Anda di halaman 1dari 36

1

BAB 1
CONTOH KASUS
Ny A bersama suaminya datang ke IRD RSUD Dr Soetomo Surabaya
mengantarkan anaknya, S, yang berusia 8 tahun. Dari pengkajian, Ny A mengatakan
bahwa anaknya S sudah seminggu ini mual muntah, nafsu makan tidak ada sama
sekali, kadang-kadang batuk. Batuk semenjak 3 hari yang lalu menjadi buruk kadang
disertai ada dahak berwarna agak kemerahan. Ny A juga mengatakan anaknya sesak,
dan bau nafasnya tidak enak. Kencingnya dalam seminggu ini hanya sedikit tidak
sampai setengah liter. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: konjungtiva anemis, RR 24
x/mnt, BP 150/90 mmHg, HR 100x/mnt, terdapat edema di punggung kaki kiri dan
kanan. Hasil lab: Hb 7.5mg/dL, creatinin 12.3 mg/dL, BUN 96 mg/dL, calium 5.5
mg/dL, natrium 140 mg/dL, foto thorax terdapat oedema pulmonum, hasil USG
nefritis bilateral. Setelah dilakukan pengkajian kepada klien, dokter menginstrusikan
kepada perawat untuk memberikan terapi dan cito HD. Saat keluarga dijelaskan
mengenai tindakan yang akan dijalani klien, keluarga sempat menolak terutama ibu
klien. Ibu klien takut terjadi hal yang buruk pada anaknya sehingga ia meminta agar
anaknya bias pulang dan dirawat jalan. Namun setelah perawat menjelaskan kepada
keluarga klien mengenai tindakan operasi yang akan dijalani klien, keluarga terutama
ibu klien menyetujui tindakan operasi dan menanda tangani informed consent.
2

BAB 2
TINJAUAN TEORI
PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA ANAK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT GINJAL KRONIK


1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Merupakan penyakit ginjal dengan kerusakan ginjal minimal tiga bulan
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) (The National
Kidney Foundation’s Kidney Disease and Outcome Quality Initiative (NKF-
KDOQI, 2002).
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal
kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m².
2. Stadium PGK
Penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 6 stadium seperti tabel 2.1 di bawah ini
(KDIGO, 2013).
Tabel 2.2 Kategori LFG pada PGK (KDIGO, 2013)

Kategori LFG LFG (ml/min/1.73 m2) Batasan

G1 > 90 Normal atau tinggi


G2 60–89 Penurunan ringan
G3 a 45–59 Penurunan ringan sampai sedang
G3 b 30–44 Penurunan sedang sampai berat
G4 15–29 Penurunan berat
G5 <15 Gagal ginjal RRT :
Transplantasi
Hemodialisa
PD
3

3. Etiologi PGK
Penyakit ginjal kronik pada anak dapat disebabkan oleh berbagai etiologi
seperti kelainan ginjal kongenital, didapat, diturunkan ataupun penyakit
metabolik ginjal. Penyebab lainnya adalah sindroma nefrotik, infeksi saluran
kemih, uropati obtruktif, nefropathy refluks, hipertensi, sindroma prune belly,
nekrosis kortikal, glumerulonefritis kronik, glomerulosklerosis fokal segmental,
penyakit ginjal polikistik, nefropati IgA, lupur erimatosus systemik dan
syndrome hemolitik uremik. Pada anak dibawah usia 5 tahun paling sering
disebabkan kelainan kongenital seperti hypoplasia, dysplasia ginjal (11%) dan
uropati obstruktif (22%). Sedangkan pada anak diatas usia 5 tahun, PGK sering
disebabkan oleh penyakit didapat seperti glumerulonefritis atau penyakit yang
diturunkan seperti syndrome Alport. Secara umum, penyebab terbanyak PGK
pada anak adalah kelainan uropati (30-33%) dan glomerulonefropati (25-27%).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PGK pada anak bervariasi tergantung dari penyebab PGK.
Jika penyebabnya adalah glumerulonefritis manifestasi yang muncul adalah:
edema, hipertensi, hematuria dan protein urea. Sedangkan klien dengan kelainan
kongenital seperti dysplasia ginjal dan uropati obstruktif manifestasi yang
muncul adalah: gagal tumbuh, dehidrasi karena poliuri, infeksi saluran kemih,
maupun insufisiensi ginjal. Pada stadium lanjut, klien tampak pucat, perawakan
pendek, dan menderita kelainan tulang.
5. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik pada anak dengan penyebab seperti diatas respon ginjal
pada PGK pada umumnya sama walaupun etiologi berbeda. Pada awal penyakit,
ginjal beradaptasi terhadap kerusakan dengan meningkatkan LFG oleh nefron
normal yang tersisa, namun makin lama menyebabkan kerusakan glomerulus
progresif akibat peningkatan tekanan hidrostatik pada dinding kapiler dan efek
toksik protein yang melintasi dinding kapiler. Seiring berjalannya waktu, jumlah
nefron yang sklerosis akan semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan beban
sekresi pada nefron yang masih bertahan. Kondisi ini akan terus berulang dan
4

semakin banyak nefron yang rusak hingga berakhir dengan gagal ginjal terminal
(GGT).
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain
hiperkalemia, perikarditis, hipertensi, anemia, penyakit tulang (Smeltzer & Bare,
2001).
7. Pemeriksaan Penunjang pada Gagal Ginjal
a. Tes darah
 Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum – meningkat, kadar
kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
 Natrium dan kalsium serum – menurun
 Kalium dan fosfor serum – meningkat
 pH dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis metabolik)
 Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun (disertai penurunan
fungsi sel darah putih dan trombosit)
 Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
 Asam urat serum – meningkat
 Kultur darah – positif (disertai infeksi sistemik)
 SDM – menurun, defisiensi eritropoeti
 GDA – asidosis metabolik, pH  kurang dari 7
 Protein (albumin) – menurun
 Magnesium – meningkat
b. Tes urine
 Urinalitas – sel darah putih dan silinder
 Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi berdasarkan
proses penyakit dan tahap GGA
 Warna: secara abnormal warna urine keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
5

 Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada
urine (anuria)
 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
 Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
 Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
c. Elektrokardiogram (EKG) – perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung
d. Kajian foto thorax dan abdomen – perubahan yang terjadi berhubungan
dengan retensi cairan
e. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
f. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
g. Ultrasonografi ginjal : untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa.
8. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan gagal ginjal secara umum adalah:
a. Stabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Dukung fungsi kardiovaskuler
c. Cegah infeksi
d. Tingkatkan status nutrisi
e. Kendalikan perdarahan dan anemia
6

f. Lakukan dialisis
g. Transplantasi ginjal.
Gagal ginjal kronis
a. Konservatif:
 Penentuan dan pengobatan penyebab
 Pengoptimalan dan maintenance keseimbangan garam dan air
 Koreksi obstruksi saluran kemih
 Deteksi awal dan pengobatan infeksi
 Pengendalian hipertensi
 Diet rendah protein, tinggi kalori
 Deteksi dan pengobatan komplikasi
b. Terapi penggantian ginjal
 Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada mesin)
 Dialisis peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum)
 Transplantasi ginjal.
9. WOC Gagal Ginjal
7
8

10. Asuhan Keperawatan pada Gagal Ginjal


a. Pengkajian
Menurut Wong (2004), dalam Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik,
fokus pengkajian pada anak dengan gagal ginjal adalah:
 Pengkajian awal
- Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada
pengukuran parameter pertumbuhan
- Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal,
perilaku makan, frekuensi infeksi, tingkat energi
- Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik
 Pengkajian terus-menerus
- Dapatkan riwayat untuk gejala-gejala baru atau peningkatan gejala
- Lakukan pengkajian fisik dengan sering, dengan perhatian khusus
pada tekanan darah, tanda edema, atau disfungsi neurologis
- Kaji respons psikologis pada penyakit dan terapi
- Bantu pada prosedur diagnostik dan pengujian (urinalisis, hitung
darah lengkap, kimia darah, biopsi ginjal)
1) Biodata
70 % kasus GGA terjadi pada bayi dibawah 1 tahun pada minggu pertama
kehidupan
2) Keluhan utama
Mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang, edema
3) Riwayat penyakit sekarang
Jumlah urine kurang dari biasanya, wajah klien tampak bengkak dan klien
muntah
4) Riwayat penyakit dahulu
a) Diare hingga terjadi dehidrasi
b) Glomerulonefritis akut pasca streptokokus
c) Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhan tidak
adekuat sehingga menimbulkan obstruksi
9

5) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada hubungan secara langsung dalam timbulnya penyakit gagal
ginjal
6) Activity daily life
a) Nutrisi : nafsu makan menurun (anoreksia), muntah
b) Eliminasi : jumlah urine berkurang sampai 10–30 ml sehari (fase
oliguria)
c) Aktivitas : klien mengalami kelemahan
d) Istirahat tidur: kesadaran menurun
7) Pemeriksaan umum:
BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung
penyebab primer gagal ginjal
8) Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan umum:  malaise, letargi, tremor, mengantuk, koma
b) Kepala: edema periorbital
c) Dada: takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan
d) Abdomen: terdapat distensi abdomen karena ascites
e) Kulit: pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat,
kulit kering bersisik
f) Mulut:  lidah kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan
perdarahan pada mulut
g) Mata: mata merah
h) Kardiovaskuler:  hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung,
perikarditis, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub perikardial
i) Respiratori: hiperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura,
krekels, napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat
j) Gastrointestinal:  anoreksia, nausea, gastritis, konstipasi/diare,
vomitus, perdarahan saluran GI
10

k) Muskuloskeletal:  kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur


tulang, foot drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout
l) Genitourinari: amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi,
infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria
m) Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan
perilaku
n) Hematologi:  anemia, defisiensi imun, mudah mengalami
perdarahan (Brunner & Suddarth, 2001).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan (00026)
2) Pola nafas tidak efektif (00032)
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
4) Gangguan istirahat tidur (00096)
5) Gangguan rasa nyaman (00214)
6) Kerusakan integritas kulit (00046)
7) Perubahan perfusi jaringan (00228).
11

c. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEP. NOC NIC
1. Kelebihan volume Keseimbangan cairan 1. Manajemen asam basa :
cairan b.d gangguan Kriteria : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
mekanisme regulasi, 1. Keefektifan pompa jantung - Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang
Batasan karakteristik : 2. Status pernafasan: ventilasi dan pertukaran gas : adekuat
- Anasarca frekuensi pernafasan, irama pernafasan, - Pertahankan pemeriksaan berkala terhadap pH arteri
- Azotemia kedalaman inspirasi, hasil thorax foto, saturasi dan plasma elektrolit untuk membuat perencanaan
- Dyspnea oksigen, hasil blood gas arteri yang adekuat
- Bunyi nafas 3. TTV : tekanan darah sistole dan diastole, irama - Monitor gas darah arteri
tambahan pernafasan, nadi, kedalaman inspirasi - Monitor pola pernafasan
- Gangguan tekanan 4. Eliminasi urine : pola eliminasi, jumlah urine, - Monitor intake dan output
darah intake cairan, warna urine dll - Berikan terapi oksigen dengan tepat
- Edema 5. Berat badan : massa tubuh 2. Manajemen elektrolit :
- Gangguan pola 6. Keseimbangan elektrolit : penurunan sodium, - Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal
nafas penurunan fosfor, penurunan magnesium - Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
- Ansietas - Berikan cairan sesuai resep jika diperlukan
- Siapkan klien untuk dilakukan dialisis
3. Manajemen cairan :
- Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal
- Batasi cairan yang sesuai
- Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
- Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan
keseimbangan cairan misal BUN, albumin, hematokrit,
dll
12

4. Manajemen hipervolemik :
- Timbang berat badan setiap hari
- Monitor status hemodinamik seperti nadi, MAP, BAP,
CVP
- Monitor pola pernafasan untuk mengetahui edema
pulmonal
- Monitor edem perifer
5. Monitor TTV :
- Monitor tekanan darah, suhu, RR, nadi dengan tepat
- Monitor pola pernafasan abnormal seperti chyne stoke
- Monitor sianosis dan sentral perifer
- Identikasi perubahan TTV
2. Ketidakefektifan pola Status Pernafasan : kepatenan jalan nafas 1. Manajemen jalan nafas :
nafas b.d - Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
hiperventilasi - Auskultasi suara nafas
Batasan karakteristik : - Monitor status pernafasan dan oksigenasi
- Dispnea - Posisikan untuk meringankan sesak nafas
- Penggunaan otot 2. Monitor pernafasan :
bantu pernafasan - Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
- Ortopnea bernafas
- Pernafasan cuping - Monitor suara tambahan
hidung - Monitor saturasi oksigen
- Takipnea 3. Monitor tanda vital :
- Monitor tekanan darah, suhu, RR, nadi dengan tepat
- Monitor pola pernafasan abnormal seperti chyne stoke
- Monitor sianosis dan sentral perifer
- Identikasi perubahan TTV
13

4. Monitor asam basa :


- Ambil specimen yang diminta untuk pemeriksaan
laboratorium keseimbangan asam basa (misal analisa
gas darah, urine dan serum)
- Monitor/ catat nilai analisa gas darah akan adanya
kecenderungan adanya asidosis atau alkalosis,
terkompensasi atau tidak terkompensasi
5. Bantuan ventilasi :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Posisikan klien untuk mengurangi dispnea
- Mulai dan pertahankan oksigen tambahan
- Monitor pernafasan dan status oksigenasi
14

3. Ketidak seimbangan Status nutrisi : asupan nutrisi 1. Manajemen gangguan makan :


nutrisi kurang dari - Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
kebutuhan b.d - Monitor asupan kalori harian
ketidakmampuan - Batasi makanan sesuai dengan jadwal, makanan
makan pembuka dan makanan ringan
Batasan karakteristik: - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Bising usus 2. Manajemen nutrisi :
hiperaktif - Atur diit yang diperlukan
- Gangguan sensasi - Beri obat-obatan sebelum makan misal antiemetik
rasa - Ciptakan lingkungan yang optimal saat makan
- Ketidakmampuan - Bantu klien terkait perawatan mulut sebelum makan
memakan makanan - Anjurkan keluarga membawa makanan kesukaan klien
- Kurang minat pada 3. Terapi nutrisi :
makanan - Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
- Dorong klien untuk memilih makanan setengah lunak
- Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang yang
diperlukan
- Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
15

B. KONSEP DASAR DILEMA ETIK


1. Definisi
Dilema etik adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan
mengenai perilaku yang layak harus dibuat (Arens dan Loebbecke, 1991: 77).
Diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut.
Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema
tersebut, yaitu:
a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
c. Menentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi
dilema
d. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
e. Menentukan konsekuensi dari setiap alternatif
f. Menetapkan tindakan yang tepat.
Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat
meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1)
semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan
(3) kemungkinan ketahuan dan konsekuensi.
Pada dilema etik sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan stres pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa
timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut
Thompson & Thompson (1981), dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. (Setyawan,
2012)
16

2. Prinsip moral dan fungsi kode etik keperawatan dalam penyelesaian dilema
etik
Prinsip bahwa dasar kode etik adalah menghargai hak dan martabat
manusia tidak akan pernah berubah. Prinsip ini juga diterapkan baik dalam
bidang pendidikan maupun pekerjaan. Juga dalam hak-haknya memperoleh
pelayanan kesehatan.
Apabila menghadapi suatu situasi yang melibatkan keputusan yang
bersifat etis dan moralitas, perawat hendaknya bertanya kepada dirinya
sendiri:
a. Bagaimana pengaruh tindakan saya kepada pasien?
b. Bagaimana pengaruh tindakan saya terhadap atasan dan orang-orang yang
bekerja sama dengan saya?
c. Bagaimana pengaruh tindakan saya terhadap diri saya sendiri?
d. Bagaimana pengaruh tindakan saya terhadap profesi?
Bila jawaban atas pertanyaan di atas positif berdasarkan ukuran yang
seharusnya, perilaku yang ditampilkan akan berkenan dan sesuai dengan hak-
hak pasien, dan haknya sendiri untuk mempertahankan kewibawaan.
Fungsi kode etik menurut Hippocrates:
a. Menghindari ketegangan antar-manusia
b. Memperbaiki status kepribadian
c. Menopang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan
Jadi kode etik menghimbau perawat tentang hal yang boleh dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan.
Prinsip moral merupakan standar umum dalam melakukan sesuatu
sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk
membuat secara spesifik suatu tindakan yang dilarang, diperlukan, atau
diizinkan dalam suatu keadaan. Terdapat tiga prinsip moral yang sering
digunakan dalam diskusi moral, yaitu autonomy, non-maleficience, dan
justice.
17

a. Autonomy
Otonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur
diri sendiri, menghargai otonomi berarti menghargai manusia sebagai
seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat yang mampu
menentukan sesuatu bagi dirinya. Dalam hal ini perawat harus melibatkan
klien untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan klien tersebut. Perawat menghargai manusia
dalam penerapan otonomi, termasuk juga menghargai profesi lain dalam
lingkup tugas perawat, misalnya dokter, ahli farmasi, dan sebagainya.
b. Non-maleficience
Non-maleficience berarti tidak melukai atau tidak menimbulkan
bahaya/cidera bagi orang lain.
c. Beneficience
Beneficience merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan
tidak merugikan orang lain. Contoh: sepasang suami istri yang memiliki
anak dengan gangguan ginjal akan dilakukan cito HD, namun mereka
menolak untuk dilakukan cito mengingat usia anak mereka yang masih
kecil. Kedua orang tua klien takut terjadi hal buruk saat operasi. Kedua
orang tua klien yang awalnya menolak, berkat penjelasan dari perawat
mengenai pentingnya tindakan tersebut bagi klien, kedua orang tua klien
akhirnya setuju untuk dilakukan tindakan tersebut.
d. Keadilan
Keadilan (justice) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk
semua individu. Tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan
berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Dalam aplikasi, prinsip moral ini tidak berdiri
sendiri, tetapi bersifat komplementer sehingga kadang-kadang
menimbulkan masalah dalam berbagai situasi (Suhaemi, 2002).
18

e. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
salama menjalani perawatan.
Walaupun demikian terdapat beberapa argumen mengatakan adanya
batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis
pasien untuk pemulihan, atau adanya hubungan paternalistik bahwa
“doctor knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki
hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Fidelity (menepati janji)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan
adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi
tentang klien harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut
19

kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi


tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau
keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
(Muhidin)
3. Langkah-langkah penyelesaian masalah/ dilema etik
Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah:
a. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “Adakah saya
terlibat langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi
dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah
terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan
pertanyaan yaitu:
1) Apa yang menjadi fakta medik ?
2) Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3) Apa yang menjadi keinginan klien ?
4) Apa nilai yang menjadi konflik ?
b. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson and Thomson (1985), mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat
spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
1) Tentukan tujuan dari treatment
2) Identifikasi pembuat keputusan
3) Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/ pilihan.
c. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan
putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat
selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk,
20

karena dilema etis seringkali menimbulkan efek emosional seperti rasa


bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini untuk melakukan
yang terbaik bagi klien”.
Perawat harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada
2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak
menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan,
pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak
tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan
nilai. Atau lain waktu, perawat tak dapat menangkap perhatian utama
klien. Seringkali klien/keluarga mengajukan permintaan yang sulit
dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
d. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti
yang ditentukan sebagai outcomenya. Perubahan status klien,
kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah.
Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan
dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit
dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau
lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan
dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat
dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat
(Muhidin).
21

BAB 3
ANALISA MASALAH

A. ADANYA DILEMA
Ibu dari An. S menolak dilakukan cito HD pada anaknya karena ia takut terjadi
hal yang buruk saat operasi sedang berlangsung sedangkan dari keluarga ingin
agar klien segera sembuh dan sehat kembali agar dapat bermain dengan teman-
teman sebayanya.
B. IDENTIFIKASI MASALAH ETIK
1. Autonom  karena anak berusia 8 tahun dalam pengambilan keputusan
dilakukan oleh kedua orang tuanya. Perawat telah melakukan peranannya
dengan memberikan pilihan tindakan cito HD. Namun karena terdapat
masalah pada kurangnya pengetahuan keluarga terhadap tindakan yang
dilakukan kepada klien, keluarga sempat menolak.
2. Beneficience  perawat telah memberikan informasi mengenai tindakan cito
HD yang akan dilakukan pada klien. Hal ini dilakukan perawat untuk
menghindari keadaan anak yang semakin buruk.
3. Non-maleficience  dengan dilakukan cito HD anak berada dibawah
pengaruh anestesi
4. Justice  perawat memberikan informasi mengenai prosedur cito HD yang
dijalani klien
5. Veracity ibu klien berhak untuk memilih pilihan apakah klien akan
dilakukan cit HD atau tidak
6. Fidelity  perawat berusaha membantu ibu klien untuk menemukan jalan
agar anak segera mendapatkan pertolongan
7. Confidentiality  perawat menjaga rahasia tentang identitas klien dan
melakukan konseling atau diskusi di ruang diskusi sehingga tidak ada orang
lain yang mendengar.
22

C. RENCANA STRATEGI
1. Tindakan yang diusulkan yaitu: akan dilakukan tindakan cito HD tetapi orang
tua pasien mempunyai otonomi untuk menolak tindakan cito HD, walaupun
sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien memerlukan
penanganan segera yakni cito HD. Maksud dari tindakan yaitu: dengan
memberikan pendidikan, konselor, advokasi diharapkan orang tua pasien mau
memberikan persetujuan untuk dilakukan cito HD pada anak mereka serta
dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.
Dengan tujuan agar masalah pada anak S dapat teratasi dengan segera dan
pengobatan tuntas. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu:
a. Jika cito HD dilakukan
- Biaya: orang tua pasien harus menyiapkan biaya untuk cito HD
- Psikologis: orang tua pasien tidak cemas lagi karena masalah biaya cito
HD sebagian tercover dari BPJS dan berharap semua tindakan yang
dijalani pasien berjalan lancar.
- Fisik: An.S tubuhnya kembali sehat dan ceria
b. Jika cito HD tidak dilakukan
- Biaya: tidak mengeluarkan biaya apapun
- Psikologis: orang tua pasien dihadapkan pada suatu ancaman kematian,
terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya akan penyakit yang
dialami oleh anak mereka
- Fisik: An.S akan tetap mengeluh kesakitan, lemah, letih, lesu
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut. Untuk
memutuskan apakah cito HD dilakukan, perawat dihadapkan pada konflik
tidak menghormati otonomi klien. Apabila tindakan cito HD tidak dilakukan
perawat dihadapkan pada konflik tidak melaksanakan kode etik profesi dan
prinsip moral. Bila menyampaikan penjelasan dengan lengkap dan jelas orang
tua pasien akan semakin stress memikirkan penyakit anak mereka.
Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan
prinsip-prinsip professional perawat. Bila perawat menyampaikan pesan
23

dokter, perawat melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila
tidak disampaikan perawat tidak bekerja sesuai standar profesi
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menjelaskan secara rinci rencana cito HD
5. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan cito HD
6. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan
tindakan
7. Pelaksanaan cito HD dan memberikan alternatif tindakan yang mungkin dapat
dilakukan oleh keluarga.
8. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan
mendapat penjelasan langsung pada dokter spesialis anak, dan memfasilitasi
pasien dan keluarga untuk mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang
rencana tindakan cito HD dan dampak yang terjadi bila tindakan dilakukan
maupun tidak dilakukan
9. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat.
D. MENGAMBIL KEPUTUSAN
Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah mengatasi
dilema etik, tim kesehatan perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Apabila keputusan sudah
ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang
diputuskan untuk kasus tersebut, maka hal tersebut merupakan tindakan etik
dalam membuat keputusan. Selain itu, sebelum membuat keputusan dilema etik,
perlu digali terlebih dahulu bagi siapa kepentingan tersebut dilakukan, apakah
dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah
yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.
Pada kasus An S, keluarga pasien menolak tindakan yang akan dilakukan
tetapi setelah perawat memberi penjelasan secara lengkap dan rinci mengenai
kondisi pasien dan dampak apabila operasi tidak dilakukan. Penjelasan dilakukan
24

melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan
pengobatan An.S. Tetapi harus diingat, dengan memberikan penjelasan dahulu
beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai
kondisi An. S sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip
moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus
disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun
otonomi pasien dan keluarga.
Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan
keluarganya serta pertimbangan tim yang menangani klien, keputusan yang
terbaik adalah dilakukan cito HD terlebih dahulu lalu diberikan terapi HD sesuai
instruksi dokter atau tidak adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa, tim dokter
dan perawat hanya manusia yang bisa berusaha.
25

BAB 4
NASKAH ROLEPLAY

Naskah Role Play Pengkajian pada Pasien dengan Ketidakefektifan Jalan Nafas

Pasien bernama An.S yang berumur 8 tahun diantar ibunya ke IRD RSU Dr
Soetomo Surabaya pada tanggal 16 November 2016 dengan diagnosa medis CKD Stg
V.
(Perawat mulai melakukan pengkajian dengan mewawancarai pasien dan ibunya
dengan membawa alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan)
Perawat : Selamat pagi
Ibu : Selamat pagi, Sus
Perawat : Apakah benar ini dengan adik S?
Ibu : Benar Sus, anak saya bernama S
Perawat : Sebelumya, perkenalkan saya perawat rini yang bertugas pada pagi
hari ini. Sebelum saya melakukan pemeriksaan saya akan melakukan
pengkajian terlebih dahulu. Berhubung keadaan dik S tidak
memungkinkkan berbicara terlalu banyak, saya harap ibu bisa
membantu saya untuk menjawab beberapa pertanyaan yang saya
perlukan untuk mengumpulkan data. Bagaimana bu?
Ibu : Iya. Sus
Perawat : Saya mulai sekarang ya. Berapa usia adik S, Bu? Dan ibu tinggal
dimana?
Ibu : Usia anak saya 8 tahun dan kami tinggal di Jl Dharmahusada Indah
No 110 Surabaya
Perawat : Keluhan utamanya apa ya Bu?
Ibu : Anak saya sudah seminggu ini mual muntah sus, tidak mau makan
sama sekali. Sudah saya beri obat maag tapi mual dan muntahnya
tidak berkurang. Ini malah 3 hari ini anak saya campur batuk-batuk
26

dan dahaknya berwarna kemerahan. Terus semalam itu kok kaya


sesak nafas.
Perawat : Sebelumnya apa adik S ini ada keluhan seperti ini ?
Ibu : Belum pernah sus. Dulu pernah masuk UGD, itu karena badannya
panas 3 hari. Kemudian sempat opname selama seminggu di RS ini
juga. Kata dokter waktu itu anak saya kena infeksi saluran kencing
Perawat : Selain keluhan diatas tadi apa ada keluhan lain bu?
Ibu : Iya sus. Itu kakinya bengkak. Kalau dipakai duduk seperti sekarang
bengkak, tapi kalau dipakai berbaring bengkaknya hilang
Perawat : Baiklah kalau begitu bu, saya coba tanya adik S dulu ya?
Ibu : Iya Sus
Perawat : Adik S, sekarang yang paling dirasakan apa?
Pasien : Mual sus sama sesak kalau tidur terlentang
Perawat : Kalau sekarang dengan posisi duduk seperti ini apa masih sesak?
Pasien : Agak berkurang sus
Perawat : Baiklah ini sambil saya periksa dik S saya beri oksigen dulu ya, Suster
sambil periksa ya dik.
Pasien : Iya Sus.
Perawat : Yang pertama saya akan memeriksa suhu tubuh adik dulu ya. Maaf
adik, bisa bajunya dibukakan sedikit. Sebelumnya ketiak adik dilap dulu
ya memakai tisu. Mau dilap sendiri atau saya yang mengelapnya?
Pasien : Biar saya sendiri saja Sus
Perawat : Ini dik tisunya
Pasien : Sudah Sus, tisunya dibuang kemana Sus?
Perawat : Oh, taruh sini saja dik. Baiklah dik, saya akan meletakkan termometer
ini pada ketiak adik, dan tolong tangan kiri adik memegang bahu kanan
ya. Sambil menunggu hasilnya, saya akan melakukan pemeriksaan
tekanan darah adik, saya singsingkan lengan baju adik ya (perawat
melakukan pmeriksaan TD pasien), sekarang saya akan memeriksa nadi
adik (perawat memeriksa nadi serta pernapasan pasien)
27

Perawat : Nah, sekarang termometernya sudah bisa diambil dik


Pasien : Ini Sus, termometernya
Perawat : Sekarang pemeriksaannya sudah selesai. Sesuai dengan pemeriksaan
yang saya
lakukan barusan, hasil pemeriksaannya yaitu tekanan darah 150/90
mmHg, nadi
100kali/menit, suhu 38oC, pernapasan 24x/menit, keadaan kulit:
kering, agak
bersisik, mata : konjungtiva pucat
Ibu : Itu artinya bagaimana Sus?
Perawat : Artinya dik S saat ini bermasalah dengan pola nafas bu. Untuk
mendukung data data pemeriksaan nanti adik S akan kita lakukan
beberapa pemeriksaan diagnostik. Nanti adik S akan diambil sample
darahnya oleh petugas laborat, setelah itu adik S akan difoto rontgen dan
juga USG untuk melihat apakah ada kelainan pada dada dan perut adik
S (Perawat sambil membereskan alat-alat yang telah digunakan)
Ibu : Ouh begitu Sus
Perawat : Iya ibu. Ini sambil kita menunggu petugas laborat dan hasil
pemeriksaannya, saya permisi untuk menulis status FB dulu ya bu.
Nanti setelah ada hasil pemeriksaan lab saya kan kabari ibu untuk
selanjutnya kita konsulkan ke dokter DPJP. Saya permisi dulu ya bu
Ibu : Baik Sus. Terimakasih

Beberapa saat kemudian datanglah petugas laborat yang akan mengambil sample
darah pasien An. S. Sebelum mengambil darah petugas menjelaskan tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan. Setelah prosedur pengambilan sample darah untuk
laboratorium selesai adik S dibawa oleh petugas transporter ke ruangan radiologi
untuk dilakukan foto X Ray dan USG. Setelah 2 jam menunggu hasil pemeriksaan
diagnostik pun sudah selesai dan telah disampaikan ke perawat ruangan.
28

Naskah Role Play Perawat Melakukan Analisis Masalah pada Pasien dengan
Gangguan Pola Nafas

Setelah Perawat melakukan pengkajian dengan mewawancarai ibu pasien


maupun pasien, dan juga mendapat data penunjang berupa hasil laboratorium dan
radiologi, selanjutnya perawat melakukan analisis data untuk menegakkan masalah
keperawatan pada pasien
Dari hasil pengkajian didapatkan data data sebagai berikut :
Data Subyektif :
- Ibu klien mengatakan anaknya mual muntah selama seminggu, nafsu makan
tidak ada sama sekali
- 3 hari ini batuk dan ada dahak berwarna agak kemerahan
- Kaki bengkak saat dipakai duduk dan bengkak hilang jika dipakai berbaring
- Klien mengatakan sesak nafas jika tidur terlentang, sesak berkurang jika
dipakai duduk
Data Obyektif :
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh perawat didapatkan :
- BP : 150/90 mmHg
- HR : 100x/mnt
- RR : 24 x/mnt
- T : 37 C
- UP : selama di IRD belum BAK
Pemeriksaan laborat :
- Hb : 7,5 g/dL
- Creatinin :12,3 mg/dL.
- BUN : 96 mg/dL,
- Kalium : 5,5 mg/dL,
- Natrium : 140 mg/dL,
BGA :
- pH : 7,35
29

- pCO2 : 48 mmHg
- pO2 : 52 mmHg
- HCO3 : 25 mEq/L
- O2 Sat : 77%
- Hbsag : Negatif
- Anti HCV : Negatif
Pemeriksaan radiologis:
- Thoras foto : oedema pulmonum paru kiri dan kanan
- USG : nefritis bilateral.
30

Naskah Role Play Perawat Melakukan Intervensi (Tindakan Kolaboratif)


Masalah pada Pasien dengan Gangguan Pola Nafas sebagai Advokator

Perawat selanjutnya membuat diagnosa keperawatan dan menentukan


intervensi yang tepat kepada pasien. Dalam menyusun intervensi keperawatan
perawat melakukan tindakan kolaboratif dengan medis dalam hal ini dengan dr DPJP.
Perawat melakukan komunikasi via telpon dengan dr DPJP untuk melaporkan hasil
laborat maupun radiologis pasien dengan menggunakan system SBAR
Perawat : Selamat pagi dok, saya suster rini IRD lantai 1. Mau melaporkan
pasien S, 8 tahun, dengan diagnosa CKD Stg V, saat ini pasien sesak,
sudah kami beri oksigen masker dengan reservoir 8 Lpm, mual kadang
kadang, hasil pemeriksaan BP 150/90 mmHg, HR 100x/mnt, RR 24
x/mnt, T 37 C, pemeriksaan laborat : Hb 7,5 g/dL, Creatinin 12,3
mg/dL, BUN 96 mg/dL, kalium 6,5 mg/dL, natrium 140 mg/dL,
BGA : pH 7,35, pCO2 48 mmHg , pO2 52 mmHg, HCO3 25 mEq/L, O2
Sat 77%, pemeriksaan radiologis : thorax foto oedema pulmonum paru
kiri dan kanan, USG Nefritis bilateral, selanjutnya mohon advis dok.
Dokter : Selamat pagi sus, baik jika demikian siapkan cito HD sambil
menunggu persiapan HD terapi yang bisa diberikan sementara yaitu:
berikan Nabic 25 mEq dalam 500 cc PZ selama 24 jam, regulasi D40 +
insulin 2 Unit per IV tiap jam sebanyak 4 kali, jika dalam 2 jam sudah
bisa dikerjakan HD regulasi insulin stop.
Perawat : Baik dok, saya ulang kembali advisnya : siapkan cito HD sambil
menunggu persiapan HD terapi yang bisa diberikan sementara yaitu :
berikan Nabic 25 mEq dalam 500 cc PZ selama 24 jam, regulasi D40 +
insulin 2 Unit per IV tiap jam sebanyak 4 kali, jika dalam 2 jam sudah
bisa dikerjakan HD regulasi insulin stop.
Dokter : Iya betul sus
Perawat : Baik dok terimakasih
Tuuut…tuuuut…tuuutttt….
31

Naskah Role Play Perawat Melakukan Intervensi Masalah pada Pasien dengan
Gangguan Pola Nafas sebagai Educator

S adalah seorang pasien yang sedang dirawat di IRD RS dr Soetomo dengan


diagnosa medis CKD Stg V. Keadaannya masih sesak. Kali ini dia ditemani kakaknya
yang bernama Fery. Perawat rini akan menjelaskan tentang penyakit yang diderita
pasien dan terapi yang akan diberikan. (Beberapa menit kemudian perawat mendekati
brancart pasien dengan membawa hasil laborat dan radiologi pasien)
Perawat : Selamat siang bu, dik S
Pasien & Kel : Selamat siang Sus
Perawat : Adik S dan juga ibu ini hasil pemeriksaan laborat dan radiologisnya
sudah selesai, dan juga sudah saya konsulkan dengan dokternya
Ibu Pasien : Terus bagaimana selanjutnya sus?
Perawat : Berdasarkan hasil pemeriksaan laborat dan radiologis adik S ini
sedang ada masalah dengan ginjalnya. Tepatnya fungsi ginjalnya
terganggu
Ibu Pasien : Maksudnya terganggu bagaimana sus?
Perawat : Begini bu, dik S, fungsi ginjal salah satu adalah membuang racun
tubuh dan juga kelebihan cairan lewat mekanisme kencing. Karena
fungsi ginjal adik S ini sedang mengalami gangguan makanya racun
yang harusnya dikeluarkan oleh ginjal lewat kencing tidak dapat
dibuang akhirnya dikembalikan ke sirkulasi tubuh lagi sehingga
menimbulkan adik S mual muntah, bahkan batuk sampai sesak
Keluarga : Saya bisa lihat racunnya dimana sus?
Perawat : Nah, itu bu, racun itu bisa kita lihat dihasil laborat yang tadi kita
periksakan. Jadi di laborat ini kita lihat hasil kreatinin 12,3 mg/L pada
ginjal sehat seharusnya kreatinin normal ada di angka 0,3 -1,5 mg/L.
Selain itu nilai-nilai yang lain seperti bun, kalium, natrium BGA juga
mengalami peningkatan. Hal ini diperkuat dengan hasil USG yang
32

menunjukkan adanya nefritis bilateral. Untuk detail hasil laborat dan


radiologis nanti akan dijelaskan lebih detail oleh dokternya
Pasien : Terus selanjutnya bagaimana sus?
Perawat : Untuk langkah pengobatan pertama dokter menyarankan supaya adik
S ini dilakukan hemodialisis
Ibu Pasien : Hemodialisis itu apa sus?
Perawat : Hemodialisis adalah suatu terapi pengganti ginjal yang bertujuan
mengeluarkan racun yang ada dalam tubuh pasien yang tidak dapat
dikeluarkan secara normal oleh tubuh
Pasien : Kalau boleh tau seperti apa cara kerja hemodialisis itu sus?
Perawat : Jadi nanti dalam pelaksanaan hemodialisis ada dua jarum yang akan
kita pasang. Jarum pertama akan kita pasang pada arteri adik S dan
jarum kedua akan kita pasang di vena. Jarum pertama yang kita pasang
di arteri nanti berfungsi mengeluarkan darah yang mengandung racun
yang selanjutnya akan disaring di mesin hemodialisa setelah bersih
darah akan langsung kembali ke tubuh melalui jarum satunya lagi yang
kita pasang di vena
Keluarga : Arteri dan vena itu apa sus?
Perawat sambil memegang daerah arteri radialis pada pergelangan tangan pasien
menjelaskan
Perawat : Yang saya pegang dan terasa denyutan ini namanya arteri dik, bu…
sedangkan yang terlihat menonjol kebiruan seperti urat ini namanya
vena
Pasien : Berarti nanti ditusuk seperti infus sebanyak dua kali?
Perawat : Kurang lebihnya seperti itu dek
Pasien : Tapi kan sakit sus…
Perawat : Nanti akan diberi obat anestesi local pada daerah yang akan dipasang
jarum itu supaya tidak terasa sakit
Ibu Pasien : Terus hemodialisis itu berapa lama?
33

Perawat : Pada tindakan hemodialisis pertama kurang lebih lama waktunya 2-2
½ jam.
Ibu Pasien : Apa tidak ada tindakan lain sus selain tindakan hemodialisis?
Perawat : Untuk saat ini tindakan hemodialisis diperlukan untuk mengatasi
kegawatannya dulu bu, supaya adik S tidak bertambah sesak
Ibu Pasient : Ooo..seperti itu? jika begitu kapan tindakan hemodialisisnya akan
dikerjakan sus?
Perawat : Ini masih dipersiapkan bu, sambil menunggu tindakan HD terapi
yang bisa diberikan sementara adalah pemberian obat Kcl yang
dilewatkan infus, kemudian akan ada obat juga yang diberikan tiap
jam. Bagaimana bu apa ibu sudah dapat memahami penjelasan saya?
Ibu Pasien : Iya sus
Perawat : Baik bu, jika demikian nanti saya akan meminta tanda tangan surat
persetujuan dilakukan tindakan

Saat ibu klien membaca informed consent yang diberikan perawat klien
tampak belum mengerti sepenuhnya tentang prosedur yang akan dijalani klien

Ibu Pasien : Sus, ini maksudnya seperti apa sus? Kok sampai ada tulisan bedah?
Perawat : Jadi ini maksudnya anak ibu akan menjalani operasi.
Ibu Pasien : Operasi? Ya Allah.. berarti anak saya akan bedah?
Perawat : Iya bu. Anak ibu akan dioperasi bagian ginjalnya.
Ibu pasien : Apa maksudnya itu mbak? Apa ginjal anak saya nanti diambil? Terus
gimana nasib anak saya yang tidak punya ginjal? Nanti pertumbuhan dan aktivitasnya
terganggu, lalu dia akan dijauhi tema-temannya. Saya ga tega lihat anak saya
diperlakukan seperti itu sus. sebaiknya tidak usah dioperasi saja sus. Adakah cara lain
selain dioperasi sus? Kalau ada tolong saya diberitahu sus.
Perawat : jadi begini bu. walaupun anak ibu dioperasi, anak ibu tetap punya
ginjal tetapi tinggal satu dan fungsinya tidak terganggu. Jadi ibu tidak perlu khawatir
akan pertumbuhan dan aktivitas anak ibu tidak akan terganggu.
34

Ibu Pasien : oh jadi begitu ya sus. tetapi bener kan tidak apa-apa? Karena dari
yang saya dengar banyak yang meninggal karena operasi. Seperti tetangga saya
kemarin setelah operasi meninggal.
Perawat : Tindakan operasi itu tergantung dari berat ringannya penyakit yang
diderita klien. Penyakit yang diderita anak ibu tergolong masih bisa ditolong dengan
operasi. Sehingga tingkat kesembuhannya cukup tinggi.
Ibu Pasien : Jadi operasi ini risikonya kecil sus untuk anak saya?
Perawat : Semua tindakan operasi itu memiliki resiko masing-masing
tergantung dengan tingkat perkembangan penyakit dan bagian yang yang diderita
serta fakytor-faktor menyerta lainnya yang muncul saat operasi.
Ibu Pasien : Tolong selamatkan anak saya sus. saya tidak tega melihat anak saya
kesakitan sus.
(dari dalam kamar, anak S memanggil ibunya sambil berteriak)
Anak S : Mamaaaaa…..
Ibu Paien : Iya nak. Sebentar ( ibu masuk kamar menghampiri anak S)
Ada apa?
Anak S : Atit ma…
Ibu Pasien : Apa yang sakit sayang?
Anak S : Perutku sakit..
Ibu Pasien : Iya nak sabar. Nanti dikasih obat ya sama suster.
Anak S : Aku ga mau disini ma.. pulang..
Ibu Pasien : Lho kok mau pulang. Kan disini dikasih obat biar sembuh. Biar ga
sakit lagi.
Anak S : (menangis) Ga mau disini… Pulang rumah… Pengen di rumah..

Melihat Anak S menangis keras, Ibu Pasien tidak tega dan meminta untuk
pulang paksa dari Rumah Sakit

Ibu Pasien : Sus, saya minta anak saya dipulangkan sekarang saja sus. kasihan
nangis terus minta pulang.
35

Perawat : Kenapa bu kok minta dipulangkan? Kan belum selesai berobatnya


Ibu Pasien : Saya kasihan melihat anak saya sus, dia gamau dirawat disini sus.
Katanya gak betah disini. Lebih baik kami pulang saja
Perawat : Begini bu, seperti yang sudah saya jelaskan tadi. Anak ibu harus
segera dioperasi agar kondisinya segera pulih. Bila ditunda maka anak ibu akan
kesakitan lebih lama lagi. Selain itu, melihat usia An S yang masih kecil maka proses
penyembuhannya semakin cepat. Begitu ibu.
Ibu pasien : Tapi anak saya nangis terus sus
Perawat : Itu karena dia takut dengan kondisi lingkungan rumah sakit yang
masih baru. Maka saya harapkan bantuan dari ibu untuk menenangkan anak S
Ibu pasien : Bagaimana caranya sus?
Perawat : Biasanya kalua An S menangis apa yang ibu lakukan?
Ibu pasien : Biasanya aku gendong tapi sejak dia berusia 8 aku gak kuat gendong
dia. Jadi dia digendong suamiku
Perawat : Selain itu?
Ibu pasien : Aku biasa main sm dia di depan rumah sampai dia berhenti rewel
Perawat : Kalau begitu ibu bisa mencoba salah satunya sekarang.
Selesai dilakukan,
Ibu pasien : Sudah selesai, sus. Anakku sudah agak tenang.
Perawat : Jadi bagaimana keputusannya bu?
Ibu pasien : Iya sus, tadi saya udah ngasi tau suami saya dan katanya dioperasi
saja supaya anak saya cepet sembuh
Perawat : Baik bu, silakan diisi dulu ini. Ini adalah bukti kalau ibu dan
keluarga bersedia dilakukan tindakan cito HD pada An S.
Ibu pasien : Iya sus, terima kasih atas penjelasannya.
Perawat : Sama-sama ibu. Jika ibu perlu bantuan hubungi saja di ruang jaga
perawat.
36

DAFTAR PUSTAKA

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,


EGC, Jakarta.

Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 penyunt. Jakarta: EGC.

Dr. Lyndon saputra. 2007. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: penerbit
buku binapura aksara.

Gray, M. & Moore, K. N., 2009. Urologic Disorders Adult and Pediatric Care. USA:
Mosby Elsevier.

Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Purnomo, B. B., 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV SAgung Seto.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 2002, Ilmu Keseatan Anak FKUI :
Jakarta

Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I, Fajar
Interpratama : Jakarta

Suryadi & Yuliani, R., 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung Seto.

Anda mungkin juga menyukai