Anda di halaman 1dari 41

TUGAS

KEPERAWATAN JIWA
“Konsep Keperawatan Pasien dengan Masalah Isolasi Sosial”
Dosen Pengampuh: Antonia Helena Hamu, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

Mahasiswa PPN B TK III Program Studi PPN

1. Anastasia Bella Pandie NIM. PO5303209201170


2. Reni Vicgriani Banoet NIM. PO5303209201210
3. Restiani Imanuela Rohi NIM. PO5303209201211
4. Umi Lervisia Bees NIM. PO5303209201213

POLITELNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmat, dan kasih-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
membahas tentang “Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Masalah Psikososial
yaitu Isolasi Sosial”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah yaitu Keperawatan Jiwa.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar,
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyusunan makalah ini .
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang konstruktif demi penyusunan
makalah selanjutnya. Apabila ada kesalahan penulisan kata ataupun kalimat dalam
makalah ini, kami selaku penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mudah-
mudahan makalah ini, dapat bermanfaat bagi semua pihak maupun setiap pembaca.

Kupang, 26 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
1.3 Manfaat...........................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1 Konsep Skizofrenia.........................................................................................4
2.1.1 Definisi Skizofrenia.................................................................................4
2.1.2 Etiologi Skizofrenia.................................................................................4
2.1.3 Manifestasi Klinis....................................................................................7
2.1.4 Rentang respon neurologis......................................................................9
2.1.5 Penatalaksanaan.....................................................................................10
2.2 Konsep Isolasi Mandiri.................................................................................22

ii
2.2.1 Definisi Isolasi Sosial............................................................................22
2.2.2 Etiologi Isolasi Sosial............................................................................23
2.2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................25
2.2.6 Proses Terjadinya Isolasi Sosial............................................................26
2.3 Asuhan Keperawatan....................................................................................27
2.3.1 Pengkajian.............................................................................................27
2.3.2 Pohon Masalah......................................................................................28
2.3.3 Diagnosa Keperawatan..........................................................................28
2.3.4 Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan..............................................29
2.3.5 Implementasi Keperawatan...................................................................32
2.3.6 Evaluasi Keperawatan...........................................................................32
2.4 Riview Literatur............................................................................................33
BAB III........................................................................................................................36
PENUTUP...................................................................................................................36
3.1 Kesimpulan...................................................................................................36
3.2 Saran.............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perubahan sosial ekonomi yang cepat dan situasi politik yang
tidak menentu sehingga dapat menyebabkan jumlah gangguan jiwa dalam
kehidupan manusia semakin meningkat. Permasalahan dan tekanan hidup yang di
hadapi sehari-hari salah satunya ialah masalah ekonomi sehingga dapat
mengakibatkan stress tingkat tinggi dan akan berdampak pada psikologis
seseorang.
Pasien yang mengalami gangguan jiwa isolasi sosial memiliki perilaku
cenderung tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri, dan menghindar dari orang di sekitarnya.
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius di
dunia. Menurut data WHO (2020), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Berdasarkan hasil prevalensi terjadinya gangguan jiwa berat
(Psikosis/Skizofrenia) di Indonesia. Salah satu masalah gangguan jiwa yaitu
Schizoprenia. Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai
penurunan atau ketidak mampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi
atau waham, afek yang tidak wajar atau tumpul gangguan kognitif (tidak mampu
berfikir abstrak) serta mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala negatif dari skizofrenia sendiri adalah dapat menyebabkan pasien
mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi sosial: mengisolasi diri. Kasus
pasien gangguan jiwa yang mengalami gejala isolasi sosial sendiri tergolong
tinggi yaitu 72%. Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari pasien
skizofrenia sebagai akibat kerusakan afektif kognitif pasien adalah isolasi sosial.
Upaya dalam menangani pasien dengan isolasi sosial adalah dengan
memberikan terapi aktivitas kelompok agar pasien meningkatkan kematangan

1
emosional dan psikologi. Terapi aktivitas kelompok dapat menstimulus interaksi
diantara anggota yang berfokus pada tujuan kelompok. Terapi aktivitas kelompok
Sosialisasi juga membantu klien berinteraksi/berorientasi dengan orang lain.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep isolasi social dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa/I mampu mengetahui dan memahami Konsep Skizofrenia
2. Mahasiswa/I mampu mengetahui dan memahami Konsep Isolasi
Sosial baik di Rumah maupun Komunitas
3. Mahasiswa/I mampu mengetahui dan memahami Pendokumentasian
hasil Asuhan Keperawatan pasien dengan Isolasi Sosial.
4. Mahasiswa/I mampu mengetahui Rivew Literatur Jurnal yang
berhubungan dengan Pasien dengan Isolasi Sosial

1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Menambah keluasan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan jiwa
masalah isolasi sosial pada pasien skizofrenia.
1.3.2 Praktis
a. Pasien Isolasi Sosial
Diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pasien dalam
mengatasi masalah isolasi sosial.
b. Keluarga
Diharapkan keluarga mampu meningkatkan interaksi kepada pasien
dan dapat memberikan informasi pada keluarga agar memahami dan
menyesuaikan terhadap respon anggota keluarga yang menjalani
pemenuhan kebutuhan perawatan diri pada klien dengan isolasi sosial.
c. Perawat

2
Diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga mengenai cara pemenuhan kebutuhan perawatan diri yang
lebih spesifik.
d. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi masukan dalam melengkapi tentang
keperawatan yang berkaitan dengan cara pemenuhan kebutuahan
perawatan diri.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Skizofrenia
2.1.1 Definisi Skizofrenia
Skzofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang mencakup hampir
seluruh sendi kehidupan diantaranya pikiran, perasaan, perbuatan,
persepsi, keinginan, dorongan kehendak dan pengendalian. Onset
gangguan ini sulit untuk ditentukan dan biasanya didahului oleh fase
gejala ringan yang tidak konsisten yang sering kali tidak disadari baik
oleh pasien maupun keluarga (fase prodromal) (Dr. Sugeng Mashudi,
2021)
Diagnosis Skizofrenia ditegakkan dokter pada masa remaja akhir atau
awal masa dewasa, jarang terjadi di masa kanak-kanak. Insiden puncak
onset adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria, dan 25 sampai 35 tahun
untuk wanita. Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1% dari total
populasi. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dapat mengalami
keadaan yang tetap tanpa atau hanya sedikit perbaikan; episode berulang
dengan sedikit atau gejala yang stabil; hingga bahkan mengalami fase
komlit atau remisi parsial.
2.1.2 Etiologi Skizofrenia
(Videbeck) menyatakan bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor,
yaitu :
1. Faktor Predisposis
a. Faktor Biologis
- Faktor Genetik

4
Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari
skizofrenia. Anak yang memiliki satu orang tua biologis
penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh
keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko
genetik dari orang tua biologis mereka. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian bahwa anak yang memiliki satu orang tua
penderita skizofrenia memiliki resiko 15%; angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis
menderita skizofrenia.
- Faktor Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita
skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit.
Hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan perembangan
atau kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized
Tomography (CT Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel
otak dan atrofi korteks otak. Pemeriksaan Positron Emission
Tomography (PET) menunjukkan bahwa ada penurunan
oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal
otak. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume
otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan
frontal individu penderita skizofrenia.
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian
adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita
skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan
beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas
metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak
ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang

5
timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukannya sel
glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
- Neurokimia
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan
adanya perubahan sistem neurotransmitters otak pada individu
penderita skizofrenia.Pada orang normal, sistem switch pada
otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang
datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan
sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya
melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak
penderita skizofrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami
gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel
yang dituju.
b. Faktor Psikologis
Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan
perkembangan awal psikososial sebagai contoh seorang anak yang
tidak mampu membentuk hubungan saling percaya yang dapat
mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup. Skizofrenia yang
parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada.
Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah
pencitraan, ketidakmampuan untuk mengontrol diri sendiri juga
merupakan kunci dari teori ini.
c. Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa
jumlah individu dari sosial ekonomi kelas rendah mengalami
gejala skizofrenia lebih besar dibandingkan dengan individu dari
sosial ekonomi yang lebih tinggi. Kejadian ini berhubungan
dengan kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak

6
memadahi, tidak ada perawatan prenatal, sumber daya untuk
menghadapi stress dan perasaan putus asa.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dari skizofrenia antara sebagai berikut :
1. Biologis
Stresssor biologis yang berbuhungan dengan respons
neurobiologis maladaptif meliputi : gangguan dalam komunikasi
dan putaran umpan balik otak yang mengatur mengatur proses
balik informasi, abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus.
2. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkunga untuk menentukan
terjadinya gangguan pikiran (Stuart, 2021).
3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering
menimbulkan episode baru suatu penyakit.Pemicu yang biasanya
terdapat pada respon neurobiologis maladaptif yang berhubungan
dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala skizofrenia menurut (Pardede, 2020) adalah sebagai
berikut:
1. Gejala Positif
a. Waham : keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,
dipertahankan dan disampaikan berulangulang (waham kejar,
waham curiga, waham kebesaran).

7
b. Halusinasi : gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulis
eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,
pembau dan perabaan).
c. Perubahan Arus Pikir :
- Arus pikir terputus : dalam pembicaan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
- Inkohoren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara
(bicara kacau).
- Neologisme : menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti
oleh diri sendiri tetapi tidak dimengertimoleh orang lain.
d. Perubahan Perilaku :
2. Gejala Negatif:
Simtom-simtom negative skizofrenia mencakup berbagai
deficit behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar,
danasosialitas. Simtom-simtom ini cenderung bertahan melampauisatu
episode akut dan memiliki efek parah terhadap kehidupan para pasien
skozofrenia. Simtom-simtom ini juga penting secara prognostic;
banyaknya simtom negative merupakan predictor kuat terhadap
kualitas hidup yang rendah (ketidak mampuan kerja,hanya memiliki
sedikit teman) dua tahun setelah dirawat rumahsakit. Ketika mengukur
simtom-simtom negative, penting untuk memilah mana yang
merupakan simtom-simtom skizofrenia yang sesungguhnya dan
simtom-simtom yang disebabkan oleh beberapa faktor lain.
a. Avolition Apati atau avolution merupakan kondisi kurangnya
energydan ketiadaan minat atau ketidak mampuan untuk tekun
untuk melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin.
Pasien dapat menjadi tidak tertarik untuk berdandandan menjaga
kebersihan diri, dan rambut yang tidak tersisir,kuku kotor gigi
yang tidak disikat dan pakaian yang berantakan.

8
b. Alogia Merupakan suatu gangguan pikiran negative, alogia dapat
terwujud dalam beberapa bentuk. Dalam miskin percakapan,
jumlah total percakapan yang sangat jauh berkurang, jumlah
percakapan memadai, namun hanya mengandung sedikit informasi
dan cenderung membingungkan serta diulang-ulang.

c. Anhedonia: Ketidak mampuan untuk merasakan kesengangan. Ini


tercermin dalam kurangnya minat dalam berbagai aktivitas
rekreasional gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan
orang lain dan kurangnya minat dalam hubungan seks.
d. Afek datar : Pada pasien yng memiliki afek datar hampir tidak ada
yangdapat memunculkan respon emosional. Pasien menatap
dengan pandangan kosong, otot-otot wajah meraka kendur dan
mata mereka tidak hidup. Ketika diajak bicara, pasien menjawab
dengan suara datar dan tanpa nada. Konsep afek datar hanya
merujuk pada ekspresi emosi yang tampak dan tidak pada
pengalaman diri pasien, yang bisa saja sama sekali tidak
mengalami pemiskinan.
e. Asosialitas Yaitu mengalami ketidak mampuan parah dalam
hubungan social. Mereka hanya memiliki sedikit teman,
keterampilan social yang rendah, dan sangat kurang berminat
untuk bekumpul bersama orang lain
2.1.4 Rentang respon neurologis
Stuart (2020) menggambarkan respon neurobiologis skizofrenia sebagai
berikut :

Respon Adaptif Respon Maldaptif


Pikiran kadang
menyimpang Gangguan Pikiran
Pikiran logis (waham)
Ilusi
Persepsi akurat Halusinasi
9
Reaksi emosional
Emosi Konsisten berlebihan atau Kesulitan untuk
dengan pengalaman kurang memproses emosi
2.1.5 Penatalaksanaan
1. Penanganan Biologisa.
a. Terapi Kejut dan Psychosurgery
Diawal tahun 1930-an praktik menimbulkan koma dengan
memberikainsulin dalam dosis tinggi diperkenalkan oleh Sakel
(1938), yangmengklaim bahwa ¾ dari para pasien skizofrenia yang
ditanganinyamenunjukkan perbaikan signifikan. Berbagai temuan
terkemudian oleh para peneliti lain kurang mendukung hal tersebut,
dan terapi koma-insulin yang beresiko serius terhadap kesehatan,
termasuk koma yangtidak dapat disadarkan dan kematian secara
bertahap ditinggalkan. Pada tahun 1935, Moniz, seorang psikiater
memperkenalkan lobotomy prefrontalis, suatu proses pembedahan
yang membuang bagian-bagianyang menghubungkan lobus frontalis
dengan pusat otak bagian bawah.
b. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia
disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien
mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar
cocok bagi pasien. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal
saat ini, yaituantipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics,
dan Clozaril(Clozapine).
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, anti

10
psikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius.Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
NO Nama Obat Sedian Dosis Indikasi Kontra
Indikasi
1. Haldolperiod Suntik, Oral 0,5-2 Sebagai terapi Pasien dengan
mh/ 8-12 jam.
Tablet, psikosis, seperti riwayat
Dosis
Obat tetes maksimal 30 pada skizofrenia, hipersensitivitas
mg/hari
mengatasi psikosis, terhadap
Intramuskular gangguan tic berat, haloperidol,
laktat 2-5mg/
4-8 jam pro sindrom Tourette, kondisi depresi
renata tdk terapi tambahan sistem saraf
melebihi 20
mg/hari pada gangguan pusat berat,
ansietas dan seperti koma,
tingkah laku berat, neuroleptic
kebingungan, serta malignant
cegukan terus syndrome
menerus (NMS), kejang
yang tidak
terkontrol, dan
penyakit
Parkinson
2. Thioridazine Tablet, Dosis untuk mengobati Pasien dengan
gangguan penurunan
oral dewasa: 50-
jiwa/mood tertentu kadar isoenzim
100 mg/ oral (misalnya, CYP2D6,
skizofrenia), sindrom QT
3 kali sehari
membantu untuk panjang
Dosis Anak: berpikir jernih, kongenital, atau
merasa kurang riwayat aritmia
0,5 mg/kg per
gugup, mencegah jantung;
hari per oral bunuh diri, depresi SSP
mengurangi pikiran parah atau

11
Dosis negatif dan keadaan koma
halusinasi karena sebab
maksimum:
apapun;
3mg/kg per penyakit
jantung
hari
hipertensi atau
hipotensi yang
sangat parah.
3. Fluphenazine Oral, 2,5–10 Gangguan psikosos psikosis terkait
mg/hari yang dengan dominasi demensia,
Injeksii
terbagi dalam gejala negatif, hipersensitivitas
3–4 dosis terutama pada terhadap
(interval skizofrenia. Untuk formulasi
setiap 6 atau pasien bipolar fluphenazine,
8 jam) depresi sistem
saraf pusat yang
berat, kerusakan
subkortikal
otak, diskrasia
darah, koma,
dan hipotensi
yang berat.
4. Trifluoperazine Tablet Dewasa: Untuk skizofrenia, pasien dengan
salut Dosis awal: gangguan ansietas hipersensitivitas
selaput 1–2 mg, 2 berat nonpsikotik, pada
dan tablet kali sehari dan antiemetik. phenothiazine,
salut gula Dewasa dan pasien koma
anak-anak atau terdapat
usia ≥12 supresi pada
tahun: sistem saraf
Dosis awal 2– pusat, diskrasia
5 mg, 2 kali darah, penyakit
sehari kardiovaskular
yang berat,
hipotensi yang
berat, depresi
sumsum tulang,
riwayat
gangguan hepar,
prolactin
dependent
tumor,

12
kerusakan otak
subkortikal,
serta kehamilan
pada trimester 1
dan laktasi.
5. Perphenazine Tablet, 5-10 mg/IM Gangguan psikotik Depresi SSP
injeksi per 6 jam atau mental berat,
Dewasa: Demensia,
Awalnya, 4-8 Koma,
mg/ oral 3 Kerusakan otak
kali sehari, subkortikal,
Depresi
sumsum tulang,
Diskrasia darah,
Hipotiroidism,
Gagal hati,
Pasien yang
menerima
depresan SSP
dosis tinggi
Sumber : Nidya Putri, Jek Amidos Pardede. (2020).
Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial
2) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal
karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan
efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycoticm
yang tersedia, antara lain :
- Risperdal (risperidone)
- Seroquel (quetiapine)
- Zyprexa (olanzopine)
3) Clozaril Clozaril
Mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan anti
psikotikatipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-

13
50% pasienyang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek
samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-
kasus yang jarang (1%),Clozaril dapat menurunkan jumlah sel
darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya,
pasien yang mendapat Clozarilharus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan
penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan Obat Anti
Psikosis dan Dosis Anjuran.
- Klorpromazin
- Haloperidol
- Perfenazin
- Flufenazin
- Flufenanzin dekanoat
- Levomeprazin
- Trifluperazin
- Tioridazin
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan
untuk penderitaSkizofrenia episode pertama karena efek
samping yang ditimbulkanminimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat
antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu
obat gagal dan digantidengan obat lain, para ahli biasanya
akan mencoba memberikan obatselama 6 minggu (2 kali
lebih lama pada Clozaril)

14
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat,
untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan
mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek
sampingnya lebih rendah. Apabil penderita berhenti
minum obat karena alasan lain, dokter dapat
menggantiobat oral dengan injeksi yang bersifat long
acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang
pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi
obatsesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat
untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,
misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan
newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal
antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila
terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat
pengobatan walaupunsetelah sembuh. Penelitian terbaru
menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para
ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24
bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien

15
yang mendertia Skizofrenia lebih dari satuepisode, atau
balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan
pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam
jangka waktu yang lama, sangat penting untuk
menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita
yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga
- Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga
agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan)
setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat.
- Tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya
benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
- Tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut
yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan
facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping
ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang

16
menggunakan antipsikotik konvensional mengalami
tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti
anti psikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
- Gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita
yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan
tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan
menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan neweratypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan
juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita
yang menggunakan anti psikotika tipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
- Neuroleptic malignant syndrome
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat
berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
2. Penanganan Psikologis
a. Terapi Psikodinamika
Psikoanalisis seperti Harry Stack Sullivan dan Frieda Fromm-
Reichmann, mengadaptasi teknik psikoanalisis secara spesifik
untuk perawatan skizofrenia. Namun, penelitian gagal
menunjukan efektivitas terapi psikoanalisis maupun
psikodinamika untuk skizofrenia. Dengan keterangan tentang
penemuan-penemuan negatif, beberapa kritik mengemukakan
bahwa penggunaan terapi psikodinamika untuk menangani
skizofrenia tidaklah terjamin. Namun hasil yang menjanjikan

17
dilaporkan untuk sebuah bentuk terapi individual yang disebut
terapi personal yang berpijak pada modeldiatesis-stres. Tetapi
personal membantu pasien beradaptasi secara lebih efektif
terhadap stres dan membantu mereka membangun keterampilan
sosial, seperti mempelajari bagaimana menghadapi kritikdari
orang lain. Bukti-bukti awal menjelaskan bahwa terapi personal
mungkin mengurangi rata-rata kambuh dan meningkatkan
fungsisosial, setidaknya di antara pasien skizofrenia yang tinggal
dengan keluarga. (L, 2020)
b. Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti ha kistimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. Meskipun
sedikit terapis perilaku yang meyakini bahwa yang salah
menyebabkan skizofrenia, intervensi berdasarkan pembelajaran
telah menunjukan efektivitas dalam memodifikasi perilaku
skizofrenia dan membantu orang-orang yang mengalami
gangguan ini untuk mengembangkan perilaku yang lebih adaptif
yang dapat membantu mereka menyesuaikan diri secara lebih
efektif untuk hidup dalam komunitas. Metode terapi meliputi
teknik-teknik seperti:

18
- Reinforcement selektif terhadap perilaku (seperti
memberikan perhatianterhadap perilaku yang sesuai
dan menghilangkan verbalisasi yanganeh dengan tidak
lagi memberi perhatian)
- token ekonomi, dimana individu pada unit-unit
perawatan di rumah sakit diberi hadiah untuk perilaku
yang sesuai dengan token, seperti kepingan plastik,
yang dapat ditukar dengan imbalan yang nyata seperti
barang-barang atau hak-hak istimewa yang diinginkan;
- Pelatihan keterampilan sosial, di amna klien diajarkan
keterampilan untuk melakukan pembicaraan dan
perilaku sosial lain yang sesuai melalui coaching
(latihan), modeling, latihan perilaku, dan umpan balik.
c. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana
pasienskizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
Terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya.Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasaldari ketidak
tahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluargadan
pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu
mengecilkanhati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa

19
terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam
penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5
- 10 % dengan terapi keluarga.
d. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkinterorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atautilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tesrealitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok
yang memimpin dengancara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofreniae.
e. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis.
Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia
adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien sebagaiaman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda
dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.
Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga,cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan

20
yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,kesabaran,
ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalzation)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik,menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diriatau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuanmemenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama
perawatan dirumah sakityang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus
direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh
serta keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit
menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung
dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas
hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien
dalam memperbaiki kualitas hidup.Ringkasnya, tidak ada pendekatan
penanganan tunggal yang memenuhi semua kebutuhan orang yang
menderita skizofrenia.Konseptualisasi skizofrenia sebagai disabilitas

21
sepanjang hidup menggaris bawahi kebutuhan untuk perawatan
intervensi jangka panjang yang menggabungkan pengobatan
antipsikotik, terapi keluarga, bentuk-bentuk terapi suportif atau
kognitif-behavioral, pelatihan vokasional, dan penyediaan perumahan
yang layak serta pelayanan dukungan sosial lainnya.

2.2 Konsep Isolasi Mandiri


2.2.1 Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial
adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. (Damaiyanti, 2021). Isolasi sosial juga
merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
di dorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan orang
lain atau mengancam.
kerusakan interaksi social merupakan suatu gangguan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
maladaptive dan menggangu fungsi seseorang dalam hubungan
social. Menurut Balitbang (2020), isolasi sosial merupakan upaya
menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan
orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.

22
kerusakan integritas social adalah satu gangguan kepribdian
yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan menggangu fungsi
individu dalam hubungan sosialnya. kerusakan interaksi social
adalah suatu keadaan dimana seorang berpartisipasi dalam
pertukaran social dengan kuantitas yang tida kefektif. Klien yang
mengalami kerusakan interaksi social mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada
menarik diri.
2.2.2 Etiologi Isolasi Sosial
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah.
(Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, 2018)
a. Faktor Predisposisi
 Faktor perkembangan
Setiap tahp tumbuh kembang memiliki tugas yang
harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat
pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dari ibu/ pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri, rasa ketidak percayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini,
agar anak tidak merasa diperluakn sebagai objek.
 Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkuna
merupakan faktor pendukung terjadinya ganggungan

23
berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karen norma-
norma yang salah yang dianut oleh suatu keluarga, seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

 Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Insiden setinggi skizofreniadi temukan pada
keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita
penyakit skizifrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58% sedangkan bagi kembar dizigot
presentasinya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume
otak serta perubahan strukter limbik, di duga dapat
menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi.
 stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungsn, terjadinya penurunan stabilitas keluarga
seperti penceraian, berpisah dengan orang yang di cintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena di
tinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau di penjara. Semua
ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
 Stresor biokimia

24
1) Teori dopamine; kelebihan dopamin pada mesokortikal
dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofernia.
2) Menurunya MAO (mono amino oksidasi) didalam
darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena
salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunya MAO juga
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin; jumlah FSH dan LH yang rendah di
temukan pada klien skizofrenia. Demikian pula
prolaktin mengalami penurunan karena dihambat.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan
pasien yang menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial
dan didukung dengan data hasil observasi. (Ns. Nurhalimah, 2018)
a. Data subjektif :
Perasaan sepi, Perasaan tidak aman, Perasan bosan dan
waktu terasa lambat, Ketidak mampuan berkonsentrasi , dan
Perasaan ditolak
b. Data Objektif :
Banyak diam , Tidak mau bicara, Menyendiri, Tidak
mau berinteraksi, Tampak sedih, Ekspresi datar dan
dangkal, Kontak mata kurang/tidak ada kontak mata,
Dipenuhi dengan pikiran sendiri, Menunjukkan
permusuhan, Tindakan berulang , Tidak komunikatif dan
Menarik diri.

25
2.2.6 Proses Terjadinya Isolasi Sosial
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepusan
dalam kehidupan, mereka harus membina saling tergantung yang
merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian
dalam suau hubungan. (Widodo, 2022)

Adaptif Maldaptif

- Menyendiri - Merasa - Menarik diri


- Otonomi Semdiri - Ketergantungan
- Bekerja sama - Dependensi - Manipulasi
- Independen - Curiga - Curiga

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada


isolasi sosial:
- Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara
umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih
dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut
ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan
sosialnya.

26
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam
hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling
membutuhkan satu sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
- Respon maladaptif
Respons maladaptip adalah respons yang menyimpang
dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini
adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif
a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang
lain.
b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
c. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain
sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa
faktor presipitasi, penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien.
Setiap melakukan pengajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal
dirawat isi pengkajian meliputi :

27
a) Identitas Klien Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tangggal MRS, informan, tangggal
pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b) Keluhan Utama Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar
dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri
dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari – hari, dependen.
2.3.2 Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain atau lingkungan Kerusakan
komunikasi verbal Defisit
Perubahan persepsi sensori : perawatan
halusinasi dengar Perubahan isi pikir: diri
waham kebesaran
Intoleransi
Resiko Kambuh Isolasi Sosial : menarik diri aktivitas

Regimen teraupetik Gangguan konsep diri :


tidak adekuat harga diri rendah

Koping Keluarga Koping individu inefektif


Inefektif

Respon pascatrauma

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Isolasi Sosial
2.3.4 Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
Tindakan keperawatan isolasi sosial pada klien dan keluarga yaitu :

28
a. Isolasi sosial
1. Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada pasien
a. Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien: Pengkajian
Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan
keluarga.
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi sosial
3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan
anggota keluarga
b. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien: Melatih
pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang
lain), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan
harian.
1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihanberkenalan 2-3 orang
c. Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien: Melatih
pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5
orang), latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan
harian baru.
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan
bicara saat melakukan dua kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan

29
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian (latih 2 kegiatan baru)
5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5
orang
d. Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien: Mengevaluasi
kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan
kegiatan sosial
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan
bicara saat melakukan empat kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan
kegiatansocial
2. Tindakan Keperawatan dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP) pada keluarga
a. Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada keluarga: Mengenal
masalah dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan
berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian.
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial,
yangdialami klien beserta proses terjadinya.
3) Memberi kesempatan keluarga untuk memutuskan
perawatan pasien
4) Menjelaskan cara merawat isolasi sosial dan melatih dua
cara merawat : berkenalan dan melakukan kegiatan harian
b. Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada keluarga: Latihan
merawat : melibatkan pasien dalam kegiatan rumah tangga
sekaligus melatih bicara pada kegiatan tersebut

30
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengenal gejala isolasi
sosial
2) Validasi kemampuan keluarga melatih pasien berkenalan
dan berbicara saat melakukan kegiatan harian
3) Beri pujian pada keluarga
4) Menjelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat
melibatkan pasien berbicara (makan, sholat bersama)
5) Latih cara berbimbing pasien berbicara dan memberi
pujian
6) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
bercakap-cakap sesuai jadwal
c. Strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga: Melatih cara merawat
dengan melatih berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
isolasi sosial
2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau
melatih berkenalan
3) Berbicara saat melakukan kegiatan harian dan rumah
tangga
4) Menjelaskan cara melatih pasien bercakap-cakap dalam
melakukan kegiatan sosial berbelanja, dan melatih
keluarga mendampingi pasien berbelanja
5) Menganjurkan keluarga membantu melakukan kegiatan
sosial sesuai jadwal dan berikan pujian
d. Strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga: Melatih keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up pasien
isolasi sosial
1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
isolasi sosial

31
2) Validasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih
pasien
3) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
4) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan masyarakat,
tanda kambuh, dan rujuk pasien segera
5) Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan
sesuai jadwal dan berikan pujian
2.3.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Implementasi tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini.
2.3.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk nilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus
menerus pada respons keluarga terhadap tindakan yang telah
dilakukan. Evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respons subjektif klien terhadap intervensi keperawatan yang
telah dilaksankan
O : Respons objektif klien terhadap intervensi keperawatan yang
telah dilaksankan
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiktif dengan masalah yang ada.

32
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
repons klien

2.4 Riview Literatur


Survey Autor jurnal Tujuan Metode Populasi Hasil penelitian Kesimpulan
artikel penelitian penelitian saran
Google Rani Kawati Mengetahui Quasi Semua Hasil pre test yg Pengaruh hasil
Scholar Damanik oengaruh Experimental pasien mampu kognitif terhadap
2020.” Terapi terapi one group pre- skizofrenia berinteraksi kemampuan
Kognitif kognitif post test dengan sebanyak 2 dari berinteraksi
terhadap terhadap design. masalah 20 responden, pasien skizofrenia
kemampuan kemampuan Teknik isolasi terdapat hasul dengan masalah
Interaksi berinteraksi pengambilan sosial dari post test yg isolasi sosial di
Pasien pasien sampel mampu Rsj Prof.
Skizofrenia skzofrenia dengan berinteraksi Muhammad
dengan Isolasi dengan purposive sebanyak 16 Iidem Medan
di Rsj. Dr. masalah sampling yg responden. terdapat 22
Muhammad isolasi sosial dilakukan Sehingga ada responden yg
Idren Medan” dengan pengaruh terapi mengikuti
mengambil kognitif sete;ah kegiatan terapi
sampel sesuai dilakukannya kognitif. Mereka
dengan terapi ini yaitu mampu
kriteria kemampuan berinteraksi
penelitian berinteraksi dengan baik dan
menggunakan pasien teratur.
screening skizofrenia
isolasi dengan masalah
didapatkan 22 isolasi sosial
pasien. meningkat
dengan baik.
Google Nindya Putri Untuk Observasi, Semua Pasien mampu Dapat dilihat dari
Scholar 2021.” mengajarkan wawancara, pasien melakukan setiap evaluasi yg
Manajemen standar konsultasi dan skizofrenia latihan dilakukan pada
Asuhan pelaksanaan pemeriksaan dengan bercakap-cakap Asuhan
Keperawatan (SP1-4) serta terapi masalah sambil keperawatan,
Jiwa pada dengan Generalis. isolasi melakukan dimana terjadi
Penderita masalah sosial kegiatan harian, penurunan gejala
Skizofrenia isolasi sosial pasien mampu yg dialami oleh
dengan melaksanakan Tn. H dari hari
Masalah jadwal yg telah kehari selama

33
Isolasi Sosial dibuat bersama proses interaksi.
menggunakan pasien mampu Pasien juga
Terapi memahami mampu mengatasi
Generalis penggunaan isolasi yg dialami.
SP1-4.” obat yg benar
yaitu 6 benar.
Google Andika Mampu Observasi, Isolasi Dari hasil Dapat dilihat dari
Scholar Rahmat memberikan wawancara, sosial: pengkajian setiap evaluasi yg
Hasefa 2018.” asuhan pemfis, serta menarik diri maka ditemukan dilakukan pada
Aplikasi keperawatan memberikan masalah yg asuhan
asuhan jiwa kepada terapi pada menjadi keperawatan
keperawatan Tn. A gangguan jiwa diagnosis diperoleh bahwa
jiwa pada Tn. dengan skizofrenia prioritas yaitu terjadi
A dengan gangguan yaitu isolisasi sosial peningkatan
masalah isolasi sosial psikofarma kemampuan klien
isolasi sosial dan dalam
di yayasan psikoterapi berinteraksi
pemenang serta dengan orang
jiwa pemberian lain.
sumatera.” asuhan
keperwatan
Google Sukma Ayu Untuk Deskriptif Semua Hasil dari Oleh sebab itu
Scholar Candra Kirana mengetahui dengan 40 pasien penelitian ini sosial skills
2021.”Gamba gambaran responden skizofrenia adalah terjadi therapy dapat
rkemampuan perilaku isolasi sosial dengan peningkatan direkomendasikan
interaksi kemampuan yg dirawat masalah kemampuan sebagai salah satu
sosial pasien interaksi disalah satu isolasi interaksi sosial terapi spesialis
isolasi sosial pasien ruang inap Rsj sosial. setelah dalam
setelah isolasi sosial di Bandung diberikan sosial memberikan
pemberian setelah skills therapy. asuhan
sosial skills diberikan keperawatan pada
therapy sakit terapi sosial pasien dengan
jiwa.” skills isolasi sosial.
stherapy.
Google Diah Sukaesti Menjelaskan Quasi Semua Kemampuan Adapun
Scholar 2018.”Sosial manajemen Experimental pasien klien setelah penurunan tanda
skill training asuhan pre- post test skizofrenia dilakukan skill dan gejala secara
pada klien keperawatan responden dengan training pada kognitif aktif,
isolasi spesialis dalam masalah klien isolasi fisiologis,
sosial.” jiwa kepada penelitian ini isolasi sosial perilaku, sosial
klien dengan adalah 30 sosial. mengalami dan peningkatan
isolasi klien. peningkatan kemampuan

34
sosial. kemampuan klien.
klien dalam
bersosialisasi
dengan orang
lain baik secara
individu
maupun secara
kelompok.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai mahluk sosial, setiap manusia memiliki kebutuhan akan dihargai,
dicintai, dimengerti, dan diterima oleh lingkungannya. Pasien isolasi sosial

35
mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga pasien
memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan khususnya perawat agar mampu
melakukan interaksi dengan orang lain. Proses terjadinya Isolasi sosial pada
pasien meliputi stressor dari faktor predisposisi yang terdiri dari faktor biologis,
faktor psikologis serta faktor social budaya dan faktor presipitasi.
Dalam kasus ODJG yang telah dibahas oleh kelompok ditemukan diagnosa
keperawatan isolasi sosial yang didefenisikan keadaan dimana seseorang menarik
diri atau tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Isolasi sosial ini tampak dari
sikap menyendiri, tidak mau berinteraksi, banyak diam, ketidakmampuan
konsentrasi, tidak mau bicara, dan menunjukan permusuhan. Setelah menetapkan
diagnosa selanjutnya dilakukan asuhan keperawatan dengan kriteria hasil yang
telah ditetapkan.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan kepada semua pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan untuk dapat mengetahui, memahami dan menambah
wawasan pengetahuan tentang keperawatan pasien dengan gangguan isolasi
sosial: menarik diri.

DAFTAR PUSTAKA

36
Dr. Sugeng Mashudi, M. (2021). Asuhan Keperawatan Skizofrenia. Surabaya: CV.
Global Aksara Pres.
L, A. (2020). Studi Dokumentasi Isolasi sosial pada pasien dengan Skizofrenia .
Yogyakarta : Akademi Keperawatan.
Maryatun, S. (2015). Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien Skizofernia
Melalui Rehabilitasi Terapi Gerak.
Nidya Putri, Jek Amidos Pardede. (2020). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial
Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, M. (2018). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Universitas Jember.
Ns. Nurhalimah, S. M. (2018). Keperawatan Jiwa. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pardede, J. A. (2020). Self Efficacy Related to Family Stress in Schizophernia
Patients. Jurnal keperawatan, 831-838.
S., M. D. (2018). Asuhan Keperawatan Jiwa. Rilek Aditama.
Videbeck, S. (n.d.). Psyciatric Mental Health Nursing. 2020: Wolters K.
Widodo, D. (2022). Keperawatan Jiwa. Yayasan Kita Menulis.

37

Anda mungkin juga menyukai