Anda di halaman 1dari 343

FISIOLOGI

SARAF, INDERA DAN OTOT

Bambang Kiranadi, PhD


Judul:
Fisiologi Saraf, Indera dan Otot

Penulis:
Bambang Kiranadi, PhD

Editor :
Berry Juliandi. PhD Jurusan Biologi-FMIPA Institut Pertanian Bogor

Desain Cover:
Bondan Widantoro
Untuk murid muridku yang telah mengajari fisiologi dan biologi.
Juga untuk keluargaku Tridjati, Abraham, Lazarus, Zakeus,
Oskar, Tobias, Anggito Koesoema dan Maria Anastasia.
Prakata
Setiap kali kita mengawali pelajaran fisiologi, selalu
diawali dengan struktur sel dan tentunya struktur membran sel.
Membran sebagai pembatas ruang antara bagian dalam
dan bagian luar sel menampilkan fenomena fenomena yang
mempengaruhi perilaku sel dan peristiwa fisiologi. Oleh karena
itu buku ini diawali dengan penjelasan tentang struktur
membran.. Peranan kanal pada kehidupan sel menjadi perhatian
yang serius dalam buku ini. Kita ketahui bahwa selama sel masih
hidup selalu ada pergerakan ion-ion. Ada pompa yang tetap
menjaga gradient atau perbedaan konsentrasi ion-ion dan juga
protein membran jang menjaga komunikasi antara dunia luar dan
dalam sel. Juga protein-protein lain yang berfungsi sebagai
transporter. Dengan mengetahui perilaku perlengkapan
perlengkapan sel tadi maka studi fisiologi menjadi lebih mudah.
Penjelasan tentang membran diberi sedikit nuansa biofisika agar
pembaca lebih jelas memahami fenomena transport. Buku kecil
ini hanya membahas proses proses fisiologi pada sel sel yang
mudah tereksitasi atau yang menghasilkan potensial
elektrokimia.. Buku kecil ini adalah bekal dari saya ketika hendak
memberi kuliah fisiologi saraf, indera daan otot. Bekal ini tidak
diberikan semuanya kepada mahasiswa akan tetapi persiapan
ketika menghadapi pertanyaan pertanyaan.
Gambar gambar dari buku ini diambil dari sumber materi
materi ajar di internet yang tidak mencantumkan copy right. Bagi
yang tidak ada sumbernya dituliskan sumber yang tidak dapat
ditelusuri lagi dan ada beberapa yang memang dibuat sendiri.
Buku ini jelas bukan text book melainkan berbagi pengalaman
bagaimana orang dengan latar belakang kimia mempelajari ilmu
kehidupan.
Kepada semua pihak yang telah mensponsori terbitnya
buku ini saya sangat berterima kasih dan akan tetap
mengingatnya selalu terutama kepada Departemen Fisiologi dan
Farmakologi melalui Prof Wasmen Manalu dan Dr Rita Ekastuti.
Kepada Prof Arif Boediono yang selalu mempercayai saya, Dr
Triyoso Purnawarman dan teman temanku Teguh Poeworo dan
Bambang Warih Koesoema.
Akhirnya untuk kebesaran dan kemuliaan ilmu
pengetahuan.

B. Kiranadi (Amicorum Scientiae)


3170004
Daftar Isi
Prakata....................................................................................... vii
Daftar Isi ................................................................................... .ix
BAB I STRUKTUR MEMBRAN, TRANSPORT ANTAR
MEMBRAN KESETIMBANGAN ION DAN POTENSIAL
ELEKTROKIMIA .................................................................... 1
1-1 Struktur Membran ......................................................... 2
1-2 Membran Sebagai Pembatas Permeabilitas ................... 9
1-3 Mekanisme Transport Pasif ......................................... 10
1-4 Protein Yang Menjadi Perantara (Memediasi) Transport
Pada Membran ............................................................ 28
1-5 Keseimbangan Ion Dan Potensial Membran Pada
Keadaan Istirahat (Resting) ........................................ 42
1-6 Transport Menembus Membran, Bukan Melalui
Membran ..................................................................... 51
1-7 Komunikasi didalam sel .............................................. 52
BAB II KONTROL DAN INTEGRASI ................................ 69
2.1Anatomi Saraf………………………………………... 70
2.2 Impuls Saraf ................................................................. 76
2.3 Neurotransmiter Merubah Permeabilitas
Membran ..................................................................... 86
2.4 Eksitatori Dan Inhibitori Potensial Postsinaptik ................. 89
2.5 Neurotransmiter Pada Sistem Saraf .................................... 91
2.6 Prinsip Dasar Proses Pengolahan Informasi ....................... 94
2.7 Sistem Saraf Hewan Sederhana ....................................... 103
2.8 Sistem Saraf Hewan Vertebrata ....................................... 108
2.9 Sistem Saraf Pusat ........................................................... 113
2.10 Tulang Belakang ............................................................ 113
2.11 Sistem Saraf Tepi .......................................................... 141
2.12 Kontrol Saraf Pada Pergerakan ..................................... 148
2.13 Kontrol Otak Untuk Pergerakan Dan Kedudukan ......... 162
2.14 Sistem Saraf Otonom ..................................................... 194
BAB III INDERA DAN TRANSFORMASI
INFORMASI ............................................................... 214
3.1 Sistem Somatosensori ...................................................... 217
3.2 Reseptor Sentuhan ........................................................... 219
3.3 Pembedaan Dua Titik....................................................... 224
3.4 Sistem Retikular ............................................................... 229
3.5 Sistem Penglihatan ........................................................... 230
3.6 Sistem Cita Rasa .............................................................. 246
3.7 Sistem Penciuman ............................................................ 256
3.8 Sistem Pendengaran ......................................................... 269
BAB IV OTOT DAN BIOELEKTRIK .............................. 286
4.1 Sitoskelaton ...................................................................... 286
4.2 Otot Rangka ..................................................................... 287
4.3 Energetik Kontraksi Otot ................................................. 299
4.4 Kontraksi Tunggal Serabut Otot ...................................... 304
4.5 Karakteristik Kontraksi Otot ............................................ 306
4.6 Otot Jantung ..................................................................... 309
4.7 Otot Polos......................................................................... 326
Bab I
STRUKTUR MEMBRAN, TRANSPORT ANTAR
MEMBRAN KESETIMBANGAN ION DAN
POTENSIAL ELEKTROKIMIA

Setiap sel, baik sel saraf maupun sel-sel organ dikelilingi


oleh plasma membran yang memisahkan bagian luar atau
ekstraseluler dengan bagian dalam atau intraseluler. Plasma
membran berfungsi sebagai batas permeabilitas sehingga
perbedaan konsentrasi antara intraseluler dan ekstraseluler tetap
besar. Plasma membran mengandung protein-protein dengan
fungsi khasnya seperti enzim, reseptor, saluran untuk
melewatkan ion-ion dan senyawa senyawa kimia yang harus
melalui membran, antingen dan lain-lain fungsi regulasi
membran.
Di dalam sel terdapat organel-organel yang strukturnya
mirip dengan plasma membran seperti mitokondria, endoplasmik
retikulum dan lain-lainnya. Banyak proses seluler di dalam sel
berlangsung pada dinding membran organel seperti sintesa ATP
pada mitokondria yang diawali dengan proses transport elektron
dan fosforilasi oksidatif.
Banyak penampilan membran pada sel mirip satu sama
lain akan tetapi berdasarkan fungsinya ada struktur yang
membedakan antara satu sel dengan sel yang lain misalnya sel
otak hanya dapat mentransport glukosa sebagai energi sedangkan
sel hati dapat mentransport baik glukosa maupun lemak.

1.1 Struktur Membran


Protein dan fosfolipid merupakan konstituen yang paling
banyak di membran. Setelah diteliti lebih jauh ternyata struktur
membran adalah senyawa fosfolipid berlapis ganda (bilayer)
dengan gugus non polar dari lipid (lemaknya) saling berhadapan.

Gambar 1.1 Gliserol dengan 3 OH yang merupakan struktur dasar dari


lipid membran sel. Perhatikan gugus OH tempat berikatan asam
lemaknya.
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.ht
m

Fosfolipid merupakan turunan dari gliserol, artinya


struktur dasar lipidnya adalah gliserol dan gugus fosfatnya
berikatan dengan gugus OH ketiga yang bebas (gambar1.2).
Gugus fosfolipid merupakan gugus yang polar atau hidrofilik
sedangkan gugus lemaknya non polar atau hidrofobik. Pada sel
hewan ada lipid jenis lain yakni spingomelin yang merupakan
turunan dari serin dan bukan dari gliserol. Pada lingkungan air
atau cairan seluler, gugus lipid cenderung berjauhan dengan
kondisi lingkungan sedangkan gugus fosfat menghadap ke
lingkungannya. Struktur fosfolipid ini mempunyai
kecenderungan untuk membentuk lapis ganda (bilayer).

Gambar 1.2 : Struktur fosfolipid, gugus polar fosfat dan gugus non polar
lemak.
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.ht
m

Kecenderungan pembentukan lapis ganda lipid adalah ekor dari


asam lemak akan saling berhadapan, akan tetapi tidak saling
mengikat, hanya saling berhadapan.
Pada membran ada juga protein-protein yang terikat
padanya dan merupakan bagian integral dari membran tersebut
Gambar 1.3 Spingomelin, jenis lipid lain pada sel hewan, turunan dari
serin
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.ht
m

(gambar 1.4 ). Protein-protein tersebut terdiri dari dua kelompok,


yakni bagian ekstrinsik yang terikat pada lemak dan letaknya
periferal, tidak berpenetrasi disepanjang fosfolipid. Letaknya
bisa diekstra maupun intraseluler. Dalam studi struktur membran,
bagian perifer membran dapat dipisahkan dengan mengubah
komposisi ion di medianya tanpa mengubah integritas membran.
Bagian intrinsik dapat berpenetrasi sepanjang membran
fosfolipid, artinya membentang sepanjang intra dan ekstraseluler,
mereka hanya dapat dipisahkan dengan menggunakan detergent.
Gambar 1.4: Fosfolipid digambarkan dalam bentuk gugus polar fosfat
yang hidrofilik, bulat di atas dan asam lemak non polar yang hidrofobik,
berupa ekor dari lipid
http://www.biologyjunction.com/cell%20%20notes%20bi.htm

Komposisi Membran
Fosfolipid yang ada di membran sel hewan biasanya
berupa fosfatidilkholin atau lesitin (gambar 1.5),
sphingomelin, fosfatidilserin dan fosfatidletanolamin.
Fosfolipid lain ada dalam jumlah relatif lebih sedikit seperti
Gambar 1.5 : Fosfatidilkolin, lipid dengan fosfat dan kolin. Bisa
juga dengan serin, etanol amin, inositol.

Gambar 1.6: Galaktosa, merupakan glikolipid serebroside yang paling


banyak di otak. Galaktosa penting pada pembentukan membran otak
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/lipid.htm

fosfatidilgliserol, fosfatidilinositol dan kardiopilin.


Kolesterol (gambar 1.7) juga merupakan bagian yang
penting pada plasma membran, adanya kolesterol akan membuat
membran lebih lentur, akan tetapi terlampau banyak kolesterol
akan membuat membran menjadi kaku.
Gambar 1.7: Kolesterol merupakan bagian yang penting dari membran.
http://lipidlibrary.aocs.org/Analysis/content.cfm?ItemNumber=39227

Protein pada membran fungsinya khusus menjaga sistem


sel dari lingkungannya. Ion dapat keluar masuk membran karena
ada saluran yang dibentuk oleh protein. Lubang yang terbentuk
mempunyai diameter yang sama dengan diameter ion yang akan
melaluinya. Pompa dapat memompa ion keluar atau masuk ke
dalam sel, berupa enzim yang terikat pada membran. Reseptor
merupakan perangkat yang dapat menangkap signal baik fisik
maupun senyawa kimia dari ekstraseluler untuk disampaikan ke
intraseluler. Reseptor merupakan alat komunikasi antara dunia
luar sel dan dunia dalam sel. Masih banyak lagi protein yang
terikat pada
Gambar 1.8: Ilustrasi membran dan bagian-bagiannya seperti protein
yang terikat pada membran. Gugus NH 2 ada di luar sel dan COOH di
dalam sel. Perhatikan bahwa kolesterol merupakan bagian dari
membran
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Cell_membran

membran dengan fungsi yang berbeda-beda. Glikoprotein adalah


protein yang berikatan kovalen dengan karbohidrat. Seperti kita
ketahui glikolipid, letaknya menghadap ke ekstraseluler
demikian juga gugus NH2 dari protein akan menghadap keluar
sel sedangkan COOH akan menghadap ke intraseluler.
Komposisi glikolipid di membran tidak banyak , misalnya
di otak hanya sekitar 5% saja dari keseluruhan komposisi
membran sedangkan di bagian lain dari membran lebih sedikit.
Glikolipid pada epitel berfungsi melindungi permukaan dari
situasi yang berubah -ubah seperti pH dan enzim-enzim
penghancur. Glikolipid juga memegang peranan pada waktu sel
mengenali signal. Pada penderita diabetes dimana konsentrasi
glukosa darah tinggi, glukosa akan mudah sekali berikatan
dengan protein membran sehingga posisi gula heksosa yang
merupakan bagian dari glikoprotein seperti manosa atau
galaktosa digantikan oleh glukosa. Akibatnya fungsi dari
glikoprotein membran menjadi berkurang. Akibat dari perubahan
ini maka banyak proses seluler akan terganggu. Ikatan glukosa
dengan protein ini dikenal dengan nama advanced glycosylation
end products (AGE).

1.2 Membran Sebagai Pembatas Permeabilitas


Membran biologi berfungsi sebagai pembatas pergerakan
bebas pada sel. Hampir semua molekul pada sistem kehidupan
larut dalam air dan kurang larut dalam pelarut non polar. Jadi
sebagian besar molekul akan lebih sulit larut dalam lingkungan
yang kurang polar seperti pada ikatan lemak yang letaknya di
sebelah dalam membran. Akibatnya membran sebelah dalam
menjadi pembatas pergerakan molekul-molekul yang larut dalam
air. Pembatas ini memungkinkan membran menjaga perbedaan
konsentrasi yang besar antara ekstraseluler dan intraseluler. Letak
dimana proses seluler terjadi juga bergantung dari kemampuan
membran menjaga permeabilitasnya, misalnya pada mitokondria
membrannya akan menjaga agar enzim-enzim reaksi asam
trikarboksilat tidak dapat keluar dari mitokondria sehingga
reaksi-reaksi siklus trikarboksilat hanya terjadi di dalam
mitokondria. Perjalanan molekul-molekul yang penting pada
membran dengan kecepatan tertentu merupakan titik pusat
kehidupan sel. Sebagai contoh adalah ambilan molekul nutrien,
pelepasan hasil hasil buangan dan sekresi molekul-molekul. Pada
umumnya beberapa molekul bergerak dari satu sisi membran ke
sisi yang lain dan dalam beberapa hal molekul bergerak
keluar/masuk membran melalui molekul yang membentuk
membran. Transport molekul pada membran ada yang pasif,
tanpa energi dan ada yang aktif, memerlukan energi.

1.3 Mekanisme Transport Pasif


Ada tiga jalur utama agar materi dapat masuk ke dalam
membran tanpa harus dibantu oleh energi metabolisme.
1. Senyawa kimia yang berukuran kecil seperti oksigen akan
masuk tanpa bantuan apapun dan bergerak secara pasif dengan
mudah. Karbon dioksida ukuran molekulnya juga relatif kecil,
demikian juga air sekalipun relatif polar akan bergerak keluar
masuk dengan mudah. Transport ini disebut difusi sederhana.
2. Transport glukosa yang sekalipun berukuran relatif besar dan
polar dapat masuk ke dalam sel. Perpindahan ini memerlukan
bantuan protein pembawa dan tanpa melibatkan energi misalnya
transport glukosa dihati dan di sel β pankreas (GluT2). Proses
tersebut disebut transport dengan fasilitas atau facilitated
transport dan dikatagorikan sebagai transport pasif (gambar 1.9).
Protein yang terikat di membran hanya berubah tata letaknya
untuk memberi jalan kepada glukosa. Seperti sistim buka da tutup
untuk memasukan glukosa.

1.3.1 Difusi
Pada percobaan dengan lapis ganda lemak (lipid bilayer) buatan,
maka ion ion seperti natrium (Na+) dan kalium (K+) akan
terjebak di dalam lapis ganda lemak untuk waktu yang cukup
lama. Perlu waktu sekitar satu hari agar ion ion tersebut dapat
berpindah dari ekstrasel ke intrasel. Air dapat bergerak dengan
cepat dan tidak dapat dihitung kecepatannya. Berdasarkan
informasi informasi di atas transport melalui membran lapis
ganda lemak dipengaruhi oleh ukuran relatif, polaritas relatif,
sifat ion, jarak yang ditempuh dan osmosis.
Gambar 1.9 Glukosa dari ekstraseluler akan masuk ke dalam sel melalui
protein yang berubah tata letak strukturnya.
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transport/

1.3.1a Ukuran Relatif


Molekul kecil akan lebih permeabel dibandingkan dengan
molekul besar. Molekul yang relatif kecil seperti air, oksigen dan
karbon dioksida relatif permeabel terhadap membran. Pada
contoh di atas, glukosa dengan berat molekul yang besar sekitar
180 akan lambat untuk dapat melalui lapis ganda lemak secara
pasif, oleh karena itu diperlukan protein pembawa yang dapat
memindahkan glukosa atau molekul nutrient lain yang ukurannya
besar (gambar 1.10).
1.3.1b Polaritas
Umumnya lapis ganda lemak relatif permeabel terhadap
senyawa senyawa non polar dan kurang permeabel terhadap
senyawa polar. Oleh karena itu banyak obat obatan yang bersifat
polar di buat menjadi non polar agar dapat masuk dan ditransport
melalui lapis ganda lemak. Setelah senyawa sampai ditempat
tujuannya (intrasel) maka ikatan non polar tersebut akan diputus
oleh media disekelilingnya sehingga molekul tersebut dapat
berfungsi di sasarannya.

1.3.1c Ion
Senyawa polar atau ionik tidak dapat masuk melalui
membran dengan mudah. Kira kira diperlukan 40 kkalori/mol
untuk dapat memindahkan ion dari fasa air ke fasa nonpolar
(gambar 1.10). Tidak mungkin melarutkan garam ke dalam
minyak atau natrium atau klorida melewati pembatas yang
nonpolar. Ketidak permeabelan membran terhadap ion ion ini
diperlukan agar perbedaan konsentrasi ion ion di bagian luar sel
dengan di dalam sel tetap ada agar sel dapat berfungsi
sebagaimana seharusnya. Perbedaan konsentrasi ion ion yang
besar antara ekstraseluler dengan intraseluler diperlukan pada
sistem saraf agar dapat terjadi potensial aksi. Hal tersebut dapat
Gambar 1.10: Permeabilitas beberapa molekul terhadap membran. Gas
akan mudah masuk, senyawa polar kecil akan dapat masuk, polar tetapi
besar dan ion akan mengalami penolakan.
http://life.nthu.edu.tw/~d857401/advance.html

terjadi karena adanya kanal ion (gambar 1.11). Pada umumnya


kanal mempunyai dua pintu yakni untuk membuka dan menutup.
Terbuka maupun tertutupnya kanal bergantung kepada senyawa
kimia seperti neurotransmitter disebut ligand gated channel, yang
dipengaruhi tegangan listrik disebut voltage gated channel dan
yang aktif karena regangan disebut stretch sensitive channel.
Kanal tidak berpintu akan selalu terbuka dan memudahkan ion
bergerak keluar masuk tanpa hambatan contohnya kanal air.

Ion masuk
kedalam
sel

Gambar 1.11: Protein membran yang dapat melewatkan ion atau


muatan polar. Ada yang berpintu dan ada yang tidak berpintu
https://physiologue.wordpress.com/category/membran-transport/

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas hubungan


permeabilitas membran dengan polaritas, ukuran molekul atau
ion seperti diilustrasikan pada gambar 1.10 dapat dilihat pada
tabel 1.1.
1.3.1d Jarak Difusi
Jarak difusi diberikan oleh persamaan Einstein yakni
(ΔX)2 = 2Dt………………………………………1
Jarak kuadrat difusi dinyatakan dalam (ΔX)2, D adalah konstanta
dan t adalah waktu, jika jarak yang ditempuh 1μm dan konstanta
difusi 1x10-5cm.detik-1 maka proses perpindahannya

Tabel 1.1 Hubungan antara diameter materi dengan


permeabilitas terhadap membran

Materi Diameter Permeabilitas


relative
Molekul air 0.3 1.0

Molekul Urea 0.36 6x10-4

Ion klorida terhidrasi 0.386 10-8

Ion Kalium terhidrasi 0.396 6x10-10

Ion Natrium hidrat 0.512 2x10-10

Gliserol 0.62 6x10-4

Glukosa 0.86 9x10-6

akan memerlukan waktu 0.5 milidetik dan jika jaraknya 10 m


maka waktu untuk berdifusi menjadi 50 milidetik. Persamaan
Einstein menunjukan bahwa waktu yang diperlukan untuk
berdifusi bertambah dengan kuadrat dari jarak difusi. Persamaan
tersebut dapat memberikan gambaran berapa jarak rata-rata dari
difusi selama waktu t dan gambaran kasar waktu yang diperlukan
untuk berdifusi. Dapat dilihat bahwa untuk ukuran mikroskopik
difusi berlangsung dengan sangat cepat sedangkan untuk
makroskopik berlangsung dengan lambat. Sel dengan jarak 100
m dari kapiler akan memerlukan waktu 5 detik untuk
mendapat asupan nutrien, ini relatif cepat untuk memenuhi
kebutuhan metabolismenya. Axon (batang saraf) dengan
panjang 1cm akan sulit menggantungkan dirinya dengan proses
difusi karena akan diperlukan waktu 14 jam untuk sampai
ditempat tujuannya. Jadi tidak mengherankan jika transport
pada batang saraf atau axon memerlukan molekul tertentu di
sepanjang axon tersebut agar dapat membawa materi yang akan
dilepaskan diujung saraf dan menempuh jarak yang relatif jauh
dengan waktu yang lebih cepat.

1.3.1e Koefisien Difusi


Koefisien difusi D berbanding lurus dengan kecepatan
difusi molekul yang ada dilingkungan. Semakin besar molekul
dan semakin kental larutannya maka koefisien difusinya akan
semakin kecil. Persamaan disebut persamaan Stoke-Einstein, dan
jari-jari molekul disebut jari-jari Stoke-Einstein.
𝐤𝐓
D= ……………………………………………2
(𝟔𝐫)

K = konstanta Boltzman
T = Temperatur absolut (kT berbanding lurus dengan
(energi kinetik)
r = jari-jari molekul
 = viskositas dari media
Untuk molekul besar, harga D berbanding terbalik dengan jari-
jari molekul yang berdifusi. Karena berat molekul berbanding
lurus dengan r3, maka D berbanding terbalik dengan akar pangkat
tiga dari berat molekul . Jadi molekul dengan 1/8 masa molekul
lain akan berdifusi dua kali lebih cepat dari molekul yang lebih
besar. Pada molekul dengan berat molekul sekitar 300, maka D
berbanding terbalik dengan akar berat molekul (BM).
1.3.1.f Difusi Melalui Membran
Difusi akan mencapai mencapai keadaan konstan pada
kompartemen yang dituju dan waktunya juga tertentu. Difusi
sepanjang membran selular cenderung akan membuat konsentrasi
di kedua kompartemen manjadi sama dan laju difusinya diberikan
oleh persamaan Ficks
−𝐃𝐀
J= ………………………………… 3
(𝐂/𝐗)

J = laju kecepatan difusi dalam gram atau


mol per satuan waktu
D = Koefisien difusi zat terlarut pada membran
A = luas permukaan membran
C = Perbedaan konsentrasi antar kompartemen
X = Ketebalan membran
Difusitas senyawa terhadap membran sel dapat berupa
senyawa atau molekul yang larut dalam lemak dan yang tidak
larut dalam lemak. Hipotesa bahwa senyawa yang larut dalam
pelarut non polar akan masuk ke dalam membran dengan lebih
baik dibuktikan oleh Overton dan Meyer. Perbandingan antara
kelarutan zat terlarut dalam minyak olive dibandingkan dengan
kelarutan dalam air dipakai sebagai kelarutan zat dalam media
non polar. Perbandingan ini disebut perbandingan minyak
olive/koefisien partisi air atau perbandingan Overton-Mayer.
Permeabilitas terhadap plasma membran bertambah dengan
bertambahnya kelarutan dalam lemak. Kelarutan etanol 1000
kali lebih tinggi dari kelarutan gliserol dalam lemak (mengapa
kepala anda cepat terpengaruhi jika anda minum alkohol
dibandingkan dengan kalau anda minum air dan tidak merasakan
apa-apa).
Permeabilitas senyawa atau molekul yang larut dalam air
terhadap membran hanya ada pada molekul molekul yang sangat
kecil dan tidak bermuatan. Senyawa ini akan berdifusi dengan
cepat, lebih cepat dari ramalan Overton-Mayer. Air akan
berdifusi lebih cepat daripada yang diramalkan berdasarkan jari-
jari maupun prediksi Overton – Meyer. Permeabilitas yang tinggi
terhadap air sulit untuk dijelaskan, alasannya mungkin oleh
adanya molekul dengan berat molekul yang kecil dapat larut
dalam air sehingga dapat melewati membran fosfolipid tanpa
harus larut pada membran tersebut. Anggapan lain adalah adanya
protein pada membran yang menyebabkan tingginya
permeabilitas air pada membran. Protein tersebut kemudian
dikenal sebagai aquaporin. Plasma membran pada dasarnya akan
sulit dilewati oleh molekul yang terlarut dalam air dengan berat
molekul lebih besar dari 200. Ion mempunyai muatan oleh
karena itu sulit untuk melewati batas pemisah ini. Pergerakan ion
ke dalam sel akan melalui sistem transport yakni kanal. Beberapa
kanal atau protein yang terikat pada membran sangat spesifik,
misalnya kanal K+ hanya melewatkan ion K+dan Na+ hanya ion
Na+. Ada juga yang bisa melewatkan ion-ion pada ukuran
tertentu. Beberapa ion bergerak setelah timbulnya tegangan
listrik atau voltage gated seperti misalnya Ca2+ masuk ke sel
jantung setelah terjadinya potensial aksi yang diakibatkan oleh
masuknya ion Na+ ke dalam sel. Ada juga permeabilitas terhadap
ion yang dikontrol oleh neurotransmiter misalnya pada jantung,
permeabilitas membran berubah terhadap ion K+ jika ada
asetikolin dan terhadap Na+ jika ada noradrenalin.
Sekalipun beberapa molekul yang terlarut dalam air
penting untuk metabolisme seperti misalnya asam amino atau
glukosa, pergerakannya untuk masuk ke dalam membran tidak
mudah sehingga diperlukan protein tertentu yang terikat pada
membran yang fungsinya melewatkan substrat tersebut.

1.3.2 Osmosis adalah pergerakan air dari potensial air yang lebih
tinggi (zat terlarut lebih rendah) kearah potensial air yang lebih
rendah (konsentrasi zat terlarut lebih tinggi). Prosesnya adalah
proses fisika tanpa energi, melalui membran yang semi
permeabel (permeabel terhadap pelarut tapi tidak terhadap zat
terlarut). Osmosis disini berhubungan dengan tekanan yang
timbul untuk melawan pergerakan air. Dalam biologi hal ini
sangat penting karena pergerakan pelarut ini akan mengurangi
perbedaan konsentrasi yang sangat besar.
Tekanan osmotik atau osmolaritas dari larutan bergantung
kepada partikel yang ada di larutan, derajat ionisasi dari zat
terlarut harus dipertimbangkan. 1M larutan glukosa (1000mM),
0.5M larutan NaCl dan 0.333M larutan CaCl2 secara teoritis akan
mempunyai tekanan osmotik yang sama yakni 1000 mOsm, akan
tetapi ternyata ada penyimpangan dari harga idealnya. Van’t Hoff
menurunkan penyimpangan tersebut dengan menggunakan
persamaan:
π = icRT ………………………………………...4
π = tekanan osmotik dalam atm atau mm Hg
T= Temperatur absolut dalam oK
i = Jumlah ion yang terbentuk selama
disosiasi molekul terlarut. NaCl dan KCl=2,CaCl2=3
dan glukosa=1
c = konsentrasi dalam molar (mol/liter pelarut)
Penggunaan persamaan di atas pada sitoplasma tidak
memberikan harga tekanan osmotik larutan yang sebenarnya.
Perbedaannya cukup berpengaruh. Seperti kita ketahui ion Na+
merupakan kation utama dari cairan ekstraseluler dan
konsentrasinya sekitar 150mEq/l dan Cl- sekitar 120mEq/l. Akan
tetapi ion Na+ tidak semuanya berikatan dengan ion Cl-, ada yang
berikatan dengan HCO3-, PO43- dan juga dengan senyawa
organik. Larutan NaCl pada konsentrasi ini akan berbeda dengan
persamaan vant’ Hoff dan untuk itu diberikan persamaan koreksi
yang dinyatakan dalam
π = iφcRT
dengan  adalah koefisien osmotik untuk NaCl harganya 0.93,
KCl 0.92 dan CaCl2 0.86 dan i untuk NaCl=2, CaCl2=3. Masih
banyak lagi data eksperimen yang telah diperoleh dan di buat
tabel pada berbagai hand book of chemistry, akan tetapi contoh
di atas adalah ion-ion utama dalam sel.

1.3.2a Pengukuran Osmolalitas


Pengukuran tekanan osmotik cairan dapat menggunakan
metoda tidak langsung. Pengukuran berdasarkan osmolalitas
larutan. Osmolalitas dapat diukur berdasarkan sifat koligatif
larutan. Terjadi penurunan atau kenaikan titik didih atau titik
beku larutan karena adanya zat terlarut. Zat terlarut disini adalah
ion ion yang tidak permeabel terhadap membran seperti Na+, K+,
Cl- dan Ca2+. Dalam dunia klinik, cairan tubuh dinyatakan dalam
tonisitas. Pengukuran tonisitas cairan berdasarkan sifat koligatif
larutan, yakni turunnya titik beku air karena senyawa ionik
seperti misalnya NaCl yang terlarut dalam air. Jadi tonisitas
berdasarkan adanya ion ion yang tidak permeabel yang terlarut.
Persamaannya diberikan sebagai:
Tf = 1.86  ic…………………………5
Tf adalah perubahan titik beku dan angka 1.86 adalah konstanta
titik beku zat pelarut atau dalam hal ini air. Koefisen osmotik φ
untuk NaCl adalah 0.93 dan i untuk NaCl adalah 2 . dan c dalam
milimolal (mol/1000 gram pelarut). Jika konsentrasi darah
diukur dengan osmometer seharusnya titik bekunya menunjukan
0oC akan tetapi pengukuran menunjukan penurunan titik beku
sebesar -0.56 oC, maka osmolalitas atau konsentrasi ion ion di
darah adalah 0.56/1.86 = 0.3 molal atau osmolalitasnya 0.3 Osm
atau 300 mOsm. Jika satu mOsm larutan setara dengan 19.3 mm
Hg, maka tekanan osmotik darah tersebut adalah 19.3 x 300 =
5790 mm Hg. Pengukuran langsung hanya memberikan harga
sekitar 5500 mm Hg karena adanya ikatan ion yang sangat kuat
dan tidak mudah terdisosiasi dan juga factor koreksi φ yang
besarnya 0.93. Akibatnya osmolalitas maupun osmolaritas
terkoreksi. Dari penjelasan di atas jelas terlihat bahwa
osmolaritas berbeda dengan osmolalitas. Larutan 0.9% M NaCl
(140 mEq NaCl atau 280 mOsm) dan larutan glukosa 5% (280
mOsm) mempunyai tekanan osmotik yang sama atau dikatakan
isosmotik. Cairan 5% glukosa disebut hipotonis walaupun
isosmatik karena glukosa bukan senyawa ionik sedangkan larutan
0.9% NaCl disebut isotonis. Campuran 5% dekstrosa dan 0.9%
NaCl adalah larutan hiperosmotik akan tetapi isotonis. Untuk
memperjelas istilah istilah tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1.
Cairan cairan tersebut umum dipakai sebagai pengganti cairan
tubuh.
Percobaan pengukuran osmolalitas dan tekanan osmotik
larutan di atas sangat sederhana, kita cukup menggunakan
termometer yang dapat mengukur suhu dibawah nol derajat
Celcius. Larutan dibekukan dan diamati titik bekunya, kemudian
titik bekunya dibandingkan dengan titik beku air. Adanya
perbedaan titik beku zat terlarut dengan turunnya titik beku air
(∆Tf) disebabkan oleh adanya zat terlarut dan ini setara dengan
konsentrasi zat terlarut dalam molal.
Jika sel dimasukan ke dalam cairan yang hipertonik, maka
sel akan mengkerut (shrinking) karena air dari intraseluler akan
keluar sel agar konsentrasi ion ion intraselluler menjadi sedekat
mungkin dengan konsentrasi ion ion ekstraseluler. Kondisi ini
mirip dengan dehidrasi air tubuh. Demikian juga apabila
dimasukan ke dalam cairan hipotonik maka sel akan
mengembang (swelling) karena air akan masuk ke dalam sel agar
konsentrasi ion ion di ekstraseluler mendekati konsentrasi ion ion
di intraseluler. Kondisi ini mirip dengan hiperhidrasi. Jika sel
darah merah mengembang sampai 1.4 kali lebih besar dari
konsentrasi semestinya maka sel akan pecah (lysis) dan pada
keadaan ini membran sel darah merah akan berubah sifat-sifat
membrannya yakni molekul besar seperti haemoglobin akan
keluar dari sel dan sesaat membran akan permeabel terhadap
molekul-molekul besar.
Pengukuran tekanan osmotik maupun osmolalitas cairan tubuh
dilaboratorium yang sederhana sering menggunakan metoda ini
sekalipun alat yang lebih canggih yang mampu membekukan
larutan dan dilengkapi dengan mikro prosesor telah banyak
dimiliki oleh laboratorium laboratorium. Dalam kehidupan
sehari hari cairan isosmotik dan isotonis sering digunakan pada
hewan dan manusia yang mengalami kehilangan cairan tubuh.
Cairan pengganti mempunyai konsentrasi yang sama dengan
konsentrasi ion ion ditubuh. Glukosa atau dekstrosa sering
digunakan untuk mejaga tekanan osmotik dan pemberi energi.
Bagaimana dengan air kelapa? Apakah isotonis, isosmotik atau
hiperosmotik (anda harus tahu konsentrasi Na dan glukosa yang
mendominasi komposisi air kelapa). Tabel 1.2 menunjukan
cairan pengganti yang sering digunakan berdasarkan diagnose
klinis. Larutan DW adalah dekstrosa dalam air, DW5 artinya
dekstrosa 5%

1.3.2b Pengaruh Larutan Yang Permeabel Terhadap


Tekanan Osmotik
Larutan yang permeabel secara efektif akan seimbang
dengan plasma membran. Karena itu larutan yang permeabel
hanya berpengaruh sesaat pada volume sel. Misalnya 0.154M
NaCl ada di luar sel dan ada bersama-sama dengan 0.05M
gliserol, maka pada awalnya tekanan osmotik larutan
ekstraseluler akan lebih besar daripada larutan intraseluler dan
setelah beberapa saat akan seimbang dengan intraseluler dan sel
akan kembali mengembang kekeadaan semula.

1.3.2 c Pengaturan Volume Sel


Ion K+ dan Cl- terdistribusi secara merata pada plasma
membran, dan distribusinya dijaga oleh ion-ion yang tidak
permeabel seperti protein dan nukleotida di dalam sitoplasma.
Mengapa ketidak seimbangan osmotik tidak menjadikan sel

Tabel 1.2 Beberapa contoh cairan pengganti

Larutan Dikenal Osmolaritas Osmolalitas


sebagai
0.9% NaCl Normal salin Isosmotik Isotonik
5% Dextrosa DW-normal Hiperosmotik Isotonik
dalam 0.9% salin
NaCl
5% dekstrosa D5W Isosmatik Hipotonik
0.45% NaCl Setengah salin Hiposmotik Hipotonik
5% dekstrosa D5 setengah Hiperosmotik Hipotonik
dalam 0.45% salin
saline

untuk mengembang dan pecah secara tiba-tiba? Hal ini


disebabkan secara aktif sel akan memompa ion Na+ keluar sel
dan K+ kembali ke dalam sel (gambar 1.16) sehingga tekanan
osmotik akan kembali kekeadaan semula.
1.4 Protein Yang Menjadi Perantara (Memediasi) Transport
Pada Membran
Beberapa senyawa akan keluar atau masuk membran
melalui sistem pembawa yang khas, merupakan bagian intrinsik
dari membran. Transport tersebut dikatakan sebagai transport
yang menggunakan mediasi atau perantara. Ion-ion tertentu atau
molekul dapat masuk ke dalam mitokondria atau endoplasmik
retikulum dengan menggunakan sistem perantara. Perantaraan
ini dapat menggunakan sistem fasilitas atau facilitated dan
menggunakan perangkat pasif. Transport ini cenderung
menyeimbangkan konsentrasi ion ion. Transport lain adalah
transport aktif atau pompa dimana senyawa atau ion dapat
dipindahkan dari konsentrasi yang lebih rendah ke konsentrasi
yang lebih tinggi.

1.4.1 Transport dengan fasilitas (Facilitated transport)


Beberapa senyawa diperlukan untuk dapat keluar masuk
membran akan tetapi permeabilitas terhadap membran sel sangat
rendah. Diperlukan protein pembawa khusus untuk
memindahkan materi yang relatif impermeabel terhadap
membran agar dapat berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke
yang lebih rendah. Transport ini menggunakaan protein yang
terikat pada membran dan sangat spesifik. Mekanismenya mirip
dengan mekanisme reaksi enzimatik.

Gambar 1.12: Transport fasilitas, Na+ yang tiggi di luar sel


mempunyai energi potensial yang dapat dipakai memindahkan
glukosa yang polar.
http://life.nthu.edu.tw/~d857401/advance.html

Sifat-sifat sistem transport fasilitas ini dapat satu


komponen saja yang masuk dan disebut simport. Glukosa dapat
masuk ke dalam sel dari saluran pencernaan dengan bantuan
molekul protein yang ada di membran. Masuknya glukosa harus
berpasangan dengan Na+ dan apabila tidak ada ion Na+ maka
transport tidak akan terjadi (gambar 1.12). Energi yang
dihasilkan akibat perbedaan konsentrasi Na+ di luar dan di dalam
sel akan dipakai untuk memindahkan glukosa. Transportnya
disebut simport. Penggunaan energi dalam simport tidak
berlangsung secara langsung, karena ion Na+ yang tinggi di luar
sel akan bergerak masuk ke dalam sel sehingga akan dihasilkan
potensial elektrokimia. Demikian juga dengan masuknya asam
amino ke dalam sel harus bersama sama dengan ion natrium. Ada
juga yang masuk dengan cara pertukaran dan disebut antiport,
misalnya Na+ keluar sel dan Ca2+ masuk ke dalam sel.
Potensial elektrokimia yang terjadi dapat di
konversikan menjadi energi (gambar 1.13).
Potensial elektrokimia ini mirip dengan tegangan listrik
dirumah yang dapat dipakai untuk menghidupkan lampu, lemari
es dan alat alat listrik lain.
Secara ringkas transport dengan fasilitas mempunyai sifat
sifat sebagai berikut:
1. Transport molekul atau senyawa dengan berat molekul yang
sama dan dapat larut dalam lemak maupun difusi sederhana.
2. Laju transport atau pergerakan akan mengalami kejenuhan,
pada awalnya transport berlangsung dengan cepat, kemudian
makin lama makin lambat dan mencapai maksimum Vmax
(gambar 1.14). Kejenuhan mengikuti model reaksi enzimatik.
3. Protein perantara ini sangat khas, hanya molekul dengan
struktur tertentu akan dapat melalui sistem ini. Sifat ini tidak
absolut, tidak seketat sistem enzim.

Gambar 1.13: Transport dengan fasilitas menunjukan kurva


maksimum. Transport dengan difusi pasif terus naik

4. Molekul yang mempunyai struktur yang berdekatan dapat


bersaing untuk menggunakan sistem transport yang sama,
misalnya glukosa akan bersaing dengan galaktosa. Transport
glukosa akan berkurang jika galaktosa ada bersama sama
dalam larutan karena akan menggunakan sistem trasnsport
yang sama. Ini mirip inhibisi secara kompetitif pada reaksi
enzimatik.
Transporter ini disebut juga permease dan mirip dengan
reaksi katalisa enzim. Transport ini diawali dengan ikatan
antara molekul pembawa (carrier) dengan substrat atau
larutan. Ikatan ini seperti transisi kompleks.
Pada transport gkukosa di eritrosit dan di hati, kinetika
reaksinya akan mirip dengan persamaan Michaelis Menten.
Akan terjadi kejenuhan dan kecepatan perpindahan substratnya.
Seperti halnya reaksi enzimatik, maka transport ini akan
mengalami kecepatan maksimum atau Vmax dan dapat dilihat pada
contoh (gambar 1.14). Transport ini kadang-kadang disebut
difusi dengan fasilitas atau facilitated diffusion. Peristiwa yang
terjadi pada umumnya tidak berkaitan dengan metabolisme, oleh
karena itu pada umumnya tidak dihambat oleh inhibitor
metabolisme. Karena transport dengan bantuan tidak berkaitan
dengan metabolisme, maka tidak dapat melakukan perpindahan
materi yang menentang gradien konsentrasi. Transport dengan
fasilitas akan menyeimbangkan konsentrasi materi di luar dan di
dalam sel. Glukosa, arabinosa, galaktosa dan 3-O-metil glukosa
berkompetisi menggunakan satu sistem transport. Pada difusi
pasif seperti masuknya ion Na+ ke dalam sel maka kecepatan
difusi berbanding lurus dengan konsentrasi ion Na+.
Persamaannya akan mengikuti mengikuti persamaan linear.

1.4.2 Beberapa perhitungan energi transport


Penjelasan rinci bagaimana protein membantu proses
transport tidak jelas, salah satu penjelasan yang paling umum
adalah terjadinya perubahan tata letak dari molekul sistem
transport. Perubahan tadi memungkinkan pergerakan molekul
untuk berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lain.
Transport ini menggunakan energi secara tidak langsung,
merupakan bantuan dari perpindahan ion Na+ dari luar sel ke
dalam sel. Pergerakan ini akan menghasilkan perbedaan potensial
elektrokimia E dan energi bebas ΔG. Hubungan antara energi
dan potensial elektrokimia diberikan oleh persamaan ΔG= -nFE
(kimia dasar telah membahas ini dengan jelas). Disamping energi
yang berasal dari potensial membran ada juga energi yang
berdasarkan perbedaan konsentrasi Na+ di luar dan di dalam sel
dan keadaannya mengikuti

X luar sel X dalam sel


Konstanta keseimbangan K= [X]di dalam sel /[X]di luar sel
Energi bebasnya mengikuti persamaan keseimbangan
[Na+]di dalam sel
ΔG= RT ln …………….6
[Na+]di luar sel
Total energi yang dihasilkan oleh pergerakan Na+ adalah
[𝑁𝑎+] 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙
ΔG = RT ln [𝑁𝑎+]𝑑𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙
+ nFE………......7

tujuan akhir dari pergerakan ion Na+ adalah masuk ke dalam sel.
Keadaan awalnya adalah ion Na+ ada di luar sel. Oleh karena itu
sesuai dengan hukum termodinamika maka energi yang
dihasilkan atau yang digunakan berdasarkan keadaan akhir dan
keadaan awal. Bilangan oksididasi n untuk Na+ adalah 1, dan
konsentrasi Na+ di dalam sel 10 mM dan di luar sel 140 mM. Jika
harga R 1.987 kalori/oKmol, T tubuh manusia 37oC atau 310oK,
bilangan Faraday (F) maka jika harga F dinyatakan dalam kalori
besarnya adalah 23.06Kkal/mol volt dan potensial elektrokimia E
untuk Na+ adalah 0.07 volt (dibulatkan). Energi yang dihasilkan
berdasarkan perbedaan konsentrasi ion natrium di dalam dan di
luar sel adalah dari suku pertama persamaan 7 yakni 1.987 x 310
ln 10/140, sekitar -1.6 kkalori. Untuk pergerakan ion Na+ diambil
dari dari suku kedua persamaan 7 dan harganya adalah
1x23.062kkal/mol volt x -0.07Volt, sekitar -1.6 kkal/mol. Total
energi yang dihasilkan berdasarkan perbedaan konsentrasi
natrium di dalam dan di luar sel adalah -3.2 kkalori. Harga
potensial Na+ sebesar 0.07 volt akan diterangkan pada
pembahasan keseimbangan ion dan potensial istirahat membran.
Glukosa harus dipindahkan dari luar sel ke dalam sel. Karena
molekul glukosa polar maka diperlukan energi untuk mentransfer
glukosa dan besarnya adalah
[𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎]𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑙
ΔG= -RT ln [𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 ]𝑑𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙
………….8

Jika konsentrasi glukosa di luar sel 5 mM dan di dalam sel sekitar


0.005 mM maka ΔG untuk mentransport glukosa adalah –RT ln
0.005/0.5. jika dihitung ΔG nya adalah -2x310 ln 1/1000 = +4.4
kkal/mol. Jadi 1 mol Na+ tidak akan cukup untuk mentransport
glukosa, diperlukan 2 mol Na+ untuk mentransport glukosa.
Demikian juga untuk asam amino, jika anda tahu konsentrasi
asam amino di luar dan di dalam sel maka anda akan tahu berapa
ion natrium yang diperlukan untuk menggerakan asam amino
untuk masuk ke dalam sel.
Pada sel-sel yang mudah tereksitasi seperti jantung ada
mekanisme tambahan transport yakni penukar Na+/Ca2+
(Na+/Ca2+ exchanger atau NCX). Penukar Na+/Ca2+ ini
dikatagorikan sebagai penukar antiport dan menggunakan energi
yang dihasilkan dari pergerakan Na+ yang masuk ke dalam sel
dan membran potensialnya:
[Na+]dalam sel
ENa+= -61 log = 61 log 10/130 = 70 mV . Potensial
[Na+]luar sel

yang dihasilkan akan digunakan untuk mengeluarkan ion Ca2+


dari dalam sel (lihat penjelasan potensial elektrokimia dibawah).
Konsentrasi ion Ca2+ di luar sel sekitar 1.0 mM atau 1000 µM dan
di dalam sel 0.10µM (lihat tabel 1.1). Potensial elektrokimia yang
dihasilkan dari pergerakan Ca2+ dalah:
ECa2+ = -61/2 log [Ca2+]dalam sel/[Ca2+]luar sel = -61/2 log 0.10/1000
mV = 122 mV (perhatikan persamaan di atas, Na+ masuk ke
dalam sel berarti keadaan akhir Na+ ada di intraseluler dan Ca2+
keluar sel dan keadaan akhirnya Ca2+ di luar sel). Angka 61 akan
dijelaskan pada pembicaraan potensial elektrokimia.

Perbedaan potensial yang terjadi pada pertukaran Na+/Ca2+


atau daya dorong pertukaran Na+/Ca2+ di jantung pada keadaan
seimbang disebabkan oleh masuknya 3 Na+ ke dalam sel dan 2
Ca2+ dikeluarkan dari dalam sel sehingga potensial elektrokimia
yang dihasilkan dari pertukaran tersebut adalah 3xENa+- 2xECa2+
= (3 x 70 mV)-( 2x 122 mV) = -36 mV (dibulatkan 40 mV).
Diperlukan potensial yang dapat mengatasi -40 mV tersebut
(gambar 1.14). Karena konsentrasi Ca2+ di dalam sel meningkat
akibat masuknya Ca2+ dari luar sel maka harga ECa2+ akan naik ,
misal konsentrasi ion Ca2+ naik dari 0.1µM ke 0.15 µM maka
ECa2+ akan berubah menjadi ECa2+= -61/2 log [0.15/ [1000] = 90
mV dan ENa+/Ca2+ nya menjadi (3x70)-(2x90) = 30 mV. Potensial
elektrokimianya naik menjadi positif sehingga potensial
elektrokimia membran yang terbentuk dapat dipakai untuk
melakukan penukaran ion Na+ dan ion Ca2+. Penukar Na+/Ca2+
tidak terikat secara kuat dengan ion Ca2+ akan tetapi dapat
memindahkan ion Ca2+ dengan cepat (kapasitasnya tinggi), dapat
memindahkan 5000 ion Ca2+ perdetiknya. Sangat berguna untuk
mengatur konsentrasi sesaat ion Ca2+ yang besar seperti pada
jantung. Penukar Na+/Ca2+ memegang peranan penting dalam
homeostasis jantung. Jika Ca2+ tidak dikeluarkan secara

Gambar 1.14 : Pertukaran Na+ dan Ca2+ pada jantung. Homeostasis Ca


pada sel dijaga oleh pertukaran 3Na+/2Ca2+.
cepat dari dalam sel, maka kontraksi otot jantung akan
berlangsung lebih lama, akibatnya akan terjadi kelelahan otot
jantung. Secara umum penukar Na+/Ca2+ mempunyai fungsi
untuk mengatur kalsium kembali kekeadaan normal setelah
proses proses seluler yang memerlukan ion Ca2+.
1.4.3 Transport Aktif
Berbeda dengan transport pasif maka transport aktif
melibatkan energi untuk perpindahan materinya. Materi
berpindah dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
Analoginya memindahkan air dari kedudukan yang lebih rendah
ke kedudukan yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan pompa air
dengan energi listrik. Pada sel, energinya harus diberikan secara
langsung yakni dari hidrolisa ATP.
Andaikata senyawa dari luar sel X(luar sel) bergerak ke
dalam sel (X)dalam sel maka persamaan keseimbangannya adalah:
X(luar sel) X (dalam sel)
dan persamaan termodinamikanya adalah
[Na+]luar sel
ΔG = ΔGo + RT ln ……………..9
[𝐗] 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦

Konstanta keseimbangan pergerakan Keq = [X] luar sel/[X]dalam sel =


1. Artinya ΔGo selalu 0 maka
[𝐗]𝐥𝐮𝐚𝐫 𝐬𝐞𝐥
ΔG = + RTln [𝐗]𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐥 …………………..10

Contoh: Konsentrasi laktosa di dalam sel bakteri 10mM dan


konsentrasi laktosa di dalam sel harus dijaga konstan sedangkan
konsentrasi laktosa di luar sel hanya 0.20mM. Energi yang
diperlukan agar konsentrasi laktosa di dalam sel tetap 10 mM
sekalipun berasal dari konsentrasi yang rendah 0.20 mM adalah
([laktosa] di dalam sel
ΔG = RT ln [laktosa]di luar sel

+(1.987)(273+25) ln(0.10)/0.0002 =
596 ln 50 = 2316kalori/mol = 2.32 KKalori /mol
Energi yang diperlukan ini akan dapat dipenuhi oleh hidrolisa 1
mol ATP yang besarnya -7.3 KKalori/mol.
Pada transport aktif yang melibatkan potensial
elektrokimia maka potensial tadi akan memerlukan energi
[X]dalam sel
ΔGmasuk = RT ln +nFEm…………11
[X]luar sel

n muatan ion dan Em adalah potensial membran pada keadaan


istirahat yakni -0.07 Volt.
Proses sebaliknya adalah ΔG keluar sel dan tandanya
berlawanan. Contoh berikut adalah transport ion hidrogen dari
intraseluler ke lambung. Konsentrasi ion H+ di intraseluler =10-7
M sedangkan di dalam lambung = 10-2 M (sangat asam). Energi
yang diperlukan untukmenjaga konsentrasi ion hidrogen di dalam
lambung agar tetap 10-2 M adalah
[H+]di mukosa
ΔGkeluar = RT ln [H+]di – nFEm…….....................12
dalam

ΔGkeluar = (1.987)(310) ln 10-7/10-2 -(1)(23.06)(-0.07)


= 7092+1613 = 8705 kalori/mol
Perbedaan konsentrasi ion hidrogen di dalam dan di luar
sel menghasilkan potensial elektrokimia. Total energi yang
diperlukan adalah energi bebas berdasarkan gradient konsentrasi
dan energi dari potensial elektrokimia. Jumlah energinya adalah
8705 kalori/mol. Energi ini dapat dipenuhi dari hidrolisa 2 mol
ATP.
Transport lain yang juga memerlukan energi adalah
transport Na +dan K+. Transport ini diperlukan karena selama

+
3 Na

+
2K

Gambar 1.15: Pompa Na+/K+ memerlukan energi untuk memindahkan


Na+ keluar sel dan K+ kembali ke dalam sel
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.
organisme masih hidup konsentrasi ion ion di dalam dan di luar
harus selalu ada. Perbedaan ini selalu dijaga oleh pompa
Na+/K+-ATP ase (gambar 1.15). Pompa ini akan memompa 3Na+
keluar sel dan 2K+ ke dalam sel. Pompa Na+/K+ ATP ase
merupakan bagian integral dari membran. Pompa Na+/K+ ATP
ase penting agar potensial listrik pada membran tetap terjaga.
Anda dapat menghitung energi yang diperlukan oleh pompa
dengan menggunakan alur pemikiran di atas yakni:
[Na+]diluar sel [K+]didalam sel
ΔGNa/K = 3RT ln [Na+]di dalam sel + nFENa++ 2RTln ([K+]di luar sel

+ nFEK+......................................................................................13
Karena potensial elektrokimia berada pada keadaan
seimbang maka ENa+ akan sama dengan EK+. Ingat bahwa pompa
Na+/K+ harus selalu bekerja setiap saat karena selama sel masih
hidup perbedaan konsentrasi Na+ dan K+ di dalam dan di luar sel
harus selalu ada.
Sebagai latihan hitunglah berapa ATP diperlukan untuk
menggerakan pompa. Pehatikan Na+ dikeluarkan dari dalam sel
keluar dan K+ di luar sel ke dalam sel berarti keadaan akhir Na+
di luar sel dan keadaan awal K+ di dalam sel. Apabila dihitung
maka kira kira diperlukan 3 ATP untuk memompa ion ion Na+dan
K+
Proses yang sama dipakai untuk mentransport Ca2+ dari
dalam sitosol keluar sel, konsentrasi ion Ca2+ disini hanya sekitar
10-7M sedangkan di ekstraseluler sekitar 10-3M. Hampir semua
sel pada plasma membrannya mempunyai pompa Ca-ATPase
2+
agar perbedaan konsentrasi yang besar antara ion Ca di
intraseluler dan di ekstraseluler tetap terjaga.

1.5 Keseimbangan Ion Dan Potensial Membran Pada


Keadaan Istirahat (Resting)
Sebagai akibat dari perbedaan ion-ion di dalam dan di luar sel,
maka timbul tegangan listrik atau perbedaan potensial listrik pada
membran. Hampir semua sel hewan mempunyai perbedaan
tegangan listrik (voltase) sepanjang plasma membrannya. Di
dalam sitoplasma potensialnya relatif negatif dibandingkan
dengan ekstraseluler. Perbedaan potensial pada plasma membran
dalam keadaan tidak tereksitasi atau istirahatnya disebut resting
membran potential atau potensial istirahat membran. Keadaan
istirahat dari potensial membran maupun keadaan tereksitasinya
dapat diukur dengan mikroelektroda dengan diameter 1m dan
amplifier (pengganda) listrik.
Elektroda ditancapkan perlahan-lahan ke dalam sel dan
tercelup ke dalam sitolasma. Adanya perbedaan konsentrasi ion-
ion antara bagian luar sel (ekstrasel) dan bagian dalam sel
(intrasel) akan mengakibatkan terjadinya perbedaan potensial
elektrokimia, ada polaritas antara intrasel dan ekstrasel.
Gambar 1.16: Elektroda diletakan perlahan-lahan ke sel dan masuk
sehingga mencapai intraseluler
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes2.htm

Keadaan ini disebut terpolarisasi, berdasarkan


pengamatan perbedaan potensial yang terjadi pada waktu
membran tidak tereksitasi adalah –70 sampai dengan –95mV dan
setelah diteliti lebih jauh lagi. Fakta yang diperoleh menunjukan
bahwa dominasi ion ion disekitar sel adalah Na+, K+, Cl- dan
Ca2+ (gambar 1.17).
Dari hasil analisa kimia, maka Persamaan elektrokimia
untuk membran yang semi permeabel terhadap ion diberikan oleh
persamaan Nernst:
RT
RT [X]i
E= ------ ln --------
------ 14
nF
nF [X] o
RT/zF merupakan konstanta, R= 1.987 kalori/oKmol, T dalam
o
K dan bilangan Faraday F adalah 23060 kalori/volt mol.
Setelah diselesaikan, konstanta tersebut untuk ion bermuatan 1
dan ln [X]i/[X]o diubah menjadi 2.303x log [X]i/[X]o maka
diperoleh harga (1.987x 310)/(1x23060 kalori/volt mol) = 61
mV. Harga ini berdasarkan suhu tubuh manusia yakni 37oC.
Konsentrasi [X] menunjukkan ion yang mendominasi pada
keadaan tertentu. Tanda i menunjukan intrasel o menunjukan
ekstrasel. Konsentrasi ion-ion di luar dan di dalam sel pada
beberapa hewan dapat dilihat pada tabel 1.1

1.5.1 Potensial Istirahat (Resting membran potential)


Pada waktu istirahat atau sel sedang tidak tereksitasi,
potensial elektrokimianya dikontrol oleh pergerakan ion K+.
Membran lebih permeabel terhadap ion K+. Ion K+ akan keluar
dari membran. Karena ditinggalkan muatan positif maka muatan
di dalam sel relatif lebih negatif terhadap luar sel, membran
menjadi terpolarisasi. Potensial elektro kimia yang
Tabel 1.3 : Komposisi cairan ekstrasel dan intrasel serta
potensial elektrokimia yang terbentuk Mamalia besar

Cairan Harga
Sitoplasma Sebenarnya
Ion ekstraseluler potensial
(mM) (mV)
(mM) (mV)

Na+ 130 10 +70


K+ 5 140 -83 -85 sd -90
Cl- 120 4 -85
1.0 mM
Ca2+ 0.1µM 122 mV
(1000µM)
Cumi-cumi

Cairan Harga
Sitoplasma Sebenarnya
Ion ekstraseluler potensial
(mM) (mV)
(mM) (mV)
Na+ 460 50 +58
K+ 20 400 -80 -90
Cl- 540 50 -68

terjadi mengikuti persamaan Nernst dan berdasarkan hasil


analisa komposisi ion ion di luar dan di dalam sel maka
perbandingan konsentrasi untuk ion K+ untuk saraf cumi cumi
(squid giant axon) adalah 20/400. Potensial elektrokimia yang
dihasilkan harganya sekitar -75mV. Pada mamalia besar
potensial elektrokimia untuk ion K+ adalah -83mV. Keadaan ini
disebut hiperpolarisasi. Tabel 1.3 menunjukan komposisi cairan
tubuh pada hewan mamalia besar dan cumi cumi. Sekalipun
komposisi mamalia besar dan cumi cumi mempunyai
perbandingan konsentrasi ion ion Na+ dan K+ yang berbeda akan
tetapi perbandingan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
mendekati 10/1 sehingga potensial membran istirahat sekitar -80
sampai dengan -90mV dan potensial tereksitasi sekitar +58 mV
sampai + 70 mV
Kanal K+ dapat dikatakan bocor pada saat hiperpolarisasi
karena harga pengukuran yang diukur jauh lebih negatif dari
harga perhitungan. Berarti lebih banyak ion K+ yang keluar dari
sel dan karena sel ditinggalkan oleh muatan positif maka
potensialnya menjadi sangat negatif. Pada saat itu kanal Na+ pada
membran sel saraf tertutup sama sekali. Proses ini hanya
berlangsung sesaat. Pada saat hiperpolarisasi membran saraf
tidak dapat dirangsang oleh rangsangan listrik, karena walaupun
ada rangsangan listrik kanal Na+ tetap tertutup. Hal ini disebut
perioda refraktori. Lamanya perioda refraktori relatif ini
Na masuk ke sel Terbukanya kanal
melebihi keluarnya K+ sensitif K+dan
karena terbukanya keluarnya ion K+:
kanal Na+ yang sensitif ion Na+ menjadi
Beberapa kanal Na+ tidak aktif
yang sensitif tegangan terhadap tegangan
terbuka akan tetapi
laju keluarnya K+ bertambah
Melalui permeabilitas Beberapa pintu K+
kanal istirahat yang sensitif tegangan
tetap terbuka:
hiperpolarisasi
Potensial Na+ menjadi tidak aktif
ambang

Na+ masuk dan


Potensial K+ keluar melalui kanal
istirahat permeabilitas istirahat
dengan kecepatan
yang sama Pasca
hiperpolarisasi
Poten

Gambar 1.17: Potensial elektrokimia membran

ditentukan oleh berapa lama daya hantar ion kalium (gK)


kembali ke normal. Jika depolarisasi cukup lambat, jumlah kanal
Na yang paling sedikit harus dibuka tidak pernah tercapai, maka
sebagai respon kanal K+ terbuka sehingga refraktori akan tetap
menahan depolarisasi.

1.5.2 Potensial Tereksitasi


 Pada waktu tereksitasi maka membran akan dikontrol
oleh ion Na+.
 Karena ion Na+ masuk ke dalam sel maka muatan di
dalam sel relatif lebih positif dibandingkan dengan
muatan di luar sel.
 Pada waktu ion Na+ berdifusi masuk ke dalam sel,
membran kehilangan muatan negatif dan polaritas
muatan listrik antara bagian luar sel dan dalam sel
menjadi berkurang, disebut depolarisasi. Berdasarkan
perbandingan komposisi ion Na+ di luar dan di dalam sel
maka harga potensial membrannya dapat mencapai
+65mV (persamaan 1.14) akan tetapi yang terlihat pada
eksperimen harganya sekitar 30 mV (gambar 1.18). Hal
ini terjadi karena pada potensial ini mulai terjadi
kejenuhan terhadap ion Na+ akibat sifat kapasitor dari
membran dan pada titik ini kanal Na+ mulai tertutup.
 Pergerakan ion Na+ ke dalam sel tidak memerlukan
jumlah yang besar, hanya sedikit saja yang akan
mempengaruhi keseluruhan perubahan potensial
membran. Dengan mengambil model rangkaian listrik
yang terdiri dari kapasitor, muatan listrik dan potensial
maka perubahan konsentrasi Na+ yang masuk ke dalam
sel mengikuti persamaan
Q=CV…………………………………………..15
V adalah beda potensial antara luar dan dalam sel
dinyatakan dalam volt , C kapasitas dari kapasitor yang
melewati membran dinyatakan dalam farad, Q muatan
listrik dalam Coulomb. Hasil eksperimen pada cumi
cumi menunjukan bahwa harga kapasitans C adalah 1µF
(microfarad cm-2 dalam Farad harganya 10-6 F cm-2) dan
tinggi potensial aksi 100 mV atau 0.100 Volt (dari -70 ke
+ 30mV), maka muatan listrik yang bergerak masuk ke
sel Q adalah = 10-6 Farrad cm-2x 0.10 volt = 1.0 x 10-7
coulomb cm-2. Jika muatan 1 ion adalah 1.6x10-19
coulomb maka jumlah ion yang bergerak masuk adalah
1.0 x 10-7 coulomb cm-2 x 1 ion/1,6x10-19 coulomb = 6.25
x 1011 ion cm-2. Jika luas permukaan elektroda yang
dilewati ion 1µm2 (10-9cm2) maka hanya 6.25 x 1011x
100x10-9 = 6250 ion yang keluar masuk elektroda. Hal
yang sama juga berlaku untuk ion K+. Ada juga beberapa
buku yang mendasari perhitungan ion yang keluar masuk
dengan mengasumsikan luas permukaan saraf cumi cumi
berkisar antara 4 sampai dengan 40 mm2 dan
mengabaikan keluar masuknya ion melewati elektroda.
Hasil yang akan kita peroleh tetap saja menunjukan
bahwa jumlah ion yang keluar dan masuk sel jauh lebih
kecil dari konsentrasi ion ion yang ada disel.
 Peristiwa depolarisasi dan hiperpolarisasi bisa
berlangsung hanya dalam waktu milidetik dan disebut
potensial aksi dan angka 6250 ion Na+ tadi menunjukan
bahwa hanya sedikit saja ion Na+ yang bergerak setiap
detiknya. Anda dapat membuat perhitungan senam otak
untuk menghitung jumlah ion yang masuk keseluruh
permukaan sel yang jari jarinya 10 µm dan luasnya πr2.
Sekitar 314µ m2 Akan diperoleh sekitar 2 juta ion Na+
atau K+ yang bergerak dipermukaan sel yang luasnya
314 µm2(bandingkan dengan bilangan Avogadro untuk
1 mol ion). Ion Na+ maupun K+ tadi hanya sejumlah kecil
saja yang bergerak masuk/keluar sel. Jika anda ingin
berpetualang lagi maka volume satu sel adalah 4/3 πr3
dan volumenya sekitar 4000µm3. Jika konsentrasi ion
Na+ di dalam sel 10 mM atau 10 mM/dm3 maka ada
6.023x1021 ion di intraseluler. Karena volume sel sekitar
4000 µm3 maka di dalam sel ada sekitar 3x 109 ion Na+
dan ion K+ kira kira 10 kalinya. Jika ion yang keluar
masuk sekitar 2 juta dan jumlah ion di dalam sel 3x109
maka pergerakan ion ion tersebut hanya (2x106/3x109)
x100% saja, sekitar 0.06%.
1.6 Transport Menembus Membran, Bukan Melalui
Membran.
Endositosis adalah proses yang memungkinkan materi
masuk ke dalam sel tanpa harus melalui membran misalnya
pagositosis dan pinositosis. Mengambil materi tertentu disebut
pagositosis sedangkan mengambil molekul yang terlarut disebut
pinositosis. Kadang-kadang daerah tertentu dari plasma
membran melakukan endositosis. Pada daerah ini plasma
membran akan dilapisi oleh molekul yang namanya klatrin.
Daerah ini disebut coated pits (lubang pelapis) dan endositosis
menghasilkan coated vesicles. Lubang pelapis terlibat dalam
receptor mediated endocytosis (endositosis yang dimediasi oleh
reseptor). Protein yang akan diambil akan dikenali dan diikat oleh
reseptor tertentu yang terikat pada lubang pelapis tadi.
Endositosis merupakan proses yang aktif, memerlukan energi
metabolisme.
Eksositosis adalah molekul yang dikeluarkan dari dalam
sel yang mirip dengan endositosis. Contohnya adalah pelepasan
protein dibeberapa sel saraf sebagai neurotransmiter, pelepasan
enzim-enzim dari sel asinar pankreas dan pelepasan hormon
hormon dari kelenjar endokrin. Protein-protein tadi akan
disimpan di dalam sel sebelum dikeluarkan.
1.7 Komunikasi di dalam sel
1.7.1 Sistem saraf
Komunikasi antara sel-sel sel tereksitasi bergantung
kepada perubahan listrik yang diakibatkan oleh pergerakan ion-
ion pada plasma membran dan disebut potensial aksi.
Komunikasi antar sel sel tereksitasi misalnya saraf yang
memerlukan respon yang sangat cepat tidak dapat menggunakan
sistem difusi sederhana karena untuk menggerakan ion pada jarak
1cm diperlukan waktu 14 jam (lihat persamaaan 1). Diperlukan
waktu yang lama agar pesan dari saraf dapat diterima oleh
targetnya. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang lebih
cepat yakni komunikasi secara listrik yang dapat berespon secara
cepat dalam ordo milidetik. Komunikasi ini menimbulkan
potensial aksi atau depolarisasi. Setelah depolarisasi akan
kembali kekeadaan semula atau potensial istirahat (resting
membran potential), harganya sekitar –70mV. Depolarisasi
berikutnya menunggu terbukanya kembali kanal natrium dan
hanya terjadi pada waktu potensial membran mendekati harga
istirahatnya. Atau mengalami repolarisasi. Proses ini dapat
melibatkan peranan neurotransmiter yang akan memediasi
terbukanya kanal ion (gambar 1.18).
1.7.2 Reseptor dan transduksi (hantaran) signal.
Dunia luar sel dan dalam sel dipisahkan oleh dinding
membran yang sulit ditembus oleh senyawa kimia. Informasi dari
luar sel tidak akan mudah untuk dapat diproses di dalam sel, oleh
karena itu diperlukan koordinasi dan komunikasi antara dunia
luar dan dunia dalam sel. Untuk organisme yang kompleks
seperti hewan tingkat tinggi komunikasinya menggunakan sistim
endokrin dan sistim saraf. Hormon akan dilepaskan dari kelenjar
dan dibawa oleh aliran darah dan disampaikan ketarget yang jauh
sedangkan saraf jaringannya akan menjulur dan mengenai target
dan melepaskan neurotransmitter. Keduanya baik hormon
maupun neurotransmitter melibatkan molekul pembawa pesan
atau messenger yang dilepaskan dari satu sel kepermukaan sel
targetnya. Kesamaan dalam mekanisme molekul pembawa pesan
ini menimbulkan dugaan pemikiran bahwa mekanisme
penyampaian pesan pada sistem saraf sama dengan sistim
hormon.
Neurotransmitter atau hormone akan berikatan dengan
reseptor (gambar 1.18) dan dapat juga bertindak sebagai kanal ion
misalnya asetikolin pada otot lurik adalah asetilkolin nikotinik
dan akan ditangkap oleh reseptor nikotinik, selanjutnya akan
berinteraksi dengan kanal Na+ sehingga Na+
Gambar 1.18: Mekanisme kerja neurotransmitter dan hormon secara
umum.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

akan mudah masuk ke dalam sel, diikuti dengan depolarisasi dan


proses proses seluler. Demikian juga proses-proses biokimia lain
memerlukan informasi dari luar sel sebelum diproses di dalam
sel. Rangsangan atau informasi dari luar sel tadi akan dikenali
oleh protein yang terikat pada membran dan dikenal dengan nama
reseptor. Hormon, neurotransmiter dan obat adalah rangsangan
dari luar sel. Molekul molekul pemberi signal ini bekerja melalui
beberapa cara. Setelah rangsangan berikatan dengan reseptor
akan terjadi interaksi protein G dengan enzim enzim yang ada
dibagian dalam membran dan

Gambar 1.19: Mekanisme transduksi signal yang melibatkan cAMP


https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_
4signaling.pdf

terjadi pembentukan second messenger seperti siklik adenosine mono


fosfat (cAMP), inositol trisfosfat (IP3), siklik guanosin monofosfat
(cGMP). Protein G yang terikat pada membran sitosol akan
mengatur paras (kandungan) second messenger. Protein G dapat
mengaktifkan maupun mendeaktifir enzim enzim yang akan
menjalankan proses seluler yang berkaitan dengan second messenger
seperti adenilat siklase, fosfolipase C dan A.
Protein G merupakan protein trimerik (mempunyai 3
subunit) yakni , , dan . Pada pembentukan cAMP, Protein

Tabel 1.4: Beberapa katagori dan kelas dari


neurotransmiter.

Amina Asam
Peptida Lain-lain
biogenic amino
Nitrogen
Katekol amin Substance P Eksitatori
oksida

Epineprin Neuropepida Y Glutamat ATP

Norepineprin Enkapalin Aspartat Zeng (Zn)


Asam
Dopamin Somatostatin
arahidonat
Indolamin VIP Inhibitori PAF
-
Serotonin CO (karbon
aminobutric
(5-HT) monoksida)
acid
Histamin Glisin
Ester
Asetilkolin
G yang tidak aktif berikatan dengan GDP dan akan teraktifkan.
GTP akan berikatan dengan subunit α.
Selanjutnya GTP dan sub unit  akan mengaktifkan adenilat
siklase sehingga ATP akan berubah menjadi cAMP. Terjadi
penggandaan molekul selama proses tersebut. Dari satu molekul
di reseptor sampai menjadi 104 molekul dipesan kedua. Sub unit
 dan  akan berikatan dengan reseptor yang telah berikatan
dengan ligan atau rangsangan. Setelah cAMP terbentuk, maka
GTP akan terhidrolisa dan sub unit  akan melepaskan diri dari
adenilat siklase. Sub unit  dan  juga akan melepaskan diri dari
reseptor, selanjutnya sub unit , , dan  akan bersatu kembali
(gambar 1.19). cAMP yang terbentuk akan mengaktifkan protein
kinase yang tidak aktif menjadi aktif dan selanjutnya protein
kinase yang aktif akan mengaktifkan fosforilase kinase yang tidak
aktif menjadi fosforilase kinase yang aktif. Akhirnya fosforilase
kinase b yang tidak aktif akan teraktifkan oleh fosforilase kinase
dan selanjutnya akan mengaktifkan enzim enzim proses seluler.
Contoh klasik adalah aktifasi enzim pemecah glikogen. Glikogen
akan dipecah menjadi glukosa diawali dengan adanya aktifasi
reseptor β adrenergik di membran oleh molekul epinephrin.
Kemudian terjadi aktifasi cAMP seperti telah dibahas di atas.
cAMP akan mengaktifasi protein kinase dan selanjutnya
fosforilase kinase akan teraktifasi. Tahap berikutnya adalah
aktifasi enzim glikogen fosforilase dan akhirnya terbentuk
glukosa-1P. Dari sekitar 10-10 M epinefrin akan terbentuk sekitar
10-6M glukosa-6P, sekitar 10.000 kali. Peristiwa tersebut terjadi
pada sel hati dan otot (gambar 1.20).

Gambar 1. 20: Peranan cAMP dlam pemecahan glikogen. Diawali dari


rangsangan pertama sampai kepembentukan cAMP dan aktifasi enzim
enzim yang terlibat.
Beberapa organ apabila dirangsang selnya akan
menghasilkan cAMP. Contoh contohnya dapat dilihat pada tabel
1.5.
Jalur inhibitori seharusnya merupakan mekanisme umpan
balik pembentukan cAMP, akan tetapi apabila ada racun atau
senyawa kimia tertentu penghentian pembentukan cAMP
melalui jalur protein G tidak terjadi. Akibatnya cAMP akan terus
melakukan stimulatori atau rangsangan. Racun pertusis

Tabel 1.5: Fungsi cAMP pada regulasi reaksi seluler

Regulasi Sasaran Rangsangan

Pemecahan
Otot, hati Epinefrin
glikogen
Produksi asam
Adipose Eppinefrin
lemak
Detak jantung,
Kardiovaskuler Ephinefrin
tekanan darah
Hormon anti
Reabsorbsi air Ginjal
diuretic (ADH)
Hormon paratiroid
Reabsorbsi tulang Tulang
(PTH)

yang menyebabkan wooping cough akan menghalangi inhibitori


melalui jalur tersebut. Akibatnya cAMP akan terus merangsang
terjadinya batuk. Demikian juga pada waktu terdedah racun
kolera, terjadi deaktifasi enzim fosfodiesterase yang akan
mendegradasi cAMP, akibatnya cAMP masih terus ada dan akan
mengakibatkan seluler respon yang tidak dapat dihentikan.
Dalam hal racun kolera respon selulernya adalah mobilisasi air
terus menerus. Kafein, teofilin, dan teobromin akan menghambat
pemecahan cAMP karena terjadi inhibitori terhadap enzim
fosfodiesterase, akibatnya akan terjadi rangsangan yang terus
menerus (gambar 1.19).
Messenger kedua adalah keterlibatan inositol trisfosfat
(IP3). 1. Adanya rangsangan dari luar akan mengawali hidrolisa
fosfo inositol bisfosfat yang terikat pada membran sel. Senyawa
ini terbentuk dari transfer 2. Gugus fosfat ke fosfatidil inositol
bisfoasfat (PIP2). 3. Rangsangan yang berupa hormon atau
neurotransmiter atau obat tadi apabila menduduki reseptor akan
bergabung dengan protein G. Seperti halnya pada pembentukan

Tabel 1.6: Fungsi IP3 pada regulasi reaksi seluler


Regulasi Sasaran Rangsangan
Aktifasi platelet Platelet darah Thrombin
Kontraksi otot Otot polos Asetilkolin
Sekresi insulin Pankreas endokrin Asetilkolin
Sekresi amilase Pankreas eksokrin Asetilkolin
Degradasi Anti diuretic
Hati
glikogen hormon (ADH)
Gambar 1. 21: Mekanisme signal transduksi yang melibatkan IP3.
Diawal dengan pemecahan fosfolipid dana aktifasi protein G.
https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_
4signaling.pdf
cAMP, kompleks reseptor-protein G akan menyebabkan ikatan

membebaskan kompleks . 4. Kompleks - GTP akan


mengaktifkan fosfolipase C dan akan melepaskan PIP2 dari
membran. Lepasnya PIP2 menghasilkan IP3 (gambar 1.21).
5. Kemudian IP3 akan merangsang gudang kalsium (endoplasmik
retikulum) untuk melepaskan kalsium (Ca2+).
6. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kalmodulin dan juga
mengaktifkan protein kinase C dan selanjutnya akan
mengaktifkan protein tidak aktif menjadi protein aktif.
7. Protein kinase C juga diaktifkan oleh diasil gliserol yang
berasal dari hidrolisa PIP2 yang tetap terikat pada membran
fosfolipid. Konsert harmoni Ca2+- kalmodulin dan diasil gliserol
akan menimbulkan seluler respon.
Kalsium sering dikatakan sebagai second messenger
karena beberapa peristiwa respon seluler banyak melibatkan
Ca2+. Konsentrasi Ca2+ di sitosol naik apabila ada rangsangan
dari ekstraseluler dan pembentukan kompleksnya dengan
kalmodulin akan mengawali respon seluler.
Molekul berikutnya adalah siklik guanosine monofosfat
(cGMP). Molekul ini diamati pertamakali oleh Robert Furchgott
pada endotel pembuluh darah. Asetilkolin yang terikat pada
permukaan membran endotel akan mengaktifasi pemecahan
fosfolipid menjadi IP3 dan kemudian memobilisasi kalsium di
endoplasik retikulum. Selanjutnya terjadi aktifasi

Gambar 1.22 : Mekanisme pembentukan cGMP pada pembuluh darah.


Berasal dari pemecahan fosfolipid yang menghasilkan IP 3 dan akhirnya
pembentukan nitorgen oksida.
http://www.mun.ca/biology/desmid/brian/BIOL2060/BIOL2060-
14/CB14.html
kalmodulin dan diikuti dengan aktifasi nitrokside sintahse.
Selanjutnya pada permukaan endotel akan dihasilkan nitrogen
oksida (NO) yang berasal dari degradasi arginin. Proses
berikutnya akan terjadi aktifasi guanilil siklase dan mengubah
guanosin trifosfat menjadi siklik guanosin monofosfat.
Selanjutnya seperti cAMP
dan IP3 maka cGMP akan mengaktifkan protein kinase G dan
terjadi dilatasi pembuluh darah akibat relaksasi otot polos
(gambar 1.22). Jauh sebelumnya, obat pembuka pembuluh darah
telah lama digunakan dan populer yakni nitrogliserin. Gugus nitro
inilah yang akan mengaktifkan pembentukan cGMP sehingga
terjadi pelebaran pembuluh darah. Obat turunan sildenafil atau
populer dengan nama viagra bekerja menghambat pemecahan
cGMP karena viagra akan menghambat enzim cGMP-spesifik
fosfodiesterase. Akibatnya terjadi dilatasi pembuluh darah
didaerah erektil yang lama karena cGMP menjadi lebih lama
terdegradasi.
Transduksi signal lain yang juga dikenal adalah
terlibatnya reseptor tirosin kinase. Reseptor tirosin kinase
berbeda dengan reseptor yang berkaitan dengan protein G.
Reseptor ini kadang kadang hanya terdiri dari rantai polipeptida
tunggal dan berupa protein trans membran (gambar.1.23).
Transduksi signal berawal dari ekstraseluler. Ligand akan
berikatan dengan reseptor. Ikatan ligan dengan reseptor ini akan
membentuk dimer atau membentuk cluster. Selanjutnya di
intraseluler akan terjadi fosforilasi tirosin dan tirosin yang ada
direseptor sebelahnya akan terfosforilasi juga.
Karena reseptor memfosforilasi reseptor lain yang sama
maka disebut autofosforilasi. Tirosin kinase yang terfosforilasi

Gambar 1.23. Gugus SH2 dari protein pensignal di intraseluler yang


akan mengaktifkan pensignalan dengan cara aktifasi fosfolipase C dan
RAS.
https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_
4signaling.pdf

akan berikatan dengan gugus S-H2 dari protein SOSGRB2, suatu


protein pensignal di intraseluler (gambar 1.23). Contoh pada
gambar gambar 1.24 adalah alur perjalanan protein pensignal
endothelial growth factor (EGF). Ditangkapnya EGF oleh
reseptor akan mengaktifkan reseptor tirosin kinase yang telah
terfosforilasi dan akan mengaktifkan fosfolipase. Aktifasi terjadi
pada fosfolipase γ (PLCγ) dan kemudian mengikuti jalur DAG
dan IP3. Fosfolipase Cγ berbeda dengan fosfolipase yang
diaktifkan oleh protein G karena fosfolipase Cγ harus diaktifkan
oleh reseptor tirosin kinase yang terfosforilasi. Alur yang lain
adalah molekul SOSGRB2 akan mengaktifasi Ras, molekul
monomer yang ada di protein G dan selanjutnya akan berikatan
dengan GTP. RAS dapat berikatan dengan GTP maupun GDP
dan hanya aktif apabila berikatan dengan GTP. Melalui
serangkaian reaksi akan mengaktifkan mitogen activated protein
kinase atau MAPK. Selanjutnya MAPK akan memfosforilasi
protein inti dan bergabung denga AP-1 yakni faktor transkripsi
dinukleus yang akan merangsang ekspresi genetik untuk
pertumbuhan sel. Umpan balik dari pembentukan MPK adalah
hidrolisa GTP oleh enzim GTP-ase activating protein (GAP)
(gambar 1.24). Pada sebagian besar tumor, hidrolisa Ras
dihambat sehingga proliferasi terus terjadi. Detail dari penjelasan
ini dapat diperoleh dibuku biologi molekuler terbitan setelah
tahun 2000.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa signal dari luar
perlu reseptor atau penerima yang spesifik agar dapat diteruskan
ke dalam sel untuk diproses lebih jauh ? Kita dapat menggunakan
analogi pesawat telepon, signal hanya akan ditangkap oleh
penerima telepon apabila kita memutar nomor telepon tersebut
atau pesawat penerima kita adalah khas dan tidak diterima oleh
pesawat telepon yang lain. Contoh lain adalah signal televisi
hanya dapat ditangkap oleh pesawat televisi berdasarkan antena
penerimanya.

Gambar 1.24 : Signaling yang melibatkan reseptor tirosin kinase.


https://mcb.berkeley.edu/courses/mcb110spring/nogales/mcb110_s2008_
4signaling.pdf
Bab II
KONTROL DAN INTEGRASI

Pendahuluan
Penampilan yang kita alami sehari-hari seperti gerakan
tangan dan kaki, mendengar, cita rasa, melihat dan lain-lain
ternyata melibatkan informasi yang sangat cepat dan kompleks.
Hanya sistem saraf yang dapat menanganinya. Sistem saraf
mampu untuk melakukan tugas tersebut misalnya rasa gatal
diujung kaki akan mencapai kesadaran, selanjutnya terjadi
proses menggaruk rasa gatal tersebut. Pesan tersebut berupa
potensial aksi. Sel yang dapat menghasilkan potensial aksi
disebut sel yang dapat tereksitasi. Kemampuan tereksitasi adalah
karakteristik dari sel membran. Hal ini disebabkan oleh adanya
ion ion disekeliling sel dan adanya kanal ion. Seperti telah kita
bahas sebelumnya, pergerakan ion-ion ini menimbulkan potensial
listrik atau potensial aksi. Pada saraf, pesan listrik akan
disampaikan dari satu saraf ke saraf lain atau dari saraf ke target
organ. Untuk itu kita akan melihat anatomi dari sistem saraf dan
mengapa sistem saraf dapat menyampaikan pesan ke sel target.
2.1 ANATOMI SARAF
Bagian-bagian dari saraf:
1. Badan saraf:
 Terdiri dari; inti sel, mitokondria, endoplasmik
retikulum dan lain-lain organel.
 Daerah ini disebut juga bagian yang memberi makan
saraf.
 Pada badan saraf ada serabut-serabut saraf atau
dendrit, berfungsi sebagai penerima input atau
receptive area.
2. Batang saraf:
 Menghantarkan transmisi impuls atau informasi dari
badan saraf, seperti kabel listrik.
 Batang saraf dilapisi oleh pelapis yang disebut lapisan
mielin yang berbentuk segmen, dengan jarak (antar
segmen) 2 mm.
 Segmen ini disebut nodus Ranvier (nodes of Ranvier).
Pada vertebrata mielin dilapisi lagi oleh sel Schwan.
 Adanya lapisan mielin dan nodus Ranvier
menyebabkan saraf dapat menghantarkan impuls
dengan cepat.
.
Gambar 2.1: Bagian-bagian dari saraf
mrsedurso.weebly.com/uploads/5/1/3/4/5134188/neurons_.pp

3. Ujung saraf:
melepaskan neurotransmiter yang dihasilkan oleh badan sel dan
memberikan pesan berikutnya kepada sel target, baik saraf lain
maupun organ.
2.1.1 Beberapa jenis saraf
Berdasarkan perbedaan struktur maka saraf digolongkan
dalam tiga kelompok yakni

 Saraf unipolar
Mempunyai satu serabut saraf dari badan sel yang
kemudian bercabang dua yang satu sebagai dendrit karena
berhubungan dengan perifer yang satu lagi sebagai batang
saraf.
 Saraf bipolar
Mempunyai dua batang saraf yang berasal dari badan
saraf. Satu berfungsi sebagai dendrit yang satu sebagai
batang saraf.
 Saraf multipolar
Saraf multipolar mempunyai serabut saraf yang banyak
dari satu badan sel.

Gambar 2.2 : Beberapa bentuk saraf


https://www.studyblue.com/notes/note/n/terms--intro-to-
neuro/deck/7155964

Berdasarkan fungsinya sistim saraf terdiri dari:


2.1.2 Saraf sensorik
Saraf ini disebut juga saraf aferen membawa impuls saraf
dari tepi tubuh ke otak atau tulang belakang. Saraf sensorik
mempunyai reseptor yang khas diujung dendritnya atau dendrit
berhubungan dekat sekali dengan daerah penerima (reseptive)
dikulit atau organ. Perubahan yang terjadi di dalam maupun di
luar tubuh akan merangsang ujung reseptor atau sel reseptor dan
merangsang pembentukan impuls saraf sensorik. Hampir semua
saraf sensorik unipolar, ada beberapa yang bipolar.

Interneuron
Menghubungkan saraf satu sama lain dan bentuknya multi
polar. Interneuron mentransmisikan impuls saraf dari satu titik di
otak ke tulang belakang atau dari tulang belakang kebagian lain
di otak. Menghubungkan impuls kebagian khas di otak untuk
diinterpretasikan atau diproses. Impuls selanjutnya atau yang lain
akan dikirim ke saraf motorik .
Saraf motorik
Saraf ini disebut juga saraf eferen dan bentuknya multi
polar, membawa impuls keluar dari otak menuju tulang belakang,
selanjutnya ke efektor atau target. Sebagian besar untuk
mengirim pesan agar terjadi kontraksi otot atau sekresi kelenjar.
Jumlah saraf di otak kita sangat banyak dan berhubungan satu
sama lain dengan sel sel disekelilingnya yakni sel sel pendukung
saraf:

2.1.3 Sel pendukung


Sel pendukung tidak turut serta dalam menghantarkan
impuls saraf, akan tetapi berperan dalam memperkuat kedudukan
saraf sehingga menjadi kokoh dan integritasnya terjaga. Sel –sel
pendukung ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
pada sistem saraf, disebut neuroglia. Jumlah sel pendukung jauh
lebih banyak dibandingkan sel saraf, bisa sepuluh kali lebih
banyak
Neuroglia mengisi antar ruang, mendukung neuron,
membentuk kerangka struktur, menyediakan mielin dan
melangsungkan proses pagosit. Beberapa jenis sel neuroglia yang
merupakan sel pendukung adalah:
1. Sel mikroglia
 Tersebar di susunan saraf pusat, mendukung saraf dan
melakukan tugas untuk proses pagosit terutama bakteri.
Juga membersihkan kotoran yang ditimbulkan akibat
kerusakan sel.

2. Oligodendrosit
 Muncul di barisan sepanjang saraf, membentuk mielin
dalam otak dan tulang belakang. Fungsinya member
perlindungan dan insulasi pada saraf agar arus yang
mengalir dari saraf tidak bocor.

Gambar 2.3: Saraf dan pendukung-pendukungnya


Modifikasi dari Southwest Tenesse Community College Principles
Anatomy and Physiology
3. Astrosit
 Terdapat diantara pembuluh darah dan saraf, mendukung
struktur disekelilingnya, ikut berperan dalam proses
seluler, regulasi nutrien dan ion untuk otak.
 Astrosit membentuk bekas luka pada waktu saraf pusat
mengalami kerusakan.
4. Sel epindemil
 Membentuk sel epitel yang melapisi bagian tertentu dari
otak misalnya koroid pleksus, membentuk lapisan dalam
antar ruang di otak (ventrikel) dan tulang belakang.

2.2 IMPULS SARAF


Impuls saraf adalah signal listrik yang berasal dari satu
potensial aksi disalah satu bagian dari serabut saraf. Potensial aksi
tadi akan menghasilkan arus bioelektrik di targetnya, baik saraf
lain atau organ. Rambatan potensial aksi ini disebut impuls saraf.

2.2.1 Hantaran impuls


 Mielin pada serabut saraf bersifat insulator sehingga arus yang
mengalir sepanjang batang saraf tidak bocor. Pada serabut
saraf yang tidak mempunyai lapisan mielin arusnya akan
bocor keluar, sehingga daya hantar listriknya lambat. Saraf
yang mempunyai mielin akan menghantarkan listrik searah
dengan batang saraf.
 Saraf bermielin tersegmentasi dan segmen tadi disebut nodus
Ranvier. Hantaran listrik yang terjadi tidak mengalir seperti
halnya aliran listrik yang melalui kabel listrik melainkan akan
melompat lompat dari satu segmen kesegmen berikutnya.
Pada setiap segmen diserabut saraf ada kanal ion Na+.dan
kanal ion K+. Pada t=1 ion Na+ akan masuk melalui nodus tadi
sehingga pada titik tersebut terjadi depolarisasi. Setelah
depolarisasi terjadi repolarisasi yakni keluarnya ion K+
sehingga terjadi muatan negatif di dalam sel. Potensial aksi
terbentuk pada nodus ini (titik A). Pada t=2 setelah
repolarisasi terjadi depolarisasi dan akan terjadi lagi potensial
aksi (titik B). Proses yang sama terjadi pada t=3 (titik C).
Impuls yang berupa potensial aksi akan melompat dari satu
nodus ke nodus yang lain dan hal ini disebut saltatori (gambar
2.4).
Kecepatan hantaran (konduksi) impuls bergantung kepada
diameter saraf, semakin besar diameternya semakin cepat daya
hantarnya. Sebagai contoh impuls dari saraf motor yang
diameternya besar dan terbungkus oleh mielin yang tebal
kecepatannya dapat mencapai 120 meter/detik. Bayangkan
andaikata anda mempunyai saraf yang panjangnya 120 meter
maka informasi sepanjang saraf tadi hanya perlu 1 detik. Dapat
dibayangkan mengapa pesan di dalam tubuh kita dari saraf ke
Gambar 2.4 : Saraf bermielin, pada setiap segmen terjadi potensial aksi
akibat depolarisasi dan repolarisasi di nodus Ranvier. Demikian impuls
saraf merambat dari satu nodus ke nodus yang lain.
http://163.178.103.176/CasosBerne/1aFCelular/Caso4-
2/HTMLC/CasosB2/Receptor/Iono1.htm

target hanya perlu beberapa milidetik saja.


 Pada serabut yang tidak mempunyai mielin dan tipis seperti
yang ada di kulit kecepatannya sekitar 0.5 meter/detik.
Di nodus Ranvier ini juga ada pompa Na+/K+ sehingga terjadi
pemompaan Na+ keluar sel dan K+ masuk ke dalam sel sehingga
perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel tetap terjaga.

2.2.2 Sinapsis
Ketika impuls atau pulsa listrik bergerak dari satu neuron
ke neuron lain atau ke target, maka terjadi komunikasi antara
saraf dengan targetnya, proses ini disebut sinapsis.
 Kontak antara keduanya tidak secara langsung, melainkan
melalui celah sinaptik. Impuls listrik harus melalui celah
ini (gambar 2.4).
 Komunikasi antara satu sel saraf dengan saraf lainnya atau
efektor terjadi melalui jembatan disebut sinapsis.
Sinapsis listrik adalah ketika jembatan penghubung
membentuk hubungan listrik antar sel, sehingga
datangnya potensial aksi pada sinap menghasilkan
depolarisasi dan terjadi hubungan arus listrik antar sel.
Jenis transmisi ini memungkinkan komunikasi dapat
disampaikan kedua arah. Sinapsis secara listrik dapat
dilihat jelas pada avertebrata karena jumlah serabut
sarafnya sedikit sehingga proses tersebut dapat teramati
dengan jelas. Oleh karena itu studi sinapsis saraf banyak
menggunakan avertebrata sebagai model. Pada mammalia
proses tersebut sulit dideteksi karena strukturnya sangat
kompleks. Pada sinapsis kimia ada celah penghubung
antara satu membran dengan membran yang lainnya
sebesar 30 sampai dengan 50nM. Celah ini tidak
memungkinkan adanya hubungan listrik secara langsung
melainkan pembawa pesan kimia dilepaskan dari satu
saraf dan ditangkap oleh reseptor saraf atau target.
Informasi ini disebut hantaran sinaptik secara kimia.
Informasi sinaptik ini hanya satu arah saja yakni dari
tempat dilapaskannya atau presinaptik ke targetnya atau
postsinaptik Mekanisme pelepasan senyawa kimia dari
presinaptik diawali dengan adanya potensial aksi pada
saraf presinaptik tersebut kemudian diikuti dengan
depolarisasi yang mengakibatkan masuknya ion kalsium.
Setelah kalsium masuk, second messenger akan teraktifasi
dan proses seluler pembentukan senyawa kimia atau
disebut neurotransmiter terjadi. Kalsium juga membantu
meleburnya senyawa kimia ini dengan ujung saraf dan
diikuti dengan pelepasan neurotransmiter diujung saraf.
Detail dari struktur sinaptik berbeda satu sama lain,
jembatan antara saraf dengan saraf yang lain berbeda dengan
jembatan antara saraf dan otot rangka, juga berbeda pada
hubungan sinaptik antara saraf otonom dengan organ target.
Pada susunan saraf pusat jarak celah sinapsis sangat sempit,
dan senyawa kimia transmiternya bergerak dengan sangat
mudah dicelah sinaptik. Pada sinaptik di saraf otot, batang
saraf akan terbenam dalam target dan terlipat di dalam,
gunanya untuk mencegah keluarnya neurotransmiter keluar
dari sasaran.
Pada saraf otonom, saraf eferennya akan menembus dan
membesar di dalamnya. Jarak sinaptiknya relatif lebih besar
daripada sinaptik pada saraf pusat. Gunanya agar penyampaian
neurotransmiter dapat mencapai organ seluas mungkin.

Sinaptic Vesikel dan Transmisi Quantal


Ujung saraf presinaptik melepaskan sinaptik vesikel,
membran berbentuk bola bola kecil yang mengandung senyawa
kimia neurotransmiter. Vesikel bisa pejal atau tidak pejal dalam
penampilannya dengan garis tengah antara 30 sampai 50 nM.
Pelepasan asetilkolin atau neurotransmiter di ujung saraf dalam
bentuk vesikel. Jumlah neurotransmitter yang ada di dalam satu
vesikel disebut quantal dan menentukan ukuran potensial
postsinaptik , apakah eksitasi atau inhibisi. Pada jembatan
neuromuskular sekitar 10.000 molekul asetilkolin beriteraksi
dengan 2000 reseptor asetilkolin nikotinik di postsinaptik.
2.3 Transport Sepanjang Batang Saraf
Letak ujung saraf dapat saja jauh dari badan saraf . Untuk
saraf sensorik dimana daerah reseptornya ada dijari kaki, jaraknya
keujung saraf bisa mencapai satu meter. Neurotransmiter, vesikel
sinaptik, kanal ion dan enzim harus disintesa local di ujung saraf,
prekursornya diambil dari bagian luar saraf atau cairan
ekstraseluler dan bisa juga disintesa dibadan saraf dan akan
ditranport keujung saraf. Yang terakhir ini lebih umum terjadi.
Prosesnya disebut transport axoplasma dimana mikrotubul akan
membawa vesikel dan juga mitokondria sampai ujung saraf.
Mikrotubul berjalan ke dua arah, yang satu arah lagi akan
membawa hasil vesikel yang telah kosong kembali ke badan saraf
untuk didegradasi.

Kontrol Pelepasan Neurotransmiter Oleh Kalsium


Celah sinaptik terletak beberapa mikron saja dari
membran presinaptik, dalam keadaan normal konsentrasi ion
kalsium dalam sitoplasma lebih kecil dari 0.1 mikromolar,
peleburan atau fusi vesikel dengan dengan membran jarang sekali
terjadi. Ujung batang saraf membran dalam keadaan istirahat
akan melepaskan neurotransmiter dengan laju yang sangat
lambat sekali sehingga pengaruhnya pada postsinaptik dapat
diabaikan. Ujung batang saraf mengandung kanal kanal yang
bergantung kepada tegangan (voltage dependent) Na+ dan K+ dan
juga kanal yang bergantung tegangan Ca2+. Ketika potensial aksi
merambat pada saraf presinaptik adanya depolarisasi akan
mengakibatkan terbukanya kanal Ca2+ dan ion ini akan masuk ke
dalam sitosol. Pada waktu Ca2+ di sitosol meningkat, maka proses
seluler yang melibatkan second messenger dan Ca2+ akan terjadi,
peluang vesikel melebur dengan membran presinaptik meningkat
(gambar 2.5).
Ada tenggang waktu sekitar 0.5 milidetik antara tibanya potensial
aksi dari batang saraf presinaptik dengan reaksi yang ditimbulkan
pada postsinaptik. Tenggang waktu tersebut. menunjukan adanya
aktifasi second messenger pada batang saraf postsinaptik atau
target lainnya. Selain itu juga terjadi difusi dari transmiter untuk
melewati celah sinaptik tadi. Jumlah quanta dari transmiter yang
dilepaskan bergantung kepada konsentrasi Ca2+ yang ada. Jumlah
quanta dari neurotransmiter menentukan manfaat atau akibat
yang akan terjadi pada proses sinaptik tersebut.
Potensial aksi adalah kejadian all–or-none, ya atau tidak
sama sekali, dan amplitudonya tetap karena permeabilitas dan
jumlah Na+ dan K+ selalu tetap. Akan tetapi permeabilitas Na+
dan K+ diujung saraf umumnya dapat sedikit berubah baik
Gambar 2.5 Proses sinapsis dua saraf. Potensial aksi di saraf 1
menyebabkan rangkaian reaksi pada saraf 1 dan melepaskan
neurotransmiter yang ditangkap oleh saraf 2 dan tejadi perubahan
permeabilitas ion pada saraf 2
Home / Science / Physiology / Synaptic Transmission by Somatik
Motorneurons
http//antranik.org/category/science/physiology/

bertambah atau berkurang. Hal ini disebabkan adanya kanal ion


lain (misalnya kanal Ca2+) sehingga terjadi modulasi
permeabilitas terhadap kedua ion tersebut. Kontribusi kanal lain
ini akan mempengaruhi tinggi dan durasi potensial aksi dan juga
masuknya ion Ca2+ ke sitosol. Hal ini memungkinkan adanya
penambahan atau pengurangan hasil proses sinaptik.
Kemanakah Neurotransmiter Yang Telah Dilepaskan
Neurotransmiter yang dilepaskan ke celah sinaptik akan
berdifusi dengan bebas. Pergerakan acak akan menyebabkan arah
yang acak dari neurotransmitter tersebut. Beberapa akan
mencapai sasaran lalu ditangkap oleh membran postsinaptik dan
beberapa akan menghilang di cairan ekstraseluler. Beberapa
ujung saraf presinaptik dapat mengambil kembali
neurotransmiter untuk didaur ulang. Pada jembatan
neuromuskular, molekul neurotransmiter dapat dipecah oleh
enzim yang ada di membran postsinaptik. Ikatan antara
transmiter dan reseptor ini merupakan proses yang reversibel.
Proses ini untuk meyakinkan bahwa neurotransmiter yang
dilepaskan hanya bermanfaat untuk beberapa saat saja didaerah
postsinaptik.
Gambar 2.6 Proses pelepasan neurotransmiter dan daur ulang dari
neurotransmiter yang telah dilepaskan. Sintesa dibadan sel saraf dan
dilepaskan di ujung saraf.
Sumber yang tidak dapat diteusuri kembali.

2.4 Neurotransmiter Mengubah Permeabilitas Membran.


Reseptor sensorik yang berupa protein membran
mempunyai situs reseptor yang akan menangkap
neurotransmitter untuk selanjutnya mengaktivasi kanal atau
bergabung dengan kanal (telah dibahas di bab I). Contoh klasik
adalah reseptor asetikolin yang mempunyai lima subunit protein
yakni 2α, dan masing masing satu subunit β, γ dan δ. Asetikolin
akan duduk dikedua subunit α. Kanal Na+ terletak.

ACh Na ACh

Ekstraseluler

Intraseluler
Na

Gambar 2.7: Kanal Na+ terbuka bila ada asetilkolin yang menempel
pada reseptor yang terikat pada kanal. Kanal ini disebut kanal gerbang
ligan atau ligand gated channel
http://www-hsc.usc.edu/~bolger/ced/autonomic/N2-Nicotinic.html

ditengah kelima subunit tadi. Proses terbuka atau tertutupnya


kanal Na+ akan ditentukan oleh ikatan antara asetikolin dengan
subunit reseptor yang mengelilinginya. Terjadi perubahan
sesaat potensial aksi pada target postsinaptiknya
Potensial ini disebut potensial postsinaptik. Contoh klasik dari
peristiwa ini adalah asetilkolin pada sel otot lurik. Asetilkolin
akan mengubah permeabilitas membran sel otot terhadap ion
Na+ (gambar 2.7). Jika pada kanal tidak ada reseptor
neurotransmitter, maka hubungan antara protein reseptor dan
protein kanal tidak terjadi.
Kanal lain yang dipengaruhi oleh ligan adalah kanal
pembawa pesan kedua atau second messenger. Protein G yang
mempunyai 3 subunit gugus protein α, β dan γ terikat pada
reseptor membran. Mekanisme turut sertanya protein G dalam
pengolahan signal adalah: (1) Pada waktu rangsangan reseptor
oleh ligan akan terjadi aktivasi ketiga subunit protein G. (2)
Gugus gugus β dan γ akan tetap berada direseptor sedangkan
gugus α akan berikatan dengan pembawa pesan kedua GTP untuk
berikatan dengan protein kanal dan 3. kanal akan terbuka
(gambar 2.8).
Contoh klasik dari protein G yang mempengaruhi
permeabilitas membran adalah pada penciuman. Protein ini akan
mengubah permeabilitas membran terhadap kanal kalsium
(Ca+2). Peran protein G dalam mengubah permeabilitas membran
terhadap ion Ca2+ akan dibahas di bab indera penciuman.
Gambar 2.8 : Kanal yang bergantung kepada protein G. GTP berikatan
dengan dengan gugus subunit α dan mempengaruhi permeabilitas
membran terhadap ion
http://droualb.faculty.mjc.edu/Course%20Materials/Physiology%20101/
Chapter%20Notes/Fall%202011/chapter_13%20Fall%202011.htm

2.5 Eksitatori Dan Inhibitori Potensial Postsinaptik


Akibat proses sinapsis maka terjadi perubahan
permeabilitas membran target terhadap kanal ion. Jika potensial
post sinaptiknya mengalami depolarisasi maka membran berubah
permeabilitasnya terhadap ion Na+, dan terjadi eksitasi pada
postsinaptik. Potensial yang terjadi ini dikenal dengan nama
excitatory post synaptic potential atau EPSP. Jika potensial
setelah sinaptik mengalami hiperpolarisasi maka membran lebih
permeabel terhadap ion Cl- atau K+ , atau keduanya. Mengapa Cl-
menyebabkan hiperpolarisasi? Kita harus memahami bahwa
antara bagian luar dan bagian dalam sel ion Cl- ada dalam
keadaan keseimbangan elektrokimia sehingga pergerakan ion
tersebut ke dalam sel akan menyebabkan kelebihan muatan
negatif di dalam sel. Inhibisi oleh ion Cl- disebut silent inhibition.
Karena bertambahnya permeabilitas membran terhadap ion Cl-
maka potensial elektrokimianya menuju ke potensial istirahat.
Potensialnya disebut inhibitori post synaptic potential atau
IPSP. Hal yang sama akan terjadi bila membran berubah
permeabilitasnya terhadap ion K+. Karena ditinggalkan ion yang
bermuatan positif maka muatan membran di dalam sel menjadi
relatif lebih negatif dan terjadilah inhibisi. Mengapa IPSP
memegang peranan penting dalam sistim saraf padahal fungsi
sistim saraf yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah proses
eksitatori? Andaikata tidak ada proses inhibitori maka semua
sistim yang melibatkan saraf akan tereksitasi tanpa ada yang
menghambat. Subyek tidak mungkin dapat duduk dengan tenang
karena setiap ada informasi akan lajngsung berespon. Demikian
juga gerakan yang dihasilkan akan sangat kaku dan tidak seperti
yang diharapkan karena penampilannya menjadi tidak halus.
Tangan atau kaki akan bergerak berlebihan tanpa ada yang
menghambat. Analogi dalam kehidupan sehari hari adalah
seperti mobil, tidak hanya dibekali dengan pedal gas tetapi juga
dibekali pedal rem.
2.6 Neurotransmiter Pada Sistem Saraf.
Asetikolin adalah neurotransmitter yang pertama kali
ditemukan. Selain bekerja pada sistim saraf somatik, asetikolin
juga bekerja pada sistim saraf otonom. Asetikolin juga
merupakan neurotransmitter yang ada di hipokampus dan
korteks. Kekurangan asetikolin di otak akan menyebabkan
penyakit Alzheimer. Norephinephrin merupakan
neurotransmitter pada sistim saraf otonom. Fungsi lain
norephineprin adalah meregulasi refleks bangkit dan emosi pada
otak, serta terlibat dalam regulasi stress. Norepinephrin
merupakan golongan neurotransmiter monoamine. Senyawa lain
yang termasuk monoamine adalah dopamin dan serotonin.
Dopamin mengkontrol perilaku emosi. Kelebihan dopamin
menyebabkan gangguan seperti schizoprenia, perilaku
kompulsif, agresif dan banyak karakter negatif lain. Dopamin
juga berfungsi pada kontrol motorik karena kekurangan senyawa
ini menyebabkan penyakit Parkinson (lihat basal ganglia).
Serotonin akan mempengaruhi siklus tidur dan kekurangan
serotonin dapat menyebabkan depresi.
Transmiter yang dikatagorikan sebagai asam amino
adalah glutamat, glisin, dan gamma amino butiric acid (GABA).
Glutatamat merupakan eksitatori yang utama pada sistim saraf
pusat. GABA merupakan inhibitor utama pada sistem saraf
pusat. Kekurangan GABA menyebabkan anxiety (kecemasan).
Obat seperti valium atau librium yang merupakan turunan dari
benzodiazepam akan duduk direseptor GABA. Obat tersebut
akan meningkatkan permeabilitas terhadap ion ionn K+ dan Cl-,
akibatnya terjadi inhibitori. Khusus pada tulang belakang,
neurotransmitter untuk inhibitori adalah glisin. Strichnin adalah
senyawa alkaloid yang secara kompetitif akan menempati
reseptor glisin ditulang belakang. Adanya senyawa ini akan
menghalangi inhibitori ditulang belakang. Oleh karena itu terjadi
eksitasi motorneuron yang berlebihan dan sering terlihat sebagai
konvulsi. Senyawa ini sering digunakan sebagai racun serangga
dirumah tangga. Akibatnya banyak hewan peliharaan yang
sering terkena racun ini, tidak jarang diikuti oleh kematian.
Beberapa jenis neurotransmitter beserta fungsi dan lokasi
pelepasannya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Beberapa neurotransmitter dan fungsinya

Transmiter Letak Fungsi


Jembatan
Asetikolin Transmisi
neuromuscular
Sistem saraf otonom
Hipokampus dan
Memory
korteks
Norepinephrin Sistem saraf otonom Transmisi
Regulasi respon
Otak emosi terhadap
lingkungan
Berkaitan dengan
Dopamin Corpus striatum penyakit Parkinson
dan schizophrenia
Terlibat dengan
mood dan tidur,
Serotonin Raphe nuclei kekurangan akan
menyebabkan
depresi
Pada beberapa jalur Haus, temperatur
Histamin
di otak tubuh, emosi
Inhibitor utama,
>30% sinapsis
Glisin Distribusinya luas pada tulang
belakang dan
retina
Eksitatori yang
utama, dilepaskan
Glutamat Terdistribusi luas oleh saraf aferen
tulang belakang
dan batang otak
Transmiter
inhibitori >25%
pada semua sinap
di otak dan juga di
GABA Terdistribusi luas retina. Dapat
berupa eksitatori
pada neuron muda
terutama
hipokampus

Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud dengan sinapsis secara kimia
2. Apa yang dimaksud dengan quanta dari transmiter
3. Daya hantar ion apa yang berubah pada peristiwa EPSP dan
IPSP.
4. Pemberian valium sebagai obat penenang akan menyebabkan
membran sel saraf mengalami EPSP ataukah IPSP, terangkan.

2.7 Prinsip Dasar Proses Pengolahan Informasi


Seperti kita ketahui komunikasi pada sistim saraf
menggunakan potensial listrik. Potensial listrik yang terjadi
berupa potensial berjenjang dan kemudian menjadi potensial
aksi. Signal yang datang berupa potensial berjenjang di saraf
melalui daerah penerima atau reseptor dan letaknya bisa di
dendrite atau di soma. Besarnya potensial listrik yang terjadi
bergantung kepada besarnya rangsangan yang tiba. Rangsangan
dapat berupa rangsang kimia, mekanik, sakit, cahaya dan lain
lain. Potensial berjenjang boleh dikatakan sebagai potensial post
sinaptik karena potensial yang terjadi akibat dari sinapsis. Setelah
ambang batas potensial tercapai maka akan terjadi potensial aksi
(tabel 2.2). Potensial aksi ini dapat hilang dengan cepat. Seberapa
jauh aktifitas sinaptik dapat mempengaruhi aktifitas listrik
postsinaptik bergantung kepada seberapa jauh jarak antara
sumber listrik (presinaptik) dengan badan sel dari sel target
(postsinaptik). Sinapsis yang dekat dengan leher batang saraf
lebih berpengaruh dibandingkan dengan yang tiba di dendrit atau
serabut saraf. Sinapsis dengan saraf yang melepaskan
neurotransmiter yang jumlahnya banyak akan lebih berpengaruh
dibandingkan dengan yang jumlahnya sedikit karena semakin
banyak neurotransmiter semakin bertambah permeabilitas
membran sel target (postsinaptik). Setelah beberapa potensial
berjenjang mencapai leher badan saraf maka akan terjadi
peningkatan potensial berjenjang atau potensial ambang untuk
terjadinya potensial aksi (bab I gambar 1.18).

Tabel 2.2 Perbedaan antara potensial berjenjang (graded


potensial) dengan potensial aksi

Berjenjang atau graded Potensial aksi


All or none, sekali depolarisasi
Amplitudo bergantung kepada
akan terjadi potensial aksi yang
rangsangan yang datang
besarnya tetap
All or none tidak dapat
Dapat dijumlahkan
dijumlahkan
Harus tercapai ambang batas
Tidak ada ambang batas
terlebih dahulu besarnya 10
potensial
sampai dengan 15mV
Tidak ada potensial refraktori Ada
Amplitudo berkurang seiring
dengan bertambahnya jarak
Tidak berkurang
dari sumber
Durasinya bergantung pada
Konstan pada sel tertentu
keadaan awal depolarisasi
ataupun hiperpolarisasi
Diawali oleh adanya
Membran depolarisasi spontan
rangsangan lingkungan dan
sinaptik

Pada rangsangan saraf ke otot, EPSP yang dihasilkan sekitar


50mV, oleh karena itu cukup banyak vesikel yang dilepaskan dari
presinaptik. Potensial ini jauh lebih besar dari yang diperlukan
(ingat potensial ambang batas). Contohnya rangsangan tunggal
pada otot akan menghasilkan potensial aksi sehingga tidak
diperlukan beberapa EPSP, namun cukup satu EPSP saja. Pada
sistem saraf pusat, jumlah neurotransmitter yang dilepaskan jauh
lebih rendah dan jarak dengan membran yang bersinapsis untuk
tereksitasi biasanya juga lebih jauh, sehingga tidak mungkin
berasal dari satu rangsangan untuk mengakibatkan potensial aksi.
Jadi aktifitas sel target ini bergantung kepada jumlah potensial
aksi yang dihasilkan.

2.7.1 Penjumlahan spasial dan temporal


Penjumlahan spatial dihasilkan apabila dua atau lebih
potensial aksi dari berbagai saraf tiba di dendrit atau badan saraf
melalui proses sinapsis. Arus akan mengalir sepanjang axon
hillock saraf postsinaptik. Kemudian potensial aksi yang berupa
EPSP maupun IPSP akan menembak saraf berikutnya (gambar
2.9). Jika keduanya atau lebih berasal dari polaritas yang sama,
maka mereka akan saling menjumlahkan baik EPSP maupun
IPSP. Jika input yang masuk saling berlawanan, maka IPSP akan
lebih dominan dan akan menghilangkan EPSP. Penjumlahan
temporal terjadi apabila dua atau lebih potensial aksi tiba di
presinaptik dengan berturutan (gambar 2.9). Neurotransmiter
dapat dilepaskan sebelum postsinaptik potensial selesai , terjadi
penjumlahan potensial yang datang. Setiap titik pusat saraf atau
yang sentral dapat menerima beberapa input sinaptik dan disebut
konvergen. Karena konvergen mereka dapat merupakan
gabungan spasial maupun
Gambar 2.9 : Penjumlahan spatial dan temporal. Penjumlahan
spatial ditunjukan pada gambar panah yang menyebar dan
temporal ditunjukan pada beberapa panah yang berturutan .
http://thebrain.mcgill.ca/flash/capsules/pdf_articles/spatial_s
ummation.pdf
temporal, eksitatori maupun inhibitori. Postsinaptik potensial
yang dihasilkan akan saling menjumlahkan atau sumasi selama
waktu rangsangan berlangsung, bergantung kepada jumlah
quanta yang dilepaskan dan jarak dari rangsangan. Tegangan
yang dihasilkan merupakan rata-rata dari eksitatori dan inhibitori
yang terjadi pada titik pusat saraf tersebut.
2.7.2 Inhibisi Presinaptik Dan Fasilitasi
2.6.2a Inhibisi
Jika permeabilitas K+ pada saraf presinaptik 1 bertambah akibat
rangsangan saraf presinaptik 2 maka potensial listrik yang
dihasilkan akan lebih kecil demikian juga durasinya. Masuknya
kalsium ke saraf 1 juga akan berkurang sehingga pelepasan
neurotransmitter juga berkurang, akibatnya saraf atau organ
postsinaptik akan mengalami inhibisi (gambar 2.10 A). Inhibisi
presinaptik merupakan sasaran untuk saraf disending agar
aktifitas saraf tersebut menjadi lebih terfokus. Inhibisi presinaptik
merupakan pengendali agar rangsangan yang terjadi tidak
berlebihan.
2.7.2b Fasilitasi
Pada fasilitasi, saraf 1 presinaptik menerima neurotransmiter dari
presinaptik saraf 2 dan menekan permeabilitas terhadap ion K+
sehingga postsinaptik terdepolarisasi (gambar 2.10 B).
• Jika hasil akhirnya eksitatori maka potensial ambang akan
tercapai.
• Sedangkan apabila inhibitori maka potensial akan
dibawah ambang batas, tetapi saraf lebih mudah tereksitasi.
Keadaan ini disebut fasilitasi.
Gambar 2.10 A Inhibisi dan B fasilitasi saraf presinaptik
http://www.ib.cnea.gov.ar/~redneu/2013/BOOKS/Principles%20of%20Neura
l%20Science%20%20Kandel/gateway.ut.ovid.com/gw2/ovidweb.cgisidnjhko
algmeho00dbookimagebookdb_7c_2fc~18.htm

2.7.3.a Konvergensi dan divergensi


Serabut saraf yang berasal dari beberapa saraf dan menuju
ke satu kumpulan saraf disebut konvergen. Konvergen
memungkinkan saraf untuk mendapatkan pengaruh tambahan
sehingga potensial ambang tercapai. Contoh klasik konvergensi
adalah informasi yang ditangkap oleh fotoreseptor diteruskan
secara konvergen kebeberapa juta saraf bipolar dan saraf optik,
Gambar 2.11: Contoh saraf konvergen dan divergen pada fotoreseptor.
Jutaan foton atau cahaya dari fotoreseptor mengarah ke ribuan saraf optik
yang menuju ke otak dan menyebar lagi menjadi miliaran saraf di otak
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio210/chap11/lecture1.html

kemudian beberapa juta saraf tadi disebarkan secara divergen


ke thalamus dan selanjutnya menuju korteks secara konvergen
(gambar 2.11). Divergensi saraf ke thalamus adalah hal yang
umum untuk perjalanan saraf sensorik dan setelah keluar dari
thalamus berupa saraf yang konvergen. Detail kerja fotoreseptor
akan dibahas dibab indera.
Untuk efisiensi rangsangan maupun inhibisi maka sistem
saraf menggunakan sistem konvergensi dan divergensi.
2.7.3b. Saraf reverberating
Saraf bersinapsis secara kolateral, misalnya dua saraf
bersinapsis secara berturutan menggunakan interneuron.
Interneuron akan kembali sinap dengan saraf pertama dan
.

Interneuron
Akson kolateral

Gambar 2.12 : Saraf reverbating


http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio210/chap11/lecture1.html

merangsang terus menerus sampai sinap mengalami keletihan


(gambar 2.12) .
Banyak ditemukan di sistem pernafasan, keadaan siaga dan
ingatan jangka pendek

2.8 Sistem Saraf Hewan Sederhana.


Neuron atau sel saraf adalah pembentuk otak. Sekalipun
mereka mempunyai gen yang sama, organisasi yang relatif sama
dan perlengkapan biokimia yang sama seperti sel-sel lain,
penampilannya unik dan berbeda dengan sel lain. Sel sel hati,
jantung ataupun ginjal sangat berbeda dengan sel saraf. Otak
adalah sistem saraf dan komponen-komponennya mempunyai
fungsi yang jelas berbeda. Pada awalnya sistem saraf berasal dari
satu saraf. Tingkat yang berikutnya adalah dua saraf dimana saraf
sensorik bersinapsis dengan saraf motorik dan baru ke elemen
kontraktil (gambar 2.13). Semakin kompleks sistem sarafnya,
semakin banyak saraf yang terlibat. Akan tetapi kita beruntung
karena kita dapat mempelajari sistem saraf tadi dengan
menggunakan sistem saraf yang sederhana yakni hewan-hewan
avertebrata.
Pada hidra, anemon (karang laut) dan cnidarian sistem
sarafnya sederhana, berupa jaring-jaring saraf. Impuls sarafnya
bisa dua arah (bidirectional), spesialisasi masih belum ada,
rangsangan dari seluruh tubuh akan menyebar disepanjang
jejaring. Terlibat dalam berenang dan menjaga posisi tegaknya.
Pada echinodermata seperti jaring akan tetapi lebih kompleks
(bintang laut, sea urchin, timun laut) Bintang laut mempunyai
tiga saraf yang sangat jelas perbedaan fungsinya. Satu saraf
terletak tepat dibawah kulit berbentuk lingkaran dan lima set
batang saraf dan keluar ke lengan. Saraf yang kedua melayani
otot dan terletak diantara lapisan kulit disebut ossicles. Saraf
yang ketiga menghubungkan rongga kaki. Kerumitan ini
memungkinkan pergerakan atau lokomosi dan koordinasi pusat
(gambar 2.14) . Bintang laut dapat membalikan diri kembali

Gambar 2.13 : Sistem saraf sederhana. Satu saraf sensorik langsung


ketarget, dua saraf yang terdiri dari saraf sensorik dan saraf motorik
dan sistem tiga saraf yakni adanya saraf penghubung.
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D.
Barnes Zoology ;Saunder C. Saunders College Publishing

pada waktu posisinya terbalik, ubur ubur dapat memangsa hewan


hewan kecil walaupun sarafnya belum tersefalisasi. Jadi saraf
sederhana pada dasarnya adalah satu saraf sensorik menerima
rangsangan dan menghantarkan impuls ke elemen kontraktil
dibawahnya.

Trend berikutnya dalam evolusi sistem saraf adalah


adanya spesialisasi. Adanya organ sensorik yang terkonsentrasi
disatu bagian tubuh dapat menandai adanya rangsangan dari luar
misalnya pada cacing pipih dan cacing rata. Pada cacing rata
mulai ada ganglia (ganglion tunggal ) saraf yang terkumpul di
kepala (gambar 2.14). Ganglia berfungsi sebagai otak yang
sangat sederhana. Serabut saraf lain dari bagian lateral membawa
informasi dari perifer ke ganglia kepala dan membawa impuls
kembali ke otot untuk bereaksi terhadap lingkungan. Adanya
serabut saraf lateral menunjukan trend evolusi bilateral simetri
(potongan badan bagian kiri tubuh sama dengan bagian
kanannya). Struktur bilateral simetri mengarah ke struktur
pasangan saraf, otot, sensor dan pusat otak. Pasangan-pasangan
tersebut menunjukan koordinasi gerakan ambulatori seperti
memanjat, merangkak, terbang dan berjalan.
Trend berikutnya adalah spesialisasi. Sistem saraf
menjadi semakin kompleks sehingga mulai diperlukan adanya
sistim sentralisasi. Semakin kompleks sistim sarafnya semakin
banyak interneuron yang terintegrasi dan semakin banyak
perilaku rumit yang dapat dilakukan. Ganglia dapat berasal dari
berbagai arah, dari tubuh dekat dengan target organ yang akan
diregulasinya.
Studi tentang saraf dan fungsinya pada umumnya diawali dengan
studi pada sistem saraf hewan sederhana, karena dengan
menggunakan hewan sederhana identifikasi mekanisme dapat
lebih mudah dilakukan. Penemuan potensial sel membran
menggunakan saraf cumi-cumi yang sangat besar (squid giant
axon). Juga pada studi proses belajar (learning) dan mengingat
(memory) digunakan hewan model aplasia atau siput laut,
ditemukan bahwa proses-proses tersebut memerlukan senyawa
yang ditransmisikan oleh saraf yakni serotonin.

2.9 Sistem Saraf Hewan Vertebrata


Manusia mengandung kira-kira 1011 neuron, sebanyak bintang
dilangit. Oleh karena itu dari keseluruhan bagian tubuh maka
sistem saraf adalah bagian yang paling kompleks. Pada
organisme yang kompleks seperti hewan tingkat tinggi maka
sistem sarafnya akan meregulasi ratusan peristiwa di dalam tubuh
seperti kesadaran, kecerdasan, komunikasi dan proses belajar.
Regulasi juga untuk proses-proses tidak sadar atau automasi
seperti bernafas, bekerja, pergerakan usus dan lain-lain.
Bagaimana sistem saraf bekerja? Semuanya menggunakan sel
yang disebut sel-sel saraf. Setiap saraf mempunyai bentuk yang
panjang dan dikenal sebagai serabut saraf, fungsinya membawa
informasi dalam bentuk signal listrik. Komunikasi antara dunia
luar dengan dalam tubuh

Gambar 2.14 Sistim saraf pada hewan sederhana, mulai terjadi


spesialisasiModifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan
Robert D. Barnes Zoology ;Saunder C. Saunders College Publishing
seperti suara, rasa sakit, cita rasa, cahaya dan lain-lain akan
diterima oleh penerima atau reseptor. Kemudian signal akan
diteruskan ke serabut saraf dan disebut saraf sensorik.
Selanjutnya akan merambat ke otak untuk diproses. Otak akan
mengirim pesan dengan menggunakan saraf yang disebut saraf
motorik untuk kembali ke kelenjar, organ atau otot untuk
memberikan respon yang sesuai.
Otak secara tetap juga menerima pesan dari tubuh bagian
dalam seperti tekanan darah dan suhu tubuh, otak memberikan
respon tanpa harus mencapai kesadaran. Untuk aktifitas yang
kompleks yang melibatkan kreativitas dan logika diperlukan
kesadaran berfikir. Untuk proses koordinasi akan diregulasi
secara tidak sadar walaupun pada awalnya diperlukan kesadaran.
Contohnya adalah pada waktu pertama kali belajar naik sepeda
kita perlu kesadaran agar keseimbangan terjaga. Pada proses
berikutnya setelah dapat mengendarai sepeda tersebut secara
otomatis kita dapat mengendarainya bahkan tanpa harus
berpegangan. Selama mengendarai sepeda kita tetap menjaga
kewaspadaan secara tidak sadar terhadap sensor suara dan
pandangan.
Otak dan tulang belakang membentuk sistem saraf.
Sistem saraf mengumpulkan dan mengintegrasikan informasi
sensorik untuk memberikan tanggapan (respon) . Sistem saraf
menangani refleks, kontrol endokrin termasuk yang meregulasi
pertumbuhan, metabolisme dan reproduksi; menghasilkan
perilaku, pola aktifitas yang kompleks pada efektor tubuh.
Sistem saraf juga belajar dari pengalaman sehingga dapat
mengatur pola perilaku berdasarkan informasi yang disimpan.
Pengambilan informasi sensorik merupakan kunci utama fungsi
otak. Sensor mengambil informasi dan menganalisa didaerah-
daerah tertentu di otak. Informasi dari jalur sensor yang berbeda
diintegrasikan dengan informasi yang disimpan di memori otak.
Contoh yang paling umum adalah ketika kita mendengar suara
yang biasa kita kenal dan ketika kita menoleh dan melihat asal
suara maka kita dapat mengenali wajah dan mengingat namanya.
Sistem saraf dibagi menjadi sistim saraf pusat berikut
tulang belakang dan sistim saraf tepi. Sistem saraf tepi berada di
luar otak dan tulang belakang. Pembentukan sistem saraf berawal
dari ekspansi anterior tabung hemoral embrio. Tiga macam
pembesaran (swelling) terjadi pada awal pertumbuhan, otak
bagian depan, otak tengah dan otak sebelah belakang (gambar
2.15).
 Otak bagian depan disebut prosensepalon terdiri dari
telensepalon dan diensepalon. Telensepalon
membelah menjadi traktus olfaktori, serebral
hemisfer, korpus striatum dan hipokampus.
Diensefalon menjadi thalamus, hipofisa dan organ
pineal.
 Otak bagian tengah mesensepalon tidak membelah.
Gambar 2.15 : Perkembangan otak manusia. Angka romawi
menunjukan perkembangan saraf
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D. Barnes
Zoology ;Saunder C. Saunders College Publishing

 Otak bagian belakang rombosefalon terbagi menjadi


metensepalon dan miensefalon. Metensefalon
menjadi serebelum dan pons sedangkan miensefalon
menjadi medula dan retikular pembentuk (retikular
pembentuk) dan saraf saraf V, VII, IX, X dan XII.
Gambar 2.16: Gambar penyederhanaan bagian-bagian dari otak

Pada hewan sederhana saraf XI dan XII tidak terlihat, Saraf saraf
tersebut hanya terlihat pada amniote. XI pada ikan dan amfibi
tidak muncul karena kontrol terhadap leher boleh dikatakan tidak
ada dan fungsinya ditangani oleh saraf X. Saraf XII hipoglasal
pada ikan dan reptil juga tidak muncul karena tidak digunakan
untuk mengunyah, cukup saraf IX saja yang bekerja. Secara
umum bagian bagian otak pada vertebrata dapat dilihat pada
gambar 2.15 dan 2.16.
Bagan pembagian sistim saraf dapat dilihat pada gambar
2.17, terdiri dari sistim saraf pusat dan susunan saraf tepi.
2.10 Sistem Saraf Pusat
Dimulai dari tulang belakang dan segala informasi akan
dikirim ke otak melalui dorsal baik yang dari somatosenori
maupun yang dari viseral (jeroan). Setelah sampai ke pusat maka
saraf akan kembali melalui ventral tulang belakang dan kembali
ke saraf motorik sebelah bawah.

Gambar 2.17: Skema pembagian sistim saraf.


2.10.1 Tulang belakang
Tulang belakang mempunyai dua peran utama pada binatang;
menghubungkan impuls saraf dan merupakan pusat dari refleks
tulang belakang. Alur atau traktus tulang belakang
memungkinkan komunikasi dua arah antara otak dan bagian
tubuh di luar otak. Alur yang membawa informasi disebut alur
asending dan yang membawa impuls motor ke otot atau organ
sebelah dalam dan kelenjar disebut disending. Baik asending
maupun disending melibatkan batang otak. Traktus kortikospinal,
disending atau turun dari otak menuju ke otot disebut juga traktus
piramidal karena bentuk daerah yang dilaluinya di medulla
berbentuk seperti piramid. Alur ini untuk mencapai tergetnya
monosinaptik sehingga responnya cepat. Traktus yang lain
disebut ekstrapiramidal karena berada di luar jalur piramidal.
Saraf ini polisinaptik, oleh karena itu responnya lebih lambat.
Detail dari saraf piramidal dan ekstrapiramidal akan dibahas pada
bab 2.13. Alur saraf yang menghubungkan rasa sakit, sensasi dan
temperatur dihubungkan oleh saraf dari tulang belakang sampai
thalamus melalui traktus spinothalamik.
Refleks involunter menjaga homeostasis dengan
mengkontrol berbagai peristiwa ditubuh seperti tekanan darah,
pencernaan, laju pernafasan. Refleks ini juga menjalankan hal
hal otomatis lain seperti bersin, menelan makanan, muntah dan
lain lain. Refleks menarik diri (withdrawal refleks) adalah bentuk
lain dari refleks untuk menghindari bahaya. Pada waktu kita
menyentuh sesuatu yang menimbulkan rasa sakit maka tubuh
akan menarik atau menjauh dari rasa sakit tersebut agar tidak
terjadi kerusakan pada tubuh.. Tulang belakang merupakan
bagian dari sistem saraf pusat dan menjulur dari otak sampai
keujung ekor. Saraf-saraf input dan output pada sistem saraf
terpisah satu sama lain. Batang saraf , badan saraf dan dendrit
terkumpul menjadi satu membentuk Graymatter sedangkan
kumpulan batang-batang saraf saja membentuk white matter.
Input disebut juga sensor berangkat menuju otak melalui dorsal
tulang belakang, disebut juga aferen sedangkan output atau motor
dari otak menuju kebawah, ke otot, kelenjar dan jeroan, disebut
juga eferen melalui ventral (Gambar 2.31). Saraf tulang
belakang pada manusia terdiri dari 32-34 pasang saraf spinal
karena tulang ekornya bervariasi antara 3-5 buah. Jumlah tulang
ekor hewan vertebrata boleh dikatakan hampir sama satu sama
lain, hal ini karena pertumbuhan tulang belakang dikontrol oleh
gen yang sama (homeobox). Jadi sistem saraf untuk hewan
vertebrata boleh dikatakan sama. (tabel 2.4). Oleh karena
kesamaan tadi kita dapat menggunakan buku fisiologi manusia
yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan fisiologi hewan
sebagai pegangan untuk mempelajari fisiologi hewan. Dibawah
ini diberikan perbandingan banyaknya tulang belakang pada
berbagai hewan.
Tabel 2.3 Perbandingan anatomi tulang beberapa hewan

Tulang Tulang Tulang Tulang Tulang


Hewan
servik thoraks lumbar sacral ekor
Kuda 7 18 6 5 15-20
Sapi 7 13 6 5 18-20
Domba 7 13 6-7 4 16-18
Kambing 7 13 7 4 12
Babi
7 14-15 6-7 4 20-23
hutan
Anjing 7 13 7 3 20-23
Ayam 7 14 6
Manusia 7 12 5 5 3-5

Umumnya jumlah tulang belakang berhubungan langsung


dengan banyaknya segmen ditubuh dan ekor dari vertebrata.
Pada katak misalnya muncul kaki belakang yang sangat kuat
untuk berenang ataupun melompat. Trunk berkurang dan ekor
hilang dan hanya mempunyai 10 pasang saraf tulang belakang
sedangkan ular yang bergerak dengan menggunakan tubuh yang
panjang (long trunk) pada ekornya mempunyai beberapa ratus
pasangan saraf tulang belakang.
Secara anatomi otak vertebrata berkembang pada ujung
anterior tulang belakang. Selama pertumbuhan embrio otak
mengalami perluasan daerah berbentuk sebagai tabung berongga
jaringan saraf dan berkembang menjadi otak sebelah belakang,

Gambar 2.18: Ventrikel ventrikel di otak. Ventrikel pertama dan kedua


disebut ventrikel lateral, ketiga disekeliling thalamus-hipothalamus dan
keempat diantara batang otak dan serebelum.
Modifikasi dari Anatomy and physiology of the brain and spinal cord
Canadian Cancer Society

otak bagian tengah, dan otak bagian depan. Diantara bagian


bagian tersebut terdapat saluran saluran. Diawali di tulang
belakang dan terus menjulur ke otak dan meluas diruang otak
disebut ventrikel . Ventrikel pertama dan kedua ada di hemisfer
serebral dan disebut ventrikel lateral dan ketiga dipusat otak yang
dikelilingi oleh thalamus dan hipothalamus.
Ventrikel keempat diantara batang otak dan serebelum.
Ventrikel dihubungkan satu sama lain oleh sederetan tabung
tabung (gambar 2.18). Cairan di dalam ventrikel disebut
cerebrospinal fluid (CSF). Cairan ini diproduksi dan mengalir
disepanjang ventrikel. Meninge (gambar 2.19) merupakan
pelindung dari otak dan tulang belakang. Pada mamalia meninge
terdiri dari tiga lapisan utama yakni arachnoid mater, dura mater
dan pia mater. Fungsi utama mereka adalah melindungi otak dan
pembuluh pembuluh darahnya dan juga memberi makan tulang
.

2.10.2 Otak sebelah belakang


Otak sebelah belakang merupakan bagian yang kontinyu
dengan tulang belakang termasuk disini medula oblongata, pons,
otak bagian tengah. Ketiganya disebut juga batang otak,
penghubung antara tulang belakang dengan otak .
Medula oblongata disebut juga mielensepalon merupakan
pembesaran dari tulang belakang yang masuk ke otak. Terdapat
pusat-pusat refleks untuk pernafasan, menelan, kardiovaskuler,
sekresi gastrik, perlintasan saraf baik motorik maupun sensorik
(gambar 2.20). Daerah retikular pembentuk yang akan menuju
ke otak sebelah tengah berkaitan dengan kesadaran tidur dan
attention (perhatian) ada disini. Ada empat saraf kranial (IX –
XII) yang beranjak dari sini. Medula oblongata terbentuk dengan
baik pada semua vertebrata berahang, menggambarkan
kemampuan mengkontrol fungsi jeroan (viseral) dan menyaring
informasi yang masuk dan keluar otak. Karena itu medula
oblongata disebut juga daerah pendukung kehidupan.

Pons terletak di ventral, dan membesar di atas medula oblongata,


merupakan jembatan saluran penghubung dari serebrum di otak
depan dengan kedua sisi

Gambar 2.19 Penyederhanaan bagian bagian otak


http://www.quora.com/What-are-the-most-important-parts-of-the-human-
brain

serebelum dan juga penghubung antara otak depan dengan tulang


belakang pada vertebrata. Terdapat raphe nuclei, terlibat dalam
sensasi rasa sakit , juga retikular pembentuk yang terlibat dalam
tidur (pergerakan mata yang cepat selama tidur dan gelombang
lambat), kontrol pernafasan, hampir semua

Gambar 2.20: Daerah batang otak dan beberapa fungsi kontrol


kehidupan

ventrikel keempat terletak diantara pons dan serebelum. Empat


saraf kranial (V sampai VIII) berangkat dari sini.
Otak bagian tengah pada awalnya merupakan pusat
koordinasi refleks terhadap input visual. Selaras dengan
pertumbuhan otak bertambah pula fungsi yang berhubungan
dengan input tactile (sentuhan), refleks auditori (pendengaran).
Pada sisi dorsal disebut tectum atau atap sentuhan terdiri dari
superior dan inferior colliculi, superior colliculus,
mengkoordinasikan refleks visual dan inferiornya
mengkoordinasikan refleks auditori. Saraf kranial (III-IV)
meninggalkan tempat ini, mengirim serabut ke superior colliculi
dan thalamus. (cerebral aqueduct) menghubungkan ventrikel 3
dan 4 melalui otak tengah ini. Juga ada inti pariaqueductal yang
mengkontrol rasa sakit, red nucleus (inti merah) yang berkaitan
dengan relaksasi otot dan subtantia nigra yang menghubungkan
dengan ganglia basalis-berkaitan dengan penyakit Parkinson.
Saraf yang keluar dari batang otak dan mempengaruhi gerakan
adalah saraf ekstra piramidal yang akan dibahas pada
kedudukan dan lokomosi.
2.10.3 Serebelum
Merupakan penjuluran medula oblongata,
mengkoordinasikan aktifitas motorik yang berhubungan dengan
pergerakan tubuh, menjaga postur dan oreantasi spatial.
Serebelum disebut juga otak kecil. Kerusakan pada serebelum
akan menyebabkan gerakan yang tidak halus, overshoot, ataksia
dan buruknya keseimbangan. Saraf-sarafnya lebih didominsai
oleh saraf inhibitori. Serebelum dan pons disebut metensepalon.
Serebelum dikenal sebagai “silent area” dari otak karena eksitasi
listrik pada daerah ini jaraaaaang sekali menimbulkan pergerakan
motor.
Apa tugas serebelum jika tidak mengkontrol pergerakan
otot secara langsung? Tugasnya memonitor dan melakukan
koreksi penyesuaian dalam aktifitas motorik yang diperintah oleh
otak sehingga antara tujuan dan hasil akhir gerakan tercapai.
Karena kerja serebelum yang sangat kompleks maka antar
spesies mempunyai ukuran yang berbeda. Ukuran serebelum
pada burung dan mamalia besar - menggambarkan rumitnya pola
lokomotor dan rumitnya pola evolusi lokomotor dan
pertumbuhan tubuh di vertebrata terestrial. Serebelum pada ikan
yang bertulang rawan mempunyai lobus anterior dan postrior
yang sangat berbeda. Pada toleost yang berenang secara aktif,
ukuran serebelumnya besar sedangkan yang tidak terlalu aktif
ukurannya kecil. Amfibi mempunyai serebelum yang
rudimenteri (kecil) menggambarkan sederhananya gerakan
lokomotorik. Pada tetrapoda serebelum menjulur secara lateral.
Penjuluran secara lateral ini menyiapkan gerakan lokomotor pada
kaki. Pada kontraksi otot akan terjadi aktifasi otot oleh saraf
motorik yang turun ketulang belakang dan serebelum secara
bersamaan. Setelah keduanya terintegrasi maka signal dari antara
tujuan dan hasil gerakan akan tercapai. Detail interaksi saraf
motorik dan serebelum akan dibahas pada kedudukan dan
lokomosi
2.10.4 Otak sebelah depan (Forebrain)
Vertebrata mengalami perubahan besar selama evolusi.
Otak sebelah depan (forebrain) mempunyai dua
bagian utama, diensepalon dan telensepalon. Diensepalon
terletak disebelah bawah serebrum. Disebelah depan
otak bagian tengah terdapat kelenjar pineal, pituitari,
hipotalamus dan talamus. Sebelah kiri dan kanan talamus
merelay (menyalurkan) semua informasi yang datang dari
bawah (sensorik) ke pusat otak sebelah atas. Thalamus
juga membentuk dinding lateral ventrikel ke 3,
membentuk landasan ventrikel lateral. Thalamus juga
mengandung berbagai inti, tiap inti bertugas untuk
mengintegrasikan informasi yang berasal dari sensor
sebelum mencapai korteks dan kesadaran kecuali
penciuman. Impuls juga dikirim dari sensor via thalamus
ke pusat refleks seperti serebelum dan ganglia basalis
untuk pergerakan yang halus dan keseimbangan. Saraf
kranial II (optik) berhubungan langsung dengan thalamus.
Hipotalamus sangat kecil, akan tetapi sangat penting dan
letaknya tepat dibawah thalamus. Hipotalamus merupakan
kontrol utama lingkungan tubuh bagian dalam, misalnya sebagai
termoregulator. Regulasi internal lain adalah metabolisme
karbohidrat, pH darah, tekanan darah, tekanan osmotik, lapar,
haus dan dorongan seksual. Hipothalamus akan menanggapi
respon-respon dari luar dan menjaga homeostasis. Hipotalamus
akan memberikan respon saraf otonom ataupun hormonal.
Hipotalamus juga akan berkoordinasi dengan pusat otak lain
seperti medula, saraf otonom dan organ (pituitari). Hipotalamus
juga mengkontrol siklus tidur (suprachiasmatic) dan inti preoptik.
Kontrol konstriksi pupil mata karena cahaya yang sangat terang
juga dikontrol oleh hipotalamus. Lebih jauh lagi hipotalamus
mengkontrol siklus menstruasi, kontraksi uterus pada waktu
melahirkan, pelepasan air susu, keduanya melibatkan pituitari
posterior (gambar 2.21).
Kelenjar pineal mengkontrol ritmik tubuh. Pituitari adalah
kelenjar endokrin utama. Pada ikan dan amfibi, diensepalon
memproses informasi sensorik. Pada burung dan reptil bagian
terpenting dari otak adalah korpus striatum yang berperan dalam
perilaku kompleks.
Gambar 2.21: Penampang sagital dari otak, perhatikan daerah
diensepalon yang terdiri dari hipothalamus,kelenjar
pituitary,kelenjar pineal dan thalamus. Perhatikan juga korpus
kolasum, penghubung otak sebelah kiri dan
kanan.http://www.dmacc.edu/instructors/rbwollaston/Chapter_8_Nervous_S
istim.htm
Seperti halnya diensepalon yang meluas karena dalam
evolusinya harus menangani proses-proses sensorik, bagian
paling atas dari otak yakni serebrum atau telensephalonnya juga
akan semakin luas baik ukuran maupun kerumitannya (gambar
2.22). Ukurannya besar dan terpisah antara hemisfer kiri dan
hemisfer kanan. Keduanya dipisahkan oleh korpus kolasum.
Perkembangan dorsalnya menjadi serebral korteks dan ventralnya
menjadi ganglia basalis. Semakin tangkas dan semakin besar
rasa ingin tahu suatu organism maka akan semakin besar
hemisfer ini. Banyak fungsi berubah dari optik tektum (ujung
batang otak sebelah atas) ke perluasan serebral serebrum.
Semakin penting peranan serebrum akan membuat bagian lain
dari otak juga berubah , misalnya thalamus dan serebelum
berubah ukurannya dengan semakin besarnya otak. Pada
mamalia, bagian paling luar dari serebrum disebut serebral
korteks, secara progresif berubah ukuran dan kekompleksannya.
Banyaknya lipatan pada serebral korteks menunjukan evolusi
fungsi yang semakin kompleks. Semakin kompleks. Semakin
kompleks hewannya semakin kompleks pula serebrumnya.
Serebral korteks akan memproses informasi yang berasal dari
penglihatan (vision), pendengaran dan informasi lain dari indera.
Serebral korteks terlibat dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan akan memproses pengambilan keputusan.
Pada mamalia berkembang lebih luas dan evolusinya boleh
dikatakan masih baru disebut neokorteks. Neokorteks dibagi
menjadi empat bagian utama: Lobus frontalis, temporalis,
parietalis dan occipitalis. Lobus frontalis berperan dalam kontrol
gerakan, baik yang berasal dari rangsangan tunggal diotot
maupun perencanaan abstrak gerakan. Lobus parietalis adalah
tempat auditory (pendengaran) diproses, informasi sentuhan dan
daerah visual tingkat tinggi. Lobus occipital memproses
informasi visual dan mengirimkan informasi tersebut ke lobus
parietal dan temporal (gambar 2.23).

 Lobus frontalis
Lobus frontalis secara umum berperan dalam perilaku
pengambilan keputusan. Jangkauannya mulai dari kontrol
pergerakan otot yang berasal dari motorkorteks primer sampai ke
tingkat yang lebih tinggi seperti perencanaan yang abstrak.
Bagian dari daerah lobus frontalis terdiri dari: Prefrontal korteks
memegang peranan dalam skill yang memerlukan kecerdasan.
Prefrontal korteks cenderung besar pada primata dibandingkan
dengan mamalia lain dan yang terbesar adalah manusia. Hal ini
disebabkan oleh adanya tingkat perencanaan yang tinggi pada
manusia dibandingkan dengan mamalia lain. Manusia harus
membuat alat, mengatur lingkungan hidupnya. Jika prefrontal
korteks rusak maka orang tidak dapat merencang, antisipasi
konsequensi, mengawali perilaku yang bertujuan, inhibisi atau
mengkontrol perilaku yang tidak semestinya. Pada manusia,
individu tersebut hanya melihat dirinya sendiri tanpa
mempertimbangkan sekelilingnya. Premotorkorteks juga bekerja
berdasarkan informasi dari ganglia basalis. Premotorkorteks
memonitor urut urutan pergerakan yang harus dilakukan. Dengan
menggunakan sensor umpan balik maka proses akan dapat
berlangsung dengan halus (smooth). Aktifitas premotorkorteks
membantu kita belajar bagaimana berkonsentrasi ketika kita
melakukan gerakan motorik yang kompleks dan bagaimana
langkah kita menghadapi gerakan kompleks tersebut.

Gambar 2.22: Ukuran serebrum pada berbagai hewan. Burung


dan mamalia mempunyai serebrum yang besar dibandingkan
hewan lain
Modifikasi dari Robert L Dorit, Warren F. Walker dan Robert D.
Barnes Zoology ;Saunder C. Saunders College Publishing
Motorkorteks primer, letaknya anterior dari sulkus
sentral, bagian paling posterior dari lobus frontalis (gambar 2.37
letaknya lebih jelas). Otak dapat mengambil kontrol langsung
dari tulang belakang dengan cara berhubungan langsung dan
melintas sepanjang tulang belakang untuk bersinapsis ditempat
motorneuron yang mengatur refleks. Secara teori kontrol ini
memungkinkan fleksibilitas dan adaptasi. Bayangkan korteks
frontal yang terpolarisasi, dari depan ke belakang. Jauh menuju
belakang rangkaian saraf yang pergi langsung ke otot.

Gambar 2.23: Tampak sagital bagian bagian dari otak dan lobus
lobusnya, juga girus singulat dan korpus kolasum yang
memisahkan otak sebelah kiri dan kanan
http://www.highlands.edu/academics/divisions/scipe/biology/faculty/harnden
/2121/notes/cns.htm
Bagian depan untuk mengatur urut urutan pergerakan. Di bagian
ini juga merupakan bagian perencanaan abstrak dimana kita
dapat memilih strategi yang berbeda dalam mengatur pergerakan
otot yang berbeda.
 Lobus parietalis
Lobus parietalis menerima informasi dari kulit dan lidah.
Lobus ini juga memproses informasi dari telinga dan mata, yang
asalnya dari daerah yang berbeda. Sensor utama dari kulit
(sentuhan, temperatur dan sakit). Relay melalui thalamus ke
lobus parietalis.
 Lobus occipitalis
Lobus ini memproses input yang berasal dari retina dan
mengirimkannya ke otak. Proyeksi dari retina berangkat ke kutub
V1 atau visual area one. Kegiatan di luar V1 seperti didaerah
bawah V1 adalah daerah pengenalan warna, persepsi mendalam
dan pergerakan. Daerah atas V1 akan mengirim signal ke daerah
parietal dan temporal.
 Lobus temporalis
Lobus temporalis menerima informasi dari auditori dan
visual. Bagian atas dan tengah (sentral) menerima input dari
thalamus yang merelay informasi dari pendengaran. Medial dan
anterior menerima informasi dari pengenalan visual tingkat tinggi
seperti mengenali obyek, bergantung kepada ingatan yang ada.
2.10. 5 Ganglia Basalis
Ganglia basalis terletak di sebelah dalam dari serebral
hemisfer (gambar 2.24), dihubungkan selalu dengan sistem
ekstrapiramidal. Termasuk disini lima set inti bilateral, kaudat
nukleus dan putamen (dikenal dengan nama neostriatum), globus
palidus, subtantia nigra dan subthalamus. Ganglia basalis
berperan dalam pergerakan yang dipelajari dari proses
pergerakan yang berulang ulang dan bukan dari penglihatan yang
baru dikenal . Ganglia basalis berperan dalam menghubungkan
motivasi dan pelaksanaan gerakan.
Pada burung serebral korteksnya tidak terbentuk dengan
luas akan tetapi basal ganglianya terbentuk dengan baik. Pada
kucing dan yang lebih rendah lagi anjing, dekortikasi hanya
mengubah fungsi motorik yang halus akan tetapi tidak
mempengaruhi kemampuan hewan untuk berkelahi, marah,
bangkit dari tidur, makan ataupun aktifitas seksual. Pada manusia
lesi kortikal akan mengakibatkan hilangnya gerakan yang halus.
Penghilangan kaudat nukleus secara keseluruhan akan
mengakibatkan kelumpuhan total.
Berdasarkan data atau fakta-fakta tadi maka dapat
disimpulkan bahwa basal ganglia mempunyai fungsi atau peranan
dalam sistem motorik untuk mengawali dan mengatur
pergerakan. Masing masing bagiannya berhubungan satu sama
lain dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain..

Gambar 2.24 Letak kedudukan basal ganglia di otak, ldi sebelah dalam
serebral hemisfer
http://fineartamerica.com/featured/4-illustration-of-cranial-nerves-science-
source.html

Kaudat nukleus dan putamen bersama-sama disebut


neostriatum. Tugasnya mengatur atau memodifikasi serta
mengawali niat suatu gerakan secara umum atau kasar misalnya
memindahkan tubuh, menggerakan tangan dan menekuk badan.
Sirkuit basal ganglia yang melibatkan neostriatum dapat secara
langsung maupun secara tidak langsung. Proses langsung berawal
dari signal yang berasal dari korteks asosiatif dan subtantia nigra.
Basal ganglia akan mempengaruhi kaudat putamen. Pada
rangsangan langsung signals yang datang ke kaudat putamen
sifatnya transien eksitatori. Disini eksitatori yang berlebih akan
dimodifikasi sehingga signal yang keluar telah selaras dengan
tujuan dan tidak ada over discharge, gerakan yang berlebih telah
direm. Signal yang keluar dari kaudat putamen telah
termodifikasi (tanda negatif). Setelah itu signal akan dikirim ke
thalamus dan dari thalamus ke motorkorteks. Signal yang telah
selesai termodifikasi akan turun ke tulang belakang melalui
retikular pembentuk pada jalur retikulospinal. Secara singkat
neostriatum membantu mengkontrol niat suatu gerakan secara
kasar yang biasanya di luar kesadaran. Akan tetapi gerakan ini
selalu berkaitan dengan motorkorteks dimana neostriatum sangat
dekat letaknya (gambar 2.25). Striatum menjadi aktif apabila
mengenali rangsangan yang disimpan dalam ingatan yang
dikenalnya. Striatum berhubungan dengan mengawali dan
mengakhiri urut urutan suatu gerakan, kebiasaan belajar dan
ganjaran (reward), termasuk menghindari hukuman
(punishment). Boleh dikatakan neostriatum adalah penghubung
signal ke neokorteks (ingat neokorteks berperan dalam
perencanaan suatu gerakan). Pada jalur langsung reseptor
dopamin D1 disubtantia nigra akan mendepolarisasi saraf yang
menuju ke striatum. Kaudat putamen akan tereksitasi. Disini
signal dimodifikasi dengan cara inhibitori oleh neurotransmitter
GABA dan setelah keluar.

Dopamin D1 Glutamat

Dopamin GABA
D2 GABA
GABA GA
BA

GABA Glutamat
Tulang belakang
Gambar 2.25: Peranan basal ganglia pada modifikasi gerakan. Terjadi
inhibitori pada jalur tidak langsung dan eksitatori pada jalur langsung
disubtantia nigra. Signal telah termodifikasi ketika tiba di thalamus.

dari kaudat putamen dimodifikasi lagi diglobus palidus. Pada


waktu tiba di thalamus signal telah termodifikasi sempurna
sebelum naik ke premotorkorteks (gambar 2.25). Signal dari
thalamus yang pergi ke korteks adalah eksitatori dan
neurotransmiternya adalah glutamat
Pada jalur tidak langsung reseptor dopamin D2 di subtantia nigra
lebih dominan. Terjadi inhibitori yang lebih dominan atau tanda
(–) lebih dominan. Jadi ada jalur eksitatori dan inhibitori yang
sinergi, hasilnya adalah gerakan yang lebih diinginkan.
Semua signal yang keluar dari basal ganglia akan melalui
globus pallidus baik yang sebelah luar maupun sebelah dalam,
apakah pada waktu kembali ke korteks ataukah ke otak sebelah
bawah. Globus pallidus mempunyai peranan lain yang ada
kaitannya dengan sub thalamus dan batang otak untuk membantu
mengkontrol gerakan-gerakan lurus dan melingkar. Terlihat
pada globus palidus ada eksitatori dari subthalamus yang kembali
ke internal palidus. Jadi yang keluar dari globus palidus ke
thalamus telah selesai termodifikasi oleh inhibitor GABA. Tugas
utamanya membantu memposisikan tubuh dan anggota badan
yang jauh (ujung kaki/tangan) sehingga gerakan yang lebih halus
dari kaki dan tangan dapat terbentuk. Jika orang hendak
melakukan gerakan tangan maka akan diawali dengan meletakan
tubuhnya. Kemudian posisi kaki dan tangan, selanjutnya semua
tegangan untuk gerakan lurus dan melingkar untuk memberikan
latar belakang kestabilan pada semua ujung tubuh. Semua
koordinasi kontraksi ini merupakan rangkaian listrik dengan
kontrol motorik retikular pembentuk. Kerusakan pada globus
pallidus akan menyebabkan gangguan serius pada niatan suatu
gerakan sehingga tidak mungkin dilakukan gerakan yang halus.
Sirkuit neostriatum dan globus palidus diberikan pada gambar
2.25. Signal dari ganglia basalis (striatum dan palidum) akan ke
thalamus dan serebral korteks untuk selanjutnya turun ketulang
belakang. Niatan suatu gerakan dimanifestasikan dari serebral
korteks kegerakan otot.

2.10.6 Sistem Limbik


Sistem limbik adalah daerah emosi di otak. Berhubungan
dengan ganglia basalis, hipothalamus, thalamus, bulbus olfaktori
(penciuman) dan sekumpulan materi putih (white matter) ,
memproses segala aspek perilaku yang berkaitan dengan
kelangsungan hidup (survival), memori, penciuman, kenikmatan,
marah dan agresi, kepatuhan (docility) dan kehendak sexual.

2.10.6a Amigdala
Amigdala terletak di sebelah dalam lobus temporalis
(gambar 2.24). Mempengaruhi emosi dan motivasi, terutama
yang berkaitan dengan kelangsungan hidup (survival). Berperan
dalam memproses rasa takut, marah, kenikmatan (pleasure).
Amigdala juga berperan dalam keputusan ingatan (memory) apa
yang harus disimpan dan dimana disimpannya. Keputusan
menyimpan ini bergantung kepada seberapa besar kejadian yang
melibatkan emosi ini terjadi. Amigdala menerima informasi dari
thalamus dan korteks serebral. Thalamus akan meneruskan
informasi keserebral korteks dan timbul persepsi, selanjutnya
serebral korteks akan memberi perintah ketulang belakang.

2.10.6b Girus singulat


Terletak antara serebrum dan korpus kolasum (gambar
2.24). Memegang peranan dalam proses afektif seperti cinta
pada anak seperti pengasuhan (caring and bearing), menyusui,
komunikasi dan pendengaran dan juga bermain. Cinta birahi
letaknya juga disini. Juga rasa empati yang merupakan loncatan
terbesar dalam evolusi otak ada di girus singulat. Reptil tidak
mempunyai kemampuan seperti tersebut di atas , karena daerah
singulatnya tidak tumbuh kembang.
Tempat ini juga berperan dalam mengkoreksi kesalahan
dan seberapa besar kesalahan yang telah terjadi. Girus singulat
menginformasikan sistim motor untuk mengambil tindakan yang
harus dilakukan. Daerah dorsal dan rostral girus ini ada kaitannya
dengan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) yang
berkaitan dengan kesalahan respon yang di buat.
Girus ini juga mencatat sakit secara fisik dan terlihat pada
studi dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Daerah
superior dari girus ini menunjukkan adanya aktifitas yang tinggi.
Tampaknya sakit yang terjadi lebih mempengauruhi emosi
daripada sakit itu sendiri.

2.10.6c Hipokampus
Hipokampus terdiri dari dua tanduk yang melingkar dari
amigdala. Peranannya adalah memproses ingatan jangka pendek
dan ingatan jangka panjang. Jika hipokampus rusak maka orang
tidak dapat membuat ingatan baru dan hidup dalam dunia yang
aneh karena semua ingatan yang ada akan hilang sekalipun
ingatan berasal dari sebelum kerusakan terjadi.
Koordinasi sistem limbik amigdala, hipokampus dan
korteks singulat terjadi ketika sensor yang melibatkan emosi atau
tanggap darurat memerlukan analisa atau berfikir. Satu set signal
akan dikirim dari thalamus ke sensor korteks primer dan kortkes
asosiatif. Signal ini dikatagorikan jalur yang panjang. Signal ini
akan mengenali obyek yang ada dihadapannya dan tindakan apa
yang akan diambil. Kemudian satu set signal lagi akan dikirim
ke amigdala. Jalur thalamus-amigdala adalah jalur pendek karena
respon sudah keluar sebelum signal dari korteks selesai
memproses rangsangan. Hipokampus akan meneruskan memori
yang telah ada berdasarkan pengalaman dan ada kaitannya
dengan rangsangan yang datang (explisit) dan mengenali
berbahaya atau tidaknya rangsangan yang datang. Semua
informasi yang masuk ke amigdala akan direspon di
hipothalamus sebagai respon emosional seperti marah, ekspresi
wajah, dan lain lain. Signal dapat mengabaikan korteks apabila
diperlukan respon yang lebih cepat dan langsung menuju
amigdala (gambar 2.26).
Pada peristiwa yang melibatkan cinta baik yang birahi
maupun cinta seorang ibu maka jalur signalnya akan menuju ke

Gambar 2.26: Poros signal-korteks-hipokampus dan amigdala


terhadap respon emosi

thalamus dan korteks singulat. Dari sini akan ada keluaran berupa
emosi. Signal dari thalamus yang ke hipothalamus akan
berintegrasi dengan hipokampus untuk mengambil ingatan
jangka pendek maupun jangka panjang dan akan dihasilkan
respon tubuh (gambar 2.27). Signal ke amigdala akan diabaikan

Gambar 2.27 Rangsang emosional yang mengabaikan


amigdala. Dihasilkan respon tubuh melalui jalur
hipothlamus dan jalur emosi melalui korteks singulat.

artinya individu tidak mengenal rasa takut lagi dan hipothalamus


akan langsung memberikan signal kebawah untuk tubuh
memberikan respon.
2. 11 Sistem Saraf Tepi
Saraf saraf yang berasal dari otak atau kranial dan tulang
belakang. Saraf somatis akan menghubungkan serabut saraf ke
kulit dan otot, sifat sarafnya adalah kesadaran atau

I. Olfaktori
II. Optik
III.
IV.
Okulo
V.
Trok
VI.
motor
Trige
VII.
lear
Abdu
VIII.
mina
IX.
Fasi
lal X. XI. Asesori XII.Hip
sen
Vestibulok
Glossofa
ochlearVag
ringeal oglasa
us
l
Gambar 2.28. Lokasi dan saraf cranial
http://fineartamerica.com/featured/4-illustration-of-cranial-nerves-science-
source.html
volunter. Saraf lain adalah saraf otonom fungsinya
menghubungkan susunan saraf pusat dengan organ sebelah dalam
atau visceral seperti jantung, pencernaan dan kelenjar.
Sifat saraf tersebut tidak sadar atau involunter. Kelompok saraf
tepi yang lain berasal dari tulang belakang , terdiri dari sistem
saraf somatik dan sistim saraf otonom. Keduanya merupakan
saraf saraf untuk tanggap yang cepat, jadi tidak memerlukan
kesadaran (ingat skema sistim saraf digambar 2.16).
Saraf saraf yang berasal dari otak yakni saraf kranial
terdiri dari 12 saraf dan ditunjukan pada gambar 2.28 dan
fungsinya dapat dilihat pada tabel 2.4. Dengan mengetahui asal
dan tempat dari saraf kranial maka kita dapat memahami
bagaimana sistim saraf mengkontrol hal hal yang melibatkan
kesadaran atau volunter dan yang otomatis atau involunter.
Sistem saraf somatik fungsinya membawa informasi dari
saraf sensorik ke otak dan dari motorik ke otot. Kerja saraf ini
ke otot sifatnya kesadaran atau volunter. Sistem saraf ini
berhubungan dengan kulit, organ sensorik dan seluruh otot
rangka. Sistem ini bertanggung jawab terhadap signal yang
berasal dari luar seperti pendengaran, sentuhan dan pandangan.
Alur perjalanan saraf somatik dapat digambarkan sebagai suatu
peristiwa refleks yakni adanya rangsangan akan menimbulkan
respon.
Tabel 2.4 Duabelas saraf kranial dan fungsinya

Saraf Transmisi impuls yang


I Olfaktori
sensorik berkaitan dengan bau
Transmisi impuls yang
Saraf
II Optik berkaitan dengan
sensorik
penglihatan
Transmisi ke otot kelopak
mata dan volunter, dan
Okulomotor berasal
yang menuju bola mata
dari otak bagian Terutama
III mengatur cahaya yang
tengah dan melalui motorik
masuk kemata dan
orbit mata
memfokuskan lensa
sifatnya involunter
Motor untuk pergerakan
Troklear Saraf mata yang tidak
berasal dari otak berhubungan dengan
Terutama
IV bagian tengah, saraf okulomotor dan sensor
motorik
kranial yang paling untuk kedudukan
kecil. (propisepsi) sarafnya
volunteer
- Transmisi impuls
dari permukaan
mata, kelenjar air
mata, kulit
dahi,scalp dan
kelopak mata
Trigeminal. Berasal
- Transmisi impuls
dari pons. Campuran,
dari bagian atas
V -Optik terutama
gigi, gusi, bibir
-Maksiliari sensorik
atas, lapisan
-Mandibular
palat dan kulit
muka
- Serabut motor
untuk otot
mengunyah dan
landasan mulut
Setiap saraf masuk orbit
Abdusen berasal dari
Terutama mata dan memberi impuls
VI pons didekat medulla
motoric motor ke sisa otot yang
oblongata
menggerakan mata
Saraf sensoriknya
berhubungan dengan
reseptor rasa pada
Berasal dari
anterior, saraf motoriknya
sebelah
Saraf muka atau masuk ke sebelah depan
VII bawah pons.
facial muka (tempat
Sarafnya
berekspresi). Ada juga
campuran
dari saraf ini yang
mensekresi kelenjar air
mata dan kelenjar ludah.
Vestibulo koklea
Satu ke kesetimbangan
(vestibulocohlear), Saraf
VIII (vestibular) dan satunya
berasal dari medulla sensorik
lagi ke suara (koklea) .
oblongata
Hubungannya dengan
lidah dan faring, Serabut
sarafnya
sensorik membawa
campuran
Saraf glasofaringeal. informasi ke otak dari
dengan
IX Berasal dari medulla faring, tonsil, 1/3
dominasi
oblogata posterior lidah. Serabut
saraf
motoriknya berinervasi
sensorik.
dengan faring untuk
proses menelan.
Menjulur kebawah
melalui leher ke dada dan
perut (abdomen).
Berhubungan dengan
Saraf vagus, berasal
Saraf berbicara dan menelan:
X dari medulla
campuran sistim saraf otonom
oblongata,
mengirim impuls ke
jantung otot polos dan
kelenjar pada toraks dan
abdomen
Setiap cabang kranial
bersambungan dengan
Saraf asesoris,
saraf vagus dan membawa
berasal dari medulla
impuls ke otot dari palat
oblongata dan tulang
halus, faring dan laring.
XI belakang. Keduanya Campuran
Cabang tulang belakang
mempunyai cabang
turun ke leher dan
kranial dan tulang
mensuplai serabut
belakang.
motorik ke trapezius dan
otot sternocleidomastoid
Melalui lidah mensuplai
Saraf hipoglosal, serabut motorik yang
XII berasal dari medulla Campuran menggerakan lidah pada
oblongata waktu berbicara,
mengunyah dan menelan

2.12 Refleks
Refleks adalah respons proses involunter atau tidak sadar
yang terjadi di dalam tubuh maupun di luar tubuh. Beberapa
refleks melibatkan otak seperti mengejabkan mata, bersin dan
batuk. Semua ini untuk melindungi kita dari hal hal buruk yang
mungkin akan menyakiti. Refleks pada umumnya tidak
memerlukan kesadaran karena harus berlangsung dengan cepat.
Jika harus mencapai kesadaran maka impuls saraf harus menuju
ke otak dan kemudian di interpretasikan terlebih dahulu.
Selanjutnya otak akan mengirim perintah ke efektor yang tepat
untuk memberikan respon. Apabila mencapai kesadaran maka
respon tersebut sudah terlambat dalam menghadapi rangsangan
yang berbahaya misalnya ketika kita menyentuh api. Refleks
somatis adalah dasar fisiologi kedudukan dan lokomosi. Refleks
berarti menekuk kebelakang (bend backward) . Refleks otonom
menjaga homeostasis dengan mengkontrol berbagai proses
involunter seperti denyut jantung , laju pernafasan, tekanan darah
dan pencernaan. Semua refleks berlangsung dengan cepat,
memotong jalur signal yang pergi ke pusat kontrol serebral
korteks dan mengintegrasikannya dengan daerah sebelah bawah
otak seperti batang otak atau sistim limbik. Anatomi dan fungsi
refleks terprogram secara genetik dan tumbuh sempurna pada
waktu lahir.
Secara umum busur refleks terdiri dari 5 komponen utama
(gambar 2.29). Refleks berawal dari reseptor yang bermacam-
macam jenisnya pada seluruh tubuh, seperti reseptor rasa sakit,
panas, dingin, tekanan cahaya dan lain lain lain..
1. Saraf sensorik, membawa potensial aksi dari reseptor
menuju ke susunan saraf pusat. Masuk tulang belakang
melalui dorsal.
2. Sinapsis di susunan saraf pusat. Tempat ini disebut
interneuron Umumnya sinapsis yang terjadi adalah
polisinaptik . Beberapa mengalami monosinaptik seperti
pada gelondong otot. Interneuron memberi perintah ke
saraf motorik apakah eksitatori ataukah inhibitori.
3. Sraf motorik, membawa potensial aksi dari susunan saraf
pusat ke target atau efektor melalui ventral.
4.

Gambar 2.29 : Mekanisme refleks, komponen-komponen refleks


informasi dari tepi (reseptor) dikirim ke tulang belakang, sinapsis di
interneuron dan kembali ke tepi (efektor)
http://universalfacts.blogspot.com/2006/06/skin-sense-of-touch-how-we-
feel-things.html

Busur refleks dapat berupa segment tunggal dan


intersegmental.

 Target atau efektor yang menjawab respon refleks saja


atau satu segmen tulang belakang atau batang otak
disebut refleks segmental.
 Refleks yang menggunakan segmen yang kecil sa
Refleks yang menggunakan beberapa segmen disebut
intersegmental.
 Refleks kesadaran adalah contoh intersegmental.
 Potensial aksi yang dibawa oleh saraf sensorik akan
bergerak sepanjang lumbar dan menuju serebral korteks
sebelum respon motorik dihasilkan.

2.13 Kontrol Saraf Pada Pergerakan


Reseptor Regangan Otot Rangka.
1. Gelondong reseptor regangan terselubung, merupakan
kelompok yang sangat khas dari serabut otot dengan inervasi
motor dan sensor secara terpisah .
2. Gelondong otot membawa informasi panjang otot dan
kecepatan kontraksi ke susunan saraf pusat
3. Potensial aksi pergerakan sepanjang gelondong saraf sensor
mengakibatkan kontraksi serabut ekstrafusal.
4. Susunan saraf pusat mengkontrol sensitivitas gelondong secara
langsung melalui saraf motorik
5. Organ Golgi tendon adalah reseptor regangan (stretch), terletak
di tendon otot dan menandai adanya tegangan tendon.
Bergerak dan berpindah adalah ciri khas dari hewan.
Pergerakan hewan harus berupa gerakan anti gravitasi dan ada
tujuannya. Pergerakan, yang merupakan hasil akhir dari proses
kontraksi otot diawali dan dikoordinasi di susunan saraf pusat
dengan mekanisme kontrol unit motornya. Agar susunan saraf
pusat dapat mengkontrol gerakan yang sesuai. Sistem menilai
seberapa jauh gravitasi telah bekerja pada otot dan menilai
seberapa jauh tujuan dan hasil akhir gerakan telah dicapai. Sekali
perbedaan terjadi, maka penyesuaian harus dilakukan. Bukan hal
yang amat aneh apabila mamalia secara evolusi mempunyai dua
macam reseptor pada alat geraknya yakni gelondong otot dan
tendon golgi. Gelondong otot letaknya paralel dengan serabut
otot yang berkontraksi. Tendon Golgi berada pada posisi seri
dengan otot yang berkontraksi, menandai adanya tegangan otot.
Reseptor regangan atau muscle spindle (gelondong otot)
menyebar diseluruh masa otot

2.13.1 Reseptor regangan gelondong otot terenkapsulasi,


sekumpulan serabut otot yang khas dengan inervasi ke
sensor dan motor .
Bagian ini memberikan informasi panjang otot dan kecepatan
kontraksinya ke susunan saraf pusat (gambar 2.30). Gelondong
otot banyak terdapat pada otot otot yang dapat melakukan
gerakan gerakan halus seperti mata, tangan dan leher. Gelondong
otot terdiri dari gelondong gelondong kecil diserabut otot dan
disebut serabut intrafusal dimana beberapa ujung saraf sensorik
terikat. Serabut otot yang terbesar dan menghasilkan semua gaya
adalah serabut ekstrafusal. Serabut intrafusal terlalu lemah untuk
menghasilkan gaya kontraksi karena diserabut ini tidak ada unit
kontraktil otot (apa unit kontraktil otot ?). Serabut ekstrafusal
terinervasi dengan α motorneuron, dan intrafusal secara
fungsionil berhubungan dengan kedua tendon melalui jaringan
penghubung otot dengan γ motorneuron. Serabut ekstrafusal ini
mulai dari otot secara keseluruhan sampai masuk ke dalam tendon
sedangkan serabut intrafusal lebih pendek kira-kira ukurannya 4-
10mm dan
Serabut intrafusal mempunyai protein pada kedua ujung
polarnya, bagian tengah equatorialnya yang berisi cairan, dikenal
dengan nama inti kantong (nuclear bag) dan inti rantai (nuclear
chain). Keduanya tidak dapat berkontraksi. Sensor dari
gelondong terletak di bagian tengah ini pergi menuju ke susunan
saraf pusat melalui saraf tepi (perifer), pada beberapa teks dikenal
dengan nama saraf Ia yang ukurannnya besar dan
Gambar 2.30: Reseptor gelondong otot dan inervasi sarafnya
http://stoneathleticmedicine.com/tag/muscle-spindle/

daya hantar listriknya cepat , memonitor panjang otot dan


kecepatan kontraksi. Untuk inti kantong terinervasi oleh tipe
serabut saraf tipe II yang ukurannya sedang. Unit kontraktil dari
serabut intrafusal terinervasi dengan saraf motorik tersendiri dan
disebut  motor neuron. Serabut ekstrafusal yang menyebabkan
kontraksi secara keseluruhan mempunyai saraf tersendiri dan
disebut saraf motorik .

2.13.2 Gelondong otot membawa informasi tentang panjang


otot
Agar potensial aksi dapat dihasilkan sepanjang gelondong
saraf sensor adalah dengan meregangkan bagian tengah (middle
equatorial) otot intrafusal. Pada waktu bagian tengah ini
meregang, maka stretch sensitif channel (kanal yang sensitif
terhadap regangan) akan terbuka, terjadi depolarisasi membran
diikuti dengan terjadinya potensial aksi yang menuju ke saraf
pusat. Segment equatorial ini dapat di buat memanjang melalui
dua cara : Pertama karena gelondong reseptor terletak paralel
dengan serabut ekstrafusal dan secara fungsionil asalnya dan
masuknya saling berhubungan maka memanjangnya otot secara
keseluruhan akan meregangkan juga bagian equatorial gelondong
serabut otot intrafusal. Contoh yang paling umum adalah
perubahan letak tubuh karena gravitasi. Akan terjadi
pemanjangan otot ekstensor. Cara kedua adalah dengan kontraksi
dari ujung polar serabut intrafusal- sesuatu yang berkaitan dengan
aktivasi saraf motorik . Sekalipun dalam keadaan istirahat
bagian tengah serabut intrafusal tetap siaga dan sedikit teregang
agar saraf sensorik dapat cepat tanggap dalam menghadapi
perubahan panjang otot dan mengirim signal ke susunan saraf
pusat. Akibat adanya regangan yang tetap maka otot selalu dalam
keadaan tetap teregang atau dikenal dengan sebutan tonus otot.
Respon dari saraf sensorik digelondong otot juga mengirim signal
secara cepat untuk memulai kontraksi otot apabila diperlukan
secara tiba tiba. Hal ini dikenal dengan sebutan refleks regang.
Saraf ini tidak hanya mendeteksi perubahan dinamis panjang otot
ketika hewan bergerak akan tetapi dapat juga mendeteksi pada
waktu hewan dalam keadaan diam (statis) agar tubuh tetap tegak.

2.13.3 Potensial aksi sepanjang gelondong saraf akan


mengakibatkan refleks kontraksi otot ekstrafusal
Menandai adanya pemanjangan otot, maka akan
dihasilkan potensial aksi oleh saraf sensorik gelondong otot
dengan frekwensi sebanding dengan pemanjangan bagian
equatorial serabut otot intrafusal tersebut. Kemudian terjadi
transmisi mono sinaptik oleh saraf motorik  yang kembali ke
serabut ekstrafusal pada otot yang sama. Hal ini akan
menyebabkan pemendekan otot pada unit ekstrafusal otot
tersebut sehingga bagian equatorial dari gelondong otot intrafusal
juga ikut memendek, akibatnya potensial aksi dari reseptor
gelondong akan berhenti (ini merupakan sistem umpan balik yang
sangat klasik). Pada waktu otot yang membantu menggerakan
tubuh menuju kesatu arah disebut sinergi sedangkan berlawanan
mengalami relaksasi (inhibitori) atau antagonis. Otot yang
sudutnya mendekati arah tubuh disebut fleksor sedangkan yang
menjauhi sendi disebut ekstensor.
Gelondong otot yang mengandung saraf sensorik akan
mengirim input melalui dorsal dan bersinapsis tunggal dengan
saraf motorik  pada otot yang sama (ekstensor) dipusat integrasi
ditulang belakang, sedangkan saraf yang lain membuat inhibitori
ke saraf motorik  otot flexor. Proses sinergi dan antagonistik
pada otot tadi disebut juga inhibisi resiprokal merupakan hal
yang otomatis terjadi pada jalur motorik karena dua alasan utama
(1) Energi akan terbuang percuma jika otot harus mengatasi
gerakan antagonisnya (2) Gerakan akan lebih halus jika otot yang
berlawanan tidak mengganggu satu sama lain (gambar 2.31).
Lebih jauh lagi anda dapat menguji ini pada diri anda sendiri
dengan cara menekan patellar tendon pada otot quadriceps
dengan benda tumpul. Tekanan ini akan mengakibatkan regangan
otot sepanjang otot quadricep. Potensial aksi akan dikirim
melalui dorsal dan akan menyebabkan EPSP pada saraf motorik
yang kembali ke otot quadriceps. Hal ini akan menyebabkan
pemanjangan sambungan
Gambar 2.31: Proses sinergi kontraksi otot agonis ekstensor dan
antagonis fleksor. Inhibisi pada otot antagonis dimulai dari interneuron
di atas atau inhibisi presinaptik
http://trainingbyteri.blogspot.com/2014/09/nasm-ces-study-guide-
chapter-9.html

lutut (knee jerk refleks). Refleks ini berperan dalam postur tubuh
agar tetap tegak. Tentunya kita tidak mungkin menguji refleks
ini dengan benda yang lebih besar seperti palu atau batang besi
yang besar.
Refleks lain adalah refleks withdrawal atau menarik diri.
Ketika subyek menyentuh benda yang menyakitkan, reseptor
pada kulit akan meneruskan informasi ke tulang belakang dan
diteruskan ke interneuron sebelum menuju ke pusat refleks, saraf
motorik mentransmisikan impuls ke otot fleksor untuk menarik
dari rasa sakit. Pada saat yang bersamaan otot ekstensor
dihambat. Refleks ini berguna untuk menghindari kerusakan
lebih jauh dari jaringan karena dengan menarik diri akan terhindar
dari kerusakan . Lebih luas lagi refleks berperan dalam menjaga
homeostasis dengan keterlibatannya dalam mengkontrol proses
proses ketidak sadaran (involunter) seperti detak jantung,
tekanan darah dan pencernaan. Refleks juga menjalankan proses
otomatik seperti bersin, batuk, muntah dan menelan.

2.13.4 Susunan saraf pusat dapat mengkontrol sensitifitas


gelondong langsung melalui saraf motorik 

Seperti telah kita bahas di atas, kontraksi serabut otot


ekstrafusal dikontrol oleh saraf motorik  sedangkan intrafusal
oleh saraf motorik . Saraf motorik menginervasi intrafusal
melalui bagian polarnya, daerah yang mengandung protein untuk
kontraksi. Daerah tengah atau equatorial dari serabut intrafusal
tidak mengandung protein kontraktil. Potensial aksi oleh saraf
motorik tidak mengakibatkan pemendekan bagian equatorial
karena bagian ini tidak mengandung protein kontraktil,
melainkan meregang. Pentingnya inervasi saraf motorik  ke
serabut intrafusal masih sering diperdebatkan akan tetapi ada
beberapa penjelasan tentang fungsi ini. Karena adanya
rangsangan saraf ini maka reseptor gelondong akan tetap sensitif
terhadap adanya perubahan yang tiba-tiba ataupun perubahan
kecil yang terjadi dikeseluruhan serabut otot. Akibat dari beban
yang datang secara tiba tiba maka γ motorneuron akan menembak
signal lebih banyak lagi keserabut intrafusal (gambar 2.32).
Akibatnya serabut intrafusal akan mengirim

Gambar 2.32: Peran dari γ motorneuron dalam


kontraksi. Signal dikirim dengan menggunakan menggunakan
saraf Ia-II yang daya hantaranya cepat.

signal lebih banyak lagi ke susunan saraf pusat dan


memerintahkan α motorneuron untuk merangsang serabut
ekstrafusal agar berkontraksi lebih kuat lagi. Tanpa γ
motorneuron yang ke otot tidak akan mampu menandai adanya
jumlah regangan yang ada.
Adanya γ motorneuron yang termielinisasi
memungkinkan kecepatan hantaran saraf mencapai 4 sampai 24
meter/detik, lebih cepat dari saraf yang tidak termielinisasi
namun lebih lambat dari α motorneuron.
Contoh dari pengalaman kita sehari hari adalah jika kita
mengangkat benda dan benda tersebut menurut taksiran pusat
motorik di otak dan berdasarkan pengalaman kita akan mampu
untuk mengangkat benda. Akan terjadi aktifasi beberapa
motorneuron dalam memenuhi gaya yang diminta. Apabila gaya
tersebut ternyata tidak cukup, karena ternyata beratnya melebihi
taksiran pengalaman, maka permintaan awal jumlah motorneuron
yang aktif tidak akan mampu mengangkat benda tersebut. Dalam
peristiwa ini serabut ekstrafusal akan memendek, akan tetapi
intrafusal yang serabut kontraktilnya sedikit tidak akan
memendek. γ motorneuron yang sama sama turun dari susunan
saraf pusat akan meningkatkan signal ke bagian tengah
gelondong dan akan meningkatkan tegangan otot. Refleks
regangan menjadi lebih kuat dan signal regangan ini akan
dikirim ke SSP untuk memerintahkan α motorneuron agar
mengirim signal lebih kuat ke serabut ekstrafusal. Akibatnya ada
gaya yang cukup untuk mengangkat benda. Contoh lain terjadi
pada hewan kerja seperti ketika kerbau menarik bajak, kuda
menarik beban dan lain-lain. Signal yang berasal dari
motorneuron sebelah atas akan mengirim perintah ke α
motorneuron dan γ motorneuron secara bersamaan. Hal ini
memungkinkan kontraksi otot oleh α motorneuron dapat terus
dipantau oleh γ motorneuron. Terjadi koaktifasi α dan γ
motorneuron sehingga kontraksi dan sensitifitasnya terjaga.

2.13.5 Organ Golgi tendon merupakan reseptor regangan


otot dan menandai adanya tegangan pada tendon.

Kapsul tendon Golgi terletak diserabut ekstrafusal secara


seri, setiap tendon mempunyai sensor aferen dan dikenal dengan
saraf Ib yang ukuran diameternya besar dan membawa potensial
aksi ke susunan interneuron ditulang belakang.
Karena tendon Golgi posisinya seri dengan serabut ekstrafusal,
maka ketika otot berkontraksi tendon akan meregang sehingga
kanal yang sensitif terhadap regangan (stretch sensitive channel)
akan membuka kanal Na+ dan terjadi depolarisasi dan signalnya
akan menuju ke interneuron.
Interneuron akan melepaskan neurotransmiter yang
sifatnya inhibitori sehingga saraf motorik  akan terinhibisi.
Koordinasi antara tendon Golgi dan gelondong otot sangat
penting dalam koordinasi sikap badan dan gerakan (gambar 2.33).
Gambar 2.33: Inervasi saraf dari tendon Golgi kepusat berupa IPSP
dengan menggunakan saraf Ib sedangkan alfa motorneuron menuju
serabut ekstrafusal
http://www.hhp.txstate.edu/hper/faculty/pankey/3317/ch08_files/frame.htm

Lebih jauh lagi alur ini akan naik dan sinap dengan saraf lain
menuju medulla. Pada titik ini penyebrangan juga terjadi, Saraf
dari arah kiri akan menuju kekanan otak dan dari kanan kekiri
otak. Alur berlanjut dan sinap ke thalamus dan selanjutnya
menuju ke sensori korteks untuk diproses lebih jauh lagi.
Beberapa informasi kedudukan (propiosepsi) akan
diproses oleh serebelum melalui jalur spinosereberal. Informasi
yang menuju serebelum akan diproses untuk koreksi, antara
tujuan dan hasil gerakan tercapai. Tugas utama dari tendon Golgi
adalah untuk melindungi kerusakan otot yang diakibatkan oleh
kontraksi yang berlebihan seperti mengangkat benda yang terlalu
berat. Pada keadaan tanpa beban, otot yang terkait dengan gerak
tegangannya akan dijaga secara konstan oleh tendon Golgi.
Ketika beban semakin berat maka Golgi tendon akan mengirim
signal yang akan mengakibatkan EPSP di interneuron ditulang
belakang (ingat tendon Golgi sensitif terhadap tegangan dan
kanal Na+ akan semakin banyak yang terbuka). Semakin berat
beban yang ditanggung semakin banyak neurotransmitter yang
keluar dari interneuron akibat rangsangan dari tendon Golgi.
Neurotransmiter ini sifatnya inhibitori dan akan menyebabkan
IPSP ke saraf yang menuju ke otot. Akibatnya otot tidak
berkontraksi. Melalui mekanisme ini kerusakan otot akibat kerja
yang terlalu berat akan terlindungi.
Fungsi dari Golgi tendon bergantung kepada konteks, jadi
efeknya belum tentu inhibitori. Studi pada kucing menunjukan
bahwa golgi tendon mengaktifasi otot pada waktu lokomosi.
Otak mengirim signal ketulang belakang untuk niatan suatu
gerakan kesaraf Ib agar otot teraktifasi. Refleks ini merupakan
kebalikan dari otomatis inhibisi dari tendon Golgi. Penyebaran
tendon Golgi pada berbagai otot jalan pada hewan
(gastrocnemius, soleus, quadrisep dan lain lain) untuk
mengkoordinasi gerakan lokomosi. Bayangkan ketika anda
sedang berjalan melenggang, satu kaki mengayun dan kaki yang
lain menahan beban tubuh. Ceriterakan peran tendon Golgi pada
peristiwa ini.

2.14 Kontrol Otak Untuk Pergerakan Dan Kedudukan


Pada refleks kesadaran maka, signal dari tepi tidak hanya
diproses secara langsung akan tetapi ada juga yang dikirim ke
korteks dan baru keluar dari motorneuron sebelah atas
kemotorneuron sebelah bawah (gambar 2.33). Motorneuron
sebelah atas adalah motorneuron derajat satu, badan sarafnya
tidak dapat meninggalkan sistim saraf pusat dan harus bersinapsis
dengan motorneuron sebelah bawah. Motorneuron sebelah
bawah badan sarafnya terletak dibatang otak.
Kumpulan kumpulan saraf yang berasal dari
motorneuron sebelah atas atau berderajat disebut saraf
piramidal. Alur piramidal ini dapat dikatakan alur langsung
dan monosinaptik karena dari motorkorteks tidak sinap
dengan saraf manapun sampai mencapai tujuannya yakni
saraf di batang otak atau tulang belakang. Hubungan langsung
ini memungkinkan pesan dapat dikirim dengan cepat.
Gambar 2.34: Refleks volunter memerlukan kesadaran, perlu modifikasi
dari otak sedangkan refleks homeostasis tidak perlu memerlukan
kesadaran, saraf sensorik langsung terintegrasi dengan saraf motorik
ditulang belakang.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali

Kerjanya bisa inhibisi atau fasilitasi. Selanjutnya motorneuron


sebelah bawah bisa saraf kranial atau saraf spinal. Semua saraf
spinal mempunyai komponen motorneuron akan tetapi saraf
kranial tidak semuanya mempunyai komponen motor seperti
saraf no I penciuman, II saraf optik dan VII saraf pendengaraan
Saraf saraf yang mempunyai komponenen motor tadi
mempengaruhi pergerakan. Dua macam pergerakan dipengaruhi
oleh saraf saraf tadi, yang pertama adalah gerakan yang
diakibatkan oleh proses belajar (learned) , dibawah pengaruh
kesadaran, volunter dan gerakan yang terampil (skilled).
Biasanya dilakukan oleh otot flexor. Berikutnya adalah gerakan
anti gravitasi, tegaknya sikap badan dan tegangan otot biasanya
termasuk gerakan dibawah sadar (involunter) yakni melawan
gravitasi. Otot yang melibatkan posisi harus menghasilkan
proses kontraksi otot ekstensor secara terus menerus. Letaknya
dekat dengan kolom tulang belakang. Saraf saraf untuk
pergerakan involunter cukup melakukan sinapsis dengan sistim
integrasi ditulang belakang.
Tidak seperti neuron sensorik yang mengubah energi fisik
ke informasi neuron, sistem motorik mengambil informasi dan
mengubahnya menjadi energi fisik. Jika kita ingat kembali
bahwa semua pergerakan merupakan kontraksi dari beberapa otot
rangka ekstrafusal, otot-otot ini tidak akan berkontraksi tanpa ada
instruksi dari saraf motorik  dan neuron ini tidak akan mengirim
potensial aksi tanpa diberi signal oleh discending saraf motorik
sebelah atas (upper motorneuron) atau datangnya informasi dari
saraf sensorik busur refleks. Mengawali gerakan learned, skilled
dan volunter berasal dari sub group saraf motorik sebelah atas
disebut sistem piramidal sedangkan untuk postural, tonus otot
ekstensor dikontrol oleh sistem ekstrapiramidal. Kelompok
ketiga dari sub kelompok disebut serebelum, fungsinya untuk
mengkoordinasi gerakan yang dimulai oleh sistem piramidal dan
ekstra piramidal. Serebelum secara terus menerus
membandingkan antara tujuan dan hasil akhir gerakan. Untuk
membahas sistem piramidal dan ekstrapiramidal ada baiknya
kita mengingat kembali anatomi dari sistem saraf yang telah kita
bicarakan di atas dan kita akan dapat menikmati betapa hebatnya
hasil evolusi biologi.
Sensor motorik dan kesadaran dari otak mempunyai
beberapa alur yang berbeda secara jelas. Misalnya sistem visual
dan auditory terpisah dan paralel secara jelas, dan sistem motor
mempunyai jalur paralel piramidal dan ekstrapiramidal.
Masing-masing alur mempunyai stasiun penghubung (relay)
tersendiri. Secara topografi saraf saraf ini terorganisir dengan
sangat rapi. Sebagian besar alur bersilangan, untuk tujuan yang
kurang dapat difahami.
Pada beberapa buku, istilah sistim piramidal dan
ekstrapiramidal tidak pernah disinggung dan hanya disebutkan
sebagai motorneuron sebelah atas dan motorneuron sebelah
bawah. Secara tiga demensi bentuk piramidal pada lapisan kelima
motorkorteks tidak terlihat, hanya pada sayatan dua demensi
bentuk piramid terlihat. Penulis masih menginginkan istilah
tersebut..

2.14.1 Sistem piramidal terdiri dari dua batang saraf utama


yang turun dari serebral korteks.
Semua batang saraf dalam sistem piramidal berasal dari
neuron yang terletak dalam lapisan ke V dari serebral korteks..
Alur yang paling panjang dari sistem piramidal adalah
kortikospinal tract, berawal dari serebral korteks dan berakhir
berlawanan arah pada saraf tulang belakang (kontralateral
ditulang belakang). Sepanjang perjalanannya melalui kapsul
sebelah dalam dari diencephalon, mesencephalon dan pons,
ketika sampai di medulla oblongata sekitar 90% alur ini akan
melintas berlawanan arah ketika menuju saraf sebelah bawah.
Sisanya yang 10% turun searah (ipsilateral) ke tulang belakang.
(gambar 2.35). Ketika kortikospinal melalui medulla, mereka
melewati bagian ventral dari medulla yang berbentuk seperti
piramid, itulah sebabnya ini disebut piramidal (proses naiknya
informasi aferen juga mengalami hal yang sama, rangsangan dari
kiri akan sinap di thalamus dan menuju ke sebelah kanan otak dan
turun ke sebelah kiri).
Sistem piramidal kedua yang meninggalkan serebral
korteks disebut cortikobulbar tract (alur kortikobulbar). Batang
saraf ini mengikuti alur kortikospinal akan tetapi berakhir di
batang otak, jadi mereka mempengaruhi saraf motorik sebelah
bawah dari batang otak yakni otot leher. Alur kortikospinal akan
mempengaruhi saraf motorik tulang belakang sebelah bawah.
Tambahan sistem lain adalah sistem kortikopontine-serebral
yang turun ke batang otak dan menuju pons dan dari sini sarafnya
akan sinaps dengan neuron berikutnya secara kontralateral dari
serebral korteks. Sekalipun tidak secara jelas merupakan bagian
dari sistem piramidal, peranannya menginformasikan serebelum
tentang tujuan dari serebral korteks agar serebelum dapat
melakukan penyesuaian gerakan. Jadi semua saraf yang keluar
dari kortikospinal dikatakan sebagai saraf piramidal dan yang di
luar kortikospinal disebut ekstrapiramidal.

2.14.2 Sistem piramidal berasal dari daerah tertentu otak


Sekalipun semua batang saraf dari sistem piramidal
berasal dari lapis ke V serebral korteks, tidak semua daerah
serebral korteks yang terdiri dari frontal, parietal, occipital dan
temporal memberikan saraf ke sistem pyramidal. Hanya saraf dari
motorkorteks yang merupakan bagian terkecil dari frontal saja
yang menuju ke sistem piramidal. Pada manusia, motorkorteks
terletak agak jauh dari central sulcus sehingga disebut precentral
gyrus. Perbatasan motorkorteks dengan bagian lain dari otak
pada hewan tidak sejelas pada manusia. Pada hewan perbatasan
ini umumnya terletak pada daerah sulcus cruciate.
Batang saraf piramidal juga dapat berasal dari
motorkorteks yang jauh karena itu disebut premotorkorteks, juga
dapat berasal dari parietal sensory korteks dan supplementary
motorkorteks yang berasal dari permukaan bagian tengah lobus
frontalis.
Phylogeny kortikospinal dan kortikobulbar ditemukan
pada mamalia. Makin tinggi phylogeny dari mamalia, semakin
canggih penampilannya di motorkorteks. Ini juga selaras dengan
kemampunnya melakukan aktivitas yang berupa keterampilan
(skilled) ataupun gerakan yang sifatnya volunter.
Gambar 2.35: Alur perjalanan saraf yang ke otak akan kontralateral di
medulla oblongata dan mencapai motorkorteks. Demikian juga ketika
turun sebagian besar kontralateral ketika menuju ke otot.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

Jadi pada mamalia, adanya kelainan penampilan daerah


somatotopik (hubungan satu-satu antara bagian tubuh dengan
titik titik di saraf pusat) dapat ditemukan di motor korteks. Otot
yang berhubungan dengan skilled atau yang terlatih seperti otot
tangan dan mulut mempunyai daerah motorkorteks yang lebih
luas karena otot-otot tersebut diperlukan untuk memegang
Gambar 2.36 : Perbandingan daerah motorkorteks yang
divisualisasikan dalam bentuk orang. Area yang luas menunjukan
banyaknya saraf motorik.
http://threepoundsofgrey.blogspot.co.id/2012/06/meet-your-homunculus-
what-can-you-say.html

dan berbicara. Inervasi saraf motorik yang ke otot proksimal


tidak seluas yang ke distal karena penggunaanya tidak rumit.
Jika divisualisasikan dalam bentuk tubuh manusia maka
banyaknya saraf pada daerah motorik akan terlihat seperti pada
gambar 2.36. Distribusi batang saraf alur kortikospinal pada
primata dan karnivor akan menuju ke kaki depan dan belakang,
sedangkan pada kuda hanya pergi ke kaki depan.
2.14.3 Sistem piramidal mengawali gerakan gerakan
volunter, halus, seringkali terlatih
Sistem piramidal mengawali gerakan yang memerlukan
keterampilan (skilled), terlatih (learned) ataupun volunter yang

Gambar 2.37.: Signal diproses berdasarkan informasi dari pendengaran,


visual dan optik. Menuju keniatan pergerakan dan berakhir di
motorkorteks primer. http://www.yuyellowpages.net/motor-association-
cortex-function.htm

mempengaruhi saraf motorik sebelah bawah pada kedudukan


kontralateral (gambar 2.36). Serabut otot ekstrafusal yang
bertanggung jawab untuk pergerakan-pergerakan tersebut
cenderung berupa otot flexor dari bagian tubuh yang jauh dari
tulang belakang.

Tampaknya sebelum serebral korteks mengirim perintah


ke saraf motorik sebelah bawah maka telebih dahulu harus ada
perencanaan gerakan motoric. Perencanaan harus berupa urut-
urutan kontraksi otot agar penampilan yang dikehendaki dapat
terlaksana dan harus secara jelas menentukan berapa banyak otot
yang harus berkontraksi.
Alur perintah ke motorkorteks bisa berasal dari pendengaran,
penglihatan dan kedudukan tubuh, signalnya akan menuju
prefrontal korteks untuk perencanaan gerakan. Alur kemudian
akan menuju ke premotorkorteks dan akhirnya ke motorkorteks
utama (gambar 2.37). Dari sini akan turun melalui sistim
piramidal ke motorneuron sebelah bawah mempengaruhi α dan γ
motorneuron. Tampaknya premotorkorteks dan supplementary
motorkorteks memegang peranan dalam perencanaan tersebut,
mungkin juga berkonsert dengan basal ganglia. Korteks sensorik
mungkin juga berperan dalam peranannya menyediakan sebagian
informasi untuk sasaran pergerakan dan koreksi kesalahan,
sekalipun ini merupakan tugas dari serebelum dan rangkaian
refleks tulang belakang. Hubungan satu sama lain di serebral
korteks ini menghasilkan perintah potensial aksi yang dikirim ke
alur kortikospinal dan kortikobulbar sebelum belok secara
bersebrangan (kontralateral) di saraf motorik sebelah bawah.
Duplikat dari perintah ini akan dikirim ke serebelum sepanjang
alur kortikopotine –serebelar. Disini duplikat tadi dibandingkan
oleh serebelum, gerakan apa yang sedang terjadi dan akan
dilakukan penyesuaian gerakan agar hasil akhir yang dikehendaki
tercapai (gambar 2.44). Serebelum seperti telah diterangkan di
atas memegang peranan penting dalam memberi umpan balik.
Bagaimana mekanisme signal processing pada waktu
anda mengemudi mobil dan anda perlu bantuan pendengaran dan
penglihatan yang menggunakan kaca (mirror) apakah sama
dengan penjelasan di atas?

2.14.4 Batang saraf sistem piramidal mempengaruhi saraf


motorik  dan 
Batang saraf dari alur kortikospinal turun dari susunan
saraf pusat menuju ke saraf motorik sebelah bawah dan menuju
arah yang berlawanan di tulang belakang. mempengaruhi saraf
motorik di batang otak, biasanya juga berlawanan arah
(kontralateral). Pengaruh ini ditujukan kepada saraf motorik 
dan , melalui hubungan interneuron yang sangat pendek dan
yang paling dekat (beberapa hubungan langsung mono sinaptik
dengan saraf motorik sebelah bawah seperti yang ditemukan pada
primata).
Adanya aktivasi serentak saraf motorik  dan 
memungkinkan jalur batang saraf piramidal memerintahkan agar
tujuan suatu gerakan di serabut ekstrafusal menghasilkan
kontraksi yang secukupnya. Peranan koaktivasi saraf motorik 
ke dalam serabut intrafusal tidak terlalu jelas. Kemungkinannya
adalah menjaga sensitifitas gelondong otot. Akibat koaktifasi ini
berapapun perubahan panjang otot tersebut akibat peregangan
sensitifitasnya akan tetap terjaga.
Koaktivasi saraf motorik  akan menyebabkan EPSP
pada saraf motorik  melalui  loop. Hal ini terjadi apabila
rangsangan awal dari sistem piramidal terhadap saraf motorik 
gagal untuk menghasilkan kontraksi seperti yang dikehendaki.
Jika rangsangan awal dari saraf motorik  cukup untuk
berkontraksi, maka tidak diperlukan  loop. Akan tetapi apabila
pada awal rangsangan saraf motorik  tidak cukup untuk
mengawali terjadinya kontraksi yang dikehendaki, diperlukan
koaktivasi saraf motorik . Distribusi batang saraf alur
kortikospinal pada primata dan karnivor akan menuju ke kaki
depan dan belakang, sedangkan pada kuda hanya pergi ke kaki
depan. Koaktivasi ini seperti power steering mobil, dimana
kompresor di mobil membantu daya ke kemudi untuk membelok
sekalipun ada gesekan dari roda.
Batang saraf alur kortikobulbar berangkat dari
motorkorteks kesaraf kranaial no V, VII, IX, X,XI dan XII.
Mengkontrol pergerakan wajah, leher, lidah dan otot ekstra
okuler.

2.14.5 Kerusakan pada sistem piramidal akan menyebabkan


kelemahan pada kontralateral dan hilangnya kemampuan
propriosepsi
Derajat kerusakan yang ditimbulkan akibat kerusakan
sistem piramidal bervariasi bergantung kepada proses evolusi.
Pada primata seperti manusia, dimana sistem piramidal terbentuk
secara lebih luas, kerusakan sistem piramidal akan
menyebabkan kelemahan tubuh secara kontralateral disebut
hemiparesis (kerusakan pada sebelah kiri sistem piramidal
menyebabkan kelemahan tubuh sebelah kanan dan sebaliknya).
Hal ini dapat dilihat pada penderita stroke yang menyerang
motorkorteks. Pada spesies lain pembentukan sistem
piramidalnya tidak seluas manusia, oleh karena itu kerusakan
sistem piramidal pada hewan tidak terlalu berat dibandingkan
dengan kerusakan pada manusia. Kerusakannya tidak akan
mempengaruhi kiprah atau gait. Akan tetapi kerusakan sistem
piramidal akan menggganggu respon kesadaran letak
(propriosepsi) dimana hewan tidak dapat meletakan kakinya ke
kedudukan yang semestinya.
Ketika alur kortikospinal rusak, hewan akan mengalami
kelambatan untuk mengembalikan telapak kaki (paw) ke posisi
yang semestinya. Sebagai tambahan, pada waktu bergerak kuku
akan cenderung terseret ketanah. Dengan mengamati respon
kesadaran propriosepsi, dan perubahan pergerakan yang halus
maka letak kerusakan di susunan saraf pusat dapat dilokalisir.

2.14.6 Sistem ekstrapiramidal mempunyai empat jalur


utama yang turun dari batang otak untuk Mempengaruhi
saraf motorik sebelah bawah dari tulang belakang
Ekstra piramidal memegang peranan penting dalam
pergerakan otot. Biasanya terdapat di kelompok otot yang dekat
(proximal) dengan kolom tulang belakang. Alurnya dimulai dari
serebral korteks dan berakhir di tulang belakang dan batang otak.
Saraf motorik sebelah atas lain yang keluar dan mempengaruhi
saraf motorik sebelah bawah dimulai di batang otak. Sistem ini
mempunyai empat jalur yang turun meninggalkan batang otak
untuk mempengaruhi tulang belakang saraf motorik sebelah
bawah. Seperti halnya pada susunan saraf pusat, penamaan
berdasarkan tempat dimana dimulai alurnya dan diikuti dengan
nama tempat berakhirnya .
- Alur yang pertama alur rubrospinal yang berasal dari inti
merah dibatang otak, sarafnya melintas berlawanan arah
dari asalnya melewati batang otak dan lateral feniculus
ditulang belakang. Inervasi pada taraf tulang belakang.
Fungsinya adalah sebagai jalur alternatif pada perintah
motorik ketulang belakang untuk kedudukan dan tonus
otot. Sekalipun fungsinya jelas pada binatang, pada
manusia relatif kurang jelas fungsinya. Serebelum
mengirim signal ke inti merah untuk selanjutnya dikirim
ke saraf motorik sebelah bawah. Aktifasi alur ini akan
mengakibatkan kontraksi otot fleksor dan inhibisi otot
ekstensor. Inputnya berasal dari serebelum untuk
selanjutnya pergi ketulang belakang. Inti merah juga
menerima signal dari motorkorteks, kemungkinan sebagai
alur penting dalam mengatasi kontrol kesadaran yang dari
jalur kortikospinal tulang belakang. Fungsinya mengatur
tonus otot dan kedudukan.
- Kedua disebut alur retikulospinal, dimulai didaerah
retikular pembentuk sistim ditengah-tengah medulla
oblongata, pons dan otak bagian tengah. Berakhir di
tulang belakang dimana sekumpulan saraf ditemukan,
umumnya saraf motorik  sebelah bawah ke otot yang
paling dekat (proximal). Fungsinya untuk menjaga otot
fleksor dan juga proses oreantasi, stretching serta
menjaga posisi kedudukan yang rumit. Alur retikulospinal
diduga ditransmisikan ke medullary alur retikulospinal.
Jadi fungsinya juga mencakup integrasi sensor untuk
mengarahkan output motor.
- Ketiga disebut jalur vestibulospinal, berawal di
medullary vestibular nuclei dan berakhir di daerah saraf
motorik . Fungsinya menjaga penyesuaian kedudukan
dan pergerakan kepala. Alur ini juga menjaga
keseimbangan tubuh berdasarkan informasi dari saraf
sensor keseimbangan dan memberi respon melawan
gerakan yang tidak dikehendaki untuk selanjutnya pergi
ke saraf motrik sebelah bawah. Perubahan yang kecil dari
kedudukan kita akan dimonitor oleh alur vestibulospinal.
Bagian lateral akan menjaga perubahan kedudukan
pergerakan agar tidak jatuh (anti gravitasi) dan bagian
medial mengkontrol pergerakan leher dan mata menjaga
keseimbangan (gambar 2.38). Perhatikan, ini adalah
daerah daerah rubrospinal, retikulospinal dan
vestibulospinal.
- Terakhir tektospinal, mulai dari daerah visual tektum
dan berakhir di ujung akhir tulang belakang. Bertugas
mengkontrol otot leher dan beroreantasi pada waktu ada
rangsangan visual.
2.14.7 Sistem ekstrapiramidal menjaga kedudukan tonus otot
di otot ekstensor proksimal untuk anti gravitasi
Melihat fungsi dari bagian bagian saraf yang bukan
kortikospinal maka fungsi dari sistem ekstrapiramidal adalah
untuk menjaga bawah sadar seperti kedudukan dan tonus otot
anti geravitasi. Tonus otot terdapat di otot ekstensor dimana

Gambar 2.38: Turunnya saraf dari motorkorteks, rubrospinal,


vestibulospinal, retikulospinal ketulang belakang dan menuju otot
rangka http://www.slideshare.net/ananthatiger/cns-14

kontraksinya menentang gravitasi, menarik tubuh ke arah bumi.


Biasanya terdapat di kelompok otot yang dekat (proximal)
dengan kolom tulang belakang. Kita telah mengetahui bahwa
sistem piramidal mengawali gerakan kesadaran dan otot flexor,
letaknya lebih jauh (distal) dari tulang belakang, maka sistim
piramidal maupun ekstra piramidal keduanya harus bekarja sama
dengan baik, karena gerakan kesadaran memerlukan penyesuaian
kedudukan (gambar 2.38). Koordinasi ini dilakukan oleh
serebelum.

Gambar 2.39: Sistem retikular dibatang otak. Daerah 4 dan 5 adalah


daerah retikular. Daerah 5 retikular pembentuk dan daerah 6 retikular
penghambat atau inhibiting.
Modifikasi dari; James G. Cunningham Textbook of Veterinery
Medicine1997 WB Saunders Company

Kontrol saraf ekstrapiramidal yang utama dalam


mengkontrol pergerakan dan postur ada di alur retikulospinal
yang berawal dari retikular pembentuk, letaknya di medial
medulla oblongata, pons dan otak bagian tengah atau midbrain.
Retikular activating sistim dikenal juga dengan retikular
pembentuk merupakan sekumpulan neuron yang sangat
kompleks berbentuk seperti jaring dan secara anatomi merupakan
perpanjangan dari tulang belakang ke batang otak. Pernah
diduga sebagai bagian yang fungsinya tidak spesifik , kemudian
diketahui mengandung inti-inti dengan fungsi tertentu. Salah
satu hal yang penting adalah sekumpulan saraf membangkitkan
sistem retikular, dengan cara rangsangan oleh saraf sensorik yang
naik ke atas dan bercabang di retikular pembentuk. Disamping itu
ada juga aktivitas intrinsik sistem retikular sendiri. Aktivitas dari
retikular pembentuk menghasilkan potensial aksi . Signal ini
akan menuju jauh ke korteks sehingga terjadi refleks bangkit.
Tidak adanya informasi dari retikular pembentuk akan
menyebabkan tidur dan untuk yang parah terjadi koma (gambar
2.40a dan 2.40b). Alur lain dari retikulospinal tract adalah
potensial aksi dari daerah 5 menyebabkan EPSP saraf motorik 
ke otot elstensor anti gravitasi, melalui  loop serabut otot
ekstrafusal secara refleks berkontraksi. Daerah 4 akan mengirim
IPSP ke otot elstensor anti gravitasi. Daerah 4 dan 5 dipengaruhi
oleh basal ganglia dan serebral korteks. Potensial aksi yang
dihasilkan oleh kedua daerah ini berupa campuran EPSP dan
IPSP yang menghasilkan tonus otot yang harmoni (lihat tanda +
dan – pada gambar 2.38).
Jadi ada dua hal utama yang akan menambah aktifitas sistem
retikular. 1. Adanya stimulus sensor dari tubuh 2. Adanya
retrograde stimulus dari serebrum. Hampir semua saraf yang
masuk ke sistem saraf akan menimbulkan aktifasi. Sebagai
contoh, hewan yang tidur apabila diberi stimulus yang memadai
didaerah retikular pembentuknya akan bangkit.

Gambar 2.40a dan 2.40b: Alur perjalanan saraf dari sistim retikular,
adanya input dari sistim retikular ke otak akan menyebabkan refleks
bangkit. Sketsa detail letak retikular pembentuk dibatang otak
ditunjukan pada gambar 2.39b
http://slideplayer.com/slide/235519/

Beberapa tonus otot juga dipengaruhi oleh vestibulospinal


tract. Batang saraf ini berangkat dari medulla oblongata dan akan
mempengaruhi beberapa saraf motorik  akan tetapi lebih
dominan mempengaruhi saraf motorik  sebelah bawah yang ke
otot proximal anti gravitasi. Saraf dari vestibular nuclei juga aktif
karena ada input dari reseptor kesetimbangan di telinga. Pada
saat posisi kepala berubah dan dikenali oleh sistem
keseimbangan, maka alur saraf vestibular membuat penyesuaian
tonus otot agar kedudukan dapat dijaga keseimbangannya.
Daerah retikular secara detail dapat dibedakan secara jelas
(gambar 2.40b.) Keempat daerah tersebut mengkontrol
diensephalon dan serebrum.
1. Daerah Gigantocellular nucleus dari retikular pembentuk
melepaskan asetilkoline. Terletak disebelah tengah retikular
pembentuk, satu set menuju ketingkat tinggi di otak dan satu
set turun kebawah menuju tulang belakang.
Neurotransmiternya berfungsi sebagai eksitatori .
Gambar 2.41 : Alur pelepasan dopamin oleh subtantia nigra.
Kekurangan dopamin akan menyebabkan asetilkolin yang ke otot tidak
terinhibisi
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.

2. Subtantia Nigra terletak di bagian anterior mesenphalon


paling atas dan terdiri dari badan sel yang melepaskan dopamin.
Dopamin dilepaskan di ujung Striatum (bagian atas basal
ganglia). Berfungsi sebagai inhibitori. Apabila kemampuan
melepaskan dopamin semakin kecil, maka inhibisi terhadap
asetilkolin menjadi berkurang, akibatnya rangkaian reaksi
pelepasan neurotransmiter yang berasal dari saraf yang menuju
ke otot menjadi tidak terkontrol. Otot akan mengalami
kontraksi terus menerus yang ditandai dengan adanya tremor
(gambar 2.41). Penyakit Parkinson disebabkan oleh degeneratif
dari subtantia nigra. Peranan ganglia basalis dan bagian
bagiannya telah dibahas pada pembicaraan sebelumnya (lihat
gambar 2.25).
Gambar 2.42: Fungsi hipothalamus dan locus ceruleus dalam
menghadapi ancaman dan stress
http://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=3182008_DialoguesClinNeu
rosci-13-263-g001&req=4

2. Locus Ceruleus (lokus seruleus), melepaskan norepinephrin


bisa eksitatori atau inhibitori bergantung kepada karakter
reseptor di saraf post sinaptik. cortikotropine releasing
hormone (CRH) dari hipotalamus memegang peranan penting
dalam penanganan strees. CRH akan merangsang pituitari
untuk melepaskan kortisol dan jalur lain CRH yang dikirim
ke lokus seruleus. Selanjutnya lokus seruleus akan
melepaskan norephineprine dan meregulasi sistem simpatis
yang memodulasi respon stres seperti inflamasi. Peningkatan
norephineprin akan mengaktifkan metabolisme dan detak
jantung. Rangsangan lokus seruleus oleh CRH akan
menghasilkan perilaku pertahanan diri seperti arousal
(bangkit) dan takut (fear). Lokus serealus akan
memerintahkan hipotalamus untuk melepaskan CRH lagi.

Gambar 2.43: Menggambarkan sirkuit refleks tegak. Modifikasi signal


dari motorkorteks oleh serebelum, inti merah, inti keseimbangan dan
inti basal sebelum mempengaruhi motorneuron sebelah bawah. Saraf
piramidal langsung turun ke motorneuron sebelah bawah.
Dengan demikian terjadi kontrol produksi CRH yang akan
mengaktifkan saraf simpatis. Inhibisi sendiri (self inhibition)
akan mengkontrol aktifitas CRH dan lokus seruleus. Panah
merah menunjukan eksitatori sedangkan biru inhibitori
(gambar 2.42). Locus ceruleus juga berperan dalam sistem
kekebalan dan juga REM. Penjelasan lebih rinci dari
hipothalamus akan diberikan pada bagian saraf otonom.

3. Raphe Nuclei, digaris tengah antara pons sebelah bawah dan


medulla dengan inti yang sangat tipis. Neuron-neuron ini
melepaskan serotonin. Neuron-neuron ini menyebar ke
diencephalon dan tulang belakang. Berkemampuan menekan
rasa sakit. Serotonin yang ke diensephalon dan serebrum
berperan dalam normal sleep. Rendahnya paras serotonin
pada sistem saraf akan mengakibatkan agresifitas baik
predatory agression maupun impulsive aggression dan
bahkan perilaku bunuh diri (suicidal). Kelainan karena
kurangnya neurotransmiter serotonin sering tidak disadari dan
tidak difahami oleh kebanyakan orang. Agresifitas anak yang
sering terlihat dalam perilaku sehari hari tidak pernah disadari
bahwa anak tersebut kemungkinan mengalami serotonin
disorder. Sekalipun pendapat ini dapat menimbulkan
argument, ada baiknya dilakukan test terhadap kekurangan
tersebut.
Rangkaian penjelasan tentang kedua kumpulan kumpulan saraf di
atas yakni sistem piramidal dan ekstrapiramidal dalam
mengkontrol reflex tegak dapat dipersingkat pada gambar 2.43

2.14.8 Serebral korteks berperan pada fungsi


ekstrapiramidal
Seperti telah kita bicarakan di atas, serebral korteks dan
cerebellar cortices mempengaruhi sistem ekstrapiramidal.
Serebral korteks menambah informasi tentang tujuan dari
kedudukan dan gerakan yang dikontrol oleh sistem
ekstrapiramidal misalnya dengan pilihan apakah akan berlari
ataukah berjalan. Adanya input dari saraf yang mengatur
pergerakan volunter berangkat dari sistem piramidal (dari
serebral korteks turun ke ekstrapiramidal dibatang otak untuk
selanjutnya menuju alat gerak otot akan dikirim balik ke
serebelum dan dimodifikasi. Modifikasi berupa inhibitori agar
tidak terjadi gerakan yang berlebihan. Signal dari serebelum akan
dikirim balik ke thalamus baru ke motorkorteks. Signal dari
ganglia basalis untuk mengawali suatu gerakan akan dikirim ke
thalamus baru ke motorkorteks. Dari motorkorteks akan dikirim
balik ke serebelum dan ganglia basalis untuk penyesuaian
gerakan agar lebih halus lagi. Semua signal yang keluar dari
motorkorteks telah termodifikasi. Selanjutnya signal akan
diteruskan ke sistem retikular dibatang otak dan dikirim kembali
ke otot. Serebelum juga menerima input dari tepi seperti dari
visual, auditory, sistem vestibular dan tiba di serebelum melalui
dorsal maupun ventral dari alur spinoserebellar. Signal visual,
auditori dan vestibular juga dimodifikasi oleh batang otak.
Rangkaian reflex kesadaran tadi dipersingkat pada gambar 2.44.
Pembicaraan yang telah kita bahas di atas dapat diperjelas
lagi oleh gambaran klinik yang disebut decerebrate rigidity
(kekakuan akibat decerebrasi). Kondisi ini biasanya timbul
apabila subyek mengalami kecelakaan yang merusak otak pada
tingkat otak bagian tengah (midbrain). Menurut Charles
Sherington sebagai akibat dari operasi transeksi otak maka
hubungan retikulospinal tract dan vestibulospinal tract yang
menghasilkan EPSP terputus dengan bagian otak lain yang
melakukan peredaman (IPSP). Akibatnya baik alur
retikulospinal maupun alur vestibulospinal menjadi aktif secara
berlebihan (over reactive). Demikian juga EPSP yang ke saraf
motorik  otot anti gravitasi. Hewan misalnya akan berjalan
dengan kaku, terpaku pada satu posisi saja. Karena kekakuan ini
merupakan akibat dari kelebihan EPSP saraf motorik  yang ke
otot anti gravitasi, maka jika saraf dorsal dari satu kaki hewan

Gambar 2.44: Diagram refleks kesadaran yang melihatkan saraf


piramidal dan ekstrapiramidal dalam pergerakan atau respon terhadap
stimulus. Perhatikan stimulus dapat juga berasal dari visual, auditori
dan vestibular
yang kaku dipotong maka akan hilang kekakuannya.
Pemotongan ventral juga akan menghilangkan kekakuan
tersebut). Dari fakta fakta tadi, maka kita dapat mengetahui
bahwa tonus otot untuk tegak ditentukan oleh campuran EPSP
dan IPSP pada  loop otot ekstensor proximal.
Mekanisme ini mengakibatkan kontraksi otot yang
diperlukan untuk antigravitasi dan tidak untuk ritmik jalan dan
lari seperti pada gerakan kaki anjing yang tampak sebagai osilasi
otot kaki. Osilasi saraf motorik ini timbul karena ada input dari
interneuron di tulang belakang. Gerakan osilasi ini dapat dirusak
oleh virus seperti distemper, sehingga timbul gerakan involunter
yakni kontraksi otot yang terputus-putus (chorea).
Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem piramidal dan
ekstrapiramidal
2. Otot-otot mana saja yang dipengaruhi oleh kedua sistem tadi
3. Apa yang akan terjadi apabila terjadi rangsangan terus
menerus di retikular pembentuk sistim. Bisakah anda tidur
apabila anda menerima rangsang terus menerus ditempat itu
4. Apa sebab harus terjadi konsert antara EPSP dan IPSP yang
keluar dari sistem ekstrapiramidal.
Tabel 2.5 Ringkasan perjalanan sistim piramidal dan
ekstrapiramidal
Ujung Otot yang
Asal saraf Fungsi
akhir dipengaruhi
Kelompok
lateral

Motorkorteks Menggenggam
Jari, tangan
yang menuju Tulang dan
Kortikospinal dan lengan
jari, tangan belakang memanipulasi
(distal)
dan lengan obyek

Tangan
(bukan jari), Pergerakan
lengan untuk lengan
sebelah dan tangan,
Tulang bawah, tidak ada
Rubrospinal Inti merah
belakang telapak kaki hubungannya
dan kaki dengan
sebelah pergerakan
bawah tubuh
(proksimal)

Saraf
kranial
Pergerakan
Alur Motorkorteks no V, Muka dan
muka dan
kortikobulbar bagian muka VII, IX, lidah
lidah
X, XI
dan XII.

Kelompok
ventromedial

Alur Inti vestibular Tulang Kaki dan


Postur
vestibulospinal (keseimbangan) belakang tubuh
Koordinasi
Alur Superior Tulang Leher dan gerakan mata,
tektospinal coliculi belakang tubuh kepala dan
tubuh

Bagian medulla
Alur lateral Tulang Otot fleksor
retikular Berjalan
retikulospinal belakang kaki
pembentuk

Retikular Otot
Alur medial Tulang
pembentuk ekstensor Berjalan
retikulospinal belakang
pontine kaki

Tangan
(bukan
Alur jari), lengan
Tubuh dan kaki Tulang Pergerakan
kortikospinal sebelah
sebelah atas belakang dan postur
ventral bawah kaki
dan telapak
kaki

2.15 Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom memegang peranan yang amat
penting dalam meregulasi organ sebelah dalam. Bekerja secara
otomatis dan di luar kesadaran. Otomatisasi memungkinkan
tubuh dapat menghadapi lingkungan yang selalu berubah setiap
saat.
Saraf otonom terinervasi dengan organ sebelah dalam
seperti otot jantung, otot polos dan kelenjar kelenjar. Sistem ini
meregulasi tekanan dan aliran darah, motilitas saluran pencernaan
dan sekresinya, suhu tubuh, dilatasi saluran pernafasan, paras
glukosa, metabolisme, mikturisi, refleks pupil mata dan
akomodasi, sekresi kelenjar kelenjar, termoregulasi dan masih
banyak lagi yang dapat disebutkan. Organ yang terinervasi
dengan saraf otonom disebut organ efektor. Jika saraf otonom
dipotong dan dipisahkan dari organ efektor seperti saraf yang ke
jantung, maka jantung akan tetap berdenyut dan tetap mampu
memompa darah akan tetapi kehilangan kemampuan untuk
menyesuaikan dengan keadaan. Jantung tidak akan mampu
menghadapi permintaan untuk meningkatkan tekanan darah jika
ada stress. Kemampuan tubuh untuk menghadapi perubahan yang
terus menerus di dalam tubuh kita benar benar tergantung kepada
saraf otonom. Kerja sistim otonom mempunyai porsi yang lebih
besar daripada kerja yang memerlukan kesadaran. Secara
anatomi dan fungsi, sistim saraf otonom terdiri dari sistim saraf
simpatis dan parasimpatis.
Hirarki saraf otonom dimulai di hipothalamus, daerah ini
merupakan pusat pengaturan tubuh dengan menggunakan saraf
otonom untuk berkomunikasi. Bagian posterior hipothalamus
akan mengkontrol saraf simpatis sedangkan bagian anterior
mengkontrol parasimpatis. Sistem limbik dan terutama amigdala
seperti telah kita bahas di atas juga memegang peranan penting
dalam alur perjalanan saraf otonom. Setelah menerima tanda
bahaya dari amigdala maka hipothalamus akan mengaktifkan
saraf simpatis yang menuju kelenjar adrenal dan kelenjar ini akan
melepaskan epinephrin sehingga terjadi perubahan keadaan
fisiologi. Perubahan keadaan yang jelas terjadi adalah kenaikan
detak jantung sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke
jantung, otot dan organ lain. Ketersediaan energi juga meningkat
karena ephinephrin merangsang pelepasan glukosa darah dari
cadangan tubuh sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Aliran darah ke otak juga akan meningkat sehingga tingkat
kesiagaan juga meningkat. Dari posterior dan anterior saraf
otonom akan diteruskan ke paraventrikular dan baru dari sini akan
diteruskan ke target. Untuk refleks refleks yang cepat dan waktu
yang pendek saraf otonom yang bekerja berasal dari luar
hipothalamus yakni dari sistim limbik, batang otak dan tulang
belakang. Ketiganya akan menghasilkan respon otonom,
endokrin dan perilaku. Sistem saraf simpatis seperti halnya pedal
gas pada mobil, mentriger perlawanan (fight) atau melarikan diri
(flight). Sistem ini akan menghasilkan luapan energi secara tiba
tiba sehingga dapat mengantisipasi adanya bahaya. Parasimpatis
akan menahan semua aktifitas seperti halnya rem pada mobil.
Hirarki aktifitas otonom yang melibatkan hipothalamus dan
sistem limbik disederhanakan pada gambar 2.45 (saya harap anda
tidak bosan melihat alur perjalanan sistim saraf).
Komuni
kasi
tingkat
bawah

Gambar 2.45 Hirarki proses autonom yang melibatkan hipothalamus.


Pada refleks yang cepat maka kontrolnya cukup hanya berasal dari
batang otak dan tulang belakang.
http://www.austincc.edu/apreview/PhysText/PNSefferent.html
Saraf otonom terdiri dari saraf simpatik dan saraf
parasimpatik.
Preganglion saraf simpatik pendek dan berasal dari gray
matter tulang belakang dan meninggalkannya melalui ventral.
Awalnya dari thoraks pertama dan segmen lumbar ketiga
atau keempat. Untuk itu saraf simpatis sering disebut saraf
torakolumbar. Setelah itu masuk ke paravertebral ganglia.
Disini bersinapsis dengan saraf kedua dan menuju ke target
organ sebelah dalam.
Preganglion saraf parasimpatik, berasal dari batang otak
dan bagian sakral. Kemudian menjulur keluar dan bersinapsis
dengan ganglion yang dekat dengan organ sebelah dalam
(saraf III, VII, IX dan X)
Berbeda dengan jalur somatik yang biasanya melibatkan
satu saraf saja yakni antara tulang belakang dan otot, maka sistem
autonom melibatkan dua saraf yakni preganglion dan
postganglion (gambar 2.46).
Preganglion meninggalkan saraf pusat bersinapsis dengan
satu atau lebih yang badan selnya dalam ganglion saraf otonom.
 Batang saraf kedua ini disebut postganglion dan
menjulur ke organ sebelah dalam (jeroan)
 Preganglion saraf simpatik maupun parasimpatik
melepaskan asetikolin.
 Postganglion saraf simpatik melepaskan
norepinephrin atau noradrenalin, dan sarafnya disebut
adrenergik.
 Post ganglion saraf parasimpatik melepaskan
asetikolin dan sarafnya disebut kholinergik.
 Preganglion parasimpatis terletak dibatang otak dan
segem sacral terletak ditulang belakang

Gambar 2.46: Alur ganglion saraf otonom


http://www.austincc.edu/apreview/PhysText/PNSefferent.html

Preganglioniknya menjulur menuju efektor dan sinap


dengan post ganglion untuk selanjutnya sinap dengan target.
Saraf Kranial III, VII, IX, dan X adalah preganglion yang keluar
dan akan mempengaruhi:
 Okulomotor (III) : Innervasi otot polos pada mata (iris
dan ciliary body)
 Facial (VII) : Rangsangan kelenjar facial – kelenjar
lakrima, nasal dan saliva
 Glossopharyngeal (IX) : Kelenjar saliva.
 Saraf vagus (X) : Saraf parasimpatis
 Saraf post ganglionik III, VII dan IX ada di saraf no V
(trigeminal)
Ada dua pengecualian pada saraf simpatis. Pada kelenjar
keringat dan arrectores pilorum muscles baik pre maupun
postganglion saraf simpatis melepaskan asetikolin. Demikian
juga pada renal cortex pre maupun postganglionnya melepaskan
asetikolin. Kekecualian lain juga pada kelenjar adrenal,
terselesaikan oleh saraf preganglionnya saja. Pada adrenal
medulla selnya menggantikan fungi saraf postganglion dan
melepaskan norepinephrin ke aliran darah.
Refleks pada saraf otonom hampir sama dengan refleks
pada saraf viseral, adanya rangsangan pada reseptor akan
direspon mengikuti busur refleks. Pada busur refleks saraf
simpatis ketika keluar dari pusat integrasi ditulang belakang
sarafnya terdiri dari saraf preganglionoik dan postganglionik
(gambar 2.45 dan 2.46).
Contoh klasik dari refleks parasimpatis dapat dilihat pada
pengaturan tekanan darah. Baroreseptor dibadan sinus

Gambar 2.47: Refleks saraf otonom dalam hal ini saraf


simpatis yang melibatkan preganglion dan post ganglion
http://www.apsubiology.org/anatomy/2010/2010_Exam_Reviews
/Exam_4_Review/CH_13_Basic_Reflex_Terminology.htm

karotis yang letaknya dileher menerima signal adanya


kenaikan tekanan darah. Signal ini akan diteruskan oleh
saraf sensorik no IX glasofaringeal dipusat integrasi
jantung dimedula oblongata. Keluar dari medulla
oblongata akan diteruskan ke saraf motorik no X (vagus)
(gambar 2.48).
Serabut saraf ini adalah serabut saraf preganglion dan
sinap di ganglion dengan saraf postganglion atau saraf terminal.
Neurotransmitter asetilkolin akan dilepaskan dan terjadi inhibisi
kontraksi otot jantung. Detail dari saraf parasimpatis yang
mengkontrol kontraksi jantung akan diberikan pada bab kontraksi
otot.
Contoh lain adalah regulasi temperatur tubuh. Suhu tubuh
kita selalu dijaga konstan 37oC oleh hipothalamus. Respon tubuh
terhadap panas yang berasal dari kulit akan dibawa melalui
peredaran darah ke thermostat yang ada di hypothalamus.
Thermostat akan menghambat pelepasan neurotransmitter yang
berasal dari saraf simpatis (gambar 2.49).
Gambar 2.48: Refleks parasimpatis pada regulasi denyut jantung.
Berangkat dari reseptor karotis ke saraf sensorik glasofaringeal.
https://quizlet.com/8509160/ap-16-ans-part-3-physiology-flash-cards/

Karena saraf simpatis menginhibisi pembuluh darah di


kulit. maka berkurangnya pelepasan neurotransmitter saraf
simpatis ini akan menghalangi proses konstriksi, akibatnya
pembuluh darah di kulit akan terdilatasi (tabel 2.6)
Gambar 2.49. Peranan saraf simpatis dalam meregulasi suhu tubuh
dalam keadaan panas. Terjadi dilatasi pembuluh darah dikulit.

sehingga panas akan hilang melalui kulit. Pada keadaan suhu


lingkungan yang sangat tinggi maka asetilkolin akan merangsang
kelenjar keringat.
Pada waktu menghadapi cuaca yang sangat dingin,
kegiatan reseptor dingin akan meningkat dan suhu darah akan
turun. Signal akan diterima oleh hipothalamus dan terjadi aktifasi
saraf simpatis, akibatnya terjadi konstriksi pembuluh darah
sehingga tidak banyak panas yang hilang (tabel 2.6, gambar
2.50).
Serebral Respon
korteks volunter

Suhu
dingin Hipothalamus Makan
thermostat Memakai
baju hangat
Aktifitas saraf
Mendekat ke
simpatis Adrenal medula api
meningkat terstimulasi Meringkuk
Dan lain lain
Epinephrine
Konstrikisi meningkat
pembuluh darah
Laju metabolisme
meningkat
Gambar 2.50. Peranan saraf simpatis dalam menagani suhu dingin,
terjadi konstriksi pembuluh darah

Reseptor saraf otonom

Reseptor simpatis : β Receptors terbagi lagi menjadi reseptor


β1 dan β2. Akhir akhir ini juga telah diidentifikasi β3 dan β4.
Reseptor β3 diduga berkaitan dengan regulasi metabolisme
lemak. β4 masih belum jelas fungsinya. Aktifasi reseptor β1
akan menguatkan kontraksi dan denyut jantung.
Kontraksi terjadi baik di atrium maupun di ventrikel.
Pengaruh β1 di ventrikel lebih jelas. β2 berpengaruh pada otot
polos baik yang vaskular maupun yang non vaskular. Epinefrin
akan membuka atau dilatasi pembuluh vaskular melalui reseptor
β2.
Tabel 2.6: Lokasi kerja saraf parasimpatis

Target Organ Letak ganglia Pengaruh


Pembuluh darah otot
rangka dan otot Paravertebral Dilatasi
jantung
Pembuluh darah kulit,
Paravertebral Konstriksi
usus dan ginjal
Otot arrector pili Paravertebral Kontraksi

Kelenjar keringat Paravertebral Produksi keringat


Dilatasi pupil mata
dan relaksasi otot
Mata Paravertebral
cilliary untuk
pandangan jauh.
Paru paru Paravertebral Dilatasi bronki
Meningkatkan denyut
Jantung Paravertebral
jantung dan kontraksi
Degradasi glikogen ke
Hati Paravertebral glukosa dn trigliserida
ke asam lemak
Perlambatan
pencernaan dan
Usus kecil dan usus
Paravertebral menghentikan sekresi
besar
dan kontraksi
sphincter
Kandung kemih Paravertebral Kontraksi sphincter

Rangsangan pelepasan
Adrenal Medulla
Paravertebral norepinephrin dan
epinefrin
Gambar 2.51 : Saraf simpatis
http://faculty.stcc.edu/AandP/AP/AP2pages/Units14to17/unit14/ans.htm
Reseptor lain yang juga telah teridentifikasi adalah
reseptor α1 dan α2. Reseptor α1 dan α2 ada ditarget post sinaptik,
berpengaruh pada konstriksi pembuluh darah. Reseptor α2 juga
ada di presinaptik yang akan mengubah permeabilitas membran
terhadap ion K+ sehingga saraf simpatis mengalami inhibisi
sendiri (self inhibition).

Tabel 2.7 Lokasi dan kerja saraf parasimpatis

Target Organ Origin Effect


Konstriksi pupil mata dan otot
Mata Saraf kranial III
cilliary untuk pandangan dekat
Saraf kranial VII
Kelenjar saliva Merangsang salvias
dan IX
Konstriksi bronki dan
Paru paru Saraf kranial X
merangsang sekresi.
Mengurangi denyut jantung dan
Jantung Saraf kranial X
kontraksi
Kandung kemih Saraf kranial X Konstriksi
Rangsangan sekresi eksokrin dan
Pankreas Saraf kranial X
pelepasan insulin
Meningkatkan motilitas dan
Usus kecil dan Saraf kranial X
sekresi dan relaksasi sphincter
usus besar dan saraf sakral
untuk meningkatkan defekasi

Kandung kemih Saraf sakral Kontraksi kandung kemih

Genital Saraf sakral Ereksi


Gambar 2.52 :Saraf parasimpatis
http://faculty.stcc.edu/AandP/AP/AP2pages/Units14to17/unit14/ans.htm
Bab III
INDERA DAN TRANSFORMASI INFORMASI

Hewan sangat bergantung kepada informasi disekitarnya


atau lingkungan hidupnya. Mereka memerlukan makanan yang
harus dicari, kawin, mempertahankan diri atau lari dari predator,
harus dapat menemukan jalan dan dapat mencapai lingkungan
yang baik-seperti temperatur, cahaya, oksigen dan lain-lain.
Beberapa jenis informasi yang dapat diterima dan diproses oleh
hewan disampaikan ke sistem saraf pusat. Sebagian besar
informasi tentang lingkungan pada umumnya menggunakan
organ sensorik. Organ sensorik dikatagorikan sebagai
eksteroreseptor, yang berespon terhadap rangsangan luar.
Reseptor organ sensorik dikatagorikan sebagai berikut:
- Kemoreseptor mendeteksi adanya ion atau molekul. Bau
dan cita rasa termasuk dalam kemoreseptor.
- Mekanoreseptor menandai adanya perubahan tekanan,
posisi, percepatan, regangan dan keseimbangan.
- Elektromagnetik khas menandai cahaya, baik sinar
tampak maupun ultraviolet dan inframerah. Juga
menandai adanya medan magnet
- Termoreseptor menandai panas dan dingin.
Reseptor sakit mendeteksi panas yang tinggi dan tekanan
yang kuat, mereka melepaskan senyawa kimia yang dilepaskan
oleh jaringan yang membengkak. Pengiriman signal dari reseptor
untuk mencapai kesadaran menggunakan saraf sensorik primer
atau derajat satu dan sinap ditulang belakang atau batang otak
dengan saraf sensorik sekunder atau derajat dua untuk kemudian
diteruskan ke thalamus. Dari thalamus akan diteruskan ke korteks
sensorik.
Saraf sensorik yang ke retina sangat sensitif terhadap
cahaya, yang ditelinga terhadap vibrasi dan kita tandai dengan
adanya suara. Senyawa kimia akan direspon oleh reseptor cita
rasa dan penciuman dan sensorik kulit menandai adanya panas,
dingin, sentuhan dan tekanan.
Jika saraf pendengaran dirangsang secara buatan
(artifisial) maka akan ditangkap oleh otak sebagai suara.
Rangsangan tekanan pada saraf optik seperti tekanan pada bola
mata akan diterima sebagai cahaya dan pukulan yang keras pada
bola mata seperti kita melihat bintang sekalipun tidak ada cahaya
yang terlibat. Semua saraf sensorik berespon sama, mengkode
rangsangan sebagai impuls saraf dan mengirimkannya ke sistem
saraf pusat melalui thalamus untuk dibaca kode kodenya.
Gambar 3.1: Perjalanan rangsangan melalui saraf sensorik yang
menuju ke otak. Sinap ditulang belakang atau batang otak baru menuju
thalamus dan berakhir di korteks.

Perjalanan saraf sensorik ke otak dapat disederhanakan


dalam gambar 3.1. Saraf derajat satu membawa pesan dari
reseptor dan sinap di tulang belakang dengan saraf derajat dua.
Signal akan dikirim ke korteks sensorik melalui saraf derajat tiga
(anda pasti sudah memahami dengan baik perjalanan saraf yang
menuju ke otak karena sudah dibahas dibab saraf). Hal yang
paling menarik dari saraf sensorik adalah semua saraf sensorik
membawa informasi berupa impuls dan menghasilkan potensial
aksi, baik saraf optik, cita rasa, kulit maupun pendengaran
semuanya menghasilkan potensial aksi. Menjadi

Gambar 3.2 : Daerah daerah di otak dimana signal dari saraf


sensorik dipetakan
http://www.slideshare.net/MayaPhillips1/lecture12-2-13

tugas sistem saraf pusat untuk menseleksi impuls tersebut. Oleh


karena itu sistem saraf pusat harus mampu membedakan signal
yang datang, apakah signal berasal dari kulit, apakah dari mata
maupun dari indera yang lain. Hampir semua input sensor akan
melalui thalamus kecuali penciuman (lihat 2.10.4). Daerah
daerah pengolah signal indera di otak dapat dilihat pada gambar
3.2. Daerah daerah sensorik untuk kulit, mata, cita rasa,
mempunyai tempat tersendiri di otak.
Potensial aksi yang terbentuk di thalamus sama
bentuknya. Sulit membedakan darimana potensial aksi berasal
apabila sudah di thalamus. Proyeksi saraf dari thalamus yang
akan dikenali di daerah tertentu otak. Jadi sistem saraf pusat
harus mampu membedakan besar dan waktu rangsangan yang
terjadi. Signal yang datang berawal dari depolarisasi reseptor ,
bukan potensial aksi, disebut potensial generator dan tidak
ditransmisikan (lihat gambar 3.3). Generator menyebabkan saraf
sensorik untuk terdepolarisasi dan mengirim signal listrik ke otak.
Pada rangsangan yang semakin kuat, potensial aksi tidak akan
menjadi semakin besar, akan tetapi jumlahnya saja yang
meningkat (frekwensinya yang meningkat) mengapa???????
(ingat all or none potential). Otak mengenali adanya frekwensi
yang artinya menandai adanya stimulus yang semakin kuat.
Gambar 3.3 : Rangsangan pada reseptor mengakibatkan terjadinya
potensial reseptor atau dikenal juga sebagai potensial generator. Makin
besar rangsangan makin banyak frekwensi rangsangan, bukan potensial
aksi yang semakin besar.

Hal yang menarik adalah sistem saraf sensorik sederhana


sudah ada pada cacing pipih (ada dibab saraf). Nenek moyang
cacing pipih sudah 570 juta tahun berada di alam raya, berarti
saraf sensorik sudah ada disekitar awal kehidupan.

3.1 Sistem Somatosensori


Memang agak janggal membicarakan sistem
somatosensori di bab indera karena sistem saraf sensorik
merupakan bagian dari refleks dan ini termasuk dalam
pembicaraan sistem saraf. Akan tetapi beberapa buku masih
memasukan pembahasan ini dalam sistem somatosensori.
Penulis catatan ini masih ingin mempertahankan pembahasan ini
dalam sistem indera akan tetapi memindahkan kontrol kedudukan
yang melibatkan reseptor gelondong otot dan saraf sensoriknya
ke dalam refleks.
Saraf sensorik ditubuh terdiri dari berbagai jenis serabut
saraf dan masuk salah satu katagori seperti tabel 3.1. Klasifikasi
saraf di atas dikenal dengan Tipe I, II, III dan IV. Golongan I
disebut serabut A alfa, golongan II dengan A betha dan golongan III
dengan Adelta sedangkan golongan IV dikenal sebagai serabut C.
Semakin besar diameter serabut saraf semakin cepat daya hantar
listriknya. Serabut yang tidak bemielin lambat daya hantarnya
(mengapa).
Sistem somatosensori mempunyai reseptor yang sangat
dalam, baik dipermukaan maupun dikulit sendiri. Reseptor
yang di dalam menandai adanya signal propioseptor yang
mendeteksi posisi tubuh dan panjang otot. Serabut-serabut II,
III dan IV menandai rangsangan mekanik sentuhan, tekanan,
panas, dingin dan rasa sakit pada permukaan. Berbagai macam

Tabel 3-1 Golongan Saraf


Kecepatan
Diameter
Golongan hantaran Mielinisasi Fungsi
(μm)
(meter/detik)
Golongan Panjang
13-20 70-110 Ya
I otot
Reseptor
tendon,
Cepat
beradaptasi
Golongan
6-12 25-70 Ya dengan
II
reseptor
sentuhan,
Pacinian
corpusccle

Sentuhan,
Golongan
1-5 3.5-20 ya sakit cepat,
III
dingin,

sakit
Golongan 1 atau lambat,
Kurang dari 1 Tidak
IV kurang temperatur,
gatal, geli
somatosensori ada dikulit termasuk mekanoreseptor,
termoreseptor dan reseptor rasa sakit (nociceptors). Ini
memungkinkan individu untuk menandai adanya sentuhan
(tekanan), temperatur dan sakit. Reseptor yang ujung sarafnya
bebas menandai adanya panas, sentuhan ringan dan sakit.

3.1.2 Reseptor sentuhan

Reseptor sentuhan memungkinkan kita untuk menandai


kontak tubuh kita dan mencapai kesadaran. Sentuhan
memungkinkan kita mengenali obyek yang ada ditangan kita dan
menggunakan obyek tersebut sebagai alat. Sentuhan
memungkinkan kita mengenali bentuk tiga demensi sehingga
orang buta dapat mengenali huruf Braille. Sentuhan juga
memungkinkan dokter bedah, pemahat, pelukis, tukang masak
dan lain lain profesi menjalankan pekerjaannya. Sentuhan
dikenali oleh mekanoreseptor dikulit (gambar 3.4).
Secara morfologi reseptor-reseptor yang menandai
sentuhan halus dan vibrasi termasuk dalam golongan II dan
termielinasi, menandai secara tepat lokasi dari rangsangan
Reseptor-reseptor tersebut dapat memberikan respon yang
bertahap (phasics) dan tonik. Phasics terdiri dari reseptor rambut,
Meissner dan Pacinian. Meissner sensitif terhadap vibrasi 30-
40Hz. Meissner mengenali texture (permukaan), batas pegangan,
pergerakan dan flutter. Pacinnian yang letaknya jauh di sebelah
dalam jaringan kulit menandai frekwensi 300Hz, menandai
kontak dan lepas. Merkel dan Ruffini merupakan reseptor yang
adaptasinya lambat. Merkel yang letaknya dekat permukaan
menandai tekanan, membedakan obyek yang kecil, ketepatan
menggenggam obyek dan mengenali berat. Merkel
memungkinkan orang buta untuk membaca huruf Braille.
Reseptor Ruffini yang ujungnya ada didermis merupakan
reseptor tonik menandai adanya regangan dari kulit, membedakan
obyek yang besar dan genggaman secara menyeluruh.
Pada umumnya kontak antara rangsangan mekanik
dengan permukaan tubuh dimediasi oleh serabut golongan III.
Sensasi yang akan diterima berupa sentuhan kasar yang berasal
dari ujung saraf yang telanjang dan terdsistribusi merata
dipermukaan dermis dan subkutan.

3.1.3 Reseptor temperatur


Tidak ada dingin absolut, hanya perubahan kehangatan
suhu. Respon terhadap panas dan dingin dapat ditandai akibat
perubahan temperatur. Reseptor temperatur ujung sarafnya
telanjang (spesifik untuk hal yang tidak jelas). Reseptor
temperatur mulai menandai adanya perubuahan suhu pada 35oC
dan frekwensi potensial generatornya meningkat pada temperatur
20oC. Akson untuk suhu rendah masuk dalam golongan III atau
IV. Reseptor hangat mulai beraksi pada 30oC dan frekwensi
potensialnya meningkat pada 45oC. Aksonnya masuk golongan
IV. Reseptor dingin jumlahnya lebih banyak dibandingkan
dengan reseptor panas.

Gambar 3.4: Letak reseptor Sentuhan


Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali
3.1.4 Reseptor sakit
Sakit adalah mekanisme pertahanan diri, tanpa rasa sakit
akan membahayakan kita atau hewan, karena tubuh akan terus
sakit tanpa mengetahui dirinya sakit. Misalnya lengan yang sakit
akan tetap digunakan dan akibatnya lengan tersebut akan rusak.
Ada beberapa jenis rangsangan rasa sakit, yang cepat
berlalu seperti tusukan jarum, sangat mudah terlokalisir dan tidak
meninggalkan bekas. Sakit lambat terasa tidak nyaman dan
seperti terbakar. Jenis sakit ini sulit dilokalisir dan meninggalkan
bekas sakit walaupun rangsangan telah dihilangkan. Sakit yang
cepat dan lambat dideteksi oleh ujung saraf yang telanjang akan
tetapi keduanya dihantarkan oleh saraf golongan III dan IV.
Sakit lambat juga menimbulkan respon otonom. Sakit ini dapat
diblok oleh narkotik sedangkan yang cepat tidak dapat diblok
oleh narkotik (mekanismenya belum jelas diketahui). Reseptor
rasa sakit ini disebut nosiseptor yang dihubungkan dengan
serabut A dan C.
Gambar 3.5 Alur perjalanan rasa sakit dari tepi ke otak dan
kemungkinan memblok rasa sakit.

Pada organ sebelah dalam, rasa sakit sulit dilokalisir


dibandingkan sakit yang ada dikulit.
Sakit dari organ sebelah dalam akan masuk bersama-sama
serabut sakit yang berasal dari kulit. Akibatnya sakit sebelah
dalam sering diamati sebagai sakit yang dari kulit seperti
misalnya serangan jantung akan dirasakan sebagai sakit didada
dan dilengan sebelah kiri. Hal ini disebut referred pain, karena
sistem saraf memetakan lokasi yang berbeda dari asal tempat
sakit tersebut.
Beberapa rasa sakit hanya sampai digerbang tulang
belakang dan tidak mencapai otak (gambar 3.5) Teorinya gerbang
memblokade serabut C ditulang belakang dengan menggunakan
serabut lain didaerah yang sama (1). Rangsangan kulit dengan
pijatan atau sentuhan mengurangi rasa sakit. Kemungkinannya
melalui mekanisme rangsangan reseptor sentuhan yang akan
melepaskan transmiter inhibitori sehingga terjadi inhibisi rasa
sakit dan transmisi sakit akan diblok ditulang belakang. Sakit
dapat juga diblok dari saraf yang datang dari sentral (2).
Endorphin (senyawa kimia seperti morfin) mungkin terlibat
disini.

3.1.5 Pembedaan Dua Titik


Kepekaan sensor somatik dapat di test dengan
menggunakan cara membedakan dua titik rangsangan di kulit.
Pada jari tangan misalnya dua rangsangan yang jaraknya 1 sampai
2 mm dapat dibedakan karena daerah reseptifnya lebih sempit.
Akibatnya rangsangan dari masing masing daerah akan menuju
saraf sensorik sekunder dengan cara divergensi. Sebaliknya pada
punggung daerah reseptifnya sangat luas sehingga dua titik akan
tumpang tindih. Akibatnya masing masing saraf sensorik primer
akan mengarah kesaraf sensorik sekunder dengan cara
konvergensi. Pada daerah reseptif ini jarak 40mm baru dapat
membedakan 2 titik rangsangan. Rangsangan yang dipakai
adalah ujung pinset. Jauhnya jarak pembedaan pada punggung
menunjukan bahwa pada punggung daya pisah pengenalan
rangsangan kurang sensitif dibandingkan dengan lidah (tabel
3.2). Mengacu pada anatomi reseptor somatis pada gambar 3.4
maka reseptor Merkel akan dapat membedakan sentuhan dan
tekanan di permukaan. Meissner dapat membedakan sentuhan
halus di permukaan kulit.
Uji coba pembedaan dua titik sering digunakan untuk
mengevaluasi integritas kolom posterior dari medial lemnikus.

Gambar 3.6 : Alur perjalanan pembedaan dua titik rasa. Daerah


reseptif yang sempit akan dapat membedakan dua titik secara jelas.
Sebaliknya daerah reseptif yang luas akan sulit membedakan dua titik
rangsangan.
http://faculty.pasadena.edu/dkwon/chap10_A/chap%2010_A%20accessible_f
iles/textmostly/slide17.html
ditulang belakang (gambar 3.6). Gangguan motorik dan sensorik
dapat dievluasi dengan uji ini. Informasi somatosensori yang
berbeda akan diteruskan melalui jalur yang berbeda. Organisasi
semacam ini diperlukan untuk untuk melindungi subyek dari
kerusakan sensor karena hanya berlaku didaerah tertentu saja dan
tidak menyebar ke daerah lain. Alur yang akan kita bicarakan
adalah alur utama saraf aferen yang menuju ke korteks sensorik.
Perhatian utama hanya pada alur kolom dorsal medial lemniskus
dan alur anterolateral.

Tabel 3.2 Jarak pembedaan dua titik


Jarak yang dapat dibedakan
Lokasi
(milimeter)
Ujung lidah 1.5
Ujung jari 2.2
Kulit pipi 11.2
Belakang tangan 31.5
Kaki 40.5

3.2 Alur Kolom Dorsal


Tulang belakang memediasi refleks segmental dan siklus
refleks terjadi secara sempurna. Saraf saraf golongan I dan II
menandai propiosepsi dan sentuhan halus (ingat reseptor
gelondong otot). Diperlukan juga untuk menandai lokasi yang
tepat, pemisahan yang jelas, sensasi phasic seperti vibrasi dan
sensasi pergerakan posisi dan tekanan. Setelah saraf tersebut
memasuki tulang belakang akan masuk melalui dorsal dan
melintas berlawanan arah (kontralateral) dimedula dan
selanjutnya menuju thalamus. Thalamus spesifik akan

Gambar 3.7 : Alur kolom dorsal dan alur non spesifik. Perjalanan
sarafnya dari tepi ke otak. Alur kolom dorsal , melintas dimedula
sedangkan alur nonspesifik melintas ditulang belakang.
http://kids.frontiersin.org/article/10.3389/frym.2013.00011ula oblongata
meneruskan signal untuk mencapai daerah tertentu di korteks
(telah dibahas dibab saraf dan alurnya ada digambar 3.7). Alur
ini juga menjalankan refleks raba seperti regangan, sentuhan,
getaran yang ada dikulit.

3.3 Alur Non Spesifik


Berbeda dengan alur kolom dorsal, alur ini menggunakan
saraf golongan III dan IV. Alur ini masuk tulang belakang dan
akan melintas ditulang belakang, kemudian naik ke dorsal
melalui jalur anterolateral untuk selanjutnya menuju non spesifik
thalamus atau retikular pembentuk di batang otak. Semua saraf
golongan IV (hangat, dingin dan sakit) lambat signalnya ketika
tiba di otak. Saraf mencapai otak secara tidak langsung karena
dimodifikasi di sistem limbik (gambar 3.7) .
Rangsangan yang menggunakan saraf golongan III seperti
sentuhan kasar, dingin, sakit cepat melalui jalur spinothalamik
(sistem antrolateral). Sakit rasa cepat juga tidak sampai ke otak
dengan langsung akan tetapi sakit ini dapat dilokalisir.
3.4 Sistem Retikular
Secara umum telah dibahas dibab saraf sebagai refleks
bangkit. Pada somatosensori input non spesifik dari sensorik dan
umpan balik (feed back) dari otak tercakup pada sistim retikular
dibatang otak dan thalamus. Aktifasi bagian ini akan
menyebabkan refleks bangun atau kesadaran dan siaga. Lokasi
kesadaran ini pergi ke sebelah tengah mesensepalon dan pons
bagian atas dan outputnya ada 2 yakni (1) ke atas, ke tingkat otak
yang lebih tinggi sehingga mencapai kesadaran dan (2) ke bawah
yang menuju ke tulang belakang dan mempengaruhi tonus otot
(lihat bab saraf). Sistem diaktifasi oleh asetilkolin, diinhibisi oleh
dopamin (dari subtantia nigra), Kadang-kadang dieksitasi dan
diinhibisi oleh norepinephrin bergantung kepada daerahnya di
otak (dari lokus seruleus) dan serotonin mengatur tidur dan
persepsi rasa sakit di raphe nuclei. Input dari reseptor kulit atau
dari otot dan tubuh akan menambah kesiagaan melalui
diensepalon dan korteks. Sakit dan propiosepsi memerlukan
perubahan posisi yang cepat dalam mempengaruhi sistim
retikular (sistim retikular telah dibahas dibab saraf dan gambar
2.39).

3.5 Sistem Penglihatan


Penglihatan pada hewan muncul sebagai akibat perlunya
suatu organisme mempertahankan diri dari lingkungan. Sekitar
5 milyard tahun yang lalu, pada awal pembentukan alam raya
dan bumi menjadi bagiannya, cahaya matahari merupakan salah
satu penseleksi kehidupan di alam raya ini. Untuk menjaga diri
dari sinar matahari, organisme melengkapi dirinya dengan
fotoreseptor yang di dalamnya ada molekul protein. Fotoreseptor
muncul diawal kehidupan sekitar 700 juta tahun yang lalu. Cacing
pipih mempunyai daerah yang sensitif terhadap cahaya atau
dikenal dengan bintik mata (eye spot) . Oktapus dan ubur ubur
(jellyfish) mempunyai mata kamera seperti kita, dengan beberapa
perbedaan. Fotoreseptor oktapus dan ubur ubur mengarah keluar
dari retina menuju pupil. Mata kita dan vertebrata lain
fotoreseptornya berlawanan arah dari ubur ubur dan oktapus.
Fotoreseptor vertebrata menghadap ke belakang dibalik dinding
retina (lihat gambar 3.8). Ternyata semua fotoreseptor mata
berasal dari gen pembentuk mata

Gambar 3.8 :Perbandingan fotoreseptor beberapa organisme


http://www.nyas.org/publications/detail.aspx?cid=93b487b2-153a-4630-
9fb2-5679a061fff7
yang sama. Dengan mempelajari gen gen pembentuk mata
maka scientist berhasil menguak tabir pembentukan mata
melalui tahapan tahapan evolusi
Gambar 3.9: Sinar tampak berada pada daerah panjang gelombang
380-750nm
http://lumenistics.com/what-is-full-spectrum-lighting/

Semua hewan menggunakan cahaya untuk sensitifitas


penglihatannya, bahkan tanamanpun berespon terhadap cahaya
yakni pada peristiwa fotosintesa. Daerah panjang gelombang
pada hewan sangat sempit jaraknya yakni pada panjang
gelombang sinar tampak (gambar 3.9).
Sinar yang datang ke fotoreseptor adalah sinar tampak.
Panjang gelombang yang terlalu besar seperti infra merah tidak
cukup energinya untuk menghasilkan efek fotokimia sedangkan
panjang gelombang yang terlalu pendek seperti ultra violet, sinar
x dan lain-lain energinya terlalu besar sehingga dapat
menghancurkan materi organik pada sistem fotokimia.
Daerah panjang gelombang yang dapat dilihat bervariasi,
lebah madu dapat mendeteksi spektrum sinar putih dari 313 nm
didaerah ultra violet sampai 650 nm, sedikit lebih pendek dari
mata vertebrata.

3.5.1 Struktur mata


Bola mata dilapisi oleh lapisan pelindung sclera, cahaya
masuk melalui anterior sclera yakni kornea. Bagian dalam sclera
disebut koroid yang postriornya terdiri dari pembuluh darah dan
anteriornya meluas sampai ke lensa yang berkaitan dengan
regulasi masuknya cahaya. Iris merupakan lempeng otot polos
berpigmen dengan pusat sudutnya pupil. Perubahan akibat
refleks oleh pupil meregulasi masuknya cahaya. Lensa dipegang
oleh badan siliari melalui serabut sonular. Celah antara lensa
dengan kornea adalah bagian anterior mata dan berisi cairan
aquous humor. Aquous humor disekresikan oleh sclera dan akan
dibuang ke aliran darah melalui kanal Schlemn. Sumbatan kanal
ini membuat kondisi yang disebut glukoma. Dibelakang lensa
adalah posterior berisi cairan yang disebut vitrous humor yang
dibelakangnya lapisan saraf-saraf retina (gambar 3.10).

Gambar 3.10: Bola mata dan bagian-bagiannya.


Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

Retina terlihat terputus ketika lapisan sel ganglion


meninggalkan retina menuju ke otak. Titik ini disebut lempeng
optik (optik disk) Titik ini dikenali jika dilihat dibawah
optamolskop.
Lensa mata biasanya jernih, tetapi adanya kelainan pada
lensa akan menimbulkan kekeruhan sehingga mengurangi
kemampuan penglihatan dan bahkan dapat menyebabkan
kebutaan. Cahaya yang masuk akan diteruskan dan ditangkap
oleh fotoreseptor di retina. Fovea ada didaerah retina dan
fungsinya meminimumkan distorsi, terletak dibelakang retina.
Dipusat fovea ada foveola, sel ganglion dan bipolar
terdorong ke samping sehingga memungkinkan cahaya dapat
langsung berhubungan dengan fotoreseptor (gambar 3.12).

Gambar 3.11 Letak fotoreseptor dimata. Sel sel fotoreseptor bipolar dan
ganglion agak tergeser sedikit sehingga cahaya akan jatuh ke
fotoreseptor.
https://dundeemedstudentnotes.wordpress.com/category/basic-
sciences/page/16/

Fotoreseptor ada dua bentuk, berbentuk batang dan


kerucut. Fotoreseptor batang sensitif terhadap gelap dan terang,
sensitifitasnya tinggi akan tetapi daya pisah atau resolusinya
rendah. Fotoreseptor kerucut memproses warna, sensitifitas
rendah akan tetapi daya pisahnya tinggi (gambar 3.12). Batang
dan kerucut terletak pada bagian paling luar dari fotoreseptor.
Keduanya mempunyai struktur dasar yang sama Pada manusia
ada empat macam fotoreseptor yakni satu berbentuk batang
dan tiga berbentuk kerucut (gambar 3.12).
Lapisan choroid disegmen luar retina mengandung pigmen yang
akan mengabsorbsi cahaya. Pigmen tersebut adalah rhodopsin.
Rhodopsin terdiri dari retinal yang merupakan turunan dari
vitamin A. Senyawa ini akan berikatan dengan opsin yang
merupakan G-protein coupled reseptor atau protein G yang
berperan dalam menangani signal cahaya yang ditangkap oleh
pigmen (gambar 3.13). Rhodopsin dan opsin terbenam di dalam
membran. Jadi fotoreseptor tidak memproses warna melainkan
memproses cahaya yang datang.
Dalam keadaan gelap kanal Na+ pada fotorerseptor akan
terbuka. Bentuk cis retinal akan menyebabkan cGMP utuk
berikatan dengan kanal Na+ dan pada keadaan ini kanal Na+ akan
terbuka. Akibatnya ion Na+ akan masuk ke dalam sel dan terjadi
depolarisasi membran (gambar 3.14). Potensial membran
bergerak dari sekitar -70 mV kesekitar -40 mV. Potensial
membran disini berarti potensial berjenjang atau sama halnya
dengan potensial generator yang dihasilkan oleh reseptor
sensorik. Sekalipun belum mencapai potensial aksi seperti halnya
pada sel sel yang terdepolarisasi, sel telah dapat

Gambar 3.12: Fotoreseptor batang dan kerucut. Pada segmen luar


terdapat fotopigmen yang terdiri dari retinal dan opsin.
http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/normal_phiz/classes_stud/en
/nurse/Bacchaour%20of%20sciences%20in%20nurses/ADN/17_Physiology_
of_eye.htm
membuka gerbang kanal listrik kalsium (Ca2+). Setelah kalsium
masuk akan terjadi pelepasan neurotransmitter, dalam hal ini
neurotransmiternya adalah glutamat.
Sifat dari neurotransmiter ini adalah glutamat yang
inhibitori dan reseptornya adalah glutamat metabotropik mGluR6
sehingga fotoreseptor memerintahkan sel berikutnya yakni sel
bipolar mengalami IPSP (gambar 3.16 dan 3.17). Akibatnya tidak
terjadi depolarisasi pada sel ganglion. Dengan demikian otak
tidak akan menerima signal. Pada keadaan ini struktur molekul
fotopigmen ada dalam posisi cis (gambar 3.15). Pada waktu
pigment visual terkena cahaya maka tata letak molekul retinal
atau vitamin A dari bentuk cis akan berubah menjadi bentuk
trans (gambar 3.14). Retinal akan lepas dari opsin dan terjadi
bleaching atau tidak ada cahaya yang dapat diproses lagi.
Bentuk trans retinal akan menyebabkan terlepasnya ikatan
cGMP dengan kanal Na+, akibatnya kanal Na+ akan tertutup
(gambar 3.15) dan terjadi hiperpolarisasi. Karena terjadi
hiperpolarisasi maka tidak terjadi potensial aksi sehingga ion
Ca2+ juga tidak dapat masuk ke dalam sel. Hiperpolarisasi dan
ketiadaan ion Ca2+ mengakibatkan glutamat yang dihasilkan dari
fotoreseptor menjadi lebih sedikit. IPSP ke sel bipolar menjadi
sedikit atau boleh dikatakan tidal ada. Karena tidak ada inhibitori
dari glutamat maka tidak ada
Gambar 3.13: Posisi retinal dan opsin pada membran fotoreseptor
http://blogs.scientificamerican.com/thoughtomics/animal-vision-evolved-
700-million-years-ago/

hambatan signal yang dikirim ke sel ganglion. Saraf optik akan


menerima signal dari sel ganglion dan terjadi EPSP. Signal
selanjutnya sampai di otak. (gambar 3.16).
Bentuk molekul c-opsin sama pada vertebrata, apakah
opsin pada ikan hiu ataukah pada burung. Semua c-opsin
tersimpan pada tumpukan lempengan dan masing masing tumbuh
silium yang merupakan kepanjangan dari retina. Semua c-opsin
pada vertebrata meneruskan signal melalui jalur fosfodiesterase.
Homologi ini menunjukan bahwa c-opsin berasal dari moyang
yang sama. Pada manusia atau hewan yang kehidupannya sangat
bergantung kepada penglihatan, maka mata adalah organ yang
harus tetap ada dan tidak boleh hilang fungsinya. Hewan yang
buta tidak akan dapat bertahan lama
.

Gambar 3.14: Perubahan tata letak molekul dari cis ke trans pada
retinal.
menghadapi lingkungannya Mereka akan cepat sekali menjadi
mangsa predator karena tidak mempunyai informasi yang cepat
terhadap bahaya lingkungan
Gambar 3.15 : Pada keadaan gelap cGMP duduk dikanal Na+ dan
membuka kanal Na+ sehingga terjadi depolarisasi. Pada keadaan
terang cGMP terlepas dari kanal Na+ akibatnya kanal Na+ akan
tertutup, terjadi hiperpolarisasi.
https://dundeemedstudentnotes.files.wordpress.com/2012/04/untitled-
pictgffgure6.png

3.5.1.a Alur perjalanan signal cahaya dan kontrolnya


Seperti telah dijelaskan di atas tentang proses pengolahan
signal pada keadaan gelap dan terang. Setelah signal keluar dari
fotoreseptor maka akan diteruskan ke sel bipolar. Kemudian sel
horisontal dan amakrin akan mengintegrasikan signal. Sel
horisontal akan melakukan inhibitori terhadap gambaran atau
figur sebelumnya sehingga dapat membedakan kontras
sedangkan sel amakrin sensitif terhadap pergerakan, analisa
temporal. Keseluruhan prosesing tadi akan diteruskan oleh saraf
optik menuju ke otak (gambar 3.17).

Gambar 3.16 : Perjalanan signal pada keadaan gelap dan terang dari
fotoreseptor sampai ke saraf optik.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

Saraf optik di terletak sebelah anterior kelenjar pituitari


dan membentuk X optik chiasm. Pada optik chiasm lintasan saraf
yang nasal akan menuju ke otak secara berseberangan (kontra
lateral). Sebagai patokan nasal adalah hidung. Saraf yang berasal
dari temporal (lateral) arah lintasannya tidak berseberangan
(homo lateral).

Gambar 3.17: Alur perjalanan signal dari fotoreseptor ke sel ganglion


sebelum menuju ke otak

Sebelum mencapai thalamus beberapa masuk ke inti yang


berfungsi melakukan refleks visual dan masuk ke posterior
thalamus (lateral geniculate). Dari sini impuls akan ke radiasi
optik dan ke korteks visual di lobus oksipital untuk membentuk
bayangan (gambar 3.18).
.

Gambar 3.18: Alur perjalanan cahaya dari mata ke otak


https://www.siggraph.org/education/materials/HyperVis/vision/eyebrain.htm

3.5.1.b Refleks pupil mata


Tujuan dari refleks ini adalah melindungi retina dari
cahaya yang terlalu banyak tiba dimata. Jumlah cahaya yang
masuk dikurangi oleh iris. Terjadi konstriksi pupil yang dikontrol
oleh saraf parasimpatis okulomotor dan dilatasi oleh saraf
simpatis (kira-kira obat tetes mata yang membuat mata anda
indah isinya apa, adrenalin atau atropin ?)
Pada kedokteran manusia atau kedokteran hewan, refleks
pupil mata sering dipakai untuk melihat apakah manusia atau
hewan yang tidak sadar masih hidup atau sudah mati. Karena
refleks tadi diproses di otak maka apabila hewan atau manusia
pada watu pingsan matanya diberi cahaya maka akan timbul
refleks pupil mata. Apabila ada pergerakan pupil mata berarti
dapat dikatakan orang atau hewan tersebut masih hidup (gambar
3.19). Sebaliknya apabila tidak ada refleks pupil mata maka
boleh dikatakan sudah mati.

Gambar 3.19 : Refleks pupil mata yang dikontrol oleh saraf simpatis
dan parasimpatis.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri kembali.
3.6 Sistem Cita Rasa
Kemoreseptor boleh dikatakan sebagai salah satu reseptor
yang paling tua. Kemoreseptor ada dihampir semua hewan dan
dimulai pada hewan primitif. Pada planaria atau cacing pipih
kemoreseptornya terletak diseluruh tubuh dan terkonsentrasi
diaurikel dan bintik matanya. Pada siput ada di antena dan pada
oktapus ada di tentakel. Pada vertebrata di lidah dan hidung dan
beberapa ikan ada disiripnya. Pada vertebrata memungkinkan
mereka dapat merasakan makanannya dan lidah adalah reseptor
yang menandai rasa makanan. Mengapa rasa ? Disamping
mendorong selera juga melindungi kita dari racun. Kita
menyukai gula karena kita mempunyai kebutuhan absolut
terhadap gula juga suka akan asin karena tubuh kita memerlukan
NaCl. Cita rasa seperti pahit dan tidak nyaman cenderung untuk
dihindari. Hampir semua rasa pahit tidak bermanfaat. Rasa asam
menunjukkan kerusakan makanan.
Rasa gurih (ummami) karena kita memerlukan protein,
asam amino. Pada manusia cita rasa selalu dihubungkan dengan
materi yang dapat mencapai mulut. Untuk hewan aquatik cita
rasa dan penciuman tidak terlalu berarti karena tidak mungkin
mencium dan merasakan diair. Pada catfish terdapat reseptor
kimia diseluruh tubuhnya dan umum dikatakan bahwa tubuhnya
penuh dengan benjolan perasa (taste buds). Kira kira 10-9 sampai
dengan 10-10 mol/liter asam amino dapat dideteksi oleh hewan
ini. Pada pinulirus udang berduri, reseptornya sangat sensitif
terhadap asam amino taurin, sekitar 10-10 molar taurin dapat
terdeteksi oleh hewan ini, atau sekitar 33 mg taurin dalam kolam
yang volumenya 2600m3. Jadi cita rasa adalah alat survival untuk
hewan-hewan dalam mencari makan. Pada hewan yang bernafas
diudara seperti insekta, organ perasanya bisa dimulut, dikaki,
diantena dan umumnya berupa rambut dengan ujung terbuka.
Biasanya memerlukan konsentrasi yang relatif tinggi untuk dapat
mengenali rasa. Pada mamalia, benjolan perasa terletak
sepanjang saluran mulut mulai dari faring, epiglotis faringeal dan
digerbang esofagus. Menjadi pertanyaan apakah daerah tertentu
dari lidah sensitif terhadap rasa tertentu?
Secara anatomi benjolan perasa dan papillae perasa dapat
dilihat dilidah sebagai bintil merah yang menonjol seperti
lengkungan terutama pada lidah sebelah depan. Benjolan yang
satu ini dikenal sebagai fungiform papillae karena bentuknya
seperti jamur. Pappilae terdiri dari foliat, cirumfallate dan non
gustatory filiform. Benjolan rasa merupakan kumpulan sel-sel
papillae dan tidak dapat dilihat kasat mata. Dapat dilihat bahwa
benjolan perasa terletak di atas atau disamping berbagai papillae
. Benjolan mempunyai lubang, sel rambut perasa dan saraf yang
menuju ke otak (gambar 3.20)
Tepi lidah atau fungiform papillae dikatakan sensitif
terhadap NaCl. Pada percobaan ditunjukkan bahwa tempat ini
tidak hanya sensitif terhadap NaCl saja tetapi juga sensitif
terhadap sukrosa. Respon terhadap NaCl dan sukrosa juga ada di
tempat lain benjolan perasa. Jadi dapat disimpulkan pada waktu
itu bahwa fungiform pappilae sensitif terhadap NaCl, akan tetapi
bukan tidak mungkin sensitif terhadap lain rasa. Reseptor rasa
pahit tidak terdistribusi merata di lidah. Pada tikus reseptor pahit
terekspresi pada subset sel perasa diseluruh pappilae akan tetapi
lebih terkonsentrasi di foliate dan circumfallate papillae yang
letaknya dibelakang lidah. Lebih jauh lagi alfa gustducin yakni
protein G yang mengkopel reseptor pahit T2R terekspresi lebih
banyak di circumfallate dibandingkan fungiform. Melihat
keadaan ini maka perlu dilakukan rangsangan langsung pada
berbagai daerah dilidah secara langsung.
Rangsangan panas pada bagian anterior lidah pada
manusia (fungiform papillae dan saraf korda timpani)
menyebabkan sensasi rasa manis dan asin/asam sedangkan
rangsangan panas pada bagian belakang lidah
(foliate/circumfallate dan saraf glasofaringeal) memberikan
hubungan rasa yang berbeda dengan rangsangan pada anterior.
Sensitivitas disimpulkan terdistribusi diseluruh lidah selama ada
benjolan perasa, akan tetapi daerah tertentu memang mempunyai
sensitivitas yang lebih dibandingkan dengan daerah yang lain.
Pembagian daerah perasa selama ini adalah bentuk
penyederhanaan saja.

Gambar 3.20 : Benjolan perasa dan benjolan papillae


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0072592/

3.6.1 Sel sel di papillae rasa


Sel pendukung, mengandung mikrovili, tampaknya untuk
mensekresikan materi ke lumen benjolan perasa. Sel reseptor
sensorik terproyeksi ke lumen, berbentuk kantung dan
mengandung sensor transduksi. Sel basal terdeferensiasi ke
reseptor sel yang baru, terbentuk dari sel epitel disekelilingnya
dan dapat dibedakan dengan sel yang baru terbentuk. Pada
manusia terjadi regenerasi setiap 15 hari sedangkan pada tikus
setiap 2 atau 3 hari. Apabila terjadi denervasi maka tidak ada
regenerasi.
Cita rasa pada hewan tingkat tinggi dikatagorikan sebagai
rasa senyawa anorganik seperti asin dari NaCl dan

Gambar 3.21: Peranan kanal, reseptor dan second messenger dalam


proses pengiriman signal citarasa ke otak.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

asam dari H+ dan rasa senyawa organik seperti manis dari gula,
gurih dari asam amino dan pahit. Karena itu mekanisme kerja
cita rasa tersebut melalui proses pengolahan signal seperti pada
proses neurologi ataupun membran lain. Prosesnya melibatkan
kanal, reseptor dan second messenger (gambar 3.21). Pada rasa
asin, Na+ masuk ke dalam sel dan diikuti dengan terjadinya
depolarisasi. Kemudian ion Ca2+ akan masuk ke dalam sel dan
terjadi pelepasan neurotransmitter yang kemudian akan
menembak saraf aferen yang ke otak. Pada rasa asam, hidrogen
akan memblok kanal K+ sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti
dengan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel dan juga diikuti dengan
pelepasan neurotransmitter yang ke otak.
Rasa manis akan dikenali oleh reseptor glukosa dan
fruktosa serta karbohidrat lain. Akan terjadi aktifasi adenilat
siklase dan diikuti oleh peningkatan cAMP. Selanjutnya protein
kinase A (PKA) mengaktifkan fosforilasi kanal K+ dan menutup
kanal tersebut dan terjadi depolarisasi yang diikuti dengan
pembukaan gerbang kanal kalsium. Ion Ca2+ masuk ke dalam sel
diikuti pelepasan neurotransmitter untuk selanjutnya menembak
saraf aferen yang menuju ke otak. Penutupan kanal kalium oleh
senyawa fosfat akhir akhir ini menjadi perhatian yang serius
karena depolarisasi sel tidak hanya diakibatkan oleh masuknya
ion Na+ akan tetapi dapat juga akibat kanal K diblok. Bloking
kanal K terjadi juga pada sel β pankreas oleh ATP.
Rasa pahit akan melibatkan IP3 dan akan mengakibatkan
pelepasan Ca2+ dari gudang Ca+2 di endoplasmik retikulum (Ca2+
dari luar tidak diperlukan). Terjadi seluler respon diikuti oleh
penembakan neuron yang menuju ke otak.
Rasa gurih atau umami diidentifikasi pertama kali oleh Kikunae
Ikeda dari Imperial University Tokyo pada tahun 1909. Baru
sekitar tahun 1996 diidentifikasi sebagai rasa asam amino
glutamat, aspartat dan senyawa-senyawa sejenisnya, dapat
ditangkap oleh reseptor metabotropik (mGLUR4). Ikatannya
akan mengaktifkan protein G dan meningkatkan Ca2+ di
intraseluler. Lebih jauh lagi ditemukan bahwa kanal non spesifik
terbuka dan mengakibatkan membran terdepolarisasi dan Ca2+
masuk ke dalam sel dan terjadi pelepasan neurotransmitter yang
akan memberikan signal ke otak.

3.6.2 Alur perjalanan saraf ke pusat citarasa


Reseptor rasa tidak mempunyai akson. Informasi
ditransmisikan ke terminal serabut sensorik dengan
menggunakan transmitter . Serabut saraf berangkat dari sel
ganglion saraf kranial VII (cabang facial disebut korda timpani),
anterior terhadap lidah dan samping, mengandung banyak
benjolan didaerah fungiform pappilae. Saraf ini berfungsi sebagai
saraf perasa dan mensekresikan saliva. Saraf no IX dipinggir
lidah sebelah belakang atau sirkumfalat yang kaya akan benjolan
foliat untuk menelan dan juga sekresi saliva. Input dari serabut
sensorik menunjukan respon optimal kesatu rangsangan dan
memberikan respon yang lebih kecil terhadap rangsangan rasa
lain. Saraf vagus menghantarkan signal dari mulut dan laring.
Signal kemudian menuju thalamus dan dua daerah di lobus
frontalis insula dan korteks frontal operculum

Gambar 3.22: Inervasi saraf VII dan IX dari lidah ke otak


http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Saraf primer gustatory sinaps dimedula (digaris putih tipis sel


disebut jalur serabut gustatory nucleus) Dari tempat ini
informasi akan direlay ke (1) somatosensori alur cortex solitary
untuk mencapai kesadaran yakni mengamati citarasa (2) ke
hipothalamus, amigdala dan insula dan memberikan rasa afektif
yang mempengaruhi perilaku aversi, sekresi gastric dan perilaku
makan (gambar 3.22)

3.6.3 Fakta yang janggal


Rasa sebenarnya adalah bau. Tutuplah hidung anda maka
anda tidak akan dapat membedakan antara kopi,dan teh. Anggur
merah dan putih. Dengan menutup mata anda tidak akan dapat
membedakan apel dan irisan bawang merah (cobalah). Rasa
adalah kombinasi antara merasakan dan membaui dan juga
bentuk yang dirasakan (sensasi sentuhan/touch sensation).
Kalarutan makanan dilidah akan dapat tercium dihidung sehingga
signal cita rasa akan dikirim kesistem penciuman. Karena
mempengaruhi penciuman maka signalnya akan diteruskan
kesistem limbik (insula) yang mempengaruhi emosi. Oleh karena
itu mengapa ada orang yang menyukai makanan tertentu karena
makanan melibatkan emosi (gambar 3.23).
Gambar 3.23: Alur neurologi rasa yang berangkat dari saraf no VII dan
IX dan vagus yang menuju ke otak. Ke insula dan hipothalamus
mempengaruhi perilaku makan dan ke somatosensori untuk mencapai
kesadaran.
http://www-psych.stanford.edu/~lera/psych115s/notes/lecture11/

3.7 Sistem Penciuman


Pada hewan sederhana reseptor bau pada umumnya
terletak diantena. Kemampuan ulat jantan untuk menandai
adanya ulat betina pada jarak beberapa kilometer telah banyak
diketahui. Pada ulat polifemus (polyphemus moth, talea
polyphemus), jantannya mempunyai 70.000 organ sensorik dan
150.000 sel pada setiap antenanya sedangkan pada betinanya
14.000 organ sensorik dan 35.000 sel disetiap antenanya. Sekitar
2/3 sel reseptor pada jantan untuk mengenali daya tarik sexual
dari betinanya. Dari studi pada hewan sederhana bahwa bau juga
mempengaruhi perilaku seksual maka studi pada hewan verebrata
menjadi lebih intensif.
Seperti kita ketahui bau adalah senyawa kimia karena itu
penciuman adalah indra kimia. Senyawa kimia agar dapat
terdeteksi harus dalam jumlah yang cukup kecil dan dapat
menguap, mencapai hidung dan terlarut di mukosa untuk
kemudian ditangkap oleh reseptor khusus diolfaktori epithelium,
disebut olfactory reseptor neuron (ORN). Bayangkan bau busuk
sampah mencapai penciuman anda, berarti ada yang terlarut di
mukosa hidung anda.

3.7.1 Protein protein pengikat bau (Odorant binding


proteins)
Protein yang ada di mukosa olfaktori ternyata berikatan
dengan molekul bau dan ini dikenal dengan nama protein
pengenal bau, odorant binding protein (OBP). Bau akan terlarut
dilemak mukosa , kemudian berikatan dengan OBP. Protein-
protein ini akan memfasilitasi perpindahan ligan lipofilik (bau)
sepanjang lapisan mukosa menuju reseptor. Juga berfungsi
untuk mengkonsentrasikan bau dilapisan mukosa tadi.
Kegunaan dari protein pengikat bau tadi adalah (1) transporter
agar dapat menyertai ligan untuk berikatan dengan reseptor (2)
terminator sehingga odoran yang telah dipakai akan di degradasi
sehingga molekul lain dapat berinteraksi. Protein-protein ini
juga berfungsi sebagai pelindung agar bau yang berlebih tidak
mencapai reseptor.

3.7.2 Reseptor bau (Odorant reseptors)


Pada hewan vertebrata penciuman menjadi lebih sangat
vital. Pada tahun 2004 hadiah Nobel untuk fisiologi diberikan
kepada Richard Axel dan Linda Buck untuk penemuan
mereka tentang reseptor odorant (pembau) dan organisasi
sistem penciuman. Reseptor pembau atau odoran terletak
dilubang hidung, setiap reseptor pengenal menandai satu macam
bau dan setiap reseptor dapat juga menandai beberapa bau secara
terbatas. Reseptor pengenal ini adalah protein dan mRNA yang
mengkode protein ini telah ditemukan. Reseptor ini adalah
reseptor dari saraf bipolar diepitel lubang hidung (gambar 3.24).
Odorant Reseptor Neuron (ORN) sangat unik, karena mereka
mampu melakukan regenerasi. Mempunyai silia yang
terproyeksi ke mukosa (mengandung reseptor) . 10-100 akson
membentuk kumpulan untuk menembus lempeng ethmoidal
kirbiform di bulbus olfaktori. Semua reseptor bau berhubungan
dengan protein dan hanya berbeda sedikit satu sama lain dalam
residu asam aminonya, oleh karena itu reseptor tertentu hanya
mengenal satu bau saja
Kehilangan kemampuan untuk membaui akan
mengurangi kualitas kehidupan, pada hewan akan mengurangi
kemampuan untuk survival karena tidak dapat membedakan
mana yang berbahaya dan mana yang tidak, misalnya membaui
adanya asap dari suatu kebakaran.

Gambar 3.24: Reseptor odorant (pembau) terletak direseptor olfaktori


dilubang hidung.
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html
Gambar 3.25: Setiap reseptor adalah rantai protein yang akan melalui
membran/menembus sebanyak 7 kali dan akan dikopel dengan protein
G (7-transmembran G-protein-coupled reseptor)
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Sekumpulan keluarga reseptor odoran telah diklon dan


jumlahnya ribuan. Keluarga odoran ini mencapai 1000 gen yang
berbeda dan sangat besar sekali kira-kira 2% dari human genome.
Pada manusia ditemukan banyak pseudogen dan hanya 350 yang
mengenali bau. Jumlah ini menunjukan bahwa ada banyak bau
yang dapat dibedakan. Reseptor bau ini terdiri dari tujuh unit
protein yang menembus membran. Posisi protein di 2,4 dan 5
adalah reseptor bau sedangkan terrminal C dan I2 dan I3
merupakan tempat berikatan dengan protein G (gambar 3.26).
3.7.3 Peranan Ca2+ dalam proses penciuman
Bau yang terikat pada protein akan ditangkap oleh
reseptor bau dan kemudian akan terjadi aktifasi cAMP yang
melibatkan protein G olfaktori (Golf ), seperti halnya proses
seluler lain yang melibatkan protein G. Permeabilitas terhadap
Na+, K+ dan Ca2+ berubah , ini disebut cyclic nucleotide gated
channels (CNG) yang akan membuka kanal secara cepat (gambar
3.26). Kanal ini tidak akan mempengaruhi depolarisasi akan
tetapi akan menghasilkan potensial generator atau potensial
berjenjang. Ini cukup untuk membuat ion Ca2+ masuk ke dalam
sel. Ion Ca2+ akan mempengaruhi ion Cl- agar keluar dari sel
sehingga membran akan menjadi lebih terdepolarisasi.
Selanjutnya membran akan melepaskan neurotransmitter
glutamat. Terjadi sinapsis antara akson reseptor pembau dengan
saraf pembau dibulbus olfaktori . Letak bulbus olfaktori dipuncak
rongga hidung. Saraf di bulbus olfaktori disebut sel mitral yang
merupakan saraf sekunder dari sistim penciuman. Sarafnya akan
meninggalkan bulbus olfaktori menuju alur penciuman (gambar
3.27)
Gambar 3.26: Peranan Ca2+ pada depolarisasi saraf sensorik pembau.
Ca2+ memperkuat depolarisasi dengan merangsang ion Cl- untuk keluar
dari sel. ttp://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

Disamping proses pengolahan bau maka proses kecepatan


menghilangkan bau juga penting karena tanpa kemampuan
menghilangkan bau akan mengurangi kemampuan membedaan
bau. Neurotransmitter proses pengolahan bau pada beberapa
spesies telah diidentifikasi. Glutamat ditemukan sebagai
neurotransmitter sel olfaktori pada kura-kura, kecebong dan
tikus. Fungsi utamanya memediasi sinapsis pertama pada jalur
penciuman (olfactory reseptor neuron ORN yang terletak di sel
mitral). Terdapat bukti bahwa noradrenalin adalah
neurotransmitter pada bulbus olfaktori. Banyak bukti yang
menunjukan bahwa berkurangnya noradrenalin menyebabkan
berkurangnya kemampuan membedakan bau seperti penyakit
Korsakof, penuaan, Parkinson dan Alzeimer.
Studi molekuler dan perilaku juga menunjukan
pentingnya dopamin pada penciuman. Penderita Parkinson yang
kekurangan dopamin akan berkurang kemampuan membauinya,
dalam beberapa kasus kehilangan kemampuan membaui.
Menyuntikan analog dopamin ke tikus akan menyebabkan
berkurangnya sensitivitas penciuman. Dopamin memegang
peranan sebagai neuromodulator penciuman dengan mekanisme
mengurangi pelepasan neurotransmitter ORN. Pada tikus,
dopaminnya dari jenis reseptor D1. Reseptor D1 hanya sedikit
saja terekspresi di bulbus olfaktori tikus (lapisan glomerular,
external plexiform, mitral dan lapisan sel granul), bekerja dengan
cara merangsang pembentukan cAMP dan fungsinya eksitatori.
D2 yang dominan di bulbus olfaktori (ORN dan lapisan
glomelural) akan mengurangi pembentukan cAMP, fungsinya
inhibitori. Rangkaian inhibitori pada bulbus olfaktori dimediasi
oleh GABA dan studi in vitro menunjukan adanya interaksi antara
GABA dan glisin. Beberapa obat kalsium antagonist seperti
nifedipin dan diltiazem akan memblok masuknya ion Ca2+ ke
dalam sel olfaktori, akibatnya pelepasan neurotransmitter di saraf
olfaktori akan dihambat. Belum diketemukan adanya pengaruh
glutamat atau GABA pada sistim olfaktori manusia..

3.7.4 Perjalanan signal dari reseptor odoran /Odorant


receptor Neurons (ORNs)
Reseptor dan sel pendukung ada pada mukosa dan akson
dari sel reseptor akan menembus lapisan kribriform menuju
bulbus olfaktori dan berakhir disel mitral. Banyaknya bulbus
kira kira sebanyak 45.000 pada tikus dan 50.000 pada manusia
dewasa. Beberapa sel mitral akan mengirim kira kira 25 dendrit
utamanya ke glomerulus dan selanjutnya sel mitral akan sinap
dengan saraf olfaktori. Satu glomerolus mengandung satu sel
mitral, tetapi banyak dendritnya (gambar 3.27). Setiap glomeruli
akan diaktifkan oleh bau atau odorant tertentu kemudian sinap
di interneuron satu akan menuju sistim limbik (tanpa kesadaran,
sex, agresi, lapar, homeostasis) dan satu akan menuju ke
orbitofrontal (niatan suatu tindakan menuju ke kesadaran). Pada
manusia ada 6 juta sel sel reseptor disetiap lubang hidung dan
pada tikus dapat mencapai 50 juta.
3.7.5 Alur perjalanan saraf dari bulbus olfaktori ke otak
Neuron dari alur lateral olfaktori terproyeksi ke (1)
amigdala, inti septal, korteks pre-periform, korteks enthortinal,
hipokampus dan ubikulum. Semuanya ini adalah sistem limbik,
daerah paling primitif dari otak yang berkaitan dengan motivasi,
emosi dan memori tertentu. Inti septal dan amigdala adalah
daerah yang berkaitan dengan kenikmatan (pleasure center),
hipokampus berkaitan dengan motivasi memori (asosiasi yang
berkaitan dengan rangsang makanan). (2) Proyeksi juga menuju
ke thalamus dan kemudian ke frontal korteks untuk penandaan.
Banyak hubungan ke depan maupun ke belakang diantara kedua
proyeksi saraf ini.
Hanya setelah semua hubungan sistem limbik ini
terhubungkan barulah informasi yang menuju otak yang lebih
tinggi (melewati thalamus) akan tercapai. Selanjutnya baru
terjadi proses persepsi dan interpretasi didaerah korteks.
Penciuman ditinjau dari sistem saraf sangat unik, pergi menuju ke
sistem limbik (bawah sadar) sebelum mencapai tingkat yang lebih
tinggi (gambar 3.28). Pada hewan, penciuman memegang
Gambar 3.27: Alur perjalanan bau, dimulai dari reseptor odoran dan
menuju korteks olfaktori..
https://classconnection.s3.amazonaws.com/350/flashcards/2119350/jpg/pi
cture11366103244781.jpg

peranan dalam proses kawin. Karena quadruped maka


penciuman masih digunakan sebagai pendeteksi kesiapan kawin,
proses kelangsungan hidup spesies. Manusia karena bipedal
kehilangan kemampuan mendeteksi dengan cara ini.
Gambar 3.28: Alur perjalanan bau ke sistim limbik dan korteks
piriform
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

3.7.6 Perbedaan antar spesies


Daerah epitel olfaktori (warna tebal) pada anjing jauh
lebih besar daripada pada manusia sekitar empat puluh kali .
Mencit yang dipakai sebagai obyek studi mempunyai sekitar
seribu macam reseptor sel. Jumlah sel olfaktori pada manusia
lebih sedikit dibandingkan dengan tikus maupun anjing, sel sel
olfakori pada manusia berkurang selama proses evolusi (gambar
3.29).
Gambar 3.29. Perbandingan jumlah sel epitel olfaktori pada anjing,
mencit dan manusia.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

3-8 Sistem Pendengaran


Pada hewan suara merupakan alat survival, menandai
adanya bahaya dan mensaigakan diri atau menginformasikan
kepada kelompoknya akan bahaya yang datang
Untuk manusia, suara sangat penting dan merupakan alat
komunikasi, akan tetapi untuk hewan adanya perubahan atau
gangguan mekanis dapat merupakan gerbang komunikasi
informasi. Ular mempunyai dua sistem sensorik yang
memberikan respon vibrasi diudara dan vibrasi substrat
(misalnya vibrasi air tubuh, daun yang bergerak). Sistem
pendengarannya tidak sensitif terhadap suara akan tetapi
sensitifitas terhadap vibrasi sangat tinggi , amplitudo sekecil
0.1nm dapat terdeteksi. Ikan dan cumi-cumi dapat mendeteksi
vibrasi gerakan air yang ditangkap oleh. reseptor garis lateral
dan bukannya oleh telinga. Akibat adanya vibrasi air di
lingkungannya , air akan masuk ke dalam pori-pori ikan atau cumi
cumi dan dideteksi oleh mekanoreseptor yang disebut
neuromast. Strukturnya mirip dengan reseptor sel rambut pada
hewan tinggi, mempunyai kupula. Cairan yang mengalir
disekelilingnya akan menggerakan reseptor rambut. Reseptor
lateral muncul pada hewan air sedangkan pada hewan terestrial
muncul yang namanya telinga. Burung hantu menggunakan
suara yang datang dari mangsanya untuk menentukan lokasi
mangsa tersebut. Beberapa vertebrata mendapat informasi dari
refleksi atau pantulan suara yang sangat lemah, yang
dihasilkannya sendiri. Kemampuan ini berkembang dengan baik
pada kelelawar, dolfin dan beberapa burung. Studi tentang
kemampuan mendengar pada manusia telah banyak dilakukan.
Manusia dapat mendengar suara antara 20 sampai dengan
20.000Hz, sedangkan kelelawar dapat menagkap frekwensi
sampai dengan 100.000Hz dan anjing sekitar 30.000 sampai
dengan 40.000Hz.
Beberapa hewan mempunyai kemampuan yang istimewa,
gajah Afrika dapat berkomunikasi beberapa kilometer dengan
gajah lainnya. Gajah Asia tercatat mampu menangkap suara
dengan frekwensi antara 14 sampai 24 HZ, yang tidak dapat
ditangkap oleh manusia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
binatang-bintang tertentu bereaksi terhadap kedatangan bencana
alam seperti gempa bumi yang akan datang. Getaran gempa yang
merambat pada level infra dapat terdeteksi oleh beberapa hewan.
Secara umum sel rambut merupakan mekanoreseptor pada
vertebrata, ditemukan baik pada ikan, amfibi maupun mamalia
Mendefinisikan pendengaran sangat sulit untuk hewan
avertebrata karena organ pendengarannya sangat berbeda dengan
hewan vertebrata.
Pada manusia, studi tentang mekanisme suara sangat
intensif dan telah diketahui dengan baik. Mekanisme penerimaan
suara dan perjalanan gelombang tampak jelas dari anatomi dan
neurologi sistim pendengaran. Disamping sebagai alat
pendengaran, telinga juga dipakai sebagai alat keseimbangan
gambar 3.30 menunjukan anatomi dari sistem pendengaran dan
keseimbangan hewan mamalia.
Bagian dalam dari telinga atau labirin terdiri dari dua
bagian, labirin boni tempat kedudukan sistem pendengaran
koklea dan sistem keseimbangan dan labirin membranous karena
terdiri dari membran epitel yang merupakan membran koklea dan
keseimbangan. Labirin –labirin ini dipisahkan oleh cairan yang
disebut perilim sedangkan labirin membranous berisi cairan
endolim. Setiap bagian dari sistem keseimbangan terdiri dari dua
set truktur utama yakni , tiga kanal semisirkuler dan sepasang
kantung otolit utrikel dan sakul.

3.8.1 Perjalanan gelombang suara pada hewan tingkat tinggi


Sistem pendengaran sangat berbeda dengan sistim
sensorik lain. Informasi pendengaran atau auditori ascend atau
naik dari telinga yang sama ke kedua sisi otak. Karena informasi
pendengaran yang berasal dari kedua telinga akan naik ke kedua
sisi jalur otak, kerusakan salah satu sisi tidak akan menghilangkan
kemampuan pendengaran.
Gelombang suara masuk telinga melalui saluran
pendengaran atau auditory kanal dan diterima membran timpani
sehingga menimbulkan getaran. Telinga bagian tengah maleus,
inkus dan stapes akan menghantarkan getaran dari membran
timpani. dan meneruskan lebih lanjut ke jendela oval, masuk
media gel dalam perilim dan mengakibatkan scala vestibule
memutar dan menimbulkan getaran membran basilar, reseptor sel
rambut akan tertekuk dan akan menimbulkan potensial aksi
menuju ke saraf kranial VIII ke inti koklea di batang otak dan
berakhir di ipsi dan kontra lateral di korteks serebri. Jendela bulat
atau oval window berfungsi sebagai pentil (valve) untuk
mengendurkan tekanan (gambar 3.30). Persepsi kesadaran suara
dan asal suara terjadi di korteks serebri. Getaran yang tidak
Gambar 3.30: Alur perjalanan suara, dimulai dari telinga bagian luar,
menuju ke telinga bagian tengah dan ke bagian dalam sebelum
diteruskan oleh saraf ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

mengganggu pendengaran dan menimbulkan rasa sakit disekitar


130 desibel. Percakapan biasa sekitar 50 desibel dan suara dijalan
raya 90 desibel. Jika kita sering terdedah pada gelombang suara
yang terrlalu tiggi maka akan terjadi gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akan menyebabkan tuli, hal ini
disebabkan oleh karena ada kerusakan pada :

• Hantaran suara: Hilangnya transmisi gel


• Kerusakan saraf: Malfungsi sel rambut koklea.

Pada hewan sering terjadi cacat kongenital: White coat color

3.8.2 Arah perjalanan signal


Telinga bagian tengah memegang peranan penting , dapat
menandai suara dan keseimbangan. Bila kita lihat, maka bagian
tengah ini bentuknya mirip siput, oleh karena itu disebut rumah
siput dan detail dari rumah siput diberikan pada gambar 3.31.
Kemampuan telinga untuk menganalisa frekwensi
bergantung kepada kelenturan atau elastisitet membran basilar
yang terletak di koklea. Koklea dikelilingi oleh cairan yang mirip
dengan intraseluler, berarti konsentrasi ion K+ tinggi dan disebut
endolim. Pada koklea ada organ Corti yang letaknya dibasal
membran. Deteksi suara ditangkap oleh sel rambut pada organ
Corti. Sel rambut akan bergerak menekuk apabila ada suara.
Apabila diuraikan lagi bentuk dari koklea dapat dilihat digambar
3.31 dan 3.32. Membran basilar terikat pada cairan gelatinus.
Gelombang suara akan bergerak sepanjang membran sehingga
membran basilar akan terosilasi, bergerak naik turun.
Pada organ korti di koklea terdapat sekitar 20.000 sel rambut ke
membran basilar. Sel rambut dikelilingi oleh sekumpulan
steriocilia dan sitoplasma, disebut basal body.
Pada keadaan diam atau normal semua sel rambut akan
Labirin oseos
Anterior
Membran labirin
Saluran koclea
semisirkuler
Perilim Koclea
Kanal semisirkuler Utrikel
Sakul

Endolim

Skala vestibula
Ampula Vestibula Skala
Posterior Celah bulat
timpani
semisirkuler Saluran kolea

Gambar 3.31: Rumah siput dan bagian bagiannya


http://www.slideshare.net/bholmes/ch12-ppt-lect

tegak dan sedikit bocor terhadap ion K+ dan Ca2+ (mengapa K+


menyebabkan depolarisasi ???) sehingga membran potensialnya
ada disekitar -30. mV. Adanya suara akan mengakibatkan
membran basilar bergerak ke atas dan sel sel rambut akan
terdefleksi ke arah yang menuju sel rambut yang panjang.
Kanal sensitif terhadap bunyi akan menyebabkan depolarisasi,
Ca2+ masuk ke dalam sel dan terjadi potensial berjenjang (ingat
peristiwa ini ada direseptor).
Neurotransmitter glutamat dilepaskan. Glutamat akan
memerintahkan saraf yang menuju ke otak untuk menembak saraf
berikutnya. Pada waktu membran basilar bergerak turun maka
terjadi hiperpolarisasi dan tidak ada pelepasan neurotransmitter.
Osilasi suara mengakibatkan osilasi membran basilar. Terjadi
depolarisasi yang diikuti dengan hiperpolarisasi. Alur perjalanan
saraf sampai ke auditori korteks diberikan pada gambar 3.34. Alur
pendengaran berangkat dari saraf VIII membawa input secara
ipsilateral ke inti koklea dan superior olivari. Sebagian besar
seperti halnya alur perjalanan saraf akan kontra lateral ke superior
olivari melalui stria akustik dan badan trapezoin. Naik secara
bilateral dijalur lemnikus ke inti lemnikus dan berlanjut di
inferior kolikulus (batang otak mempengaruhi perilaku).
Berlanjut lebih jauh

Gambar 3.32: Detail dari koklea. Sel rambut terletak di koklea dan
reseptor sel rambut menandai adanya suara.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.
ke medial genikulat (thalamus). Kemudian terproyeksi ke auditori
korteks dan korteks auditori asosiatif. Hanya mamalia yang
mempunyai koklea yang sebenarnya, vertebrata lain tidak
mempunyai saluran koklea sekalipun mereka memiliki membran
basilar dan organ korti. Penyederhanaan alur asending ada pada
gambar 3.34.
Kontrol turunnya saraf dari auditori korteks (gambar
3.34) melalui saraf no V yang akan mengkontrol tegangan otot
saraf timpani ditelinga bagian luar. Otot ini terikat pada maleus
dan menghasilkan tegangan membran timpani pada waktu
Gambar 3.33: Kinokiluim dan steriokilia dari sel rambut yang akan
sinap dengan saraf yang menju ke otak
http://www.cf.ac.uk/biosi/staffinfo/jacob/teaching/sensory/taste.html

berkontraksi. Refleks membatasi pergerakan timpani yang


berlebih dan suara yang keras dan frekwensi rendah.
Alur reflex ini turun melalui saraf VII dan akan
merangsang kontraksi otot stapedius yang terletak di stape.
Meredam suara yang tiba-tiba keras dan frekwensi tinggi.
Kontrol disending (turun) sel rambut luar memodulasi sensitifitas
sel rambut bagian dalam dengan cara berkontraksi atau ekspansi
badan selnya untuk mengatur tegangan bagian dalam sel rambut.

Gambar 3.34: Alur perjalanan suara, kontrol asending dan disending.


Sebelum ke pusat semua direley di medial genikulat di thalamus
http://www.kumc.edu/SAH/OTEd/OTPT_Neuro/LectureNotes/auditory.
html
Urut urutan proses sampai ke korteks auditor dapat dilihat
pada gambar 3.35.
Gambar 3.35.: Simplifikasi alur perjalanan suara dari sumber suara
sampai ke auditori korteks. Hilangnya persepsi pendengaran
diakibatkan oleh rusaknya koklea atau lemahnya vibrasi di telinga.

3.8.3 Pembedaan frekwensi


Masing masing frekwensi dideteksi oleh bagian yang
berbeda dari koklea. Diujung dekat oval window yang sempit dan
kaku mendeteksi frekwensi tinggi sedangkan helikoterma lebar
dan fleksibel mendeteksi frekwensi rendah (gambar 3.36)
Gambar 3.36: Pembagian daerah frekwensi pada koklea. Daerah
frekwensi tinggi dan rendah
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi

3.8.4 Sistem keseimbangan (Vestibular)


Menjaga keseimbangan melibatkan tiga organ utama
yakni organ keseimbangan atau vestibular, mata dan otot tubuh.
Ketiga organ ini akan mengirim signal kebatang otak melalui
saraf sensorik yang menerima input dari rerseptor sensorik. Pusat
keseimbangan ada di sebelah dalam dari telinga dan bersebelahan
letaknya dengan koklea yakni utrikel, sakul dan kanal
semisirkuler (gambar 3.31). Kanal keseimbangan dan koklea
terletak di labirin boni (bony of labirinth) ldi sebelah bagian
temporal kiri dan kanan kepala. Diantara labirin boni ada
membranous labirin karena terbentuk dari lapisan epitel. Sel
epitel kemudian terspesialisasi disatu tempat dan menjadi
reseptor sensorik rambut yang disebut silia. Pada silia ada
steriosilia dan kinokilium Silia-silia ini akan bersatu untuk terikat
menjadi satu oleh gelatinous Makula tempat sel-sel rambut
bertumpu pada utrikel dan sakul. Sel-sel rambut akan terproyeksi
ke materi gelatinus otolit yang mengandung kalsium karbonat.
Jika ada pergerakan gelatinous, maka silia-silia ini akan bergerak
kearah yang sama. Input dari reseptor yang menuju ke otak
menandai sudut dari tubuh dan signal dari kedudukan atau
panjang otot memberi informasi posisi kepala dan tubuh terhadap
gravitasi. Informasi keseimbangan terintegrasi dengan sistem
penglihatan. dan keseimbangan selama pergerakannya akan
distabilkan oleh mata. Sistem keseimbangan dapat menandai
signal tiga demensi kedudukan tubuh. Utrikel akan berespon
terhadap gerakan horisontal dan linear sedangkan sakul berespon
terhadap gerakan vertikal linear. Pada keadaan diam atau
istirahat, reseptor akan menjulur tegak ke otolit saraf sensorik.
Jika sel rambut tertekuk kesatu arah, dan mendekati kinokilium
karena perubahan letak tubuh, gravitasi atau adanya perubahan
letak kepala maka akan terjadi potensial aksi sedangkan jika
berlawanan arah akan hiperpolarisasi dan spike potensial aksi.
Gambar 3.37: Pada waktu kepala dalam keadaan normal maka
gravitasi akan menarik otolit utrikel kebawah dan ketika kepala posisi
menjauh maka gravitasi akan mengubah posisi otolit terhadap sel
rambut.
http://virtualgardneranatphys.wikispaces.com/Equilibrium.

akan berkurang (gambar 3.37). Respon keseimbangan hanya jelas


apabila ada perubahan pergerakan dan gerakan yang tetap
(konstan). Tanpa gerakan tidak ada respon keseimbangan.
Kanal semisirkuler menandai adanya percepatan putaran
pada kepala, pada bagian dalam kanal semisirkular ada membran
yang bentuknya membesar pada posisi didekat utrikel (lihat
gambar 3.30 dan 3.31 menunjukan letak kanal semisirkuler) dan
disebut ampula Setiap ampula ini disebut krista ampularis. Sel
rambut akan terproyeksi ke kupula Kanal ini membantu
keseimbangan kepala dan tubuh selama ada gerakan yang tiba-
tiba. Kanal-kanal ini terletak satu sama lain dengan sudut
sedemikian rupa dan masing-masing terletak pada bidang
anatomi yang berbeda. Kinokiliumnya lebih besar dan tebal
dibandingkan yang di utrikel dan sakul, steriokilia (silia yang
lebih pendek dan tipis) untuk setiap reseptornya. Neuronnya
sendiri terbenam di dalam ampula yang menonjol sedangkan silia
terproyeksi ke kupula Jika ada perubahan dalam gerakan maka
reseptor akan aktif dengan menembak 100 potensial aksi setiap
menitnya. Pergerakan cepat atau tiba-tiba dari sel rambut akan
mengubah polaritas reseptor. Jika silia bergerak searah dengan
kinokilium, maka reseptor akan terdepolarisasi dan penembakan
akan melebihi 100 potensial aksi setiap menitnya.
Otak menerima informasi dari kedua saluran kiri dan
kanan dan membandingkan laju penembakan (firing rate)
masing-masing saluran. Jika satu saluran tereksitasi maka saluran
yang lain akan terinhibisi Informasi ini digunakan untuk
menentukan arah dan perubahan kecepatan pergerakan reseptors.
Pertama inti keseimbangan menerima input dari saraf
keseimbangan VIII, mata, tubuh dan otot. Kemudian diteruskan
sampai inti okulomotor dibatang otak melalui saraf III, IV dan
VI (lihat tabel saraf kranial dibab saraf). Inti keseimbangan
bersinergi dengan serebelum agar tujuan dan hasil akhir gerakan
tercapai. Serebelum dapat memberi informasi tentang gerakan
gerakan yang telah dilatih seperti gerakan pemain sirkus yang
berjungkir balik, penari Bali yang harus melakukan gerakan sulit.
Mata melakukan gerakan bersama-sama untuk menjaga bayangan
yang terbentuk. Mata dalam hal ini seperti tempat berpegangan
secara imajiner agar tubuh tidak jatuh. Saraf dari tulang belakang
menjaga tonus otot agar tidak jatuh Mabuk kendaraan atau
pergerakan terjadi apabila keseimbangan, visual dan propioseptif
di luar proporsi. Sistem retikular mendapat informasi dari inti
vestibular, jadi akan mempengaruhi sistem saraf otonom juga
sehingga respon gangguan keseimbangan sering diiringi oleh
mual-mual. Gangguan yang sama juga terjadi pada astronot
karena tanpa gravitasi sensor keseimbangan menjadi terganggu
dan mengirim signal yang tidak tepat ke otak sehingga terjadi rasa
mual dan pusing-pusing (gambar 3.38).
Gambar 3-38: Simplifikasi kontrol keseimbangan yang melibatkan pusat
keseimbangan ditelinga(saraf no VIII) serebelum dan mata (saraf no III,
IV dan VI).

Secara terintegrasi, sistem keseimbangan adalah


penggabungan saraf okulomotor dan saraf motorik sebagai
berikut:
1. Dari labirin keseimbangan ditelinga, melalui saraf nomor
VIII akan dikirim signal ke inti keseimbangan
(vestibular). Inti keseimbangan akan memberikan
informasi kepada serebelum (umpan balik) dan ke alur
vestibulospinal untuk otot ekstensor (kedudukan, tubuh
dan kaki).
2. Bagian inferior (bawah) inti vestibular memberikan
informasi ke serebelum dan retikular (refleks bangkit) dan
saraf okulomotor (III, IV dan VI)
3. Bagian medial dari inti vestibular ke otot leher dan posisi
leher
Bagian superior inti vestibular ke okulomotor melalui saraf
III, IV dan VI untuk mengatur pergerakan mata (gambar 3.38).

Catatan Indera.
Didalam memilih makanan maka daya tarik makanan
biasanya berdasarkan penampilan dari makanan atau indera mata.
Setelah dicoba rasanya maka indera pengecap merasakan
makanan tersebut. Karena makanan tersebut terlarut didalam
mulut maka bau makanan tercium oleh indera penciuman.
Karena penciuman mempengaruhi sistim limbik maka rasa
makanan akan mempengaruhi emosi. Oleh karena itu ada orang
menyukai makanan tertentu. Kemungkinan membaui sebelum
memasukan kemulut juga terjadi sehingga ada kemungkinan
emosi memegang peranan sebelum mencicipi. Bentuk atau
texture juga menentukan karena pemilihan texture mempengaruhi
indah atau tidaknya makanan. Tidak kalah pentingnya adalah
ketika dikunyah apakah akan menimbulkan suara yang lembut
atau kasar. Jika anda ingin bergerak dalam bidang makanan ada
baiknya anda memperhatikan fisiologi indra sebagai acuan.
Bab IV
OTOT DAN BIOELEKTRIK

4. 1 SITOSKELATON
Bergerak adalah kemampuan hewan untuk melakukan
perpindahan, ini yang membedakannya dengan tanaman. Dasar
dari pergerakan adalah transformasi energi kemomekanik. Semua
energi adenosin trifosfat (ATP) di konversikan menjadi energi
mekanik pergerakan otot. Dalam evolusinya terjadi spesialisasi
fungsi otot seperti otot rangka atau otot lurik, otot polos dan otot
jantung. Pergerakan sendiri merupakan proses yang menarik,
karena dari energi kimia langsung di ubah menjadi energi
mekanis (energi pembakaran bahan bakar fosil memerlukan
konversi panas atau listrik terlebih dahulu sebelum digunakan).
Pergerakan muncul ditingkat jaringan, seluler dan subseluler.
Pada umumnya jaringan otot hewan teradaptasi untuk kontraksi
dan pergerakan seperti menekuk lengan, detak jantung atau
kontraksi uterin pada waktu melahirkan. Pada manusia sekitar
40% dari tubuh adalah otot rangka dan mengkonsumsi energi
yang tinggi. Otot mengkonsumsi sekitar 25% oksigen yang
diambil oleh tubuh untuk membakar energi kontraksi otot.
Pada tingkat seluler titik beratnya adalah pergerakan dari
sel dilingkungannya. Pergerakan seluler terlihat pada organisme
sederhana seperti pergerakan dari amoeba, protozoa, sperma
dan migrasi sel selama embriogenesis. Dasar molekuler
kontraksi untuk semua otot sama yakni aktin dan miosin, bahkan
molekul-molekul ini juga digunakan untuk motilitas dari sel
ekariot Bab ini hanya akan membahas pergerakan pada otot
rangka, jantung dan otot polos.

4.2 Otot Rangka.


Pada hewan, otot rangka merupakan alat gerak dan bagian-
bagiannya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 , Otot rangka
dihubungkan dengan rangka melalui tendon. Komposisi utama
tendon adalah kolagen. Ukuran tendon bervariasi, untuk yang
mengatur pergerakan jari cukup panjang sedangkan yang
mengatur kedudukan tubuh relatif pendek. Gambar otot secara
lengkap dan tendonnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2
yang terdiri dari berbagai lapisan jaringan penghubung.
 Fasia melapisi permukaan otot. Memisahkan otot satu
sama lain dengan otot sebelahnya..
 Epimisium : terletak dibawah fasia dan mengelilingi
otot rangka
Gambar 4.1: Anatomi otot dan bagian bagiannya
https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-
physiology
 Perimisium : merupakan perluasan dari perimisium
meluas sampai ke otot. Memisahkan sel-sel otot ke
fasikel.
 Endomisium : memisahkan serabut otot satu persatu.
 Sekumpulan serabut otot terhubungkan oleh fasikel.
 Sarkolema merupakan sel tunggal otot rangka
 Miofibril menghubungkan satu serabut dengan
serabut lainnya.
Gambar 4.2: Anatomi Serabut otot. Perhatikan banyaknya miofibril pada
otot, masing-masing mempunyai sarkomer, garis-garis dari sarkomer
disebabkan oleh struktur aktin-miosin yang tertata rapi.
https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-
physiology/

4.2.1 Serabut otot rangka


Serabut otot rangka merupakan sel tunggal yang akan
berkontraksi pada waktu dirangsang dan relaksasi pada akhir
rangsangan. Rangsangan terjadi tepat dibawah membran sel
(sarkolema) yang letaknya disitoplasma atau pada otot dikenal
sebagai sarkoplasma. Di dalam sarkoplasma ada mitokondria dan
inti yang berbentuk oval dan kecil-kecil. Disitu juga terdapat
miofibril yang berjajar paralel satu sama lain. (gambar 4.3..)
Miofibril memegang peranan penting dalam kontraksi otot.
Terdiri dari dua jenis protein utama yakni filamen tebal miosin
dan filamen tipis aktin. Organisasi filamen berbentuk garis-garis
yang gelap dan terang (pita serabut otot). Pita yang terang disebut
pita I terdiri dari filamen tipis aktin, langsung berikatan dengan
garis Z.
Pita yang kedua atau pita gelap A dimana molekul miosin
tumpang tindih dengan aktin. Pita A bukan hanya daerah tumpang
tindih antara aktin dan miosin akan tetapi juga daerah pusat H
yang menebal. Segmen miofibril berawal dari satu titik Z ke titik
Z yang lain disebut sarkomer. (gambar 4.3..)
Di dalam sarkoplasma, serabut otot mengandung
rangkaian saluran membran yang mengelilingi miofibril dan
posisinya sejajar yakni sarkoplasmik reticulum (SR), seperti
halnya endoplasma retikulum merupakan gudang dari kalsium.
Pada otot rangka S satu set lagi perlengkapan sel otot adalah
kanal tubula transversal (tubula T) masuk ke dalam membran
serabut otot dan melewati keseluruhan bagian dalam serabut.

Gambar 4.3: Kedudukan retikulo sarkoplasma, tubula transversa


mitokondria, inti pada sarkolema otot rangka.
https://sites.google.com/a/wdpsd.com/general-human-anatomy-and-
physiology/

otot, tubula T terbuka terhadap ekstraseluler jadi mengandung


cairan ekstraseluler. Setiap mikrotubul berdekatan dengan dua
untaian retikulo sarkoplasma yang disebut cisternae dari retikulo
sarkoplasma

4.2.2 Jembatan neuromuskular


Setiap serabut otot akan berhubungan dengan satu serabut
saraf yang disebut motorneuron atau saraf motorik yang berasal
dari otak menuju ke otot.
Penghubung antara saraf motorik dan serabut otot disebut
jembatan neuromuskular. Serabut otot membentuk motor
endplate, ditempat ini jumlah mitokondria dan inti sangat banyak
dan bentuk serabut otot ditempat ini berlipat-lipat.
Ujung dari saraf motorik mengandung banyak
mitokondria dan vesikel-vesikel kecil yang menyimpan
neurotransmiter. Neurotransmiter akan dilepaskan di ujung saraf
dan di celah-celah antara ujung saraf dan otot. Kemudian
neurotransmiter merangsang serabut otot untuk berkontraksi
dengan cara mendepolarisasi membran sel otot. Keseluruhan ini
yakni otot dan saraf disebut motor unit.
Serabut otot biasanya terinervasi dengan serabut saraf
yang besar, sarafnya termielinasi. Serabut ini saraf ini keluar dari
anterior tulang belakang dan sangat banyak cabangnya, artinya
satu saraf motorik dapat merangsang banyak serabut otot.
Gambar 4.4 Ilustrasi serabut saraf motorik dan otot secara detail,
perhatikan pada ujung saraf maupun otot kaya akan mitkondria dan
inti.
Sumber yang tidak dapat ditelusuri lagi.

4.2.3 Kontraksi otot rangka


Kontraksi otot: Merupakan proses yang kompleks, setelah
transmisi neurotransmitter dari saraf motorik maka : 1. Reseptor
diserabut otot akan menangkap neurotransmiter asetikolin dari
saraf (telah diterangkan di bab saraf). Terjadi depolarisasi serabut
otot atau motor. 2. Impuls akan dihantarkan ke tubula T yang
kemudian 3. Terjadi aktifasi sarkoplasmik retikulum (SR) untuk
melepaskan kalsium. Pada otot lurik tidak ada kanal Ca2+
sehingga mobilisasi ion ini berasal dari sarkoplasmik
reticulum. 4. Ion Ca2+ ini akan berinteraksi dengan molekul aktin
yang berupa heliks berganda. Melilit di molekul aktin adalah
tropomiosin dan pada tropomiosin terdapat protein troponin
(gambar 4.6) yang terdiri dari tiga sub unit, C, I, T (gambar 4.7).
Sub unit C adalah tempat kedudukan Ca2+ (gambar 4.6). Pada
waktu konsentrasi intaseluler mencapai harga sekitar 10-6 M
maka ion Ca2+ akan

Gambar 4.5 : Depolarisasi akibat rangsangan asetilkolin oleh saraf ke


otot akan mengakibatkan perambatan potensial aksi ke dekat SR dan
kemudian kalsium di retikulo sarkoplasma dilepaskan ke sitosol
http://opentextbc.ca/conceptsofbiology1stcanadianedition/chapter/19-4-
muscle-contraction-and-
duduk ditroponin C dengan oreantasi mengarah ke miosin,
sehingga aktin akan semakin mudah untuk bersinggungan dengan
miosin (gambar 4.6 dan 4.8).

Gambar 4.6 :Struktur aktin dengan lilitan tropomiosin dan troponin


yang menempel di tropomiosin tempat kedudukan kalsium (Ca2+)

Kegagalan ekspresi genetik pembentukan protein troponin


untuk tempat ikatan Ca2+ akan menyebabkan gangguan.
Gangguan tersebut disebut muscular dystrophy, otot tidak dapat
berkontraksi. Detail peranan miosin dalam kontraksi otot dapat
dilihat pada gambar 4.7. Miosin merupakan dua untaian protein
terlipat dengan bagian globular disebut jembatan lintas yang
menjulur ke aktin.

Gambar 4.7: Troponin c tempat kedudukan Ca, pada waktu Ca telah


duduk ditroponin c, maka oreantasi aktin akan sedemikian rupa
sehingga aktin dan miosin akan saling bersinggunagan Kemudian
troponin I akan lebih dekat miosin sebelun kembali ke kedudukan
semula
http://www.molbiology.com/index.php?a=show&c=hs&i=1&p=2

Pada waktu kepala miosin berikatan dengan gugus ikatan


aktin maka miosin akan sedikit tertekuk dan selanjutnya akan
menarik molekul aktin. Troponin akan mengoreantasikan aktin
dan miosin sehingga memungkinkan untuk saling
bersinggungaan. Subunit I akan menjauh miosin dan subunit T
lebih mengarah ke miosin, maka terjadilah kontraksi. Kemudian
kepala miosin akan terlepas dan lurus lagi dan kemudian akan
berikatan lagi. Bagian globular dari miosin mengandung enzim
ATPase (miosin ATP ase), yang tugasnya memecah ATP menjadi
ADP + fosfat dan dihasilkan energi untuk kontraksi .
Setelah aktin dan miosin saling bersinggungan maka Ca2+
akan lepas dan subunit I dari troponin akan teroreantasi lebih
dekat dengan miosin. 5. Asetikolin akan terdegradasi di otot dan
dan proses relaksasi terjadi. Pada waktu relaksasi,

Gambar 4.8: Gambar dari molekul miosin dengan rantai ringan dan
heliks bergandanya. Pada kepala miosin terdapat molekul enzim ATP
ase
troponin subunit I akan semakin menjauh dari miosin dan 6.
Ca2+ kembali ke sarkoplasmik reticulum. 7. Aktin dan miosin
saling menjauh. Demikian siklus kontraksi otot berlangsung.
Secara umum kontraksi otot yang melibatkan aktin-
miosin-ATP dan kalsium dapat dilihat pada pada gambar 4.7
dan ringkasan siklus kontraksi otot ada di gambar 4.9. Terlihat
juga pembentukan ATP diperlukan untuk relaksasi otot.

Gambar 4.9: Siklus saling lintas kontraksi-relaksasi otot yang


melibatkan aktin-miosin dan ATP
https://www.studyblue.com/notes/note/n/muscle/deck/2465316
Awal dari hidrolisa ATP akan memungkinkan
terjadinya oreantasi aktin dan miosin sehingga dapat saling
bersinggungan. Setelah hidrolisa ATP maka ADP dan P
akan dilepaskan dari miosin, Ca2+ teroreantasi ke miosin
dan kontraksi maksimum terjadi. Setelah itu ADP dan P
akan masuk kembali menjadi ATP dan berikatan dengan
miosin dan relaksasi terjadi. Demikian siklus berlangsung

4.3 Energetik Kontraksi Otot


4.3.1. Kontraksi lambat dan cepat.
Ada 3 kelompok serabut otot , bergantung kepada
penggunaan energinya dan fungsinya. (1) Oksidatif lambat
disebut tipe I (2) Oksidatif cepat disebut tipe IIA dan (3)
Glikolitik cepat disebut IIB. Jenis-jenis tadi bergantung kepada
miosin dan ATP yang terikat padanya. Serabut cepat kaya akan
miosin dan aktifitas enzim ATP-asenya tinggi. Semakin cepat
proses pemendekan semakin tinggi laju penggunaan ATPnya.
Tipe I paling banyak untuk menjaga kedudukan tubuh dan
konsentrasi Ca2+ yang lama di sitoplasma. Proses aerobik lebih
dominan karena otot kaya akan mitokondria sehingga banyak
molekul sitokromnya. Molekul ini banyak mengandung Fe yang
merupakan bagian dari mioglobin, molekul pembawa oksigen
untuk suplai proses aerobik. Otot ini juga dikelilingi oleh
pembuluh darah yang sangat banyak. Gaya yang ditimbulkan
pada otot jenis ini sekitar 10 gram/cm2 dan ototnya berwarna
merah.
Tipe IIA dan IIB menghasilkan gaya kontraksi sekitar
100gram/cm2. Keduanya dapat dibedakan dari cepat letihnya
otot tersebut.
Kontraksi cepat digunakan untuk gerakan cepat dan
kontraksi yang kuat. Ototnya cepat letih karena energinya cepat
habis. Otot mengandalkan energinya dari reaksi anaerobik
glikolisis, juga sarkoplasmik retikulumnya banyak pada otot ini
sehingga kontraksi cepat dapat diikuti dengan relaksasi.

4.3.2. Metabolisme kontraksi otot


Selama proses metabolisme, otot akan menghasilkan energi yang
berupa senyawa berenergi tinggi ATP. Konsentrasinya diserabut
otot sekitar 5mM. Konsentrasi ini akan digunakan untuk saling
lintas, pompa Na+/K+, pompa Ca2+ di SR. Energi juga digunakan
untuk kebutuhan mendadak pada saat diperlukan dan hanya
berlangsung selama beberapa detik saja. Otot mempunyai
cadangan yang dapat digunakan secara cepat yakni krertin
fosfat. Kreatin fosfat mencegah berkurangnya paras ATP secara
drastis akibat penggunaan pada awal kontraksi. Fosfat yang
berasal dari kreatin fosfat akan diberikan kepada ADP untuk di
konversikan menjadi ATP.
Gambar 4.10: Skema penggunaan kreatin fosfat dan kembali
kepembentukan kreatin fosfat. Keduanya menggunakan enzim kreatin
fosfokinase.

Pada keadaan istirahat , kreatin fosfat terbentuk kembali.


Reaksi bolak-balik ini dikatalisa oleh enzim kreatin fosfokinase.
Pada waktu relaks, kelebihan ATP akan dipindahkan ke kreatin
untuk menjadi kreatin fosfat (Gambar 4.10.). Demikianlah siklus
ATP diotot. Menjadi pertanyaan adalah mengapa energi di otot
ada yang disimpan sebagai kreatin fosfat dan bukan sebagai
ATP. Pembentukan ATP sebagai energi di otot tidak akan
secepat energi yang dibebaskan dari hidrolisa kreatin fosfat.
Oleh karena itu diperlukan sistem penyimpanan lain untuk
memenuhi kebutuhan yang mendadak. Dari biokimia kita juga
mengetahui bahwa ATP yang tinggi akan melakukan reaksi
umpan balik (feedback), yakni deaktifasi fosfofruktokinase.
Akibatnya reaksi glikolisis akan berhenti. Pada waktu diperlukan
untuk bergerak, maka akan terjadi keterlambatan dalam
memenuhi kebutuhan energi. Kreatin fosfat tidak melakukan
umpan balik ke fosfofruktokinase. Lebih jauh lagi, hidrolisa
keratin fosfat ke keratin menghasilkan energi sebesar 10.3
kKal/mol.
Pada waktu otot bekerja keras, misalnya olah raga berat,
oksigen yang digunakan untuk reaksi aerobik tidak cukup,
akibatnya oksigen tidak dapat cepat kembali ke keadaan normal
bahkan kadang-kadang setelah beberapa jam baru kembali
kekeadaan normal. Hal ini disebut hutang oksigen. Pada keadaan
ini akan dihasilkan asam laktat (mengapa??). Produk asam laktat
ini akan terus dioksidasi menjadi CO2 di otot, hati, otak dan
jantung. Sebagaian dari asam laktat di hati akan diubah menjadi
glukosa. Proses pemanfaaatan asam laktat ini disebut siklus
Corry (gambar 4.11).
Ilustrasi penggunaan energi di atas dapat dilihat pada
peristiwa sehari hari. Anda harus berlari untuk mengejar kereta
Gambar 4.11: Metabolisme pembentukan asam laktat dan penggunaan
asam laktat selama otot bekerja akibat terjadi hutang oksigen. Laktat
akan diubah menjadi ATP diorgan-organ yang sangat segera
memerlukannya

api yang akan berangkat beberapa saat lagi. Apabila anda tidak
lari maka anda akan terlambat dan apabila anda terlambat
andapun akan terlambat datang ketempat kerja dan indeks kinerja
anda akan berkurang. Tindakan anda pertama adalah lari
mengejar waktu yang tertinggal. Pada diri anda ada empat
peristiwa penanganan energi:
1. Tiga detik pertama cukup menggunakan ATP yang ada di
dalam sel.
2. 8-10 detik otot akan menggunakan kreatin fosfat, cadangan
yang menyiapkan ATP.
3. Karena anda belum juga sampai di kereta api maka anda masih
terus berlari. Cadangan glikogen (tidak memerlukan oksigen)
akan terdegradasi dan membentuk glukosa.
4. Masih juga belum sampai di kereta api maka otot akan
menggunakan respirasi aerobik (ATP menggunakan oksigen).

4.4 Kontraksi Tunggal Serabut Otot


Kontraksi yang diakibatkan oleh satu potensial aksi
(tunggal) disebut twitch yang mengawali mesin kontraksi.
Setelah potensial aksi terjadi maka kontraksi tetap berlangsung
selama masih ada kalsium di sitoplasma. Perioda potensial aksi
bergantung kepada lamanya kalsium kembali sarkoplasmik
retikulum.
Gaya yang dapat dihasilkan oleh otot rangka bergantung kepada
dua hal yakni jumlah twitch dalam serabut otot tunggal atau
disebut sumasi dan jumlah serabut otot yang menjadi aktif
disebut rekruitmen.
Gambar 4.12: Grafik antara rangsangan dan waktu. Koordinat
bukan menunjukan ukuran kuantitatif, hanya gambaran antara gaya dan
waktu. Detail ada pada teks

Aktifasi serabut saraf yang ke otot secara terus menerus


menghasilkan sumasi. Jika potensial aksi pada otot tidak datang
terus-menerus, maka paras kalsium akan kembali ke keadaaan
normal dan potensial aksi yang berikut dapat terjadi lagi (gambar
4.12a). Apabila dua atau lebih potensial aksi yang tiba di otot
dalam waktu yang sangat dekat, tidak semua kalsium yang telah
dilepaskan akan kembali lagi ke sarkoplasmik retikulum,
akibatnya terjadi sumasi kontraksi . Arti dari sumasi dalam
kaitannya dengan saling lintas adalah beberapa yang tersisa dari
peristiwa pergeseran filamen tadi masih ada dan gelombang
kedua kalsium memungkinkan terjadinya kontraksi susulan. Jika
laju rangsangan meningkat (jumlah rangsangan semakin banyak),
maka konsentrasi kalsium di sitosol juga meningkat dan total
gaya kontraksi yang terjadi juga meningkat. Jika jumlah
rangsangan sangat banyak sekali, maka terjadi tetani dan gaya
yang timbul menjadi rata (datar) karana otot tidak dapat
berkontraksi lagi (gambar 4.12.a,b,c dan d).
Terjadinya titani di otot tergantung kepada dua faktor
yakni
1. Adanya konsentrasi kalsium yang tetap tinggi di
sitoplasma dan peristiwa saling lintas yang cukup lama.
2. Potensial aksi yang terjadi pada otot harus tidak boleh
lebih lama dari hasil kontraksi tunggal (twitch). Pada otot
rangka hal tersebut di atas dapat terjadi sedangkan pada
otot jantung tidak akan terjadi karena lama atau durasi dari
potensial aksi otot jantung lebih panjang dan sarkomer
kembali kekeadaan semula sebelum potensial aksi
berakhir. Hal ini sangat baik untuk jantung, karena
jantung dapat terhindar dari tetani dan pengisian darah di
jantung tidak terhambat.
4. 5 Karakteristik Kontraksi Otot
Pada kontraksi otot, akan terjadi gaya mekanik dari kontraksi
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya saling lintas antara aktin
dan miosin. Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa pemendekan
otot. Gaya kontraksi tersebut adalah gaya isometrik dan
isotonik : Bergantung kepada gaya dan panjang. Isotonik adalah
apabila otot mengangkat beban dan mampu mengangkatnya.
Apakah proses mengangkatnya melipat tangan seperti
mengangkat barbel konsentrik ataukah mengangkatnya dengan
meluruskan tangan atau eksentrik. Oleh raga seperti push up, sit
ups adalah contoh yang sering kita lihat. Isometrik adalah
apabila otot berkontraksi tanpa mengubah panjang otot.
Mendorong benda memerlukan kontraksi otot akan tetapi
panjang otot tidak berubah . Pada percobaan isometrik,
pengukuran dilakukan pada isolat otot, gaya yang timbul akibat
adanya regangan otot diukur. Percobaan dilakukan pada berbagi
regangan dan dapat dilihat pada gambar 4.13. Otot tidak akan
menghasilkan gaya jika ditarik sampai 3.7 m atau sekitar
125% dari regangan optimum (kedudukan e) demikian juga
apabila ditarik lebih kecil dari jarak optimal. Pada jarak yang
lebih pendek dari 3.7 µm tadi gaya yang timbul sebanding
dengan jumlah yang dapat melakukan saling lintas (c dan d).
Gambar 4.13 Posisi e dimana aktin dan miosin tidak akan pernah
saling lintas sehingga tegangan isometrik yang terjadi amat kecil.
Otot diregang lebih dari 3.7 m tidak berespon.
https://quizlet.com/7519888/phyl-301-muscle-flash-cards/

Posisi b dimana jumlah aktin dan miosin yang saling


lintas amat banyak, tegangan kontraksi isomer tinggi. Otot
diregang optimum sekitar 2 m-2.5μm
Pada jarak 1μm (a) atau kurang dari 50% regangan,
sekalipun banyak aktin dan miosin yang saling lintas, kedudukan
molekul aktin saling mendorong, sehingga tegangan isometrik
menjadi kecil.
Pada jarak regangan yang terlalu dekat, sekalipun banyak
aktin dan miosin yang saling lintas tidak akan terjadi kontraksi
yang tinggi karena tolakan satu sama lain dari aktin (kedudukan
A). Apabila ada kerusakan sarkomer atau gangguan, maka otot
tidak dapat menghasilkan gaya (gambar 4.12).
Pada kenyataannya peristiwa isometrik dapat berubah
menjadi isotonik dan sebaliknya. Contohnya adalah apabila kita
mengangkat beban yang cukup berat dari permukaan tanah,
beban. Apabila menggunakan gaya sebesar berat beban tersebut
dapat terangkat, kontraksinya adalah kontraksi isotonik. Dalam
kerja otot ini otot tidak mengalami perubahan panjang, maka
peristiwanya isometrik.

4.6 Otot Jantung


Sekalipun organisasi otot jantung dan otot rangka boleh
dikatakan sama yakni sebagai otot rangka, mekanisme kerja otot
jantung lebih mirip dengan mekanisme kerja otot polos. Ukuran
otot jantung lebih kecil dibandingkan otot rangka, bercabang dan
ujungnya membentuk hubungan dengan sel tetangganya dan
disebut interklatat. Ada celah antara satu sel dengan sel lainnya
yakni adanya desmosom dan gap junction. Satu potensial aksi
dari sel jantung akan merambat ke sel sebelahnya sehingga
seluruh sel akan berkontraksi (gambar 4.13). Kontraksi otot
jantung berbeda dengan kontraksi otot rangka. Kontraksi otot
jantung bersifat miogenik yang dimulai dari otot itu sendiri (otot
lurik neurogenik). Kontraksi otot jantung bersifat involunter atau
tanpa kesadaran. Potensial aksi muncul secara spontan pada
pacemaker, letaknya sedikit di atas vena cava yang masuk ke
atrium kanan. Potensial

Gambar 4.13. Otot jantung, ada percabangan dan hubungan antara


satu sel dengan sel lain dalam bentuk interklatat.
http://hsc.uwe.ac.uk/rcp/cs-heart.aspx

aksinya bukan berasal dari rangsangan saraf. Sifat sel pemicu


kontraksi ini adalah autoritmis. Serabut otot jantung
berkontraksi secara bersama- sama atau serentak. Saraf simpatis
dan parasimpatis menginervasi jantung, fungsinya memodulasi
kontraksi otot jantung.
Jantung adalah pompa muskular yang melontarkan darah
ke pembuluh dengan cara kontraksi dan relaksasi (gambar 4.14).
Awal dari kontraksi adalah atria kiri dan kanan secara simultan,
kemudian setelah 150 milidetik (ms) ventrikel kanan dan kiri
mulai berkontraksi secara simultan. Kontaksi atria membantu
pengisian akhir jantung dan penundaan tadi memungkinkan
pengisian berlangsung. Kontraksi ventrikel kiri akan melontarkan
darah dari jantung ke pembuluh pulmonari dan ventrikel kanan
akan melontarkan darah ke aorta. Urut urutan kontraksi ini
dikontrol diawali dan diorganisir oleh potensial aksi yang
merambat dari satu sel ke sel yang lain diseluruh jantung.
Apabila ada hambatan dalam menyalurkan aliran darah di arteri
maka kerja jantung akan lebih keras lagi untuk memompa darah.
Jantung seperti diperintah untuk melakukan push up, akibatnya
akan terjadi pembesaran otot jantung dan kontraktilitas otot
jantung akan semakin melemah.

4.6.1 Potensial aksi dan kontraksi otot jantung


Durasi potensial aksi pada otot jantung jauh lebih lama
dibanding otot lurik atau rangka karena setelah depolarisasi
terjadi plateau dalam ordo ratusan milliseconds.
Hal ini disebabkan oleh masuknya ion Ca2+ yang melalui kanal
gerbang tegangan (voltage gated). Ion Ca+2 pada sel jantung
Gambar 4.14 Anatomi Jantung secara umum. Potensial aksi dimulai di
nodus sinoatrial (SA nodus)
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

berasal dari ekstraseluler. Pada sel otot jantung ada kanal Ca2+.
Ion Ca2+ yang masuk ke dalam sel akan mengaktifkan reseptor
rianodin dan merangsang pelepasan Ca2+ dari sarkoplasmik
reticulum (SR). Ion Ca2+ yang dilepaskan dari SR jauh lebih
banyak daripada yang masuk dari luar akan tetapi SR tidak akan
dapat melepaskan Ca2+ tanpa rangsangan Ca2+ yang berasal dari
ekstraseluler. Mekanisme kontraksi berikutnya sama dengan
kontraksi pada otot rangka, adanya ikatan Ca2+ ditroponin dan
saling lintas aktin-miosin. Seperti halnya otot rangka, relaksasi
diikuti dengan lepasnya ion Ca2+dari troponin. Penanganan ion
Ca2+ pada otot jantung sangat penting. Tanpa pengaturan yang
ketat akan terjadi akumulasi Ca2+ di sitosol, akibatnya akan
terjadi kontraksi otot jantung yang berkepanjangan. Penukar
Na+/Ca2+ ( NCX) memegang peranan penting dalam proses
penanganan Ca2+ di intraseluler setelah kontraksi (telah dibahas
di bab I). Pertukarannya adalah 3Na+ masuk ke dalam sel dan
Ca2+ keluar sel (perhitungannya ada di bab I). Mitokondria turut
serta membantu menjaga konsentrasi ion Ca2+ di sitosol dengan
cara menampungnya melalui kanal Ca2+ dan mengeluarkannya
melalui penukar Na+/Ca2+ (gambar 4.17)
Naiknya gaya kontraksi atau kekuatan kontraksi selaras dengan
potensial aksi. Lamanya periode refraktori yang panjang akan
mencegah masuknya ion Ca2+ dan terjadinya kontraksi tetani.
Otot dapat relaks diantara denyut dan menghasilkan pengaturan
denyut jantung.
Karena otot jantung membentuk sinctitium dan karena
potensial aksi jantung mengarah kekontraksi otot jantung, maka
rangsangan potensial aksi pada sel jantung akan menuju ke
potensial ambang dan akhirnya menyebar keseluruh otot jantung
untuk berkontraksi. Hampir seluruh sel jantung akan tetap diam
apabila tidak dirangsang, akan tetapi adanya sel tertentu ini
menyebabkan potensial spontan yang menuju ke ambang batas
dan mengawali potensial aksi, disebut pace maker. Hanya di
nodus sinus atria yang dapat mencapai potensial ambang batas
dan dapat membuat sel terdepolarisasi.

4.6.2 Sistem tertentu sel jantung mengawali dan


mengorganisir kontraksi jantung
Sekali terbentuk potensial aksi maka potensial tersebut akan
menyebar dengan cepat dari satu sel ke sel lain. Diawali di atria
kanan dan kiri sehingga kedua atria tadi berkontraksi. Kemudian
potensial aksi akan merambat pada daerah tertentu di sel otot
jantung yang terletak diantara atria dan ventrikel, bagian pertama
disebut bundle AV disebut juga bundle of his. Nodus AV dan
bundle AV adalah satu satu cara menghantarkan potensial aksi
dari atria ke ventrikel (gambar 4.14). Seluruh permukaan atria
dan ventrikel dipisahkan oleh jaringan penghubung (connective
tissue). Jaringan penghubung ini tidak dapat menghasilkan
maupun menghantarkan potensial aksi, hanya menyediakan
tempat untuk menghantarkan. Potensial aksinya memerlukan
waktu 50-150 miliseconds (ms) atau milidetik untuk merambat
dari atria ke ventrikel. Lambatnya hantaran listrik ini
mengakibatkan terjadinya tenggang waktu kontraksi atria dan
ventrikel. Sekali memasuki daerah AV maka potensial aksi akan
memasuki daerah bercabang serabut Purkinjee yang bercabang
dan menyebar ke sebelah kanan dan kiri jantung. Serabut
Purkinjee mengawali potensial aksi pada kedua serabut otot
ventrikel dan menyebar dengan sangat cepat kekedua ventrikel
tadi. Nodus SA, nodus AV, bundle AV dan serabut Purkinjee
secara kolektif disebut sistim konduksi khusus dari jantung.
Sistem ini adalah otot jantung yang khas dan bukan saraf. Sistem
ini mengawali dan mengorganisir denyut jantung. Pada jantung
yang normal, kedua atria berkontraksi dan kemudian terjadi pause
(diam), selanjutnya kedua ventrikel berkontraksi secara
serempak dan akhirnya jantung rileks dan mengisi kembali.
Kontraksi otot jantung berlangsung lama, sekitar 250 ms.
Lamanya durasi ini memungkinkan jantung benar benar rileks
pada waktu mengisi ventrikel dan atria dapat terdepolarisasi lagi.
Potensial aksi pada jantung diawali dengan depolarisasi akibat
masuknya ion Na+, terjadi potensial aksi yang sangat cepat,
diikuti dengan terbukanya kanal Ca2+ (gambar 4.15 ). Kanal K+
terbuka dan terjadi hiperpolarisasi.

4.6.3 Pada jantung ada dua jenis sel


Sel kontraktil dan sel autoritmik adalah sel sel otot
jantung. Sel kontraktil hanya berkontraksi apabila dirangsang
(gambar 4.16). Kedudukan 0 adalah masuknya Na+ dengan cepat,
1 dan 2 masuknya Ca2+ dengan lambat dan kanal K+ tetap tertutup
sehingga repolarisasi terhambat. Pada fasa 3 ion K+ akan
berdifusi keluar dan kanal Ca2+ akan tertutup 4. Keadaan istirahat
tercapai.
Bentuk potensial aksi dari sel autoritmik berbeda dengan
sel kontraktil. Pada sel kontraktil setelah depolarisasi dan
potensial mencapai ambang batas, kanal Na+ tertutup dengan
cepat dan kanal Ca2+ mulai terbuka. Kemudian kanal K+ terbuka
dan ion K+ akan keluar (fasa 3). Kanal Ca2+ mengambil alih
potensial aksi, sehingga durasinya lebih lama dan bentuknya
menjadi lonjong (gambar 4.15). Kanal kalsium disini adalah
kanal Ca2+ sensitif Ryanodin (tidak akan dibahas).
Repolarisasi seperti halnya sel lain adalah terbukanya kanal K+.
Gambar 4.15 Proses depolarisasi pada jantung. Gambar bawah
menunjukan daya hantar ion ion selama pembentukan potensial aksi.
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

Pada sel kontraktil seperti atria dan ventrikel, depolarisasinya


sangat cepat dengan masuknya ion Na+, diikuti dengan
masuknya ion Ca2+ ke dalam sel. Ion K+ terhambat untuk
keluar karena lamanya ion Ca2+ masuk sehingga membran
masih dalam keadaan terdepolarisasi (gambar 4.16).
Pada sel sel kontraktil kecepatan depolarisasi dari atria berbeda
dengan ventrikel. Pada atria depolarisasinya lebih pendek
dibandingkan dengan ventrikel karena waktu terbukanya kanal Ca2+
lebih pendek dibandingkan dengan waktu terbukanya kanal Ca2+
yang ada di ventrikel. Demikian juga kanal K+ lebih cepat terbukanya
sehingga perioda refraktorinya lebih cepat dibandingkan dengan atria.
Berbeda dengan otot lurik adanya kanal Ca2+ pada otot kontraktil
tidak memungkinkan terjadinya titani pada otot jantung karena
kontraksi otot jantung berikut harus menunggu masuknya ion Ca2+

Gambar 4.16: Gambar kiri potensial aksi sel kontraktil, kanan potensial
aksi sel autoritmik.
http://people.eku.edu/ritchisong/301notes5.htm

dari ekstraseluler (lihat bab 4.4). Jadi depolarisasi pada sel


autoritmik diperankan oleh kanal Ca2+
Penanganan kalsium pada otot kontraktil sangat penting,
karena kalsium yang terakumulasi akan menyebabkan terjadinya
kontraksi yang lebih lama sehingga relaksasinya menjadi
berkurang (bab 1.4.1). Kalsium akan dipompa kembali ke
ekstraseluler dengan pompa ATP-ase dan juga penukar Na+/Ca2+.
Mitokondria juga mengambil kalsium dari intraseluler untuk
aktifasi ATP sinthase. (gambar 4.17).

Pada keadaan abnormal kontraksi otot jantung dijaga oleh nodus


AV. Pada waktu nodus SA tidak dapat menghantarkan listrik
karena gagal melakukan depolarisasi, maka nodus AV
mengambil alih kontraksi walaupun dengan sangat tidak efektif.
Pada anjing, heart rate normalnya sekitar 80-90 denyut per menit
sedangkan nodus AV akan menjaga kontraksi pada 30-40 denyut
permenit. Nodus AV menjadi back up atau emergency pace
maker. Hal lain yang penting dari nodus AV adalah mencegah
kontraksi ventrikel secara cepat sehingga proses pengisian
kembali tidak terganggu.
Karakterisitik dari nodus AV dapat dilihat pada tabel 4.1:
Gambar 4.17: Hubungan potensial aksi pada jantung dan kontraksi otot
jantung. Juga penanganan Ca2+ dalam proses kontraksi-relaksasi
http://edoc.hu-berlin.de/dissertationen/abdelaziz-ahmed-ihab-2004-09-
20/HTML/abdelaziz_html_30f027fc.gif

4.6.4 Saraf simpatis akan menyebabkan kontraksi yang lebih


kuat dan lebih sering
Saraf simpatis melepaskan norepinephrin diseluruh
permukaan jantung, tidak hanya di nodus SA dan nodus AV saja,
di permukaan otot jantung banyak reseptor β adrenergic.
Pada permukaan atrial dan ventrikel, aktivasi reseptor
adrenegik akan mengakibatkan durasi potensial aksi yang lebih
pendek, kontraksi yang lebih pendek akan tetapi lebih kuat.
Aktifasi reseptor β akan meningkatkan Ca2+ masuk ke dalam sel.
Karena banyaknya Ca2+ yang masuk ke dalam sel, maka akan
mempengaruhi plateu dan plateu juga menjadi semakin tinggi
letaknya. Akibatnya durasi potensial aksi lebih pendek dan ini
membawa konsekuensi kanal K+ akan lebih singkat tertutupnya
sehingga terjadi repolarisasi yang lebih cepat (4.18).
Karena Ca2+ yang masuk ke dalam sel juga semakin
banyak maka akan semakin banyak Ca2+ dari SR yang akan
dirangsang untuk keluar. Akibatnya Ca2+ yang berikatan dengan
troponin juga semakin banyak dan kontraksi menjadi semakin
kuat. Sekalipun Ca2+ yang masuk ke dalam sel tinggi, pompa
Ca2+ akan memompa Ca2+ dengan cepat kembali ke SR dan juga
ke ekstraseluler melalui NCX sehingga potensial berikutnya
dapat berlangsung. Secara ringkas adrenergik atau saraf simpatis
akan meningkatkan pacemaker nodus SA, meningkatkan daya
hantar nodus AV dan memperpendek perlambatan nodus AV.
Pada sel kontraktil jantung akan memperpendek perioda
refraktori dan memperkuat dan mempercepat kontraksi otot
jantung.

Tabel 4.1: Karakteristik nodus AV dan pengaruh saraf


simpatis dan parasimpatis.
Karakteristik Efek simpatis Efek parasimpatis
Hanya
menghantarkan
jalur atria dan
ventrikel
(mengarahkan
- -
potensial aksi ke
daerah penghantar
cepat bundle AV
dan bundle
branches)
Kecepatan hantaran Menambah Memperlambat
lamabat kecepatan kecepatan (waktu
(membentuk (memperpendek perlambatan AV
perlambatan AV) perlambatan AV lebih panjang
Perioda refraktori
(fungsi
perlindungan,
Perioda refraktori Memperpanjabng
membatasi
menjadi lebih perioda refraktori
kecepatan
pendek (sesuai (sesuai dengan heart
maksimum atrial
dengan heart rate) rate)
untuk mendorong
potensial aksi
ventrikel
Depolarisasi Depolarisasi
Depolarisasi lebih
spontan ke ambang melambat
cepat (mempercepat
batas (bertindak (memperlambat
auxiliary
sebagai auxilliary potensial auxiliary
pacemaker)
paacemaker) pacemaker)

Beberapa atlit seperti pemain bilyar, menembak dan


panahan sering memakan β bloker agar denyut jantungnya
menjadi lebih relaks sehingga tangannya dapat lebih tenang
memegang alatnya. Saat ini pelanggaran tersebut dapat terdeteksi
karena pesatnya perkembangan analisa kimia.
.

Gambar 4.18: Potensial aksi sel kontraktil jantung. A. Jantung normal


B Pengaruh saraf simpatis, C. Saraf parasimpatis kontraksinya lebih
lambat dari normal
http://www.zoology.ubc.ca/~gardner/cardiac_muscle_contraction.htm

4.6.5 Saraf parasimpatis mempunyai pengaruh berlawanan


dengan saraf simpatis.
Parasimpatis akan melepaskan asetilkolin yang akan
mengaktifkan reseptor kolinergik muskarinik. Parasimpatis akan
mempengaruhi nodus SA sehingga akan memperlambat heart rate
(ganbar 4.18), konduksi AV dan memperpanjang perioda
refraktori. Parasimpatis tidak banyak berpengaruh pada ventrikel
karena permukaan ventrikel tidak banyak terinervasi dengan saraf
parasimpatis.

4.6.6 Beberapa kelainan fisiologi jantung


Kelainan sistem konduksi akan mengakibatkan gangguan
ritmik jantung (aritmia)
Kelainan daya hantar dapat disebabkan oleh ketidak
mampuan menghasilkan potensial aksi atau tidak mampu
menghantarkan potensial aksi. Yang pertama disebut sinus arrest
dimana nodus SA gagal menghasilkan potensial aksi. Heart rate
menjadi sangat lambat. Heart rate anjing pada keadaan
istirahatnya sekitar 90/menit dan biasa berada pada keadaan
140/menit karena sifat intrinsik dari denyut jantung anjing. Pada
sinus arrest hanya 30/menit. Jika kejadiannya hanya temporer
maka pemberian antagonist parasimpatis seperti atropin akan
meningkatkan heart rate atau β agonsit yang mimic saraf
parasimpatis akan meningkatkan heart rate. Tindakan lain adalah
memasang elektroda masuk ke dalam ruang jantung dan
mengalirkan arus listrik (stimulator). Akan tetapi apabila masih
tetap gagal, maka dilakukan pemasangan mesin pacu jantung
yang dimasukan ke dalam ruang jantung.
Kegagalan yang kedua adalah blok AV karena potensial
aksi tidak dapat dihantarkan dari atria ke ventrikel. Ventrikel
tetap berdenyut akan tetapi dengan denyut yang lebih lambat.
Pada anjing dengan terjadinya blok di AV denyutnya menjadi
sekitar 40/menit. Blok total dimana atria gagal sama sekali
menghantarkan potensial aksi disebut blok derajat tiga (third
degree blok) . Apabila nodus AV masih menghantarkan potensial
aksi walaupun secara sporadik dari atria ke ventrikel disebut
blok derajat 2 atau second degree block. Blok derajat pertama
terjadi apabila AV masih menghantarkan listrik dengan
kecepatan yang sangat lambat. Tenggang waktu antara kontraksi
atrial dan ventrikel sangat lama. Pada blok derajat dua apabila
hewan masih dikehendaki hidup maka pemasangan mesin pacu
jantung pada pericardium ventrikel diperlukan. Pada derajat
pertama aka cukup menggunakn atropin atau isopretanolol.

4.6.7 Tachycardia dan pembentukan ectopik


Tachyritmias adalah ketidak normalan ritme jantung
karena kecepatan atau ritme jantung pada atria maupun ventrikel
sangat tinggi. Jika pada daerah tertentu dijantung atau isolated
area terjadi kontraksi ekstra atrial maupun ventrikel disebut
precontraction atau premature beat. Pada atria maupun ventrikel
premature adalah proses dimana terjadi depolarisasi sehingga
mencapai ambang batas sebelum waktu pace maker. Apabila
terjadi sekali sekali tidak akan mengganggu akan tetapi apabilla
sering terjadi maka mulai terjadi gangguan. Tachycardia bisa
karena racun, ketidak seimbangan elektrolit dan ischemia.
Pada anjing dikatakan tachycardia apabila denyut
jantungnya mencapai 160 denyut (beat) per menit. Apabila
terjadi ectopic didaerah atria maka disebut atrial tachycardia dan
apabila dari nodus SA disebut sinus tachycardia. Junctional
tachycardia apabila pace maker ectopic terjadi pada nodus AV
atau sebagian dari bundle AV. Jika ectopic berasal dari ventrikel
maka disebut ventricular tachycardia, dimana ventruikel
berdenyut sangat cepat. Hal yang paling umum pada tachycardia
ventrikel adalah ventrikel berdenyut terlalu cepat sehingga tidak
ada waktu yang cukup untuk pengisian darah keventrikel. Atrial
tachycardia umum terjadi pada jenis anjing tertentu seperti boxer
atau wolfhound. Tachycardia yang sangat cepat atau flutter
umum tejadi pada dobberman. Jenis lain dari tachycardia adalah
fibrilasi, yakni adanya hantaran potensial aksi yang acak dari
atria. Fibrilasi atria tidak akan mempengaruhi ventrikel karena
akan diredam oleh nodus AV.
Vibrilasi ventrikel juga sering terjadi Setiap bagian dari ventrikel
berkontraksi dan ber relaksasi secara acak, tidak sinkron akibat
acaknya penyebaran potensial aksi. fibrilasi ventrikel sinonim
dengan kematian jantung secara tiba tiba.

4.7 Otot Polos


Organisasi molekul miosin otot polos berbeda dengan otot
lurik. Kepala miosin terdistribusi sepanjang filament. Tidak
seperti otot lurik yang berupa lapisan tebal dan bergaris. Maka
otot polos mengandung sedikit troponin. Otot polos juga miskin
akan retikulum sarkoplasma dan tidak ada tubulus T. Sekalipun
memiliki filamen tipis dan tebal, kedua filamen tidak tersusun
dalam sarkomer sehingga tidak tampak berlurik-lurik. Kumpulan
filamen tipis melekat pada Dense bodies atau Attachment
Plaques – dihubungkan dengan penghubung khusus yang juga
mengikat sel tetangga - mengandung alfa-aktinin (seperti
lempeng Z pada otot kerangka) dan vinkulin . Pada otot polos
unit tunggal seperti pada usus halus, setiap untit otot polos
dihubungkan dengan unit lainnya melalui celah penghubung (gap
junctions) untuk kemudian berkontraksi bersama-sama (lihat
gambar 4. 19). Aksi otot polos diatur oleh reseptor dan aktifasi
mekanis (stretch). Perubahan potensial membran akibat adanya
potensial aksi atau aktifasi kanal sansitif regangan juga

Gambar 4.19: Perbandingan otot polos single unit dan multi unit
https://www.studyblue.com/notes/note/n/bchem-2-study-guide-2012-13-
may/deck/971816

akan mengakibatkan kontraksi otot polos. Kontraksinya


berlangsung secara involunter karena terinervasi dengan saraf
otonom. . Pada otot polos yang single unit seperti pada uterus,
saluran reproduksi jantan dan saluran pencernaan atau usus maka
sel tidak terangsang secara listrik melainkan rangsangan
sendiri atau miogenik. Potensial aksi awal dari sel pace maker
akan disebarkan melalui gap junction. Pada usus kontraksi otot
polos akan digunakan untuk melakukan gerakan – gerakan
peristaltik, untuk mendorong isi atau menekan dan melontarkan
isi di dalamnya. Saraf parasimpatis akan memodulasi kontraksi
otot polos ini. Adanya rangsangan dari asetilkolin akan
mengakibatkan depolarisasi otot polos dan terjadi aktifasi kanal
Ca2+ melalui jalur protein G. Ion Ca2+ akan masuk ke dalam sel
dan kontraksi otot mengikuti mekanisme aktin-miosin.
Disamping itu rangsangan akan merangsang pemecahan
membran fosfolipid sehingga terjadi IP3. Adanya IP3 di
intraseluler akan merangsang pelepasan ion Ca2+ dari SR. Ion
Ca2+ baik yang dari SR maupun ekstraseluler akan meregulasi
kontraksi otot polos. Pada otot polos multi unit maka
kontraksinya individual. Setiap unit akan dirangsang oleh satu
saraf. Jadi kontrolnya adalah neurogenik. Otot ini mendominasi
arteri, saluraan udara, iris mata dan cilliary body.
Berbeda dengan otot lurik yang regulasinya dimediasi
oleh adanya ikatan antara Ca2+ dengan troponin di filamen tipis
maka (1). Pada otot lurik regulasinya dimediasi oleh adanya
ikatan antara Ca2+ dengan troponin di filamen tipis. Pada otot
polos ikatan Ca2+ langsung berikatan ke regulator miosin rantai
ringan dan akan mengubah tata letak miosin yakni Ca2+-
kalmodulin (2). Kemudian terjadi fosforilasi dari miosin rantai
ringan, Miosin Light Chain Kinase (Miosin rantai ringan
kinase).
Gambar 4.20: Peristiwa kontraksi dan relaksasi pada otot polos. A.
Keterlibatan Ca dalam kontraksi. B. Peristiwa relaksasi, keluarnya Ca2+
dari intraseluler dan deaktifasi kepala miosin fosfatase.
http://www.austincc.edu/rfofi/NursingRvw/PhysText/Muscle.html

Miosin LC Kinase diaktifasi oleh Ca2+/calmodulin sehingga


terjadi kompleks Ca-kalmodulin-miosin rantai ringan kinase (3).
Kalmodulin disini berfungsi seperti troponin pada otot lurik.
Selanjutnya miosin yang tidak aktif akan diaktifkan oleh
kompleks ini dan terjadi fosforilasi atau aktifasi miosin rantai
ringan dan kepala miosin ATPase. Selanjutnya terjadi saling
lintas dengan molekul aktin dan terjadi kontraksi otot. (4).
Penjelasan detail ada pada gambar 4.20A. Relaksasi terjadi pada
waktu kalsium kembali ke ekstraseluler melalui pompa Ca2+-
ATPase dan penukar Na+/Ca2+(1). Kompleks Ca-kalmodulin
juga terlepas dan membebaskan Ca2+ (2). Akibatnya aktifitas
kepala miosin ATP ase berkurang (3) dan terjadi relaksasi (4).
Penjelasan ada di gambar 4.20B

4.8 Perbandingan Waktu Kontraksi Otot


Otot polos mengawali dan mengakhiri kontraksi dengan
lebih lambat dibandingkan dengan otot rangka dan otot jantung
(gambar 4.21). Hal ini sangat menguntungkan otot polos karena
memungkinkan otot polos masih dapat menahan tegangan
sekalipun masih menerima beban. Kontraksi berlangsung lama
akan tetapi otot tidak mengalami kelelahan . Hal ini dapat dilihat
pada kandung kemih, tegangan masih tetap ada sekalipun masih
ada urin yang masuk.
Gambar 4.21: Perbandingan waktu kontraksi otot rangka, jantung dan
polos
Pustaka

Alberts. Bruce et al 2002. Molecular Biology Of The Cell, 4Th


ed. Garland Science. New York USA

Aidley. D. J 1989. The Physiology Of Excitable Cells, 3rd ed.


Cambridge University Press. Cambridge New York Port Chester
Melbourne Sydney.

Becker. W. M and Deamer. D.W 1992. The world of the cell.


The Benyamin /Cummings Publishing Company, Inc. Redwood
City California

Campbell. N. A 1998. Biology. Benyamin Cumming Publishing


Company. Menlo Park California.

Cunningham. J.G. 1992. Textbook Of Veterinary Physiology,


2nd ed. W. B. Saunders Company . Philadelphia London Toronto
Montreal Sydney Tokyo
Dorit R. L; Walker W. F, Jr; Barnes R. D. 1991. Zoology.
Saunder College Publishing Company Philadelphia London
Toronto Montreal Sydney Tokyo.

Eckert. R and Randall. D. 1983. Animal Physiology 2nd ed. W.H.


Freeman and Company. New York.

Fox.S.I. 1987. Human Physiology. Wm. C. Brown Publisher.


Dubuque Iowa.
.
Guyton. A. C. 1982. Human Physiology And Mechanism Of
Deseases.W.B. Saunders Company. Philadelphia London
Toronto Montreal Sydney Tokyo

Hille. B 2001. Ion Channels Of Excitable Membrans. Sinauer


Assc Inc. Sunderland. M.A. USA

Stewart. M 1991. Animal Physiology. The Open University.


England.

Kandel. E. R, Schwartz. J. H and Jessel. T. M 1996. Principles of


Neural Science, 3rd ed, 1996. Appleton and Lange. U.S.A,
Canada, East Indies, London (England), Malaysia, Polland,
Rusia, Southeast Asia, Souteaster Asia.

Kandel, E.R. 2006. In Search of Memory. W. W Norton and


Co. New York, New York, USA

Kuffler.S and Nichols. J. G 1984. From Neuron to Brain. A


cellular approach to the function of the brain, 2nd ed. Sunderland.
MA; Sinnauer.

Nielsen. K.S. 1995. Animal Physiology: Adaptation and


Enviroment 1995. Cambridge University Press.

Ross. G. 1984. Essential Of Human Physiology, 2nd ed. Year


Book Medical Publisher, Inc. Chicago. London
Bambang Kiranadi lahir di Jakarta pada tanggal 26 Desember
1950. Pada tahun 1970 masuk jurusan kimia di Institut Teknologi
Bandung. Tahun 1978-1980 belajar Instrumentation Methods of
Chemical Analysis di University of Strathclyde, Glasgow-UK
dan memperoleh gelar MSc . Tahun 1986 belajar
biofisika/electrophysiology di University of East Anglia,
Norwich-UK dan pada tahun 1990 mendapat PhD. Januari 2016
pensiun dari Fakultas Kedokteran Hewan- Institut Pertanian
Bogor.
Buku ini ditulis semasa mempersiapkan kuliah fisiologi baik di
tingkat sarjana maupun pasca sarjana di Fakultas Kedokteran
Hewan-Institut Pertanian Bogor.
Saat ini mengajar fisiologi, biokimia, kimia analitik dan
biodiversity di Universitas Pelita Harapan. Tinggal di Depok
bersama keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai