Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


(TRAUMA MUSKULOSKELETAL)

3A KEPERAWATAN

KELOMPOK 1

CANTIKA LARASASTI
IRNAWATI
NADIA
NURUL HUMAIRA
SARVA M SOMAT

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma sistem muskuloskeletal sering ditemukan pada zaman
kendaraan berkecepatan tinggi seperti sekarang ini. Selain ltu insidensi trauma
muskuloskeletal meningkat, sebagian besar disebabkan adanya peningkatan
latihan fisik secara rutin pada masyarakat seperti joging, lari dan aktivitas olah
raga lainnya. Trauma bisa akut akibat kejadian traumatik tunggal atau bisa
kronis akibat efek kumulatif episode trauma ringan berulang.
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang,
otot, ligamen kartilago, tendon, facia dan brusae serta persendian. Trauma
pada sistem muskuloskeletal ini sering terjadi pasien yang datang ke unit
gawat darurat dengan berbagai keluhan dan merasa sakit, pada memiliki
ketegangan pada tendon atau keseleo (ligamen), fraktur, dislokasi dan cedera
muskulo lainnya. Banyak trauma musculoskeletal ini diakibatkan oleh
aktivitas yang berlebih atau berat yang dilakukan terus menerus (Alsheihly
and Alsheikhly, 2018).
Trauma pada bagian musculoskeletal disebabkan oleh cedera atau
disfungsi struktur pada sekitarnya dan struktur yang disangga dan
dilindunginya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan
memberi dukungan pada bagian yang cedera sampai trauma hilang atau
sembuh. Dukungan yang diberikan pada trauma dapat diberikan dengan
internal maupun eksternal. Setelah efek trauma yaitu nyeri dan cedera hilang,
penanganan akan berfokus pada pencegahan fibrosis, kekakuan pada tulang
atau organ yang cedera melalui latihan yang baik, proses penyembuhan, dan
pengembalian fungsi dapat dipercepat dengan terapi fisik. (Suratun, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori Trauma Muskuloskeletal?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma Muskuloskeletal pada
pasien yang mengalami trauma Muskulo ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma Muskuloskeletal?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma Muskuloskeletal.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan
pada pasien Trauma Muskuloskeletal.
3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma
Muskuloskeletal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang,
otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan
trauma yang disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri,
olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah
kondisi dimana terjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal
yang menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian
yang dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204).
Trauma muskuloskeletal merupakan suatu keadaan ketika seseorang
mengalami cedera pada sistem muskuloskeletal, yaitu tulang, sendi otot,
ligamen, kartilago, tendon, fascia, persendian dan brusae yang disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah tangga. Sehingga
menyebabkan disfungsi pada struktur sistem muskuloskeletal.

B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma muskulo dapat dibagi menjadi berikut (Alsheihly
and Alsheikhly, 2018, pp. 173–189):
1. Trauma jaringan lunak Jaringan lunak adalah istilah yang mencakup
semua jaringan yang ada pada tubuh kecuali tulang. Trauma ini
mencangkup kulit, otot, pembuluh, ligamen, tendon, dan saraf.
Trauma yang disebabkan dapat dibedakan dariyang ringan, seperti
lutut tergores, hingga kritis yang mencangkup perdarahan internal,
yang melibatkan kulit dan otot-otot , luka ini dibagi menjadi luka
tertutup dan terbuka.
a. Luka tertutup Cedera dimana tidak ada jalur terbuka dari luar lokasi
yang terluka dibedakan menjadi :
1) Kontusio yaitu cedera traumatis pada jaringan di bawah kulit.
2) Ecchymosis yaitu perubahan warna pada kulit yang disebabkan
darah bocor ke jaringan lunak disekitarnya menyebabkan kulit
berubahwarna.
3) Edema yaitu pembekakan akibat peradangan atau caian
abnormaldibawah kulit.
4) Strain yaitu robeknya otot yang dihasilkan dari peregangan
berlebihanatau terlalu banyak tenaga.
5) Kesleo, cedera sendi yang mengakibatkan kerusakan pada
liganmen dan dislokasi sebagian atau sementara dari ujung
tulang, robekan atau peregangan ligamen penyokong.
b. Luka terbuka Cedera dimana kulit terganggu atau rusak,
mengekspos jaringan dibawahnya dapat dibagi menjadi :
1) Abrasi yaitu hilangnya lapisan kulit atas.
2) Laserasi yaitu potongan kulit dengan tepi bergerigi.
3) Sayatan yaitu ditandai dengan tepi halus dan menyerupai
potongankertas.
4) Tusukan yaitu biasanya luka yang didalam dan sempit seperti
lukatusukan akibat paku atau pisau.
5) Avulsi yaitu dimana lipatan kulit secara paksa terkoyak dari
perekatanya
6) Amputasi yaitu pelepasan sebagian atau seluruh anggota badan
atau pelengkap tubuh lainya.
2. Fraktur Patahnya tulang yang mengakibatakan gangguan tualng parsial
atau total. Fraktur diklasifikasikan menjadi tertutup dan terbuka.
a. Fraktur tertutup yaitu dimana tulang patah tanpa penetrasi kulit
ataukoneksi dengan permukaan luar.
b. Fraktur terbuka yaitu dimana adanya luka pada kulit atau jaringan
ikatdiatasnya karena adanya paparan dari patah tulang
3. Dislokasi Sebuah perpindahan daru ujung tulang pada sendi yang
mengakibatkan tidak normalnya ligamen disekitar sendi.juga disebut
dengan luxation, terjadi ketikaada pemisahan abnormal pada sendi diman
dua atau lebih tulang bertemu.Gejala dislokasi meliputi :
a.Gerak terbatas bahkan hilang.
b.Nyeri saat bergerak.
c.Mati rasa disekitar area
d.Parathesia dan perasaan geli dianggota badan.

C. Faktor Resiko
Faktor risiko trauma muskulo dapat dibedakan sebagai berikut
(Lukman, 2012):
1. Usia
Usia seseorang yang lanjut atau lansia cenderung mengalami
nyeri pada tulang atau pada muskuloskeletal dari sel-sel tubuh
yang mengalami kerusakan, dandapat beresiko patah tulang
dikarenakan kekuatan tulang yang menurun dapat disebabkan
karena jatuh.
2. Pekerjaan
Pekerjaan yang berada pada satu tempat yang sama dan tidak
berpindah atausikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan
gangguan pada muskuloskeletal. Pekerjaan yang berat juga
dapat beresiko terjadinya trauma akibat dari beban berlebih
pada otot dan tulang.
3. Tingkat aktivitas
Hal ini dikarenakan aktivitas penggunaan otot yang berlebihan
atau terlalulama tanpa istirahat seperti para olahragawan hal ini
dapat menyebabkan gangguan atau trauma pada
muskuloskeletal.
4. Gaya hidup
Gaya hidup ini dipengaruhi dengan kebiasaan seseorang yang
berlebihandalam menggunakan sistem muskuloskeletal seperti
kebiasaan olahraga tanpa prosedur yang tepat

D. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain (Alsheihly
and Alsheikhly, 2018, pp. 173–187; Pangaribuan, 2019) :
1. Penatalaksanaan trauma muskulo dilakukan sesuai klasifikasi
kejadian, tindakan umum yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Menghilangkan nyeri akibat trauma.
b.Terapi obat-obatan, seperti analgetik, obat anti inflamasi non-
streroid,kartikosteroid.
c. Fisioterapi dan terapi okupasi
Terapi ini digunakan dalam rangka membantu pasien untuk
menghilangkan rasa nyeri yang dialami, serta menjaga
rentang gerak agar tidak terdapat kekakuan, menjaga
kekuatan dan juga menyesuakankegiatan aktivitas sehari-
hari sesuai dengan konsisi saat ini.
2.Penatalaksanaan pada cedera jaringan lunak.
a. Pada cedera tertutup
1) Strain dan kesleo Pasien dengan kondisi ini biasanya
mengaami rasa nyeri dan sensasi terbakar dengan atau
tanpa ekimosis, terdapat kelainan pada bentuk sendi,
kehilangan pergerakan sendi. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan pengobatan kontrol nyeri, strapping atau
perban suportif, dan mobilisasi dengan splinting
senhingga otot yang terkena pada posisi yang rileks.
Kompres dingin juga dapat dilakukan untuk mengurangi
rasa nyeri.
b. Luka terbuka
1) Abrasi
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan
pembersiahan luka,menutup luka dengan perban.
Dialanjutkan dengan tindakan sekunder yang berfokus
dengan pencegahan infeksi
2) Leserasi dan sayatan
Perawatan yang dilakukan umumnya sama dengan
perawatan abrasi. Mengaliri luka dengan NaCl,
menghilangkan benda asing yang menempel, mengontrol
perdarahan dengan menerapkan kompresi dan
pembalutan luka setempat, memberikan cairan intravena
jika diperlukan (mus, pada kasus perdarahan dan
kemungkinan terjadi hemodinamik). Jika tendon dan otot
utama terpotong maka dilakukan imobilisasi.
3) Avulsi
Penatalaksanaan harus dilakukan dengan cermat dan
hati-hati untuk mengindari cedera vaskular dan
neurologis. Perdarahan harus dikontrol dengan tekanan
langsung pada tempat perdarahan, bagian avulsi harus
dikelola dengan menerapkan beberapa pembalut yang
kuat. Kontaminasi harus dihindari pastikan penutup
avulsi harus rata dengan posisi normal.
4) Amputasi
Perawatan dinilai dengan ABCDE, yang menerapkan
managemen jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kecacatan
dan lingkungan pasien dan Kontrol perdarahan dengan
tekanan langsung atau aplikasi torniquet. Jika torniquet di
aplikasikan harus menutup aliran arteri,karena sistem
vena yang dapat menigkatkan perdarahan.
Penatalaksanaan dengan pengobatan syok melalui cairan
IV dan atau tranfusi darah, vasopresor jika perlu, kontrol
rasa sakit dan pemantauan terus menerus tanda vital
pasien.
c. Fraktur
Penatalaksanaan pada pasien fraktur dimulai dengan
ABCDE, mengontrol perdarahan, perawatan syok,
menringankan rasa sakit, obati cedera terkaitdan tutupi area
yang terluka dengan pembalut steril, imobilisasi fraktur,
pemberian antibiotik IV, jangan menempatkan kembali
tulang yang patah,tunggu dokter ortopedi.
d. Dislokasi Perawatan dislokasi tergantung pada tempat
terjadinya dan tingkat keparahan, pengobatan awal yang
dilakukan adalah istirahat, kompres es, dan ketinggian.
Manipulasi dan reposisi obat penenang atau anestesi
diperlukan untuk membuat pasien nyaman dan juga
memungkinkan otot didekat sendi yang cidera utnuk rileks
dan memudahkan prosedur, lalulakukan imobilisasi (sling,
spint dan gips beberapa minggu untuk mencegah
terulangnya cedera, pemberian obat-obatan (pereda nyeri
dan pelemas otot), yang terakhir adalah rehabilitasi.
Prosedur pembedahan dilakukan hanya jika ada saraf atau
pembuluh darah yang rusak atau pada cedera berulang.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat trauma muskulo adalah sidrom
kompartemen akut yaitu peningkatan tekanan jaringan intrastitial yang
berkepanjangan didalam kompartemen yang ada di fasia yang mneyebabkan
gangguan perfusi dan kerusakan jarignan. Terkait dengan peningkatan
premeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma ke ruang intraselular
menyebabkan tekanan yang lebih lanjut pada otot dan saraf.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA DISLOKASI

A. Pengkajian
1. Biodata Pasien
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Pemeriksaan Neurologis, GCS, reflex fisiologis, reflex patologis dan
kekuatan otot
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Capilary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Kelemahan
3) Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
4) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
d. Kenyamanan
1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak
ada nyeri akibat kerusakan syaraf.
2) Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
e. Keamanan
1) laserasi kulit
2) perdarahan
3) perubahan warna
4) pembengkakan local

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
a. Klien menyatakan nyeri berkurang.
b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang / hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 –
10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
b. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat, dan traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
c. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
d. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang terkena.
e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan.
otot.
g. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
h. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
2. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka :
bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi,
akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
a. Penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang
mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
b. Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang
kering dan bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan
kulit.
c. Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
d. Gunakan bed matres / air matres.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang
kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur
dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi.
b. Klien mempertahankan posisi /fungsional.
c. Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual,
mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan
kemajuan kesehatan pasien.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
c. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon
kalsium karena tidak digunakan.
d. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
e. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
f. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
g. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan
dapat memerlukan intervensi khusus.
h. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh
dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
i. Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet
dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
j. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius,
pembentukan batu dan konstipasi.
k. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang,
otot,kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan
trauma yang disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri,
olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah
kondisi dimanaterjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal
yang menyebabkandisfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian
yang dilindungi dan penyangganya (Wijaya, 2019, p. 204).
Trauma pada bagian musculoskeletal disebabkan oleh cedera atau
disfungsi struktur pada sekitarnya dan struktur yang disangga dan
dilindunginya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan
memberi dukungan pada bagian yang cedera sampai trauma hilang atau
sembuh. Dukungan yang diberikan pada trauma dapat diberikan dengan
internal maupun eksternal. Setelah efek trauma yaitu nyeri dan cedera hilang,
penanganan akan berfokus pada pencegahan fibrosis, kekakuan pada tulang
atau organ yang cedera melalui latihan yang baik, proses penyembuhan, dan
pengembalian fungsi dapat dipercepat dengan terapi fisik.

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para
pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.
Jakarta: EGC.
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
Wijaya, A. S. (2019) Kegawatdaruratan Dasar. Jakarta : Tran Info Media

Anda mungkin juga menyukai