Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“SIFAT-SIFAT KHAS INDIVIDU YANG LAIN:


MASALAH INTELIGENSI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
Bintang Putra Cahyadi (2005106068)
Vivi Anda Nur (2205106007)
Arif Rahman Hakim (2205106015)
Lutfi Muhammad Fauzi (2205106027)
Anisa Kurniati (2205106035)
Heru Arya Syaputra (2205106045)
Eko Setyo Tri Wibowo (2205106049)
Dhimas Roja Wicaksono (2205106069)
Vernanda Allya Pratiwi (2205106081)

Program Studi Pendidikan Jasmani


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mulawarman
2022
KATA PENGANTAR

 Puji syukur penyusun panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah  yang berjudul “SIFAT-SIFAT KHAS INDIVIDU YANG LAIN:
MASALAH INTELIGENSI” tepat pada waktunya.

            Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun
guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

          Akhir kata, penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Samarinda,29 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah2.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Sifat Hakikat Inteligensi ...............................................................................3

2.1 Konsepsi-konsepsi Mengenai Inteligensi yang Bersifat Spekulatif-Filsafati 3

2.2 Konsepsi-konsepsi yang Bersifat Pragmatis ...................................................3

2.3 Konsepsi-konsepsi Faktor ................................................................................4

2.4 Konsepsi yang Bersifat Operasional.................................................................6

2.5 Konsepsi-konsepsi Fungsional......................................................................... 7

B. Pengukuran Inteligensi..................................................................................7

2.6 Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya.............................................7

2.7 Perkembangan Tes Inteligensi Model Binet...................................................9

BAB III PENUTUP..................................................................................................

3.1 Kesimpulan dan Saran.................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Di zaman modern saat ini, masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang
menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang
dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa
yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan di
kelasnya. Bahkan Gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih,
berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkacamata. Sebaliknya, gambaran anak yang
berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi
belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.

Pandangan awam sebagaimana digambarkan di atas, walaupun tidak memberikan arti yang jelas
tentang inteligensi namun pada umumnya tidak berbeda jauh dari makna inteligensi sebagaimana
yang dimaksudkan oleh para ahli. Adapun definisinya, makna inteligensi memang
mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan.

Pada umumnya, para ahli menerima pengertian akan inteligensi sebagaimana istilah tersebut
digunakan oleh orang awam. Kekaburan lingkup konsep mengenai inteligensi menyebabkan
sebagian ahli bahkan tidak merasa perlu untuk berusaha memberikan batasan yang pasti. Bagi
mereka ini banyak diantara definisi yang telah dirumuskan ternyata terlalu luas untuk dapat
disalahkan dan terlalu kabur untuk dapat dimanfaatkan

1
2.      Rumusan Masalah

a. Sifat Hakikat Inteligensi

1. Konsepsi-konsepsi Mengenai Inteligensi yang Bersifat Spekulatif-Filsafati

2. Konsepsi-konsepsi yang Bersifat Pragmatis

3. Konsepsi-konsepsi Faktor

4. Konsepsi yang Bersifat Operasional

5. Konsepsi-konsepsi Fungsional

b. Pengukuran Inteligensi

1. Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya

2. Perkembangan Tes Inteligensi Model Binet

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sifat Hakikat Inteligensi

2.1 Konsepsi-konsepsi Mengenai Inteligensi yang Bersifat Spekulatif-Filsafati

Spearman, dalam bukunya yang terkenal, yaitu The Abilities of Man (1927) mengelompokan
konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif – filsafat itu menjadi tiga kelompok, yaitu: 
a) Yang memberikan definisi mengenai intelegensi umum.
1) Ebbingbaus (1897) memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk membuat
kombinasi.
2) Terman (1921)  memberi definisi intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak.
3) Thorndike ) memberi definisi intelegensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf
ketidaklengkapan daripada kemungkinan- kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.
b) Yang memberikan definisi mengenai daya-daya jiwa khusus yang merupakan bagian
daripada intelegensi
Menurut Konsepsi ini intelegensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) daripada
daya-daya jiwa yang khusus. Karena itu pengukuran mengenai intelegensi juga mengamati ,
daya memproduksi, daya berfikir.
c) Yang memberikan definisi intelengensi sebagai taraf umum daripada sejumlah besar daya-
daya khusus.
Konsepsi-konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa apa yang diselidiki (dites) dengan tes
intelegensi itu adalah intelegensi umum. Jadi intelegensi diberi definisi sebagai taraf
intelegensi yang mewkili daya-daya khusus.

2.2 Konsepsi-konsepsi yang Bersifat Pragmatis


Intelegensi adalah apa yang dites oleh tes intelegensi. Intelegensi itu dapat di ukur sesuai
dengan definisinya. Pernyataan ini disanalogikan dengan pengetahuan tentang listrik;
pengukuran terhadap listrik tergantung pada definisi yang di berikannya, panasnya,
alirannya, dan sebagainya.

3
2.3 Konsepsi-konsepsi Faktor

Dalam menyelidiki dan mencari sifat hakikat intelegensi itu orang menggunakan teknik
analisis faktor. 
a. Teori Spearman
1) Faktor umum, general factor, dan
2) Faktor- faktor khusus tertentu, (special factor).
3) Faktor umum atau general factor, yang dilambangkan dengan huruf g merupakan hal atau
faktor yang mendasari segala tingkah laku orang. Sedangkan faktor khusus atau special
factor, yang dilambangkan dengan huruf s, hanya berfungsi pada tingkah laku khusus saja.
Jadi tiap tingkah laku itu dimungkinkan atau didasari oleh dua faktor, yaitu: faktor g dan s
tertentu. Faktor g berfungsi pada tiap tingkah laku, jadi yang berfungsi pada tingkah laku-
tingkah laku yang berbeda itu adalah faktor g yang sama dan faktor s yang tidak sama.
Bahwa faktor g tergantung pada dasar, sedangkan faktor s dipengaruhi oleh pengalaman
(lingkungan, pendidikan).
b. Teori Thomson
Yang ada hanyalah bermacam-macam faktor khusus, faktor-faktor s. Faktor-faktor s ini tidak
dipengaruhi oleh keturunan atau dasar, melainkan tergantung pada pendidikan. Adanya anak-
anak dari golongan atas lebih cendas daripada anak-anak dari golongan rendah, bukan karena
dasar melainkan karena mereka lebih banyak mempunyai kesempatanuntuk belajar.
c. Teori Cyrill Burt
Bahwa manusia terdapat faktor g, yang mendasari semua tingkah lakunya dan bahwa faktor g
ini tergantung pada dasar, dibawa sejak lahir, dan bahwa tiap-tiap orang memiliki banyak
faktor s.
Tetapi disamping kedua macam faktor itu menurut Burt masih ada faktor yang ketiga, yaitu
faktor kelompok (group factor, common factor), yang biasanya dilambangkan dengan huruf
c,. Faktor c adalah faktor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua
tingkah laku jadi faktor c lebih luas daripada faktor s, tetapi lebih sempit daripada faktor g.
Jadi tiap tingkah laku menurut Burt dimungkinkan oleh ketiga macam faktor, yaitu: faktor g,
faktor c, faktor s.
d. Teori Thurstone
Bahwa ada faktor c, yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku: juga sependapat dengasn

4
Burt mengenai adanya faktor s yang jumlahnya banyak sekali, sebanyak tingkah laku
khususyang dilakukan oleh manusia yang bersangkutan. Akan tetapi mengenai faktor g dia
menolaknya; dia berpendapat bahwa faktor g itu tidak ada, jadi hanya dua macam faktor saja,
yaitu faktor c dan faktor s.
Adapun faktor c menurut Thurstone ada 7, yaitu:
1) faktor ingatan, kemampuan untuk mengingat, memory dan diberi lambang dengan huruf
M,
2) faktor-faktor verbal, kecakapan untuk menggunakan bahasa, verbal factor, yang
dilambangkan dengan huruf V,
3) faktor bilangan, kemampuan untuk bekerja dengan bilangan, misalnya kecakapan
berhitung dan sebagainya (number factor) yang dilambangkan dengan huruf  N,
4) faktor penalaran atau, reasoning, yang diberi lambang dengan huruf R, yaitu faktor yang
mendasari kecakapan untuk brpikir logis,
5) faktor presepsi atau, presepcial factor, yang diberi lambang dengan huruf P, yaitu
kemampuan untuk mengamati dengan cepat dan cermat,
6) faktor ruang, atau spatial factor, yang diberi lambang dengan huruf S, yaitu kemampuan
untuk mengadakan orientasi dlam ruang.
Kalau sekiranya ada kecakapan umum, itu bukan karena adanya faktor g, melainkan karena
kombinasi daripada faktor c itu.
e. Pendapat Guilford
Bahwa yang pokok itu itu ialah faktor c; bahkan pada hakikatnya hanya inilah faktor-faktor
intelegensi itu menurut dia faktor c banyaknya tidak hanya 7 melainkan 120.
Jumlah 120 macam itu disebabkan oleh karena variasi dalam intelegensi dapat dilihat dari
tiga dasar, yaitu (1) proses psikologis yang terlibat, (2) isi atau materi yang diproses, (3)
bentuk informasi yang dihasilkan. Secara garis besar, pendapat Guilford dapat diiktisarkan
sebagai berikut:
1) Berdasarkan atas prosesnya (operations-nya) ada lima macam:
a) Cognition,
b) Memory,
c) Divergent production,
d) Convergent production,

5
e) Evaluation.
2) Berdasarkan isi (content) yang diprose ada empat macam:
a. Figural,
b. Symboli,
c. Semantic,dan
d. Behavioral
3) Bedasarkan atas bentuk informasi yang dihasilkan (product) ada enam macam:
a) Unit,
b) Classes,
c) Relations,
d) Systems,
e) Transformations, dan
f) Implicatons.

2.4 Konsepsi yang Bersifat Operasional

Ahli-ahli yang mengikuti operasionisme mengajukan keberatan-keberatan terhadap pendapat


para pengikut teori faktor itu, yaitu pertama mendefinisikan, dan kedua mengukurnya.
Keberatan yang pertama ialah karena tindak (operation) pengukuran itu sendiri sebenarnya
secara implist telah pula mendefinisikan.
Selanjutnya keberatan yang kedua, ditujukan pada jalan pikiran ini, dengan menganalisis hasil
tes-tes, ahli-ahli yangmengikuti teori faktor berpendapat telah mengetahui faktor intelegensi itu,
tetapi kata pengikut operasionisme dimanakah letak faktor itu? Cara yang demikian itu secara
operasional tak dapat diterima.

6
2.5 Konsepsi-konsepsi Fungsional

Konsepsi ini disusun atas dasar pemikira atau analisis mengenai bagaimana berfungsinya
intelegensi itu, lalu dirumuskan sifat-sifat hakikatnya dan definisinya. Binet menyatakan sifat
hakikat intelegensi itu ada tiga macam, yaitu:
a. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan ( memperjuangakan ) tujuan tertentu
b. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian denagn maksud untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri, kemampuan
untuk belajar dari kesalahan yang telah diperbuatnya.
Langerveld yang mengikuti Stern, yang memberikan definisi intelegensi sebagai disposisi untuk
bertindak untuk menentukan tujuan-tujuan baru dalam hidupnya., membuat alat untuk mencapai
tujuan itu serta mempergunakannya.
Selanjutnya, Stern memberikan penjelasan lebih jauh mengenai disposisi untuk bertindak, yaitu:
a) Disposisi itu tidak merupakn faktor yang mempunyai batas tajam dengan segi-segi
kepribadian yang lain, melaikan hanya merupakan sektor-sektor daripada kepribadian yang tidak
dapat berdiri sendiri.
b) Disposisi itu tidak semata-mata ditentuakan oleh dasar, tetapi ditentukan juga oleh faktor dari
luar atau konvergensi antara faktor dasar dan pengaruh luar.
c) Disposisi ini bermakna rangkap, yaitu potensi dan berarah tujuan. Potensi-potensi tertentu
memunyai tujuan tertentu.
d) Disposisi itu gejala-gejalanya dapat muncul dalam kesaaran, tetapi bukanlah apa yang disebut
gejala kesadaran.
Nyata sekali tidak ada satu konsepsi pun yang dapat menjelaskan intelegensi itu secara tuntas ;
tiap konsepsi masih meningagalkan masalah yang belum terselesaikan.

B. Pengukuran Inteligensi

2.6 Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya

Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman. seperti yang dikatakan Van den den Daele (Hurlock : 2 ) bahwa
7
perkembangan adalah perubahan secara kualitatif. Ini berarti bahwa perkembangan bukan
sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan
beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak
struktu dan fungsi yang kompleks. Perkembangan juga diartikan sebagai ”peruibahan-perubahan
yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”,

Perkembangan dapat diartikan ” suatu proses perubahan pada diri individu atau
organisme, baaik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara sistematis progresif, dan berkesinambungan”.

Dan semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu
proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, naqmun mereka
berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam bentuknya yang
hakik.

3. Hubungannya dengan intelektual anak bahwa inteligensi anak bukanlah suatu yang bersifat
kebendaan, melainkan suatui fiksi ilmiah untuk mendeskripsiskan prilaku induvidu yang
berkaitan dengan kemampuan intelektualnya. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini,
para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Diantaranya menurut C.P. Chaplin (1975)
mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap
situasi baru secara cepat dan efektif.

4. Inteligensi/kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai
suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran.
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang
kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. (Djaali, 2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam
mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

8
Ada banyak teori mengenai Intelegensi atau Kecerdasan dari beberapa ahli diantaranya :

a. Seorang individu yang mempunyai intelligensi tinggi cenderung akan muncul kecerdasannya
dalam berbagai lingkungan dimanapun individu itu berada, yang tentu menjadi harapan keluarga,
masyarakat bangsa dan Negara untuk menjadi generasi penerus yang tampil lebih baik dalam
lingkungan pembelajaran. Seperti yang dikatakan, Slavin (2006:163). Satu hal bahwa terdapat
orang-orang ‘pandai’ yang dapat diharapkan tampil dengan baik dalam berbagai jenis situasi
pembelajaran.

b. Memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif
dan efisien. Artinya bahwa seorang individu bisa menyelesaikan permasalah dengan cepat
apabila memadukan dan menyatukan dari berbagai intelligensi-intelligensi, sehingga individu
tersebut dapat menyelesaikan permasalahannya dengan secara efektif dan efisien

Kecerdasan atau inteligensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan


yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori
menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam
menentukan tujuan hidupnya.

5. Semakin cerdas seseorang maka semakin besar peluang untuk lebih sukses di bandingksan
orang yang tidak cerdas, karena Kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses informasi
sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan
demikian pengetahuan pun bertambah.untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang perlu di
adakan tes kecerdasan.

2.7 Perkembangan Tes Inteligensi Model Binet

Tes binet mengalami perkembangan dari masa kemasa melalui beberapa revisi. Revisi tes Binet
adalah sebagai berikut:

1. Revisi Pertama di Tahun 1908

Dalam revisi tahun 1908 ini. Jumlah tes semakin ditingkatkan, tes yang memberikan hasil kurang
maksimal juga dihilangkan, dan dilakukan juga penggolongan berdasarkan kelompok umur
subjeknya.

9
2. Revisi Tahun 1911

Dalam revisi tahun 1911 ini, tes ini telah mulai menggunakan MA. Sistem penilaiannya sendiri
masih sama, yakni dengan memberikan nilai 0-2 untuk tiap soal.

3. Revisi Tahun 1916

Setelah Binet meninggal pada 18 Oktober 1911 dan setelah dipakai selama 5 tahun, dilakukanlah
lagi revisi. Revisi di tahun 1916 yang paling terkenal adalah Stanford-Binet Test yang dilakukan
di Universitas Stanford oleh Lewis Terman dan rekan-rekannya.

Ada perubahan item (jadi 90 item), perubahan bahasa (Perancis ke Inggris), mulai dilakukan
dengan metode cermat yang dikembangkan melalui aspek psikologis yang lebih cermat, sudah
menggunakan IQ yang dikenalkan oleh William Stern dengan rumus MA/CA, dilakukan dengan
cara baru yang menggunakan kombinasi sejumlah fungsi mental dalam penyajiannya, serta
sistem penilaiannya juga sudah dilakukan secara objektif.

Sayangnya, versi ini juga masih memiliki beberapa kekurangan. Seperti terlalu banyak mengukur
kemampuan verbal dan validasi tingkat pengukurannya kurang memuaskan untuk tingkat rendah
dan dewasanya.

4. Skala Stanford Binet Revisi 1 di Tahun 1937

Jenis tes intelegensi satu ini mengalami perkembangan lagi di tahun 1937. Dilakukan oleh
Terman dan Merril. Dilakukan penetapan 1 item pada kelompok tertentu berdasarkan tes yang
dijawab, banyak mengukur kemampuan verbal, dan diciptakanlah tes paralel form L and form M.

5. Skala Stanford Binet Revisi 2 di Tahun 1960

Merupakan revisi terakhir yang digunakan hingga sekarang. Beberapa perubahan materi yang
tampak digabung menjadi 1 antara bentuk L dan M. Ada cukup banyak perubahan yang terjadi
dalam bentuk in

10
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Sifat Hakikat Inteligensi yang dijelaskan menurut konsepsi-konsepsi tersebut pada dasarnya
digolong-golongkan menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif.
2. Konsepsi-konsepsi yang bersifat pragmatis.
3. Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis faktor, yang kiranya dapat kita sebut
konsepsi-konsepsi faktor.
4. Konsepsi-konsepsi yang bersifat operasional,dan
5. Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis fungsional yang kiranya dapat kita sebut
konsepsi-konsepsi fungsional.
Ciri-ciri Perbuatan Inteligensi, diantaranya cepat, cekatan, dan tepat.
Cara Mengukur Inteligensi, diantara cara atau metode mengukur inteligensi, ialah: Binet – Simon
Intelligence Scale, Stanford – Binet Intelligence Test, Wechsler Inteligence Scales, Wechsler
Adult Intelligence Scale, Wechsler Intelligence Scale for Children, Wechsler Preschool and
Primary Scale of Intelligence
Hasil penyelidikan inteligensi diantaranya: bahwa inteligensi merupakan bawaan yang dapat
dipengaruhi oleh lingkugan. Namun, peningkatan atau penurunannya tidak sampai melebihi atau
kurang dari kelompoknya.

SARAN

Dengan pemberian materi ini, diharapkan menambah pengetahuan teman-teman sebagai seorang
guru. Bahwasannya perbedaan inteligensi peserta didik memberikan pengaruh terhadap
pencapaian peserta didik dalam belajar, sehingga perlu menjadi perhatian bagi pendidik untuk
memberikan materi sesuai dengan kemampuan inteligensi peserta didik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sutrisno, Arief, Suyoto. Basyris, Syamsudin. dan Darda’, Abu. 1425 H. dkk. Psikologi
Pendidikan. Ponorogo:PM Darussalam Gontor
Ahmadi, Abu.  dan  M. Umar. 2013. Psikologi Umum (Edisi Revisi). Surabaya: Bina Ilmu
Jamaris, Martin. 2015. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia
Sobur, Alex. 2003.  Psikologi Umum. Bandung:Pustaka Setia
Suryabrata, Sumadi, 2004.  Psikologi Pendidikan, Jakarta:Raja Grafindo Persada
Walgito, Bimo. 2010.  Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta:Andi Offset

12

Anda mungkin juga menyukai