Kelompok 1 Konsep Pembangunan Kesehatan Diindonesia Revisi
Kelompok 1 Konsep Pembangunan Kesehatan Diindonesia Revisi
Akan tetapi, paradigma pembangunan sekarang lebih berorientasi pada pemerataan dan
peningkatan kualitas manusia, sehingga ukuran keberhasilan pembangunan adalah kualitas
sumber daya manusia, sehingga ukuran keberhasilan pembangunan adalah kualitas sumber daya
manusia seperti indeks pembangunan manusia (IPM), ndeks kemiskinan manusia (IKM), dan
indeks pembangunan gender (IPG). Dahulu kala paradigma pembangunan adalah diukur dari
pertumbuhan fisik dan ekonomi. (Cita, 2014)
Pada masa ini kejadian endemik Pes yang paling dasyat terjadi di China dan India,
diperkirkan 13 juta orang meninggal. Catatan lain di India, Mesir dan Gaza 13.000 orang
meninggal setiap harinya, atau selamah wabah tersebut jumlah kematian mencapai 60 juta orang.
Pertistiwa tersebut dikenal dengan ’The Black Death’. Pada abad tersebut Kolera juga menjadi
masalah di beberapa tempat. Tahun 1603 terjadi kematian 1 diantara 6 orang karena penyakit
menular. Tahun1965 meningkat menjadi 1 diantara 5 orang. Tahun 1759 tercatat penyakit-
penyakit lain yang mewabah diantaranya Dipteri, Tifus, dan Disentri.
Tahun 1832 di Inggris terjadi epidemic Kolera. Parlemen Inggris menugaskan Edmin
Chadwich, seorang pakar sosial untuk memimpin penyelidikan penyakit tersebut. Atas laporanya
tersebut Parlemen Inggris mengeluarkan UU tentang upaya-upaya peningkatan kesehatan
penduduk, termasuk sanitasi lingkungan dan tempat kerja, pabrik, dsb. John Simon diangkat oleh
pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan tenaga
kesehatan. Tahun 1883 Sekolah Tinggi Kedolteran didirikan oleh John Hopkins di Baltimore AS,
dengan salah satu departemennya adalah Departemen Kesehatan Masyarakat. Tahun 1908
sekolah kedokteran mulaimenyebar di Eropa, Kanada, dsb. Dari segi pelayanan masyarakat, pada
tahun 1855 untuk pertamakalinya pemerintah AS membentuk Departemen Kesehatan yang
merupakan peningkatan dari Departemen Kesehatahn Kota yang sudah terbentuk
sebelumnya. Tahun 1972 dibentuk Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika (American Public
Health Association)
Hasil penyelidikan Hydric, petugas kesehatan pemerintah waktu itu, penyebab kesakitan
dan kematian yang terjadi di Banyumas adalah kondisi sanitasi, lingkungan dan perilaku
penduduk yang sangat buruk. Hydric kemudian mengembangankan percontohan dan
propaganda kesehatan.
Pada tahun 1951 konsep bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah,
yaitu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun
1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan
kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga. Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8
lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar), Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim),
Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan Kalimatan Selatan. Pada tanggal 12 November
1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada tanggal
tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).
b. Pra reformasi
Waktu terus bergulir, tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Kemiskinan
meningkat, kemampuan daya beli masyarakat rendah, menyebabkan akses ke pelayanan
kesehatan renda, kemudian dikembangkan program kesehatan untuk masyarakat miskin yaitu,
JPS-BK. Tahun 1998 Indonesia mengalami reformasi berbagai bidang termasuk pemerintahan
dan menjadi negara dermokrasi. Tahun 2001 otonomi daerah mulai dilaksanakan, sehingga
dilapangan program-prorgam kesehatan bernunasa desentralisasi dan sebagai konsekuensi negara
demokrasi, program-program kesehatan juga banyak yang bernuasa ’politis’. Tahun 2003 JPS-
BK kemudian penjadi PKPS-BBM Bidang Kesehatan, tahun 2005 berubah lagi menjadi
Askeskin. Pada saat itu juga dikembangkan Visi Indonesia Sehat Tahun 2010 dengan Paradigma
Sehat. Puskesmas dan Posyandu masih tetap eksis, bahkan Posyandu menjadi andalan ujung
tombak ’mobilisasai sosial’ bidang kesehatan. Dalam era otonomi dan demokrasi menuntut
akutanbilitas dan kemitraan, sehingga berkembang LSM-LSM baik bidang kesehatan, maupun
bukan untuk menuntut akutanbilitas tersebut dalam berbagai bentuk partisipasi. Sebagai
’partnersship’ LSM-LSM tersebut program kesehatan yang bertanggung jawab adalah Promosi
Kesehatan. Promosi Kesehatan harus menjadi ujung tombak mewakili program kesehatan secara
keseluruhan, baik sebagai pemasaran-sosial Visi Indonesia Sehat 2010 untuk merubah
paradigma (Paradigma Sehat)petugas kesehatan dan masyarakat. Tugas lain promosi kesehatan
melakukan advokasi, komunikasi kesehatan dan mobilisasi sosial, baik kepada pihak
legislatif, eksekutif maupun masyarakat itu sendiri. Terutama melalui kemitraan dengan LSM-
LSM tersebut. Dengan kata lain pada era otonomi/desentralisasi saat ini sektor kesehatan harus
diperjuangkan juga secara politik karena sebenarnya saat ini bidang kesehatan disebut juga
sebagai era ’Political Health’, maka peranan promosi kesehatan sangat menonjol dalam ikut
mengakomodasi upaya tersebut dengan berbagai strategi.
Khusus konvesi yang membahas tentang Promosi Kesehatan di mulai dari Konvesi
Promosi Kesehatan di Ottawa, Kanada dengan melahirkan The Ottawa Charter tahun 1986
sampai Konvesi Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di Jakarta tahun 1997 dengan melahirkan
The Jakrata Declaration. Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah
seperti berikut dibawah ini.
Istilah PKM menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah mobilisasi massa
yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi). Sehingga
sasaran Promosi Kesehatan bukan saja perubahan perilaku tetapi perubahan kebijakan atau
perubahan menuju perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan.Pada Tahun 1997
diadakan konvensi internasional Promosi Kesehatan dengan tema ”Health Promotion Towards”
(Ulfa, 2013)
1. Pengertian penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidak nyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang
dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi
dengan seorang dokter.
2. Jenis penyakit
1. Penyakit menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang
menjangkiti tubuh manusia. Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba,
atau jamur.
a. Infektivitas
b. Patogenesis
c. Virulensi
3. Mekanisme Patogenesis
b) Produksi toksin
4. Sumber penularan
4. Faktor-Faktor resiko
Faktor resiko untuk timbulnya penyakit tidak menular yang bersifat kronis belum
ditemukan secara keseluruhan, untuk setiap penyakit, faktor resiko dapat berbeda-beda
(merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia) Satu faktor resiko dapat menyebabkan
penyakit yang berbeda-beda, misalnya merokok, dapat menimbulkan kanker paru,
penyakit jantung koroner, kanker larynx. Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor
resiko yang telah diketahui hanya dapat menerangkan sebagian kecil kejadian penyakit,
tetapi etiologinya secara pasti belum diketahui.
Telah dijelaskan diatas bahwa penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi
antara agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi,
infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent).
I. Agent
a) Agent dapat berupa (non living agent) : 1) Kimiawi 2) Fisik 3) Mekanik 4) Psikis
b) Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai dari yang paling sederhana
sampai yang komplek (mulai molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya)
c) Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak akan lengkap tanpa
mengetahui spesifikasi dari agent tersebut
d) Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan tingkat keparahan yang berbeda-
beda (dinyatakan dalam skala pathogenitas) Pathogenitas Agent : kemampuan /
kapasitas agent penyakit untuk dapat menyebabkan sakit pada host
e) Karakteristik lain dari agent tidak menular yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan 2) Kemampuan merusak
jaringan : reversible dan irreversible 3) Kemampuan menimbulkan reaksi
hipersensitif.
6. Pengertian infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat
dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan
berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari reservoir lainnya
yang baru dengan cara menyebar atau berpindah. Penyebaran mikroba patogen ini
tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, lebih-lebih bagi
orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit. Orang yang sehat akan menjadi sakit dan
orang yang sedang sakit serta sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit
akan memperoleh “tambahan beban penderita” dari penyebaran mikroba patogen ini.
Secara garis besar, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan
(suspectable host) dapat terjadi melalui dua cara
1. langsung (direct transmission) Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk
(port d’entrée) yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan,
ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah
dengan darah yang terkontaminasi mikroba pathogen
2. Transmisi tidak langsung (indirect transmission) Penularan mikroba pathogen melalui cara ini
memerlukan adanya “media perantara” baik berupa barang / bahan, udara, air, makanan /
minuman, maupun vektor.
a. Vehicle-borne Dalam kategori ini, yang menjadi media perantara penularan adalah
barang / bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen
bedah / kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus / transfusi.
I. Cara mekanis Pada kaki serangga yang menjadi vektor melekat kotoran /
sputum yang mengandung mikroba patogen, lalu hinggap pada makanan /
minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu
II. Cara biologis Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vektor / serangga, selanjutnya mikroba
berpindah tempat ke tubuh pejamu melalui gigitan.
c. Food-borne Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup
efektif untuk menjadi saran penyebaran mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui
pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna.
1. Tahap Rentan
Pada tahap ini pejamu masih berada dalam kondisi yang relatif sehat, namun
kondisi tersebut cenderung peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang
mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku / kebiasaan
hidup, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Faktor– faktor predisposisi tersebut akan
mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk dapat
berinteraksi dengan pejamu.
2. Tahap Inkubasi
Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen akan mulai beraksi, namun
tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mikroba
patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit dikenal
sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit
lainnya; ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang sampai bertahun-tahun.
3. Tahap Klinis
Perjalanan semua jenis penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan
penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif.
Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang harus
diutamakan. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai
penularan adalah suatu rangkaian proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir)
ke pejamu dengan / tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit
infeksi adalah dengan mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati
mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.
Sumber-sumber penularan atau reservoir yang telah diketahui adalah orang (penderita), hewan,
serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media
perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah, ekskreta / sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain–
lain. Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari–hari,
serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin, diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat
ditekan serendah mungkin. (Darmawan, 2018)
Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya infeksi dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Faktor intrinsik: seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, adanya
penyakit lain, tingkat pendidikan dan lamanya masa kerja.
4. Faktor mikroba patogen: kemampuan invasi / merusak jaringan, dan lamanya paparan
1. Teori system
Teori tentang sistem akan memudahkan dalam memecahkan persoalan yang ada dalam
system. System tersebut terdiri dari subsistem yang membentuk sebuah system yang antara satu
dengan lainnya harus saling mempengaruhi.
Dalam teori system disebutkan bahwa system itu terbentuk dari subsistem yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Bagian tersebut terdiri dari input, proses, output,
dampak, umpan balik dan lingkungan yang kesemuanya saling berhubungan dan saling
mempengaruhi, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
feedback
Lingkungan
Input
Merupakan subsistem yang memberikan segala masukan untuk
berfungsinya sebuah system, seperti system pelayanan kesehatan, maka
masukan dapat berupa potensi masyarakat, tenaga kesehatan , sarana
kesehatan, dan lain lain.
Proses
Suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk
menjadikan sebuah hasil yang diharapkan dari system tersebut, sebagaimana
contoh dalam system pelayanan kesehatan, maka yang dimaksud proses
adalah berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
Output
Hasil yang diperoleh dari sebuah proses, dalam system pelayanan kesehatan
hasilnya dapat berupa pelayanan kesehatan yang berkualitas, efektif dan
efisien serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga pasien
sembuh dan sehat secara optimal.
Dampak
Merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari system, yang terjadi
relative lama waktunya. Setelah hasil dicapai, sebagaimana dalam system
pelayanan kesehatan, maka dampaknya akan menjadikan masyarakat sehat
dan mengurangi angka kesakitan dan kematian karena pelayanan terjangkau
oleh masyarakat.
Umpan balik
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini terjadi
dari sebuah system yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Umpan balik dalam system pelayanan kesehatan dapat berupa kualitas tenaga
kesehatan yang juga dapat menjadikan input yang selalu meningkat.
Lingkungan
Lingkungan disini adalah semua keadaan diluar system tetapi dapat
mempengaruhi pelayanan kesehatan sebagaimana dalam system kesehatan,
lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan geografis, atau situasi
kondisi social yang ada di masyarakat seperti instusi dari luar pelayanan
kesehatan.
2. Tingkat pelayanan kesehatan
Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan dasar
manusia tentang kesehatan. Menurut Leavel dan Carlk dalam memberikan pelayanan
kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan kesehatan yang akan diberikan,
diantara tingkat pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui
peningkatan kesehatan. Bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar
masyarakat atau sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat
pelayanan ini meliputi kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi
lingkungan, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.
2. Spesific Protection ( Perlindungan Khusus )
5. Rehabilitation ( Rehabilitasi )
Rawat Jalan
Institusi
Hospice
Pelaksanaan pelayanan kesehatan juga akan lebih berkembang atau sebaliknya akan
terhambat karena dipengaruhi oleh beberapa factor seperti adanya peningkatan ilmu pengetahuan
dan teknologi baru , pergeseran nilai masyarakat, aspek legal dan etik, ekonomi dan politik.
4. Ekonomi
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui system politik yang ada akan sangat mempengaruhi sekali
dalam system pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang ada dapat memberikan
pola dalam system pelayanan.
5. DASAR-DASAR KESEHATAN MASYARAKAT SEBAGAI PENUNJANG PRAKTIK
KESEHATAN MASYARAKAT
Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan
pengobatan dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau masyarakat. Kesehatan
masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan Praktek (seni) yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan penduduk
(masyarakat). Kesehatan masyarakat adalah sebagai aplikasi keterpaduan antara ilmu
kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat.
(Novela & Apriza, 2021)
Upaya untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan dan penyakit telah dilakukan oleh
negara-negara dengan kebudayaan yang paling luas yakni pada zaman Babylonia, Mesir, Yunani
dan Roma, pada zaman tersebut juga ditemukan dokumen-dokumen tertulis bahkan peraturan-
peraturan tertulis tentang pembuangan air limbah, drainase, pengaturan air minum, pembuangan
kotoran. Pada Zaman Romawi kuno telah dikeluarkan peraturan yang mengharuskan masyarakat
mencatat tentang pembangunan rumah, binatang-binatang yang berbahaya bahkan ada keharusan
pemerintah kerajaan untuk melakukan supervisi atau peninjauan kepada tempat minum
masyarakat, warung makan dan tempat-tempat prostitusi.
Pada abad ke tujuh kesehatan masyarakat makin dirasakan kepentingannya karena berbagai
penyakit menular makin menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan
dibeberapa menjadi endemi misal penyakit kolera. Pada abad ke 14 mulai terjadi wabah pes di
India dan China, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyuruh
belum dilakukan oleh manusia yang hidup dalam zamannya.
Pada tahun 1832 dilakukan penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat oleh Edwin
Chadwiech dkk, pada saat itu masyarakat Inggris terserang penyakit epidemi wabah kolera,
laporan hasil penyelidikannya adalah masyarakat hidup dikondisi sanitasi yang jelek, sumur
penduduk berdekatan dengan air kotor dan pembuangan kotoran manusia, air limbah mengalir
terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dikerubung lalat di samping itu
ditemukan sebagian besar masyarakat miskin tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Pada tahun 1955 pemerintah Amerika telah membentuk Departemen Kesehatan yang
pertama kali yang berfungsi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk. Pada
tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian terhadap
kesehatan masyarakat di New York dan menghasilkan Asosiasi Masyarakat Amerika (American
Public Health Association.
3. Perkembangan di Indonesia
Pada tahun 1851 didirikan sekolah dokter di Jawa untuk pendidikan dokter pribumi
selanjutnya pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter di Surabaya. Kedua sekolah tersebut
mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga dokter yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia. Kemudian pada tahun 1888 didirikan
laboratorium pusat di Bandung yang mempunyai peranan sangat penting dalam dalam langkah
menunjang memberantas penyakit malaria, lepra, cacar dan malaria bahkan untuk bidang
kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi. Pada zaman kemerdekaan Indonesia
salah satu tonggak penting perkembangan masyarakat di Indonesia adalah dengan
diperkenalkannya konsep Bandung pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr Patah, dalam
konsep ini mulai dikenal konsep kuratif dan preventif.
1. Lingkungan (Environment)
Gaya hidup individu atau masyarakat merupakan faktor kedua mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena sehat dan tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri, di samping itu juga
dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, sosial ekonomi dan perilaku-
perilaku lain yang melekat pada dirinya. Contohnya: dalam masyarakat yang mengalami transisi
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya hidup pada
masyarakat tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan. Misalnya: pada masyarakat
tradisional di mana sarana transportasi masih sangat minim maka masyarakat terbiasa berjalan
kaki dalam beraktivitas, sehingga individu/masyarakat senantiasa menggerakkan anggota
tubuhnya (berolah raga). Pada masyarakat modern di mana sarana transportasi sudah semakin
maju, maka individu/masyarakat terbiasa beraktivitas dengan menggunakan transportasi seperti
kendaraan bermotor sehingga individu/masyarakat kurang menggerakkan anggota tubuhnya
(berolah raga). Kondisi ini dapat beresiko mengakibatkan obesitas pada masyarakat modern
karena kurang berolah raga ditambah lagi kebiasaan masyarakat modern mengkonsumsi
makanan cepat saji yang kurang mengandung serat. Fakta tersebut akan mengakibatkan transisi
epidemiologis dari penyakit menular ke penyakit degeneratif.
4. Keturunan (Heredity)
Faktor keturunan/genetik ini juga sangat berpengaruh pada derajat kesehatan. Hal
ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik atau faktor yang telah
ada pada diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya: dari golongan penyakit
keturunan, diantaranya: diabetes melitus, asma bronkia, epilepsy, retardasi mental
hipertensi dan buta warna. Faktor keturunan ini sulit untuk di intervensi dikarenakan hal
ini merupakan bawaan dari lahir dan jika di intervensi maka harga yang dibayar cukup
mahal. Berikut ini contoh faktor keturunan dapat mempengaruhi kesehatan:
1
Daftar Pustaka
9 786024 730406. (n.d.).
Darmawan, A. (2018). Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular. Jambi
Medical Journal, 4(2), 195–202.
Kosanke, R. M. (2019). 済無 No Title No Title No Title. 181–190.
Megatsari, H., Dwi Laksono, A., Akhsanu Ridlo, I., Yoto, M., & Nur Azizah, A. (2018).
PERSPEKTIF MASYARAKAT TENTANG AKSES PELAYANAN KESEHATAN
Community Perspective about Health Services Access. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 21(4), 247–253. http://dx.doi.org/10.22435/hsr.v2Ii4.231
Novela, V., & Apriza, C. (2021). Buku Digital - Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat (Issue
February).
Patricia, C. O. S. (2021). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標
に関する共分散構造分析 Title. 3(2), 6.
Ulfa, M. (2013). Sejarah perkembangan pusat pelayanan Kesehatan Masyarakat. 1–25.
Usman, A. G., Saleh, L. M. I., Negeri, M., Mangkurat, L., Kalimantan, P., & Usman, A. G.
(1998). Bab i pendahuluan a. latar belakang. 1–10.