauan yang jauh dari pelosok tidak memungkinkan bagi mereka
untuk tergabung dalam koperasi ini. Melihat kenyataan ini, tentu saja saya prihatin dengan
keadaan umat tersebut. Keadaan ekonomi umat pun semakin tidak stabil karena musim panen
3
kopi yang tidak menentu. Cuaca dan musim hujan membuat kopi dan tanaman pertanian
lainnya tidak begitu produktif.
Selain persolan di atas, yang cukup memprihatinkan bagi saya adalah perpecahan
umat. Di skala stasi, saya mendapati bahwa ada keluarga atau pribadi yang sampai tak pernah
menginjak Gereja karena berselisih dengan keluarga lain. Bahkan saya pun mendapati bahwa
ada umat yang pindah Gereja karena masalah perselisihan ini. Namun, kenyataan ini tentu
saja bisa ditemui di manapun. Kadang kala, hal semacam ini yang menjadi bumbu dan
tantangan pastoral tersendiri.
Tanda-tanda di atas perlu dicermati bebaik-baiknya. Tentu saja, tak banyak hal yang
bisa saya lakukan melihat posisi saya yang hanya sebatas TOP-er di paroki ini. Saya pun
melihat bahwa soal-soal di atas sekiranya menjadi objek analisa bagi saya untuk menentukan
langkah pastoral ke depan.

3. Tantangan Berelasi dan Solusi

Saya mengakui bahwa saya memiliki keterbatasan dalam berelasi. Baik di semua
golongan, saya mempunyai keterbatasan tertentu. Jujur saja, saya tidak bisa luwes dengan
pribadi tertentu yang cenderung kaku. Di samping itu, sebenarnya saya adalah seorang yang
pemalu. Sehingga, saya cukup sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang-orang
tersebut. Dalam relasi pastoral pun, saya menyadari bahwa keterbatasan kemampuan dalam
bernyanyi, bermusik, dan berbicara menjadi semacam penghambat bagi saya untuk
membangun relasi dengan umat dan teman-teman omk.
Dari persoalan di atas, saya berusaha mencari solusi yang sekiranya bisa membantu
saya mengatasi kelemahan ini. Saya merasa bahwa kunci dari solusi ini adalah keberanian.
Keberanian memampukan saya untuk melawan karakter saya yang kaku.

4. Pengenalan Diri
Menurut saya pribadi, kita akan semakin mengenal diri ketika kita diberikan tugas
yang banyak. Akhir-akhir ini, pastor pembimbing saya lebih banyak istirahat karena
kesehatannya terganggu pasca kecelakaan. Praktis, saya diserahi beberapa tugas yang bisa
dikatakan sangat menyibukkan. Selain rutinitas wajib mengunjungi stasi, saya juga diserahi
4
beberapa tugas seperti mengarahkan teman-teman dalam pendataan umat (BIDUK),
mempersiapkan berbagai acara (penyambutan suster CB, persiapan natal dan beberapa
kegiatan lainnya). Banyaknya tugas kadang kala membuat jadwal saya berantakan.
Dalam situasi ini, saya khirnya mengenal diri saya sebagai orang yang tidak teratur.
Kadang kala, saya sangat sulit meletakkan skala prioritas; mana yang harus diselesakan
terlebih dahulu, dan mana yang menyusul kemudian. Di lain pihak, ketidakteraturan jadwal
sering dipengaruhi oleh faktor kemalasan. Seringkali ketika saya sudah mengerjakan satu
tugas, saya seolah terhenti untuk istirahat, ingin mengapresasi diri atas kegiatan yang telah
terlaksana. Saya pun seolah berhenti dan stagnan di posisi ingin bersantai. Hal inilah yang
membuat saya terkesan malas karena ingin bersantai setelah disibukkan oleh berbagai
kegiatan.
Saya semakin mengenal diri demikian ketika diberikan tugas yang banyak. Namun, ada
pun satu keutamaan yang sekiranya saya dapatkan dalam tugas-tugas ini, yakni ketaatan.
Saya pribadi melihat diri saya sebagai seorang yang taat. Penugasan dari pastor selalu saya
pandang sebagai kepercayaan. Saya akan selalu menerima penugasan itu, jika diberikan oleh
pastor.

2. 2 Masalah Kontekstual
Masalah kontektual ini tampaknya menjadi persoaln yang rumit, dan snagat berkaitan
dengan tanda-tanda zaman yang saya cermati. Beberapa masalah tersebut diantaranya:

a. Pendidikan

Masalah pendidikan ini sebenarnya telah saya singgung di laporan pertama. Yang
saya soroti dalam masalah pendidikan ini adalah meredupnya kejayaan sekolah Katolik di
Messawa. Perlu disadari bahwa pada masa lampau, - sekurang-kurangnya yang telah saya
dengar dari beberapa figur, - sekolah Katolik begitu berjaya, mulai dari SMP, SMA, dan
Asrama. Karya pendidikan ini kian meredup dikarenakan oleh berbagai faktor. Pertama
adalah sekolah Katolik di Messawa masih berbayar. Di lain pihak, keadaan ekonomi umat
menjadi bahan pertimbangan sendiri untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah
Katolik. Di sekitar Messawa pun, telah dibuka beberapa sekolah sederajat SMA yang

5
menjadi penyaing bagi SMA Katolik. Di daerah lain juga telah dibuka bebrapa SMP dan
SMA sehingga meraka yang dulunya hanya memiliki opsi masuk SMA Katolik, akhirnya
masuk di di sekolah daerah saja.

b. Ekonomi

Ekonomi menjadi masalah yang sekiranya tidak pernah tuntus di daerah Mamasa ini,
terutama di daerah Paroki Messawa. Perlu ditegaskan bahwa mayoritas masyarakat di daerah
ini adalah petani yang menggantungkan hidupnya dari panen di ladang mereka. Akhir-akhir
ini, hasil pertanian tampaknya kurang maksimal karena musim panen yang tidak menentu.
Tentu saja keadaan seperti ini tidak menstabilkan keuangan dalam keluarga-keluarga di
daerah. Selain itu, akses jalan yang rumit ke beberapa wilayah juga manjadi faktor
melambatnya perekonomian di daerah tersebut. Ada stasi yang belum bisa dijangkau
kendaraan roda empat. Tentu saja, keadaan ini membuat mereka terkendala dalam
mendistribusikan hasil pertanian dan pembangunan di kampung halaman.

c. Religiositas

Masalah religiositas tampak dalam bagaimana cara umat menghidupi iman


kekatolikan mereka. Saya menyadari bahwa di beberapa tempat, umat sangat membutuhkan
katekese. Bisa dikatakan bahwa beberapa kelompok umat yang saya maksudkan tidak benar-
benar memahami iman Katolik yang mereka anut. Pernah suatu ketika kami sedang
mempersiapkan misa, beberapa umat bertanya karena tidak paham dengan peranti-peranti
liturgi yang ada. Keadaan ini memang cukup memprihatinkan. Mereka sudah lama menjadi
Katolik, tetapi tidak sepenuhnya paham dengan iman mereka.

b. Budaya

Salah satu permasalahan budaya yang saya jumpai adalah penetapan tanggal baik
yang diyakini oleh masyarakat. Seringkali bahwa pada momen-momen tertentu seperti
pernikahan, pemberkatan rumah, dan syukuran lainnya, umat sudah menetapkan tanggal
tersendiri tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan pastor. Tentu saja hal ini menjadi
sebuah permasalahan karena jadwal semacam itu telah diatur oleh pastor. Sedangkan, umat
tetap bersikera dengan tanggal yang ia pilih.

6
Menyikapi hal ini, pastor paroki tetap memberi opsi tanggal baik yang dipilih oleh
umat asalkan tidak berbenturan dengan jadwal pelayanan lain dan hari minggu. Menurut
saya, memang dibutuhkan ketegasan dalam hal ini. seringkali bahwa umat ingin menentukan
keputusan yang sesuai dengan minat mereka, padahal mereka tampaknya kurang memahami
jadwal yang begitu pada untuk pelayananan pastoral.

2. Keterlibatan dan Pengaruh Bagi Karya Pastoral

Melihat berbagai poin di atas, saya menyadari bahwa saya belum benar-benar
melibatkan diri dalam persoalan pertama dan kedua. Dalam bidang pendidikan, ketelibatan
saya kadang kala sebatas pada kemauan saya untuk membantu sekolah jika dibutuhkan.
Beberapa waktu yang lalu, saya membantu SMP memperbaiki komputer mereka yang tidak
bisa digunakan. Selain itu, saya tidak begitu terlibat dalam kegiatan sekolah lainnya.

Ketelibatan saya yang tampaknya paling nyata yakni dalam bidang religiositas. Saya
memiliki tanggung awab untuk membantu umat berkembang dalam iman mereka. Secara
pelahan-lahan, saya membantu mereka menjelaskan tentang iman kita. Ada banyak
pertanyaan yang ditanyakan pada saya menyangkut persoaln iman kita, terutama yang
berbenturan dengan Gereja tetangga. Tentu saja, saya menjelaskan sesuai dengan
kemampuan saya untuk membantu mereka bertumbuh dalam iman.

3. Struktur Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap karya Pastoral.

Struktur masyarakat di daerah Messawa dalam tanda kutip tidak serumit di Toraja
Timur. Menurut saya, kesederhanaan umat di sini justru membantu saya untuk melaksanakan
karya pastoral dengan sebaik-baiknya. Peneriman umat memang menjadi menyemangat
tersendri bagi kami yang melayani di sini. Umat secara praktis tidak begitu terbagi dalam
kelas-kelas tertentu yang membuat sekat-sekat pelayanan. Sekurang-kurangnya, begitulah
yang saya temui sampai saat ini. Namun, saya menyadari bahwa di daerah tertentu, ada
semacam tendensi dalam pelayanan oleh karena perbedaan kelas sosial tertentu.

7
2.3. Masalah-masalah Pastoral

Bisa dikatakan bahwa pelaksanan karya pastoral di Messawa cukup lancar. Ada banyak
karya kategorial di Messawa, seperti pendikan KIK, OMK, SEKAMI dan Legio Mariae.
Penjelasan lebih rinci tentang karya kategorial ini sebenarnya telah saya uraikan pada laporan
pertama. Yang perlu saya soroti dalam karya pastoral ini adalah terhambatnya pergerakan
OMK karena tidak adanya struktur organisasi yang jelas. Memang sangat sulit untuk
menyatukan OMK karena kepengurusan dalam tingkat pusat juga tidak terstruktur dengan
baik. Masing-masing pengurus disibukkan dengan pekerjaan masing-masing sehingga
tampaknya tidak ada kesempatan untuk menjalankan tugas di OMK. Namun, beberapa
kegiatan belakangan, saya melihat bahwa tingkat keberhasilan kami di OMK cukup
membanggakan. Ada beberapa rekoleksi yang terselenggara di wilayah-wilayah, seperti di
wilayah pusat, Sepang, dan wilayah Sumarorong-Tabone. Walaupun memang kegiatannya
tidak begitu sempurna, setidaknya kegiatan-kegiatan ini bisa terlaksana dengan baik.
Di tengah berbagai kesibukan pelayanan di stasi dan tugas dari pastor, saya
memperhatikan bahwa ada kegiatan yang tidak begitu berjalan dengan baik di rukun, yakni
tidak lancarnya doa keluarga di salah satu rukun. Umat di rukun ini memang rata-rata adalah
pegawai sehingga mereka kadang kala disibukkan dengan pekerjaan kantor. Oleh sebab itu
mereka cukup kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan urusan Gereja.
Dalam menjalankan karya pastoral, salah satu kesulitan pokok yang saya alami adalah
kompetensi dalam mengkoordinasi. Berbagai tugas yang di berikan kepada saya seperti
mengarahkan tim pendata, membimbing OMK, jadwal pelayanan stasi dan beberapa kegiatan
lainnya tidak berjalan dengan begitu lancar karena kurangnya koordinasi dari saya. Kami
belum sepenuhnya menyelesaikan pendataan di stasi-stasi karena berbenturan dengan
kegiatan lainnya. Saya juga kadang kala merasa bimbang dalam memprioritaskan kegiatan
yang hendaknya saya laksanakan. Di sinilah saya menemukan salah satu kelemahan
mendasar saya yakni kurang berani dan serius dalam memimpin. Tentu saja semuanya butuh
proses dan kelemahan ini menjadi evaluasi saya dalam masa TOP.

Dalam hal pengembangan karya pastoral, saya mengambil salah satu contoh
keprihatinan saya di Stasi Persiapan Masewe. Stasi ini membutuhkan perhatian khusus dalam
pelayanan pastoral. Mereka yang menjadi umat di stasi ini rata-rata berasal dari Aluk To
8
Dolo dan Protestan. Dengan latar belakang demikian, bisa dikatakan bahwa mereka tidak
mempunyai pengetahuan paling mendasar tentang iman Katolik. Oleh sebab itu dari hari ke
hari, mereka mesti didampingi dalam mengembangkan iman mereka. Selain karena tantangan
latar belakang, saya juga melihat bahwa ada semacam tekanan yang diberikan kepada umat
di stasi ini. Tekanan ini berasal dari agama tetangga yang seolah melihat kehadiran Gereja
Katolik sebagai sebuah saingan.
Melihat situasi di Masewe, saya menemukan bahwa karya pastoral yag paling cocok
adalah karya pastoral katekese umat. Tentu saja situasi di tempat ini tidak bisa digeneralisir
di semua stasi atau wilayah. Namun, kalau saya memperhatikan, di wilayah Nosu Pana’,
bentuk pastoral katekese inilah yang paling dibutuhkan.
Selain bentuk Katekese umat, saya melihat bahwa perlu adanya pemetaan pelayanan
yang merata di Paroki ini. Suster-suster CB dan SJMJ siap telibat dalam pelananan hari
minggu dengan memimpin perayaan sabda dan pelayanan Komuni Kudus. Menurut saya,
sekurang-kurangnya umat bisa menerima Komuni Kudus secara rutin meskipun tidak
merayakan Ekaristi. Namun demikian, Ekaristilah yang paling pokok. Jika ditambah empat
suster dari dua kogregasi, maka jumlah pelayaan saat ini adalah tujuh orang bersama Pastor,
Diakon dan Saya sendiri. Tentu saja, hal ini akan sangat baik jika kami bisa menyebar dan
memberikan Komuni Kudus kepada umat beriman. Dalam hal ini, langkah lebih lanjut yang
perlu dilaksanakan adalah pemetaan dan pembagian wilayah pelayanan.
Mengenai pengaruh dari masyarakat terhadap tantangan berpastoral, saya tidak
menemukan hal ini. Namun, saya mengambil salah satu contoh ketika saya memimin sebuah
ibadat syukur Ulang tahun yang dihadiri oleh mayoritas orang Protestan. Ketika saya
memimpin ibadat, banyak orang yang ribut dan bercerita sehingga saya tidak fokus
memimpin ibadat karena begitu terganggu. Tentu saja, saya agak dongkol dengan
pengalaman itu. Namun, saya berusaha mengggapinya dengan santai dan melanjutkan ibadat
hingga selesai. Dalam bebrapa momen pun, saya juga sering menyaksikan hal ini ketika
pastor yang memimpin misa. Saya merasa bahwa kurang penghargaan semacam ini menjadi
tantangan tersendiri dalam pelayanan.

9
2.4. Refleksi

Sudah enam bulan saya menjalani masa TOP di Paroki Santo Fransiskus Messawa ini.
waktu yang telah beralalu ini, terasa begitu cepat. Rasanya semuanya terjadi begitu saja,
hingga saya tiba di lini masa ini. Cepatnya waktu membuatku berhenti sejenak, berpikir dan
berefleksi tentang apa yang telah aku lalui. Saya merasa perlu memaknai semua yang telah
ku lakukan.
Waktu yang berlalu begitu cepat, rasanya menantangku untuk memikirkan kembali
masa yang telah berlalu. Seringkali muncul dalam benak ungkapan demikian: ‘oh ia sudah
enam bulan, rasanya-rasanya, waktu begitu cepat dan tak ada apapun ynag telah aku
lakukan’. Rasa pesimis demikian memang seringkali menghantuiku. Pesimis memang seakan
menjadi penghambatku untuk maju ke depan. Selain karena pesimis, saya seringkali merasa
semakin rendah diri ketika tidak bisa memberikan hasil yang maksimal dalam tugas-tugasku.
Memang demikian, saya mengalami banyak hal yang seolah gagal. Namun, di balik perasan
minder itu, selalu ada sosok yang selalu mendukungku. Pastor pembimbing selalu
memberiku semangat ketika mnyadari bahwa saya seolah kehilangan harapan dan putus asa.
Selain pastor, ada juga suster dan beberapa teman yang selalu mendukungku dan
memberiku perhatian. Mereka menyadari bahwa saya banyak disibukkan dengan berbagai
tugas dan kegiatan. Menurut saya, kehadiran orang-orang seperti ini yang semakin
memberiku semangat dalam panggilan.
Berkaitan dengan relasi dengan umat, saya merasa baik-baik saja. Relasi dengan pastor
juga tampak baik-baik saja. Saya berusaha berkonsultasi dengan pastor jika ada sesuatu yang
berat dan perlu dipertimbangkan. Adapun relasi dengan perempuan, adalah sesuatu yang
menurut saya membutuhkan kehati-hatian. Saya menyadari bahwa relasi dengan perempuan
adalah hal yang sangat rentan dan sensitif. Oleh sebab itu saya berusaha luwes, tetapi tetap
menjaga jarak.
Adapun usaha saya untuk membangun iklim pastoral adalah tetap bersemangat dan
membangun ketaatan terhadap pimpinan. Saya ingin berusaha melakukan tugas-tugas saya
sebaik mungkin tanpa paksaan dan hati yang penuh sukarela. Saya menyadari bahwa
mungkin selama ini, saya terlalu banyak memikirkan bermacam-macam tugas sehingga
seringkali merasa pusing. Namun, kurang atau lebih, berhasil atau gagal, saya yaki bahwa
Tuhan akan selalu bersamaku. Amin
10
Messawa, 30 Desember 2022

Mengetahui,

P. Andreas La Tobe, Pr Fr. Leonardo Kelvin Tandiayu


(Pembimbing TOP) (Frater TOP)

11

Anda mungkin juga menyukai