Anda di halaman 1dari 147

NASKAH AKADEMIK

tentang
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
RUMPUN ATAU GALUR HEWAN/TERNAK

TIM PENYUSUN
Atien Priyanti
I Gusti Ayu Putu Mahendri
Ketut G. Murdiata
F.F. Bayu Ruikana
Hesty Natalia
Warsidi
Lutful Hakim
Ismeth Inounu
Eko Handiwirawan
Hasanatun Hasinah
Susan M. Noor
Dwi Priyanto
Cece Sumantri
Didiek Purwanto

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2021
NASKAH AKADEMIK TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN/TERNAK
Atien Priyanti, I Gusti Ayu Putu Mahendri, Ketut G. Murdiata,
F.F. Bayu Ruikana, Hesty Natalia, Warsidi, Lutful Hakim, Ismeth
Inounu, Eko Handiwirawan, Hasanatun Hasinah, Susan M. Noor,
Dwi Priyanto, Cece Sumantri, Didiek Purwanto
Hak Cipta @2021 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Jl. Raya Pajajaran Kav. E-59, Bogor, 16128
Telp. : (0251) 8322185
Fax: (0251) 8328382; 8380588
Email : criansci@indo.net.id
Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya
Katalog Dalam Terbitan
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang
Perlindungan Rumpun Atau Galur Hewan/Ternak
Atien Priyanti, I Gusti Ayu Putu Mahendri, Ketut G. Murdiata,
F.F. Bayu Ruikana, Hesty Natalia, Warsidi, Lutful Hakim, Ismeth
Inounu, Eko Handiwirawan, Hasanatun Hasinah, Susan M. Noor,
Dwi Priyanto, Cece Sumantri, Didiek Purwanto
– Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2020:
ix + 137 hlm.; ilus.; 14,8 × 21 cm

1. RUU 2. Perlindungan Rumpun Atau Galur Hewan/Ternak;


I. Judul; II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan;
III. Priyanti
338.246.025.3 : 636
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan
Tata letak : Ruliansyah Lubis
Rancangan sampul : Ruliansyah Lubis
KATA PENGANTAR

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


(Balitbangtan) melalui serangkaian kegiatan pemuliaan pada
Unit Kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
(Puslitbangnak) telah menghasilkan rumpun atau galur ternak
merespon kebutuhan bibit unggul ternak dalam memenuhi
konsumsi protein asal ternak. Bibit maupun benih dari galur
atau rumpun ternak baru yang dihasilkan tersebut merupakan
salah satu bentuk dari pemanfaatan sumber daya genetik
ternak lokal di Indonesia.
Pembentukan galur atau rumpun ternak baru tersebut
dalam prosesnya perlu melalui penetapan dan atau pelepasan
rumpun atau galur ternak yang saat ini diatur melalui Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
117/Permentan/SR.120/10/2014. Pada dasarnya hal ini
ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum dan
menjamin kelestarian serta pemanfaatan galur atau rumpun
ternak tersebut secara berkelanjutan. Permentan Nomor 07
Tahun 2018 yang mengatur tentang tata cara alih teknologi
sampai dengan kompensasi royalti masih belum
mengakomodasi penghargaan terhadap peneliti pemulia
peternakan karena belum ada undang-undang perlindungan
yang mengatur hal tersebut. Hal ini sangat tidak memberikan
aktualisasi bagi para peneliti pemulia peternakan yang dapat
berakibat pada menurunnya kreativitas peneliti untuk
menghasilkan kekayaan intelektual.
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-undang
Perlindungan Galur atau Rumpun Hewan/Ternak disusun
dalam rangka memberikan perlindungan kepada peneliti
pemulia peternakan sebagaimana halnya dengan peneliti
pemulia tanaman yang sudah diatur dalam UU Perlindungan
Varietas Tanaman No.29 Tahun 2000. Naskah akademik ini
diperuntukkan bagi pentingnya penerbitan UU tentang

iii
Perlindungan Galur atau Rumpun Hewan/Ternak yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam mengimplementasikan hasil
riset peternakan dalam pembentukan galur atau rumpun ternak
baru.
Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada tim penyusun naskah akademik dimaksud
dan seluruh pihak yang membantu hingga selesainya dokumen
ini. Naskah akademik ini merupakan dokumen dinamis yang
masih harus terus disempurnakan sampai diterbitkannya
undang-undang tersebut. Semoga naskah akademik ini
bermanfaat bagi pemahaman bersama dalam aspek
perlindungan galur atau rumpun hewan/ternak baru.

Bogor, Desember 2021


Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan,

Dr. drh. Agus Susanto, MSi.

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................... iii


DAFTAR ISI ........................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ ix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................... 1


A. Latar belakang ............................................... 1
B. Identifikasi masalah ....................................... 7
C. Tujuan dan kegunaan .................................... 8
D. Metode ........................................................... 9

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ...... 11


A. Kajian teoritis ................................................. 11
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang berkaitan
dengan penyusunan norma ........................... 18
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan,
kondisi yang ada, permasalahan yang
dihadapi masyarakat, dan perbandingan
dengan negara lain ........................................ 20
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem
baru terhadap aspek kehidupan masyarakat
dan beban keuangan negara ........................ 48

BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN ................................. 53
A. Sinkronisasi vertikal ....................................... 53
B. Sinkronisasi horizontal ................................... 54

v
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN
YURIDIS ................................................................ 79
A. Landasan filosofis .......................................... 79
B. Landasan sosiologis ...................................... 81
C. Landasan yuridis ............................................ 88

BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN


RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
UNDANG-UNDANG ............................................. 95
A. Sasaran .......................................................... 95
B. Jangkauan dan arah pengaturan .................. 96
C. Ruang lingkup materi muatan
undang-undang .............................................. 104
D. Ketentuan umum ........................................... 110

BAB VI. PENUTUP ............................................................. 115


A. Kesimpulan .................................................... 115
B. Saran .............................................................. 117

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 119


LAMPIRAN ........................................................................ 123

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model interaksi regulasi formal (level makro)


dengan organisasi (level messo), dan
individu (level mikro) ............................................ 86

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi nama rumpun galur ternak tahun


2010-2019 yang telah ditetapkan dan
dilepaskan sesuai Keputusan Menteri
Pertanian ............................................................ 123

Lampiran 2. SK Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Pertanian ................................. 133

ix
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seiring dengan peningkatan pendapatan dan kesadaran


gizi masyarakat terhadap pola konsumsi sehat dan seimbang,
maka juga terjadi perubahan konsumsi pangan berbasis protein
asal ternak. Konsumsi daging dan telur masyarakat Indonesia
mengalami kenaikan dengan laju peningkatan per tahun
masing-masing mencapai 4,2% dan 1,4% dalam periode 2010
sampai dengan 2019 (Kementan 2020). Kenaikan konsumsi
daging, didominasi oleh daging ayam ras hingga mencapai
62% dari total konsumsi daging. Peningkatan konsumsi ini
seiring dengan kenaikan jumlah penduduk sekitar 1,25% per
tahun dari tahun 2010 hingga tahun 2020 yang mencapai
270,20 juta jiwa (BPS 2021), di mana pada tahun 2021 hal ini
meningkat mencapai 272,25 juta jiwa. Kondisi saat ini
menunjukkan bahwa sumber utama protein asal ternak bagi
penduduk berasal dari komoditas ayam ras (telur dan daging),
domba dan kambing, unggas lokal (ayam dan itik), serta babi.
Produksi daging sapi di dalam negeri masih mengalami defisit
sejumlah 260,06 ribu ton pada tahun 2020 atau setara dengan
1,31 juta ekor sapi hidup (Kementerian Perdagangan 2021).
Subsektor peternakan memegang peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang menjadi salah satu
motor penggerak pembangunan khususnya di wilayah
pedesaan. Berdasarkan data BPS (2020), kontribusi subsektor
peternakan pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional tahun
2019 sebesar 1,62%. Sementara, untuk pembentukan PDB
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, subsektor ini
berkontribusi sebesar 12,77%. Pertumbuhan PDB yang

1
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

dikontribusikan dari peternakan menunjukkan pertumbuhan


positif setiap tahunnya. Pada tahun 2018 misalnya, PDB
subsektor peternakan mencapai 231,71 triliun dan mengalami
peningkatan pada tahun 2019 mencapai 257,01 triliun (atau
meningkat 10,92%).
Berdasarkan data survei angkatan kerja nasional
(Sakernas-Agustus) Badan Pusat Statistik Indonesia per bulan
Agustus 2019, terdapat 4,48 juta tenaga kerja di subsektor
peternakan. Artinya sektor peternakan berkontribusi sebesar
3,54% terhadap tenaga kerja nasional yang mencapai 126,52
juta. Sementara khusus di sektor pertanian, kehutanan dan
perikanan, penyerapan tenaga kerja subsektor peternakan
menyerap 12,97% tenaga kerja sektor pertanian, lebih tinggi
dibandingkan dengan kontribusi terhadap tenaga kerja nasional
(Ditjen PKH 2020).
Dari sisi ekspor, subsektor peternakan juga cukup
menjanjikan untuk menopang perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data dari Ditjen PKH (2020), pencapaian nilai
ekspor komoditas subsektor peternakan pada tahun 2019
mencapai US$ 744,4 juta, tumbuh sekitar 16,28% dibandingkan
dengan ekspor tahun 2018 yang mencapai US$ 640,2 juta.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional akan pangan
berbasis protein asal ternak tersebut, maka subsektor
peternakan harus mampu mendorong ketersediaan sumber
ternak melalui peningkatan daya saing produk yang dihasilkan,
antara lain dengan peningkatan produktivitas (sifat produksi
dan reproduksi), mutu dan pengembangan sistem secara
terpadu (Irianti 2017). Peningkatan produktivitas ini tentunya
sangat dipengaruhi oleh keberadaan bibit ternak yang
berkualitas (unggul), sehingga diharapkan produktivitas
meningkat, yang pada akhirnya akan bermuara pada

2
Pendahuluan

peningkatan pendapatan para pelaku usaha peternakan.


Kenyataannya bahwa usaha peternakan di Indonesia yang
sebagian besar dilakukan oleh peternak rakyat dengan skala
kecil dan subsisten seringkali terkendala oleh keterbatasan bibit
ternak lokal berkualitas (Nuhung 2015); dan ketergantungan
terhadap impor yang sangat tinggi seperti untuk komoditas bibit
ternak ayam ras yang tentunya berdampak pada kedaulatan
pangan. Untuk itu, sangat diperlukan jaminan akan
ketersediaan benih/bibit unggul ternak yang dapat diakses oleh
masyarakat dan sekaligus untuk mendorong pelestarian dan
pemanfaatan plasma nutfah ternak lokal secara
berkesinambungan.
Upaya penyediaan bibit unggul ternak salah satunya dapat
dilakukan melalui serangkaian kegiatan pemuliaan yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan/atau kualitas
produk yang dihasilkan melalui perbaikan mutu genetik ternak.
Kegiatan pemuliaan ini juga merupakan salah satu bentuk
pemanfaatan sumber daya genetik peternakan Indonesia untuk
membentuk bibit unggul dan benih sumber sesuai dengan
keperluan dan kebutuhan pasar atau kepentingan untuk
peningkatan produktivitas ternak lokal. Hal ini mengingat bahwa
Indonesia merupakan negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat besar. Melalui kegiatan
penelitian pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam
galur/rumpun unggul baru, selain memiliki produktivitas yang
tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang mendukung
upaya peningkatan kualitas dan daya saing (Carsono 2008).
Penelitian pemuliaan selama beberapa tahun telah
dilaksanakan oleh pemulia atau peneliti baik di perguruan tinggi
maupun di Lembaga Penelitian maupun swasta. Berdasarkan
data dari Ditjen PKH, pada tahun 2010-2019 terdapat 68

3
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

rumpun/galur ternak yang sudah melalui proses Penetapan dan


26 rumpun/galur ternak melalui proses Pelepasan sesuai
dengan Keputusan Menteri Pertanian (disajikan dalam
Lampiran 1). Salah satu lembaga penelitian pemerintah di
bawah Kementerian Pertanian yakni Badan Penelitian dan
Pengembagan Pertanian (Balitbangtan) melalui Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak)
juga telah melaksanakan penelitian pemuliaan dengan
menghasilkan bibit unggul dan benih sumber ternak yang siap
untuk dikembangkan dan didiseminasikan kepada masyarakat
luas serta telah melalui proses pelepasan melalui Surat
Keputusan Menteri Pertanian. Bibit unggul ternak tersebut
adalah:
(i) Ayam Kampung Unggul Balitbangtan atau Ayam KUB 1
(SK Mentan No 274/Kpts/SR.120/2/2014);
(ii) Ayam Sensi-1 Agrinak
(SK Mentan No 39/Kpts/PK.020/1/2017);
(iii) Itik Alabimaster-1 Agrinak
(SK Mentan No 360/Kpts/PK.040/6/2015);
(iv) Itik Mojomaster-1 Agrinak
(SK Mentan No 361/Kpts/PK.040/6/2015);
(v) Itik PMp Agrinak
(Kep. Mentan No 10/Kpts/PK.040/M/1/2020);
(vi) Kelinci Reza Agrinak
(Kep. Mentan No 09/Kpts/PK.040/M/1/2020);
(vii) Domba Compass Agrinak
(SK Mentan No 1050/Kpts/SR.120/10/2014);
(viii) Domba Bahtera Agrinak
(Kep. Mentan No 06/Kpts/PK.040/M/1/2020);
(ix) Domba Komposit Garut Agrinak
(Kep. Mentan No 07/Kpts/PK.040/M/1/2020);

4
Pendahuluan

(x) Kambing Boerka Galaksi Agrinak


(Kep. Mentan No 08/Kpts/PK.040/M/1/2020);
(xi) Sapi Pogasi Agrinak
(Kep. Mentan No 05/Kpts/PK.040/M/1/2020).
(xii) Ayam Gaosi-1 Agrinak
(Kep. Mentan No. 692/KPTS/PK.040/M/11/2021)
(xiii) Ayam KUB Janaka Agrinak
(Kep. Mentan No. 768/KPTS/PK.020/M/12/2021).
Penelitian pemuliaan dilaporkan relatif minimal dengan
jumlah pemulia yang terbatas, sehingga hal ini berdampak
pada penciptaan bibit unggul yang lambat. Misalnya pada
pemulia tanaman dilaporkan jumlahnya hanya mencapai 600-
1500 orang (Carsono 2008; Grehenson 2018). Jumlah pemulia
dalam bidang peternakan di Indonesia juga relatif sedikit, di
mana menurut informasi dari PERIPI (Perhimpunan Ilmu
Pemuliaan Indonesia), diperkirakan jumlah pemulia untuk
ternak dan ikan kurang dari 10%. Jumlah pemulia yang
terdaftar sebagai anggota PERIPI saat ini mencapai 1000
orang. Kegiatan pemuliaan untuk menghasilkan bibit unggul
baik untuk tanaman maupun ternak dapat terus dilakukan jika
didukung oleh manfaat ekonomi yang dapat diterima oleh
pemulia/inventor/penelitinya. Untuk meningkatkan minat dan
peran perorangan atau badan hukum untuk melakukan
pemuliaan dalam menghasilkan bibit unggul, perlu didukung
oleh hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut
kepada pemulia/peneliti agar invensi ini dapat dihargai salah
satunya dengan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
(Purwandoko & Imanullah 2013; Irianti 2017; Lestari et al.
2019). UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan yakni pasal 81, 82, dan 83 di mana

5
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

mengamanahkan bahwa negara memberikan perlindungan HKI


hasil aplikasi IPTEK di bidang Peternakan dan Kesehatan
hewan, implikasinya adalah hasil pemuliaan ternak (bibit
unggul) atau hasil riset berhak untuk mendapatkan
perlindungan yang diberikan oleh negara. Hal ini menunjukkan
bahwa secara hukum, peraturan perlindungan sudah
ditetapkan, namun hal tersebut untuk benih/bibit unggul ternak
yang merupakan hasil IPTEK belum diatur secara khusus.
Kekayaan Intelektual (KI) merupakan wujud perlindungan
bagi inovasi yang memberikan manfaat ekonomi bagi
peneliti/inventor sehingga dapat melaksanakan penelitian dan
pengembangan lebih lanjut. Salah satu peraturan yang
mengatur pengelolaan KI adalah Permentan Nomor 07/2018
yang mengatur tentang tata cara alih teknologi sampai dengan
kompensasi royalti, namun masih belum mengakomodasi
penghargaan terhadap pemulia galur atau rumpun ternak, dan
inovasi hasil penelitian peternakan lainnya. Hal ini tidak
memberikan aktualisasi bagi para inventor inovasi peternakan
yang dapat berakibat pada menurunnya kreativitas para peneliti
untuk menghasilkan kekayaan intelektual. Lain halnya dengan
para pemulia pada tanaman, mengacu pada Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
(PVT), sudah dapat menerima insentif/imbalan hasil pelepasan
varietas unggul baru. Hal ini dapat mendorong kreativitas
pemuliaan tanaman untuk dapat menghasilkan penemuan
berbagai varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat
(Purwandoko & Imanullah 2013). Adanya perlindungan ini
berimplikasi pada penerimaan royalti bagi pemulia tanaman
sesuai PMK No. 72 Tahun 2015 yang mengatur pemberian
imbalan bagi inventor yang bersumber dari PNBP royalti, dan

6
Pendahuluan

PMK N0.6 Tahun 2016 yang mengatur imbalan bagi inventor


yang bersumber dari PNBP Royalti PVT.
Hal tersebut belum diberlakukan bagi peneliti pemulia/
inventor yang menghasilkan galur atau rumpun baru ternak
karena memang belum ada Peraturan Perlindungan yang
mendasarinya. Oleh karena itu, dalam rangka mempercepat
penyebarluasan invensi berdasarkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai interaksi hasil kerja sama
alih teknologi sangat diperlukan penerapan imbalan yang
berasal dari PNBP Royalti bagi inventor/peneliti pemulia. Hal ini
juga akan memberikan dampak yang luas dalam upaya
meningkatkan penyebarluasan teknologi inovatif kepada
pengguna.
Dengan merujuk pada hak PVT cq UU No 29 Tahun 2000
tersebut, maka dipandang perlu untuk mengusulkan rancangan
undang-undang tentang perlindungan galur atau rumpun
hewan/ternak, agar insentif/royalty dapat sampai pada
pemulianya.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, UU No. 29 tahun 2000


tentang PVT yang berlaku saat ini, materinya hanya mengenai
perlindungan varietas tanaman dan belum memasukkan materi
perlindungan rumpun/galur hewan/ternak sehingga perlu
disusun RUU tentang Perlindungan Rumpun/Galur
Hewan/Ternak yang berisi ketentuan-ketentuan (norma)
tentang perlindungan rumpun/galur hewan/ternak. Selanjutnya
dalam UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan pada Pasal 81 mengamanatkan bahwa
negara memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan

7
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan dan invensi teknologi


di bidang peternakan dan kesehatan hewan sehingga perlu
disusun RUU tentang Perlindungan Rumpun/Galur
Hewan/Ternak.
Dalam rangka memberikan landasan ilmiah penyusunan
RUU Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak, maka dalam
naskah akademis ini dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang meliputi:
1. Apakah yang dihadapi dalam pengelolaan inovasi rumpun/
galur hewan/ternak unggul serta bagaimana praktik empiris
pengelolaan inovasi rumpun/galur hewan/ternak?
2. Apakah urgensi perlu disusunnya RUU Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, dan yuridis dari RUU Perlindungan Rumpun/
Galur Hewan/Ternak?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan pembentukan
RUU Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak?

C. Tujuan dan kegunaaan

Sesuai dengan ruang lingkup permasalahan yang disajikan


dalam identifikasi masalah, maka tujuan penyusunan Naskah
Akademik tentang RUU Perlindungan Galur/Rumpun Hewan
Ternak adalah:
1. Mengetahui perkembangan pengelolaan/aplikasi dari
perlindungan rumpun/galur hewan/ternak dan praktik
empiris serta urgensi pembentukan UU Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak Sesuai Kebutuhan.

8
Pendahuluan

2. Mengetahui kondisi peraturan perundang-undangan yang


terkait dengan perlindungan rumpun/galur hewan/ternak.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis pembentukan RUU Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak.
4. Merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, arah pengaturan dan materi muatan dalam
RUU Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak.
Kegunaan Naskah Akademis meliputi:
1. Sebagai acuan konseptual yang dapat dijadikan dasar dan
penjelasan dalam penyusunan RUU tentang Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak,
2. Sebagai landasan pemikiran bagi anggota DPR Komisi IV
dalam merumuskan dan menyusun RUU tentang
Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak. Hal ini
utamanya adalah dalam memperjuangkan hal-hal yang
terkait dengan: (a) Peningkatan kemajuan sektor
peternakan; (b) Peningkatan pencapaian HKI Indonesia; (c)
Peningkatan dayasaing bangsa; (d) Perlindungan SDG
fauna Indonesia; dan (e) Kedaulatan, kemandirian dan
ketahanan pangan.

D. Metode

Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Perlindungan


Galur/Rumpun Hewan/Ternak dilakukan dengan pendekatan
metode yuridis normatif, melalui studi kepustakaan/literatur
dengan menelaah berbagai data sekunder seperti peraturan
perundangan terkait, dokumen hukum terkait, informasi hasil-
hasil penelitian baik jurnal, prosiding, dan artikel ilmiah lainnya

9
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

baik di dalam maupun dari luar negeri. Data primer diperoleh


melalui eksplorasi/pencarian dan pengumpulan informasi di
lapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur
dan dianalisis secara deskriptif. Informasi langsung diperoleh
melalui berbagai pertemuan dengan para pakar, pemangku
kepentingan, pelaku usaha, swasta, akademisi dan multi pihak
lainnya. Platform pertemuan terdiri dari diskusi internal
(brainstorming), focus group discussion, workshop, seminar,
dan uji konsultasi publik.
Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Telaah awal terhadap isu-isu terkait dengan permasalahan
dan kebutuhan peraturan yang terkait dengan
perlindungan atas inovasi bibit ternak.
2. Review literatur/kajian pustaka yang relevan dengan isu
perlindungan inovasi bibit ternak bidang peternakan,
termasuk dalam menganalisis beberapa aturan hukum
terkait.
3. Diskusi dengan multi pihak dalam platform berbagai
pertemuan
4. Pembahasan draf naskah akademik melalui uji konsultasi
publik dengan seluruh mitra terkait.
5. Penyusunan naskah akademik ini sesuai dengan Pedoman
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang yang diterbitkan oleh Pusat Perancangan Undang-
Undang Badan Keahlian DPR RI (2017).

10
BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian teoritis

Dalam era globalisasi, hampir semua negara memberikan


perlindungan secara universal terhadap kekayaan intelektual
(KI) berdasarkan sekumpulan kaidah-kaidah hukum universal.
Pengaturan perlindungan hukum KI sebagai bagian dari sistem
hukum, sangat erat dikaitkan dengan dunia usaha, termasuk
usaha untuk menghasilkan bibit unggul ternak. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka peraturan terkait perlindungan
bibit ternak hasil inovasi perlu disusun agar inventor dapat
memperoleh Hak KI sehingga terlindungi terhadap
kemungkinan ditiru/dipalsukan/dibajak oleh pihak yang tidak
berhak.
Beberapa kajian teoritis dapat menjadi landasan dalam
pembentukan peraturan perundangan terkait bibit unggul hasil
inovasi peternakan, antara lain:

1. Sumber daya genetik ternak

Sumber daya genetik (SDG) adalah materi genetik baik


yang berasal dari tanaman, hewan atau mikroba, yang
membawa unit fungsional pewarisan dan mempunyai nilai
nyata maupun potensial. Produk adalah sumber daya genetik
hasil dari penggabungan materi yang diterima dari pemberi
atau bagian atau komponen genetik dari materi tersebut dan
sudah siap dikomersialkan. Sumber daya genetik merupakan
unsur penting dalam pemuliaan ternak terutama untuk
mendapatkan bibit unggul ternak sehingga dimanfaatkan dan
dilestarikan demi menunjang peningkatan produksi ternak
sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

11
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

masyarakat. Keanekaragaman hayati ternak merupakan bagian


integral dari budaya, sejarah, lingkungan, ekonomi, dan yang
terpenting, masa depan kita. Ribuan breed ternak, dari
kumpulan genetik yang relatif kecil, telah berevolusi dari waktu
ke waktu untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan sistem
pertanian tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
ternak sehingga berimbas pada peningkatan pengetahuan
tentang pemuliaan ternak terus meningkat. Status sumber daya
genetik ternak dunia dan kepentingannya untuk pangan dan
pertanian dunia telah digambarkan dalam FAO (2007).
Bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya
alam dan SDG dan berbagai keanekaragaman hayati yang
melimpah perlu dimanfaatkan untuk memperkuat kemampuan
Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan global.
Berbagai ragam SDG ternak seperti kambing Gembrong,
domba Garut, unggas lokal atau sapi Bali perlu dilestarikan dan
dilindungi. Potensi ternak lokal Indonesia yang begitu besar,
telah mulai banyak dimanfaatkan untuk tujuan produksi ataupun
perbaikan mutu genetik ternak untuk mendapatkan bibit unggul
ternak. Saat ini pemerintah telah berhasil menetapkan 20
rumpun atau galur ternak di 12 daerah, di antaranya Aceh,
Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Melalui
pengembangan SDG ternak untuk menghasilkan bibit unggul
diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pemerintah
terhadap produk ternak impor.

2. Pemuliaan tanaman dan hewan ternak

Pemuliaan merupakan serangkaian kegiatan penelitian


dan pengembangan yang dilaksanakan untuk memperbaiki
produktivitas melalui perbaikan mutu genetiknya. Pada

12
Kajian Teoritis dan Empiris

dasarnya pemuliaan untuk tanaman dan hewan mempunyai


dasar ilmu yang sama yaitu genetika dan pemuliaan (genetics
and breeding). Perbedaan pelaksanaan atau prosedur
pemuliaan lebih berkaitan karena perbedaan sebagai jenis
tanaman dan hewan yang memerlukan penyesuaian prosedur.
Perbaikan mutu genetik dapat dilaksanakan secara
konvensional maupun non konvensional. Metode pemuliaan
secara konvensional dilaksanakan melalui seleksi dan
persilangan sementara itu metode non konvensional dapat
dilaksanakan di antaranya melalui (1). Marker Assisted
Selection (MAS) (Williams 2005); (2). Rekayasa genetika
(Lanigan et al. 2020), transgenic (Ubalua 2009; Sosa et al.
2010), mutagenic (Sikora et al. 2011); dan (3). Genome editing
(Ahmar et al. 2020; Li et al. 2020). Hasil akhir dari pemuliaan
adalah populasi turunan yang mempunyai frekuensi gen dan
atau komposisi genetik yang berbeda dibandingkan dengan
populasi tetuanya. Perubahan genetik tersebut yang
menyebabkan populasi hasil pemuliaan mempunyai kinerja
produksi yang berbeda dengan sebelumnya (lebih baik).
Metode seleksi dan persilangan atau kombinasi keduanya
umum dilakukan dalam pemuliaan. Seleksi dilakukan dengan
memilih individu tertentu dengan kriteria yang telah ditetapkan
untuk dibiarkan berkembang biak menjadi induk populasi
selanjutnya. Seleksi yang dilakukan tersebut menyebabkan
perubahan frekuensi gen dalam populasi. Persilangan
merupakan perkawinan antar individu dari rumpun (breed) yang
berbeda. Persilangan menghasilkan turunan yang memiliki
komposisi genetik gabungan dari rumpun tetuanya (½ rumpun
A ½ rumpun B).
Marker Assisted Selection adalah teknik seleksi berbasis
penanda genetik (DNA) yang berhubungan dengan sifat yang

13
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

diseleksi. Individu transgenik adalah individu yang mendapat


sisipan bagian DNA asing dari individu yang lain (tidak terbatas
dalam jenis yang sama bisa antar makhluk hidup yang secara
sistematika memiliki hubungan yang sangat jauh). Sementara
itu, mutagenik adalah individu yang mengalami perubahan
susunan DNA secara buatan, karena bahan kimia, irradiasi,
dsb. Sementara itu, teknik gen editing adalah prosedur yang
dilakukan dengan melakukan editing gen target sehingga
ekspresinya berubah. Misalnya pada sapi Bali gen Myostatine
di exon 5 dihilangkan 11 bp, yang terekspresi menjadi double
muscle tanpa dikawinkan dengan sapi Belgian Blue sebagai
pembawa gen sifat double muscle. Oleh karena mengalami
perubahan genetik secara buatan, maka fenotipe individu
tersebut dapat berubah atau tidak berubah tergantung
perubahannya terjadi pada gen yang mempengaruhi fenotipe
tertentu atau tidak (McPherron et al. 1997).
Teknik transgenik dan mutagenik banyak dilakukan pada
tanaman untuk mendapatkan tanaman dengan fenotipe yang
diinginkan, salah satunya untuk meningkatkan produktivitas.
Pada hewan meskipun telah dilaporkan dalam frekuensi sangat
rendah telah dihasilkan hewan transgenik (tikus, domba, babi,
sapi) namun demikian hewan-hewan yang dihasilkan tersebut
mengalami berbagai gangguan fungsional sistem tubuh
(hipertensi, osteoporosis, dll.) sehingga hewan transgenik
belum berkembang dengan baik.
Peningkatan produktivitas hewan salah satunya ditentukan
oleh bibit unggul yang dihasilkan dari program pemuliaan.
Penggunaan bibit unggul, pakan yang sesuai dan perbaikan
budi daya akan meningkatkan produksi ternak menjadi optimal.
Oleh karena itu penelitian pemuliaan untuk menghasilkan
ternak unggul banyak dilakukan berbagai instansi penelitian

14
Kajian Teoritis dan Empiris

dan pengembangan untuk perbaikan produktivitas ternak


nasional.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
117/Permentan/SR.120/10/2014 tentang Penetapan dan
Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan yang ditetapkan tanggal
6 Oktober 2014 dan diundangkan tanggal 6 Oktober 2014
merupakan dasar bagi perlindungan hukum terhadap
kepemilikan rumpun atau galur hewan. Prosedur pelepasan
galur dan rumpun mengacu kepada permentan tersebut. Bibit
unggul ternak hasil penelitian pemuliaan dapat dilepas setelah
memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya harus baru,
unik, seragam, stabil (BUSS). Untuk tanaman telah diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman pada Bab II
Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa varietas yang dapat diberi
PVT meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang
baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Dengan demikian
keduanya baik tanaman maupun hewan ternak hasil pemuliaan
mempunyai persyaratan yang sama untuk dapat dilepas, yaitu
BUSS.
Dilihat dari proses penelitian pemuliaan dan syarat
pelepasan/perlindungan antara tanaman dan hewan (ternak) di
antara keduanya mempunyai banyak kesamaan. Namun
demikian tidak sebagaimana tanaman, untuk ternak (hewan)
dalam Permentan Nomor 117/Permentan/SR.120/10/ 2014
belum diatur pemberian royalti bagi pemulia sebagai
penghargaan bagi pemulia yang menghasilkan bibit unggul
ternak tersebut.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan bagi Galur atau
Rumpun Hewan (Ternak) yang juga memasukkan pemberian
hak royalti bagi pemulia hewan (ternak) menjadi sangat penting

15
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

dalam mendorong kreasi para pemulia hewan (ternak).


Landasan hukum yang kuat tersebut diharapkan dapat
mendorong terciptanya bibit-bibit unggul baru dan
pengembangan industri perbibitan ternak.

3. Perlindungan kekayaan intelektual (KI)

Kekayaan intelektual (KI) adalah fondasi inovasi. Ilmu


bioteknologi hewan telah berkembang pesat selama tiga
dekade terakhir. Vaksin, antibodi, pengeditan gen, atau hewan
transgenik sebagai model untuk menyelidiki penyakit manusia
dan menghasilkan terapi rekombinan, dan metode
bioinformatika adalah hasil intelektual yang inovatif (Singh et al.
2019). Istilah KI adalah istilah hukum umum yang
menggambarkan berbagai jenis aset tidak berwujud dan hukum
yang melindungi inovasi dan penerapan pemikiran, gagasan,
dan informasi yang bernilai keuntungan. Perlindungan KI dalam
arti yang lebih luas adalah tentang hukum yang terkait dengan
paten, hak cipta, merek dagang, rahasia dagang, dan hak
serupa lainnya (Cornish 1989). Perlindungan KI diberikan
dalam rangka menjamin hak inventor atas
invensinya/penemuannya di bidang teknologi terlindungi dan
sekaligus untuk merangsang inventor untuk berkarya lebih
banyak lagi, serta bagi inventor perlindungan ini juga
merupakan jaminan dan kepastian hukum dalam investasi di
bidang tersebut.
Untuk melindungi kepentingan semua inventor, inovasi di
sektor peternakan perlu dilindungi melalui instrumen KI yang
sesuai bersama dengan konservasi dan penggunaan
berkelanjutan dari pengembangan ternak untuk mencegah
kemungkinan pengambilan secara ilegal rumpun atau galur

16
Kajian Teoritis dan Empiris

tertentu di suatu wilayah. Atribut unik dari pengembangan


ternak lokal dapat dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan
dengan mendapatkan beberapa bentuk Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI) melalui sistem hukum yang diterima secara
internasional yang sesuai terkait dengan penggunaan SDG
ternak yang dapat membawa manfaat ekonomi bagi pemelihara
ternak melalui pembagian manfaat (Ramesha 2011).
Pemerintah sudah seharusnya dapat memberikan perlindungan
hukum terhadap rumpun atau galur ternak hasil pemuliaan
yang telah dilepas. Pengaturan ini dilakukan untuk menjamin
adanya pelestarian SDG dan pemanfaatan berkelanjutan bibit
unggul inovasi peternakan.

4. Ketahanan pangan

Pembangunan peternakan Indonesia seharusnya tidak


hanya terfokus pada upaya untuk mendorong konsumsi protein
hewani, meningkatkan produksi, maupun mewujudkan
swasembada. Lebih jauh ternak mempunyai kontribusi dalam
hal ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga maupun
industri.
Pembangunan peternakan melalui inovasi bibit unggul
ternak dapat meningkatkan upaya mewujudkan kemandirian,
ketahanan pangan hewani, kesejahteraan peternak dan
keberlanjutan usaha peternakan. Ternak lokal sebagai sumber
genetik unik seharusnya dapat dimanfaatkan
pengembangannya dan dijadikan sebagai sumber ketahanan
pangan nasional. Untuk mewujudkan ketahanan pangan
tersebut maka pemanfaatan dan pengembangan teknologi
inovatif untuk menghasilkan bibit unggul ternak sangat
memerlukan dukungan pemerintah melalui peraturan

17
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

perundang-undangan. Pemerintah seharusnya memberikan


perlindungan terhadap hak khusus kepada pemulia dan/atau
pemegang hak perlindungan bibit unggul inovasi ternak untuk
menggunakan sendiri hasil pemuliaannya atau memberi
persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu.

B. Kajian terhadap asas/prinsip yang berkaitan dengan


penyusunan norma

Asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dan mendasari


pengaturan perlindungan rumpun/galur hewan/ternak dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia meliputi:
● Asas Manfaat, dalam undang-undang ini adalah
perlindungan rumpun/galur hewan/ternak yang memberikan
manfaat bagi para inventor pemegang hak dan pengguna
hak perlindungan galur/rumpun ternak unggul;
● Asas Rasional, dalam undang-undang ini adalah
perlindungan rumpun/galur hewan/ternak yang
mempertimbangkan nilai ekonomis dari invensi, berdasarkan
sifat alamiah dari perkembangan pengetahuan manusia itu
sendiri, mempertimbangkan ketahanan nasional,
kesejahteraan masyarakat dan keadilan bagi seluruh
komponen masyarakat;
● Asas Efisien, dalam undang-undang ini adalah perlindungan
paten yang mempertimbangkan pengelolaan hak pada biaya
yang layak;
● Asas Optimalisasi, dalam undang-undang ini adalah invensi
yang menggunakan seluruh sumber daya dan pengetahuan
yang ada di dalam negeri;

18
Kajian Teoritis dan Empiris

● Asas Ekonomis, dalam undang-undang ini adalah


perlindungan rumpun/galur hewan/ternak memberikan
manfaat, secara efisien, optimal, yang menghasilkan nilai
tambah;
● Asas Peningkatan Nilai Tambah, dalam undang-undang ini
adalah perlindungan rumpun/galur hewan/ternak yang
menciptakan nilai tambah di dalam negeri;
● Asas Berkelanjutan, dalam undang-undang ini adalah
pengelolaan hak yang memperhatikan perkembangan
teknologi dan sosiologi agar pemanfaatannya dapat
diteruskan dalam waktu mendatang;
● Asas Berkeadilan, dalam undang-undang ini adalah
perlindungan rumpun/galur hewan/ternak yang menjamin
aksesibilitas informasi seluruh lapisan masyarakat;
● Asas Kesejahteraan, masyarakat dalam undang-undang ini
adalah perlindungan rumpun/galur hewan/ternak yang
berorientasi pada kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat;
● Asas Kebaruan (novelty), merupakan konsep pemikiran
inventor yang diterjemahkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah spesifik di bidang teknologi yang dapat
berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses. Suatu invensi dianggap
baru apabila mengandung langkah inventif di mana bagi
manusia yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik
merupakan hal tidak dapat diduga sebelumnya.
Hak eksklusif merupakan hak yang hanya diberikan
kepada Pemegang Hak Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/
Ternak untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan sendiri
secara komersial atau memberikan hak lebih lanjut kepada
orang lain sehingga orang lain dilarang menggunakan hasil Hak

19
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak tersebut tanpa


persetujuan Pemegang Hak Perlindungan Rumpun/Galur
Hewan/Ternak.

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang


ada, permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan
perbandingan dengan negara lain

1. Peranan pemuliaan ternak dalam pemenuhan


kebutuhan dalam negeri dan pengembangan pasar luar
negeri

Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat, dari hasil


sensus penduduk tahun 2020 mencatat penduduk Indonesia
pada tahun 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Jumlah ini
bertumbuh 13,71% selama satu dekade terakhir. Di mana
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,63 juta
jiwa. Dari sisi struktur demografi, Indonesia mendapat bonus
demografi dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64
tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk non
produktif produktif (<15 tahun dan >64 tahun). Besarnya jumlah
penduduk ditambah bonus demografi tersebut, jika dikelola
dengan tepat menjadi modal pembangunan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain tantangan yang
harus dihadapi adalah peningkatan produksi untuk penyediaan
pangan yang tidak hanya cukup tersedia, namun juga diikuti
dengan tuntutan jaminan aspek mutu, keamanan dan
kehalalan. Selain itu faktor lainnya yang dipertimbangkan dalam
penyediaan pangan adalah faktor preferensi konsumen.
Preferensi konsumen di Indonesia masih sangat dipengaruhi
oleh harga. Oleh karenanya, dengan variabilitas pendapatan

20
Kajian Teoritis dan Empiris

masyarakat, diversifikasi produk pangan menjadi penting untuk


memberikan alternatif bagi konsumen dalam memilih sumber
pangan untuk dikonsumsi.
Pangan asal ternak (daging, telur dan susu) merupakan
kelompok bahan pangan asal hewan. Partisipasi konsumsi
penduduk Indonesia terhadap bahan pangan asal ternak
tersebut masih di bawah ikan, kecuali telur yang secara
signifikan terus bersaing ketat dengan ikan. Data dari Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian menunjukkan
partisipasi konsumsi penduduk Indonesia atas telur tahun 2019
sebesar 91,11% menyalip partisipasi konsumsi terhadap ikan
sebesar 90,38%. Sedangkan partisipasi konsumsi penduduk
Indonesia atas daging unggas, susu dan daging sapi berurutan
sebesar 56,37; 45,47 dan 7,71%. Tingginya preferensi
konsumen terhadap pangan asal unggas khususnya ayam ras
baik petelur maupun pedaging ini menjadi bukti nyata
keberhasilan inovator pemulia. Data US National Chicken
Council selama periode tahun 1925-2018, ayam ras pedaging
telah mengalami peningkatan bobot panen, umur panen yang
semakin pendek, tingkat kematian yang semakin rendah dan
tingkat konsumsi pakan yang semakin efisien. Kondisi tersebut
merupakan dampak dari inovasi yang menyeluruh dari
perbaikan mutu genetika, nutrisi pakan, kesehatan hewan dan
kontrol lingkungan. Perbaikan-perbaikan tersebut kemudian
mendorong semakin pesatnya pembudi daya dan industri
hilirnya.
Tentunya sangat banyak potensi ternak Indonesia yang
masih menuntut kerja keras para inovator. Sehingga ternak
Indonesia dapat berdaya saing dan mampu menjadi kekuatan
untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga rakyatnya.
Dukungan dari pemulia ternak sangatlah strategis mengingat

21
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

peran bibit yang unggul menjadi indikator awal produk yang


berdaya saing.
Keberhasilan capaian pembangunan subsektor peternakan
sangat ditentukan oleh banyak faktor, antara lain ketersediaan
bibit unggul yang memiliki potensi produksi dan mutu hasil yang
tinggi. Upaya peningkatan ketersediaan bibit unggul sangat
dipengaruhi oleh keberhasilan dalam memperbaiki potensi
genetik galur/rumpun, yang diperoleh dari kegiatan pemuliaan
yang intensif. Pemuliaan hewan merupakan kegiatan dalam
peternakan atau pemeliharaan hewan lainnya yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas individu maupun populasi hewan
yang bersangkutan sesuai dengan permintaan masyarakat .
Setiap tahapan yang menghasilkan suatu hasil (output)
yang baik memerlukan masukan (input) yang baik pula. Pada
industri peternakan, salah satu input yang menentukan
keberhasilan proses industri adalah bibit yang berkualitas baik,
disamping faktor input lainnya seperti pakan, teknologi, dan
lain-lain. Bibit yang berkualitas baik diperoleh dari upaya
perbaikan genetik ternak yang dihasilkan dari proses pemuliaan
yang dilakukan oleh para pemulia ternak.
Permasalahan yang terjadi dan dihadapi para pemulia
perorangan maupun industri perbibitan ternak sama
sebagaimana yang dihadapi pemulia tanaman. Permasalahan-
permasalahan tersebut antara lain: (1) Untuk menghasilkan
galur hasil pemuliaan yang baik atau unggul memerlukan waktu
yang lama. Tidak kurang dari 5 tahun waktu yang diperlukan
oleh pemulia untuk menghasilkan galur ternak unggul; (2) Biaya
yang dibutuhkan relatif besar. Biaya yang dibutuhkan antara
lain untuk pengadaan materi genetik, teknologi, peralatan dan
SDM; (3) Dengan semakin majunya teknologi, perbanyakan
bibit semakin mudah dilakukan oleh siapapun yang memiliki

22
Kajian Teoritis dan Empiris

teknologi; dan (4) Praktik usaha yang tidak baik yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak
memiliki etika bisnis. Praktik bisnis yang menghalalkan segala
cara demi memperoleh keuntungan menjadi ancaman bagi
industri perbibitan atau pemulia perorangan .
Oleh karena itu, kegiatan pemuliaan perlu dilindungi,
didorong dan dikembangkan melalui pemberian iklim berusaha
yang kondusif, seperti peningkatan kualitas sumber daya
manusia pemulia, penemuan teknologi (inovasi) baru yang
mampu mendukung kinerja pemulia, dan yang tidak kalah
penting adalah melalui pemberian insentif bagi pemulia baik
pemulia perorangan, instansi atau badan usaha yang bergerak
di bidang pemuliaan ternak yang menghasilkan galur unggul
baru sehingga mampu memberikan nilai tambah lebih besar
bagi konsumen. Insentif dimaksudkan untuk mengakomodasi
kebutuhan pemulia terutama yang ada pada industri perbibitan
ternak, antara lain perlunya kenyamanan dalam berusaha
melalui aturan yang jelas, serta adanya jaminan keamanan dan
kepastian hukum apabila terjadi permasalahan. Insentif
tersebut dimaksudkan agar usaha perbibitan ternak lebih
menguntungkan dan akan meningkatkan minat investor dan
pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi positif dalam
pembangunan nasional.
Inovasi bibit unggul hasil pemuliaan ternak tersebut selain
berdampak pada peningkatan produksi dan populasi ternak
yang mendukung penyediaan pangan asal ternak dalam negeri,
juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk-
produk Indonesia agar dapat menembus pasar luar negeri.
Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak hasil inovasi
tersebut diharapkan dapat mendorong para pemulia untuk terus
berinovasi. Pemuliaan ke depan tidak semata-mata productivity

23
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

improve tapi juga banyak diarahkan kepada peningkatan


indikator-indikator keekonomian, sehingga produk-produk
unggulan yang dihasilkan semakin kompetitif baik di pasar
domestik maupun ekspor. Dua perspektif penilaian daya saing
produk adalah produktivitas dan efisiensi, sehingga pemenuhan
asas ekonomi dan peningkatan nilai tambah dapat juga
dihadirkan dari perlindungan hasil inovasi tersebut.

2. Hasil pemuliaan ternak merupakan bagian kekayaan


intelektual

Kemajuan peradaban manusia terjadi dari ditemukannya


inovasi kreatif yang terus berlangsung. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, inovasi merupakan proses penemuan baru
yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal
sebelumnya. Inovasi juga merupakan kekayaan yang timbul
atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Karya-karya
yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia
dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Karya-karya tersebut dilahirkan
atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia melalui
curahan waktu, tenaga, pikiran, daya cipta, rasa dan karsanya.
Hal ini membedakan kekayaan intelektual dengan jenis
kekayaan lain yang juga dapat dimiliki oleh manusia tetapi tidak
dihasilkan oleh intelektualitas manusia. HAKI merupakan hak
privat (private rights) bagi seseorang yang menghasilkan suatu
karya intelektual. Pemilik KI bebas untuk mengajukan
permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak.
Sampai dengan saat ini di Indonesia terdapat 8 (delapan)
jenis kekayaan intelektual yang dilindungi undang-undang,
yaitu:

24
Kajian Teoritis dan Empiris

a. Hak Cipta diatur dengan UU Nomor 28 Tahun 2014


tentang Hak Cipta;
b. Merek diatur dengan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis;
c. Indikasi Geografis diatur dengan UU Nomor 20 Tahun
2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis;
d. Desain Industri diatur dengan UU Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri;
e. Desain Tata Letak Sirkit diatur dengan UU Nomor 32
Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkit;
f. Rahasia Dagang diatur dengan UU Nomor 30 Tahun
2000 tentang Rahasia Dagang;
g. Paten diatur dengan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Paten;
h. Perlindungan Varietas Tanaman diatur dengan UU
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman.
Dalam UU PVT dijelaskan bahwa Perlindungan Varietas
Tanaman yang selanjutnya disingkat PVT, adalah perlindungan
khusus yang diberikan negara. Dalam hal ini diwakili oleh
Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman
yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan
pemuliaan tanaman. Menurut UU ini varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan
tanaman dapat diberi perlindungan. Dalam konteks pertanian,
varian makhluk hidup yang dapat dihasilkan oleh pemulia
melalui kegiatan pemuliaan selain tanaman adalah ternak/
hewan. Sudah cukup banyak ternak unggul yang dihasilkan
melalui kegiatan pemuliaan yakni komoditas ayam, itik, domba,

25
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

kelinci, kambing, sapi, kerbau, rusa seperti yang disampaikan


dalam Lampiran 1.
Sama seperti halnya dengan varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan
tanaman, ternak unggul juga dihasilkan dari kegiatan pemuliaan
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang pemulia.
Dengan demikian, apabila varietas tanaman dapat dilindungi
dengan mekanisme PVT, maka sangat layak apabila
galur/rumpun ternak hasil pemuliaan juga dapat dilindungi,
karena hasil pemuliaan merupakan hasil karya kreatif dan
ilmiah dari seorang atau beberapa orang pemulia. Hasil karya
kreatif dan ilmiah tersebut merupakan kekayaan intelektual.
Perlindungan terhadap kekayaan intelektual ternak unggul/
unik hasil pemuliaan adalah jawaban terhadap tuntutan akan
kreativitas dan minat dari pemulia baik pemulia perseorangan
maupun pemulia yang ada pada lembaga penelitian maupun
yang ada di perusahaan perbibitan ternak. Munculnya
kreativitas dan minat pemulia ternak dapat didorong dengan
adanya kondisi kerja yang kondusif, seperti kenyamanan,
keamanan dan kepastian hukum. Dunia usaha yang telah
menanamkan modalnya di bidang perbibitan ternak juga
menuntut terwujudnya kondisi usaha yang kondusif. Hal ini
akan berdampak pada semakin tingginya minat berinvestasi
para pemilik modal di bidang peternakan.

3. Negara mengamanatkan perlindungan terhadap hak


kekayaan intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan
dan invensi teknologi di bidang peternakan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang


Peternakan pada Pasal 81 menyatakan:

26
Kajian Teoritis dan Empiris

"Negara memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan


intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan dan invensi teknologi
di bidang peternakan dan kesehatan hewan".
Mengacu pada frasa kata "perlindungan terhadap hak
kekayaan intelektual" pada pasal tersebut, maka dapat
dianalogkan dengan perlindungan-perlindungan kekayaan
intelektual yang sudah diakui dan diatur dengan undang-
undang, khususnya perlindungan varietas tanaman.
Undang-Undang Peternakan Nomor 18 Tahun 2009
sampai dengan tahun 2021 sudah berumur 12 tahun.
Kenyataannya amanat Pasal 81 sebagaimana tersebut di atas,
belum dapat direalisasikan. Artinya sampai dengan tahun 2021
belum ada galur/rumpun ternak hasil pemuliaan yang dilindungi
sebagaimana perlindungan terhadap varietas tanaman atau
PVT. Dalam konsep PVT, varietas tanaman yang tidak
dilindungi dianggap varietas public domain di mana karya-karya
kreatif dan intelektual yang tidak dilindungi oleh HAKI yang
eksklusif yang tidak atau sudah tidak lagi dilindungi oleh hak
eksklusif, maka publik dapat menggunakannya dengan leluasa
tanpa harus meminta izin siapa pun. Karya yang masuk ke
ranah public domain tidak dimiliki oleh satu individu atau
perusahaan tertentu.
Dalam konteks galur/rumpun ternak yang dihasilkan
melalui kegiatan pemuliaan yang masuk dalam status public
domain, ditinjau dari aspek bisnis maupun hukum status public
domain ini sangat merugikan bagi para pemiliknya.
Galur/rumpun ternak yang dihasilkan dengan investasi besar
dan memerlukan waktu lama serta dengan curahan kreativitas
pemulia dan teknologi dapat "dinikmati" oleh pihak lain yang
tidak mempunyai kontribusi apapun terhadap lahirnya galur/
rumpun unggul tersebut. Pemulia atau perusahaan perbibitan

27
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

ternak dalam kondisi seperti itu tidak memiliki kekuatan hukum


untuk menggugat pihak lain yang memanfaatkan produk ternak
unggul tanpa seizin pemiliknya.
Sampai saat ini status galur/rumpun baru pada status
"ditetapkan" melalui proses penetapan dan "dilepas" melalui
proses pelepasan. Penetapan dan pelepasan galur ternak
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
117/Permentan/SR.120/10/2014 tentang Penetapan dan
Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan. Dalam Permentan
tentang Penetapan dan Pelepasan Galur Ternak dijelaskan:
a. Penetapan Rumpun atau Galur adalah pengakuan
Pemerintah terhadap rumpun atau galur yang telah ada di
suatu wilayah sumber bibit yang secara turun-temurun dibudi
dayakan peternak dan menjadi milik masyarakat.
b. Pelepasan Rumpun atau Galur adalah penghargaan negara
yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap suatu rumpun
atau galur baru hasil pemuliaan di dalam negeri atau hasil
introduksi yang dapat disebarluaskan.
Penetapan galur atau rumpun ternak ini merupakan
pengakuan terhadap galur atau rumpun lokal yang memiliki ciri-
ciri atau karakteristik tertentu dan menjadi milik komunal.
Fungsi penetapan ini sama dengan pendaftaran varietas
tanaman lokal yang tujuannya lebih ke arah pendataan sumber
daya genetik yang ada di Indonesia. Sedangkan pelepasan
galur atau rumpun ini hanya dibatasi untuk galur atau rumpun
hasil pemuliaan. Untuk pelepasan, karena ditujukan untuk galur
atau rumpun hasil pemuliaan, maka sudah diketahui siapa
pemiliknya, yaitu pemulia atau pihak yang mempekerjakan
pemulia yang menghasilkan galur atau rumpun tersebut.
Walaupun dalam pelepasan galur atau rumpun sudah diketahui

28
Kajian Teoritis dan Empiris

"pemilik"nya, tetapi kepemilikan tersebut tidak memiliki


kekuatan hukum apabila terjadi pemanfaatan tanpa izin
"pemilik"nya. Berbeda dengan hak PVT yang merupakan hak
khusus yang diberikan negara kepada pemulia atau pemegang
Hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau
badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu
tertentu. Dalam PVT sudah jelas dinyatakan bahwa negara
memberikan hak khusus hanya kepada pemegang hak PVT,
apabila ada pihak lain yang menggunakan/memanfaatkan
tanpa izin pemegang hak, maka negara melalui UU PVT
memberi hak menuntut ke pengadilan atas pelanggaran hak
tersebut. Sementara penetapan dan pelepasan berfungsi hanya
semacam "izin edar" galur atau rumpun ternak yang telah
memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan Manteri Pertanian.

4. Konsepsi perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak mengadopsi PVT

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang PVT,


mengatur prinsip-prinsip tentang PVT. Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak seyogyanya mengadopsi prinsip-
prinsi PVT, yaitu:
a. Varietas tanaman yang dapat diberi PVT adalah varietas
tanaman hasil pemuliaan. Hal ini sebagaimana pengertian
PVT dalam UU PVT, yaitu "PVT adalah perlindungan khusus
yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh
Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor
Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman
yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan
pemuliaan tanaman” (UU PVT Pasal 1 angka 1).

29
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Galur atau rumpun ternak yang dapat dilindungi juga harus


diberi batasan hanya untuk galur dan rumpun ternak hasil
pemuliaan baik hasil pemuliaan dalam negeri maupun luar
negeri. Galur dan rumpun ternak lokal tidak dapat dilindungi.
b. Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis
atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan
diberi nama (UU PVT Pasal 2 ayat 1). Kriteria ini menjadi
kriteria internasional.
- Suatu varietas dianggap baru apabila pada saat
penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan
atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah
diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan
tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan
di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman
semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
- Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut
dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang
keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat
penerimaan permohonan hak PVT.
- Suatu varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama
atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam
meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan
lingkungan yang berbeda-beda.
- Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak
mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang,
atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan
khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir
siklus tersebut.
- Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi nama yang
selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan.

30
Kajian Teoritis dan Empiris

c. Varietas yang tidak dapat diberi PVT adalah varietas yang


penggunaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan
kelestarian lingkungan hidup. Penjelasan ketentuan ini
adalah yang dimaksud dengan varietas tanaman yang
penggunaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum, kesehatan,
kesusilaan, dan lingkungan hidup, misalnya tanaman
penghasil psikotropika, sedangkan yang melanggar norma
agama misalnya varietas yang mengandung gen dari
hewan yang bertentangan dengan norma agama tertentu.
Ketentuan dalam UU Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/
Ternak nantinya juga perlu memberikan pengecualian
terhadap galur dan rumpun ternak yang tidak bisa diberi
perlindungan. Misalnya hewan atau ternak dari jenis/
spesies termasuk jenis yang bisa dikonsumsi oleh semua
golongan dan penganut agama apapun tetapi disisipi gen
dari hewan yang dilarang dikonsumsi oleh agama tertentu,
maka tidak bisa diberi perlindungan. Contoh: ternak ayam
yang disisipi gen dari hewan lain yang dilarang dikonsumsi
oleh penganut agama tertentu. Tetapi untuk galur hewan
atau ternak yang secara fisik dapat diketahui dari jenis/
spesies yang dilarang dikonsumsi oleh agama tertentu
tetapi diperbolehkan dikonsumsi oleh penganut agama
tertentu lain, maka galur ternak ini dapat diberi
perlindungan.
d. Jangka waktu PVT (Pasal 4 ayat (1)):
- 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim;
- 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan.

31
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Masa perlindungan untuk galur dan rumpun ternak dapat


diklasifikasikan berdasarkan jenis ternaknya, misalnya
ternak ruminansia, ternak non-ruminansia, ternak unggas,
dan lain-lain.
e. Permohonan hak PVT dapat diajukan oleh:
- pemulia;
- orang atau badan hukum yang mempekerjakan pemulia
atau yang memesan varietas dari pemulia;
- ahli waris; atau
- konsultan PVT.
Hak Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak juga
dapat diajukan oleh pemohon sebagaimana pemohon hak
PVT.
f. Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun
sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apapun dari
Kantor PVT, pegawai Kantor PVT atau orang yang karena
penugasannya bekerja untuk dan atas nama Kantor PVT,
dilarang mengajukan permohonan hak PVT, memperoleh
hak PVT atau dengan cara apapun memperoleh hak atau
memegang hak yang berkaitan dengan PVT, kecuali bila
pemilikan hak PVT itu diperoleh karena warisan.
Untuk menjaga independensi dalam pelayanan
permohonan Hak Perlindungan Galur/Rumpun
Hewan/Ternak, juga perlu diatur sebagaimana ketentuan
dalam UU PVT tersebut.
g. Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa PVT,
meliputi sifat kebaruan, keunikan, keseragaman, dan
kestabilan varietas yang dimohonkan hak PVT.
Untuk dapat melakukan pemeriksaan substantif dengan
profesional, maka pemeriksaan harus dilakukan oleh
pemeriksa yang telah dibekali pengetahuan dan

32
Kajian Teoritis dan Empiris

keterampilan yang memadai, dan pemeriksa ditetapkan


oleh Menteri Pertanian.
h. Pelaksanaan PVT dilakukan oleh Kantor PVT (Pusat
PVTPP). Untuk pengelolaan pelayanan perlindungan
rumpun/galur hewan/ternak perlu ditangani oleh lembaga
yang sesuai dengan tugas dan fungsi. Dalam Praktiknya
nanti, pengelolaan perlindungan rumpun/galur hewan/
ternak dapat disatukan dengan pengelolaan PVT di mana
nanti bisa dibentuk bagian-bagian sesuai kebutuhan,
misalnya ada bagian PVT, ada bagian PR-GH-T
(Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak). Intinya
pengelolaan PVT dan PR-GH-T harus dilakukan oleh
instansi yang netral dari kepentingan pemohon. Saat ini
pengelolaan PVT dilakukan oleh Pusat PVTPP, walaupun
secara teknis bertanggung jawab langsung kepada Menteri
Pertanian, tetapi secara administrasi
pertanggungjawabannya melalui Sekretaris Jenderal.
i. Hak Pemegang Hak PVT
Hak untuk menggunakan varietas yang dilindungi meliputi
kegiatan:
- memproduksi atau memperbanyak benih;
- menyiapkan untuk tujuan propagasi;
- mengiklankan;
- menawarkan;
- menjual atau memperdagangkan;
- mengekspor;
- mengimpor;
- mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud
dalam butir a, b, c, d, e, f, dan g.

33
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Jenis Hak PVT yang diberikan negara kepada pemegang


Hak PVT tersebut, bisa diterapkan untuk hak perlindungan
rumpun/galur hewan/ternak.
j. Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak PVT, apabila:
- penggunaan sebagian hasil panen dari varietas yang
dilindungi, sepanjang tidak untuk tujuan komersial;
- penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan
penelitian, pemuliaan tanaman, dan perakitan varietas
baru;
- penggunaan oleh pemerintah atas varietas yang
dilindungi dalam rangka kebijakan pengadaan pangan
dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak
ekonomi dari pemegang hak PVT.
k. Kewajiban pemegang hak PVT
- membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam
bulan
- menjaga syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi
- menyediakan dan menyiapkan contoh benih varietas
yang telah mendapatkan hak PVT;
- menyediakan benih varietas yang telah mendapatkan hak
PVT.
Kewajiban membayar biaya tahunan dimaksudkan untuk
memelihara hak yang diberikan negara selama masa
perlindungan. Karena hak PVT adalah hak yang diminta
oleh pemohon, maka keberlangsungannya harus dijaga/
dipelihara melalui pembayaran biaya tahunan. Apabila
biaya tahunan tidak dibayar artinya pemegang hak
menganggap hak tersebut sudah tidak diperlukan lagi.
PVT diberikan terhadap varietas yang baru, unik, seragam,
dan stabil. Ciri-ciri yang menjadi pembeda varietas yang

34
Kajian Teoritis dan Empiris

dilindungi dengan varietas lain serta karakteristik lainnya


harus dipertahankan selama masa perlindungan. Apabila
ciri-ciri dan karakter lain berubah berarti varietas tersebut
tidak stabil dan tidak seragam. Varietas yang dilindungi
ternyata di lapangan sudah tidak stabil dan tidak seragam
maka hak PVT-nya dicabut.
Varietas yang dilindungi adalah varietas yang benar-benar
ada di lapangan, baik ada di gene-bank pemegang hak
maupun ada di pasar, karena salah satu tujuan pemberian
hak adalah memacu pemulia untuk menghasilkan varietas
unggul baru bagi masyarakat/ petani. Oleh karena itu,
varietas yang dilindungi ternyata di lapangan sudah tidak
ada maka hak PVTnya dicabut.
Ketentuan kewajiban tersebut semestinya juga dimasukkan
dalam norma RUU Perlindungan Galur atau Rumpun
Ternak dan diterapkan untuk pemegang haknya.
l. Pencabutan Hak PVT
Hak PVT dicabut berdasarkan alasan:
- pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban
membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam
bulan;
- syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah
atau tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam Pasal 2;
- pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan
menyiapkan contoh benih varietas yang telah
mendapatkan hak PVT;
- pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas
yang telah mendapatkan hak PVT; atau
- pemegang hak PVT mengajukan permohonan
pencabutan hak PVT-nya, serta alasannya secara tertulis
kepada Kantor PVT.

35
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Pencabutan hak PVT hanya dapat dilakukan oleh Kantor


PVT. Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir
terhitung sejak tanggal pencabutan hak tersebut.
m. Pembatalan hak
Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata:
- syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dan/atau ayat (3) tidak
dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
- syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan/atau
ayat (5) tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
- hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di
luar alasan-alasan yang ditetapkan.
Pembatalan hak PVT dilakukan oleh Kantor PVT. Dengan
dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang
berkaitan dengan hak PVT hapus terhitung sejak tanggal
diberikannya hak PVT, kecuali apabila ditentukan lain
dalam putusan pengadilan negeri.
n. Berakhirnya hak PVT
Hak PVT berakhir karena berakhirnya jangka waktu,
pembatalan; dan pencabutan
o. Biaya
Untuk setiap pengajuan permohonan hak PVT, permintaan
pemeriksaan, petikan Daftar Umum PVT, salinan surat
PVT, salinan dokumen PVT, pencatatan pengalihan hak
PVT, pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan lisensi
wajib, serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan
undang-undang wajib membayar biaya.
p. Pengalihan Hak PVT
Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena:

36
Kajian Teoritis dan Empiris

- pewarisan;
- hibah;
- wasiat;
- perjanjian dalam bentuk akta notaris; atau
- sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.
q. Lisensi
Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang
atau badan hukum lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi.
r. Lisensi wajib
Lisensi wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu
hak PVT yang diberikan oleh pengadilan negeri setelah
mendengar konfirmasi dari pemegang hak PVT yang
bersangkutan dan bersifat terbuka.
Setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka
waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal
pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan lisensi
wajib kepada pengadilan negeri untuk menggunakan hak
PVT yang bersangkutan.
Permohonan lisensi wajib hanya dapat dilakukan dengan
alasan bahwa:
- hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
- hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat.
s. Ketentuan pidana
Pelanggaran terhadap hak PVT dipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

37
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

5. Praktik perlindungan ternak di negara lain

Dalam pembentukan suatu perundang-undangan sangat


disarankan untuk melakukan bench marking yaitu dengan
membandingkan suatu hal yang ingin diatur dalam undang-
undang dengan negara lain yang mengatur hal yang sama.
Untuk Praktik penyelenggaraan perlindungan rumpun/galur
hewan/ternak yang disatukan pengaturannya dengan
perlindungan varietas tanaman, negara yang dijadikan
perbandingan yaitu Bulgaria dan Georgia. Pengambilan
perbandingan Praktik perlindungan ternak di kedua negara
tersebut karena Praktik perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak di negara-negara Asia khususnya ASEAN belum
ditemukan.
a. Bulgaria

1. Sumber hukum

Perlindungan varietas tanaman dan ternak di Bulgaria


diatur berdasarkan undang-undang tentang perlindungan
varietas tanaman dan ternak (Law on the Protection of New
Plant Varieties and Animal Breeds). Substansi dalam undang-
undang ini mengadopsi konsep PVT UPOV. Bulgaria menjadi
anggota UPOV sejak 24 April 1998.

2. Cakupan pengaturan

Pengaturan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan


Varietas Tanaman dan Ternak mencakup perlindungan varietas
tanaman dan ternak. Perlindungan dapat diberikan terhadap:
- varietas tanaman hasil dari penciptaan (creates) atau
penemuan (discover) dan pengembangan (develop)

38
Kajian Teoritis dan Empiris

varietas tanaman dari semua genus dan spesies


termasuk klon, galur (lines), dan hibrida;
- ternak hasil penciptaan atau penemuan dan
pengembangan ternak (breeds), galur (lines) atau hibrida.

3. Permohonan hak perlindungan

- Permohonan hak dapat diajukan oleh pemohon dalam


negeri
- Permohonan hak dapat diajukan oleh pemohon luar
negeri
- Permohonan hak dapat diajukan dengan hak prioritas

4. Subyek perlindungan

Perlindungan varietas tanaman dan ternak dapat diberikan


terhadap varietas tanaman dan ternak hasil pemuliaan yang
memenuhi syarat-syarat berikut ini: baru (novel); unik (distinct);
seragam (uniform atau homogeneous); stabil (stable); dan
diberi nama (denomination).
Penjelasan dari masing-masing persyaratan adalah
sebagai berikut:
a. Baru (novel)
Varietas atau ternak dianggap baru apabila:
- pada saat pengajuan permohonan sertifikat hak
varietas atau bahan propagasi atau hasil panen dari
varietas tersebut belum pernah ditawarkan untuk dijual
atau diperdagangkan, atau digunakan secara komersial
- sudah pernah ditawarkan untuk dijual atau sudah
pernah diperdagangkan dengan persetujuan
pemulianya:

39
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

▪ di wilayah negara Bulgaria tidak lebih dari 1 (satu)


tahun.
▪ di wilayah negara lain:
o tidak lebih dari 6 tahun untuk tanaman keras
(tahunan) dan tanaman vines (merambat).
o tidak lebih dari 4 tahun untuk tanaman lainnya
(tanaman semusi).
b. Unik (distinct)
Suatu varietas dianggap unik apabila berbeda secara
jelas dengan varietas lain yang sudah dikenal umum
(common knowledge) pada tanggal pengajuan
permohonan hak.
c. Seragam (uniform, homogeneous)
Suatu varietas dianggap seragam apabila, terlepas dari
adanya penyimpangan kecil, tanaman identik dalam ciri-
ciri dasarnya, termasuk kekhasan reproduksi seksual atau
vegetatif mereka.
d. Stabil (stable)
Suatu varietas dianggap stabil apabila tetap tidak berubah
dalam hal ciri-ciri dasarnya setelah berkali-kali
perkembangbiakan atau, jika penangkar telah
menetapkan siklus perbanyakan yang khas untuk varietas
yang dibiakkan, dan pada akhir setiap siklus varietas
tersebut telah menjaga kesesuaian dengan deskripsi
ditentukan untuk itu.
e. Diberi nama (denomination)
Varietas yang akan dimohonkan hak PVTT harus diberi
nama yang sesuai dengan genus atau spesies sebagai
identitasnya. Nama varietas hendaknya terdiri dari 2 kata,
atau kombinasi dari kata, huruf dan angka, tetapi tidak
melebihi 4 digit angka.

40
Kajian Teoritis dan Empiris

5. Tindakan yang dianggap bukan merupakan pelanggaran

Ada beberapa tindakan yang dianggap bukan merupakan


pelanggaran terhadap hak PVT, yaitu:
- tindakan yang dilaksanakan secara pribadi dan bukan
untuk tujuan komersial;
- tindakan yang dilaksanakan untuk tujuan percobaan
(experimental purposes);
- tindakan yang dilaksanakan untuk tujuan pemuliaan untuk
menghasilkan varietas lain, kecuali kegiatan terkait
dengan hak pemulia (breeder's right).

6. Hak khusus Pemulia

Hak khusus yang diberikan kepada pemegang hak terkait


dengan varietas yang dilindungi meliputi:
- memproduksi atau mereproduksi benih;
- mempersiapkan untuk tujuan propagasi;
- menawarkan untuk perjualan;
- menjual atau memperdagangkan;
- mengekspor;
- mengimpor;
- mencadangkan untuk tujuan item 1-6.

7. Ketentuan hukum

Pelanggaran terhadap hak pemulia adalah pelanggaran


hukum pidana. UU PVT dan Ternak Bulgaria mengancam
setiap orang yang melanggar hak pemulia dengan ancaman
denda 100.000 sampai 1.000.000 Leva. Bagi pelanggar yang
mengulangi perbuatannya diancam denda 1.000.000 sampai
10.000.000 Leva.

41
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

8. Perlindungan hukum ternak hewan

- Permohonan sertifikat perlindungan ternak diajukan ke


kantor paten dan dimasukkan ke dalam Daftar
Permohonan Jenis Hewan;
- Selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh State Breed
Commission sesuai dengan peraturan Komisi ini.
- State Breed Commission mempelajari dan menganalisa
persyaratan khusus berikut:
o tujuan pemuliaan;
o karakteristik singkat dari ternak awal;
o deskripsi metode pembuatan ternak tersebut;
o kualitas produktif dan ciri morfologi ternak;
o kemampuan beradaptasi dan ketahanan terhadap
penyakit;
o jumlah, ras dan struktur genealogical;
o wilayah distribusi.
- Pemeriksaan substansi untuk jenis ternak asing dilakukan
dengan generasinya yang lahir di Bulagia.
- State Breed Commission, setelah mengambil keputusan,
menyerahkan laporan ke Kantor Paten dalam waktu satu
bulan, deskripsi formal, abstrak dan salinan keputusan
untuk pengakuan ternak, memberitahu pemulia untuk
membayar biaya ke kantor paten.
- Perlindungan hukum untuk ternak diberikan dengan
sertifikat yang berdurasi 30 tahun sejak tanggal
pemberiannya.
- Ketentuan tentang varietas tanaman berlaku juga untuk
ternak, kecuali ditentukan.

42
Kajian Teoritis dan Empiris

b. Georgia
1. Sumber Hukum

Perlindungan varietas tanaman dan ternak di Georgia


diatur berdasarkan Undang-Undang tentang Perlindungan
Ternak dan Varietas Tanaman (Law of Georgia on New Breeds
of Animals and Varieties of Plants). Substansi dalam Undang-
undang ini mengadopsi konsep PVT UPOV, karena Georgia
merupakan anggota UPOV sejak 29 November 2008.

2. Cakupan pengaturan

Pengaturan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan


Varietas Tanaman dan Ternak mencakup perlindungan ternak
(new breeds of animals) dan varietas tanaman (varieties of
plants). Perlindungan dapat diberikan terhadap:
- varietas tanaman hasil dari pemuliaan atau penemuan
(discover) dan pengembangan (develop) varietas tanaman
dari semua genus dan spesies termasuk klon, galur (lines),
dan hibrida;
- ternak hasil pemuliaan atau penemuan dan
pengembangan ternak (breeds), galur (lines) atau hibrida.

3. Pemohonan hak perlindungan

- Permohonan hak dapat diajukan oleh pemohon dalam


negeri.
- Permohonan hak dapat diajukan oleh pemohon luar negeri.
- Permohonan hak dapat diajukan dengan hak prioritas.

43
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

4. Subyek perlindungan

Perlindungan varietas tanaman dan ternak dapat diberikan


terhadap varietas tanaman dan ternak hasil pemuliaan yang
memenuhi syarat-syarat berikut ini:
- baru (novel);
- unik (distinct);
- seragam (uniform atau homogeneous);
- stabil (stable); dan
- diberi nama (denomination)
Penjelasan dari masing-masing persyaratan adalah
sebagai berikut:
a. Baru (novelty)
Terkait dengan kebaruan (novelty) ternak, dijelaskan
sebagai berikut:
- Galur atau rumpun ternak dianggap baru jika pada saat
mengajukan permohonan sebagai hak pemulia, ternak
maupun materi tersebut belum dijual atau diberikan
kepada orang lain, oleh atau dengan persetujuan untuk
dari pemulia untuk tujuan eksploitasi.
- Kebaruan dari galur atau rumpun ternak tidak akan
terpengaruh jika ternak hasil pemuliaan atau materi
pemuliaan yang berasal dari ternak tersebut digunakan
oleh orang lain:
a. untuk mengganggu peneliti pemulia;
b. untuk melakukan kompetisi atau uji coba produksi
ternak;
c. untuk tujuan perijinan distribusi, identifikasi mutu atau
pengujian lainnya.

44
Kajian Teoritis dan Empiris

- Kebaruan galur atau rumpun ternak tersebut tidak akan


terpengaruh jika terjadi produk surplus yang diperoleh
dari hal-hal tersebut di atas yang akan digunakan tanpa
pengakuan sebagai produk yang berasal dari galur atau
rumpun ternak baru.
b. Unik (distinct)
Galur atau rumpun dan/atau varietas tumbuhan baru
dianggap unik jika dapat dibedakan dengan jelas dari
galur atau rumpun/varietas lain yang keberadaannya
sudah diketahui bersama pada saat pengajuan
permohonan hak perlindungan; khususnya, pengajuan
permohonan pemberian hak pemulia atau pemasukan
galur atau rumpun/varietas dalam Register atau Katalog
Bibit Ternak Baru dan Varietas Tanaman, di negara
manapun, akan menjadikan galur atau rumpun/varietas
tanaman suatu pengetahuan yang umum sejak tanggal
pengajuan permohonan. Hal ini disampaikan dengan
ketentuan bahwa permohonan tersebut mengarah pada
pemberian hak pemulia atau galur atau rumpun/varietas
tanaman yang dimasukkan dalam daftar atau katalog bibit
ternak dan varietas tanaman baru.
c. Seragam (uniform)
- Galur atau rumpun ternak baru dianggap seragam, jika
ternak dimaksud disamping dari ciri-ciri khusus dalam
hal perkembangbiakkannya, harus minimal mirip dengan
ciri eksteriornya.
- Varietas tanaman baru harus dianggap seragam, jika
variasi yang diharapkan dari ciri-ciri khusus
perbanyakannya, varietas tersebut cukup seragam
dengan karakteristik yang relevan.

45
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

d. Stabil (stable)
- Galur atau rumpun ternak baru dianggap stabil jika
karakteristik yang relevan tidak berubah setelah
dilakukan perbanyakan pada setiap siklus budi daya.
Hal yang sama juga terjadi pada varietas baru.
e. Diberi nama (denomination)
- Pemohon harus mengajukan usulan nama dari galur
atau rumpun ternak ataupun varietas tanaman yang
baru.
- Pemberian nama dari galur atau rumpun ternak baru
harus menunjukkan nama yang mudah untuk
diidentifikasi, singkat dan jelas, harus berbeda dari
setiap pemberian nama dari galur atau rumpun ternak
lain atau yang relatif hampir sama dengan ternak
tersebut, harus tidak bertentangan dengan hal-hal
umum yang telah dikenal secara moral, harus tidak
mengganggu secara agama, harus tidak terdiri hanya
dari gambar, kecuali jika terdapat Praktik-Praktik yang
telah dijalankan dan tidak menyebabkan kerancuan
terkait dengan karakteristik, asal, nilai ternak atau
identitas dari peneliti pemulia.
- Apabila pemberian nama galur atau rumpun ternak baru
maupun varietas tanaman baru masing-masing tidak
memenuhi persyaratan tersebut di atas, atau
sebelumnya ada pihak lain yang telah mengajukan
nama tersebut sebelum usulan pemohon, maka
pemohon harus kembali mengajukan permohonan
pemberian nama dalam waktu 1 bulan setelah notifikasi
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

46
Kajian Teoritis dan Empiris

- Setiap orang, dalam kewenangan wilayah Georgia, yang


menawarkan untuk menjual atau memasarkan galur
atau rumpun ternak baru atau varietas tanaman yang
dilindungi di dalam wilayah tersebut diwajibkan untuk
menggunakan nama tersebut, walaupun setelah hak
perlindungan dari peneliti pemulia itu habis, kecuali jika
hak perlindungan tersebut dicabut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
- Apabila galur atau rumpun ternak baru maupun varietas
tumbuhan baru tersebut ditawarkan untuk dijual atau
dipasarkan, maka diperbolehkan untuk menggunakan
pemberian nama yang telah terdaftar tersebut dengan
merek dagang, nama dagang atau hal lain yang serupa
dengan ketentuan bahwa pemberian nama tersebut
masih tetap mudah dikenali.

5. Tindakan yang dianggap bukan merupakan pelanggaran

Ada beberapa tindakan yang dianggap bukan merupakan


pelanggaran terhadap hak PVTT, yaitu:
- tindakan yang dilaksanakan secara pribadi dan bukan
untuk tujuan komersial;
- tindakan yang dilaksanakan untuk tujuan percobaan
(experimental pusposes);

6. Hak khusus pemulia

Hak khusus yang diberikan kepada pemegang hak terkait


dengan varietas yang dilindungi meliputi:
- memproduksi atau mereproduksi benih;
- mempersiapkan untuk tujuan propagasi;
- menawarkan untuk perjualan;

47
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

- menjual atau memperdagangkan;


- mengekspor;
- mengimpor;
- mencadangkan untuk tujuan item 1-6.

7. Masa perlindungan

Masa perlindungan berdasarkan UU PVT dan Ternak


Georgia dikelompokkan:
- 30 tahun tanaman merambat (vines), tanaman
caulescent, tanaman buah, tanaman hias (decoratives),
tanaman subtropik, dan tanaman kehutanan;
- 25 tahun untuk tanaman lainnya;
- 30 tahun untuk ternak.

8. Ketentuan hukum

Penggunaan jenis hewan atau varietas tanaman ini oleh


pihak ketiga yang bertentangan dengan persyaratan undang-
undang ini akan dianggap sebagai pelanggaran hak pemulia
dan akan menimbulkan tanggung jawab menurut undang-
undang Georgia.

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru


terhadap aspek kehidupan masyarakat dan beban
keuangan negara

1. Aspek kehidupan masyarakat

Hasil pemuliaan ternak yang merupakan kekayaan


intelektual harus dihormati masyarakat. Masalahnya,
masyarakat Indonesia mempunyai cara pandang yang

48
Kajian Teoritis dan Empiris

sebagian besar dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat


yang bersifat komunal, menyebabkan sulit menerima konsep-
konsep kekayaan intelektual yang menonjolkan hak-hak
pribadi. Masyarakat Indonesia pada umumnya belum mengenal
konsep-konsep yang bersifat abstrak termasuk konsep tentang
kekayaan intelektual. Masyarakat adat Indonesia tidak pernah
membayangkan bahwa karya kreatif, inovatif, dan ilmiah adalah
kekayaan (property) seperti halnya kekayaan kebendaan.
Tradisi gotong-royong, saling berbagi, tukar-menukar sesuatu,
merupakan tradisi yang masih hidup di masyarakat Indonesia
terutama di masyarakat pedesaan. Pelaksanaan hak
perlindungan ternak hasil pemuliaan, nantinya akan merubah
cara pandang masyarakat tersebut menjadi cara pandang yang
mengharuskan masyarakat menghargai karya kreatif, inovatif
ilmiah yang dihasilkan oleh orang lain. Penghargaan tersebut
dilakukan dengan cara memanfaatkan produk tersebut sesuai
dengan aturan formal yang berlaku.
Pelaksanaan hak pemulia ternak, mengharuskan
penggunaan ternak hasil pemuliaan mengikuti aturan yang
berlaku, misalnya, penjualan bibit ternak hasil pemuliaan yang
dilindungi harus dengan izin pemilik hak. Demikian juga
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan hak-hak pemulia ternak
semuanya harus mendapat izin pemegang hak. Pelanggaran
terhadap hak pemulia ternak dapat dipermasalahkan secara
hukum. Oleh karena itu, pelaksanaan Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak dan Hak Pemulia Ternak harus
diinformasikan seluas-luasnya kepada masyarakat melalui
sosialisasi yang intensif dan berkelanjutan agar setiap lapisan
masyarakat paham betual akan adanya norma baru.

49
Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

2. Beban keuangan negara

Implementasi Undang-Undang Perlindungan Rumpun/


Galur Hewan/Ternak mempunyai konsekuensi terhadap
keuangan Negara. Negara harus menanggung beban
pembiayaan untuk pelaksanaan UU tersebut. Sekurang-
kurangnya negara akan menanggung beban biaya untuk:
- Penyediaan fasilitas dalam pengelolaan Perlindungan
Rumpun/Galur Hewan/Ternak (kantor, laboratorium, alat
dan mesin penunjang, dll.)
- Penyediaan dan manajemen SDM pengelola PVTernak
(recruitment, gaji, pelatihan)
- Operasional PVTernak (biaya pemeriksaan/pengujian,
rapat, lat tulis kantor, dll.)
Semua beban biaya tersebut harus dibebankan kepada
anggaran dan belanja negara (APBN). Namun demikian dalam
pelaksanaan pengelolaan Perlindungan Rumpun/Galur
Hewan/Ternak, berdasarkan Praktik pelaksaan PVT, negara
juga mempunyai potensi pendapatan/penerimaan yang berasal
dari:
- Biaya permohonan
- Biaya pemeriksaan
- Iuran tahunan untuk memelihara hak PVTernak
- dll.
Pada prinsipnya seluruh biaya terkait dengan Hak
Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak, sebagaimana Hak
PVT, adalah beban pemohon. Penerimaan dan belanja dalam
pengelolaan Perlindungan Rumpun/Galur Hewan/Ternak,
dikelola sesuai dengan mekanisme APBN.

50
Kajian Teoritis dan Empiris

Selama periode 2018-2020, inovasi galur baru unggas


lokal (ayam dan itik) telah memberikan royalti dan masuk
sebagai PNBP di Balai Penelitian Ternak sebesar
Rp.809.894.406 (delapan ratus sembilan juta delapan ratus
sembilan puluh empat ribu empat ratus enam rupiah). Hal ini
diperoleh dari 4 lisensi yang telah menggunakan bibit unggul
ayam KUB dan itik Master, di mana sebagian berasal dari ayam
KUB (99,2%). Peneliti pemulia penghasil inovasi tersebut,
belum dapat memperoleh royalty secara langsung, sehingga
diharapkan dengan adanya Undang-undang Perlindungan
Rumpun atau Galur Ternak/Hewan dapat lebih mengakselerasi
perakitan bibit-bibit unggul ternak yang sangat diperlukan oleh
masyarakat.
Secara umum, sepanjang tahun 2020 pengelolaan KI
lingkup Balitbangtan mencapai 492 paten dan 146 PVT, di
mana 60 paten telah dikerja samakan (lisensi) atau paten
terdaftar dan 65 Hak PVT telah dilisensikan dengan swasta.

51
BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

A. Sinkronisasi vertikal

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 (UUD 1945) merupakan sumber hukum tertinggi bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan
Rumpun dan atau Galur Hewan/Ternak harus mengacu pada
norma, nilai, dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UUD
1945. Secara konstitusional, terkait dengan sektor pertanian
termasuk subsektor peternakan dirumuskan dalam Bab XA
Pasal 28H dan Bab XIV Pasal 33 UUD 1945. Pasal 28H UUD
1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan. Diamanatkan pula bahwa
setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak dapat diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun. Oleh karena itu, dalam rangka pengaturan mengenai
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dimungkinkan
negara memberikan kemudahan dan perlakuan khusus kepada
segenap pelaku pengelolaan dan pengusahaan bidang
dimaksud. Hal ini termasuk petani dan pekerja subsektor
peternakan Indonesia, agar memperoleh manfaat untuk
peningkatan kualitas hidup. Selain itu, UUD 1945 menjamin hak
milik pribadi terkait kekayaan intelektual hasil invensi
rumpun/galur ternak dilindungi.
Selanjutnya dasar konstitusional yang lain terdapat dalam
Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa perekonomian

53
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi


dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional. Pasal ini memberikan kewenangan kepada
negara untuk mengatur perekonomian sehingga mendukung
kemandirian dan kemajuan ekonomi nasional.
Subsektor peternakan sebagai penunjang kemandirian dan
kemajuan perekonomian nasional memiliki karakteristik
tersendiri, dalam pengusahaannya, untuk selanjutnya diatur
dalam suatu aturan perundang-undangan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada hakekatnya, pengusahaan
perekonomian subsektor peternakan tidak terlepas dari peran
sumber daya perbibitan yang bersumber dari kekayaan sumber
daya genetik lokal maupun berasal dari invensi hasil penelitian
dan pengembangan peternakan. Oleh karena itu, pengaturan
mengenai perlindungan rumpun/galur ternak/hewan harus
mengedepankan hak-hak rakyat untuk mendapatkan
kesempatan mengembangkan usaha peternakan yang tidak
terlepas dari peran signifikan adanya rumpun/galur
hewan/ternak.

B. Sinkronisasi horizontal

1. UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan


Kesehatan Hewan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang


Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah sumber hukum
peraturan perundang-undangan yang sangat erat pertaliannya
dengan aspek perlindungan varietas tanaman, rumpun/galur

54
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

hewan/ ternak di Indonesia. UU No.18/2009 yang telah


mengalami beberapa perubahan dengan diterbitkannya UU
No.41 Tahun 2014 menyatakan bahwa peternakan adalah
segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih,
bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi
daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan
pengusahaannya.
Beberapa batasan-batasan dalam UU No.18 tahun 2009
antara lain dinyatakan pada Pasal 1, sebagai berikut: (i) Hewan
adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang
dipelihara maupun yang di habitatnya; (ii) Hewan peliharaan
adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau
seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu;
(iii) Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya
diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri,
jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian;
(iv) Sumber daya genetik adalah material tumbuhan, binatang,
atau jasad renik yang mengandung unit-unit yang berfungsi
sebagai pembawa sifat keturunan, baik yang bernilai aktual
maupun potensial untuk menciptakan galur, rumpun, atau
spesies baru; (v) Benih hewan yang selanjutnya disebut benih
adalah bahan reproduksi hewan yang dapat berupa semen,
sperma, ova, telur tertunas, dan embrio; (vi) Bibit hewan yang
selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai sifat
unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu
untuk dikembangbiakkan; (vii) Rumpun hewan yang selanjutnya
disebut rumpun adalah segolongan hewan dari suatu spesies
yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat
diwariskan pada keturunannya; (viii) Peternak adalah
perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang

55
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

melakukan usaha peternakan; (ix) Perusahaan peternakan


adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk
badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan
kriteria dan skala tertentu; (x) Usaha di bidang peternakan
adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang
menunjang usaha budi daya ternak; dan juga yang erat
pertaliannya dengan perlindungan varietas tanaman,
rumpun/galur ternak/hewan adalah terkait; dan (xi) Pemuliaan
ternak yang merupakan rangkaian kegiatan untuk mengubah
komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun
atau galur guna mencapai tujuan tertentu.
Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 18 Tahun 2009 juga eksplisit
menyatakan bahwa sumber daya genetik merupakan kekayaan
bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan negara
atas sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah
provinsi, atau pemerintahan daerah kabupaten/kota
berdasarkan sebaran asli geografis sumber daya genetik yang
bersangkutan. Sumber daya genetik dikelola melalui kegiatan
pemanfaatan dan pelestarian. Pemanfaatan sumber daya
genetik sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan melalui
pembudi dayaan dan pemuliaan. Pencermatan atas Pasal 8
dan Pasal 9 mengarahkan pemikiran bahwa pemuliaan untuk
menghasilkan rumpun/galur baru ternak/hewan, tidak terlepas
dari pengelolaan sumber daya genetik.
Pasal 13 sampai dengan pasal 18 UU No.18/2009
mengatur beberapa aspek penting terkait bidang perbenihan
dan perbibitan. Penyediaan dan pengembangan benih, bibit,

56
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

dan/atau bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi


dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan.
Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan
usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan
peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih,
bibit, dan/atau bakalan. Dalam hal usaha pembenihan dan/atau
pembibitan oleh masyarakat yang belum berkembang,
Pemerintah membentuk unit pembenihan dan/atau pembibitan.
Setiap benih atau bibit yang beredar, wajib memiliki sertifikat
layak benih atau bibit yang memuat keterangan mengenai
silsilah dan ciri-ciri keunggulan tertentu. Sertifikat layak benih
atau bibit sebagaimana dimaksud pada ayat dikeluarkan oleh
lembaga sertifikasi benih atau bibit yang terakreditasi atau yang
ditunjuk oleh menteri. Amanat Pasal 13 sampai dengan Pasal
18 tersebut, memiliki makna mendalam terkait aspek
perbenihan dan perbibitan, yang tentu sangat siginifikan dalam
hal pengelolaan dan perlindungan invensi atas hasil-hasil
penelitian dan pengembangan rumpun/galur ternak baru.
Penelitian dan pengembangan rumpun/galur ternak baru
merupakan aspek yang penting, dan UU No.18/2009 juga telah
mengamanatkan hal-hal penting terkait penelitian dan
pengembangan, seperti tertuang dalam pasal 79 hingga Pasal
83. Pasal 79 menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
peternakan dan kesehatan hewan, yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, institusi pendidikan,
perorangan, lembaga swadaya masyarakat, atau dunia usaha,
baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama. Aspek yang
sangat penting terkait perlindungan inovasi hasil litbang
pemuliaan yang menghasilkan rumpun/galur ternak baru,
tertuang dalam Pasal 82, yakni negara memberikan

57
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual hasil aplikasi


ilmu pengetahuan dan invensi teknologi di bidang peternakan
dan kesehatan hewan. Penelitian dan pengembangan yang
berkaitan dengan rekayasa genetik di bidang peternakan dan
kesehatan hewan dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan kaidah agama; kesehatan manusia,
hewan, tumbuhan, dan lingkungan; kesejahteraan hewan; serta
tidak merugikan keanekaragaman hayati, dinyatakan dalam
Pasal 82. Lebih lanjut, dalam Pasal 83 disebutkan bahwa
ketentuan mengenai pelaksanaan penelitian dan
pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang peternakan dan kesehatan hewan mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Amanat pasal-pasal tersebut di atas, tidak dapat
dilepaskan keterkaitannya dengan aspek penelitian,
pengembangan, dan pemanfaatan hasilnya. Invensi hasil
penelitian pemuliaan berupa inovasi rumpun/galur baru
ternak/hewan sudah semestinya memperoleh perlindungan
kekayaan intelektual, baik perlindungan rumpun/galur seperti
halnya PVT ataupun perlindungan paten terhadap invensi
dimaksud.

2. UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan


Varietas Tanaman

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang


Perlindungan Varietas Tanaman diharapkan dapat memberikan
landasan hukum yang kuat bagi upaya mendorong terciptanya
varietas unggul baru dan pengembangan industri pembenihan.
Perlindungan varietas tanaman adalah perlindungan khusus
yang diberikan negara yang dalam hal ini diwakili oleh

58
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor


Perlindungan Varietas Tanaman, Kementerian Pertanian
terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia
tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Hal ini sesuai
dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No.29/2000
sebagai berikut:
“Perlindungan Varietas Tanaman yang selanjutnya
disingkat PVT, adalah perlindungan khusus yang diberikan
negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas
Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh
pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman”.
UU 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman dirancang dan diundangkan dengan pertimbangan
sebagai berikut:
a. Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris,
maka pertanian yang maju, efisien, dan tangguh mempunyai
peranan yang penting dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan nasional.
b. Bahwa untuk membangun pertanian yang maju, efisien, dan
tangguh perlu didukung dan ditunjang antara lain dengan
tersedianya varietas unggul.
c. Bahwa sumber daya plasma nutfah yang merupakan bahan
utama pemuliaan tanaman, perlu dilestarikan dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka merakit dan
mendapatkan varietas unggul tanaman tanpa merugikan
pihak manapun yang terkait guna mendorong pertumbuhan
industri perbenihan.
d. Bahwa guna lebih meningkatkan minat dan peran serta
perorangan maupun badan hukum untuk melakukan
kegiatan pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan

59
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

varietas unggul baru, kepada pemulia tanaman atau


pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu
diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak
tersebut secara memadai.
e. Bahwa sesuai dengan konvensi internasional, perlindungan
varietas tanaman perlu diatur dengan undang-undang.
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada butir a, b, c, d, dan
e, dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai
perlindungan varietas tanaman dalam suatu undang-undang.
Pertimbangan tersebut di atas, tidak terlepas dari realitas
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang
memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam dan sering
dinyatakan sebagai negara yang memiliki "megabiodiversity".
Keanekaragaman hayati ini merupakan sumber plasma nutfah
dan dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul masa
depan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan
ekonomi sektor pertanian pada khususnya dan pembangunan
nasional pada umumnya.
Dinamika pembangunan perekonomian nasional dan
perekonomian global harus selalu menjadi pertimbangan
penting. Situasi perkembangan perekonomian global akan
segera menimbulkan dampak yang nyata atas perekonomian
nasional, termasuk sektor pertanian dalam berbagai kegiatan,
mulai dari kegiatan praproduksi, budi daya, panen,
pascapanen, distribusi, dan perdagangan. Selama ini dan juga
masa yang akan datang, keberhasilan pembangunan pertanian
sangat ditentukan antara lain oleh keunggulan varietas
tanaman yang dipakai, yang memiliki potensi hasil panen
tertentu sesuai dengan karakteristik varietas tanaman tersebut.
Upaya peningkatan produktivitas sangat dipengaruhi oleh

60
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

keberhasilan dalam memperbaiki potensi genetik varietas


tanaman. Kegiatan yang dapat menghasilkan varietas tanaman
yang lebih unggul perlu didorong melalui pemberian insentif
bagi orang atau badan usaha yang bergerak di bidang
pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas baru sehingga
mampu memberikan nilai tambah lebih besar bagi pengguna.
Selain nilai tambah, sektor pertanian harus mampu
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Peningkatan
daya saing ini bukan hanya penting bagi komoditas berorientasi
ekspor, tetapi juga bagi komoditas untuk kebutuhan domestik.
Upaya peningkatan daya saing diupayakan antara lain dengan
peningkatan produktivitas, mutu, dan pengembangan sistem
agribisnis secara terpadu. Peningkatan produktivitas dan mutu
sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pengembangan inovasi,
terutama dalam memperbaiki potensi genetik varietas tanaman.
Oleh karena itu individu atau badan usaha yang bergerak di
bidang pemuliaan tanaman harus diberi penghargaan dalam
menghasilkan varietas tanaman yang baru, unit, seragam, dan
stabil.
Salah satu penghargaan adalah memberikan perlindungan
hukum atas kekayaan intelektual dalam menghasilkan varietas
tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan
hak-hak pemulia lainnya. Perlindungan semacam itu akan
mendorong semangat dan kreativitas di bidang pemuliaan
tanaman, sehingga dapat dihasilkan penemuan berbagai
varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat.
Perlindungan hukum harus pada hakekatnya sekaligus
merupakan pelaksanaan dari berbagai kewajiban internasional
yang harus dilakukan oleh Indonesia, khususnya yang
berkaitan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention

61
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

on Biological Diversity), Konvensi Internasional tentang


Perlindungan Varietas Baru Tanaman (International Convention
for the Protection of New Varietas of Plants), dan World Trade
Organization/Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights yang antara lain mewajibkan kepada negara anggota
seperti Indonesia mempunyai dan melaksanakan peraturan
perundang-undangan di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI) termasuk perlindungan varietas tanaman.
Selain perlindungan hukum, pada Pasal 8 UU No.29/2000
mengamanatkan bahwa pemulia yang menghasilkan varietas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3)
berhak untuk mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomi yang dapat diperoleh dari
varietas tersebut. Hal ini juga sepatutnya menjadi dasar
pertimbangan pentingnya perlindungan hukum dan
penghargaan serupa, untuk pemulia pada subsektor
peternakan dalam menghasilkan rumpun/galur unggul baru.
Pemberian perlindungan varietas tanaman juga untuk
mendorong dan memberi peluang kepada dunia usaha
meningkatkan perannya dalam berbagai aspek pembangunan
pertanian. Hal ini semakin penting mengingat perakitan varietas
unggul di Indonesia saat ini masih lebih banyak dilakukan oleh
lembaga penelitian pemerintah. Pada waktu yang akan datang
diharapkan dunia usaha dapat semakin berperan sehingga
lebih banyak varietas tanaman yang lebih unggul dan lebih
beragam dapat dihasilkan.
Pencermatan atas penjelasan umum tentang perlindungan
varietas tanaman yang diamanatkan dalam UU No. 29 Tahun
2000 tersebut, dapat menginspirasi upaya yang selaras, terkait
dengan perlindungan hasil invensi penelitian dan
pengembangan rumpun/galur unggul ternak/hewan. Pemikiran

62
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

ini tentunya sangat selaras dengan mencermati potensi-potensi


Indonesia dalam mengelola proses penciptaan hingga
pemanfaatan rumpun/galur ternak unggl baru, di Indonesia.

3. UU Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol


Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan
Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang
Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi
Keanekaragaman Hayati jo. Pasal 5, 6, dan 7 Nagoya
Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair
and Equitable Sharing of Benefits Arising from Their
utilization to the Convention on Biological Diversity

UU No. 11 Tahun 2013 ini menyatakan bahwa jika dalam


hal invensi berkaitan dengan dan/atau berasal dari sumber
daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional, harus
disebutkan dengan jelas dan benar asalnya dalam informasi
yang ditetapkan oleh lembaga resmi yang diakui oleh
pemerintah. Mengenai pembagian hasil dan/atau akses
pemanfaatannya dilaksanakan sesuai peraturan perundang-
undangan maupun perjanjian internasional di bidang terkait.
Dalam hal ini, sumber hukum yang terkait adalah Protokol
Nagoya, yang telah disahkan oleh pemerintah lewat UU No. 11
Tahun 2013. Dalam Protokol Nagoya, disebutkan bahwa
pembagian keuntungan yang didapatkan harus dibagi secara
adil dan seimbang dengan pihak penyedia sumber daya
tersebut. Pembagian keuntungan ini harus didasarkan atas
kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Terkait hal ini,
setiap pihak juga diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah
administratif, legislatif, dan kebijakan yang sesuai. Lebih
jauhnya lagi, terkait dengan pelaksanaan hak kedaulatan atas
sumber daya alam, kegiatan pemanfaatan atas akses terhadap

63
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

sumber daya genetik merujuk pada peraturan domestik negara


yang memiliki sumber daya alam genetik, kecuali oleh para
pihak ditentukan lain. Diatur juga bahwa dalam pemanfaatan
pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik yang
dimiliki oleh masyarakat hukum adat dan komunitas lokal,
diakses dengan persetujuan atas dasar informasi awal atau
persetujuan dan keterlibatan masyarakat hukum adat dan
komunitas lokal, serta kesepakatan bersama yang telah
ditetapkan bersama.

4. UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten

UU No 13 Tahun 2016 tentang Paten, menyebutkan


beberapa pengertian dan batasan-batasan antara lain: (i) Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka
waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya; (ii) Invensi adalah ide inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses; (iiii)
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan invensi; (iv) Pemegang paten
adalah Inventor sebagai pemilik paten, pihak yang menerima
hak atas paten tersebut dari pemilik paten, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak atas paten tersebut yang terdaftar
dalam daftar umum paten; (v) Lisensi adalah izin yang
diberikan oleh pemegang paten, baik yang bersifat eksklusif
maupun non- eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan

64
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

perjanjian tertulis untuk menggunakan paten yang masih


dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu; (vi) Royalti
adalah imbalan yang diberikan untuk penggunaan hak atas
paten; (vii) Imbalan adalah kompensasi yang diterima oleh
pihak yang berhak memperoleh paten atas suatu invensi yang
dihasilkan, dalam hubungan kerja atau invensi yang dihasilkan
baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data
dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun
perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan
invensi atau pemegang paten atas invensi yang dihasilkan oleh
inventor dalam hubungan dinas atau pemegang paten dari
penerima lisensi-wajib atau pemegang paten atas paten yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
Merujuk pada pengertian ataupun batasan-batasan
tentang paten, pada dasarnya kekayaan intelektual terkait hasil
penelitian pemuliaan rumpun/galur ternak, adalah analog
dengan paten. Oleh karena itu, negara perlu menimbang dan
memperhatikan beberapa aspek dalam merancang undang-
undang terkait perlindungan terhadap kekayaan intelektual
berupa rumpun/galur hasil penelitian dan pengembangan
pemuliaan ternak.
Pasal 3 UU Paten No.13/2016 mengatur bahwa paten
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan untuk
Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat
diterapkan dalam industri. Hal ini juga sangat erat pertaliannya
dengan aspek invensi hasil penelitian pemuliaan ternak yang
menghasilkan rumpun/galur ternak.
Lebih lanjut, UU No 13/2016 tentang paten juga mengatur
beberapa aspek penting antara lain pada:

65
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Pasal 76
(1) Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak
lain berdasarkan perjanjian lisensi baik eksklusif maupun
non-eksklusif untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mencakup semua atau sebagian perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(3) Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku
di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 92
(1) Penerima lisensi-wajib harus membayar imbalan kepada
pemegang paten.
(2) Ketentuan mengenai besaran imbalan dan cara
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan menteri.
Berdasarkan analog karakteristik paten yang analog
dengan rumpun/galur sebagai invensi yang didaftarkan sebagai
kekayaan intelektual, perlu mendapatkan perlindungan beserta
hak dan kewajiban bagi inventornya, dan diatur dalam suatu
peraturan perundang-undangan yang disahkan negara.

5. UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional


Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 1 angka 1 UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan


dan Teknologi (SISNASIPTEK), pada dasarnya menekankan
pola hubungan yang membentuk keterkaitan secara terencana,
terarah, dan terukur, serta berkelanjutan antar unsur

66
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

kelembagaan dan sumber daya sehingga terbangun jaringan


ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan yang
utuh dalam mendukung penyelenggaraan ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan
penetapan kebijakan pembangunan nasional. Selanjutnya
dalam Pasal 3 huruf a dinyatakan bahwa SISNASIPTEK
bertujuan untuk memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan
invensi dan inovasi.
Pasal 6 ayat (1) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
berkedudukan sebagai modal dan investasi jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang pembangunan nasional
untuk: (a) Meningkatkan kualitas hidup manusia; (b)
Meningkatkan kesejahteraan rakyat; (c) Meningkatkan
kemandirian; (d) Memajukan daya saing bangsa; (e)
Memajukan peradaban bangsa; (f) Menjaga kelestarian alam;
(g) Melindungi dan melestarikan seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan (h) Menjadi dasar dalam
perumusan kebijakan dan menjadi solusi masalah
pembangunan.
Pasal 20 menyatakan pengembangan dilaksanakan
sebagai tindak lanjut dari penelitian untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan memajukan peradaban. Pasal
21 menyatakan bahwa hasil penelitian dan pengembangan
wajib dipublikasikan dan didiseminasikan oleh sumber daya
manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknoiogi dan atau
Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kecuali
dinyatakan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 34
(1) pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan invensi dan inovasi. (2) Invensi dan inovasi

67
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: (a).


menjadi solusi permasalahan nasional; (b). memadukan sudut
pandang dan/atau konteks teknis, fungsional, bisnis, sosial
budaya, dan estetika; dan (c). menghasilkan nilai tambah dari
produk dan/atau proses produksi bagi kesejahteraan
masyarakat.
Pasal 35 (1) pemerintah pusat wajib memfasilitasi
perlindungan Kekayaan Intelektual dan pemanfaatannya
sebagai hasil Invensi dan Inovasi nasional. (2) Perlindungan
atas Kekayaan Intelektual dan pemanfaatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kebijakan terkait dengan
invensi dan inovasi pada perubahan dalam UU Paten selaras
dengan kebijakan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi agar setiap invensi dan inovasi yang terkait dengan
hak kekayaan intelektual, baik substansi invensi dan inovasi itu
sendiri ataupun prosedur terkait dengan perlindungannya harus
dapat sejalan dengan kebijakan nasional, guna memberikan
pemajuan dan perlindungan ilmu pengetahuan dan teknologi
nasional, termasuk dalam memberikan perlindungan terhadap
hasil penelitian pemuliaan tanaman dan ternak.

6. UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara


Bukan Pajak (PNBP)

Pasal 1, UU No.9 Tahun 2018, dinyatakan bahwa


Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat
PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau
badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak
langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak
yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-

68
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar


penerimaan perpajakan dan hibah serta dikelola dalam
mekanisme APBN.
Undang-Undang tentang PNBP ini merupakan pengganti
Undang Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang memuat arah perubahan sebagai
berikut:
a. mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) dan meningkatkan akuntabilitas serta
transparansi;
b. memastikan dan menjaga ruang lingkup pendapatan di luar
pajak (non tax revenue coverage) yaitu PNBP agar sesuai
dengan paket Undang Undang di bidang Keuangan Negara;
c. mengoptimalkan pendapatan negara dari PNBP guna
mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
PNBP yang dibayarkan orang pribadi atau badan seperti
dimaksud pada pasal 1, sebagai kewajiban atas manfaat
langsung maupun tidak langsung atas layanan atau
pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara,
termasuk dalam hal ini adalah pemanfaatan invensi-inovasi
hasil penelitian pemuliaan peternakan berupa rumpun/galur
ternak. Hal ini diatur dalam PP No.35/2016 tentang jenis dan
tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian
Pertanian.
Pasal 1, PP No.35/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
PNBP yang Berlaku pada Kementerian Pertanian, antara lain
menetapkan sumber PNBP Kementerian Pertanian berasal dari
royalti atas jasa alih teknologi hasil penelitian dan
pengembangan pertanian berdasarkan kontrak kerja sama
dengan pihak lain. Dalam hal ini, termasuk royalti atas jasa alih

69
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

teknologi hasil penelitian pemuliaan ternak, berupa rumpun/


galur ternak.
Lebih lanjut diamanatkan pada Pasal 3 bahwa: (a) Jasa
alih teknologi hasil penelitian dan pengembangan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang memperoleh
kekayaan intelektual, kepada pengguna alih teknologi yang
mengembangkan secara komersial dikenakan royalti; (b)
Besaran royalti sebagaimana ditetapkan atas dasar persentase
dari harga penjualan di tingkat distributor selama jangka waktu
kontrak kerja sama; (c) Royalti atas jasa alih teknologi hasil
penelitian dan pengembangan pertanian yang tidak bersifat
komersial untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan,
dapat dikenai tarif sebesar 0% (nol persen); (d) Ketentuan
mengenai besaran jumlah minimal persentase royalti
sebagaimana dimaksud, dan syarat serta tata cara pengenaan
tarif sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan Menteri
Pertanian setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri
Keuangan.
Royalti yang diperoleh seperti dijelaskan di atas, tidak
dapat langsung diterimakan kepada inventor rumpun/galur
ternak, karena sampai dengan saat ini, KI terkait rumpun dan
galur ternak belum terlindungi dalam suatu peraturan dan
perundang-undangan yang ditetapkan negara.

7. UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan


Pemberdayaan Petani

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang


Perlindungan dan Pemberdayaan Petani mengamanatkan
perlunya perlindungan dan pemberdayaan petani. Dalam Pasal
1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang

70
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani merumuskan apa


yang dimaksud dengan perlindungan petani sebagai berikut:
“Perlindungan petani adalah segala upaya untuk
membantu petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan
memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha,
risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi,
dan perubahan iklim”.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemberdayaan petani
dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,
sebagai berikut:
“Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk
meningkatkan kemampuan petani untuk melaksanakan usaha
tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan,
penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan
sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan
luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan,
teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani”.
Yang dimaksud dengan petani itu sendiri adalah warga
negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya
yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan (Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani).
Dalam kaitan dengan subsektor peternakan terutama
dalam hal perlindungan rumpun/galur hewan/ternak, bahwa
subsektor peternakan juga memiliki serangkaian kegiatan budi
daya, panen, pengolahan dan pemasaran. Dalam usaha
peternakan terdapat petani dan peternak, yakni pada tahapan
kegiatan di hulu hingga hilir, yang tentunya termasuk penyiapan
bibit yang tidak terlepas dari rumpun/galur hewan/ternak. Oleh

71
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

karena itu relevan juga bahwa petani ataupun peternak juga


perlu mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan, dalam
hal penciptaan, pemeliharaan, maupun pemanfaatan rumpun/
galur ternak/hewan, baik yang berasal dari sumber daya
genetik lokal maupun dari hasil invensi penelitian dan
pengembangan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menentukan
bagaimana strategi perlindungan dan pemberdayaan petani.
Hal ini diatur dalam Pasal 7 sebagai berikut:
(1) Strategi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan kebijakan Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani.
(2) Strategi Perlindungan Petani dilakukan melalui:
a. prasarana dan sarana produksi pertanian;
b. kepastian usaha;
c. harga komoditas pertanian;
d. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi;
e. ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa;
f. sistem peringatan dini dan penanganan dampak
perubahan iklim; dan
g. asuransi pertanian.
(3) Strategi Pemberdayaan Petani dilakukan melalui:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. penyuluhan dan pendampingan;
c. pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil
pertanian;
d. konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian;
e. penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan;

72
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

f. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan


informasi; dan
g. penguatan kelembagaan petani.
Hal penting lain dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang
relevan dengan aspek penciptaan, pemeliharaan, dan
pemanfaatan galur/rumpun ternak/hewan adalah adanya
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
kewenangannya untuk menyediakan dan/atau mengelola
prasarana Pertanian.

8. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Pasal 1 UU ini menyebutkan bahwa pangan dinyatakan


sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman.
Terkait dengan penelitian dan pengembangan pangan,
pada Pasal 78 dinyatakan bahwa: (i) Pemerintah menetapkan
persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan metode rekayasa genetik pangan dalam kegiatan
atau proses produksi pangan, serta menetapkan persyaratan
bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari rekayasa genetik
pangan; (ii) Ketentuan mengenai persyaratan dan prinsip
penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa
genetik pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

73
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

dalam peraturan pemerintah. Penelitian dan pengembangan


pangan dilakukan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi pangan serta menjadi dasar dalam merumuskan
kebijakan pangan yang mampu meningkatkan kedaulatan
pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.
Lebih lanjut, penelitian dan pengembangan pangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 diarahkan untuk
menjamin penyediaan, penyimpanan, pengolahan, dan
distribusi pangan agar mendapatkan bahan pangan yang
bermutu dan aman dikonsumsi bagi masyarakat. Penelitian dan
pengembangan pangan sebagaimana dimaksud pada Pasal
118 ayat (1) dilakukan dengan: (a). Menciptakan produk
pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional, dan
internasional; (b). Mempercepat pemuliaan dan perakitan untuk
menghasilkan varietas unggul sumber pangan yang berasal
dari tanaman, ternak, dan ikan yang toleran terhadap cekaman
biotik dan abiotik, tahan terhadap organisme pengganggu
tumbuhan atau wabah penyakit hewan dan ikan, dan adaptif
terhadap perubahan iklim.

9. UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

UU Perindustrian mengamanatkan bahwa teknologi


industri adalah hasil pengembangan, perbaikan, invensi,
dan/atau inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi
produk termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode,
dan/atau sistem yang diterapkan dalam kegiatan Industri.
Berdasarkan hal dimaksud, maka teknologi industri perbibitan
dan usaha indutri peternakan tidak terlepas dari proses
kegiatan penelitian dan pengembangan rumpun/galur ternak.
Beberapa pasal yang relevan dengan pengaturan perlindungan

74
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

varietas, rumpun/galur ternak/hewan dalam Undang-Undang


Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian di antaranya:
1) Pasal 1 angka 1 dan angka 2, yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang
bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber
daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri.
Berdasarkan definisi Pasal 1 angka 1 dan angka 2 di atas,
jelas bahwa varietas tanaman, rumpun/galur ternak termasuk
aspek yang tidak dapat dilepaskan dari konsep industri atau
perindustrian sebagaimana diatur dalam Undang Undang
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Sebab dalam
perlindungan varietas tanaman, rumpun/galur ternak tidak
sekadar menyangkut budi daya dan atau pertanian tetapi
merupakan sebuah rangkaian yang di dalamnya juga terdapat
industri yakni industri peternakan secara utuh. Industri pada
subsektor peternakan itu sendiri dapat dibedakan atas:
a. Industri hulu yaitu industri pengusahaan peternakan
disebut input usaha peternakan;
b. Industri pada tataran on-farm, misalnya proses budi daya
dan tatakelola, hingga menghasilkan produk setengah
jadi;
c. Industri hilir, yaitu industri pengusahaan peternakan yang
melibatkan proses pascapanen, pengolahan lainnya, dan
pemasaran.

75
Naskah Akademik Tentang Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

2) Pasal 2, mengatur mengenai asas perindustrian, yang


berbunyi sebagai berikut:
Perindustrian diselenggarakan berdasarkan asas:
a. kepentingan nasional;
b. demokrasi ekonomi;
c. kepastian berusaha;
d. pemerataan persebaran;
e. persaingan usaha yang sehat; dan
f. keterkaitan Industri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 ini, maka dalam kaitannya dengan industri
subsektor peternakan juga harus mengacu atau sejalan dengan
asas perindustrian tersebut. Dengan kata lain, asas
perindustrian tersebut harus diakomodasi dalam pengaturan
industri bidang peternakan, termasuk dalam penciptaan,
pemeliharaan, dan pemanfaatan varietas tanaman,
rumpun/galur ternak. yaitu asas kepentingan nasional,
demokrasi ekonomi, kepastian berusaha, pemerataan
persebaran, persaingan usaha yang sehat, dan keterkaitan
Industri. Namun, khusus dalam pengaturan dalam undang-
undang perlindungan varietas tanaman, rumpun/galur ternak
tentu masih terbuka adanya perluasan asas yang relevan
secara spesifik terkait aspek ini. Hal ini sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang tidak membatasi
penempatan asas dalam pembentukan suatu undang-undang.
Berdasarkan asas tersebut, penting diperhatikan bahwa
rumpun/galur baru ternak memiliki peran penting dalam kaitan
dengan kepentingan nasional bahkan kedaulatan nasional.
Aspek perlindungan rumpun atau galur ternak/hewan juga

76
Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan

penting dalam menegakkan demokrasi ekonomi yakni


pendekatan pembangunan industri perbenihan dan perbibitan
yang dilakukan dengan mengikutsertakan dan meningkatkan
peran serta aktif masyarakat secara merata, khususnya petani
dan/atau pekerja serta pelaku industri pertanian secara umum.
Dalam industri perbenihan dan perbibitan juga perlu diciptakan
kepastian berusaha bagi setiap warga yang bergerak di industri
atau usaha (pertanian) ini, mulai dari hulu sampai dengan hilir.

77
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS
DAN YURIDIS

A. Landasan filosofis

Untuk memberikan keadilan kepada peneliti pemulia


terutama untuk pemulia peternakan yang sampai saat ini belum
mendapatkan hak perlindungan maupun manfaat ekonomi
maka perlu didukung oleh peraturan dan perundang-undangan.
Padahal hal tersebut dapat diwujudkan karena pertama: Pada
sila ke-5 dari Pancasila ini disebutkan “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”, sehingga peneliti pemulia yang juga
adalah rakyat Indonesia sangat berhak untuk mendapatkan
keadilan tersebut untuk hasil karyanya dalam membentuk
rumpun atau galur hewan/ternak.
Kedua, didukung pula oleh Pasal 31 ayat 5 dalam
Perubahan UUD 1945, BAB XIII Pendidikan dan Kebudayaan,
yang berbunyi: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”. Untuk mendapatkan suatu
rumpun atau galur hewan/ternak dibutuhkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3, secara jelas
menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting
yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi air dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara,
dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam kalimat tersebut, secara jelas disampaikan bahwa
negara Indonesia memberi jaminan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.

79
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Ketiga, dalam pasal 28 C ayat 1 lebih memperkuat lagi


bahwa dukungan kepada peneliti pemuliaan yang berbunyi:
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”.
Keempat, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan
bahwa “Negara memberikan perlindungan terhadap hak
kekayaan intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan dan
invensi teknologi di bidang peternakan dan kesehatan hewan”,
dengan demikian bagi peneliti pemuliaan yang menghasilkan
rumpun/galur hewan/ternak berhak mendapatkan hak kekayaan
intelektual dari hasil penelitiannya.
Kelima, pemberian penghargaan dan insentif bagi peneliti
telah disebutkan pada Pasal 125 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan di mana:
“Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan
penghargaan dan/atau insentif bagi peneliti dan/atau penelitian
Pangan yang mampu menghasilkan teknologi unggul yang
bermanfaat bagi masyarakat dalam pewujudan Kedaulatan
Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan”.
Keenam, pada Pasal 99 Ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 2019 Tentang Sistem Budi daya
Pertanian Berkelanjutan, penghargaan terhadap penemu
teknologi telah disebutkan: “Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan
penghargaan kepada penemu teknologi tepat guna serta
penemu teori dan metode ilmiah baru di bidang budi daya
pertanian”. Selanjutnya pada Ayat 2 disebutkan bahwa

80
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dibentuk RUU
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak guna
memberikan manfaat ekonomi bagi peneliti pemulia yang
bersangkutan. Sampai saat ini dari hasil penelitian pemuliaan
ternak telah dihasilkan: 68 rumpun/galur ternak yang sudah
melalui proses penetapan dan 26 rumpun/galur ternak melalui
proses pelepasan sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian.
Namun kesemuanya belum mendapatkan perlindungan
maupun manfaat ekonomi bagi peneliti terkait. Sehingga,
kehadiran negara dalam memberikan perlindungan kepada
pemulia dan produk yang dihasilkan oleh pemulianya menjadi
sangat penting.

B. Landasan sosiologis

Pembentukan dan perlindungan rumpun atau galur hewan/


ternak merupakan hal penting dalam upaya perbaikan genetik
ternak untuk mendukung ketersediaan produk peternakan
(daging, telur dan susu) sehingga mampu tercipta swasembada
produk unggul peternakan nasional. Hal demikian tidak terlepas
dari kebijakan Kementerian Pertanian dalam pencapaian
produk unggul komoditas pertanian secara umum dan
subsektor peternakan khususnya. Kondisi saat ini menunjukkan
bahwa usaha peternakan cenderung mengalami penurunan,
dilihat dari aspek mutu genetik ternak yang dikembangkan di
masyarakat, sehingga standar kualitas rumpun/galur ternak
perlu mendapatkan perhatian khususnya oleh institusi
penelitian yang langsung terlibat dalam kegiatan penelitian.

81
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Pembentukan rumpun/galur ternak secara sosiologis erat


pertaliannya dengan sumber daya dan juga kearifan lokal
(indigenous knowledge). Sumber daya ternak lokal saat ini
masih tersedia tetapi kualifikasi ternak sudah banyak
mengalami perubahan di ranah peternak, sehingga plasma
nutfah ternak yang ada di masyarakat sudah terganggu
kemurniannya. Hal demikian akan barakibat kondisi plasma
nutfah ternak yang ada akan berkurang (critical condition), dan
jangka panjang akan kesulitan dalam upaya membentuk
rumpun/galur ternak baru berbasis sumber daya lokal tersedia.
Dengan demikian diperlukan upaya pemberdayaan dan
partisipasi masyarakat lokal dalam proses pembentukan
rumpun/galur ternak yang dikemas dalam suatu kerangka
pembangunan sosial, mengingat masyarakat Indonesia banyak
bergantung pada subsektor peternakan sebagai salah satu
mata pencaharian (livelihood), yang meliputi aspek bisnis hulu-
hilir. Pada subsistem usaha di hulu, perbibitan merupakan
bidang yang menjadi fokus usaha peternakan sejak lama.
Subsektor peternakan di Indonesia, secara empiris telah
menjadi salah satu pilar pembangunan perekonomian sektor
pertanian. Data BPS Tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya
pertanian yg tumbuh 16,4% bahkan di atas 22% (termasuk
perikanan dan kehutanan), sementara sektor lain
pertumbuhannya minus. Pertanian menjadi sektor yang sangat
penting dalam situasi apapun termasuk dalam masa pandemi
Covid 19. Ekspor sektor pertanian naik menjadi senilai
Rp304,57 Trilyun naik sekitar 10% dari periode sebelumnya.
Capaian pertumbuhan ekonomi tersebut, harus diseimbangkan
dengan peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakat (good
society) (Bellah 1992). Secara sosiologis, hal ini merupakan
elemen dari pembangunan sosial. Pembangunan sosial adalah

82
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

peningkatan kualitas norma dan nilai dalam pranata sosial yang


menghasilkan pola interaksi atau, lebih dalam lagi, pola relasi
sosial (terutama menyangkut hubungan kekuasaan), baik antar
individu maupun kelompok. Jadi, pembangunan sosial adalah
perbaikan manusia dalam dimensi sosialnya. Seluruh bidang
kehidupan manusia, termasuk pertanian dan subsektor
peternakan, industri dan sebagainya, berakar pada kehidupan
sosial. Jadi, pembangunan sosial adalah pembangunan elemen
dasar dari kehidupan sosial, yaitu struktur, kultur dan proses
sosial.
Struktur sosial adalah pola hubungan, terutama hubungan
kekuasaan, antara kelompok sosial dalam bentuk stratifikasi,
komposisi, diferensiasi sosial, atau distribusi peran-peran
individu, kelompok, ataupun golongan masyarakat. Sebagai
implikasi dari perbedaan kekuasaan itu, struktur bisa
menghasilkan kekuatan yang bersifat memaksa (coercive),
memerintah (imperative), menghambat atau memberi kendala
(constraining) pada tindakan manusia (actor). Kekuatan struktur
sosial bisa terlembaga (institutionalized) secara legal-formal,
seperti undang-undang, kebijakan pemerintah, maupun yang
tidak, misalnya kekuatan “memaksa” dari dunia usaha yang
walaupun tidak memiliki kekuatan hukum resmi, tetapi efektif
mengatur kehidupan masyarakat luas melalui iklan, ataupun
fasilitas fisik. Dengan demikian, pembangunan struktural artinya
suatu usaha menyeimbangkan hubungan kekuasaan antar
pemerintah dan rakyat, termasuk agen-agen pembaharu di
bidang riset dan pengembangan peternakan, melalui kebijakan
pembangunan serta undang-undang yang menguntungkan
rakyat. Hal ini terkait dengan tulisan ini, yang berupaya
mendiskripsikan secara ringkas sebagian kecil landasan
sosiologis dalam merancang undang-undang perlindungan

83
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

rumpun/galur ternak. Dengan kata lain, pembangunan struktur


adalah memperbaiki struktur yang eksklusif menjadi inklusif
yaitu memberikan keadilan, kesamaan hak (tidak diskriminatif),
bersifat afirmatif, dan menghadirkan kesetaraan, serta distribusi
hak dan kewajiban di tengah masyarakat, khususnya masyarat
yang bergerak dalam usaha peternakan, juga komunitas
peneliti bidang peternakan terutama pemulia ternak.
Kultur adalah segala sistem nilai, norma, kepercayaan dan
semua kebiasaan serta adat istiadat yang telah mendarah
daging (internalized) pada individu atau masyarakat sehingga
memiliki kekuatan untuk membentuk pola perilaku dan sikap
anggota masyarakat (dari dalam). Kebudayaan yang telah
tertanam dalam suatu masyarakat tidak selalu merupakan cara
hidup terbaik bagi kesejahteraan dan martabat manusia
maupun masyarakat itu. Namun, banyak kekuatan yang selalu
berusaha mempertahankan kebudayaan yang ada untuk
melindungi kepentingannya dan menindas golongan lainnya
melalui legitimasi budaya (cultural hegemony). Jadi, perlu
pembangunan kultural untuk meningkatkan kualitas sistem nilai,
adat istiadat yang menghambat kesejahteraan rakyat baik
secara langsung, misalnya melalui sosialisasi, edukasi, maupun
tidak langsung, seperti melalui pembangunan struktural dan
proses sosial. Proses sosial itu sendiri, adalah segala dinamika
interaksi sehari-hari antar anggota masyarakat yang belum
terstruktur (structured) maupun mengkultur (cultured). Melalui
proses sosial yang dinamis dan kreatif, individu maupun
kelompok dapat mengekspresikan aspirasi secara relatif bebas;
melakukan negosiasi antar anggota masyarakat. Kegiatan riset
dan pengembangan untuk menghasilkan rumpun/galur ternak
unggul baru, pada tataran operasional merupakan proses
pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial.

84
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Konsep pembangunan sosial sebagai landasan sosiologis


rancangan undang-undang perlindungan rumpun/galur hasil
riset dan pengembangan peternakan, erat pertaliannya dengan
kerangka kelembagaan baru (new institutionalism). Kerangka
kelembagaan baru dapat menjelaskan pola pendistribusian
insentif ataupun reward dalam kerangka integrasi peran riset,
hingga pelaku (actor) pada sistem usaha perbibitan dan
peternakan di Indonesia. Sistem usaha peternakan sedemikian
kompleks, yang teridiri dari subsistem-subsistem di hulu (up-
stream), on-farm, higga pada subsistem hilir (down stream).
Dalam sistem tersebut, melekat suatu sistem sosial yang
melibatkan aktor dan sistem alam (ekosistem) sebagai basis
utama pengelolaan usaha peternakan yang antara lain
didukung peran dan strategi penelitian peternakan secara
umum.
Pengelolaan subsistem penelitian dan pengembangan,
tidak terlepas dari peran kelembagaannya, yang merupakan
bagian dari sistem sosial. Dengan demikian, kelembagaan
merupakan unsur penting dalam pengembangan subsistem
penelitian dan pengembangan, yang di dalamnya melekat
(embedded) nilai-nilai, norma, aturan perundangan (formal dan
in formal rules) dan organisasi yang mengatur tujuan maupun
komitmen bersama dari segenap aktor yang berinteraksi dalam
pembangunan sektor pangan dan pertanian nasional. Aktor
dimaksud berada pada level makro, yakni pada tataran
lingkungan kebijakan (policy environment), baik aktor individu
maupun kelompok dan organisasi. Lingkungan kebijakan level
makro tersebut berupa peraturan dan kebijakan-kebijakan
formal, bahkan dapat berupa gagasan ataupun unsur-unsur
baru yang secara dinamis berjalan menjadi kerangka dalam
mengatur tindakan aktor atau kelompok dalam

85
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

operasionalisisasi pembangunan subsektor peternakan, yang di


dalamnya melekat ekosistem riset dan inovasi sebagai salah
satu pendukung utamanya.
Pengembangan subsistem penelitian peternakan yang
disinergikan dengan kebijakan dan relasi-relasi informal pada
tataran messo di daerah, maupun tataran mikro aktor petani
maupun kelompok tani, yang bermuara pada sinergi peran
yang serasi untuk memperoleh insentif yang terdistribusi secara
proporsional dalam kelembagaan baru tersebut. Oleh karena
itu, dalam konteks implementasi pengembangan peternakan,
mekanisme sosial di mana aspek formal dan informal saling
berhubungan atau berintegrasi dan menjadi dasar bagi setiap
individu dalam mencapai tujuan pengembangan sistem usaha
peternakan.

Sumber: Modifikasi dari Victor Nee (2005) dalam Smelser &


Swedberg (2005)

Gambar 1. Model interaksi regulasi formal (level makro) dengan


organisasi (level messo), dan individu (level mikro)

86
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Model multi level di atas menerangkan mengenai fungsi


lingkungan institusional, regulasi formal yang diterapkan oleh
pemerintah (policy environment) yakni Kementan beserta
segenap jajarannya, termasuk Badan Litbang Pertanian, dan
kementerian sektor lain yang terkait. Hubungan antar
kelembagaan di atas akan sangat menentukan implementasi
program dan kegiatan, termasuk mengintegrasikannya dengan
stakeholder (pemerintah daerah, organisasi sosial, lembaga
swadaya masyarakat) di level messo, yang tentunya juga mesti
diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan di level mikro, yakni
pada kelompok-kelompok masyarakat, terutama petani/
peternak. Dalam kerangka operasional, sinergi kebijakan
makro-messo-mikro serta integrasi relasi-relasi formal di level
kebijakan mesti dapat diintegrasikan dalam relasi-relasi in-
formal yang sangat mewarnai potensi lokal di level mikro.
Sinergisme mesti berjalan selaras dalam seluruh aktivitas sub-
subsistem pembangunan litbang peternakan dan pemanfaatan
hasilnya. Secara konkrit, hubungan antar organisasi formal
pada level kebijakan makro-messo dapat mengikuti tatanan
struktur dan nilai-nilai yang dijadikan komitmen bersama, untuk
selanjutnya diintegrasikan dengan segenap aktor dalam tataran
mikro. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh distribusi insentif
yang ada dalam sistem penelitian dan pengembangan, serta
pemanfaatan hasilnya, baik insentif tangible maupun intangible,
yang bermuara pada keselarasan hubungan kelembagaan
pendukung dalam pengembangan sistem, termasuk sistem
riset dan pengembangan rumpun/galur ternak unggul baru.
Dengan demikian, setiap dinamika dalam proses integrasi
peran di atas, memerlukan regulasi formal dan informal yang
bersifiat sinergis. Pada kerangka ini, formal rule berupa
peraturan ataupun perundang-undangan perlindungan rumpun/

87
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

galur ternak perlu disusun dan disinergikan pada kerangka


kelembagaan baru (new institutionalism).

C. Landasan yuridis

Dalam rangka memenuhi ketahanan dan keamanan


pangan nasional, serta untuk memajukan IPTEK dalam
mempercepat pemuliaan dan perakitan untuk menghasilkan
bibit unggul sebagaimana dalam UU Nomor 8/2012 tentang
Pangan, menyebutkan bahwa:
“Penelitian dan pengembangan pangan dilakukan untuk
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan serta
menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan pangan yang
mampu meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian
pangan, dan ketahanan pangan”.
Kemudian pada Pasal 118 ayat 1 disebutkan bahwa:
“Penelitian dan pengembangan pangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117 diarahkan untuk menjamin
penyediaan, penyimpanan, pengolahan, dan distribusi pangan
agar mendapatkan bahan pangan yang bermutu dan aman
dikonsumsi bagi masyarakat”.
Sementara pada ayat 2 butir b disebutkan bahwa:
“Penelitian dan pengembangan pangan dilakukan dengan:
Mempercepat pemuliaan dan perakitan untuk menghasilkan
varietas unggul sumber pangan yang berasal dari tanaman,
ternak, dan ikan yang toleran terhadap cekaman biotik dan
abiotik, tahan terhadap organisme pengganggu tumbuhan atau
wabah penyakit hewan dan ikan, dan adaptif terhadap
perubahan iklim”.
Terkait dengan HAKI atas hasil penelitian, negara
menjamin memberikan perlindungan terhadap HKI tersebut.

88
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009


tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Pasal 81
menyebutkan bahwa:
“Negara memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan
intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan dan invensi teknologi
di bidang peternakan dan kesehatan hewan”.
Terkait dengan perlindungan HKI, dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Pasal 124 juga disebutkan bahwa:
“Pemerintah memfasilitasi dan memberikan perlindungan
hak atas kekayaan intelektual terhadap hasil penelitian dan
pengembangan pangan serta pangan lokal unggulan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sementara itu pemberian penghargaan dan insentif bagi
peneliti disebutkan pada Pasal 125 di mana:
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan
penghargaan dan/atau insentif bagi peneliti dan/atau penelitian
pangan yang mampu menghasilkan teknologi unggul yang
bermanfaat bagi masyarakat dalam pewujudan kedaulatan
pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan”.
Penghargaan terhadap penemu teknologi juga disebutkan
di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2019
tentang Sistem Budi daya Pertanian Berkelanjutan, Pasal 99
Ayat 1 bahwa:
“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya memberikan penghargaan kepada penemu
teknologi tepat guna serta penemu teori dan metode ilmiah
baru di bidang budi daya pertanian. Selanjutnya pada Ayat 2
disebutkan bahwa penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.

89
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Pemilik dari hak kekayaan intelektual hasil penelitian dan


pengembangan IPTEK dimiliki oleh inventor pemerintah dan
non pemerintah, dan memiliki hal royalti dari hasil
komersialisasi kekayaan intelektual tersebut. Hal tersebut
tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi pada Pasal 22 ayat 1-3 sebagai berikut:
“Kekayaan intelektual dari penelitian dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dikelola sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Kepemilikan atas kekayaan intelektual yang dibiayai dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah menjadi hak pemerintah pusat
dan/atau pemerintah daerah, inventor, dan/atau lembaga
penelitian dan pengembangan dari Inventor.”
“Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, Inventor,
dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dari Inventor
sebagaimana dimaksud memiliki hak atas royalti dari hasil
komersialisasi Kekayaan Intelektual sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pasal 1
menyebutkan bahwa:
“Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya
disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang
pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung
maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber
daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan
perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah
pusat di luar, penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola
dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.”

90
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Pada Pasal 3 ayat 1 diterangkan yang menjadi objek


PNBP adalah:
“Seluruh aktivitas, hal, dan/atau benda, yang menjadi
sumber penerimaan negara di luar perpajakan dan hibah
dinyatakan sebagai objek PNBP.”
Kemudian Pasal 4 ayat 1 bahwa objek PNBP
sebagaimana dimaksud meliputi (a) Pemanfaatan sumber daya
alam; (b) Pelayanan; (c) Pengelolaan kekayaan negara
dipisahkan; (d) Pengelolaan barang milik negara; (e)
Pengelolaan dana; dan (f) Hak negara lainnya.
Royalti atas jasa alih teknologi hasil penelitian dan
pengembangan pertanian berdasarkan kontrak kerja sama
dengan pihak lain, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Kementerian Pertanian. Pada Pasal 3 ayat 1 disebutkan
bahwa:
“Jasa alih teknologi hasil penelitian dan pengembangan
pertanian yang memperoleh kekayaan intelektual, kepada
pengguna alih teknologi yang mengembangkan secara
komersial dikenakan royalti. Kemudian pada ayat 2 disebutkan
bahwa besaran royalti ditetapkan atas dasar persentase dari
harga penjualan di tingkat distributor selama jangka waktu
kontrak kerja sama”.
Landasan hukum perlindungan varietas tanaman di
Indonesia telah diatur mengacu kepada Undang Undang
Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman. Dalam Undang Undang tersebut disebutkan bahwa:
“Perlindungan varietas tanaman adalah perlindungan
khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh
pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor

91
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman


yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan
pemuliaan tanaman. Pemulia tanaman diberikan hak khusus
oleh negara untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau
badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu
tertentu. Pemulia tanaman sebagai pemegang hak
Perlindungan Varietas Tanaman diberikan kompensasi bernilai
ekonomis dalam rangka pemberian lisensi”.
Untuk hewan/ternak saat ini belum ada landasan hukum
setara undang undang yang memberikan perlindungan
terhadap rumpun/galur hewan. Saat ini, perlindungan hukum
terhadap kepemilikan rumpun atau galur hewan bagi pemulia
hewan, diatur dalam peraturan menteri. Peraturan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 117 tahun 2014 tentang
Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan
mengatur tata cara penetapan dan pelepasan rumpun atau
galur hewan. Namun demikian, dalam Permentan tersebut tidak
diatur pemberian kompensasi bernilai ekonomis (royalti) bagi
pemegang hak perlindungan hewan (ternak)/pemulia ternak
akibat penggunaan rumpun atau galur hewan tersebut oleh
pihak lain (lisensor).
Dengan demikian, maka diperlukan RUU Perlindungan
Galur atau Rumpun Ternak/Hewan. Negara lain yang telah
memasukkan komoditas ternak dalam perlindungan hukum
negara adalah Bulgaria dan Georgia. Pemerintah Republik
Bulgaria telah mengeluarkan Plant Variety Protection No. 84
tentang Law on the Protection of New Plant Varieties and
Animal Breeds. Negara lain adalah Georgia, di mana
perlindungan varietas tanaman dan ternak diatur berdasarkan
Undang-Undang tentang Perlindungan Ternak dan Varietas

92
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Tanaman (Law of Georgia on New Breeds of Animals and


Varieties of Plants). Substansi dalam undang-undang ini
mengadopsi konsep PVT UPOV, karena Georgia merupakan
anggota UPOV sejak 29 November 2008.

93
BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG

A. Sasaran

Sasaran yang akan diwujudkan dalam pengaturan RUU ini


meliputi:
1. Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak merupakan
kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada
pemulia/inventor yang mempunyai peran strategis dalam
mempersiapkan inovasi perbibitan ternak unggul guna
mendukung peningkatan produksi pangan nasional. Untuk
membangun pertanian yang maju, efisien dan tangguh
perlu didukung salah satunya melalui ketersediaan rumpun
atau galur ternak unggul
2. Peningkatan perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak sangat penting bagi pemulia/inventor dan
pemegang hak perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak. Hal ini dapat memberikan motivasi dan
eskalasi kreativitas bagi para pemulia ternak untuk
meningkatkan hasil karya, baik secara kuantitas maupun
kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan
negara serta menciptakan iklim usaha yang sehat. Untuk
lebih meningkatkan minat dan peran serta perorangan
maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan
pemuliaan ternak dalam rangka menghasilkan rumpun
atau galur unggul baru. Dalam hal tersebut, kepada
pemulia atau inventor hewan/ternak perlu diberikan hak
tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut
secara memadai.

95
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

B. Jangkauan dan arah pengaturan

Jangkauan dan arah pengaturan dalam penyusunan RUU


tentang Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak
meliputi pengaturan tentang: (1) Perlindungan rumpun atau
galur ternak/hewan; (2) Permohonan hak perlindungan rumpun
atau galur hewan/ternak; (3) Pemeriksaan; (4) Pengalihan
perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak; (5) Batasan
waktu hak perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak; (6)
Biaya; (7) Pengelolaan perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak; (8) Hak Menuntut; (9) Penyidikan; dan (10)
Ketentuan Pidana.
Undang-undang ini disusun atas dasar iman dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kebenaran ilmiah, manfaat,
kompetitif, keberlanjutan fungsi dan mutu lingkungan, serta
kelestarian budaya masyarakat. Hal-hal yang lebih operasional
dapat diatur dalam peraturan pelaksanaan yang lebih mudah
ditetapkan, diubah, dan dicabut sesuai dengan perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kebijakan nasional serta
kesepakatan global lainnya.

1. Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak

Arah pengaturan terhadap RUU Perlindungan Rumpun


atau Galur Hewan/Ternak adalah upaya untuk mendorong
kegiatan yang dapat menghasilkan rumpun atau galur hewan/
ternak yang unggul dan perlunya memberikan penghargaan
bagi pemulia ternak dalam menghasilkan bibit unggul yang
baru, unik, seragam dan stabil sehingga dapat memberikan
nilai tambah bagi pengguna. Salah satu penghargaan adalah
memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual

96
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

dalam menghasilkan rumpun atau galur hewan/ternak,


termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak
pemulia lainnya. Perlindungan ini akan mendorong semangat
dan kreativitas dalam bidang pemuliaan ternak dan dapat
mengakselerasi berbagai penemuan bibit unggul ternak yang
dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak secara
nasional.
Pemberian perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak
juga untuk dapat mendorong dan memberi peluang kepada
dunia usaha dalam berkontribusi terhadap pembangunan
subsektor peternakan. Hal ini semakin penting karena masih
belum banyak perakitan rumpun atau galur hewan/ternak yang
dilakukan oleh dunia usaha. Saat ini hal tersebut lebih banyak
dilakukan oleh lembaga penelitian pemerintah, sehingga ke
depan peran dunia usaha dapat lebih memperbanyak hasil bibit
unggul ternak. Namun, rumpun atau galur hewan/ternak baru
yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
kesusilaan, norma-norma agama, kelestarian lingkungan hidup,
dan kesehatan tidak akan memperoleh perlindungan.
Perlindungan tersebut juga tidak bertujuan untuk menutup
peluang bagi peternak rakyat dalam memanfaatkan rumpun
atau galur hewan/ternak untuk keperluannya sendiri, serta
dengan tetap memberikan perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak lokal bagi kepentingan masyarakat luas.
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional,
perkembangan sistem agribisnis harus diarahkan untuk
menggalang seluruh potensi bangsa dalam memanfaatkan
keanekaragaman hayati berupa plasma nutfah melalui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
menghasilkan rumpun atau galur hewan/ternak baru yang

97
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

bermanfaat bagi kesejahteraan peternak dan masyarakat luas.


Mengingat bahwa sampai dengan saat ini belum terdapat
peraturan perundang-undangan yang secara komprehensif
mengatur dan memberi perlindungan pada usaha untuk
menghasilkan dan mengembangkan rumpun atau galur
hewan/ternak baru, maka keberadaan Undang-undang tentang
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak menjadi
sangat penting. Undang-undang ini diharapkan dapat
memberikan landasan hukum yang kuat bagi upaya mendorong
terciptanya rumpun atau galur hewan/ternak baru dan
pengembangan industri perbibitan ternak. Dalam
pelaksanaannya undang-undang ini dilandasi dengan prinsip-
prinsip dasar yang mempertemukan keseimbangan
kepentingan umum dan pemegang hak Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/ Ternak.

2. Permohonan hak perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Guna mendapatkan Hak Hak Perlindungan Rumpun atau


Galur Hewan/Ternak, pemulia harus mengajukan permohonan
hak PVT dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-undang ini kepada kantor Perlindungan Rumpun atau
Galur Hewan/Ternak yang diusulkan berada dalam satu
naungan bersama dengan kantor Perlindungan Varietas
Tanaman. Hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak diberikan kepada pemohon untuk jangka waktu 15 (lima
belas) tahun untuk ternak nonruminansia atau 30 (tiga puluh)
tahun untuk ternak ruminansia setelah diberikan sertifikat hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak. Untuk
mendapatkan sertifikat hak perlindungan tersebut, permohonan

98
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

wajib didaftarkan, diperiksa, diumumkan, dan dicatat oleh


Kantor PVT. Hak tersebut dapat dilaksanakan sendiri dan/atau
dialihkan kepada pihak lain untuk memanfaatkan rumpun atau
galur hewan/ternak tersebut secara komersial melalui
perjanjian. Hak yang diatur dalam Undang-undang ini
mencakup antara lain memproduksi atau memperbanyak bibit,
menyiapkan untuk tujuan perbanyakan, menjual atau
memperdagangkan, mengekspor dan mengimpor. Kepada
pemulia atau pihak lain yang memperoleh hak Perlindungan
Rumpun atau Galur Hewan/Ternak diwajibkan untuk
melaksanakan di Indonesia. Apabila hak Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak tidak dilaksanakan tanpa alasan
yang sah menurut undang-undang ini, maka pemegang hak
tersebut dapat dituntut untuk memberikan lisensi wajib kepada
pihak lain yang memenuhi syarat melalui pengadilan negeri.
Hak ini akan berakhir apabila telah habis jangka waktu
berlakunya, dibatalkan, atau dicabut karena syarat-syarat
kebaruan dan keunikan tidak dipenuhi, atau pemegang hak
perlindungan rumpun atau galur hewan/ ternak mengajukan
permohonan pencabutan hak tersebut secara tertulis. Pihak lain
yang dirugikan sehubungan dengan pemberian hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/ Ternak dapat
menuntut pembatalan melalui Pengadilan Negeri.

3. Pemeriksaan atas perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Pemeriksaan substantif atas permohonan Perlindungan


Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dilakukan oleh Pemeriksa
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak. Yang
dimaksud dengan Pemeriksa Perlindungan Rumpun atau Galur

99
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Hewan/Ternak adalah tenaga ahli yang secara khusus dididik


dan diangkat untuk tugas tersebut. Pemeriksa Perlindungan
Rumpun atau Galur Hewan/Ternak adalah pejabat di
lingkungan Kantor PVT, tetapi dapat juga berasal dari instansi
Pemerintah lainnya, yang dididik secara khusus sehingga
memiliki kualifikasi pemeriksa rumpun atau galur hewan/ternak
dan diangkat sebagai pemeriksa. Mengingat sifat keahlian dan
lingkup pekerjaan yang bersifat khusus, maka jabatan
Pemeriksa Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak
diberi status sebagai jabatan fungsional. Ada kemungkinan
bahwa bidang keahlian yang diperlukan untuk pemeriksaan
rumpun atau galur hewan/ternak yang dimohonkan hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak tidak atau
kurang dikuasai oleh Pemeriksa. Begitu pula fasilitas yang
diperlukan untuk melakukan pemeriksaan secara baik, dimiliki
oleh institusi lain, maka dalam hal demikian, Kantor PVT dapat
meminta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas dari
institusi lain. Pemeriksaan tetap dilakukan oleh Kantor PVT,
institusi yang memiliki tenaga ahli atau fasilitas yang diperlukan
hanyalah sekedar membantu. Tanggung jawab dan
kewenangan serta keputusan akhir tentang dapat diberi atau
ditolaknya permohonan hak Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/ Ternak tetap ada pada Kantor PVT. Dalam kasus
tertentu dan untuk sebagian besar hewan/ternak ruminansia,
pemeriksaan substantif persyaratan baru, unik, seragam, dan
stabil perlu diselesaikan dalam waktu yang lebih lama dari 24
(dua puluh empat) bulan, maka hal tersebut Kantor PVT perlu
memberitahukan keperluan perpanjangan waktu pemeriksa
tersebut kepada pemohon. Pemberitahuan ini dapat diberikan
ketika menerima permohonan pemeriksaan substantif atau

100
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

setelah itu, tergantung kapan diketahuinya keperluan


perpanjangan waktu tersebut.

4. Pengalihan perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak pada


dasarnya dapat beralih dari, atau dialihkan oleh pemegang hak
tersebut kepada perorangan atau badan hukum lain. Yang
dimaksud dengan sebab lain yang dibenarkan oleh undang-
undang misalnya pengalihan hak Perlindungan Rumpun atau
Galur Hewan/Ternak melalui putusan pengadilan. Berbeda
dengan pengalihan hak Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak PVT di mana pemilikan hak juga beralih,
pemberian lisensi melalui perjanjian pada dasarnya hanya
pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dalam jangka
waktu tertentu dan syarat tertentu pula. Kepemilikan hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak tetap berada
pada pemegangnya tidak dialihkan kepada pemegang lisensi.
Dengan demikian, pemegang lisensi tidak boleh memberikan
lisensi kepada pihak yang lain. Oleh karena pemegang hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak berhak
memberi lisensi kepada pihak ketiga, maka apabila terjadi
perjanjian lisensi, harus dinyatakan secara tegas dalam
perjanjian, yang berisikan apa saja hak yang berpindah kepada
pihak ketiga selama jangka waktu sesuai dalam perjanjian
lisensi. Apabila pemegang hak Perlindungan Rumpun atau
Galur Hewan/Ternak akan membuat perjanjian lisensi kepada
pihak ketiga lainnya hanya terbatas kepada hak yang belum
diberikan lisensi. Pemegang hak Perlindungan Rumpun atau

101
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Galur Hewan/Ternak wajib memberitahukan kepada para


pemegang lisensi atas pemberian lisensi baru.

5. Batasan waktu hak perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak


diberikan kepada pemohon untuk jangka waktu 15 (lima belas)
tahun untuk ternak non ruminansia atau 30 (tiga puluh) tahun
untuk ternak ruminansia setelah diberikan. Sejak tanggal
pengajuan permohonan hak Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak secara lengkap diterima Kantor PVT sampai
dengan diberikan hak tersebut, kepada pemohon diberikan
perlindungan sementara. Yang dimaksud dengan perlindungan
sementara adalah perlindungan yang diberikan sejak
diserahkannya pengajuan permohonan secara lengkap sampai
diterbitkannya Sertifikat Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak. Selama jangka waktu perlindungan sementara
tersebut, pemohon mendapatkan perlindungan atas
penggunaan rumpun atau galur hewan/ternak.

6. Biaya

Pemegang hak Perlindungan Rumpun atau Galur


Hewan/Ternak berkewajiban membayar biaya tahunan yang
besarnya ditetapkan oleh Menteri. Hal ini ditujukan untuk
kelangsungan berlakunya hak Perlindungan Rumpun atau
Galur Hewan/Ternak.
Untuk setiap pengajuan permohonan hak Perlindungan
Rumpun atau Galur Hewan/Ternak, permintaan pemeriksaan,
petikan Daftar Umum Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak, salinan dokumen, pencatatan pengalihan hak,

102
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

pencatatan surat perjanjian lisensi, pencatatan Lisensi Wajib,


serta lain-lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang
ini wajib membayar biaya.

7. Pengelolaan perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Untuk pengelolaan Perlindungan Rumpun atau Galur


Hewan/Ternak dibentuk Kantor Perlindungan rumpun atau
galur hewan/ternak, di mana memiliki tusi untuk
menyelenggarakan administrasi, dokumentasi, pemeriksaan,
dan pelayanan informasi Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak. Pengelolaan ini senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sosial
ekonomi masyarakat.

8. Hak menuntut

Jika suatu hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/


Ternak diberikan kepada orang atau badan hukum selain orang
atau badan hukum yang seharusnya berhak atas hak tersebut,
maka orang atau badan hukum berhak tersebut dapat menuntut
ke pengadilan negeri. Hak menuntut ini berlaku sejak tanggal
diberikan Sertifikat hak Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak.

9. Penyidikan

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik pejabat Kepolisian


Negara Republik Indonesia, diminta atau tidak diminta memberi
petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud dengan petunjuk meliputi

103
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

teknik dan taktik penyidikan, sedangkan yang dimaksud dengan


bantuan penyidikan meliputi penangkapan, penahanan, dan
pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, pejabat penyidik
pegawai negeri sipil sejak awal wajib memberitahukan tentang
penyidikan tersebut kepada penyidik pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Selanjutnya hasil penyidikan berupa
berkas perkara tersangka dan barang bukti, diserahkan kepada
Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

10. Ketentuan pidana

Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu


kegiatan untuk menggunakan rumpun atau galur hewan/ternak
tanpa persetujuan pemegang hak Perlindungan Rumpun atau
Galur Hewan/Ternak akan dipidana dengan pidana penjara
yang jangka waktu dan besaran dendanya akan ditetapkan oleh
yang berwenang.

C. Ruang lingkup materi muatan undang-undang

Ruang lingkup materi muatan Undang-undang yang diatur


telah disusun sebagaimana dalam butir B, dan akan
ditambahkan beberapa materi meliputi: (1) Rumpun atau galur
hewan/ternak yang Dapat Diberi Perlindungan; (2) Rumpun
atau galur hewan/ternak yang Tidak Dapat Diberi Perlindungan;
(3) Subjek Perlindungan rumpun atau galur ternak; (4) Hak dan
Kewajiban Pemegang Hak Perlindungan rumpun atau galur
ternak; (5) Penarikan Kembali Permohonan Hak Perlindungan
rumpun atau galur ternak; (6) Larangan Mengajukan
Permohonan Hak Perlindungan rumpun atau galur ternak dan

104
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

Kewajiban Menjaga Kerahasiaan; (7) Pengumuman


Permohonan Hak Perlindungan rumpun atau galur ternak; (8)
Pemberian atau Penolakan Permohonan Hak Perlindungan
rumpun atau galur ternak; (9) Lisensi; (10) Pembatalan Hak
Perlindungan rumpun atau galur ternak; dan (11) Pencabutan
Hak Perlindungan rumpun atau galur ternak.

1. Rumpun atau galur hewan/ternak yang dapat diberi


perlindungan

Rumpun atau galur hewan/ternak yang dapat diberi


Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak meliputi
rumpun atau galur dari jenis spesies hewan/ternak yang baru,
unik, seragam, stabil, dan diberi nama. Suatu rumpun atau
galur dianggap baru apabila pada saat penerimaan
permohonan hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak, bahan perbanyakan atau hasil panen dari rumpun atau
galur tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau
sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau
telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun
untuk ternak non ruminansia dan enam tahun untuk ternak
ruminansia. Suatu rumpun atau galur dianggap unik apabila
rumpun atau galur dapat dibedakan secara jelas dengan
rumpun atau galur yang keberadaannya sudah diketahui secara
umum pada saat penerimaan permohonan hak perlindungan
rumpun atau galur. Suatu rumpun atau galur dianggap seragam
apabila sifat utama atau sifat penting pada rumpun atau galur
terbukti seragam, dan disebut stabil jika sifat rumpun atau galur
tidak mengalami perubahan setelah diperbanyak atau
dikembangbiakkan.

105
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

2. Rumpun atau galur hewan/ternak yang tidak dapat


diberi perlindungan

Rumpun atau galur yang tidak dapat diberi Perlindungan


Rumpun atau Galur Hewan/Ternak adalah rumpun atau galur
yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum,
kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian
lingkungan hidup.

3. Subjek perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak

Pemegang hak Perlindungan Rumpun atau Galur


Hewan/Ternak adalah pemulia atau orang atau badan hukum,
atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak ini dari
pemegang hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak sebelumnya. Pemeriksa Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak adalah tenaga ahli yang secara khusus dididik dan
diangkat untuk tugas tersebut. Pemeriksa Perlindungan
Rumpun atau Galur Hewan/Ternak adalah pejabat di
lingkungan Kantor Perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak, tetapi dapat juga berasal dari instansi
pemerintah lainnya, yang dididik secara khusus sehingga
memiliki kualifikasi pemeriksa Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak dan diangka sebagai Pemeriksa.

4. Hak dan kewajiban pemegang hak perlindungan


rumpun atau galur hewan/ternak

Hak atas Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak


merupakan hak yang bersifat khusus. Berdasarkan hak
tersebut pemegang hak Perlindungan Rumpun atau Galur

106
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

Hewan/Ternak dapat menggunakan rumpun atau galur yang


mendapat hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak
atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menggunakan rumpun atau galur tersebut untuk kepentingan
yang bersifat komersial. Pada dasarnya segala keunggulan
yang dimiliki suatu rumpun atau galur diwujudkan melalui
bahan perbanyakan berupa bibit/benih. Oleh karena itu, hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak perlu
diberlakukan baik untuk penggunaan benih/bibit maupun
penggunaan hasil panen untuk bahan perbanyakan. Ketentuan
ini menjamin rumpun atau galur yang memiliki Perlindungan
Rumpun atau Galur Hewan/Ternak memperoleh imbalan atas
penggunaan rumpun atau galur tersebut dalam pembuatan
rumpun atau galur turunan esensial dengan teknik rekayasa
genetika. Ketentuan ini untuk melindungi penggunaan rumpun
atau galur yang dilindungi dari penggunaan dengan nama lain,
serta dari penggunaan secara berulang-ulang dalam
memproduksi rumpun atau galur lain seperti penggunaan galur
inbrida dalam pembuatan hibrida.

5. Penarikan kembali permohonan hak perlindungan


rumpun atau galur hewan/ternak

Surat permohonan hak Perlindungan Rumpun atau Galur


Hewan/ternak dapat ditarik kembali dengan mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Kantor Perlindungan
rumpun atau galur hewan/ternak, di mana ketentuan penarikan
kembali surat permohonan ini diatur lebih lanjut oleh
pemerintah.

107
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

6. Larangan mengajukan permohonan hak perlindungan


rumpun atau galur hewan/ternak dan kewajiban
menjaga kerahasiaan

Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun


sesudah pensiun atau berhenti karena sebab apapun dari
Kantor Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak, pegawai
Kantor Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak atau
orang yang karena penugasannya bekerja untuk dan atas
nama Kantor Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak,
dilarang mengajukan permohonan hak Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak, memperoleh hak ini atau dengan
cara apapun memperoleh hak atau memegang hak yang
berkaitan dengan Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/
Ternak, kecuali bila pemilihan hak tersebut diperoleh karena
warisan.

7. Pengumuman permohonan hak perlindungan rumpun


atau galur hewan/ternak

Pengumuman suatu permohonan hak Perlindungan


Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dimaksudkan agar
masyarakat luas mengetahui adanya permohonan hak
Perlindungan Rumpun Atau Galur Hewan/Ternak atas suatu
rumpun atau galur. Dengan pengumuman tersebut masyarakat
khususnya pihak yang berkepentingan dengan adanya
permohonan hak Perlindungan Rumpun Atau Galur Hewan/
Ternak tersebut dapat memperoleh kesempatan untuk
memeriksa ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak yang
mungkin dimilikinya atau dimiliki orang lain kalau hak
Perlindungan Rumpun Atau Galur Hewan/Ternak diberikan
kepada pemohon. Pengumuman dilakukan dengan cara

108
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

menempatkannya dalam papan pengumuman yang khusus


disediakan di Kantor Perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak dan dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat
luas. Selain itu, pengumuman juga dilakukan dengan
menempatkannya dalam Berita Resmi Perlindungan Rumpun
Atau Galur Hewan/Ternak yang diterbitkan secara berkala oleh
Kantor Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak
berpendapat bahwa berdasarkan pemeriksaan, segala
persyaratan yang ditetapkan terpenuhi dan permohonan
tersebut tidak ditarik kembali.

8. Pemberian atau penolakan permohonan hak


perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak

Kantor Perlindungan rumpun atau galur hewan/ternak


harus memutuskan untuk memberi atau menolak permohonan
hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dalam
waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak tanggal permohonan pemeriksaan substantif.
Apabila diperlukan perpanjangan waktu pemeriksaan, maka
Kantor ini harus memberitahukan kepada pemohon hak
Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/Ternak dengan
disertai alasan dan penjelasan yang mendukung perpanjangan
tersebut.

9. Lisensi

Pemegang hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/


Ternak berhak memberi lisensi kepada orang atau badan
hukum lain berdasarkan surat perjanjian lisensi. Jika
diperjanjikan lain, maka pemegang hak ini tetap boleh

109
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga


lainnya.

10. Pembatalan hak perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Pembatalan hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/


Ternak dilakukan oleh Kantor Perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan
sebelumnya. Hal ini misalnya, syarat-syarat kebaruan dan/atau
keunikan, keseragaman dan atau stabilitas tidak dipenuhi pada
saat pemberian hak Perlindungan Rumpun atau Galur
Hewan/Ternak.

11. Pencabutan hak perlindungan rumpun atau galur


hewan/ternak

Pencabutan hak Perlindungan Rumpun atau Galur Hewan/


Ternak dilakukan oleh Kantor Perlindungan rumpun atau galur
hewan/ternak dengan beberapa alasan, seperti: tidak
memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka
waktu enam bulan; syarat/ciri-ciri dari rumpun atau galur yang
dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai lagi dengan
ketentuan, dan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

D. Ketentuan umum

Beberapa pengertian dari istilah yang digunakan dalam


RUU Perlindungan Galur atau Rumpun Hewan/Ternak yang
akan dibentuk adalah:
1. Pemuliaan tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian
dan pengujian atau kegiatan penemuan dan

110
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode


baku untuk menghasilkan varietas baru dan
mempertahankan kemurnian benih varietas yang
dihasilkan.
2. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk
mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari
suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu.
3. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan
sumber daya fisik, benih, bibit, bakalan, ternak ruminansia
indukan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya
ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran,
pengusahaan, pembiayaan, serta sarana dan prasarana.
4. Galur ternak adalah sekelompok individu ternak dalam
satu rumpun yang mempunyai karakteristik tertentu yang
dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan atau
perkembangbiakan.
5. Rumpun hewan adalah segolongan hewan dari suatu
spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan
dapat diwariskan pada keturunannya.
6. Perlindungan varietas tanaman adalah perlindungan
khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili
oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh
Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas
tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui
kegiatan pemuliaan tanaman.
7. Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus
yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau
pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk
menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau
memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakannya selama waktu tertentu.

111
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

8. Varietas tanaman yang selanjutnya disebut varietas,


adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan
tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh
sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan
apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
9. Pemulia tanaman adalah orang yang melaksanakan
pemuliaan tanaman.
10. Pemulia ternak adalah orang yang melaksanakan
pemuliaan ternak.
11. Peternak adalah orang perseorangan warga negara
Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha
Peternakan.
12. Perlindungan Galur atau Rumpun Hewan/Ternak adalah
perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam
hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya
dilakukan oleh Kantor Perlindungan Galur atau Rumpun
Hewan/Ternak, terhadap galur atau rumpun tenak yang
dihasilkan oleh pemulia ternak melalui kegiatan pemuliaan
ternak.
13. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau
udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.
14. Ternak adalah Hewan peliharaan yang produknya
diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku
industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan
pertanian.
15. Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang
memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.

112
Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Undang-Undang

16. Spesies adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat-sifat


genetik sama, dalam kondisi alami dapat melakukan
perkawinan dan menghasilkan keturunan yang subur.
17. Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai ciri
dan karakteristik luar serta sifat keturunan yang sama dari
satu spesies.
18. Persilangan adalah cara perkawinan, di mana
perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan
perkawinan antara hewanhewan dari satu spesies tetapi
berlainan rumpun.
19. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan
keturunan melalui pemeriksaan dan/atau pengujian
berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan
menggunakan metoda atau teknologi tertentu.

113
BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, diperoleh


beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Teori dan praktik empiris mengenai perlindungan galur atau
rumpun hewan/ternak meliputi:
a. Pengaturan perlindungan hukum kekayaan intelektual
sebagai bagian dari sistem hukum, sangat erat dikaitkan
dengan dengan dunia usaha, termasuk usaha untuk
menghasilkan bibit unggul ternak. Hal ini dilakukan dalam
rangka pemanfaatan sumber daya genetik ternak melalui
serangkaian proses pemuliaan guna mewujudkan
ketahanan dan keamanan pangan nasional.
b. Pengaturan perlindungan galur atau rumpun hewan/
ternak harus berazaskan atau prinsip-prinsip penyusunan
suatu norma guna kepentingan seluruh masyarakat
Indonesia.
c. Sebagai upaya untuk mewujudkan pengaturan bagi
perrlindungan pembentukan galur atau rumpun hewan/
ternak dan meningkatkan motivasi dan kreativitas para
peneliti pemulia ternak guna meningkatkan inovasi
berdaya guna.
2. Kondisi peraturan perundang-undangan saat ini yang
berkaitan dengan perlindungan bagi pembentukan galur atau
rumpun hewan/ternak belum ada, sehingga perlu adanya
rancangan pengaturan tersebut dengan mengacu pada UU
Perlindungan Varietas Tanaman No 29 Tahun 2000, yang
direncanakan untuk direvisi.

115
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis RUU tentang


Perlindungan Galur atau Rumpun Hewan/ternak meliputi:
a. Landasan filosofis
Untuk memperoleh perlindungan maupun manfaat
ekonomi bagi peneliti pemulia peternakan, sehingga
kehadiran negara dalam memberikan perlindungan
dimaksud menjadi sangat penting sebagaimana termuat
dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan sosiologis
Pembentukan rumpun/galur ternak secara sosiologis
sangat erat dengan sumber daya dan kearifan lokal
(indigenous knowledge), sehingga perlu diperkuat dengan
upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat lokal
dalam proses pembentukan rumpun/galur ternak yang
dikemas dalam pembangunan sosial sebagai salah satu
mata pencaharian (livelihood), yang meliputi aspek bisnis
hulu-hilir.
c. Landasan yuridis
Untuk hewan/ternak saat ini belum ada landasan hukum
setara undang undang yang memberikan perlindungan
terhadap galur atau rumpun hewan/ternak baru. Saat ini,
perlindungan hukum terhadap kepemilikan rumpun atau
galur hewan bagi peneliti pemulia, diatur dalam Peraturan
Menteri Republik Indonesia Nomor 117 tahun 2014
tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur
Hewan mengatur tata cara penetapan dan pelepasan
rumpun atau galur hewan. Namun demikian dalam
Permentan tersebut tidak diatur pemberian kompensasi
bernilai ekonomis (royalti) bagi pemegang hak
perlindungan hewan (ternak)/pemulia ternak akibat

116
Penutup

penggunaan rumpun atau galur hewan tersebut oleh


pihak lain. Praktik ini juga telah dilakukan di Bulgaria
melalui pengaturan terkait dengan Plant Variety
Protection No. 84 tentang Law on the Protection of New
Plant Varieties and Animal Breeds. Perlindungan Varietas
Tanaman dan Ternak di Georgia diatur berdasarkan
Undang-Undang tentang Perlindungan Ternak dan
Varietas Tanaman (Law of Georgia on New Breeds of
Animals and Varieties of Plants). Substansi dalam
Undang-undang ini mengadopsi konsep PVT UPOV,
karena Georgia merupakan anggota UPOV sejak 29
November 2008. Dengan demikian, maka revisi Undang
Undang Nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman yang bertujuan untuk memperluas
cakupan dan memasukkan komoditas ternak perlu
dilakukan.
4. Materi muatan dari RUU tentang Perlindungan Galur atau
Rumpun Hewan/Ternak pada dasarnya mengacu pada UU
No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

B. Saran

Atas beberapa kesimpulan di atas dapat disampaikan


beberapa saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya Perlindungan Galur atau Rumpun
Hewan/Ternak yang secara substantif belum masuk pada
UU No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman sehingga revisi UU No 29 Tahun 2000. Dengan
mengusulkan RUU Perlindungan Galur atau Rumpun
Hewan/Ternak akan menambah nilai manfaat ekonomi bagi
para pemulia bidang peternakan dalam membuat galur atau

117
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

rumpun baru hewan/ternak sebagai penghasil bibit unggul


ternak yang diperlukan oleh masyarakat.
2. Dengan adanya RUU Perlindungan Galur atau Rumpun
Hewan/Ternak dapat memberikan pengaturan yang lebih
jelas, tegas, dan transparan, sehingga mampu
meningkatkan inovasi para peneliti pemulia peternakan
dalam skala yang lebih luas guna mewujudkan ketahanan
pangan berbasis sumber protein asal ternak.

118
DAFTAR PUSTAKA

Ahmar S, Saeed S, Khan MHU, Khan SU, Mora-Poblete F,


Kamran M, Faheem A, Maqsood A, Rauf M, Saleem S, et
al. 2020. A Revolution toward Gene-Editing Technology
and Its Application to Crop Improvement. Int J Mol Sci.
21(5665).
Badan Pusat Statistik. 2020. Peternakan dalam Angka 2020. In:
Jakarta: Badan Pusat Statistik; p. 93–97.
Badan Pusat Statistik. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020
[Internet]. [accessed 2021 Jun 15].
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil
-sensus-penduduk-2020.html
Carsono N. 2008. Peran Pemuliaan Tanaman dalam
Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. In: Semin
Agric Sci Mencermati Perjalanan Revital Pertanian,
Perikan dan Kehutan dalam Kaji terbatas Bid Produksi
Tanaman, Pangan, tanggal Januari 2008. Tokyo, Jepang.
Cornish WR. 1989. Intellectual property: patents, copyright,
trademarks, and allied rights. 2nd ed. London: Sweet &
Maxwell.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020.
Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2020.
Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
FAO. 2007. The State of the World’s Animal Genetic Resources
for Food and Agriculture – in brief. Rischkowsky, Pilling D,
Barbara, editors. Rome: Commission on Genetic
Resources for Food and Agriculture Food and Agriculture
Organization of the United Nations.

119
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun
atau Galur Hewan/Ternak

Grehenson G. 2018. Indonesia Kehilangan 75%


Keanekaragaman Sumber Daya Genetik Tanaman
Pertanian. Univ Gadjah Mada [Internet]. [accessed 2021
Mar 29]. https://ugm.ac.id/id/berita/16887-indonesia-
kehilangan-75-keanekaragaman-sumber-daya-genetik-
tanaman-pertanian
Irianti YDWS. 2017. Perlindungan dan Pemanfaatan Varietas
Tanaman Melalui Perjanjian Benefit Sharing. Rechtidee.
12(1):1–25.
Kementerian Perdagangan. 2021. Neraca Daging Sapi dan
Kerbau 2021. In: Rakornis Kemenko Bid Perekon. [place
unknown].
Lanigan TM, Kopera HC, Saunders TL. 2020. Principles of
Genetic Engineering. Genes (Basel). 11(291).
Lestari EI, Roisah K, Prabandari AP. 2019. Perlindungan
Hukum Terhadap Varietas Tanaman Dalam Memberikan
Kepastian Hukum. NOTARIUS. 12(2):972–984.
Li H, Yang Y, Hong W, Huang M, Wu M, Zhao X. 2020.
Applications of genome editing technology in the targeted
therapy of human diseases: mechanisms, advances and
prospects. Signal Transduct Target Ther [Internet]. 5(1).
https://doi.org/10.1038/s41392-019-0089-y
McPherron AC, Lawler AM, Lee. SJ. 1997. Regulation of
skeletal muscle mass in mice by a new TGF-beta
superfamily member. Nature. 387.
Nuhung IA. 2015. Kinerja, Kendala dan Strategi Pencapaian
Swasembada Daging Sapi. Forum Penelit Agro Ekon.
33(1):63–80.
Purwandoko PH, Imanullah MN. 2013. Perlindungan Variets
Tanaman Sebagai Salah Satu Bentuk Perlindungan Hak
Ekonomi Para Pemulia Tanaman Menuju Ketahanan
Pangan Nasional. Yustisia. 2(3):83–96.

120
Daftar Pustaka

Ramesha KP. 2011. Intellectual Property Rights Regime for


Livestock Agriculture in India - Present Status and Future
Prospects. J Intellect Prop Rights. 16(2):154–162.
Sikora P, Chawade A, Larsson M, Olsson J, Olsson O. 2011.
Mutagenesis as a Tool in Plant Genetics, Functional
Genomics, and Breeding. Int J Plant Genomics Vol.:13
pp.
Singh B, Gorakh M, SK G, M M. 2019. Intellectual Property
Rights in Animal Biotechnology. Adv Anim
Biotechnol.(6):527–530.
Smelser JN, Swedberg R. 2005. The New Institutionalisms in
Economics and Sociology. New Jersey: Princeton
University Press.
Sosa MAG, Gasperi R De, Elder GA. 2010. Animal
transgenesis: an overview. Brain Struct Funct. 214:91–
109.
Ubalua AO. 2009. Transgenic plants: Successes and
controversies. Biotechnol Mol Biol Rev. 4(6):118–127.
Williams JL. 2005. The use of marker-assisted selection in
animal breeding and biotechnology. Rev Sci Tech.
24(1):379–391.

121
LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi nama rumpun galur ternak tahun 2010-2019 yang telah ditetapkan
dan dilepaskan sesuai Keputusan Menteri Pertanian
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
No Tentang Tanggal
Galur Ternak
1 Bali Sapi bali Sapi 325/Kpts/OT.140/1/2010 Penetapan rumpun 22-Jan-10
sapi bali
2 Jawa Tengah Kambing Kambing 2591/Kpts/PD.400/7/2010 Penetapan galur 19-Jul-10
kaligesing kambing kaligesing
3 Jatim Sapi madura Sapi 3735/Kpts/HK.040/11/2010 Penetapan rumpun 23 Nov 2010
sapi madura
4 Aceh Sapi aceh Sapi 2907/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
sapi aceh
5 Sumbar Sapi pesisir Sapi 2908/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
sapi pesisir
6 NTB Sapi Sapi 2909/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
sumbawa sapi sumbawa
7 NTB Kerbau Kerbau 2910/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
sumbawa kerbau sumbawa
8 Maluku Kerbau moa Kerbau 2911/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
kerbau moa
9 Maluku Kambing Kambing 2912/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
lakor kambing lakor

123
Lampiran
124
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
10 Maluku Domba kisar Domba 2913/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
domba kisar
11 Jawa Barat Domba garut Domba 2914/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
domba garut
atau Galur Hewan/Ternak

12 Jawa Tengah Domba Domba 2915/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11


wonosobo domba wonosobo
13 Jawa Tengah Domba batur Domba 2916/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
domba batur
14 NTB Kuda Kuda 2917/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
sumbawa kuda sumbawa
15 Puslitbangnak Ayam pelung Ayam 2918/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
ayam pelung
16 Sumbar Ayam kokok- Ayam 2919/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
balenggek ayam kokok-
balenggek
17 Sulsel Ayam gaga Ayam 2920/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
ayam gaga
18 Kalsel Itik alabio Itik 2921/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
itik alabio
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun

19 Jawa Tengah Itik tegal Itik 2922/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11


itik tegal
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
20. Sumbar Itik pitalah Itik 2923/Kpts/OT.140/6/2011 Penetapan rumpun 17-Jun-11
itik pitalah
21. Jambi Itik kerinci Itik 2834/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Itik Kerinci
22. Sumbar Itik bayang Itik 2835/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Itik Bayang
23. Bengkulu Itik talang Itik 2836/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
benih Itik Talang Benih
24. Jatim Itik mojosari Itik 2837/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Itik Mojosari
25. Kaltim Rusa sambar Rusa 2838/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Rusa Sambar
26. Jatim Domba Domba 2839/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
sapudi Domba Sapudi
27. Puslitbangnak Kambing Kambing 2840/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
kacang Kambing Kacang
28. Puslitbangnak Sapi Sapi 2841/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
peranakan Sapi Peranakan
ongole Ongole
29. Jawa Tengah Sapi jabres Sapi 2842/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 13-Aug-12
Sapi Jabres

125
Lampiran
126
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
30. Kaltim Kerbau Kerbau 2843/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
kalimantan Kerbau Kalimantan
timur Timur
31. Kalsel Kerbau Kerbau 2844/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
atau Galur Hewan/Ternak

kalimantan Kerbau Kalimantan


selatan Selatan
32. Sulsel Kerbau Kerbau 2845/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
toraya Kerbau Toraya
33. Bangka Ayam Ayam 2846/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Belitung merawang Ayam Merawang
34. Jawa Tengah Ayam kedu Ayam 2847/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
Ayam Kedu
35. Kaltim Ayam Ayam 2848/Kpts/LB.430/8/2012 Penetapan Rumpun 10-Aug-12
nunukan Ayam Nunukan
36. Sumsel Kerbau Kerbau 694/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
pampangan Kerbau Pampangan
37. Puslitbangnak Kambing Kambing 695/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
peranakan Kambing Peranakan
etawah Etawah
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun

38. Bali Kambing Kambing 696/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13


gembrong Kambing Gembrong
39. Sulteng Domba palu Domba 697/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
Domba Palu
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
40. Jawa Barat Ayam sentul Ayam 698/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
Ayam Sentul
41. Sumsel Itik pegagan Itik 699/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
Itik Pegagan
42. Jawa Barat Itik rambon Itik 700/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
Itik Rambon
43. Jawa Tengah Itik magelang Itik 701/Kpts/PD.410/2/2013 Penetapan Rumpun 13-Feb-13
Itik Magelang
44. Pordasi Kuda pacu Kuda 4468/Kpts/SR.120/7/2013 Pelepasan Rumpun 09-Jul-13
indonesia Kuda Pacu
Indonesia
45. Puslitbangnak Ayam KUB-1 Ayam 274/Kpts/SR.120/2/2014 Pelepasan Galur 24-Feb-14
Ayam KUB-1
46. Jawa Barat Itik cihateup Itik 425/Kpts/SR.120/3/2014 Penetapan Rumpun 20-Mar-14
Itik Cihateup
47. Nusa Kuda sandel Kuda 426/Kpts/SR.120/3/2014 Penetapan Rumpun 20-Mar-14
Tenggara Kuda Sandel
Timur
48. Nusa Sapi sumba Sapi 427/Kpts/SR.120/3/2014 Penetapan Rumpun 20-Mar-14
Tenggara ongole Sapi Sumba Ongole
Timur
49. Aceh Kerbau Kerbau 579/Kpts/SR.120/4/2014 Penetapan Rumpun 30-Apr-14
simeulue Kerbau Simeulue

127
Lampiran
128
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
50. Sulsel Kambing Kambing 580/Kpts/SR.120/4/2014 Penetapan Rumpun 30-Apr-14
marica Kambing Marica
51. Bali Anjing Anjing 581/Kpts/SR.120/4/2014 Penetapan Rumpun 30-Apr-14
kintamani Anjing Kintamani
atau Galur Hewan/Ternak

52. DIY Itik turi Itik 665/Kpts/SR.120/6/2014 Penetapan Rumpun 04-Jun-14


Itik Turi
53. Sulteng Sapi Sapi 666/Kpts/SR.120/6/2014 Penetapan Rumpun 04-Jun-14
donggala Sapi Donggala
54. Puslitbangnak Domba Domba 1050/Kpts/SR.120/10/2014 Pelepasan Rumpun 13-Oct-14
compass Domba Compass
agrinak Agrinak
55. Jawa Barat Sapi Sapi 1051/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Rumpun 13-Oct-14
pasundan Sapi Pasundan
56. Riau Sapi kuantan Sapi 1052/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Rumpun 13-Oct-14
Sapi Kuantan
57. Riau Kerbau kuntu Kerbau 1053/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Rumpun 13-Oct-14
Kerbau Kuntu
58. Aceh Kuda gayo Kuda 1054/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Rumpun 13-Oct-14
Kuda Gayo
Naskah Akademik Rancangan Undang-UndangPerlindungan Rumpun

59. Jatim Kambing Kambing 1055/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Galur 13-Oct-14


senduro Kambing Senduro
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
60. Jatim Ayam gaok Ayam 1056/Kpts/SR.120/10/2014 Penetapan Rumpun 13-Oct-14
Ayam Gaok
61. Jawa Tengah PO Kebumen Sapi 358/Kpts/PK.040/6/2015 Penetapan Rumpun 8 Juni 2015
PO Kebumen
62. Lampung Kambing Kambing 359/Kpts/PK.040/6/2015 Penetapan Rumpun 08-Jun-15
Saburai Kambing Saburai
63. Puslitbangnak Itik Itik 360/Kpts/PK.040/6/2015 Pelepasan Galur Itik 08-Jun-15
Alabimaster Alabimaster Agrinak
Agrinak
64. Puslitbangnak Itik Itik 361/Kpts/PK.040/6/2015 Pelepasan Galur Itik 8 Juni 2015
Mojomaster Mojomaster Agrinak
Agrinak
65. Puslitbangnak Ayam Sensi Ayam 39/Kpts/PK.020/1/2017 Pelepasan Galur 20-Jan-17
Agrinak Ayam Sensi Agrinak
66. Sumatera Utara Kambing Kambing 40/Kpts/PK.020/1/2017 Penetapan Rumpun 20-Jan-17
Panorusan Kambing Panorusan
Samosir Samosir
67. Nusa Tenggara Sapi Rote Sapi 41/Kpts/PK.020/1/2017 Penetapan Rumpun 20-Jan-17
Timur Sapi Rote
68. Jawa Barat Itik Pajajaran Itik 42/Kpts/PK.020/1/2017 Penetapan Rumpun 20-Jan-17
Itik Pajajaran
69. Jawa Barat Domba Domba 300/Kpts/SR.120/5/2017 Penetapan Rumpun 04 Mei 2017
Priangan Domba Priangan

129
Lampiran
130
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
70. Jawa Tengah Kambing Kambing 301/Kpts/SR.120/5/2017 Penetapan Rumpun 04 Mei 2017
Kejobong Kambing Kejobong
71. Aceh Kerbau Gayo Kerbau 302/Kpts/SR.120/5/2017 Penetapan Rumpun 04 Mei 2017
Kerbau Gayo
atau Galur Hewan/Ternak

72. Puslitbangnak Kelinci Rexsi- Kelinci 303/Kpts/SR.120/5/2017 Pelepasan Galur 04 Mei 2017
Agrinak Kelinci Rexsi-
Agrinak
73 BPTU Ayam Ayam 774/Kpts/PK.020/11/2018 Pelepasan galur 06 Nov'18
Sembawa Sembawa ayam Sembawa
74 PT ULU Ayam Pelung Ayam 777/Kpts/PK.020/11/2018 Pelepasan galur 06 Nov'18
ULU ayam Pelung Ulu
75 PT. Putra Itik Gunsi Itik 366/Kpts/PK.020/05/2019 Pelepasan Rumpun 15' Mei 2019
Perkasa PKC (Peking Itik Gunsi PKC
Genetika Khaki
Chambell)
76 Institut Ayam IPB D1 Ayam 693/Kpts/PK.230/M/9/2019 Pelepasan Rumpun 30' Sept
Pertanian Ayam IPB D1 2019
Bogor
77 BPTU HPT Sapi Sapi 04/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun

Padang Simmental Sapi Simmental 2020


Mengatas Indonesia Indonesia
78 Puslitbangnak Sapi Pogasi Sapi 05/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Galur 03' Januari
Agrinak Sapi Pogasi Agrinak 2020
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
79 Puslitbangnak Domba Domba 06/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Bahtera Domba Bahtera 2020
Agrinak Agrinak
80 Puslitbangnak Domba Domba 07/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Komposit Domba Komposit 2020
Garut Agrinak Garut Agrinak
81 Puslitbangnak Kambing Kambing 08/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Boerka Kambing Boerka 2020
Galaksi Galaksi Agrinak
Agrinak
82 Puslitbangnak Kelinci Reza Kelinci 09/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Agrinak Kelinci Reza 2020
Agrinak
83 Puslitbangnak Itik PMp Itik 10/Kpts/PK.040/M/1/2020 Pelepasan Rumpun 03' Januari
Agrinak Itik PMp Agrinak 2020
84 BET Cipelang Sapi Belgian 616/KPTS/PK.030/M/9/2020 Pelepasan 29
Blue Introduksi Rumpun September
Sapi Belgian Blue 2020
85 BET Cipelang Sapi Wagyu 619/KPTS/PK.020/M/9/2020 Pelepasan 30`
Introduksi Rumpun September
Sapi Wagyu 2020

131
Lampiran
132
Nama Keputusan Menteri Pertanian
No Provinsi Rumpun Jenis
Galur Ternak No Tentang Tanggal
86 PT. Indogal Sapi Galician 620/KPTS/PK.020/M/9/2020 Pelepasan Itroduksi 30`
Blond Rumpun Sapi September
Galicaian Blond 2020
87 Kab. Sapi Galekan 617/KPTS/PK.020//M/9/2020 Penetapan Rumpun 30`
atau Galur Hewan/Ternak

Trenggalek Sapi Galekan September


2020
88 PT. Agro Domba 117/KPTS/PK.030/M/2/2021 Pelepasan 25 Februari
Investama Dorper Introduksi Rumpun 2021
Domba Dorper
89 PT. Putra Ayam Gunsi 237/KPTS/PK.020/M/4/2021 Pelepasan rumpun 14` April
Perkasa Gama ayam Gunsi Gama 2021
Genetika
90 PT. Putra Ayam Gunsi 238/KPTS/PK.020/M/4/2021 Pelepasan rumpun 14` April
Perkasa Alpha ayam Gunsi Alpha 2021
Genetika
91 PT. Putra Ayam Gunsi 239/KPTS/PK.020/M/4/2021 Pelepasan rumpun 14` April
Perkasa Tetta ayam Gunsi Tetta 2021
Genetika
92 PT. Putra Ayam Gunsi 240/KPTS/PK.020/M/4/2021 Pelepasan rumpun 14` April
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Rumpun

Perkasa Beta ayam Gunsi Beta 2021


Genetika

Anda mungkin juga menyukai