Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kenikmatan dan keselamatan kepada kita semua, Sholawat dan salam semoga tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-Nya dan umat-Nya
sampai akhir zaman.
Bahwa salah satu aspek penting dalam rangka mewujudkan Visi yang Unggul,
Tepercaya dan Islami adalah bekerja profesional dengan mengacu pada program yang
berlaku. Pedoman Penanggulangan Bencana (Disaster Plan) ini disusun sebagai pedoman
acuan dalam melaksanakan tugas yang profesional. Pedoman ini harus terus dievaluasi
dan disempurnakan tugas yang profesional. Pedoman ini harus terus dievaluasi dan
disempurnakan karena masih banyak kekurangan berkaitan dengan adanya perubahan
kebijakan eksternal maupun internal.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunnya Pedoman Penanggulangan Bencana (Disaster Plan) ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan bimbingan dalam
menjalankan aktivitas kita sehari-hari. Amiin.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II BATASAN DISASTER/BENCANA ....................................................... 3

BAB III ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN .............................................. 6

BAB IV PIMPINAN DAN STAF........................................................................... 8

BAB V FASILITAS DAN PERALATAN............................................................. 13

BAB VI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DARI LUAR


RUMAH SAKIT ...................................................................................... 14

BAB VII KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DARI DALAM


RUMAH SAKIT ...................................................................................... 18

BAB VIII PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN .............. 26

BAB IX EVALUASI PENGENDALIAN MUTU ................................................. 28

BAB X PENUTUP ............................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Bencana dapat terjadi kepada siapa saja, dimana saja, dan kapan saja.
Bencana sering diidentikkan dengan sesuatu yang Buruk. Paralel dengan istilah
disaster dalam bahasa Inggris. Indonesia merupakan negara rawan bencana baik
bencana alam, bencana non- alam dan sosial. Kondisi tersebut dimungkinkan karena
letak geografis Indonesia dan kemajemukan sosial serta budaya masyarakatnya.
Hampir setiap kejadian bencana menimbulkan permasalahan kesehatan
seperti; korban meninggal, menderita sakit, luka-luka, pengungsi dengan masalah
gizinya, dan masalah air bersih serta sanitasi lingkungan yang menurun. Selain
masalah tersebut, bencana sering pula menyebabkan kerusakan infrastruktur, gedung
dan bangunan publik termasuk fasilitas kesehatan.
RSIA Respati Tasikmalaya, sebagai salah satu "Public Area" , tidak mustahil
menghadapi bahaya dari bencana ini, oleh karena itu diperlukan tindakan
penanggulangan terhadap bencana yang terstruktur, efektif dan efisien.
Untuk dapat mengantisipasi keadaan dari melakukan tindakan yang tepat
pada saat terjadi bencana, maka diperlukan adanya pedoman penanggulangan
bencana. Sistem organisasi yang tepat, dapat mengantisipasi keadaan dan melakukan
tindakan yang tepat.

Maksud dan Tujuan


1. Sebagai pedoman bagi seluruh karyawan RSIA Respati Tasikmalaya dalam
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi
bencana di rumah sakit.
2. Untuk meningkatkan sistem koordinasi antar bidang/instalasi/personil agar dapat
bertindak secara terpadu dan terorganisir.
3. Agar korban bencana dapat ditangani secara cepat dan tepat sesuai kondisinya
sehingga dapat menekan atau meminimalisasi korban dan kerugian.
b. Sistematika
Sebagai sistematika pedoman disaster plan ini adalah sebagai berikut;
1. Metodologi
2. Organisasi
3. Perencanaan SDM

1
4. Perencanaan Komunikasi
5. Perencanaan Logistik
6. Perencanaan Transportasi
7. Pelaporan

2
BAB II
BATASAN DISASTER/BENCANA

A. Pengertian
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
manusia, yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan tata kehidupan dan penghidupan, yang memerlukan
pertolongan dan bantuan secara khusus.
Pada keadaan bencana,. sering terdapat korban masal. Korban massal adalah
banyaknya korban dengan penyebab kejadian yang sama, sehingga membutuhkan
pertolongan medik yang lebih memadai, baik fasilitas maupun tenaga, sehingga
dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.
Bencana adalah sesuatu yang tak terpisahkan dalam sejarah manusia.
Manusia bergumul dan terus bergumul agar bebas dari bencana (free from disaster).
Dalam pergumulan Itu, terdapat pembelajaran (Ibroh) dan lahirlah konsep mitigasi
bencana, seperti mitigasi kebakaran, mitigasi banjir, mitigasi kekeringan (drought
mitigation), dan Iain-Iain.
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan
aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia dalam mengelola bencana,
akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian
keuangan dan stuktural, bahkan sampai kematian.
Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau
menghindari bencana dan daya tahan mereka. Besarnya potensi kerugian juga
tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam
bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi
mengakhiri peradaban manusia. Untuk itu diperlukan adanya persiapan atau
kewaspadaan terhadap bencana.
Persiapan bencana adalah suatu kegiatan untuk menyiapkan masyarakat
untuk menghadapi bencana dalam atau buatan manusia-manusia. Pertolongan
bencana adalah sub himpunan dari kegiatan ini berpusat pada usaha pertolongan dan
mereduksi kerugian.
Berhadapan dengan bencana ada empat kegiatan : Mitigasi, Kesiapan,
Tanggapan, dan penormalan kembali. Mitigasi adalah kegiatan untuk mencegah

3
bencana terjadi, atau mengurangi efek dari bencana. Kesiapan (preparednes) yang
paling penting adalah kesiapan rumah sakit untuk memiliki sebuah pusat operasi
darurat, dan berlatih untuk mengatur keadaan darurat Tanggapan (responsivenes);
rumah sakit harus memiliki rencana untuk menyelamatkan karyawan, pasien dan
pengunjung yang berada di lingkungan rumah sakit, serta merencanakan pelayanan
darurat. Penormalan (recovery) kembali membutuhkan pembangunan kembali
infrastruktur yang rusak, dan mengembalikan karyawan dan/atau pasien ke kondisi
sesuai peran dan pekerjaannya masing-masing.

B. Kategori Bencana (Disaster)


Yang termasuk dalam kategori bencana/disaster di Rumah Sakit harus
ditetapkan oleh rumah sakit itu sendiri, sebagai contoh misalnya:
i. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpa rumah sakit
dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material, dan dokumen.
Yang dimaksud bencana internal diantaranya:
a. Bencana Alam (Natural Disaster), yaitu ditimbulkan oleh kekuatan alam,
antara lain : Gempa Bumi, Tanah Longsor, Banjir, Kemarau Panjang, Angin
Topan, Gas Beracun, Wabah Penyakit.
b. Bencana karena ulah manusia (Man Made Disaster), antara lain : Ledakan
Gas, Letusan Gas Kimia, Kecelakaan Radiasi, Polusi, Keracunan, Kebakaran
Gedung, Gedung Runtuh, Kesalahan penanganan Bahan Berbahaya,
Sambaran Petir, dll.
ii. Ekstern
Bencana bersumber/berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu
singkat mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebihi rata-rata/keadaan
biasa, sehingga memerlukan penanganan khusus, dan mobilisasi tenaga
pendukung lainnya. Yang dimaksud bencana eksternal diantaranya :
a. Bencana Alam (Nature Disaster), yaitu ditimbulkan oleh kekuatan alam,
antara lain : Letusan Gunung Berapi, Tanah Longsor, Gas Beracun,
Serangga Hama Tanaman, Wabah Penyakit.
b. Bencana karena ulah manusia (Man Made Disaster), antara lain : Perang,
Keracunan Massal, Kebakaran Gedung, Gedung Runtuh, Kecelakaan Lalu
Lintas (Darat, Laut, Udara), Kriminal Huru Hara, dll.
Musibah masal adalah peristiwa yang menyebabkan terjadinya banyak

4
korban gawat yang pertolongan tidak dapat dilakukan seperti biasa (oleh satu unit
sistim pelayanan kesehatan). Bencana adalah musibah masal disertai rusaknya
infrastruktur dan terganggunya fungsi masyarakat.
1. Musibah Masal dan Bencana
 Pada musibah masal/bencana akan dijumpai korban masal dalam jumlah
yang banyak sekali dan pada saat yang bersamaan sehingga fasilitas dan
kemampuan tenaga tim penolong tidak memadai, tidak mencukupi, bahkan
lumpuh.
 Untuk efektivitas efisiensi penanganan korban perlu adanya kemampuan
(triage):
- Memilah dan memilih korban berdasarkan tingkat kegawatan.
- Menentukan prioritas penanganan.
 Penanganan di lapangan perlu kerjasama terpadu
- Multidisiplin, Multiprofesi dan Multisektor.

5
BAB III
ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN

A. Kedudukan Rumah Sakit Terhadap Supra Struktural


1. Pada saat terjadi bencana ekstern rumah sakit, maka Rumah Sakit bersikap siap
siaga, sebagai berikut:
Supra Struktural adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Badan
Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, hubungan terjalin melalui garis
koordinasi dengan Direktur RSIA Respati Tasikmalaya.
Direktur RSIA memberikan instruksi kepada Tim Disaster Rumah Sakit
untuk langkah-langkah lebih lanjut, sesuai hasil koordinasi dengan pihak supra
struktural.
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan Tim disaster
adalah Ketua K3RS dan Wadir Umum dan Keuangan beserta Wadir Pelayanan
dibantu oleh Sekretaris K3RS. Pimpinan disaster memberikan laporan dan
rekomendasi atas pelaksanaan instruksi direktur dan kondisi situasi di lapangan.
Tim disaster juga dapat berkoordinasi dengan pihak lain yang terkait
seperti, ambulance 118, Tempat layanan kesehatan lain (RS lain, Puskesmas,
klinik), PMI, SAR, Basarnas, BNPB, dll guna memperlancar pelaksanaan
penanganan bencana.
2. Rumah Sakit memberikan pelayanan bilamana korban telah tiba di rumah sakit,
yaitu:
a. Triage
Triage adalah melakukan pemilahan pasien berdasarkan tingkat
kegawat daruratan untuk memberikan prioritas penanganan.
Penderita dikelompokkan dalam 4 golongan, dibedakan dengan
menggunakan label pita berwarna merah, kuning, hijau atau hitam. Pada label
ditulis; nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat pasien. Bila pasien tidak
dikenal maka ditulis "tidak dikenal.
Tindakan Pendahuluan
Dilakukan tindakan analisa situasi, yaitu :
1) Mengumpulkan informasi tentang bencana dari berbagai sumber (media
elektronik seperti radio, TV, dll)
2) Penyebaran analisa kepada unit-unit terkait tentang terjadinya bencana

6
serta kondisi siaga (Siaga I, II dst) melalui telephone.
3) Pengaktifan koordinasi/pengendalian operasi pertolongan.
Rencana Operasi Pertolongan
Berdasarkan informasi yang didapatkan dilakukan operasi pertolongan
dengan mengirimkan unit ambulance dengan dilengkapi dokter jaga, perawat,
dan peralatan medis.

7
BAB IV
PIMPINAN DAN STAF

Dalam melaksanakan penanggulangan disaster, tim disaster dibantu oleh tim


pendukung. Tim disaster RSIA Respati Tasikmalaya terdiri dari setiap unit kerja terkait
dengan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing sebagai berikut:
A. Pimpinan Disaster
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah Wadir
Umum dan Keuangan, dan di luar jam kantor yang bertindak sebagai pimpinan
disaster adalah Dokter Jaga IGD.
Berwenang
1. Menentukan keadaan bencana
2. Menentukan tingkat siaga
3. Memobilisasi tenaga
Bertugas
1. Mengkoordinasikan segenap unsur di Rumah Sakit yang bertugas
menanggulangil bencana.
2. Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana dipandang perlu,
setelah berkonsultasi dengan direktur Rumah Sakit.

B. Sekretaris
Dijabat oleh Sekretaris K3RS, apabila sedang tidak berada di tempat digantikan oleh
Ketua Koordinator Siaga Bencana K3RS
Bertugas
1. Menyiapkan tempat informasi dan penerimaan
2. Mengelola dan menyimpan data termasuk mempunyai daftar pasien yang ada
secara keseluruhan dan data korban.
3. Membuat laporan kejadian bencana.
4. Dalam memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan harap
memperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan direksi atau Pimpinan Disaster
Plan.
5. Sekretariat berfungsi sebagai ruangan kontrol dimana pimpinan disaster, pejabat-
pejabat terkait lainnya berkumpul untuk mengadakan koordinasi dan evaluasi
serta merupakan tempat keluar masuknya informasi.

8
C. Tim Medis
Dipimpin oleh Kepala Instalasi Gawat Darurat apabila sedang berada di tempat,
digantikan oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh perawat IGD.
Untuk kondisi bencana yang lebih besar dibantu oleh Instalasi Poliklinik dan
berkoordinasi dengan bidang Pelayanan Medis I dan Bidang Pelayanan Medis II.
Bertugas
1. Melaksanakan triage dan menentukan kondisi kegawatdaruratan korban.
2. Memberikan pertolongan medis pertama kepada korban bencana.
3. Menyiapkan sistem rujukan dalam rangka menyelesaikan masalah
kegawatdaruratan.
4. Menghubungi dokter spesialis sesuai kebutuhan
5. Mengatur sumber daya IGD (SDM, sarana, prasarana)
6. Mengkoordinir kegiatan penyediaan RS lapangan.

D. Tim Evakuasi
Dipimpin oleh Koordinator Kesiapsiagaan Bencana K3RS, apabila tidak ada,
digantikan oleh Kepada Bidang Pelayanan. Anggota terdiri dari dokter jaga ruangan,
perawat, petugas kebersihan, petugas administrasi dan keuangan.
Bertugas
1. Mengkoordinasikan pelayanan medik dan keperawatan (rawat umum,
perinatology anak, dll)
2. Menentukan pasien mana yang terlebih dahulu harus evakuasi.
3. Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung Rumah Sakit, untuk
menyelamatkan diri.
4. Menjaga kondisi pasien dan keluarganya supaya tidak merasa panik.
5. Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit

E. Tim Keamanan
Dipimpin oleh Kepala Seksi KAMSTRANS, apabila tidak sedang berada di tempat
digantikan oleh Kepala Regu SATPAM yang saat itu bertugas. Anggota terdiri dari
SATPAM RSIA Respati Tasikmalaya.

9
Bertugas
1. Melaksanakan, mengkoordinasikan kegiatan pengamanan di lokasi sekitar
bencana dengan cara melokalisir daerah bencana dan mengendalikan pengunjung.
2. Membantu proses evakuasi korban bencana.
3. Mengendalikan kejadian kebakaran yang mungkin timbul.
4. Menilai kondisi bangunan seta fasilitas yang dapat menimbulkan kejadian yang
tidak diinginkan.
5. Berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat, dari masyarakat sampai polisi.

F. Tim Logistik
Dipimpin oleh Kabag Umum dan Perencanaan, bila tidak ada digantikan oleh Subag
Rumah Tangga yang Anggota terdiri dari Bidang Logistik, Instalasi Farmasi, Instalasi
Gizi, dan Laundry.
1. Unit Logistik
a. Mempersiapkan, melaksanakan, mengendalikan kebutuhan rumah sakit
lapangan beserta penunjangnya.
b. Mengkoordinasikan kebutuhan alat-alat medis dan cairan infusan serta alat
kesehatan.
2. Unit Farmasi
a. Mempersiapkan kebutuhan obat-obatan dan cairan infus serta alat kesehatan.
Melaksanakan pengendalian terhadap kebutuhan obat-obatan.
b. Melakukan pengecekan ketersediaan obat dan kondisi obat secara visual.
3. Unit Gizi/Dapur Umum
a. Mempersiapkan kebutuhan makanan (dapur umum).
b. Melaksanakan pengendalian terhadap pengelolaan kebutuhan pelayanan
gizi/penyediaan makanan.
4. Unit Laundry
a. Mempersiapkan kebutuhan alat tenun, bahan dan peralatan laundry
b. Melaksanakan pengendalian terhadap alat tenun infeksius dan non-infeksius.

G. Tim Penunjang
Dipimpin oleh Wadir Pelayanan, bila tidak ada digantikan oleh Kabid. Penunjang
dibantu oleh IPSRS, Instalasi Radiologi, Lab. Tim penunjang ini terdiri dari:
1. Penunjang Medik yaitu radiologi, laboratonum, rekam medis yang bertugas
memberikan bantuan penunjang medis sesuai bidangnya.

10
2. Penunjang Umum yaitu petugas teknik (IPSRS) dan ambulan yang akan
memberikan bantuan penunjang yang sifatnya umum, seperti menilai kondisi
bangunan serta fasilitas yang dapat menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan,
mengamankan kelistrikan agar tetap berfungsi, bantuan komunikasi, bantuan
pengiriman pasien rujukan serta bantuan umum yang dibutuhkan saat bencana.

H. Tim Khusus
Adalah petugas/perawat di Kamar Operasi dan Instalasi Rawat Intensif. Dipimpin
oleh Kepala Instalasi Bedah Sentral apabila tidak berada ditempat, digantikan oleh
Kepala Instalasi Rawat Intensif.
Petugas Kamar Operasi berwenang:
1. Menghentikan kegiatan operasi dan mengevakuasi pasien bilamana situasi
bencana tidak memungkinkan lagi.
2. Bila operasi sedang berlangsung dan operasi harus diselesaikan, maka operasi
diselesaikan dan ditutup sementara.
3. Bila tidak ada operasi/operasi baru dimulai maka operasi dihentikan dan
dilakukan evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai ketentuan.
Petugas kamar operasi bertugas:
1. Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan berkoordinasi petugas teknik.
2. Berkoordinasi dengan pimpinan disaster untuk kondisi dan situasi bencana.
3. Mengkoordinasikan pelayanan kesehatan di unit kamar operasi (pra-operasi,
operasi, pasca-operasi, pemulihan)
Petugas Instalasi Rawat Intensif bertugas:
1. Menentukan pasien mana yang terlebih dahulu harus di evakuasi.
2. Menentukan peralatan apa saja yang harus tetap terpasang pada pasien rawat
intensif.
3. Berkoordinasi untuk penerimaan pasien dari IGD, ruang bedah dan ruang
perawatan yang memerlukan perawatan atau pemantauan secara intensif.
4. Menjaga kondisi pasien dan keluarganya supaya tidak merasa panik.
Bila Korban bencana dari luar Rumah Sakit, maka perawat kamar operasi berperan
menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan operasi, baik kamar operasi yang akan
digunakan, tim operasi yaitu dokter anastesi dan dokter operator, dll, bagi korban
yang memerIukan tindakan operasi segera.
Korban atau pasien yang telah selesai operasi, dikoordinasikan dengan petugas
Instalasi rawat intensif untuk kebutuhan perawatan selanjutnya, perawatan umum

11
atau pemulangan (apabila tidak tertolong/meninggal).
Perawat OK dan/atau perawat HCU dapat dalam keadaan siaga di tempat atau bila
diperlukan perawat OK atau HCU dapat menjemput korban yang telah tiba di IGD
rumah sakit.

I. Sektor-Sektor
Terdiri dari 17 sektor yang dipimpin oleh penanggung jawab sektor, Setiap sektor
bertugas :
1. Mengkoordinasikan kegiatan pertolongan di sektornya masing-masing
2. Melaporkan jumlah korban yang ada
3. Mengkoordinir pengamanan asset dan dokumen di setiap sektor
4. Memimpin proses evakuasi pasien/pengunjung ke arah yang sesuai dengan
instruksi pimpinan disaster.

J. Wilayah/Sektor Pengamanan Musibah Bencana (Disaster)

No Sektor Cakupan

1. SEKTOR 1 GK 4

2. SEKTOR 2 GK 3

3. SEKTOR 3 ECU

4. SEKTOR 4 OK

5. SEKTOR 5 RANAP 4B

6. SEKTOR 6 PPI, PMKP, SDM PT

7. SEKTOR 7 Pratama C, Laundry, Penunjang

8. SEKTOR 8 HD, CVCU, Casemix

9. SEKTOR 9 Ranap 3B, Marketing, Provider

10. SEKTOR 10 Ranap 3A, Ranap 3C, EGS

11. SEKTOR 11 Ralan Lt. 2

12. SEKTOR 12 Perinatologi, Ranap 2B, SDM RS

13. SEKTOR 13 Ranap 2A

14. SEKTOR 14 Farmasi Lt. 1

15. SEKTOR 15 Laboratorium, Radiologi

16. SEKTOR 16 EGD, ESWL, Ponek

17. SEKTOR 17 Ralan Lt. 5

12
BAB V
FASILITAS DAN PERALATAN

A. Sarana Fisik
Bangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak Respasti Tasikmalaya terletak di Jalan
Raya Singaparna Kilometer 11 Cikunir Singaparna Kab. Tasikmalaya, dengan luas
lahan

B. Fasilitas dan Peralatan


RSIA Respati Tasikmalaya fasilitas yang memadai guna mendungkung
penanggulangan bencana. Fasilitas dan peralatan yang ada senantiasa dipelihara dan
di sertifikasi secara berkala, serta dilengkapi dengan alat pelindung diri bagi
karyawan dan dilengkapi alat pengamanan pada pasien.
Fasilitas yang tersedia di RSIA Respati Tasikmalaya mengantisipasi keadaan bahaya
diantaranya:
1. IGD yang lengkap
2. Dokter dan perawat yang terampil
3. Ambulance Emergency dan Ambulance transport.
4. Tandu-tandu darurat
5. Tempat tidur darurat (pelbed)
6. Alat dan obat-obatan untuk pertolongan (emergency kif)
7. Sumber listrik pengganti (generator)
8. Sumber air (penampungan air bersih)
9. Alat-alat pemadam kebakaran dan regu pemadam yang terlatih.
10. Alat pelindung diri untuk petugas
11. Seperangkat alat komunikasi yang terdiri, telepon sentral, audioline, HT (handy-
talky), HP, internet.
12. Fasilitas Car Call

C. Kebijakan Pengoperasian Fasilitas dan Peralatan


Secara umum kebijakan pengoperasian fasilitas dan peralatan mengacu pada
kebijakan RSIA Respati Tasikmalaya. Setiap fasilitas dan peralatan senantiasa
dilengkapi dengan manual/SOP, pemeliharaan dan sertifikasi secara berkala.

13
BAB IV
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
DARI LUAR RUMAH SAKIT

A. Metodologi
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan kereen yang bersifat
massal, karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang, bencana dengan korban
massal dibagi menjadi 3 tingkat yaitu:
1. Siaga 3
a. Jumlah peslen/kerben yang datang ke IGD 18 orang, dalam waktu serentak
sejumlah tempat tidur yang tersedia di IGD.
b. Pasien dengan label merah 2 orang dalam waktu serentak.
c. Pasien dengan label kuning yang memerlukan bedah minor 4 orang dalam
waktu serentak.
2. Siaga 2
a. Jumlah pasien/korban yang datang ke IGD 18-36 orang (antara 100%-200% )
dalam waktu serentak.
b. Pasien dengan label merah 3-5 orang dalam waktu serentak.
c. Pasien dengan label kuning yang memerlukan bedah minor 5-8 orang dalam
waktu serentak.
3. Siaga 3
a. Jumlah pasien/kortan yang datang ke IGD lebih dari 36 orang (Iebih dari
200%) dalam waktu serentak)
b. Pasien dengan label merah lebih dari 5 orang dalam waktu serentak.
c. Pasien dengan label kuning yang memerlukan bedah minor lebih dari 8 orang
dalam waktu serentak.
d. Bila pasien lebih dari 40 orang, perlu bantuan penampungan atau di rujuk ke
rumah sakit lain yang terdekat.
- Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IGD yang berdinas pada saat
itu, yang selanjutnya dilaporkan kepada Pimpinan Disaster (Wadir Medik
dan Keperawatan).
- Triage dipimpin oleh dokter IGD bersama perawat IGD.
- Penanggulangan awal penderita dilakukan oleh dokter IGD, perawat
IGD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan.

14
Korban dikelompokkan dalam 4 kelompok korban dan diberi label sebagai
berikut :
1. Label Merah :
Penderita/korban yang memerlukan tindakan cepat, yang mengalami air way,
breathing, dan circulation atau memerlukan tindakan pembedahan, live saving
sehingga terhindar dari kecatatan atau kematian.
2. Label Kuning :
Penderita/korban dengan trauma ringan atau hanya memerlukan tindakan bedah
minor, yang selanjutnya korban diperbolehkan pulang atau rawat inap.
3. Label Hijau :
Penderita/korban yang tidak mengalami luka atau hanya mengalami gangguan
ringan atau gangguan jiwa dan tidak memerlukan tindakan bedah, bila dibiarkan
tidak berbahaya. Penderita bisa dipulangkan.
4. Label Hitam :
Penderita yang sudah meninggal dunia. Pada label dituliskan:
Nama korban, Umur, Jenis Kelamin, Alamat Pasien. Bila korban tidak dikenal
ditulis "tidak dikenal".

B. Organisasi
Dalam keadaan bencana/disaster plan seperti ini maka secara otomatis
pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.

C. Perencanaan SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan:
1. Jumlah korban yang ada pada saat itu.
2. Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
1. Siaga 1
Jumlah korban yang datang ke IGD 18 orang. Masih Dapat ditangani sesuai
kapasitas IGD. SDM yang dibutuhkan: Tenaga dokter dan perawat masih bisa
teratasi oleh tenaga yang sedang berdinas, dibantu oleh perawat poliklinik untuk
dapat memenuhi kebutuhan tenaga, mobilisasi tenaga dari unit lain melalui
koordinasi Pengawas Keperawatan.

15
2. Siaga 2 :
Jumlah korban yang datang ke IGD 18-36 orang (antara 1000/0-200% dalam
waktu serentak). Perluasan lokasi penanganan ke ruang tunggu IGD. Diperlukan
tambahan tenaga perawat dari Instalasi Rawat Umum sesuai kebutuhan. Sudah
memerlukan keterlibatan unit pelayanan lain, misalnya farmasi, rawat inap, dan
Iain-lain.
3. Siaga 3 :
Jumlah korban yang datang Ke IGD lebih dari orang (lebih dari 200% dalam
waktu serentak). Perluasan lokasi penanganan ke ruang tunggu IGD sampai
lorong menuju rawat inap. Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan
Instalasi Rawat Umum, serta perawat yang sedang tidak berdinas (libur) bersedia
di hubungi untuk bertugas (on call). Bila pasien lebih dan" 40 orang, perlu
bantuan penampungan atau di rujuk ke rumah sakit lain yang terdekat.
Untuk jumlah korban bencana yang lebih besar lagi, diperlukan perluasan
penanganan tambahan hingga ke luar gedung. Triase dapat dilakukan di luar IGD
atau di area parkir depan RSIA Respati Tasikmalaya.

D. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal
yang sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam
berkomunikasi, yaitu:
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar.
2. Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
3. Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah:
1. Airphone/lnterecom
2. Telepon
3. Faksimile
4. Pesawat HT
5. Handphone

16
E. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum, obat-obatan dan alat medis sangat diperlukan saat
penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik
untuk kelancaran pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.

F. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan
korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi
ambulan untuk merujuk korban ke rumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat
berkoordinasi dengan Ambulan 118.

G. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya kerben-kerban harus segera di dapat
dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster
dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada
Direktur RSIA Respati Tasikmalaya.

17
BAB VII
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
DARI DALAM RUMAH SAKIT

A. Kebakaran
1. Metodologi
Bencana dari dalam rumah sakit yang banyak menyebabkan kerugian dan
korban adalah kebakaran. Oleh karenanya metodologi ini dititikberatkan pada
penanggulangan kebakaran, selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.
Kebakaran di Rumah Sakit flapat digolongkan menjadi:
a. Kebakaran Ringan :
Kebakaran yang melibatkan area yang sempit, dengan api yang kecil
b. Kebakaran Sedang :
Kebakaran yang melibatkan area lebih luas bersifat local dengan besarnya api
sedang.
c. Kebakaran Berat :
Kebakaran yang melibatkan area yang luas dengan api yang besar.
2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penanggulangan bencana menjadi aktif sesuai
ketentuan yaitu berlaku.
3. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan:
a. Golongan Kebakaran.
b. Jumlah korban yang ada pada saat itu.
Dengan demikian dapat dibuatkan perencanaan SDM sebagai berikut:
a. Golongan
Kebakaran
1) Kebakaran Ringan: untuk memadamkan api diperlukan 1-2 orang dari
pegawai yang dinas atau yang berada di sekitar kejadian saja, dengan
menggunakan 1 - 2 APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
2) Kebakaran Sedang: untuk memadamkan api diperlukan 3-5 orang dari
pegawai yang dinas dengan APAR yang jumlahnya lebih banyak.
Diperlukan 2-3 orang untuk evakuasi pasien, dokumen, ataupun barang

18
berharga lainnya yang ada di ruangan/lokasi kejadian.
3) Kebakaran Berat: untuk memadamkan api diperlukan bantuan dari dinas
kebakaran, dengan mengerahkan seluruh pegawai yang berdinas saat itu
untuk melakukan evakuasi.
b. Jumlah Korban yang ada pada saat itu
Berdasarkan jumlah korban pada saat itu maka untuk memobilisasi
perencanaan SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana
massal.
c. Tambahan SDM gabungan yang terlatih
1) Pemadam Kebakaran
2) Relawan Siaga Bencana/ tanggap darurat
3) Lembaga non-profit yang dibina oleh rumah sakit untuk melatih
karyawan RSIA Respati Tasikmalaya sebagai tenaga relawan yang
terlatih (EMERSI)

B. Gempa Bumi
1. Mitologi
Selain bencana kebakaran, bencana dari dalam rumah sakit yang
mungkin terjadi adalah gempa bumi. Tindakan penanganan bencana alam gempa
bumi harus didasarkan pada magnitudo gempa yang terjadi sehingga tidak
mubadzir atau bahkan menimbulkan kondisi fatal. Dengan didasarkan magnitudo
gempa, tindakan penanganan diharapkan dapat dilakukan secara optimal. Ukuran
magnitudo merupakan ukuran energi sumber gempa bumi, dan sebenarnya bukan
fungsi posisi titik ukur atau pengamatan. Dengan ukuran magnitudo dapat
diketahui tinggi dan rendahnya energi sumber gempa.
Pada umumnya bencana gempa bumi terjadi relatif dalam waktu yang
singkat, dan meliputi kawasan yang relatif tidak terlalu luas dibandingkan dengan
kawasan yang selamat. Namun, akibat yang ditimbulkan sangat fatal, sehingga
diperlukan sistem pengelolaan krisis bencana yang cerdas, efisien dan efektif.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan


bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (Iempeng
bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal
terjadinya kejadian gempa bumi tersebut.
Tipe gempa bumi

19
a. Gempa bumi vulkanik (Gunung Api)
Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi
sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka
akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan
terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung
api tersebut.
b. Gempa bumi tektonik
Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran
lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang disebabkan oleh
perlepasan tenaga seperti layaknya gelang kar~t ditarik dan dilepaskan
dengan tiba-tiba dan mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang
sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana
alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh
bagian burnieTenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal
sebagai kecatatan tektonik.
2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penanggulangan bencana menjadi aktif sesuai
ketentuan yang berlaku. Prosedur operasional sistem pengelolaan krisis bencana
tersebut meliputi :
a. Analisis sejarah bencana gempa bumi setempat dari waktu ke waktu.
Semakin panjang rentang waktu datanya, semakin baik pula pembuatan peta
rawan bencena berdasarken peta tipografi, geologi, dan tektonik.
b. Membangun sistem koordinasi pembuatan keputusan yang andal dan
operasional yang ditunjang oleh sistem pengambilan keputusan yang sesuai
dengan kondisi lapangan, dengan resiko tingkat fatal dan kemubadziran yang
terukur.

3. Perencanaan Sumber Daya Manusia


Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan Jumlah Korban yang ada pada
saat itu. Berdasarkan jumlah korban, maka untuk memobilisasi perencanaan
SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana massal.
Tetap dalam kondisi yang tenang/tidak panik dan mintalah yang lain
untuk tenang juga. Waspada akan kemungkinan gempa susulan.

20
a. Segera mencari tempat berlindung, misalnya di bawah meja yang kuat,
disekitar tiang utama, dibawah bed pasien, dan lindungi kepala dengan
menggunakan bantal.
b. Menjauhlah dari jendela, benda-benda yang terbuat dari kaca, peralatan
medis dan non medis yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam ruangan
untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan.
c. Tetap di tempat, namun bersiap untuk evakuasi. Tunggu sampai goncangan
berhenti dan aman untuk bergerak.
d. Perhatikan instruksi dari pimpinan disaster. Tunggu informasi dari tim
penilai gedung, apakah perlu atau tidak perlu dilakukan evakuasi.
e. Jangan menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran, jika
merasakan gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua
tombol, jika lift berhenti, keluarlah, Iihat keamanannya dan carilah
perlindungan. Jika anda terjebak di dalam lift, hubungi pihak keamanan
dengan menggunakan interphone yang tersedia.
Tindakan setelah gempa bumi berlangsung
Saat Anda dan staf terlepas dari ancaman akibat gempa awal, selanjutnya
lakukan:
a. Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, bantu menolong mereka yang terluka
atau terjebak. Hubungi petugas yang menangani bencana, kemudian berikan
pertolongan pertama jika memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka
yang luka serius karena justru bisa memperparah luka.
b. Periksa keamanan. Periksa hal-hal berikut setelah gempa.
1) Api atau ancaman kebakaran.
2) Kebocoran gas tutup saluran gas jika diduga bocor dari adanya bau dan
jangan dibuka sebelum diperbaiki oleh ahlinya.
3) Kerusakan saluran listrik-matikan meteran listrik.
4) Kerusakan kabel Iistrik-menjauhlah dari kabel listrik sekalipun meteran telah
dimatikan.
5) Periksa pesawat telepon, pastikan telepon pada tempatnya.
c. Pembersihan.
Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya, termasuk pecahan gelas,
kaca, dan obat-obatan yang tumpah.
d. Waspada dengan gempa susulan.
Sebagian besar gempa susulan lebih lemah dari gempa utama. Namun, beberapa

21
dapat cukup kuat untuk merobohkan bangunan yang sudah goyah akibat gempa
pertama. Tetaplah berada jauh dari bangunan. Apabila ada benda yang tertinggal,
kembali ke ruangan rawat atau ruang kerja hanya bila pihak berwenang sudah
mengumumkan keadaan aman.

C. Pesawat Jatuh
1. Metodologi
Selain bencana kebakaran dan bencana gempa bumi memungkinkan juga
terjadinya bencana pesawat jatuh mengingat lokasi rumah sakit berada dibawah
jalur transportasi udara penerbangan dari Bandar Udara Wiriadinata Kabupaten
Tasikmalaya. Pada umumnya bencana jatuhnya pesawat diakibatkan oleh
beberapa faktor, diantaranya :
a. Kesalahan Pilot
Saat pesawat menjadi lebih andal, proporsi kecelakaan yang disebabkan oleh
kesalahan pilot telah meningkat dan sekarang angkanya sekitar 50 persen.
Pesawat adalah mesin kompleks yang membutuhkan banyak manajemen.
Karena pilot aktif terlibat dengan pesawat di setiap tahap penerbangan, ada
banyak hal yang memungkinkan kesalahan, dari kegagalan memprogram
komputer manajemen penerbangan (FMC) dengan benar, hingga salah
perhitungan dalam bahan bakar yang dibutuhkan. Namun penting untuk
diingat bahwa ketika terjadi kesalahan, pilot adalah garis pertahanan terakhir
untuk penyelamatan.
b. Kegagalan Teknik
Kegagalan peralatan masih mencapai sekitar 20 persen dari kecelakaan
pesawat, meskipun ada perbaikan dalam kualitas desain dan manufaktur.
Walaupun mesin secara signifikan lebih dapat diandalkan saat ini, sesekali
masih terjadi kegagalan mesin.
Pada 1989, masalah pada mesin nomor satu (kiri) pesawat Boeing 737-400
Inggris mengakibatkan kehilangan daya. Kesulitan membaca instrumentasi
berkontribusi terhadap kesalahan pilot membaca mesin yang mengalami
kehilangan tenaga. Kebingungan, pilot mematikan mesin nomor dua (kanan).
Akhirnya pesawat kehilangan daya dan jatuh.
c. Cuaca
Cuaca buruk bertanggung jawab sekitar 10 persen dari kecelakaan pesawat.
Meskipun banyak alat Bantu elektronik, seperti kompas gyroscopic, navigasi

22
satelit, dan uplink data cuaca, pesawat masih terancam badai, salju, dan
kabut. Sedangkan petir bukanlah ancaman terhadap kecelakaan pesawat,
sebagaimana yang mungkin dikhawatirkan banyak penumpang.
d. Sabotase
Sekitar 10 persen kecelakaan pesawat disebabkan oleh sabotase. Seperti
sambaran petir, risiko yang ditimbulkan oleh sabotase jauh lebih sedikit
daripada yang diyakini banyak orang. Namun demikian, ada banyak serangan
spektakuler dan mengejutkan oleh penyabot.
e. Bentuk Lain dari Kesalahan Manusia
Penyebab lainnya dikaitkan dengan jenis lain dari kesalahan manusia, seperti
kesalahan yang dibuat oleh pengendali lalu lintas udara, operator, pemuat
barang, pengisi bahan bakar, atau teknisi pemeliharaan. Kadang- kadang,
karena bekerja dengan jadwal panjang, teknisi pemeliharaan dapat membuat
kesalahan yang berpotensi bencana.
2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penanggulangan bencana menjadi aktif sesuai
ketentuan yang berlaku. Prosedur operasional sistem pengelolaan krisis bencana
tersebut meliputi :
a. Analisis sejarah bencana pesawat jatuh yang terjadi di lintasan udara
Kabupaten Tasikmalaya dan analisis system kepadatan lalu lintas udara.
b. Membangun sistem koordinasi pembuatan keputusan yang andal dan
operasional yang ditunjang oleh sistem pengambilan keputusan yang sesuai
dengan kondisi lapangan, dengan resiko tingkat fatal dan kemubadziran yang
terukur.
3. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan Jumlah Korban yang ada pada
saat itu. Berdasarkan jumlah korban, maka untuk memobilisasi perencanaan
SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana massal.
Tindakan setelah bangunan RS tertimpa pesawat jatuh
a. Periksa adanya korban akibat pesawat jatuh tersebut. Setelah menolong diri,
bantu menolong mereka yang terluka atau terjebak. Hubungi petugas yang
menangani bencana, kemudian berikan pertolongan pertama jika
memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius karena
justru bisa memperparah luka.

23
b. Periksa keamanan. Periksa hal-hal berikut setelah gempa.
1) Api atau ancaman kebakaran.
2) Kebocoran gas-tutup saluran gas jika diduga bocor dari adanya bau dan
jangan dibuka sebelum diperbaiki oleh ahlinya.
3) Kerusakan saluran listrik-matikan meteran listrik.
4) Kerusakan kabel Iistrik-menjauhlah dari kabel listrik sekalipun meteran
telah dimatikan.
5) Periksa pesawat telepon, pastikan telepon dapat digunakan.
c. Pembersihan
Singkirkan barang-barang yang mungkin Derbahaya, termasuk pecahan
gelas, kaca, dan obat-obatan yang tumpah.
d. Evakuasi
Evakuasi korban ke tempat yang aman dan lakukan koordinasi dengan badan
penanggulangan bencana setempat untuk memperoleh bantuan evakuasi.

D. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum, obat-obatan dan alat medis sangat diperIukan saat
penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik
kelancaran pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.

E. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal
yang sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam
berkomunikasi, yaitu:
1. Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
2. Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
3. Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah:
1. Airphone/interocom
2. Telepon
3. Faksimile
4. Pesawat HT

24
5. Handphone

F. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan
korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi
ambulan untuk merujuk korban ke rumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat
berkoordinasi dengan Ambulan 118.

G. Pelaporan
Informasi tentang jumlah beratnya korban dan kerusakan harus segera
didapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan
Disaster dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan
kepada direktur rumah sakit.

25
BAB VIII
PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN

A. Program Orientasi Karyawan


Setiap karyawan yang akan ditempatkan sebagai Tim Penanggulangan
bencana harus mengikuti Orientasi karyawan yang meliputi:
1. Orientasi yang diselenggarakan oleh Bidang Diklat dan Pengembangan RS
Program orientasi yang diselenggarakan oleh Bidang Diklalit ini bersifat
pengenalan terhadap kondisi Umum di RSIA Respati Tasikmalaya yang meliputi:
Visi, Misi, Struktur Organisasi RS, Program Diklalit dan Pengembangan RS,
Pelaksanaan K3RS, Kekaryawanan, Patient Safety, Customer Services .
Corporate Culture RS dari Segi Kerohanian, Pelaksanaan PINOK di RS,
2. Orientasi Intern
Program ini bersifat khusus yaitu pengenalan terhadap kewaspadaan, tanggap
darurat dan kesiapsiagaan terhadap bencana, termasuk bencana dari dalam dan
bencana dari luar rumah sakit, orientasi ini dapat dimasukkan ke dalam pelatihan
K3 dasar.

B. Program Pengembangan Staf


Semua karyawan yang tergabung dalam Tim Disaster wajib mengikuti
latihan penanggulangan kewaspadaan bencana yang diadakan dan dijadwalkan oleh
Diklat RSIA Respati Tasikmalaya. Pelatihan ini bertujuan untuk memastikan
karyawan yang tergabung dalam tim disaster ini memiliki keterampilan yang
memadai.

C. Program Pendidikan
Program pendidikan baik formal maupun non formal dirancang dalam
program tahunan K3RS, baik bagi Ketua maupun staf disesuaikan dengan
pengembangan organisasi RS. Bentuk pendidikan formal berupa peningkatan jenjang
pendidikan yang disesuaikan dengan kebijakan RS. Sementara untuk pendidikan non
formal berupa pelatihan/seminar/workshop yang diikuti secara rutin setiap tahunnya.
Selain itu juga dilakukan pembinaan terhadap relawan/SDM gawat darurat
yang terlatih (EMERSI, dll).
Untuk menjaga kesiagaan tim disaster dalam menghadapi keadaan darurat,

26
harus dilakukan simulasi minimal 1 kali dalam setahun, simulasi ini di skenariokan
sesuai keadaan darurat yang mungkin terjadi. Simulasi penanggulangan bencana
harus dievaluasi sebagai upaya perbaikan/revisi pedoman.

27
BAB IX
EVALUASI PENGENDALIAN MUTU

A. Program Evaluasi
Setelah penanggulangan bencana baik dari luar maupun dari dalam terjadi.
Tim penanggulangan melakukan pelaporan dan evaluasi kegiatan. Setiap tim
melaporkan hal-hal apa saja yang terjadi pada saat penanggulangan bencana,
termasuk jumlah korban, penanganan yang dilakukan, insiden atau kecelakaan yang
terjadi saat melakukan evakuasi, bahan-bahan atau kegiatan logistik apa saja yang
dilakukan.
Jenis Evakuasi :
Prospektif : Program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan
Konkruen : Program dijalankan bersamaan dengan pelaksanaa
Retrospeltif : Program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan
Metoda Evaluasi :
a. Audit Pengawasan : Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah
sesuai standar
b. Review (penilaian) : Terhadap pelayanan yang telah diberikan,
penggunaan sumber daya
c. Survey : Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan
angket/kuesioner atau wawancara langsung
d. Observasi : Pengamatan terhadap proses yang sedang
berlangsung
Unsur yang dievaluasi :
a. Pedoman
b. Kebijakan
c. Prosedur
d. Program

28
B. Program Pengendalian Mutu
Merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit terhadap kegiatan
untuk menjamin mutu.
1. Unsur yang mengendalikan mutu
a. Unsur masukan (input): tenaga/SDM, sarana, prasarana, ketersediaan dana
b. Unsur proses: tindakan karyawan
c. Unsur lingkungan: kebijakan, organisasi, manajemen
d. Standar-standar yang digunakan
2. Tahapan program pengendalian mutu
a. Mendefinisikan kualitas pelayanan
b. Penilaian kualitas pelayanan
c. Pendidikan personil dan peningkatan fasilitas pelayanan
d. Memperbaharui kriteria
3. Indikator dan Kriteria
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator,
suatu tolok ukur yang hasilnya merujuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar
yang telah ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, antara lain:
a. UU No 1 thn 1970 tentang keselamatan kerja
b. UU No. 23 thn 1992 tentang kesehatan
c. UU No. 24 thn 2007 tentang Penanggulangan Bencana
d. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
e. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
f. PERMENKES No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit
g. PERMENNAKERTRANS nomor: Kep/86/men/1999 tentang unit
penanggulangan kebakaran di tempat kerja
h. KEPMENKES RI No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman
Penangulangan Bencana Bidang Kesehatan.
i. KEPMENKES RI No. 28/MENKES/SK/III/1/1995 Pelaksanaan Umum
Penanggulangan Medik Korban Bencana
j. KEPPRES Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/ Ketua Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana No.ll/KEP/Kesra/lX/1997,
Tentang Sekretariat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.

29
k. PERMENNAKERTRANS nomor: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
l. PERMENNAKERTRANS nomor: PER.04/MEN/1995 tentang Perusahaan
jasa keselamatan dan kesehatan kerja
m. KEPMENKES RI No. 594/Menkes/SK/VI/1995 tentang Pembentukan Pusat
Penanggulangan Krisis Akibat Bencana (Crisis Center) di lingkungan
Departemen Kesehatan.
n. KEPMENKES RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang Pembentukan Tim
Kesehatan Penanggulangan Korban Bencana di Setiap Rumah Sakit.
o. KEPPRES RI No. 43 Tahun 1990 tentang Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana di Indonesia.
Upaya pengendalian mutu dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
a. Pemantauan
b. Penilaian
c. Tindakan
d. Evaluasi
e. Timbal Balik

30
BAB X
PENUTUP

Alhamdulillah Pedoman Penanggulangan Bencana (disaster plan) ini telah selesai


disusun. Penyusunan Disaster Plan ini masih belum sempurna, namun besar harapan kami
bahwa pedoman ini dapat bermanfaat bagi seluruh karyawan Rumah Sakit Jasa Kartini
dalam penanggulangan bencana.
Selain adanya disaster plan, niat dan kemauan dari seluruh karyawan untuk
berperan aktif pada saat terjadi bencana adalah hal yang sangat diperlukan. Oleh karena
itu perlu adanya kesadaran dari seluruh komponen yang ada di RSIA Respati
Tasikmalaya, untuk membentuk barisan yang rapi dalam penanggulangan bencana.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan, diperlukan Standar Prosedur Operasional
(SPO) yang akan memudahkan prosedur kerja di lapangan.
Semoga tidak ada bencana yang menimpa kita, namun bila Allah SWT
menghendaki bencana, semoga RSIA Respati Tasikmalaya dapat menanggulangi dengan
cepat dan tepat, Amin.

31

Anda mungkin juga menyukai