2 PB
2 PB
545
Volume 6, Nomor 2, Halaman 545-553 ISSN: 2528-0767
http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk e-ISSN: 2527-8495
545
Copyright © 2021 Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Urgensi keberadaan pengaturan larangan ... 546
Ketentuan larangan land reform dalam Pasal Kepemilikan lahan pertаniаn secаrа
10 ayat (3) UUPA dan sebagai pelaksanaannya, Absentee/Guntаi diatur dan diawasi oleh
telah dibentuk Peraturan Pemerintah pengganti Badan Pertаnаhаn Nasional (BPN). BPN
Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang dalam mengawasi lahan pertanian Absentee
Penetapan Luas Tanah Pertanian. Tanah Absentee dilaksanakan secara bertingkat dimulai dari
adalah lahan subur yang rata-rata saat ini dipunyai tingkat pusat sampai tingkat kabupaten atau
oleh masyarakat desa. Pemilikan dan pengelolaan kota (Sudarsono, Narindra & Permadi, 2020).
tanah tersebut diatur menggunakan hukum adat Tanggung jawab yang dibebankan kepada BPN
dengan konsep komunal dan individual (Puri dalam memecahkan berbagai macam persoalan
& Sulastriyono, 2016). Pemilik tanah pertanian yang muncul di bidang pertanahan tentu sangat
secara Absentee bukanlah para petani, tetapi berat, sehingga dalam menjalankan tugasnya
orang-orang kota yang membeli tanah pertanian belum dapat melаksanakаn dengan efektif
sebagai sarana investasi dan dijual kembali terkait peraturan lаrаngаn kepemilikаn lahan
setelah harganya tinggi (Alam, 2014). Pemilik Absentee/Guntаi. Berdasarkan permasalahan
lahan secara Absentee/Guntai yang sangat banyak tersebut, kajian ini merumuskan masalah sebagai
di Indonesia, mengakibatkan efek yang buruk. berikut (1) pengaturan larangan kepemilikan
Efek buruk lahan Absentee yaitu akan berakibat tanah Absentee, (2) tujuan pengaturan larangan
tanah yang dibeli sebagian ditelantarkan dan kepemilikan tanah Absentee, serta (3) urgensi
tidak diolah semestinya, tanah-tanah menjadi dan relevansi pengaturan larangan kepemilikan
tidak terurus dan memberikan hambatan bagi tanah Absentee dalam reforma agraria.
pihak pemerintah desa dalam pemungutan pajak
karena pemilik tanah yang bertempat tinggal METODE
jauh dengan lokasi tanah. Jenis penelitian yang digunakan dalam
Perаn Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ kajian ini adalah yuridis normatif (normative
Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat legal research) dengan mengkaji peraturan-
dibutuhkan untuk mensosiаlisаsikan perаturаn- peraturan yang sudah ada. Pendekatan penelitian
perаturаn yаng аdа tentang lаrаngаn pemilikаn yang digunakan yaitu pendekatan legalistik
tаnаh Absentee/Guntаi kepаdа semua mаsyаrаkаt. positivis. Sumber data dalam kajian ini berupa
Tujuan sosialisasi yaitu untuk menunjаng data primer, data sekunder dan data tersier.
pelаksаnаan kegiatan lаnd reform di Indonesia. Sumber data primer yang digunakan meliputi
Fungsi dаn tujuan BPN dijelaskan dalam Pasal 3 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
ayat (10) Perаturаn Pemerintаh Nomor 10 Tаhun tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok
2006 tentаng BPN bahwa BPN mengаwаsi dаn Agraria, Undang-Undang Nomor 56 Tahun
mengendalikan penguаsааn kepemilikаn lahan 1960 tentang Penetapan Luas Tanah pertanian,
mulai awal dari tingkat pusat, provinsi sampai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964
tingkat kabupaten atau kota. Kewenаngan tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
BPN yaitu melaksanakan pengаwаsаn terhаdаp juga Pemberian Ganti Rugi, Peraturan Menteri
kepemilikan lahan Absentee/Guntаi. Pasal 197 Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 18
Perаturаn Kepаlа BPN Nomor 1 Tаhun 2014 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan
tentаng Orgаnisаsi dаn Tаtа Kerjа BPN Republik Tanah Pertanian. Data sekunder menggunakan
Indonesiа menjelaskan bahwa Direktorаt Jenderal hasil kajian terdahulu yang berhubungan dengan
Tata Ruang memiliki kewenаngan dаn tugаs peraturan larangan pemilikan tanah secara Absentee,
dаlаm melаksanakаn penyiаpаn perumusаn buku-buku tentang pengaturan keberadaan
kebijаkаn teknis, pelаksаnааn perаturаn, larangan kepemilikan tanah secara Absentee,
penetаpаn penguаsааn dаn pemilikаn tаnаh. pernyataan praktisi, pendapat akademisi. Data
Kewenangan Direktorаt Jenderal Tata Ruang tersier menggunakan bahan hukum yang lain
dijelaskan dalam Pasal 198 Huruf H meliputi seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pelаksаnааn pengawasan, review dаn lаporаn dan juga kamus-kamus hukum yang bertujuan
pelаksаnааn lаnd reform. Tugаs dаn fungsi menunjang data primer dan sekunder dengan
Direktorаt Jenderal Tata Ruang diatur juga menjelaskan pernyataan dan pengertian.
dalam perаturаn pelаksаnа dаlаm Pasal 7, Pasal
10 dаn Pasal 17 UUPA.
HASIL DAN PEMBAHASAN atau mempunyai alasan lain yang dapat diterima
oleh Menteri Agraria. Bagi pegawai negeri
Pengaturan Larangan Tanah Absentee
dan pejabat militer dalam melaksanakan tugas
Pemilik lahan pertanian dijelaskan dalam
negara, pengecualian tersebut hanya sebatas pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
kepemilikan lahan pertanian sampai luas 2/5
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
dari luas maksimum yang diatur untuk wilayah
Undang-undang tersebut mewajibkan pemilik
yang terkait menurut Undang-Undang Nomor
lahan untuk mengolah atau mengerjakan lahan
56 Tahun 1960. Kewajiban pada ayat (1) dan
pertaniannya sendiri secara rutin. Ketentuan
ayat (3) jika tidak terpenuhi, maka lahan yang
larangan tanah Absentee dijelaskan dalam
berkaitan diambil alih oleh pemerintah.
Pasal 10 UUPA bahwa pemilik tanah harus
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun
bertempat tinggal di kecamatan letak tanah,
1961 masih belum lengkap dan jelas. Penjelasan
dengan tujuan agar pemilik tanah pertanian
lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 3A sampai
dapat mengerjakan tanahnya (Herdiyanti,
dengan Pasal 3E Peraturan Pemerintah Nomor
2017). Pemilikan dan penguasaan tanah secara
41 Tahun 1964. Pasal 3A ayat (1) menjelaskan
Absentee dapat menciptakan hal-hal yang kurang
bahwa pemilik lahan pertanian yang berpindah
baik. Tanah Absentee adalah kepemilikan tanah
wilayah atau meninggalkan wilayah domisilinya
yang tempatnya di luar wilayah tempat domisili
di luar kecamatan tempat posisi tanah tersebut
pemilik lahan (Harsono, 2008). Tanah Absentee
selama 2 tahun berturut-turut dan ada pihak
dapat dikatakan sebagai tanah yang tempatnya
yang melapor kepada perangkat setempat
sedikit jauh dengan pemilik lahannya.
yang berwenang, maka dalam jangka waktu
Pelarangan tanah Absentee terhadap lahan
setahun terhitung mulai habisnya jangka waktu
pertanian juga diatur dalam Pasal 3 Peraturan
dua tahun diharuskan untuk mengalihkan hak
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. Pasal
milik atas lahannya kepada pihak lain yang
3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 224
berdomisili di kecamatan letak tanah tersebut.
Tahun 1961 menjelaskan bahwa pemilik lahan
Pasal 3A ayat (2) menjelaskan bahwa jika
pertanian yang berdomisili diluar kecamatan letak
pemilik lahan yang tercantum dalam ayat (1)
tempat lahannya, dalam kurun waktu 6 bulan
berpindah tempat atau meninggalkan wilayah
wajib mengalihkan hak atas tanahnya tersebut
domisilinya keluar kecamatan wilayah letak lahan
kepada pihak lain. Pengalihan tersebut bisa di
pertanian, sedangkan pemilik lahan tidak melapor
kecamatan wilayah letak tanah atau dipindah
kepada perangkat setempat yang mempunyai
ke kecamatan sesuai dengan posisi tanah.
wewenang, maka dalam kurun waktu dua tahun
Kewajiban dalam ayat (1) tersebut dijelaskan
diharuskan untuk mengalihkan hak milik atas
kembali dalam ayat (2) bahwa kewajiban
lahannya kepada pihak lain yang berdomisili
tidak berlaku lagi bagi pemilik lahan yang
di kecamatan letak lahan tersebut.
mempunyai tempat tinggal di kecamatan yang
Hak atas lahan pertanian di luar tempat
bersebelahan dengan kecamatan posisi tanah,
domisili dijelaskan dalam Pasal 3C ayat (1)
jika jarak antara tempat tinggal serta lahannya
bahwa jika seorang mempunyai hak atas lahan
dekat masih dimungkinkan dapat mengelola
pertanian di luar kecamatan yang diperoleh dari
tanah tersebut secara maksimal.
waris, maka dalam kurun waktu setahun terhitung
Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah
mulai pihak pewaris meninggal diharuskan
Nomor 224 Tahun 1961 menjelaskan bahwa
untuk mengalihkan kepada pihak lain yang
tidak membatasi aturan pada ayat (2) jika
berdomisili di kecamatan posisi lahan pertanian.
pemilik lahan pindah tempat atau meninggalkan
Pasal 3D menjelaskan larangan menggunakan
tempat domisilinya ke luar kecamatan tempat
semua bentuk pemindahan hak baru atas lahan
posisi lahan selama 2 tahun berturut-turut, wajib
pertanian yang mempunyai akibat pemilik
mengalihkan hak milik atas lahannya kepada
lahan yang berkaitan yang memiliki sebidang
pihak lain yang berdomisili di kecamatan tersebut.
tanah di luar kecamatan tempat domisili. Pasal
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) dijelaskan dalam
3E menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
ayat (4) yang menjelaskan bahwa sudah tidak
ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 3A
diberlakukan bagi pihak-pihak yang menjalankan
sampai Pasal 3D baik tanah maupun pemilik
tugas negara, menjalankan kewajiban agama
tanah yang berkaitan dikenakan ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 3 ayat (5) dan ayat (6) tenaga, tanggung jawab dan semua resikonya,
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. akan tetapi hanya menerima sebagian dari
Berhubungan dengan pelaksana larangan perolehan yang dikelola (Abdurahman, 2016).
kepemilikan tanah secara Absentee/ Guntai, tidak Pemilik tanah yang tidak mengelola lahannya
selalu diadakan hubungan dengan redistribusi tanpa menampung semua resiko dan tidak
lahan pertanian yang dilaksanakan oleh negara. mengeluarkan tenaganya mendapat keuntungan
Penjelasan dalam pasal-pasal tersebut belum yang lebih besar dari bagian tanahnya.
diatur secara tegas terkait persyaratan seseorang Tanah secara Absentee mengakibatkan
dapat memiliki lahan pertanian di kecamatan kesejahteraan sosial semakin rendah, pemilik
dalam tempat tinggal pemiliknya (Mukti, 2010). tanah terus bertambah kaya dan para petani
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun ataupun masyarakat miskin akan terus menderita.
1961 tidak membuat persyaratan yang dibutuhkan Hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan land
untuk menetapkan kebenaran dari tempat reform yang diadakan di Indonesia. Tujuan land
seseorang. Hal tersebut memunculkan ruang reform yaitu untuk meningkatkan pendapatan
untuk menyebabkan penyelewengan hukum agar dan taraf hidup para petani pengolah lahan
seorang atau pihak dapat memiliki lahan secara dan sebagai dasar mengadakan pembangunan
Absentee. Peraturan tersebut sampai sekarang ekonomi menuju masyarakat yang adil dan
belum dilaksanakan perubahan. Penyelewengan makmur berdasar Pancasila (Perangin, 1986).
yang muncul dalam melaksanakan aturan tentang Kekosongan hukum atas tidak adanya sumber
larangan pemilikan tanah secara Absentee aturan kepemilikan tanah Absentee/Guntai
mengakibatkan adanya kekosongan hukum. menjadi hambatan sendiri bagi pemerintah
untuk memfasilitasi isi tentang kepemilikan
Tujuan Pengaturan Larangan Pemilikan
Tanah Secara Absentee/Guntai tanah Absentee di dalam peraturan perundang-
Tanah pertanian pada umumnya terletak undangan.
di desa. Pemilik tanah secara Absentee/Guntai Urgensi dan Relevansi Pengaturan Keberadaan
kebanyakan bertempat tinggal di kota. Pemilik Tanah Absentee pada Reforma Agraria
tanah pertanian secara Absentee bukan para Land reform kembali ikut dalam program
petani, tetapi orang-orang kota yang membeli utama pembaruan agraria. Pembaruan agraria
tanah pertanian sebagai sarana investasi dan tersebut dijelaskan dalam Pasal 5 TAP MPR
dijual kembali setelah harganya tinggi (Alam, RI Nomor IX/MPR/2001 bahwa salah satu
2014). Larangan pemilikan tanah secara arah kebijakan pembaruan agraria yaitu (a)
Absentee bertujuan agar hasil yang didapat melakukan penataan penguasaan, kepemilikan,
dari pengelolaan tanah dapat dinikmati oleh penggunaan serta pemanfaatan tanah (land
masyarakat setempat, bukan pemilik tanah yang reform) yang adil dengan melihat atas pemilikan
bertempat tinggal di daerah penghasil (Harsono, tanah oleh masyarakat serta (b) mengadakan
2006). Tujuan disahkannya suatu peraturan pencatatan pertanahan dengan menginventaris
perundang-undangan salah satunya yaitu untuk dan meregistrasi penguasaan, kepemilikan,
memberikan perlindungan hukum (Handayani & penggunaan serta memanfaatkan lahan secara
Yusriyadi, 2019). Pengaturan tersebut bertujuan menyeluruh dan sistematis dalam upaya
untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup pelaksanaan land reform. Besarnya kerugian
para petani penggarap tanah. pemilik bekas lahan Absentee ditentukan oleh
Kepemilikan tanah secara Absentee masih panitia land reform daerah tingkat II yang
terus berlangsung, meskipun larangan pemilikan berkaitan atas hal penghitungan jumlah hasil
tanah secara Absentee sudah ditegaskan bersih rata-rata selama 5 tahun terakhir yang
dalam peraturan perundang-undangan. Akibat ditentukan tiap hektar.
kepemilikan tanah secara Absentee/Guntai Perhitungan golongan kelas tanah memiliki
yaitu pada pengelolaan yang tidak efektif, baik ketentuan yang dijelaskan dalam Pasal 6 ayat
terkait penyelenggaraan, pengawasan, perolehan (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964
hasilnya, juga dapat berakibat pada sistem- bahwa jika harga tanah menurut penghitungan
sistem pengisapan (Butarbutar, 2015). Tanah lebih tinggi dari harga biasa, maka harga
Absentee juga merugikan para petani yang tersebut digunakan untuk menentukan ganti
mengelola tanah milik pihak lain dengan sekuat rugi. Penggolongan kelas tanah menggunakan
perhitungan yaitu (a) luas 5 Ha yang pertama, (Fatimah, 2015). Pemberlakuan reforma agraria
tiap hektar 10 kali hasil bersih selama 1 tahun, kemudian perlu untuk mencakup, setidaknya lima
(b) luas 5 Ha yang kedua, ketiga dan keempat prasyarat, yakni (a) kemauan politik, (b) data
tiap hektar 9 kali hasil bersih tiap tahun, dan (c) agraria yang lengkap, (c) organisasi petani yang
luas selebihnya tiap hektar 7 kali hasil bersih kuat, (d) terpisahnya para politikus dan bisnis,
dalam 1 tahun. Ganti kerugian diberikan sebesar dan (e) dukungan dari militer (Isnaeni, 2017).
10% dalam jumlah uang tabungan di Bank dan Reforma agraria setelah berhasil dilakukan, perlu
sisanya berupa Surat Hutang Landreform (SHL). dilengkapi dengan program-program pendukung
SHL memiliki bunga 3% dalam satu tahun. produksi hasil petani dan pengawasan untuk
Pasal 7 ayat (1) dan ayat (4) menjelaskan bahwa menguatkan unit hasil ekonomi.
selama pemilik tanah belum juga mengambil Reforma agraria pada masa Presiden
uang di Bank mendapatkan bunga 3% satu Joko Widodo berupa redistribusi tanah atau
tahun. Perubahan bunga dijelaskan dalam aset kepada masyarakat dengan melepaskan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun wilayah hutan sebanyak 4,1 juta Ha serta
1964 bahwa yang semula bunga 3% menjadi tanah terlantar dan bekas Hak Guna Usaha
5% setahun. (HGU) sebanyak 0,4 juta Ha. Legalisasi lahan
Pemberlakuan jumlah ganti kerugian untuk berupa pengukuran sertifikat hak tanah di area
objek-objek land reform juga diatur dalam transmigrasi sebanyak 0,6 juta Ha dan sertifikasi
Peraturan Direktorat Jenderal Agraria Nomor tanah masyarakat sebanyak 3,9 juta Ha. Tanah
4 Tahun 1968 yang diberikan ganti rugi kepada objek reforma agraria memiliki permasalahan,
bekas pemilik pada Tahun 1968 akan dibatasi sehingga perlu ada solusi yang diatur didalam
sampai Rp 50.000,00. Ketentuan pemberlakuan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) reforma
pembayaran ganti kerugian berdasar tahap agraria yang bertujuan untuk menata kembali
keutamaan meliputi (a) bekas pemilik yang tanah tujuan agraria di Indonesia. Penataan tersebut
kelebihan kurang dari 2 Ha, (b) bekas pemilik dimulai dengan dibentuknya Undang-Undang
yang tinggal di daerah yang mencakup tanah Nomor 8 Tahun 1954 tentang Pemakaian Tanah
lebih kecil, (c) bekas pemilik yang lahannya dan diikuti juga dengan dikeluarkan peraturan
pernah diredistribusi, (d) bekas pemilik yang perundang-undangan tentang nasionalisasi
juga terkena larangan Absentee (Mujtahidah, perusahaan milik belanda. Peraturan tersebut
2018). Sejak UUPA 1960 dibentuk di Indonesia, menjelaskan bahwa petani dapat mengambil
terjadi kesalahpahaman panitia pelaksanaan tanah bekas pabrik Belanda tempat para petani
terkait urgensi reforma agraria sebagai unsur bekerja.
perubahan sosial. Berlakunya UUPA menjadi Rancangan undang-undang pertanahan akan
salah satu kendala pelaksanaan reforma agraria dijadikan sebagai pengaturan hasil dari Undang-
Tahun 1961 sampai 1964. Kegagalan reforma Undang Pokok Agraria (UUPA) yang lebih tepat
agraria disebabkan oleh panitia pelaksana sasaran. Rancangan undang-undang pertanahan
itu sendiri dan kurangnya dukungan serta tersebut mendapat banyak kritikan, karena
pengawasan dari perkumpulan petani karena dianggap tidak mempunyai power serta pikiran
masih mengacu kepada para pemilik lahan. dasar yang sama dengan UUPA. Ada beberapa
Hal ini menunjukkan bahwa program reforma pasal yang menjadi ruang hilangnya kedaulatan
agraria bukan hanya membutuhkan Political negara atas tanah di Indonesia. Disahkannya
Will dari badan-badan pemerintah, akan tetapi rancangan undang-undang pertanahan tersebut,
dibutuhkan unsur paksaan dari pemerintah dapat menjadi dasar legalitas penghapusan
(Government Compulsion). hak-hak masyarakat atas tanah (Azzahra, 2019).
Reforma agraria hingga sekarang tidak Rancangan undang-undang pertanahan dapat
mungkin dilaksanakan, karena begitu berat masalah memudahkan kepemilikan serta mengelola
yang muncul dari akibat tanah. Penyebab terjadinya tanah oleh orang pribadi maupun subyek lainnya.
permasalahan terkait tanah adalah kemiskinan Terlebih lagi salah satu isi pasal draf rancangan
yang tidak segera diatasi dapat berdampak pada undang-undang tersebut mengancam masyarakat
negara. Reforma agraria menjadi jalan yang atau para petani yang sedang memperjuangkan
ditempuh untuk mengakhiri kesewenangan- tanahnya dengan ancaman pidana dan denda
wenangan serta membuat kesejahteraan ekonomi
Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Sudarsono, Narindra, H., & Permadi, I. (2020).
Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Pengaturan Zona Nilai Tanah sebagai Dasar
Penguasaan Tanah Pertanian. Berita Penilaian Tanah oleh Badan Pertanahan
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nasional. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Nomor 605. Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(1),
66-74.