Anda di halaman 1dari 219

FISIOLOGI

SARAF, INDERA DAN OTOT

Bambang Kiranadi, PhD


Judul:
Fisiologi Saraf, Indera dan Otot

Penulis:
Bambang Kiranadi, PhD

Tata letal:
Sudarto

Desain Cover:
Bondan Widantoro

Penerbit:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

ISBN:
978-979-24-5433-8

Hak Cipta© 2017 pada Penulis dilindungi Undang-Undang


Untuk murid muridku yang telah mengajari fisiologi dan biologi.
Juga untuk keluargaku Tridjati, Abraham, Lazarus, Zakeus,
Oskar, Tobias, Anggito Koesoema dan Maria Anastasia.
Prakata
Setiap kali kita mengawali pelajaran fisiologi, selalu
diawali dengan struktur sel dan tentunya struktur membran sel.
Membran sebagai pembatas ruang antara bagian dalam
dan bagian luar sel menampilkan fenomena fenomena yang
mempengaruhi perilaku sel dan peristiwa fisiologi. Oleh karena
itu buku ini diawali dengan penjelasan tentang struktur
membran.. Peranan kanal pada kehidupan sel menjadi perhatian
yang serius dalam buku ini. Kita ketahui bahwa selama sel masih
hidup selalu ada pergerakan ion-ion. Ada pompa yang tetap
menjaga gradient atau perbedaan konsentrasi ion-ion dan juga
protein membran jang menjaga komunikasi antara dunia luar dan
dalam sel. Juga protein-protein lain yang berfungsi sebagai
transporter. Dengan mengetahui perilaku perlengkapan
perlengkapan sel tadi maka studi fisiologi menjadi lebih mudah.
Penjelasan tentang membran diberi sedikit nuansa biofisika agar
pembaca lebih jelas memahami fenomena transport. Buku kecil
ini hanya membahas proses proses fisiologi pada sel sel yang
mudah tereksitasi atau yang menghasilkan potensial
elektrokimia.. Buku kecil ini adalah bekal dari saya ketika hendak
memberi kuliah fisiologi saraf, indera daan otot. Bekal ini tidak
diberikan semuanya kepada mahasiswa akan tetapi persiapan
ketika menghadapi pertanyaan pertanyaan.
Gambar gambar dari buku ini diambil dari sumber materi
materi ajar di internet yang tidak mencantumkan copy right. Bagi
yang tidak ada sumbernya dituliskan sumber yang tidak dapat
ditelusuri lagi dan ada beberapa yang memang dibuat sendiri.
Buku ini jelas bukan text book melainkan berbagi pengalaman
bagaimana orang dengan latar belakang kimia mempelajari ilmu
kehidupan.
Kepada semua pihak yang telah mensponsori terbitnya
buku ini saya sangat berterima kasih dan akan tetap
mengingatnya selalu terutama kepada Departemen Fisiologi dan
Farmakologi melalui Prof Wasmen Manalu dan Dr Rita Ekastuti.
Kepada Prof Arif Boediono yang selalu mempercayai saya, Dr
Triyoso Purnawarman dan teman temanku Teguh Poeworo dan
Bambang Warih Koesoema.
Akhirnya untuk kebesaran dan kemuliaan ilmu
pengetahuan.

B. Kiranadi (Amicorum Scientiae)


3170004
Daftar Isi
Prakata....................................................................................... vii
Daftar Isi ................................................................................... .ix
BAB I STRUKTUR MEMBRAN, TRANSPORT ANTAR
MEMBRAN KESETIMBANGAN ION DAN POTENSIAL
ELEKTROKIMIA .................................................................... 1
1-1 Struktur Membran ......................................................... 2
1-2 Membran Sebagai Pembatas Permeabilitas ................... 9
1-3 Mekanisme Transport Pasif ......................................... 10
1-4 Protein Yang Menjadi Perantara (Memediasi) Transport
Pada Membran ............................................................ 28
1-5 Keseimbangan Ion Dan Potensial Membran Pada
Keadaan Istirahat (Resting) ........................................ 42
1-6 Transport Menembus Membran, Bukan Melalui
Membran ..................................................................... 51
1-7 Komunikasi didalam sel .............................................. 52
BAB II KONTROL DAN INTEGRASI ................................ 69
2.1Anatomi Saraf………………………………………... 70
2.2 Impuls Saraf ................................................................. 76
2.3 Neurotransmiter Merubah Permeabilitas
Membran ..................................................................... 86
2.4 Eksitatori Dan Inhibitori Potensial Postsinaptik ................. 89
2.5 Neurotransmiter Pada Sistem Saraf .................................... 91
2.6 Prinsip Dasar Proses Pengolahan Informasi ....................... 94
2.7 Sistem Saraf Hewan Sederhana ....................................... 103
2.8 Sistem Saraf Hewan Vertebrata ....................................... 108
2.9 Sistem Saraf Pusat ........................................................... 113
2.10 Tulang Belakang ............................................................ 113
2.11 Sistem Saraf Tepi .......................................................... 141
2.12 Kontrol Saraf Pada Pergerakan ..................................... 148
2.13 Kontrol Otak Untuk Pergerakan Dan Kedudukan ......... 162
2.14 Sistem Saraf Otonom ..................................................... 194
BAB III INDERA DAN TRANSFORMASI
INFORMASI ............................................................... 214
3.1 Sistem Somatosensori ...................................................... 217
3.2 Reseptor Sentuhan ........................................................... 219
3.3 Pembedaan Dua Titik....................................................... 224
3.4 Sistem Retikular ............................................................... 229
3.5 Sistem Penglihatan ........................................................... 230
3.6 Sistem Cita Rasa .............................................................. 246
3.7 Sistem Penciuman ............................................................ 256
3.8 Sistem Pendengaran ......................................................... 269
BAB IV OTOT DAN BIOELEKTRIK .............................. 286
4.1 Sitoskelaton ...................................................................... 286
4.2 Otot Rangka ..................................................................... 287
4.3 Energetik Kontraksi Otot ................................................. 299
4.4 Kontraksi Tunggal Serabut Otot ...................................... 304
4.5 Karakteristik Kontraksi Otot ............................................ 306
4.6 Otot Jantung ..................................................................... 309
4.7 Otot Polos......................................................................... 326
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bab I
STRUKTUR MEMBRAN, TRANSPOR ANTAR
MEMBRAN KESETIMBANGAN ION DAN POTENSIAL
ELEKTROKIMIA

Setiap sel, baik sel saraf maupun sel-sel organ dikelilingi oleh
plasma membran yang memisahkan bagian luar atau ekstraseluler
dengan bagian dalam atau intraseluler. Plasma membran berfungsi
sebagai batas permeabilitas sehingga perbedaan konsentrasi antara
intraseluler dan ekstraseluler tetap besar. Plasma membran mengandung
protein-protein dengan fungsi khasnya seperti enzim, reseptor, saluran
untuk melewatkan ion-ion dan senyawa senyawa kimia yang harus
melalui membran, antingen dan lain-lain fungsi regulasi membran.
Di dalam sel terdapat organel-organel yang strukturnya mirip
dengan plasma membran seperti mitokondria, endoplasmik retikulum
dan lain-lainnya. Banyak proses seluler di dalam sel berlangsung pada
dinding membran organel seperti sintesis ATP pada mitokondria yang
diawali dengan proses transpor elektron dan fosforilasi oksidatif.
Banyak penampilan membran pada sel mirip satu sama lain. Akan
tetapi berdasarkan fungsinya ada struktur yang membedakan antara satu
sel dengan sel yang lain misalnya sel otak hanya dapat mentransportasikan
glukosa sebagai energi sedangkan sel hati dapat mentranspor baik
glukosa maupun lemak.

1.1 Struktur Membran


Protein dan fosfolipid merupakan konstituen yang paling banyak
di membran. Setelah diteliti lebih jauh ternyata struktur membran adalah
senyawa fosfolipid berlapis ganda (bilayer) dengan gugus non polar dari
lipid (lemaknya) saling berhadapan.

1
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.1 Gliserol dengan 3 OH yang merupakan struktur dasar dari


lipid membran sel. Perhatikan gugus OH tempat berikatan asam
lemaknya.
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm

Fosfolipid merupakan turunan dari gliserol, artinya struktur


dasar lipidnya adalah gliserol dan gugus fosfatnya berikatan dengan
gugus OH ketiga yang bebas (gambar1.2). Gugus fosfolipid merupakan
gugus yang polar atau hidrofilik sedangkan gugus lemaknya non polar
atau hidrofobik. Pada sel hewan ada lipid jenis lain yakni spingomelin
yang merupakan turunan dari serin dan bukan dari gliserol. Pada
lingkungan air atau cairan seluler, gugus lipid cenderung berjauhan
dengan kondisi lingkungan sedangkan gugus fosfat menghadap ke
lingkungannya. Struktur fosfolipid ini mempunyai kecenderungan untuk
membentuk lapis ganda. Kecenderungan pembentukan lapis ganda lipid
adalah ekor dari asam lemak akan saling berhadapan, akan tetapi tidak
saling mengikat, hanya saling berhadapan.

Gambar 1.2 : Struktur fosfolipid, gugus polar fosfat dan gugus non polar
lemak.
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm

Pada membran ada juga protein-protein yang terikat padanya


dan merupakan bagian integral dari membran tersebut (gambar 1.4 ).

2
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.3 Spingomelin, jenis lipid lain pada sel hewan, turunan dari
serin
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm

Protein-protein tersebut terdiri dari dua kelompok, yakni bagian


ekstrinsik yang terikat pada lemak dan letaknya periferal, tidak
berpenetrasi di sepanjang fosfolipid. Letaknya bisa di ekstra maupun
intraseluler. Dalam studi struktur membran, bagian perifer membran
dapat dipisahkan dengan mengubah komposisi ion di medianya tanpa
mengubah integritas membran. Bagian intrinsik dapat berpenetrasi
sepanjang membran fosfolipid, artinya membentang sepanjang intra dan
ekstraseluler, mereka hanya dapat dipisahkan dengan menggunakan
detergen.

Gambar 1.4: Fosfolipid digambarkan dalam bentuk gugus polar fosfat


yang hidrofilik, bulat di atas dan asam lemak non polar yang hidrofobik,
berupa ekor dari lipid
http://www.biologyjunction.com/cell%20%20notes%20bi.htm

3
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Komposisi Membran
Fosfolipid yang ada di membran sel hewan biasanya berupa
fosfatidilkholin atau lesitin (gambar 1.5), sphingomelin, fosfatidilserin
dan fosfatidletanolamin. Fosfolipid lain jumlahnya relatif lebih sedikit
seperti fosfatidilgliserol, fosfatidilinositol dan kardiopilin.

Gambar 1.5 : Fosfatidilkolin, lipid dengan fosfat dan kolin. Bisa juga
dengan serin, etanol amin, inositol.

Gambar 1.6: Galaktosa, merupakan glikolipid serebroside yang paling


banyak di otak. Galaktosa penting pada pembentukan membran otak
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm

4
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.7: Kolesterol merupakan bagian yang penting dari membran.


http://lipidlibrary.aocs.org/Analysis/content.cfm?ItemNumber=39227

Kolesterol (gambar 1.7) juga merupakan bagian yang penting


pada plasma membran. Adanya kolesterol akan membuat membran lebih
lentur. Akan tetapi terlampau banyak kolesterol akan membuat
membran menjadi kaku.
Protein pada membran fungsinya khusus menjaga sistem sel dari
lingkungannya. Ion dapat keluar–masuk membran karena ada saluran
yang dibentuk oleh protein. Lubang yang terbentuk mempunyai diameter
yang sama dengan diameter ion yang akan melaluinya. Pompa dapat
memompa ion keluar atau masuk ke dalam sel, berupa enzim yang terikat
pada membran. Reseptor merupakan perangkat yang dapat menangkap
signal baik fisik maupun senyawa kimia dari ekstraseluler untuk
disampaikan ke intraseluler. Reseptor merupakan alat komunikasi
antara dunia luar sel dan dunia dalam sel. Masih banyak lagi protein yang
terikat pada membran dengan fungsi yang berbeda beda. Glikoprotein
adalah protein yang berikatan kovalen dengan karbohidrat. Seperti kita
ketahui glikolipid, letaknya menghadap ke ekstraseluler demikian juga
gugus NH2 dari protein akan menghadap keluar sel sedangkan COOH
akan menghadap ke intraseluler.
Komposisi glikolipid di membran tidak banyak. Misalnya di otak
hanya sekitar 5% saja dari keseluruhan komposisi membran sedangkan
di bagian lain dari membran lebih sedikit. Glikolipid pada epitel berfungsi
melindungi permukaan dari situasi yang berubah-ubah seperti pH dan
enzim-enzim penghancur. Glikolipid juga memegang peranan pada
waktu sel mengenali signal. Pada penderita diabetes di mana konsentrasi
glukosa darah tinggi, glukosa akan mudah sekali berikatan dengan
protein membran sehingga posisi gula heksosa yang merupakan bagian
dari glikoprotein seperti manosa atau galaktosa digantikan oleh glukosa.
Akibatnya fungsi dari glikoprotein membran menjadi berkurang. Akibat

5
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dari perubahan ini maka banyak proses seluler akan terganggu. Ikatan
glukosa dengan protein ini dikenal dengan nama advanced glycosylation
end products (AGE).

Gambar 1.8: Ilustrasi membran dan bagian-bagiannya seperti protein


yang terikat pada membran. Gugus NH2 ada di luar sel dan COOH di dalam
sel. Perhatikan bahwa kolesterol merupakan bagian dari membran
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Cell_membran

1.2 Membran Sebagai Pembatas Permeabilitas


Membran biologi berfungsi sebagai pembatas pergerakan bebas
pada sel. Hampir semua molekul pada sistem kehidupan larut dalam air
dan kurang larut dalam pelarut non polar. Jadi sebagian besar molekul
akan lebih sulit larut dalam lingkungan yang kurang polar seperti pada
ikatan lemak yang letaknya di sebelah dalam membran. Akibatnya
membran sebelah dalam menjadi pembatas pergerakan molekul-molekul
yang larut dalam air. Pembatas ini memungkinkan membran menjaga
perbedaan konsentrasi yang besar antara ekstraseluler dan intraseluler.
Letak di mana proses seluler terjadi juga bergantung dari kemampuan
membran menjaga permeabilitasnya, misalnya pada mitokondria
membrannya akan menjaga agar enzim-enzim reaksi asam trikarboksilat
tidak dapat keluar dari mitokondria sehingga reaksi-reaksi siklus
trikarboksilat hanya terjadi di dalam mitokondria. Perjalanan molekul-
molekul yang penting pada membran dengan kecepatan tertentu
merupakan titik pusat kehidupan sel. Sebagai contoh adalah ambilan
molekul nutrien, pelepasan hasil hasil buangan dan sekresi molekul-
molekul. Pada umumnya beberapa molekul bergerak dari satu sisi

6
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

membran ke sisi yang lain dan dalam beberapa hal molekul bergerak
keluar/masuk membran melalui molekul yang membentuk membran.
Transpor molekul pada membran ada yang pasif, tanpa energi dan ada
yang aktif, memerlukan energi.

1.3 Mekanisme Transpor Pasif


Ada tiga jalur utama agar materi dapat masuk ke dalam membran
tanpa harus dibantu oleh energi metabolisme.
1. Senyawa kimia yang berukuran kecil seperti oksigen akan masuk
tanpa bantuan apapun dan bergerak secara pasif dengan mudah.
Karbon dioksida ukuran molekulnya juga relatif kecil, demikian juga
air sekalipun relatif polar akan bergerak keluar masuk dengan mudah.
Transpor ini disebut difusi sederhana.
2 Transpor glukosa yang sekalipun berukuran relatif besar dan polar
dapat masuk ke dalam sel. Perpindahan ini memerlukan bantuan
protein pembawa dan tanpa melibatkan energi misalnya transpor
glukosa di hati dan di sel β pankreas (GluT2). Proses tersebut disebut
transpor dengan fasilitas atau facilitated transpor dan dikatagorikan
sebagai transpor pasif (gambar 1.9). Protein yang terikat di membran
hanya berubah tata letaknya untuk memberi jalan kepada glukosa.
Seperti sistem buka dan tutup untuk memasukkan glukosa .

Gambar 1.9 Glukosa dari ekstraseluler akan masuk ke dalam sel melalui
protein yang berubah tata letak strukturnya.
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transpor/

7
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3. Transpor pasif sederhana, materi hanya bergerak masuk dan keluar


tanpa halangan karena adanya lubang yang diameternya pas dengan
diameter materi tersebut misalnya kanal ion. Protein kanal ukurannya
sama dengan diameter ion yang akan melewatinya. Protein tersebut
disebut kanal, misalnya kanal ion. Diameter kanal sama dengan
diameter ion yang akan dilalui

1.3.1 Difusi
Pada percobaan dengan lapis ganda lemak (lipid bilayer) buatan,
maka ion-ion seperti natrium (Na+) dan kalium (K+) akan terjebak di
dalam lapis ganda lemak untuk waktu yang cukup lama. Perlu waktu
sekitar satu hari agar ion-ion tersebut dapat berpindah dari ekstrasel ke
intrasel. Air dapat bergerak dengan cepat dan tidak dapat dihitung
kecepatannya. Berdasarkan informasi-informasi di atas transpor melalui
membran lapis ganda lemak dipengaruhi oleh ukuran relatif, polaritas
relatif, sifat ion, jarak yang ditempuh dan osmosis.

1.3.1a Ukuran relatif


Molekul kecil akan lebih permeabel dibandingkan dengan molekul
besar. Molekul yang relatif kecil seperti air, oksigen dan karbon dioksida
relatif permeabel terhadap membran. Pada contoh di atas, glukosa
dengan berat molekul yang besar sekitar 180 akan lambat untuk dapat
melalui lapis ganda lemak secara pasif. Oleh karena itu diperlukan
protein pembawa yang dapat memindahkan glukosa atau molekul
nutrient lain yang ukurannya besar (gambar 1.10).

1.3.1b Polaritas
Umumnya lapis ganda lemak relatif permeabel terhadap senyawa-
senyawa non polar dan kurang permeabel terhadap senyawa polar. Oleh
karena itu banyak obat-obatan yang bersifat polar dibuat menjadi non
polar agar dapat masuk dan ditransportasikan melalui lapis ganda lemak.
Setelah senyawa sampai di tempat tujuannya (intrasel) maka ikatan non
polar tersebut akan diputus oleh media di sekelilingnya sehingga molekul
tersebut dapat berfungsi di sasarannya.

8
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

1.3.1c Ion
Senyawa polar atau ionik tidak dapat masuk melalui membran
dengan mudah. Kira-kira diperlukan 40 kkalori/mol untuk dapat memin-
dahkan ion dari fasa air ke fasa nonpolar (gambar 1.10). Tidak mungkin
melarutkan garam ke dalam minyak atau natrium atau klorida melewati
pembatas yang nonpolar. Ketidakpermeabelan membran terhadap ion-
ion ini diperlukan agar perbedaan konsentrasi ion-ion di bagian luar sel
dengan di dalam sel tetap ada agar sel dapat berfungsi sebagaimana seha-
rusnya. Perbedaan konsentrasi ion-ion yang besar antara ekstraseluler
dengan intraseluler diperlukan pada sistem saraf agar dapat terjadi
potensial aksi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kanal ion
(gambar 1.11). Pada umumnya kanal mempunyai dua pintu yakni untuk
membuka dan menutup. Terbuka maupun tertutupnya kanal yang bergan-
tung kepada senyawa kimia seperti neurotransmiter disebut ligand gated
channel, yang dipengaruhi tegangan listrik disebut voltage gated channel
dan yang aktif karena regangan disebut stretch sensitive channel. Kanal
tidak berpintu akan selalu terbuka dan memudahkan ion bergerak keluar
masuk tanpa hambatan contohnya kanal air.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan
permeabilitas membran dengan polaritas, ukuran molekul atau ion
seperti diilustrasikan pada gambar 1.10 dapat dilihat pada tabel 1.1.

1.3.1d Jarak difusi


Jarak difusi diberikan oleh persamaan Einstein yakni

 X 
2
 2 Dt .............................................................................. 1

Jarak kuadrat difusi dinyatakan dalam (X)2, D adalah konstanta dan t


adalah waktu. Jika jarak yang ditempuh adalah 1m dan konstanta difusi
110-5cm detik-1 maka proses perpindahannya akan memerlukan waktu
0,5 milidetik dan jika jaraknya adalah 10 m maka waktu untuk berdifusi
menjadi 50 milidetik. Persamaan Einstein menunjukkan bahwa waktu
yang diperlukan untuk berdifusi bertambah dengan kuadrat dari jarak
difusi.
Persamaan tersebut dapat memberikan gambaran berapa jarak
rata-rata dari difusi selama waktu t dan gambaran kasar dari waktu yang

9
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

diperlukan untuk berdifusi. Dapat dilihat bahwa untuk ukuran mikrosko-


pik difusinya berlangsung dengan sangat cepat sedangkan untuk
makroskopik berlangsung dengan lambat.

Gambar 1.10: Permeabilitas beberapa molekul terhadap membran. Gas


akan mudah masuk, senyawa polar kecil akan dapat masuk, polar tetapi
besar dan ion akan mengalami penolakan.
http://life.nthu.edu.tw/~d857401/advance.html

Gambar 1.11: Protein membran yang dapat melewatkan ion atau muatan
polar. Ada yang berpintu dan ada yang tidak berpintu
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transpor/

10
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Sel dengan jarak 100 m dari kapiler akan memerlukan waktu 5


detik untuk mendapat asupan nutrien. Ini relatif cepat untuk memenuhi
kebutuhan metabolismenya. Axon (batang saraf) dengan panjang 1cm
akan sulit menggantungkan dirinya dengan proses difusi karena akan
diperlukan waktu 14 jam untuk sampai di tempat tujuannya. Jadi tidak
mengherankan jika transpor pada axon memerlukan molekul tertentu di
sepanjang ujung axon tersebut agar dapat membawa materi yang akan
dilepaskan diujung saraf dan menempuh jarak yang relatif jauh dengan
waktu yang lebih cepat.

Tabel 1.1 Hubungan antara diameter materi dengan permeabilitas


terhadap membrane

Permeabilitas
Materi Diameter
relative

Molekul air 0,3 1,0

Molekul Urea 0,36 6x10-4

Ion klorida terhidrasi 0,386 10-8

Ion Kalium terhidrasi 0,396 6x10-10

Ion Natrium hidrat 0,512 2x10-10

Gliserol 0,62 6x10-4

Glukosa 0,86 9x10-6

1.3.1e Koefisien difusi


Koefisien difusi D berbanding lurus dengan kecepatan difusi molekul
yang ada di lingkungannya. Semakin besar molekul dan semakin kental
larutannya maka koefisien difusinya akan semakin kecil. Persamaan ini
disebut persamaan Stoke-Einstein, dan jari-jari molekul disebut jari-jari
Stoke-Einstein.

11
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

kT
D .................................................................................. 2
6 r
k = konstanta Boltzman
T = Temperatur absolut (kT berbanding lurus dengan
(energi kinetik)
r = jari-jari molekul
 = viskositas dari media
Untuk molekul besar, harga D berbanding terbalik dengan jari-jari
molekul yang berdifusi. Karena berat molekul berbanding lurus dengan
r3, maka D berbanding terbalik dengan akar pangkat tiga dari berat
molekul. Jadi molekul dengan 1/8 masa molekul lain akan berdifusi dua
kali lebih cepat dari molekul yang lebih besar. Pada molekul dengan berat
molekul sekitar 300, maka D berbanding terbalik dengan akar berat
molekul (√𝐵𝑀).

1.3.1.f Difusi melalui membran


Difusi akan mencapai mencapai keadaan konstan pada kompar-
temen yang dituju dan waktunya juga tertentu. Difusi sepanjang membran
selular cenderung akan membuat konsentrasi di kedua kompartemen
menjadi sama dan laju difusinya diberikan oleh persamaan Ficks berikut.

J =-D A x ∆C/∆X ................................................................ 3


J = laju kecepatan difusi dalam gram atau
mol per satuan waktu
D = Koefisien difusi zat terlarut pada membran
A = luas permukaan membran
C = Perbedaan konsentrasi antar kompartemen
X = Ketebalan membrane

Sebagai contoh adalah koefisien difusi (D) urea di plasma


membran adalah 1 x 10-7 cm2/sec dan luas permukaan membran (A)
adalah 1 x 10-6 cm2, ketebalan membran (Δx) = 100 Å = 10 nm = 1 x 10-6
cm. Konsentrasi urea di luar plasma membran Cout = 1 mM = 1 mmole/1

12
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

= 1 μmole/cm3 dan di dalam sel Cin = 0.5 mM = 0.5 μmole/cm3. Berapa


laju difusi urea ke dalam sel?
J = (1 x 10-7 cm2/sec) (1 x 10-6 cm2)(0.5 μmole/cm3)/(1 x 10-6 cm)
= 5 x 10-8 μmoles/sec

Difusitas senyawa terhadap membran sel dapat berupa senyawa


atau molekul yang larut dalam lemak dan yang tidak larut dalam lemak.
Hipotesis bahwa senyawa yang larut dalam pelarut non polar akan masuk
ke dalam membran dengan lebih baik dibuktikan oleh Overton dan
Meyer. Perbandingan antara kelarutan zat terlarut dalam minyak olive
dibandingkan dengan kelarutan dalam air dipakai sebagai kelarutan zat
dalam media nonpolar. Perbandingan ini disebut perbandingan minyak
olive/koefisien partisi air atau perbandingan Overton-Mayer. Permeabilitas
terhadap plasma membran bertambah dengan bertambahnya kelarutan
dalam lemak. Kelarutan etanol 1000 kali lebih tinggi dari kelarutan
gliserol dalam lemak (mengapa kepala anda cepat terpengaruh jika anda
minum alkohol dibandingkan dengan kalau anda minum air, yang bahkan
tidak merasakan apa-apa).
Permeabilitas senyawa atau molekul yang larut dalam air
terhadap membran hanya ada pada molekul-molekul yang sangat kecil
dan tidak bermuatan. Senyawa ini akan berdifusi dengan cepat; lebih
cepat dari ramalan Overton-Mayer. Air akan berdifusi lebih cepat
dibandingkan yang diramalkan berdasarkan jari-jari maupun prediksi
Overton–Meyer.
Permeabilitas yang tinggi terhadap air sulit untuk dijelaskan.
Mungkin senyawa yang larut molekul dengan berat molekul yang kecil
dapat larut dalam air sehingga dapat melewati membran fosfolipid tanpa
harus larut pada membran tersebut. Anggapan lain adalah adanya protein

13
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

pada membran yang menyebabkan tingginya permeabilitas air pada


membran. Protein tersebut kemudian dikenal sebagai aquaporin.
Plasma membran pada dasarnya akan sulit dilewati oleh molekul
yang terlarut dalam air dengan berat molekul lebih besar dari 200. Ion
mempunyai muatan oleh karena itu sulit untuk melewati batas pemisah
ini. Pergerakan ion ke dalam sel akan melalui sistem transpor yakni kanal.
Beberapa kanal atau protein yang terikat pada membran sangat spesifik;
misalnya, kanal K+ hanya melewatkan ion K+ dan Na+ hanya ion Na+. Ada
juga yang bisa melewatkan ion-ion pada ukuran tertentu. Beberapa ion
bergerak setelah timbulnya tegangan listrik atau voltage gated seperti
misalnya Ca2+ masuk ke sel jantung setelah terjadinya potensial aksi yang
diakibatkan oleh masuknya ion Na+ ke dalam sel. Ada juga permeabilitas
terhadap ion yang dikontrol oleh neurotransmiter. Pada jantung misalnya,
permeabilitas membran berubah terhadap ion K+ jika ada asetilkolin dan
terhadap Na+ jika ada noradrenalin.
Sekalipun beberapa molekul yang terlarut dalam air penting
untuk metabolisme seperti misalnya asam amino atau glukosa, perge-
rakannya untuk dapat masuk ke dalam membran tidak mudah. Oleh
karena itu diperlukan protein tertentu yang terikat pada membran yang
fungsinya melewatkan substrat tersebut.
1.3.2 Osmosis
Osmosis adalah pergerakan air dari potensial air yang lebih tinggi
(zat terlarut lebih rendah) ke arah potensial air yang lebih rendah
(konsentrasi zat terlarut lebih tinggi). Prosesnya adalah proses fisika
tanpa energi, melalui membran yang semi permeabel (permeabel
terhadap pelarut tapi tidak terhadap zat terlarut). Osmosis di sini
berhubungan dengan tekanan yang timbul untuk melawan pergerakan
air. Dalam biologi hal ini sangat penting karena pergerakan pelarut ini
akan mengurangi perbedaan konsentrasi yang sangat besar.
Tekanan osmotik atau osmolaritas dari larutan bergantung
kepada partikel yang ada di larutan. Derajat ionisasi dari zat terlarut
harus dipertimbangkan. 1M larutan glukosa (1.000mM), 0,5M larutan
NaCl dan 0,333M larutan CaCl2 secara teoritis akan mempunyai tekanan
osmotik yang sama yakni 1.000 mOsm. Akan tetapi ternyata ada penyim-
pangan dari harga idealnya. Van’t Hoff menurunkan penyimpangan
tersebut dengan menggunakan persamaan berikut.
  icRT ................................................................................... 4
14
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

π = tekanan osmotik dalam atm atau mm Hg


T= Temperatur absolut dalam oK
i = Jumlah ion yang terbentuk selama disosiasi molekul
terlarut. NaCl dan KCl = 2, CaCl2 = 3 dan glukosa=1
c = konsentrasi dalam molar (mol/liter pelarut)
Penggunaan persamaan di atas pada sitoplasma tidak memberikan
harga tekanan osmotik larutan yang sebenarnya. Perbedaannya cukup
berpengaruh. Seperti kita ketahui ion Na+ merupakan kation utama dari
cairan ekstraseluler dan konsentrasinya sekitar 150mEq/l dan Cl– sekitar
120mEq/l. Akan tetapi ion Na+ tidak semuanya berikatan dengan ion Cl–,
ada yang berikatan dengan HCO3–, 𝑃𝑂43− dan juga dengan senyawa
organik. Larutan NaCl pada konsentrasi ini akan berbeda dengan
persamaan vant’ Hoff dan untuk itu diberikan persamaan koreksi yang
dinyatakan dalam
  i cRT ............................................................................... 4a
dengan  adalah koefisien osmotik untuk NaCl harganya 0,93, harga KCl
0,92 dan harga CaCl2 adalah 0,86 dan i untuk NaCl = 2, CaCl2 = 3. Masih
banyak lagi data eksperimen yang telah diperoleh dan dibuat tabel pada
berbagai hand booK of chemistry. Akan tetapi contoh di atas adalah ion-
ion utama dalam sel.

1.3.2a Pengukuran osmolalitas


Pengukuran tekanan osmotik cairan dapat menggunakan metoda
tidak langsung. Pengukuran berdasarkan osmolalitas larutan. Osmolalitas
dapat diukur berdasarkan sifat koligatif larutan. Terjadi penurunan atau
kenaikan titik didih atau titik beku larutan karena adanya zat terlarut. Zat
terlarut di sini adalah ion-ion yang tidak permeabel terhadap membran
seperti Na+, K+, Cl– dan Ca2+. Dalam dunia klinik, cairan tubuh dinyatakan
dalam tonisitas. Pengukuran tonisitas cairan berdasarkan sifat koligatif
larutan, yakni turunnya titik beku air karena senyawa ionik seperti
misalnya NaCl yang terlarut dalam air. Jadi tonisitas berdasarkan adanya
ion-ion yang tidak permeabel yang terlarut. Persamaannya diberikan
sebagai:

Tf  1,86ic ............................................................................ 5

15
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tf adalah perubahan titik beku dan angka 1,86 adalah konstanta titik
beku zat pelarut atau dalam hal ini air. Koefisen osmotik φ untuk NaCl
adalah 0,93 dan i untuk NaCl adalah 2, dan c dalam milimolal (mol/1000
gram pelarut). Jika konsentrasi darah diukur dengan osmometer
seharusnya titik bekunya menunjukkan 0oC akan tetapi pengukuran
menunjukkan penurunan titik beku sebesar –0,56oC, maka osmolalitas
atau konsentrasi ion-ion di darah adalah 0,56/1,86 = 0,3 molal atau
osmolalitasnya 0,3 Osm atau 300 mOsm. Jika satu mOsm larutan setara
dengan 19,3 mm Hg, maka tekanan osmotik darah tersebut adalah 19,3 x
300 = 5.790 mm Hg. Pengukuran langsung hanya memberikan harga
sekitar 5.500 mm Hg karena adanya ikatan ion yang sangat kuat dan tidak
mudah terdisosiasi dan juga faktor koreksi φ yang besarnya 0,93.
Akibatnya osmolalitas maupun osmolaritas terkoreksi. Dari penjelasan di
atas jelas terlihat bahwa osmolaritas berbeda dengan osmolalitas.
Larutan 0,9% M NaCl (140 mEq NaCl atau 280 mOsm) dan larutan
glukosa 5% (280 mOsm) mempunyai tekanan osmotik yang sama atau
dikatakan isosmotik. Cairan 5% glukosa disebut hipotonis walaupun
isosmatik karena glukosa bukan senyawa ionik sedangkan larutan 0,9%
NaCl disebut isotonis. Campuran 5% dekstrosa dan 0,9% NaCl adalah
larutan hiperosmotik akan tetapi isotonis. Untuk memperjelas istilah
istilah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1. Cairan cairan tersebut umum
dipakai sebagai pengganti cairan tubuh.
Percobaan pengukuran osmolalitas dan tekanan osmotik larutan
di atas sangat sederhana, kita cukup menggunakan termometer yang
dapat mengukur suhu di bawah nol derajat Celcius. Larutan dibekukan
dan diamati titik bekunya, kemudian titik bekunya dibandingkan dengan
titik beku air. Adanya perbedaan titik beku zat terlarut dengan turunnya
titik beku air (∆Tf) disebabkan oleh adanya zat terlarut dan ini setara
dengan konsentrasi zat terlarut dalam molal.

Tabel 1.2 Beberapa contoh cairan pengganti

Larutan Dikenal sebagai Osmolaritas Osmolalitas


0,9% NaCl Normal salin Isosmotik Isotonik
5% Dextrosa dalam DW-normal salin Hiperosmotik Isotonik
0,9% NaCl
5% dekstrosa D5W Isosmatik Hipotonik

16
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

0,45% NaCl Setengah salin Hiposmotik Hipotonik


5% dekstrosa D5 setengah salin Hiperosmotik Hipotonik
dalam 0,45% saline
Jika sel dimasukan ke dalam cairan yang hipertonik, maka sel
akan mengkerut (shrinking) karena air dari intraseluler akan keluar sel
agar konsentrasi ion-ion intraselluler menjadi sedekat mungkin dengan
konsentrasi ion-ion ekstraseluler. Kondisi ini mirip dengan dehidrasi air
tubuh. Demikian juga apabila dimasukan ke dalam cairan hipotonik maka
sel akan mengembang (swelling) karena air akan masuk ke dalam sel agar
konsentrasi ion-ion di ekstraseluler mendekati konsentrasi ion-ion di
intraseluler. Kondisi ini mirip dengan hiperhidrasi. Jika sel darah merah
mengembang sampai 1,4 kali lebih besar dari konsentrasi semestinya
maka sel akan pecah (lysis) dan pada keadaan ini membran sel darah
merah akan berubah sifat-sifat membrannya yakni molekul besar seperti
haemoglobin akan keluar dari sel dan sesaat membran akan permeabel
terhadap molekul-molekul besar.
Pengukuran tekanan osmotik maupun osmolalitas cairan tubuh di
laboratorium yang sederhana sering menggunakan metoda ini sekalipun
alat yang lebih canggih yang mampu membekukan larutan dan dilengkapi
dengan mikro prosesor telah banyak dimiliki oleh laboratorium laborato-
rium. Dalam kehidupan sehari hari cairan isosmotik dan isotonis sering
digunakan pada hewan dan manusia yang mengalami kehilangan cairan
tubuh. Cairan pengganti mempunyai konsentrasi yang sama dengan
konsentrasi ion-ion di tubuh.
Glukosa atau dekstrosa sering digunakan untuk mejaga tekanan
osmotik dan pemberi energi. Tabel 1.2 menunjukkan cairan pengganti
yang sering digunakan berdasarkan diagnosis klinis. Larutan DW adalah
dekstrosa dalam air, dengan DW5 artinya dekstrosa 5%.
Bagaimana dengan air kelapa yang sering diklaim sebagai cairan
isotonis? Harus dilihat berapa konsentrasi ion Na+ di air kelapa. Apabila
kurang dari 0.9% maka cairan tersebut adalah hipotonis. Akan tetapi bisa
jadi air kelapa hipertonis karena kandungan gulanya tinggi.

1.3.2b Pengaruh larutan yang permeabel terhadap tekanan


osmotik

17
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Larutan yang permeabel secara efektif akan seimbang dengan


plasma membran. Karena itu larutan yang permeabel hanya berpengaruh
sesaat pada volume sel. Misalnya 0,154M NaCl ada di luar sel dan ada
bersama-sama dengan 0,05M gliserol, maka pada awalnya tekanan osmotik
larutan ekstraseluler akan lebih besar daripada larutan intraseluler dan
setelah beberapa saat akan seimbang dengan intraseluler dan sel akan
kembali mengembang ke keadaan semula.

1.3.2c Pengaturan volume sel


Ion K+ dan Cl– terdistribusi secara merata pada plasma membran,
dan distribusinya dijaga oleh ion-ion yang tidak permeabel seperti
protein dan nukleotida di dalam sitoplasma.
Mengapa ketidakseimbangan osmotik tidak menjadikan sel untuk
mengembang dan pecah secara tiba-tiba? Hal ini disebabkan secara aktif
sel akan memompa ion Na+ keluar sel dan K+ kembali ke dalam sel (gambar
1.16) sehingga tekanan osmotik akan kembali ke keadaan semula.

1.4 Protein yang Menjadi Perantara Transpor pada Membran


Beberapa senyawa akan keluar atau masuk membran melalui
sistem pembawa yang khas, merupakan bagian intrinsik dari membran.
Transpor tersebut dikatakan sebagai transpor yang menggunakan
mediasi atau perantara. Ion-ion tertentu atau molekul dapat masuk ke
dalam mitokondria atau endoplasmik retikulum dengan menggunakan
sistem perantara. Perantaraan ini dapat menggunakan sistem fasilitas
dan menggunakan perangkat pasif. Transpor ini cenderung menyeimbang-
kan konsentrasi ion-ion. Transpor lain adalah transpor aktif atau pompa
di mana senyawa atau ion dapat dipindahkan dari konsentrasi yang lebih
rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi.

1.4.1 Transpor dengan fasilitas (facilitated transport)


Beberapa senyawa diperlukan untuk dapat keluar masuk membran
akan tetapi permeabilitas terhadap membran sel sangat rendah.
Diperlukan protein pembawa khusus untuk memindahkan materi yang
relatif impermeabel terhadap membran agar dapat berpindah dari
konsentrasi yang tinggi ke yang lebih rendah. Transpor ini menggunakaan

18
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

protein yang terikat pada membran dan sangat spesifik. Mekanismenya


mirip dengan mekanisme reaksi enzimatik.

Gambar 1.12: Transpor fasilitas, Na+ yang tiggi di luar sel mempunyai
energi potensial yang dapat dipakai memindahkan glukosa yang polar.
http://life.nthu.edu.tw/~d857401/advance.html

Sifat-sifat sistem transpor fasilitas ini dapat satu komponen saja


yang masuk dan disebut simport. Glukosa dapat masuk ke dalam sel dari
saluran pencernaan dengan bantuan molekul protein yang ada di
membran. Masuknya glukosa harus berpasangan dengan Na+ dan apabila
tidak ada ion Na+ maka transpor tidak akan terjadi (gambar 1.12). Energi
yang dihasilkan akibat perbedaan konsentrasi Na+ di luar dan di dalam sel
akan dipakai untuk memindahkan glukosa. Transpornya disebut simport.
Penggunaan energi dalam simport tidak berlangsung secara langsung,
karena ion Na+ yang tinggi di luar sel akan bergerak masuk ke dalam sel
sehingga akan dihasilkan potensial elektrokimia. Demikian juga dengan
masuknya asam amino ke dalam sel harus bersama-sama dengan ion
natrium. Potensial elektrokimia yang terjadi dapat di konversikan
menjadi energi (gambar 1.12). Potensial elektrokimia ini mirip dengan
tegangan listrik di rumah yang dapat dipakai untuk menghidupkan
lampu, lemari es dan alat alat listrik lain. Ada juga yang masuk dengan
cara pertukaran dan disebut antiport, misalnya Na+ keluar sel dan Ca2+
masuk ke dalam sel.
Secara ringkas transpor dengan fasilitas mempunyai sifat sifat sebagai
berikut.
1. Transpor molekul atau senyawa dengan berat molekul yang sama
dan dapat larut dalam lemak maupun difusi sederhana.

19
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

2. Laju transpor atau pergerakan akan mengalami kejenuhan; pada


awalnya transpor berlangsung dengan cepat, kemudian makin lama
makin lambat dan mencapai maksimum Vmax (gambar 1.13).
Kejenuhan mengikuti model reaksi enzimatik.

Gambar 1.13: Transpor dengan fasilitas menunjukkan kurva maksimum.


Transpor dengan difusi pasif terus naik

3. Protein perantara ini sangat khas, hanya molekul dengan struktur


tertentu akan dapat melalui sistem ini. Sifat ini tidak absolut, tidak
seketat sistem enzim.
4. Molekul yang mempunyai struktur yang berdekatan dapat bersaing
untuk menggunakan sistem transpor yang sama, misalnya glukosa
akan bersaing dengan galaktosa. Transpor glukosa akan berkurang
jika galaktosa ada bersama sama dalam larutan karena akan
menggunakan sistem trasnsport yang sama. Ini mirip inhibisi secara
kompetitif pada reaksi enzimatik. Transporer ini disebut juga
permease dan mirip dengan reaksi katalisa enzim. Transpor ini
diawali dengan ikatan antara molekul pembawa dengan substrat atau
larutan. Ikatan ini seperti transisi kompleks.
Pada transpor gkukosa di eritrosit dan di hati, kinetika reaksinya
akan mirip dengan persamaan Michaelis Menten. Akan terjadi kejenuhan
pada kecepatan perpindahan substratnya. Seperti halnya reaksi enzimatik,
maka transpor ini akan mengalami kecepatan maksimum atau Vmax dan
dapat dilihat pada contoh (gambar 1.13). Transpor ini kadang-kadang
disebut difusi dengan fasilitas atau facilitated diffusion. Peristiwa yang
20
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

terjadi pada umumnya tidak berkaitan dengan metabolisme, oleh karena


itu pada umumnya tidak dihambat oleh inhibitor metabolisme. Karena
transpor dengan bantuan tidak berkaitan dengan metabolisme, maka
tidak dapat melakukan perpindahan materi yang menentang gradien
konsentrasi. Transpor dengan fasilitas akan menyeimbangkan
konsentrasi materi di luar dan di dalam sel. Glukosa, arabinosa, galaktosa
dan 3-O-metil glukosa berkompetisi menggunakan satu sistem transpor.
Pada difusi pasif seperti masuknya ion Na+ ke dalam sel maka kecepatan
difusi berbanding lurus dengan konsentrasi ion Na+. Persamaannya akan
mengikuti mengikuti persamaan linear.

1.4.2 Beberapa perhitungan energi transpor


Penjelasan rinci bagaimana protein membantu proses transpor
tidak jelas, salah satu penjelasan yang paling umum adalah terjadinya
perubahan tata letak dari molekul sistem transpor. Perubahan tadi
memungkinkan pergerakan molekul untuk berpindah dari satu komparte-
men ke kompartemen lain. Transpor ini menggunakan energi secara
tidak langsung, yang merupakan bantuan dari perpindahan ion Na+ dari
luar sel ke dalam sel. Pergerakan ini akan menghasilkan perbedaan
potensial elektrokimia E dan energi bebas ΔG. Hubungan antara energi
dan potensial elektrokimia diberikan oleh persamaan ΔG= –nFE (kimia
dasar telah membahas ini dengan jelas). Di samping energi yang berasal
dari potensial membran ada juga energi yang berdasarkan perbedaan
konsentrasi Na+ di luar dan di dalam sel dan keadaannya mengikuti
tujuan akhir dari pergerakan ion Na+ yaitu masuk ke dalam sel.
𝑋(𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙) 𝑋(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙)

Konstanta keseimbangan K   X di dalam sel  X di luar sel


Energi bebasnya mengikuti persamaan keseimbangan
 N a 
G  RT ln di dalam sel
......................................................... 6
 N a 
di luar sel

Total energi yang dihasilkan oleh pergerakan Na+ adalah


 Na  
G  RT ln di dalam sel
 nFE ........................................... 7
 Na  
di luar sel

21
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Keadaan awalnya adalah ion Na+ ada di luar sel. Oleh karena itu
sesuai dengan hukum termodinamika maka energi yang dihasilkan atau
yang digunakan berdasarkan keadaan akhir dan keadaan awal. Bilangan
oksidasi n untuk Na+ adalah 1, dan konsentrasi Na+ di dalam sel 10 mM
dan di luar sel 140 mM. Jika harga R adalah 1,987 kalori/oKmol, T tubuh
manusia 37oC atau 310oK dan F adalah bilangan Faraday, dan jika harga
F dinyatakan dalam kalori maka besarnya adalah 23,062Kkal/mol volt
dan potensial elektrokimia E untuk Na+ adalah 0,07 volt (dibulatkan). Energi
yang dihasilkan berdasarkan perbedaan konsentrasi ion natrium di
dalam dan di luar sel adalah dari suku pertama persamaan 7 yakni 1,987
x 310 ln (10/140), yaitu sekitar –1,6 kkalori. Untuk pergerakan ion Na+
diambil dari suku kedua persamaan 7 dan harganya adalah 1 
23,062kkal/mol volt  –0,07Volt, yaitu sekitar –1,6 kkal/mol. Total energi
yang dihasilkan berdasarkan perbedaan konsentrasi natrium di dalam
dan di luar sel adalah –3,2 kkalori. Harga potensial Na+ sebesar 0,07 volt
akan diterangkan pada pembahasan keseimbangan ion dan potensial
istirahat membran.
Pada transpor glukosa senyawa ini harus dipindahkan dari luar
sel ke dalam sel. Karena molekul glukosa polar maka diperlukan energi
untuk mentransfer glukosa dan besarnya adalah

Glukosa di dalam sel


G   RT ln ............................................. 8
Glukosa di luar sel
Jika konsentrasi glukosa di luar sel 5 mM dan di dalam sel sekitar
0,005 mM maka ΔG untuk mentranspor glukosa adalah –RT ln (0,005/5).
Maka, ΔG nya adalah –2310 ln (1/1000) = +4,3 kkal/mol. Jadi energi
yang dihasilkan dari pergerakan 1 mol Na+ tidak akan cukup untuk
mentranspor glukosa; diperlukan 2 mol Na+ untuk mentranspor glukosa.
Demikian juga untuk asam amino; jika Anda tahu konsentrasi asam
amino di luar dan di dalam sel maka Anda akan tahu berapa ion natrium
yang diperlukan untuk menggerakan asam amino untuk masuk ke dalam
sel.
Pada sel-sel yang mudah tereksitasi seperti jantung ada
mekanisme tambahan transpor yakni penukar Na+/Ca2+ (Na+/Ca2+
exchanger atau NCX). Penukar Na+/Ca2+ ini dikatagorikan sebagai penukar
antiport dan menggunakan energi yang dihasilkan dari pergerakan Na+
yang masuk ke dalam sel dan membran potensialnya:

22
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

 
ENa  61log  Na  
di dalam sel
 Na  
di luar sel

 61log 10 130  = 68 mV.

Potensial yang dihasilkan akan digunakan untuk mengeluarkan ion Ca2+


dari dalam sel (lihat penjelasan potensial elektrokimia di bawah).
Konsentrasi ion Ca2+ di luar sel sekitar 1,0 mM atau 1.000 µM dan di
dalam sel 0,10µM (lihat tabel 1.1). Potensial elektrokimia yang dihasilkan
dari pergerakan Ca2+ adalah:


ECa  61/ 2 log Ca 2  
di dalam sel
Ca 2 
 
 di luar sel  61/ 2 log  0,10 1.000mV   122
mV (perhatikan persamaan di atas, Na+ masuk ke dalam sel berarti
keadaan akhir Na+ ada di intraseluler dan Ca2+ keluar sel dan keadaan
akhirnya Ca2+ di luar sel). Angka 61 akan dijelaskan pada pembicaraan
potensial elektrokimia.
Perbedaan potensial yang terjadi pada pertukaran Na+/Ca2+ atau
daya dorong pertukaran Na+/Ca2+ di jantung pada keadaan seimbang
disebabkan oleh masuknya 3 Na+ ke dalam sel dan 2 Ca2+ dikeluarkan dari
dalam sel sehingga potensial elektrokimia yang dihasilkan dari
pertukaran tersebut adalah 3ENa+ – 2ECa2+ = (370 mV) – (2122 mV) =
–36 mV (dibulatkan menjadi –40 mV). Diperlukan potensial yang dapat
mengatasi –40 mV tersebut (gambar 1.14). Karena konsentrasi Ca2+ di
dalam sel meningkat akibat masuknya Ca2+ dari luar sel maka harga ECa2+
akan naik, misalnya konsentrasi ion Ca2+ naik dari 0,1µM ke 0,15 µM
sehingga ECa2+ akan berubah menjadi ECa2+ = –61/2 log [0,15/ 1.000] = 90
mV dan ENa+/Ca2+ nya menjadi (370) – (290) = 30 mV. Potensial elektro-
kimianya naik menjadi positif sehingga potensial elektrokimia membran
yang terbentuk dapat dipakai untuk melakukan penukaran ion Na+ dan ion
Ca2+. Penukar Na+/Ca2+ tidak terikat secara kuat dengan ion Ca2+ akan
tetapi dapat memindahkan ion Ca2+ dengan cepat (kapasitasnya tinggi),
dapat memindahkan 5.000 ion Ca2+ per detiknya. Sangat berguna untuk
mengatur konsentrasi sesaat ion Ca2+ yang besar seperti pada jantung.
Penukar Na+/Ca2+ memegang peranan penting dalam homeostasis
jantung. Jika Ca2+ tidak dikeluarkan secara cepat dari dalam sel, maka
kontraksi otot jantung akan berlangsung lebih lama, yang akibatnya akan
terjadi kelelahan otot jantung. Secara umum penukar Na+/Ca2+
mempunyai fungsi untuk mengatur kalsium kembali ke keadaan normal
setelah proses-proses seluler yang memerlukan ion Ca2+.

23
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.14 : Pertukaran Na+ dan Ca2+ pada jantung. Homeostasis Ca


pada sel dijaga oleh pertukaran 3Na+/2Ca2+.

1.4.3 Transpor aktif


Berbeda dengan transpor pasif maka transpor aktif melibatkan
energi untuk perpindahan materinya. Materi berpindah dari konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi. Analoginya memindahkan air dari kedu-
dukan yang lebih rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Untuk itu
diperlukan pompa air dengan energi listrik. Pada sel, energinya harus
diberikan secara langsung yakni dari hidrolisis ATP.
Andaikata senyawa dari luar sel X(luar sel) bergerak ke dalam sel
X(dalam sel) maka persamaan keseimbangannya adalah:
X(luar sel) X (dalam sel)
dan persamaan termodinamikanya adalah

 X di dalam sel


G  G 0  RT ln ................................................ 9
 X di luar sel
Konstanta keseimbangan pergerakan Keq = [X]luar sel / [X]dalam sel = 1. Artinya
ΔGo selalu 0 maka

 X di dalam sel


G  RT ln ........................................................ 10
 X di luar sel
Contoh: Konsentrasi laktosa di dalam sel bakteri 0,01mM dan konsentrasi
laktosa di dalam sel harus dijaga konstan sedangkan konsentrasi laktosa

24
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

di luar sel hanya 0,0002mM. Energi yang diperlukan agar konsentrasi


laktosa di dalam sel tetap 0,01mM sekalipun berasal dari konsentrasi
yang rendah 0,0002 mM adalah
G  RT ln{(laktosa)di dalam sel (laktosa)di luar sel }
 (1,987)(273  25) ln(0, 01/ 0, 0002)
 592 ln(50)  2.316 Kalori/mol=2,32KKalori/mol
Energi yang diperlukan ini akan dapat dipenuhi dari hidrolisis 1 mol ATP
yang besarnya –7,3 KKalori/mol.
Pada transpor aktif yang melibatkan potensial elektrokimia maka
potensial tadi akan memerlukan energi ΔG. Jika n muatan ion dan Em
adalah potensial membran pada keadaan istirahat yakni –0,07 Volt, maka
 X di dalam sel
Gmasuk  RT ln  nFEm ..................................... 11
 X di luar sel
Proses sebaliknya adalah ΔG keluar sel dan tandanya berlawanan.
Contoh berikut adalah transpor ion hidrogen dari intraseluler ke lambung.
Jika konsentrasi ion H+ di intrasesuler adalah 10-7 M sedangkan di dalam
lambung adalah 10-2 M (sangat asam), maka energi yang diperlukan
untuk menjaga konsentrasi ion hidrogen di mukosa lambung agar tetap
10-2 M adalah adanya transpor ion H+ dari dalam sel ke mukosa lambung.
Kedudukan mukosa lambung adalah di luar sel.
 H  
Gkeluar  RT ln di mukosa
 nFEm ................................. 12
 H  
di dalam sel

 
Gkeluar  (1,987)(310) ln 102 107  (1)(23.060)(0, 07)
 7.092  1.614  8.706 Kalori/mol
Perbedaan konsentrasi ion hidrogen di dalam dan di luar sel
menghasilkan potensial elektrokimia. Total energi yang diperlukan
adalah energi bebas berdasarkan gradient konsentrasi dan energi dari
potensial elektrokimia. Jumlah energinya adalah 8.705 kalori/mol.
Energi ini dapat dipenuhi dari hidrolisis 2 mol ATP.
Transpor lain yang juga memerlukan energi adalah transpor Na+
dan K+. Transpor ini diperlukan karena selama organisme masih hidup
konsentrasi ion-ion di dalam dan di luar harus selalu ada. Perbedaan ini
selalu dijaga oleh pompa Na+/K+-ATPase (gambar 1.15). Pompa ini akan

25
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

memompa 3Na+ keluar sel dan 2K+ ke dalam sel. Pompa ini merupakan
bagian integral dari membran, dan ini penting agar potensial listrik pada
membran tetap terjaga. Anda dapat menghitung energi yang diperlukan
oleh pompa dengan menggunakan alur pemikiran di atas yakni:

 Na    K  
GNa K  3RT ln di luar sel
 nFENa  2 RT ln di dalam sel
 nFEK
 Na 

 K 

di dalam sel di luar sel
........... 13

Karena potensial elektrokimia berada pada keadaan seimbang


maka ENa+ akan sama dengan EK+. Ingat bahwa pompa Na+/K+ harus selalu
bekerja setiap saat karena selama sel masih hidup perbedaan konsentrasi
Na+ dan K+ di dalam dan di luar sel harus selalu ada.
Sebagai latihan hitunglah berapa ATP diperlukan untuk mengge-
rakkan pompa. Perhatikan Na+ dikeluarkan dari dalam sel keluar dan K+
di luar sel ke dalam sel berarti keadaan akhir Na+ di luar sel dan keadaan
awal K+ di dalam sel. Apabila dihitung maka kira-kira diperlukan 3 ATP
untuk memompa ion-ion Na+dan K+

+
3 Na

+
2K

26
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.15: Pompa Na+/K+ memerlukan energi untuk memindahkan


Na+ keluar sel dan K+ kembali ke dalam sel
Proses yang sama dipakai untuk mentranspor Ca2+ dari dalam
sitosol keluar sel, konsentrasi ion Ca2+ di sini hanya sekitar 10–7M
sedangkan di ekstraseluler sekitar 10–3M. Hampir semua sel pada plasma
membrannya mempunyai pompa Ca-ATPase agar perbedaan konsentrasi
yang besar antara ion Ca2+ di intraseluler dan di ekstraseluler tetap
terjaga.

1.5 Keseimbangan Ion dan Potensial Membran pada Keadaan


Istirahat
Sebagai akibat dari perbedaan ion-ion di dalam dan di luar sel,
maka timbul tegangan listrik atau perbedaan potensial listrik pada
membran. Hampir semua sel hewan mempunyai perbedaan tegangan
listrik sepanjang plasma membrannya. Di dalam sitoplasma potensialnya
relatif negatif dibandingkan dengan ekstraseluler. Perbedaan potensial
pada plasma membran dalam keadaan tidak tereksitasi atau istirahatnya
disebut resting membran potential atau potensial istirahat membran.
Keadaan istirahat dari potensial membran maupun keadaan tereksitasi-
nya dapat diukur dengan mikroelektroda dengan diameter 1m dan
amplifier (pengganda) listrik.
Elektroda ditancapkan perlahan-lahan ke dalam sel dan tercelup
ke dalam sitolasma. Adanya perbedaan konsentrasi ion-ion antara bagian
luar sel (ekstrasel) dan bagian dalam sel (intrasel) akan mengakibatkan
terjadinya perbedaan potensial elektrokimia, atau ada polaritas antara
intrasel dan ekstrasel.
Keadaan ini disebut terpolarisasi, berdasarkan pengamatan
perbedaan potensial yang terjadi pada waktu membran tidak tereksitasi
adalah –70 sampai dengan –95mV dan setelah diteliti lebih jauh lagi
harganya –85. Fakta yang diperoleh menunjukkan bahwa dominasi ion-
ion di sekitar sel adalah Na+, K+, Cl– dan Ca2+ (gambar 1.16).

27
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.16: Elektroda diletakan perlahan-lahan ke sel dan masuk


sehingga mencapai intraseluler
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes2.htm

Dari hasil analisis kimia, maka Persamaan elektrokimia untuk


membran yang semi permeabel terhadap ion diberikan oleh persamaan
Nernst:

RT   X i 
E ln   .................................................................. 14
nF   X 0 

RT/zF merupakan konstanta, R= 1,987 kalori/oKmol, T dalam oK dan


bilangan Faraday F adalah 23.060 kalori/volt mol. Setelah diselesai-
kan, konstanta tersebut untuk ion bermuatan 1 dan ln [X]i/[X]0 diubah
menjadi 2.303  log [X]i/[X]0 maka diperoleh harga (1,987 
310)/(123.060 kalori/volt mol) = 61 mV. Harga ini berdasarkan suhu
tubuh manusia yakni 37oC. Konsentrasi [X] menunjukkan ion yang
mendominasi pada keadaan tertentu. Tanda i menunjukkan intrasel
sedangkan 0 menunjukkan ekstrasel. Konsentrasi ion-ion di luar dan
di dalam sel pada beberapa hewan dapat dilihat pada tabel 1.3.

1.5.1 Potensial istirahat (Resting membran potential)


Pada waktu istirahat atau sel sedang tidak tereksitasi, potensial
elektrokimianya dikontrol oleh pergerakan ion K+. Membran lebih per-
meabel terhadap ion K+. Ion K+ akan keluar dari membran. Karena
28
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

ditinggalkan muatan positif maka muatan di dalam sel relatif lebih negatif
terhadap luar sel, membran menjadi terpolarisasi. Potensial elektro kimia
yang terjadi mengikuti persamaan Nernst dan berdasarkan hasil analisis
komposisi ion-ion di luar dan di dalam sel maka perbandingan
konsentrasi untuk ion K+ untuk saraf cumi cumi (squid giant axon) adalah
20/400. Potensial elektrokimia yang dihasilkan harganya sekitar -75mV.
Pada mamalia besar potensial elektrokimia untuk ion K+ adalah -83mV.
Tabel 1.3 menunjukkan komposisi cairan tubuh pada hewan mamalia
besar dan cumi cumi. Sekalipun komposisi mamalia besar dan cumi cumi
mempunyai perbandingan konsentrasi ion-ion Na+ dan K+ yang berbeda
akan tetapi perbandingan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
mendekati 10/1 sehingga potensial membran istirahat sekitar –80
sampai dengan –90mV dan potensial tereksitasi sekitar +58 mV sampai
+70 mV.
Kanal K+ dapat dikatakan bocor pada saat hiperpolarisasi karena
harga pengukuran yang diukur jauh lebih negatif dari harga perhitungan.
Berarti lebih banyak ion K+ yang keluar dari sel dan karena sel
ditinggalkan oleh muatan positif maka potensialnya menjadi sangat
negatif. Pada saat itu kanal Na+ pada membran sel saraf tertutup sama
sekali. Proses ini hanya berlangsung sesaat. Pada saat hiperpolarisasi
membran saraf tidak dapat dirangsang oleh rangsangan listrik, karena
walaupun ada rangsangan listrik kanal Na+ tetap tertutup. Hal ini disebut
perioda refraktori. Lamanya perioda refraktori relatif ini ditentukan oleh
berapa lama daya hantar ion kalium (gK) kembali ke normal. Jika
depolarisasi cukup lambat, jumlah kanal Na yang paling sedikit harus
dibuka tidak pernah tercapai, maka sebagai respons kanal K+ terbuka
sehingga refraktori akan tetap menahan depolarisasi.

Tabel 1.3 Komposisi Cairan Ekstrasel dan Intrasel serta Potensial


Elektrokimia yang Terbentuk pada Mamalia Besar dan Cumi-Cumi

Mamalia Besar

Cairan Harga Harga


Sitoplasma
Ion ekstraseluler potensial Sebenarnya
(mM)
(mM) (mV) (mV)

Na+ 130 10 +70

K+ 5 140 –83 –85 s.d. –90

29
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Cl– 120 4 –85


1,0 mM
Ca2+ 0,1µM 122 mV
(1.000µM)

Cumi-Cumi
Cairan Harga Harga
Sitoplasma
Ion ekstraseluler potensial Sebenarnya
(mM)
(mM) (mV) (mV)
Na+ 460 50 +58

K+ 20 400 –80 -90

Cl– 540 50 –68

1.5.2 Potensial tereksitasi


 Pada waktu tereksitasi maka membran akan dikontrol oleh ion
Na+. Karena ion Na+ masuk ke dalam sel maka muatan di dalam
sel relatif lebih positif dibandingkan dengan muatan di luar sel.
Pada waktu ion Na+ berdifusi masuk ke dalam sel, membran
kehilangan muatan negatif dan polaritas muatan listrik antara
bagian luar sel dan dalam sel menjadi berkurang. Situasi ini
disebut depolarisasi. Berdasarkan perbandingan komposisi ion
Na+ di luar dan di dalam sel maka harga potensial membrannya
dapat mencapai +65mV (persamaan 1.14) akan tetapi yang
terlihat pada eksperimen harganya sekitar 30 mV (gambar 1.18).
Hal ini terjadi karena pada potensial ini mulai terjadi kejenuhan
terhadap ion Na+ akibat sifat kapasitor dari membran dan pada
titik ini kanal Na+ mulai tertutup. Potensial aksi tadi hanya akan
terjadi apabila diawali oleh adanya potensial ambang atau
treshold potential yang besarnya sekitar 15 mV. Tanpa potensial
ambang potensial aksi tidak akan terjadi. Potensial yag terjadi
tidak mungkin setengah setengah, berhasil atau gagal sama
sekali (all or none)

30
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.17: Potensial elektrokimia membran

 Pergerakan ion Na+ ke dalam sel tidak memerlukan jumlah yang


besar, cukup sedikit saja akan mempengaruhi keseluruhan
perubahan potensial membran. Dengan mengambil model
rangkaian listrik yang terdiri dari kapasitor, muatan listrik dan
potensial maka perubahan konsentrasi Na+ yang masuk ke
dalam sel mengikuti persamaan
Q  CV ........................................................................... 15

V adalah beda potensial antara luar dan dalam sel dinyatakan


dalam volt , C kapasitas dari kapasitor yang melewati membran
dinyatakan dalam farad, Q muatan listrik dalam Coulomb. Hasil
eksperimen pada cumi cumi menunjukkan bahwa harga kapa-
sitans C adalah 1µF (microfarad cm–2 dalam Farad harganya 10–6
F cm–2) dan tinggi potensial aksi 100 mV atau 0,100 Volt (dari –
70 ke +30mV), maka muatan listrik yang bergerak masuk ke
dalam sel Q adalah = 10–6 Farrad cm–2 0,10 volt = 1,0  10–7
coulomb cm–2. Jika muatan 1 ion adalah 1,610–19 coulomb maka
jumlah ion yang bergerak masuk adalah 1,0  10–7 coulomb cm–2
 1 ion/1,610–19 coulomb = 6.25  1011 ion cm-2. Jika luas permu-
kaan elektroda yang dilewati ion 1µm2 (10–8cm2) maka hanya
6,025  1011  10–8= 6250 ion yang keluar masuk elektroda. Hal
yang sama juga berlaku untuk ion K+. Ada juga beberapa buku

31
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

yang mendasari perhitungan ion yang keluar masuk dengan


mengasumsikan luas permukaan saraf cumi cumi berkisar antara
4 sampai dengan 40 m2 dan mengabaikan keluar masuknya ion
melewati elektroda. Hasil yang akan kita peroleh tetap
menunjukkan bahwa jumlah ion yang keluar dan masuk sel jauh
lebih kecil dari konsentrasi ion-ion yang ada pada sel.
 Peristiwa depolarisasi dan hiperpolarisasi bisa berlangsung
hanya dalam waktu milidetik dan disebut potensial aksi dan
angka 6.250 ion Na+ tadi menunjukkan bahwa hanya sedikit saja
ion Na+ yang bergerak setiap detiknya. Anda dapat membuat
perhitungan senam otak untuk menghitung jumlah ion yang
masuk ke seluruh permukaan sel yang jari jarinya 10 µm dan
luasnya πr2 (sekitar 314µ m2). Akan diperoleh sekitar 2 juta ion
Na+ atau K+ yang bergerak di permukaan sel yang luasnya 314
µm2(bandingkan dengan bilangan Avogadro untuk 1 mol ion).
Ion Na+ maupun K+ tadi hanya sejumlah kecil saja yang bergerak
masuk/keluar sel. Jika anda ingin berpetualang lagi maka
volume satu sel adalah 4/3 πr3 dan volumenya sekitar 4.000µm3.
Jika konsentrasi ion Na+ di dalam sel 10 mM atau 10 mM/dm3
maka ada 6,0231021 ion di intraseluler. Karena volume sel
sekitar 4.000 µm3 maka di dalam sel ada sekitar 3× 109 ion Na+
dan ion K+ kira kira 10 kalinya. Jika ion yang keluar masuk sekitar
2 juta dan jumlah ion di dalam sel 3×109 maka pergerakan ion-ion
tersebut hanya {(2  106) / (3  109)}  100% saja, atau sekitar
0,06%.

1.6 Transpor Menembus Membran, Bukan Melalui Membran


Endositosis adalah proses yang memungkinkan materi masuk ke
dalam sel tanpa harus melalui membran, misalnya pagositosis dan
pinositosis. Mengambil materi tertentu disebut pagositosis sedangkan
mengambil molekul yang terlarut disebut pinositosis. Kadang-kadang
daerah tertentu dari plasma membran melakukan endositosis. Pada
daerah ini plasma membran akan dilapisi oleh molekul yang namanya
klatrin. Daerah ini disebut coated pits (lubang pelapis) dan endositosis
menghasilkan coated vesicles. Lubang pelapis terlibat dalam receptor
mediated endocytosis (endositosis yang dimediasi oleh reseptor). Protein
yang akan diambil akan dikenali dan diikat oleh reseptor tertentu yang

32
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

terikat pada lubang pelapis tadi. Endositosis merupakan proses yang


aktif, memerlukan energi metabolisme.
Eksositosis adalah molekul yang dikeluarkan dari dalam sel yang
mirip dengan endositosis. Contohnya adalah pelepasan protein
dibeberapa sel saraf sebagai neurotransmiter, pelepasan enzim-enzim
dari sel asinar pankreas dan pelepasan hormon hormon dari kelenjar
endokrin. Protein-protein tadi akan disimpan di dalam sel sebelum
dikeluarkan.

1.7 Komunikasi di Dalam Sel


1.7.1 Sistem saraf
Komunikasi antara sel-sel tereksitasi bergantung kepada perubahan
listrik yang diakibatkan oleh pergerakan ion-ion pada plasma membran
dan disebut potensial aksi. Komunikasi antar sel-sel tereksitasi misalnya
saraf yang memerlukan respons yang sangat cepat tidak dapat
menggunakan sistem difusi sederhana karena untuk menggerakkan ion
pada jarak 1cm diperlukan waktu 14 jam (lihat persamaaan 1).
Diperlukan waktu yang lama agar pesan dari saraf dapat diterima oleh
targetnya. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang lebih cepat yakni
komunikasi secara listrik yang dapat berespons secara cepat dalam ordo
milidetik. Komunikasi ini menimbulkan potensial aksi atau depolarisasi.
Setelah depolarisasi akan kembali ke keadaan semula atau potensial
istirahat (resting membran potential), yang harganya sekitar –70mV.
Depolarisasi berikutnya menunggu terbukanya kembali kanal natrium
dan hanya terjadi pada waktu potensial membran mendekati harga
istirahatnya. Atau mengalami repolarisasi. Proses ini dapat melibatkan
peranan neurotransmiter yang akan memediasi terbukanya kanal ion
(gambar 1.18).

1.7.2 Reseptor dan transduksi (hantaran) signal.


Dunia luar sel dan dalam sel dipisahkan oleh dinding membran
yang sulit ditembus oleh senyawa kimia. Informasi dari luar sel tidak
akan mudah untuk dapat diproses di dalam sel. Oleh karena itu
diperlukan koordinasi dan komunikasi antara dunia luar dan dunia
dalam sel. Untuk organisme yang kompleks seperti hewan tingkat tinggi
komunikasinya menggunakan sistem endokrin dan sistem saraf. Hormon

33
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

akan dilepaskan dari kelenjar dan dibawa oleh aliran darah dan
disampaikan ke target yang jauh sedangkan jaringan saraf akan menjulur
dan mengenai target dan melepaskan neurotransmiter. Keduanya baik
hormon maupun neurotransmiter melibatkan molekul pembawa pesan
(messenger) yang dilepaskan dari satu sel kepermukaan sel targetnya.
Kesamaan dalam mekanisme molekul pembawa pesan ini menimbulkan
dugaan pemikiran bahwa mekanisme penyampaian pesan pada sistem
saraf sama dengan sistem hormon.
Neurotransmiter atau hormon akan berikatan dengan reseptor
(gambar 1.18) dan dapat juga bertindak sebagai kanal ion misalnya
asetilkolin pada otot lurik adalah asetilkolin nikotinik dan akan ditangkap
oleh reseptor nikotinik, selanjutnya akan berinteraksi dengan kanal Na+
sehingga Na+ akan mudah masuk ke dalam sel, diikuti dengan depolar-
isasi dan proses proses seluler. Demikian juga proses-proses biokimia
lain memerlukan informasi dari luar sel sebelum diproses di dalam sel.
Rangsangan atau informasi dari luar sel tadi akan dikenali oleh protein
yang terikat pada membran dan dikenal dengan nama reseptor. Hormon,
neurotransmiter dan obat adalah rangsangan dari luar sel. Molekul
molekul pemberi signal ini bekerja melalui beberapa cara. Setelah
rangsangan berikatan dengan reseptor akan terjadi interaksi protein G
dengan enzim-enzim yang ada di bagian dalam membran dan terjadi
pembentukan second messenger seperti siklik adenosine mono fosfat
(cAMP), inositol trisfosfat (IP3), siklik guanosin monofosfat (cGMP).
Protein G yang terikat pada membran sitosol akan mengatur paras
(kandungan) second messenger. Protein G dapat mengaktifkan maupun
mendeaktifir enzim-enzim yang akan menjalankan proses seluler yang
berkaitan dengan second messenger seperti adenilat siklase, fosfolipase C
dan A.
Protein G merupakan protein trimerik (mempunyai 3 subunit)
yakni , , dan . Pada pembentukan cAMP, protein G yang tidak aktif
berikatan dengan GDP dan akan teraktifkan. GTP akan berikatan dengan
subunit α. Selanjutnya GTP dan subunit  akan mengaktifkan adenilat
siklase sehingga ATP akan berubah menjadi cAMP. Terjadi penggandaan
molekul selama proses tersebut. Dari satu molekul di reseptor sampai G
yang tidak aktif berikatan dengan GDP dan akan teraktifkan. GTP akan
berikatan dengan subunit α. Selanjutnya GTP dan subunit  akan
mengaktifkan adenilat siklase sehingga ATP akan berubah menjadi cAMP.
Terjadi penggandaan molekul selama proses tersebut. Dari satu molekul
di reseptor sampai menjadi 104 molekul dipesan kedua. Subunit  dan 
34
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

akan berikatan dengan reseptor yang telah berikatan dengan ligan atau
rangsangan. Setelah cAMP terbentuk, maka GTP akan terhidrolisis dan sub
unit α akan melepaskan diri dari adenilat siklase. Subunit β dan γ juga
akan melepaskan diri dari reseptor, selanjutnya subunit α, β dan γ akan
bersatu kembali (gambar 1.19). cAMP yang terbentuk akan mengaktifkan
protein kinase yang tidak aktif menjadi aktif dan selanjutnya protein
kinase yang aktif akan mengaktifkan fosforilase kinase yang tidak aktif
menjadi fosforilase kinase yang aktif. Akhirnya fosforilase kinase b yang
tidak aktif akan teraktifkan oleh fosforilase kinase dan selanjutnya akan
mengaktifkan enzim-enzim proses seluler. Contoh klasik adalah aktifasi
enzim pemecah glikogen. Glikogen akan dipecah menjadi glukosa diawali
dengan adanya aktifasi reseptor β adrenergik di membran oleh molekul
epinefrin. Kemudian terjadi aktifasi cAMP seperti telah dibahas di atas.
cAMP akan mengaktifasi protein kinase dan selanjutnya fosforilase
kinase akan teraktifasi. Tahap berikutnya adalah aktifasi enzim glikogen
fosforilase dan akhirnya terbentuk glukosa-1P. Dari sekitar 10–10 M
epinefrin akan terbentuk sekitar 10–6M glukosa-6P, sekitar 10.000 kali.
Peristiwa tersebut terjadi pada sel hati dan otot (gambar 1.20).

Gambar 1.18: Mekanisme kerja neurotransmiter dan hormon secara


umum

35
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.19: Mekanisme transduksi signal yang melibatkan cAMP


https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_4signaling.pdf

Tabel 1.4 Beberapa Katagori dan Kelas dari neurotransmiter.


Amina biogenic Peptida Asam amino Lain-lain
Nitrogen
Katekol amin Substans P Eksitatori
oksida
Epineprin Neuropepida Y Glutamat ATP
Norepineprin Enkapalin Aspartat Zeng (Zn)
Asam
Dopamin Somatostatin
arahidonat
Indolamin VIP Inhibitori PAF
Serotonin -aminobutric CO (karbon
(5-HT) acid monoksida)
Histamin Glisin
Ester
Asetilkolin

36
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1. 20: Peranan cAMP dlam pemecahan glikogen. Diawali dari


rangsangan pertama sampai ke pembentukan cAMP dan aktifasi enzim
enzim yang terlibat.

Beberapa organ apabila dirangsang selnya akan menghasilkan


cAMP. Contoh contohnya dapat dilihat pada tabel 1.5 berikut.
Tabel 1.5 Fungsi cAMP pada regulasi reaksi seluler

Regulasi Sasaran Rangsangan

Pemecahan glikogen Otot, hati Epinefrin

Produksi asam
Adipose Eppinefrin
lemak

Detak jantung,
Kardiovaskuler Ephinefrin
tekanan darah

Hormon anti diuretic


Reabsorbsi air Ginjal
(ADH)

Hormon paratiroid
Reabsorbsi tulang Tulang
(PTH)

37
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Jalur inhibitori seharusnya merupakan mekanisme umpan balik


pembentukan cAMP, akan tetapi apabila ada racun atau senyawa kimia
tertentu penghentian pembentukan cAMP melalui jalur protein G tidak
terjadi. Akibatnya cAMP akan terus melakukan stimulatori atau rang-
sangan. Racun pertussis yang menyebabkan wooping cough akan
menghalangi inhibitori melalui jalur tersebut. Akibatnya cAMP akan terus
merangsang terjadinya batuk. Demikian juga pada waktu terdedah racun
kolera, terjadi deaktifasi enzim fosfodiesterase yang akan mendegradasi
cAMP. Akibatnya cAMP masih terus ada dan akan mengakibatkan seluler
respons yang tidak dapat dihentikan. Dalam hal racun kolera respons
selulernya adalah mobilisasi air terus menerus. Kafein, teofilin, dan
teobromin akan menghambat pemecahan cAMP karena terjadi inhibitori
terhadap enzim fosfodiesterase. Akibatnya akan terjadi rangsangan yang
terus menerus (gambar 1.19).
Pada pembentukan second messenger inositol trisfosfat (IP3) maka
urut-urutannya adalah sebagai berikut.
1. Adanya rangsangan dari luar akan mengawali hidrolisis fosfo inositol
bisfosfat yang terikat pada membran sel. Senyawa ini terbentuk dari
transfer gugus fosfat ke fosfatidil inositol bisfoasfat (IP2).
2. Rangsangan yang berupa hormon atau neurotransmiter atau obat tadi
apabila menduduki reseptor akan bergabung dengan protein G.
Seperti halnya pada pembentukan cAMP, kompleks reseptor-protein
G akan menyebabkan ikatan dengan GTP dan memindahkan GDP dari
subunit  dan membebaskan kompleks .
3. Kompleks - GTP akan mengaktifkan fosfolipase C dan akan melepas-
kan PIP2 dari membran. Lepasnya PIP2 menghasilkan IP3 (gambar
1.21).
4. Kemudian IP3 akan merangsang gudang kalsium (endoplasmik
retikulum) untuk melepaskan kalsium (Ca2+).
5. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kalmodulin dan juga mengaktifkan
protein kinase C dan selanjutnya akan mengaktifkan protein tidak
aktif menjadi protein aktif.
6. Protein kinase C juga diaktifkan oleh diasil gliserol yang berasal dari
hidrolisis PIP2 yang tetap terikat pada membran fosfolipid. Konser
harmoni Ca2+– kalmodulin dan diasil gliserol akan menimbulkan
respon seluler.

38
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 1.6 Fungsi IP3 pada Regulasi Reaksi Seluler


Regulasi Sasaran Rangsangan

Aktifasi platelet Platelet darah Thrombin

Kontraksi otot Otot polos Asetilkolin

Sekresi insulin Pankreas endokrin Asetilkolin

Sekresi amylase Pankreas eksokrin Asetilkolin


Anti diuretic hormon
Degradasi glikogen Hati
(ADH)

Gambar 1. 21: Mekanisme signal transduksi yang melibatkan IP3. Diawal


dengan pemecahan fosfolipid dana aktifasi protein G.
https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_4signaling.pdf

Kalsium sering dikatakan sebagai second messenger karena bebe-


rapa peristiwa respons seluler banyak melibatkan Ca2+. Konsentrasi Ca2+
di sitosol naik apabila ada rangsangan dari ekstraseluler dan pemben-
tukan kompleksnya dengan kalmodulin akan mengawali respons seluler.

39
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Molekul berikutnya adalah siklik guanosine monofosfat (cGMP).


Molekul ini diamati pertamakali oleh Robert Furchgott pada endotel
pembuluh darah. Asetilkolin yang terikat pada permukaan membran
endotel akan mengaktifasi pemecahan fosfolipid menjadi IP3 dan
kemudian memobilisasi kalsium di endoplasik retikulum. Selanjutnya
terjadi aktifasi kalmodulin dan diikuti dengan aktifasi nitrokside sinthase.
Peristiwa berikutnya pada permukaan endotel akan dihasilkan
nitrogen oksida (NO) yang berasal dari degradasi arginin. Proses
berikutnya akan terjadi aktifasi guanilil siklase dan mengubah guanosin
trifosfat menjadi siklik guanosin monofosfat. Selanjutnya seperti cAMP
dan IP3 maka cGMP akan mengaktifkan protein kinase G dan terjadi
dilatasi pembuluh darah akibat relaksasi otot polos (gambar 1.22). Jauh
sebelumnya, obat pembuka pembuluh darah telah lama digunakan dan
populer yakni nitrogliserin. Gugus nitro inilah yang akan mengaktifkan
pembentukan cGMP sehingga terjadi pelebaran pembuluh darah.

Gambar 1.22 : Mekanisme Pembentukan cGMP pada Pembuluh Darah.


Berasal dari Pemecahan Fosfolipid yang Menghasilkan IP3 dan Akhirnya
Pembentukan Nitorgen Oksida.
http://www.mun.ca/biology/desmid/brian/BIOL2060/BIOL2060-14/CB14.html

Obat turunan sildenafil atau populer dengan nama viagra bekerja


menghambat pemecahan cGMP karena viagra akan menghambat enzim
cGMP-spesifik fosfodiesterase. Akibatnya terjadi dilatasi pembuluh darah
di daerah erektil yang lama karena cGMP menjadi lebih lama
terdegradasi.

40
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Transduksi signal lain yang juga dikenal adalah terlibatnya


reseptor tirosin kinase. Reseptor tirosin kinase berbeda dengan reseptor
yang berkaitan dengan protein G. Reseptor ini kadang kadang hanya
terdiri dari rantai polipeptida tunggal dan berupa protein trans membran
(gambar.1.23). Transduksi signal berawal dari ekstraseluler. Ligand akan
berikatan dengan reseptor. Ikatan ligan dengan reseptor ini akan
membentuk dimer atau membentuk kluster. Selanjutnya di intraseluler
akan terjadi fosforilasi tirosin dan tirosin yang ada di reseptor sebelahnya
akan terfosforilasi juga.
Karena reseptor memfosforilasi reseptor lain yang sama maka
disebut autofosforilasi. Tirosin kinase yang terfosforilasi akan berikatan
dengan gugus S-H2 dari protein SOSGRB2, suatu protein pensignal di
intraseluler (gambar 1.23). Contoh pada gambar gambar 1.24 adalah alur
perjalanan protein pensignal endothelial growth factor (EGF).
Ditangkapnya EGF oleh reseptor akan mengaktifkan reseptor tirosin
kinase yang telah terfosforilasi dan akan mengaktifkan fosfolipase.
Aktifasi terjadi pada fosfolipase γ (PLCγ) dan kemudian mengikuti jalur
DAG dan IP3. Fosfolipase Cγ berbeda dengan fosfolipase yang diaktifkan
oleh protein G karena fosfolipase Cγ harus diaktifkan oleh reseptor
tirosin kinase yang terfosforilasi. Alur yang lain adalah molekul SOSGRB2
akan mengaktifasi Ras, molekul monomer yang ada di protein G dan
selanjutnya akan berikatan dengan GTP. RAS dapat berikatan dengan
GTP maupun GDP dan hanya aktif apabila berikatan dengan GTP. Melalui
serangkaian reaksi akan mengaktifkan mitogen activated protein kinase
atau MAPK. Selanjutnya MAPK akan memfosforilasi protein inti dan
bergabung dengan AP-1 yakni faktor transkripsi di nukleus yang akan
merangsang ekspresi genetik untuk pertumbuhan sel. Umpan balik dari
pembentukan MPK adalah hidrolisis GTP oleh enzim GTP-ase activating
protein (GAP) (gambar 1.24). Pada sebagian besar tumor, hidrolisis Ras
dihambat sehingga proliferasi terus terjadi. Rincian dari penjelasan ini
dapat diperoleh di buku biologi molekuler terbitan setelah tahun 2000.

41
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 1.23. Gugus SH2 dari protein pensignal di intraseluler yang akan
mengaktifkan pensignalan dengan cara aktifasi fosfolipase C dan RAS.
https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_4signaling.pdf

Pertanyaan yang timbul adalah mengapa signal dari luar perlu


reseptor atau penerima yang spesifik agar dapat diteruskan ke dalam sel
untuk diproses lebih jauh ? Kita dapat menggunakan analogi pesawat
telepon, signal hanya akan ditangkap oleh penerima telepon apabila kita
memutar nomor telepon tersebut atau pesawat penerima kita adalah
khas dan tidak diterima oleh pesawat telepon yang lain. Contoh lain
adalah signal televisi hanya dapat ditangkap oleh pesawat televisi
berdasarkan antena penerimanya.

Gambar 1.24 : Proses signaling yang melibatkan tirosin kinase.


https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_4signaling.pdf

42
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

43
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bab II
KONTROL DAN INTEGRASI

Pendahuluan
Penampilan yang kita alami sehari-hari seperti gerakan tangan
dan kaki, mendengar, cita rasa, melihat dan lain-lain ternyata melibatkan
informasi yang sangat cepat dan kompleks. Hanya sistem saraf yang
dapat menanganinya. Sistem saraf mampu untuk melakukan tugas
tersebut misalnya rasa gatal diujung kaki akan mencapai kesadaran,
selanjutnya terjadi proses menggaruk rasa gatal tersebut. Pesan tersebut
berupa potensial aksi. Sel yang dapat menghasilkan potensial aksi
disebut sel yang dapat tereksitasi. Kemampuan tereksitasi adalah
karakteristik dari sel membran. Hal ini disebabkan oleh adanya ion-ion di
sekeliling sel dan adanya kanal ion. Seperti telah kita bahas sebelumnya,
pergerakan ion-ion ini menimbulkan potensial listrik atau potensial aksi.
Pada saraf, pesan listrik akan disampaikan dari satu saraf ke saraf lain
atau dari saraf ke target organ. Untuk itu kita akan melihat anatomi dari
sistem saraf dan mengapa sistem saraf dapat menyampaikan pesan ke sel
target.

2.1 ANATOMI SARAF


Bagian-bagian dari saraf:
1. Badan saraf:
 Terdiri dari inti sel, mitokondria, endoplasmik retikulum dan
lain-lain organel.
 Daerah ini disebut juga bagian yang memberi makan saraf.
 Pada badan saraf ada serabut-serabut saraf atau dendrit,
berfungsi sebagai penerima input atau receptive area.
2. Batang saraf:
 Menghantarkan transmisi impuls atau informasi dari badan
saraf, seperti fungsi kabel listrik pada jaringan listrik.

44
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.1: Bagian-bagian dari saraf


mrsedurso.weebly.com/uploads/5/1/3/4/5134188/neurons_.ppt

 Batang saraf dilapisi oleh pelapis yang disebut lapisan mielin


yang berbentuk segmen, dengan jarak (antar segmen) 2 mm.
 Segmen ini disebut nodus Ranvier (nodes of Ranvier). Pada
vertebrata mielin dilapisi lagi oleh sel Schwan.
 Adanya lapisan mielin dan nodus Ranvier menyebabkan
saraf dapat menghantarkan impuls dengan cepat.
 Sel Schwan adalah sel-sel pembentuk mielin. Pada saraf tepi
mielin terbentuk oleh sel Schwan pada otak oleh
oligodendrosit
3. Ujung saraf:
 Melepaskan neurotransmiter yang dihasilkan oleh badan sel
dan memberikan pesan berikutnya kepada sel target, baik
saraf lain maupun organ

2.1.1 Beberapa jenis saraf


Berdasarkan perbedaan struktur maka saraf digolongkan dalam
tiga kelompok sebagai berikut.

45
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

 Saraf unipolar
Mempunyai satu serabut saraf dari badan sel yang kemudian
bercabang dua: yang satu sebagai dendrit karena berhubungan
dengan perifer, yang lain sebagai batang saraf. Pada saraf perifer
bisa sangat panjang dan mencapai satu meter Contohnya adalah
saraf saraf sensorik propiosepsi (posisi tubuh). Contoh lain saraf
sensorik yang tidak panjang adalah saraf yang ke organ dalam
(viseral) dan cita rasa.
 Saraf bipolar
Mempunyai dua batang saraf yang berasal dari badan saraf.
Satu berfungsi sebagai dendrit yang lain sebagai batang saraf.
Contohnya saraf sensorik yang membawa informasi penglihatan ,
penciuman, keseimbangan dan pendengaran. Saraf di retina
membawa informasi dari retina ke sel ganglion , telinga sebelah
dalam membentuk saraf no VIII di koklea dan vestibular. Saraf
penciuman juga bipolar, berangkat dari lubang hidung (nasal
cavity) menuju ke saraf kranial no I
 Saraf multipolar
Saraf multipolar mempunyai serabut saraf yang banyak dari
satu badan sel. Contohnya saraf dari otak sebelah atas turun ke
tulang belakang dan kemudian menyebar ke seluruh otot.

Gambar 2.2 : Beberapa bentuk saraf


https://www.studyblue.com/notes/note/n/terms--intro-to-neuro/deck/7155964

46
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Selanjutnya akan dibahas sistem saraf. Berdasarkan fungsinya


sistem saraf terdiri dari:

2.1.2 Saraf sensorik


Saraf ini disebut juga saraf aferen membawa impuls saraf dari
tepi tubuh ke otak atau tulang belakang. Saraf sensorik mempunyai
reseptor yang khas di ujung dendritnya atau dendrit berhubungan dekat
sekali dengan daerah penerima di kulit atau organ. Perubahan yang
terjadi di dalam maupun di luar tubuh akan merangsang ujung reseptor
atau sel reseptor dan merangsang pembentukan impuls saraf sensorik.
Hampir semua saraf sensorik unipolar; hanya sebagian kecil yang bipolar.

Interneuron
Menghubungkan saraf satu sama lain dan bentuknya multi polar.
Interneuron mentransmisikan impuls saraf dari satu titik di otak ke
tulang belakang atau dari tulang belakang ke bagian lain di otak.
Menghubungkan impuls ke bagian khas di otak untuk diinterpretasikan
atau diproses. Impuls selanjutnya atau yang lain akan dikirim ke saraf
motorik .

Saraf motorik
Saraf ini disebut juga saraf eferen dan bentuknya multi polar,
membawa impuls keluar dari otak menuju tulang belakang, selanjutnya
ke efektor atau target. Sebagian besar untuk mengirim pesan agar terjadi
kontraksi otot atau sekresi kelenjar.
Jumlah saraf di otak kita sangat banyak dan berhubungan satu
sama lain dengan sel-sel di sekelilingnya yakni sel-sel pendukung saraf:

2.1.3 Sel pendukung


Sel pendukung tidak turut serta dalam menghantarkan impuls
saraf, akan tetapi berperan dalam memperkuat kedudukan saraf
sehingga menjadi kokoh dan integritasnya terjaga. Sel-sel pendukung ini
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan pada sistem saraf, dan

47
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

disebut sebagai neuroglia. Jumlah sel pendukung jauh lebih banyak


dibandingkan sel saraf; bisa mencapai sepuluh kali lebih banyak.
Neuroglia mengisi antar ruang, mendukung neuron, membentuk
kerangka struktur, menyediakan mielin dan melangsungkan proses
pagosit. Beberapa jenis sel neuroglia yang merupakan sel pendukung
adalah sebagai berikut ini. Lihat gambar 2.3.

1. Sel mikroglia
Tersebar di susunan saraf pusat, mendukung saraf dan
melakukan tugas untuk proses pagosit terutama bakteri. Juga
membersihkan kotoran yang ditimbulkan akibat kerusakan sel.
2. Oligodendrosit
Muncul di barisan sepanjang saraf, membentuk mielin dalam otak
dan tulang belakang. Fungsinya memberi perlindungan dan insulasi
pada saraf agar arus yang mengalir dari saraf tidak bocor.
3. Astrosit
Terdapat di antara pembuluh darah dan saraf, mendukung
struktur di sekelilingnya, ikut berperan dalam proses seluler, regulasi
nutrien dan ion untuk otak. Astrosit membentuk bekas luka pada
waktu saraf pusat mengalami kerusakan.

Gambar 2.3: Saraf dan pendukung-pendukungnya

48
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Modifikasi dari Southwest Tenesse Community College Principles Anatomy and Physiology

4. Sel epindemil
Membentuk sel epitel yang melapisi bagian tertentu dari otak
misalnya koroid pleksus, membentuk lapisan dalam antar ruang di
otak (ventrikel) dan tulang belakang.

2.2 IMPULS SARAF


Impuls saraf adalah signal listrik yang berasal dari satu potensial
aksi pada salah satu bagian dari serabut saraf. Potensial aksi tadi akan
menghasilkan arus bioelektrik di targetnya, baik saraf lain atau organ.
Rambatan potensial aksi ini disebut impuls saraf.

2.2.1 Hantaran impuls


 Mielin pada serabut saraf bersifat insulator sehingga arus yang
mengalir sepanjang batang saraf tidak bocor. Pada serabut saraf yang
tidak mempunyai lapisan mielin arusnya akan bocor keluar, sehingga
daya hantar listriknya lambat. Saraf yang mempunyai mielin akan
menghantarkan listrik searah dengan batang saraf.
 Saraf bermielin tersegmentasi dan segmen tadi disebut nodus Ranvier.
Hantaran listrik yang terjadi tidak mengalir seperti halnya aliran
listrik yang melalui kabel listrik melainkan akan melompat lompat
dari satu segmen ke segmen berikutnya. Pada setiap segmen di
serabut saraf ada kanal ion Na+ dan kanal ion K+. Pada t=1 ion Na+ akan
masuk melalui nodus tadi sehingga pada titik tersebut terjadi
depolarisasi. Setelah depolarisasi terjadi repolarisasi yakni keluarnya
ion K+ sehingga terjadi muatan negatif di dalam sel. Potensial aksi
terbentuk pada nodus ini (titik A). Pada t=2 setelah repolarisasi terjadi
depolarisasi dan akan terjadi lagi potensial aksi (titik B). Proses yang
sama terjadi pada t=3 (titik C). Impuls yang berupa potensial aksi akan
melompat dari satu nodus ke nodus yang lain dan hal ini disebut
saltatori (gambar 2.4).
Kecepatan hantaran (konduksi) impuls bergantung kepada diameter
saraf. Semakin besar diameternya semakin cepat daya hantarnya.
Sebagai contoh impuls dari saraf motor yang diameternya besar dan

49
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

terbungkus oleh mielin yang tebal kecepatannya dapat mencapai 120


meter/detik. Bayangkan andaikata Anda mempunyai saraf yang
panjangnya 120 meter maka informasi sepanjang saraf tadi hanya
perlu 1 detik. Dapat dibayangkan mengapa pesan di dalam tubuh kita
dari saraf ke target hanya perlu beberapa milidetik saja.

Gambar 2.4 : Saraf bermielin, pada setiap segmen terjadi potensial aksi
akibat depolarisasi dan repolarisasi di nodus Ranvier. Demikian impuls
saraf merambat dari satu nodus ke nodus yang lain.
http://163.178.103.176/CasosBerne/1aFCelular/Caso4-2/HTMLC/CasosB2/Receptor/Iono1.htm

 Pada serabut yang tidak mempunyai mielin dan tipis seperti yang ada
di kulit kecepatannya sekitar 0,5 meter/detik.
Di nodus Ranvier ini juga ada pompa Na+/K+ sehingga terjadi
pemompaan Na+ keluar sel dan K+ masuk ke dalam sel sehingga
perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel tetap terjaga.

2.2.2 Sinapsis

50
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Ketika impuls atau pulsa listrik bergerak dari satu neuron ke


neuron lain atau ke target, maka terjadi komunikasi antara saraf dengan
targetnya, proses ini disebut sinapsis.
 Kontak antara keduanya tidak secara langsung, melainkan melalui
celah sinaptik. Impuls listrik harus melalui celah ini (gambar 2.4).
 Komunikasi antara satu sel saraf dengan sel saraf lainnya atau efektor
terjadi melalui jembatan disebut sinapsis. Sinapsis listrik adalah
ketika jembatan penghubung membentuk hubungan listrik antar sel,
sehingga datangnya potensial aksi pada sinapsis menghasilkan
depolarisasi dan terjadi hubungan arus listrik antar sel. Jenis
transmisi ini memungkinkan komunikasi dapat disampaikan kedua
arah. Sinapsis secara listrik dapat dilihat jelas pada avertebrata
karena jumlah serabut sarafnya sedikit sehingga proses tersebut
dapat teramati dengan jelas. Oleh karena itu studi sinapsis saraf
banyak menggunakan avertebrata sebagai model.
Pada mamalia proses tersebut sulit dideteksi karena strukturnya
sangat kompleks. Pada sinapsis kimia ada celah penghubung antara
satu membran dengan membran yang lainnya yang jaraknya sekitar
30 sampai dengan 50nm. Celah ini tidak memungkinkan adanya
hubungan listrik secara langsung melainkan pembawa pesan kimia
dilepaskan dari satu saraf dan ditangkap oleh reseptor saraf atau
target. Informasi ini disebut hantaran sinaptik secara kimia.
Informasi sinaptik ini hanya satu arah saja yakni dari tempat
dilepaskannya atau presinaptik ke targetnya atau postsinaptik.
Mekanisme pelepasan senyawa kimia dari presinaptik diawali
dengan adanya potensial aksi pada saraf presinaptik tersebut
kemudian diikuti dengan depolarisasi yang mengakibatkan
masuknya ion kalsium. Setelah kalsium masuk, second messenger
akan teraktifasi dan proses seluler pembentukan senyawa kimia atau
disebut neurotransmiter terjadi. Kalsium juga membantu
meleburnya senyawa kimia ini dengan ujung saraf dan diikuti dengan
pelepasan neurotransmiter di ujung saraf.

Detail dari struktur sinaptik berbeda satu dengan yang lain.


Jembatan antara saraf dengan saraf yang lain berbeda dengan jembatan
antara saraf dan otot rangka; juga berbeda pada hubungan sinaptik
antara saraf otonom dengan organ target. Pada susunan saraf pusat jarak
celah sinapsis sangat sempit, dan senyawa kimia transmiternya bergerak

51
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dengan sangat mudah di celah sinaptik. Pada sinaptik di saraf otot, batang
saraf akan terbenam dalam target dan terlipat di dalam, gunanya untuk
mencegah keluarnya neurotransmiter keluar dari sasaran.
Pada saraf otonom, saraf eferennya akan menembus dan
membesar di dalamnya. Jarak sinaptiknya relatif lebih besar daripada
sinaptik pada saraf pusat. Gunanya agar penyampaian neurotransmiter
dapat mencapai organ seluas mungkin.
Sinapsistic Vesikel dan Transmisi Quantal
Ujung saraf presinaptik melepaskan sinaptik vesikel, membran
berbentuk bola bola kecil yang mengandung senyawa kimia neurotrans-
miter. Vesikel bisa pejal atau tidak pejal dalam penampilannya dengan
garis tengah antara 30 sampai 50 nm. Pelepasan asetilkolin atau neuro-
transmiter di ujung saraf dalam bentuk vesikel. Jumlah neurotransmiter
yang ada di dalam satu vesikel disebut quantal dan menentukan ukuran
potensial postsinaptik. Prosesnya berupa eksitasi atau inhibisi. Pada
jembatan neuromuskular sekitar 10.000 molekul asetilkolin berinteraksi
dengan 2000 reseptor asetilkolin nikotinik di postsinaptik.

2.3 Transpor Sepanjang Batang Saraf


Letak ujung saraf dapat saja jauh dari badan saraf. Untuk saraf
sensorik di mana daerah reseptornya ada di jari kaki, jaraknya ke ujung
saraf bisa mencapai satu meter. Neurotransmiter, vesikel sinaptik, kanal
ion dan enzim harus disintesis lokal di ujung saraf, diambil dari bagian
luar saraf atau cairan ekstraseluler dan bisa juga disintesis di badan saraf
dan akan ditranport ke ujung saraf. Yang terakhir ini lebih umum terjadi.
Prosesnya disebut transpor aksoplasma di mana mikrotubul akan
membawa vesikel dan juga mitokondria sampai ujung saraf. Mikrotubul
berjalan ke dua arah, yang satu arah lagi akan membawa hasil vesikel
yang telah kosong kembali ke badan saraf untuk didegradasi.
Kontrol Pelepasan Neurotransmiter Oleh Kalsium
Celah sinaptik terletak beberapa mikron saja dari membran
presinaptik. Ketika potensial aksi merambat pada saraf presinaptik,
adanya depolarisasi akan mengakibatkan terbukanya kanal Ca2+ dan ion
ini akan masuk ke dalam sitosol. Pada waktu Ca2+ di sitosol meningkat,
maka proses seluler yang melibatkan second messenger dan Ca2+ akan
terjadi, peluang yang mengakibatkan vesikel melebur dengan membran

52
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

presinaptik (gambar 2.5). Ada tenggang waktu sekitar 0.5 milidetik


antara tibanya potensial aksi dari batang saraf presinaptik dengan reaksi
yang ditimbulkan pada postsinaptik. Tenggang waktu tersebut.
menunjukkan adanya aktifasi second messenger pada batang saraf
postsinaptik atau target lainnya. Selain itu juga terjadi difusi dari
transmiter untuk melewati celah sinaptik tadi. Jumlah quanta dari
transmiter yang dilepaskan bergantung kepada konsentrasi Ca2+ yang ada.
Jumlah quanta dari neurotransmiter menentukan manfaat atau akibat
yang akan terjadi pada proses sinaptik tersebut.
Potensial aksi adalah kejadian all–or-none, ya atau tidak sama
sekali, dan amplitudonya tetap karena permeabilitas dan jumlah Na+ dan
K+ selalu tetap. Akan tetapi permeabilitas Na+ dan K+ di ujung saraf
umumnya dapat sedikit berubah, baik bertambah atau berkurang. Hal ini
disebabkan adanya kanal ion lain (misalnya kanal Ca2+) sehingga terjadi
modulasi permeabilitas terhadap kedua ion tersebut. Kontribusi kanal
lain ini akan mempengaruhi tinggi dan durasi potensial aksi dan juga
masuknya ion Ca2+ ke sitosol. Hal ini memungkinkan adanya penambahan
atau pengurangan hasil proses sinaptik.

Kemanakah Neurotransmiter Yang Telah Dilepaskan


Neurotransmiter yang dilepaskan ke celah sinaptik akan
berdifusi dengan bebas. Pergerakan acak akan menyebabkan arah yang
acak dari neurotransmiter tersebut. Beberapa akan mencapai sasaran
lalu ditangkap oleh membran postsinaptik dan beberapa akan
menghilang di cairan ekstraseluler. Beberapa ujung saraf presinaptik
dapat mengambil kembali neurotransmiter untuk didaur ulang. Pada
jembatan neuromuskular, molekul neurotransmiter dapat dipecah oleh
enzim yang ada di membran postsinaptik. Ikatan antara transmiter dan
reseptor ini merupakan proses yang reversibel. Proses ini untuk
meyakinkan bahwa neurotransmiter yang dilepaskan hanya bermanfaat
untuk beberapa saat saja di daerah postsinaptik.

53
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.5 Proses sinapsis dua saraf. Potensial aksi di saraf 1


menyebabkan rangkaian reaksi pada saraf 1 dan melepaskan
neurotransmiter yang ditangkap oleh saraf 2 dan tejadi perubahan
permeabilitas ion pada saraf 2
Home / Science / Physiology / Synaptic Transmission by Somatik Motorneurons
http//antranik.org/category/science/physiology/

Gambar 2.6 Proses pelepasan neurotransmiter dan daur ulang dari


neurotransmiter yang telah dilepaskan. Sintesis dibadan sel saraf dan
dilepaskan di ujung saraf.

54
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

2.4 Neurotransmiter Mengubah Permeabilitas Membran.


Reseptor sensorik yang berupa protein membran mempunyai
situs reseptor yang akan menangkap neurotransmiter untuk selanjutnya
mengaktivasi kanal atau bergabung dengan kanal (telah dibahas di bab
I). Contoh klasik adalah reseptor asetilkolin nekotinik yang mempunyai
lima subunit protein yakni 2α, dan masing masing satu subunit β, γ dan δ.
Asetilkolin akan duduk di kedua subunit α. Kanal Na+ terletak di tengah
kelima subunit tadi. Proses terbuka atau tertutupnya kanal Na+ akan
ditentukan oleh ikatan antara asetilkolin dengan subunit reseptor yang
mengelilinginya. Terjadi perubahan sesaat potensial aksi pada target
postsinaptiknya. Potensial ini disebut potensial postsinaptik. Contoh
klasik dari peristiwa ini adalah asetilkolin pada sel otot lurik. Asetilkolin
akan mengubah permeabilitas membran sel otot terhadap ion Na+
(gambar 2.7). Jika pada kanal tidak ada reseptor neurotransmiter, maka
hubungan antara protein reseptor dan protein kanal tidak terjadi.

Gambar 2.7: Kanal Na+ terbuka bila ada asetilkolin yang menempel pada
reseptor yang terikat pada kanal. Kanal ini disebut kanal gerbang ligan
atau ligand gated channel
http://www-hsc.usc.edu/~bolger/ced/autonomic/N2-Nicotinic.html

55
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Kanal lain yang dipengaruhi oleh ligan adalah kanal pembawa


pesan kedua atau second messenger. Protein G yang mempunyai 3
subunit gugus protein α, β dan γ terikat pada reseptor membran.
Mekanisme turut sertanya protein G dalam pengolahan signal adalah: (1)
Pada waktu rangsangan reseptor oleh ligan akan terjadi aktivasi ketiga
subunit protein G. (2) Gugus gugus β dan γ akan tetap berada di reseptor
sedangkan gugus α akan berikatan dengan pembawa pesan kedua GTP
untuk berikatan dengan protein kanal dan 3. kanal akan terbuka (gambar
2.8).
Contoh klasik dari protein G yang mempengaruhi permeabilitas
membran adalah pada penciuman. Protein ini akan mengubah permea-
bilitas membran terhadap kanal kalsium (Ca+2). Peran protein G dalam
mengubah permeabilitas membran terhadap ion Ca2+ akan dibahas di bab
indera penciuman.

Gambar 2.8 : Kanal yang bergantung kepada protein G. GTP berikatan


dengan dengan gugus subunit α dan mempengaruhi permeabilitas
membran terhadap ion
http://droualb.faculty.mjc.edu/Course%20Materials/Physiology%20101/Chapter%20Notes/Fall
%202011/chapter_13%20Fall%202011.htm

56
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

2.5 Eksitatori dan Inhibitori Potensial Postsinaptik


Akibat proses sinapsis maka terjadi perubahan permeabilitas
membran target terhadap kanal ion. Jika potensial post sinaptiknya
mengalami depolarisasi maka membran berubah permeabilitasnya
terhadap ion Na+, dan terjadi eksitasi pada postsinaptik. Potensial yang
terjadi ini dikenal dengan nama excitatory post synaptic potential atau
EPSP. Jika potensial setelah sinaptik mengalami hiperpolarisasi maka
membran lebih permeabel terhadap ion Cl– atau K+ , atau keduanya.
Mengapa Cl– menyebabkan hiperpolarisasi? Kita harus memahami bahwa
antara bagian luar dan bagian dalam sel ion Cl– ada dalam keadaan
keseimbangan elektrokimia sehingga pergerakan ion tersebut ke dalam
sel akan menyebabkan kelebihan muatan negatif di dalam sel. Inhibisi
oleh ion Cl– disebut silent inhibition. Karena bertambahnya permeabilitas
membran terhadap ion Cl– maka potensial elektrokimianya menuju ke
potensial istirahat. Potensialnya disebut inhibitori post synaptic
potential atau IPSP. Hal yang sama akan terjadi bila membran berubah
permeabilitasnya terhadap ion K+. Karena ditinggalkan ion yang
bermuatan positif maka muatan membran di dalam sel menjadi relatif
lebih negatif dan terjadilah inhibisi. Mengapa IPSP memegang peranan
penting dalam sistem saraf padahal fungsi sistem saraf yang menonjol
dan banyak dibicarakan adalah proses eksitatori? Andaikata tidak ada
proses inhibitori maka semua sistem yang melibatkan saraf akan
tereksitasi tanpa ada yang menghambat. Subyek tidak mungkin dapat
duduk dengan tenang karena setiap ada informasi akan langsung
berespon. Demikian juga gerakan yang dihasilkan akan sangat kaku dan
tidak seperti yang diharapkan karena penampilannya menjadi tidak
halus. Tangan atau kaki akan bergerak berlebihan tanpa ada yang
menghambat. Analogi dalam kehidupan sehari hari adalah seperti mobil,
yang tidak hanya dibekali dengan pedal gas tetapi juga dibekali pedal
rem.

2.6 Neurotransmiter pada Sistem Saraf.


Asetilkolin adalah neurotransmiter yang pertama kali ditemukan.
Selain bekerja pada sistem saraf somatik, asetilkolin juga bekerja pada
sistem saraf otonom. Asetilkolin juga merupakan neurotransmiter yang
ada di hipokampus dan korteks. Kekurangan asetilkolin di otak akan
menyebabkan penyakit Alzheimer. Norepinefrin merupakan neuro-
transmiter pada sistem saraf otonom. Fungsi lain norepinefrin adalah

57
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

meregulasi refleks bangkit dan emosi pada otak, serta terlibat dalam
regulasi stress. Norepinefrin merupakan golongan neurotransmiter
monoamine. Senyawa lain yang termasuk monoamine adalah dopamin
dan serotonin. Dopamin mengontrol perilaku emosi. Kelebihan dopamin
menyebabkan gangguan seperti schizoprenia, perilaku kompulsif, agresif
dan banyak karakter negatif lain. Dopamin juga berfungsi pada kontrol
motorik karena kekurangan senyawa ini menyebabkan penyakit
Parkinson (lihat basal ganglia). Serotonin akan mempengaruhi siklus
tidur dan kekurangan serotonin dapat menyebabkan depresi.
Transmiter yang dikatagorikan sebagai asam amino adalah
glutamat, glisin, dan gamma amino butiric acid (GABA). Glutatamat
merupakan eksitatori yang utama pada sistem saraf pusat. GABA
merupakan inhibitor utama pada sistem saraf pusat. Kekurangan GABA
menyebabkan kecemasan. Obat seperti valium atau librium yang meru-
pakan turunan dari benzodiazepam akan duduk di reseptor GABA. Obat
tersebut akan meningkatkan permeabilitas terhadap ion-ion K+ dan Cl–,
akibatnya terjadi inhibitori. Khusus pada tulang belakang, neuro-
transmiter untuk inhibitori adalah glisin. Strichnin adalah senyawa
alkaloid yang secara kompetitif akan menempati reseptor glisin ditulang
belakang. Adanya senyawa ini akan menghalangi inhibitori di tulang
belakang. Oleh karena itu terjadi eksitasi motorneuron yang berlebihan
dan sering terlihat sebagai konvulsi. Senyawa ini sering digunakan
sebagai racun serangga di rumah tangga. Akibatnya banyak hewan peli-
haraan yang sering terkena racun ini, tidak jarang diikuti oleh kematian.
Beberapa jenis neurotransmiter beserta fungsi dan lokasi pelepasannya
dapat dilihat pada tabel 2.1.

Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan sinapsis secara kimia
2. Apa yang dimaksud dengan quanta dari transmiter
3. Daya hantar ion apa yang berubah pada peristiwa EPSP dan IPSP.
4. Pemberian valium sebagai obat penenang akan menyebabkan
membran sel saraf mengalami EPSP ataukah IPSP, terangkan.

58
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 2.1 Beberapa neurotransmiter dan fungsinya

Transmiter Letak Fungsi


Asetilkolin Jembatan neuromuscular Transmisi
Sistem saraf otonom
Hipokampus dan korteks Memory
Norepinefrin Sistem saraf otonom Transmisi
Regulasi respons emosi terhadap
Otak
lingkungan
Berkaitan dengan penyakit
Dopamin Corpus striatum
Parkinson dan schizophrenia
Terlibat dengan mood dan tidur,
Serotonin Raphe nuclei kekurangan akan menyebabkan
depresi
Pada beberapa jalur di
Histamin Haus, temperatur tubuh, emosi
otak
Inhibitor utama, >30% sinapsis
Glisin Distribusinya luas
pada tulang belakang dan retina
Eksitatori yang utama, dilepaskan
Glutamat Terdistribusi luas oleh saraf aferen tulang belakang
dan batang otak
Transmiter inhibitori >25% pada
semua sinapsis di otak dan juga di
GABA Terdistribusi luas retina. Dapat berupa eksitatori
pada neuron muda terutama
hipokampus

2.7 Prinsip Dasar Proses Pengolahan Informasi


Seperti kita ketahui komunikasi pada sistem saraf menggunakan
potensial listrik. Potensial listrik yang terjadi berupa potensial berjenjang
dan kemudian menjadi potensial aksi. Signal yang datang berupa
potensial berjenjang di saraf melalui daerah penerima atau reseptor dan
letaknya bisa di dendrite atau di soma. Besarnya potensial listrik yang
terjadi bergantung kepada besarnya rangsangan yang tiba. Rangsangan
dapat berupa rangsang kimia, mekanik, sakit, cahaya dan lain-lain.
Potensial berjenjang boleh dikatakan sebagai potensial post sinaptik
karena potensial yang terjadi akibat dari sinapsis. Setelah ambang batas
potensial tercapai maka akan terjadi potensial aksi (tabel 2.2). Potensial

59
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

aksi ini dapat hilang dengan cepat. Seberapa jauh aktivitas sinaptik dapat
mempengaruhi aktivitas listrik postsinaptik bergantung kepada
seberapa jauh jarak antara sumber listrik (presinaptik) dengan badan sel
dari sel target (postsinaptik). Sinapsis yang dekat dengan leher batang
saraf lebih berpengaruh dibandingkan dengan yang tiba di dendrit atau
serabut saraf. Sinapsis dengan saraf yang melepaskan neurotransmiter
yang jumlahnya banyak akan lebih berpengaruh dibandingkan dengan
yang jumlahnya sedikit karena semakin banyak neurotransmiter
semakin bertambah permeabilitas membran sel target (postsinaptik).
Setelah beberapa potensial berjenjang mencapai leher badan saraf maka
akan terjadi peningkatan potensial berjenjang atau potensial ambang
untuk terjadinya potensial aksi (Bab I gambar 1.17).

Tabel 2.2 Perbedaan antara potensial berjenjang (graded


potensial) dengan potensial aksi

Berjenjang atau graded Potensial aksi

All or none, sekali depolarisasi


Amplitudo bergantung kepada
akan terjadi potensial aksi yang
rangsangan yang dating
besarnya tetap

All or none tidak dapat


Dapat dijumlahkan
dijumlahkan

Harus tercapai ambang batas


Tidak ada ambang batas potensial terlebih dahulu besarnya 10
sampai dengan 15mV

Tidak ada potensial refraktori Ada

Amplitudo berkurang seiring


dengan bertambahnya jarak dari Tidak berkurang
sumber
Durasinya bergantung pada Konstan pada sel tertentu
keadaan awal depolarisasi ataupun
hiperpolarisasi
Diawali oleh adanya rangsangan Membran depolarisasi spontan
lingkungan dan sinaptik

60
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pada rangsangan saraf ke otot, EPSP yang dihasilkan sekitar 50mV,


oleh karena itu cukup banyak vesikel yang dilepaskan dari presinaptik.
Potensial ini jauh lebih besar dari yang diperlukan (ingat potensial
ambang batas). Contohnya rangsangan tunggal pada otot akan menghasil-
kan potensial aksi sehingga tidak diperlukan beberapa EPSP, namun cukup
satu EPSP saja. Pada sistem saraf pusat, jumlah neurotransmiter yang
dilepaskan jauh lebih rendah dan jarak dengan membran yang bersinapsis
untuk tereksitasi biasanya juga lebih jauh, sehingga tidak mungkin satu
rangsangan akan mengakibatkan potensial aksi. Aktivitas sel target ini
bergantung kepada jumlah potensial aksi yang datang.

2.7.1 Penjumlahan spasial dan temporal


Penjumlahan spatial dihasilkan apabila dua atau lebih potensial
aksi dari berbagai saraf tiba di dendrit atau badan saraf melalui proses
sinapsis. Arus akan mengalir sepanjang axon hillock saraf postsinaptik.
Kemudian potensial aksi yang berupa EPSP maupun IPSP akan
menembak saraf berikutnya (gambar 2.9). Jika keduanya atau lebih
berasal dari polaritas yang sama, maka mereka akan saling menjumlah-
kan baik EPSP maupun IPSP. Jika input yang masuk saling berlawanan,
maka IPSP akan lebih dominan dan akan menghilangkan EPSP.
Penjumlahan temporal terjadi apabila dua atau lebih potensial aksi tiba
di presinaptik dengan berurutan (gambar 2.9). Neurotransmiter dapat
dilepaskan sebelum postsinaptik potensial selesai , maka akan terjadi
penjumlahan potensial yang datang.
Setiap titik pusat saraf atau yang sentral dapat menerima
beberapa input sinaptik dan disebut konvergen. Karena konvergen
mereka dapat merupakan gabungan spasial atau temporal, eksitatori
maupun inhibitori. Postsinaptik potensial yang dihasilkan akan saling
menjumlahkan selama waktu rangsangan berlangsung, bergantung
kepada jumlah quanta yang dilepaskan dan jarak dari rangsangan.
Tegangan yang dihasilkan merupakan rata-rata dari eksitatori dan
inhibitori yang terjadi pada titik pusat saraf tersebut.

61
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.9 : Penjumlahan spatial dan temporal. Penjumlahan spatial


ditunjukkan pada gambar panah yang menyebar dan temporal
ditunjukkan pada beberapa panah yang berturutan .
http://thebrain.mcgill.ca/flash/capsules/pdf_articles/spatial_summation.pdf

2.7.2 Inhibisi Presinaptik dan Fasilitasi


2.7.2a Inhibisi
Jika permeabilitas K+ pada saraf presinaptik 1 bertambah akibat
rangsangan saraf presinaptik 2 maka potensial listrik yang dihasilkan
akan lebih kecil, demiki juga durasinya. Masuknya kalsium ke saraf 1 juga
akan berkurang sehingga pelepasan neurotransmiter juga berkurang.
Akibatnya saraf atau organ postsinaptik akan mengalami inhibisi
(gambar 2.10 A). Inhibisi presinaptik merupakan sasaran untuk saraf
disending agar aktivitas saraf tersebut menjadi lebih terfokus. Inhibisi
presinaptik merupakan pengendali agar rangsangan yang terjadi tidak
berlebihan.

2.7.2b Fasilitasi
Pada fasilitasi, saraf 1 presinaptik menerima neurotransmiter
dari presinaptik saraf 2 dan menekan permeabilitas terhadap ion K+
sehingga postsinaptik terdepolarisasi (gambar 2.10 B).

62
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.10 A Inhibisi dan B fasilitasi saraf presinaptik


http://www.ib.cnea.gov.ar/~redneu/2013/BOOKS/Principles%20of%20Neural%20Science%20%
20Kandel/gateway.ut.ovid.com/gw2/ovidweb.cgisidnjhkoalgmeho00dbookimagebookdb_7c_2fc~1
8.htm

 Jika hasil akhirnya eksitatori maka potensial ambang akan tercapai.


 Sedangkan apabila inhibitori maka potensial akan di bawah
ambang batas, tetapi saraf lebih mudah tereksitasi. Keadaan ini
disebut fasilitasi.

2.7.3.a Konvergensi dan divergensi


Serabut saraf yang berasal dari beberapa saraf dan menuju ke
satu kumpulan saraf disebut konvergen. Konvergen memungkinkan saraf
untuk mendapatkan pengaruh tambahan sehingga potensial ambang
tercapai. Contoh klasik konvergensi adalah informasi yang ditangkap
oleh fotoreseptor diteruskan secara konvergen ke beberapa juta saraf
bipolar dan saraf optik, kemudian beberapa juta saraf tadi disebarkan
secara divergen ke thalamus dan selanjutnya menuju korteks secara
konvergen (gambar 2.11). Divergensi saraf ke thalamus adalah hal yang
umum untuk perjalanan saraf sensorik dan setelah keluar dari thalamus
berupa saraf yang konvergen. Detail kerja fotoreseptor akan dibahas di
bab indera.
Untuk efisiensi rangsangan maupun inhibisi maka sistem saraf
menggunakan sistem konvergensi dan divergensi.

63
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.11: Contoh saraf konvergen dan divergen pada fotoreseptor.


Jutaan foton atau cahaya dari fotoreseptor mengarah ke ribuan saraf optik
yang menuju ke otak dan menyebar lagi menjadi miliaran saraf di otak
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio210/chap11/lecture1.html

2.7.3b. Saraf reverberating


Saraf bersinapsis secara kolateral, misalnya dua saraf bersinapsis
secara berturutan menggunakan interneuron. Interneuron akan kembali
sinapsis dengan saraf pertama dan merangsang terus menerus sampai
sinapsis mengalami keletihan (gambar 2.12) . Banyak ditemukan di
sistem pernafasan, keadaan siaga dan ingatan jangka pendek.

Gambar 2.12 Saraf reverbating


http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio210/chap11/lecture1.html

2.8 Sistem Saraf Hewan Sederhana

64
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Neuron atau sel saraf adalah pembentuk otak. Sekalipun mereka


mempunyai gen yang sama, organisasi yang relatif sama dan perleng-
kapan biokimia yang sama seperti sel-sel lain, penampilannya unik dan
berbeda dengan sel lain. Sel-sel hati, jantung ataupun ginjal sangat
berbeda dengan sel saraf. Otak adalah sistem saraf dan komponen-
komponennya mempunyai fungsi yang jelas berbeda. Pada awalnya
sistem saraf berasal dari satu saraf. Tingkat yang berikutnya adalah dua
saraf di mana saraf sensorik bersinapsis dengan saraf motorik dan baru
ke elemen kontraktil (gambar 2.13). Semakin kompleks sistem sarafnya,
semakin banyak saraf yang terlibat. Akan tetapi kita beruntung karena
kita dapat mempelajari sistem saraf tadi dengan menggunakan sistem
saraf yang sederhana yakni hewan-hewan avertebrata.
Pada hidra, anemon (karang laut) dan cnidarian sistem sarafnya
sederhana, berupa jaring-jaring saraf. Impuls sarafnya bisa dua arah
(bidirectional), spesialisasi masih belum ada, rangsangan dari seluruh
tubuh akan menyebar disepanjang jejaring. Terlibat dalam berenang dan
menjaga posisi tegaknya. Pada echinodermata masih sama seperti jaring
akan tetapi lebih kompleks (bintang laut, sea urchin, timun laut). Bintang
laut mempunyai tiga saraf yang sangat jelas perbedaan fungsinya. Satu
saraf terletak tepat di bawah kulit berbentuk lingkaran dan lima set
batang saraf dan keluar ke lengan. Saraf yang kedua melayani otot dan
terletak di antara lapisan kulit disebut ossicles. Saraf yang ketiga
menghubungkan rongga kaki. Kerumitan ini memungkinkan pergerakan
atau lokomosi dan koordinasi pusat (gambar 2.14). Bintang laut dapat
membalikkan diri kembali pada waktu posisinya terbalik, ubur ubur
dapat memangsa hewan hewan kecil walaupun sarafnya belum
terspesialisasi. Jadi saraf sederhana pada dasarnya adalah satu saraf
sensorik menerima rangsangan dan menghantarkan impuls ke elemen
kontraktil di bawahnya.
Kecenderungan berikutnya dalam evolusi sistem saraf adalah
adanya spesialisasi. Adanya organ sensorik yang terkonsentrasi disatu
bagian tubuh dapat menandai adanya rangsangan dari luar, misalnya
pada cacing pipih dan cacing rata. Pada cacing rata mulai ada ganglia
(ganglion tunggal) saraf yang terkumpul di kepala (gambar 2.14). Ganglia
berfungsi sebagai otak yang sangat sederhana. Serabut saraf lain dari
bagian lateral membawa informasi dari perifer ke ganglia kepala

65
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.13 : Sistem saraf sederhana. Satu saraf sensorik langsung


ketarget, dua saraf yang terdiri dari saraf sensorik dan saraf motorik dan
sistem tiga saraf yakni adanya saraf penghubung.
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D. Barnes Zoology ;Saunder C.
Saunders College Publishing

dan membawa impuls kembali ke otot untuk bereaksi terhadap


lingkungan. Adanya serabut saraf lateral menunjukkan kecenderungan
evolusi bilateral simetri (potongan badan bagian kiri tubuh sama dengan
bagian kanannya). Struktur bilateral simetri mengarah ke struktur
pasangan saraf, otot, sensor dan pusat otak. Pasangan-pasangan tersebut
menunjukkan koordinasi gerakan ambulatori seperti memanjat,
merangkak, terbang dan berjalan.
Trend berikutnya adalah spesialisasi. Sistem saraf menjadi semakin
kompleks sehingga mulai diperlukan adanya sistem sentraslisasi. Semakin
kompleks sistem sarafnya semakin banyak interneuron yang terintegrasi
dan semakin banyak perilaku rumit yang dapat dilakukan. Ganglia dapat
berasal dari berbagai arah, dari tubuh dekat dengan target organ yang
akan diregulasinya.
Studi tentang saraf dan fungsinya pada umumnya diawali dengan
studi pada sistem saraf hewan sederhana, karena dengan menggunakan

66
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

hewan sederhana identifikasi mekanisme dapat lebih mudah dilakukan.


Penemuan potensial sel membran menggunakan saraf cumi-cumi yang
sangat besar (squid giant axon). Juga pada studi proses belajar dan
mengingat digunakan hewan model aplasia atau siput laut, yang
menemukan bahwa proses-proses tersebut memerlukan senyawa yang
ditransmisikan oleh saraf yakni serotonin.

2.8 Sistem Saraf Hewan Vertebrata


Manusia mengandung kira-kira 1011 neuron, sebanyak bintang di
langit. Oleh karena itu dari keseluruhan bagian tubuh maka sistem saraf
adalah bagian yang paling kompleks. Pada organisme yang kompleks
seperti hewan tingkat tinggi maka sistem sarafnya akan meregulasi
ratusan peristiwa di dalam tubuh seperti kesadaran, kecerdasan,
komunikasi dan proses belajar. Regulasi juga untuk proses-proses tidak
sadar atau automasi seperti bernafas, bekerja, pergerakan usus dan lain-
lain. Bagaimana sistem saraf bekerja? Semuanya menggunakan sel yang
disebut sel-sel saraf. Setiap saraf mempunyai bentuk yang panjang dan
dikenal sebagai serabut saraf, yang fungsinya membawa informasi dalam
bentuk signal listrik. Komunikasi antara dunia luar dengan dalam tubuh
seperti suara, rasa sakit, cita rasa, cahaya dan lain-lain akan diterima oleh
penerima atau reseptor. Kemudian signal akan diteruskan ke serabut
saraf dan disebut saraf sensorik. Selanjutnya akan merambat ke otak
untuk diproses. Otak akan mengirim pesan dengan menggunakan saraf
yang disebut saraf motorik untuk kembali ke kelenjar, organ atau otot
untuk memberikan respons yang sesuai.

67
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.14 Sistem saraf pada hewan sederhana, mulai terjadi


spesialisasi
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D. Barnes Zoology ;Saunder C.
Saunders College Publishing

Otak secara tetap juga menerima pesan dari tubuh bagian dalam
seperti tekanan darah dan suhu tubuh, otak memberikan respons tanpa
harus mencapai kesadaran. Untuk aktivitas yang kompleks yang
melibatkan kreativitas dan logika diperlukan kesadaran berfikir. Untuk
proses koordinasi akan diregulasi secara tidak sadar walaupun pada
awalnya diperlukan kesadaran. Contohnya adalah pada waktu pertama
kali belajar naik sepeda kita perlu kesadaran agar keseimbangan terjaga.
Pada proses berikutnya setelah dapat mengendarai sepeda tersebut
secara otomatis kita dapat mengendarainya bahkan tanpa harus
berpegangan. Selama mengendarai sepeda kita tetap menjaga
kewaspadaan secara tidak sadar terhadap sensor suara dan pandangan.

68
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Otak dan tulang belakang membentuk sistem saraf. Sistem saraf


mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi sensorik untuk
memberikan respons . Sistem saraf menangani refleks, kontrol endokrin
termasuk yang meregulasi pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi;
menghasilkan perilaku, pola aktivitas yang kompleks pada efektor tubuh.
Sistem saraf juga belajar dari pengalaman sehingga dapat mengatur pola
perilaku berdasarkan informasi yang disimpan.
Pengambilan informasi sensorik merupakan kunci utama fungsi
otak. Sensor mengambil informasi dan menganalisis di daerah-daerah
tertentu di otak. Informasi dari jalur sensor yang berbeda diintegrasikan
dengan informasi yang disimpan di memori otak. Contoh yang paling
umum adalah ketika kita mendengar suara yang biasa kita kenal dan
ketika kita menoleh dan melihat asal suara maka kita dapat mengenali
wajah dan mengingat namanya.
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat berikut tulang
belakang dan sistem saraf tepi. Sistem saraf tepi berada di luar otak dan
tulang belakang. Pembentukan sistem saraf berawal dari ekspansi
anterior tabung hemoral embrio. Tiga macam pembesaran (swelling)
terjadi pada awal pertumbuhan, otak bagian depan, otak tengah dan otak
sebelah belakang (gambar 2.15).
 Otak bagian depan disebut prosensepalon terdiri dari telensepa-
lon dan diensepalon. Telensepalon membelah menjadi traktus
olfaktori, serebral hemisfer, korpus striatum dan hipokampus.
Diensefalon menjadi thalamus, hipofisa dan organ pineal.
 Otak bagian tengah mesensepalon tidak membelah.
 Otak bagian belakang rombosefalon terbagi menjadi meten-
sepalon dan miensefalon. Metensefalon menjadi serebelum dan
pons sedangkan miensefalon menjadi medula dan retikular
pembentuk (retikular pembentuk) dan saraf saraf V, VII, IX, X
dan XII.
Pada hewan sederhana saraf XI dan XII tidak terlihat, Saraf saraf
tersebut hanya terlihat pada amniote. Saraf XI pada ikan dan amfibi tidak
muncul karena kontrol terhadap leher boleh dikatakan tidak ada dan
fungsinya ditangani oleh saraf X. Saraf XII hipoglasal pada ikan dan reptil
juga tidak muncul karena tidak digunakan untuk mengunyah, cukup saraf
IX saja yang bekerja. Secara umum bagian bagian otak pada vertebrata
dapat dilihat pada gambar 2.15 dan 2.16. Bagan pembagian sistem saraf

69
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dapat dilihat pada gambar 2.17, terdiri dari sistem saraf pusat dan
susunan saraf tepi.

Gambar 2.15 : Perkembangan otak manusia. Angka romawi menunjukkan


perkembangan saraf
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D. Barnes Zoology ;Saunder C.
Saunders College Publishing

Gambar 2.16: Gambar penyederhanaan bagian-bagian dari otak

70
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

2.10 Sistem Saraf Pusat


Dimulai dari tulang belakang dan segala informasi akan dikirim
ke otak melalui dorsal baik yang dari somatosenori maupun yang dari
viseral (jeroan). Setelah sampai ke pusat maka saraf akan kembali
melalui ventral tulang belakang dan kembali ke saraf motorik sebelah
bawah.

2.10.1 Tulang belakang


Tulang belakang mempunyai dua peran utama pada binatang;
menghubungkan impuls saraf dan merupakan pusat dari refleks tulang
belakang. Alur atau traktus tulang belakang memungkinkan komunikasi
dua arah antara otak dan bagian tubuh di luar otak. Alur yang membawa
informasi disebut alur asending dan yang membawa impuls motor ke
otot atau organ sebelah dalam dan kelenjar disebut disending. Baik
asending maupun disending melibatkan batang otak. Traktus korti-
kospinal, disending atau turun dari otak menuju ke otot disebut juga
traktus piramidal karena bentuk daerah yang dilaluinya di medulla
berbentuk seperti piramid. Alur ini untuk mencapai tergetnya mono-
sinaptik sehingga responnya cepat. Traktus yang lain disebut ekstra-
piramidal karena berada di luar jalur piramidal. Saraf ini polisinaptik,
oleh karena itu responnya lebih lambat. Detail dari saraf piramidal dan
ekstrapiramidal akan dibahas pada Bab 2.13. Alur saraf yang menghu-
bungkan rasa sakit, sensasi dan temperatur dihubungkan oleh saraf dari
tulang belakang sampai thalamus melalui traktus spinothalamik.
Refleks involunter menjaga homeostasis dengan mengontrol
berbagai peristiwa di tubuh seperti tekanan darah, pencernaan, laju
pernafasan. Refleks ini juga menjalankan hal hal otomatis lain seperti
bersin, menelan makanan, muntah dan lain-lain. Refleks menarik diri
adalah bentuk lain dari refleks untuk menghindari bahaya. Pada waktu
kita menyentuh sesuatu yang menimbulkan rasa sakit maka tubuh akan
menarik atau menjauh dari rasa sakit tersebut agar tidak terjadi
kerusakan pada tubuh. Tulang belakang merupakan bagian dari sistem
saraf pusat dan menjulur dari otak sampai keujung ekor.

71
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.17: Skema pembagian sistem saraf.

Saraf-saraf input dan output pada sistem saraf terpisah satu sama
lain. Batang saraf, badan saraf dan dendrit terkumpul menjadi satu
membentuk gray matter sedangkan kumpulan batang-batang saraf saja
membentuk white matter. Input disebut juga sensor berangkat menuju
otak melalui dorsal tulang belakang, disebut juga aferen sedangkan
output atau motor dari otak menuju ke bawah, ke otot, kelenjar dan
jeroan, disebut juga eferen melalui ventral (Gambar 2.31). Saraf tulang
belakang pada manusia terdiri dari 32–34 pasang saraf spinal karena
tulang ekornya bervariasi antara 3–5 buah. Jumlah tulang ekor hewan
vertebrata boleh dikatakan hampir sama satu sama lain. Hal ini karena
pertumbuhan tulang belakang dikontrol oleh gen yang sama (homeobox).
Jadi sistem saraf untuk hewan vertebrata boleh dikatakan sama. (tabel
2.4). Oleh karena kesamaan tadi kita dapat menggunakan buku fisiologi
manusia yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan fisiologi hewan
sebagai pegangan untuk mempelajari fisiologi hewan. Di bawah ini
diberikan perbandingan banyaknya tulang belakang pada berbagai
hewan.
Umumnya jumlah tulang belakang berhubungan langsung
dengan banyaknya segmen di tubuh dan ekor dari vertebrata.

72
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 2.3 Perbandingan Anatomi Tulang Beberapa Hewan

Tulang Tulang Tulang Tulang Tulang


Hewan
servik thoraks lumbar sacral ekor
Kuda 7 18 6 5 15–20
Sapi 7 13 6 5 18–20
Domba 7 13 6–7 4 16–18
Kambing 7 13 7 4 12
Babi
7 14–15 6–7 4 20–23
hutan
Anjing 7 13 7 3 20–23
Ayam 7 14 6
Manusia 7 12 5 5 3–5

Gambar 2.18: Ventrikel ventrikel di otak. Ventrikel pertama dan kedua


disebut ventrikel lateral, ketiga disekeliling thalamus-hipothalamus dan
keempat diantara batang otak dan serebelum.
Modifikasi dari Anatomy and physiology of the brain and spinal cord Canadian Cancer Society

Pada katak misalnya muncul kaki belakang yang sangat kuat


untuk berenang ataupun melompat. Trunk berkurang dan ekor hilang
dan hanya mempunyai 10 pasang saraf tulang belakang sedangkan ular
73
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

yang bergerak dengan menggunakan tubuh yang panjang (long trunk)


pada ekornya mempunyai beberapa ratus pasangan saraf tulang
belakang.
Secara anatomi otak vertebrata berkembang pada ujung anterior
tulang belakang. Selama pertumbuhan embrio otak mengalami perluasan
daerah berbentuk sebagai tabung berongga jaringan saraf dan
berkembang menjadi otak sebelah belakang, otak bagian tengah, dan otak
bagian depan. Di antara bagian bagian tersebut terdapat saluran saluran.
Diawali di tulang belakang dan terus menjulur ke otak dan meluas di
ruang otak disebut ventrikel. Ventrikel pertama dan kedua ada di
hemisfer dan disebut ventrikel lateral dan ketiga di pusat otak yang
dikelilingi oleh thalamus dan hipothalamus. Ventrikel keempat diantara
batang otak dan serebelum. Ventrikel dihubungkan satu sama lain oleh
sederetan tabung tabung (gambar 2.18). Cairan di dalam ventrikel
disebut cerebrospinal fluid (CSF). Cairan ini diproduksi dan mengalir di
sepanjang ventrikel. Meninge (gambar 2.19) merupakan pelindung dari
otak dan tulang belakang. Pada mamalia meninge terdiri dari tiga lapisan
utama yakni arachnoid mater, dura mater dan pia mater. Fungsi utama
mereka adalah melindungi otak dan pembuluh pembuluh darahnya dan
juga memberi makan tulang.

2.10.2 Otak sebelah belakang


Otak sebelah belakang merupakan bagian yang kontinu dengan
tulang belakang termasuk disini medula oblongata, pons, otak bagian
tengah. Ketiganya disebut juga batang otak, penghubung antara tulang
belakang dengan otak .
Medula oblongata disebut juga mielensepalon merupakan
pembesaran dari tulang belakang yang masuk ke otak. Terdapat pusat-
pusat refleks untuk pernafasan, menelan, kardiovaskuler, sekresi gastrik,
perlintasan saraf baik motorik maupun sensorik (gambar 2.20). Daerah
retikular pembentuk yang akan menuju ke otak sebelah tengah berkaitan
dengan kesadaran tidur dan attention (perhatian) ada disini. Ada empat
saraf kranial (IX –XII) yang beranjak dari sini. Medula oblongata
terbentuk dengan baik pada semua vertebrata berahang,
menggambarkan kemampuan mengontrol fungsi jeroan (viseral) dan
menyaring informasi yang masuk dan keluar otak. Karena itu medula
oblongata disebut juga daerah pendukung kehidupan.

74
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.19 Penyederhanaan bagian bagian otak


http://www.quora.com/What-are-the-most-important-parts-of-the-human-brain

Pons adalah daerah di mana terletak di ventral, dan membesar di


atas medula oblongata, merupakan jembatan saluran saraf penghu-
bung dari serebrum di otak depan dengan kedua sisi serebelum dan juga
penghubung antara otak depan dengan tulang belakang pada vertebrata.
Terdapat raphe nuclei, terlibat dalam sensasi rasa sakit, juga retikular
pembentuk yang terlibat dalam tidur (pergerakan mata yang cepat
selama tidur dan gelombang lambat), kontrol pernafasan, hampir semua
ventrikel keempat terletak di antara pons dan serebelum. Empat saraf
kranial (V sampai VIII) berangkat dari sini.
Otak bagian tengah pada awalnya merupakan pusat koordinasi
refleks terhadap input visual. Selaras dengan pertumbuhan otak
bertambah pula fungsi yang berhubungan dengan input tactile
(sentuhan), refleks auditori (pendengaran). Pada sisi dorsal disebut
tectum atau atap sentuhan terdiri dari superior dan inferior colliculi,
superior colliculus, mengkoordinasikan refleks auditori. Saraf kranial
(III-IV) meninggalkan tempat ini, mengirim serabut ke superior colliculi
dan thalamus. (cerebral aqueduct) menghubungkan ventrikel 3 dan 4
melalui otak tengah ini. Juga ada inti pariaqueductal yang mengontrol
rasa sakit, red nucleus (inti merah) yang berkaitan dengan relaksasi otot
dan subtantia nigra yang menghubungkan dengan ganglia basalis-
berkaitan dengan penyakit Parkinson.
Saraf yang keluar dari batang otak dan mempengaruhi gerakan
adalah saraf ekstra piramidal yang akan dibahas pada kedudukan dan
lokomosi.

75
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.20: Daerah batang otak dan beberapa fungsi kontrol kehidupan

2.10.3 Serebelum
Merupakan penjuluran medula oblongata, mengkoordinasikan
aktivitas motorik yang berhubungan dengan pergerakan tubuh, menjaga
postur dan orientasi spatial. Serebelum disebut juga otak kecil. Kerusakan
pada serebelum akan menyebabkan gerakan yang tidak halus, overshoot,
ataksia dan buruknya keseimbangan. Saraf-sarafnya lebih didominsai oleh
saraf inhibitori. Serebelum dan pons disebut metensepalon. Serebelum
dikenal sebagai “silent area” dari otak karena eksitasi listrik pada daerah ini
jarang sekali menimbulkan pergerakan motor.
Apa tugas serebelum jika tidak mengontrol pergerakan otot secara
langsung? Tugasnya memonitor dan melakukan koreksi penyesuaian
dalam aktivitas motorik yang diperintah oleh otak sehingga antara tujuan
dan hasil akhir gerakan tercapai. Karena kerja serebelum yang sangat
kompleks maka antar spesies mempunyai ukuran yang berbeda. Ukuran
serebelum pada burung dan mamalia besar menggambarkan rumitnya
pola lokomotor dan rumitnya pola evolusi lokomotor dan pertumbuhan
tubuh di vertebrata terestrial. Serebelum pada ikan yang bertulang
rawan mempunyai lobus anterior dan postrior yang sangat berbeda. Pada
toleost yang berenang secara aktif, ukuran serebelumnya besar
sedangkan yang tidak terlalu aktif ukurannya kecil. Amfibi mempunyai
serebelum yang rudimenteri (kecil), menggambarkan sederhananya
gerakan lokomotorik. Pada tetrapoda serebelum menjulur secara lateral.

76
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Penjuluran secara lateral ini menyiapkan gerakan lokomotor pada kaki.


Pada kontraksi otot akan terjadi aktifasi otot oleh saraf motorik yang turun
ketulang belakang dan serebelum secara bersamaan. Setelah keduanya
terintegrasi maka signal dari antara tujuan dan hasil gerakan akan
tercapai. Rincian interaksi saraf motorik dan serebelum akan dibahas pada
kedudukan dan lokomosi

2.10.4 Otak sebelah depan (Forebrain)


Vertebrata mengalami perubahan besar selama evolusi. Otak
sebelah depan (forebrain) mempunyai dua bagian utama, diensepalon dan
telensepalon. Diensepalon terletak di sebelah bawah serebrum. Di sebelah
depan otak bagian tengah terdapat kelenjar pineal, pituitari, hipotalamus
dan talamus. Sebelah kiri dan kanan talamus menyalurkan semua informasi
yang datang dari bawah (sensorik) ke pusat otak sebelah atas. Thalamus
juga membentuk dinding lateral ventrikel ketiga, membentuk landasan
ventrikel lateral. Thalamus juga mengandung berbagai inti, yang tiap
intinya bertugas untuk mengintegrasikan informasi yang berasal dari
sensor sebelum mencapai korteks dan kesadaran kecuali penciuman.
Impuls juga dikirim dari sensor melalui thalamus ke pusat refleks seperti
serebelum dan ganglia basalis untuk pergerakan yang halus dan keseim-
bangan. Saraf kranial II (optik) berhubungan langsung dengan thalamus.
Hipotalamus sangat kecil, akan tetapi sangat penting dan letaknya
tepat di bawah thalamus. Hipotalamus merupakan kontrol utama ling-
kungan tubuh bagian dalam, misalnya sebagai termoregulator. Regulasi
internal lain adalah metabolisme karbohidrat, pH darah, tekanan darah,
tekanan osmotik, lapar, haus dan dorongan seksual. Hipothalamus akan
menanggapi respon-respons dari luar dan menjaga homeostasis.
Hipotalamus akan memberikan respons saraf otonom ataupun hormonal.
Hipotalamus juga akan berkoordinasi dengan pusat otak lain seperti
medula, saraf otonom dan organ (pituitari). Hipotalamus juga mengontrol
siklus tidur (suprachiasmatic) dan inti preoptik. Kontrol konstriksi pupil
mata karena cahaya yang sangat terang juga dikontrol oleh hipotalamus.
Lebih jauh lagi hipotalamus mengontrol siklus menstruasi, kontraksi
uterus pada waktu melahirkan, pelepasan air susu, keduanya melibatkan
pituitari posterior (gambar 2.21).
Kelenjar pineal mengontrol ritmik tubuh. Pituitari adalah
kelenjar endokrin utama. Pada ikan dan amfibi, diensepalon memproses

77
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

informasi sensorik. Pada burung dan reptil bagian terpenting dari otak
adalah korpus striatum yang berperan dalam perilaku kompleks.
Seperti halnya diensepalon yang meluas karena dalam evolusinya
harus menangani proses-proses sensorik yang semakin rumit, bagian
paling atas otak yakni serebrum atau telensephalonnya juga akan semakin
luas baik ukuran maupun kerumitannya (gambar 2.22). Ukurannya besar
dan terpisah antara hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Keduanya
dipisahkan oleh korpus kolasum.

Gambar 2.21: Penampang sagital dari otak, perhatikan daerah


diensepalon yang terdiri dari hipothalamus,kelenjar pituitary,kelenjar
pineal dan thalamus. Perhatikan juga korpus kolasum, penghubung otak
sebelah kiri dan kanan.
http://www.dmacc.edu/instructors/rbwollaston/Chapter_8_Nervous_Sistem.htm

Perkembangan dorsalnya menjadi serebral korteks dan ventralnya


menjadi ganglia basalis. Semakin tangkas dan semakin besar rasa ingin
tahu suatu organism semakin besar hemisfer ini. Banyak fungsi berubah
dari optik tektum (ujung batang otak sebelah atas) ke perluasan serebral
serebrum. Semakin penting peranan serebrum akan membuat bagian lain
dari otak juga berubah, misalnya thalamus dan serebelum berubah
ukurannya dengan semakin besarnya otak. Pada mamalia, bagian paling
luar dari serebrum disebut serebral korteks, secara progresif berubah
ukuran dan kekompleksannya. Banyaknya lipatan pada serebral korteks
menunjukkan evolusi fungsi yang semakin kompleks. Semakin kompleks
hewannya semakin kompleks pula serebrumnya. Serebral korteks akan

78
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

memproses informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran dan


informasi lain dari indera. Serebral korteks terlibat dalam pengambilan
keputusan, perencanaan dan akan memproses pengambilan keputusan.
Pada mamalia berkembang lebih luas dan evolusinya boleh dikatakan
masih baru disebut neokorteks. Neokorteks dibagi menjadi empat bagian
utama: Lobus frontalis, temporalis, parietalis dan occipitalis. Lobus frontalis
berperan dalam kontrol gerakan, baik yang berasal dari rangsangan
tunggal di otot maupun perencanaan abstrak gerakan. Lobus parietalis
adalah tempat pendengaran diproses, informasi sentuhan dan daerah
visual tingkat tinggi. Lobus oksipitalis memproses informasi visual dan
mengirimkan informasi tersebut ke lobus parietal dan temporal (gambar
2.23).

 Lobus frontalis
Lobus frontalis secara umum berperan dalam perilaku peng-
ambilan keputusan. Jangkauannya mulai dari kontrol pergerakan
otot yang berasal dari motorkorteks primer sampai ke tingkat yang
lebih tinggi seperti perencanaan yang abstrak. Bagian dari daerah
lobus frontalis terdiri dari: Prefrontal korteks yang memegang peran-
an dalam skill yang memerlukan kecerdasan. Prefrontal korteks
cenderung besar pada primata dibandingkan dengan mamalia lain dan
yang terbesar adalah manusia. Hal ini disebabkan oleh adanya tingkat
perencanaan yang tinggi pada manusia dibandingkan dengan mamalia
lain. Manusia harus membuat alat, mengatur lingkungan hidupnya.
Jika prefrontal korteks rusak maka orang tidak dapat merancang,
antisipasi konsekuensi, mengawali perilaku yang bertujuan, inhibisi
atau mengontrol perilaku yang tidak semestinya. Pada manusia,
individu tersebut hanya melihat dirinya sendiri tanpa
mempertimbangkan sekelilingnya.
Motorkorteks primer, letaknya anterior dari sulkus sentral,
bagian paling posterior dari lobus frontalis (gambar 2.37 letaknya
lebih jelas). Otak dapat mengambil kontrol langsung dari tulang
belakang dengan cara berhubungan langsung dan melintas sepanjang
tulang belakang untuk bersinapsis di tempat motorneuron yang
mengatur refleks. Secara teori kontrol ini memungkinkan fleksibilitas
dan adaptasi. Bayangkan korteks frontal yang terpolarisasi, dari
depan ke belakang. Jauh menuju belakang rangkaian saraf yang pergi
langsung ke otot. Bagian depan untuk mengatur urut-urutan

79
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

pergerakan. Di bagian ini juga merupakan bagian tempat


perencanaan abstrak di mana kita dapat memilih strategi yang
berbeda dalam mengatur pergerakan otot yang berbeda.

Gambar 2.22: Ukuran serebrum pada berbagai hewan. Burung dan


mamalia mempunyai serebrum yang besar dibandingkan hewan lain
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D. Barnes Zoology ;Saunder C.
Saunders College Publishing

 Lobus parietalis
Lobus parietalis menerima informasi dari kulit dan lidah. Lobus
ini juga memproses informasi dari telinga dan mata. Sensor utama
dari kulit untuk sentuhan, temperatur dan sakit. Semua signal dari
kulit melalui thalamus ke lobus parietalis.

• Lobus oksipitalis
Lobus ini memproses input yang berasal dari retina dan
mengirimkannya ke otak. Proyeksi dari retina berangkat ke kutub V1
atau visual area one. Kegiatan di luar V1 seperti di daerah bawah V1
adalah daerah pengenalan warna, persepsi mendalam dan
pergerakan. Daerah atas V1 akan mengirim signal ke daerah parietal
dan temporal.

80
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.23: Tampak sagital bagian bagian dari otak dan lobus lobusnya,
juga girus singulat dan korpus kolasum yang memisahkan otak sebelah
kiri dan kanan
http://www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/harnden/2121/notes/cns.
htm

 Lobus temporalis
Lobus temporalis menerima informasi dari auditori dan visual.
Bagian atas dan tengah (sentral) menerima input dari thalamus yang
merelay informasi dari pendengaran. Medial dan anterior menerima
informasi dari pengenalan visual tingkat tinggi seperti mengenali
obyek, bergantung kepada ingatan yang ada.

2.10.5 Ganglia Basalis


Ganglia basalis terletak di sebelah dalam dari serebral hemisfer
(gambar 2.24), dihubungkan selalu dengan sistem ekstrapiramidal.
Termasuk di sini lima set inti bilateral, kaudat nukleus dan putamen
(dikenal dengan nama neostriatum), globus palidus, subtantia nigra dan
subthalamus. Ganglia basalis berperan dalam pergerakan yang dipelajari
dari proses pergerakan yang berulang ulang dan bukan dari penglihatan
yang baru dikenal. Ganglia basalis berperan dalam menghubungkan
motivasi dan pelaksanaan gerakan.
Pada burung serebral korteksnya tidak terbentuk dengan luas
akan tetapi basal ganglianya terbentuk dengan baik. Pada kucing dan
yang lebih rendah lagi anjing, dekortikasi hanya mengubah fungsi
motorik yang halus akan tetapi tidak mempengaruhi kemampuan hewan

81
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.24 Letak kedudukan basal ganglia di otak, di sebelah dalam


serebral hemisfer
http://fineartamerica.com/featured/4-illustration-of-cranial-nerves-science-source.html

untuk berkelahi, marah, bangkit dari tidur, makan ataupun aktivitas


seksual. Pada manusia lesi kortikal akan mengakibatkan hilangnya
gerakan yang halus. Penghilangan kaudat nukleus secara keseluruhan
akan mengakibatkan kelumpuhan total.
Berdasarkan data atau fakta-fakta tadi maka dapat disimpulkan
bahwa basal ganglia mempunyai fungsi atau peranan dalam sistem
motorik untuk mengawali dan mengatur pergerakan. Masing masing
bagiannya berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain
Kaudat nukleus dan putamen bersama-sama disebut neostriatum.
Tugasnya mengatur atau memodifikasi serta mengawali niat suatu gerakan
secara umum atau kasar misalnya memindahkan tubuh, menggerakan
tangan dan menekuk badan. Sirkuit basal ganglia yang melibatkan
neostriatum dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Proses
langsung berawal dari signal yang berasal dari korteks asosiatif dan
subtantia nigra. Basal ganglia akan mempengaruhi kaudat putamen. Pada
rangsangan langsung signals yang datang ke kaudat putamen sifatnya
transien eksitatori. Di sini eksitatori yang berlebih akan dimodifikasi
sehingga signal yang keluar telah selaras dengan tujuan dan tidak ada
over discharge, gerakan yang berlebih telah direm. Signal yang keluar dari

82
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

kaudat putamen telah termodifikasi (tanda negatif). Setelah itu signal


akan dikirim ke thalamus dan dari thalamus ke motorkorteks. Signal yang
telah selesai termodifikasi akan turun ke tulang belakang melalui
retikular pembentuk pada jalur retikulospinal. Secara singkat
neostriatum membantu mengontrol niat suatu gerakan secara kasar yang
biasanya di luar kesadaran. Akan tetapi gerakan ini selalu berkaitan
dengan motorkorteks di mana neostriatum sangat dekat letaknya
(gambar 2.25). Striatum menjadi aktif apabila mengenali rangsangan
yang disimpan dalam ingatan yang dikenalnya. Striatum berhubungan
dengan mengawali dan mengakhiri urut urutan suatu gerakan, kebiasaan
belajar dan ganjaran, termasuk menghindari hukuman. Boleh dikatakan
neostriatum adalah penghubung signal ke neokorteks (ingat neokorteks
berperan dalam perencanaan suatu gerakan).

Gambar 2.25: Peranan basal ganglia pada modifikasi gerakan. Terjadi


inhibitori pada jalur tidak langsung dan eksitatori pada jalur langsung
disubtantia nigra. Signal telah termodifikasi ketika tiba di thalamus.

Pada jalur langsung reseptor dopamin D1 di subtantia nigra akan


mendepolarisasi saraf yang menuju ke striatum. Kaudat putamen akan
tereksitasi. Disini signal dimodifikasi dengan cara inhibitori oleh
neurotransmiter GABA dan setelah keluar dari kaudat putamen dimodi-
fikasi lagi di globus palidus. Pada waktu tiba di thalamus signal telah

83
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

termodifikasi sempurna sebelum naik ke premotorkorteks (gambar


2.25). Signal dari thalamus yang pergi ke korteks adalah eksitatori dan
neurotransmiternya adalah glutamat.
Pada jalur tidak langsung reseptor dopamin D2 di subtantia nigra
lebih dominan. Terjadi inhibitori yang lebih dominan atau tanda (–) lebih
dominan. Jadi ada jalur eksitatori dan inhibitori yang sinergi, hasilnya
adalah gerakan yang lebih diinginkan.
Semua signal yang keluar dari basal ganglia akan melalui globus
pallidus baik yang sebelah luar maupun sebelah dalam, apakah pada
waktu kembali ke korteks ataukah ke otak sebelah bawah. Globus
pallidus mempunyai peranan lain yang ada kaitannya dengan sub
thalamus dan batang otak untuk membantu mengontrol gerakan-gerakan
lurus dan melingkar. Terlihat pada globus palidus ada eksitatori dari
subthalamus yang kembali ke internal palidus. Jadi yang keluar dari
globus palidus ke thalamus telah selesai termodifikasi oleh inhibitor
GABA. Tugas utamanya membantu memposisikan tubuh dan anggota
badan yang jauh (ujung kaki/tangan) sehingga gerakan yang lebih halus
dari kaki dan tangan dapat terbentuk. Jika orang hendak melakukan
gerakan tangan maka akan diawali dengan meletakan tubuhnya.
Kemudian posisi kaki dan tangan, selanjutnya semua tegangan untuk
gerakan lurus dan melingkar untuk memberikan latar belakang kestabilan
pada semua ujung tubuh. Semua koordinasi kontraksi ini merupakan
rangkaian listrik dengan kontrol motorik retikular pembentuk.
Kerusakan pada globus pallidus akan menyebabkan gangguan serius
pada niatan suatu gerakan sehingga tidak mungkin dilakukan gerakan
yang halus. Sirkuit neostriatum dan globus palidus diberikan pada
gambar 2.25. Signal dari ganglia basalis (striatum dan palidum) akan ke
thalamus dan serebral korteks untuk selanjutnya turun ke tulang
belakang. Niatan suatu gerakan dimanifestasikan dari serebral korteks ke
gerakan otot.

2.10.6 Sistem Limbik


Sistem limbik adalah daerah emosi di otak. Berhubungan dengan
ganglia basalis, hipothalamus, thalamus, bulbus olfaktori (penciuman)
dan sekumpulan materi putih (white matter) , memproses segala aspek
perilaku yang berkaitan dengan kelangsungan hidup (survival), memori,

84
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

penciuman, kenikmatan, marah dan agresi, kepatuhan (docility) dan


kehendak sexual.
2.10.6a Amigdala
Amigdala terletak di sebelah dalam lobus temporalis (gambar
2.24). Mempengaruhi emosi dan motivasi, terutama yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup. Berperan dalam memproses rasa takut,
marah, kenikmatan. Amigdala juga berperan dalam keputusan ingatan
apa yang harus disimpan dan di mana disimpannya. Keputusan menyim-
pan ini bergantung kepada seberapa besar kejadian yang melibatkan
emosi ini terjadi. Amigdala menerima informasi dari thalamus dan
korteks serebral. Thalamus akan meneruskan informasi ke serebral
korteks dan timbul persepsi, selanjutnya serebral korteks akan memberi
perintah ke tulang belakang.

2.10.6b Girus singulat


Terletak di antara serebrum dan korpus kolasum (gambar 2.24).
Memegang peranan dalam proses afektif seperti cinta pada anak seperti
pengasuhan (Caring and bearing), menyusui, komunikasi dan pendengaran
dan juga bermain. Cinta birahi letaknya juga di sini. Juga rasa empati yang
merupakan loncatan terbesar dalam evolusi otak ada di girus singulat.
Reptil tidak mempunyai kemampuan seperti tersebut di atas , karena
daerah singulatnya tidak tumbuh kembang.
Tempat ini juga berperan dalam mengoreksi kesalahan dan
seberapa besar kesalahan yang telah terjadi. Girus singulat menginfor-
masikan sistem motor untuk mengambil tindakan yang harus dilakukan.
Daerah dorsal dan rostral girus ini ada kaitannya dengan ganjaran dan
hukuman yang berkaitan dengan kesalahan respons yang dibuat.
Girus ini juga mencatat sakit secara fisik dan terlihat pada studi
dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Daerah superior dari girus
ini menunjukkan adanya aktivitas yang tinggi. Tampaknya sakit yang
terjadi lebih mempengauruhi emosi daripada sakit itu sendiri.
2.10.6c Hipokampus
Hipokampus terdiri dari dua tanduk yang melingkar dari
amigdala. Peranannya adalah memproses ingatan jangka pendek dan
ingatan jangka panjang. Jika hipokampus rusak maka orang tidak dapat
membuat ingatan baru dan hidup dalam dunia yang aneh karena semua
85
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

ingatan yang ada akan hilang sekalipun ingatan berasal dari sebelum
kerusakan terjadi.
Koordinasi sistem limbik amigdala, hipokampus dan korteks
singulat terjadi ketika sensor yang melibatkan emosi atau tanggap
darurat memerlukan analisis atau berfikir. Satu set signal akan dikirim
dari thalamus ke sensor korteks primer dan kortkes asosiatif. Signal ini
dikatagorikan jalur yang panjang. Signal ini akan mengenali obyek yang
ada dihadapannya dan tindakan apa yang akan diambil. Kemudian satu
set signal lagi akan dikirim ke amigdala. Jalur thalamus-amigdala adalah
jalur pendek karena respons sudah keluar sebelum signal dari korteks
selesai memproses rangsangan. Hipokampus akan meneruskan memori
yang telah ada berdasarkan pengalaman dan ada kaitannya dengan
rangsangan yang datang (explisit) dan mengenali berbahaya atau
tidaknya rangsangan yang datang. Semua informasi yang masuk ke
amigdala akan direspons di hipothalamus sebagai respons emosional
seperti marah, ekspresi wajah, dan lain-lain. Signal dapat mengabaikan
korteks apabila diperlukan respons yang lebih cepat dan langsung
menuju amigdala (gambar 2.26).

Gambar 2.26: Poros signal-korteks-hipokampus dan amigdala terhadap


respons emosi
Pada peristiwa yang melibatkan cinta baik yang birahi maupun
cinta seorang ibu maka jalur signalnya akan menuju ke thalamus dan
korteks singulat. Dari sini akan ada keluaran berupa emosi. Signal dari
thalamus yang ke hipothalamus akan berintegrasi dengan hipokampus
untuk mengambil ingatan jangka pendek maupun jangka panjang dan

86
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

akan dihasilkan respons tubuh (gambar 2.27). Signal ke amigdala akan


diabaikan artinya individu tidak mengenal rasa takut lagi dan hipo-
thalamus akan langsung memberikan signal ke bawah untuk tubuh
memberikan respons.

Gambar 2.27 Rangsang emosional yang mengabaikan amigdala.


Dihasilkan respons tubuh melalui jalur hipothlamus dan jalur emosi
melalui korteks singulat.

87
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.28. Lokasi dan saraf cranial


http://fineartamerica.com/featured/4-illustration-of-cranial-nerves-science-source.html

2. 11 Sistem Saraf Tepi


Sistem ini merupakan saraf-saraf yang berasal dari otak atau
kranial dan tulang belakang. Saraf somatis akan menghubungkan serabut
saraf ke kulit dan otot, sifat sarafnya adalah kesadaran atau volunter.
Saraf lain adalah saraf otonom fungsinya menghubungkan susunan saraf
pusat dengan organ sebelah dalam atau visceral seperti jantung,
pencernaan dan kelenjar. Sifat saraf tersebut tidak sadar atau involunter.
Kelompok saraf tepi yang lain berasal dari tulang belakang , terdiri dari
sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Keduanya merupakan
saraf saraf untuk tanggap yang cepat, jadi tidak memerlukan kesadaran
(ingat skema sistem saraf di gambar 2.16).
Saraf-saraf yang berasal dari otak yakni saraf kranial yang terdiri
dari 12 saraf dan ditunjukkan pada gambar 2.28 dan fungsinya dapat
dilihat pada tabel 2.4. Dengan mengetahui asal dan tempat dari saraf
kranial maka kita dapat memahami bagaimana sistem saraf mengontrol
hal hal yang melibatkan kesadaran atau volunter dan yang otomatis atau
involunter.

2.11.1 Sistem saraf somatis


Fungsi dari sistem saraf somatik adalah membawa informasi dari
saraf sensorik ke otak dan dari motorik ke otot. Kerja saraf ini ke otot
sifatnya kesadaran atau volunter. Sistem saraf ini berhubungan dengan
kulit, organ sensorik dan seluruh otot rangka. Sistem ini bertanggung
jawab terhadap signal yang berasal dari luar seperti pendengaran,
sentuhan dan pandangan. Alur perjalanan saraf somatik dapat
digambarkan sebagai suatu peristiwa refleks yakni adanya rangsangan
akan menimbulkan respons.

Tabel 2.4 Duabelas Saraf Kranial dan Fungsinya

88
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Transmisi impuls yang


I Olfaktori Saraf sensorik
berkaitan dengan bau

Transmisi impuls yang


II Optik Saraf sensorik
berkaitan dengan penglihatan

Transmisi ke otot kelopak


mata dan volunter, dan yang
Okulomotor berasal dari
Terutama menuju bola mata mengatur
III otak bagian tengah dan
motorik cahaya yang masuk kemata
melalui orbit mata
dan memfokuskan lensa
sifatnya involunter

Motor untuk pergerakan mata


Troklear Saraf berasal dari yang tidak berhubungan
Terutama
IV otak bagian tengah, saraf
motorik
dengan okulomotor dan
kranial yang paling kecil. sensor untuk kedudukan
(propisepsi) sarafnya volunter

- Transmisi impuls dari


permukaan mata, kelenjar
air mata, kulit dahi,scalp
Trigeminal. Berasal dari dan kelopak mata
pons. Campuran, - Transmisi impuls dari
V -Optik terutama bagian atas gigi, gusi, bibir
-Maksiliari sensorik atas, lapisan palat dan kulit
-Mandibular muka
- Serabut motor untuk otot
mengunyah dan landasan
mulut

Setiap saraf masuk orbit mata


Abdusen berasal dari pons Terutama dan memberi impuls motor ke
VI didekat medulla oblongata motorik sisa otot yang menggerakan
mata

Saraf sensoriknya
berhubungan dengan reseptor
rasa pada anterior, saraf
Berasal dari
motoriknya masuk ke sebelah
sebelah bawah
VII Saraf muka atau facial
pons. Sarafnya
depan muka (tempat
berekspresi). Ada juga dari
campuran
saraf ini yang mensekresi
kelenjar air mata dan kelenjar
ludah.

Vestibulo koklea Satu ke kesetimbangan


VIII (vestibulocohlear), berasal Saraf sensorik (vestibular) dan satunya lagi
dari medulla oblongata ke suara (koklea) .

89
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Hubungannya dengan lidah


dan faring, Serabut sensorik
sarafnya
membawa informasi ke otak
campuran
Saraf glasofaringeal. Berasal dari faring, tonsil, 1/3
IX dari medulla oblogata
dengan
posterior lidah. Serabut
dominasi saraf
motoriknya berinervasi
sensorik.
dengan faring untuk proses
menelan.
Menjulur kebawah melalui
leher ke dada dan perut
(abdomen). Berhubungan
Saraf vagus, berasal dari dengan berbicara dan
X medulla oblongata,
Saraf campuran
menelan: sistem saraf otonom
mengirim impuls ke jantung
otot polos dan kelenjar pada
toraks dan abdomen
Setiap cabang kranial
bersambungan dengan saraf
Saraf asesoris, berasal dari vagus dan membawa impuls
medulla oblongata dan ke otot dari palat halus, faring
XI tulang belakang. Keduanya Campuran dan laring. Cabang tulang
mempunyai cabang kranial belakang turun ke leher dan
dan tulang belakang. mensuplai serabut motorik ke
trapezius dan otot
sternocleidomastoid
Melalui lidah mensuplai
serabut motorik yang
Saraf hipoglosal, berasal
XII dari medulla oblongata
Campuran menggerakan lidah pada
waktu berbicara, mengunyah
dan menelan

2.12 Refleks
Refleks adalah respons proses involunter atau tidak sadar yang
terjadi di dalam tubuh maupun di luar tubuh. Beberapa refleks melibat-
kan otak seperti mengejabkan mata, bersin dan batuk. Semua ini untuk
melindungi kita dari hal hal buruk yang mungkin akan menyakiti. Refleks
pada umumnya tidak memerlukan kesadaran karena harus berlangsung
dengan cepat. Jika harus mencapai kesadaran maka impuls saraf harus
menuju ke otak dan kemudian di interpretasikan terlebih dahulu.
Selanjutnya otak akan mengirim perintah ke efektor yang tepat untuk
memberikan respon. Apabila mencapai kesadaran maka respons
tersebut sudah terlambat dalam menghadapi rangsangan yang
berbahaya misalnya ketika kita menyentuh api. Refleks somatis adalah
dasar fisiologi kedudukan dan lokomosi. Refleks berarti menekuk
kebelakang (bend backward). Refleks otonom menjaga homeostasis

90
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dengan mengontrol berbagai proses involunter seperti denyut jantung,


laju pernafasan, tekanan darah dan pencernaan. Semua refleks ber-
langsung dengan cepat, memotong jalur signal yang pergi ke pusat
kontrol di serebral korteks dan mengintegrasikannya dengan daerah
sebelah bawah otak seperti batang otak atau sistem limbik. Anatomi dan
fungsi refleks terprogram secara genetik dan tumbuh sempurna pada
waktu lahir.
Busur refleks terdiri dari lima komponen utama (gambar 2.29).
Refleks berawal dari reseptor yang bermacam-macam jenisnya pada
seluruh tubuh, seperti reseptor rasa sakit, panas, dingin, tekanan cahaya
dan lain-lain lain.
1. Reseptor akan menerima signal rangsangan
2. Saraf sensorik, membawa potensial aksi dari reseptor menuju ke
susunan saraf pusat. Masuk tulang belakang melalui dorsal.
3. Sinapsis di susunan saraf pusat. Tempat ini disebut interneuron
Umumnya sinapsis yang terjadi adalah polisinaptik. Beberapa
mengalami monosinaptik seperti pada gelondong otot. Interneuron
memberi perintah ke saraf motorik apakah eksitatori ataukah
inhibitori.
4. Saraf motorik, membawa potensial aksi dari susunan saraf pusat ke
target atau efektor melalui ventral.
5. Target atau efektor yang menjawab respons refleks.

91
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.29 : Mekanisme refleks, komponen-komponen refleks


informasi dari tepi (reseptor) dikirim ke tulang belakang, sinapsis di
interneuron dan kembali ke tepi (efektor)
http://universalfacts.blogspot.com/2006/06/skin-sense-of-touch-how-we-feel-things.html

Busur refleks dapat berupa segment tunggal dan intersegmental.


Refleks yang menggunakan segmen yang kecil saja atau satu segmen
tulang belakang atau batang otak disebut refleks segmental.
 Refleks yang menggunakan beberapa segmen disebut inter-
segmental.
 Refleks kesadaran adalah contoh intersegmental.
 Potensial aksi yang dibawa oleh saraf sensorik akan bergerak
sepanjang lumbar dan menuju serebral korteks sebelum respons
motorik dihasilkan.

2.13 Kontrol Saraf Pada Pergerakan


Bergerak dan berpindah adalah ciri khas dari hewan.
Pergerakan hewan harus berupa gerakan anti gravitasi dan ada
tujuannya. Pergerakan, yang merupakan hasil akhir dari proses
kontraksi otot diawali dan dikoordinasi di susunan saraf pusat
dengan mekanisme kontrol unit motornya. Agar susunan saraf
pusat dapat mengontrol gerakan yang sesuai. Sistem menilai
seberapa jauh gravitasi telah bekerja pada otot dan menilai
seberapa jauh tujuan dan hasil akhir gerakan telah dicapai. Sekali
perbedaan terjadi, maka penyesuaian harus dilakukan. Oleh
karena itu kontrol pergerakan memerlukan reseptor regangan
alat gerak atau otot. Reseptor ini mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
1. Gelondong reseptor regangan terselubung, merupakan kelompok
yang sangat khas dari serabut otot dengan inervasi motor dan sensor
secara terpisah.
2. Gelondong otot membawa informasi panjang otot dan kecepatan
kontraksi ke susunan saraf pusat.

92
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3. Potensial aksi pergerakan sepanjang gelondong saraf sensor akana


dikirim ke pusat refleks dan akan mengakibatkan kontraksi serabut
ekstrafusal.
4. Susunan saraf pusat mengontrol sensitivitas gelondong secara
langsung melalui saraf motorik.
5. Organ Golgi tendon adalah reseptor regangan (stretch), terletak di
tendon otot dan menandai adanya tegangan tendon.
Bukan hal yang amat aneh apabila mamalia secara evolusi
mempunyai dua macam reseptor pada alat geraknya yakni gelondong
otot dan tendon golgi. Gelondong otot letaknya paralel dengan serabut
otot yang berkontraksi. Tendon Golgi berada pada posisi seri dengan otot
yang berkontraksi, menandai adanya tegangan otot. Reseptor regangan
atau muscle spindle (gelondong otot) menyebar di seluruh masa otot

2.13.1 Reseptor regangan gelondong otot terenkapsulasi,


sekumpulan serabut otot yang khas dengan inervasi ke sensor
dan motor
Bagian ini memberikan informasi panjang otot dan kecepatan kontrak-
sinya ke susunan saraf pusat (gambar 2.30). Gelondong otot banyak
terdapat pada otot-otot yang dapat melakukan gerakan-gerakan halus
seperti mata, tangan dan leher. Gelondong otot terdiri dari gelondong-
gelondong kecil di serabut otot dan disebut serabut intrafusal di mana
beberapa ujung saraf sensorik terikat. Serabut otot yang terbesar dan
menghasilkan semua gaya adalah serabut ekstrafusal. Serabut intrafusal
terlalu lemah untuk menghasilkan gaya kontraksi karena di serabut ini
tidak ada unit kontraktil. Serabut ekstrafusal terinervasi dengan α
motorneuron, dan intrafusal secara fungsionil dengan kedua tendon
melalui jaringan penghubung otot dengan γ motorneuron. Serabut
ekstrafusal ini mulai dari otot secara keseluruhan sampai masuk ke
dalam tendon sedangkan serabut intrafusal lebih pendek kira-kira
ukurannya 4-10mm dan serabut intrafusal mempunyai protein pada
kedua ujung polarnya, bagian tengah equatorialnya yang berisi cairan,
dikenal dengan nama inti kantong (nuclear bag) dan inti rantai (nuclear
chain). Keduanya tidak dapat berkontraksi. Sensor dari gelondong terletak
di bagian tengah ini pergi menuju ke susunan saraf pusat melalui saraf
tepi (perifer), pada beberapa teks dikenal dengan nama saraf Ia yang
ukurannnya besar dan daya hantar listriknya cepat, memonitor panjang

93
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

otot dan kecepatan kontraksi. Untuk inti kantong terinervasi oleh tipe
serabut saraf tipe II yang ukurannya sedang. Unit kontraktil dari serabut
intrafusal terinervasi dengan saraf motorik tersendiri dan disebut 
motor neuron. Serabut ekstrafusal yang menyebabkan kontraksi secara
keseluruhan mempunyai saraf tersendiri dan disebut saraf motorik .

Gambar 2.30: Reseptor gelondong otot dan inervasi sarafnya


http://stoneathleticmedicine.com/tag/muscle-spindle/

2.13.2 Gelondong otot membawa informasi tentang panjang otot


Agar potensial aksi dapat dihasilkan sepanjang gelondong saraf
sensor adalah dengan meregangkan bagian tengah (middle equatorial)
otot intrafusal. Pada waktu bagian tengah ini meregang, maka stretch
sensitive channel (kanal yang sensitif terhadap regangan) akan terbuka,
terjadi depolarisasi membran diikuti dengan terjadinya potensial aksi
yang menuju ke saraf pusat. Segment equatorial ini dapat di buat meman-
jang melalui dua cara: Pertama karena gelondong reseptor terletak paralel
dengan serabut ekstrafusal dan secara fungsionil asalnya dan masuknya
saling berhubungan maka memanjangnya otot secara keseluruhan akan
94
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

meregangkan juga bagian equatorial gelondong serabut otot intrafusal.


Contoh yang paling umum adalah perubahan letak tubuh karena gravitasi.
Akan terjadi pemanjangan otot ekstensor. Cara kedua adalah dengan kon-
traksi dari ujung polar serabut intrafusal, sesuatu yang berkaitan dengan
aktivasi saraf motorik . Sekalipun dalam keadaan istirahat bagian tengah
serabut intrafusal tetap siaga dan sedikit teregang agar saraf sensorik dapat
cepat tanggap dalam menghadapi perubahan panjang otot dan mengirim
signal ke susunan saraf pusat. Akibat adanya regangan yang tetap maka
otot selalu dalam keadaan tetap teregang atau dikenal dengan sebutan
tonus otot. Respons dari saraf sensorik di gelondong otot juga mengirim
signal secara cepat untuk memulai kontraksi otot apabila diperlukan
secara tiba-tiba. Hal ini dikenal dengan sebutan refleks regang. Saraf ini
tidak hanya mendeteksi perubahan dinamis panjang otot ketika hewan
bergerak akan tetapi dapat juga mendeteksi pada waktu hewan dalam
keadaan diam (statis) agar tubuh tetap tegak.

2.13.3 Potensial aksi sepanjang gelondong saraf akan mengakibatkan


refleks kontraksi otot ekstrafusal
Menandai adanya pemanjangan otot, maka gelondong otot akan
mengirim signal ke saraf sensorik dan dihasilkan potensial aksi yang
frekuensinya sebanding dengan pemanjangan bagian equatorial serabut
otot intrafusal tersebut. Kemudian terjadi transmisi mono sinaptik oleh
saraf motorik  yang kembali ke serabut ekstrafusal pada otot yang sama.
Hal ini akan menyebabkan pemendekan otot pada unit ekstrafusal otot
tersebut sehingga bagian equatorial dari gelondong otot intrafusal juga
ikut memendek, akibatnya potensial aksi dari reseptor gelondong akan
berhenti (ini merupakan sistem umpan balik yang sangat klasik). Pada
waktu otot yang membantu menggerakkan tubuh menuju ke satu arah
disebut sinergi sedangkan berlawanan mengalami relaksasi (inhibitori)
atau antagonis. Otot yang sudutnya mendekati arah tubuh disebut fleksor
sedangkan yang menjauhi sendi disebut ekstensor.
Gelondong otot yang mengandung saraf sensorik akan mengirim
input melalui dorsal dan bersinapsis tunggal dengan saraf motorik 
pada otot yang sama (ekstensor) di pusat integrasi ditulang belakang,
sedangkan saraf yang lain membuat inhibitori ke saraf motorik  otot
flexor. Proses sinergi dan antagonistik pada otot tadi disebut juga inhibisi
resiprokal merupakan hal yang otomatis terjadi pada jalur motorik
karena dua alasan utama (1) Energi akan terbuang percuma jika otot

95
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

harus mengatasi gerakan antagonisnya (2) Gerakan akan lebih halus jika
otot yang berlawanan tidak mengganggu satu sama lain (gambar 2.31).
Lebih jauh lagi anda dapat menguji ini pada diri anda sendiri dengan cara
menekan patellar tendon pada otot quadriceps dengan benda tumpul.
Tekanan ini akan mengakibatkan regangan otot sepanjang otot
quadricep. Potensial aksi akan dikirim melalui dorsal dan akan
menyebabkan EPSP pada saraf motorik yang kembali ke otot quadriceps.
Hal ini akan menyebabkan pemanjangan sambungan lutut (knee jerk
refleks). Refleks ini berperan dalam postur tubuh agar tetap tegak.
Tentunya kita tidak mungkin menguji refleks ini dengan benda yang lebih
besar seperti palu atau batang besi yang besar.

Gambar 2.31: Proses sinergi kontraksi otot agonis ekstensor dan


antagonis fleksor. Inhibisi pada otot antagonis dimulai dari interneuron
di atas atau inhibisi presinaptik
http://trainingbyteri.blogspot.com/2014/09/nasm-ces-study-guide-chapter-9.html

Refleks lain adalah refleks withdrawal atau menarik diri. Ketika


subyek menyentuh benda yang menyakitkan, reseptor pada kulit akan
meneruskan informasi ke tulang belakang dan diteruskan ke interneuron
sebelum menuju ke pusat refleks, saraf motorik mentransmisikan impuls ke
otot fleksor untuk menarik dari rasa sakit. Pada saat yang bersamaan otot
ekstensor dihambat. Refleks ini berguna untuk menghindari kerusakan
lebih jauh dari jaringan karena dengan menarik diri akan terhindar dari
kerusakan. Lebih luas lagi refleks berperan dalam menjaga homeostasis
dengan keterlibatannya dalam mengontrol proses-proses ketidaksadaran
(involunter) seperti detak jantung, tekanan darah dan pencernaan.

96
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Refleks juga menjalankan proses otomatik seperti bersin, batuk, muntah


dan menelan.

2.13.4 Susunan saraf pusat dapat mengontrol sensitivitas gelondong


langsung melalui saraf motorik 
Seperti telah kita bahas di atas, kontraksi serabut otot ekstrafusal
dikontrol oleh saraf motorik  sedangkan intrafusal oleh saraf motorik .
Saraf motorik menginervasi intrafusal melalui bagian polarnya, daerah
yang mengandung protein untuk kontraksi. Daerah tengah atau ekuatorial
dari serabut intrafusal tidak mengandung protein kontraktil. Potensial
aksi oleh saraf motorik tidak mengakibatkan pemendekan bagian ekua-
torial karena bagian ini tidak mengandung protein kontraktil, melainkan
meregang. Pentingnya inervasi saraf motorik  ke serabut intrafusal
masih sering diperdebatkan akan tetapi ada beberapa penjelasan tentang
fungsi ini.
Karena adanya rangsangan saraf ini maka reseptor gelondong
akan tetap sensitif terhadap adanya perubahan yang tiba-tiba ataupun
perubahan kecil yang terjadi di keseluruhan serabut otot. Akibat dari
beban yang datang secara tiba-tiba maka γ motorneuron akan menembak
signal lebih banyak lagi keserabut intrafusal (gambar 2.32). Akibatnya
serabut intrafusal akan mengirim signal lebih banyak lagi ke susunan
saraf pusat dan memerintahkan α motorneuron untuk merangsang
serabut ekstrafusal agar berkontraksi lebih kuat lagi. Tanpa γ
motorneuron yang ke otot tidak akan mampu menandai adanya jumlah
regangan yang ada. Adanya γ motorneuron yang termielinisasi
memungkinkan kecepatan hantaran saraf mencapai 4 sampai 24
meter/detik, lebih cepat dari saraf yang tidak termielinisasi namun lebih
lambat dari α motorneuron.
Contoh dari pengalaman kita sehari hari adalah jika kita meng-
angkat benda dan benda tersebut menurut taksiran pusat motorik di otak
dan berdasarkan pengalaman kita akan mampu untuk mengangkat
benda. Akan terjadi aktivasi beberapa motorneuron dalam memenuhi
gaya yang diminta. Apabila gaya tersebut ternyata tidak cukup, karena
ternyata melebihi taksiran dari pengalaman, maka permintaan awal
jumlah motorneuron yang aktif tidak akan mampu mengangkat benda
tersebut. Dalam peristiwa ini serabut ekstrafusal akan memendek, akan
tetapi intrafusal yang jumlah serabut kontraktilnya sedikit tidak akan

97
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

memendek. γ motorneuron yang sama-sama turun dari susunan saraf


pusat akan meningkatkan signal ke bagian tengah gelondong dan akan
meningkatkan tegangan otot. Refleks regangan menjadi lebih kuat dan
signal regangan ini akan dikirim ke SSP untuk memerintahkan α
motorneuron agar mengirim signal lebih kuat ke serabut ekstrafusal.
Akibatnya ada gaya yang cukup untuk mengangkat benda. Contoh lain
terjadi pada hewan kerja seperti ketika kerbau menarik bajak, kuda
menarik beban dan lain-lain. Signal yang berasal dari motorneuron
sebelah atas akan mengirim perintah ke α motorneuron dan γ
motorneuron secara bersamaan. Hal ini memungkinkan kontraksi otot
oleh α motorneuron dapat terus dipantau oleh γ motorneuron. Terjadi
koaktivasi α dan γ motorneuron sehingga kontraksi dan sensitivitasnya
terjaga.

Gambar 2.32: Peran dari γ motorneuron dalam kontraksi. Signal dikirim


dengan menggunakan menggunakan saraf Ia-II yang daya hantaranya
cepat.

2.13.5 Organ Golgi tendon merupakan reseptor regangan otot dan


menandai adanya tegangan pada tendon.
Kapsul tendon Golgi terletak di serabut ekstrafusal secara seri,
setiap tendon mempunyai sensor aferen dan dikenal sebagai saraf Ib
yang ukuran diameternya besar dan membawa potensial aksi ke susunan
interneuron di tulang belakang. Karena tendon Golgi posisinya seri
dengan serabut ekstrafusal, maka ketika otot berkontraksi tendon akan
meregang sehingga kanal yang sensitif terhadap regangan akan

98
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

membuka kanal Na+ dan terjadi depolarisasi dan signalnya akan menuju
ke interneuron. Neurotransmiter yang dilepaskan oleh interneuron adalah
inhibitori sehingga saraf motorik  akan terinhibisi.
Koordinasi antara tendon Golgi dan gelondong otot sangat
penting dalam koordinasi sikap badan dan gerakan (gambar 2.33). Lebih
jauh lagi alur ini akan naik dan sinapsis dengan saraf lain menuju
medulla. Pada titik ini penyebrangan juga terjadi, saraf dari arah kiri akan
menuju ke kanan otak dan dari kanan ke kiri otak. Alur berlanjut dan
sinapsis ke thalamus dan selanjutnya menuju ke sensori korteks untuk
diproses lebih jauh lagi.

Gambar 2.33: Inervasi saraf dari tendon Golgi kepusat berupa IPSP
dengan menggunakan saraf Ib sedangkan alfa motorneuron
menuju serabut ekstrafusal
http://www.hhp.txstate.edu/hper/faculty/pankey/3317/ch08_files/frame.htm

Beberapa informasi kedudukan (propiosepsi) akan diproses oleh


serebelum melalui jalur spinosereberal. Informasi yang menuju serebe-
lum akan diproses untuk koreksi, antara tujuan dan hasil gerakan
tercapai. Tugas utama dari tendon Golgi adalah untuk melindungi
kerusakan otot yang diakibatkan oleh kontraksi yang berlebihan seperti
mengangkat benda yang terlalu berat. Pada keadaan tanpa beban, otot
yang terkait dengan gerak tegangannya akan dijaga secara konstan oleh
tendon Golgi. Ketika beban semakin berat maka Golgi tendon akan
mengirim signal yang akan mengakibatkan EPSP di interneuron di tulang
belakang (ingat tendon Golgi sensitif terhadap tegangan dan kanal Na+
akan semakin banyak yang terbuka). Semakin berat beban yang

99
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

ditanggung semakin banyak neurotransmiter yang keluar dari


interneuron akibat rangsangan dari tendon Golgi. Neurotransmiter ini
sifatnya inhibitori dan akan menyebabkan IPSP ke saraf yang menuju ke
otot. Akibatnya otot tidak berkontraksi. Melalui mekanisme ini kerusakan
otot akibat kerja yang terlalu berat akan terlindungi.
Fungsi dari Golgi tendon bergantung kepada konteks, jadi efeknya
belum tentu inhibitori. Studi pada kucing menunjukkan bahwa golgi
tendon mengaktifasi otot pada waktu lokomosi. Otak mengirim signal ke
tulang belakang untuk niatan suatu gerakan kesaraf Ib agar otot
teraktifasi. Refleks ini merupakan kebalikan dari otomatis inhibisi dari
tendon Golgi. Penyebaran tendon Golgi pada berbagai otot jalan pada
hewan (gastrocnemius, soleus, quadrisep dan lain-lain) untuk
mengkoordinasi gerakan lokomosi. Peristiwa ini dapat Anda bayangkan
ketika anda sedang berjalan melenggang, satu kaki mengayun dan kaki
yang lain menahan beban tubuh. Ceriterakan peran tendon Golgi pada
peristiwa ini.

2.14 Kontrol Otak untuk Pergerakan dan Kedudukan


Pada refleks kesadaran maka signal dari tepi tidak hanya diproses
secara langsung akan tetapi ada juga yang dikirim ke korteks dan baru
keluar dari motorneuron sebelah atas kemotorneuron sebelah bawah
(gambar 2.33). Motorneuron sebelah atas adalah motorneuron derajat
satu, badan sarafnya tidak dapat meninggalkan sistem saraf pusat dan
harus bersinapsis dengan motorneuron sebelah bawah. Motorneuron
sebelah bawah badan sarafnya terletak di batang otak.
Kumpulan kumpulan saraf yang berasal dari motorneuron
sebelah atas atau berderajat satu disebut saraf piramidal. Alur piramidal
ini dapat dikatakan alur langsung dan monosinaptik karena dari motor-
korteks tidak sinapsis dengan saraf manapun sampai mencapai tujuan-
nya yakni saraf di batang otak atau tulang belakang. Hubungan langsung
ini memungkinkan pesan dapat dikirim dengan cepat. Kerjanya bisa
inhibisi atau fasilitasi. Selanjutnya motorneuron sebelah bawah bisa
saraf kranial atau saraf spinal. Semua saraf spinal mempunyai komponen
motorneuron akan tetapi saraf kranial tidak semuanya mempunyai
komponen motor seperti saraf no I penciuman, II saraf optik dan VII saraf
pendengaraan Saraf saraf yang mempunyai komponenen motor tadi
mempengaruhi pergerakan. Dua macam pergerakan dipengaruhi oleh

100
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

saraf saraf tadi, yang pertama adalah gerakan yang diakibatkan oleh
proses belajar, di bawah pengaruh kesadaran, volunter dan gerakan yang
terampil. Biasanya dilakukan oleh otot flexor. Berikutnya adalah gerakan
anti gravitasi, tegaknya sikap badan dan tegangan otot biasanya
termasuk gerakan di bawah sadar yakni melawan gravitasi. Otot yang
melibatkan posisi harus menghasilkan proses kontraksi otot ekstensor
secara terus menerus. Letaknya dekat dengan kolom tulang belakang.
Saraf saraf untuk pergerakan involunter cukup melakukan sinapsis
dengan sistem integrasi di tulang belakang.
Tidak seperti neuron sensorik yang mengubah energi fisik ke
informasi neuron, sistem motorik mengambil informasi dan mengubahnya
menjadi energi fisik. Jika kita ingat kembali bahwa semua pergerakan
merupakan kontraksi dari beberapa otot rangka ekstrafusal, otot-otot ini
tidak akan berkontraksi tanpa ada instruksi dari saraf motorik  dan
neuron ini tidak akan mengirim potensial aksi tanpa diberi signal oleh
discending saraf motorik sebelah atas atau datangnya informasi dari saraf
sensorik busur refleks. Mengawali gerakan learned, skilled dan volunter
berasal dari sub group saraf motorik sebelah atas disebut sistem
piramidal sedangkan untuk postural, tonus otot ekstensor dikontrol oleh
sistem ekstrapiramidal. Kelompok ketiga dari sub kelompok disebut
serebelum, fungsinya untuk mengkoordinasi gerakan yang dimulai oleh
sistem piramidal dan ekstra piramidal. Serebelum secara terus menerus
membandingkan antara tujuan dan hasil akhir gerakan. Untuk membahas
sistem piramidal dan ekstrapiramidal ada baiknya kita mengingat
kembali anatomi dari sistem saraf yang telah kita bicarakan di atas dan
kita akan dapat menikmati betapa hebatnya hasil evolusi biologi.
Sensor motorik dan kesadaran dari otak mempunyai beberapa
alur yang berbeda secara jelas. Misalnya sistem penglihatan dan pende-
ngaran terpisah dan paralel secara jelas, dan sistem motor mempunyai
jalur paralel piramidal dan ekstrapiramidal. Masing-masing alur mem-
punyai stasiun penghubung tersendiri. Secara topografi saraf saraf ini
terorganisir dengan sangat rapi. Sebagian besar alur bersilangan, untuk
tujuan yang kurang dapat difahami.
Pada beberapa buku, istilah sistem piramidal dan ekstrapiramidal
tidak pernah disinggung dan hanya disebutkan sebagai motorneuron
sebelah atas dan motorneuron sebelah bawah. Secara tiga demensi
bentuk piramidal pada lapisan kelima motorkorteks tidak terlihat, hanya

101
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

pada sayatan dua demensi bentuk piramid terlihat. Penulis masih


menginginkan istilah tersebut..

Gambar 2.34: Refleks volunter memerlukan kesadaran, perlu modifikasi


dari otak sedangkan refleks homeostasis tidak perlu memerlukan
kesadaran, saraf sensorik langsung terintegrasi dengan saraf motorik
ditulang belakang.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali

2.14.1 Sistem piramidal terdiri dari dua batang saraf utama yang
turun dari serebral korteks.
Semua batang saraf dalam sistem piramidal berasal dari neuron
yang terletak dalam lapisan ke V dari serebral korteks.. Alur yang paling
panjang dari sistem piramidal adalah kortikospinal tract, berawal dari
serebral korteks dan berakhir berlawanan arah pada saraf tulang
belakang (kontralateral ditulang belakang). Sepanjang perjalanannya

102
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

melalui kapsul sebelah dalam dari diencephalon, mesencephalon dan


pons, ketika sampai di medulla oblongata sekitar 90% alur ini akan
melintas berlawanan arah pada saat menuju saraf sebelah bawah.
Sisanya yang 10% turun searah (ipsilateral) ke tulang belakang. (gambar
2.35). Ketika kortikospinal melalui medulla, mereka melewati bagian
ventral dari medulla yang berbentuk seperti piramid. Itulah sebabnya ini
disebut piramidal (proses naiknya informasi aferen juga mengalami hal
yang sama, rangsangan dari kiri akan sinapsis di thalamus dan menuju ke
sebelah kanan otak dan turun ke sebelah kiri).
Sistem piramidal kedua yang meninggalkan serebral korteks
disebut alur kortikobulbar. Batang saraf ini mengikuti alur kortikospinal
akan tetapi berakhir di batang otak, jadi mereka mempengaruhi saraf
motorik sebelah bawah dari batang otak yakni otot leher. Alur korti-
kospinal akan mempengaruhi saraf motorik tulang belakang sebelah
bawah. Tambahan sistem lain adalah sistem kortikopontine-serebral
yang turun ke batang otak dan menuju pons dan dari sini sarafnya akan
sinapsis dengan neuron berikutnya secara kontralateral dari serebral
korteks. Sekalipun tidak secara jelas merupakan bagian dari sistem
piramidal, peranannya menginformasikan serebelum tentang tujuan dari
serebral korteks agar serebelum dapat melakukan penyesuaian gerakan.
Jadi semua saraf yang keluar dari kortikospinal dikatakan sebagai saraf
piramidal dan yang di luar kortikospinal disebut ekstrapiramidal.

2.14.2 Sistem piramidal berasal dari daerah tertentu otak


Sekalipun semua batang saraf dari sistem piramidal berasal dari
lapis ke V serebral korteks, tidak semua daerah serebral korteks yang
terdiri dari frontal, parietal, occipital dan temporal memberikan saraf ke
sistem pyramidal. Hanya saraf dari motorkorteks yang merupakan
bagian terkecil dari frontal saja yang menuju ke sistem piramidal. Pada
manusia, motorkorteks terletak agak jauh dari central sulcus sehingga
disebut precentral gyrus. Perbatasan motorkorteks dengan bagian lain
dari otak pada hewan tidak sejelas pada manusia. Pada hewan perba-
tasan ini umumnya terletak pada daerah sulcus cruciate.
Batang saraf piramidal juga dapat berasal dari motorkorteks yang
jauh karena itu disebut premotorkorteks. Batang saraf ini juga dapat
berasal dari parietal sensory korteks dan supplementary motorkorteks
yang berasal dari permukaan bagian tengah lobus frontalis.

103
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Phylogeny kortikospinal dan kortikobulbar ditemukan pada mama-


lia. Makin tinggi phylogeny dari mamalia, semakin canggih penampilan-
nya di motorkorteks. Ini juga selaras dengan kemampunnya melakukan
aktivitas yang berupa keterampilan ataupun gerakan yang sifatnya
volunter.
Jadi pada mamalia adanya kelainan penampilan daerah somato-
topik (hubungan satu-satu antara bagian tubuh dengan titik titik di saraf
pusat) dapat ditemukan di motor korteks. Otot yang berhubungan
dengan skilled atau yang terlatih seperti otot tangan dan mulut
mempunyai daerah motorkorteks yang lebih luas karena otot-otot
tersebut diperlukan untuk memegang dan berbicara. Inervasi saraf
motorik yang ke otot proksimal tidak seluas yang ke distal karena
penggunaanya tidak rumit. Jika divisualisasikan dalam bentuk tubuh
manusia maka banyaknya saraf pada daerah motorik akan terlihat
seperti pada gambar 2.36. Distribusi batang saraf alur kortikospinal pada
primata dan karnivor akan menuju ke kaki depan dan belakang,
sedangkan pada kuda hanya pergi ke kaki depan.

Gambar 2.35: Alur perjalanan saraf yang ke otak akan kontralateral di


medulla oblongata dan mencapai motorkorteks. Demikian juga ketika
turun sebagian besar kontralateral ketika menuju ke otot.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

104
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.36 : Perbandingan daerah motorkorteks divisualisasikan dalam


bentuk orang. Area yang luas menunjukkan banyaknya saraf motorik.
http://threepoundsofgrey.blogspot.co.id/2012/06/meet-your-homunculus-what-can-you-say.html

2.14.3 Sistem piramidal mengawali gerakan gerakan volunter,


halus, seringkali terlatih.
Sistem piramidal mengawali gerakan yang memerlukan keteram-
pilan (skilled), terlatih (learned) ataupun volunter yang bertanggung jawab
untuk pergerakan-pergerakan tersebut mempengaruhi saraf motorik
sebelah bawah pada kedudukan kontralateral (gambar 2.36). Serabut
otot ekstrafusal yang cenderung berupa otot flexor dari bagian tubuh
yang jauh dari tulang belakang.
Tampaknya sebelum serebral korteks mengirim perintah ke saraf
motorik sebelah bawah maka telebih dahulu harus ada perencanaan
gerakan motorik. Perencanaan harus berupa urut-urutan kontraksi otot
agar penampilan yang dikehendaki dapat terlaksana dan harus secara
jelas menentukan berapa banyak otot yang harus berkontraksi.

105
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.37.: Signal diproses berdasarkan informasi dari pendengaran,


visual dan optik. Menuju keniatan pergerakan dan berakhir di
motorkorteks primer.
http://www.yuyellowpages.net/motor-association-cortex-function.htm

Alur perintah ke motorkorteks bisa berasal dari pendengaran,


penglihatan dan kedudukan tubuh, signalnya akan menuju prefrontal
korteks untuk perencanaan gerakan. Alur kemudian akan menuju ke
premotorkorteks dan akhirnya ke motorkorteks utama (gambar 2.37).
Dari sini akan turun melalui sistem piramidal ke motorneuron sebelah
bawah mempengaruhi α dan γ motorneuron. Tampaknya premotorkorteks
dan supplementary motorkorteks memegang peranan dalam perenca-
naan tersebut, mungkin juga dalam haromoni orkestra dengan basal
ganglia. Korteks sensorik mungkin juga berperan dalam peranannya
menyediakan sebagian informasi untuk sasaran pergerakan dan koreksi
kesalahan, sekalipun ini merupakan tugas dari serebelum dan rangkaian
refleks tulang belakang. Hubungan satu sama lain di serebral korteks ini
menghasilkan perintah potensial aksi yang dikirim ke alur kortikospinal
dan kortikobulbar sebelum belok secara bersebrangan (kontralateral) di
saraf motorik sebelah bawah. Duplikat dari perintah ini akan dikirim ke
serebelum sepanjang alur kortikopotine serebelar. Di sini duplikat tadi
dibandingkan oleh serebelum, gerakan apa yang sedang terjadi dan akan
dilakukan penyesuaian gerakan agar hasil akhir yang dikehendaki
tercapai (gambar 2.44). Jadi secara umum serebelum memegang peranan
penting dalam memberi umpan balik.

106
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bagaimana mekanisme signal processing pada waktu anda menge-


mudi mobil dan anda perlu bantuan pendengaran dan penglihatan yang
menggunakan cermin apakah sama dengan penjelasan di atas?

2.14.4 Batang saraf sistem piramidal mempengaruhi saraf motorik


 dan 
Batang saraf dari alur kortikospinal turun dari susunan saraf
pusat menuju ke saraf motorik sebelah bawah dan menuju arah yang
berlawanan di tulang belakang, mempengaruhi saraf motorik di batang
otak, biasanya juga berlawanan arah (kontralateral). Pengaruh ini
ditujukan kepada saraf motorik  dan , melalui hubungan interneuron
yang sangat pendek dan yang paling dekat (beberapa hubungan langsung
mono sinaptik dengan saraf motorik sebelah bawah seperti yang
ditemukan pada primata).
Adanya aktivasi serentak saraf motorik  dan  memungkinkan
jalur batang saraf piramidal memerintahkan agar tujuan suatu gerakan di
serabut ekstrafusal menghasilkan kontraksi yang secukupnya. Peranan
koaktivasi saraf motorik  ke dalam serabut intrafusal tidak terlalu jelas.
Kemungkinannya adalah menjaga sensitivitas gelondong otot. Akibat
koaktivasi ini berapapun perubahan panjang otot tersebut akibat
peregangan sensitivitasnya akan tetap terjaga.
Koaktivasi saraf motorik  akan menyebabkan EPSP pada saraf
motorik  melalui  loop. Hal ini terjadi apabila rangsangan awal dari
sistem piramidal terhadap saraf motorik  gagal untuk menghasilkan
kontraksi seperti yang dikehendaki. Jika rangsangan awal dari saraf
motorik  cukup untuk berkontraksi, maka tidak diperlukan  loop. Akan
tetapi apabila pada awal rangsangan saraf motorik  tidak cukup untuk
mengawali terjadinya kontraksi yang dikehendaki, diperlukan koaktivasi
saraf motorik . Distribusi batang saraf alur kortikospinal pada primata
dan karnivor akan menuju ke kaki depan dan belakang, sedangkan pada
kuda hanya pergi ke kaki depan. Koaktivasi ini seperti power steering
mobil, di mana kompresor di mobil membantu daya ke kemudi untuk
membelok sekalipun ada gesekan dari roda.
Batang saraf alur kortikobulbar berangkat dari motorkorteks ke
saraf kranial V, VII, IX, X,XI dan XII. Mengontrol pergerakan wajah, leher,
lidah dan otot ekstra okuler.

107
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

2.14.5 Dampak kerusakan sistem piramidal pada pergerakan


Derajat kerusakan yang ditimbulkan akibat kerusakan sistem
piramidal bervariasi bergantung kepada proses evolusi. Pada primata
seperti manusia, di mana sistem piramidal terbentuk secara lebih luas,
kerusakan sistem piramidal akan menyebabkan kelemahan tubuh secara
kontralateral yang disebut hemiparesis (kerusakan pada sebelah kiri
sistem piramidal menyebabkan kelemahan tubuh sebelah kanan dan
sebaliknya). Hal ini dapat dilihat pada penderita stroke yang menyerang
motorkorteks. Pada spesies lain pembentukan sistem piramidalnya tidak
seluas manusia, sehingga kerusakan sistem piramidal pada hewan tidak
terlalu berat dibandingkan dengan kerusakan pada manusia. Kerusakannya
tidak akan mempengaruhi kiprah atau gait. Akan tetapi kerusakan sistem
piramidal akan menggganggu respons kesadaran letak di mana hewan
tidak dapat meletakan kakinya ke kedudukan yang semestinya.
Ketika alur kortikospinal rusak, hewan akan mengalami kelam-
batan untuk mengembalikan telapak kaki ke posisi yang semestinya.
Sebagai tambahan, pada waktu bergerak kuku akan cenderung terseret
ketanah. Dengan mengamati respons kesadaran propriosepsi, dan
perubahan pergerakan yang halus maka letak kerusakan di susunan saraf
pusat dapat dilokalisir.
2.14.6 Sistem ekstrapiramidal mempunyai empat jalur utama yang
turun dari batang otak untuk mempengaruhi saraf motorik
sebelah bawah dari tulang belakang
Ekstra piramidal memegang peranan penting dalam pergerakan
otot. Biasanya terdapat di kelompok otot yang dekat (proximal) dengan
kolom tulang belakang. Alurnya dimulai dari serebral korteks dan
berakhir di tulang belakang dan batang otak. Saraf motorik lain yang akan
mempengaruhi saraf motorik sebelah bawah dimulai di batang otak.
Sistem ini mempunyai empat jalur yang turun meninggalkan batang otak
untuk mempengaruhi tulang belakang saraf motorik sebelah bawah.
Seperti halnya pada susunan saraf pusat, penamaan berdasarkan tempat
di mana dimulai alurnya dan diikuti dengan nama tempat berakhirnya.
- Alur yang pertama alur rubrospinal yang berasal dari inti merah di
batang otak, sarafnya melintas berlawanan arah dari asalnya
melewati batang otak dan lateral feniculus di tulang belakang.
Inervasi pada saraf tulang belakang. Fungsinya adalah sebagai jalur

108
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

alternatif pada perintah motorik ke tulang belakang untuk kedudukan


dan tonus otot. Sekalipun fungsinya jelas pada binatang, pada
manusia relatif kurang jelas fungsinya. Serebelum mengirim signal
ke inti merah untuk selanjutnya dikirim ke saraf motorik sebelah
bawah. Aktivasi alur ini akan mengakibatkan kontraksi otot fleksor
dan inhibisi otot ekstensor. Inputnya berasal dari serebelum untuk
selanjutnya pergi ke tulang belakang. Inti merah juga menerima
signal dari motorkorteks, kemungkinan sebagai alur penting dalam
mengatasi kontrol kesadaran yang dari jalur kortikospinal tulang
belakang. Fungsinya mengatur tonus otot dan kedudukan.
- Kedua disebut alur retikulospinal, dimulai di daerah retikular pem-
bentuk sistem ditengah-tengah medulla oblongata, pons dan otak
bagian tengah. Berakhir di tulang belakang di mana sekumpulan
saraf ditemukan, umumnya saraf motorik  sebelah bawah ke otot
yang paling dekat (proximal). Fungsinya untuk menjaga otot fleksor
dan juga proses orientasi, peregangan serta menjaga posisi
kedudukan yang rumit. Alur retikulospinal diduga ditransmisikan ke
medullary alur retikulospinal. Jadi fungsinya juga mencakup
integrasi sensor untuk mengarahkan output motor.
- Ketiga disebut jalur vestibulospinal, berawal di medullary vestibular
nuclei dan berakhir di daerah saraf motorik . Fungsinya menjaga
penyesuaian kedudukan dan pergerakan kepala. Alur ini juga
menjaga keseimbangan tubuh berdasarkan informasi dari saraf
sensor keseimbangan dan memberi respons melawan gerakan yang
tidak dikehendaki untuk selanjutnya pergi ke saraf motrik sebelah
bawah. Perubahan yang kecil dari kedudukan kita akan dimonitor
oleh alur vestibulospinal. Bagian lateral akan menjaga perubahan
kedudukan pergerakan agar tidak jatuh (anti gravitasi) dan bagian
medial mengontrol pergerakan leher dan mata menjaga
keseimbangan (gambar 2.38). Perhatikan, ini adalah daerah daerah
rubrospinal, retikulospinal dan vestibulospinal.
- Alur terakhir adalah tektospinal, dimulai dari daerah visual tektum
dan berakhir di ujung akhir tulang belakang. Tugas dari tektospinal
adalah mengontrol otot leher dan beroreantasi pada waktu ada
rangsangan visual.

109
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.38: Turunnya saraf dari motorkorteks, rubrospinal,


vestibulospinal, retikulospinal ketulang belakang dan menuju otot
rangka
http://www.slideshare.net/ananthatiger/cns-14

2.14.7 Sistem ekstrapiramidal menjaga kedudukan tonus otot di


otot ekstensor proksimal untuk anti gravitasi
Melihat fungsi dari bagian bagian saraf yang bukan kortikospinal
maka fungsi dari sistem ekstrapiramidal adalah untuk menjaga bawah
sadar seperti kedudukan dan tonus otot anti geravitasi. Tonus otot terdapat
di otot ekstensor di mana kontraksinya menentang gravitasi, sehingga
tubuh dapat tetap tegak.

Gambar 2.39: Sistem retikular dibatang otak. 1 daerah motor korteks, 2


ganglia basalis dimana semua signal yang keluar dari sini telah
termodifikasi. Daerah 4 dan 5 adalah daerah retikular. Daerah 5
retikular pembentuk dan daerah 6 retikular penghambat atau inhibiting.
Modifikasi dari; James G. Cunningham Textbook of Veterinery Medicine1997 WB Saunders
Company

110
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Ekstra piramidal biasanya terdapat di kelompok otot yang dekat


dengan kolom tulang belakang. Kita telah mengetahui bahwa sistem
piramidal mengawali gerakan kesadaran dan otot flexor, letaknya lebih
jauh (distal) dari tulang belakang, maka sistem piramidal maupun ekstra
piramidal keduanya harus bekarja sama dengan baik, karena gerakan
kesadaran memerlukan penyesuaian kedudukan (gambar 2.38).
Koordinasi ini dilakukan oleh serebelum.
Fungsi utama saraf ekstrapiramidal adalah dalam mengontrol
pergerakan dan postur. Ada di alur retikulospinal yang berawal dari
retikular pembentuk, letaknya di medial medulla oblongata, pons dan
otak bagian tengah atau midbrain.
Sistem retikular pembangkit dikenal juga dengan retikular
pembentuk merupakan sekumpulan neuron yang sangat kompleks
berbentuk seperti jaring dan secara anatomi merupakan perpanjangan
dari tulang belakang ke batang otak. Pernah diduga sebagai bagian yang
fungsinya tidak spesifik, kemudian diketahui mengandung inti-inti
dengan fungsi tertentu. Salah satu hal yang penting adalah sekumpulan
saraf membangkitkan sistem retikular, dengan cara rangsangan oleh
saraf sensorik yang naik ke atas dan bercabang di retikular pembentuk.
Di samping itu ada juga aktivitas intrinsik sistem retikular sendiri.
Aktivitas dari retikular pembentuk menghasilkan potensial aksi. Signal
ini akan menuju jauh ke korteks sehingga terjadi refleks bangkit. Tidak
adanya informasi dari retikular pembentuk akan menyebabkan tidur dan
untuk yang parah terjadi koma (gambar 2.40a dan 2.40b).
Potensial aksi dari daerah retikular pembentuk (daerah 5) akan
menyebabkan EPSP saraf motorik  ke otot elstensor anti gravitasi,
melalui  loop serabut otot ekstrafusal secara refleks berkontraksi.
Daerah 4 akan mengirim IPSP ke otot elstensor anti gravitasi. Daerah 4
dan 5 dipengaruhi oleh basal ganglia dan serebral korteks. Potensial aksi
yang dihasilkan oleh kedua daerah ini berupa campuran EPSP dan IPSP
yang menghasilkan tonus otot yang harmoni (lihat tanda + dan – pada
gambar 2.39).
Daerah retikular secara rinci dapat dibedakan secara jelas
(gambar 2.40b.) Keempat daerah tersebut mengontrol diensephalon dan
serebrum.

111
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

1. Daerah gigantocellular nucleus dari retikular pembentuk melepaskan


asetilkoline. Terletak di sebelah tengah retikular pembentuk, satu set
menuju ke tingkat tinggi di otak dan satu set turun ke bawah menuju
tulang belakang. Neurotransmiternya berfungsi sebagai eksitatori.
2. Subtantia nigra terletak di bagian anterior mesenphalon paling atas
dan terdiri dari badan sel yang melepaskan dopamin. Dopamin dilepas-
kan di ujung striatum (bagian atas basal ganglia). Berfungsi sebagai
inhibitori. Apabila kemampuan melepaskan dopamin semakin kecil,
maka inhibisi terhadap asetilkolin menjadi berkurang, akibatnya
rangkaian reaksi pelepasan neurotransmiter yang berasal dari saraf
yang menuju ke otot menjadi tidak terkontrol.

Gambar 2.40a dan 2.40b: Alur perjalanan saraf dari sistem retikular,
adanya input dari sistem retikular ke otak akan menyebabkan refleks
bangkit. Sketsa detail letak retikular pembentuk di batang otak
ditunjukkan pada gambar 2.39b
http://slideplayer.com/slide/235519/

112
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.41 : Alur pelepasan dopamin oleh subtantia nigra. Kekurangan


dopamin akan menyebabkan asetilkolin yang ke otot tidak terinhibisi
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.

3. Locus ceruleus (lokus seruleus) melepaskan norepinefrin yang


fungsinya bisa eksitatori atau inhibitori bergantung kepada karakter
reseptor di saraf post sinaptik. Corticotropine releasing hormone
(CRH) dari hipotalamus memegang peranan penting dalam pena-
nganan stres. CRH akan merangsang pituitari untuk melepaskan
kortisol dan jalur lain CRH yang dikirim ke lokus seruleus. Selanjut-
nya lokus seruleus akan melepaskan norepinefrin dan meregulasi
sistem simpatik yang memodulasi respons stres seperti inflamasi.
Peningkatan norepinefrin akan mengaktifkan metabolisme dan detak
jantung. Rangsangan lokus seruleus oleh CRH akan menghasilkan
perilaku pertahanan diri seperti bangkit (arousal) dan takut (fear).
Lokus serealus akan memerintahkan hipotalamus untuk melepaskan
CRH lagi. Dengan demikian terjadi kontrol produksi CRH yang akan
mengaktifkan saraf simpatik. Inhibisi sendiri akan mengontrol
aktivitas CRH dan lokus seruleus. Panah merah menunjukkan
eksitatori sedangkan biru inhibitori (gambar 2.42). Lokus seruleus
juga berperan dalam sistem kekebalan dan juga REM. Penjelasan
lebih rinci dari hipothalamus akan diberikan pada bagian saraf
otonom.

113
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.42: Fungsi hipothalamus dan locus ceruleus dalam menghadapi


ancaman dan stress
http://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=3182008_DialoguesClinNeurosci-13-263-
g001&req=4

4. Raphe Nuclei, di garis tengah antara pons sebelah bawah dan medulla
dengan inti yang sangat tipis. Neuron-neuron ini melepaskan sero-
tonin. Neuron-neuron ini menyebar ke diencephalon dan tulang
belakang. Berkemampuan menekan rasa sakit. Serotonin yang ke
diensephalon dan serebrum berperan dalam tidur normal. Rendahnya
paras serotonin pada sistem saraf akan mengakibatkan agresivitas
baik predatory agression maupun impulsive aggression dan bahkan
perilaku bunuh diri. Kelainan karena kurangnya neurotransmiter
serotonin sering tidak disadari dan tidak difahami oleh kebanyakan
orang. Agresivitas anak yang sering terlihat dalam perilaku sehari
hari tidak pernah disadari bahwa anak tersebut kemungkinan
mengalami serotonin disorder. Sekalipun pendapat ini dapat menimbul-
kan argumen, ada baiknya dilakukan uji terhadap kekurangan
tersebut.
Rangkaian penjelasan tentang kedua kumpulan kumpulan saraf di
atas yakni sistem piramidal dan ekstrapiramidal dalam mengontrol
refleks tegak dapat dipersingkat pada gambar 2.43

2.14.8 Serebral korteks berperan pada fungsi ekstrapiramidal


Seperti telah kita bicarakan di atas, serebral korteks dan cerebellar
cortices mempengaruhi sistem ekstrapiramidal. Serebral korteks menam-
bah informasi tentang tujuan dari kedudukan dan gerakan yang dikontrol

114
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

oleh sistem ekstrapiramidal misalnya dengan pilihan apakah akan berlari


ataukah berjalan. Adanya input dari saraf yang mengatur pergerakan
volunter berangkat dari sistem piramidal (dari serebral korteks turun ke
ekstrapiramidal dibatang otak untuk selanjutnya menuju alat gerak otot
akan dikirim balik ke serebelum dan dimodifikasi. Modifikasi berupa
inhibitori agar tidak terjadi gerakan yang berlebihan. Signal dari
serebelum akan dikirim balik ke thalamus, baru kemudian ke motor-
korteks. Signal dari ganglia basalis untuk mengawali suatu gerakan akan
dikirim lebih dahulu ke thalamus, baru kemudian ke motorkorteks. Dari
motorkorteks akan dikirim balik ke serebelum dan ganglia basalis untuk
penyesuaian gerakan agar lebih halus lagi.
Semua signal yang keluar dari motorkorteks telah termodifikasi.
Selanjutnya signal akan diteruskan ke sistem retikular di batang otak dan
dikirim kembali ke otot. Serebelum juga menerima input dari tepi seperti
dari penglihatan, pendengaran dan sistem vestibular. Ketiganya tiba di
serebelum melalui dorsal maupun ventral dari alur spinoserebellar. Signal
penglihatan, pendengaran dan vestibular juga dimodifikasi oleh batang
otak. Rangkaian refleks kesadaran tadi dipersingkat pada gambar 2.44.
Pembicaraan yang telah kita bahas di atas dapat diperjelas lagi
oleh gambaran klinik yang disebut decerebrate rigidity (kekakuan akibat
deserebrasi). Kondisi ini biasanya timbul apabila subjek mengalami
kecelakaan yang merusak otak pada tingkat otak bagian tengah. Menurut
Charles Sherington, sebagai akibat dari operasi transeksi otak maka
hubungan alur retikulospinal dan alur vestibulospinal yang menghasilkan
EPSP terputus dengan bagian otak lain yang melakukan peredaman
(IPSP). Akibatnya baik alur retikulospinal maupun alur vestibulospinal
menjadi aktif secara berlebihan. Demikian juga EPSP yang ke saraf
motorik  otot anti gravitasi. Hewan misalnya akan berjalan dengan kaku,
terpaku pada satu posisi saja. Karena kekakuan ini merupakan akibat dari
kelebihan EPSP saraf motorik  yang ke otot anti gravitasi, maka jika saraf
dorsal dari satu kaki hewan yang kaku dipotong maka akan hilang
kekakuannya. Pemotongan ventral juga akan menghilangkan kekakuan
tersebut. Dari fakta fakta tadi, maka kita dapat mengetahui bahwa tonus
otot untuk tegak ditentukan oleh campuran EPSP dan IPSP pada  loop
otot ekstensor proksimal.

115
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.43: Menggambarkan sirkuit refleks tegak. Signal dari


motorkorteks akan dimodifikasi oleh serebelum, inti merah, inti
keseimbangan dan inti basal, baru mempengaruhi motorneuron sebelah
bawah. Saraf piramidal langsung turun ke motorneuron sebelah bawah.

Gambar 2.44: Diagram refleks kesadaran yang melihatkan saraf


piramidal dan ekstrapiramidal dalam pergerakan atau respons terhadap
stimulus. Perhatikan stimulus dapat juga berasal dari visual, auditori dan
vestibular

116
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Mekanisme ini mengakibatkan kontraksi otot yang diperlukan


untuk antigravitasi dan tidak untuk ritmik jalan dan lari seperti pada
gerakan kaki anjing yang tampak sebagai osilasi otot kaki. Osilasi saraf
motorik ini timbul karena ada input dari interneuron di tulang belakang.
Gerakan osilasi ini dapat dirusak oleh virus seperti distemper, sehingga
timbul gerakan involunter yakni kontraksi otot yang terputus-putus
(chorea).

Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem piramidal dan ekstrapiramidal
2. Otot-otot mana saja yang dipengaruhi oleh kedua sistem tadi
3. Apa yang akan terjadi apabila terjadi rangsangan terus menerus di
retikular pembentuk sistem. Bisakah anda tidur apabila anda
menerima rangsang terus menerus di tempat itu
4. Apa sebab harus terjadi konsert antara EPSP dan IPSP yang keluar
dari sistem ekstrapiramidal.
Tabel 2.5 Ringkasan perjalanan sistem piramidal dan
ekstrapiramidal
Otot yang
Asal saraf Ujung akhir Fungsi
dipengaruhi

Kelompok lateral

Motorkorteks
yang menuju Tulang Jari, tangan dan Menggenggam dan
Kortikospinal
jari, tangan dan belakang lengan (distal) memanipulasi obyek
lengan

Tangan (bukan
Pergerakan untuk
jari), lengan
lengan dan tangan,
sebelah bawah,
Tulang tidak ada
Rubrospinal Inti merah telapak kaki dan
belakang hubungannya
kaki sebelah
dengan pergerakan
bawah
tubuh
(proksimal)

117
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Saraf kranial
Motorkorteks Pergerakan muka
Alur kortikobulbar no V, VII, IX, X, Muka dan lidah
bagian muka dan lidah
XI dan XII.

Kelompok
ventromedial

Alur Inti vestibular Tulang


Kaki dan tubuh Postur
vestibulospinal (keseimbangan) belakang

Koordinasi gerakan
Superior Tulang
Alur tektospinal Leher dan tubuh mata, kepala dan
coliculi belakang
tubuh

Bagian medulla
Alur lateral Tulang
retikular Otot fleksor kaki Berjalan
retikulospinal belakang
pembentuk

Retikular
Alur medial Tulang Otot ekstensor
pembentuk Berjalan
retikulospinal belakang kaki
pontine

Tangan (bukan
Tubuh dan jari), lengan
Alur kortikospinal Tulang Pergerakan dan
kaki sebelah sebelah bawah
ventral belakang postur
atas kaki dan telapak
kaki

2.15 Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom memegang peranan yang amat penting
dalam meregulasi organ sebelah dalam. Sistem ini bekerja secara
otomatis dan di luar kesadaran. Otomatisasi memungkinkan tubuh dapat
menghadapi lingkungan yang selalu berubah setiap saat.
Saraf otonom terinervasi dengan organ sebelah dalam seperti
otot jantung, otot polos dan kelenjar-kelenjar. Sistem ini meregulasi
tekanan dan aliran darah, motilitas saluran pencernaan dan sekresinya,
suhu tubuh, dilatasi saluran pernafasan, paras glukosa, metabolisme,
mikturisi, refleks pupil mata dan akomodasi, sekresi kelenjar-kelenjar,
termoregulasi dan masih banyak lagi yang dapat disebutkan. Organ yang
terinervasi dengan saraf otonom disebut organ efektor. Jika saraf otonom
dipotong dan dipisahkan dari organ efektor seperti saraf yang ke jantung,
maka jantung akan tetap berdenyut dan tetap mampu memompa darah
akan tetapi kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan dengan keadaan.

118
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Jantung tidak akan mampu menghadapi permintaan untuk meningkatkan


tekanan darah jika ada stress.
Kemampuan tubuh untuk menghadapi perubahan yang terus
menerus di dalam tubuh kita benar benar tergantung kepada saraf
otonom. Kerja sistem otonom mempunyai porsi yang lebih besar
daripada kerja yang memerlukan kesadaran. Secara anatomi dan fungsi,
sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatik dan parasimpatik.
Hirarki saraf otonom dimulai di hipothalamus. Daerah ini meru-
pakan pusat pengaturan tubuh dengan menggunakan saraf otonom untuk
berkomunikasi. Bagian posterior hipothalamus akan mengontrol saraf
simpatik sedangkan bagian anterior mengontrol parasimpatik. Sistem
limbik dan terutama amigdala seperti telah kita bahas di atas juga
memegang peranan penting dalam alur perjalanan saraf otonom. Setelah
menerima tanda bahaya dari amigdala maka hipothalamus akan
mengaktifkan saraf simpatik yang menuju kelenjar adrenal dan kelenjar
ini akan melepaskan epinefrin sehingga terjadi perubahan keadaan
fisiologi. Perubahan keadaan yang jelas terjadi adalah kenaikan detak
jantung sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke jantung, otot dan
organ lain. Ketersediaan energi juga meningkat karena ephinephrin
merangsang pelepasan glukosa darah dari cadangan tubuh sehingga
terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Aliran darah ke otak juga akan
meningkat sehingga tingkat kesiagaan juga meningkat. Dari posterior dan
anterior saraf otonom akan diteruskan ke paraventrikular dan baru dari
sini akan diteruskan ke target.
Untuk refleks-refleks yang cepat dan waktu yang pendek saraf
otonom yang bekerja berasal dari luar hipothalamus, yakni dari sistem
limbik, batang otak dan tulang belakang. Ketiganya akan menghasilkan
respons otonom, endokrin dan perilaku. Kerja dari sistem saraf simpatik
seperti halnya pedal gas pada mobil, mennimbulkan perlawanan (fight)
atau melarikan diri (flight). Sistem ini akan menghasilkan luapan energi
secara tiba tiba sehingga dapat mengantisipasi adanya bahaya. Sedangkan
kerja dari saraf parasimpatik akan menahan semua aktivitas seperti
halnya rem pada mobil. Hirarki aktivitas otonom yang melibatkan
hipothalamus dan sistem limbik disederhanakan pada gambar 2.45
(semoga Anda tidak bosan melihat alur perjalanan sistem saraf).

119
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.45 Hirarki proses autonom yang melibatkan hipothalamus.


Pada refleks yang cepat maka kontrolnya cukup hanya berasal dari
batang otak dan tulang belakang.
http://www.austincc.edu/apreview/PhysText/PNSefferent.html

Saraf otonom terdiri dari saraf simpatik dan saraf parasimpatik.


Preganglion saraf simpatik pendek dan berasal dari gray matter
tulang belakang dan meninggalkannya melalui ventral. Awalnya
dari thoraks pertama dan segmen lumbar ketiga atau keempat.
Untuk itu saraf simpatik sering disebut saraf torakolumbar. Setelah
itu saraf ini masuk ke paravertebral ganglia. Di sini bersinapsis
dengan saraf kedua dan menuju ke target organ sebelah dalam.
Preganglion saraf parasimpatik, berasal dari batang otak dan bagian
sakral. Kemudian menjulur keluar dan bersinapsis dengan ganglion
yang dekat dengan organ sebelah dalam (saraf III, VII, IX dan X)
Berbeda dengan jalur somatik yang biasanya melibatkan satu
saraf saja yakni antara tulang belakang dan otot, maka sistem otonom
melibatkan dua saraf yakni preganglion dan postganglion (gambar 2.46).

120
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Preganglion saraf simpatik meninggalkan tulang belakang,


sedangkan preganglion saraf parasimpatik meninggalkan batang otak.
Preganglion kedua saraf tersebut akan melepaskan asetilkolin. Pregang-
lioniknya menjulur menuju efektor dan sinapsis dengan postganglion
untuk selanjutnya sinapsis dengan target.
Postganglion kedua saraf tersebut akan menjulur ke organ sebelah
dalam (jeroan). Postganglion saraf simpatik melepaskan norepinefrin
atau noradrenalin, dan sarafnya disebut adrenergik. Postganglion saraf
parasimpatik melepaskan asetilkolin dan sarafnya disebut kholinergik.

Gambar 2.46: Alur ganglion saraf otonom


http://www.austincc.edu/apreview/PhysText/PNSefferent.html

Saraf otonom Kranial III, VII, IX, dan X adalah preganglion yang keluar dan
akan mempengaruhi:
 Okulomotor (III): Inervasi otot polos pada mata (iris dan ciliary
body)
 Facial (VII): Rangsangan kelenjar facial, yaitu kelenjar lakrima, nasal
dan saliva
 Glossopharyngeal (IX): Kelenjar saliva.
 Saraf vagus (X): Saraf parasimpatik

121
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Saraf postganglionik III, VII dan IX ada di saraf no V (trigeminal)

Ada dua pengecualian pada saraf simpatik. Pada kelenjar keringat


dan arrectores pilorum muscles baik pre maupun postganglion saraf
simpatik melepaskan asetilkolin. Demikian juga pada renal cortex pre
maupun postganglionnya melepaskan asetilkolin. Kekecualian lain juga
pada kelenjar adrenal. Pada adrenal medulla selnya menggantikan fungsi
saraf postganglion dan melepaskan norepinefrin ke aliran darah.
Refleks pada saraf otonom hampir sama dengan refleks pada
saraf somatik, adanya rangsangan pada reseptor akan direspons
mengikuti busur refleks. Pada busur refleks saraf simpatik ketika keluar
dari pusat integrasi di tulang belakang sarafnya terdiri dari saraf
preganglionoik dan postganglionik (gambar 2.46 dan 2.47). Contoh klasik
dari refleks parasimpatik dapat dilihat pada pengaturan tekanan darah.
Baroreseptor di badan sinus karotis yang letaknya di leher menerima
signal dari medulla oblongata akan diteruskan ke saraf motorik Nomor X
(vagus) (gambar 2.48).

Gambar 2.47: Refleks saraf otonom dalam hal ini saraf simpatik yang
melibatkan preganglion dan postganglion
http://www.apsubiology.org/anatomy/2010/2010_Exam_Reviews/Exam_4_Review/CH_13_Basic_
Refleks_Terminology.htm

122
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Serabut saraf Nomor X ini adalah serabut saraf preganglion dan


sinapsis di ganglion dengan saraf postganglion atau saraf terminal.
Neurotransmiter asetilkolin akan dilepaskan dan terjadi inhibisi
kontraksi otot jantung. Detail dari saraf parasimpatik yang mengontrol
kontraksi jantung akan diberikan pada bab kontraksi otot.
Contoh lain adalah regulasi temperatur tubuh. Suhu tubuh kita
selalu dijaga konstan 37oC oleh hipothalamus. Respons tubuh terhadap
panas yang berasal dari kulit akan dibawa melalui peredaran darah ke
thermostat yang ada di hypothalamus. Thermostat akan menghambat
pelepasan neurotransmiter yang berasal dari saraf simpatik (gambar
2.49). Karena saraf simpatik menginhibisi pembuluh darah di kulit. maka
berkurangnya pelepasan neurotransmiter saraf simpatik akan mengha-
langi proses konstriksi, akibatnya pembuluh darah di kulit akan ter-
dilatasi (tabel 2.6) sehingga panas akan hilang melalui kulit. Pada keadaan
suhu lingkungan yang sangat tinggi maka asetilkolin akan merangsang
kelenjar keringat.

123
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.48: Refleks parasimpatik pada regulasi denyut jantung.


Berangkat dari reseptor karotis ke saraf sensorik glasofaringeal.
https://quizlet.com/8509160/ap-16-ans-part-3-physiology-flash-cards/

Gambar 2.49. Peranan saraf simpatik dalam meregulasi suhu tubuh


dalam keadaan panas. Terjadi dilatasi pembuluh darah di kulit.

Pada waktu menghadapi cuaca yang sangat dingin, kegiatan


reseptor dingin akan meningkat dan suhu darah akan turun. Signal akan
diterima oleh hipothalamus dan terjadi aktifasi saraf simpatik, akibatnya
terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga tidak banyak panas yang
hilang (tabel 2.6, gambar 2.50).
.

124
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.50. Peranan saraf simpatik dalam menangani suhu dingin,


terjadi konstriksi pembuluh darah

2.15.1. Reseptor saraf simpatik


Reseptor ini terdiri dari reseptor α dan reseptor β . Reseptor β
terbagi lagi menjadi reseptor β1 dan β2. Akhir-akhir ini juga telah diiden-
tifikasi reseptor β3 dan β4. Reseptor β3 diduga berkaitan dengan regulasi
metabolisme lemak, sedangkan reseptor β4 masih belum jelas fungsinya.
Aktivasi reseptor β1 akan menguatkan kontraksi dan denyut
jantung. Kontraksi terjadi baik di atrium maupun di ventrikel. Pengaruh
β1 di ventrikel lebih jelas. β2 berpengaruh pada otot polos baik yang
vaskular maupun yang non vaskular. Epinefrin akan membuka atau
mengakibatkan dilatasi pembuluh vaskular melalui reseptor β2. Reseptor
lain yang juga telah teridentifikasi adalah reseptor α1 dan α2. Reseptor
α1 dan α2 ada di target post sinaptik terhadap ion K+ sehingga saraf
simpatik mengalami inhibisi sendiri (self inhibition).

125
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 2.6 Lokasi dan kerja saraf simpatik

Target Organ Letak ganglia Pengaruh


Pembuluh darah
otot rangka dan otot Paravertebral Dilatasi
jantung
Pembuluh darah
Paravertebral Konstriksi
kulit, usus dan ginjal
Otot arrector pili Paravertebral Kontraksi
Kelenjar keringat Paravertebral Produksi keringat
Dilatasi pupil mata dan
Mata Paravertebral relaksasi otot cilliary
untuk pandangan jauh.
Paru paru Paravertebral Dilatasi bronki
Meningkatkan denyut
Jantung Paravertebral
jantung dan kontraksi
Degradasi glikogen ke
Hati Paravertebral glukosa dn trigliserida ke
asam lemak

Perlambatan pencernaan
Usus kecil dan usus
Paravertebral dan menghentikan sekresi
besar
dan kontraksi sphincter

Kandung kemih Paravertebral Kontraksi sphincter

Adrenal Medulla Rangsangan pelepasan


Paravertebral
norepinefrin dan epinefrin

126
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.51 : Saraf simpatik


http://faculty.stcc.edu/AandP/AP/AP2pages/Units14to17/unit14/ans.htm

2.15.2. Reseptor saraf parasimpatik


Neurotransmiter saraf parasimpatik adalah asetilkolin, reseptor
muskarinik. Reseptor ini masuk dalam kelas reseptor metabotropik yakni
menggunakan protein G untuk proses signaling-nya.
Ada lima jenis reseptor asetilkolin muskarinik dan masing masing
reseptor bekerja di tempat yang berbeda. Reseptor muskarinik M1
terletak di sistem saraf; reseptor M2 di jantung baik, di nodus SA maupun
di nodus AV. Reseptor M3 tersebar di seluruh tubuh seperti sel endotel
pembuluh darah, menyebabkan dilatasi di paru-paru menyebabkan
127
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

konstriksi bronkus, meningkatkan kontraksi saluran pencernaan,


meningkatkan sekresi saliva dan kontraksi kandung kemih. Sedangkan
reseptor M4 dan M5 bekerja pada susunan saraf pusat.

Tabel 2.7 Lokasi dan Kerja Saraf Parasimpatik

Target Organ Asal Pengaruh


Konstriksi pupil mata dan otot
Mata Saraf Kranial III
cilliary untuk pandangan dekat
Saraf Kranial VII
Kelenjar saliva Merangsang salvias
dan IX
Konstriksi bronki dan merangsang
Paru paru Saraf Kranial X
sekresi.
Mengurangi denyut jantung dan
Jantung Saraf Kranial X
kontraksi
Kandung kemih Saraf Kranial X Konstriksi
Rangsangan sekresi eksokrin dan
Pankreas Saraf Kranial X
pelepasan insulin
Meningkatkan motilitas dan
Usus kecil dan Saraf Kranial X
sekresi dan relaksasi sphincter
usus besar dan saraf sakral
untuk meningkatkan defekasi

Kandung kemih Saraf sakral Kontraksi kandung kemih

Genital Saraf sakral Ereksi

Tabel 2.7 adalah daerah kerja reseptor saraf parasimpatik.


Sedangkan inervasi saraf simpatik dan parasimpatik diberikan pada
gambar 2.51 dan gambar 2.52

128
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 2.52 :Saraf parasimpatik


http://faculty.stcc.edu/AandP/AP/AP2pages/Units14to17/unit14/ans.htm

129
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

130
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bab III
INDERA DAN TRANSFORMASI INFORMASI

Hewan sangat bergantung kepada informasi di sekitarnya atau


lingkungan hidupnya. Mereka memerlukan makanan yang harus dicari,
kawin, mempertahankan diri atau lari dari predator, harus dapat
menemukan jalan dan dapat mencapai lingkungan yang baik seperti
temperatur, cahaya, dan oksigen. Beberapa jenis informasi yang dapat
diterima dan diproses oleh hewan disampaikan ke sistem saraf pusat.
Sebagian besar informasi tentang lingkungan pada umumnya menggunakan
organ sensorik. Organ sensorik dikatagorikan sebagai eksteroreseptor,
yang berespons terhadap rangsangan luar. Reseptor organ sensorik
dikatagorikan sebagai berikut.
- Kemoreseptor mendeteksi adanya ion atau molekul. Penginderaan
bau dan cita rasa termasuk dalam kemoreseptor.
- Mekanoreseptor menandai adanya perubahan tekanan, posisi,
percepatan, regangan dan keseimbangan.
- Elektromagnetik khas menandai cahaya, baik sinar tampak maupun
ultraviolet dan inframerah; juga menandai adanya medan magnet
- Termoreseptor menandai panas dan dingin.
Reseptor sakit mendeteksi panas yang tinggi dan tekanan yang
kuat. Mereka melepaskan senyawa kimia yang dilepaskan oleh jaringan
yang membengkak. Pengiriman signal dari reseptor untuk mencapai
kesadaran menggunakan saraf sensorik primer atau derajat satu dan
sinapsis ditulang belakang atau batang otak dengan saraf sensorik
sekunder atau derajat dua untuk kemudian diteruskan ke thalamus. Dari
thalamus akan diteruskan ke korteks sensorik.
Saraf sensorik yang di retina sangat sensitif terhadap cahaya,
yang di telinga terhadap vibrasi dan kita tandai dengan adanya suara.
Senyawa kimia akan direspons oleh reseptor cita rasa dan penciuman
dan sensorik kulit menandai adanya panas, dingin, sentuhan dan tekanan.

131
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Jika saraf pendengaran dirangsang secara buatan (artifisial) maka


akan ditangkap oleh otak sebagai suara. Rangsangan tekanan pada saraf
optik seperti tekanan pada bola mata akan diterima sebagai cahaya dan
pukulan yang keras pada bola mata seperti kita melihat bintang sekalipun
tidak ada cahaya yang terlibat. Semua saraf sensorik berespons sama,
mengkode rangsangan sebagai impuls saraf dan mengirimkannya ke
sistem saraf pusat melalui thalamus untuk dibaca kode-kodenya.

Gambar 3.1: Perjalanan rangsangan melalui saraf sensorik yang menuju


ke otak. Sinapsis di tulang belakang atau batang otak baru menuju
thalamus dan berakhir di korteks.

Perjalanan saraf sensorik ke otak dapat disederhanakan dalam


gambar 3.1. Saraf derajat satu membawa pesan dari reseptor dan sinapsis
di tulang belakang dengan saraf derajat dua. Signal akan dikirim ke
korteks sensorik melalui saraf derajat tiga (Anda pasti sudah memahami

132
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dengan baik perjalanan saraf yang menuju ke otak karena sudah dibahas
di bab saraf). Hal yang paling menarik dari saraf sensorik adalah semua
saraf sensorik membawa informasi berupa impuls listrik dan berupa
potensial aksi. Baik saraf optik, cita rasa, kulit maupun pendengaran
semuanya berupa potensial aksi. Menjadi tugas sistem saraf pusat untuk
menyeleksi impuls tersebut. Oleh karena itu sistem saraf pusat harus
mampu membedakan signal yang datang, apakah signal berasal dari kulit,
apakah dari mata maupun dari indera yang lain. Hampir semua input
sensor akan melalui thalamus kecuali penciuman (lihat 2.10.4). Daerah-
daerah pengolah signal indera di otak dapat dilihat pada gambar 3.2.
Daerah-daerah tersebut mempunyai tempatnya masing-masing di otak.

Gambar 3.2 : Daerah daerah di otak di mana signal dari saraf sensorik
dipetakan
http://www.slideshare.net/MayaPhillips1/lecture12-2-13

Potensial aksi yang terbentuk di thalamus sama bentuknya. Sulit


membedakan darimana potensial aksi berasal apabila sudah di thalamus.
Proyeksi saraf dari thalamus yang akan dikenali di daerah tertentu otak.
Jadi sistem saraf pusat harus mampu membedakan besar dan waktu
rangsangan yang terjadi. Signal yang datang berawal dari depolarisasi
reseptor, bukan potensial aksi, disebut potensial generator dan tidak
ditransmisikan (lihat gambar 3.3). Generator menyebabkan saraf
sensorik untuk terdepolarisasi dan mengirim signal listrik ke otak. Pada
rangsangan yang semakin kuat, potensial aksi tidak akan menjadi

133
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

semakin besar, akan tetapi jumlahnya saja yang meningkat (frekuensinya


yang meningkat) mengapa? (Ingat all or none potential). Otak mengenali
adanya frekuensi yang artinya menandai adanya stimulus yang semakin
kuat.
Hal yang menarik adalah sistem saraf sensorik sederhana sudah
ada pada cacing pipih (ada di bab saraf). Nenek moyang cacing pipih
sudah 570 juta tahun berada di alam raya, berarti saraf sensorik sudah
ada di sekitar awal kehidupan.

Gambar 3.3 : Rangsangan pada reseptor mengakibatkan terjadinya


potensial reseptor atau dikenal juga sebagai potensial generator. Makin
besar rangsangan makin banyak frekuensi rangsangan, bukan potensial
aksi yang semakin besar.

3.1 Sistem Somatosensori


Memang agak janggal membicarakan sistem somatosensori di
bab indera karena sistem saraf sensorik merupakan bagian dari refleks
dan ini termasuk dalam pembicaraan sistem saraf. Akan tetapi beberapa
buku masih memasukkan pembahasan ini dalam sistem somatosensori.
Buku ini masih ingin mempertahankan pembahasan ini dalam sistem
indera akan tetapi memindahkan kontrol kedudukan yang melibatkan
reseptor gelondong otot dan saraf sensoriknya ke dalam refleks.
Saraf sensorik di tubuh terdiri dari berbagai jenis serabut saraf
dan masuk salah satu katagori seperti tabel 3.1. Klasifikasi saraf di atas

134
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

dikenal dengan Tipe I, II, III dan IV. Golongan I disebut serabut Aalfa,
golongan II dengan Abeta dan golongan III dengan Adelta sedangkan
golongan IV dikenal sebagai serabut C. Semakin besar diameter serabut
saraf maka akan semakin cepat daya antar listriknya. Serabut yang tidak
bemielin lambat daya hantarnya (mengapa?).
Sistem somatosensori mempunyai reseptor yang sangat dalam,
baik dipermukaan maupun di kulit sendiri. Reseptor yang di dalam
menandai adanya signal propioseptor yang mendeteksi posisi tubuh dan
panjang otot. Serabut-serabut II, III dan IV menandai rangsangan
mekanik sentuhan, tekanan, panas, dingin dan rasa sakit pada permu-
kaan. Berbagai macam somatosensori ada di kulit termasuk mekanoresep-
tor, termoreseptor dan reseptor rasa sakit (nociceptors). Ini memungkinkan
individu untuk menandai adanya sentuhan (tekanan), temperatur dan
sakit. Reseptor yang ujung sarafnya bebas menandai adanya panas,
sentuhan ringan dan sakit.

3.1.2 Reseptor sentuhan


Reseptor sentuhan memungkinkan kita untuk menandai kontak
tubuh kita dan mencapai kesadaran. Sentuhan memungkinkan kita
mengenali obyek yang ada ditangan kita dan menggunakan obyek
tersebut sebagai alat. Sentuhan memungkinkan kita mengenali bentuk
tiga demensi sehingga orang buta dapat mengenali huruf Braille.
Sentuhan juga memungkinkan dokter bedah, pemahat, pelukis, tukang
masak menjalankan pekerjaannya. Sentuhan dikenali oleh mekanoreseptor
dikulit (gambar 3.4).

135
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 3.1 Golongan Saraf

Kecepatan
Diameter
Golongan hantaran Mielinisasi Fungsi
(μm)
(meter/detik)

Golongan I 13 – 20 70 – 110 Ya Panjang otot

Reseptor
tendon, Cepat
beradaptasi
Golongan II 6 – 12 25 – 70 Ya dengan reseptor
sentuhan,
Pacinian
corpusccle

Sentuhan, sakit
Golongan III 1–5 3,5 – 20 ya
cepat, dingin,

sakit lambat,
1 atau
Golongan IV Kurang dari 1 Tidak temperatur,
kurang
gatal, geli

Secara morfologi reseptor-reseptor yang menandai sentuhan


halus dan vibrasi termasuk dalam golongan II dan termielinasi, serta
menandai secara tepat lokasi dari rangsangan. Reseptor-reseptor
tersebut dapat memberikan respons yang bertahap (phasics) dan tonik.
Phasics terdiri dari reseptor rambut, yaitu Meissner dan Pacinian.
Meissner sensitif terhadap vibrasi 30–40Hz. Meissner mengenali texture
(permukaan), batas pegangan, pergerakan dan flutter. Pacinnian yang
letaknya jauh di sebelah dalam jaringan kulit menandai frekuensi 300Hz,
menandai kontak dan lepas.
Merkel dan Ruffini merupakan reseptor yang adaptasinya lambat.
Merkel yang letaknya dekat permukaan menandai tekanan, membedakan
obyek yang kecil, ketepatan menggenggam obyek dan mengenali berat.
Merkel memungkinkan orang buta untuk membaca huruf Braille.
Reseptor Ruffini yang ujungnya ada di dermis merupakan reseptor tonik
menandai adanya regangan dari kulit, membedakan obyek yang besar
dan genggaman secara menyeluruh.

136
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pada umumnya kontak antara rangsangan mekanik dengan


permukaan tubuh dimediasi oleh serabut golongan III. Sensasi yang akan
diterima berupa sentuhan kasar yang berasal dari ujung saraf yang
telanjang dan tersebar merata di permukaan dermis dan subkutan.

3.1.3 Reseptor temperatur


Tidak ada dingin absolut, hanya ada perubahan kehangatan suhu.
Respons terhadap panas dan dingin dapat ditandai akibat perubahan
temperatur. Reseptor temperatur ujung sarafnya telanjang (spesifik
untuk hal yang tidak jelas). Reseptor temperatur mulai menandai adanya
perubuahan suhu pada 35oC dan frekuensi potensial generatornya
meningkat pada temperatur 20oC. Akson untuk suhu rendah masuk
dalam golongan III atau IV. Reseptor hangat mulai beraksi pada 30oC dan
frekuensi potensialnya meningkat pada 45oC. Aksonnya masuk golongan
IV. Reseptor dingin jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan
reseptor panas.

Gambar 3.4: Letak reseptor Sentuhan


Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali

137
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.1.4 Reseptor sakit


Sakit adalah mekanisme pertahanan diri. Tanpa rasa sakit akan
membahayakan kita atau hewan, karena tubuh akan terus sakit tanpa
mengetahui dirinya sakit. Misalnya lengan yang sakit akan tetap
digunakan dan akibatnya lengan tersebut akan rusak.
Ada beberapa jenis rangsangan rasa sakit, yang cepat berlalu
seperti tusukan jarum, sangat mudah terlokalisir dan tidak meninggalkan
bekas. Sakit lambat terasa tidak nyaman dan seperti terbakar. Jenis sakit
ini sulit dilokalisir dan meninggalkan bekas sakit walaupun rangsangan
telah dihilangkan. Sakit yang cepat dan lambat dideteksi oleh ujung saraf
yang telanjang akan tetapi keduanya dihantarkan oleh saraf golongan III
dan IV. Sakit lambat juga menimbulkan respons otonom. Sakit ini dapat
diblok oleh narkotik sedangkan yang cepat tidak dapat diblok oleh
narkotik (mekanismenya belum jelas diketahui). Reseptor rasa sakit ini
disebut nosiseptor yang dihubungkan dengan serabut A dan C.
Pada organ sebelah dalam, rasa sakit sulit dilokalisir dibandingkan
sakit yang ada di kulit. Sakit dari organ sebelah dalam akan masuk
bersama-sama serabut sakit yang berasal dari kulit. Akibatnya sakit
sebelah dalam sering diamati sebagai sakit yang dari kulit seperti
misalnya serangan jantung akan dirasakan sebagai sakit di dada dan di
lengan sebelah kiri. Hal ini disebut referred pain, karena sistem saraf
memetakan lokasi yang berbeda dari asal tempat sakit tersebut.

Gambar 3.5 Alur perjalanan rasa sakit dari tepi ke otak dan kemungkinan
memblok rasa sakit.

138
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Beberapa rasa sakit hanya sampai digerbang tulang belakang dan


tidak mencapai otak (gambar 3.5). Teorinya, gerbang memblokade
serabut C di tulang belakang dengan menggunakan serabut lain di daerah
yang sama (1). Rangsangan kulit dengan pijatan atau sentuhan
mengurangi rasa sakit. Kemungkinannya melalui mekanisme rangsangan
reseptor sentuhan yang akan melepaskan transmiter inhibitori sehingga
terjadi inhibisi rasa sakit dan transmisi sakit akan diblok ditulang
belakang. Sakit dapat juga diblok dari saraf yang datang dari sentral (2).
Endorphin (senyawa kimia seperti morfin) mungkin terlibat disini.

3.1.5 Pembedaan Dua Titik


Kepekaan sensor somatik dapat diuji dengan menggunakan cara
membedakan dua titik rangsangan di kulit. Pada jari tangan misalnya dua
rangsangan yang jaraknya 1 sampai 2 mm dapat dibedakan karena
daerah reseptifnya lebih sempit. Akibatnya rangsangan dari masing
masing daerah akan menuju saraf sensorik sekunder dengan cara
divergensi. Sebaliknya pada punggung daerah reseptifnya sangat luas
sehingga dua titik akan tumpang tindih. Akibatnya masing masing saraf
sensorik primer akan mengarah ke saraf sensorik sekunder dengan cara
konvergensi. Pada daerah reseptif ini jarak 40mm baru dapat
membedakan 2 titik rangsangan. Rangsangan yang dipakai adalah ujung
pinset. Jauhnya jarak pembedaan pada punggung menunjukkan bahwa
pada punggung daya pisah pengenalan rangsangan kurang sensitif
dibandingkan dengan lidah (tabel 3.2). Mengacu pada anatomi reseptor
somatis pada gambar 3.4 maka reseptor Merkel akan dapat membedakan
sentuhan dan tekanan di permukaan. Meissner dapat membedakan
sentuhan halus di permukaan kulit.

139
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.6 : Alur perjalanan pembedaan dua titik rasa. Daerah reseptif
yang sempit akan dapat membedakan dua titik secara jelas. Sebaliknya
daerah reseptif yang luas akan sulit membedakan dua titik rangsangan.
http://faculty.pasadena.edu/dkwon/chap10_A/chap%2010_A%20accessible_files/textmostly/slid
e17.html

Uji coba pembedaan dua titik sering digunakan untuk meng-


evaluasi integritas kolom posterior dari medial lemnikus di tulang
belakang (gambar 3.6). Gangguan motorik dan sensorik dapat dievaluasi
dengan uji ini. Informasi somatosensori yang berbeda akan diteruskan
melalui jalur yang berbeda. Organisasi semacam ini diperlukan untuk
melindungi subyek dari kerusakan sensor karena hanya berlaku di
daerah tertentu saja dan tidak menyebar ke daerah lain. Alur yang akan
kita bicarakan adalah alur utama saraf aferen yang menuju ke korteks
sensorik. Perhatian utama hanya pada alur kolom dorsal medial
lemniskus dan alur anterolateral.

Tabel 3.2 Jarak pembedaan dua titik


Jarak yang dapat dibedakan
Lokasi
(milimeter)
Ujung lidah 1,5
Ujung jari 2,2
Kulit pipi 11,2
Belakang tangan 31,5
Kaki 40,5

140
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.2 Alur Kolom Dorsal


Tulang belakang memediasi refleks segmental sampai siklus refleks
terjadi secara sempurna. Saraf-saraf golongan I dan II menandai
propiosepsi dan sentuhan halus (ingat reseptor gelondong otot). Alur ini
diperlukan juga untuk menandai lokasi yang tepat, pemisahan yang jelas,
sensasi phasic seperti vibrasi dan sensasi pergerakan posisi dan tekanan.
Setelah saraf tersebut memasuki tulang belakang akan masuk melalui
dorsal dan melintas berlawanan arah (kontralateral) di medula dan
selanjutnya menuju thalamus. Thalamus spesifik akan meneruskan signal
untuk mencapai daerah tertentu di korteks (telah dibahas di bab saraf
dan alurnya ada digambar 3.7). Alur ini juga menjalankan refleks raba
seperti regangan, sentuhan, getaran yang ada di kulit.

Gambar 3.7 : Alur kolom dorsal dan alur non spesifik. Perjalanan sarafnya
dari tepi ke otak. Alur kolom dorsal , melintas di medula sedangkan alur
nonspesifik melintas ditulang belakang.
http://kids.frontiersin.org/article/10.3389/frym.2013.00011ula oblongata

141
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.3 Alur Non Spesifik


Berbeda dengan alur kolom dorsal, alur ini menggunakan saraf
golongan III dan IV. Alur ini masuk tulang belakang dan akan melintas
ditulang belakang, kemudian naik ke dorsal melalui jalur anterolateral
untuk selanjutnya menuju non spesifik thalamus atau retikular
pembentuk di batang otak. Semua saraf golongan IV (hangat, dingin dan
sakit) signalnya lambat ketika tiba di otak. Saraf mencapai otak secara
tidak langsung karena dimodifikasi di sistem limbik (gambar 3.7) .
Rangsangan yang menggunakan saraf golongan III seperti
sentuhan kasar, dingin, sakit cepat melalui jalur spinothalamik (sistem
antrolateral). Sakit rasa cepat juga tidak sampai ke otak dengan langsung
akan tetapi sakit ini dapat dilokalisir.

3.4 Sistem Retikular


Secara umum telah dibahas di bab saraf sebagai refleks bangkit.
Pada somatosensori input non spesifik dari sensorik dan umpan balik
(feed back) dari otak tercakup pada sistem retikular di batang otak dan
thalamus. Aktifasi bagian ini akan menyebabkan refleks bangun atau
kesadaran dan siaga. Lokasi kesadaran ini pergi ke sebelah tengah
mesensepalon dan pons bagian atas dan outputnya ada 2 yakni (1) ke
atas, ke tingkat otak yang lebih tinggi sehingga mencapai kesadaran dan
(2) ke bawah yang menuju ke tulang belakang dan mempengaruhi tonus
otot (lihat bab saraf). Sistem diaktifasi oleh asetilkolin, diinhibisi oleh
dopamin (dari subtantia nigra), Kadang-kadang dieksitasi dan diinhibisi
oleh norepinefrin bergantung kepada daerahnya di otak (dari lokus
seruleus) dan serotonin mengatur tidur dan persepsi rasa sakit di raphe
nuclei. Input dari reseptor kulit atau dari otot dan tubuh akan menambah
kesiagaan melalui diensepalon dan korteks. Sakit dan propiosepsi
memerlukan perubahan posisi yang cepat dalam mempengaruhi sistem
retikular (sistem retikular telah dibahas di bab saraf dan gambar 2.39).

3.5 Sistem Penglihatan


Penglihatan pada hewan muncul sebagai akibat perlunya suatu
organisme mempertahankan diri dari lingkungan. Sekitar 5 miliar tahun
yang lalu, pada awal pembentukan alam raya dan bumi menjadi
bagiannya, cahaya matahari merupakan salah satu penyeleksi kehidupan

142
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

di alam raya ini. Untuk menjaga diri dari sinar matahari, organisme
melengkapi dirinya dengan fotoreseptor yang di dalamnya ada molekul
protein. Fotoreseptor muncul di awal kehidupan sekitar 700 juta tahun
yang lalu. Cacing pipih mempunyai daerah yang sensitif terhadap cahaya
atau dikenal dengan bintik mata (eye spot). Oktapus dan ubur-ubur
mempunyai mata kamera seperti kita, dengan beberapa perbedaan.
Fotoreseptor oktapus dan ubur ubur mengarah keluar dari retina menuju
pupil. Mata kita dan vertebrata lain fotoreseptornya berlawanan arah
dari ubur ubur dan oktapus. Fotoreseptor vertebrata menghadap ke
belakang di balik dinding retina (lihat gambar 3.8). Ternyata semua
fotoreseptor mata berasal dari gen pembentuk mata yang sama. Dengan
mempelajari gen gen pembentuk mata maka ilmuwan berhasil menguak
tabir pembentukan mata melalui tahapan-tahapan evolusi.
Semua hewan menggunakan cahaya untuk sensitivitas penglihat-
annya. Bahkan tanamanpun berespons terhadap cahaya yakni pada
peristiwa fotosintesis. Daerah panjang gelombang pada hewan sangat
sempit jaraknya yakni pada panjang gelombang sinar tampak (gambar
3.9).

Gambar 3.8 :Perbandingan fotoreseptor beberapa organisme


http://www.nyas.org/publications/detail.aspx?cid=93b487b2-153a-4630-9fb2-5679a061fff7

Sinar yang datang ke fotoreseptor adalah sinar tampak. Panjang


gelombang yang terlalu besar seperti infra merah, energinya tidak cukup
untuk menghasilkan efek fotokimia. Sedangkan panjang gelombang yang
terlalu pendek seperti ultra violet, dan sinar x, energinya terlalu besar
sehingga dapat menghancurkan materi organik pada sistem fotokimia.

143
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Daerah panjang gelombang yang dapat dilihat bervariasi. Lebah


madu dapat mendeteksi spektrum sinar putih dari 313 nm di daerah ultra
violet sampai 650 nm, sedikit lebih pendek dari mata vertebrata.

Gambar 3.9: Sinar tampak berada pada daerah panjang gelombang 380-
750nm
http://lumenistics.com/what-is-full-spectrum-lighting/

3.5.1 Struktur mata


Bola mata dilapisi oleh lapisan pelindung sclera, cahaya masuk
melalui anterior sclera yakni kornea. Bagian dalam sclera disebut koroid
yang postriornya terdiri dari pembuluh darah dan anteriornya meluas
sampai ke lensa yang berkaitan dengan regulasi masuknya cahaya. Iris
merupakan lempeng otot polos berpigmen dengan pusat sudutnya pupil.
Perubahan akibat refleks oleh pupil meregulasi masuknya cahaya. Lensa
dipegang oleh badan siliari melalui serabut sonular. Celah antara lensa
dengan kornea adalah bagian anterior mata dan berisi cairan aquous
humor. Aquous humor disekresikan oleh sclera dan akan dibuang ke
aliran darah melalui kanal Schlemn. Sumbatan kanal ini membuat kondisi
yang disebut glukoma. Di belakang lensa adalah posterior berisi cairan
yang disebut vitrous humor dan di belakang bola mata terletak lapisan
saraf-saraf retina (gambar 3.10).

144
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Retina terlihat terputus ketika lapisan sel ganglion meninggalkan


retina menuju ke otak. Titik ini disebut lempeng optik (optic disk). Titik
ini dikenali jika dilihat di bawah optamolskop.

Gambar 3.10: Bola mata dan bagian-bagiannya.


Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

Lensa mata biasanya jernih, tetapi adanya kelainan pada lensa


akan menimbulkan kekeruhan sehingga mengurangi kemampuan pengli-
hatan dan bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Cahaya yang masuk
akan diteruskan dan ditangkap oleh fotoreseptor di retina. Fovea ada di
daerah retina dan fungsinya meminimumkan distorsi, terletak di bela-
kang retina.
Di pusat fovea ada foveola, sel ganglion dan bipolar terdorong ke
samping sehingga memungkinkan cahaya dapat langsung berhubungan
dengan fotoreseptor (gambar 3.11).
Fotoreseptor ada dua bentuk, berbentuk batang dan kerucut.
Fotoreseptor batang sensitif terhadap gelap dan terang, sensitivitasnya
tinggi akan tetapi daya pisah atau resolusinya rendah. Fotoreseptor
kerucut memproses warna, sensitivitas rendah akan tetapi daya pisahnya
tinggi (gambar 3.12). Batang dan kerucut terletak pada bagian paling luar
dari fotoreseptor. Keduanya mempunyai struktur dasar yang sama. Pada
manusia ada empat macam fotoreseptor yakni satu berbentuk batang dan
tiga berbentuk kerucut (gambar 3.12). Lapisan choroid di segmen luar
retina mengandung pigmen yang akan mengabsorbsi cahaya. Pigmen
tersebut adalah rhodopsin. Rhodopsin terdiri dari retinal yang
merupakan turunan dari vitamin A. Senyawa ini akan berikatan dengan
opsin yang merupakan G-protein coupled receptor atau protein G yang
berperan dalam menangani signal cahaya yang ditangkap oleh pigmen

145
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

(gambar 3.13). Rhodopsin dan opsin terbenam di dalam membran. Jadi


fotoreseptor tidak memproses warna melainkan memproses cahaya yang
datang.

Gambar 3.11 Letak fotoreseptor dimata. Sel-sel fotoreseptor bipolar dan


ganglion agak tergeser sedikit sehingga cahaya akan jatuh ke
fotoreseptor.
https://dundeemedstudentnotes.wordpress.com/category/basic-sciences/page/16/

Dalam keadaan gelap kanal Na+ pada fotorerseptor akan terbuka.


Bentuk cis retinal akan menyebabkan cGMP utuk berikatan dengan kanal
Na+ dan pada keadaan ini kanal Na+ akan terbuka. Akibatnya ion Na+ akan
masuk ke dalam sel dan terjadi depolarisasi membran (gambar 3.14).
Potensial membran bergerak dari sekitar -70 mV ke sekitar -40 mV.
Potensial membran di sini berarti potensial berjenjang atau sama halnya
dengan potensial generator yang dihasilkan oleh reseptor sensorik.
Sekalipun belum mencapai potensial aksi seperti halnya pada sel-sel yang
terdepolarisasi, sel telah dapat membuka gerbang kanal listrik kalsium
(Ca2+). Setelah kalsium masuk akan terjadi pelepasan neurotransmiter,
dalam hal ini neurotransmiternya adalah glutamat. Sifat dari
neurotransmiter ini adalah glutamat yang inhibitori dan reseptornya
adalah glutamat metabotropik mGluR6 sehingga fotoreseptor memerin-
tahkan sel berikutnya yakni sel bipolar mengalami IPSP (gambar 3.16 dan
3.17). Akibatnya tidak terjadi depolarisasi pada sel ganglion. Dengan
demikian otak tidak akan menerima signal. Pada keadaan ini struktur
molekul fotopigmen ada dalam posisi cis (gambar 3.15). Pada waktu
pigment visual terkena cahaya maka tata letak molekul retinal

146
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.12: Fotoreseptor batang dan kerucut. Pada segmen luar


terdapat fotopigmen yang terdiri dari retinal dan opsin.
http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/normal_phiz/classes_stud/en/nurse/Bacchao
ur%20of%20sciences%20in%20nurses/ADN/17_Physiology_of_eye.htm

Gambar 3.13: Posisi retinal dan opsin pada membran fotoreseptor


http://blogs.scientificamerican.com/thoughtomics/animal-vision-evolved-700-million-years-ago/

147
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

atau vitamin A dari bentuk cis akan berubah menjadi bentuk trans
(gambar 3.14). Retinal akan lepas dari opsin dan terjadi bleaching atau
tidak ada cahaya yang dapat diproses lagi.
Bentuk trans retinal akan menyebabkan terlepasnya ikatan cGMP
dengan kanal Na+. Akibatnya kanal Na+ akan tertutup (gambar 3.15) dan
terjadi hiperpolarisasi. Karena terjadi hiperpolarisasi maka tidak terjadi
potensial aksi sehingga ion Ca2+ juga tidak dapat masuk ke dalam sel.
Hiperpolarisasi dan ketiadaan ion Ca2+ mengakibatkan glutamat yang
dihasilkan dari fotoreseptor menjadi lebih sedikit. IPSP ke sel bipolar
menjadi sedikit atau boleh dikatakan tidak ada. Karena tidak ada
inhibitori dari glutamat maka tidak ada hambatan signal yang dikirim ke
sel ganglion. Saraf optik akan menerima signal dari sel ganglion dan terjadi
EPSP. Signal selanjutnya sampai di otak. (gambar 3.16).

.
Gambar 3.14: Perubahan tata letak molekul dari cis ke trans pada retina

Bentuk molekul c-opsin sama pada vertebrata, apakah opsin pada


ikan hiu ataukah pada burung. Semua c-opsin tersimpan pada tumpukan
lempengan dan masing masing tumbuh silium yang merupakan
kepanjangan dari retina. Semua c-opsin pada vertebrata meneruskan signal
melalui jalur fosfodiesterase. Homologi ini menunjukkan bahwa c-opsin
berasal dari moyang yang sama. Pada manusia atau hewan yang

148
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

kehidupannya sangat bergantung kepada penglihatan, maka mata adalah


organ yang harus tetap ada dan tidak boleh hilang fungsinya. Hewan yang
buta tidak akan dapat bertahan lama menghadapi lingkungannya. Mereka
akan cepat sekali menjadi mangsa predator karena tidak mempunyai
informasi yang cepat terhadap bahaya lingkungan.

3.5.1.a Alur perjalanan signal cahaya dan kontrolnya


Di atas telah dijelaskan tentang proses pengolahan signal pada
keadaan gelap dan terang. Setelah signal keluar dari fotoreseptor maka
akan diteruskan ke sel bipolar. Kemudian sel horisontal dan amakrin
akan mengintegrasikan signal. Sel horisontal akan melakukan inhibitori
terhadap gambaran atau figur sebelumnya sehingga dapat membedakan
kontras, sedangkan sel amakrin sensitif terhadap pergerakan dan
temporal. Keseluruhan pengolahan tadi akan diteruskan oleh saraf optik
menuju ke otak (gambar 3.17).

Gambar 3.15 : Pada keadaan gelap cGMP duduk dikanal Na+ dan
membuka kanal Na+ sehingga terjadi depolarisasi. Pada keadaan terang
cGMP terlepas dari kanal Na+ akibatnya kanal Na+ akan tertutup, terjadi
hiperpolarisasi.
https://dundeemedstudentnotes.files.wordpress.com/2012/04/untitled-pictgffgure6.png

Saraf optik terletak di sebelah anterior kelenjar pituitary dan


membentuk X optic chiasm. Pada optik chiasm lintasan saraf yang nasal

149
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

akan menuju ke otak secara berseberangan (kontra lateral). Saraf yang


berasal dari temporal (lateral) arah lintasannya tidak berseberangan
(homo lateral).
Sebelum mencapai thalamus beberapa saraf masuk ke inti yang
berfungsi melakukan refleks visual dan masuk ke posterior thalamus
(lateral geniculate). Dari sini impuls akan ke radiasi optik dan ke korteks
visual di lobus oksipital untuk membentuk bayangan (gambar 3.18).

Gambar 3.16 : Perjalanan signal pada keadaan gelap dan terang dari
fotoreseptor sampai ke saraf optik.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

150
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.17: Alur perjalanan signal dari fotoreseptor ke sel ganglion


sebelum menuju ke otak

3.5.1.b Refleks pupil mata


Tujuan dari refleks ini adalah melindungi retina dari cahaya yang
terlalu banyak tiba di mata. Jumlah cahaya yang masuk dikurangi oleh
iris. Terjadi konstraksi pupil yang dikontrol oleh saraf parasimpatik
okulomotor. Proses dilatasinya dikontrol oleh saraf simpatik (Kira-kira,
obat tetes mata yang membuat mata anda indah apakah adrenalin atau
atropine?)

151
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.18: Alur perjalanan cahaya dari mata ke otak


https://www.siggraph.org/education/materials/HyperVis/vision/eyebrain.htm

Pada kedokteran manusia atau kedokteran hewan, refleks pupil


mata sering dipakai untuk melihat apakah manusia atau hewan yang
tidak sadar masih hidup atau sudah mati. Karena refleks tadi diproses di
otak maka apabila hewan atau manusia pada waktu pingsan matanya
diberi cahaya maka akan timbul refleks pupil mata. Apabila ada
pergerakan pupil mata berarti dapat dikatakan orang atau hewan
tersebut masih hidup (gambar 3.19). Sebaliknya apabila tidak ada refleks
pupil mata maka boleh dikatakan sudah mati.

152
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.19 : Refleks pupil mata yang dikontrol oleh saraf simpatik dan
parasimpatik.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.

3.6 Sistem Cita Rasa


Kemoreseptor boleh dikatakan sebagai salah satu reseptor yang
paling tua. Kemoreseptor ada di hampir semua hewan dan dimulai pada
hewan primitif. Pada planaria atau cacing pipih kemoreseptornya terletak
di seluruh tubuh dan terkonsentrasi di aurikel dan bintik matanya. Pada
siput ada di antena dan pada oktapus ada di tentakel. Pada vertebrata di
lidah dan hidung dan beberapa ikan ada di siripnya. Pada vertebrata
reseptor yang di lidah memungkinkan mereka dapat merasakan
makanannya. Mengapa rasa? Di samping mendorong selera, lidah juga
merupakan perangkat pertahanan diri karena dapat melindungi kita dari
racun. Kita menyukai gula karena kita mempunyai kebutuhan absolut
terhadap gula juga suka akan asin karena tubuh kita memerlukan NaCl.
Sedangkan cita rasa seperti pahit dan tidak nyaman cenderung untuk
dihindari. Hampir semua rasa pahit tidak bermanfaat. Rasa asam menun-
jukkan kerusakan makanan.
Demikian pula, kita menyukai rasa gurih (ummami) karena kita
memerlukan protein, asam amino. Pada manusia cita rasa selalu
dihubungkan dengan materi yang dapat mencapai mulut. Untuk hewan

153
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

akuatik cita rasa dan penciuman tidak terlalu berarti karena tidak
mungkin mencium dan merasakan di air. Pada catfish terdapat reseptor
kimia di seluruh tubuhnya dan umum dikatakan bahwa tubuhnya penuh
dengan benjolan perasa. Kira-kira 10-9 sampai dengan 10-10 mol/liter
asam amino dapat dideteksi oleh hewan ini. Pada pinulirus udang
berduri, reseptornya sangat sensitif terhadap asam amino taurin; sekitar
10-10 molar taurin dapat terdeteksi oleh hewan ini, atau sekitar 33 mg
taurin dalam kolam yang volumenya 2.600 m3. Jadi cita rasa adalah alat
survival untuk hewan-hewan dalam mencari makan. Pada hewan yang
bernafas di udara seperti insekta, organ perasanya bisa di mulut, di kaki,
di antena dan umumnya berupa rambut dengan ujung terbuka. Pada
mamalia, benjolan perasa terletak sepanjang saluran mulut mulai dari
faring, epiglotis faringeal dan di gerbang esofagus. Menjadi pertanyaan
apakah daerah tertentu dari lidah sensitif terhadap rasa tertentu?
Secara anatomi benjolan perasa dan papillae perasa dapat dilihat
di lidah sebagai bintil merah yang menonjol seperti lengkungan terutama
pada lidah sebelah depan. Benjolan yang satu ini dikenal sebagai
fungiform papillae karena bentuknya seperti jamur. Pappilae terdiri dari
foliat, cirumfallate dan non gustatory filiform. Benjolan rasa merupakan
kumpulan sel-sel papillae dan tidak dapat dilihat kasat mata. Dapat
dilihat bahwa benjolan perasa terletak di atas atau di samping berbagai
papillae. Benjolan mempunyai lubang, sel rambut perasa dan saraf yang
menuju ke otak (gambar 3.20)
Tepi lidah atau fungiform papillae dikatakan sensitif terhadap
NaCl. Pada percobaan ditunjukkan bahwa tempat ini tidak hanya sensitif
terhadap NaCl saja tetapi juga sensitif terhadap sukrosa. Respons
terhadap NaCl dan sukrosa juga ada di tempat lain benjolan perasa. Jadi
dapat disimpulkan bahwa fungiform pappilae sensitif terhadap NaCl.
Akan tetapi bukan tidak mungkin sensitif terhadap lain rasa.
Reseptor rasa pahit tidak terdistribusi merata di lidah. Pada tikus
reseptor pahit terekspresi pada subset sel perasa di seluruh pappilae
akan tetapi lebih terkonsentrasi di foliate dan circumfallate papillae yang
letaknya di belakang lidah. Lebih jauh lagi alfa gustducin yakni protein G
yang menyelaraskan reseptor pahit T2R terekspresi lebih banyak di
circumfallate dibandingkan fungiform. Melihat keadaan ini maka perlu
dilakukan rangsangan langsung pada berbagai daerah di lidah secara
langsung.

154
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Adanya rangsangan panas pada bagian anterior lidah pada


manusia (fungiform papillae dan saraf korda timpani) menyebabkan
sensasi rasa manis, asin atau asam. Sedangkan rangsangan panas pada
bagian belakang lidah (foliate/circumfallate dan saraf glasofaringeal)
memberikan hubungan rasa yang berbeda dengan rangsangan pada
anterior. Sensitivitas disimpulkan terdistribusi di seluruh lidah selama
ada benjolan perasa, akan tetapi daerah tertentu memang mempunyai
sensitivitas yang lebih dibandingkan dengan daerah yang lain. Pembagian
daerah perasa selama ini adalah bentuk penyederhanaan saja.

Gambar 3.20 : Benjolan perasa dan benjolan papillae


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0072592/

3.6.1 Sel-sel di papillae rasa


Sel pendukung, mengandung mikrovili, tampaknya untuk men-
sekresikan materi ke lumen benjolan perasa. Sel reseptor sensorik
terproyeksi ke lumen, berbentuk kantung dan mengandung sensor
penghantaran. Sel basal terdeferensiasi ke reseptor sel yang baru,
terbentuk dari sel epitel di sekelilingnya dan dapat dibedakan dengan sel
yang baru terbentuk. Pada manusia terjadi regenerasi setiap 15 hari
sedangkan pada tikus setiap 2 atau 3 hari. Apabila terjadi denervasi maka
tidak ada regenerasi.

155
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.21: Peranan kanal, reseptor dan second messenger dalam


proses pengiriman signal citarasa ke otak.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Cita rasa pada hewan tingkat tinggi dikatagorikan sebagai rasa


senyawa anorganik seperti asin dari NaCl dan asam dari H+ dan rasa
senyawa organik seperti manis dari gula, gurih dari asam amino dan
pahit. Karena itu mekanisme kerja cita rasa tersebut melalui proses
pengolahan signal seperti pada proses neurologi ataupun membran lain.
Prosesnya melibatkan kanal, reseptor dan second messenger (gambar
3.21). Pada rasa asin, Na+ masuk ke dalam sel dan diikuti dengan
terjadinya depolarisasi. Kemudian ion Ca2+ akan masuk ke dalam sel dan
terjadi pelepasan neurotransmiter yang kemudian akan menembak saraf
aferen yang ke otak. Pada rasa asam, hidrogen akan memblok kanal K+
sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti dengan masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel dan juga diikuti dengan pelepasan neurotransmiter yang ke
otak.
Rasa manis akan dikenali oleh reseptor glukosa dan fruktosa
serta karbohidrat lain. Akan terjadi aktifasi adenilat siklase dan diikuti
oleh peningkatan cAMP. Selanjutnya protein kinase A (PKA) mengaktif-
kan fosforilasi kanal K+ dan menutup kanal tersebut dan terjadi
depolarisasi yang diikuti dengan pembukaan gerbang kanal kalsium. Ion

156
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Ca2+ masuk ke dalam sel diikuti pelepasan neurotransmiter untuk


selanjutnya menembak saraf aferen yang menuju ke otak. Penutupan
kanal kalium oleh senyawa fosfat akhir akhir ini menjadi perhatian yang
serius karena depolarisasi sel tidak hanya diakibatkan oleh masuknya ion
Na+ akan tetapi dapat juga akibat tertutupnya kanal K. Bloking kanal K
terjadi juga pada sel β pankreas oleh ATP.
Rasa pahit akan melibatkan IP3 dan akan mengakibatkan pelepasan
Ca2+ dari gudang Ca+2 di endoplasmik retikulum (Ca2+ dari luar tidak
diperlukan). Terjadi respons seluler yang diikuti oleh penembakan
neuron yang menuju ke otak.
Rasa gurih diidentifikasi pertama kali oleh Kikunae Ikeda dari
Imperial University Tokyo pada tahun 1909. Baru sekitar tahun 1996
diidentifikasi sebagai rasa asam amino glutamat, aspartat dan senyawa-
senyawa sejenisnya, yang kesemuanya dapat ditangkap oleh reseptor
metabotropik (mGLUR4). Ikatannya akan mengaktifkan protein G dan
meningkatkan Ca2+ di intraseluler. Lebih jauh lagi ditemukan bahwa kanal
non spesifik akan terbuka dan mengakibatkan membran terdepolarisasi dan
Ca2+ masuk ke dalam sel terjadi pelepasan neurotransmiter yang akan
memberikan signal ke otak.

3.6.2 Alur perjalanan saraf ke pusat citarasa


Reseptor rasa tidak mempunyai akson. Informasi ditransmisikan
ke terminal serabut sensorik dengan menggunakan transmitter. Serabut
saraf berangkat dari sel ganglion saraf kranial VII (cabang facial disebut
korda timpani), anterior terhadap lidah dan samping, mengandung
banyak benjolan di daerah fungiform pappilae. Saraf ini berfungsi sebagai
saraf perasa dan mensekresikan saliva. Saraf nomor IX di pinggir lidah
sebelah belakang atau sirkumfalat yang kaya akan benjolan foliat untuk
menelan dan juga sekresi saliva. Input dari serabut sensorik
menunjukkan respons optimal ke satu rangsangan dan memberikan
respons yang lebih kecil terhadap rangsangan rasa lain. Saraf vagus
menghantarkan signal dari mulut dan laring. Signal kemudian menuju
thalamus dan dua daerah di lobus frontalis insula dan korteks frontal
operculum
Saraf primer gustatory akan sinapsis di medula (di garis putih
tipis sel disebut jalur serabut gustatory nucleus). Dari tempat ini
informasi akan diteruskan ke (1) somatosensori alur cortex solitary

157
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

untuk mencapai kesadaran yakni mengamati citarasa; (2) hipothalamus,


amigdala dan insula dan memberikan rasa afektif yang mempengaruhi
perilaku aversi, sekresi gastric dan perilaku makan (gambar 3.22).

3.6.3 Fakta yang janggal


Rasa sebenarnya adalah bau. Tutuplah hidung anda maka anda
tidak akan dapat membedakan antara kopi dan teh, anggur merah dan
putih. Dengan menutup mata anda tidak akan dapat membedakan apel
dan irisan bawang merah (Cobalah!). Rasa adalah kombinasi antara
merasakan dan membaui dan juga bentuk yang dirasakan (sensasi
sentuhan).

Gambar 3.22: Inervasi saraf VII dan IX dari lidah ke otak


http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Kelarutan makanan di lidah akan dapat tercium di hidung sehingga


signal cita rasa akan dikirim ke sistem penciuman. Karena mempe-
ngaruhi penciuman maka signalnya akan diteruskan ke sistem limbik
(insula) yang mempengaruhi emosi. Oleh karena itu mengapa ada orang
yang menyukai makanan tertentu karena makanan melibatkan emosi
(gambar 3.23).

158
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.23: Alur neurologi rasa yang berangkat dari saraf no VII dan IX
dan vagus yang menuju ke otak. Ke insula dan hipothalamus
mempengaruhi perilaku makan dan ke somatosensori untuk mencapai
kesadaran.
http://www-psych.stanford.edu/~lera/psych115s/notes/lecture11/

3.7 Sistem Penciuman


Pada hewan sederhana reseptor bau pada umumnya terletak di
antena. Kemampuan ulat jantan untuk menandai adanya ulat betina pada
jarak beberapa kilometer telah banyak diketahui. Pada ulat polifemus
(polyphemus moth, talea polyphemus), jantannya mempunyai 70.000
organ sensorik dan 150.000 sel pada setiap antenanya sedangkan pada
betinanya 14.000 organ sensorik dan 35.000 sel di setiap antenanya.
Sekitar 2/3 sel reseptor pada jantan untuk mengenali daya tarik seksual
dari betinanya. Dari studi pada hewan sederhana bahwa bau juga
mempengaruhi perilaku seksual maka studi pada hewan verebrata
menjadi lebih intensif.
Seperti kita ketahui bau adalah senyawa kimia karena itu
penciuman adalah indra kimia. Senyawa kimia agar dapat terdeteksi
harus dalam jumlah yang cukup kecil dan dapat menguap, mencapai
hidung dan terlarut di mukosa untuk kemudian ditangkap oleh reseptor
khusus di olfaktori epithelium, disebut olfactory reseptor neuron (ORN).

159
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bayangkan bau busuk sampah mencapai penciuman Anda, berarti ada


yang terlarut di mukosa hidung anda.

3.7.1 Protein protein pengikat bau (Odorant binding proteins)


Protein yang ada di mukosa olfaktori ternyata berikatan dengan
molekul bau dan ini dikenal dengan nama protein pengenal bau, atau
odorant binding protein (OBP). Bau akan terlarut di lemak mukosa,
kemudian berikatan dengan OBP. Protein-protein ini akan memfasilitasi
perpindahan ligan lipofilik (bau) sepanjang lapisan mukosa menuju
reseptor. Juga berfungsi untuk mengkonsentrasikan bau di lapisan
mukosa tadi. Kegunaan dari protein pengikat bau tadi adalah : (1)
transporter agar dapat menyertai ligan untuk berikatan dengan
reseptor ; dan (2) terminator, sehingga odoran yang telah dipakai akan di
degradasi sehingga molekul lain dapat berinteraksi. Protein-protein ini
juga berfungsi sebagai pelindung agar bau yang berlebih tidak mencapai
reseptor.

3.7.2 Reseptor bau (Odorant receptors)


Pada hewan vertebrata, penciuman menjadi lebih sangat vital.
Pada tahun 2004 hadiah Nobel untuk fisiologi diberikan kepada Richard
Axel dan Linda Buck untuk penemuan mereka tentang reseptor pembau
dan organisasi sistem penciuman. Reseptor pembau terletak di lubang
hidung, setiap reseptor pengenal menandai satu macam bau dan setiap
reseptor dapat juga menandai beberapa bau secara terbatas. Reseptor
pengenal ini adalah berupa protein, dan mRNA yang mengkodenya telah
ditemukan. Reseptor ini adalah reseptor dari saraf bipolar di epitel
lubang hidung (gambar 3.24). Odorant Reseptor Neuron sangat unik,
karena mereka mampu melakukan regenerasi. Mempunyai silia yang
terproyeksi ke mukosa (mengandung reseptor). Sekitar 10 – 100 akson
membentuk kumpulan untuk menembus lempeng ethmoidal kirbiform di
bulbus olfaktori. Semua reseptor bau berhubungan dengan protein dan
hanya berbeda sedikit satu sama lain dalam residu asam aminonya. Oleh
karena itu reseptor tertentu hanya mengenal satu bau saja
Kehilangan kemampuan untuk membaui akan mengurangi kualitas
kehidupan. Pada hewan akan mengurangi kemampuan untuk bertahan
hidup karena tidak dapat membedakan mana yang berbahaya dan mana
yang tidak, misalnya membaui adanya asap dari suatu kebakaran.

160
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Sekumpulan keluarga reseptor odoran telah diklon dan jumlah-


nya ribuan. Keluarga odoran ini mencapai 1.000 gen yang berbeda dan
sangat besar sekali; kira-kira 2% dari human genome. Pada manusia
ditemukan banyak pseudogen dan hanya 350 yang mengenali bau.
Jumlah ini menunjukkan bahwa ada banyak bau yang dapat dibedakan.
Reseptor bau ini terdiri dari tujuh unit protein yang menembus
membran. Posisi protein di 2,4 dan 5 adalah reseptor bau sedangkan
terminal C dan I2 dan I3 merupakan tempat berikatan dengan protein G
(gambar 3.26).

Gambar 3.24: Reseptor odorant (pembau) terletak direseptor olfaktori


dilubang hidung.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

3.7.3 Peranan Ca2+ dalam proses penciuman


Bau yang terikat pada protein akan ditangkap oleh reseptor bau
dan kemudian akan terjadi aktifasi cAMP yang melibatkan protein G
olfaktori (Golf), seperti halnya proses seluler lain yang melibatkan protein
G. Terjadilah perubahan permeabilitas terhadap Na+, K+ dan Ca2+. Ini
disebut cyclic nucleotide gated channels (CNG) yang akan membuka kanal
secara cepat (gambar 3.26). Kanal ini tidak akan mempengaruhi
depolarisasi, akan tetapi akan menghasilkan potensial generator atau
potensial berjenjang. Ini cukup untuk membuat ion Ca2+ masuk ke dalam
sel. Ion Ca2+ akan mempengaruhi ion Cl– agar keluar dari sel sehingga
membran akan menjadi lebih terdepolarisasi.

161
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Selanjutnya membran akan melepaskan neurotransmiter


glutamat. Terjadi sinapsis antara akson reseptor pembau dengan saraf
pembau di bulbus olfaktori. Letak bulbus olfaktori di puncak rongga
hidung. Saraf di bulbus olfaktori disebut sel mitral yang merupakan saraf
sekunder dari sistem penciuman. Sarafnya akan meninggalkan bulbus
olfaktori menuju alur penciuman (gambar 3.27).

Gambar 3.25: Setiap reseptor adalah rantai protein yang akan melalui
membran/menembus sebanyak 7 kali dan akan dikopel dengan protein G
(7-transmembran G-protein-coupled reseptor)
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Di samping proses pengolahan bau maka proses kecepatan meng-


hilangkan bau juga penting, karena tanpa kemampuan menghilangkan bau
akan mengurangi kemampuan membedaan bau. Neurotransmiter proses
pengolahan bau pada beberapa spesies telah diidentifikasi. Glutamat
ditemukan sebagai neurotransmiter sel olfaktori pada kura-kura,
kecebong dan tikus. Fungsi utamanya memediasi sinapsis pertama pada
jalur penciuman (ORN yang terletak di sel mitral). Terdapat bukti bahwa
noradrenalin adalah neurotransmiter pada bulbus olfaktori. Banyak bukti
yang menunjukkan bahwa berkurangnya noradrenalin menyebabkan
berkurangnya kemampuan membedakan bau seperti penyakit Korsakof,
penuaan, Parkinson dan Alzeimer.

162
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Studi molekuler dan perilaku juga menunjukkan pentingnya


dopamin pada penciuman. Penderita Parkinson yang kekurangan
dopamin akan berkurang kemampuan membauinya. Dalam beberapa
kasus bahkan kehilangan kemampuan membaui. Menyuntikan analog
dopamin ke tikus akan menyebabkan berkurangnya sensitivitas pencium-
an. Dopamin memegang peranan sebagai neuromodulator penciuman
dengan mekanisme mengurangi pelepasan neurotransmiter ORN. Pada
tikus, dopaminnya dari jenis reseptor D1. Reseptor D1 hanya sedikit saja
terekspresi di bulbus olfaktori tikus (lapisan glomerular, external plexiform,
mitral dan lapisan sel granul), bekerja dengan cara merangsang pemben-
tukan cAMP dan fungsinya eksitatori. D2 yang dominan di bulbus
olfaktori (ORN dan lapisan glomelural) akan mengurangi pembentukan
cAMP, fungsinya sebagai inhibitori. Rangkaian inhibitori pada bulbus
olfaktori dimediasi oleh GABA dan studi in vitro menunjukkan adanya
interaksi antara GABA dan glisin. Beberapa obat kalsium antagonist
seperti nifedipin dan diltiazem akan memblok masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel olfaktori. Akibatnya pelepasan neurotransmiter di saraf olfaktori
akan dihambat. Hingga saat ini belum diketemukan adanya pengaruh
glutamat atau GABA pada sistem olfaktori manusia..

Gambar 3.26: Peranan Ca2+ pada depolarisasi saraf sensorik pembau. Ca2+
memperkuat depolarisasi dengan merangsang ion Cl- untuk keluar dari sel.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

163
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.7.4 Perjalanan signal dari reseptor odoran


Reseptor dan sel pendukung ada pada mukosa dan akson dari sel
reseptor akan menembus lapisan kribriform menuju bulbus olfaktori dan
berakhir disel mitral. Banyaknya bulbus pada tikus kira-kira 45.000 dan
pada manusia dewasa sekitar 50.000. Beberapa sel mitral akan mengirim
kira-kira 25 dendrit utamanya ke glomerulus dan selanjutnya sel mitral
akan sinapsis dengan saraf olfaktori. Satu glomerolus mengandung satu
sel mitral, tetapi banyak dendritnya (gambar 3.27). Setiap glomeruli akan
diaktifkan oleh bau atau odorant tertentu kemudian sinapsis di
interneuron. Sekumpulan saraf ini akan menuju sistem limbik (tanpa
kesadaran, seks, agresi, lapar, homeostasis) dan yang lain akan menuju
ke orbitofrontal (niatan suatu tindakan menuju ke kesadaran). Pada
manusia ada 6 juta sel reseptor di setiap lubang hidung dan pada tikus
dapat mencapai 50 juta.

Gambar 3.27: Alur perjalanan bau, dimulai dari reseptor odoran dan
menuju korteks olfaktori.
https://classconnection.s3.amazonaws.com/350/flashcards/2119350/jpg/picture113661032447
81.jpg

164
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.7.5 Alur perjalanan saraf dari bulbus olfaktori ke otak


Neuron dari alur lateral olfaktori terproyeksikan, pertama ke
amigdala, inti septal, korteks pre-piriform, korteks enthortinal, hipo-
kampus dan ubikulum. Semuanya ini adalah sistem limbik, daerah paling
primitif dari otak yang berkaitan dengan motivasi, emosi dan memori
tertentu. Inti septal dan amigdala adalah daerah yang berkaitan dengan
kenikmatan (pleasure center), hipokampus berkaitan dengan motivasi
memori (asosiasi yang berkaitan dengan rangsang makanan). Kedua
proyeksi juga menuju ke thalamus dan kemudian ke frontal korteks
untuk penandaan.
Banyak hubungan ke depan maupun ke belakang diantara kedua
proyeksi saraf ini. Hanya setelah semua hubungan sistem limbik ini
terhubungkan barulah informasi yang menuju otak yang lebih tinggi
(melewati thalamus) akan tercapai. Selanjutnya baru terjadi proses
persepsi dan interpretasi di daerah korteks. Penciuman ditinjau dari
sistem saraf sangat unik, pergi menuju ke sistem limbik (bawah sadar)
sebelum mencapai tingkat yang lebih tinggi (gambar 3.28). Pada hewan,
penciuman memegang peranan dalam proses kawin. Karena quadruped
maka penciuman masih digunakan sebagai pendeteksi kesiapan kawin,
sebagai proses kelangsungan hidup spesies. Manusia karena bipedal
kehilangan kemampuan mendeteksi dengan cara ini.

Gambar 3.28: Alur perjalanan bau ke sistem limbik dan korteks piriform
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

165
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.7.6 Perbedaan antar spesies


Daerah epitel olfaktori (warna tebal) pada anjing jauh lebih besar
daripada pada manusia sekitar empat puluh kali. Mencit yang dipakai
sebagai obyek studi mempunyai sekitar seribu macam reseptor sel.
Jumlah sel olfaktori pada manusia lebih sedikit dibandingkan dengan
tikus maupun anjing, sel-sel olfakori pada manusia berkurang selama
proses evolusi (gambar 3.29).

Gambar 3.29. Perbandingan jumlah sel epitel olfaktori pada anjing,


mencit dan manusia.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

3-8 Sistem Pendengaran


Pada hewan suara merupakan alat survival, menandai adanya
bahaya dan mensiagakan diri atau menginformasikan kepada kelompok-
nya akan bahaya yang dating. Untuk manusia, suara sangat penting dan
merupakan alat komunikasi, akan tetapi untuk hewan adanya perubahan
atau gangguan mekanis dapat merupakan gerbang komunikasi informasi.
Ular mempunyai dua sistem sensorik yang memberikan respons vibrasi
di udara dan vibrasi substrat (misalnya vibrasi air tubuh, daun yang
bergerak). Sistem pendengarannya tidak sensitif terhadap suara akan
tetapi sensitivitas terhadap vibrasi sangat tinggi; amplitudo sekecil
0,1nm dapat terdeteksi. Ikan dan cumi-cumi dapat mendeteksi vibrasi
gerakan air yang ditangkap oleh reseptor garis lateral dan bukannya oleh
telinga. Akibat adanya vibrasi air di lingkungannya, air akan masuk ke
dalam pori-pori ikan atau cumi cumi dan dideteksi oleh mekanoreseptor
yang disebut neuromast. Strukturnya mirip dengan reseptor sel rambut
pada hewan tinggi, mempunyai kupula. Cairan yang mengalir di
sekelilingnya akan menggerakkan reseptor rambut. Reseptor lateral
muncul pada hewan air sedangkan pada hewan terestrial muncul yang

166
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

namanya telinga. Burung hantu menggunakan suara yang datang dari


mangsanya untuk menentukan lokasi mangsa tersebut. Beberapa
vertebrata mendapat informasi dari refleksi atau pantulan suara yang
sangat lemah, yang dihasilkannya sendiri. Kemampuan ini berkembang
dengan baik pada kelelawar, dolfin dan beberapa burung.
Studi tentang kemampuan mendengar pada manusia telah
banyak dilakukan. Manusia dapat mendengar suara antara 20 sampai
dengan 20.000Hz, sedangkan kelelawar dapat menangkap frekuensi
sampai dengan 100.000Hz dan anjing sekitar 30.000 sampai dengan
40.000Hz.
Beberapa hewan mempunyai kemampuan yang istimewa; gajah
Afrika dapat berkomunikasi beberapa kilometer dengan gajah lainnya.
Gajah Asia tercatat mampu menangkap suara dengan frekuensi antara 14
sampai 24 HZ, yang tidak dapat ditangkap oleh manusia. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan binatang tertentu bereaksi terhadap kedatangan
bencana alam seperti gempa bumi yang akan datang. Getaran gempa yang
merambat pada tingkat infra dapat terdeteksi oleh beberapa hewan.
Secara umum sel rambut merupakan mekanoreseptor pada vertebrata,
ditemukan baik pada ikan, amfibi maupun mamalia Mendefinisikan
pendengaran sangat sulit untuk hewan avertebrata karena organ
pendengarannya sangat berbeda dengan hewan vertebrata.
Pada manusia, studi tentang mekanisme suara sangat intensif dan
telah diketahui dengan baik. Mekanisme penerimaan suara dan
perjalanan gelombang tampak jelas dari anatomi dan neurologi sistem
pendengaran. Di samping sebagai alat pendengaran, telinga juga dipakai
sebagai alat keseimbangan. Gambar 3.30 menunjukkan anatomi dari
sistem pendengaran dan keseimbangan hewan mamalia.
Bagian dalam dari telinga atau labirin terdiri dari dua bagian;
labirin boni sebagai tempat kedudukan sistem pendengaran koklea dan
sistem keseimbangan dan labirin membranous karena terdiri dari
membran epitel yang merupakan membran koklea dan keseimbangan.
Labirin–labirin ini dipisahkan oleh cairan yang disebut perilim
sedangkan labirin membranous berisi cairan endolim. Setiap bagian dari
sistem keseimbangan terdiri dari dua struktur utama, yakni tiga kanal
semisirkuler dan sepasang kantung otolit utrikel dan sakul.

167
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

3.8.1 Perjalanan gelombang suara pada hewan tingkat tinggi


Sistem pendengaran sangat berbeda dengan sistem sensorik lain.
Informasi pendengaran naik dari telinga yang sama ke kedua sisi otak.
Karena informasi pendengaran yang berasal dari kedua telinga akan naik
ke kedua sisi jalur otak, kerusakan salah satu sisi tidak akan
menghilangkan kemampuan pendengaran.
Gelombang suara masuk telinga melalui saluran pendengaran atau
kanal auditori kanal dan diterima membran timpani sehingga menimbulkan
getaran. Telinga bagian tengah maleus, inkus dan stapes akan menghan-
tarkan getaran dari membran timpani. dan meneruskan lebih lanjut ke
jendela oval, masuk media gel dalam perilim dan mengakibatkan scala
vestibule memutar dan menimbulkan getaran membran basilar, reseptor
sel rambut akan tertekuk dan akan menimbulkan potensial aksi menuju
ke saraf kranial VIII ke inti koklea di batang otak dan berakhir di ipsi dan
kontra lateral di korteks serebri. Jendela bulat (oval window) berfungsi
sebagai katup untuk mengendurkan tekanan (gambar 3.30). Persepsi
kesadaran suara dan asal suara terjadi di korteks serebri. Getaran yang
tidak mengganggu pendengaran dan menimbulkan rasa sakit di sekitar 130
desibel. Percakapan biasa sekitar 50 desibel dan suara di jalan raya 90
desibel. Jika kita sering terdedah pada gelombang suara yang terlalu
tinggi maka akan terjadi gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akan menyebabkan tuli. Hal ini disebab-
kan oleh karena ada kerusakan pada dua hal berikut. Pertama adalah
kerusakan pada hantaran suara akibat hilangnya transmisi gel. Kedua
adalah kerusakan saraf akibat malfungsi sel rambut koklea.

168
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.30: Alur perjalanan suara, dimulai dari telinga bagian luar,
menuju ke telinga bagian tengah dan ke bagian dalam sebelum
diteruskan oleh saraf ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

3.8.2 Arah perjalanan signal


Telinga bagian tengah memegang peranan penting. Bagian ini
dapat menandai suara dan keseimbangan. Bila kita lihat, maka bagian
tengah ini bentuknya mirip siput, oleh karena itu disebut rumah siput dan
detail dari rumah siput diberikan pada gambar 3.31.
Kemampuan telinga untuk menganalisis frekuensi bergantung
kepada kelenturan atau elastisitas membran basilar yang terletak di
koklea. Koklea dikelilingi oleh cairan yang mirip dengan cairan
intraseluler. Ini berarti konsentrasi ion K+ tinggi dan disebut endolim.
Pada koklea ada organ Corti yang letaknya di basal membran. Deteksi
suara ditangkap oleh sel rambut pada organ Corti. Sel rambut akan
bergerak menekuk apabila ada suara. Apabila diuraikan lagi bentuk dari
koklea dapat dilihat pada gambar 3.31 dan gambar 3.32. Membran basilar
terikat pada cairan gelatinus. Gelombang suara akan bergerak sepanjang
membran sehingga membran basilar akan terosilasi, bergerak naik turun.
Pada organ korti di koklea terdapat sekitar 20.000 sel rambut ke
membran basilar. Sel rambut dikelilingi oleh sekumpulan steriocilia dan
sitoplasma, disebut basal body.

169
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pada keadaan diam atau normal semua sel rambut akan tegak dan
sedikit bocor terhadap ion K+ dan Ca2+ (mengapa K+ menyebabkan
depolarisasi ?) sehingga membran potensialnya ada di sekitar -30. mV.
Adanya suara akan mengakibatkan membran basilar bergerak ke atas
dan sel-sel rambut akan terdefleksi ke arah yang menuju sel rambut yang
panjang. Kanal sensitif terhadap bunyi akan menyebabkan depolarisasi,
Ca2+ masuk ke dalam sel dan terjadi potensial berjenjang (ingat peristiwa
ini ada di reseptor). Neurotransmiter yang mempengaruhi saraf, yakni
glutamat, akan dilepaskan. Glutamat akan memerintahkan saraf yang
menuju ke otak untuk sinapsis dengan saraf berikutnya. Pada waktu
membran basilar bergerak turun maka terjadi hiperpolarisasi dan tidak
ada pelepasan neurotransmiter. Osilasi suara mengakibatkan osilasi
membran basilar. Terjadi depolarisasi yang diikuti dengan hiperpolarisasi.
Alur perjalanan saraf sampai ke auditori korteks diberikan pada gambar
3.34. Alur pendengaran berangkat dari saraf VIII membawa input secara
ipsilateral ke inti koklea dan superior olivari. Sebagian besar seperti
halnya alur perjalanan saraf akan kontra lateral ke superior olivari
melalui stria akustik dan badan trapezoin. Naik secara bilateral di jalur
lemnikus ke inti lemnikus dan berlanjut di inferior kolikulus (batang otak
mempengaruhi perilaku).

Labirin oseos

Membran labirin
Saluran koclea
Perilim Koclea
Kanal semisirkuler Utrikel
Sakul

Endolim

Skala vestibula
Ampula Vestibula Skala
Posterior timpani
semisirkuler Celah bulat
Saluran kolea

Gambar 3.31: Rumah siput dan bagian bagiannya


http://www.slideshare.net/bholmes/ch12-ppt-lect

170
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.32: Detail dari koklea. Sel rambut terletak dikoklea dan
reseptor sel rambut menandai adanya suara.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

Selanjutnya akan naik lagi ke medial genikulat (thalamus).


Kemudian terproyeksi ke auditori korteks dan korteks auditori asosiatif.
Hanya mamalia yang mempunyai koklea yang sebenarnya. Vertebrata
lain tidak mempunyai saluran koklea sekalipun mereka memiliki
membran basilar dan organ korti. Penyederhanaan alur naik ada pada
gambar 3.34.
Kontrol turunnya saraf dari auditori korteks (gambar 3.34)
melalui saraf Nomor V yang akan mengontrol tegangan otot saraf timpani
di telinga bagian luar. Otot ini terikat pada maleus dan menghasilkan
tegangan membran timpani pada waktu berkontraksi. Refleks membatasi
pergerakan timpani yang berlebih dan suara yang keras dan frekuensi
rendah.
Alur refleks ini turun melalui saraf Nomor VII dan akan merang-
sang kontraksi otot stapedius yang terletak di stape. Refleks juga
meredam suara yang tiba-tiba keras dan frekuensi tinggi.
Kontrol menurun sel rambut luar memodulasi sensitivitas sel
rambut bagian dalam dengan cara berkontraksi atau ekspansi badan
selnya untuk mengatur tegangan bagian dalam sel rambut. Penyederhanaan
urut-urutan proses sampai ke korteks auditori dapat dilihat pada gambar
3.35.

171
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.33: Kinokiluim dan steriokilia dari sel rambut yang akan
sinapsis dengan saraf yang menju ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Gambar 3.34: Alur perjalanan suara, kontrol asending dan disending.


Sebelum ke pusat semua direley di medial genikulat di thalamus
http://www.kumc.edu/SAH/OTEd/OTPT_Neuro/LectureNotes/auditory.html

172
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 3.35.: Simplifikasi alur perjalanan suara dari sumber suara


sampai ke auditori korteks. Apabila transmisi gel tidak berfungsi maka
persepsi pendengaran akan hilang.

3.8.3 Pembedaan frekuensi


Masing-masing frekuensi dideteksi oleh bagian yang berbeda dari
koklea. Di ujung dekat oval window yang sempit dan kaku akan
mendeteksi frekuensi tinggi sedangkan helikoterma lebar dan fleksibel
mendeteksi frekuensi rendah (gambar 3.36).

Gambar 3.36: Pembagian daerah frekuensi pada koklea. Daerah frekuensi


tinggi dan rendah

173
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

3.8.4 Sistem keseimbangan (Vestibular)


Menjaga keseimbangan melibatkan tiga organ utama yakni organ
keseimbangan atau vestibular, mata dan otot tubuh. Ketiga organ ini akan
mengirim signal ke batang otak melalui saraf sensorik yang menerima
input dari reseptor sensorik. Pusat keseimbangan ada di sebelah dalam
dari telinga dan bersebelahan letaknya dengan koklea yakni utrikel, sakul
dan kanal semisirkuler (gambar 3.31). Kanal keseimbangan dan koklea
terletak di labirin boni (bony of labirinth) di sebelah bagian temporal kiri
dan kanan kepala. Di antara labirin boni ada membranous labirin karena
terbentuk dari lapisan epitel. Sel epitel kemudian terspesialisasi di satu
tempat dan menjadi reseptor sensorik rambut yang disebut silia. Pada
silia ada steriosilia dan kinokilium silia-silia ini akan bersatu untuk
terikat menjadi satu oleh gelatinous Makula tempat sel-sel rambut
bertumpu pada utrikel dan sakul. Sel-sel rambut akan terproyeksi ke
materi gelatinus otolit yang mengandung kalsium karbonat. Jika ada
pergerakan gelatinous, maka silia-silia ini akan bergerak ke arah yang
sama. Input dari reseptor yang menuju ke otak menandai sudut dari
tubuh dan signal dari kedudukan atau panjang otot memberi informasi
posisi kepala dan tubuh terhadap gravitasi. Informasi keseimbangan
terintegrasi dengan sistem penglihatan. dan keseimbangan selama
pergerakannya akan distabilkan oleh mata. Sistem keseimbangan dapat
menandai signal tiga demensi kedudukan tubuh. Utrikel akan berespons
terhadap gerakan horisontal dan linear sedangkan sakul berespons
terhadap gerakan vertikal linear. Pada keadaan diam atau istirahat,
reseptor akan menjulur tegak ke otolit saraf sensorik. Jika sel rambut
tertekuk kesatu arah, dan mendekati kinokilium karena perubahan letak
tubuh, gravitasi atau adanya perubahan letak kepala maka akan terjadi
potensial aksi sedangkan jika berlawanan arah akan hiperpolarisasi dan
spike potensial aksi. akan berkurang (gambar 3.37). Respons
keseimbangan hanya jelas apabila ada perubahan pergerakan dan
gerakan yang tetap. Tanpa gerakan tidak ada respons keseimbangan.
Kanal semisirkuler menandai adanya percepatan putaran pada
kepala. Pada bagian dalam kanal semisirkular ada membran yang
bentuknya membesar pada posisi di dekat utrikel (lihat gambar 3.30 dan
3.31 menunjukkan letak kanal semisirkuler) dan disebut ampula. Setiap
ampula ini disebut krista ampularis. Sel rambut akan terproyeksi ke
kupula. Kanal ini membantu keseimbangan kepala dan tubuh selama ada

174
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

gerakan yang tiba-tiba. Kanal-kanal ini terletak satu sama lain dengan
sudut sedemikian rupa dan masing-masing terletak pada bidang anatomi
yang berbeda. Kinokiliumnya lebih besar dan tebal dibandingkan yang di
utrikel dan sakul, steriokilia (silia yang lebih pendek dan tipis) untuk
setiap reseptornya. Neuronnya sendiri terbenam di dalam ampula yang
menonjol sedangkan silia terproyeksi ke kupula. Jika ada perubahan
dalam gerakan maka reseptor akan aktif dengan menembak 100
potensial aksi setiap menitnya. Pergerakan cepat atau tiba-tiba dari sel
rambut akan mengubah polaritas reseptor. Jika silia bergerak searah
dengan kinokilium, maka reseptor akan terdepolarisasi dan penembakan
akan melebihi 100 potensial aksi setiap menitnya.

Gambar 3.37: Pada waktu kepala dalam keadaan normal maka gravitasi
akan menarik otolit utrikel kebawah dan ketika kepala posisi menjauh
maka gravitasi akan mengubah posisi otolit terhadap sel rambut.
http://virtualgardneranatphys.wikispaces.com/Equilibrium.

Otak menerima informasi dari kedua saluran kiri dan kanan dan
membandingkan laju penembakan masing-masing saluran. Jika satu saluran
tereksitasi maka saluran yang lain akan terinhibisi Informasi ini digunakan
untuk menentukan arah dan perubahan kecepatan pergerakan reseptors.

175
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pertama inti keseimbangan menerima input dari saraf keseim-


bangan VIII, mata, tubuh dan otot. Kemudian diteruskan sampai inti
okulomotor di batang otak melalui saraf III, IV dan VI (lihat tabel saraf
kranial dibab saraf). Inti keseimbangan bersinergi dengan serebelum
agar tujuan dan hasil akhir gerakan tercapai. Serebelum dapat memberi
informasi tentang gerakan-gerakan yang telah dilatih seperti gerakan
pemain sirkus yang berjungkir balik, penari Bali yang harus melakukan
gerakan sulit. Mata melakukan gerakan bersama-sama untuk menjaga
bayangan yang terbentuk. Mata dalam hal ini seperti tempat berpegangan
secara imajiner agar tubuh tidak jatuh. Saraf dari tulang belakang
menjaga tonus otot agar tidak jatuh. Mabuk kendaraan atau pergerakan
terjadi apabila keseimbangan, visual dan propioseptif di luar proporsi.
Sistem retikular mendapat informasi dari inti vestibular, jadi akan
mempengaruhi sistem saraf otonom juga sehingga respons gangguan
keseimbangan sering diiringi oleh mual-mual. Gangguan yang sama juga
terjadi pada astronot karena tanpa gravitasi sensor keseimbangan
menjadi terganggu dan mengirim signal yang tidak tepat ke otak sehingga
terjadi rasa mual dan pusing-pusing (gambar 3.38)

Gambar 3-38: Simplifikasi kontrol keseimbangan yang melibatkan pusat


keseimbangan ditelinga(saraf no VIII) serebelum dan mata (saraf no III,
IV dan VI).

176
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Secara terintegrasi, sistem keseimbangan adalah penggabungan saraf


okulomotor dan saraf motorik sebagai berikut.
1. Dari labirin keseimbangan di telinga, melalui saraf nomor VIII
akan dikirim signal ke inti keseimbangan (vestibular). Inti
keseimbangan akan memberikan informasi kepada serebelum
(umpan balik) dan ke alur vestibulospinal untuk otot ekstensor
(kedudukan, tubuh dan kaki).
2. Bagian inferior (bawah) inti vestibular memberikan informasi ke
serebelum dan retikular (refleks bangkit) dan saraf okulomotor
(III, IV dan VI)
3. Bagian medial dari inti vestibular ke otot leher dan posisi leher
Bagian superior inti vestibular ke okulomotor melalui saraf III, IV dan
VI untuk mengatur pergerakan mata (gambar 3.38).

Catatan Indera
Di dalam memilih makanan maka daya tarik makanan biasanya
berdasarkan penampilan dari makanan atau indera mata. Setelah dicoba
rasanya maka indera pengecap merasakan makanan tersebut. Karena
makanan tersebut terlarut di dalam mulut maka bau makanan tercium
oleh indera penciuman. Karena penciuman mempengaruhi sistem limbik
maka rasa makanan akan mempengaruhi emosi. Oleh karena itu ada
orang menyukai makanan tertentu. Bentuk atau teksture juga menentu-
kan karena pemilihan tekstur mempengaruhi indah atau tidaknya
makanan. Tidak kalah pentingnya adalah ketika dikunyah apakah akan
menimbulkan suara yang lembut atau kasar. Jadi kendali mutu makanan
ada di sistem indera.

177
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

178
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Bab IV

OTOT DAN BIOELEKTRIK

4. 1 SITOSKELATON
Bergerak adalah kemampuan hewan untuk melakukan perpindah-
an, yang membedakannya dengan tanaman. Dasar dari pergerakan adalah
transformasi energi kemomekanik. Semua energi adenosin trifosfat
(ATP) dikonversikan menjadi energi mekanik pergerakan otot. Dalam
evolusinya terjadi spesialisasi fungsi otot seperti otot rangka atau otot
lurik, otot polos dan otot jantung. Pergerakan sendiri merupakan proses
yang menarik, karena dari energi kimia langsung diubah menjadi energi
mekanis (energi pembakaran bahan bakar fosil memerlukan konversi
panas atau listrik terlebih dahulu sebelum digunakan). Pergerakan muncul
di tingkat jaringan, seluler dan subseluler. Pada umumnya jaringan otot
hewan teradaptasi untuk kontraksi dan pergerakan seperti menekuk
lengan, detak jantung atau kontraksi uterin pada waktu melahirkan. Pada
manusia sekitar 40% dari tubuh adalah otot rangka dan mengonsumsi
energi yang tinggi. Otot mengkonsumsi sekitar 25% oksigen yang diambil
oleh tubuh untuk membakar energi kontraksi otot.
Pada tingkat seluler titik beratnya adalah pergerakan dari sel di
lingkungannya. Pergerakan seluler terlihat pada organisme sederhana
seperti pergerakan dari amoeba, protozoa, sperma dan migrasi sel-
selama embriogenesis. Dasar molekuler kontraksi untuk semua otot
sama yakni aktin dan miosin, bahkan molekul-molekul ini juga digunakan
untuk motilitas dari sel ekariot Bab ini hanya akan membahas pergerakan
pada otot rangka, jantung dan otot polos.

4.2 Otot Rangka


Pada hewan, otot rangka merupakan alat gerak dan bagian-
bagiannya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2. Otot rangka dihubungkan
dengan rangka melalui tendon. Komposisi utama tendon adalah kolagen.
Ukuran tendon bervariasi; untuk yang mengatur pergerakan jari cukup
panjang sedangkan yang mengatur kedudukan tubuh relatif pendek.

179
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar otot secara lengkap dan tendonnya dapat dilihat pada gambar
4.1 dan gambar 4.2 yang terdiri dari berbagai lapisan jaringan
penghubung.
 Fasia melapisi permukaan otot. Memisahkan otot satu sama lain
dengan otot sebelahnya..
 Epimisium: terletak di bawah fasia dan mengelilingi otot rangka
 Perimisium: merupakan perluasan dari perimisium meluas sampai
ke otot. Memisahkan sel-sel otot ke fasikel.
 Endomisium: memisahkan serabut otot satu persatu.
 Sekumpulan serabut otot terhubungkan oleh fasikel.
 Sarkolema merupakan sel tunggal otot rangka
 Miofibril menghubungkan satu serabut dengan serabut lainnya.

Gambar 4.1: Anatomi otot dan bagian bagiannya


https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-physiology

180
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.2: Anatomi Serabut otot. Perhatikan banyaknya miofibril pada


otot, masing-masing mempunyai sarkomer, garis-garis dari sarkomer
disebabkan oleh struktur aktin-miosin yang tertata rapi.
https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-physiology/

4.2.1 Serabut otot rangka


Serabut otot rangka merupakan sel tunggal yang akan berkontraksi
pada waktu dirangsang dan relaksasi pada akhir rangsangan. Rangsangan
terjadi tepat di bawah membran sel (sarkolema) yang letaknya di sitoplasma
atau pada otot dikenal sebagai sarkoplasma. Di dalam sarkoplasma ada
mitokondria dan inti yang berbentuk oval dan kecil-kecil. Di situ juga
terdapat miofibril yang berjajar paralel satu sama lain. (gambar 4.3)
Miofibril memegang peranan penting dalam kontraksi otot. Terdiri dari
dua jenis protein utama yakni filamen tebal miosin dan filamen tipis
aktin. Organisasi filamen berbentuk garis-garis yang gelap dan terang
(pita serabut otot). Pita yang terang disebut pita I terdiri dari filamen tipis
aktin, langsung berikatan dengan garis Z.
Pita yang kedua atau pita gelap A di mana molekul miosin
tumpang tindih dengan aktin. Pita A bukan hanya daerah tumpang tindih
antara aktin dan miosin akan tetapi juga daerah pusat H yang menebal.
Segmen miofibril berawal dari satu titik Z ke titik Z yang lain disebut
sarkomer. (gambar 4.3)

181
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Di dalam sarkoplasma, serabut otot mengandung rangkaian


saluran membran yang mengelilingi miofibril dan posisinya sejajar yakni
sarkoplasmik reticulum (SR), seperti halnya endoplasma retikulum
merupakan gudang dari kalsium. Pada otot rangka S satu set lagi
perlengkapan sel otot adalah kanal tubula transversal (tubula T) masuk
ke dalam membran serabut otot dan melewati keseluruhan bagian dalam
serabut. otot, tubula T terbuka terhadap ekstraseluler jadi mengandung
cairan ekstraseluler. Setiap mikrotubul berdekatan dengan dua untaian
retikulo sarkoplasma yang disebut cisternae dari retikulo sarkoplasma

Gambar 4.3: Kedudukan retikulo sarkoplasma, tubula transversa


mitokondria, inti pada sarkolema otot rangka.
https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-physiology/

4.2.2 Jembatan neuromuskular


Setiap serabut otot akan berhubungan dengan satu serabut saraf
yang disebut motorneuron atau saraf motorik yang berasal dari otak
menuju ke otot. Penghubung antara saraf motorik dan serabut otot
disebut jembatan neuromuskular. Serabut otot membentuk motor
endplate, di tempat ini jumlah mitokondria dan inti sangat banyak dan
bentuk serabut otot di tempat ini berlipat-lipat.
Ujung dari saraf motorik mengandung banyak mitokondria dan
vesikel-vesikel kecil yang menyimpan neurotransmiter. Neurotransmiter
akan dilepaskan di ujung saraf dan di celah-celah antara ujung saraf dan

182
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

otot. Kemudian neurotransmiter merangsang serabut otot untuk berkon-


traksi dengan cara mendepolarisasi membran sel otot. Keseluruhan ini
yakni otot dan saraf disebut motor unit (gambar 4.4).
Serabut otot biasanya terinervasi dengan serabut saraf yang
besar, sarafnya termielinasi. Serabut saraf ini keluar dari anterior tulang
belakang dan sangat banyak cabangnya, artinya satu saraf motorik dapat
merangsang banyak serabut otot.

4.2.3 Kontraksi otot rangka


Kontraksi otot merupakan proses yang kompleks. Setelah transmisi
neurotransmiter dari saraf motorik maka terjadilah serangkaian kegiatan
berikut.
1. Reseptor di serabut otot akan menangkap neurotransmiter asetilkolin
dari saraf (gambar 4.5); asetilkolinnya dari jenis nikotinik. Terjadi
depolarisasi serabut otot atau motor.
2. Impuls akan dihantarkan ke tubula T
3. Kemudian terjadi aktivasi sarkoplasmik retikulum (SR) untuk
melepaskan kalsium. Pada otot lurik tidak ada kanal Ca2+ sehingga
mobilisasi ion ini berasal dari sarkoplasmik reticulum.
4. Ion Ca2+ ini akan berinteraksi dengan molekul aktin yang berupa
heliks ganda.
5. Asetilkolin akan terdegradasi di otot dan dan proses relaksasi
terjadi. Pada waktu relaksasi, troponin subunit I akan semakin
menjauh dari miosin.
6. Ca2+ kembali ke sarkoplasmik reticulum.
7. Aktin dan miosin saling menjauh. Demikian siklus kontraksi otot
berlangsung.

Pada molekul aktin melilit tropomiosin, padanya terdapat protein


troponin (gambar 4.6) yang terdiri dari tiga sub unit, C, I, T (gambar 4.7).
Sub unit C adalah tempat kedudukan Ca2+ (gambar 4.6). Pada waktu
konsentrasi intraseluler mencapai harga sekitar 10–6 M maka ion Ca2+
akan duduk di troponin C dengan orientasi mengarah ke miosin, sehingga
aktin akan semakin mudah untuk bersinggungan dengan miosin (gambar
4.6 dan 4.8).

183
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.4 Ilustrasi serabut saraf motorik dan otot secara perinci,
perhatikan pada ujung saraf maupun otot kaya akan mitkondria dan inti.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

Gambar 4.5 : Depolarisasi akibat rangsangan asetilkolin oleh saraf ke otot


akan mengakibatkan perambatan potensial aksi ke dekat SR dan
kemudian kalsium di retikulo sarkoplasma dilepaskan ke sitosol
http://opentextbc.ca/conceptsofbiology1stcanadianedition/chapter/19-4-muscle-contraction-and-

184
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.6 :Struktur aktin dengan lilitan tropomiosin dan troponin yang
menempel di tropomiosin tempat kedudukan kalsium (Ca2+)

Kegagalan ekspresi genetik pembentukan protein troponin untuk


tempat ikatan Ca2+ akan menyebabkan gangguan. Gangguan tersebut
disebut muscular dystrophy, otot tidak dapat berkontraksi. Rincian
peranan miosin dalam kontraksi otot dapat dilihat pada gambar 4.7.
Miosin merupakan dua untaian protein terlipat dengan bagian globular
disebut jembatan lintas yang menjulur ke aktin.
Pada waktu kepala miosin berikatan dengan gugus ikatan aktin maka
miosin akan sedikit tertekuk dan selanjutnya akan menarik molekul
aktin. Troponin akan mengorientasikan aktin dan miosin sehingga
memungkinkan untuk saling bersinggungan. Subunit I akan menjauhi
miosin dan subunit T lebih mengarah ke miosin, maka terjadilah
kontraksi. Kemudian kepala miosin akan terlepas dan lurus lagi dan
kemudian akan berikatan lagi. Bagian globular dari miosin mengandung
enzim ATPase (miosin ATPase), yang tugasnya memecah ATP menjadi
ADP + fosfat dan dihasilkan energi untuk kontraksi. Setelah aktin dan
miosin saling bersinggungan maka Ca2+ akan lepas dan subunit I dari
troponin akan terorientasi lebih dekat dengan miosin.

185
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.7: Troponin c tempat kedudukan Ca, pada waktu Ca telah


duduk ditroponin c, maka oreantasi aktin akan sedemikian rupa sehingga
aktin dan miosin akan saling bersinggunagan Kemudian troponin I akan
lebih dekat miosin sebelun kembali ke kedudukan semula
http://www.molbiology.com/index.php?a=show&c=hs&i=1&p=2

Gambar 4.8: Gambar dari molekul miosin dengan rantai ringan dan heliks
bergandanya. Pada kepala miosin terdapat molekul enzim ATPase

Secara umum kontraksi otot yang melibatkan aktin-miosin-ATP


dan kalsium dapat dilihat pada pada gambar 4.7 dan ringkasan siklus
kontraksi otot ada di gambar 4.9. Terlihat juga pembentukan ATP
diperlukan untuk relaksasi otot. Di samping melepaskan ikatan aktin dan
myosin seperti pada gambar 4.9 juga dipakai untuk memompa Ca2+
kembali ke SR. Awal dari hidrolisis ATP akan memungkinkan terjadinya
orientasi aktin dan miosin sehingga dapat saling bersinggungan. Setelah
hidrolisis ATP maka ADP dan P akan dilepaskan dari miosin, Ca2+
terorientasi ke miosin dan kontraksi maksimum terjadi. Setelah itu ADP
dan P akan masuk kembali menjadi ATP dan berikatan dengan miosin dan
relaksasi terjadi. Demikian siklus berlangsung.

186
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.9: Siklus saling lintas kontraksi-relaksasi otot yang melibatkan


aktin-miosin dan ATP
https://www.studyblue.com/notes/note/n/muscle/deck/2465316

4.3 Energetik Kontraksi Otot


4.3.1. Kontraksi lambat dan cepat.
Ada 3 kelompok serabut otot, bergantung kepada penggunaan
energinya dan fungsinya, yaitu: (1) Oksidatif lambat disebut tipe I; (2)
Oksidatif cepat disebut tipe IIA; dan (3) Glikolitik cepat disebut IIB. Jenis-
jenis tadi bergantung kepada miosin dan ATP yang terikat padanya.
Serabut otot cepat kaya akan miosin dan aktivitas enzim ATPasenya tinggi.
Semakin cepat proses pemendekan semakin tinggi laju penggunaan
ATPnya.
Tipe I paling banyak untuk menjaga kedudukan tubuh dan
konsentrasi Ca2+ yang lama di sitoplasma. Proses aerobik lebih dominan
karena otot kaya akan mitokondria sehingga banyak molekul sitokromnya.
Molekul ini banyak mengandung Fe yang merupakan bagian dari
mioglobin, molekul pembawa oksigen untuk suplai proses aerobik. Otot
ini juga dikelilingi oleh pembuluh darah yang sangat banyak. Gaya yang
ditimbulkan pada otot jenis ini sekitar 10 gram/cm2 dan ototnya

187
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

berwarna merah. Tipe IIA dan IIB menghasilkan gaya kontraksi sekitar
100gram/cm2. Keduanya dapat dibedakan dari cepat letihnya otot
tersebut.
Kontraksi cepat digunakan untuk gerakan cepat dan kontraksi yang
kuat. Ototnya cepat letih karena energinya cepat habis. Otot mengandalkan
energinya dari reaksi anaerobik glikolisis, juga sarkoplasmik retikulum-
nya banyak pada otot ini sehingga kontraksi cepat dapat diikuti dengan
relaksasi.

4.3.2. Metabolisme kontraksi otot


Selama proses metabolisme, otot akan menghasilkan energi yang
berupa senyawa berenergi tinggi ATP. Konsentrasinya di serabut otot
sekitar 5mM. Konsentrasi ini akan digunakan untuk saling lintas, pompa
Na+/K+, pompa Ca2+ di SR. Energi juga digunakan untuk kebutuhan
mendadak pada saat diperlukan dan hanya berlangsung selama beberapa
detik saja. Otot mempunyai cadangan yang dapat digunakan secara cepat
yakni kreatin fosfat. Kreatin fosfat mencegah berkurangnya paras ATP
secara drastis akibat penggunaan pada awal kontraksi. Fosfat yang
berasal dari kreatin fosfat akan diberikan kepada ADP untuk di konver-
sikan menjadi ATP.
Pada waktu relaks, kelebihan ATP akan dipindahkan ke kreatin
untuk menjadi kreatin fosfat (Gambar 4.10.). Demikianlah siklus ATP
diotot. Menjadi pertanyaan adalah mengapa energi di otot ada yang
disimpan sebagai kreatin fosfat dan bukan sebagai ATP. Pembentukan
ATP sebagai energi di otot tidak akan secepat energi yang dibebaskan
dari hidrolisis kreatin fosfat. Oleh karena itu diperlukan sistem penyim-
panan lain untuk memenuhi kebutuhan yang mendadak.

188
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.10: Skema penggunaan kreatin fosfat dan kembali


kepembentukan kreatin fosfat. Keduanya menggunakan enzim kreatin
fosfokinase.

Dari biokimia kita juga mengetahui bahwa ATP yang tinggi akan
melakukan reaksi umpan balik (feedback), yakni deaktivasi fosfofrukto-
kinase. Akibatnya reaksi glikolisis akan berhenti. Pada waktu diperlukan
untuk bergerak, maka akan terjadi keterlambatan dalam memenuhi kebu-
tuhan energi. Kreatin fosfat tidak melakukan umpan balik ke fosfofrukto-
kinase. Lebih jauh lagi, hidrolisis keratin fosfat ke kreatin menghasilkan
energi sebesar 10,3 kKal/mol.
Pada waktu otot bekerja keras, misalnya olah raga berat, oksigen
yang digunakan untuk reaksi aerobik tidak cukup, sehingga oksigen tidak
dapat cepat kembali ke keadaan normal bahkan kadang-kadang setelah
beberapa jam baru kembali ke keadaan normal. Hal ini disebut utang
oksigen. Pada keadaan ini akan dihasilkan asam laktat (Mengapa?). Produk
asam laktat ini akan terus dioksidasi menjadi CO2 di otot, hati, otak dan
jantung. Sebagaian dari asam laktat di hati akan diubah menjadi glukosa.
Proses pemanfaaatan asam laktat ini disebut siklus Corry (gambar 4.11).
Ilustrasi penggunaan energi di atas dapat dilihat pada peristiwa
sehari-hari. Anda harus berlari untuk mengejar kereta api yang akan
berangkat beberapa saat lagi. Apabila Anda tidak lari maka anda akan
terlambat dan apabila anda terlambat andapun akan terlambat datang ke
tempat kerja dan indeks kinerja anda akan berkurang. Tindakan Anda

189
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.11: Metabolisme pembentukan asam laktat dan penggunaan


asam laktat selama otot bekerja akibat terjadi hutang oksigen. Laktat
akan diubah menjadi ATP diorgan-organ yang sangat segera
memerlukannya

pertama adalah lari mengejar waktu yang tertinggalPada diri Anda ada
empat peristiwa penanganan energi berikut ini.
1. Tiga detik pertama cukup menggunakan ATP yang ada di dalam sel.
2. 8 – 10 detik otot akan menggunakan cadangan energi yang berupa
kreatin fosfat.
3. Karena Anda belum juga sampai di kereta api maka Anda masih terus
berlari. Maka Anda akan menggunakan cadangan energi yang berasal
dari glikogen.
4. Bila masih juga belum sampai di kereta api maka otot akan menggunakan
respirasi aerobik (akan dihasilkan ATP).

4.4 Kontraksi Tunggal Serabut Otot


Kontraksi yang diakibatkan oleh satu potensial aksi (tunggal)
disebut twitch yang mengawali mesin kontraksi. Setelah potensial aksi

190
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

terjadi maka kontraksi tetap berlangsung selama masih ada kalsium di


sitoplasma. Periode potensial aksi bergantung kepada lamanya kalsium
kembali dari interseluler ke sarkoplasmik retikulum. Gaya yang dapat
dihasilkan oleh otot rangka bergantung kepada dua hal yakni jumlah
twitch dalam serabut otot tunggal atau disebut sumasi dan jumlah
serabut otot yang menjadi aktif disebut rekruitmen.
Aktivasi serabut saraf yang ke otot secara terus menerus mengha-
silkan sumasi. Jika potensial aksi pada otot tidak datang terus-menerus,
maka paras kalsium akan kembali ke keadaaan normal dan potensial aksi
yang berikut dapat terjadi lagi (gambar 4.12a). Apabila dua atau lebih
potensial aksi yang tiba di otot dalam waktu yang sangat dekat, tidak
semua kalsium yang telah dilepaskan akan kembali lagi ke sarkoplasmik
retikulum, akibatnya terjadi sumasi kontraksi (gambar 4.12b). Arti dari
sumasi dalam kaitannya dengan saling lintas adalah beberapa yang tersisa
dari peristiwa pergeseran filamen tadi masih ada dan gelombang kedua
kalsium memungkinkan terjadinya kontraksi susulan. Jika laju
rangsangan meningkat maka jumlah rangsangan semakin banyak (4.12c),
sehingga konsentrasi kalsium di sitosol juga meningkat dan total gaya
kontraksi yang terjadi juga meningkat. Jika jumlah rangsangan sangat
banyak, maka terjadi titani dan gaya yang timbul menjadi rata karena otot
tidak dapat berkontraksi lagi (gambar 4.12 d).
Terjadinya titani pada otot tergantung kepada dua faktor sebagai
berikut ini.
1. Adanya konsentrasi kalsium yang tetap tinggi di sitoplasma dan
peristiwa saling lintas yang cukup lama.
2. Potensial aksi yang terjadi pada otot harus tidak boleh lebih lama
dari hasil kontraksi tunggal. Pada otot rangka hal tersebut di atas
dapat terjadi sedangkan pada otot jantung tidak akan terjadi karena
lama atau durasi dari potensial aksi otot jantung lebih panjang dan
sarkomer kembali ke keadaan semula sebelum potensial aksi ber-
akhir. Hal ini sangat baik untuk jantung, karena jantung dapat terhin-
dar dari tetani dan pengisian darah di jantung tidak terhambat.

191
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

4.12: Grafik antara rangsangan dan waktu. Koordinat bukan


menunjukkan ukuran kuantitatif, hanya gambaran antara gaya dan
waktu. Detail ada pada teks

4. 5 Karakteristik Kontraksi Otot


Pada kontraksi otot, akan terjadi gaya mekanik dari kontraksi
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya saling lintas antara aktin dan
miosin. Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa pemendekan otot. Gaya
kontraksi tersebut adalah gaya isometrik dan isotonik: bergantung
kepada gaya dan panjang. Isotonik adalah apabila otot mengangkat beban
dan mampu mengangkatnya. Apakah proses mengangkatnya melipat
tangan seperti mengangkat barbel konsentrik ataukah mengangkatnya
dengan meluruskan tangan atau eksentrik. Olah raga seperti push up, sit
up adalah contoh yang sering kita lihat. Isometrik adalah apabila otot
berkontraksi tanpa mengubah panjang otot. Mendorong benda memer-
lukan kontraksi otot akan tetapi panjang otot tidak berubah. Pada
percobaan isometrik, pengukuran dilakukan pada isolat otot, gaya yang
timbul akibat adanya regangan otot diukur. Percobaan dilakukan pada
berbagai regangan dan dapat dilihat pada gambar 4.13. Otot tidak akan
menghasilkan gaya jika ditarik sampai 3,7 m atau sekitar 125% dari
regangan optimum (kedudukan e) demikian juga apabila ditarik lebih
kecil dari jarak optimal. Pada jarak yang lebih pendek dari 3,7 µm tadi

192
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

gaya yang timbul sebanding dengan jumlah yang dapat melakukan saling
lintas (c dan d).
Posisi b di mana jumlah aktin dan miosin yang saling lintas amat
banyak, tegangan kontraksi isomer tinggi. Otot diregang optimum sekitar
2m – 2,5μm. Pada jarak 1μm (a) atau kurang dari 50% regangan, sekalipun
banyak aktin dan miosin yang saling lintas, kedudukan molekul aktin saling
mendorong, sehingga tegangan isometrik menjadi kecil. Pada jarak
regangan yang terlalu dekat, sekalipun banyak aktin dan miosin yang
saling lintas tidak akan banyak terjadi kontraksi karena tolakan satu sama
lain dari aktin (kedudukan a). Apabila ada kerusakan sarkomer atau
gangguan, maka otot tidak dapat menghasilkan gaya (gambar 4.12).

Gambar 4.13 Posisi e di mana aktin dan miosin tidak akan pernah saling
lintas sehingga tegangan isometrik yang terjadi amat kecil. Otot diregang
lebih dari 3.7 m tidak berespon.
https://quizlet.com/7519888/phyl-301-muscle-flash-cards/

Pada kenyataannya peristiwa isometrik dapat berubah menjadi


isotonik dan sebaliknya. Contohnya adalah apabila kita mengangkat
beban yang cukup berat dari permukaan tanah. Apabila menggunakan
gaya sebesar berat beban tersebut dapat terangkat, kontraksinya adalah
kontraksi isotonik. Bila dalam kerja otot ini otot tidak mengalami peru-
bahan panjang, maka peristiwanya isometrik.

193
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

4.6 Otot Jantung


Sekalipun organisasi otot jantung dan otot rangka boleh dikata-
kan sama yakni sebagai otot rangka, mekanisme kerja otot jantung lebih
mirip dengan mekanisme kerja otot polos. Ukuran otot jantung lebih kecil
dibandingkan otot rangka, bercabang dan ujungnya membentuk
hubungan dengan sel tetangganya dan disebut interklatat. Ada celah
antara satu sel dengan sel lainnya yakni adanya desmosom dan gap
junction. Satu potensial aksi dari sel jantung akan merambat ke sel
sebelahnya sehingga seluruh sel akan berkontraksi (gambar 4.13).
Kontraksi otot jantung berbeda dengan kontraksi otot rangka. Kontraksi
otot jantung bersifat miogenik yang dimulai dari otot itu sendiri (otot
lurik neurogenik). Kontraksi otot jantung bersifat involunter atau tanpa
kesadaran. Potensial aksi muncul secara spontan pada pacemaker,
letaknya sedikit di atas vena cava yang masuk ke atrium kanan. Potensial
aksinya bukan berasal dari rangsangan saraf. Sifat sel pemicu jantung
adalah autoritmis.

Gambar 4.13. Otot jantung, ada percabangan dan hubungan antara satu
sel dengan sel lain dalam bentuk interklatat.
http://hsc.uwe.ac.uk/rcp/cs-heart.aspx

Serabut otot jantung berkontraksi bersama sama atau serentak.


Saraf simpatik dan parasimpatik menginervasi jantung, fungsinya memo-
dulasi kontraksi otot jantung.
Jantung adalah pompa muskular yang melontarkan darah ke
pembuluh dengan cara kontraksi dan relaksasi (gambar 4.14). Awal dari
kontraksi adalah atria kiri dan kanan secara simultan, kemudian setelah

194
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

150 milidetik ventrikel kanan dan kiri mulai berkontraksi secara


simultan. Kontraksi atria membantu pengisian akhir jantung dan
penundaan tadi memungkinkan pengisian berlangsung. Kontraksi ventrikel
kiri akan melontarkan darah dari jantung ke pembuluh pulmonari dan
ventrikel kanan akan melontarkan darah ke aorta. Urut urutan kontraksi
ini dikontrol, diawali dan diorganisir oleh potensial aksi yang merambat
dari satu sel ke sel yang lain di seluruh jantung. Apabila ada hambatan
dalam menyalurkan aliran darah di arteri maka kerja jantung akan lebih
keras lagi untuk memompa darah. Jantung seperti diperintah untuk
melakukan push up, akibatnya akan terjadi pembesaran otot jantung dan
kontraktilitas otot jantung akan semakin melemah.

4.6.1 Potensial aksi dan kontraksi otot jantung


Durasi potensial aksi pada otot jantung jauh lebih lama
dibandingkan dengan otot lurik atau rangka karena setelah depolarisasi
terjadi plateau dalam ordo ratusan milliseconds. Hal ini disebabkan oleh
masuknya ion Ca2+ yang melalui kanal gerbang tegangan (voltage gated).
Ion Ca+2 pada sel jantung berasal dari ekstraseluler. Ion Ca2+ yang masuk
ke dalam sel akan mengaktifkan reseptor rianodin dan merangsang
pelepasan Ca2+ dari sarkoplasmik reticulum (SR). Ion Ca2+ yang dilepas-
kan dari SR jauh lebih banyak daripada yang masuk dari luar akan tetapi
SR tidak akan dapat melepaskan Ca2+ tanpa rangsangan Ca2+ yang berasal
dari ekstraseluler.
Mekanisme kontraksi berikutnya sama dengan kontraksi pada
otot rangka, adanya ikatan Ca2+ di troponin dan saling lintas aktin-miosin.
Seperti halnya otot rangka, relaksasi diikuti dengan lepasnya ion Ca2+ dari
troponin. Penanganan ion Ca2+ pada otot jantung sangat penting. Tanpa
pengaturan yang ketat akan terjadi akumulasi Ca2+ di sitosol, akibatnya
akan terjadi kontraksi otot jantung yang berkepanjangan. Penukar Na+/Ca2+
(NCX) memegang peranan penting dalam proses penanganan Ca2+ di
intraseluler setelah kontraksi (telah dibahas di Bab I halaman 22).
Pertukarannya adalah 3Na+ masuk ke dalam sel dan Ca2+ keluar sel
(perhitungannya ada di Bab I). Mitokondria turut serta membantu
menjaga konsentrasi ion Ca2+ di sitosol dengan cara menampungnya
melalui kanal Ca2+ dan mengeluarkannya melalui penukar Na+/Ca2+
(gambar 4.17). Naiknya gaya kontraksi atau kekuatan kontraksi selaras
dengan potensial aksi. Lamanya periode refraktori yang panjang akan

195
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

mencegah masuknya ion Ca2+ dan terjadinya kontraksi tetani. Otot dapat
relaks di antara denyut dan menghasilkan pengaturan denyut jantung.

Gambar 4.14 Anatomi Jantung secara umum. Potensial aksi dimulai di


nodus sinoatrial (SA nodus)
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

Karena otot jantung membentuk sinctitium dan karena potensial


aksi jantung mengarah ke kontraksi otot jantung, maka rangsangan
potensial aksi pada sel jantung akan menuju ke potensial ambang dan
akhirnya menyebar ke seluruh otot jantung untuk berkontraksi. Hampir
seluruh sel jantung akan tetap diam apabila tidak dirangsang, akan tetapi
adanya sel tertentu ini menyebabkan potensial spontan yang menuju ke
ambang batas dan mengawali potensial aksi, disebut pacemaker. Hanya
di nodus sinus atria yang dapat mencapai potensial ambang batas dan
dapat membuat sel terdepolarisasi.

196
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

4.6.2 Sistem tertentu sel jantung mengawali dan mengorganisir


kontraksi jantung
Sekali terbentuk potensial aksi maka potensial tersebut akan
menyebar dengan cepat dari satu sel ke sel lain. Diawali di atria kanan
dan kiri sehingga kedua atria tadi berkontraksi. Kemudian potensial aksi
akan merambat pada daerah tertentu di sel otot jantung yang terletak
diantara atria dan ventrikel, bagian pertama disebut bundle AV disebut
juga bundle of his. Nodus AV dan bundle AV adalah satu-satunya cara
menghantarkan potensial aksi dari atria ke ventrikel (gambar 4.14).
Seluruh permukaan atria dan ventrikel dipisahkan oleh jaringan penghu-
bung. Jaringan penghubung ini tidak dapat menghasilkan maupun meng-
hantarkan potensial aksi, hanya menyediakan tempat untuk menghantar-
kan. Potensial aksinya memerlukan waktu 50 – 150 milidetik untuk
merambat dari atria ke ventrikel. Lambatnya hantaran listrik ini
mengakibatkan terjadinya tenggang waktu kontraksi atria dan ventrikel.
Sekali memasuki daerah AV maka potensial aksi akan memasuki daerah
bercabang serabut Purkinjee yang bercabang dan menyebar ke sebelah
kanan dan kiri jantung. Serabut Purkinjee mengawali potensial aksi pada
kedua serabut otot ventrikel dan menyebar dengan sangat cepat kekedua
ventrikel tadi. Nodus SA, nodus AV, bundle AV dan serabut Purkinjee
secara kolektif disebut sistem konduksi khusus dari jantung. Sistem ini
adalah otot jantung yang khas dan bukan saraf. Sistem ini mengawali dan
mengorganisir denyut jantung. Pada jantung yang normal, kedua atria
berkontraksi dan kemudian terjadi pause, selanjutnya kedua ventrikel
berkontraksi secara serempak dan akhirnya jantung rileks dan mengisi
kembali. Kontraksi otot jantung berlangsung lama, sekitar 250 ms.
Lamanya durasi ini memungkinkan jantung benar-benar rileks pada
waktu mengisi ventrikel dan atria dapat terdepolarisasi lagi. Potensial aksi
pada jantung diawali dengan depolarisasi akibat masuknya ion Na+,
terjadi potensial aksi yang sangat cepat, diikuti dengan terbukanya kanal
Ca2+ (gambar 4.15 ). Kanal K+ terbuka dan terjadi hiperpolarisasi.

4.6.3 Pada jantung ada dua jenis sel


Sel kontraktil dan sel autoritmik adalah sel-sel otot jantung. Sel
kontraktil hanya berkontraksi apabila dirangsang (gambar 4.16).
Kedudukan 0 adalah masuknya Na+ dengan cepat, 1 dan 2 masuknya Ca2+
dengan lambat dan kanal K+ tetap tertutup sehingga repolarisasi

197
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

terhambat. Pada fasa 3 ion K+ akan berdifusi keluar dan kanal Ca2+ akan
tertutup 4. Keadaan istirahat tercapai.

Gambar 4.15 Proses depolarisasi pada jantung. Gambar bawah


menunjukkan daya hantar ion-ion selama pembentukan potensial aksi.
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

Bentuk potensial aksi dari sel autoritmik berbeda dengan sel


kontraktil. Pada sel kontraktil setelah depolarisasi dan potensial mencapai
ambang batas, kanal Na+ tertutup dengan cepat dan kanal Ca2+ mulai
terbuka. Kemudian kanal K+ terbuka dan ion K+ akan keluar (fasa 3).
Kanal Ca2+ mengambil alih potensial aksi, sehingga durasinya lebih lama
dan bentuknya menjadi lonjong (gambar 4.15). Kanal kalsium di sini
adalah kanal Ca2+ sensitif Ryanodin (tidak akan dibahas).
Repolarisasi seperti halnya sel lain adalah terbukanya kanal K+.
Jadi depolarisasi pada sel autoritmik diperankan oleh kanal Ca2+. Pada sel
kontraktil seperti atria dan ventrikel, depolarisasinya sangat cepat
dengan masuknya ion Na+, diikuti dengan masuknya ion Ca2+ ke dalam
sel. Ion K+ terhambat untuk keluar karena lamanya ion Ca2+ masuk
sehingga membran masih dalam keadaan terdepolarisasi (gambar 4.19).

198
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.16: Gambar kiri potensial aksi sel kontraktil, kanan potensial
aksi sel autoritmik.
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

Pada sel-sel kontraktil kecepatan depolarisasi dari atria berbeda dengan


ventrikel. Pada atria waktu depolarisasinya lebih pendek dibandingkan
dengan ventrikel karena waktu terbukanya kanal Ca2+ lebih pendek diban-
dingkan dengan waktu terbukanya kanal Ca2+ yang ada di ventrikel.
Demikian juga kanal K+ lebih cepat terbukanya sehingga perioda refrak-
torinya lebih cepat dibandingkan dengan atria. Berbeda dengan otot lurik
adanya kanal Ca2+ pada otot kontraktil tidak memungkinkan terjadinya
titani pada otot jantung karena kontraksi otot jantung berikut harus
menunggu masuknya ion Ca2+ dari ekstraseluler (lihat Bab 4.4).
Penanganan kalsium pada otot kontraktil sangat penting, karena kalsium
yang terakumulasi akan menyebabkan terjadinya kontraksi yang lebih
lama sehingga relaksasinya menjadi berkurang (bab 1.4.1). Kalsium akan
dipompa kembali ke ekstraseluler dengan pompa ATPase dan juga
penukar Na+/Ca2+. Mitokondria juga mengambil kalsium dari intraseluler
untuk aktifasi ATP sinthase (gambar 4.17).

199
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.17: Hubungan potensial aksi pada jantung dan kontraksi otot
jantung. Juga penanganan Ca2+ dalam proses kontraksi-relaksasi
http://edoc.hu-berlin.de/dissertationen/abdelaziz-ahmed-ihab-2004-09-
20/HTML/abdelaziz_html_30f027fc.gif

Pada keadaan abnormal kontraksi otot jantung dijaga oleh nodus


AV. Pada waktu nodus SA tidak dapat menghantarkan listrik karena gagal
melakukan depolarisasi, maka nodus AV mengambil alih kontraksi
walaupun dengan sangat tidak efektif. Pada anjing, heart rate normalnya
sekitar 80-90 denyut per menit sedangkan nodus AV akan menjaga
kontraksi pada 30-40 denyut permenit. Nodus AV menjadi back up atau
emergency pacemaker. Hal lain yang penting dari nodus AV adalah
mencegah kontraksi ventrikel secara cepat sehingga proses pengisian
kembali tidak terganggu. Karakterisitik dari nodus AV dapat dilihat pada
tabel 4.1.

4.6.4 Saraf simpatik akan menyebabkan kontraksi yang lebih kuat


dan lebih sering
Saraf simpatik melepaskan norepinefrin diseluruh permukaan
jantung, tidak hanya di nodus SA dan nodus AV saja, di permukaan otot
jantung banyak reseptor β adrenergic.

200
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pada permukaan atrial dan ventrikel, aktivasi reseptor adrenegik


akan mengakibatkan durasi potensial aksi yang lebih pendek, kontraksi
yang lebih pendek akan tetapi lebih kuat.
Aktivasi reseptor β akan meningkatkan Ca2+ masuk ke dalam sel.
Karena banyaknya Ca2+ yang masuk ke dalam sel, maka akan mempenga-
ruhi plateu dan plateu juga menjadi semakin tinggi letaknya. Akibatnya
durasi potensial aksi lebih pendek dan ini membawa konsekuensi kanal
K+ akan lebih singkat tertutupnya sehingga terjadi repolarisasi yang lebih
cepat (4.18). Karena Ca2+ yang masuk ke dalam sel juga semakin banyak
maka akan semakin banyak Ca2+ dari SR yang akan dirangsang untuk
keluar. Akibatnya Ca2+ yang berikatan dengan troponin juga semakin
banyak dan kontraksi menjadi semakin kuat. Sekalipun Ca2+ yang masuk
ke dalam sel tinggi, pompa Ca2+ akan memompa Ca2+ dengan cepat
kembali ke SR dan juga ke ekstraseluler melalui NCX sehingga potensial
berikutnya dapat berlangsung.
Secara ringkas adrenergik atau saraf simpatik akan meningkat-
kan pacemaker nodus SA, meningkatkan daya hantar nodus AV dan
memperpendek perlambatan nodus AV. Pada sel kontraktil jantung akan
memperpendek periode refraktori dan memperkuat dan mempercepat
kontraksi otot jantung.
Beberapa atlit seperti pemain bilyar, menembak dan panahan
sering memakan β bloker agar denyut jantungnya menjadi lebih relaks
sehingga tangannya dapat lebih tenang pada waktu memegang alatnya. Saat
ini pelanggaran tersebut dapat terdeteksi karena pesatnya perkembangan
analisis kimia.

4.6.5 Pengaruh berlawanan saraf parasimpatik dan saraf simpatik


Parasimpatik akan melepaskan asetilkolin yang akan mengaktifkan
reseptor kolinergik muskarinik. Parasimpatik akan mempengaruhi
nodus SA sehingga akan memperlambat detak jantung (gambar 4.18),
konduksi AV dan memperpanjang periode refraktori. Parasimpatik tidak
banyak berpengaruh pada ventrikel karena permukaan ventrikel tidak
banyak terinervasi dengan saraf parasimpatik.

201
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.18: Potensial aksi sel kontraktil jantung. A. Jantung normal B


Pengaruh saraf simpatik, kontraksinya cepat dibandingkan normal. C.
Saraf parasimpatik kontraksinya lebih lambat dari normal
http://www.zoology.ubc.ca/~gardner/cardiac_muscle_contraction.htm

4.6.6 Beberapa kelainan fisiologi jantung


Kelainan sistem konduksi akan mengakibatkan gangguan ritmik
jantung (aritmia). Kelainan daya hantar dapat disebabkan oleh ketidak-
mampuan menghasilkan potensial aksi atau tidak mampu menghantar-
kan potensial aksi. Kegagalan yang pertama disebut sinus arrest di mana
nodus SA gagal menghasilkan potensial aksi. Denyut jantung menjadi
sangat lambat. Denyut jantung anjing pada keadaan istirahatnya sekitar
90/menit dan biasa berada pada keadaan 140/menit karena sifat
intrinsik dari denyut jantung anjing. Pada sinus arrest, denyutnya hanya
30/menit. Jika kejadiannya hanya temporer maka pemberian antagonist
parasimpatik seperti atropin akan meningkatkan denyut jantung, atau β
agonsit yang mimic saraf parasimpatik akan meningkatkan denyut jantung.
Tindakan lain adalah memasang elektroda masuk ke dalam ruang jantung
dan mengalirkan arus listrik. Akan tetapi apabila masih tetap gagal, maka
dilakukan pemasangan mesin pacu jantung yang dimasukkan ke dalam
ruang jantung.

202
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tabel 4.1 Karakteristik Nodus AV dan Pengaruh Saraf Simpatik dan


Parasimpatik
Karakteristik Efek Simpatik Efek Parasimpatik
Hanya menghantarkan
jalur atria dan ventrikel
(mengarahkan potensial
aksi ke daerah penghantar
cepat bundle AV dan
bundle branches
Kecepatan hantaran Menambah Memperlambat
lambat (membentuk kecepatan kecepatan (waktu
perlambatan AV) (memperpendek perlambatan AV lebih
perlambatan AV) panjang
Periode refraktori (fungsi Periode refraktori Memperpanjang
perlindungan, membatasi menjadi lebih periode refraktori
kecepatan maksimum pendek (sesuai (sesuai dengan heart
atrial untuk mendorong dengan heart rate) rate)
aksi ventrikel
Depolarisasi spontan ke Depolarisasi lebih Depolarisasi
ambang batas (bertindak cepat (mempercepat melambat
sebagai auxilliary auxilliary (memperlambat
pacemaker) pacemaker) potensial auxilliary
pacemaker)

Kegagalan yang kedua adalah blok AV karena potensial aksi tidak


dapat dihantarkan dari atria ke ventrikel. Ventrikel tetap berdenyut akan
tetapi dengan denyut yang lebih lambat. Pada anjing dengan terjadinya
blok di AV denyutnya menjadi sekitar 40/menit. Blok total di mana atria
gagal sama sekali menghantarkan potensial aksi disebut blok derajat tiga
(third degree block). Apabila nodus AV masih menghantarkan potensial
aksi walaupun secara sporadik dari atria ke ventrikel disebut blok derajat
2 atau second degree block. Blok derajat pertama terjadi apabila AV masih
menghantarkan listrik dengan kecepatan yang sangat lambat. Tenggang
waktu antara kontraksi atrial dan ventrikel sangat lama. Pada blok
derajat dua apabila hewan masih dikehendaki hidup maka pemasangan
mesin pacu jantung pada pericardium ventrikel diperlukan. Pada derajat
pertama akan cukup menggunakan atropin atau isopretanolol.

4.6.7 Tachycardia dan pembentukan ektopik

203
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Tachyritmias adalah ketidaknormalan ritme jantung karena


kecepatan atau ritme jantung pada atria maupun ventrikel sangat tinggi.
Jika pada daerah tertentu di jantung atau isolated area terjadi kontraksi
ekstra atrial maupun ventrikel disebut precontraction atau premature
beat. Pada atria maupun ventrikel premature adalah proses di mana
terjadi depolarisasi sehingga mencapai ambang batas sebelum waktu
pacemaker. Apabila terjadi sekali-sekali tidak akan mengganggu; akan
tetapi apabila sering terjadi maka mulai terjadi gangguan. Tachycardia
bisa karena racun, ketidakseimbangan elektrolit dan ischemia.
Pada anjing dikatakan tachycardia apabila denyut jantungnya
mencapai 160 denyut per menit. Apabila terjadi ektopik di daerah atria
maka disebut atrial tachycardia dan apabila dari nodus SA disebut sinus
tachycardia. Junctional tachycardia apabila pacemaker ectopic terjadi
pada nodus AV atau sebagian dari bundle AV. Jika ektopik berasal dari
ventrikel maka disebut ventricular tachycardia, di mana ventruikel
berdenyut sangat cepat. Hal yang paling umum pada tachycardia
ventrikel adalah ventrikel berdenyut terlalu cepat sehingga tidak ada
waktu yang cukup untuk pengisian darah ke ventrikel. Atrial tachycardia
umum terjadi pada jenis anjing tertentu seperti boxer atau wolfhound.
Tachycardia yang sangat cepat umum tejadi pada dobberman. Jenis lain
dari tachycardia adalah fibrilasi, yakni adanya hantaran potensial aksi
yang acak dari atria. Fibrilasi atria tidak akan mempengaruhi ventrikel
karena akan diredam oleh nodus AV.
Pada ventrikel sering juga terjadi vibrilasi. Setiap bagian dari
ventrikel berkontraksi dan berelaksasi secara acak, tidak sinkron akibat
acaknya penyebaran potensial aksi. Vibrilasi ventrikel sinonim dengan
kematian jantung secara tiba-tiba.

4.7 Otot Polos


Organisasi molekul miosin otot polos berbeda dengan otot lurik. Kepala
miosin terdistribusi sepanjang filament. Tidak seperti otot lurik yang
berupa lapisan tebal dan bergaris, maka otot polos mengandung sedikit
troponin. Otot polos juga miskin akan retikulum sarkoplasma dan tidak
ada tubulus T. Sekalipun memiliki filamen tipis dan tebal, kedua filamen
tidak tersusun dalam sarkomer sehingga tidak tampak berlurik-lurik.
Kumpulan filamen tipis melekat pada Dense Bodies atau Attachment
Plaques –dihubungkan dengan penghubung khusus yang juga mengikat

204
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

sel tetangga– mengandung alfa-aktinin (seperti lempeng Z pada otot


kerangka) dan vinkulin. Pada otot polos unit tunggal seperti pada usus
halus, setiap untit otot polos dihubungkan dengan unit lainnya melalui
celah penghubung (gap junctions) untuk kemudian berkontraksi ber-
sama-sama (lihat gambar 4. 19). Aksi otot polos diatur oleh reseptor dan
aktivasi mekanis (stretch). Perubahan potensial membran akibat adanya
potensial aksi atau aktivasi kanal sensitif regangan juga akan mengakibat-
kan kontraksi otot polos. Kontraksinya berlangsung secara involunter
karena terinervasi dengan saraf otonom. Pada otot polos yang single unit
seperti pada uterus, saluran reproduksi jantan dan saluran pencernaan
atau usus maka sel tidak terangsang secara listrik melainkan rangsangan
sendiri atau miogenik. Potensial aksi berawal dari sel pacemaker akan
disebarkan melalui gap junction. Pada usus kontraksi otot polos akan
digunakan untuk melakukan gerakan-gerakan peristaltik, untuk mendo-
rong isi atau menekan dan melontarkan isi di dalamnya. Saraf para-
simpatik akan memodulasi kontraksi otot polos ini. Adanya rangsangan
dari asetilkolin akan mengakibatkan depolarisasi otot polos dan terjadi
aktivasi kanal Ca2+ melalui jalur protein G. Ion Ca2+ akan masuk ke dalam
sel dan kontraksi otot mengikuti mekanisme aktin-miosin. Bandingkan
peran asetilkolin pada otot jantung dengan otot polos. Di samping itu
rangsangan akan merangsang pemecahan membran fosfolipid sehingga
terjadi IP3. Adanya IP3 di intraseluler akan merangsang pelepasan ion
Ca2+ dari SR. Ion Ca2+ baik yang dari SR maupun ekstraseluler akan
meregulasi kontraksi otot polos. Pada otot polos multi unit maka kon-
traksinya individual. Setiap unit akan dirangsang oleh satu saraf. Jadi
kontrolnya adalah neurogenik. Otot ini mendominasi arteri, saluraan
udara, iris mata dan cilliary body.

205
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.19: Perbandingan otot polos single unit dan multi unit
https://www.studyblue.com/notes/note/n/bchem-2-study-guide-2012-13-may/deck/971816

Berbeda dengan otot lurik yang regulasinya dimediasi oleh


adanya ikatan antara Ca2+ dengan troponin di filamen tipis maka:
1. Pada otot lurik regulasinya dimediasi oleh adanya ikatan antara Ca2+
dengan troponin di filamen tipis. Pada otot polos ikatan Ca2+
langsung berikatan ke regulator miosin rantai ringan dan akan
mengubah tata letak miosin yakni Ca2+–kalmodulin
2. Kemudian terjadi fosforilasi dari miosin rantai ringan, Miosin rantai
ringan kinase. Miosin LC Kinase diaktivasi oleh Ca2+–kalmodulin
sehingga terjadi kompleks Ca–kalmodulin–miosin rantai ringan
kinase.
3. Kalmodulin di sini berfungsi seperti troponin pada otot lurik.
Selanjutnya miosin yang tidak aktif akan diaktifkan oleh kompleks
ini dan terjadi fosforilasi atau aktivasi miosin rantai ringan dan
kepala miosin ATPase. Selanjutnya terjadi saling lintas dengan
molekul aktin dan terjadi kontraksi otot.
4. Penjelasan detail ada pada gambar 4.20A. Relaksasi terjadi pada
waktu kalsium kembali ke ekstraseluler melalui pompa Ca2+–ATPase
dan penukar Na+/Ca2+ (1). Kompleks Ca-kalmodulin juga terlepas
dan membebaskan Ca2+ (2). Akibatnya aktivitas kepala miosin
ATPase berkurang (3) dan terjadi relaksasi (4). Penjelasan ada di
gambar 4.20B

4.8 Perbandingan Waktu Kontraksi Otot


Otot polos mengawali dan mengakhiri kontraksi dengan lebih
lambat dibandingkan dengan otot rangka dan otot jantung (gambar 4.21).
Hal ini sangat menguntungkan otot polos karena memungkinkan otot
polos masih dapat menahan tegangan sekalipun masih menerima beban.
Kontraksi berlangsung lama akan tetapi otot tidak mengalami kelelahan.
Hal ini dapat dilihat pada kandung kemih, tegangan masih tetap ada
sekalipun masih ada urin yang masuk.

206
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Gambar 4.20: Peristiwa kontraksi dan relaksasi pada otot polos. A.


Keterlibatan Ca dalam kontraksi B. Peristiwa relaksasi, keluarnya Ca2+
dari intraseluler dan deaktifasi kepala miosin fosfatase.
http://www.austincc.edu/rfofi/NursingRvw/PhysText/Muscle.html

Gambar 4.21: Perbandingan waktu kontraksi otot rangka, jantung dan


polos

207
Fisiologi Syaraf, indera dan Otot

Pustaka

Alberts. Bruce et al 2002. Molecular Biology Of The Cell, 4Th ed. Garland Science.
New York USA
Aidley. D. J 1989. The Physiology Of Excitable Cells, 3rd ed. Cambridge University
Press. Cambridge New York Port Chester Melbourne Sydney.
Becker. W. M and Deamer. D.W 1992. The world of the cell. The Benyamin
/Cummings Publishing Company, Inc. Redwood City California
Campbell. N. A 1998. Biology. Benyamin Cumming Publishing Company. Menlo
Park California.
Cunningham. J.G. 1992. Textbook Of Veterinary Physiology, 2 nd ed. W. B.
Saunders Company . Philadelphia London Toronto Montreal Sydney
Tokyo
Dorit R. L; Walker W. F, Jr; Barnes R. D. 1991. Zoology. Saunder College Publishing
Company Philadelphia London Toronto Montreal Sydney Tokyo.
Eckert. R and Randall. D. 1983. Animal Physiology 2nd ed. W.H. Freeman and
Company. New York.
Fox.S.I. 1987. Human Physiology. Wm. C. Brown Publisher. Dubuque Iowa.
Guyton. A. C. 1982. Human Physiology And Mechanism Of Deseases.W.B.
Saunders Company. Philadelphia London Toronto Montreal Sydney
Tokyo
Hille. B 2001. Ion Channels Of Excitable Membrans. Sinauer Assc Inc. Sunderland.
M.A. USA
Stewart. M 1991. Animal Physiology. The Open University. England.
Kandel. E. R, Schwartz. J. H and Jessel. T. M 1996. Principles of Neural Science, 3 rd
ed, 1996. Appleton and Lange. U.S.A, Canada, East Indies, London
(England), Malaysia, Polland, Rusia, Southeast Asia, Souteaster Asia.
Kandel, E.R. 2006. In Search of Memory. W. W Norton and Co. New York, New
York, USA
Kuffler.S and Nichols. J. G 1984. From Neuron to Brain. A cellular approach to the
function of the brain, 2nd ed. Sunderland. MA; Sinnauer.
Nielsen. K.S. 1995. Animal Physiology: Adaptation and Enviroment 1995.
Cambridge University Press.
Ross. G. 1984. Essential Of Human Physiology, 2nd ed. Year Book Medical
Publisher, Inc. Chicago. London

208

Anda mungkin juga menyukai