Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERIOPERATIF DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN


PRE OPERASI KATARAK

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
DIVITA NURDIANI
NPM. 21142019008.P

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PALEMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa Proposal Penelitian yang sangat
sederhana ini dapat diselesaikan tepat waktu tanpa kurang suatu apapun. Proposal ini
membahas mengenai dokumentasi keperawatan dengan judul “Hubungan Pengetahuan
Tentang Perioperatif Dengan Tingkat Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Katarak Di
RS. Sriwijaya Palembang Tahun 2022”.
Proposal ini terdiri dari 3 (tiga) bab dan terbagi lagi dalam sub bab yang akan
memberikan penjelasan sebagai berikut :
Bab. I Pendahuluan berisikan latar belakang masalah yang kemudian diikuti oleh
perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang diharapkan dapat
memberikan sedikitnya 2 (dua) manfaat yaitu manfaat teoritis dan juga manfaat praktis.
Bab. II Landasan teori atau Tinjauan Pustaka memuat teori yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah penelitian serta penelitian terdahulu guna melihat ada tidaknya
kesenjangan yang mungkin berkaitan dengan populasi maupun sampel atau bahkan teori dan
variabel yang dipakai. Selain itu pada bagian ini pula berisi alur pikir dan hipotesis yang
nantinya akan diuji.
Bab III Metode Penelitian yang terdiri dari ruang lingkup penelitian, data dan teknik
pengumpulannya serta populasi dan sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian
tersebut

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 4
1.4.1 Manfaat teoritis ...................................................... 4
1.4.2 Manfaat praktis........................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kecemasan ......................................................................... 6
2.1.1 Definisi ................................................................... 6
2.1.2 Penyebab kecemasan .............................................. 7
2.1.3 Tanda dan gejala kecemasan .................................. 8
2.1.4 Rentang respon tingkat kecemasan ........................ 11
2.1.5 Karakteristik kecemasan ........................................ 12
2.1.6 Ciri-ciri kecemasan ................................................ 16
2.1.7 Upaya mengurangi kecemasan ............................... 17
2.1.8 Penilaian kecemasan dengan Zung Self-Rating Anxiety Scale
(ZSAS).................................................................... 19
2.2 Konsep dasar katarak ......................................................... 20
2.2.1 Definisi ................................................................... 20
2.2.2 Jenis-jenis katarak .................................................. 21
2.2.3 Etiologi ................................................................... 23
2.2.4 Faktor risiko katarak .............................................. 25
2.2.5 Stadium katarak ...................................................... 25
2.2.6 Manifestasi klinis.................................................... 26
2.2.7 Pengobatan katarak ................................................ 28
2.2.8 Pencegahan penyakit katarak ................................. 28
2.2.9 Perawatan mata sebelum operasi ........................... 28
2.2.10 Perawatan mata setelah operasi .............................. 29
2.3 Pengetahuan ....................................................................... 31
2.3.1 Definisi ................................................................... 31
2.3.2 Tahapan pengetahuan ............................................. 31
2.4 Perioperatif ......................................................................... 33
2.4.1 Definisi ................................................................... 33
2.4.2 Fase perioperatif...................................................... 34
2.4.3 Keperawatan Perioperatif Katarak.......................... 34

iii
2.4.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perioperatif Katarak Dengan
Tingkat Kecemasan Klien Pre Operasi................... 42
2.5 Penelitian terdahulu ............................................................ 44
2.6 Kerangka konsep ................................................................ 46
2.7 Hipotesis ............................................................................. 46

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Ruang lingkup ................................................................... 47
3.1.1 Format penelitian .................................................. 47
3.1.2 Waktu penelitian ................................................... 47
3.1.3 Tempat penelitian .................................................. 47
3.2 Populasi dan sampel .......................................................... 48
3.2.1 Populasi ................................................................. 48
3.2.2 Sampel ................................................................... 48
3.2.3 Teknik pengambilan sampel ................................. 48
3.3 Data dan cara pengumpulan data....................................... 49
3.3.1 Data primer............................................................ 49
3.3.2 Data sekunder ........................................................ 49
3.3.3 Cara pengumpulan data ......................................... 50
3.4 Teknik pengolahan data .................................................... 50
3.5 Teknik analisa data ............................................................ 51
3.5.1 Analisa univariat ................................................... 51
3.5.2 Analisa bivariat ..................................................... 51
3.6 Definisi operasional .......................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak menempati posisi kedua penyakit mata yang menjadi prioritas di

dunia, hal ini menunjukkan bahwa katarak masih merupakan masalah prioritas

penyakit mata yang harus diatasi. Katarak merupakan penyebab 51% kebutaan di

dunia pada sekitar 20 juta orang. World Health Organization (WHO)

mengestimasikan jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada

tahun 2017 adalah 285 juta orang dan 39 juta orang diantaranya menderita kebutaan.

Katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia kedua

(33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%) (Loihala, 2019).

Indonesia saat ini terdapat sekitar 1,7 juta orang menderita katarak dan setiap

tahunnya terdapat sekitar 200.000 penderita katarak baru, sedangkan jumlah

dokter spesialis mata berjumlah 400 orang tiap tahun hanya melakukan operasi

sebanyak 50.000 penderita katarak oleh karena itu untuk dapat menanggulangi jumlah

penderita katarak yang sekitar 1.7 juta jiwa di Indonesia setiap dokter mata harus

mampu melakukan operasi mata terhadap 3.420 pasien pertahun. Semua ini akan

berhasil jika ditunjang dengan tenaga kesehatan medis lain, terutama perawat sebagai

orang yang berhadapan langsung dengan pasien sebelum dilakukan operasi katarak

(Rondonuwu, 2018).

Berdasarkan data dari Badan Litbang Kemenkes Tahun 2019, angka

Prevalensi Kebutaan di Indonesia mencapai 3%,  sedangkan untuk provinsi Sumatera

Selatan sendiri angka Prevalensi berada di angka 3,6% dari jumlah penduduk yang

ada di Sumatera Selatan. Sementara di Kota Palembang jumlah penderita katarak

1
2

sebanyak 3,2% dimana sebagian besar penyebab kebutaan tersebut disebabkan karena

penyakit katarak (Hakim, 2020).

Salah satu penatalaksanaan katarak adalah operasi atau pembedahan yang

paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Pengambilan

keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual sifatnya. Tindakan

pembedahan atau operasi seringkali menimbulkan kecemasan. Kecemasan adalah

kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak

pasti dan tidak berdaya dan keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik

(Rondonuwu, 2018).

Kecemasan pra operasi adalah perasaan sebelum melakukan tindakan operasi

yang sudah diketahui, dan muncul dari gangguan intrusi yang dirasakan. Kecemasan

pra operasi katarak dapat mempengaruhi sebagian besar pasien meskipun sudah ada

kemajuan dalam teknik operasi maupun dalam tindakan anestesi, sehingga diperlukan

konseling yang tepat untuk mengurangi rasa cemas ataupun rasa takut pada pasien

yang akan melakukan tindakan operasi katarak. Pemberian pengetahuan dan

pemahaman pra operasi perlu dipertimbangkan sebagai cara untuk mengurangi tingkat

kecemasan pada penderita katarak yang akan melakukan tindakan pembedahan atau

operasi (Prasetyo, 2019).

Dampak yang mungkin muncul bila kecemasan tidak segera di tangani, yang

pertama klien dengan kecemasan tinggi tidak akan mampu berkonsentrasi dan

memahami kejadian selama perawatan dan prosedur. Kedua, harapan klien terhaap

hasil, klien mungkin sudah memiliki gambaran sendiri mengenai pemulihan setelah

pembedahan. Ketiga, klien akan merasa lebih nyaman dengan pembedahan jika klien

mengetahui momen yang dihadapi pada saat hari pembedahan tiba. Keempat, klien

mungkin memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakan setelah operasi

(Brunner & Sudddarth dalam Wahyuni, 2018).


3

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah

dengan cara mempersiapkan mental dari klien melalui penjelasan tindakan spesifik

yang akan dilakukan baik sebelum, selama, dan sesudah operasi. Pendidikan

kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu untuk memperoleh

pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga, pengetahuan tersebut diharapkan

dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (Suswanti,

2018).

Berdasarkan hasil penelitian Rondonuwu (2014) yang berjudul Hubungan

pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada klien pre operasi katarak di Balai

Kesehatan Mata Masyarakat Manado. Hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang tidak memiliki kecemasan dengan Berpengetahuan baik ada 2 orang (4,8%),

responden yang memiliki kecemasan ringan dengan pengetahuan baik ada 15 orang

(35,7%), responden yang memiliki kecemasan sedang dengan pengetahuan baik ada

10 orang (23,8%).Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,001 hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

tingkat kecemasan klien pre operasi katarak,

Rumah Sakit Umum Sriwijaya merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe

C yang ada di Kota Palembang. Salah satu pelayanan nya adalah pemeriksaan dan

pengobatan katarak. Adapun data kunjungan pasien dipoli mata rumah sakit umum

Sriwijaya selama bulan Januari sampai dengan September 2021 sebanyak 14.324

kunjungan. Dimana sebagian besar adalah penderita katarak sedangkan jumlah pasien

bedah katarak terhitung sebanyak 1.775 dengan rata-rata kunjungan perbulan

sebanyak 197 orang (RS. Sriwijaya, 2021).


4

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Perioperatif dengan Tingkat

Kecemasan pada Klien Pre Operasi katarak di RS. Sriwijaya Palembang tahun

2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan pengetahuan tentang perioperatif dengan tingkat

kecemasan pada klien pre operasi katarak di RS. Sriwijaya Palembang tahun 2022?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang perioperatif dengan

tingkat kecemasan pada klien pre operasi katarak di RS. Sriwijaya Palembang tahun

2022.

1.4 Manfaat Penellitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa serta

dapat menjadi referensi kepustakaan di STIKES Bina Husada Palembang sebagai

pendukung dalam proses belajar mahasiswa khususnya teori-teori yang berhubungan

dengan hubungan pengetahuan tentang perioperatif dengan tingkat kecemasan pada

klien pre operasi katarak.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan

dalam memberikan informasi kesehatan kepada pasien pre operasi katarak tentang

prosedur tindakan operasi yang akan dilakukan serta manfaat yang akan didapat

setelah dilakukan tindakan operasi katarak sehingga dapat mengurangi kecemasan

pada pasien pre operasi katarak.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Definisi

Kecemasan adalah suatu keadaan tidak santai yang samar-samar karena

ketidak nyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab tidak

spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu

sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan

memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman (Yusuf, 2018).

Kecemasan merupakan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh

pasien dan keluarganya disaat pasien harus di rawat mendadak atau tanpa terencana

begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai pasien dan

keluarganya dalam setiap tindakan perawatan terhadap penyakit yang diderita pasien

(Nursalam, 2016).

Kecemasan adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon awal

terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi individu.

Kecemasan sering digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti, ragu-ragu, tidak

berdaya, gelisah, kekhawatiran, tidak tentram yang sering disertai keluhan fisik

(Azizah, 2016).

2.1.2 Penyebab Kecemasan

Menurut Nursalam (2016), penyebab kecemasan dapat dijelaskan berdasarkan

teori sebagai berikut:

1. Teori psikoanalisis

Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen

kepribadian yaitu id dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan


6

impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang, sedangkan ego

atau aku untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.

2. Teori interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal. Hal ini

dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau

perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak berdaya. Individu yang

mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami

kecemasan berat.

3. Teori prilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku

menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang mempelajari

berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit.

4. Teori keluarga

Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga,

biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan depresi

5. Teori biologi

Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengganggu reseptor spesifik untuk

benzodiasepin. Reseptor ini mungkin memepengaruhi kecemasan.

2.1.3 Tanda dan Gejala Kecemasan

Dadang Hawari dalam Annisa (2018), mengemukakan gejala kecemasan

diantaranya.

1. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang

2. Memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir)

3. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum (demam panggung)
7

4. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

5. Tidak mudah mengalah, suka ngotot

6. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah

7. Sering mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir berlebihan

terhadap penyakit

8. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi)

9. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu

10. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang

11. Kalau sedang emosi sering kali bertindak histeris

Gail W. Stuart dalam Anisa (2018), mengelompokkan kecemasan (anxiety)

dalam respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya.

1. Perilaku, diantaranya:

a. Gelisah,

b. Ketegangan fisik

c. Tremor

d. Reaksi terkejut

e. Bicara cepat

f. Kurang koordinasi

g. Cenderung mengalami cedera

h. Menarik diri dari hubungan interpersonal

i. Inhibisi

j. Melarikan diri dari masalah

k. Menghindar

l. Hiperventilasi, dan

m. Sangat waspada.
8

2. Kognitif, diantaranya:

a. Perhatian terganggu,

b. Konsentrasi buruk

c. Pelupa,

d. Salah dalam memberikan penilaian

e. Preokupasi

f. Hambatan berpikir

g. Lapang persepsi menurun,

h. Kreativitas menurun

i. Produktivitas menurun

j. Bingung

k. Sangat waspada

l. Keasadaran diri

m. Kehilangan objektivitas

n. Takut kehilangan kendali

o. Takut pada gambaran visual

p. Takut cedera atau kematian

q. Kilas balik, dan

r. Mimpi buruk.

3. Afektif, diantaranya:

a. Mudah terganggu

b. Tidak sabar

c. Gelisah

d. Tegang

e. Gugup
9

f. Ketakutan

g. Waspada

h. Kengerian

i. Kekhawatiran

j. Kecemasan

k. Mati rasa

l. Rasa bersalah, dan

m. Malu.

2.1.4 Rentang Respon Tingkat Kecemasan

Menurut Yusuf (2018), rentang respon tingkat kecemasan adalah sebagai

berikut:

1. Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan

seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas

menumbuhkan motivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2. Ansietas sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah

3. Ansietas berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Adanya kecenderungan untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang

tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area

lain.
10

4. Tingkat panik

Dari ansietas yang berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta tidak

mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik meningkatkan

aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain,

persepsi menyimpang serta kehilangan pemikiran rasional.

2.1.5 Karakteristik Kecemasan

Menurut Anisa (2016), kecemasan dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan

yaitu:

1. Cemas ringan

a. Tingkah laku

1) Duduk dengan tenang, posisi dan relaks

2) Isi pembicaraan tepat dan normal

b. Afektif

1) Kurang perhatian

2) Nyaman dan aman

c. Kognitif

1) Mampu berkonsentrasi

d. Fisiologis

1) Nafas pendek

2) Nadi meningkat

3) Gejalan ringan pada lambung

2. Cemas sedang

a. Tingkah laku

1) Tremor halus pada tangan

2) Tidak dapat duduk dengan tenang


11

3) Banyak bicara dan intonasi cepat

4) Tekanan suara meningkat secara intermiten

b. Afektif

1) Perhatian terhadap apa yang terjadi

2) Khawatir, nervous

c. Kognitif

1) Lapangan persepsi menyempit

2) Kurang mampu memusatkan perhatian pada faktor yang penting

3) Kurang sadar pada detail di sekitar yang berkaitan

d. Fisiologis

1) Nafas pendek

2) HR meningkat

3) Mulut kering

4) Anoreksia

5) Diare, konstipasi

6) Tidak mampu relaks

7) Susah tidur

3. Cemas berat

a. Tingkah laku

1) Pergerakan menyentak saat gunakan tangan

2) Banyak bicara

3) Kecepatan bicara meningkat cepat

4) Tekanan meningkat, volume suara keras

b. Afektif

1) Tidak adekuat, tidak aman


12

2) Merasa tidak berguna

3) Takut terhadap apa yang akan terjadi

4) Emosi masih dapat di kontrol

c. Kognitif

1) Lapangan persepsi sangat sempit

2) Tidak mampu membuat kaitan

3) Tidak mampu membuat masalah secara luas

d. Fisiologis

1) Nafas pendek

2) Nausea

3) Gelisah

4) Respon terkejut berlebihan

5) Ekspresi ketakutan

6) Badan bergetar

4. Panik

a. Tingkah laku

1) Tidak mampu mengendalikan motorik

2) Kasar

3) Aktivitas yang dilakukan tidak bertujuan

4) Pembicaraan yang sulit dimengerti

5) Suara melengking berteriak

b. Afektif

1) Merasa kaget, terjebak, ditakuti

c. Kognitif
13

1) Persepsi menyempit

2) Berpikir tidak teratur

3) Sulit membuat keputusan dan penilaian

d. Fisiologis

1) Nafas pendek

2) Rasa tercekik / tersumbat

3) Nyeri dada

4) Gerak involunter

5) Tubuh bergetar

6) Ekspresi wajah mengerikan

2.1.6 Ciri-ciri Kecemasan

Menurut Annisa (2018), ada beberapa ciri-ciri kecemasan, yaitu:

1. Ciri-ciri fisik dari kecemasan, diantaranya:

Kegelisahan, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau

gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, kekencangan pada

pori-pori kulit perut atau dada, banyak berkeringat, telapak tangan yang

berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit

berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung yang berdebar keras atau

berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi

dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan

merasa tersekat, leher atau punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik atau

tertahan, tangan yang dingin dan lembab, terdapat gangguan sakit perut atau

mual, panas dingin, sering buang air kecil, wajah terasa memerah, diare, dan

merasa sensitif atau “mudah marah”


14

2. Ciri-ciri behavioral dari kecemasan, diantaranya:

Perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, dan perilaku terguncang

3. Ciri-ciri kognitif dari kecemasan, diantaranya:

Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi

terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang

mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada

sensasi ketubuhan, sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan, merasa terancam

oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat

perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan

untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir

bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa

sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele,

berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang, berpikir

bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran

terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-

pikiran terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan

sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit

berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran

2.1.7 Upaya Mengurangi Kecemasan

Cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan ialah dengan jalan

menghilangkan sebeb-sebabnya. Menurut Naufal (2020), adapun cara-cara yang dapat

dilakukan, antara lain.

1. Kembali ke lingkungan

Biasanya, ketika seseorang mengalami cemas berlebihan, mereka akan

cenderung menarik diri dari lingkungan. Padahal, salah satu cara untuk mengatasi

depresi adalah dengan adanya dukungan sosial dari orang terdekat.


15

2. Lakukan apa yang disukai

Salah satu cara terbaik untuk menghilangkan cemas dan kecenderungan

depresi adalah dengan melakukan apa yang disukai seperti nonton film, jalan-

jalan, pergi ke pantai, bernyanyi, dan lain-lain.

3. Lakukan hal baru

Melakukan hal baru untuk menghilangkan rasa cemas berlebihan. Ketika

menantang diri sendiri dengan melakukan hal baru, tanpa disadari tubuh akan

memproduksi hormon dopamin yang berhubungan dengan rasa senang dan

bahagia.

4. Keluar rumah agar Anda bermandikan sinar matahari

Kurangnya sinar matahari dapat memperburuk rasa cemas berlebihan dan

depresi. Cobalah sesekali keluar dari kamar agar dapat terkena sinar matahari,

setidaknya 15 menit sehari. Sinar matahari diketahui dapat meningkatkan kadar

hormon bahagia serotonin sehingga memperbaiki mood.

5. Olahraga rutin untuk menghilangkan rasa cemas

Penelitian menunjukkan bahwa olahraga teratur dapat menghilangkan gejala

depresi. Aktifitas fisik seperti berolahraga ternyata dapat meningkatkan produksi

endorfin yang memiliki efek mengurangi rasa sakit dan memicu perasaan senang,

tenang, atau bahagia.

6. Makan makanan yang sehat

Makanan yang dikonsumsi dapat berdampak pada perasaan. Oleh karena itu,

tidak mengherankan jika akan merasa kesal ataupun lelah saat telat makan. Dan

untuk mengatasi rasa cemas atau depresi, dapat meminimalkan konsumsi gula dan

karbohidrat olahan namun dianjurkan untuk meningkatkan asupan vitamin B

karena kekurangan vitamin B (seperti asam folat dan B12) dapat memicu depresi.
16

7. Tidur yang cukup

Sulit tidur dapat menjadi salah satu gejala depresi. Untuk mengatasi perasaan

cemas atau depresi, cobalah untuk mengubah pola tidur. Mulailah untuk tidur

cukup setidaknya 7 jam per hari, dan singkirkanlah hal-hal yang dapat

mengganggu kualitas tidur.

8. Berpikir positif untuk menghilangkan rasa cemas

Satu hal yang bisa membuat rasa cemas dan depresi semakin memburuk

adalah pikiran negatif tentang diri sendiri atau lingkungan sekitar. Oleh karena itu,

salah satu cara untuk mengatasi rasa cemas dan depresi adalah dengan berpikir

positif.

2.1.8 Penilaian Kecemasan dengan Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS)

Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS) adalah penilaian kecemasan pada

pasien dewasa yang dirancang oleh William W.K.Zung, dikembangkan berdasarkan

gejala kecemasan dalam diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

(DSM-II).

Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah,

2: kadang-kadang, 3: sebagaian waktu, 4: hampir setiap waktu). Terdapat 15

pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan

kecemasan (Zung Self-Rating Anxiety Scale dalam Ian mcdowell, 2006).

Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain:

1. Skor 20-44 : kecemasan ringan

2. Skor 45-59 : kecemasan sedang

3. Skor 60-80 : kecemasan berat


17

2.2 Konsep Dasar Katarak

2.2.1 Definisi

Katarak adalah berasal dari bahasa latin “Cataracta” Bahasa Yunani :

“Katarak” yang berarti air terjun. Katarak adalah kondisi bercak putih seperti yang

terdapat pada lensa mata. Kondisi ini membuat penglihatan mata menjadi terganggu.

Katarak dapat membatasi jarak pandang mata dan mengakibatkan mata menjadi silau.

Katarak umumnya tidak sampai memicu iritasi atau rasa nyeri. Pada banyak kasus

mata katarak, bercak putih berkembang secara lambat dan pada awalnya tidak

mengganggu pandangan mata. Tetapi, saat bercak putih pada lensa mata mulai

muncul, maka kenyamanan penglihatan akan menjadi terganggu (Irwan, 2020).

Katarak merupakan proses penuaan kekeruhan di lensa bola mata sehingga

menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan (Kemenkes,

2017).

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh

atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi

apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami

koagulasi (Ayuni, 2020).

2.2.2 Jenis-Jenis Katarak

Menurut Ayuni (2020), jenis-jenis katarak dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Katarak terkait usia (katarak senilis)

Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-satunya

gejala adalah distorsia penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.

2. Katarak anak-anak

Katarak anak-anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:


18

a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak

katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin

terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau

metabolik, atau berkaitan dengan berbagai sindrom.

b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-

sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul

maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes

dan obat.

3. Katarak traumatik

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau

trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya

benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan tumor aqueus dan

kadang-kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.

4. Karak komplikata

Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada

fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan

akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang

sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik, atau rekuren,

glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.

5. Katarak akibat penyakit sistemik

Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut:

diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,

galaktosemia, dan syndrome lowe, werner atau down


19

6. Katarak toksik

Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat

penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).

Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun

dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.

7. Katarak ikutan

Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik

yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.

Menurut usia penderita katarak dapat diklasifikasikan menjadi (Irwan, 2020):

1. Katarak Kongenital

Katarak yang muncul sejak lahir atau usia < 1 tahun

2. Katarak Juvenil

Katarak yang nampak pada usia 1 tahun dan < 40 tahun

3. Katarak Presenilel

Katarak yang dijumpai pada usia 30 – 40 tahun

4. Katarak Senile

Katarak yang dimulai pada usia > 40 tahun

2.2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya adalah usia lanjut

(katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa

pertumbuhan janin, genetik dan gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena

traumatik, terapi kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik,

seperti diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi

alkohol meningkatkan resiko katarak (Ayuni, 2020).


20

Pada beberapa dekade banyak kasus penyebabnya tidak diketahui. Katarak

biasanya terjadi pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak di

percepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak

bisa disebabkan oleh karena cedera mata penyakit metabolik (misalnya diabetes),

obat-obatan tertentu (misalnya kortikosteroid) (Ayuni, 2020).

Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika katarak

lahir (atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit

keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh infeksi

kongenital seperti campak jerman, berhubungan dengan penyakit metabolik seperti

galaktosemia. Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah penyakit metabolik

yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu ketika bayi

masih dalam kandungan. Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses

penuaan. Katarak pada dewasa dikelompokkan menjadi katarak immatur yaitu lensa

masih memiliki bagian yang jernih, katarak matur yaitu lensa sudah seluruhnya keruh,

katarak hipermatur yaitu bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui

kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur mata yang lainnya

(Ayuni, 2020).

2.2.4 Faktor Resiko Katarak

Menurut Irwan (2020), faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang terkena

katarak antara lain :

1. Umur : > 50 tahun, risiko meningkat

2. Seks : Wanita lebih banyak dari pria

3. Penyakit sistemik (DM, hiperparatiroid (HT)

4. Geografis : - adalah daerah tropis sinar matahari tinggi (sinar ultraviolet)


21

5. Dataran tinggi

6. Nutrisi protein yang tinggi  katarak meningkat

7. Obat-obatan: steroid (peroral), dinitrophenicol (obat kurus), Echothipate iodide

(obat antiglaukoma)

8. Lingkungan fisik : radiasi, sinar ultraviolet

9. Trauma pada bola mata

10. Merokok

2.2.5 Stadium Katarak

Menurut Ayuni (2020), katarak dibagi kedalam 4 stadium, yaitu:

1. Katarak insipien, kekerahan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju

korteks anterior dan posterior (katarak kortikal)

Gambar 2.1 Katarak Insipien

2. Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular

posterior, celah terbentuk, antera serat lensa dan korteks berisi jaringan

degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien.

Gambar 2.2 Katarak Subkapsular Psoterior

3. Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat yang

degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga

lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah yang akan memberikan

miopisasi.
22

Gambar 2.3 Katarak Intumesen

4. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang

belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa

mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi

glaukoma sekunder.

Gambar 2.4 Katarak Imatur

2.2.6 Manifestasi Klinik

Tanda dan gejal katarak diantaranya penglihatan kabur, ciri khasnya seperti

melihat dari balik air terjun, atau kabut putih, penglihatan ganda, silau dan

penglihatan semakin kabur walau sudah berganti-ganti ukuran kacamata (Kemenkes,

2017).

Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subjektif. Biasanya pasien

melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau dan gangguan fungsional

sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan

objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara yang keabuan pada pupil

sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi

opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi

bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup,

menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di

malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau

putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak
23

sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu

memperbaiki penglihatan (Ayuni, 2020).

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk

menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.

Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan

langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau

kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada

siang hari (Smeltzer dalam Ayuni, 2020).

2.2.7 Pengobatan Katarak

Menurut Irwan (2020), hingga saat ini obat-obatan lokal sistemik yang

umumnya digunakan belum ada yang dilaporkan pembuktiannya secara ilmiah,

sehingga tindakan medis berupa operasi atau pembedahan/esktrasi katarak merupakan

terapi paling tepat. Kondisi setelah operasi katarak adalah kaburnya penglihatan

sehingga perlu lensa pengganti, dan mata tidak dapat melihat pada jarak dekat atau

berakomodasi sehingga diperlukan bantuan untuk memulihkan kembali ketajaman

penglihatan pada penderita katarak jenis senilis.Untuk itu, ada 3 pilihan yang biasanya

diberikan oleh dokter mata kepada pasien yaitu ; Esktraksi katarak disusul dengan

pemakaian kacamata afakia, Ekstraksi katarak dengan pemasangan lensa kontak dan

ekstraksi katarak langsung penanaman lensa intra okuler.

2.2.8 Pencegahan Penyakit Katarak

Penyakit katarak merupakan salah satu penyakit tidak menular yang umumnya

dialami oleh seseorang antara lain karena tuntutan usia, namun demikian penyakit

katarak dapat dihindari dengan melakukan upaya pencegahan melalui : Tidak

merokok, makan makanan dengan gizi seimbang, lindungi mata anda dari pancaran

sinar matahari dan menjaga kesehatan tubuh secara umum (Irwan, 2020).
24

2.2.9 Perawatan Mata Sebelum Operasi

Menurut Kemenkes (2017), perawatan mata sebelum dilakukan operasi

katarak antara lain:

1. Klien diharapkan berhenti merokok seminggu sebelum operasi

2. Klien diharapkan keramas di pagi hari sebelum operasi

3. Tidur cukup satu hari sebelum operasi

4. Sarapan sebelum operasi

5. Diantar tidak lebih dari 1 orang

6. Pada saat konsultasi ke rumah sakit, kontrol dan operasi tidak boleh membawa

anak kecil

7. Tekanan darah terkontrol tidak melebihi 140/90 mmHg (bila tekanan darah lebih

dari hal tersebut, berobat dulu ke puskesmas)

8. Untuk yang mempunyai penyakit diabetes mellitus (kencing manis), gula darah

sewaktu maksimal 140 mg/dl. Apabila lebih tinggi dari hal tersebut diharapkan

berobat dulu ke puskesmas

9. Klien dilarang memakai perhiasan atau membawa barang apapun dihari operasi

10. Klien harus tepat waktu sesuai dengan yang ditentukan

2.2.10 Perawatan Mata Setelah Operasi

Menurut Kemenkes (2017), perawatan mata setelah dilakukan operasi katarak

antara lain:

1. Mata yang dioperasi tidak boleh terkena air selama 3 minggu, tetapi pasien tetap

boleh mencuci rambut seperti biasa asalkan mata yang dioperasi tidak terkena

air/shampo.

2. Sebelum dan setelah meneteskan obat harus mencuci tangan dengan sabun

3. Obat-obatan tetes mata seperti :


25

a. Floxa di teteskan setiap hari satu jam satu tetes, dimulai setelah pasien sampai

di rumah setelah dilakukan operasi sampai menjelang tidur.

b. Xitrol di tetes dua kali dua jam satu tetes, dimulai setelah pasien sampai di

rumah setelah pulang dari operasi sampai menjelang tidur.

4. Jarak antara obat tetes pertama dan kedua kurang lebih 5 menit.

5. Penggunaan obat tetes mata selanjutnya disesuaikan dengan petunjuk dokter

6. Memakai pelindung mata yang dioperasi, terutama waktu tidur selama 1 minggu

7. Hari pertama (H+1+ dan ketujuh (H+7) setelah operasi, pasien kontrol ke

puskesmas

8. Kontrol selanjutnya dilakukan sesuai dengan petunjuk dokter

9. Segera kontrol ke dokter mata/ puskesmas jika terjadi:

a. Mata bertambah merah

b. Penglihatan tiba-tiba bertambah buram

c. Mata terasa sakit

10. Hari kedua dan seterusnya penutup mata diganti sendiri minimal sehari sekali

dengan menggunakan kassa steril. Penutupan mata dihentikan setelah ada

petunjuk dokter

11. Pasien tidak boleh batuk, mengedan, merokok/terpapar asap rokok, mengangkat

barang lebih dari 5 kg, menunduk dalam waktu lama dan tidak boleh di gosok-

gosok /kucek-kucek selama 3 minggu.

12. Mata yang dioperasi tidak boleh kena pukul atau benturan.

2.3 Pengetahuan
26

2.3.1 Definisi

Menurut filsuf pengetahuan yaitu Plato menyatakan pengetahuan sebagai

“kepercayaan sejati yang dibenarkan (valid)” (justtified true belief). Menurut

Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Riyanto, 2018)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pengetahuan merupakan sesuatu yang

diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi

berbagai faktor dari dalam seperti motivsi dan faktor luar berupa sarana informasi

yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. (Riyanto, 2018)

2.2.2 Tahapan Pengetahuan

Menurut Riyanto (2018), ada enam tahapan pengetahuan yaitu:

a. Tahu (Know)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,

fakta-fakta, gagasan, pola urutan, metodologi, prinsip dasar dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi didalam satu struktur organisasi, dan masih

ada kaitannya satu sama lain.

e. Evaluasi (evaluation)
27

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

f. Kreasi (creation)

Kreasi ilmu pengetahuan merupakan aktifitas untuk memperoleh pengetahuan

dan memperlakukan pengetahuan sebagai suatu entitas (benda, orang, tempat,

unit, objek) yang terpisah dari orang-orang yang menciptakan dan

menggunakannya.

Menurut Riyanto (2018), cara mengukur pengetahuan jika yang diteliti

masyarakat umum adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika responden mampu menjawab > 50%

jawaban dengan benar.

2. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika responden mampu menjawab < 50%

jawaban dengan benar.

2.4 Perioperatif

2.4.1 Definisi

Fase perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga

sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan

(Maryunani, 2018).

Asuhan keperawatan perioperatif pada praktiknya akan dilakukan secara

berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap,

poliklinik bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang

kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat praoperatif (Maryunani, 2018).

2.4.2 Fase Perioperatif

Menurut Maryunani (2018), terdapat tiga fase keperawatan perioperatif, yaitu:


28

1. Fase preoperatif

a. Dimulai saat keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir pada waktu

pasien dipindahkan ke meja bedah.

b. Lingkup aktivitas keperawatan yang termasuk didalamnya dapat menjadi sama

luasnya seperti saat memulai pengkajian pasien di klinik atau dirumah melalui

wawancara preoperatif atau menjadi sangat terbatas seperti saat melakukan

pengkajian preoperatif di area holding di kamar bedah.

2. Fase intraoperatif

a. Dimulai pada saat pasien dipindahkan ke meja kamar bedah dan berakhir

dengan pemindahan pasien ke area/ruang pemulihan

b. Aktivitas-aktivitas ini dilakukan perawat sama luasnya seperti saat mengetahui

adanya kerusakan kulit di area tertentu dan melakukan tindakan pencegahan

khusus atau terbatas seperti melakukan perubahan posisi pasien secara

sederhana pada meja kamar bedah sesuai dengan prinsip-prinsip posisi tubuh

yang baik.

3. Fase postoperatif

a. Dimulai dengan pada saat pasien masuk keruang pemulihan dan berakhir

dengan telah dilakukanya evaluasi tindak lanjut.

b. Lingkup perawatan dapat menjadi sama luasnya seperti mengunjungi pasien di

rumah atau di klinik, sama terbatasnya saat perawat mengkomunikasikan

informasi penting yang berhubungan dengan pembedahan pasien pada petugas

di ruang pemulihan.

2.4.3 Keperawatan Perioperatif Katarak

Menurut Wahyuni (2018), keperawatan perioperatif pada pasien pre operasi

katarak antara lain sebagai berikut:

1. Pre operasi

Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya adalah :

a. Persiapan fisik
29

1) Status kesehatan fisik secara umum

Status kesehatan meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik

lengkap, vital sign, antara lain status hemodinamikakardiovaskuler,

pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, dan lain- lain.

2) Status nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat

badan, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan

globulin). Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum

pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan

jaringan. Anestesi umum tidak diperbolehkan makan atau minum 8 jam

menjelang operasi dan anestesi lokal makanan ringan masih

diperbolehkan. Bahaya yang sering timbul makan/ minum sebelum operasi

meliputi aspirasi saat pembedahan, mengotori meja operasi, dan

mengganggu jalannya operasi.

3) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya

infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak

dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga

mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.

Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati- hati jangan

sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Daerah yang

dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan

di operasi. Pada katarak, pencukuran bulu mata sangat disarankan agar

tidak mengganggu jalannya operasi dan mencegah terjadinya infeksi.

4) Keseimbangan cairan dan elektrolit


30

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan

output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam

rentang normal. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan

fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan

ekskresi metabolik. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan

dengan baik.

5) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dengan pemasangan alat kateter jika

memang diperlukan. Pengosongan kandung kemih bertujuan untuk

memperlancar jalannya operasi.

6) Latihan pra operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada klien sebelum operasi, hal ini

sangat penting sebagai persiapan klien dalam menghadapi kondisi pasca

operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada

tenggorokan. Latihan yang diberikan meliputi antara lain latihan napas

dalam, batuk efektif, dan gerak sendi (klien diperbolehkan berubah posisi

sebelum dilakukan operasi).

b. Persiapan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, laboratorium darah,

serum, dan urin maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan lain-lain.

c. Pemeriksaan status anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk keselamatan

klien selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi, klien dilakukan

pemeriksaan status fisik untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap

diri klien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan

menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).


31

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya

akan mengganggu fungsi pernafasan, sistem kardiovaskuler, peredaran darah

dan sistem saraf.

d. Inform consent

Terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab serta tanggung gugat, yaitu

inform consent. Baik klien maupun keluarganya harus menyadari bahwa

tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu

setiap klien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat

pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).

Inform consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek

etik hukum, maka klien atau orang yang bertanggung jawab terhadap klien

wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya

apapun tindakan yang dilakukan pada klien terkait dengan pembedahan,

keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan

konsekuensinya. Pemberitahuan mengenai tim operasi yang menangani

operasi meliputi dokter spesialis mata dan perawat kepada klien dan keluarga.

2. Intra operasi

Tindakan perawat pada fase intra operasi meliputi perlindungan terhadap

kejadian injuri (cedera) dan monitoring klien terdiri dari safety management

(pengaturan posisi klien), monitoring fisiologis seperti balance cairan,

cardiopulmonal, vital sign, psikologis sebelum induksi dan klien sadar.

Pembedahan pada katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan penggantian

lensa, yaitu :

a. Pengangkatan lensa

Ada 4 macam pembedahan yang digunakan untuk mengangkat lensa:

1) Ekstraksi intrakapsular atau intra capsular cataract extraction (ICCE).

Teknik dengan seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan


32

pada yang matur dan zonula zinn yang telah rapuh, namun tidak boleh

dilakukan pada klien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang

masih memiliki zonula zinn. Teknik seperti ini jarang dilakukan lagi

sekarang.

2) Ekstraksi ekstrakapsular atau extra capsular cataract extraction (ECCE).

Pada teknik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa

keluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior

sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan

tersebut, sehingga hal ini menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa

intraokuler buatan dapat dimasukkan ke dalam kapsul melalui robekan

tersebut. Kejadian komplikasi setelah operasi lebih kecil kalau kapsul

bagian belakang utuh.

3) Small incision cataract surgery (SICS). Merupakan teknik ekstraksi

katarak ekstrakapsular dengan insisi yang lebih kecil sehingga hampir

tidak perlu dijahit. Kemudian dilakukan penanaman lensa intraokuler.

Teknik dengan menggunakan insisi konvensional dikarenakan akan

meminimalkan terjadinya komplikasi dan penyembuhan luka lebih cepat

serta resiko astigmatisme.

4) Phacoemulsification. Teknik ekstrakapsular fakoemulsifikasi merupakan

fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik. Fakoemulsifikasi

berfungsi untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm).

Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil

dengan menggunakan alat ultrasonic frekuensi tinggi untuk memecah

nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi

melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus. Teknik ini
33

memerlukan waktu penyembuhan yang lebih pendek dan penurunan

insidensi astigmatisme pascaoperasi. Kedua teknik irigasi-aspirasi dan

fakoemulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior, yang nantinya

digunakan untuk penyangga IOL. Bila lensa diangkat, klien katarak

memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan tiga

metode, yaitu kaca mata apakia, lensa kontak, dan implan IOL.

b. Penggantian lensa

Klien yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan

mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat. Pada

koreksi setelah lensa diangkat dapat mempergunakan salah satu diantaranya

dari kaca mata apakia, lensa kontak, dan implan IOL. Kaca mata apakia

mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25-30

persen menyebabkan distorsi pandangan (benda nampak jauh lebih dekat dari

sebenarnya). Lensa kontak jauh lebih nyaman daripada kaca mata apakia,

tidak terjadi pembesaran bermakna sebesar 5-10%, tidak terdapat aberasi

sferis, tidak ada penurunan lapang pandang, dan tidak ada kesalahan orientasi

spasial.

Kerugiannya adalah harganya lebih mahal, sering harus diganti karena

sobek atau hilang, dan meningkatnya keratitis infeksiosa. Implan IOL (lensa

intraolikuler) memberikan alternatif bagi kaca mata apakia dan

ketidakprektisan penggunaan lensa kontak. Lensa IOL (lensa intraolikuler) ini

merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler, biasanya lensa

intraokuler dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata. Kurang lebih

97% pembedahan katarak dilakukan bersamaan dengan pemasangan IOL

karena pemasangan dapat dilakukan melalui insisi yang lebih kecil yang
34

dibuat untuk fakoemulsifikasi sehingga pemasangan lensa ini hanya satu

jahitan atau tanpa jahitan sama sekali. 95% IOL dipasang pada kapsul anterior

dan 5% pada kapsul posterior.

3. Pasca operasi

Tahap pasca operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah ke

unit pasca operasi dan berakhir saat pasien pulang.

Pada tahap ini perawat berusaha untuk memulihkan fungsi pasien seoptimal dan

secepat mungkin. Pasca operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang

dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi

selanjutnya.

Pada perawatan pasca operasi diperlukan dukungan untuk pasien,

menghilangkan rasa sakit, antisipasi dan mengatasi segera komplikasi,

memelihara komunikasi yang baik dengan tim, rencana perawatan disesuaikan

dengan kebutuhan pasien. Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan (bangsal)

setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan generalaenesthesia, maka

kita perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien

sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang

pemulihan (recovery room).

Perawatan pasca operasi yang cermat seperti nasihat dan anjuran petugas

kesehatan diikuti untuk mendapatkan hasil operasi yang baik. Setelah

pembedahan, klien diberikan anti nyeri untuk mengurangi rasa sakit yang

ditimbulkan oleh operasi,antibiotik diperlukan untuk mencegah dan mengurangi

infeksi, dan mata dilindungi dengan pelindung. Obat tetes mata steroid diberikan

untuk mengurangi reaksi inflamasi akibat tindakan operasi. Perawatan pasca

operasi yang harus diperhatikan oleh klien adalah membatasi aktivitas di rumah
35

dengan tidak melakukan olahraga dan aktivitas yang berat selama 2 bulan dan

memakai pelindung mata atau kaca mata agar aman dan tidak silau. Hal-hal yang

tidak diperbolehkan adalah menggosok mata, membungkuk terlalu lama,

berbaring ke sisi mata yang baru di operasi, mengedan keras sewaktu buang air

besar, dan aktivitas berat. Mata akan dibebat paling lama 1 minggu dan harus di

kontrol oleh dokter spesialis mata mengenai luka dan progresivitas mata setelah

dilakukan operasi.

2.4.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perioperatif Katarak Dengan Tingkat

Kecemasan Klien Pre Operasi.

Klien yang memiliki mata katarak, apalagi dua mata yang mengalami katarak

tidak mudah menjalani kehidupan, apalagi yang terkena katarak adalah kepala rumah

tangga, secara sosial ekonomi jelas mempunyai dampak yang sangat serius, dan tidak

menutup kemungkinan dampak psikologis. Hal yang paling umum yang dirasakan

klien adalah kecemasan. Kecemasan yang dirasakan oleh klien disebabkan oleh

ketidaktahuan klien tentang proses penyakit dan cara mengobatinya, juga diakibatkan

oleh rasa takut kehilangan fungsi penglihatan seumur hidup dengan demikian akan

membebani anggota keluarga yang lain (Wahyuni, 2018).

Kecemasan merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan

tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis yang dirasakan

oleh klien pre operatif. Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani

intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika klien dipindahkan ke meja operasi.

Persiapan pre operasi sangat penting sekali untuk mengurangi faktor resiko karena

hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan klien.

Persiapaninilah ditentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi klien terhadap


36

tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan

(Wahyuni, 2018).

Kecemasan timbul sebagai respon terhadap stres, baik stres fisik dan

fisiologis. Artinya, kecemasan terjadi ketika seorang merasa terancam baik fisik

maupun psikologis. Respon kecemasan merupakan sesuatu yang sering muncul pada

klien yang akan menjalani operasi (pre operasi). Karena pre operasi merupakan

pengalaman baru bagi klien yang akan menjalani operasi. Kecemasan klien pre-

operasi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dari faktor pengetahuan

dan sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada klien pre

operasi di ruang rawat inap (Wahyuni, 2018).

Kecemasan klien pre operasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia,

pengalaman klien menjalani operasi, konsep diri dan peran, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, kondisi medis, akses informasi, proses adaptasi, jenis tindakan

medis dan komunikasi terapeutik. Fase pre operasi dilakukan pengkajian operasi

awal, merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan klien,

melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam wawancara, memastikan kelengkapan

pemeriksaan pre operasi, mengkaji kebutuhan klien dalam rangka perawatan pasca

operasi. Tanggung jawab perawat yang berkaitan dengan informed consent sebelum

tindakan pembedahan adalah memastikan bahwa informed consent yang diberikan

dokter didapat dengan sukarela dari klien yang sebelumnya diberikan penjelasan

secara jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan risiko. Sebelum dilakukan

pembedahan, perawat harus mengkaji faktor psikologi dan fisik klien (Wahyuni,

2018).

2.5 Relaksasi Nafas Dalam


37

2.5.1 Definisi

Relaksasi nafas dalam (Slow deep breathing)merupakan salah satu

penatalaksanaan nonfarmakologi dari hipertensi yaitu teknik relaksasi pernafasan

dengan menarik nafas secara dalam dan di keluarkan melalui mulut secara lambat

dalam frekuensi 6-10 kali per menit. Secara fisiologis, slow deep breathing

berpengaruh terhadap peningkatan volume tidal yang dapat mengaktifkan hering-

breuer reflex sehingga terjadi penurunan aktivitas kemorefleks dan mengurangi

aktivitas saraf simpatik dengan meningkatkan central inhibitory rythms sehingga

dapat menurunkan tekanan darah (Widianto, 2015).

2.5.2 Tujuan Relaksasi Nafas Dalam

Menurut Trullyen(2015) tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk

meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis

paru, merileksasikan tegangan otot, menungkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres

baik strees fisik maupun emosional yaitu menurunkan kecemasan. Sedangkan tujuan

nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebihh terkontrol dan efisien serta

untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,

meningkatkan relaksasi otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi,

melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta

mengurangi kerja bernafas.

Menurut Michael, Hersen, William Sledge dalam penelitian Pardede, Sitepu&

Saragih(2016). Manfaat dari teknik relaksasi nafas dalam terhadap kecamasan

diakibatkan peningkatan hormon kortisol merupakan salah satu cara untuk membuat

tubuh rileks dengan berkonsentrasi pada pernafasan. Bernafas dalam dapat membantu

mengurangi keparahan dan frekuensi ketegangan sakitkepala yang berhubungan

dengan stres, memperlambat dengyut jantung, tekanan darah rendah dan mengurangi

kelelahan.
38

2.5.3 Prosedur Dalam Melakukan Relaksasi Nafas Dalam

Menurut Fike (2015), Prosedur dalam melakukan relaksasi nafas dalam yakni:

1. Tahap pra interaksi

a. Membaca mengenai status pasien

b. Mencuci tangan

c. Menyiapkan alat

d. Tahap orientasi

e. Mengucapkan salam teraupetik kepada pasien

f. Validasi kondisi pasien saat ini

g. Menjaga keamanan privasi pasien

h. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan terhadap pasien dan

keluarga

2. Tahap Kerja

a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada sesuatu yang

kurang dipahami/jelas

b. Atur posisi pasien agar rileks tanpa adanya beban fisik

c. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam sehingga rongga paru

berisi udara

d. Instruksikan pasien dengan cara perlahan dan menghembuskan udara

membiarkanya ke luar dari setiap bagian anggota tubuh, pada saat bersamaan

minta pasien untuk memusatkan perhatiannya pada suatu hal yang indah dan

merasakan betapa nikmatnya rasanya

e. Instruksikan pasien bernafas dengan irama normal beberapa saat (1-2 menit)

f. Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam, kemudian

menghembuskan dengan caraa perlahan dan merasakan saat ini udara mulai
39

mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru seterusnya udara dan rasakan

udara mengalir keseluruh bagian anggota tubuh

g. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang

mengalir dan merasakan ke luar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki serta

rasakan kehangatannya

h. Instruksikan pasien untuk mengulangi teknik-teknik ini apabila rasa cemas

kembali

i. Setelah pasien mulai merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan

kembali lagi secara mandiri.

3. Tahap terminasi

a. Evaluasi hasil gerak

b. Lakukan konntrak untuk melakukan kegiatan selanjutnya

c. Akhiri kegiatan dengan baik

d. Cuci tangan

2.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Prasetyo (2019) yang berjudul hubungan

pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pra operasi katarak di Rumah Sakit Mitra

Husada Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Hasilpenelitian dari 100 responden

yang akan melakukan tindakan operasi katarak menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuanpasien pra operasi katarak yaitu, pengetahuan baik 5%, pengetahuan

cukup 46%, pengetahuan kurang 49%. Sedangkanpada tingkat kecemasan, sebanyak

40% responden merasa tidak cemas, 56% responden cemas ringan, dan 4%

respondencemas sedang. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan


40

pada pasien pra operasi katarak di Rumah SakitMitra Husada Kabupaten Pringsewu

Provinsi Lampung dengan nilai pvalue = 0, 003 dan nilai korelasi = 0, 597.

Berdasarkan hasil penelitian Rondonuwu (2018) yang berjudul hubungan

pengetahuan dengan tingkat kecemasan pada klien pre operasi katarak di Balai

Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM) Manado. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

hubunganyang bermakna antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan klien pre

operasi katarak,Kesimpulan dari penelitian ini adalah didapatkan bahwa responden

yang tidak memiliki kecemasan dengan Berpengetahuan baik ada 2 orang (4,8%),

responden yang memilikikecemasan ringan dengan pengetahuan baik ada 15 orang

(35,7%), responden yang memilikikecemasan sedang dengan pengetahuan baik ada

10 orang (23,8%), maka dapat disimpulkanpendidikan kesehatan dapat menurunkan

tingkat kecemasan dan meningkatkan pengetahuan pada pasien pre operasi katarak.

2.7 Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Katarak

1. Umur
2. Jenis kelamin  Katarak insipien
3. Penyakit sistemik (DM,  Katarak subkapsular psoterior
hiperparatiroid (HT)  Katarak intumesen
4. Geografis  Katarak imatur
5. Dataran tinggi
6. Nutrisi protein yang tinggi
7. Obat-obatan Tindakan Operasi
8. Lingkungan fisik Katarak
9. Trauma pada bola mata
10. Merokok
11.
41

Pengetahuan Pasien
tentang perioperatif

Pre operasi Intra Operasi Pasca Operasi

Kecemasan Pasien Pre


Operasi Katarak

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep dan variabel-variabel, baik independen (variabel bebas, sebab dan

mempengaruhi) maupun dependen (variabel tergantung), akibat dan pengaruh yang

diamati atau diukur melalui pengertian - pengertian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2018).

Kerangka konsep penelitian ini secara sistematis digambarkan sebagai

berikut :

Bagan 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pengetahuan Tingkat Kecemasan pada


Tentang Perioperatif Klien Pre Operasi katarak

2.9 Hipotesis

Ada hubungan pengetahuan tentang perioperatif dengan tingkat kecemasan

pada klien pre operasi katarak di RS. Sriwijaya Palembang Tahun 2021.
42

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


43

Penelitian ini akan dilakukan pada semua pasien pre operasi katarak di RS.

Sriwijaya Palembanguntuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang perioperatif

dengan tingkat kecemasan pada klien pre operasi katarak di RS. Sriwijaya Palembang

Tahun 2022.

3.1.1 Format Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross

sectional. Metode analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana

fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi

antara fenomena antara faktor risiko (pengetahuan tentang perioperatif) dengan faktor

efek (tingkat kecemasan pada klien pre operasi katarak). Sedangkan pendekatan cross

sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-

faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2018).

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Maret 2022.

3.1.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RS. Sriwijaya Palembang tahun 2022.

3.2 Populasi dan Sampel 51

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2018).

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien pre operasi katarak di Rumah

Sakit Sriwijaya Palembangdari bulan Januari sampai dengan September tahun 2021

sebanyak 1.775 dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 197.


44

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2018).

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus Slovin sebagai

berikut:

N
n=
1 + N (d )2

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (10% atau 0,1)

197
n=
1 + 197 ( 0,1)2

197
n=
1 + 197 ( 0,01)

197
n=
1 + 1,97

197
n=
2, 97
n = 66,3 dibulatkan menjadi 66 orang

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara non

probability sampling menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan

sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoatmodjo, 2018).
45

Dalam penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria

inklusi dan eksklusi yang dimaksud adalah:

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien pre operasi katarak di Rumah Sakit Sriwijaya Palembang

b. Pasien dalam keadaan sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik

c. Berusia 40-70 tahun

d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian

2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien dalam kondisi kurang sehat sehingga membutuhkan perawatan khusus

b. Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian

3.3 Data dan Cara Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

Data primer yaitu data atau informasi yang langsung berasal dari yang

mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap data tersebut (Notoatmodjo,

2018).

Dalam penelitian ini data primer diperoleh secara langsung dengan cara

memberikan pertanyaan dalam bentuk kuesioner kepada pasien pre operasi katarak di

Rumah Sakit Sriwijaya Palembangsaat dilakukan penelitian.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data atau sumber informasi yang bukan dari tangan

pertama dan yang bukan mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap

informasi atau data tersebut (Notoatmodjo, 2018).

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapat dari data

pasien katarak di Rumah Sakit Sriwijaya Palembang, jurnal, sumber internet dan buku

sumber yang berhubungan dengan topik penelitian.


46

3.3.3 Teknik / Cara Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Notoatmodjo, 2018).

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai

alat bantu dalam pengambilan data.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Berdasarkan Notoatmodjo (2018), agar analisa penelitian menghasilkan informasi

yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui

yaitu :

1. Editing ( Pengeditan Data )

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian check list apakah

jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas relevan dan konsisten.

2. Coding ( Pengkodean )

Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari koding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.

3. Proccessing

Setelah semua isian check list terisi penuh dan benar dan juga sudah melewati

pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat

dianalisis.

4. Cleaning Data ( Pembersihan Data )

Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada

kesalahan atau tidak.


47

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Analisa Data Univariat

Analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel

independen dan dependen dari hasil penelitian pada umumnya dalam analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2018).

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yaitu

variabel independen (tingkat pengetahuan tentang perioperatif) dan variabel dependen

(tingkat kecemasan pada pasien pre operasi katarak) yang dianalisis dengan

menggunakan tabel distribusi frekuensi.

3.5.2 Analisa Data Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen yang dianalisis dengan uji chi-square

(x2) dengan taraf signifikan (α) = 0,05.

1) Jika p value < nilai α adalah (0,05). Maka ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen

2) Jika p value > nilai α (0,05). Maka tidak ada hubungan bermakna (Signifikan)

antara variabel independen dengan variabel dependen.

3.6 Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
48

Tingkat Reaksi yang Wawancara Kuesioner 1. Kecemasan Ordinal


kecemasan dirasakan pasien Zung ringan :Skor
pada pasien pre operasi katarak Self- 20-44
pre operasi Rating 2. Kecemasan
katarak Anxiety sedang : Skor
Scale 45-59 :
3. Kecemasan
berat : Skor
60-80
(William
W.K.Zun, 2006)
Tingkat Segala sesuatu Wawancara Kuesioner 1. Baik : Jika ibu Ordinal
Pengetahuan yang diketahui mendapat skor
pasien pre operasi > 50%
katarak tentang jawaban benar
perioperatif 2. Kurang : Jika
ibu mendapat
skor < 50%
jawaban benar
(Riyanto,
2018)

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Donna Fitri. 2018. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).Volume
5 nomor 2 Juni 2018
49

Ayuni, Dini Qurrata. 2020. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
Katarak. Jakarta : Pustaka Galeri Mandiri

Azizah, Lilik Makrifatul. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Indomedia
Pustaka

Brunner & Sudddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC

Dianti, Titis Nurmalita. 2021. Atasi Kecemasan Untuk Pengembangan Diri Sendiri.

Irwan. 2020. Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta : CV.Absolute Media

Kemenkes. 2017. Modul Deteksi Dini Katarak. Jakarta.

Kurniawan, Hendrik. 2018. Koordinasi Keperawatan yang Efektif untuk pasien preoperatif.

Loihala. 2019. Hubungan Komunikasi Terapeutik DenganKecemasan Pasien Pre Operasi


Katarak

Maryunani, Anik. 2018. Buku Asuhan Keperawatan Perioperatif - Pre Operasi Menjelang
Pembedahan. Jakarta : Salemba Medika

Naufal. 2020. Atasi Kecemasan Untuk Pengembangan Diri Sendiri. Universitas Airlangga
Fakultas Keperawatan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, Angga Dwi. 2018. Hubungan tingkat pengetahuan tentang perioperatif katarak
dengan itensif pasien menjalani operasi katarak di Wilayah Kerja Puskesma
Tempurejo Kabupaten Jember

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Edisi.4.


Jakarta : Salemba Medika
Prasetyo. 2019. Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi
Katarak di Rumah Sakit Mitra Husada Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung

Riyanto, Budiman. 2018. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan sikap dalam Penelitian


Kesehatan. Jakarta Salemba Medika

Riyena, Vilda. 2020. Pengaruh audio visual perawatan perioperatif terhadap pengetahuan
pasien post operasi fakoemulsifikasi.

Rondonuwu. 2018. Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat KecemasanPada Klien Pre


Operasi Katarak Di Balai Kesehatan Mata masyarakat (bkmm) manado
50

Setiawan. 2017.The Relationship Between The Knowledge Level Of ThePerioperative Of


Cataract With The Anxiety Level Of TheClient Pre-Cataract Surgeryin The Eye
Specialist ClinicOf Samarinda

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. PT. Alfabeth.

Suswanti. 2018. Hubungan Pengetahuan Perioperatif DenganTingkat Kecemasan Pasien Pre


Operasi Katarak di RS Mata “Dr. YAP” Yogyakarta

Wahab, Imran. 2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan TingkatKecemasan Pada


Pasien Pre Operasi Di RuangBedah Rsud Labuang Baji Makassar

Wahyuni. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Perioperatif Katarak Dengan


Tingkat Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Katarak di RSD dr. Soebandi Jember

Yusuf. 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN


LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


51

Nama :

Umur :

Alamat :

Telp/HP :

Jenis Kelamin :

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang “Hubungan Pengetahuan

Tentang Perioperatif Dengan Tingkat Kecemasan Pada Klien Pre Operasi Katarakdi RS.

Sriwijaya Palembang tahun 2022”,maka dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK

BERSEDIA (coret yang tidak perlu) untuk ikut serta berpartisipasi menjadi subjek

penelitian.Dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Palembang, Maret 2022

( )

KUESIONER

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERIOPERATIF DENGAN


TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN
PRE OPERASI KATARAK DI RS. SRIWIJAYA
52

PALEMBANG TAHUN 2021

A. BIODATA RESPONDEN
Inisial :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
B. Pengetahuan Responden Tentang Perioperatif

1. Tindakan operasi disebut juga dengan:


a. Pembedahan
b. Perawatan
c. Penjahitan
d. Terapi
2. Fungsi dari anastesi/pembiusan adalah:
a. Menghilangkan rasa sakit pada saat operasi
b. Mengancam hidup pasien
c. Meningkatkan kecemasan
d. Mengurangi kecemasan
3. Penggunaanantibiotik (obat) adalah bertujuan untuk mencegah:
a. Infeksi
b. Nafsu makan menurun
c. Supaya tidak nyeri
d. Nafsu makan meningkat
4. Keuntungan operasi bagi saudara adalah:
a. Dapat menyembuhkan
b. Sebagai penyelamat hidup
c. Membebaskan dari beban
d. Meningkatkan harga diri
5. Sebelum saudara dioperasi sebaiknya harus diberikan:
a. Informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai operasi
b. Tidak perlu diberikan informasi
c. Informasi dari apoteker
d. Semangat dan dukungan dari keluarga
53

6. Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela di tandatangani oleh:
a. Perawat
b. Saudara
c. Dokter
d. Rumah sakit
7. Sebelum menandatangani persetujuan operasi, saudara diberikan penjelasan tentang
apa yang dibutuhkan dalam operasi serta kemungkinan yang akan terjadi oleh:
a. Keluarga
b. Pihak rumah sakit
c. Dokter ahli operasi
d. Perawat
8. Menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya kembali disebut:
a. Batuk
b. Teknik nafas dalam
c. Latihan tungkai
d. Bernafas
9. Hal yang harus diperhatikan sebelum operasi pada saudara adalah:
a. Kesiapan mental dari pasien
b. Persiapan fisik dari pasien
c. Pemeriksaan tekanan darah
d. Persiapan fisik dan mental pasien
10. Rasa nyeri pada operasi akan terasa saat:
a. Efek bius hilang
b. Setelah pasien sadar
c. Setiap selesai operasi
d. Setelah pasien bangun dari tidur

C. Kecemasan Klien Operasi Katarak

KUESIONER ZUNG SELF-RATING ANXIETY SCALE


54

Berilah nilai pada jawaban yang paling tepat sesuai dengan keadaan anda atau apa yang
anda rasakan saat ini
TP : Tidak pernah sama sekali
KD : Kadang-kadang saja mengalami demikian dengan waktu yang lama
S : Sering mengalami demikian namun tidak setiap hari
SS : Sangat Sering mengalami demikian setiap hari

No Pertanyaan TP KD S SS

1 Saya merasa lebih gelisah atau gugup dan


cemas dari biasanya
2 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
3 Saya merasa seakan tubuh saya berantakan
atau hancur
4 Saya mudah marah, tersinggung atau panic
5 Saya selalu merasa kesulitan mengerjakan
segala sesuatu atau merasa sesuatu yang
jelek akan terjadi
6 Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar
7 Saya sering terganggu oleh sakit kepala,
nyeri leher atau nyeri otot
8 Saya merasa badan saya lemah dan mudah
lelah
9 Saya tidak dapat istirahat atau duduk dengan
tenang
10 Saya merasa jantung saya berdebar-debar
dengan keras dan cepat
11 Saya sering mengalami pusing
12 Saya sering pingsan atau merasa seperti
pingsan
13 Saya mudah sesak napas tersengal-sengal
14 Saya merasa kaku atau mati rasa dan
kesemutan pada jari-jari saya
15 Saya merasa sakit perut atau gangguan
pencernaan
16 Saya sering kencing daripada biasanya
55

No Pertanyaan TP KD S SS

17 Saya merasa tangan saya dingin dan sering


basah oleh keringat
18 Wajah saya terasa panas dan kemerahan
19 Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat
malam
20 Saya mengalami mimpi-mimpi buruk

Anda mungkin juga menyukai