Lepra
Lepra
Hingga kini belum ada vaksinasi yang berguna untuk mencegah penyakit kusta.
Penyakit kusta mudah sekali menular terutama bagi orang yang tinggal dan
berinteraksi secara langsung dengan penderita yang tidak diobati dengan baik dalam
jangka waktu lama, terutama pada orang dengan imunitas yang rendah. Selain itu,
tinggal dalam daerah yang endemik dengan penyakit kusta juga mempermudah
seseorang terinfeksi bakteri lepra. Pencegahannya dapat berupa segera melakukan
pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita lepra, agar bakteri yang dibawa
tidak menyebar, menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu
yang lama, meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan, serta
Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, usahakan tidak meludah sembarangan,
karena basil bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet, perhatikan
ventilasi lingkungan sekitar --> kuman lepra bertahan hidup di luar tubuh manusia
selama 24-48 jam atau bisa lebih, tergantung pada suhu di sekitarnya. Karena semakin
panas udara di luar, semakin cepat kuman lepra akan mati, dan hindari berpergian ke
daerah endemik kusta.
Risk Factors
Factors attributing to the contraction of leprosy include:
Source: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559307/
Klasifikasi Ridley-Jopling
1. Kusta tuberkuloid. Jenis ini ditandai dengan bentuk lesi yang datar dan
beberapa diantaranya berukuran besar serta mati rasa akibat memengaruhi
saraf. Menurut klasifikasi Ridley-Jopling, kusta jenis ini masih dapat sembuh
sendirinya, bertahan, dan mungkin berkembang ke bentuk yang lebih parah.
2. Kusta tuberkuloid borderline. Lesi kusta jenis ini mirip dengan tuberkuloid,
tetapi jumlahnya lebih banyak. Selain itu, kusta jenis ini mulai memengaruhi
banyak titik saraf. Kusta tuberkuloid borderline tidak dapat sembuh dengan
sendirinya namun bisa mereda ke bentuk kusta tuberkuloid. Namun, kusta ini
pastinya dapat bertahan atau berkembang ke bentuk yang lebih parah.
3. Plak kusta kemerahan borderline. Jenis ini sudah menimbulkan mati rasa di
banyak area tubuh bahkan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Kusta jenis ini dapat mereda menjadi tipe tuberkuloid borderline atau
berkembang menjadi tipe yang lebih serius.
4. Kusta lepromatosa borderline. Ini ditandai dengan banyak lesi, termasuk
lesi datar, Benjolan atau nodul dan plak juga semakin banyak serta
menimbulkan mati rasa. Kusta ini bisa mereda ke bentuk sebelumnya, yakni
plak kusta kemerahan borderline atau malah lebih parah.
5. Kusta lepromatosa. Kusta lepromatosa adalah bentuk terparah karena lesi
sudah muncul semakin banyak dan disertai dengan bakteri. Kusta ini juga
telah memengaruhi saraf lebih serius, sehingga rambut pengidapnya mulai
rontok dan tungkai melemah. Kusta lepromatosa harus segera diobati karena
jenis ini akan terus memburuk.
Klasifikasi Kusta Menurut WHO
WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia membagi kusta berdasarkan jenis dan jumlah
area kulit yang terkena. Jenis kusta menurut WHO dibagi menjadi dua,
yakni paucibacillary dan multibacillary. Perbedaan keduanya, yaitu:
1. Paucibacillary. Kusta paucibacillary ditandai dengan munculnya lima titik lesi
atau lebih sedikit lesi dan tidak ada bakteri yang terdeteksi dalam sampel kulit.
2. Multibacillary. Kusta yang masuk kategori multibacillary apabila timbul lebih
dari lima lesi dan biopsi kulit didiagnosis mengandung bakteri.
Sistem pengklasifikasian kusta ini dibagi menjadi tiga jenis, yakni kusta tuberkuloid,
lepromatosa, dan garis batas. Pengelompokan kusta berikut ditentukan dari respons
kekebalan seseorang terhadap penyakit. Berikut perbedaan diantara ketiganya, yaitu :
1. Kusta tuberkuloid. Seseorang yang mengidap kusta jenis ini memiliki respon
imun yang baik dan infeksi hanya menimbulkan beberapa lesi. Kusta jenis ini masih
tergolong ringan dan tidak mudah menular.
2. Kusta lepromatosa. Berbeda dengan kusta tuberkuloid, kusta lepromatosa
membuat imunitas pengidapnya kian memburuk. Jenis ini memengaruhi kulit, saraf,
dan organ-organ lainnya. Kusta lepromatosa ditandai dengan lesi yang semakin luas
bahkan lesi membentuk nodul atau benjolan besar. Selain itu, jenis kusta harus lebih
diwaspadai karena mudah menular.
3. Kusta garis batas. Sedangkan kusta garis batas, adalah tipe perpaduan antara
kusta tuberkuloid dan lepromatosa.
Klasifikasi Ridley-Jopling
Source: 3
Reaksi kusta tipe I disebabkan karena peningkatan respon imun seluler berupa reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen Mycobacterium leprae di saraf dan
kulit. Reaksi ini terjadi akibat dari perubahan keseimbangan antara cell mediated
immunity (CMI) dengan basil. Ketika reaksi kusta tipe 1 terjadi maka terdapat dua
kemungkinan hasil akhir dari reaksi ini yaitu upgrading/reversal jika terjadi
peningkatan respon CMI terhadap antigen Mycobacterium leprae sehingga mengarah
ke bentuk klinis tuberkuloid atau downgrading jika terjadi penurunan respon CMI
terhadap antigen sehingga mengarah pada bentuk klinis lepromatosa. Reaksi kusta
tipe 1 akan memberikan gejala keradangan pada kulit atau saraf. Pada kulit akan
menimbulkan kemerahan, bengkak, nyeri, dan panas. Pada kasus-kasus tertentu,
demam mungkin akan dialami oleh pasien. Sedangkan pada saraf akan menimbulkan
nyeri dan gangguan pada saraf. Oleh karena reaksi ini dapat melibatkan saraf maka
reaksi ini mungkin akan menimbulkan kecacatan, seperti paralisis dan
deformitas.Gejala khas yang paling sering muncul pada reaksi tipe 1 yaitu bercak
merah lama yang menebal. Penebalan bercak merah lama merupakan tanda
peningkatan CMI yang menunjukkan bahwa keradangan hanya terlokalisir pada kulit
saja. Selain itu reaksi tipe 1 mungkin akan memberika gejala munculnya bercak baru,
nodul, maupun gabungan antara ketiganya. Sedangkan gejala sistemik atau
konstitusional seperti demam, malaise, dan nyeri sendi jarang didapatkan pada pasien
reaksi tipe 1 karena peningkatan CMI menyebabkan gejalnya terbatas pada saraf dan
kulit saja. Sebaliknya pada pasien reaksi tipe 2 sering disertai gejala sistemik seperti
demam karena adanya peningkatan respon imun humoral.
PP
Pemeriksaan Histopatologis
Pada pasien dengan sistem imunologik seluler yang tinggi, akan tampak gambaran
tuberkel. Tuberkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia Langhans dan limfosit. Pasien
dengan sistem imunologik seluler yang rendah, tampak sel Virchow atau sel lepra
atau sel busa yang merupakan bentuk histiosit yang tidak mampu memfagositosis M.
Leprae dan sel-sel tersebut dijadikan sebagai tempat untuk berkembang biak.
Pemeriksaan Imunologis
Pemeriksaan imunologis yang dapat dilakukan, yaitu uji MLPA (Mycobacterium
Leprae Particle Agglutination), uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay).
dan mL dipstick (Mycobacterium leprae dipstick).