Anda di halaman 1dari 20

TUGAS ETIKA MEDIKOLEGAL KEDOKTERAN

“ UNIT 731”

OLEH:
dr. Andi Risal Zuhli Doro (C0352210012)

DOSEN :
Prof. Dr. dr. Gatot S. Lawrence, M.S.c, Sp.PA(K)., DFM., Sp. F., FESC

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Ribuan bahkan jutaan konflik di muka bumi ini yang telah terjadi, kemudian terkonversi
menjadi perang, dan menghilangkan jutaan nyawa. Pada abad kedua puluh, terjadi Perang Dunia
I (1914-1918) yang menandai konflik besar pertama berskalainternasional. Selain karena
konfliknya yang besar dan berskala luas, Perang Dunia I juga menjadi salah satu perang yang
mampu mengubah dan membentuk sejarah. Perang Dunia I memiliki sebutan lain, yaitu “ thewar
to end all wars ” atau yang berarti “perang untuk mengakhiri segala perang” di samping artinya
untuk mengakhiri perang, justru selanjutnya pecah Perang Dunia II. Banyaknya negara yang
terlibat dalam Perang Dunia II membuat banyak hal keji yang terjadi selain dimedan perang,
salah satunya eksperimen medis. Eksperimen medis yang tidak etis atau Unethical human
experimentation adalah eksperimen medis yang melanggar prinsip-prinsip etika medis. Selama
Perang Dunia II, Jepang dan Jerman melakukan eksperimenmedis yang brutal terhadap tahanan
maupun warga sipil. Di Jepang sendiri, dikenal adanya unit 731, yaitu unit rahasia untuk
pengembangan senjata biologis (Aprilia, 2020). Unit 731 ini dimiliki Jepang pada tahun 1937-
1945. Unit ini dipimpin oleh Jenderal Ishii Shiro dan berkantor pusat di pinggiran kota Harbin
dan bercabang ke Manchuria. Organisasi Jepang ini merupakan suatu kompleks laboratorium
besar yang terdiri dari 150 gedung dan 5 perkemahan satelit dengan 3.000 ilmuwan dan teknisi
bekerja di dalamnya.

Setelah Jepang menduduki Manchuria pada tahun 1931, Ishii Shiro menciptakan Unit 731
dan mulai menguji senjata biologi pada subjek tes manusia yang tidak mau. Sejarah eksperimen
manusia Kekaisaran Jepang adalah satu di mana Ishii dan Unit 731 adalah aktor utama, namun
Unit 731 beroperasi dalam konteks yang jauh lebih besar. Unit 731 adalah nama umum unit
rahasia Tentara Kwantung yang berbasis di Manchuria Jepang yang nama resminya adalah
Departemen Pencegahan Wabah dan Penyediaan Air. Pemimpin unit tersebut adalah Ishii Shiro
merupakan seorang doktor Mikrobiologi yang memperdalam senjata Biologi dan Kimia
(Biological and Chemical Warfare), dr. Ishii Shiro memegang pangkat letnan jenderal pada akhir
Perang Dunia II. Unit 731 tersebut melambangkan organisasi ekstensif untuk pengembangan
senjata biologis di dalam tentara kekaisaran, dimulai pada akhir 1930-an, sebagai Jaringan Ishii.
Pada tahun 1932, Ishii Shiro mendirikan suatu Laboratorium Pencegahan Epidemik di
sekolah medis militer Tokyo dan Unit Togo didesa Bei-inho, sebelah tenggara kota Harbin.
Laboratorium ini sempat ditutup pada tahun1934 karena 12 orang tawanan perang lari dari
fasilitas tersebut dan pasukan gerilya Cina berhasil menyerang pasukan Ishii.

Dua tahun kemudian, Unit Togo dibuka kembali dan berganti nama menjadi Departemen


Pencegahan Epidemik Tentara Kwantung (Unit Ishii) dan pada tahun 1940 diubah kembali
menjadi Departemen Pencegahan Epidemik danPurifikasi Air (menjadi Unit 731 pada tahun
1941). Selain di Manchuria, militer Jepang juga memiliki cabang di Beijing (Unit 1855)
Nanking (Unit 1644), Guangzhou (Unit 8604), dan Singapura (Unit 9420) dengan total 20.000
staf secara keseluruhan. Masing-masing cabang melakukan eksperimen biologi dan kimia yang
telah dikembangkan oleh Unit 731. Eksperimen senjata biologi dilakukan dengan menginfeksi
tawanan perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite),
dan bahkan penyakit menular seksual. Diperkirakan 10000 tawanan meninggal pada
eksperimen ini. Selanjutnya terdapat uji senjata dimana para tawanan diletakkan pada jarak
tertentu, diposisikan dengan sudut berbeda kemudian dilempar dengan granat, penyembur api,
maupun bahan peledak. Pada agustus 1945, seluruh peralatan unit 731 dimusnahkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Unit 731, yang secara resmi dikenal sebagai Kwangtung Army Epidemic Prevention
and Water Supply Unit adalah suatu unit rahasia Jepang untuk pengembangan senjata biologis
pada tahun 1937-1945 di Harbin, Cina. Unit yang dipimpin oleh seorang dokter dari tentara
kekaisaran Jepang, Jendral Shiro Ishii ini melakukan eksperimen terhadap manusia dan juga
senjata biologis kepada sekitar 3.000-250.000 tawanan perang, baik wanita, pria, dan bahkan
anak-anak yang kebanyakan berkebangsaan Cina, Korea, dan Mongolia. Unit ini melakukan
berbagai hal-hal yang keji terhadap tawanan-tawanan perang tersebut, antara lain melakukan
pembedahan secara hidup-hidup tanpa anestesi untuk mengambil salah satu organ tubuh dari
para tawanan dan meneliti efek penyakit dari tubuh manusia (Karim, Hardiwinoto, & Setiyono,
2017).
Togo Unit yang dikenal sebagai Epidemic Prevention Department (Boeki Bu 防 疫 部 )
dari Kwangtung Army, dan sebagai Unit 731. Segera mengubah nama sebagai Epidemic
Prevention and Water Supply Department (EPWSD) (Boeki Kyuusui Bu 防 疫 給 水 部 ), selain
percobaan medis, unit Ishii ini bertanggung jawab untuk pemurnian air untuk tentara Jepang di
Cina mulai tahun 1937. Jaringan Ishii yang mencangkup beberapa unit pemurnian air lapangan,
EPWSDs divisi 18, dan lima Epidemic Prevention Department permanen di Harbin (Unit 731),
Beijing (Unit 1855), Nanjing (Unit 1644), Guangzhou (Unit 8604), dan Tokyo (Boeki kenkyu
Shitsu). Semuanya bersatu, dan Ishii memimpin lebih dari 10.000 personil. Ketika Angkatan
Darat Jepang menduduki Singapura pada tahun 1942, EPWSD permanen yang lainnya
ditambahkan ke jaringan (Unit 9420). Unit 731 sendiri memiliki landasan pembuktian di Anda
(sekitar 150 km Barat Laut dari Harbin) dan lima cabang di Mudanijiang, Linkou, Sunwu,
Hailar, dan Dalian (Tsuchiya, 2005).

Senjata bioteknologi atau senjata biologi adalah sebuah senjata yang menggunakan
patogen atau agen seperti: bakteri dan virus sebagai alat untuk membunuh, melukai, dan
melumpuhkan musuh. Dalam pengertian luasnya, senjata biologi bukan hanya berbentuk
organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu.
Senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga bisa menyerang hewan dan tanaman.
Senjata bioteknologi atau senjata biologi adalah sebuah senjata yang menggunakan patogen atau
agen seperti : bakteri dan virus sebagai alat untuk membunuh, melukai, dan melumpuhkan
musuh.

Dalam pengertian luasnya, senjata biologi bukan hanya berbentuk organisme patogen,
tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme tertentu. Senjata biologi tidak hanya
menyerang manusia, tetapi juga bisa menyerang hewan dan tanaman. Senjata Biologi memiliki
beberapa perbedaan dengan senjata pemusnah lainnya seperti senjata nuklir dan kimia, yaitu
pelepasan agennya tidak dapat segera terdeteksi. Walaupun ada sistem yang dapat mendeteksi
agen biologis, tetapi sebagian besar memiliki penundaan waktu antara mendapatkan agen dan
mengidentifikasinya. Efek dari penyebarannya juga tidak dapat segera terdeteksi. Seseorang
yang mungkin terkena setelah agen dilepaskan, infeksinya memerlukan waktu untuk
menyebabkan penyakit (masa inkubasi). Dengan demikian, salah satu indikator pertama serangan
senjata biologi bisanya berupa wabah penyakit. Efek senjata biologi adalah penyakit yang bisa
berlanjut setelah diluncurkan senjata tersebut. Jika agen yang dapat ditularkan, seperti cacar atau
virus Ebola, menginfeksi seseorang di tempat pelepasannya, orang tersebut dapat melakukan
penyebarkan agen tersebut kepada orang lain. Hal ini akan mengakibatkan infeksi sekunder di
daerah yang jauh dari pelepasan awal dan tidak siap untuk penyakit ini (Introduction to
Biological Weapon, 2010).
BAB III

PEMBAHASAN

Tentara Kwantung saat itu menguasai sebagian besar China, dan terdapat markas besar
Jepang di dekat distrik Pingfang di Harbin. Jepang hingga mengusir 8 desa untuk membuat
fasilitas mereka. Jepang memiliki Harbin sebagai lokasi eksperimennya karena dikatan sudah ada
"subjek penelitian" di sana. Unit 731 dimulai sebagai unit penelitian, menyelidiki efek penyakit
dan cedera dari pertempuran angkatan bersenjata. Subjek penelitian Unit 731 pada awalnya
adalah sukarelawan, yang berasal dari para tentara, para kriminal, dan orang miskin setempat.
Disebutkan Opindia, para sukarelawan itu sebelumnya mengisi formulir persetujuan untuk
mendapatkan bayaran kecil. Namun ketika stok sukarelawan semakin menipis, Unit 731
menggunakan para tawanan perang maupun sipil atau siapa pun yang bisa mereka dapatkan, dari
tawanan China, Rusia, Korea, Mongolia, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara maupun Amerika.
Saat itulah, eksperimen Unit 731 semakin menggila, tak manusiawi. Unit 731 menganggap
subjek penelitian bukan lagi manusia, mereka menyebut para "pasiennya" adalah "maruta" yang
artinya balok kayu. Lalu, studi mereka adalah "studi maruta". New York Times menerbitkan
sebuah cerita dari eksperimen yang pernah dilakukan oleh Unit 731. Pernah terjadi seorang ibu
dan anak perempuan Rusia ditempatkan di dalam ruang kaca tebal yang kemudian sengaja diisi
gas beracun. Sang ibu yang berusaha melindungi anaknya berbaring di atas anak perempuannya.
Di saat yang sama, para dokter Unit 731 di luar ruang kaca merekam dan mempelajari respon
tubuh dari kedua korbannya yang kejang-kejang dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mereka mati.

Yoshimura Hisato, seorang ahli fisiologi yang ditugaskan di Unit 731, menaruh minat
khusus pada hipotermia. Sebagai bagian dari studi maruta-nya tentang cedera anggota badan,
Hisato secara rutin merendam anggota badan para tahanan dalam bak air es dan menahannya
sampai lengan atau kaki mereka membeku dan lapisan es terbentuk di atas kulit. Menurut salah
satu saksi mata yang dikutip dari All Thats Interesting bahwa anggota badan para tahanan sampai
mengeluarkan suara seperti papan kayu yang retak ketika dipukul dengan tongkat. Hisato
kemudian mencoba berbagai metode untuk menghangatkan kembali para "pasiennya", seperti
dengan menyirami anggota badan mereka dengan air panas, atau mendekatkan tubuh mereka ke
api terbuka. Hisato kadang juga hanya membiarkan "pasiennya" semalaman untuk melihat
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk darah mereka mencair sendiri.

Unit 731 juga melakukan eksperimen pembuatan senjata biologi dengan menginfeksi
tawanan perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite),
dan bahkan penyakit menular seksual. Walaupun sulit untuk mengetahui jumlah korban yang
meninggal, diperkirakan sekitar 10.000 warga tawananan meninggal dunia akibat eksperimen
yang dilakukan oleh Jepang ini. Para dokter yang bertugas di Unit 731 melakukan perbanyakan
bakteri atau virus patogen pada organ tubuh manusia, kemudian menyebarkannya ke warga desa
sekitar ketika telah didapatkan jumlah patogen yang mencukupi. Organ tubuh tersebut
didapatkan dari hasil pembedahan tubuh tawanan. Berbagai pembedahan organ tubuh dilakukan
untuk melihat efek dari suatu senjata biologi. Namun, pembedahan dan eksperimen yang
dilakukan Jepang berlangsung dengan sadis, diantaranya adalah transfusi darah binatang ke
manusia, pemecahan bola mata, pemotongan anggota tubuh dan menyambungkannya kembali ke
sisi yang berlawanan, hingga percobaan pada bayi dan anak keci yang menyebabkan kematian.

Untuk melihat efek dari penyakit yang tidak dirawat, Jepang menginfeksi pria dan wanita
dengan sifilis, membekukan manusia kemudian dicairkan kembali untuk mempelajari efek
pembusukan daging, menempatkan manusia pada ruangan bertekanan tinggi, dan berbagai
tindakan tidak manusiawi lainnya. Mayat-mayat korban yang telah diambil organ dalamnya
kemudian dibuang dan dibakar dengan crematorium. Selain digunakan untuk uji senjata biologi,
para tawanan juga dimanfaatkan untuk uji senjata. Para tawanan diikat pada jarak tertentu,
diposisikan dengan sudut berbeda kemudian dilempar dengan granat, penyembur api, maupun
bahan peledak. Hal ini dilakukan untuk mengukur posisi dan kisaran terbaik untuk pelepasan
senjata tersebut.

Unit ini tidak hanya terkenal karena vivisection, beberapa tahanan yang dikirim ke Unit
731 dibawa keluar dan diikat di kayu. Orang Jepang kemudian akan menguji senjata biologis
baru seperti plague atau bom yang diisi dengan kutu yang terinfeksi plague di dalamnya.
Penelitian ini melibatkan human guinea pigs, yang disebut ‘log’ oleh para ilmuwan Jepang.
Manusia dikunci di dalam bilik-bilik bertekanan untuk menguji seberapa jauh tubuh manusia
bisa bertahan sampai mata mereka menonjol ke luar. Beberapa manusia yang diujikan dibawa
keluar selama musim dingin yang hebat sampai tungkai mereka membeku, yang diperlukan
dokter untuk menguji terapi terbaik frostbite. Tentara Jepang secara teratur melakukan uji
lapangan untuk melihat apakah senjata biologis dapat bekerja di luar laboratorium. Pesawat
menjatuhkan kutu yang terinfeksi plague untuk menimbulkan wabah di atas Ningbo Cina Timur
dan di atas Changde Cina Utara-Tengah. Pasukan Jepang juga menyebarkan kultur kuman kolera
dan tifus di sumur dan kolam, tetapi hasilnya sering kontraproduktif. Pada tahun 1942, spesialis
senjata biologis jenis kuman juga menyebabkan disentri, kolera dan tifus di Provinsi Zhejiang di
Cina, tetapi tentara Jepang sendiri menjadi sakit dan 1.700 orang meninggal karena penyakit ini.
Perkiraan 440.000 warga Cina meninggal akibat peperangan kuman ini.

Salah satu aspek paling berbahaya dari Unit 731 adalah pengujian senjata biologis pada
populasi hidup untuk melancarkan perang. Para dokter Unit 731 di bawah komando Shiro Ishii
menginfeksi tahanan dengan patogen dan mempelajari bagaimana penyakit itu menyebar di
tubuh subjek penelitian mereka. Untuk mempelajari infeksi mempengaruhi tubuh manusia, para
dokter Unit 731 mengirim orang yang terinfeksi ke tahanan yang sehat. Terkadang, tikus yang
membawa wabah pes juga dilepaskan di antara para tahanan. Beberapa subjek penelitian sengaja
diinfeksi dengan banyak patogen, untuk mengetahui reaksi silang dari berbagai penyakit.
Eksperimen Unit 731 tidak memiliki batasan moral apa pun. Untuk mempelajari penyebaran
penyakit menular seksual seperti sifilis, dokter Unit 731 memaksa subjek penelitian untuk
memperkosa dan menghamili tahanan wanita. Beberapa wanita yang dipaksa hamil itu menjadi
subjek penelitian untuk mempelajari perkembangan penyakit selama kehamilan dan penularan
penyakit kepada janin. Janin, bayi baru lahir juga merupakan subjek uji Unit 731. Takut
terjadinya pembusukan (yang dimulai segera setelah seseorang meninggal) pada tubuh
subjek penelitian dapat merusak jaringan yang diteliti, Unit 731 membedah para korbannya
hidup-hidup. Demikian juga, karena khawatir obat anestesi dapat merusak temuan mereka,
subjek penelitian tidak diberi anestesi ketika dibedah.

Salah satu kisah paling mengerikan tentang kekejaman Unit 731 adalah kisah
pembedahan hidup-hidup, memotong tahanan hidup-hidup, seringkali tanpa anestesi. Dalam
sebuah laporan New York Times, seorang mantan anggota Unit 731, dengan syarat anonim, telah
menjelaskan bahwa mereka biasa membedah dan memutilasi tahanan saat mereka berteriak.
Disebutkan oleh Opindia, tujuan dari Unit 731 melakukan pembedahan tanpa anestesi adalah
seringkali untuk mempelajari penyebaran patogen dalam organ internal subjek penelitian, saat
mereka masih hidup. Ribuan pria dan wanita, sebagian besar tahanan komunis China, serta anak-
anak, dan petani tua, yang terinfeksi penyakit seperti kolera dan wabah, tubuhnya akan dibedah
untuk diambil organnya. Kemudian organ mereka diambil untuk diperiksa sebelum mereka
meninggal karena pennyakit itu, untuk mempelajari efek penyakit tanpa dekomposisi yang
terjadi setelah kematian. Unit 731 sering kali akan mengamati perkembangan gangrene dari
"subjek penelitian" yang memiliki anggota badan cacat karena diamputasi. Disebutkan All Thats
Interesting, ketika tubuh seorang subjek penelitian habis atau mungkin tidak lagi menarik,
biasanya mereka akan ditembak atau dibunuh dengan suntikan mematikan, beberapa juga
dikubur hidup-hidup setelah diamputasi oleh Unit 731. Tak satu pun dari tawanan baik China,
Mongolia, Korea, atau Rusia yang masuk ke Unit 731 akan keluar dengan selamat.

Di dalam Unit 731 juga dilakukan pengetesan senjata api untuk mengukur efektivitas
berbagai senjata Angakatan Darat Jepang. Unit 731 menggiring para tahanan bersama-sama pada
jarak tembak, yang kemudian ditembak dari berbagai jarak dengan berbagai senjata milik
Angakatan Darat Jepang, seperti pistol Nambu 8mm, senapan bolt-action, senapan mesin, dan
granat. Pola dan kedalaman luka kemudian dibandingkan antara tubuh tahanan yang meninggal
seketika dan yang sekarat. Bayonet, pedang, dan pisau efektivitasnya juga dipelajari dengan cara
ini, dengan para tahanan biasanya dalam posisi terikat untuk tes ini. Unit 731 juga melakukan tes
pada senjata yang menyemburkan api dan ruang gas. Penyembur api akan ditembakkan ke kulit
subjek penelitian mereka. Unit 731 juga memiliki fasilitas kamar gas untuk menguji paparan gas
saraf dan bahan yang melepuhkan tubuh. Ada juga benda-benda berat dijatuhkan ke tubuh para
tahanan yang terikat untuk Unit 731 mempelajari luka tergilas. Eksperimen lainnya tak kalah
menyiksa. Untuk mempelajari ketahanan tubuh manusia, Unit 731 tidak memberi makan dan
minum sejumlah subjek penelitian. Kadang mereka hanya diperbolehkan minum air laut. Ada
juga mereka disuntikkan darah manusia dari golongan yang tidak cocok, bahkan di antaranya
disuntikkan darah bintang apa saja. Itu Unit 731 lakukan untuk mempelajari tentang transfusi
darah dan proses pembekuan darah. Sementara untuk mempelajari efek luka bakar paparan sinar-
X, Unit 731 memaparkan sinar-X hingga ke area vital para pria dan wanita. Luka bakar
mengerikan terjadi ketika sinar-X ditembak dengan jarak dekat ke puting, alat kelamin, atau
wajah subjek penelitian. Eksperimen pengujian ini saja telah membunuh ribuan orang subjek
penelitian. Dan untuk mempelajari efek gaya G pada pilot dan pasukan terjun payung, Unit 731
memuat manusia subjek penelitian termasuk anak-anak ke dalam sentrifugal besar, lalu
memutarnya dengan kecepatan yang semakin tinggi hingga mereka kehilangan kesadaran
dan/atau mati.

BAB IV

ANALISA BIOETIK

Berdasarkan asal usul katanya, Senjata Bioteknologi terbagi menjadi dua suku kata,
yaitu: “Senjata” dan “Bioteknologi”. Menurut Brennan, Iain R dan Moore, Simon C (2009)
“Senjata” memiliki berbagai macam arti di berbagai sistem hukum, tetapi bisa dideskripsikan
sebagai alat yang dirancang atau disesuaikan untuk menyebabkan kerusakan fisik. Sedangkan
berdasarkan terminologinya “Bioteknologi” terdiri dari kata “Bio” yang artinya agen hayati yang
meliputi: organisme (bakteri, jamur, ragi, jaringan/sel tumbuhan atau hewan), dan komponen
sub-selulernya (enzim). “Tekno” yang artinya teknik atau rekayasa (engineering) untuk segala
sesuatu yang berkaitan dengan merancang atau membangun. Cakupan teknik disini antara lain:
teknik industri dan kimia. Dan “Logi” yang memiliki arti ilmu pengetahuan alam yang
mencakup: biologi, kimia, fisika, matematika. Dengan demikian, bioteknologi merupakan
penerapan berbagai bidang ilmu. Jadi dapat disimpulkan Senjata bioteknologi atau senjata
biologi adalah sebuah senjata yang menggunakan patogen atau agen.
Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek etimologis
memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut
pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas
moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu
manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu
kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang
dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.
Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian. Etik penelitian kedokteran mulai menjadi perhatian karena
mulai menimbulkan masalah antara lain akibat adanya pelanggaran hak asasi individu atau
subyek manusia dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat. Contoh yang dapat dilihat
adalah eksperimen di unit 731 pada perang dunia II, dimana tentara Jepang melakukan
eksperimen medis yang kejam terhadap tahanan cina. Peneliti dalam melaksanakan seluruh
kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan
prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak
memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti
perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan (Chase, dkk 2004)
Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai
subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance, baik penelitian yang melakukan
pengambilan spesimen, ataupun yang tidak melakukan pengambilan spesimen. Penelitian/riset
yang dimaksud adalah penelitian biomedik yang mencakup riset pada farmasetik, alat
kesehatan, radiasi dan pemotretan, prosedur bedah, rekam medis, sampel biologik, serta
penelitian epidemiologik, sosial dan psikososial.
Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia sebagai
subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu dasar falsafah bangsa
Indonesia, Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih
lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam Bab
IV diuraikan tentang perlindungan dan hak-hak manusia sebagai subyek penelitian dan sanksi
bila penyelenggaraan penelitian melanggar ketentuan dalam PP tersebut. Dengan demikian
semua penelitian yang menyangkut manusia harus didasari oleh moral dan etika Pancasila,
disamping pedoman etik penelitian yang telah disetujui secara internasional. Adalah menjadi
kewajiban kita semua bahwa penelitian yang dilakukan dapat Dipertanggungjawabkan dari segi
ilmiah, moral dan etika yang berdasarkan Ketuhanan DAN perikemanusiaan.
Terdapat dua pernyataan yang merupakan kunci utama suatu penelitian yang
menggunakan manusia sebagai subyek:
1. Kepentingan individu subyek harus diberi prioritas dibandingkan komunitas
2. Setiap subyek dalam penelitian klinis harus mendapatkan pengobatan terbaik yang ada.
Pedoman etik pada penelitian epidemologi diterbitkan oleh Council of International
Organization of Medical Sciene (CIOMS) dengan bantuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 1991. Selanjutnya CIOMS dan WHO pada tahun 1993 menerbitkan pedoman etika dalam
penelitian biomedik yang kemudian dijadikan bagi banyak negara termasuk Indonesia. Bioetika
kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam kedokteran yang
memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang berfungsi sebagai
pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 5 kaidah
dasar moral (kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar moral
bersama dengan teori etika dan sistematika etika yang memuat nilai-nilai dasar etika merupakan
landasan etika profesi luhur kedokteran. Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral
utama, yaitu:
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Pada eksperimen yang dilakukan unit 731
subjek tidak memiliki hak untuk mengambil keputusan terhadap dirinya untuk dijadikan
penelitian
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
ke kebaikan pasien. Pada Unit 731 menggunakan manusia sebagai objek percobaan dengan
cara menginfeksi subjek dengna kuman penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan
mempelajarinya. Hal ini memberikan manfaat pengetahuan tetapi disisi lain memberikan
dampak kematian bagi subjek. Sehingga lebih besar kerugian yang dialami subjek
dibanadingkaan manfaat bagi ilmu pengetahuan
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no
harm”. Pada eksperimen unit 731 tidak mempertimbangkan dampak bagi objek yang
diteliti. Eksperimen ini menimbulkan resiko yang besar berupa kesakitan dan kematian bagi
tawanan yang dijadikan objek penelitian
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice). Pada eksperimen di unit 731 tidak
memberikan keadilan bagi para tawanan. Para tawanan tidak diberi perlakuan sesuai standar
penelitian
5. Prinsip honest, yaitu prinsip etika bahwa seoraang dokter hendaknya berkata jujur kepada
pasiennya mengenai apa yang ingin dilakukan terhadap pasien. Pada unit 731 tidak
mengungkapkan hal yang sebenarnya mengenai subjek penelitian dan metode penelitian
BAB IV

KESIMPULAN

Dari studi kasus diatas dapat disimpulkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh unit 731
sangat bertentangan dengan Hak Azasi Manusia dan deklarasi Helsinki tentang etika profesi
kedokteran yang tidak mengikuti prosedur dan kaidah-kaidah subyek penelitian pada manusia,
yang dapat digolongkan dalam kejahatan dalam dunia kedokteran masa kini. Banyak sekali
pelanggaran dan kejahatan etika kedokteran dalam hal tesebut yang dapat disetarakan dengan
kejahatan Nazi di era perang dunia ke-II. Eksperimen medis yang keji dan tidak manusiawi
terhadap tawanan perang dan penduduk. Eksperimen ini banyak dilakukan oleh dokter – dokter
petinggi Nazi Jerman dan mengakibatkan penderitaan yang berat, baik fisik maupun mental,
serta trauma berkepanjangan dan tidak sedikit yang berakhir dengan kematian. Pada akhir
Perang Dunia II, para pejabat tinggi Nazi Jerman diadili di Pengadilan Nuremberg sebagai
akibat kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan. Termasuk
dokter – dokter Nazi Jerman yang melakukan eksperimen medis tanpa persetujuan orang yang
dijadikan subjek, diadili dalam salah satu rangkaian pengadilan untuk mengadili kejahatan
perang yang dilakukan Nazi Jerman yaitu Doctors’ Trial. Kita sebagai profesi kedokteran
hendaknya mengikuti kaidah etik dalam dunia penelitian kedokteran yang menggunakan subyek
manusia.
Sebagai saran, bahwa sudah seharusnya setiap manusia harus diberlakukan secara layak
dan manusiawi, dimanapun mereka berada, terlepas dari ras, keyakinan atau apapun. Tidak
sepantasnya pula manusia dijadikan eksperimen yang keji, terutama jika eksperimen yang
dilakukan tidak sesuai prosedur standar dan tidak ada persetujuan dari orang yang bersangkutan.
Karena apa yang dinamakan eksperimen medis yang tanpa ada persetujuan sudah pasti
menyimpang dari aturan dan sangat tidak menghargai hak asasi manusia. Para penjahat perang
dan kejahatan kemanusiaan yang melakukan kejahatan yang tidak manusiawi dan melukai hati
nurani bahkan keadilan memang seharusnya dihukum. Selain itu, eksperimen yang dibenarkan
dan layak dilakukan jika ada persetujuan dan tentunya ada manfaatnya untuk masyarakat.
Sehingga tidak akan lagi terjadi pelanggaran etika medicolegal dalam setiap upaya penelitian
kedokteran yang menggunakan subyek penelitian manusia.yang harus mendapatkan ijin etik
penelitian dari komite etik yang berwewenang.
REFERENSI

1. Aprilia E.A, Agnes. Perbandingan Penyelesaian Kasus Tindakan Eksperimen Medis saat
Perang Dunia II Dan Perang Irak. Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 10 Tahun 2020,
hlm. 1-13.
2. Chase, Richard B., F. Robert Jacobs, dan Nicholas J. Aquilano. (2004). Operation
Management for Competitive Advantage. Singapore: McGraw Hill.
3. CIOMS, WHO. Pedoman Etik Internasional Untuk Penelitian Biomedis yang Melibatkan
Subyek Manusia. Geneva. 1993
4. Gregory DB. General Ishii Shiro: His Legacy is that of Genius and Madman. 2005. Vol 5

5. Karim, Nadya Saffina., Hardiwinoto, Soekotjo., & Setiyono, Joko (2017). Tinjauan
Yuridis Terhadap Tawanan Perang yang Dijadikan Eksperimen Medis Pada Perang
Dunia Ke-II (Studi Kasus: Unit 731). Diponegoro Law Journal (Vol. 2 No. 6).
6. Keiichi T. Unit 731 and The Japanese Imperial Army’s Biological Warfare Program.
Japan: The Asia Pasific Journal 2005;3;11
7. Lewis M, Tamparo CD. Medical Law, Ethics, & Bioethics For The Health Professions
6(ed). 2007. p2-11.
8. Sastrapratedja, M, ”Landasan Moral Etika Penelitian”, Warta Penelitian Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2004.
9. Tsuchiya, T. (2005). Japanese medical atrocities 1932-45: What, who, how and why?
22nd International Congress of History of Sciences.

10. Vanderbrook A. Imperial Japan’s Human Experiments Before And During World War
Two [Thesis]. Florida: University of Central Florida; 2013
11. Wilson A, Cribb R, Trefalt B, And Aszkielowicz D. The Politics of Justice After the
Second World War. Japanese War Criminals. Columbia University Press New York.
2017. Akses terakhir pada 12 Mei 2022 di https://lccn.loc.gov/2016028052. p2-266
DOKUMENTASI
Komandan Unit 731 Ishii Shiro

Bangunan fasilitas senjata biologi Unit 731 di Harbin


Reruntuhan bangunan Ketel Uap (Boiler)

Korban eksperimen manusia Unit 731


Salah satu banguna terbuka untuk pengunjung

Victim of the Unit 731


Experimenting on humans inside of Unit 731

Anda mungkin juga menyukai