Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL SEMINAR EVIDENCE BASED NURSING

PENGARUH VIRGIN COCONUT OIL (VCO)


TERHADAP PENCEGAHAN DEKUBITUS
PADA PASIEN TIRAH BARING LAMA

Disusun oleh :
Andy Dharma Pramudya (21217068)
Eunike Rarungallo (2121)
Farida Perdanisari (2121)
Hariyanti Rombe S (2121)
Jalil (2121)
Sri Wanti (21217080)
Rachmiyana (21217076)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA JAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu dampak tirah baring yang lama pada pasien rawat inap adalah timbulnya ulkus
dekubitus. Istilah ulkus decubitus berasal dari bahasa latin decumbere yang berarti berbaring
(Wilhelmi, 2008 dalam Hastuti dkk, 2013). Decubitus merupakan lesi atau kerusakan struktur
anatomis dan fungsi kulit normal yang disebakan oleh tekanan eksternal yang terjadi secara
terus menerus pada daerah yang ada penonjolan tulang sehingga merusak yang ada
dibawahnya dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa (Kozier, Erb, Berman, &
Sayder, 2010)

Ulkus decubitus menjadi problem yang cukup serius baik di Negara maju maupun di Negara
berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat
program penyembuhan bagi penderita sekaligus memperberat penyakit primer dan
mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu, perlu pemahaman cukup tentang ulkus
dekubitus agar diagnosis dapat ditegakkan secara dini sehingga penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan segera dan tepat serta dapat dilakukan tindakan untuk mencegah terjadinya
ulkus dekubitus tersebut (Wilhelmi, 2008 dalam Hastuti dkk, 2013).

Hingga saat ini luka dekubitus merupakan masalah klasik pada bidang kesehatan pada
umumnya dibidang keperawatan. Hal ini dapat terlihat dari kejadian luka dekubitus pada
tahun 2007 di 18 rumah sakit Jerman-Eropa sebesar 27,2% (Shahin dkk, 2009 dalam Marina
dkk, 2013), dan pada tahun 2002 disalah satu rumah sakit Singapura Asia sebesar 8,1%
(Chan dkk, 2005 dalam Marina dkk, 2013). Di Siloam Hospitals Lippo Village Tanggerang
pada tahun 2002 kejadian luka tekan sebesar 0,57% (Tim Komite Mutu Perawatan SHLP,
2012 dalam Marina dkk, 2013).

Dari hasil penelitian yang didapat dari penelitian (Suheri, 2009 dalam Sunaryanti dkk, 2013)
menunjukan bahwa lama hari rawat pada pasien imobilisasi 88,8% terjadi luka dekubitus
rata-rata lama hari rawat pada hari ke lima perawatan.
Dekubitus sebagai suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan
langsung pada kulit, sehingga menyebabkan “iskemia tekanan (suplai darah ke jaringan
berkurang)“, maupun akibat kekuatan gesekan sehingga menyebabkan stres mekanik
terhadap jaringan (Potter, Perry 2005 dalam Sunaryanti dkk, 2013).

Salah satu aspek utama pendidikan profesi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
adalah mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan
konsisten merupakan intervensi penting untuk menjamin perawatan yang berkualitas.
Gangguan integritas kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi,
sehingga menyebabkan dekubitus. Menurut (Potter, Perry, 2005 dalam Sunaryanti dkk, 2013)
tanda dan gejala dekubitus jika ditemukan area yang tertekan, perawat memperhatikan
ukuran dan lokasinya dan dapat menggunakan system peringkat untuk menguraikan
keparahannya terdiri dari empat tahap yaitu grade 1, grade 2, grade 3 dan grade 4.

(Price, 2003 dalam Sunaryanti dkk, 2013) menyatakan jika menggunakan lotion biasa untuk
perawatan kulit, umumnya lotion menggunakan komponen air sehingga ketika dipakai akan
memberikan kesegaran sesaat namun ketika kandungan airnya hilang karena penguapan,
maka kulit menjadi kering. Sedangkan minyak kelapa murni berbeda dengan minyak goreng
pada umumnya dimana pada minyak kelapa murni unsur oksidan dan vitamin E masih
dipertahankan dan sebaliknya pada minyak goreng biasa, sehingga bila digunakan untuk
perawatan kulit minyak goreng biasa akan menciptakan radikal bebas di permukaan kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Jika dipakai secara topikal atau dipakai kedalam, minyak
kelapa membantu kulit tetap muda, sehat dan bebas dari penyakit. Asam lemak antiseptic
pada minyak kelapa membantu mencegah infeksi jamur dan bakteri jika ditambah dalam diet
atau dipakai langsung pada kulit.sehingga minyak kelapa murni dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya luka tekan atau ulkus dekubitus.

Minyak kelapa murni disebut juga VCO (Virgin Coconut Oil) baik untuk kesehatan kulit
karena mudah diserap kulit dan mengandung vitamin E. VCO mengandung komposisi : asam
lemak jenuh yang terdiri dari : (Asam Laurat 43,0-53,0), (Asam Miristrat 16,0-21,0), (Asam
Kaprat 4,5-8,0), (Asam Palmitat 7,5-10,0), (Asam Kaprilat 5,0-10,0), (Asam Kaproat 0,4-
6,0). Asam lemak tidak jenuh terdiri dari : (Asam Oleat 1,0-2,5), (Asam Palmitoleat 2,0-4,0).
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa mono-laurin bersifat antivirus,
antibakteri dan antijamur. Kandungan asam lemat terutama asam laurat dan oleat dalam VCO
bersifat melembutkan kulit. Massage efektif mencegah luka tekan (Lucida et. al. 2008).

Harapannya VCO (Virgin Coconut Oil) dapat diterapkan untuk pasien yang dirawat dengan
tirah baring lama baik di Rumah Sakit maupun secara mandiri di rumah bila terdapat anggota
keluarga yang mengalami imobilisasi.

B. Tujuan
Tujuan dari penyampaian seminar Evidence Based Nursing ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang perawatan pada pasien tirah baring lama
2. Mengetahui manfaat VCO terhadap pencegahan luka decubitus pada pasien dengan tirah
barih lama.

C. Manfaat
1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan
Evidence Based Nursing ini diharapkan bermanfaat bagi pemberi asuhan keperawatan
dalam meningktakan mutu pelayanan dalam bidang keperawatan khususnya mencegah
luka dekubitus pada pasien tirah baring lama

2. Manfaat bagi ilmu keperawatan


Evidence Based Nursing ini diharapkan sebagai upaya pengembangan program dan terapi
non farmakologis dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien terutama dengan
masalah gangguan integritas kulit.
BAB II
ANALISA JURNAL

A. Analisa Pico

Unsur PICO Analisis


Problem 1. Pasien dengan gangguan mobilisasi.
2. Pasien dengan tirah baring lama
3. Pasien dengan gangguan perfusi perifer
Intervensi Intervensi yang dilakukan adalah massage pada area-area
yang tertekan menggunakan VCO hari pertama selama 5 –
10 menit setelah mandi, dilakukan 2 kali sehari selama
tirah baring
Comparison 1. Alih baring setiap 2 jam.
2. White Petroleum Jelly dan Minyak Zaitun
Outcome Massage pada area-area yang tertekan menggunakan VCO
berdampak terhadap pencegahan luka decubitus pada
pasien masalah immobilisasi.

B. Pernyataan klinis
Apakah penerapan massage pada area-area yang tertekan menggunakan VCO dapat
mencegah luka decubitus pada pasien masalah immobilisasi ?

C. Sumber penelurusan dan kata kunci


Pencarian jurnal data based dalam EBN ini dengan menggunakan search engine jurnal yaitu:
1. https://scholar.google.co.id/
2. https://www.google.co.id/
Proses penelusuran jurnal dijabarkan pada tabel berikut ini :

Sumber penelusuran
Kata Kunci
https://scholar.google.co.id/ https://www.google.co.id/
Dekubitus, VCO (Virgin Diperoleh 1 artikel lalu Diperoleh 7 artikel lalu
Coconut Oil), Massage dilakukan filter dengan dilakukan filter dengan
rentang tahun 2008-2018 rentang tahun 2011-2018
kemudian dioperoleh 3 kemudian diperoleh 2 artikel
artikel yang relevan dengan yang relevan dengan topik
topik EBN EBN

Berdasarkan hasil penelusuran tersebut dipilih 5 jurnal yang relevan dengan penerapan EBN.
Berikutnya dipilih 3 (tiga) jurnal yang sesuai dengan EBN yang akan dilakukan dan 2 (dua)
jurnal untuk mendukung. Kemudian diambil 1 (satu) jurnal yang dijadikan rujukan utama
dalam penerapan EBN sebagai berikut :
1. Pemberian VCO (Virgin Coconut Oil) Pada Tn. M Dengan Diagnosis Medis CVA
Infark Dengan Masalah Keperawatan Risiko Kerusakan Integritas Kulit Di Ruang ICU
Central Rumkital dr. Ramelan Surabaya.
2. Pengaruh Mobilisasi Dan Penggunaan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Ulkus
Dekubitus Pada Gangguan Fungsi Motorik Pasca Stroke
3. The Effectiveness Of Back Using Virgin Coconut Oiland White Petroleum Jelly To
Prevent Pressure Sores
TELAAH JURNAL

A. Study Appraisal Worksheet


Penulis dan Judul
Validitas Hasil Aplicability
Tahun Penelitian
Eppy Pemberian VCO Penelitian ini dilakukan - Tidak Penelitian ini
Setiyowati (Virgin Coconut pada tahun 2016 terjadi aplicable untuk
Dosen FKK Oil) Pada Tn. M Penelitian dilakukan decubitus digunakan
Universitas Dengan pada Tn. M dengan grade I, dan sebagai acuan
Nahdlatul Diagnosis CVA Ifark di ruang ICU gejala dalam
Ulama Medis CVA . kemerahan pelaksanaan
Surabaya Tahun Infark Dengan - Pasien mulai hari yang topik EBN
2014 Masalah pertama perawatan ditimbulkan karena
Keperawatan sampai hari ke tiga oleh luka memiliki
Risiko dilakukan massage 2 tekan kriteria
Kerusakan kali/hari dengan decubitus responden yang
Integritas Kulit menggunakan VCO grade I sama dengan
Di Ruang ICU setiap sehabis mandi. hilang. tempat
Central pelaksanaan
Rumkital dr. EBN
Ramelan
Surabaya.

Penulis dan Judul


Validitas Hasil Aplicability
Tahun Penelitian
Retno Pengaruh - Penelitian ini Hasil Penelitian ini
Setyowati, Mobilisasi Dan dilkukan pada penelitian aplicable
Suyanto, Penggunaan tahun 2015. menunjukkan sebagai salah
Mohammad VCO (Virgin - Penelitian ini bahwa tidak satu tindakan
Arifin Noor, Coconut Oil) mengambil terdapat yang dapat
tahun 2015 terhadap Ulkus - 8 responden di perbedaan dilakukan
Dekubitus Pada bagi 2 kelompok : grade perawat untuk
Gangguan intervensi dan dekubitus pencegahan
Fungsi Motorik kontrol pada terjadinya luka
Pasca Stroke - Kelompok kelompok decubitus
intervensi (VCO) intervensi dan akibat tirah
dilakukan kontrol yang baring lama
mobilisasi per 3 dilakukan
jam selama 3 hari, mobilisasi dan
VCO sambil diberikan
dilakukan VCO dengan
massage, diberikan nilai p=
sehari 2 kali 0,495.
setelah mandi pagi
dan sore
- Kelompok kontrol
dilakukan
mobilisasi per 3
jam selam 3 hari
tanpa
menggunakan
VCO dam
massage
Penulis dan Judul
Validitas Hasil Aplicability
Tahun Penelitian
Enna The - Sampel 1 terdiri Hasil penelitian Penelitian ini
Rossalina Effectiveness dari 25 responden ini menunjukan aplicable
Sihombing, Of Back dilakukan pijat bahwa pijat sebagai salah
Risma Massage punggung punggung satu tindakan
Yuniarlina, Using Virgin menggunakan menggunakan yang dapat
Sudibyo Coconut Oil VCO selama 5 VCO dapat dilakukan
Supardi, tahun and White hari setiap mencegah perawat untuk
2016 Petroleum responden terjadinya luka pencegahan
Jelly To - Sampel 2 terdiri tekan sebesar 20% terjadinya
Prevent dari 25 responden secara bermakna luka decubitus
Pressure dilakukan pijat (p=0,025) dan akibat tirah
Sores punggung menggunakan baring lama
menggunakan White Petroleum
White Petroleum Jelly dapat
Jelly selama 5 hari mencegah
setiap responden terjadinya luka
- tekan sebesar 68%
secara bermakna
(p=0,005).
BAB III
TINJAUAN TEORI

I. DEKUBITUS
A. Pengertian Luka Dekubitus
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang
didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam
jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). (National pressure Ulcer  Advisory
panel (NPUAP), 1989 dalam Potter & Perry, 2005) mengatakan dekubitus merupakan
nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara
tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi
gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan
memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah.
Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel
dengan cara mengurangi atau  menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan
iskemi jaringan. Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau
penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam Potter
& Perry, 2005). Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat.
Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup besar dan
menutup kapiler tersebut. Tekanan pada kapiler merupakan tekanan yang dibutukan
untuk menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan kapiler normal yang
berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,
2005). Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua perubahan
hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek vasodilatasi lokal
yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan
dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung jari dan hyperemia
reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari satu jam. Kelainan hyperemia reaktif
adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan sebagai respon dari tekanan. Kulit
terlihat berwarna merah muda terang hingga merah. Indurasi adalah area edema lokal
dibawah kulit. Kelainan hyperemia reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1
jam hingga 2 minggu setelah tekanan di hilangkan (Pirres & Muller, 1991 dalam Potter
& Perry, 2005).

Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada penonjolan
tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko kerusakan kulit.
Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan sehingga terjadi
iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat hyperemia reaktif, atau
peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia reaktif
merupakan suatu respons kompensasi dan hanya efektif jika tekan dikulit di
hilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan. (Potter & Perry, 2005).

B. Faktor Risiko Luka Dekubitus


1. Gangguan Input Sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan
beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang
sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap
nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan
tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan
berorientasi, mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah
posisi.
2. Gangguan Fungsi Motorik
Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi
terhadap dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak
mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan
tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang
mengalami cedera medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik.
Angka kejadian dekubitus pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis
diperkirakan sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka
merupakan penyebab kematian pada 8% populasi ini (Ruller & Cooney, 1981
dalam Potter & Perry, 2005).

C. Faktor yang mempengaruhi pembentukan luka decubitus


1. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring
terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi
untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam
kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu
rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor
yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

2. Penurunan sensori persepsi


Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.
3. Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan
mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit
mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.

4. Tenaga yang merobek ( shear )


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang
merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang
melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal.
Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada
jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada permukaan kulit.

5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang
tidak berhati-hati.

6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut
penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan
intake makanan yang tidak mencukupi.

7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan
mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan
respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara
epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain
akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek.

8. Tekanan arteriolar yang rendah


Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy
Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik
yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian
Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.

11. Temperatur kulit


Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.Menurut hasil
penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko
terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan
antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan
matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata
rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi
lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata
adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003)
tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk
perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan
alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.

D. Patogenesis luka decubitus


Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930)
2. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1953)
3. Toleransi jaringan (Husain, 1953)

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts, 1988
dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin
besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).

Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan
eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Menjadi hipoksia sehingga
terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan
dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis
(Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005).
Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih
kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus
dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya
melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005).

Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit
merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005).

Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata.
Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya
berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005).

Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan
jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik
tekanan mengalami gangguan.

E. Klasifikasi luka decubitus

Salah satu cara yang paling mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan
sistem nilai atau tahapan.

Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005)
sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk
menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus.

Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak
(Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005).

Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan
dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dapat di observasi.
Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994
dalam Potter & Perry, 2005).
Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga digunakan
dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP
(1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian
pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-
pori ”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat
membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter
& Perry, 2005). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2005). Menyatakan saat mengkaji
kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit
secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah
munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen
gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam
Potter & Perry, 2005)

Ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu :


1. Derajat I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar.
Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator.
2. Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka
superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.
3. Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan
atau tanpa merusak jaringan sekitarnya..
4. Derajat IV: Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis
jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan
jaringan epidermis, dermis, subkutanes, otot, dan kapsul sendi.

F. Komplikasi luka decubitus


Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi
pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dapat terjadi
antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis, osteomielitis,
dan arthritis septik.
3. Septikimia, yaitu suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri penyebab
penyakit di dalam darah.
4. Animea, kondisi dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
5. Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin serum <3,5 mg/dl. Kadar normalnya
antara 3,5 – 5 mg/dl.
6. Kematian.
G. Tempat terjadinya luka decubitus

Beberapa tempat yang paling sering terjdinya dekubitus adalah sakrum, tumit, siku,
maleolus lateral, trokonter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994). Menurut
Bouwhuizen (1986) dan menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena luka dekubitus
adalah:
1. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang
belikat, daerah bokong dan tumit.
2. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun telinga),
bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari-jari
kaki.
3. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.

H. Pencegahan luka decubitus

Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko klien. Kemudian


perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat terjadinya dekubitus,
seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur
yang berkerut (Potter & Perry, 2005).

Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya membantu perawat
mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan meminimalkan akibat dari faktor-faktor
resiko atau faktor yang member kontribusi terjadinya dekubitus. Tiga area intervensi
keperawatan utama mencegah terjadinya dekubitus adalah perawatan kulit, yang
meliputi higienis dan perawatan kulit topikal, pencegahan mekanik dan pendukung
untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur
terapeutik, dan pendidikan (Potter & Perry, 2005).

Potter & Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan dalam pencegahan
dekubitus, yaitu :
1. Higiene dan Perawatan Kulit
Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan dasar
untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus-menerus oleh perawat,
dari pada delegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Jenis produk untuk perawatan kulit
sangat banyak dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari pemakaiannya.
Sabun dan lotion yang mengandung alkohol menyebabkan kulit kering dan
meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu alkalin menghambat pertumbuhan
bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan pertumbuhan bakteri oportunistik yang
berlebihan, yang kemudian dapat masuk pada luka terbuka.

2. Pengaturan Posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan gaya gesek
pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setiggi 30 derajat atau kurang
akan menurunkan peluang terjadinya dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien
immobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan
rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval 1 ½
sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya dekubitus pada beberapa
klien. Telah direkomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan
menentukan posisi tubuh klien minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan
posisi, alat Bantu unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang.
Untuk mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih baik diangkat
daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas kursi tidak dianjurkan duduk
lebih dari 2 jam.
3. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)
Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah dibuat
untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak
ada satu alatpun yang dapat menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya
untuk memahami perbedaan antra alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi
tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan tekanan. Alat yang
menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar permukaan (tekanan antara
tubuh dengan alas pendukung) dibawah 32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler.
Alat untuk mengurangi tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi
tidak di bawah besar tekanan yang menutupi kapiler.
Potter & Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan ketika
mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga tujuan yang telah
dijelaskan tersebut :
1. Harapan hidup
2. Kontrol kelembaban kulit
3. Kontrol suhu kulit
4. Perlunya servis produk
5. Perlindungan dari jatuh
6. Kontrol infeksi
7. Redistribusi tekanan
8. Kemudahan terbakar api
9. Friksi kllien/produk

I. Penatalaksanaan decubitus
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan
keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat,
keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan
ahli farmasi. Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan
luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara
penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran,
traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan
keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus
dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian
dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi
perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam
waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005 )
II. VIRGIN COCONUT OIL

A. Pengertian
Yang dimaksud dengan Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni.
Minyak kelapa murni, kaya akan asam lemak jenuh. Dahulu orang beranggapan bahwa
minyak dengan kandungan lemak jenuh sangat berbahaya bagi tubuh, karena dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung. Akan tetapi, ternyata riset dan penelitian terbaru
membantah hal tersebut. Dimana riset menyimpulkan bahwa, kandungan lemak jenuh
pada VCO justru baik untuk di konsumsi setiap hari. VCO juga dapat digunakan
sebagai anti virus, yang secara tradisional digunakan untuk meningkatkan CD4
kekebalan tubuh pada pasien HIV AIDS.

B. Manfaat
Penggunaan VCO juga sangat baik bagi perawatan kesehatan sehari-hari, diantaranya
sebagai nutrisi bagi ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Dapat pula digunakan sebagai
topical therapy pada kasus penderita penyakit kronis dengan tirah baring/bed rest. Bed
rest terlalu lama dapat menyebabkan resiko terjadinya luka tekan atau decubitus. Luka
tekan disebabkan karena tekanan pada kulit yang terlalu lama untuk menyangga beban
tubuh sehingga pasokan oksigen dan nutrisi terhambat. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan yang biasanya kemudia diikuti dengan timbulnya luka pada permukaan kulit.
Berfungsi sebagai antioksidan pelindung. Membantu melindungi tubuh dari radikal
bebas berbahaya yang meningkatkan penuaan dini dan penyakit degeneratif.
Memperbaiki pendayagunaan asam lemak essensial dan melindunginya dari oksidasi.
Mencegah infeksi topical bila dioleskan (melalui kulit). Mendukung keseimbangan
kimiawi kulit secara alami. Melembutkan kulit dan mengencangkan kulit dan lapisan
lemak di bawahnya. Virgin coconut oil Pada suhu tinggi tidak membentuk zat yang
berbahaya seperti pada vegetable oil lainnya. Tidak memiliki efek samping yang
berbahaya bila dikonsumsi. Tidak beracun untuk dikonsumsi.

Penggunaan virgin coconut oil untuk kesehatan tergantung gangguan yang dialami.
Terdapat dua cara pemanfaatan yakni dengan diminum atau oral dan dipakai secara
eksternal atau diterapkan pada permukaan tubuh. Misalnya, penggunaan manfaat vco
untuk diabetes, gangguan, ginjal, jantung dan penyakit dalam lainnya maka harus
diminum. Dosisnya 1 sdm dicampur dengan segelas air putih atau madu atau air teh,
dikonsumsi 3 kali sehari. Kalau untuk penyembuhan luka, bisa langsung dioleskan ke
bagian tubuh yang mengalami luka.

C. Cara Penggunaan VCO


Penggunaan VCO untuk pencegahan luka tekan dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagi berikut :
1. Cuci tangan sebelum memegang bagian tubuh yang akan diterapi.
2. Ambil VCO secukupnya kemudian gosokkan pada bagian tubuh yang yang
berisiko terjadi luka tekan.
3. Lakukan sedikit massage selama 5 hingga 10 menit, dilakukan sehari 2 kali
sehabis mandi
4. Lakukan alih baring atau pergantian posisi tidur minimal 2 jam sekali untuk
mengurangi resiko timbulnya kembali luka tekan.
Asam laurat yang terkandung dalam VCO mampu diserap oleh kulit lebih baik. Untuk
memaksimalkan penyerapan VCO ke dalam lapisan kulit dapat pula dibantu dengan
massage atau pemijatan ringan pada permukaan kulit. Asam laurat merupakan jenis
asam lemak rantai sedang yang sangat baik untuk meningkatkan elastisitas kulit.
SENYAWA KIMIA DALAM MINYAK KELAPA
Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hydrogen dan oksigen
yang disebut dengan asam lemak. Asam lemak digabung oleh satu molekul gliserol
membentuk gliserida. Gliserida yang terdapat pada lemak dan minyak adalah
trigliserida atau lipida. Diperlukan tiga molekul asam lemak yang dikombinasikan
dengan satu molekul gliserol untuk membentuk satu molekul trigliserida.

Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dikelompokkan menjadi 3 golongan,


yakni :
1. Asam lemak jenuh
2. Asam lemak tak jenuh tunggal
3. Asam lemak tak jenuh ganda

Asam lemak dalam minyak kelapa sebagian besar (92%) merupakan minyak jenuh.
Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa memiliki kandungan asam
lemak jenuh yang paling tinggi. Tingginya asam lemak jenuh yang dikandungnya
menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi. Oksidasi
menyebabkan pembentukan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh.

1. Komposisi minyak dalam beberapa jenis minyak

No Jenis Minyak Jenuh (%) Tak Jenuh Tak Jenuh


Tunggal (%) Ganda (%)
1 Canoll 6 62 32

2 Safflower 10 13 77

3 Sunflower 11 20 69

4 Jagung 13 25 60

5 Kedelai 15 24 61

6 Zaitun 14 77 9
7 Ayam 13 47 22

8 Babi 41 47 12

9 Sapi 52 44 4

10 Palem 51 39 10

11 Mentega 66 30 4

12 Kelapa 92 6 2

2. Komposisi asam lemak minyak kelapa

Asam lemak Panjang Rantai Karbon Jumlah (%)


Asam Lemak Jenuh
Asam kaproat C6:0 (medium) 0,0 – 0,8
Asam kaprilat C8:0 (medium) 5,5 – 9,5
Asam kaprat C10:0 (medium) 4,5 – 9,5
Asam laurat C12:0 (medium) 44,0 – 52,0
Asam miristat C14:0 (panjang) 13,0 – 19,0
Asam palmitat C16:0 (panjang) 7,5 – 10,5
Asam stearate C18:0 (panjang) 1,0 – 3,0
Arachidat C20:0 (panjang) 0,0 – 0,4

Asam Lemak Tak Jenuh


Asam oleat Cis C18:1 W9 (tunggal) 5,0 – 8,0
Asam linoleate C18:2 W6 (ganda) 1,5 – 2,5
Asam palmitoleat C16:1 (tunggal) 0,0 – 1,3

Setiap asam lemak, baik dalam jenuh maupun tidak jenuh memberi pengaruh yang
berbeda pada tubuh dan kesehatan. Selama ini, pemahaman orang akan lemak jenuh,
termasuk minyak kelapa tidak sehat dikonsumsi karena meningkatkan serum kolesterol.
Padahal, tingkat kejenuhan bukan satu-satunya factor yang menentukan baik buruknya
lemak bagi tubuh.
Penelitian terdahulu tentang lemak dan minyak memang belum sampai membedakan
jenis-jenis lemak. Asam lemak jenuh bukanlah kelompok homogen, tetapi terdiri atas 3
subkelompok, yaitu :
1. Kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau Short Chain
Triglyceride (SCT)
2. Kelompok minyak dengan asam lemak rantai sedang atau Medium Chain
Triglyceride (MCT)
3. Kelompok minyak dengan asam lemak Long Chain Triglyceride (LCT)

Perbedaan panjang rantai karbon ini merupakan factor utama yang menentukan
mekanisme lemak dicerna dan dimetabolisir tubuh, serta cara lemak tersebut
mepengaruhi tubuh.

Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44 – 52%)
yang merupakan MCT. Asam lemak laurat inilah yang menjadikan minyak kelapa
menjadi unik, karena kebanyakan minyak tidak mengandung MCT. Keunikan ini
membuat minyak kelapa berbeda dari semua minyak nabati lain dan mampu menambah
kesehatan bagi tubuh. MCT dalam tubuh dipecah dan secara dominan digunakan untuk
memproduksi energi dan jarang tersimpan sebagai lemak yang tumbuh atau menumpuk
di pembuluh nadi. Karena itu, asam lemak dari minyak kelapa menghasilakan energi,
bukan lemak.

MCT mempunyai sifat fisik yang unik serta lebih polar atau lebih cepat melepas ion H
daripada LCT, sehingga lebih mudah larut dalam air. Karena pengaruh perbedaan
kelarutan dalam air, MCT dimetabolisasikan di dalam tubuh dengan cara yang berbeda
dari LCT. MCT dapat masuk ke dalam lever secara langsung melalui pembuluh vena dan
dengan cepat dibakar menjadi energi. Hal ini berate MCT tidak tertimbun di dalam
jaringan tubuh.
Sementara itu, lemak dan minyak konvensional dihidrolisis dalam usus kecil bersam
dengan lemak rantai Panjang yang dikombinasikan dengan gliserol dalam sel usus. LCT
dalam minyak konvensional kemudian diangkut ke lever untuk dioksidasi, dan yang
digunakan akan tersimpan sebagai cadangan lemak di dalam tubuh. MCT diserap usus
sehingga tidak memerlukan enzim atau asam empedu seperti dalam proses metabolisme
LCT.

Dosis minyak kelapa murni yang dibutuhkan oleh seseorang belum ada jawaban yang
pasti. Dugaan sementara ini dosis yang digunakan orang dewasa bertubuh sedang adalah
sekitar 3 ½ sendok makan (sdm) atau 50 gram minyak kelapa sehari. Dari dosis tersebut,
jumlah MCT yang diperoleh sama dengan MCT yang diperoleh dari 7 ons kelapa mentah.

Penelitian memeperlihatkan bahwa efek antimokroba akan meningkat sejalan dengan


penambahan penggunaan minyak kelapa. Beberapa penelitian klinis menyatakan bahwa
minyak kelapa masih aman dikomsumsi 10 gram/kg berat badan. Orang dengan berat
badan sekitar 70 kg dapat mengkonsumsi sekitar 5 sendok makan. Namun, yang paling
umum dosis yang digunakan 2 -3 sendok makan per hari.
BAB IV
ANALISA SWOT

A. Analisis Situasi
Analisis situasi penerapan program inovasi Massage pada area yang tertekan menggunakan
VCO dengan pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunities, Threats) sebagai
berikut :
1. Strength
Kekuatan dalam program inovasi yang akan dilaksanakan di Ruang Anggrek Rumah
Sakit Pertamina Balikpapan antara lain :
a. Pendidikan perawat di ruang Anggrek RS Pertamina Balikpapan terdiri dari : perawat
Ners sebanyak 5, S1 keprerawatan 1 perawat dan DIII Keperawatan sebanyak 13
perawat.
b. Ruang Anggrek RS Pertamina Balikpapan mendukung kegiatan EBN.
c. Pelaporan surveilans PPI sudah menggunakan sistem e-PPI.
d. RS Pertamina Balikpapan memberikan kesempatan bagi Mahasiswa Ners STIKes
Pertamedika untuk melakukan pemaparan terhadap ilmu-ilmu yang dapat diterapkan
di rumah sakit.

2. Weakness (Kelemahan)
a. Belum ada data yang dilaporkan kejadian pasien mendapat dekubitus di RS Pertamina
Balikpapan.
b. VCO dalam kemasan siap pakai belum tersosialisasi secara optimal.
c. Pearwat belum melaksanakan massage dengan VCO terhadap pasien tirah baring
lama

3. Oportunities (Kesempatan)
a. Perawat belum pernah melaksanakan massage dengan VCO untuk pasien tirah baring
lama.
b. Pasien belum mengetahui manfaat dan cara membuat VCO
c. Massage dengan VCO dapat dilaksanakan karena bahan utama yaitu kelapa mudah
didapatkan dan cara pengolahannya bisa dilakukan didapur rumah tangga.
d. Mahasiswa Ners diberi kesempatan untuk menerangkan EBN du ruang Anggrek
tentang VCO untuk mencegah luka decubitus akibat tirah baring lama

4. Threats (Ancaman)
a. Tingkat keberhasilan yang kecil karena penatalaksanaan massage dengan VCO tidak
dilakukan secara optimal.
b. ……..
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,dan Praktik. Edisi 4, Vol. 2.
Alih Bahasa: Renata Komalasari. Jakarta, EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. EGC, Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta.
Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Yunita Sari, 2009. LUKA TEKAN (PRESSURE ULCER) : PENYEBAB DAN PENCEGAHAN. www.inna-
ppni.or.id/index.php?name=News&file=print&sid=126 - 26k. Diakses tgl 11 April 2009
A. Harlim, 2009. Ulkus Dekubitus (Bedsores). medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=810 - 44k
-. Diakses tgl 11 April 2009
Harnawatiaj, 2008. Dekubitus. harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/dekubitus/ - 68k -.. Diakses tgl
11 April 2009
Enie Novieastari Mukti, 2005. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 152.118.148.220/?
show=detailnews&kode=26&tbl=pustaka - 31k -. Diakses tgl 11 April 2009
dr. Djunaedi Hidayat, dr. Sjaiful Fahmi Daili, dr. Mochtar Hamzah. Ulkus
Dekubitus.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_UlkusDekubitus.pdf/10_UlkusDekubitus.html - 53k -.
Diakses tgl 11 April 2009
Heri Sutanto, 2008. Dekubitus. els.fk.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=2099 - 17k -. Diakses tgl 11
April 2009
Arwaniku, 2007. Ulkus Dekubitus. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2007/05/pressure-sore
ulkus-dekubitus.html Diakses tanggal 11 April 2009
Ratna Kalijana, 2008. Dekubitus. www.primausada.com/news.php - 15k -. Diakses tanggal 11 April
https://www.wartasolo.com/19853/mengatasi-luka-tekan-decubetus-dengan-virgin-coconut-oil-
vco.html

Anda mungkin juga menyukai