Anda di halaman 1dari 3

1.

Money laundering adalah tindakan menyamarkan dana maupun aset yang bukan
haknya dan berasal dari kegiatan kriminal. Tujuan seseorang melakukan money
laundering adalah tidak lain untuk memperkaya dirinya sendiri. Tindakan ilegal ini
dilakukan dengan cara menyamarkan sumber dana yang seolah-olah berasal dari
aktivitas legal, dan biasanya oknum money laundering mengalihkan dana tersebut
melalui kegiatan bisnis dan menyerahkan ke Lembaga keuangan yang sah.
Adapun dasar hukum kegiatan money laundering ini diatur dalam UU No. 8 Tahun
2010.

Money Loundering sebagai Kejahatan Transnasional dan Terorganisir


Sebagai jenis kejahatan transnasional yang terorganisir, money laundering, tidak
hanya merupakan tanggung jawab negara per-negara, tetapi sudah merupakan
kewajiban seluruh negara yang dapat diwujudkan dalam kerjasama regional atau
internasional melalui forum bilateral maupun multilateral. Menurut Edi Setiadi dan
Rena Yulia (2010:147), sebagai sesuatu yang sifatnya baru dikenal dan masih
berkembang di Indonesia, Undang undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, memang masih belum sempurna, dan disinyalir pada saat itu
masih banyak mengandung kelemahan. Seperti di antaranya yang dikemukakan oleh
Financial Action Task Force (FATF) yaitu suatu organisasi internasional anti money
loundering yang memandang dari sudut substansial bahwa Undang-undang tersebut
masih belum memenuhi standar internasional, sehingga Indonesia masih dimasukkan
dalam list of uncooperation nations in the fight against money loundering (daftar
negara-negara yang tidak dapat bekerja sama memerangi tindakan pencucian uang)
dan dipandang sebagai tempat yang aman bagi para pelaku pencucian uang.

2. Kejahatan Transnasional berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan


Istilah ‘transnasional’ digunakan dalam United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (“UNCATOC”), yang dalam bahasa indonesia
terdapat dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi). Pasal 3 ayat (2) UNCATOC menerangkan bahwa:
Untuk tujuan ayat 1 dari Pasal ini, tindak pidana adalah bersifat transnasional jika:
a. dilakukan di lebih dari satu Negara;
b. dilakukan di satu Negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan,
pengarahan atau kontrol terjadi di Negara lain;
c. dilakukan di satu Negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat terorganisasi
yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara; atau
d. dilakukan di satu Negara namun memiliki akibat utama di Negara lain.
Peng Wang dan Jingyi Wang, sebagaimana dikutip James N. Mitchell dalam artikel di
Brawijaya Law Journal berjudul Transnational Organised Crime in Indonesia – The
Need for International Cooperation (hal. 176), menggunakan istilah ‘transnational
organised crime’ (kejahatan transnasional terorganisir), yaitu: behaviour of ongoing
organizations that involves two or more nations, with such behaviour being defined as
criminal by at least one of these nations. Jika diterjemahkan secara bebas, kejahatan
transnasional terorganisasi adalah perbuatan kelompok yang melibatkan dua negara
atau lebih yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, setidak-tidaknya
menurut salah satu negara.

Kejahatan Internasional

Sedangkan pengertian kejahatan internasional dapat dilihat dalam uraian Robert Cryer,
et.al. dalam buku An Introduction to International Criminal Law and Procedure (hal. 4),
yang menerangkan bahwa: kejahatan internasional adalah kejahatan yang menimbulkan
keresahan komunitas internasional atau perbuatan yang melanggar kepentingan mendasar
yang dilindungi oleh hukum internasional.

Berdasarkan uraian tersebu, perbedaan mendasar dari kejahatan transnasional dan


internasional adalah kejahatan transnasional sifatnya lintas batas negara, karena memiliki
unsur-unsur yang menyangkut dua negara atau lebih. Sementara itu, kejahatan
internasional adalah kejahatan yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat
internasional, yang tidak selalu bersifat lintas batas negara.

Money Laundring dikategorikan sebagai kejahatan internasional

Perkembangan globalisasi ekonomi telah menyebabkan terbukanya ekonomi negara bagi


arus dana dari negara-negara maju. Kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka kran
selebar-lebarnya bagi penanaman modal asing jika tidak dilakukan secara cermat dan
akurat akan berdampak negatif, yaitu terbukanya potensi masuknya arus money
laundering dari Negara-negara lain ke Indonesia. Kekhawatiran ini cukup beralasan jika
dilihat dari adanya kenyataan sering dijumpai kejahatan-kejahatan yang melibatkan orang
asing di Indonesia semakin meningkat. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh orangorang
yang ingin mendapatkan keuntungan secara cepat tapi tidak halal, misalnya
mempraktikkan penyelamatan uang dari hasil kejahatan narkotika, pelacuran,
penyelundupan, penjualan senjata api illegal, dan sebagainya.

3. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana Pencucian Uang, perbuatan yang dikategorikan sebagai tindakan pencucian
uang atau money laundering adalah:
a. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas
harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
harta kekayaan.
b. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
c. Menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Hukuman bagi pelaku tindak pidana pencucian uang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan diatas adalah pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Anda mungkin juga menyukai