Anda di halaman 1dari 2

NAMA : DANIEL ULURDITY

NPM : 12174201220011

KLS : A (HUKUM)

TUGAS : HUKUM LINGKUNGAN

HUTAN ADAT YANG DIJADIKAN SEBAGAI

HUTAN PELINDUNG MASYARAKAT

Puluhan warga negeri sabuai memprotes atas penyerobotan hutan adat dan dugaan
pembalakan kayu di hutan gunung Ahwale oleh perusahan CV sumber berkat makmur
(SBM). Hal ini terjadi karena pihak perusahan berisikeras dan tetap menorobos hutan ada
ada. Oleh karena itu aksi masyarakat semata-mata untuk membela hak-hak atas hutan dan
gunung yang dirampas oleh perusahan. hutan itu sangat sakaral karena terdapat kuburan
leluhur, bahkan lokasi itu adalah kampung lama warga sabui. Padahal warga negeri sabuai
tidak memberikan izin perusahan Eksploitasi di hutan tersebut. Mereka hanya memberikan
tiga lahan, yaitu; Hutan Wasaba, Mayaram, dan Ihatollus. masyarakat tegas menyuruh para
pekerja SBM angkat kaki dari hutan mereka. Usai aksi, warga kembali. Pimpinan perusahan
yang tidak terima dengan aksi ini melaporkan 26 warga ke polsek Werinama dan 2 orang
telah di tetapkan sebagai tersangka dengan tudingan aksi pemalangan perusahan peralatan
milik perusahan. Alinasi mahasiswa sabuai sudah menempuh jalur hukum dengan
melaporkanperusahan ke polres seram bagian timur. Aktivitas perusahan ini terjadi pada
beberapa negeri adat di kecamatam siwalalat, seperti negeri sabuai, Abulete Naiwelahinulin,
dan Atiahu. Terdapat data yang menjadi petunjuk bawah sumber berkat makmur benar-benar
illegal logging. Bahkan masyarakat tidak dilibatkan dalam pembahasan amdal. Perusahan
masuk dengan modus perkebunan pala. Pada September 2018, SBM mendatang 5.000 bibit
pala ke negeri sabuai selain itu, perusahan di nilai tidak sosialisasi transparan. Mereka
melakukan kesepakatan sepihak tanpa perundingan dang ganti rugi. Perusahan juga tidak
mengelola dampak sosial dan lingkungan karena pembalakan hutan, seperti diduga jadi
penyebab banjir dan longsor di sabuai pada setiap musim hujan. Ketua SBM imanuel
darusman membantah menebang diluar izin. Perusahan punya izin lengkap soal pengelolaan
hutan dan penebangan kayunmaupun penjualan hasil tembaga. Sejak beroperasi 2018, baru
muncul masalah sekarang. Dia menduga ada pihak tertentu yang menciptakan penolakan ini.
Selama perusahan beroperasi, kebutuhan masyarakat terpenuhi sesuai kesepakatan bersama.
Bahkan, ada 70 warga negeri sabuai, siwalalat, yang bekerja di perusahan. DPRD Maluku
mendesak untuk menghentikan penebangan oleh perusahan di hutan hingga legislative
bersama dinas kehutanan dan organisasi masyarakat sipil melakukan peninjauan. Keputusan
penghentikan aktivitas penebangan ini awal berasal dari usul anggota komisi II DPRD dalam
rapat dengar pendapat bersama DPRD, Dishut Maluku, Direktur SBM, Yongky
Quidarusman, serta coordinator LSM gerakan save sabuai, Usman Bugis. Upaya ini
digunakan untuk mengamankan berbagai bukti dilapangan, yang jadi objek pelaporan dari
LSM. Sejumlah anggota DPRD dalam rapat dengan pendapat menilai, SBM masuk dengan
izin perkebunan dan izin pemanfaatan kayu, hanyalah modus belaka. Hal ini berdasarkan
beberapa perusahan yang beroperasi di pulau Buru dan seram, setelah usai tebang pohon
dengan IPK, lahan dibiarkan tanpa ada perkebunan. DPRD meminta Dishut evaluasi
menyeluruh terhadap perusahan perkebunan yang mengantongi IPK, termasuk SBM.
Menurut sadli Li, kepala Dinas kehutanan (Dishut) Maluku, berdasarkan keputusan 79 bupati
SBT Nomor IUP 151/2018, CV Sumber Berkat Makmur telah diberikan izin usaha
perkebunan seluas 1,183 hektar dan lokasi ini seluruhnya berada pada areal pengguna lain
untuk pembangunan di luar bidang kehutanan, bukan kawasan hutan. Sehinga Dishut tidak
melakukan kajian amdal, tetapi hanya pengamanan hak Negara dengan pemberian izin
pengelolaan kayu kapada perusahan. APL memiliki tumbuh kayu secara alami, sehinga ada
hak-hak Negara yang harus dilindungin pada kayu berupa pembayaran revisi sumberdaya
hutan serta dana reboisasi. Untuk menagih hak Negara, perlu ada pemberitahuan izin
pemanfaatan kayu (IPK). Sesuai aturan, harus ada pertimbangan teknis dari balai
pemanfaatan hutan produktif. Melalui dasar itu, baru Dishut menerbitkan IPK. IPK juga
diterbitkan atas dasar izin perkebunan. Oleh karena itu, areal seluas 1,183 hektar itu tidak
seluruh ada potensi kayu. Melalui pertimbangan teknis Balai pengelolaan hutan produksi
(BPHP), Dishut hanya memberikan areal pemanfaatan seluas 1,079 hektar.

Anda mungkin juga menyukai