Penulis:
Bambang Kiranadi, PhD
Tata letal:
Sudarto
Desain Cover:
Bondan Widantoro
Penerbit:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
ISBN:
978-979-24-5433-8
Bab I
STRUKTUR MEMBRAN, TRANSPOR ANTAR
MEMBRAN KESETIMBANGAN ION DAN POTENSIAL
ELEKTROKIMIA
Setiap sel, baik sel saraf maupun sel-sel organ dikelilingi oleh
plasma membran yang memisahkan bagian luar atau ekstraseluler
dengan bagian dalam atau intraseluler. Plasma membran berfungsi
sebagai batas permeabilitas sehingga perbedaan konsentrasi antara
intraseluler dan ekstraseluler tetap besar. Plasma membran mengandung
protein-protein dengan fungsi khasnya seperti enzim, reseptor, saluran
untuk melewatkan ion-ion dan senyawa senyawa kimia yang harus
melalui membran, antingen dan lain-lain fungsi regulasi membran.
Di dalam sel terdapat organel-organel yang strukturnya mirip
dengan plasma membran seperti mitokondria, endoplasmik retikulum
dan lain-lainnya. Banyak proses seluler di dalam sel berlangsung pada
dinding membran organel seperti sintesis ATP pada mitokondria yang
diawali dengan proses transpor elektron dan fosforilasi oksidatif.
Banyak penampilan membran pada sel mirip satu sama lain. Akan
tetapi berdasarkan fungsinya ada struktur yang membedakan antara satu
sel dengan sel yang lain misalnya sel otak hanya dapat mentransportasikan
glukosa sebagai energi sedangkan sel hati dapat mentranspor baik
glukosa maupun lemak.
1
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 1.2 : Struktur fosfolipid, gugus polar fosfat dan gugus non polar
lemak.
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm
2
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 1.3 Spingomelin, jenis lipid lain pada sel hewan, turunan dari
serin
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm
3
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Komposisi Membran
Fosfolipid yang ada di membran sel hewan biasanya berupa
fosfatidilkholin atau lesitin (gambar 1.5), sphingomelin, fosfatidilserin
dan fosfatidletanolamin. Fosfolipid lain jumlahnya relatif lebih sedikit
seperti fosfatidilgliserol, fosfatidilinositol dan kardiopilin.
Gambar 1.5 : Fosfatidilkolin, lipid dengan fosfat dan kolin. Bisa juga
dengan serin, etanol amin, inositol.
4
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
5
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
dari perubahan ini maka banyak proses seluler akan terganggu. Ikatan
glukosa dengan protein ini dikenal dengan nama advanced glycosylation
end products (AGE).
6
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
membran ke sisi yang lain dan dalam beberapa hal molekul bergerak
keluar/masuk membran melalui molekul yang membentuk membran.
Transpor molekul pada membran ada yang pasif, tanpa energi dan ada
yang aktif, memerlukan energi.
Gambar 1.9 Glukosa dari ekstraseluler akan masuk ke dalam sel melalui
protein yang berubah tata letak strukturnya.
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transpor/
7
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
1.3.1 Difusi
Pada percobaan dengan lapis ganda lemak (lipid bilayer) buatan,
maka ion-ion seperti natrium (Na+) dan kalium (K+) akan terjebak di
dalam lapis ganda lemak untuk waktu yang cukup lama. Perlu waktu
sekitar satu hari agar ion-ion tersebut dapat berpindah dari ekstrasel ke
intrasel. Air dapat bergerak dengan cepat dan tidak dapat dihitung
kecepatannya. Berdasarkan informasi-informasi di atas transpor melalui
membran lapis ganda lemak dipengaruhi oleh ukuran relatif, polaritas
relatif, sifat ion, jarak yang ditempuh dan osmosis.
1.3.1b Polaritas
Umumnya lapis ganda lemak relatif permeabel terhadap senyawa-
senyawa non polar dan kurang permeabel terhadap senyawa polar. Oleh
karena itu banyak obat-obatan yang bersifat polar dibuat menjadi non
polar agar dapat masuk dan ditransportasikan melalui lapis ganda lemak.
Setelah senyawa sampai di tempat tujuannya (intrasel) maka ikatan non
polar tersebut akan diputus oleh media di sekelilingnya sehingga molekul
tersebut dapat berfungsi di sasarannya.
8
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
1.3.1c Ion
Senyawa polar atau ionik tidak dapat masuk melalui membran
dengan mudah. Kira-kira diperlukan 40 kkalori/mol untuk dapat memin-
dahkan ion dari fasa air ke fasa nonpolar (gambar 1.10). Tidak mungkin
melarutkan garam ke dalam minyak atau natrium atau klorida melewati
pembatas yang nonpolar. Ketidakpermeabelan membran terhadap ion-
ion ini diperlukan agar perbedaan konsentrasi ion-ion di bagian luar sel
dengan di dalam sel tetap ada agar sel dapat berfungsi sebagaimana seha-
rusnya. Perbedaan konsentrasi ion-ion yang besar antara ekstraseluler
dengan intraseluler diperlukan pada sistem saraf agar dapat terjadi
potensial aksi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kanal ion
(gambar 1.11). Pada umumnya kanal mempunyai dua pintu yakni untuk
membuka dan menutup. Terbuka maupun tertutupnya kanal yang bergan-
tung kepada senyawa kimia seperti neurotransmiter disebut ligand gated
channel, yang dipengaruhi tegangan listrik disebut voltage gated channel
dan yang aktif karena regangan disebut stretch sensitive channel. Kanal
tidak berpintu akan selalu terbuka dan memudahkan ion bergerak keluar
masuk tanpa hambatan contohnya kanal air.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan
permeabilitas membran dengan polaritas, ukuran molekul atau ion
seperti diilustrasikan pada gambar 1.10 dapat dilihat pada tabel 1.1.
X
2
2 Dt .............................................................................. 1
9
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 1.11: Protein membran yang dapat melewatkan ion atau muatan
polar. Ada yang berpintu dan ada yang tidak berpintu
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transpor/
10
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Permeabilitas
Materi Diameter
relative
11
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
kT
D .................................................................................. 2
6 r
k = konstanta Boltzman
T = Temperatur absolut (kT berbanding lurus dengan
(energi kinetik)
r = jari-jari molekul
= viskositas dari media
Untuk molekul besar, harga D berbanding terbalik dengan jari-jari
molekul yang berdifusi. Karena berat molekul berbanding lurus dengan
r3, maka D berbanding terbalik dengan akar pangkat tiga dari berat
molekul. Jadi molekul dengan 1/8 masa molekul lain akan berdifusi dua
kali lebih cepat dari molekul yang lebih besar. Pada molekul dengan berat
molekul sekitar 300, maka D berbanding terbalik dengan akar berat
molekul (√𝐵𝑀).
12
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
13
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
15
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Tf adalah perubahan titik beku dan angka 1,86 adalah konstanta titik
beku zat pelarut atau dalam hal ini air. Koefisen osmotik φ untuk NaCl
adalah 0,93 dan i untuk NaCl adalah 2, dan c dalam milimolal (mol/1000
gram pelarut). Jika konsentrasi darah diukur dengan osmometer
seharusnya titik bekunya menunjukkan 0oC akan tetapi pengukuran
menunjukkan penurunan titik beku sebesar –0,56oC, maka osmolalitas
atau konsentrasi ion-ion di darah adalah 0,56/1,86 = 0,3 molal atau
osmolalitasnya 0,3 Osm atau 300 mOsm. Jika satu mOsm larutan setara
dengan 19,3 mm Hg, maka tekanan osmotik darah tersebut adalah 19,3 x
300 = 5.790 mm Hg. Pengukuran langsung hanya memberikan harga
sekitar 5.500 mm Hg karena adanya ikatan ion yang sangat kuat dan tidak
mudah terdisosiasi dan juga faktor koreksi φ yang besarnya 0,93.
Akibatnya osmolalitas maupun osmolaritas terkoreksi. Dari penjelasan di
atas jelas terlihat bahwa osmolaritas berbeda dengan osmolalitas.
Larutan 0,9% M NaCl (140 mEq NaCl atau 280 mOsm) dan larutan
glukosa 5% (280 mOsm) mempunyai tekanan osmotik yang sama atau
dikatakan isosmotik. Cairan 5% glukosa disebut hipotonis walaupun
isosmatik karena glukosa bukan senyawa ionik sedangkan larutan 0,9%
NaCl disebut isotonis. Campuran 5% dekstrosa dan 0,9% NaCl adalah
larutan hiperosmotik akan tetapi isotonis. Untuk memperjelas istilah
istilah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Cairan cairan tersebut umum
dipakai sebagai pengganti cairan tubuh.
Percobaan pengukuran osmolalitas dan tekanan osmotik larutan
di atas sangat sederhana, kita cukup menggunakan termometer yang
dapat mengukur suhu di bawah nol derajat Celcius. Larutan dibekukan
dan diamati titik bekunya, kemudian titik bekunya dibandingkan dengan
titik beku air. Adanya perbedaan titik beku zat terlarut dengan turunnya
titik beku air (∆Tf) disebabkan oleh adanya zat terlarut dan ini setara
dengan konsentrasi zat terlarut dalam molal.
16
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
17
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
18
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 1.12: Transpor fasilitas, Na+ yang tiggi di luar sel mempunyai
energi potensial yang dapat dipakai memindahkan glukosa yang polar.
http://life.nthu.edu.tw/~d857401/advance.html
19
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
21
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Keadaan awalnya adalah ion Na+ ada di luar sel. Oleh karena itu
sesuai dengan hukum termodinamika maka energi yang dihasilkan atau
yang digunakan berdasarkan keadaan akhir dan keadaan awal. Bilangan
oksidasi n untuk Na+ adalah 1, dan konsentrasi Na+ di dalam sel 10 mM
dan di luar sel 140 mM. Jika harga R adalah 1,987 kalori/oKmol, T tubuh
manusia 37oC atau 310oK dan F adalah bilangan Faraday, dan jika harga
F dinyatakan dalam kalori maka besarnya adalah 23,062Kkal/mol volt
dan potensial elektrokimia E untuk Na+ adalah 0,07 volt (dibulatkan). Energi
yang dihasilkan berdasarkan perbedaan konsentrasi ion natrium di
dalam dan di luar sel adalah dari suku pertama persamaan 7 yakni 1,987
x 310 ln (10/140), yaitu sekitar –1,6 kkalori. Untuk pergerakan ion Na+
diambil dari suku kedua persamaan 7 dan harganya adalah 1
23,062kkal/mol volt –0,07Volt, yaitu sekitar –1,6 kkal/mol. Total energi
yang dihasilkan berdasarkan perbedaan konsentrasi natrium di dalam
dan di luar sel adalah –3,2 kkalori. Harga potensial Na+ sebesar 0,07 volt
akan diterangkan pada pembahasan keseimbangan ion dan potensial
istirahat membran.
Pada transpor glukosa senyawa ini harus dipindahkan dari luar
sel ke dalam sel. Karena molekul glukosa polar maka diperlukan energi
untuk mentransfer glukosa dan besarnya adalah
22
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
ENa 61log Na
di dalam sel
Na
di luar sel
61log 10 130 = 68 mV.
ECa 61/ 2 log Ca 2
di dalam sel
Ca 2
di luar sel 61/ 2 log 0,10 1.000mV 122
mV (perhatikan persamaan di atas, Na+ masuk ke dalam sel berarti
keadaan akhir Na+ ada di intraseluler dan Ca2+ keluar sel dan keadaan
akhirnya Ca2+ di luar sel). Angka 61 akan dijelaskan pada pembicaraan
potensial elektrokimia.
Perbedaan potensial yang terjadi pada pertukaran Na+/Ca2+ atau
daya dorong pertukaran Na+/Ca2+ di jantung pada keadaan seimbang
disebabkan oleh masuknya 3 Na+ ke dalam sel dan 2 Ca2+ dikeluarkan dari
dalam sel sehingga potensial elektrokimia yang dihasilkan dari
pertukaran tersebut adalah 3ENa+ – 2ECa2+ = (370 mV) – (2122 mV) =
–36 mV (dibulatkan menjadi –40 mV). Diperlukan potensial yang dapat
mengatasi –40 mV tersebut (gambar 1.14). Karena konsentrasi Ca2+ di
dalam sel meningkat akibat masuknya Ca2+ dari luar sel maka harga ECa2+
akan naik, misalnya konsentrasi ion Ca2+ naik dari 0,1µM ke 0,15 µM
sehingga ECa2+ akan berubah menjadi ECa2+ = –61/2 log [0,15/ 1.000] = 90
mV dan ENa+/Ca2+ nya menjadi (370) – (290) = 30 mV. Potensial elektro-
kimianya naik menjadi positif sehingga potensial elektrokimia membran
yang terbentuk dapat dipakai untuk melakukan penukaran ion Na+ dan ion
Ca2+. Penukar Na+/Ca2+ tidak terikat secara kuat dengan ion Ca2+ akan
tetapi dapat memindahkan ion Ca2+ dengan cepat (kapasitasnya tinggi),
dapat memindahkan 5.000 ion Ca2+ per detiknya. Sangat berguna untuk
mengatur konsentrasi sesaat ion Ca2+ yang besar seperti pada jantung.
Penukar Na+/Ca2+ memegang peranan penting dalam homeostasis
jantung. Jika Ca2+ tidak dikeluarkan secara cepat dari dalam sel, maka
kontraksi otot jantung akan berlangsung lebih lama, yang akibatnya akan
terjadi kelelahan otot jantung. Secara umum penukar Na+/Ca2+
mempunyai fungsi untuk mengatur kalsium kembali ke keadaan normal
setelah proses-proses seluler yang memerlukan ion Ca2+.
23
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
24
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gkeluar (1,987)(310) ln 102 107 (1)(23.060)(0, 07)
7.092 1.614 8.706 Kalori/mol
Perbedaan konsentrasi ion hidrogen di dalam dan di luar sel
menghasilkan potensial elektrokimia. Total energi yang diperlukan
adalah energi bebas berdasarkan gradient konsentrasi dan energi dari
potensial elektrokimia. Jumlah energinya adalah 8.705 kalori/mol.
Energi ini dapat dipenuhi dari hidrolisis 2 mol ATP.
Transpor lain yang juga memerlukan energi adalah transpor Na+
dan K+. Transpor ini diperlukan karena selama organisme masih hidup
konsentrasi ion-ion di dalam dan di luar harus selalu ada. Perbedaan ini
selalu dijaga oleh pompa Na+/K+-ATPase (gambar 1.15). Pompa ini akan
25
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
memompa 3Na+ keluar sel dan 2K+ ke dalam sel. Pompa ini merupakan
bagian integral dari membran, dan ini penting agar potensial listrik pada
membran tetap terjaga. Anda dapat menghitung energi yang diperlukan
oleh pompa dengan menggunakan alur pemikiran di atas yakni:
Na K
GNa K 3RT ln di luar sel
nFENa 2 RT ln di dalam sel
nFEK
Na
K
di dalam sel di luar sel
........... 13
+
3 Na
+
2K
26
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
27
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
RT X i
E ln .................................................................. 14
nF X 0
ditinggalkan muatan positif maka muatan di dalam sel relatif lebih negatif
terhadap luar sel, membran menjadi terpolarisasi. Potensial elektro kimia
yang terjadi mengikuti persamaan Nernst dan berdasarkan hasil analisis
komposisi ion-ion di luar dan di dalam sel maka perbandingan
konsentrasi untuk ion K+ untuk saraf cumi cumi (squid giant axon) adalah
20/400. Potensial elektrokimia yang dihasilkan harganya sekitar -75mV.
Pada mamalia besar potensial elektrokimia untuk ion K+ adalah -83mV.
Tabel 1.3 menunjukkan komposisi cairan tubuh pada hewan mamalia
besar dan cumi cumi. Sekalipun komposisi mamalia besar dan cumi cumi
mempunyai perbandingan konsentrasi ion-ion Na+ dan K+ yang berbeda
akan tetapi perbandingan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
mendekati 10/1 sehingga potensial membran istirahat sekitar –80
sampai dengan –90mV dan potensial tereksitasi sekitar +58 mV sampai
+70 mV.
Kanal K+ dapat dikatakan bocor pada saat hiperpolarisasi karena
harga pengukuran yang diukur jauh lebih negatif dari harga perhitungan.
Berarti lebih banyak ion K+ yang keluar dari sel dan karena sel
ditinggalkan oleh muatan positif maka potensialnya menjadi sangat
negatif. Pada saat itu kanal Na+ pada membran sel saraf tertutup sama
sekali. Proses ini hanya berlangsung sesaat. Pada saat hiperpolarisasi
membran saraf tidak dapat dirangsang oleh rangsangan listrik, karena
walaupun ada rangsangan listrik kanal Na+ tetap tertutup. Hal ini disebut
perioda refraktori. Lamanya perioda refraktori relatif ini ditentukan oleh
berapa lama daya hantar ion kalium (gK) kembali ke normal. Jika
depolarisasi cukup lambat, jumlah kanal Na yang paling sedikit harus
dibuka tidak pernah tercapai, maka sebagai respons kanal K+ terbuka
sehingga refraktori akan tetap menahan depolarisasi.
Mamalia Besar
29
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Cumi-Cumi
Cairan Harga Harga
Sitoplasma
Ion ekstraseluler potensial Sebenarnya
(mM)
(mM) (mV) (mV)
Na+ 460 50 +58
30
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
31
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
32
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
33
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
akan dilepaskan dari kelenjar dan dibawa oleh aliran darah dan
disampaikan ke target yang jauh sedangkan jaringan saraf akan menjulur
dan mengenai target dan melepaskan neurotransmiter. Keduanya baik
hormon maupun neurotransmiter melibatkan molekul pembawa pesan
(messenger) yang dilepaskan dari satu sel kepermukaan sel targetnya.
Kesamaan dalam mekanisme molekul pembawa pesan ini menimbulkan
dugaan pemikiran bahwa mekanisme penyampaian pesan pada sistem
saraf sama dengan sistem hormon.
Neurotransmiter atau hormon akan berikatan dengan reseptor
(gambar 1.18) dan dapat juga bertindak sebagai kanal ion misalnya
asetilkolin pada otot lurik adalah asetilkolin nikotinik dan akan ditangkap
oleh reseptor nikotinik, selanjutnya akan berinteraksi dengan kanal Na+
sehingga Na+ akan mudah masuk ke dalam sel, diikuti dengan depolar-
isasi dan proses proses seluler. Demikian juga proses-proses biokimia
lain memerlukan informasi dari luar sel sebelum diproses di dalam sel.
Rangsangan atau informasi dari luar sel tadi akan dikenali oleh protein
yang terikat pada membran dan dikenal dengan nama reseptor. Hormon,
neurotransmiter dan obat adalah rangsangan dari luar sel. Molekul
molekul pemberi signal ini bekerja melalui beberapa cara. Setelah
rangsangan berikatan dengan reseptor akan terjadi interaksi protein G
dengan enzim-enzim yang ada di bagian dalam membran dan terjadi
pembentukan second messenger seperti siklik adenosine mono fosfat
(cAMP), inositol trisfosfat (IP3), siklik guanosin monofosfat (cGMP).
Protein G yang terikat pada membran sitosol akan mengatur paras
(kandungan) second messenger. Protein G dapat mengaktifkan maupun
mendeaktifir enzim-enzim yang akan menjalankan proses seluler yang
berkaitan dengan second messenger seperti adenilat siklase, fosfolipase C
dan A.
Protein G merupakan protein trimerik (mempunyai 3 subunit)
yakni , , dan . Pada pembentukan cAMP, protein G yang tidak aktif
berikatan dengan GDP dan akan teraktifkan. GTP akan berikatan dengan
subunit α. Selanjutnya GTP dan subunit akan mengaktifkan adenilat
siklase sehingga ATP akan berubah menjadi cAMP. Terjadi penggandaan
molekul selama proses tersebut. Dari satu molekul di reseptor sampai G
yang tidak aktif berikatan dengan GDP dan akan teraktifkan. GTP akan
berikatan dengan subunit α. Selanjutnya GTP dan subunit akan
mengaktifkan adenilat siklase sehingga ATP akan berubah menjadi cAMP.
Terjadi penggandaan molekul selama proses tersebut. Dari satu molekul
di reseptor sampai menjadi 104 molekul dipesan kedua. Subunit dan
34
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
akan berikatan dengan reseptor yang telah berikatan dengan ligan atau
rangsangan. Setelah cAMP terbentuk, maka GTP akan terhidrolisis dan sub
unit α akan melepaskan diri dari adenilat siklase. Subunit β dan γ juga
akan melepaskan diri dari reseptor, selanjutnya subunit α, β dan γ akan
bersatu kembali (gambar 1.19). cAMP yang terbentuk akan mengaktifkan
protein kinase yang tidak aktif menjadi aktif dan selanjutnya protein
kinase yang aktif akan mengaktifkan fosforilase kinase yang tidak aktif
menjadi fosforilase kinase yang aktif. Akhirnya fosforilase kinase b yang
tidak aktif akan teraktifkan oleh fosforilase kinase dan selanjutnya akan
mengaktifkan enzim-enzim proses seluler. Contoh klasik adalah aktifasi
enzim pemecah glikogen. Glikogen akan dipecah menjadi glukosa diawali
dengan adanya aktifasi reseptor β adrenergik di membran oleh molekul
epinefrin. Kemudian terjadi aktifasi cAMP seperti telah dibahas di atas.
cAMP akan mengaktifasi protein kinase dan selanjutnya fosforilase
kinase akan teraktifasi. Tahap berikutnya adalah aktifasi enzim glikogen
fosforilase dan akhirnya terbentuk glukosa-1P. Dari sekitar 10–10 M
epinefrin akan terbentuk sekitar 10–6M glukosa-6P, sekitar 10.000 kali.
Peristiwa tersebut terjadi pada sel hati dan otot (gambar 1.20).
35
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
36
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Produksi asam
Adipose Eppinefrin
lemak
Detak jantung,
Kardiovaskuler Ephinefrin
tekanan darah
Hormon paratiroid
Reabsorbsi tulang Tulang
(PTH)
37
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
38
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
39
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
40
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
41
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 1.23. Gugus SH2 dari protein pensignal di intraseluler yang akan
mengaktifkan pensignalan dengan cara aktifasi fosfolipase C dan RAS.
https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_4signaling.pdf
42
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
43
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Bab II
KONTROL DAN INTEGRASI
Pendahuluan
Penampilan yang kita alami sehari-hari seperti gerakan tangan
dan kaki, mendengar, cita rasa, melihat dan lain-lain ternyata melibatkan
informasi yang sangat cepat dan kompleks. Hanya sistem saraf yang
dapat menanganinya. Sistem saraf mampu untuk melakukan tugas
tersebut misalnya rasa gatal diujung kaki akan mencapai kesadaran,
selanjutnya terjadi proses menggaruk rasa gatal tersebut. Pesan tersebut
berupa potensial aksi. Sel yang dapat menghasilkan potensial aksi
disebut sel yang dapat tereksitasi. Kemampuan tereksitasi adalah
karakteristik dari sel membran. Hal ini disebabkan oleh adanya ion-ion di
sekeliling sel dan adanya kanal ion. Seperti telah kita bahas sebelumnya,
pergerakan ion-ion ini menimbulkan potensial listrik atau potensial aksi.
Pada saraf, pesan listrik akan disampaikan dari satu saraf ke saraf lain
atau dari saraf ke target organ. Untuk itu kita akan melihat anatomi dari
sistem saraf dan mengapa sistem saraf dapat menyampaikan pesan ke sel
target.
44
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
45
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Saraf unipolar
Mempunyai satu serabut saraf dari badan sel yang kemudian
bercabang dua: yang satu sebagai dendrit karena berhubungan
dengan perifer, yang lain sebagai batang saraf. Pada saraf perifer
bisa sangat panjang dan mencapai satu meter Contohnya adalah
saraf saraf sensorik propiosepsi (posisi tubuh). Contoh lain saraf
sensorik yang tidak panjang adalah saraf yang ke organ dalam
(viseral) dan cita rasa.
Saraf bipolar
Mempunyai dua batang saraf yang berasal dari badan saraf.
Satu berfungsi sebagai dendrit yang lain sebagai batang saraf.
Contohnya saraf sensorik yang membawa informasi penglihatan ,
penciuman, keseimbangan dan pendengaran. Saraf di retina
membawa informasi dari retina ke sel ganglion , telinga sebelah
dalam membentuk saraf no VIII di koklea dan vestibular. Saraf
penciuman juga bipolar, berangkat dari lubang hidung (nasal
cavity) menuju ke saraf kranial no I
Saraf multipolar
Saraf multipolar mempunyai serabut saraf yang banyak dari
satu badan sel. Contohnya saraf dari otak sebelah atas turun ke
tulang belakang dan kemudian menyebar ke seluruh otot.
46
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Interneuron
Menghubungkan saraf satu sama lain dan bentuknya multi polar.
Interneuron mentransmisikan impuls saraf dari satu titik di otak ke
tulang belakang atau dari tulang belakang ke bagian lain di otak.
Menghubungkan impuls ke bagian khas di otak untuk diinterpretasikan
atau diproses. Impuls selanjutnya atau yang lain akan dikirim ke saraf
motorik .
Saraf motorik
Saraf ini disebut juga saraf eferen dan bentuknya multi polar,
membawa impuls keluar dari otak menuju tulang belakang, selanjutnya
ke efektor atau target. Sebagian besar untuk mengirim pesan agar terjadi
kontraksi otot atau sekresi kelenjar.
Jumlah saraf di otak kita sangat banyak dan berhubungan satu
sama lain dengan sel-sel di sekelilingnya yakni sel-sel pendukung saraf:
47
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
1. Sel mikroglia
Tersebar di susunan saraf pusat, mendukung saraf dan
melakukan tugas untuk proses pagosit terutama bakteri. Juga
membersihkan kotoran yang ditimbulkan akibat kerusakan sel.
2. Oligodendrosit
Muncul di barisan sepanjang saraf, membentuk mielin dalam otak
dan tulang belakang. Fungsinya memberi perlindungan dan insulasi
pada saraf agar arus yang mengalir dari saraf tidak bocor.
3. Astrosit
Terdapat di antara pembuluh darah dan saraf, mendukung
struktur di sekelilingnya, ikut berperan dalam proses seluler, regulasi
nutrien dan ion untuk otak. Astrosit membentuk bekas luka pada
waktu saraf pusat mengalami kerusakan.
48
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Modifikasi dari Southwest Tenesse Community College Principles Anatomy and Physiology
4. Sel epindemil
Membentuk sel epitel yang melapisi bagian tertentu dari otak
misalnya koroid pleksus, membentuk lapisan dalam antar ruang di
otak (ventrikel) dan tulang belakang.
49
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.4 : Saraf bermielin, pada setiap segmen terjadi potensial aksi
akibat depolarisasi dan repolarisasi di nodus Ranvier. Demikian impuls
saraf merambat dari satu nodus ke nodus yang lain.
http://163.178.103.176/CasosBerne/1aFCelular/Caso4-2/HTMLC/CasosB2/Receptor/Iono1.htm
Pada serabut yang tidak mempunyai mielin dan tipis seperti yang ada
di kulit kecepatannya sekitar 0,5 meter/detik.
Di nodus Ranvier ini juga ada pompa Na+/K+ sehingga terjadi
pemompaan Na+ keluar sel dan K+ masuk ke dalam sel sehingga
perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel tetap terjaga.
2.2.2 Sinapsis
50
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
51
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
dengan sangat mudah di celah sinaptik. Pada sinaptik di saraf otot, batang
saraf akan terbenam dalam target dan terlipat di dalam, gunanya untuk
mencegah keluarnya neurotransmiter keluar dari sasaran.
Pada saraf otonom, saraf eferennya akan menembus dan
membesar di dalamnya. Jarak sinaptiknya relatif lebih besar daripada
sinaptik pada saraf pusat. Gunanya agar penyampaian neurotransmiter
dapat mencapai organ seluas mungkin.
Sinapsistic Vesikel dan Transmisi Quantal
Ujung saraf presinaptik melepaskan sinaptik vesikel, membran
berbentuk bola bola kecil yang mengandung senyawa kimia neurotrans-
miter. Vesikel bisa pejal atau tidak pejal dalam penampilannya dengan
garis tengah antara 30 sampai 50 nm. Pelepasan asetilkolin atau neuro-
transmiter di ujung saraf dalam bentuk vesikel. Jumlah neurotransmiter
yang ada di dalam satu vesikel disebut quantal dan menentukan ukuran
potensial postsinaptik. Prosesnya berupa eksitasi atau inhibisi. Pada
jembatan neuromuskular sekitar 10.000 molekul asetilkolin berinteraksi
dengan 2000 reseptor asetilkolin nikotinik di postsinaptik.
52
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
53
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
54
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.7: Kanal Na+ terbuka bila ada asetilkolin yang menempel pada
reseptor yang terikat pada kanal. Kanal ini disebut kanal gerbang ligan
atau ligand gated channel
http://www-hsc.usc.edu/~bolger/ced/autonomic/N2-Nicotinic.html
55
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
56
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
57
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
meregulasi refleks bangkit dan emosi pada otak, serta terlibat dalam
regulasi stress. Norepinefrin merupakan golongan neurotransmiter
monoamine. Senyawa lain yang termasuk monoamine adalah dopamin
dan serotonin. Dopamin mengontrol perilaku emosi. Kelebihan dopamin
menyebabkan gangguan seperti schizoprenia, perilaku kompulsif, agresif
dan banyak karakter negatif lain. Dopamin juga berfungsi pada kontrol
motorik karena kekurangan senyawa ini menyebabkan penyakit
Parkinson (lihat basal ganglia). Serotonin akan mempengaruhi siklus
tidur dan kekurangan serotonin dapat menyebabkan depresi.
Transmiter yang dikatagorikan sebagai asam amino adalah
glutamat, glisin, dan gamma amino butiric acid (GABA). Glutatamat
merupakan eksitatori yang utama pada sistem saraf pusat. GABA
merupakan inhibitor utama pada sistem saraf pusat. Kekurangan GABA
menyebabkan kecemasan. Obat seperti valium atau librium yang meru-
pakan turunan dari benzodiazepam akan duduk di reseptor GABA. Obat
tersebut akan meningkatkan permeabilitas terhadap ion-ion K+ dan Cl–,
akibatnya terjadi inhibitori. Khusus pada tulang belakang, neuro-
transmiter untuk inhibitori adalah glisin. Strichnin adalah senyawa
alkaloid yang secara kompetitif akan menempati reseptor glisin ditulang
belakang. Adanya senyawa ini akan menghalangi inhibitori di tulang
belakang. Oleh karena itu terjadi eksitasi motorneuron yang berlebihan
dan sering terlihat sebagai konvulsi. Senyawa ini sering digunakan
sebagai racun serangga di rumah tangga. Akibatnya banyak hewan peli-
haraan yang sering terkena racun ini, tidak jarang diikuti oleh kematian.
Beberapa jenis neurotransmiter beserta fungsi dan lokasi pelepasannya
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan sinapsis secara kimia
2. Apa yang dimaksud dengan quanta dari transmiter
3. Daya hantar ion apa yang berubah pada peristiwa EPSP dan IPSP.
4. Pemberian valium sebagai obat penenang akan menyebabkan
membran sel saraf mengalami EPSP ataukah IPSP, terangkan.
58
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
59
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
aksi ini dapat hilang dengan cepat. Seberapa jauh aktivitas sinaptik dapat
mempengaruhi aktivitas listrik postsinaptik bergantung kepada
seberapa jauh jarak antara sumber listrik (presinaptik) dengan badan sel
dari sel target (postsinaptik). Sinapsis yang dekat dengan leher batang
saraf lebih berpengaruh dibandingkan dengan yang tiba di dendrit atau
serabut saraf. Sinapsis dengan saraf yang melepaskan neurotransmiter
yang jumlahnya banyak akan lebih berpengaruh dibandingkan dengan
yang jumlahnya sedikit karena semakin banyak neurotransmiter
semakin bertambah permeabilitas membran sel target (postsinaptik).
Setelah beberapa potensial berjenjang mencapai leher badan saraf maka
akan terjadi peningkatan potensial berjenjang atau potensial ambang
untuk terjadinya potensial aksi (Bab I gambar 1.17).
60
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
61
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
2.7.2b Fasilitasi
Pada fasilitasi, saraf 1 presinaptik menerima neurotransmiter
dari presinaptik saraf 2 dan menekan permeabilitas terhadap ion K+
sehingga postsinaptik terdepolarisasi (gambar 2.10 B).
62
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
63
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
64
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
65
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
66
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
67
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Otak secara tetap juga menerima pesan dari tubuh bagian dalam
seperti tekanan darah dan suhu tubuh, otak memberikan respons tanpa
harus mencapai kesadaran. Untuk aktivitas yang kompleks yang
melibatkan kreativitas dan logika diperlukan kesadaran berfikir. Untuk
proses koordinasi akan diregulasi secara tidak sadar walaupun pada
awalnya diperlukan kesadaran. Contohnya adalah pada waktu pertama
kali belajar naik sepeda kita perlu kesadaran agar keseimbangan terjaga.
Pada proses berikutnya setelah dapat mengendarai sepeda tersebut
secara otomatis kita dapat mengendarainya bahkan tanpa harus
berpegangan. Selama mengendarai sepeda kita tetap menjaga
kewaspadaan secara tidak sadar terhadap sensor suara dan pandangan.
68
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
69
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
dapat dilihat pada gambar 2.17, terdiri dari sistem saraf pusat dan
susunan saraf tepi.
70
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
71
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Saraf-saraf input dan output pada sistem saraf terpisah satu sama
lain. Batang saraf, badan saraf dan dendrit terkumpul menjadi satu
membentuk gray matter sedangkan kumpulan batang-batang saraf saja
membentuk white matter. Input disebut juga sensor berangkat menuju
otak melalui dorsal tulang belakang, disebut juga aferen sedangkan
output atau motor dari otak menuju ke bawah, ke otot, kelenjar dan
jeroan, disebut juga eferen melalui ventral (Gambar 2.31). Saraf tulang
belakang pada manusia terdiri dari 32–34 pasang saraf spinal karena
tulang ekornya bervariasi antara 3–5 buah. Jumlah tulang ekor hewan
vertebrata boleh dikatakan hampir sama satu sama lain. Hal ini karena
pertumbuhan tulang belakang dikontrol oleh gen yang sama (homeobox).
Jadi sistem saraf untuk hewan vertebrata boleh dikatakan sama. (tabel
2.4). Oleh karena kesamaan tadi kita dapat menggunakan buku fisiologi
manusia yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan fisiologi hewan
sebagai pegangan untuk mempelajari fisiologi hewan. Di bawah ini
diberikan perbandingan banyaknya tulang belakang pada berbagai
hewan.
Umumnya jumlah tulang belakang berhubungan langsung
dengan banyaknya segmen di tubuh dan ekor dari vertebrata.
72
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
74
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
75
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.20: Daerah batang otak dan beberapa fungsi kontrol kehidupan
2.10.3 Serebelum
Merupakan penjuluran medula oblongata, mengkoordinasikan
aktivitas motorik yang berhubungan dengan pergerakan tubuh, menjaga
postur dan orientasi spatial. Serebelum disebut juga otak kecil. Kerusakan
pada serebelum akan menyebabkan gerakan yang tidak halus, overshoot,
ataksia dan buruknya keseimbangan. Saraf-sarafnya lebih didominsai oleh
saraf inhibitori. Serebelum dan pons disebut metensepalon. Serebelum
dikenal sebagai “silent area” dari otak karena eksitasi listrik pada daerah ini
jarang sekali menimbulkan pergerakan motor.
Apa tugas serebelum jika tidak mengontrol pergerakan otot secara
langsung? Tugasnya memonitor dan melakukan koreksi penyesuaian
dalam aktivitas motorik yang diperintah oleh otak sehingga antara tujuan
dan hasil akhir gerakan tercapai. Karena kerja serebelum yang sangat
kompleks maka antar spesies mempunyai ukuran yang berbeda. Ukuran
serebelum pada burung dan mamalia besar menggambarkan rumitnya
pola lokomotor dan rumitnya pola evolusi lokomotor dan pertumbuhan
tubuh di vertebrata terestrial. Serebelum pada ikan yang bertulang
rawan mempunyai lobus anterior dan postrior yang sangat berbeda. Pada
toleost yang berenang secara aktif, ukuran serebelumnya besar
sedangkan yang tidak terlalu aktif ukurannya kecil. Amfibi mempunyai
serebelum yang rudimenteri (kecil), menggambarkan sederhananya
gerakan lokomotorik. Pada tetrapoda serebelum menjulur secara lateral.
76
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
77
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
informasi sensorik. Pada burung dan reptil bagian terpenting dari otak
adalah korpus striatum yang berperan dalam perilaku kompleks.
Seperti halnya diensepalon yang meluas karena dalam evolusinya
harus menangani proses-proses sensorik yang semakin rumit, bagian
paling atas otak yakni serebrum atau telensephalonnya juga akan semakin
luas baik ukuran maupun kerumitannya (gambar 2.22). Ukurannya besar
dan terpisah antara hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Keduanya
dipisahkan oleh korpus kolasum.
78
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Lobus frontalis
Lobus frontalis secara umum berperan dalam perilaku peng-
ambilan keputusan. Jangkauannya mulai dari kontrol pergerakan
otot yang berasal dari motorkorteks primer sampai ke tingkat yang
lebih tinggi seperti perencanaan yang abstrak. Bagian dari daerah
lobus frontalis terdiri dari: Prefrontal korteks yang memegang peran-
an dalam skill yang memerlukan kecerdasan. Prefrontal korteks
cenderung besar pada primata dibandingkan dengan mamalia lain dan
yang terbesar adalah manusia. Hal ini disebabkan oleh adanya tingkat
perencanaan yang tinggi pada manusia dibandingkan dengan mamalia
lain. Manusia harus membuat alat, mengatur lingkungan hidupnya.
Jika prefrontal korteks rusak maka orang tidak dapat merancang,
antisipasi konsekuensi, mengawali perilaku yang bertujuan, inhibisi
atau mengontrol perilaku yang tidak semestinya. Pada manusia,
individu tersebut hanya melihat dirinya sendiri tanpa
mempertimbangkan sekelilingnya.
Motorkorteks primer, letaknya anterior dari sulkus sentral,
bagian paling posterior dari lobus frontalis (gambar 2.37 letaknya
lebih jelas). Otak dapat mengambil kontrol langsung dari tulang
belakang dengan cara berhubungan langsung dan melintas sepanjang
tulang belakang untuk bersinapsis di tempat motorneuron yang
mengatur refleks. Secara teori kontrol ini memungkinkan fleksibilitas
dan adaptasi. Bayangkan korteks frontal yang terpolarisasi, dari
depan ke belakang. Jauh menuju belakang rangkaian saraf yang pergi
langsung ke otot. Bagian depan untuk mengatur urut-urutan
79
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Lobus parietalis
Lobus parietalis menerima informasi dari kulit dan lidah. Lobus
ini juga memproses informasi dari telinga dan mata. Sensor utama
dari kulit untuk sentuhan, temperatur dan sakit. Semua signal dari
kulit melalui thalamus ke lobus parietalis.
• Lobus oksipitalis
Lobus ini memproses input yang berasal dari retina dan
mengirimkannya ke otak. Proyeksi dari retina berangkat ke kutub V1
atau visual area one. Kegiatan di luar V1 seperti di daerah bawah V1
adalah daerah pengenalan warna, persepsi mendalam dan
pergerakan. Daerah atas V1 akan mengirim signal ke daerah parietal
dan temporal.
80
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.23: Tampak sagital bagian bagian dari otak dan lobus lobusnya,
juga girus singulat dan korpus kolasum yang memisahkan otak sebelah
kiri dan kanan
http://www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/harnden/2121/notes/cns.
htm
Lobus temporalis
Lobus temporalis menerima informasi dari auditori dan visual.
Bagian atas dan tengah (sentral) menerima input dari thalamus yang
merelay informasi dari pendengaran. Medial dan anterior menerima
informasi dari pengenalan visual tingkat tinggi seperti mengenali
obyek, bergantung kepada ingatan yang ada.
81
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
82
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
83
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
84
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
ingatan yang ada akan hilang sekalipun ingatan berasal dari sebelum
kerusakan terjadi.
Koordinasi sistem limbik amigdala, hipokampus dan korteks
singulat terjadi ketika sensor yang melibatkan emosi atau tanggap
darurat memerlukan analisis atau berfikir. Satu set signal akan dikirim
dari thalamus ke sensor korteks primer dan kortkes asosiatif. Signal ini
dikatagorikan jalur yang panjang. Signal ini akan mengenali obyek yang
ada dihadapannya dan tindakan apa yang akan diambil. Kemudian satu
set signal lagi akan dikirim ke amigdala. Jalur thalamus-amigdala adalah
jalur pendek karena respons sudah keluar sebelum signal dari korteks
selesai memproses rangsangan. Hipokampus akan meneruskan memori
yang telah ada berdasarkan pengalaman dan ada kaitannya dengan
rangsangan yang datang (explisit) dan mengenali berbahaya atau
tidaknya rangsangan yang datang. Semua informasi yang masuk ke
amigdala akan direspons di hipothalamus sebagai respons emosional
seperti marah, ekspresi wajah, dan lain-lain. Signal dapat mengabaikan
korteks apabila diperlukan respons yang lebih cepat dan langsung
menuju amigdala (gambar 2.26).
86
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
87
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
88
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Saraf sensoriknya
berhubungan dengan reseptor
rasa pada anterior, saraf
Berasal dari
motoriknya masuk ke sebelah
sebelah bawah
VII Saraf muka atau facial
pons. Sarafnya
depan muka (tempat
berekspresi). Ada juga dari
campuran
saraf ini yang mensekresi
kelenjar air mata dan kelenjar
ludah.
89
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
2.12 Refleks
Refleks adalah respons proses involunter atau tidak sadar yang
terjadi di dalam tubuh maupun di luar tubuh. Beberapa refleks melibat-
kan otak seperti mengejabkan mata, bersin dan batuk. Semua ini untuk
melindungi kita dari hal hal buruk yang mungkin akan menyakiti. Refleks
pada umumnya tidak memerlukan kesadaran karena harus berlangsung
dengan cepat. Jika harus mencapai kesadaran maka impuls saraf harus
menuju ke otak dan kemudian di interpretasikan terlebih dahulu.
Selanjutnya otak akan mengirim perintah ke efektor yang tepat untuk
memberikan respon. Apabila mencapai kesadaran maka respons
tersebut sudah terlambat dalam menghadapi rangsangan yang
berbahaya misalnya ketika kita menyentuh api. Refleks somatis adalah
dasar fisiologi kedudukan dan lokomosi. Refleks berarti menekuk
kebelakang (bend backward). Refleks otonom menjaga homeostasis
90
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
91
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
92
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
93
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
otot dan kecepatan kontraksi. Untuk inti kantong terinervasi oleh tipe
serabut saraf tipe II yang ukurannya sedang. Unit kontraktil dari serabut
intrafusal terinervasi dengan saraf motorik tersendiri dan disebut
motor neuron. Serabut ekstrafusal yang menyebabkan kontraksi secara
keseluruhan mempunyai saraf tersendiri dan disebut saraf motorik .
95
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
harus mengatasi gerakan antagonisnya (2) Gerakan akan lebih halus jika
otot yang berlawanan tidak mengganggu satu sama lain (gambar 2.31).
Lebih jauh lagi anda dapat menguji ini pada diri anda sendiri dengan cara
menekan patellar tendon pada otot quadriceps dengan benda tumpul.
Tekanan ini akan mengakibatkan regangan otot sepanjang otot
quadricep. Potensial aksi akan dikirim melalui dorsal dan akan
menyebabkan EPSP pada saraf motorik yang kembali ke otot quadriceps.
Hal ini akan menyebabkan pemanjangan sambungan lutut (knee jerk
refleks). Refleks ini berperan dalam postur tubuh agar tetap tegak.
Tentunya kita tidak mungkin menguji refleks ini dengan benda yang lebih
besar seperti palu atau batang besi yang besar.
96
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
97
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
98
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
membuka kanal Na+ dan terjadi depolarisasi dan signalnya akan menuju
ke interneuron. Neurotransmiter yang dilepaskan oleh interneuron adalah
inhibitori sehingga saraf motorik akan terinhibisi.
Koordinasi antara tendon Golgi dan gelondong otot sangat
penting dalam koordinasi sikap badan dan gerakan (gambar 2.33). Lebih
jauh lagi alur ini akan naik dan sinapsis dengan saraf lain menuju
medulla. Pada titik ini penyebrangan juga terjadi, saraf dari arah kiri akan
menuju ke kanan otak dan dari kanan ke kiri otak. Alur berlanjut dan
sinapsis ke thalamus dan selanjutnya menuju ke sensori korteks untuk
diproses lebih jauh lagi.
Gambar 2.33: Inervasi saraf dari tendon Golgi kepusat berupa IPSP
dengan menggunakan saraf Ib sedangkan alfa motorneuron
menuju serabut ekstrafusal
http://www.hhp.txstate.edu/hper/faculty/pankey/3317/ch08_files/frame.htm
99
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
100
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
saraf saraf tadi, yang pertama adalah gerakan yang diakibatkan oleh
proses belajar, di bawah pengaruh kesadaran, volunter dan gerakan yang
terampil. Biasanya dilakukan oleh otot flexor. Berikutnya adalah gerakan
anti gravitasi, tegaknya sikap badan dan tegangan otot biasanya
termasuk gerakan di bawah sadar yakni melawan gravitasi. Otot yang
melibatkan posisi harus menghasilkan proses kontraksi otot ekstensor
secara terus menerus. Letaknya dekat dengan kolom tulang belakang.
Saraf saraf untuk pergerakan involunter cukup melakukan sinapsis
dengan sistem integrasi di tulang belakang.
Tidak seperti neuron sensorik yang mengubah energi fisik ke
informasi neuron, sistem motorik mengambil informasi dan mengubahnya
menjadi energi fisik. Jika kita ingat kembali bahwa semua pergerakan
merupakan kontraksi dari beberapa otot rangka ekstrafusal, otot-otot ini
tidak akan berkontraksi tanpa ada instruksi dari saraf motorik dan
neuron ini tidak akan mengirim potensial aksi tanpa diberi signal oleh
discending saraf motorik sebelah atas atau datangnya informasi dari saraf
sensorik busur refleks. Mengawali gerakan learned, skilled dan volunter
berasal dari sub group saraf motorik sebelah atas disebut sistem
piramidal sedangkan untuk postural, tonus otot ekstensor dikontrol oleh
sistem ekstrapiramidal. Kelompok ketiga dari sub kelompok disebut
serebelum, fungsinya untuk mengkoordinasi gerakan yang dimulai oleh
sistem piramidal dan ekstra piramidal. Serebelum secara terus menerus
membandingkan antara tujuan dan hasil akhir gerakan. Untuk membahas
sistem piramidal dan ekstrapiramidal ada baiknya kita mengingat
kembali anatomi dari sistem saraf yang telah kita bicarakan di atas dan
kita akan dapat menikmati betapa hebatnya hasil evolusi biologi.
Sensor motorik dan kesadaran dari otak mempunyai beberapa
alur yang berbeda secara jelas. Misalnya sistem penglihatan dan pende-
ngaran terpisah dan paralel secara jelas, dan sistem motor mempunyai
jalur paralel piramidal dan ekstrapiramidal. Masing-masing alur mem-
punyai stasiun penghubung tersendiri. Secara topografi saraf saraf ini
terorganisir dengan sangat rapi. Sebagian besar alur bersilangan, untuk
tujuan yang kurang dapat difahami.
Pada beberapa buku, istilah sistem piramidal dan ekstrapiramidal
tidak pernah disinggung dan hanya disebutkan sebagai motorneuron
sebelah atas dan motorneuron sebelah bawah. Secara tiga demensi
bentuk piramidal pada lapisan kelima motorkorteks tidak terlihat, hanya
101
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
2.14.1 Sistem piramidal terdiri dari dua batang saraf utama yang
turun dari serebral korteks.
Semua batang saraf dalam sistem piramidal berasal dari neuron
yang terletak dalam lapisan ke V dari serebral korteks.. Alur yang paling
panjang dari sistem piramidal adalah kortikospinal tract, berawal dari
serebral korteks dan berakhir berlawanan arah pada saraf tulang
belakang (kontralateral ditulang belakang). Sepanjang perjalanannya
102
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
103
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
104
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
105
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
106
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
107
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
108
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
109
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
110
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
111
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.40a dan 2.40b: Alur perjalanan saraf dari sistem retikular,
adanya input dari sistem retikular ke otak akan menyebabkan refleks
bangkit. Sketsa detail letak retikular pembentuk di batang otak
ditunjukkan pada gambar 2.39b
http://slideplayer.com/slide/235519/
112
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
113
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
4. Raphe Nuclei, di garis tengah antara pons sebelah bawah dan medulla
dengan inti yang sangat tipis. Neuron-neuron ini melepaskan sero-
tonin. Neuron-neuron ini menyebar ke diencephalon dan tulang
belakang. Berkemampuan menekan rasa sakit. Serotonin yang ke
diensephalon dan serebrum berperan dalam tidur normal. Rendahnya
paras serotonin pada sistem saraf akan mengakibatkan agresivitas
baik predatory agression maupun impulsive aggression dan bahkan
perilaku bunuh diri. Kelainan karena kurangnya neurotransmiter
serotonin sering tidak disadari dan tidak difahami oleh kebanyakan
orang. Agresivitas anak yang sering terlihat dalam perilaku sehari
hari tidak pernah disadari bahwa anak tersebut kemungkinan
mengalami serotonin disorder. Sekalipun pendapat ini dapat menimbul-
kan argumen, ada baiknya dilakukan uji terhadap kekurangan
tersebut.
Rangkaian penjelasan tentang kedua kumpulan kumpulan saraf di
atas yakni sistem piramidal dan ekstrapiramidal dalam mengontrol
refleks tegak dapat dipersingkat pada gambar 2.43
114
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
115
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
116
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem piramidal dan ekstrapiramidal
2. Otot-otot mana saja yang dipengaruhi oleh kedua sistem tadi
3. Apa yang akan terjadi apabila terjadi rangsangan terus menerus di
retikular pembentuk sistem. Bisakah anda tidur apabila anda
menerima rangsang terus menerus di tempat itu
4. Apa sebab harus terjadi konsert antara EPSP dan IPSP yang keluar
dari sistem ekstrapiramidal.
Tabel 2.5 Ringkasan perjalanan sistem piramidal dan
ekstrapiramidal
Otot yang
Asal saraf Ujung akhir Fungsi
dipengaruhi
Kelompok lateral
Motorkorteks
yang menuju Tulang Jari, tangan dan Menggenggam dan
Kortikospinal
jari, tangan dan belakang lengan (distal) memanipulasi obyek
lengan
Tangan (bukan
Pergerakan untuk
jari), lengan
lengan dan tangan,
sebelah bawah,
Tulang tidak ada
Rubrospinal Inti merah telapak kaki dan
belakang hubungannya
kaki sebelah
dengan pergerakan
bawah
tubuh
(proksimal)
117
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Saraf kranial
Motorkorteks Pergerakan muka
Alur kortikobulbar no V, VII, IX, X, Muka dan lidah
bagian muka dan lidah
XI dan XII.
Kelompok
ventromedial
Koordinasi gerakan
Superior Tulang
Alur tektospinal Leher dan tubuh mata, kepala dan
coliculi belakang
tubuh
Bagian medulla
Alur lateral Tulang
retikular Otot fleksor kaki Berjalan
retikulospinal belakang
pembentuk
Retikular
Alur medial Tulang Otot ekstensor
pembentuk Berjalan
retikulospinal belakang kaki
pontine
Tangan (bukan
Tubuh dan jari), lengan
Alur kortikospinal Tulang Pergerakan dan
kaki sebelah sebelah bawah
ventral belakang postur
atas kaki dan telapak
kaki
118
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
119
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
120
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Saraf otonom Kranial III, VII, IX, dan X adalah preganglion yang keluar dan
akan mempengaruhi:
Okulomotor (III): Inervasi otot polos pada mata (iris dan ciliary
body)
Facial (VII): Rangsangan kelenjar facial, yaitu kelenjar lakrima, nasal
dan saliva
Glossopharyngeal (IX): Kelenjar saliva.
Saraf vagus (X): Saraf parasimpatik
121
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 2.47: Refleks saraf otonom dalam hal ini saraf simpatik yang
melibatkan preganglion dan postganglion
http://www.apsubiology.org/anatomy/2010/2010_Exam_Reviews/Exam_4_Review/CH_13_Basic_
Refleks_Terminology.htm
122
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
123
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
124
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
125
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Perlambatan pencernaan
Usus kecil dan usus
Paravertebral dan menghentikan sekresi
besar
dan kontraksi sphincter
126
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
128
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
129
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
130
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Bab III
INDERA DAN TRANSFORMASI INFORMASI
131
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
132
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
dengan baik perjalanan saraf yang menuju ke otak karena sudah dibahas
di bab saraf). Hal yang paling menarik dari saraf sensorik adalah semua
saraf sensorik membawa informasi berupa impuls listrik dan berupa
potensial aksi. Baik saraf optik, cita rasa, kulit maupun pendengaran
semuanya berupa potensial aksi. Menjadi tugas sistem saraf pusat untuk
menyeleksi impuls tersebut. Oleh karena itu sistem saraf pusat harus
mampu membedakan signal yang datang, apakah signal berasal dari kulit,
apakah dari mata maupun dari indera yang lain. Hampir semua input
sensor akan melalui thalamus kecuali penciuman (lihat 2.10.4). Daerah-
daerah pengolah signal indera di otak dapat dilihat pada gambar 3.2.
Daerah-daerah tersebut mempunyai tempatnya masing-masing di otak.
Gambar 3.2 : Daerah daerah di otak di mana signal dari saraf sensorik
dipetakan
http://www.slideshare.net/MayaPhillips1/lecture12-2-13
133
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
134
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
dikenal dengan Tipe I, II, III dan IV. Golongan I disebut serabut Aalfa,
golongan II dengan Abeta dan golongan III dengan Adelta sedangkan
golongan IV dikenal sebagai serabut C. Semakin besar diameter serabut
saraf maka akan semakin cepat daya antar listriknya. Serabut yang tidak
bemielin lambat daya hantarnya (mengapa?).
Sistem somatosensori mempunyai reseptor yang sangat dalam,
baik dipermukaan maupun di kulit sendiri. Reseptor yang di dalam
menandai adanya signal propioseptor yang mendeteksi posisi tubuh dan
panjang otot. Serabut-serabut II, III dan IV menandai rangsangan
mekanik sentuhan, tekanan, panas, dingin dan rasa sakit pada permu-
kaan. Berbagai macam somatosensori ada di kulit termasuk mekanoresep-
tor, termoreseptor dan reseptor rasa sakit (nociceptors). Ini memungkinkan
individu untuk menandai adanya sentuhan (tekanan), temperatur dan
sakit. Reseptor yang ujung sarafnya bebas menandai adanya panas,
sentuhan ringan dan sakit.
135
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Kecepatan
Diameter
Golongan hantaran Mielinisasi Fungsi
(μm)
(meter/detik)
Reseptor
tendon, Cepat
beradaptasi
Golongan II 6 – 12 25 – 70 Ya dengan reseptor
sentuhan,
Pacinian
corpusccle
Sentuhan, sakit
Golongan III 1–5 3,5 – 20 ya
cepat, dingin,
sakit lambat,
1 atau
Golongan IV Kurang dari 1 Tidak temperatur,
kurang
gatal, geli
136
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
137
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.5 Alur perjalanan rasa sakit dari tepi ke otak dan kemungkinan
memblok rasa sakit.
138
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
139
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.6 : Alur perjalanan pembedaan dua titik rasa. Daerah reseptif
yang sempit akan dapat membedakan dua titik secara jelas. Sebaliknya
daerah reseptif yang luas akan sulit membedakan dua titik rangsangan.
http://faculty.pasadena.edu/dkwon/chap10_A/chap%2010_A%20accessible_files/textmostly/slid
e17.html
140
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.7 : Alur kolom dorsal dan alur non spesifik. Perjalanan sarafnya
dari tepi ke otak. Alur kolom dorsal , melintas di medula sedangkan alur
nonspesifik melintas ditulang belakang.
http://kids.frontiersin.org/article/10.3389/frym.2013.00011ula oblongata
141
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
142
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
di alam raya ini. Untuk menjaga diri dari sinar matahari, organisme
melengkapi dirinya dengan fotoreseptor yang di dalamnya ada molekul
protein. Fotoreseptor muncul di awal kehidupan sekitar 700 juta tahun
yang lalu. Cacing pipih mempunyai daerah yang sensitif terhadap cahaya
atau dikenal dengan bintik mata (eye spot). Oktapus dan ubur-ubur
mempunyai mata kamera seperti kita, dengan beberapa perbedaan.
Fotoreseptor oktapus dan ubur ubur mengarah keluar dari retina menuju
pupil. Mata kita dan vertebrata lain fotoreseptornya berlawanan arah
dari ubur ubur dan oktapus. Fotoreseptor vertebrata menghadap ke
belakang di balik dinding retina (lihat gambar 3.8). Ternyata semua
fotoreseptor mata berasal dari gen pembentuk mata yang sama. Dengan
mempelajari gen gen pembentuk mata maka ilmuwan berhasil menguak
tabir pembentukan mata melalui tahapan-tahapan evolusi.
Semua hewan menggunakan cahaya untuk sensitivitas penglihat-
annya. Bahkan tanamanpun berespons terhadap cahaya yakni pada
peristiwa fotosintesis. Daerah panjang gelombang pada hewan sangat
sempit jaraknya yakni pada panjang gelombang sinar tampak (gambar
3.9).
143
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.9: Sinar tampak berada pada daerah panjang gelombang 380-
750nm
http://lumenistics.com/what-is-full-spectrum-lighting/
144
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
145
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
146
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
147
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
atau vitamin A dari bentuk cis akan berubah menjadi bentuk trans
(gambar 3.14). Retinal akan lepas dari opsin dan terjadi bleaching atau
tidak ada cahaya yang dapat diproses lagi.
Bentuk trans retinal akan menyebabkan terlepasnya ikatan cGMP
dengan kanal Na+. Akibatnya kanal Na+ akan tertutup (gambar 3.15) dan
terjadi hiperpolarisasi. Karena terjadi hiperpolarisasi maka tidak terjadi
potensial aksi sehingga ion Ca2+ juga tidak dapat masuk ke dalam sel.
Hiperpolarisasi dan ketiadaan ion Ca2+ mengakibatkan glutamat yang
dihasilkan dari fotoreseptor menjadi lebih sedikit. IPSP ke sel bipolar
menjadi sedikit atau boleh dikatakan tidak ada. Karena tidak ada
inhibitori dari glutamat maka tidak ada hambatan signal yang dikirim ke
sel ganglion. Saraf optik akan menerima signal dari sel ganglion dan terjadi
EPSP. Signal selanjutnya sampai di otak. (gambar 3.16).
.
Gambar 3.14: Perubahan tata letak molekul dari cis ke trans pada retina
148
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.15 : Pada keadaan gelap cGMP duduk dikanal Na+ dan
membuka kanal Na+ sehingga terjadi depolarisasi. Pada keadaan terang
cGMP terlepas dari kanal Na+ akibatnya kanal Na+ akan tertutup, terjadi
hiperpolarisasi.
https://dundeemedstudentnotes.files.wordpress.com/2012/04/untitled-pictgffgure6.png
149
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.16 : Perjalanan signal pada keadaan gelap dan terang dari
fotoreseptor sampai ke saraf optik.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.
150
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
151
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
152
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.19 : Refleks pupil mata yang dikontrol oleh saraf simpatik dan
parasimpatik.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.
153
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
akuatik cita rasa dan penciuman tidak terlalu berarti karena tidak
mungkin mencium dan merasakan di air. Pada catfish terdapat reseptor
kimia di seluruh tubuhnya dan umum dikatakan bahwa tubuhnya penuh
dengan benjolan perasa. Kira-kira 10-9 sampai dengan 10-10 mol/liter
asam amino dapat dideteksi oleh hewan ini. Pada pinulirus udang
berduri, reseptornya sangat sensitif terhadap asam amino taurin; sekitar
10-10 molar taurin dapat terdeteksi oleh hewan ini, atau sekitar 33 mg
taurin dalam kolam yang volumenya 2.600 m3. Jadi cita rasa adalah alat
survival untuk hewan-hewan dalam mencari makan. Pada hewan yang
bernafas di udara seperti insekta, organ perasanya bisa di mulut, di kaki,
di antena dan umumnya berupa rambut dengan ujung terbuka. Pada
mamalia, benjolan perasa terletak sepanjang saluran mulut mulai dari
faring, epiglotis faringeal dan di gerbang esofagus. Menjadi pertanyaan
apakah daerah tertentu dari lidah sensitif terhadap rasa tertentu?
Secara anatomi benjolan perasa dan papillae perasa dapat dilihat
di lidah sebagai bintil merah yang menonjol seperti lengkungan terutama
pada lidah sebelah depan. Benjolan yang satu ini dikenal sebagai
fungiform papillae karena bentuknya seperti jamur. Pappilae terdiri dari
foliat, cirumfallate dan non gustatory filiform. Benjolan rasa merupakan
kumpulan sel-sel papillae dan tidak dapat dilihat kasat mata. Dapat
dilihat bahwa benjolan perasa terletak di atas atau di samping berbagai
papillae. Benjolan mempunyai lubang, sel rambut perasa dan saraf yang
menuju ke otak (gambar 3.20)
Tepi lidah atau fungiform papillae dikatakan sensitif terhadap
NaCl. Pada percobaan ditunjukkan bahwa tempat ini tidak hanya sensitif
terhadap NaCl saja tetapi juga sensitif terhadap sukrosa. Respons
terhadap NaCl dan sukrosa juga ada di tempat lain benjolan perasa. Jadi
dapat disimpulkan bahwa fungiform pappilae sensitif terhadap NaCl.
Akan tetapi bukan tidak mungkin sensitif terhadap lain rasa.
Reseptor rasa pahit tidak terdistribusi merata di lidah. Pada tikus
reseptor pahit terekspresi pada subset sel perasa di seluruh pappilae
akan tetapi lebih terkonsentrasi di foliate dan circumfallate papillae yang
letaknya di belakang lidah. Lebih jauh lagi alfa gustducin yakni protein G
yang menyelaraskan reseptor pahit T2R terekspresi lebih banyak di
circumfallate dibandingkan fungiform. Melihat keadaan ini maka perlu
dilakukan rangsangan langsung pada berbagai daerah di lidah secara
langsung.
154
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
155
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
156
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
157
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
158
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.23: Alur neurologi rasa yang berangkat dari saraf no VII dan IX
dan vagus yang menuju ke otak. Ke insula dan hipothalamus
mempengaruhi perilaku makan dan ke somatosensori untuk mencapai
kesadaran.
http://www-psych.stanford.edu/~lera/psych115s/notes/lecture11/
159
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
160
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
161
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.25: Setiap reseptor adalah rantai protein yang akan melalui
membran/menembus sebanyak 7 kali dan akan dikopel dengan protein G
(7-transmembran G-protein-coupled reseptor)
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html
162
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.26: Peranan Ca2+ pada depolarisasi saraf sensorik pembau. Ca2+
memperkuat depolarisasi dengan merangsang ion Cl- untuk keluar dari sel.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html
163
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.27: Alur perjalanan bau, dimulai dari reseptor odoran dan
menuju korteks olfaktori.
https://classconnection.s3.amazonaws.com/350/flashcards/2119350/jpg/picture113661032447
81.jpg
164
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.28: Alur perjalanan bau ke sistem limbik dan korteks piriform
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi
165
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
166
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
167
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
168
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.30: Alur perjalanan suara, dimulai dari telinga bagian luar,
menuju ke telinga bagian tengah dan ke bagian dalam sebelum
diteruskan oleh saraf ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html
169
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Pada keadaan diam atau normal semua sel rambut akan tegak dan
sedikit bocor terhadap ion K+ dan Ca2+ (mengapa K+ menyebabkan
depolarisasi ?) sehingga membran potensialnya ada di sekitar -30. mV.
Adanya suara akan mengakibatkan membran basilar bergerak ke atas
dan sel-sel rambut akan terdefleksi ke arah yang menuju sel rambut yang
panjang. Kanal sensitif terhadap bunyi akan menyebabkan depolarisasi,
Ca2+ masuk ke dalam sel dan terjadi potensial berjenjang (ingat peristiwa
ini ada di reseptor). Neurotransmiter yang mempengaruhi saraf, yakni
glutamat, akan dilepaskan. Glutamat akan memerintahkan saraf yang
menuju ke otak untuk sinapsis dengan saraf berikutnya. Pada waktu
membran basilar bergerak turun maka terjadi hiperpolarisasi dan tidak
ada pelepasan neurotransmiter. Osilasi suara mengakibatkan osilasi
membran basilar. Terjadi depolarisasi yang diikuti dengan hiperpolarisasi.
Alur perjalanan saraf sampai ke auditori korteks diberikan pada gambar
3.34. Alur pendengaran berangkat dari saraf VIII membawa input secara
ipsilateral ke inti koklea dan superior olivari. Sebagian besar seperti
halnya alur perjalanan saraf akan kontra lateral ke superior olivari
melalui stria akustik dan badan trapezoin. Naik secara bilateral di jalur
lemnikus ke inti lemnikus dan berlanjut di inferior kolikulus (batang otak
mempengaruhi perilaku).
Labirin oseos
Membran labirin
Saluran koclea
Perilim Koclea
Kanal semisirkuler Utrikel
Sakul
Endolim
Skala vestibula
Ampula Vestibula Skala
Posterior timpani
semisirkuler Celah bulat
Saluran kolea
170
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.32: Detail dari koklea. Sel rambut terletak dikoklea dan
reseptor sel rambut menandai adanya suara.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.
171
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 3.33: Kinokiluim dan steriokilia dari sel rambut yang akan
sinapsis dengan saraf yang menju ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html
172
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
173
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
174
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
gerakan yang tiba-tiba. Kanal-kanal ini terletak satu sama lain dengan
sudut sedemikian rupa dan masing-masing terletak pada bidang anatomi
yang berbeda. Kinokiliumnya lebih besar dan tebal dibandingkan yang di
utrikel dan sakul, steriokilia (silia yang lebih pendek dan tipis) untuk
setiap reseptornya. Neuronnya sendiri terbenam di dalam ampula yang
menonjol sedangkan silia terproyeksi ke kupula. Jika ada perubahan
dalam gerakan maka reseptor akan aktif dengan menembak 100
potensial aksi setiap menitnya. Pergerakan cepat atau tiba-tiba dari sel
rambut akan mengubah polaritas reseptor. Jika silia bergerak searah
dengan kinokilium, maka reseptor akan terdepolarisasi dan penembakan
akan melebihi 100 potensial aksi setiap menitnya.
Gambar 3.37: Pada waktu kepala dalam keadaan normal maka gravitasi
akan menarik otolit utrikel kebawah dan ketika kepala posisi menjauh
maka gravitasi akan mengubah posisi otolit terhadap sel rambut.
http://virtualgardneranatphys.wikispaces.com/Equilibrium.
Otak menerima informasi dari kedua saluran kiri dan kanan dan
membandingkan laju penembakan masing-masing saluran. Jika satu saluran
tereksitasi maka saluran yang lain akan terinhibisi Informasi ini digunakan
untuk menentukan arah dan perubahan kecepatan pergerakan reseptors.
175
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
176
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Catatan Indera
Di dalam memilih makanan maka daya tarik makanan biasanya
berdasarkan penampilan dari makanan atau indera mata. Setelah dicoba
rasanya maka indera pengecap merasakan makanan tersebut. Karena
makanan tersebut terlarut di dalam mulut maka bau makanan tercium
oleh indera penciuman. Karena penciuman mempengaruhi sistem limbik
maka rasa makanan akan mempengaruhi emosi. Oleh karena itu ada
orang menyukai makanan tertentu. Bentuk atau teksture juga menentu-
kan karena pemilihan tekstur mempengaruhi indah atau tidaknya
makanan. Tidak kalah pentingnya adalah ketika dikunyah apakah akan
menimbulkan suara yang lembut atau kasar. Jadi kendali mutu makanan
ada di sistem indera.
177
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
178
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Bab IV
4. 1 SITOSKELATON
Bergerak adalah kemampuan hewan untuk melakukan perpindah-
an, yang membedakannya dengan tanaman. Dasar dari pergerakan adalah
transformasi energi kemomekanik. Semua energi adenosin trifosfat
(ATP) dikonversikan menjadi energi mekanik pergerakan otot. Dalam
evolusinya terjadi spesialisasi fungsi otot seperti otot rangka atau otot
lurik, otot polos dan otot jantung. Pergerakan sendiri merupakan proses
yang menarik, karena dari energi kimia langsung diubah menjadi energi
mekanis (energi pembakaran bahan bakar fosil memerlukan konversi
panas atau listrik terlebih dahulu sebelum digunakan). Pergerakan muncul
di tingkat jaringan, seluler dan subseluler. Pada umumnya jaringan otot
hewan teradaptasi untuk kontraksi dan pergerakan seperti menekuk
lengan, detak jantung atau kontraksi uterin pada waktu melahirkan. Pada
manusia sekitar 40% dari tubuh adalah otot rangka dan mengonsumsi
energi yang tinggi. Otot mengkonsumsi sekitar 25% oksigen yang diambil
oleh tubuh untuk membakar energi kontraksi otot.
Pada tingkat seluler titik beratnya adalah pergerakan dari sel di
lingkungannya. Pergerakan seluler terlihat pada organisme sederhana
seperti pergerakan dari amoeba, protozoa, sperma dan migrasi sel-
selama embriogenesis. Dasar molekuler kontraksi untuk semua otot
sama yakni aktin dan miosin, bahkan molekul-molekul ini juga digunakan
untuk motilitas dari sel ekariot Bab ini hanya akan membahas pergerakan
pada otot rangka, jantung dan otot polos.
179
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar otot secara lengkap dan tendonnya dapat dilihat pada gambar
4.1 dan gambar 4.2 yang terdiri dari berbagai lapisan jaringan
penghubung.
Fasia melapisi permukaan otot. Memisahkan otot satu sama lain
dengan otot sebelahnya..
Epimisium: terletak di bawah fasia dan mengelilingi otot rangka
Perimisium: merupakan perluasan dari perimisium meluas sampai
ke otot. Memisahkan sel-sel otot ke fasikel.
Endomisium: memisahkan serabut otot satu persatu.
Sekumpulan serabut otot terhubungkan oleh fasikel.
Sarkolema merupakan sel tunggal otot rangka
Miofibril menghubungkan satu serabut dengan serabut lainnya.
180
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
181
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
182
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
183
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.4 Ilustrasi serabut saraf motorik dan otot secara perinci,
perhatikan pada ujung saraf maupun otot kaya akan mitkondria dan inti.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.
184
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.6 :Struktur aktin dengan lilitan tropomiosin dan troponin yang
menempel di tropomiosin tempat kedudukan kalsium (Ca2+)
185
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.8: Gambar dari molekul miosin dengan rantai ringan dan heliks
bergandanya. Pada kepala miosin terdapat molekul enzim ATPase
186
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
187
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
berwarna merah. Tipe IIA dan IIB menghasilkan gaya kontraksi sekitar
100gram/cm2. Keduanya dapat dibedakan dari cepat letihnya otot
tersebut.
Kontraksi cepat digunakan untuk gerakan cepat dan kontraksi yang
kuat. Ototnya cepat letih karena energinya cepat habis. Otot mengandalkan
energinya dari reaksi anaerobik glikolisis, juga sarkoplasmik retikulum-
nya banyak pada otot ini sehingga kontraksi cepat dapat diikuti dengan
relaksasi.
188
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Dari biokimia kita juga mengetahui bahwa ATP yang tinggi akan
melakukan reaksi umpan balik (feedback), yakni deaktivasi fosfofrukto-
kinase. Akibatnya reaksi glikolisis akan berhenti. Pada waktu diperlukan
untuk bergerak, maka akan terjadi keterlambatan dalam memenuhi kebu-
tuhan energi. Kreatin fosfat tidak melakukan umpan balik ke fosfofrukto-
kinase. Lebih jauh lagi, hidrolisis keratin fosfat ke kreatin menghasilkan
energi sebesar 10,3 kKal/mol.
Pada waktu otot bekerja keras, misalnya olah raga berat, oksigen
yang digunakan untuk reaksi aerobik tidak cukup, sehingga oksigen tidak
dapat cepat kembali ke keadaan normal bahkan kadang-kadang setelah
beberapa jam baru kembali ke keadaan normal. Hal ini disebut utang
oksigen. Pada keadaan ini akan dihasilkan asam laktat (Mengapa?). Produk
asam laktat ini akan terus dioksidasi menjadi CO2 di otot, hati, otak dan
jantung. Sebagaian dari asam laktat di hati akan diubah menjadi glukosa.
Proses pemanfaaatan asam laktat ini disebut siklus Corry (gambar 4.11).
Ilustrasi penggunaan energi di atas dapat dilihat pada peristiwa
sehari-hari. Anda harus berlari untuk mengejar kereta api yang akan
berangkat beberapa saat lagi. Apabila Anda tidak lari maka anda akan
terlambat dan apabila anda terlambat andapun akan terlambat datang ke
tempat kerja dan indeks kinerja anda akan berkurang. Tindakan Anda
189
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
pertama adalah lari mengejar waktu yang tertinggalPada diri Anda ada
empat peristiwa penanganan energi berikut ini.
1. Tiga detik pertama cukup menggunakan ATP yang ada di dalam sel.
2. 8 – 10 detik otot akan menggunakan cadangan energi yang berupa
kreatin fosfat.
3. Karena Anda belum juga sampai di kereta api maka Anda masih terus
berlari. Maka Anda akan menggunakan cadangan energi yang berasal
dari glikogen.
4. Bila masih juga belum sampai di kereta api maka otot akan menggunakan
respirasi aerobik (akan dihasilkan ATP).
190
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
191
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
192
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
gaya yang timbul sebanding dengan jumlah yang dapat melakukan saling
lintas (c dan d).
Posisi b di mana jumlah aktin dan miosin yang saling lintas amat
banyak, tegangan kontraksi isomer tinggi. Otot diregang optimum sekitar
2m – 2,5μm. Pada jarak 1μm (a) atau kurang dari 50% regangan, sekalipun
banyak aktin dan miosin yang saling lintas, kedudukan molekul aktin saling
mendorong, sehingga tegangan isometrik menjadi kecil. Pada jarak
regangan yang terlalu dekat, sekalipun banyak aktin dan miosin yang
saling lintas tidak akan banyak terjadi kontraksi karena tolakan satu sama
lain dari aktin (kedudukan a). Apabila ada kerusakan sarkomer atau
gangguan, maka otot tidak dapat menghasilkan gaya (gambar 4.12).
Gambar 4.13 Posisi e di mana aktin dan miosin tidak akan pernah saling
lintas sehingga tegangan isometrik yang terjadi amat kecil. Otot diregang
lebih dari 3.7 m tidak berespon.
https://quizlet.com/7519888/phyl-301-muscle-flash-cards/
193
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.13. Otot jantung, ada percabangan dan hubungan antara satu
sel dengan sel lain dalam bentuk interklatat.
http://hsc.uwe.ac.uk/rcp/cs-heart.aspx
194
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
195
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
mencegah masuknya ion Ca2+ dan terjadinya kontraksi tetani. Otot dapat
relaks di antara denyut dan menghasilkan pengaturan denyut jantung.
196
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
197
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
terhambat. Pada fasa 3 ion K+ akan berdifusi keluar dan kanal Ca2+ akan
tertutup 4. Keadaan istirahat tercapai.
198
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.16: Gambar kiri potensial aksi sel kontraktil, kanan potensial
aksi sel autoritmik.
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm
199
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.17: Hubungan potensial aksi pada jantung dan kontraksi otot
jantung. Juga penanganan Ca2+ dalam proses kontraksi-relaksasi
http://edoc.hu-berlin.de/dissertationen/abdelaziz-ahmed-ihab-2004-09-
20/HTML/abdelaziz_html_30f027fc.gif
200
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
201
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
202
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
203
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
204
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
205
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Gambar 4.19: Perbandingan otot polos single unit dan multi unit
https://www.studyblue.com/notes/note/n/bchem-2-study-guide-2012-13-may/deck/971816
206
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
207
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot
Pustaka
Alberts. Bruce et al 2002. Molecular Biology Of The Cell, 4Th ed. Garland Science.
New York USA
Aidley. D. J 1989. The Physiology Of Excitable Cells, 3rd ed. Cambridge University
Press. Cambridge New York Port Chester Melbourne Sydney.
Becker. W. M and Deamer. D.W 1992. The world of the cell. The Benyamin
/Cummings Publishing Company, Inc. Redwood City California
Campbell. N. A 1998. Biology. Benyamin Cumming Publishing Company. Menlo
Park California.
Cunningham. J.G. 1992. Textbook Of Veterinary Physiology, 2 nd ed. W. B.
Saunders Company . Philadelphia London Toronto Montreal Sydney
Tokyo
Dorit R. L; Walker W. F, Jr; Barnes R. D. 1991. Zoology. Saunder College Publishing
Company Philadelphia London Toronto Montreal Sydney Tokyo.
Eckert. R and Randall. D. 1983. Animal Physiology 2nd ed. W.H. Freeman and
Company. New York.
Fox.S.I. 1987. Human Physiology. Wm. C. Brown Publisher. Dubuque Iowa.
Guyton. A. C. 1982. Human Physiology And Mechanism Of Deseases.W.B.
Saunders Company. Philadelphia London Toronto Montreal Sydney
Tokyo
Hille. B 2001. Ion Channels Of Excitable Membrans. Sinauer Assc Inc. Sunderland.
M.A. USA
Stewart. M 1991. Animal Physiology. The Open University. England.
Kandel. E. R, Schwartz. J. H and Jessel. T. M 1996. Principles of Neural Science, 3 rd
ed, 1996. Appleton and Lange. U.S.A, Canada, East Indies, London
(England), Malaysia, Polland, Rusia, Southeast Asia, Souteaster Asia.
Kandel, E.R. 2006. In Search of Memory. W. W Norton and Co. New York, New
York, USA
Kuffler.S and Nichols. J. G 1984. From Neuron to Brain. A cellular approach to the
function of the brain, 2nd ed. Sunderland. MA; Sinnauer.
Nielsen. K.S. 1995. Animal Physiology: Adaptation and Enviroment 1995.
Cambridge University Press.
Ross. G. 1984. Essential Of Human Physiology, 2nd ed. Year Book Medical
Publisher, Inc. Chicago. London
208