Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika

kadar sel darah merah dalam tubuh menjadi terlalu rendah (Akhirin, dkk,

2021). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau <10,5 gr% pada

trimester II. Anemia sering dijumpai dalam kehamilan kebutuhan akan zat-

zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan

sumsum tulang (Sjahriani, Faridah, 2019).

Anemia merupahkan salah satu masalah kesehatan global yang

umum dan tersebar luas serta memengaruhi 56 juta wanita di seluruh

dunia, dan dua pertiga di antaranya berada di Asia. Di negara berkembang

anemia menjadi perhatian yang serius karena dampaknya pada ibu maupun

janin berkontribusi terhadap kematian maternal (Putri, Yuanita, 2019).

Menurut WHO 2020 prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia

telah mengalami penurunan sebanyak 4,5% selama 19 tahun terakhir, dari

tahun 2000 sampai dengan tahun 2019, sedangkan di Indonesia pada tahun

2019 angka kejadian anemia pada ibu hamil meningkat 44,2% dari tahun

2015 sebesar 42,1%. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menunjukkan

bahwa di Indonesia sebesar 48,9% ibu hamil mengalami anemia

(Kementrian Kesehatan RI, 2018). Menurut data yang diperoleh dari Dinas

1
Kesehatan Provinsi Maluku, prevalensi anemia di provinsi Maluku pada

tahun 2019 yaitu 19,7%, sedangkan pada tahun 2020 prevalensi anemia

mengalami peningkatan yaitu 21,8% dan pada tahun 2021 prevalensi

anemia pada ibu hamil masih mengalami peningkatan yaitu 34.11%

(DINKES Provinsi Maluku, 2022).

Puskesmas Hative Kecil merupakan salah satu puskesmas yang

terletak di Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon. Berdasarkan data

yang diperoleh peneliti, diketahui bahwa pada tahun 2019 jumlah

keseluruhan ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 20 orang,

sedangkan pada tahun 2020 jumlah keseluruhan ibu hamil yang

mengalami anemia sebanyak 8 orang, dan pada tahun 2021 jumlah

keseluruhan ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 16 orang, data

terbaru tahun 2022 anemia pada ibu hamil sebanyak 28 orang (Data

Puskesmas Hative Kecil, 2022).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi anemia dalam kehamilan

antaralain umur ibu, paritas, jarak kehamilan, pendidikan, Frekuensi

Antenatal Care, kepatuhan ibu mengonsumsi tablet besi, infeksi dan

penyakit, pengetahuan dan kurang energi kronis (KEK) (Andita, 2018).

Paritas merupakan jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu hingga

persalinan terakhir. Jumlah paritas yang paling aman adalah 2-3 anak,

apabila terlalu banyak melahirkan (>4 kali). Grande Multi Para ; Ibu

pernah melahirkan anak 4 kali atau lebih. Bila ibu terlalu sering

melahirkan kandungan akan semakin lemah sehingga resiko gangguan

2
masa persalinan lebih tinggi antara lain perdarahan (Komariah & Nugroho,

2019).

Penelitian yang sejalan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh (Khoiriah, Latifah, 2020) di Puskesmas Makrayu Palembang

menunjukan bahwa dari hasil univariat diperoleh ibu hamil dengan paritas

tinggi yang mengalami anemia senbanyak 10 orang (62,5%), ibu yang

dengan paritas rendah yang mengalami anemia sebanyak 3 orang (13,6%)

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas ibu dengan

kejadian anemia .

Usia ideal untuk mengandung dan melahirkan adalah 20-35 tahun,

usia < 20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk

menderita anemia. Ibu hamil pada umur muda atau < 20 tahun perlu

tambahan gizi yang banyak, karena selain digunakan untuk pertumbuhan

dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang

sedang dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua > 35 tahun perlu

energy yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah dan

diharuskan untuk bekerja maksimal, maka memerlukan tambahan energy

yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Detty,

2020). Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi di usia kurang

dari 20 tahun dan sangat menimbulkan masalah serius dikarenakan kondisi

fisik belum siap sepenuhnya menerima kehamilan. Kehamilan dan

persalinan pada usia remaja dapat meningkat angka kematian ibu dan janin

4-6 kali lipat dibandingkan kehamilan usia 20-30 tahun. Resiko yang dapat

3
terjadi pada kehamilan di bawah 20 tahun antara lain : kecenderungan

naiknya tekanan darah, preeclamsia, pertumbuhan janin terhambat, mental

ibu belum siap sehingga kesadaran untuk memeriksakan kehamilan

rendah, resiko kanker leher Rahim, keguguran, prematuritas atau BBLR,

gangguan persalinan dan perdarahan antepartum akibat anemia kehamilan

(Rohan dan Sandu, 2015). Usia ibu diatas 35 tahun dan sering melahirkan,

fungsi reproduksi mengalami kemunduran atau degenerasi dibandingkan

fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya anemia

dan risiko komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar

(Winkjosastro, 2010).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Akhirin, dkk 2021) di wilayah kerja Puskesmas Biha Kabupaten Pesisir

Barat bahwa berdasarkan hasil uji chi square di dapatkan nilai p value

0,004 < 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan antara usia dengan

kejadian anemia pada ibu hamil dimana usia yang beresiko mengalami

anemia adalah usia <20 tahun dan > 35 tahun beresiko 0,279 kali

mengalami anemia (Akhirin, dkk, 2021).

Adapun faktor lain yang berhubungan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil yaitu jarak kehamilan. Jarak kehamilan terlalu dekat yaitu

kurang dari 2 tahun menjadi resiko karena sistem reproduksi belum

kembali seperti keadaan semula sebelum hamil. Resiko jarak kehamilan

terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal tersebut karena

4
tubuh seorang ibu belum cukup untuk mengumpulkan cadangan nutrisi

setelah melalui hamil pertama (Alamsyah, 2020).

Hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Miarti, dkk, 2020), berdasarkan hasil uji statistic menunjukan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara jarak kehamilan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil dengan nilai p value = 0,003, hal ini berarti ibu

yang memiliki jarak kehamilan <2 tahun akan beresiko 3,833 kali lebih

besar mengalami anemia dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak

kehamilan >2 tahun (Miarti, dkk, 2020).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti bersama dengan salah satu

tenaga medis kesehatan Puskesmas Hative Kecil, ditemukan bahwa kasus

anemia pada ibu hamil sering muncul di setiap tahunnya dan cenderung

meningkat. Ditemukan juga bahwa sebagian besar ibu hamil yang

paritasnya empat mengalami anemia namun ada juga ibu hamil yang

mengalami anemia dengan paritas lebih dari empat. Ditemukan juga

bahwa sebagian besar ibu hamil yang mengalami anemia terjadi pada ibu

hamil yang jarak kehamilannya kurang dari dua tahun, namun ada juga ibu

hamil yang jarak kehamilan dari 2 tahun dan lebih dari 2 tahun juga

mengalami anemia. Selain itu ditemukan juga bahwa, ibu hamil yang

mengalami anemi terjadi pada usia 20 – 35 tahun, namun ada juga ibu

hamil yang mengalami anemia di usia leih dari 35 tahun.

5
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

2. Tujuan Khusu

a. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian

anemia pada ibu hamil

b. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian anemia

pada ibu hamil

c. Untuk mengetahui hubungan antara jarak kehamilan dengan

kejadian anemia pada ibu hamil

6
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat penelitian ini dapat digunakan untuk bidang ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kesehatan dan dapat dijadikan

sebagai salah satu sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk

meningkatkan mutu ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa

keperawatan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian anemia pada ibu hamil.

b. Bagi ibu hamil

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan

meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi calon ibu hamil agar

dapat mengetahui faktor - faktor yang mempengarui kejadian

anemia pada ibu hamil dan mampu mempersiapkan diri dengan

baik saat hamil.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat menjadi gambaran bagi peneliti untuk

mengaplikasikan ilmu yang dapat dari penerapan dengan cara

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu

hamil.
7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kehamilan

1. Pengertian

Ibu adalah perempuan yang telah melahirkan seseorang, sebutan

untuk wanita yang sudah bersuami, panggilan terlazim pada wanita

yang sudah/belum kawin. Hamil adalah mengandung janin dalam

rahim karena sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Kehamilan adalah

pembuahan yang terjadi akibat dari hubungan seksual atau jika tidak

memungkinkan, melalui inseminasi buatan. Proses kehamilan

merupakan matarantai yang bersinambungan dan terdiri dari : ovulasi,

migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot,

nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh

kembang hasil konsepsi sampai aterm (Hattimena, 2017).

2. Proses Kehamilan

Suatu kehamilan akan terjadi bila terdapat lima aspek, antara lain

(Lilipaly, 2018) :

a. Ovum

8
Ovum adalah suatu sel dengan diameter ± 0,1 mm yang terdiri

dari suatu nucleus yang terapung-apung dalam vitelus yang

dilingkari oleh zona pelusida oleh kromosom radiata.

b. Spermatozoa

Spermatozoa berbentuk seperti kecebong, terdiri dari kepala

berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti, leher yang

menghubungkan kepala dengan bagian tengah dan ekor yang dapat

bergerak sehingga sperma dapat bergerak cepat.

c. Konsepsi

Konsepsi adalah suatau peristiwa penyatuan antara sperma dan

ovum di tuba fallopi.

d. Nidasi

Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi ke

dalam endometrium.

e. Plasentasi

Plasentasi adalah alat yang sangat penting bagi janin yang

berguna untuk pertukaran zat antara ibu dan anaknya dan

sebaliknya.

3. Klasifikasi Kehamilan

Kehamilan diklasifikasikan kedalam tiga trimester antara lain

sebagai berikut (Lilipaly, 2018) :

9
a. Trimester kesatu, dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (0-12

minggu)

b. Trimester kedua, dari bulan ke-empat sampai 6 bulan (13-27

minggu)

c. Trimester ketiga, dari bulan ke-tuju sampai 9 bulan

4. Tanda-tanda Kehamilan

Ada beberapa tanda-tanda kehamilan yang terdiri dari (Lilipaly, 2018):

a. Tanda tidak pasti/tanda presumtif

1) Amenore (tidak datang bulan)

Setelah ovum dikeluarkan dari folikel deGraf matang, di

ovarium, maka volikel ini akan berubah menjadi korpus luteum

yang berperan dalam siklus menstruasi dan mengalami

degenerasi setelah terjadinya menstruasi. Bila ovum dibuahi

spermatozoa maka korpus luteum akan dipertahankan oleh

korionik gonadotropin yang dihasilkan oleh sinsiotroblas

disekitar biastokis menjadi korpus luteus kehamilan.

Kehamilan menyebabkan dinding dalam uterus (endometrium)

tidak dilepaskan sehingga amenore dianggap sebagai tanda

kehamilan, namum tidak datang haid dapat juga terjadi pada

wanita dengan penyakit kronik, tumor hipofase, perubahan

faktor-faktor lingkungan, malnutrisi dan paling sering

gangguan emosional terutama wanita yang tidak ingin hamil

10
atau malahan yang sangat ingin hamil (dikenal dengan

pseudocyesis atau hamil semu).

2) Mual dan muntah (emesis)

Pengaruh estrogen dan progesterone menyebabkan

pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual dan muntah

terutama pada pagi hari yang disebut morning sickness. Akibat

mual dan muntah dapat mengurangi nafsu makan. Mual dan

muntah tidak dapat dikatakan sebagai tanda pasti kehamilan

karena penyakit metabolic lainnya dapat juga menimbulkan

gejala serupa. Emesis pada kehamilan digolongkan tidak

normal apabila terjadi lebih dari trimester pertama.

3) Payudara tegang

Akibat konsentrasi tinggi estrogen dan progesterone yang

dihasilkan oleh plasenta menimbulkan perubahan pada

payudara (tegang dan membesar) serta somatomatrofin

menimbulkan defisit lemak air garam pada payudara. Namun

payudara yang tegang dan membesar juga dapat terjadi pada

wanita pengguna kontrasepsi hormonal, penderita tumor otak

atau ovarium, pengguna rutin penenang dan hamil semu

(pseudocyesis).

4) Pigmentasi kulit

11
Efek dari stimulasi melanosit yang dipicu oleh peningkatan

hormone estrogen dan progesterone menyebabkan pigmentasi

kulit pada area (dahi, hidung, pipi dan leher) yang disebut

dengan chloasma gravidarum. Pada dinding perut dinamakan

(striae lividae, striae nigra, linea alba makin hitam). Area atau

daerah kulit yang mengalami hiperpigmentasi akan kembali

menjadi normal setelah kehamilan berakhir. Pengecualian

terjadi pada striae di mana area pigmentasi akan memudar

tetapi guratan pada kulit akan menetap dan berwarna putih

keperakan.

5) Sering miksi

Desakan uterus yang semakin besar mengarah kedepan

menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan menjadi

sering miksi

6) Konstipasi

Pengaruh progesterone dapat menghambat peristaltik usus

menyebabkan kesulitan dalam buang air besar. Konstipasi juga

dapat disebabkan oleh pola makan.

b. Tanda kemungkinan hamil

1) Rahim membesar

12
Terjadi perubahan bentuk besar dan konsistensi rahim. Pada

pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan

makin lama makin membesar bundar bentuknya.

2) Reaksi kehamilan positif

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kadar

hormone HCG (chorionic gonadotropin) dalam urine.

3) Tanda piscasecks

Yaitu pembesaran uterus kesalahan satu arah sehingga

menonjol jelas kearah pembesaran tersebut.

4) Goodell sign

Jika dilakukan pemeriksaan palpasi perut dengan cara

menggoyang-goyangkan di salah satu sisi, maka akan terasa

pantulan di sisi lain (tanda hegar). Konsistensi rahiim dalam

kehamilan berubah menjadi lunak terutama daerah ismus.

5) Braton Hicks

Bila uterus dirangsang akan mudah berkonsentrasi.

c. Tanda pasti hamil

1) Terasa gerakan janin

Pada primigravida mulai terasa pada usia kehamilan 18

minggu dan multigravida terasa pada usia kehamilan 16

minggu.

2) Teraba bagian-bagian janin yaitu pada pemeriksaan dengan

cara palpasi menurut leopold pada akhir trimester kedua.

13
3) Denyut jantung janin (DJJ), dapat di dengar dengan :

a) Fetal electrocardiograph pada kehamilan 12 minggu

b) Sistem Doppler pada kehamilan 12 minggu

c) Stetoskop linec pada kehamilan 18-20 minggu

d) Pada pemeriksaan dengan USG dapat terlihat gambar janin

berupa kantong janin, panjang janin, dan diameter

biparietalis hingga dapat diperkirakan tuanya kehamilan.

5. Perubahan yang terjadi saat kehamilan

Ada perubahan yang terjadi pada saat kehamilan seorang ibu yaitu

fisiologi dan perubahan psikologi (Lilipaly, 2018) :

a. Perubahan fisiologi terdiri dari :

1) Sistem reproduksi

Pada kanalis servikalis dipenuhi dengan mucus kental

(operculum) yang dapat menghambat masuknya bakteri

keuterus selama persalinan yang disebut blood show. Selama

masa kehamilan konsistensi serviks berubah, sebelum hamil

seperti ujung hidung, awal hamil seperti ujung daun telinga,

pada keadaan term teraba seperti bibir. Terjadi pembesaran

uterus dengan berat 20 kali, kapasitas meningkat 500 kali yang

disebabkan oleh pertumbuhan serabut otot dan jaringan yang

berhubungan, termasuk jaringan fibroelastik, darah dan saraf

akibat adanya hormone estrogen terjadi sekresi vagina yang

14
meningkat (leukorhea) dan terjadi peningkatan kongesti vastilar

organ vagina dan pelvik yang menyebabkan peningkatan

sensitivitas yang sangat berarti. Hal ini mungkin mengarah

pada tingginya derajat rangsangan terutama antara bulan ke-

empat dan ke0tujuh masa kehamilan.

2) Sistem kardiovaskuler

Terjadi peningkatan volume darah, cairan tubuh (bisa

terjadi) edema jaringan, sel darah merah, hemoglobin dan fibrin

juga meningkat sehingga bisa terjadi pseudoanemia yang

fisiologis pada kehamilan. Mungkin juga bisa terjadi sindrom

hepotensi supinasi akibat oleh tekanan uterus pada vena kava,

lebih buruk lagi terjadinya thrombosis vena sehubungan dengn

peningkatan fibrin dan statis vena.

3) Sistem pernafasan

Akibat bentuk rongga toraks berubah dan karena

pernafasan yang lebih cepat sekitar 60% wanita hamil sering

mengeluh sesak nafas. Kapasitas paru tidak berubah pada

kenyataannya tidal volume meningkat. Terjadi bengkak seperti

alergi pada membrane mukosa merupakan hal umum yang

dapat menyebabkan gejala serak, hidung tersumbat, dyspnea,

sakit tenggorokan, perdarahan hidung, hilangnya rasa

penciuman pada indra penciuman.

4) Sistem integument

15
Terdapat rasa kesemutan dan nyeri tekan pada payudara

yang membesar karena peningkatan pertumbuhan jaringan

alveolan dan suplai darah didalam tubuh. Terdapat striae

gravidarum yang berupa regangan kulit akibat serabut elastic

dari lapisan kulit terdalam terpisah dan putus. Terjadi

pigmentasi kulit berupa linea nigra pada abdomen dan cloasma

yaitu bintik-bintik hitam pada wajah perspirasi dan sekresi

kelenjar lemak yang juga mengalami peningkatan pada wajah.

5) Sistem muskculoskeletal

Kebutuhan kalsium meningkat 33% tetapi tidak diambil

dari gigi. Sendi pelvik sedikit dapat bergerak untuk

mengkonpensasi pembesaran janin, bahu tertarik kebelakang

dan lumbal lebih lengkung, sendi tulang belakang lebih lentur

dan dapat menyebabkan nyeri punggung. Terjadinya kram otot

tungkai dan kaki tidak diketahui penyebabnya, mungkin

berhubungan dengan metabolism kalsium dan fosfor,

kurangnya drainase sisa metabolism otot atau postur yang tidak

seimbang.

6) Sistem endokrin

Terjadi perubahan hormonal yaitu, peningkatan

progesterone dan estrogen, plasenta menghasilkan Hcg, Hpl,

Hct, pulau lengerhans membentuk insulin lebih banyak,

hormone-hormon pititari secara signifikan terpengaruh, kortek

16
adrenal membentuk kortin leboh banyak. Terutama kelenjar

paratiroid yang ukurannya meningkat selama minggu ke 15-30

ketika kebutuhan kalsium janin lebih besar, tanpa hormone

paratiroid tersebut metabolism tulang dan otot terganggu.

7) Sistem gastrointestinal

Pada awal kehamilan wanita hamil mengalami mual

muntah, sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak.

Saat berlanjut, penurunan asam lambung dan perlambatan

pengosongan lambung dapat menyebabkan kembung.

Menurunnya gerakan peristaltic tidak saja menyebabkan mual

tetapi juga konstipasi.

8) Sistem perkemihan

Terjadi gerakan urine ke kandung kemih yang lebih lambat

dan dapat meningkatkan kemungkinan pielonefritis. Suplai

darah ke kandung kemih meningkat dan pembesaran uterus

menekan kandung kemih dapat menyebabkan meningkatnya

berkemih.

9) Sistem persarafan

Terkadang terjadinya perubahan postur pada kehamilan

dapat menyebabkan acrodysesthesia sehubungan dengan

tekanan mekanik atau numbess, tingling dan kaku. Otak

mungkin tidak mengalami perubahan namun efek psikologis

mungkin dapat terjadi swing mood.

17
b. Perubahan psikologis yang terjadi adalah sebagai berikut :

1) Merasa tidak sehat dan kadang-kadang benci kehamilannya.

2) Selalu memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada

tubuhnya.

3) Mencari tanda-tanda untuk lebih meyakinkan bahwa dirinya

sedang hamil.

4) Mengalami gairah seks yang lebih tinggi.

5) Khawatir kehilangan bentuk tubuh.

6) Membutuhkan penerimaan kehamilannya oleh keluarga.

7) Ketidakstabilan emosi dan suasana hati.

8) Mulai merasakan gerakan bayi dan merasakan kehadiran bayi

sebagai seseorang diluar dirinya.

9) Ibu tidak sabar menunggu kelahiran bayinya.

10) Ibu khawatir baynia akan lahir sewaktu-waktu dan dalam

kondisi yang tidak normal.

11) Semakin ingin menyudahi kehamilannya.

12) Tidak sabar dan resah.

13) Bermimpih dan berkhayal tentang bayinya.

14) Aktif mempersiapkan kelahiran bayinya.

6. Kebutuhan dasar ibu hamil

Kebutuhan dasar ibu hamil adalah sebagai berikut (Lilipaly, 2018) :

a. Nutrisi

18
Nutrisi dan gizi yang baik pada masa kehamilan akan sangat

membantu ibu hamil dan janinnya melewati masa tersebut. Pada

dasarnya menu makan yang lebih diperlukan adalah pola makan

yang sehat. Hanya saja ibu hamil lebih berhati-hati ketika memilih

makanan. Dengan kebutuhan nutrisi yang meningkat seperti

kalsium, zat besi, asam folat dan sebagainya, ibu hamilpun perlu

dikontrol kenaikan berat badannya. Kenaikan yang ideal berkisar

antara 12-15 kilogram. Bila berat badan naik dari semestinya ibu

hamil akan dianjurkan mengurangi makanan yang mengandung

karbohidrat dan lemak.

b. Oksigen

Ibu hamil membutuhkan udara yang bersih dari polusi.

Kebutuhan oksigen bagi ibu selama kehamilan trimester I, II dan

III. Oksigen merupakan kunci segala kehidupan. Manusia bisa

hidup beberapa hari tanpa makanan dan minuman, tetapi tidak

dapat hidup selama empat menit saja tanpa oksigen.

c. Personal hygiene

Kebersihan badan mengurangi infeksi, putting susu harus

dibersihkan jika terbasahi oleh kolostrum. Perawatan gigi harus

dilakukan karena gigi yang bersih menjamin pencernaan yang

sempurna. Personal hygiene yang perlu diperhatikan antara lain :

1) Perawatan rambut

2) Perawatan gigi

19
3) Mandi untuk menjaga kebersihan kulit, mencegah infeksi

4) Perawatan payudara

5) Perawatan vulva dan vagina

d. Seksualitas

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan

dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara

hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Salah satu

kebutuhan biologis manusia adalah kebutuhan untuk melakukan

hubungan seks. Berhubung seks pada kehamilan boleh dilakukan

dan tidak ada masalah tetapi pada kasus-kasus tertentu ibu hamil

dilarang atau dibatasi melakukan hubungan seksual selama

kehamilan.

e. Pakaian

Pakaian yang baik untuk dikenakan pada ibu hamil harus

nyaman, mudah menyerap keringat, mudah di cuci, tanpa sabuk

atau pita yang menekan dibagian perut atau pergelangan tangan

tangan, pakaian juga tidak baik terlalu ketat dileher, stoking

tungkai yang sering digunakan oleh sebagian wanita tidak

dianjurkan karena dapat menghambat sirkulasi darah.

f. Senam hamil

Seam hamil merupakan kebutuhan aktivitias fisik, pada

kegiatan ini terjadi peningkatan metabolism yang pada dasarnya

20
dengan metabolism diperlukan peningkatan penyediaan oksigen

sehingga senam hamil akan meningkatkan kebutuhan oksigen.

g. Istirahat dan tidur

Selama hamil, tubuh ibu butuh tidur selama 6-8 jam sehari. Ini

sama dengan tidur orang sehat pada umumnya. Hanya saja,

berbagai perubahan tubuh kerap membuat ibu hamil gampang lelah

dan mengantuk. Itu sebabnya ibu hamil biasanya perlu tambahan

waktu istirahat dan tidur sekitar 30 menit hingga 1 jam setiap

rentang 3 hingga 4 jam.

h. Mobilisasi

Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada

fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan

kemandirian. Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

mobilisasi dini adalah suatau upaya mempertahankan kemandirian

sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk

mempertahankan fungsi fisiologisnya.

i. Bodi mekanik

Mekanik bodi (body mechanic) adalah suatu kordinasi diri

musculoskeletal dan sistem saraf untuk mempertahankan

keseimbangan yang tepat. Mekanika tubuh merupakan bagian dari

aktifitas manusia.

j. Eliminasi

21
Kebanyakan ibu hamil lebih sering ke kamar mandi untuk

melakukan tindakan eliminasi. Salah satu alasan akan

meningkatnya pembuangan air kemih adalah meningkatkan

volume cairan tubuh dan memperbaiki efisiensi ginjal, yang

membantu prooduk sisa dari tubuh dengan cepat. Kebutuhan

eliminasi adalah suatu kebutuhan yang dialami oleh setiap ibu

hamil yang berhubungan dengan BAK dan BAB karena terjadinya

perubahan kondisi fisik yang terjadi pada masa kehamilan.

k. Traveling

Ibu hamil harus berhati-hati melakukan perjalanan yang

cenderung lama dan melelahkan, karena dapat menimbulkan

ketidaknyamanan dn meningkatkan gangguan sirkulasi serta

oedema pada tungkai kaki tergantung jika duduk terlalu lama.

Sabuk pengaman yang dikenakan dikendaraan jangan sampai

menekan perut yang menonjol. Jika mungkin perjalanan yang jauh

sebaiknya dilakukan dengan pesawat udara. Etinggian tidak

mempengaruhi kehamilan bila kehamilan telah memasuki minggu

ke-35 ada perusahaan penerbangan yang menolak membawa

wanita hamil da nada juga yang menerima dengan catatan

keterangan dokter yang menyatakan cukup sehat untuk kepergian.

l. Imunisasi

Pada masa kehamilan ibu hamil diharuskan melakukan

imunisasi tetanus toksoid (TT). Kegunaanya pada antenatal dapat

22
menurunkan kemungkinan kematian bayi karena tetanus. Imunisasi

TT juga dapat mencegah kematian ibu yang disebabkan oleh

tetanus. Terutama imunisasi tetanus untuk melindungi bayi

terhadap penyakit tetanus neonatum. Imunisasi dilakukan pada

trimester I/II pada kehamilan 3-5 bulan dengan interval minimal 4

minggu. Imunisasi dilakukan secara IM (intramuscular) dengan

dosis 0,5 ml.

m. Aktivitas dalam dan luar rumah

1) Pekerjaan rumah tangga

Jangan pernah menganggap enteng pekerjaan rumah

tangga, khususnya bagi kaum pria. Pekerjaan rutin rumah

tangga seperti mencuci, mengepel, memasak, menyetrika

sering sering dianggap pekerjaan yang tidak membutuhkan

tenaga dan pikiran. Pendapat seperti ini jelas salah, pekerjaan

rumah tangga sama melelahkannya seperti pekerjaan lainnya.

2) Wanita pekerja diluar rumah

Wanita hamil boleh melakukan pekerjaan sehari-hari,

dikantor atau di pabrik, asalkan bersifat ringan. Di Indonesia

wanita hamil diberi cuti hamil selama 3 bulan yaitu 1,5 bulan

sebelum bersalin dan 1,5 bulan sesudahnya.

7. Komplikasi-komplikasi selama kehamilan

23
Komplikasi selama kehamilan yang dapat terjadi pada ibu hamil

adalah sebagai berikut (Lilipaly, 2018) :

a. Komplikasi hamil muda

1) Abortus

Banyak perumpuan yang mengalami keguguran bukan

hanya satu kali, bahkan ada yang bisa lebih dari tiga kali

keguguran. Semua perempuan akan mengalami kesedihan

hingga trauma karena keguguran, apalagi jika harus dikuret,

sakit yang dialami bisa melebihi sakit karena melahirkan

keguguran merupakan gagalnya kehamilan sebelum memasuki

usia ke-20 minggu. Biasanya ditandai dengan flek hingga

perdarahan. Banyak faktor yang menjadi pemicu keguguran

antara lain : aktivitas yang berat selama hamil, stres, virus,

infeksi, rahim lemah dan lainnya. Keguguran yang terjadi

berulang-ulang harus segera ditangani dengan serius agar

secepatnya mendapatkan solusi. Itu sebabnya ketika perempuan

yang sudah mengalami keguguran ketika akhirnya dia kembali

hamil harus dalam penanganan dokter agar bisa terus diawasi

perkembangan janin diperut dan bisa meminimalisir terjainya

keguguran kembali.

2) Kehamilan ektopik

24
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi jika janin

berkembang di luar rahim. Kondisi ini jarang terjadi namun

sangat membahayakan janin jika sampai terjadi karena janin

bisa berkembang dengan baik jika berada dalam rahim dengan

mendapatkan berbagai nutrisi yang akan membantunya

berkembang ketika janin sedang berada aman dalam rahim

ibunya. Kehamilan ektopik ini bukan hanya membuat janin

tidak tumbuh namun juga membuatnya tidak bisa bertahan

lama.

3) Emesis gravidarum

Emesis gravidarum merupakan keluhan umum yang

dialami ibu hamil pada kehamilan muda. Mual dan muntah

adalah gejala yang sering ditemukan pada kehamilan trimester

I. Mual dan muntah terjadi karena terdapat peningkatan

hormone estrogen, progesterone dan dikeluarkannya human

chorionic gonadotrhopine placenta. Hormone-hormon inilah

yang diduga menyebabkan emesis gravidarum. Pengaruh mual

dan muntah dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan

keadaan umum menjadi lebih buruk bahkan ibu hamil dapat

mengalami dehidrasi dan hilangnya nafsu makan.

b. Komplikasi hamil tua

1) Pre-eklamsia dan eklamsia

25
Pre-eklamsia merupakan kehamilan yang disertai dengan

naiknya tekanan darah ibu. Pre-eklamsia biasanya ditandai

dengan gejala seperti pusing, tekanan darah meningkat,

kunang-kunang, bengkak pada beberapa bagian tubuh dan

lainnya. Seiring dengan tingginya angka kejadian ibu hamil di

usia tua, maka angka terjadinya komplikasi akan meningkat.

Komplikasi yang umumnya terjadi pada ibu pre-eklamsia

antara lain prematuritas, berat bayi lahir rendah (BBLR), bayi

lahir asfiksia, serta meningkatnya angka kematian neonatal.

Sementara komplikasi pada ibu antara lain peningkatan

kebutuhan dan induksi, section caesarea, serta peningkatan

kebutuhan tranfusi darah.

2) Plasenta previa

Kondisi ini merupakan kondisi yang terjadi pada kehamilan

dimana plasenta yang berada pada posisi menutup mulut rahim

sehingga jika tidak diatasi dengan baik maka akan

menyebabkan perdarahan. Jika hal ini terjadi sebaiknya ibu

hamil segera memeriksakan diri ke dokter untuk mendapat

penanganan yang lebih baik.

3) Diabetes gestasional

Kondisi dimana kehamilan yang diikuti dengan naiknya

gula darah sang ibu sehingga hal ini beresiko menyebabkan

bayi lahir dengan berat badan lebih dan beresiko menderita

26
diabetes. Kondisi ini dapat diminimalisir dengan pola makan

yang sesuai dengan anjuran dokter agar gula darah sang ibu

bisa menurun bahkan kembali normal.

4) Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya

selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum

usia kehamilan ke 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan premature atau premature rupture of membrane.

Pecahnya ketuban pada kehamilan pada banyak kasus tidak

diketahui sebabnya, namun infeksi intrauterine asimptomatik

merupakan perkusor sering terjadinya ketuban pecah dini. Usia

tua merupakan faktor risiko terjadinya bakteriuria

asimptomatik pada kehamilan, hal ini didasarkan bahwa pada

ibu usia tua umumnya telah terjadi beberapa kehamilan

sebelumnya (multiparitas) dan multiparitas adalah salah satu

faktor risiko dari bakteriuria asimptomatik.

B. Tinjauan Umum Anemia

1. Pengertian

Anemia merupakan kondisi berkurangnya sel darah merah

(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin (Hb) sehingga

tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke

seluruh jaringan. Sedangkan menurut World Health Organization

27
(WHO, 1992) anemia adalah suatu keadaan yang ditunjukkan dengan

kadar Hb lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang

bersangkutan (Astuti & Ertiana, 2018).

Anemia adalah suatu konsentrasi apabila hemoglobin <105 g/L

atau penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen, hal tersebut

terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah, dan/atau penurunan

Hb dalam darah. Anemia sering didefenisikan sebagai penurunan

kadar Hb darah sampai dibawah rentang normal 13,5 g/dL (pria); 11,5

g/dL (wanita); 11,0 g/dL (anak-anak) (Astuti & Ertiana, 2018).

2. Kriteria anemia

Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis

kelamin dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO (1992)

adalah (Astuti & Ertiana, 2018) :

a. Perempuan dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr/dl

b. Perempuan hamil : Hb < 11 gr/dl

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya jika dari hasil

laboratorium didapatkan :

a. Hb < 10 gr/dl

b. Hematokrit < 30%

c. Eritrosit < 2,8 juta/mm3


28
3. Derajat anemia

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat

anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut (Wiwik, Andi,

2008) :

a. Ringan sekali : Hb 10 gr/dl – 13 gr-dl

b. Ringan : Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl

c. Sedang : Hb 6 gr/dl – 7,9 gr/dl

d. Berat : Hb < 6 gr/dl

4. Klasifikasi

Klasifikasi anemia antara lain sebagai berikut (Astuti & Ertiana, 2018):

a. Anemia Berdasarkan Etiopatogenesis

Anemia berdasarkan etiopatogenesis dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

1) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-

sum tulang

a) Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit : Anemia

defisisensi besi, Anemia defisiensi asam folat, Anemia

defisiensi Vitamin B12

29
b) Gangguan penggunaan besi : Anemia akibat penyakit

kronik, Anemia sideroblastik

c) Kerusakan sum-sum tulang : Anemia aplastic, Anemia

mieoloplastik, Anemia pada keganasan hematologi,

Anemia diseritropoetik, Anemia pada sindrom

mielodisplatik

d) Kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik

2) Anemia akibat perdarahan

a) Pasca perdaraan akut

b) Akibat perdaraan kronik

c) Anemia heolitik

(1) Anemia hemolitik intrakorpuskular

 Gangguan membrane eritrosit (membranopati)

 Gangguan enzim eritrosit (enzimnopati) : akibat

defisiensi G6PD

 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) :

Thalassemia, Hemoglobinopati structural : HbS,

HbE, dan lain-lain

(2) Anemia hemolitik ekstrakorkuspuler : Anemia

hemolitik autoiimun, Anemia hemolitik

mikroangiopati, dan lain-lain.

30
3) Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan

pathogenesis yang kompleks.

b. Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi

Klasifikasi dari anemia dapat dibedakan berdasarkan morfologi

dan dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepid an

berdasarkan etiologinya. Berdasarkan klasifikasi ini anemia dibagi

menjadi tiga golongan:

1) Anemia hipokromik mikrositer MCV< 80 fl dan MCH< 27 pg

Mean Corpuscular Volume (MCV) atau volume eritrosit

rata-rata merupakan pengukuran besarnya sel yang dinyatakan

dalam kilometer kubik, dengan batas normal 81-96 mm3,

apabila kurang dari 81 mm3.

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) atau konsentrasi

hemoglobin rata-rataadalah mengukur banyak hemoglobin

yang terdapat dalam satu sel darah merah. Nilai normalnya

kira-kira 27-31 pikogram/sel darah merah.

a) Anemia defisiensi besi

b) Thalassemia mayor

c) Anemia akibat penyakit kronik

d) Anemia sideroblastik

31
2) Anemia nomokronik normosister MCV 80-95 fldan MCH 27-

34 pg

a) Pasca perdaraan akut

b) Aplastic hemolitik di dapat

c) Akibat penyakit kronik

d) Pada gagal ginjal kronik

e) Sindrom mielodiplastik

f) Keganasan hematologic

3) Anemia makrositer MCV > 95 fl

a) Bentuk megaloblastik, kejadian 29,00% : Defisiensi asam

folat, Defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b) Bentuk non-megalablastik : Pada penyakit hati kronik, Pada

hipotiroidisme, Pada sindrom mielodisplastik (Bakta, 2009)

c. Anemia berdasarkan penyebab

Klasifikasi anemia yang lain dibedakan berdasarkan faktor-

faktor penyebab. Berdasarkan penyebabnya, anemia dapat

dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :

1) Anemia karena hilangnya sel darah merah

Anemia karena hilangnya sel darah merah dapat

diakibatkan karena adanya perdarahan. Perdarahan yang dapat

menyebabkan hilangnya sel darah merah di antaranya karena

32
perlukaan, perdarahan gastrointestinal, perdarahan uterus,

maupun perdarahan akibat operasi.

Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan

menyebabkan kurangnya jumlah darah dalam tubuh, sehingga

terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam

waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi

pada kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya. Pada laki-

laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh

proses perdarahan aakibat penyakit atau trauma, atau akibat

pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi

kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang

keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia

defisienzi zat besi (Arisman, 2009).

2) Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah

Anemia karena menurunnya produksi sel darah merah

dapat disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah

merah (asam folat, vitamin B12, dan zat besi), gangguan sum-

sum tulang misalnya adanya tumor, pengobatan, toksin serta

tidak adekuatnya stimulasi karena berkurangnya eritropoitin

misalnya pada penyakit ginjal kronik. Jumlah sel darah yang

diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada daerah

sum-sum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia.

33
3) Anemia karena meningkatnya destruksi/kerusakan sel darah

merah

Anemia karena meningkatnya destruksi/kerusakan sel darah

merah dapat terjadi karena overactive-nya Recitu Leondothelial

System (RES). Meningkatnya destruksi sel darah merah dan

tidak adekuatnya produksi sel darah merah biasanya karena

faktor :

a) Kemampuan respon sum-sum tulang terhadap penurunan

sel darah merah kurang karena meningkatnya jumlah

retikulosit dalam sirkulasi darah.

b) Meningkatnya sel darah merah yang masih muda dalam

sum-sum tulang disbanding yang matur/matang.

c) Ada atau tidaknya hasil destruksi sel darah merah dalam

sirkulasi (seperti meningkatnya kadar bilirubin).

Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sum-sum tulang

akan beredar melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel

darah yang belebihan belum matur (muda) dapat juga diekskresi ke

dalam darah. Sel darah yang usianya mudah biasanya gampang

pecah sehingga terjadi anemia.

d. Anemia berdasarkan ukuran sel

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel antara lain :

1) Anemia mikrositik : Sebab utamanya defisiensi dan talasemia

(gangguan Hb)

34
2) Anemia normositik : Disebabkan karena penyakit kronis,

misalnya penyakit ginjal

3) Anemia makrositik : Pengebab utamanya adalah anemia

pernisiosa, anemia akibat konsumsi alcohol dan anemia

megaloblastik (Astuti & Ertiana, 2018)

5. Etiologi

Penyebab umum dari anemia antara lain kekurangan zat besi,

perdarahan usus, perdarahan, genetic, kekurangan vitamin B12,

kekurangan asam folat dan gangguan sumsum tulang (Olang, 2019).

Secara garis besar anemia dapat disebabkan karena :

a. Peningkatan destruksi eritrosit, contohnya pada penyakit gangguan

system imun,

b. Penurunan produksi eritrosit, contohnya pada penyakit anemia

aplastic, kekurangan nutrisi,

c. Kehilangan darah dalam jumlah besar, contohnya akibat

perdarahan akut, perdarahan kronis, menstruasi, ulserasi kronis dan

trauma.

6. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2012) adanya suatu anemia

mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel

darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya

35
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,

pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui.

Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis

(destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik

atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.

Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran

darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera

direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal

≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,

(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam

plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi

kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin

bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam

glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien

disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah

merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1.

hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah

merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti

yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan

hemoglobinemia (Ismail Rasmin, 2016).

36
7. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada pasien anemia antaralain

sebagai berikut (Amin, Hardhi, 2015) :

a. Manifestasi klinis yang sering muncul

1) Pusing

2) Mudah berkunang-kunang

3) Aktivitas kurang

4) Rasa mengantuk

5) Susah konsentrasi

6) Cepat lelah

7) Prestasi kerja fisik/pikiran menurun

b. Gejala khas masing-masing anemia

1) Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan,

anemia defisiensi besi.

2) Icterus, urinberwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin

buncit pada anemia hemolitik.

3) Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena

keganasan.

c. Pemeriksaan fisik

37
1) Tanda-tanda anemia umum : pucat, takhikardi, pulsus celer,

suara pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolik

anorganik, perbesaran jantung.

2) Manifestasi khusus pada anemia

a) Defisiensi besi : spoon nail, glositis

b) Defisiensi B12 : paresis, ulkus di tungkai

c) Hemolitik : icterus, splenomegaly

d) Aplastic : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan

mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan

penyebabnya menurut (Amin, Hardhi, 2015) yaitu :

a. Anemia aplastik

Dengan transplantasi tulang dan terapi immunosupresif dengan

antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral

selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum

tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat diberikan transfuse

RBC rendah leukosit dan platelet.

b. Anemia pada penyakit ginjal

Pada pasien dialysis harus ditangani dengan pemberian besi

dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin

rekombinan.

c. Anemia pada penyakit kronis

38
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak

memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani

kelainan yang mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan

sendirinya.

d. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat

Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi besi

diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfuse darah diberikan

bila kadar Hb kurang dari 5 gr%.

e. Anemia megaloblastik

1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin

B12, bila defisiensi disebabkan oleh defek absorbs atau tidak

tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12

dengan injeksi IM.

2) Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12

harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia

pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

3) Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5

mg/hari.

4) Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan

absorbs, penanganannya dengan diet dan penambahan asam

folat 1 mg/hari secara IM.

f. Anemia pasca perdarahan

39
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam

keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa

saja yang tersedia.

g. Anemia hemolitik

Dengan pemberian transfuse darah menggantikan darah hemolysis.

C. Tinjauan Umum Anemia Pada Ibu Hamil

1. Pengertian

Anemia pada ibu hamil adalah keadaan dimana seorang ibu

hamil mengalami difisiensi zat besi dalam darahnya. Anemia atau

sering disebut kurang darah adalah keadaan dimana sel darah merah

kurang dari normal, dan biasanya yang digunakan sebagai dasar adalah

kadar Hemoglobin (Hb). WHO menetapkan kejadian anemia pada ibu

hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menentukan HB 11 gr

% sebagai dasarnya (Depkes RI, 2010).

Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah

anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi

dalam makanan. Gangguan penyerapan, peningkatan kebutuhan zat

besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang keluar dari tubuh,

misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg

perhari atau 2 kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. (Mardlyanti,

2013). Anemia dapat terjadi bila keluarnya eritrosit dari sirkulasi

maupun penghancuran eritrosit meningkat tanpa diimbangi dengan

40
peningkatan kadar produksi, atau bila pelepasan eritrosit dalam

sirkulasi menurun. Demikian pula bila kedua proses tersebut terjadi

bersamaan (Saidin, 2011).

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau

menurunnya hemoglobin, sehingga kapaitas daya angkut oksigen

untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi

berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi

hemoglobin kurang dari 10,50 gr/dl pada kehamilan trimester II

sampai 11,00 gr/dl pada umur kehamilan trimester I dan III (Joseph,

2017).

2. Klasifikasi Anemia Ibu Hamil

Klasifikasi anemia menurut WHO (2010) kadar hemoglobin pada

ibu hamil dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu sebagai berikut :

a. Hb ≥ 11 gr% : normal

b. Hb 9-10 gr% : anemia ringan

c. Hb 7-8 gr % : anemia sedang

d. Hb ≤ 7 gr% : anemia berat

Secara umum menurut Proverawati (2011) anemia dalam

kehamilan diklasifikasikan menjadi :

a. Anemia defisiensi besi

41
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat

kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian

tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil

dan dalam laktasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis

anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamneses. Hasil

anamneses didapatkan keluhan cepat lelah, sering puing, mata

berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah pada hamil mudah.

Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama

kehamilan yaitu trimester I dan III.

b. Anemia megaloblastik

Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat

(pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin)

walaupun jarang. Menurut Hudono (2007) tablet asam folat

diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh

defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari.

c. Anemia Hipoplastik

Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru.

d. Anemia Hemolitik

Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah

berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya. Menurut

penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan

42
oleh kekurangan zat besi (fe) serta asam folat dan vitam B12.

Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada

dasarnya ialah memberikan makanan yang banyak megandung

protein, zat besi 9fe), assam folat, dan vitamin B12.

3. Tanda dan Gejala Anemia dalam Kehamilan

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya

volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk

memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kulit

bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena

dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu, ke dalam serta distribusi

bantalan perifer. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa

mulut konjungtiva, merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai

pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwrna merah muda, hemoglobin

biasanya kurang dari 8 gr% (Varney Helen, 2010). Tanda dan gejala

anemia pada ibu hamil menurut (Sohimah, 2006) adalah :

a. Lemah, letih, lesuh, mudah lelah dan lalai

b. Wajah tampak pucat

c. Sering pusing

d. Mata berkunang-kunang

43
e. Napsu makan berkurang

f. Sulit konsentrasi dan mudah lupa

g. Sering sakit

h. Napas pendek (pada anemia berat)

i. Keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda

4. Penyebab Anemia Dalam Kehamilan

Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kurangnya

kadar Fe yang diperlukan untuk pembentukkan Hb sehingga disebut

anemia defisiensi Fe. Penyebab terjadinya anemia defisiensi Fe pada

ibu hamil disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor

tidak langsung. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya

mengkonsumsi zat penghambat absorbs Fe, contohnya zat inhibitor

seperti fitat, oksalat, tannin dan beberapa jenis serta makanan harus

dihindari karena zat ini bersama zat besi membentuk senyawa yang

tidak dapat larut didalam air sehingga tidak dapat diabsorbsi. Teh

mengandung inhibitor tannin, jika dikonsumsi bersama-sama pada saat

makan akan mengurangi penyerapan zat besi sampai 50%. Bahan

makanan lain mengandung penghambat absorbs besi diantaranya kopi,

fitat, dan fosfat yang banyak terdapat pada serealia kalsium dan serat

dalam bahan makanan (Almatsier, 2011) serta ada yang secara tidak

langsung mempengaruhi kadar Hb seseorang dengan mempengaruhi


44
ketersediaan Fe dalam makanan seperti ekonomi yang masih rendah,

atau rendahnya pendidikan, dan pengetahuan (Purnawan, 2012).

Menurut Tarwoto, dkk, (2011) penyebab anemia secara umum

adalah :

a. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang konsumsi, misalnya

faktor kemiskinan, yang menyebabkan penghasilan yang rendah

sehingga sulit untuk mendapatkan makanan yang cukup untuk

memenuhi zat besi bagi tubuh.

b. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.

c. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi

yang banyak, perdarahan akibat luka.

Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah

kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang

merupakan komponen pembentuk Hb. Oleh karena itu disebut

“Anemia Gizi Besi”.

Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini :

a. Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak

mencukupi kebutuhan.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. (Feryanto, 2011)

5. Patofisiologi

45
Patofisiologi anemia pada kehamilan dapat terjadi ketika volume

darah meningkat (hipervolemi). Hipervolemi adalah hasil dari

peningkatan volume plasma dan eritrosit yang berada dalam tubuh

tetapi peningkatan ini tidak seimbang yaitu volume plasma

peningkatannya jauh lebih besar sehingga memberi efek yaitu

konsentrasi hemoglobin berkurang dari 12 g/100 ml. Hemodelusi atau

pengenceran juga dapat terjadi pada ibu hamil dengan peningkatan

volume 30% - 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34

minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 3% dan

hemoglobin sekitar 19% (Manuaba, 2012). Bila hemoglobin ibu

sebelum hamil berkisar 11 gr maka dengan terjadinya hemodelusi

sehingga terjadinya anemia dalam kehamilan (Ramadhani, 2021).

6. Komplikasi Akibat Anemia

Menurut Manuaba (2010), komplikasi anemia pada kehamilan.

Resiko pada masa antenatal : berat badan kurang, plasenta previa,

eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat

terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock,

dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi

yang dapat terjadi pada neonates : premature, apgar scor rendah, gawat

janin.

Komplikasi anemia terhadap kehamilan dapat terjadi abortus,

persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam

46
rahim, mudah terjadi infeksi aman dekompensasi kondisi (Hb, 6 gr%),

mola hidatidosa, hyperemesis gravidarum, perdarahan antepartum dan

ketuban pecah dini (KPD)

7. Pencegahan Anemia Dalam Kehamilan

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada dasarnya

adalah mengatasi penyebabnya. Pada anemia berat (kadar Hb < 8

gr/dl) biasanya ada penyakit yang melatarbelakangi yaitu antara lain

infeksi cacing atau malaria sehingga selain penanggulangan pada

anemia harus dilakukan pengobatan pada penyakit-penyakit tersebut.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan

menanggulangi anemia gizi akibat kekurangan konsumsi besi adalah

sebagai berikut :

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan

Mengkonsumsi pangan hewani seperti daging, hati, ikan,

telur, dan zat gizi yang cukup dapat mencegah anemia gizi besi.

Sayur hijau dan buah-buahan ditambah kacang-kacangan dan padi-

padian yang cukup mengandung zat besi. Vitamin C diperlukan

untuk meningkatkan penyerapan zat besi didalam tubuh,

peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 20 mg, 50 mg, 100 mg,

dan 250 mg, dapat memeperbesar penyerapan zat besi sebesar 2

kali, 3 kali, 4 kali, dan 5 kali (Murtini, 2009)

47
Kebutuhan zat besi tubuh tergantung pada jumlah zat besi

yang hilang dari tubuh dan jumlah yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan termasuk kehamilan dan saat menyusui (Husaini,

2008). Selama trimester I kehamilan kebutuhan zat besi ibu hamil

lebih rendah karena tidak menstruasi dan zat besi yang digunakan

janin minimal. Mulai trimester II dapat terhambat pertambahan sel-

sel darah merah ini dapat mencapai 30%. Kebutuhan zat besi untuk

memenuhi pertambahan sel darah merah tersebut kira-kira sama

dengan penambahan sebesar 450 mg besi.

b. Suplemen zat besi

Tablet besi yang umum digunakan dalam sumplemen zat

besi adalah : ferrous sulfat. Senyawa inintergolong murah dapat

diabsorbsi sampai 20% dosis yang digunakan beragam tergantung

pada status besi seseorang yang mengkonsumsinya. Biasanya ibu

hamil yang rawan anemia diberi dosis yang lebih tinggi disbanding

dengan wanita biasa (Emma, 2011)

Pada wanita hamil biasanya tablet besi diberikan mulai dari

trimester II berlangsung setiap hari sampai melahirkan. Hasil

penelitian ini juga menunjukan bahwa wanita hamil yang mendapat

tablet besi tambahan asam folat dan vitamin B12, kadar Hbnya

naik lebih tinggi dibandingkan wanita hamil yang mendapat tablet

besi saja dalam konsentrasi yang sama.

c. Fortifikasi zat besi

48
Fortifikasi adalah pertambahan suatu jenis gizi kedalam

bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan suatu

kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi diantaranya dapat

ditempatkan pada populasi yang besar dan biasanya relative murah

(Emma, 2010)

8. Penanganan Anemia

a. Anemia ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih dianggap

anemia ringan sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60

mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali sehari. Jika

tidak tertangani akan menjadi anemia sedang (Arisma, 2010).

b. Anemia sedang

Pada anemia sedang dengan kadar Hb 7-8 gr%, pengobatan

dapat dimulai dengan preferat besi ferrous besi 600-1000/hari

seperti sulfat ferrosus atau glukonas ferrous. Jika tidak ditangani

maka segera menjadi anemia lebih berat (Wiknjosastro, 2012).

c. Anemia berat

Pada anemia berat dengan kadar Hb >7 gr% pemberian

preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama

kehamilan, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan

(Arisman, 2011).

49
D. Tinjauan Umum Variabel

1. Paritas

Paritas adalah banyaknya bayi yang dilahirkan seorang ibu, baik

melahirkan yang lahir hidup ataupun lahir mati. Resiko ibu mengalami

anemia dalam kehamilan salah satu penyebabna adalah ibu sering

melahirkan dan pada kehamilan berikutnya ibu kurang

memeperhatikan asupan nutrisi yang baik dalam kehamilan. Hal ini

disebabkan karena dalam masa kehamilan zat gizi akan terbagi untuk

ibu dan untuk janin yang dikandung. Kecenderungan bahwa semakin

banyak jumlah kelahiran (paritas), maka semakin tinggi angka

kejadian anemia (Fitriana Andita, 2018).

Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan

janin selama kehamilan maupun melahirkan. Paritas merupakan salah

satu faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil. Jumlah paritas adalah banyaknya bayi yang

dilahirkan seorang ibu dalam keadaan hidup maupun lahir mati.

Hubungan kadar Hb dengan paritas dalam Survey Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) 2010 menunjukkan bahwa prevalensi anemia ringan

dan berat akan lebih tinggi dengan bertambahnya paritas. Prevalensi

anemia 1-4 lebih tinggi dari paritas 0 yaitu 56,5% sedangkan paritas

lebih dari 5 prevalensi anemia lebih tinggi dari pada paritas 1-4 yaitu

58,5% untuk anemia ringan dan untuk anemia berat sebesar 7,6%.

50
Pada paritas 1-4 anemia berat hanya 3,4% dan pada paritas 0 sebesar

2,9%. Semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan

maka semakin banyak kehilangan zat besi dan menjadi semakin

anemia. Parita > 4 merupakan paritas yang berisiko mengalami anemia

dalam kehamilan (Albertus, 2016)

Menurut Albertus (2016), Ibu hamil dengan paritas tinggi

mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami anemia dibanding

dengan paritas rendah. Adanya kencenderungan bahwa semakin

banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka

kejadian anemia.

Anemia bisa terjadi pada ibu dengan paritas tinggi terkait dengan

keadaan biologis ibu dan asupan zat besi. Paritas lebih berisiko bila

terkait dengan jarak kehamilan sebelumnya dimana apabila cadangan

besi di dalam tubuh berkurang maka kehamilan akan menguras

persediaan besi dalam tubuh dan akan menimbulkan anemia pada

kehamilan berikutnya.

2. Umur

Menilai bahwa masa reproduksi yang sehat, kurang risiko dengan

komplikasi kehamilan adalah umur 20-35 tahun, sedangkan kehamilan

berisiko adalah < 20 dan > 35 tahun. Hal ini terkait dengan keadaan

biologis dan psikologis dari ibu hamil (Alberthus, 2016). Wanita yang

51
hamil pada usia muda dari segi biologis, perkembangan alat

biologisnya belum optimal. Secara sosial ekonomi belum siap mandiri

dan secara medis sering mendapatkan gangguan kesehatan, mudah

mengalami anemia, abortus, perdarahan dalam kehamilan, lahir

premature, kematian janin dalam kandungan, mati saat lahir, dan risiko

BBLR. (Alberthus, 2016). Secara psikis mental yang belum matang

sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan

kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi.

Selain kehamilan kurang dari 20 tahun kehamilan diatas 35 tahun

juga mempunyai risiko tinggi terhadap anemia ibu hamil. Pada usi ibu

lebih dari 35 tahun, dalam tubuh telah terjadi berbagai perubahan

akibat penuaan organ dan lebih rentan terhadap anemia. Dengan begitu

kemungkinan untuk dapat penyakit dalam masa kehamilan yang

berhubungan dengan umur akan meningkat. Seperti hipertensi,

keracunan kehamilan (preeclampsia/eklampsia), diabetes, penyakit

jantung dan pembuluh darah. Disebut risiko tinggi karena

kemungkinan terjadi hasil kehamilan yang buruk, komplikasi pada usia

ini akan meningkat.

Menurut Amiruddin (2010), bahwa ibu hamil yang berumur

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu 74,1% menderita

anemia dan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun yaitu 50,5%

menderita anemia. Sedangkan wanita yang berumur 35 tahun,

mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, Karen akondisi kesehatan

52
dan fungsi organ-organ reproduksi mulai menurun sehingga akan

membahayakan kesehatan dan keslamatan ibu hamil maupu janinnya.

Berisiko mengalami pendarahan dan daapat menyebabkan ibu

mengalami anemia (Anonim, 2013).

3. Jarak kehamilan

Setiap kehamilan akan menyababkan cadangan zat besi

berkurang oleh karena itu pada setiap akhir kahamilan diperlukan

waktu 2 tahun untuk mengembalikan cadangan zat besi ke tingkat

normal dengan syarat bahwa selama masa tenggang waktu tersebut

kesehatan dan gizi dalam kondisi yang baik. Maka sebaiknya jarak

persalinan terakhir dengan jarak persalinan berikutnya minimal 2

tahun. Dengan adanya tenggang waktu tersebut diharapkan ibu dapat

mempersiapkan keadaan fisiknya dengan cara melengkapi diri dengan

memakan makanan yang mengandung protein dan zat besi serta bergizi

tinggi untuk menghindari terjadinya anemia disamping itu memberikan

kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk memulikan fungsi faal

maupun anatominya (Manuaba, 2010)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat

mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak

akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya

lebih sehat dibandingkan anak jarak kelahiran dibawah 2 tahun. Jarak

53
melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin atau

anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa status gizi ibu hamil

belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya, oleh

karena itu belum siap untuk kehamilan berikutnya (Alberthus, 2016).

Selain itu kesehatan fisik dan rahim yang masih menyusui sehingga

dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil.

E. Kerangka Konsep

Variabel indpenden Variabel

dependen

Paritas

54
Umur ANEMIA

Jarak Kehamilan
Keterangan :

= variabel bebas (Independen)

= variabel terikat (Dependen)

= hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Null (H0)

55
a. Tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada

ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan

Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

b. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan

Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

c. Tidak ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil

Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan

Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

b. Ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada ibu hamil

di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau

Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

c. Ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil

Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022.

BAB III

METODE PENELITIAN

56
A. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik

kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, teknik pengumpulan

data dengan menggunakkan kuisioner. Desain penelitian cross sectional

merupakan rancangan penelitian yang diukur dan dilakukan sekali waktu

(simultan) dimana peneliti melakukan pengamatan terhadap permasalahan-

permasalahan yang diangkat dengan memperhatikan frekuensi dan waktu,

secara bersamaan. Pada poin ini, peneliti bisa melakukan rancangan

terlebih dahulu. Misalnya mengidentifikasi variabel. Langkah selanjutnya

adalah mengidentifikasi subjek peneliti dan melakukan analisis data

(Donsu, 2016). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2022

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

57
Menurut (Donsu, 2016) populasi merupakan seluruh objek atau

subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah

ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Populasi dalam penelitian ini

adalah 41 ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian jumlah dari populasi. Sampel dalam

ilmu keperawatan ditentukan oleh sampel kriteria inklusi dan eksklusi.

Sampel inklusi menurut Nursalam (2013), dalam bukunya yang

berjudul Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, sampel

inklusi merupakan kriteria yang menentukan subjek penelitian

mewakili sampel penelitian yang memenuhi kriteria sampel. Kriteria

eksklusi merupakan kriteria yang menentukan subjek penelitian yang

tidak dapat mewakili sebagai sampel, karena tidak memenuhi syarat

sebagai sampel (Donsu, 2016).

Jumlah populasi pada penelitian ini relative kecil, maka metode

yang cocok digunakan dalam penarikan sampel adalah metode total

sampling. Total sampling adalah teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan

bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 100 orang atau

penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang

sangat kecil (Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini, subjek penelitian

juga dibatasi dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria

inklusi adalah subjek yang dapat mewakili sampel yang akan

58
memenuhi syarat dari penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi ialah

subjek yang tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi

syarat penelitian (Oktaviani, 2015). Adapun kriteria inklusi dan

eksklusi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Responden yang merupakan Ibu hamil

2) Berdomisili di Wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

1) Ibu hamil yang tidak dapat ditemui saat pengambilan data.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel independen/bebas adalah faktor yang dianggap sebagai faktor

yang berhubungan dengan variabel dependen/terikat. Variabel

independen pada penelitian ini adalah paritas, usia dan jarak

kehamilan.

2. Variabel dependen/terikat adalah faktor yang dianggap sebagai faktor

yang berhubungan dengan variabel dependen/bebas. Variabel

dependen pada penelitian ini adalah anemia pada ibu hamil.

E. Defenisi Operasionl

59
Definisi operasional adalah penentuan kontrak atau sifat yang akan

dipelajari sehingga menjadi variabel yang diukur. Definisi operasional

menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan

mengoperasikan kontrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain

untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau

mengenbangkan cara pengukuran kontrak yang lebih baik (Notoatmojo,

2016).

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Kriteria Objektif Skala


A. Dependen/terikat
1 Kondisi ibu hamil Rekam 1. Anemia bila kadar Nominal
Anemia pada dengan kadar Medis <11 gr%
ibu hamil hemoglobin di bawah 2. Tidak anemia bila
11gr% kadar Hb >11 gr%
B. Independen/bebas
1. Paritas Jumlah persalinan Kuesioner 1. Risiko tinggi bila > 4 Ordinal
yang dilakukan kali
seorang wanita baik 2. Risiko rendah bila <
lahir hidup maupun 4 kali
mati
2. Usia Usia ibu dari sejak Kuesioner 1. Risiko tinggi bila < Ordinal
lahir sampai 20 tahun dan > 35
kehamilan sekarang tahun
2. Risiko rendah bila
20-35 tahun
3. Jarak Rentang waktu jarak Kuesioner 1. Resiko (< 2 tahun) Nominal
kehamilan kehamilan saat ini 2. Tidak beresiko (≥ 2
dengan kehamilan thn)
yang lalu
3.1 Tabel Definisi Operasional

F. Instrument Penelitian

60
Instrument penelitian merupakan suatu alat yang digunakan dalam

pengumpulan data. Alat-alat penelitian dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan) dan formulir-formulir lainnya yang berkaitan dengan

pencarian data.

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa buku register

puskesmas hative kecil untuk melihat berapa jumlah ibu hamil dan jumlah

ibu hamil yang mengalami anemia dan kuisioner yang berisi identitas

umur serta alamat responden dan kuisioner ini terdiri dari 4 pertanyaan (1

pertanyaan tentang variabel dependen dari 3 pertanyaan tentang variabel

independen). Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini akan

dijelaskan sebagai berikut :

1. Kejadian Anemia

Dikatakan “Ya” jika pernah terdiagnosa anemia dalam 3 bulan

terakhir dan tercatat dalam buku register Puskesmas Hative Kecil.

Dikatakan “Tidak” jika tidak pernah terdiagnosa anemia dalam 3 bulan

terakhir dan tidak tercatat dalam buku register Puskesmas Hative kecil.

2. Paritas

Pada kuisioner paritas menggunakan kuisioner penelitian

sebelumnya, yang dimana pada kuisioner yang digunakan untuk setiap

pertanyaan responden dapat mengisi dengan jumlah anak yang lahir

hidup dan jumlah anak yang lahir meninggal.

3. Usia

61
Pada kuisioner variabel usia responden dapat mengisi jawaban

sesuai dengan pertanyaan yang diberikan yaitu usia responden saat ini.

4. Jarak kehamilan

Pada kuisioner variabel jarak kehamilan responden dapat mengisi

pada lembar kuisioner atau pertanyaan terkait jarak kehamilan

responden saat ini dengan kehamilan sebelumnya.

G. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dilakukan dua metode pengumpulan data

sebagai berikut :

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara

terhadap responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner).

Wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan untuk

mendapat gambaran tentang karakteristik responden (paritas, usia dan

jarak kehamilan) dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

2. Data Sekunder

Data yang didapat dari Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil.

H. Pengolahan Data

62
Pengolahan data menurut Notoatmodjo (2016) antara lain :

1. Editing Data

Editing data adalah data untuk memastikan bahwa data yang diperoleh

sudah terisi lengkap, tulisan cukup jelas terbaca jawaban relevan

dengan pertanyaan dan konsisten. Dilakukan dengan cara mengoreksi

data yang telah diperoleh.

2. Coding Data

Coding data merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Setiap data diberikan

kode-kode untuk memudahkan pengolahan data.

3. Entri Data

Entri data merupakan suatu proses memasukan data ke computer

untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan

program computer.

4. Cleaning Data

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan

kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak.

I. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisa data yang menganalisis satu

variabel disebut analisa univariat karena proses pengumpulan data

awal masih acak dan abstrak, kemudian data diolah menjadi informasi

63
yang informative. Analisa ini sering kali digunakan untuk statistic

deskriptif, yang dilaporkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

presentase (Donsu, 2016). Adapun variabel yang dianalisis adalah

paritas, usia dan jarak kehamilan pada ibu hamil yang mengalami

anemia di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariate yaitu analisis data yang menganalisis dua

variabel. Analisis jenis ini sering digunakan untuk mengetahui

hubungan dengan pengaruh x dan y, antara variabel satu dengan

variabel lainnya. Selain mencari pengaruh x dan y, analisa bivariate

juga dapat digunakan untuk mencari perbedaan variabel x dan z

(Donsu, 2016) yaitu untuk mengetahui hubungan paritas, usia dan

jarak kehamilan pada ibu hamil yang mengalami anemia di wilayah

kerja Puskesmas Hative Kecil. Analisa bivariate dilakukan untuk

mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen .

teknik analisa yang dilakukan yaitu uji chi square. Analisa bivariate

untuk melakukan analisa hubungan variabel kategori dilakukan dengan

menggunakan uji statistic kai kuadrat (chi-square), yang digunakan

untuk menguji perbedaan proporsi dengan tingkat signifikan 5% (nilai

α = 0,05) adalah uji chi-square, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika p value < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada

pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat.

64
b. Jika P value > a maka Ho diterima dan Ha ditolak yang

berartintidak ada pengaruh antara variabel bebas dan variabel

terikat.

Menurut Dahlan (2014) Syarat dilakukannya Uji Chi Square bila

memenuhi syarat antara lain sebagai berikut :

a. Semua hipotesis untuk kategori tidak berpasangan menggunakan

Chi Square bila memenuhi syarat.

b. Syarat Chi Square adalah sel yang mempunyai nilai Expeted

kurang dari 5 minimal 20% dari jumlah sel.

c. Jika syarat Chi Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji

alternatifnya :

1) Table 2x2

Untuk table 2x2, alternative Chi Square adalah uji Fisher

Eksak.

2) Table 2Xk

a) Bila ordinal dan tujuannya membandingkan proporsi,

alternatifnya Chi Square adalah menjadikannya beberapa

table.

b) Bila ordinal dan tujuannya membandingkan trend,

alternative Chi Square adalah Mann-Whitney.

c) Bila ordinal dan sel digabungkan secara subtitusi, lakukan

penggabungan sel.

65
d) Jika nominal, alternative Chi Square adalah penggabungan

sel. Bila tidak dapat digabungkan secara subtitusi, buatlah

menjadi beberapa table 2x2.

3) Table (>2)x(>2)

a) jika salah satu variabel ordinal dan tujuannya

membandingkan proporsi, buatlah menjadi table 2x2.

b) Jika salah satu variabel ordinal dan tujuannya melihat trend,

anternatif Chi Square adalah Kruskal-Wallis.

c) Bila ordinal dan sel dapat digabung secara subtitusi, buatlah

menjadi beberapa BxK

Jadi untuk analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji

Chi Square jika syarat terpenuhi dengan nilai expected count di

bawah 5 maksimal 20% . jika syarat tidak terpenuhi bias

menggunakan uji anternatif Chi Square adalah uji Fisher Eksak.

66
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini berlangsung di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil

dengan responden sebanyak 41. Data penelitian ini diambil dalam kurun

waktu 18 Juli – 18 Aguastus tahun 2022.

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Hative Kecil merupakan salah satu puskesmas yang

berada di wilayah Kabupaten Kota Ambon, Kecamatan Sirimau,

alamat jl. Kapten Pierre Tenden Desa Galala. Puskesmas ini melayani

berbagai macam program kesehatan dan memiliki 2 wilayah kerja yang

terdiri dari Desa Hative Kecil dengan jumlah penduduk 11,145 dan

Desa Galala dengan jumlah penduduk 1,555.

Pelayanan kesehatan pada Puskesmas Hative Kecil di mulai dari

hari senin sampai pada hari jumat dengan jam kerja pukul 08.00-11.00

WIT. Sedangkan pada hari jumat dan sabtu merupakan hari libur

sehingga tidak ada pelayanan kesehatan bagi pasien yang ingin

memeriksakan kesehatan di Puskesmas Hative Kecil.

67
Gambar 4.1 Puskesmas Hative Kecil.

2. Analisis Univariat

Analisis unuvariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik

responden dan masing-masing variable penelitian yang dijelaskan

dalam bentuk tabel dan narasi.

a. Deskripsi Variabel Penelitian

Analisis deskripsi ini merupakan analisis terhadap variabel

paritas, usia dan jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu

hamil. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

1) Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil di wilayah Kerja Puskesmas Hative

Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022

dapat dilihat pada table 4.1 dibawah ini:

68
Table 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten
Kota Ambon Tahun 2022
Kejadian Anemia n %
Aemia 28 68,3
Tidak Anemia 13 31,7
Total 41 100

Sumber : Data Primer, 2022

Dari table 4.1 menunjukan bahwa hampir 70% responden

yang mengalami anemia..

2) Paritas

Distribusi frekuensi responden berdasarkan Paritas di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau

Kabupaten kota Ambon Tahun 2022 dapat dilihat pada table

4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Paritas di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil
Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022
Paritas n %
>4 34 82,9
<4 7 17,1
Total 41 100

Sumber : Data Primer, 2022

Dari table 4.2 menunjukan bahwa hampir 83% ibu

dengan paritas lebih dari 4 mengalami anemia.

69
3) Usia Ibu Hamil

Distribusi responden berdasarkan Usia Ibu Hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau

Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022 dapat dilihat pada

table 4.3 dibawah ini:

Table 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Usia Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative
Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon
Tahun 2022
Usia N %

20-35 Tahun 28 68,3

<20 dan >35 Tahun 13 31,7

Total 41 100

Sumber : Data Primer, 2022

Pada table 4.3 menunjukan bahwa hampir 70% usia 20-

35 tahun pada saat hamil mengalami anemia.

4) Jarak Kehamilan

Distribusi responden berdasarkan Jarak Kehamilan di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau

Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022 dapat dilihat pada

table 4.4 dibawah ini:

70
Table 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Jarak kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Hative

Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon

Tahun 2022

Jarak Kehamilan N %

>2 Tahun 8 19,5

<2 Tahun 33 80,5

Total 41 100

Sumber : Data Primer, 2022

Dari table 4.4 menunjukan bahwa sebagian besar

responden yang mengalami anemia dengan jarak kehamilan

<2 tahun mencapai 80,5% dibandingkan dengan jarak

kehamilan >2 tahun.

3. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat ini dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel dependen dan variabel independen secara sendiri-sendiri

bila nilai hubungan antara masing-masing variabel berada pada

tingkat kemaknaan < 0,05 dengan menggunakan uji Fhiser Eksak.

Berikut ini adalah hasil analisis bivariate yang dilakukan dalam

penelitian ini.

71
a. Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Anemia Pada

Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil

Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon

Table 4.5 Hubungan antara Paritas dengan Kejadian


Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon
Tahun 2022
Paritas Kejadian Anemia Total
P value
Anemia Tidak Anemia
n % N % n %

>4 27 79,4 7 20,6 34 100 0,002


<4 1 14,3 6 85,7 7 100
Total 28 68,3 13 31,7 41 100

Sumber : Data Primer, 2022

Table 4.5 diatas menunjukan bahwa responden dengan paritas

>4 sebanyak 34 (100%), diantaranya 27 responden (79,4%)

yang mengalami anemia dan 7 responden (20,6%) tidak

mengalami anemia. Disisi lain responden dengan paritas <4

berjumlah 7 (100%), diantaranya 1 responden (14,3%) yang

mengalami anemia dan 6 responden (85,7%) yang tidak

mengalami anemia. Berdasarkan hasil uji statistik dengan

menggunakan uji Fisher Eksak diperoleh nilah p= 0,002

(<0,005), yang artinya ada hubungan antara paritas dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas

Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon.

72
b. Hubungan Usia dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil Kecamatan

Sirimau Kabupaten Kota Ambon

Table 4.6 Hubungan antara Usia dengan Kejadian Anemia


Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil
Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon Tahun 2022
Usia Kejadian Anemia Total
Anemia Tidak Anemia P value

N % N % n %

20-35 Tahun 20 19,1 8 8,9 28 100 0,720


<20 dan >35 8 8,9 5 4,1 13 100
Tahun

Total 28 68,3 13 31,7 41 100


Sumber : Data Primer, 2022

Table 4.6 diatas menunjukan bahwa responden dengan usia

antara 20-35 tahun berjumlah 28 responden (100%),

diantaranya 20 responden (19,1%) yang mengalami anemia dan

8 responden (8,9%) yang tidak mengalami anemia. Disisi lain

responden dengan usia <20 dan >35 tahun berjumlah 13

responden (100%), diantaranya 8 responden (8,9%) yang

mengalami anemia dan 5 responden (4,1%) yang tidak

mengalami anemia. Berdasarkan uji statistic dengan

menggunakan uji Fisher Eksak diperoleh nila p = 0,720

(>0,005) yang artinya tidak ada hubungan antara usia dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas

Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon.

73
c. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia

Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil

Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon

Table 4.7 Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan


Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten
Kota Ambon Tahun 2022
Jarak Kejadian Anemia Total
Kehamilan P value
Anemia Tidak Anemia
n % n % n %

>2 Tahun 2 25,0 6 75,0 8 100 0,007


<2 Tahun 26 78,8 7 21,2 33 100
Total 28 68,3 13 31,7 41 100
Sumber : Data Primer, 2022

Table 4.7 diatas menunjukan bahwa responden yang jarak

kehamilan >2 tahun berjumlah 8 responden (100%),

diantaranya 2 responden (25,0%) yang mengalami anemia dan

6 responden (75,0%) yang tidak mengalami anemia. Disisi lain

responden yang jarak kehamilan <2 tahun berjumlah 33

responden (100%), diantaranya 26 responden (78,8%) yang

mengalami anemia dan 7 responden (21,2%) yang tidak

mengalami anemia. Berdasarkan uji statistik dengan

menggunakan uji Fisher Eksak diperoleh nila p=0,007 (<0,005)

yang artinya ada hubungan antara jarak kehamilan dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas

Hative Kecil Kecamatan Sirimau Kabupaten Kota Ambon.

74
B. Pembahasan

Adapun pembahasan variabel penelitian terhadap kejadian anemia

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil sebagai berikut:

1. Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian Anemia Pada Ibu

Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil

Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian

anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil maka

dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang

menyatakan tentang jumlah anak yang pernah ibu lahirkan

(hidup/meninggal). Apabila terdapat jumlah anak dari responden yang

pernah dilahirkan baik hidup maupun meninggal lebih dari empat kali

maka dikategorikan paritas >4 dalam penelitian ini dan apabila

sebaliknya jumlah anak yang dilahirkan baik hidup maupun meninggal

kurang dari empat kali, maka dikategorikan paritas <4.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara

paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Hative Kecil, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik

diperoleh nilai p= 0,002 (<0,005) maka Ho ditolak yang artinya ada

hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapati bahwa

responden yang paritas >4 dan mengalami anemia dikarenakan jumlah

anak yang pernah ibu lahirkan baik lahir hidup maupun meninggal

75
lebih dari empat kali beresiko mengalami anemia. Selain itu didapati

sebagian besar responden yang memiliki kehamilan ulang dalam waktu

singkat sehingga, bila tidak diperhatikan maka dapat beresiko

mengalami anemia. Menurut teori Manuaba (2010) resiko tinggi

anemia akan terjadi jika wanita sering mengalami kehamilan dan

melahirkan karena zat besi, karena selama kehamilan wanita

menggunakan cadangan zat besi yang ada dalam tubuhnya. Selain itu,

menurut teori Prawiroharjo (2009), anemia dipengaruhi oleh

kehamilan dan persalinan yang sering. Semakin sering wanita

mengalami kehamilan dan persalinan maka, semakin beresiko

mengalami anemia karena kehilangan zat besi yang diakibatkan

kehamilan dan persalinan sebelumnya. Selain itu kehamilan berulang

dalam waktu singkat menyebabkan cadangan zat besi ibu yang belum

pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung bukan

anak pertama, jarak kelahiran yang pendek mengakibatkan fungsi alat

reproduksi masih belum optimal. Menurut teori (Adawiyah, 2020)

menyatakan bahwa, kehamilan yang sering terjadi atau berulang dapat

membuat pembuluh darah menjadi rusak, selain itu pada pembuluh

darah dan dinding uterus juga ikut terhambat sehingga mempengaruhi

pergerakan sirkulasi dan nutrisi ke janin, hal ini menyebabkan resiko

anemia akan mudah dialami oleh ibu yang sering mengalami

kehamilan. Oleh karena itu, jumlah paritas mempengaruhi kejadian

anemia, karena pada saat melahirkan, maka resiko kehilangan darah

76
semakin meningkat akibatnya kadar Hb menurun. Setiap kali wanita

melahirkan jumlah zat besi berkurang hingga sebesar kurang lebih

250mg.

Sedangkan responden yang paritas <4 namun mengalami anemia

karena, sekalipun jumlah anak yang dilahirkan <4 tanpa disadari juga

dapat menyebabkan anemia. hal ini kemungkinan dapat terjadi karena

disebabkan oleh faktor lain seperti kurangnya ibu dalam

memperhatikan jarak kehamilan sebelumnya dengan kehamilan

sekarang. Hasil wawancara dengan responden juga didapati bahwa 26

responden (78,8%) memiliki kehamilan ulang dalam waktu yang

singkat.

Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat (Oktaviana & Nelly,

2020) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara paritas dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Karta Raharja & Marga

Kencana Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan signifikan p value =

0,017. Ibu yang paritas >4 berisiko 5 kali mengalami anemia

dibandingkan dengan ibu yang paritas <4. Hal ini di dukung juga

dengan teori Hidayati & Andyarini (2018), setelah kehamilan ketiga

resiko anemia meningkat, hal ini disebabkan karena pada kehamilan

berulang menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan dinding

uterus yang biasanya mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin. Semakin

sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resiko

kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Hasil

77
penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian (Herawati, C., dkk, 2010)

pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Majalengka, menyatakan

bahwa ibu dengan paritas >4 mempunyai resiko lebih tingi

dibandingkan ibu dengan parita <4, dengan nila p=0,024. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa semakin banyak paritas > 4 maka

semakin besar potensi ibu hamil mengalami anemia.

Menurut peneliti, kejadian anemia pada ibu hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Hative Kecil sebagian besar terjadi pada ibu hamil yang

paritas >4. Hal ini disebabkan karena semakin seringnya seorang ibu

melahirkan maka akan mengakibatkan frekuensi zat besi dalam tubuh

ibu berkurang sehingga berdampak pada penurunan kadar Hb yang

membuat ibu terkena anemia pada kehamilannya. Upaya yang

dilakukan untuk mengatasi kejadian anemia pada ibu hamil adalah

dengan cara mengkonsumsi tablet besi yang tepat yang sudah

dianjurkan oleh dokter atau tenaga medis lainnya serta mengkonsumsi

makanan yang mengandung sumber zat besi (daging, hati, ikan, telur,

bua-buahan, kacang-kacangan dan padi-padian) untuk mencegah

anemia gizi besi, serta mengkonsumsi vitamin C yang diperlukan

untuk meningkatkan penyerapan zat bezi dalam tubuh. Selain itu.

Asumsi peneliti didukung oleh teori (Albertus, 2016), yang

menyatakan bahwa ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko

lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan dengan paritas

78
rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak `jumlah

kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.

2. Hubungan Antara Usia dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil

Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil maka

dilakukan wanwancara dengan menggunakan kuesioner yang

menyatakan tentang usia dari responden.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil, hal ini dibuktikan dengan hasil

uji statistik diperoleh nilai p= 0,720 (>0,005) maka Ho diterima yang

artinya tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada

ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil. Tidak ada

hubungan dikarenakan sebagian besar ibu hamil dengan usia beresiko

(<20 tahun dan > 35 tahun) mengalami anemia, yaitu sebanyak 8

responden (8,9%) dan yang tidak anemia, yaitu 5 responden (4,1%),

kemudian sebagian besar ibu hamil dengan usia tidak beresiko (20-35

tahun) mengalam anemia yaitu sebanyak 20 responden (19,1%) dan

yang tidak anemia yaitu, 8 responden (8,9%).

Meskipun dari hasil uji statistic tidak terdapat hubungan antara usia

dengan kejadian anemia pada ibu hamil, namun teori yang

79
dikemukakan oleh Manuaba (2011) membuktikan bahwa, usia ibu

yang ideal dalam kehamilan adalah kelompok usia 20-35 tahun dan

pada usia tersebut, ibu memiliki reproduksi yang sehat serta kurang

beresiko terjadi komplikasi kehamilan. Kelompok usia <20 tahun

berisiko anemia karena perkembangan reproduksi belum optimal dan

menurut Soebroto (2012), kehamilan kelompok usia 35 tahun terkait

dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai

penyakit yang sering menimpa di usia ini Amiruddin (2012),

kehamilan pada usia >35 tahun merupakan kehamilan risiko tinggi,

karena pada usia ini sering terjadi masalah kesehatan kronis, salah

satunya beresiko terjadi anemia.

Hasil penelitian ini menunjukan tidak sejalan dengan teori diatas,

dimana terdapat 28 ibu hamil (100%) yang mengalami anemia dan

lebih banyak 20 responden (19,1%). Sedangkan terdapat 13 ibu hamil

(100%) yang tidak mengalami anemia dan lebih sedikit 8 responden

(8,9%) mengalami anemia. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Isnaini., dkk, 2021) menyatakan

bahwa, tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada

ibu hamil di Puskesmas Sowi dengan nilai p value = 0,605 (>0.05),

penelitian ini sejalan dengan penelitian (Miarti., dkk, 2020)

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu

dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p value = 0,487

(>0,005) di Puskesmas Dana dan Puskesmas Pasir Putih Kabupaten

80
Muna dan juga penelitian ini sejalan dengan penelitian (Mulyani dan

Hapsari, 2020) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

usia dengan kejadian anemia pada ibu hamil diengan nilai p value =

0,352 (>0,05) di Puskesmas Bojong.

Menurut peneliti usia tidak berhubungan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil untuk tempat penelitian (wilayah kerja Puskesmas

Hative Kecil) karena sebagian besar 28 (100%) ibu hamil di wilayah

kerja Puskesmas Hative Kecil tidak beresiko mengalami anemia. hal

ini bisa saja terjadi karena adanya factor lain yang menyebabkan ibu

hamil mengalami anemia walaupun usia ibu berada pada resiko

rendah mengalami anemia. Hal ini juga sejalan dengan teori Istiarti &

Tinuk (2011), yang menyatakan bahwa umur bukan satu-satunya

factor penyebab anemia melainkan ada factor lain yaitu factor dasar

(social ekonomi, pengetahuan, pendidikan, dan budaya) dan factor

langsung (pola konsumsi tablet tambah darah, infeksi dan perdarahan).

Factor yang kemungkinan paling mempengaruhi yaitu paritas karena

meskipun ibu hamil berusia produktif (tidak beresiko) namun

mayoritas ibu hamil merupakan nulipara dan primipara (beresiko)

terjadinya anemia pada ibu hamil.

81
3. Hubungan Antara Jarak kehamilan dengan Kejadian Anemia

Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Hative Kecil

Untuk mengetahui hubungan antara jarak kehamilan dengan

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative

Kecil maka dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan

menanyakan tentang jarak antara kelahiran terakhir dengan kehamilan

sekarang. Apabila jaraak kehamilan responden antara kelahiran

terakhir dengan kehamilan sekarang <2 tahun maka responden tersebut

dikategori tidak beresiko mengalami anemia dalam penelitian ini dan

apabila sebaliknya jarak kelahiran terakhir dengan kehamilan sekarang

>2 tahun maka responden tersebut dikategorikan beresiko mengalami

anemia.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara jarak

kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Hative Kecil, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistic

diperoleh nilai p = 0,007 (<0,005) maka Ho ditolak yang artinya ada

hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapati bahwa,

responden yang jarak kehamilan <2 tahun dan mengalami anemia

dikarenakan sebagian besar ibu hamil dengan jarak kelahiran terakhir

dan kehamilan sekarang terlalu dekat dapat menyebabkan ibu hamil

mengalami anemia. Menurut Husin (2013) menjelaskan bahwa, jarak

82
kehamilan terlalu dekat yaitu <2 tahun menjadi resiko karena system

reproduksi belum kembali seperti keadaan semula sebelum hamil.

Resiko jarak kehamilan terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya

anemia. Hal tersebut karena tubuh seorang ibu belum cukup untuk

mengumpulkan cadangan nutrisi setelah melalui hamil pertama.

Hasil penelitian ini, dukung oleh Noversiti, E (2012) yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jarak

kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III dengan

nilai p value = 0,004 (<0,05) di wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin

Kota Padang. Penelitian ini didukung oleh (Sjahriani dan Vera, 2019)

yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jarak kehamilan <2

tahun dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III dengan nilai

p value = 0,000 (<0,05) di Puskesmas Bandar Jaya Lahat Kabupaten

Lahat. Hasil penelitian lain yang sejalan yaitu penelian (Rizka, Nur

Aliyah, 2019) yang menyatakan bahwaada hubungan ysng signifikan

antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil,

dengan hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden

memiliki jarak kehamilan <2 lebih banyak yang mengalami anemia

dibandingkan dengan responden minoritas yang memiliki jarak

kehamilan >2 tahun hal ini dibuktikan dengan hasil uji Exact-Fisher

diperoleh nilai p = 0,000 (<0,05) di Wilayah Kerja Puskesmas Danau

Marsabut.

83
Menurut peneliti, ada hubungan antara jarak kehamilan dengan

anemia, hal ini di karenakan jarak kehamilan yang yang <2 tahun akan

memiliki resiko tinggi mengalami pendarahan karena organ-organ

reproduksi belum pulih dengan sempurnah sehingga uterus tidak

berkonsentrasi dengan baik dan menimbulkan terjadinya perdarahan

pada saat persalinan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat juga akan

menyebabkan ibu mengalami anemia karena setiap persalinan akan

banyak mengeluarkan darah, jika jarak kehamilan <2 tahun volume

darah di dalam tubuh ibu belum stabil atau belum terpenuhi sesuai

dengan yang normalnya, gizi, energy, serta nutrisi yang diperlukan

tubuh ibu belum tercukupi, sehingga saat bersalin setiap tahunnya akan

mengakibatkan ibu kekurangan volume darah.

Asumsi peneliti didukung oleh teori (Novianti., dkk, 2020), yang

menyatak bahwa jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat

mengakibatkan terjadinya anemia pada ibu hamil karena status gizi ibu

belum pulih, selain itu seorang ibu bisa mengalami infeksi, ketuban

pecah dini dan perdarahan. Seorang ibu membutuhkan waktu lebih dari

2 tahun untuk memulihkan organ reproduksinya. Sesuai dengan teori

menurut Sepduwiana (2017), yang menyatakan bahwa jarak kehamilan

yang baik adalah lebih dari 2 tahun, hal ini agar status gizi ibu menjadi

baik dan kebutuhan zat besi seorang ibu dapat tercukupi, serta

mempersiapkan stamina fisiknya sebelum hamil berikutnya.

84
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai hasil penelitian dan pembahasan dalam menjawab tujuan dan

hipotesis penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara paritas dan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil, dimana diperoleh nilai p =

0,002 (p <α = 0,05)

2. Tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil, dimana diperoleh nilai

p = 0,720 (p >α = 0,05)

3. Ada hubungan antara jarak kehamilan dan kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil, dimana diperoleh nilai

p = 0,007 (p <α = 0,05)

B. Saran

berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka ada beberapa hal yang

dapat peneliti sarankan sebagai masukan terkait dengan program

penanggulangan anemia pada ibu hamil sehingga akan menurunkan angka

kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil.

1. Petugas kesehatan

Diharapkan kepada tenaga Kesehatan terutama bidan dapat

meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi kepada ibu tentang

anemia baik sebelum kehamilan maupun saat kehamilan dan juga

85
edukasi tentang bagaimana cara agar dapat mencegah terjadinya

anemia pada ibu hamil.

2. Bagi Ibu

Diharapkan agar ibu dapat meningkatkan pengetahuan tentang ibu

hamil sehingga bisa mengetahui dengan baik apa saja factor-faktor

yang dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil sehingga ibu dapat

menghindari dan mencegah agar tidak terjadi atau mengalami anemia

saat kehamilan maupun persalinan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini menambah pengetahuan bagi penulis dan dapat

dijadikan sebagai bahan acuan atau referensi informasi terkait factor-

faktor yang menyebabkan kejadian anemia pada ibu hamil.

86
DAFTAR PUSTAKA

Akhirin, dkk., 2021. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia

Pada Ibu Hamil. Journal of Wellness and Healthy Magazine. Vol 3, No 1,

p 109-115.

Alamsyah., 2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit

Anemia Pada Ibu Hamil Usia Kehamilan 1-3 Bulan Di Wilayah Kerja

sPuskesmas Bontomarannu kabupaten Gowa. Vol 1, No 2.

Alberthus., 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Ibu Hamil

Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayu Putih Kecamatan Sirimau Kota Ambon

tahun 2015. Skripsi Universitas Kristen Indonesia Maluku: tidak diterbitkan.

Almatsier, 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Amin, Hardi., 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

& NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Mediaction Publishing Jogjakarta

Amirudin, Wahyudin., 2010. Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap

Kejadian Anemia Ibu Hamil di Puskesmas Bantimurung Maros.Tahun 2012.

Artikel Ilmiah.

Andita., 2018. Analisa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Anemia Kehamilan di

Puskesmas Padang Bulan. Fakultas Keperawatan. Skripsi Universitas

Sumatera Utara

Aninim., 2013. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta : Erlangga

Astuti, Ertiana., 2018. “Anemia Dalam Kehamilan”. Diterbitkan oleh : CV

Pustaka Abadi, https://books.google.co.id/books?

hl=id&lr=&id=6tisDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=kasus+anemia&ots
87
=A-

d7ZLfS94&sig=D3mSECSR3rNsB720VB0a7r6g8D0&redir_esc=y#v=onep

age&q=kasus%20anemia&f=false

Dahlan, Sopiyudin., 2014. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Edisi 6.

Jakarta, Salemba Medika.

Detty Afriyanti S., 2020. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil Di Kota Bukittinggi. Vol xiv, No.01.

Donsu., 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press, Perpustakaan Nasional RI.

Emma., 2010. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Fitriana Andita,, 2018. Analisa Fak-Faktor yang Mempengaruhi Anemia

Kehamilan di Puskesmas Padang Bulan. Universitas Sumatra Utara. Medan

Hidayati, Andyarini., 2018. Hubungan Jumlah Paritas dan Umur Kehamilan

dengan Kejadian Anemia Ibu Hamil. Journal of Health Science and

Prevention. Vol.2(1)

Ismail Rasmin., 2016. Laporan Pendahuluan Anemia Di Ruang Airlangga RSUD

Kanjuruhan Kepanjen. Program Pendidikan Provesi Nurs. Fakultas Ilmu

Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Malang.

88
Khoiriah Annisa, Latifah., 2020. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Makrayu Palembang”.

Midwifery Journal Kebidanan. Vol 5, No 2.

Komariah, Nugroho., 2019. Hubungan Pengetahuan, Usia dan Paritas Dengan

Kejadian Komplikasi Kehamilan Pada Ibu Hamil Trimester III Di Rumah

Sakit Ibu dan Aanak aiisyiyah Samarinda. Vol 5, No 2

Lilipaly . O. Ice; 2018. “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Primigravida Di Puskesmas Harawano Kecamatan

Saparua Timur Kabupaten Maluku tengah”. Skripsi Universitas Kristen

Indonesia Maluku: tidak diterbitkan.

Manuaba., 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Ibu Hamil. Jakarta:

Erlangga

Manuaba., 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.

Edisi2, EGC, Jakata.

Mardiah., 2020. “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Ibu

hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Mandiang Kota Bukit Tinggi”. Jurnal

Human care. Vol 5, No 1.

Mardliyanti., 2013. Masalah Pemberian zat besi Terhadat Peningkatan Kadar

Hemoglobin dan Serum Ferritin Ibu Hamill di Puskesmas, Medika 2014.

89
Miarti, dkk., 2020. “Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu HAmil Di Puskesmas Dana Dan Puskesmas Pasir Putih

Kabupaten Muna”. Midwifery Journal Kebidanan. Vol 5, No 1.

Murtini. 2009., Efektifitas Suplementasi Tablet Besindan Vitamin C Terhadap

Kadar Hemoglobin ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bantimurung

Kabupaten Maros, Tahun 2014.

Neshy Sulung, dkk., 2022. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil. Journal of Telenursing (JOTING). Vol 4, No 1

Notoatmojo., 2016. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam., 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Olang S. Oktoviana. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Tn.A.H Yang Menderita

Anemia Di Ruang Komodo RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang. Karya

Tulis Ilmiah.

Proverawati. 2011. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Anemia Dalam

Kehamilan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Purnawan. 2012. Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta: Erlangga

90
Putri, Yuanita., 2019. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang Tahun

2019”. Jurnal Kesehatan dan Pembangunan. Vol 10, No 19.

Rohan dan Sandu, 2015. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha

Medika.

Sjahriani, Faridah., 2019. “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil”. Jurnal Kebidanan. Vol 5, No 2, 106-115.

Saidin. 2011. Ketersediaan Hayati Zat Bezi, Kandungan Zat Pemacu dan

Penghambat Penyerapan Zat Besi Dalam Makanan Ibu Hamil. Jakarta :

Gramedia Pustaka.

Sohimah, 2006. Anemia Dalam Kehamilan dan Penanggulangannya. Gramedia,

Jakarta.

Tarwoto, dkk. 2011. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Pustaka Utama

Varney, Helen, 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Watimena I. H; 2017. “Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kepatuhan Ibu

HAmil Mengkonsumsi tablet FE Di Wilayah Kerja Puskesmas kayu Putih

Kecamatan Sirimau Kota Ambon”. Skripsi Universitas Kristen Indonesia

Maluku: tidak diterbitkan.

Wiknjisastro, H., 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiro Harjo.

91
Wiwik, Andi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

92
LAMPIRAN

93
Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi

94
Lampiran 2. Surat Pengambilan Data Awal

95
Lampiran 3. Informed Consent

FORMULIR PERSETUJUAN RESPONDEN DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Menyatakan bersedia untuk membantu dengan menjadi responden dalam penelitian yang

akan dilakukan oleh :

Nama : Maria Magdalena Ulurdity

NPM : 12114201180186

Judul : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

wilayah kerja Puskesmas Hative Kecil

Demikian lembaran persutujuan ini saya isi dengan sebenar-benarnya agar dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Ambon, Juli 2022

Responden

(……………………….)

96
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian

KUISIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

Nama Responden :

Hari/Tanggal :

A. Identitas Umur Responden

Nama :

Umur :

Alamat :

Pernah mengalami anemia dalam tiga bulan terakhir : Ya / Tidak

B. Petunjuk Pengisian

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jujur sesuai dengan keadaan

sebenarnya.

C. Variabel Paritas

Jumlah anak yang pernah ibu lahirkan (hidup/meninggal) :

1. Hidup : ….. orang

2. Meninggal : .…. orang

D. Variabel Jarak Kehamilan

Jarak antara kelahiran terakhir dengan kehamilan sekarang : …. Tahun

Sumber : Yulin Dwiya Ramadhani, 2018

97
Lampiran 5, Hasil Output SPSS

Frequencies

Statistics

Anemia Paritas Usia Jarak Kehamilan

N Valid 41 41 41 41

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

Anemia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Anemia 28 68.3 68.3 68.3

Tidak Anemia 13 31.7 31.7 100.0

Total 41 100.0 100.0

Paritas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >4 34 82.9 82.9 82.9

<4 7 17.1 17.1 100.0

Total 41 100.0 100.0

98
Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-35 Tahun 28 68.3 68.3 68.3

<20 dan >35 Tahanun 13 31.7 31.7 100.0

Total 41 100.0 100.0

Jarak Kehamilan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid > 2 Tahun 8 19.5 19.5 19.5

< 2 Tahun 33 80.5 80.5 100.0

Total 41 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Paritas * Anemia 41 100.0% 0 0.0% 41 100.0%


Usia * Anemia 41 100.0% 0 0.0% 41 100.0%

Jarak Kehamilan * Anemia 41 100.0% 0 0.0% 41 100.0%

Paritas * Anemia

99
Crosstab

Anemia

Anemia Tidak Anemia Total

Paritas >4 Count 27 7 34

Expected Count 23.2 10.8 34.0

% within Paritas 79.4% 20.6% 100.0%

<4 Count 1 6 7

Expected Count 4.8 2.2 7.0

% within Paritas 14.3% 85.7% 100.0%


Total Count 28 13 41

Expected Count 28.0 13.0 41.0

% within Paritas 68.3% 31.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 11.370a 1 .001


Continuity Correction b
8.562 1 .003
Likelihood Ratio 10.905 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 11.093 1 .001
N of Valid Cases 41

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.22.
b. Computed only for a 2x2 table

Usia * Anemia

100
Crosstab

Anemia

Anemia Tidak Anemia Total

Usia 20-35 Tahun Count 20 8 28

Expected Count 19.1 8.9 28.0

% within Usia 71.4% 28.6% 100.0%

<20 dan >35 Tahanun Count 8 5 13

Expected Count 8.9 4.1 13.0

% within Usia 61.5% 38.5% 100.0%


Total Count 28 13 41

Expected Count 28.0 13.0 41.0

% within Usia 68.3% 31.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .401a 1 .527


Continuity Correction b
.074 1 .785
Likelihood Ratio .394 1 .530
Fisher's Exact Test .720 .387
Linear-by-Linear Association .391 1 .532
N of Valid Cases 41

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.12.
b. Computed only for a 2x2 table

Jarak Kehamilan * Anemia

Crosstab

101
Anemia

Anemia Tidak Anemia Total

Jarak Kehamilan > 2 Tahun Count 2 6 8

Expected Count 5.5 2.5 8.0

% within Jarak Kehamilan 25.0% 75.0% 100.0%

< 2 Tahun Count 26 7 33

Expected Count 22.5 10.5 33.0

% within Jarak Kehamilan 78.8% 21.2% 100.0%


Total Count 28 13 41

Expected Count 28.0 13.0 41.0

% within Jarak Kehamilan 68.3% 31.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.603a 1 .003


Continuity Correction b
6.298 1 .012
Likelihood Ratio 8.118 1 .004
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear Association 8.393 1 .004
N of Valid Cases 41

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.54.
b. Computed only for a 2x2 table

Lampiran 6, Master Tabel

MASTER TABEL

102
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

ANEMIA PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

HATIVE KECIL

No Paritas Jarak
Nama Hb Umur Jumlah Jumlah Kehamilan
Responden (gr/dl) ank lahir anak lahir
hidup meninggal
1 Ny. Y 9,6 30 Thn 3 1 1 Thn

2 Ny.Y. R 9,8 28 Thn 2 - 4 Thn

3 Ny. Y. K 9,8 36 Thn 2 2 1 Thn

4 Ny. W.S 11,6 29 Thn 4 - 1 thn 2


bulan
5 Ny. E 11,8 37 Thn 3 2 1 thn

6 Ny. R. S 10,2 36 Thn 4 - 1 Thn 11


bulan
7 Ny. S. T 11,6 24 Thn 1 - 2 thn
8 Ny. W 11,6 26 Thn 3 1 1 Thn
9 Ny. L 9,8 27 Thn 2 2 1 thn
10 Ny. P 10,6 29 Thn 3 1 1 thn 5
bulan
11 Ny. M. R 12,3 38 Thn 4 - 1 Thn 6
Bulan
12 Ny. W. A 9,8 30 Thn 2 2 1 Thn 9
Bulan
13 Ny. A. V 9,6 27 Thn 2 2 1 Thn 3
Bulan
14 Ny. A. R 9,8 31 Thn 3 1 1 thn

103
15 Ny. D. U 10,2 25 Thn 4 - 1 thn 7
bulan
16 Ny. F. R 11,8 22 Thn 1 - 2 Thn
17 Ny. M. R 9,8 29 Thn 3 2 1 Thn
18 Ny. L. R 10,3 31 Thn 4 - 1 Thn
19 Ny. P 9,6 36 Thn 3 1 1 Thn
20 Ny. W. M 11,6 26 Thn 2 2 1 Thn 3
Bulan
21 Ny. M. K 9,7 29 Thn 3 1 1 thn 9
bulan
22 Ny. A. S 11,8 25 Thn 2 - 2 Thn 6
Bulan
23 Ny. K 9,6 31 Thn 2 2 1 Thn
24 Ny. N. P 10,2 38 Thn 3 1 1 Thn
25 Ny. G 9,8 28 thn 4 - 1 Thn 5
Bulan
26 Ny. Y 9,8 37 Thn 3 1 1 Thn
27 Ny. A 11,8 24 Thn 2 2 1 Thn
28 Ny. V 10,3 29 Thn 3 1 1 Thn 2
Bulan
29 Ny. S 11,6 36 Thn 1 - 3 Thn
30 Ny. M 9,8 32 Thn 3 1 1 Thn
31 Ny. A 11,8 36 thn 3 2 1 Thn
32 Ny. F. S 11,6 23 Thn 1 - 2 Thn
33 Ny. E. R 10,3 28 thn 4 - 1 Thn
34 Ny. N 9,8 30 Thn 3 1 1 Thn 7
Bulan
35 Ny. R 9,8 36 Thn 3 2 3 Thn
36 Ny. B. K 9,7 36 Thn 4 - 1 Thn
37 Ny. C 9,6 27 Thn 3 1 1 Thn

104
38 Ny. M. U 12,2 36 Thn 3 - 2 Thn 3
bulan
39 Ny. D. S 9,8 32 Thn 5 1 1 Thn
40 Ny. W 9,6 38 Thn 4 2 1 Thn 5
Bulan
41 Ny. K. R 9,8 31 Thn 4 - 1 Thn

Lampiran 7, Dokumentasi Penelitian

105
106

Anda mungkin juga menyukai