Anda di halaman 1dari 8

Mencegah Penularan Kusta

Hingga kini belum ada vaksinasi yang berguna untuk mencegah penyakit kusta.
Penyakit kusta mudah sekali menular terutama bagi orang yang tinggal dan
berinteraksi secara langsung dengan penderita yang tidak diobati dengan baik dalam
jangka waktu lama, terutama pada orang dengan imunitas yang rendah. Selain itu,
tinggal dalam daerah yang endemik dengan penyakit kusta juga mempermudah
seseorang terinfeksi bakteri lepra. Pencegahannya dapat berupa segera melakukan
pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita lepra, agar bakteri yang dibawa
tidak menyebar, menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu
yang lama, meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan, serta
Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, usahakan tidak meludah sembarangan,
karena basil bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet, perhatikan
ventilasi lingkungan sekitar --> kuman lepra bertahan hidup di luar tubuh manusia
selama 24-48 jam atau bisa lebih, tergantung pada suhu di sekitarnya. Karena semakin
panas udara di luar, semakin cepat kuman lepra akan mati, dan hindari berpergian ke
daerah endemik kusta.

Daerah dengan prevalensi kusta yang tinggi:

 Afrika: Congo, Ethiopia, Madagascar, Nigeria, Mozambique, dan Tanzania


 Asia : Bangladesh, India, Myanmar, Nepal, Filipina, Indonesia
 Amerika : Brazil

Tatalaksana nyeri neuropatik pada kusta hal 25

Risk Factors
Factors attributing to the contraction of leprosy include:

Close Contact: Direct contact with a patient with leprosy considerably


increases the chances of obtaining the disease compared to the rest of the
population.[21]

Armadillo Exposure: Within the southern US, the M. leprae strain is native in


the nine-banded armadillo. Though not completely understood how the
bacteria is transmitted from armadillos to humans, molecular typing
procedures have proven the animal to human transfer.[11]


Age: Older members of society are more prone to risk in the acquisition of
leprosy. Some studies show a bimodal relationship with age. Elevated risk
showed between 5 to 15 and continued risk after 30.[22]

Genetic Influences: As previously mentioned, genetics plays a role in the


immunologic response. Innate immunity is attributed to genetic factors,
specifically through the PARK2/PACRG gene.[23] A study including more
than 1000 patients with recent diagnoses of leprosy combined with 21,000
contacts showed that genetic relations were important. These relations
confirmed genetics as a relevant risk factor, regardless of the distance in
contact.[22]

Immunosuppression: Following the suppression of the immune system, there


is an increased chance of acquiring this infection. Leprosy development
typically occurs after solid organ transplantation, chemotherapy, HIV
infection, or after administering agents for rheumatologic symptoms.

Source: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559307/

Klasifikasi Ridley-Jopling

1. Kusta tuberkuloid. Jenis ini ditandai dengan bentuk lesi yang datar dan
beberapa diantaranya berukuran besar serta mati rasa akibat memengaruhi
saraf. Menurut klasifikasi Ridley-Jopling, kusta jenis ini masih dapat sembuh
sendirinya, bertahan, dan mungkin berkembang ke bentuk yang lebih parah.
2. Kusta tuberkuloid borderline. Lesi kusta jenis ini mirip dengan tuberkuloid,
tetapi jumlahnya lebih banyak. Selain itu, kusta jenis ini mulai memengaruhi
banyak titik saraf. Kusta tuberkuloid borderline tidak dapat sembuh dengan
sendirinya namun bisa mereda ke bentuk kusta tuberkuloid. Namun, kusta ini
pastinya dapat bertahan atau berkembang ke bentuk yang lebih parah.
3. Plak kusta kemerahan borderline. Jenis ini sudah menimbulkan mati rasa di
banyak area tubuh bahkan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Kusta jenis ini dapat mereda menjadi tipe tuberkuloid borderline atau
berkembang menjadi tipe yang lebih serius.
4. Kusta lepromatosa borderline. Ini ditandai dengan banyak lesi, termasuk
lesi datar, Benjolan atau nodul dan plak juga semakin banyak serta
menimbulkan mati rasa. Kusta ini bisa mereda ke bentuk sebelumnya, yakni
plak kusta kemerahan borderline atau malah lebih parah.
5. Kusta lepromatosa. Kusta lepromatosa adalah bentuk terparah karena lesi
sudah muncul semakin banyak dan disertai dengan bakteri. Kusta ini juga
telah memengaruhi saraf lebih serius, sehingga rambut pengidapnya mulai
rontok dan tungkai melemah. Kusta lepromatosa harus segera diobati karena
jenis ini akan terus memburuk. 
Klasifikasi Kusta Menurut WHO

WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia membagi kusta berdasarkan jenis dan jumlah
area kulit yang terkena. Jenis kusta menurut WHO dibagi menjadi dua,
yakni paucibacillary dan multibacillary. Perbedaan keduanya, yaitu:
1. Paucibacillary. Kusta paucibacillary ditandai dengan munculnya lima titik lesi
atau lebih sedikit lesi dan tidak ada bakteri yang terdeteksi dalam sampel kulit.
2. Multibacillary. Kusta yang masuk kategori multibacillary apabila timbul lebih
dari lima lesi dan biopsi kulit didiagnosis mengandung bakteri. 

Klasifikasi Kusta Secara Umum

Sistem pengklasifikasian kusta ini dibagi menjadi tiga jenis, yakni kusta tuberkuloid,
lepromatosa, dan garis batas. Pengelompokan kusta berikut ditentukan dari respons
kekebalan seseorang terhadap penyakit. Berikut perbedaan diantara ketiganya, yaitu :
1. Kusta tuberkuloid. Seseorang yang mengidap kusta jenis ini memiliki respon
imun yang baik dan infeksi hanya menimbulkan beberapa lesi. Kusta jenis ini masih
tergolong ringan dan tidak mudah menular. 
2. Kusta lepromatosa. Berbeda dengan kusta tuberkuloid, kusta lepromatosa
membuat imunitas pengidapnya kian memburuk. Jenis ini  memengaruhi kulit, saraf,
dan organ-organ lainnya. Kusta lepromatosa ditandai dengan lesi yang semakin luas
bahkan lesi membentuk nodul atau benjolan besar. Selain itu, jenis kusta harus lebih
diwaspadai karena mudah menular.
3. Kusta garis batas. Sedangkan kusta garis batas, adalah tipe perpaduan antara
kusta tuberkuloid dan lepromatosa. 

Klasifikasi Ridley-Jopling

1. Penyakit Kusta Indeterminate (I)


Lesi kulit kebanyakan terdiri dari makula tunggal datar, biasanya sedikit
hipopigmentasi ataupun sedikit erythematosa; sedikit oval ataupun bulat.
Permukaannya rata dan licin, tidak ditemui tanda-tanda ataupun perubahan tekstur
kulit. Batas-batas yang terlihat tegas tetapi pada umumnya agak semu. Lesi biasanya
terdapat pada bagian kulit yang terbuka. Pada umumnya mati rasa pada makula-
makula sangat seditkit. Pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) pada umumnya negatif
atau kadang kala positif. Reaksi Mitsuda pada umumnya positif tetapi dapat pula
negatif pada beberapa kasus yang jarang.

2. Penyakit Kusta tipe Tuberkuloid (TT)


Jenis lesi ini pada umumnya bersifat stabil. Lesi pada umumnya solitair (tunggal)
ataupun hanya beberapa; berwarna kemerahmerahan atau kecoklat-coklatan atau
hipopogmentasi; berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas dari kulit yang normal
disekitarnya. Batas tepinya dapat mengalami sedikit peninggian diseluruh atau
beberapa bagian. Permukaannya kering dan dapat memperlihatkan penyembuhan
sentral atau suatu atrofiyang ringan. Kehilangan rambut, keringat, dan mati rasa dapat
ditemukan. Hasil-hasil pemeriksaan BTA negatif, sedangkan reaksi Mitsuda positif.

3. Penyakit Kusta Tipe Bodereline (B)


Kelompok (Tipe) kusta ini sangat labil (tidak stabil), terdiri dari tipe-tipe BT, BB, dan
BL pada skala (spektrum) dari klasifikasi Ridley-Jopling. Lesi-lesi kulit pada
umumnya sukkulent atau keras. Pleimorfik menebal secara seragam (uniform) atau
dengan suatu daerah penyembuhan sentral. Lesi ini dapat ditemukan sedikti ataupun
banyak, berwarna kemerahmerahan ataupun kecoklat-coklatan dengan suatu
permukaan yang licin dan mengkilap tetapi kadang kala kering dan kasar serta adanya
sisik. Batas-batas pinggir akan terlihat cukup jelas atau menyatu dengan kulit sehat
yang berada disekelilingnya.

4. Penyakit kusta Borderline Tuberculoid (BT)


Lesi kulit ini dapat ditemukan dari beberapa sampai banyak, berwarna, kemerah-
merahan sampai kecoklatan atau hypochromik; dan ada lesi-lesi yang tersendiri yang
dapat meninggi keseluruhan atau dapat memiliki suatu penyembuhan (“clearing”)
sentral; batas-batasnya tampak dengan nyata apabila dibandingkan dengan kulit yang
sehat disekelilingnya. Permukaan dapat bersifat licin tetapi pada umumnya kasar dan
bersisik. Saraf-saraf tepi kadangkala dapat teraba menebal. Hasil pemeriksaan BTA
positif ringan; sedangkan reaksi Mitsuda adalah positif lemah sampai positif kuat.

5. Penyakit Kusta Borderline (BB)


Lesi-lesi kulit bias beberapa sampai banyak, dengan warna kemerahan atau
kecoklatan, berbentuk oval atau bulat. Lesilesi ini mengalami infiltrasipada seluruh
lesi atau kadang kala dengan suatu penyembuhan sentral (clearing central area) yang
menghasilkan suatu penampilan “punched out” atau dapat pula berupa plakat-plakat
(plaques) yang Sukkulent dan menebal ataupun berupa pita-pita yang tebal. Mati rasa
pada macula sedikit sekali, hanya didapati ditengah daerah imun atau beberapa tempat
yang tertentu. Hasil pemeriksaan BTA pada umumnya positif; sedangkan reaksi
Mitsuda pada umumnya negative, tetapi bisa positif lemah.

6. Penyakit Kusta Borderline-lepromatausa (BL)


Lesi-lesi kulit bentuknya berbagai ragam (multiform) bervariasi dalam hal ukuran,
menebal atau mengalami infiltrasi, berwarna kemerah-merahan ataupun kecoklatan,
sering banyak dan meluas. Mereka dapat ditemukan secara bilateral dalam hal
distribusi tetapi tidak simetri. Permukaan dari lesi pada umumnya licin dan mengkilap
dengan batas-batas lesi tidak nyata. Bercak kulit berupa infiltrat yang diffuse dapat
pula dilihat disini. Gangguan sensorik yang bervariasi dari kurang rasa sampai
anesthesia total, anesthesia pada tangan dan kaki biasanya asimetris. Hasil
pemerksaan BTA adalah positif dan reaksi Mitsuda adalah negatif.

7. Penyakit Kusta Lepromatouse (LL)


LLS (Penyakit Kusta Lepromatosa Sub Polar) pada tipe penyakit kusta Lepromatosa
yang Sub Polar (LI pada terminologi yang lama), lesi-lesi kulit sangat menyerupai
lesi-lesi penyakit kusta lepro-lepromatousa yang polar; namun demikian masih dapat
ditemui sejumlah kecil sisa lesi-lesi dari kusta borderline yang asimetris. Disamping
itu juga terdapat kerusakan saraf (tepi) yang asimetris dengan pembesaran saraf. Pada
tipe penyakit kusta ini alis mata bisa kita temui masih baik. Hasil pemeriksaan BTA
adalah positif sedangkan reaksi Mitsuda adalah negatif.
8. Penyakit kusta Borderline Tuberculoid (BT)
Pada penyakit kusta Lepromatosa tipe polar, lesi-lesi kulit tersebar dengan sangat
luas, bersifat generaisata simetris dalam bentuk penebalan yang diffuse biasanya
dengan erythema dan atau hyperpigmentasi. Bagian-bagian (kulit) yang terkena pada
awalnya permukaannya akan tampak licin dan berkilap dan pada tingkatan yang lebih
berat (lebih lanjut) akan dapat terlihat nodul-nodul dan corrugasi-corrugasi pada kulit.
Lesi-lesi berupa makula adalah kecil, sulit terlihat batasannya, sedikit hypochromik
atau malah sedikit erythematosa sedangkan jumlahnya cukup banyak sedikit
mengalami infiltrasi dan sedikit banyaknya terdistribusi secara simetris. Lesi-lesi
berupa papula ataupun nodula terlihat pada keadaan yang lebih lanjut (berat),
biasanya pada daerah-daerah yang telah mengalami infiltrasi dimana beberapa
diantaranya dapat pecah dan membentuk ulserasi-ulserasi; kerusakan saraf juga akan
dapat ditemukan namun pada jangka waktu yang lebih lama dan akan termanifestasi
secara bilateral dan simetris yang akan menghasilkan “glove and stocking anesthesia”
(anestesi sarung tangan dan kaus kaki). Kecacatan-kecacatan juga didapati dalam
jumlah yang cukup tinggi bervariasi dari kehilangan alis mata (madarosis), hidung
pelana, gynecomastia, atrofi otot-otot tangan dan kaki, “clawing” dari jari tangan dan
kaki, kontrakturkontraktur dan ulkus tropikum. Hasil-hasil pemeriksaan BTA selalu
positif kuat sedangkan Reaksi Midsuda selalu negatif.

9. Penyakit Kusta Tipe Histoid


Tipe penyakit ini merupakan suatu manifestasi khusus dari penyakit kusta Lepro-
lepromatousa yang ditandai dengan terbentuknya papula ataupun nodula didalam kulit
atau jaringan subkutan. Sebagian besar akan berkembang sebagai suatu manifestasi
dari kekambuhan (relaps) dengan suatu persentasi yang tinggi yang dihubungkan
dengan resistensi terhadap DDS, tetapi kadalang kala dapat timbul tanda sipenderita
pernah atau telah memperoleh chemotherapi. Lesi-lesinya pada umumnya berkilap,
berwarna kemerah-merahan, atau kecoklat-coklatan, berkembang pada daerah-daerah
infiltrasi yang telah sembuh atau pada daerah-daerah yang lain yang belum pernah
terkena lesi disamping itu dapat terjadi pada tempat-tempat yang lain yang jarang
terserang lesi kusta. Hasil-hasil pemeriksaan BTA positif kuat dan reaksi Mitsuda
negatif.

10. Erythema Nosdosum Leprosum (ENL)


Manifestasi kulit dari reaksi lepra (Tipe 2) dari penyakit ini terdiri dari nodul-nodul
yang sangat sensitif dan terasa sakit, sedikit erythematosa, bervariasi dalam ukuran
terletak pada dermis baik secara superficial (dekat kepermukaan) ataupun di profunda
jauh dari permukaan yang mengkilap dan pinggir yang tidak nyata. Lesilesi ini
mengalami pustulasi dan ulerasi dan apabila dijumpai dalam jumlah yang banyak,
lesi-lesi tersebut akan terlihat ada dalam jumlah yang banyak, lesi-lesi tersebut akan
terlihat ada dalam berbagai bentuk perkembangan, lesi-lesi ini dapat terlihat pada
setiap permukaan kulit, lengan dan paha.

Source: 3
Reaksi kusta tipe I disebabkan karena peningkatan respon imun seluler berupa reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen Mycobacterium leprae di saraf dan
kulit. Reaksi ini terjadi akibat dari perubahan keseimbangan antara cell mediated
immunity (CMI) dengan basil. Ketika reaksi kusta tipe 1 terjadi maka terdapat dua
kemungkinan hasil akhir dari reaksi ini yaitu upgrading/reversal jika terjadi
peningkatan respon CMI terhadap antigen Mycobacterium leprae sehingga mengarah
ke bentuk klinis tuberkuloid atau downgrading jika terjadi penurunan respon CMI
terhadap antigen sehingga mengarah pada bentuk klinis lepromatosa. Reaksi kusta
tipe 1 akan memberikan gejala keradangan pada kulit atau saraf. Pada kulit akan
menimbulkan kemerahan, bengkak, nyeri, dan panas. Pada kasus-kasus tertentu,
demam mungkin akan dialami oleh pasien. Sedangkan pada saraf akan menimbulkan
nyeri dan gangguan pada saraf. Oleh karena reaksi ini dapat melibatkan saraf maka
reaksi ini mungkin akan menimbulkan kecacatan, seperti paralisis dan
deformitas.Gejala khas yang paling sering muncul pada reaksi tipe 1 yaitu bercak
merah lama yang menebal. Penebalan bercak merah lama merupakan tanda
peningkatan CMI yang menunjukkan bahwa keradangan hanya terlokalisir pada kulit
saja. Selain itu reaksi tipe 1 mungkin akan memberika gejala munculnya bercak baru,
nodul, maupun gabungan antara ketiganya. Sedangkan gejala sistemik atau
konstitusional seperti demam, malaise, dan nyeri sendi jarang didapatkan pada pasien
reaksi tipe 1 karena peningkatan CMI menyebabkan gejalnya terbatas pada saraf dan
kulit saja. Sebaliknya pada pasien reaksi tipe 2 sering disertai gejala sistemik seperti
demam karena adanya peningkatan respon imun humoral. 

ENL. Timbul pada tipe LL dan BL dan merupakan


reaksi imun humoral yang terjadi biasanya pada
tahun kedua pengobatan. Reaksi ini muncul kare
na banyaknya basil lepra yang mati dan hancur se
hingga banyak antigen yang tersebar dan memicu
reaksi imun humoral. Pada ENL tidak terjadi pe
rubahan tipe.
Source: https://news.unair.ac.id/2019/08/21/kusta-dan-reaksi-inflamasinya/?lang=id
Source: Novita, A. I. 2019. Buku Saku Penanganan Pasien Lepra

PP

Pemeriksaan Histopatologis
Pada pasien dengan sistem imunologik seluler yang tinggi, akan tampak gambaran
tuberkel. Tuberkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia Langhans dan limfosit. Pasien
dengan sistem imunologik seluler yang rendah, tampak sel Virchow atau sel lepra
atau sel busa yang merupakan bentuk histiosit yang tidak mampu memfagositosis M.
Leprae dan sel-sel tersebut dijadikan sebagai tempat untuk berkembang biak.

Pemeriksaan Imunologis
Pemeriksaan imunologis yang dapat dilakukan, yaitu uji MLPA (Mycobacterium
Leprae Particle Agglutination), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay).
dan mL dipstick (Mycobacterium leprae dipstick).

Source: Kapita Selekta Kedokteran Essential of Medicine. Ed 4 Jilid 1. 2014

Anda mungkin juga menyukai