Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum

Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa


Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

PEMBERANTASAN MAFIA TANAH DENGAN


MENGGUNAKAN ISTRUMEN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Yunawati Karlina1, Irwan Sapta Putra2


1
STIH Painan, 2Universitas Bina Bangsa
Email: yuna.lawyer@gmail.com1, irwansp.law@gmail.com2

Abstrak
Baru-baru ini masyarakat Indonesia di hebohkan dengan pemberitaan artis papan atas Nirina
Zubir yang telah menjadi korban mafia tanah akibatnya ia harus kehilangan asset tanah peninggalan
orang tuanya yang ditaksir kerugiannya mencapai sebesar Rp.17.000.000.000 (tujuh belas miliar rupiah).
Penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian Republik Indonesia telah melakukan langkah
yang cepat dan tepat dalam membongkar kejahatan yang menimpa korban artis Nirina Zubir dengan
menangkap para pelaku mafia tanah yang terdiri dari pembantunya dan oknum Notaris /PPAT yang
membantu mengalihkan hak tanah dan rumah milik orang tua artis tersebut.
Dengan maraknya kejahatan mafia tanah maka timbul pertanyaan bagaimana mengatasi
kejahatan mafia tanah tersebut dan apa saja langkah-langkah yang tepat untuk memberantas mafia tanah.
Untuk itu Penelitian ini membahas permasalahan terkait pemberantasan mafia tanah dengan mengunakan
instrumen hukum pidana.
Metode penelitian pada penelitian ini dengan menggunakan pendekatan perundangundangan
(statute approach), pendekatan historis (historical approceh), dan pendekatan kasus (case approach).
Sedangkan Tipe Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sumber data dalam
penelitian ini mengunakan sumber data primer, sekunder dan tersier. Tekhnik pengumpulan data dengan
cara studi dokumen/kepustakaan, analisa data dilakukan dengan metode yuridis kualitatif.
Pemberantasan mafia tanah dengan menggunakan instrumen hukum pidana saat ini adalah
metode yang tepat karena dapat dengan cepat membongkar kejahatan mafia tanah hal tersebut dapat kita
lihat dari pengungkapan kasus yang di alami oleh artis Nirina Zubir dimana pihak kepolisian telah
menetapkan para tersangka pelaku mafia tanah tersebut namun demikian kedepan perlu langkah-langkah
yang sistematis dan terorganisir agar kejahatan mafia tanah tersebut dapat diberantas dengan cara bekerja
sama dengan pihak penegak hukum dengan kementrian ART dan kementrian serta lembaga tinggi negara
yang terkait dan juga perlu pengawasan yang ketat bagi masyarkat dan pemerintah.untuk itu saran
kedepannya perlu juga dibentuk suatu peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang
tindak pidana yang terkait dengan mafia tanah agar langkah pemberantasan mafia tanah dapat segera
dihilangkan.
Kata Kunci: Pemberantas Mafia Tanah, Melalui Instrumen Hukum Pidana

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 109


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Abstract
Recently, the people of Indonesia were shocked by the news about a top artist Nirina Zubir who
had become a victim of the land mafia, as a result, she had to lose her parents' land assets, which was
estimated at Rp. 17,000,000,000 (seventeen billion rupiah).
Law enforcement, in this case the Indonesian National Police, has taken a quick and precise
step in exposing the crime that happened to the victim of the artist Nirina Zubir by arresting the
perpetrators of the land mafia consisting of his assistants and a notary / PPT who helped multiply the
land rights and houses belonging to the artist's parents.
With the rise of land mafia crimes, the question arises how to overcome the land mafia crimes
and what are the right steps to eradicate the land mafia. For this reason, this study discusses issues
related to eradicating land mafia using criminal law instruments.
The research method in this study uses a statutory approach, a historical approach, and a case
approach. While the Type of Research This research is normative legal research. Sources of data in this
study using primary, secondary and tertiary data sources. Data collection techniques by means of
document/library studies, data analysis is carried out by qualitative juridical methods.
Eradication of land mafia by using criminal law instruments is currently the right method
because it can quickly uncover land mafia crimes, we can see this from the disclosure of cases
experienced by the meaning of Nirina Zubir where the police have determined the suspects for the land
mafia, but in the future it is necessary to take systematic and organized steps so that the land mafia crime
can be eradicated by cooperating with law enforcement agencies and the ministry of ART and related
ministries and high state institutions and also requires strict supervision and in the future it is necessary
to form a statutory regulation which specifically regulates crimes related to the land mafia.
Keywords: Eradication of the Land Mafia, Through Criminal Law Instruments

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 110


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

PENDAHULUAN
Konstitusi Negara Repulik Indonesia diawal pembentuk dasar negara telah mengatur
mengenai tanah, hal tersebut dapat kita lihat di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
yang telah mengamanatkan kepada negara bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah
sebagai bagian dari bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang ada di
Indonesia harus dan wajib untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat Indonesia.

Pemaknaan dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut dapa diartikan bahwa yang berkaitan
dengan tanah, air dan kekayan alam yang terkandung di dalamnya wajib dikelola dan
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran Rakyat Indonesia. Artinya bukan
untuk kepentingan bagi segelintir orang-orang kaya dan apa lagi bagi orang asing.

Bahwa unutk menindak lanjuti hal tersebut maka pada tahun 1960 dibuat dan disahkannya
undang-undang tentang pertanahan atau yang sering kita kenal dengan UndangUndang Argaria
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang PokokPokok Argaria.

Dimana didalam Undang-Undang tersebut diatur secara umum tentang pertanahan di


Indonesia berupa peraturan dasar pokok-pokok argaria dengan mencabut segala ketentuan
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda. yang telah
lama diwariskan oleh pemerintahan Kolonial yang bersifat Feodalisme. Dimana arti feodallime
itu adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik (sosial politik) yang dijalankan di
kalangan bangsawan/monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui
kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Artinya kepemilikan tanah-tanah
tersebut dikuasai oleh segelintir orang saja atau yang dikenal dengan sebutan tuan tanah. yang
kemudian saat ini bersifat menjadi pancasila dimana seluruh bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia,
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.

Yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara oleh seluruh rakyat Indonesia agar harta
berupa tanah tersebut yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dapat senantiasa
dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dari generasi kegenerasi berikutnya hingga akhir hayat
dan kedepan jangan sampai hal tersebut menjadi kebalikannya sehingga mengantarkan kita

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 111


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

kembali lagi ke jaman penjajahan dimana saat ini bangsa kita telah dijajah oleh Belanda sekitar
tiga setenga abad dan kemandirian dilanjutkan oleh Jepang selama tiga setengah tahun dan
berkat perjuangan para pejuang kemerdekaan kita dapat merdeka dan telah lepas dari
penjajahan yang didapat melalui perjuangan para pahlawan kemerdekaan yang saling bahu
membahu bersatu padu dalam meraih kemerdekaan guna mengusir penjajahan.

Oleh karena itu jangan sampai tanah, air dan kekayaan didalamnya yang merupakan harta
kekayaan nasional beralih kepada segelintir orang kaya apa lagi pihak asing. Dan jika hal
tersebut kita biarkan terjadi maka tentu saja hal tersebut sama saja kita mengkhianati jasa para
pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang telah relah mengorbankan jiwa dan raganya
demi kemerdekaan Indonesia dan terlepas dari penjajahan untuk keberlangsungan kehidupan
yang layak bagi generasi berikutnya dari masa ke masa hingga akhir hayat untuk anak dan cucu
warga negara Indonesia.

Metode Penelitian
Metode penelitian pada penelitian ini dengan menggunakan pendekatan
perundangundangan (statute approach), pendekatan historis (historical approceh), dan
pendekatan kasus (case approach).

Tipe Penelitian ini adalah penelitian hukum normatife, yaitu penulis mengumpulkan
bahan-bahan bacaan dari buku-buku, artikel majalah baik cetak dan online, makalah seminar,
mengenai mafia tanah serta perturan perundang-undangan dibidang hukum pidana yang terkait
dengan tindak pidana mafia tanah. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif,
menganalisa dan mengkaji, menjelaskan mengenai pemberantasan tindak pidana kejahataan
mafia tanah dengan pendekatan instrumen hukum pidana.

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer, sekunder dan tersier.
Primer bahan hukum yang mengikat yaitu Undang-Undang hukum Pidana dan UUPA dan
peraturan perundang-undangan tentang pertanahan lainnya yang terkait. Sekunder bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu buku-buku tentang hukum
pidana, artikel koran serta majalah seperti Gatra, Kompas dan media internet yang terkait
dengan topik penelitian ini. Tersier bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 112


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus besar bahasa
Indonesia dan kamus hukum.

Tekhnik pengumpulan data dengan cara studi dokumen/kepustakaan yaitu dengan cara
melakukan penelitian terhadap dokumen-dokumen yang erat kaitannya dengan tindak pidana
mafia tanah dan memperoleh informasi dalam bentuk ketentuan formal dan data yang ada.

Analisa data analisa data dilakukan dengan metode yuridis kualitatif, data yang diperoleh
kemudian disusun secara kualitatif untuk menjawab masalah yang dibahas dalam merumuskan
kesimpulan.

PEMBAHASAN
Kejahatan di bidang pertanahan sedang mendapat perhatian khusus oleh berbagai pihak.
Tidak hanya oleh masyarakat, pemberantasan kejahatan di bidang pertanahan juga menjadi
prioritas bagi lembaga tertinggi negara, Presiden, dan DPR RI.

Bahkan Presiden RI Bapak Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan secara khusus
kepada aparat penegak hukum, yakni Kepolisian RI (Polri) maupun Kejaksaan Agung RI untuk
memberantas praktik kejahatan pertanahan. Namun demikian tidak hanya institusi penegak
hukum saja yang diinstruksikan untuk memberantas mafia tanah, Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga turut andil sejak tahun 2017 dengan
membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah.

Mafia tanah adalah persekongkolan antara pihak yang beritikad jahat dalam menguasai
tanah dengan peran serta oknum pejabat yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan
legalitas hak atas tanah.

Pembentukan satgas tersebut bertujuan untuk memberantas praktik kejahatan pertanahan


yang terindikasi mafia tanah. Oleh karena itu langka yang diambil pihak pemerintah dalam
memberatas memerangi mafia tanah, dengan dukungan dari DPR RI serta KPK RI, adalah
tindakan yang tepat agar kedepan tercapai kepasitian hukum dibidang pertanahan dan juga
memastikan penegakan hukum bagi pelaku mafia tanah sehinga tercapai kepastian hukum
dibidang pertanahan.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 113


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil. mengungkapkan banyak kasus


mafia tanah terkait dengan tindak pidana korupsi, yang menyangkut aset negara, aset BUMN,
serta yang melibatkan aparat pemerintah (ASN) dengan bekerja sama dengan oknum tertentu.
bahwa ada oknum dari BPN yang terlibat praktik mafia tanah, tetapi sudah diambil tindakan
untuk oknum yang terbukti melakukan praktik mafia tanah dan Kementrian ART/BPN telah
mengambil langkah tegas untuk melakukan penindakan terhadap oknum mafia tanh yang ada
di lingkungan Kememterian ART/BPN dengan cara mencopot dan memidanakan selain itu ada
juga yang diberi peringatkan tergantung kesalahannya dan jika ada yang terbukti melakukan
pelanggaran hukum akan kita serahkan kepada aparat penegak hukum.

Sedangkan menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, mengemukakan
bahwa penanganan kejahatan pertanahan dimulai dari internal. Ia meyakini bahwa tidak
mungkin ada mafia tanah jika tidak ada kerja sama dengan orang dalam karena sertipikat tanah
yang sudah terbit akan diperkarakan di pengadilan. Oleh karena itu, perlu pembenahan terhadap
oknum-oknum para penegak hukum yang terlibat dalam perbuatan kejahatan mafia tanah, jadi
jika ada dua sertipikat, maka salah satu sertipikat tersebut patut diduga adalah hasil perbuatan
dari mafia tanah. Maka sebelum terbit sertipikat oleh pihak BPN perlu dilakukan pembenahan
dilakukan di internal Kementerian ATR/BPN. karena apa bilah sertipika telah diterbitkan oleh
pihak BPN dan ternyata setelah terbit sertipikat tanah dan ada masalah maka hal tersebut akan
terjadi sengketa hukum ataupun konflik hukum sehingga perlu pembenahan sumber daya
manusia dari penegak hukum itu sendiri.

Sedangkan Menurut Direktur Keamanan Negara Ketertiban Umum dan Tindak Pidana
Umum Lainnya, Yudi Handono, mengatakan bahwa Jaksa Agung akan menindak tegas bagi
oknum kejaksaan yang menjadi 'backing' atau turut serta menjadi bagian penyertaan yang
sempurna dari mafia tanah. Untuk itu Jaksa Agung mengatakan, apabila ada oknum kejaksaan
yang terlibat mafia tanah, maka masyarakat dapat langsung melaporkan oknum tersebut, dalam
memberantas mafia tanah pihak Kejaksaan Agung RI juga tidak sendirian dalam memberantas
mafia tanah. Ada peran Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.

Komitmen memberantas mafia tanah juga diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana
Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Andi Rian R. Djajadi menurutnya, Satgas Anti-Mafia
Tanah sudah dibentuk di 34 Polda. Dalam pelaksanaannya, Andi Rian R. Djajadi mengatakan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 114


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

bahwa tim Satgas Anti-Mafia Tanah yang dibentuk, tetap bekerja sama dengan unsur internal
Polri. Menurutnya kita ingin memastikan tidak ada oknum-oknum yang terlibat dalam mafia
tanah. Apabila ditemukan, akan diambil tindakan tegas.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan diatas maka oleh karena itu kerja sama
diantara instansi penegak hukum dan Kementerian ART/BPN adalah langkah yang tepat guna
memberantas pelaku kejahatan mafia tanah karena mafia tanah dalam menjalankan aksi
kejahatannya tersebut tidak bergerak sendiri melainkan terstruktur juga melibatkan banyak
pihak mulai dari oknum penegak hukum dan pegawai BPN dan juga oknum pihak lainya seperti
oknum Notaris/PPAT. Untuk itu perlu langkah-langkah yang sistematis dan terorganisir dalam
memberantas mafia tanah tersebut.

BENTUK-BENTUK HAK TANAH


Bahwa akar permasalahan mafia tanah tidak lain adalah karena sifat tanah yang bersifat
tetap tidak betambah sedangkan jumlah manusia semakin hari terus bertambah sehingga
mendorong nilai tanah yang semakin lama semakin tinggi dan mahal mengingat sifatnya yang
terbatas. Untuk itu di bahwa ini dijelaskan bentuk-bentuk hak tanah yang ada di Indonesia.
Bahwa Hak atas tanah diberikan kepada Individual, Masyarakat adat atau hak komunal,
Instansi Pemerintah, Perusahaan yang mempunyai Badan Hukum, Lembaga keagamaan dan
sosial dan lainnya sebagaimana diatur dalam UUPA Lahirnya Undang-Undang No 5 tahun
1960 tentang Perturan Poko Argaria maka berdasarkan Pasal 16 telah dibagi macam-macam
hak atas tanah diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Hak Milik,
B. Hak Guna-Usaha,
C. Hak Guna-Bangunan,
D. Hak Pakai,
E. Hak Sewa,
F. Hak Membuka Tanah,
G. Hak Memungut-Hasil Hutan,
H. Hak-Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan
dalam pasal 53.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 115


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

A. Hak Milik, Pengertian dari Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah
B. Hak Guna-Usaha, menurut Pasal 28 UUPA (1) Hak guna-usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan. (2) Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar,
dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal
yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. (3)
Hak guna-usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan batas waktu
hak guna bangun menurut Pasal 29 UUPA (1) Hak guna-usaha diberikan untuk waktu
paling lama 25 tahun. (2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. (3) Atas permintaan
pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud
dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.
C. Hak Guna-Bangunan, menurut Pasal 35 UUPA (1) Hak guna bangunan adalah hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. (2) Atas permintaan pemegang hak dan
dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu
tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. (3) Hak
guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
D. Hak Pakai, menurut UUPA Pasal 41. (1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuanketentuan Undang-undang ini. (2) Hak pakai dapat diberikan: a. selama jangka
waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. (3)
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsurunsur
pemerasan.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 116


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

E. Hak Sewa, menurut UUPA Pasal 44. (1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai
hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. (3) Perjanjian sewa tanah yang
dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-
unsur pemerasan.
F. Hak Membuka Tanah, menurut UUPA Pasal 46. (1) Hak membuka tanah dan memungut
hasil hutan hanya dapat ipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. (2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak
dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

PEMBENTUKAN SATGAS MAFIA TANAH


Bahwa maraknya modus kejahatan mafia tanah mendorong pembentukan satgas mafia
tanah mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah dan bekerja sama dengan Kementerian
ART/BPN yang terkait.

Adapun dasar pembentukan satgas mafia tanah adalah sebagai berikut:


1. Nota Kesepahaman Antara Kementerian ATR/BPN Dengan Polri tanggal 17 Maret
2017 No. 3/SKB/III/2017 dan B/26/III/2017 Tentang Kerma di Bidang
Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang;
2. Pedoman Kerja Antara Kementerian ATR dgn Polri tanggal 12 Juni 2017 No.
26/SKB - 900/VI/2017 dan 49/VI/2017 Tentang Kerjasama di Bidang Agraria/
Pertanahan Dan Tata Ruang;
3. Keputusan Bersama Kabareskrim Dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria
Pemanfaatan Ruang Dan Tanah No.: B/01/V/2018/Bareskrim - 34/SKB -
800/V/2018 tanggal 8 Mei 2018 Tentang Satgas Pencegahan Dan Pemberantasan
Mafia Tanah.

Menurut Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, dalam kata sabutannya di acara seminar
nasional Repleksi Akhir Tahun Memutus Ekosistem Dan Episentrum mafia tanah di Gedung
GBHN Komplek MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14 Desember 2021 mengatakan Perbuatan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 117


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

mafia tanah ini masuk dalam kategori kejahatan. Dalam KUHP, beberapa delik pidana menjadi
acuan pemidanaan dalam kejahatan tanah, beberapa di antaranya:
➢ Pasal 167, “masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum.”
➢ Pasal 263, “membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak.”
➢ Pasal 266, “memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik.”
➢ Pasal 385, “secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak
tanah.”

Jadi sebenarnya, hukum positif kita sebenarnya telah mengatur perbuatan pidana
menyangkut kejahatan tanah. Hanya saja, pasal-pasal tersebut tidak akan dapat dikenakan
begitu saja dengan mudah karena pada kenyataannya, mafia tanah bersekongkol dengan
oknum-oknum di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah, oknum Notaris/PPAT hingga
oknum aparat penegak hukum, hingga oknum di pengadilan. Lebih lanjut ia mengutip pendapat
Menko Polhukam Mahfud MD, yang menyebutkan mafia tanah sudah merusak tataran hukum.
Tidak hanya di tingkat penyidikan, tetapi juga ke ujung sistem peradilan, yaitu pengadilan.
Sehingga kerap kali konflik antara mafia tanah dengan rakyat adalah pertarungan antara yang
kuat dan yang lemah. Apalagi jika kita melihat banyaknya konflik agraria di kawasan hutan
dan perkebunan, kerap kali rakyat kecil/masyarakat adat harus berhadapan dengan korporasi
besar dengan kekuatan kapital yang tidak terbatas.

Sedangkan Menurut Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaharuan Agraria Iwan


Nurdin, mengatakan. dimana pun persekutuan mafia tumbuh, adalah karena ketertutupan,
rendahnya pengawasan publik, dan minimnya penegakan hukum.

Tanah merupakan sarana yang penting dalam pembangunan dan bagi kehidupan manusia,
baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun hukum. Semakin meningkat pembangunan,
maka kebutuhan akan tanah semakin meningkat, sedangkan persediaan tanah sangat terbatas.
Pentingnya tanah sering kali mengakibatkan konflik di masyarakat dengan ditandai terjadinya
konflik pertanahan, yakni perselisihan pertanahan di antara orang perseorangan, kelompok,
golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang telah berdampak luas secara
sosiopolitis. Berbagai permasalahan dan isu konflik pertanahan Indonesia disebabkan banyak
sekali pihak yang sering yang melakukan penyelewangan tanah dengan istilah porpulernya
„mafia tanah‟. “Maraknya mafia tanah ini menunjukkan bahwa tanah menjadi komunitas

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 118


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

investasi ekonomi yang tinggi dan menjanjikan sehingga menarik minat tertentu untuk memiliki
dan menguasainya dengan berbagai cara sehingga mengakibatkan adanya pelanggaran
hukum, sengketa, dan konflik di bidang pertanahan”

Bahwa berdasarkan pernyataan para pejabat negara dan penegak hukum tersebut diatas
maka dapat kita ketahui bersama bahwasanya penanganan pemberantasan mafia tanah telah
dibentuk satuan tugas atau yang dikenal dengan sebutan Satgas Mafia Tanah yang mana satgas
tersebut terdiri dari pihak Kepolisain, Kejaksaan dan pihak BPN mulai dari tingkat wilayah
Kabupaten/Kota dan Provinsi hingga sampai dengan tingkat Pusat. Sehingga dengan
dibentuknya satgas mafia tanh tersebut kitah harapkan kejahatan mafia tanah dapat
dihilangkan.

PENEGAKAN HUKUM PIDANA DALAM MEMBERANTAS MAFIA TANAH


Sebelum kita berbicara penegakan hukum pidana ada baiknya kita memahami terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan hukum pidana itu sendiri, menurut beberap sarjana hukum
memberikan pengertian hukum pidana adalah sebagai berikut:
Pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, adalah bagian daripada keseluruhan hokum
yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,yang
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut;
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-laranagn itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
tercantum;
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabilah ada orang yang disangka tela menggar laranga tersebut.
Sedangkan menurut Babang Poernomo, mendifinisikan hukum pidana adalah:
1.Hukum Positif;
2.Hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang
kesalahan bagi si pelanggarnya (subtansi hukum pidana);
3.Hukum yang menentukan tentang pelaksanaan subtansi hukum pidana (hukum acara
pidana)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 119


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Sedangkan Lamintang, memberikan pengertian hukum pidana positif adalah hukum


pidana yang berlaku di dalam garis-garis perbatasan suatu negara atau suatu masyarakat hukum
umum tertentu pada waktu yang tertentu.

Menurut C.S.T.Kansil, hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung
normanorma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kejahatankejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.

Berdasarkan definisi hukum pidana diatas maka hukum pidana dapat dimaknai sebagai
aturan–aturan hukum yang mengatur tentang kejahatan-kejahatan serta pelanggaran yang
apabila hal tersebut dilanggar maka akan dikenakan sanksi terhadap pelaku kejahatan tersebut
berupa sanksi pidana penjara dan juga denda.

Bahwa terbongkarnya kasus mafia tanah yang dialami oleh artis Nirina Zubir yang sempat
menggegerkan masyarakat luas karena berita tersebut banyak dimuat oleh media berita baik
cetak maupun online, dalam konferensi pers di Jakarta, pada hari Rabu tanggal 17-112021,
Nirina Zubir menjelaskan kronologi peristiwa yang menyebabkan kerugian sekitar Rp
17.000.000.000. (Tujuh belas miliar rupiah) tersebut yang dikutip dari media online
Kompas.com yang merangkum beberapa hal yang disampaikan keluarga Nirina Zubir terkait
masalah tersebut.

Dalam perkara tersebut Pelakunya adalah asisten rumah tangga (ART) keluarga Nirina
Zubir khususnya mendiang ibundanya, Cut Indria Marzuki yang menjadi korban mafia tanah.
Tindakan kriminal itu dilakukan asisten rumah tangganya yang telah bekerja kepada ibunya
sejak tahun 2009 yang lalu. Pelaku tersebut bernama Riri Khasmita. Pelaku Diduga ART-nya
menurut Nirina Zubir kejadian tersebut awalnya ibu saya merasa suratnya hilang, lalu ibunya
minta tolong kepada asisten rumah tangga pada 2009 untuk diurus suratnya. Namun alih-alih
diurus, surat tersebut disalahkan gunakan dengan mengubah nama kepemilikan. Hal tersebut
ia sampaikan pada saat Nirina Zubir dalam jumpa pers yang digelar di kawasan Cipete Jakarta
Selatan.

Diketahui bahwasanya secara diam-diam pelaku menukar surat tanah dengan nama
mereka sebanyak 6 sertifikat tanah. Pelaku yang bernama Riri Khasmita bekerja sama dengan
suaminya serta pihak oknum Notaris PPAT untuk melancarkan tindakan itu.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 120


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Ada enam sertifikat yang diubah memakai namanya ART Diduga merubah 6 (enam)
Kepemilikan Sertifikat Tanah Milik Ibunda. Adapun enam sertifikat itu antara lain adalah dua
sertifikat tanah kosong yang sudah dijual. Kemudian ada empat sertifikat tanah dan bangunan
yang sedang diagunkan ke bank. Enam surat ditukar sama mereka, sebagian diagunkan ke bank,
dan sebagian lagi dijual dan dugaan uangnya dipakai untuk bisnis ayam frozen yang sudah
punya 5 cabang.

Akibat hal tersebut pihak korban Nirina Zubir mengalami banyak kerugian jika ditotal
kerugian tersebut hingga mencapai Rp. 17.000.000.000. (tujuh belas miliar rupiah) untuk itu
pihak korban berharap semua tanah tersebut dapat dikembalikan kepada piahak ahli waris.

Awal terbongkar kasus mafia tanah yang dialami oleh kelarga Nirina Zubir bermula dari
keterangan kakak Nirina Zubir yang bernama Fadlan Karim memberikan penjelasan awal kasus
tersebut mulai tercium berawal ditahun 2017 dimana ibunya mengatakan bahwa aset-asetnya
itu berkasnya hilang. Setelah ia tanya lebih lanjut kepada ibunya mengatakan untuk surat
tersebut sudah ada yang mengurusnya yaitu Riri Khasmita (ART).

Kemudian pada tahun 2019 saat ibunda mereka meninggal dunia lalu Fadlan Karim
kembali menanyakan nasib sertifikat itu namun tak kunjung mendapat jawaban pasti sampai
keluarga besar Nirina mendatangi kantor Notaris dan mulai menemukan hal yang janggal.

Maka seiring berjalannya waktu mereka mengumpulkan bukti-bukti sampai akhirnya


melapor kan permasalahan tersebut kepihak kepolisian.

Bahwa menindak lanjuti laporan dari pihak korban Polisi dalam hal ini penyelidikan
tersebut yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2844/VI/SPKT
PMJ. Tahun 2021 maka dalam hasil perkembangan penyidikan tersebut pihak kepolisian telah
menetapkan 5 (lima) orang sebagai tersangka atas kasus mafia tanah ini.

Mereka adalah Riri Khasmita (ART), suaminya Edrianto, pihak Notaris PPAT Farida, Ina
Rosaina dan Erwin Riduan. Dan Tiga tersangka yakni Riri Khasmita, Edrianto dan Farida
sudah ditahan oleh pihak Kepolisian, sementara dua yang lainnya belum datang memenuhi
panggilan polisi.

Dari kasus yang menimpa keluarga artis Nirina Zubir tersebut jika kita perhatikan bersama
bahwasanya pelaku mafia tanah tersebut adalah orang kepercayaan keluarganya sendiri dalam

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 121


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

hal ini dilakukan oleh asisten rumah tangga beserta suaminya dengan bekerja sama dengan
pihak Notaris sehingga aksi tindak pidana tersebut dapan berjalan dengan lancar.

Namun demikian serapi apapun kejahatan maka hal tersebut cepat atau lambat kejahatan
tersebut pasti akan terbongkar juga. Hal itu dapat kita liat dari contoh kasus yang dialami oleh
keluarga artis Nirina Zubir. Untuk itu perlu kehati-hatian bagi korban adalah upaya yang
pertama guna mencegah terjadinya korban mafia tanah.

Sebelum ramai pemberitaan kasus mafia tanah yang dialami oleh artis Nirina Zubir.
Ibunda mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, juga pernah menjadi korban
mafia tanah.

Menurut Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kunia, mengungkap masih banyaknya
pekerjaan rumah dari Kementerian ATR/BPN. Lebih lanjuit ia mengatakan menurutnya kasus
yang dialami Ibunda mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal ini gejala gunung
es, yang sebetulnya masih banyak sekali. karena banyak sekali, saya menyerahkan ada 6 peti
semua aspirasi masalah pertanahan yang tidak selesai.

Dari apa yang telah disampaikan oleh ketua komisi II DPR RI yang merupakan mitra kerja
Kementerian ART/BPN tersebut dapat dimaknai bahwasanya permasalahan kasus mafia tanah
tersebut adalah permasalahan yang sudah lama terjadi didalam masyarakat kita sehingga yang
muncul kepermukaan itu adalah mereka yang merupak tokoh masyarakat yang dikenal oleh
khalayak ramai sehingga kasus tersebut dapt menjadi perhatian secara khusus oleh aparat
penegak hukum dan pemerintah dalam hal ini Kementrian ART/BPN.

Sehingga masih banyak kasus-kasus terkait dengan korban mafia tanah tersebut yang
belum dapat diungkap oleh aparat penegak hukum kita atau dengan kata lain masih banyak
kasus korban mafia tanh yang belum terangkat oleh pemberitaan media sehingga permasalahan
tersebut tidak diketahui oleh khalayak ramai dan hanya mereka yang menjadi korban sajalah
yang mengetahui dan menghadapinya. Untuk itu kedepan perlu adanya suatu langkah-langkah
secara struktural dan menyeluruh sehingga kedepan permasalahan mafia tanah ini dapat di atasi
dengan baik sehingga dapat dihilangkan.

Bahkan majalah Gatra menulis secara khusus tentang mafia tanah yang diterbitkan pada
tanggal 9-15 Desember 2021 majalah Gatra dengan lantang menulis Judul tentang “ Jaringan

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 122


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Naga Dan Mafia Tanah Banten ” lebih lanjut dalam tulisan tersebut dikatakan mafia tanah di
kawasan pantai utara Kabupaten Tangerang merajalela menabrak aturan dalam mencaplok
lahan ribuan hektare milik warga melibatkan banyak pihak, dari Kepala Desa, Notaris, Oknum
BPN, Penegak Hukum, Hingga Pengadilan.

Dari pemberitaan majalah Gatra tersebut dapat kita ketahui bahwasanya jaringan mafia
tanah juga melibatkan para pengusaha besar hingga Kepala Desa, Notaris Oknum BPN,
Penegak Hukum dan juga Pengadilan. Dengan kata lain jaringan mafia tanah telah merambah
disegala lini mulai dari pengusaha dan penguasa hingga oknum penegak hukum dan termasuk
pengadilan. Bahkan menurut Politisi Patrice Rio Capella, mengatakan dalam seminar nasional
di gedung GBHN komplek MPR/DPR RI pada hari Selasa tanggal 14 Desember 2021
bahwasanya jaringan mafia tanah itu sendiri sudah sampai kelingkaran istana negara. Sehingga
menurutnya untuk memberantas mafia tanah tidak bisa dengan cara-cara yang bisa melainkan
harus dengan cara-cara yang sebagaimana digunakan oleh pelaku mafia tanah itu sendiri untuk
itu ia menyarankan agar pemberantasan mafia tanah ini langung di ambil alih dan dikomandoi
oleh Presiden secara langsung.

Berdasarkan Data Penyelesaian Target Satgas Mafia Tanah TH 2021 Mabes Polri yang
ditangani adalah sebagai berikut:
Jumlah To 69 Perkara.
Selesai P21 33 Perkara.
SP3 6 Perkara.
Proses Lidik 4 Perkara.
26 Perkara. 26 Perkara
Berdasarkan data satgas mafia tanah Mabes Polri tahun 2021 diketahui bahwasanya
jumlah tersangka mafia tanah yang ditangani oleh Mabes Polri sebanyak 69 perkara dan yang
telah selesai P21 berkas yang telah dilimpahkan ke Kejaksan untuk di sidangkan ke Pengadilan
dan 6 perkara yang di SP 3 (Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyidikan) dan proses siidik
sebanyak 4 perkara dan proses sidik sebanyak 26 perkara.

MODUS-MODUS MAFIA TANAH

Menurut Anggota DPR RI Komisi II H. Guspardi Gaus, yang merupakan mitra kerja dari
Kementrian ART/BPN sebagai narasumber dalam Acara Seminar Nasioan Repleksi Akhir
Tahun Memutus Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 123


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14 Desember 2021 menjelasakan bahwasanya modusmodus


yang sering dilakukan oleh mafia tanah adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Surat hak-hak tanah yang dipalsukan.
2. Pemalsuan Warkah
3. Pemberian keterangan palsu
4. Pemalsuan alas hak
5. Jual beli fiktif
6. Penipuan atau penggelapan
7. Sewa menyewa
8. Menggugat kepemilikan tanah
9. Menguasai tanah ala preman (pendudukan lahan illegal)
10. Melakukan rekayasa perkara
11. Dan lain-lain
Lebih lanjut Menurutnya modus mafia tanah menggunakan cara-cara sebagai berikut:

1. Seolah-Olah Menjadi Pembeli


pelaku meminjam sertipikat tanah, alasannya mengecek ke Badan Peertanhan
Nasiona (BPN), setela itu, mafia tanah akan memalsukan sertipikat, menjual
tanah tanpa sepengetahuan pemilik, melibatkan oknum yang sudah disiapkan.
2. Modus Kepemilikan Girik
Sertipikat bisa dikalakan oleh girik, meski pemilik tanah memiliki sertipikat
daripada kliam kepemilikan girik
3. Melibatkan Broker Dan Oknum Notaris
Penjualan tanah dilakukan broker, beroker menipu dengan memanfaatkan
kondisi usia pemilik sertipikat tanah, broker memainkan harga jual tanah,
modusnya harga penjual AJB tidak sesuai untuk pemilik, biasanya melibatkan
oknum notaris.
4. Pemalusan Hak Atas Tanah
SK gantirugi dengan ajendam, surat keterangan tanah
5. Memakai surat kuasa palsu
Guna mengurus sertipikat pengganti atas nama pemilik sebenarnya.

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 124


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Sedangkan menurut Penyidik Tindak Pidana Utama TK. II Bareskrim Polri Brigjen Pol.
Agus Suharnoko, sebagai narasumber dalam acara seminar nasional Repleksi Akhir Tahun
Memutus Ekosistem Dan Episentrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI
hari Selasa tanggal 14 Desember 2021 Mengatakan bahwasanya modus yang dilakukan oleh
mafia tanah adalah sebagai berikut:
➢ Menggugat Kepemilikan Tanah Di Pengadilan;
➢ Penggunaan Hak Atas Tanah Yang Dianggap Tidak Bertuan;
Pemalsuan Dokumen Terhadap Objek Tanah:
1. Girik/Petruk;
2. AJB, PPJB;
3. Sertifikat Tanah;
4. Akta Waris, Ket Waris;
5. Pemalsuan Ttd dan Mafia Dokumen Lainnya

Sedangkan menurut Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah Indonesia) Supardi Kendi
Budiarjo, sebagai narasumber dalam Acara Seminar Nasioan Repleksi Akhir Tahun Memutus
Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI hari Selasa
tanggal 14 Desember 2021 mengatakan bahwasanya modus mafia tanah yang dilakukan adalah
sebagai berukut:
1. Membuat data baru dengan cara mencari data yang berhubungan dengan data korban
atau data ditempat lain didalilkan di tempat korban;
2. Melakukan transaksi dengan data baru yaitu dengan cara membuat transaksi dengan
salah satu ahli waris;
3. Mengajukan sertipikat dengan cara mendailkan Peraturan Pemerintah No.24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan memohon diri yang berkepentingan pembeli
beritikad baik.
4. Negosiasi dengan korban yaitu dengan cara kriminalisasi mencari-cari kesalahan
korban lewat proses hukum sehingga korban mau bernegosiasi.
5. Bertarung di pengadilan modus ini dilakukan oleh mafia tanah memasukan korban
ke papan catur bertarung di pengadilan yang hasilnya sudah ditentukan korban

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 125


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

menang tingkat I (Pengadilan Negeri) Tingakt II Pengadilan Tinggi namun


dieksekusi MA dan jika korban menang, sulit untuk di Eksekusi

Sedangkan menurut pakar hukum tanah Universitas Kristen Indonesia Aattje Tehupeiory,
sebagai narasumber dalam acara seminar nasioan Repleksi Akhir Tahun Memutus Ekosistem
Dan Episentrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14
Desember 2021 mengatakan banyak modus yang dilakukan oleh para mafia tanah, penyebab
mafia tanah ini dapat beraksi sebab tidak akuratnya data-data kepemilikan tanah antara yang
tercatat di RT, RW, Kelurahan, Kantor Pajak, BPN. Ini dilakukan dengan persekongkolan
jahat, sehingga menimbulkan sengketa dan perkara pertanahan di masyarakat dan kelemahan
ini bisa terjadi adanya celah pendataan tanah-tanah di Indonesia yang belum akurat sehingga
menimbulkan tumpang tindih kepemilikan tanah, sengketa, konflik tanah dan lain sebagainya.

Jadi dari pemaparan para ahli diatas maka dapat diartikan bahwasanya modus mafia tanah
yang digunakan berbagai macam cara mulai dari penipuan dan pemalsuan data, sertifikat, tanda
tangan dan bekerja sama dengan oknum penegak hukum, Notaris, oknum ART/BPN serta
oknum pengadilan. Sehingga dapat diartikan modus mafia tanah sangat sistematis dan
terencana dan terorganisir bahkan jaringan mafia tanah telah masuk kedalam lingkaran istana
negara. Untuk itu perlu upaya yang ekstra dan khusus juga terorganisir dalam hal melakukan
pemberantasan mafia tanah.

KENDALA PENEGAKAN HUKUM PIDANA


Menurut Penyidik Tindak Pidana Utama TK. II Bareskrim Polri Brigjen Pol. Agus
Suharnoko, menjelaskan bahwasanya dalam melakukan proses penegakan hukum terhadap
mafia tanah terdapat kendala yang dialami oleh pihak penyidik dalam mengungkap mafia tanah
yang permasalahannya tersebut digambarkan dalam table dibawah ini:

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 126


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

No PERMASALAHAN AKIBAT YG DIHARAPKAN


1 DLM TAHAP PENYELIDIKAN: Tidak mendapatkan Pejabat BPN tetap
a. Seringkali pejabat BPN belum hasil yg maksimal terbuka sbg mana
dapat memberikan data dan informasi dalam menentukan MOU yg sudah ada
terkait dengan warkah penerbitan ada/tidaknya pidana untuk dapat
Sertifikat; karena tidak ada memberikan akses
b. Sulit mendapatkan akses untuk informasi dan data data-data mulai dari
cek lokasi dan pengembalian batas oleh dari BPN; tahap lidik;
pihak Kantah dan dikenakan biaya Proses lidik dan sidik Untuk kepentingan
sesuai dgn luasan obyek tanah; menjadi lambat dan proses lidik sidik,
c. PPAT/Notaris, belum dapat memerlukan biaya tidak seharusnya
memberikan informasi dan data tinggi, karena dlm dibebankan biaya
sebelum proses sidik; proses lidik sidik pengukuran dan atau
tidak ada anggaran
pengembalian batas.;
khusus pengembalian
PPAT/Notaris dapat
batas
Tidak mendapatkan memberikan akses
hasil yg maksimal untuk dpt berikan
dlm menentukan data yg diperlukan
ada/tidaknya pidana dalam proses lidik
karena tidak ada dan jgn berlindung
informasi dan data dgn UUJN;
dari PPAT/Notaris
2 DLM TAHAP SIDIK; a. Kantah dalam Proses sidik menjadi Tidak perlu ijin
memberikan warkah perlu ijin lama dan tidak dpt Kanwil, karena sudah
Kanwil,shg memerlukan waktu yg segera memberikan ada MOU dan Satgas
cukup lama b. Warkah sering kali kepastian hukum Mafia Tanah,
dinyatakan hilang oleh Kantah; c. Sulit Tidak mendapatkan sehingga lebih
memanggil PPAT yang juga sebagai alat bukti dan mempercepat proses
Notaris menyulitkan proses sidik Dalam
penyidikan Perlu pengamanan warkah
menunggu ijin MKN, di BPN, perlu adanya
sehingga
petugas khusus yg
menghambat proses
sidik menangani shg tidak
mudah dikatakan
hilang BPN dapat
mengingatkan kpd
para PPAT untuk
tidak berlindung di
UUJN ketika dlm
kapasitasnya sbg
PPAT

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 127


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

Dari data table diatas dapat disimpulkan bahwasanya penegakan hukum pidana oleh pihak
kepolisian dalam memberantas mafia tanah terdapat kendala-kendala yaitu :
a. Seringkali pejabat BPN belum dapat memberikan data dan informasi terkait degan warkah
penerbitan Sertifikat;
b. Sulit mendapatkan akses untuk cek lokasi dan pengembalian batas oleh pihak pertanahan
dan dikenakan biaya sesuai degan luasan obyek tanah;
c. PPAT/Notaris, belum dapat memberikan informasi dan data sebelum proses sidik;

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan


bahwasanya pemberantasan mafia tanah dengan menggunakan instrumen hukum pidana
merupakan metode yang tepat karena dapat dengan cepat membongkar kejahatan mafia tanah
namun demikian masih harus banyak perbaikan serat penguatan dan harus melibatkan semua
pihak baik aparat penegak hukum dan Kementerian ART/BPN serta juga pihak Kementerian
lainya yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Modus tindak pidana mafia tanah dalam melakukan kejahatannya menggunakan berbagai
macam cara dilakukannya diantaranya yang dilakukan oleh mafia tanah adalah sebagai berikut:
1. Memalsukan Dokumen Terhadap Objek Tanah berbentuk Girik/Petruk; sertipikat,
AJB, PPJB; Sertifikat Tanah; Akta Waris, Ket Waris; Pemalsuan Tanda tangan.
2. Membuat data baru dengan cara mencari data yang berhunguan dengan data korban
atau data ditempat lain didalilkan di tempat korban;
3. Melakukan transaksi dengan data baru yaitu dengan cara membuat transaksi dengan
salah satu ahli waris;
4. Menggugat Kepemilikan Tanah Di Pengadilan dan bekerja sama dengan pihak
Pengadilan;
5. Jual beli fiktif
6. Penipuan atau penggelapan
7. Sewa menyewa
8. Menguasai tanah ala preman (pendudukan lahan illegal)
9. Melakukan rekayasa perkara
10. Melibatkan Broker Dan Oknum Notaris
11. Bekerja sama dengan aparat penega hukum dan onkum BPN

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 128


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

12. Tidak akuratnya data-data kepemilikan tanah antara yang tercatat sehinga membuka
celah bagi mafia tanah

SARAN
Bahwa berdasarkan penelitian tersebut maka peneliti menyarankan sebagai berikut :
1. Kedepannya agar pemerintah bersama-sama dengan DPR RI untuk segera
membuat perturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Pemberantasan Mafia Tanah sehingga penanganan pemerantasan kejahatan
mafia tanah kedepan dapat dihilangkan.

2. Melakukan pengawasan secara ketat terhadap semua objek tanah yang ada
baik itu berupa fisik tanah maupun berupa surat tanah yang tersimpan di
kantor ART/BPN sehingga kedepan tidak ada lagi oknum pegawai ART/BPN
yang menyalahgunakan kekuasaannya yang hal tersebut tentu menjadi celah
masuk bagi mafa tanah untuk melakukan kerjasama dengan oknum tersebut.

3. Memperkuat Institusi Polri dalam melakukan pemeriksaan yang terkait


dengan kejahatan mafia tanah dan memberikan penghargaan bagi aparat
penegak hukum dan pihak-pihak lainnya yang telah berhasil mengungkap dan
membongkar perkara-perkara mafia tanah.

4. Membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Mafia Tanah sehingga


penegakan hukum terhada para pelaku mafia tanah dapat diberantas.

REFERENSI
Aattje Tehupeiory, Disampaikan pada Seminar Nasional dengan judul Repleksi Akhuir
Tahun Memutus Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek
MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14 Desember 2021.
Ahmad Basarah, Kata Pengantar oleh Wakil Ketua MPR Disampaikan pada Seminar
Nasional dengan judul Repleksi Akhuir Tahun Memutus Ekosistem Dan Epsintrum
mafia tanah di Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14
Desember 2021. Ibid seminar nasioanl
Andi Hamzah, Delik-Delik Terentu (Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta: Universitas
Trisakti, 2011
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 129


Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bina Bangsa
Volume 2 Nomor 1 Januari 2022
DOI Issue: 10.46306/rj.v2i1

C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Humum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1986
GATRA, Jaringan Naga Dan Mafia Tanah Banten, Edisi Tanggal 9-15 Desember 2021
H. Guspardi Gaus, Anggota DPR RI Komisi II. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan
judul Repleksi Akhuir Tahun Memutus Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di
Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14 Desember 2021.
https://id.wikipedia.org/wiki/Feodalisme, diunduh tanggal 10 November 2021.
https://news.detik.com/berita/d-5369360/ibu-dino-patti-djalal-dijarah-mafia-tanah-komisi-
iiungkap-pr-bpn, diunduh tanggal 11 Februari 2021
https://www.kompas.com/hype/read/2021/11/18/090527066/keluarga-nirina-zubir-
jadikorban-mafia-tanah-pelakunya-art-hingga-rugi-rp?page=all, diunduh tanggal 18
November 2021.
Internet:
Keputusan Bersama Kabareskrim Dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan
Ruang Dan Tanah No.: B/01/V/2018/Bareskrim - 34/SKB - 800/V/2018 tanggal 8
Mei 2018 Tentang Satgas Pencegahan Dan Pemberantasan Mafia Tanah.
Majalah:
Moeljantno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002
Nota Kesepahaman Antara Kementerian ATR/BPN Dengan Polri tanggal 17 Maret 2017 No.
3/SKB/III/2017 dan B/26/III/2017 Tentang Kerma di Bidang Agraria/Pertanahan
dan Tata Ruang.
P.A.F.Laminatang, Dasar-Dasar hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
1997
Patrice Rio Capella, Disampaikan pada Seminar Nasional dengan judul Repleksi Akhuir
Tahun Memutus Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek
MPR/DPR RI hari Selasa tanggal 14 Desember 2021.
Pedoman Kerja Antara Kementerian ATR dengan Polri tanggal 12 Juni 2017 No. 26/SKB -
900/VI/2017 dan 49/VI/2017 Tentang Kerjasama di Bidang Agraria/ Pertanahan Dan
Tata Ruang.
Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Seminar Nasional:
Sorerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Uviersitas Indonesia, 2008
Supardi Kendi Budiarjo, Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah Indonesia).
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan judul Repleksi Akhuir Tahun Memutus
Ekosistem Dan Epsintrum mafia tanah di Gedung GBHN Komplek MPR/DPR RI hari
Selasa tanggal 14 Desember 2021.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang –Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang–Undang:

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.28 130

Anda mungkin juga menyukai