Anda di halaman 1dari 75

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO


NOMOR 02 TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2008-2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI JENEPONTO,

Menimbang : a. bahwa Kabupaten Jeneponto memerlukan perencanaan pembangunan


jangka menengah sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,
mengamanatkan suatu rencana pembangunan jangka menengah daerah
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun
2008-2013.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4700);

2
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4815);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Jeneponto Tahun 2006 – 2026 (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto
Tahun 2006 Nomor 150);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan
Daerah Kabupaten Jeneponto (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto
Tahun 2008 Nomor 187);

3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO
dan
BUPATI JENEPONTO
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN


JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JENEPONTO
TAHUN 2008-2013

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksudkan dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Jeneponto.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Jeneponto dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung-jawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan
Pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Tekhnis
Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja,
lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia.
7. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan
kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.

4
8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2006-2026 yang selanjutnya
disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jeneponto
untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak tahun 2006 sampai dengan tahun
2026.
9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJM
Nasional adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung
mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010.
10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM
Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto untuk
periode Tahun 2008-2013, yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan program
Bupati dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Nasional.
11. Visi Daerah adalah rumusan umum tentang arah yang akan dituju melalui upaya yang
akan dilaksanakan pada akhir periode perencanaan pada tahun 2013.
12. Misi Daerah adalah rumusan kebijakan umum sebagai upaya yang akan dilaksanakan
untuk mendukung terwujudnya visi daerah.
13. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Musrenbang
adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah.
14. Bappeda adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah.
15. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD lingkup
Pemerintah Kabupaten Jeneponto.

BAB II
PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pasal 2
(1) Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing.
(3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan daerah.
(4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang
dimiliki masing-masing daerah sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.

5
Pasal 3
Perencanaan pembangunan Daerah dirumuskan secara transparan responsif, efisien, efektif,
akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan.

BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 4
(1) Penyusunan RPJM Daerah, dimaksudkan :
a. menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih
tajam dan merupakan indikator perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan;
b. tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di Kabupaten
Jeneponto;
c. pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD;
d. mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat
terhadap program-program pembangunan daerah yang akan dibiayai oleh APBD
Kabupaten Jeneponto;
e. Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD.
(2) RPJM Daerah disusun dengan tujuan untuk merumuskan kebijakan dan program
pembangunan yang mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan
masyarakat, terutama untuk lebih memantapkan pencapaian visi Kabupaten Jeneponto.

BAB IV
RPJM DAERAH

Pasal 5
(1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013 memuat visi,
misi, strategi dan arah pembangunan serta program prioritas daerah berpedoman pada
RPJP Daerah, serta memperhatikan RPJPM Nasional.
(2) Sistematika RPJM Daerah Tahun 2008-2013 sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Gambaran Umum Kondisi Daerah
BAB III : Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Nilai Dasar
BAB IV : Strategi dan Arah Kebijakan

6
BAB V : Kebijakan dan Program Pembangunan Daerah
BAB VI : Arah Kebijakan Keuangan Daerah
BAB VII : Penutup
(3) Rincian dari rencana pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

BAB V
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN
RPJM DAERAH
Pasal 6

(1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJM Daerah dengan meminta masukan dari
SKPD dan pemangku kepentingan.
(2) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan
penyepakatan rancangan awal RPJM Daerah .
(3) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan berdasarkan hasil Musrenbang.
(4) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan paling lama 1 (satu) tahun sebelum
berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang sedang berjalan.

Pasal 7
(1) Dalam proses penetapan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah, DPRD melakukan
konsultasi dengan masyarakat, Departemen Dalam Negeri maupun pihak-pihak yang
berkepentingan.
(2) Bupati menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah paling lama 1 (satu) bulan
setelah ditetapkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
(3) Bupati menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah kepada masyarakat.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

7
Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2008 (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2006
Nomor 151) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto.

Ditetapkan di : Jeneponto
Pada tanggal : 28 Juli 2009

BUPATI JENEPONTO,
ttd

H. RADJAMILO

Diundangkan di : Jeneponto
Pada tanggal : 29 Juli 2009

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JENEPONTO,
ttd

H. IKSAN ISKANDAR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2009 NOMOR 195

8
DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan  1
1.1. Latar Belakang  1
1.2. Maksud dan Tujuan  3
1.3. Landasan Hukum  3
1.4. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Lainnya  6
1.5. Pendekatan dan Sistematika Penulisan  8

Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah  10


2.1. Kondisi Geomorfologis  10
2.2. Perekonomian Daerah  12
2.3. Infrastruktur dan Prasarana Wilayah  17
2.4. Potensi Sumber Daya Sektoral  21
2.5. Sosial Budaya Daerah  24
2.6. Politik, Hukum dan Kamtibmas  30
2.7. Pemerintahan Umum  31
2.6. Isu-Isu Strategis Daerah  32

Bab III Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Nilai Dasar  36


3.1. Visi  36
3.2. Misi  37
3.3. Tujuan dan Sasaran F 37
3.4. Nilai Dasar F 38

Bab IV Strategi dan Arah Kebijakan F 40

Bab V Kebijakan dan Program Pembangunan Daerah  44


5.1. Kebijakan Pembangunan Daerah  44
5.2. Program Pembangunan Daerah  45
5.3. Kerangka Kerja Pendanaan F 55

Bab VI Arah Kebijakan Keuangan Daerah  56


6.1. Asumsi-Asumsi Keuangan Daerah  56
6.2. Arah Pengelolaan Keuangan Daerah  61
6.3. Kebijakan Umum Anggaran F 64

Bab VII Penutup  67


7.1. Program Transisi  67
7.2. Kaidah Pelaksanaan  67
Lampiran - Lampiran

9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Oleh


karena itu, pembangunan daerah harus dirancang sedemikian rupa untuk mencapai
sasaran-sasaran pembangunan nasional serta diarahkan untuk meningkatkan hasil-hasil
pembangunan dan mendistribusikannya secara adil dan merata, dengan tetap
memperhatikan secara berkelanjutan potensi, sumberdaya, aspirasi, kebutuhan, dan
permasalahan pembangunan di daerah.

Salah satu kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah perlunya
mengoptimalkan koordinasi dan keterpaduan perencanaan pembangunan antara
pemerintah pusat dan daerah, antar sektor, sektor dan daerah, antar provinsi, antara
provinsi dan kabupaten/kota, serta antar kabupaten/kota. Dalam kaitan itu, pemerintah
daerah perlu mendesain perencanaan pembangunan daerahnya secara komprehensif
dengan mengintegrasikan kepentingan nasional, wilayah, daerah dan sektor
pembangunan.

Seiring dengan hal tersebut diatas, implementasi dari desentralisasi dan otonomi
daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membutuhkan sejumlah regulasi dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya
negara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Sebagai daerah
otonom, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam upaya mengelola sumber-sumber keuangan
untuk pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dalam rangka
mengoptimalkan sumberdaya daerah, mutlak dibutuhkan suatu perencanaan
pembangunan yang terpadu, terukur dan berkesinambungan. Oleh karena itu salah satu
perangkat regulasi yang harus disusun oleh daerah untuk mewujudkan hal tersebut
diatas adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Secara konseptual, penyusunan RPJMD mengacu pada Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) serta
memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah dan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tentang Petunjuk Penyusunan
RPJP Daerah dan RPJM Daerah. Di dalam berbagai peraturan perundangan tersebut
dinyatakan secara eksplisit bahwa RPJMD memuat visi dan misi pembangunan daerah,
arah kebijakan keuangan daerah, strategi, kebijakan umum, dan program-program
pembangunan daerah untuk jangka waktu lima tahun ke depan.

10
Secara substansial, RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 merupakan
penjabaran Visi, Misi, dan Program Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Jeneponto
Periode 2008-2013, yang dalam penyusunannya mempertimbangkan keintegrasian,
keselarasan, dan sinergitas dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya,
seperti RPJPD Kabupaten Jeneponto tahun 2006-2026, RPJM Nasional Tahun 2004-
2009, dan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013.

RPJMD tidak hanya berorientasi pada program pembangunan sektoral yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Daerah tetapi juga berorientasi pada program-program
kemasyarakatan dan kewilayahan yang akan dilaksanakan oleh semua pemangku
kepentingan dalam proses pembangunan di Kabupaten Jeneponto. RPJMD ini menjadi
pedoman utama mencapai masyarakat Jeneponto yang sejahtera dan bermartabat
sehingga mampu sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya. Masyarakat yang
sejahtera dan bermartabat merupakan trend kemajuan pembangunan yang senantiasa
harus dijaga agar tetap konsisten pada jalur program pembangunan masyarakat dan
daerah Jeneponto yang dalam berbagai indikator pembangunan masih relatif berada di
bawah daerah lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan . RPJMD ini juga merupakan
perwujudan komitmen pemerintah, swasta, dan masyarakat di Kabupaten Jeneponto
dalam upaya pembangunan yang akan dilaksanakan secara bersama dalam kurun
waktu lima tahun ke depan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa Bupati/Wakil Bupati yang dipilih melalui
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, berkewajiban menyusun RPJMD,
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah dilantik yang merupakan penjabaran Visi, Misi,
dan Program Bupati/Wakil Bupati terpilih selama 5 (lima) tahun, ditempuh melalui
strategi pokok yang dijabarkan dalam agenda pembangunan daerah yang memuat
sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program-program
pembangunan daerah.

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 merupakan RPJMD periode kedua


dari RPJPD Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2026. Dengan demikian, RPJMD ini
merupakan kesinambungan dari RPJMD sebelumnya, sehingga program-program yang
belum tertuntaskan akan dilanjutkan pada periode pembangunan lima tahunan ke
depan. Sebagai sebuah proses pembangunan yang berkelanjutan, RPJMD 2008-2013
masih diarahkan pada upaya memperbaiki posisi relatif Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), meningkatkan mobilitas penduduk serta barang dan jasa, meningkatkan
produktivitas komoditas unggulan, memperbaiki kinerja usaha mikro, kecil, menengah
dan koperasi, memperkuat kelembagaan pemerintah, mengurangi tingkat
pengangguran, dan memperbaiki kualitas hidup penduduk miskin.
1.2. Maksud dan Tujuan

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 disusun dengan maksud untuk


memberikan pedoman bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan
daerah dalam menyusun kerangka perencanaan dan implementasi pembangunan

11
berdasarkan Visi dan Misi serta sebagai tolok ukur pertanggung-jawaban Bupati/Wakil
Bupati pada akhir masa jabatannya dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
(resources) secara lebih terarah dan berkelanjutan (suistanable) sesuai dengan potensi
dan kebutuhan masyarakat.

Sedangkan tujuan penyusunan RPJMD Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013,


adalah:

a. Menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah


(RKPD). Selanjutnya RKPD menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Jeneponto setiap
tahun.

b. Menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja


Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) di Kabupaten Jeneponto
setiap tahun.

c. Memberikan informasi secara menyeluruh kepada segenap pelaku


pembangunan mengenai program-program strategis yang akan dikembangkan oleh
pemerintah daerah dalam kurun waktu lima tahun kedepan.

1.3. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah


Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 1822);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

12
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan


Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun
2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4815);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

13
16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara
RI Tahun 2005 Nomor 11);

17. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi
Selatan;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Tata
Cara Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Jeneponto Tahun 2006 Nomor 150);

19. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Jeneponto Tahun 2006–2026
(Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2006 Nomor 151);

20. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 2 Tahun 2008 Tentang


Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jeneponto (Lembaran Daerah
Kabupaten Jeneponto Tahun 2008 Nomor 188);

21. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 3 Tahun 2008 Tentang


Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jeneponto
(Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2008 Nomor 189);

22. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 4 Tahun 2008 Tentang


Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten
Jeneponto (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2008 Nomor 190);

23. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 5 Tahun 2008 Tentang


Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kabupaten
Jeneponto (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2008 Nomor 191).

1.4. Hubungan RPJM Daerah dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Perencanaan pembangunan daerah merupakan sistem yang memerlukan keterpaduan


dan sinkronisasi segala instrumen dan sumber daya termasuk regulasi dan dokumen
perencanaan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah. Oleh karena itu untuk
menjamin sinkronisasi dan keterpaduan dokumen perencanaan, maka harus mengacu
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang mengamanatkan bahwa RPJM
Nasional dan RPJMD Provinsi menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD
Kabupaten Jeneponto yang merupakan penjabaran visi, misi dan program
Bupati/Wakil Bupati Jeneponto yang terpilih melalui proses politik yang selanjutnya

14
diikuti dengan proses teknokratis dan proses partisipatif yang melahirkan dokumen
perencanaan RPJMD Kabupaten Jeneponto.

RPJMD merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD


dan dijabarkan secara operasional dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Renstra SKPD disusun guna menjabarkan tugas pokok dan fungsi SKPD untuk
berkontribusi pada pencapaian visi-misi Bupati dan Wakil Bupati selama periode lima
tahun ke depan. RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD yang diserasikan melalui
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) dan memuat
rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

15
Gambar 1 : Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah

RPJM
Nasional

1.5. Pendekatan dan Sistematika Penulisan


1.5. Pendekatan dan Sistimatika Penulisan

Penyusunan RPJMD Kabupaten Jeneponto 2008-2013 sebagaimana diamanatkan di


dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

16
Pembangunan Nasional, disusun dengan 4 (empat) pendekatan yaitu: (1) Pendekatan
Politik, yaitu bahwa terpilihnya Bupati/Wakil Bupati melalui melalui proses politik
berupa pemilihan kepala daerah secara langsung, karena berhasil menawarkan visi-
misi dan program pembangunan daerah yang dipersepsi oleh masyarakat pemilih
mampu membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik dalam lima tahun ke
depan; (2) Pendekatan Teknokratis, yaitu bahwa proses penyusunannya melibatkan
tenaga perencana pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto yang mampu
menjabarkan visi, misi, dan program pembangunan daerah Bupati/Wakil Bupati
terpilih ke dalam dokumen RPJMD; (3) Pendekatan Top-down, yaitu bahwa selama
proses penyusunan RPJMD memperhatikan RPJM Nasional dan RPJM Provinsi
Sulawesi Selatan dan selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan berbagai
dokumen perencanaan daerah Kabupaten Jeneponto; dan (4) Pendekatan Partisipatif,
yaitu bahwa proses penyusunan RPJMD melibatkan seluruh stakeholder pembangunan
daerah Kabupaten Jeneponto, yang salah satu proses penjaringan aspirasi dilakukan
melalui Musrenbang RPJMD.

RPJMD Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013 terdiri atas tujuh bab dengan
sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, memberikan ulasan tentang urgensi dan kedudukan


RPJMD, maksud dan tujuan penyusunan, landasan hokum, hubungan
RPJMD dengan dokumen perencanaan lainnya, serta pendekatan dan
sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH, memberikan ulasan


mengenai kondisi geomorfologis; perekonomian daerah; sosial dan
budaya; politik, hukum dan kamtibmas; infrastuktur daerah,
pemerintahan daerah serta ulasan mengenai isu-isu pembangunan daerah
yang dipandang strategis untuk lima tahun ke depan.

BAB III : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN NILAI DASAR, mengulas
tentang visi dan misi, nilai dasar serta tujuan dan sasaran pembangunan
daerah untuk periode lima tahun ke depan.

BAB IV : STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH,


mengulas tentang strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah untuk
periode lima tahun ke depan.

BAB V : KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH,


mengulas tentang kerangka kebijakan dan program prioritas
pembangunan daerah yang akan dicapai serta kerangka pendanaan.
BAB VI : ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH, mengulas tentang
asumsi-asumsi dasar keuangan daerah yang meliputi kondisi ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pengelolaan keuangan daerah

17
yang meliputi pendapatan, belanja daerah dan pembiayaan, serta
kebijakan umum anggaran.

BAB VII : PENUTUP, membahas arahan satu tahun setelah berakhirnya RPJMD
(program transisi) dan kaidah pelaksanaan.

18
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. Kondisi Geomorfologis

2.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis, Kabupaten Jeneponto berada pada posisi strategis, terletak di tengah-
tengah dan menjadi jalur transportasi utama jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan.
Dilihat bentang alamnya secara makro, Kabupaten Jeneponto terdiri dari daerah
dataran dan perbukitan yang terletak pada bagian utara, serta kawasan pantai di
sebelah selatan. Bontosunggu, sebagai ibukota kabupaten berjarak sekitar 91 km dari
Kota Makassar. Terletak antara 5o16’13”–5o39’35” LS dan antara 12o40’19”–12o7’31”
BT. Secara administratif, Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Gowa
dan Takalar di sebelah utara, Laut Flores di sebelah selatan, Kabupaten Takalar di
sebelah barat, serta dengan Kabupaten Bantaeng di sebelah timur.

Luas wilayah mencapai 74.979 ha atau 749,79 km2 atau 1,65 persen dari total luas
Propinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut secara administratif
terbagi dalam 11 kecamatan, yakni Kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Tamalatea,
Bontoramba, Binamu, Turatea, Batang, Arungkeke, Rumbia dan Kelara serta
Kecamatan Tarowang.

Secara ekonomis berdasarkan letak geografis berada pada titik tengah jalur mobilitas
barang dan manusia di bagian selatan dan luas wilayah yang mencapai 1,65 persen dari
Propinsi Sulawesi Selatan ini merupakan lokasi yang strategis dan luas wilayah yang
memadai dalam mengembangkan berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Disamping
sektor primer dan sekunder, letak geografis dan luas wilayah yang dimiliki merupakan
potensi dasar dalam pengembangan sektor tersier, khususnya yang terkait dengan
sektor jasa-jasa angkutan dan transportasi, perdagangan dan perhotelan serta aktivitas
jasa perusahaan dan perorangan lainnya.

2.1.2. Keadaan Iklim

Kabupaten Jeneponto memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan terjadi antara Bulan November sampai Bulan April, sedangkan musim
kemarau terjadi antara Bulan Mei sampai dengan Bulan Oktober.

Kabupaten Jeneponto beriklim tropis dengan type iklim D3, E4 dan C2. Dengan
rincian sebagai berikut: (1) Tipe iklim D3 dan E4 meliputi seluruh wilayah kecamatan,
kecuali wilayah kecamatan Kelara bagian utara. Tipe iklim ini mempunyai bulan
kering secara keseluruhan 5-6 bulan sedang bulan basah berkisar 1-3 bulan. (2) Tipe
iklim C2, yaitu tipe iklim yang memiliki bulan basah 5-6 bulan dan bulan lembab 2-4

19
bulan. Tipe iklim ini dijumpai dengan ketingggian 700-1727 meter dpl yaitu pada
wilayah Kecamatan Kelara dan Rumbia.

Jumlah rata – rata curah hujan pertahun di Kabupaten Jeneponto selama 5 (lima) tahun
terakhir mencapai 1.535 mm dengan rata – rata hari hujan 92 hari. Curah hujan
tertinggi jatuh pada bulan Januari dan Februari sedang curah hujan terendah yakni
pada bulan Juli, Agustus, dan September.

2.1.3 Keadaan Topografi

Kondisi topografi tanah wilayah Kabupaten Jeneponto pada umunya memiliki


permukaan yang sifatnya bervariasi ini terlihat pada bagian utara yang terdiri dari dari
dataran tinggi dan bukit yang membentang dari barat ke timur dengan ketinggian
antara 500-1400 m dpl. Pada bagian selatan meliputi wilayah-wilayah dataran rendah
dengan ketinggian 0-150 m dpl. Berdasarkan kemiringan, maka luas lahan (sawah)
dilihat dari kemiringannya, maka luas lahan dapat dibagi atas: a) Kemiringan 0-2 º
seluas 30.817 Ha (14,10 %), b) Kemiringan 3-15 º seluas 19.739 Ha (26,32 %), c)
Kemiringan 16-40 º seluas 14.178 Ha (18,92 %), d) Kemiringan > 40 º seluas 10.245
Ha (13,86 %).

Wilayah dataran tinggi pada bagian utara merupakan potensi untuk pengembangan
tanaman hortikultura, sedangkan wilayah dataran rendah pada bagian selatan
merupakan potensi pengembangan ekosistem pantai serta sumberdaya alam kelautan
dan perikanan, serta wilayah dengan ketinggian sedang pada bagian tengah merupakan
potensi untuk pengembangan perkebunan dan tanaman jangka menengah/pendek.

2.1.3 Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan

A. Jenis Tanah

Wilayah Kabupaten Jeneponto memiliki jenis tanah yang dikategorikan dalam enam
golongan, yaitu: (i) Tanah Alluvial, sebesar 4,6 % atau luasnya 3.499 Ha dari luas
wilayah ini dijumpai di wilayah dari luas wilayah Kecamatan Bangkala, Bangkala
Barat, Binamu dan Tamalatea (ii) Tanah Grumosol, tanah Gromosal Kelabu terdapat
di Kecamatan Bangkala dan Bangkala Barat dan Tamalatea, sedangkan jenis Gromosal
Hitam terdapat di Kecamatan Tamalatea, Bontoramba, Binamu, Turatea dan Batang;
(iii) Tanah Meditrane, terdapat di Kecamatan Bangkala, Batang, Rumbia dan Kelara,
sedangkan Meditrane Coklat Kemerah-merahan terdapat di Kecamatan Bangkala,
Tamalatea, Bontoramba, Binamu dan Kelara; (iv) Tanah Latasol, di Kecamatan
Bangkala, Bangkala Barat, Tamalatea dan Kelara terdapat jenis Latasol Coklat
Kekuning-kuningan, sedang jenis Latasol Kemerah-merahan terdapat di Kecamatan
Kelara dan Rumbia; (v) Tanah Regosol hampir terdapat pada semua kecamatan dalam
wilayah Kabupaten Jeneponto.

20
Semua jenis tanah tersebut, masing-masing memiliki potensi sumberdaya dan
kesesuaian untuk pengembangan tertentu. Hamparan wilayah Jeneponto, yang
memiliki jenis tanah di atas tidak selamanya diperuntukkan untuk pengembangan
komoditas pertanian, tetapi dapat juga berupa potensi untuk pengembangan usaha
pertambangan dan galian, bahan baku industri dan lain sebagainya walau hingga kini
belum tersentuh oleh riset dan pengembangan.

B. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) yang seluas 74.979 ha sedapat mungkin ditujukan untuk
kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Data terakhir tahun 2007, menunjukkan pengunaan lahan
untuk tegalan/kebun merupakan pemanfaatan lahan terluas yaitu mencapai 34.154,14
ha atau 45,56 persen dan pemanfaatan lahan untuk kolam/empang merupakan
penggunaan lahan tersempit yaitu hanya mencapai 748 ha atau hanya 0,99 persen dari
total luas wilayah Kebupaten Jeneponto.

Pemanfaatan lahan berdasarkan kecamatan, cenderung bervariasi berdasarkan jenis


lahan, topografi, klimatologi dan karakteristik masing-masing kecamatan. Kecamatan
Bangkala didominasi jenis penggunaan lahan tegalan/kebun, seluas 6.654 ha, disusul
Bangkala Barat seluas 5.754 ha, Tamalatea seluas 3.278 ha, Bontoramba seluas 4.980
ha, Binamu seluas 2.812 ha, Turatea seluas 2.057 ha, Kelara seluas 3.287 ha, Rumbia
seluas 3.574 ha, dan Tarowang seluas 2.998 ha. Sedangkan Kecamatan Batang dan
Arungkeke didominasi jenis penggunaan lahan persawahan yang biasanya hanya untuk
satu kali panen dalam setahun, masing-masing seluas 1.219,92 ha dan 1.255 ha.

2.2 Perekonomian Daerah

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita

Pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Jeneponto dapat dilihat dari besarnya PDRB
pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB pada tahun sebelumnya atas
dasar harga konstan. Capaian Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama
kurun waktu lima tahun (2003-2007) mengalami peningkatan yang signifikan dengan
capaian rata-rata pertahun sebesar 3,012 %. Hal ini tercermin pada tahun 2007,
pertumbuhan ekonomi yang dicapai sebesar 4,06 % meningkat dibanding kurun waktu
4 (empat) tahun sebelumnya (2003-2006) sebesar 2,75 %. Meskipun pertumbuhan
ekonomi yang dicapai di daerah ini masih berada dibawah pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan, namun kedepan peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi
didaerah ini sangat besar.

2.2.2 Struktur Ekonomi Daerah


Tingkat pertumbuhan ekonomi masih dalam kondisi stabil, tetapi tuntutan perhatian
yang serius karena struktur perekomian daerah masih sangat tergantung pada sektor
pertanian. Kontribusi sektor pertanian hingga tahun 2007 masih mencapai 54,39 persen

21
mengalami penurunan dari 59,91 persen pada tahun 2003 hal ini disebabkan bencana
kekeringan dan serangan Hama penyakit pada tanaman pangan (padi dan palawija)
pada tahun 2004 dan 2005. Sektor pertanian terbesar masih didominasi oleh sub-sektor
tanaman pangan dari tahun 2006 hingga 2007 dan kembali mencapai kenaikan sebesar
38,53 persen dari tahun sebelumnya.

Peran sektor primer yang diperankan oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan
dan galian masih tetap dominan selama kurun waktu 2003-2007 ini. Selain sektor
pertanian yang berperan dalam sektor primer dan dapat memberikan kontribusi yang
besar bagi peningkatan pendapatan masyarakat adalah sektor pertambangan dan galian
yang secara konsisten mengalami peningkatan dari 1,44 persen pada tahun 2003
menjadi 1,53 persen pada tahun 2007.

Sementara itu, peran tiga sektor kelompok sekunder, sektor industri pengolahan,
sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan, cenderung konstan atau
mengalami fluktuasi yang tidak signifikan selama kurun waktu 2003-2007. Sektor
bangunan menunjukkan peran yang terbesar, berfluktuasi antara 4,47 hingga 5,28
persen setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan mengalami fluktuasi peran antara
2,11 hingga 2,29 persen setiap tahunnya. Sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih,
hingga tahun 2007 masih tetap berperan di bawah satu persen. Jadi, kontribusi sektor
sekunder terhadap perekonomian daerah mengalami peningkatan dari 7,36 persen pada
tahun 2003 menjadi 7,67 persen pada tahun 2007.

Sebaliknya, peran sektor tersier yang diperankan oleh empat sektor, yakni sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa
menunjukkan kinerja yang terbaik, yakni mengalami peningkatan dari 15,37 persen
pada 2003 menjadi 20,05 persen pada tahun 2007. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran menunjukkan peningkatan peran dan cenderung berfluktuasi, sektor ini
berperan cukup signifikan dalam perekonomian daerah, mencapai 6,84 hingga 7,38
persen selama kurun waktu 2003-2007. Hal yang sama ditunjukkan oleh sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, selama periode tersebut berkontribusi
terhadap perekonomin daerah antara 5,93 hingga 6,34 persen setiap tahunnya.
Kontribusi terkecil dari sektor tersier ditunjukkan oleh sektor pengangkutan dan
komunikasi yang hanya mencapai kisaran 3,15 hingga 3,49 persen selama kurun waktu
2003-2007. Jadi secara keseluruhan, peran sektor tersier mengalami peningkatan dari
31,29 persen pada tahun 2003 menjadi 36,40 persen pada tahun 2007.

2.2.3 Tingkat Inflasi dan Daya Beli

Selama kurun waktu 2004-2007, tingkat inflasi tertinggi di Kabupaten Jeneponto


terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 15,21 persen dan tingkat inflasi terendah
terjadi pada tahun 2007 yang mencapai 5,22 persen. Kontribusi rendahnya tingkat
inflasi pada tahun 2007, ditunjukkan oleh kelompok sandang (0,55 persen); kelompok

22
bahan makanan (2,49 persen); kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga (0,32
persen); kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,80 persen);
kelompok kesehatan (0,11 persen), kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar (0,78 persen); dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, (0,17
persen).

Tingkat inflasi yang relatif terkendali pada tahun 2007 tersebut, mendorong
peningkatan daya beli masyarakat Kabupaten Jeneponto dari sekitar Rp 621.000,- pada
2006 menjadi Rp 623.250,- pada tahun 2007, atau naik 0,3 % dari tahun sebelumnya.

2.2.4 Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran

Perkembangan angkatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan ekonomi


secara makro, karena proses penciptaan lapangan kerja mengacu pada kecenderungan
pergerakan ekonomi. Jumlah angkatan kerja hingga tahun 2007 di Kabupaten
Jeneponto telah mencapai 177,649 orang dan jumlah pencari kerja mencapai 4.048
orang yang dikategorikan sebagai pengangguran, hal ini berarti terdapat 97,72%
angkatan kerja yang bekerja dan 2,28% sebagai pengangguran terbuka. Jumlah
angkatan kerja berdasarkan jenis pekerjaan yaitu sektor pertanian 66,14%, sektor Jasa
angkutan sebesar 9,74%, perdagangan 8,55%, Jasa Buruh sebesar 6,95%, industri
sebesar 2,34%, dan lainnya sebesar 6,28%. Kemampuan daya serap angkatan kerja
dalam rangka menekan tingkat pengangguran di Kabupaten Jeneponto ini merupakan
yang terbaik kelima dari 23 kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan.

Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat potensi sumberdaya manusia dalam lingkungan
masyarakat Kabupaten Jeneponto yang sangat besar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraannya. Semangat untuk memanfaatkan waktu luang, harus mampu
diimbangi dengan peningkatan keterampilan (skill) mereka agar mampu terserap pada
lapangan pekerjaan yang memiliki tingkat produktivitas dan nilai tambah ekonomi
yang tinggi.

2.2.5 Perkoperasian
Perkoperasian di Kabupaten Jeneponto mengalami perkembangan dimana pada tahun
2004 jumlah koperasi 184 dan pada tahun 2007 menjadi 212 atau meningkat sebesar
20,65%, sedangkan jumlah anggota koperasi pada tahun 2004 sebesar 50.996 dan 2007
sebesar 52.047 atau mengalami perkembangan sebesar 2.06%. Jumlah modal usaha
pada tahun 2004 adalah Rp. 5.089.804.627 dan tahun 2007 sebesar Rp. 9.112.409.383
atau meningkat sebesar 79,03%, dari segi volume usaha pada tahun 2004 sebesar Rp.
43.459.134.000 dan tahun 2007 sebesar Rp. 78.691.000.000 atau mengalami
peningkatan sebesar 81,06% dan sisa hasil usaha (SHU) pada tahun 2004 sebesar
Rp.1.162.396.988 dan tahun 2007 sebesar Rp.2.138.201.706 atau mengalami
peningkatan sebesar 83,94%. Fakta ini menunjukkan bahwa perkembangan
perkoperasian di Kabupaten Jeneponto cukup baik.

2.2.6 Keuangan Daerah

23
Secara umum kebijakan keuangan daerah Kabupaten Jeneponto yang dituangkan
dalam APBD dalam lima tahun terakhir, lebih difokuskan untuk mengoptimalkan
peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya pembangunan daerah,
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan keuangan daerah
ini mencakup kebijaksanaan pendapatan, belanja dan kebijaksanaan pembiayaan
daerah.

A. Pendapatan Daerah

Realisasi pendapatan daerah dalam APBD Kabupaten Jeneponto mengalami


peningkatan secara signifikan selama kurun waktu 2003-2007. Pendapatan daerah
yang mampu diperoleh pemerintah daerah pada tahun 2003 masih sekitar Rp 202,3
milyar meningkat hingga mencapai Rp 308,6 milyar untuk empat tahun berikutnya,
atau mampu bertumbuh sebesar 52,54 persen dalam empat tahun kemudian. Kontribusi
utama pertumbuhan pendapatan daerah tersebut lebih banyak diperankan oleh sumber-
sumber pendapatan yang berasal dari dana perimbangan berupa DAU dan DAK yang
berkontribusi sebesar 88,89 persen pada tahun 2006 .

Pendapatan daerah Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 masih banyak bersumber
melalui dana perimbangan, yang bahkan selama kurun waktu 2003-2007
memperlihatkan trend ketergantungan yang semakin meningkat, dari 83,39 persen
pada tahun 2003 menjadi 95,06 persen pada tahun 2006 dan sedikit menurun menjadi
90,88 persen pada tahun 2007. Pada saat yang sama kemampuan sumber pendapatan
dari PAD mengalami penurunan, dari 6,23 persen pada tahun 2003 menjadi hanya
berkontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar 3,04 persen pada tahun 2006 dan
sedikit mengalami peningkatan pada target 2007 menjadi 3,58 persen. Selebihnya,
bersumber dari lain-lain pendapatan yang sah yang cenderung berfluktuasi antara 1,90
hingga 10,38 persen selama kurun waktu 2003-2007 dan mencapai 5,54 persen pada
tahun 2007.

B. Belanja Daerah

Seiring dengan peningkatan pendapatan daerah, realisasi belanja daerah juga


mengalami peningkatan secara signifikan, dari Rp 183,1 milyar pada tahun 2003
menjadi Rp 316 milyar pada tahun 2006, atau meningkat sebesar 72,62 persen selama
empat tahun anggaran. Peningkatan realisasi belanja yang hampir dua kali lipat ini,
mengindikasikan upaya serius pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.
Alokasi belanja pegawai, meskipun menunjukkan trend yang menurun, hingga tahun
2007 masih tetap mendominasi kebutuhan belanja daerah. Alokasi belanja pegawai
pada tahun 2003 mencapai Rp 106,1 milyar atau mencapai 57,95 persen dari total Rp
183,1 milyar belanja daerah Kabupaten Jeneponto. Empat tahun kemudian alokasi
belanja pegawai tersebut meningkat hingga mencapai Rp 146,7 milyar, tetapi

24
kontribusinya terhadap total belanja daerah mengalami penurunan menjadi 46,41
persen.

Sebaliknya, alokasi belanja modal bukan hanya mengalami peningkatan belanja secara
absolut, tetapi kontribusinya terhadap total belanja juga mengalami peningkatan secara
signifikan. Pada tahun 2003, alokasi belanja modal baru mencapai Rp 35,2 milyar atau
hanya sebesar 19,23 persen dari total belanja daerah. Alokasi belanja modal tersebut
meningkat mencapai Rp 115,6 milyar atau mencapai 36,59 persen dari total belanja
daerah pada tahun 2006, bahkan untuk tahun 2007 dicapai Rp 142,0 milyar.

Alokasi belanja barang dan jasa juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari
hanya senilai Rp 11,8 milyar pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 35,3 milyar pada
tahun 2006 dan mencapai Rp 81,8 milyar pada tahun 2007. Nilai belanja barang dan
jasa tersebut berkontribusi terhadap total kebutuhan belanja daerah meningkat dari
6,45 persen pada tahun 2003 menjadi 11,17 persen pada tahun 2006, dan meningkat
sebesar 13,76 persen pada tahun 2007. Alokasi belanja lainnya berupa belanja
perjalanan dinas, pemeliharaan, bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak
terduga, hanya mencapai 16,38 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 5,83
persen pada tahun 2007.

Kondisi tentang perkembangan dan distribusi alokasi belanja ini memberikan indikasi
kuat pada langkah-langkah strategis pemerintah daerah untuk mendorong alokasi
belanja modal sebagai upaya mendorong investasi sektor publik dalam rangka
menggairahkan aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
penting, mengingat alokasi belanja modal disyaratkan berupa belanja tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta belanja asset tetap
lainnya merupakan alokasi belanja yang bernilai investasi karena mampu mendorong
peningkatan kapasitas produksi perekonomian daerah. Upaya untuk meningkatkan
pelayanan publik juga terus ditingkatkan melalui peningkatan belanja barang dan jasa
dan belanja pegawai dalam kategori belanja langsung, selain peningkatan belanja
bantuan keuangan dan bantuan sosial lainnya.

C. Pembiayaan Daerah

Seiring dengan peningkatan secara signifikan pada belanja daerah yang tidak mampu
diikuti oleh kemampuan peningkatan pendapatan daerah, menghasilkan pembiayaan
daerah yang defisit yang besarannya berfluktuasi selama kurun waktu 2004-2007.
Sedangkan untuk tahun 2003, pembiayaan daerah mengalami surplus sebesar Rp 19,2
milyar dengan alokasi pengeluaran daerah mencapai Rp 40,2 milyar dan perolehan
penerimaan daerah yang mencapai Rp 21,0 milyar.
Pada tahun 2004, pembiayaan defisit mencapai Rp 16,3 milyar atau 1,73 persen dari
PDRB Kabupaten Jeneponto pada tahun yang sama. Defisit tersebut sedikit mengalami
penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp 15,9 milyar atau 1,56 persen dari PDRB tahun
yang sama. Defisit kembali mengalami penurunan pada tahun berikutnya hingga hanya
mencapai Rp 7,4 milyar atau hanya mencapai 0,65 persen dari total PDRB pada tahun

25
2006. Terakhir pada tahun 2007, defisit anggaran kembali meningkat mencapai Rp
10,9 milyar atau meningkat menjadi 0,84 persen dari nilai PDRB harga konstan pada
tahun yang sama. Rasio besarnya pembiayaan defisit terhadap nilai PDRB yang
berkisar antara 0,65 hingga 1,73 persen ini masih jauh berada di bawah ketentuan UU
No. 33/2004 yang membatasi defisit maksimal 3,0 persen dari nilai PDRB tahun
bersangkutan. Artinya, untuk mendorong peningkatan belanja daerah yang ditujukan
pembangunan daerah, khususnya pada pembangunan manusia di Kabupaten
Jeneponto, daerah ini masih memiliki peluang untuk menerapkan kebijakan
pembiayaan daerah yang lebih ekspansif.

2.3 Infrastruktur dan Prasarana Wilayah

Infrastuktur dan Prasarana Wilayah Kabupaten Jeneponto menunjukkan kemajuan


dalam lima tahun periode pemerintahan terakhir, khususnya yang berkaitan dengan
public service obligation/PSO, yang meliputi transportasi, air bersih, ketenagalistrikan,
telekomunikasi, dan irigasi.
2.3.1 Transportasi

Infrastruktur transportasi disesuaikan berdasarkan dengan kondisi dan karakteristik


daerah, mencakup transportasi jalan, jembatan, pelabuhan, terminal, dan sarana
angkutan. Pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa
transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman dengan harga terjangkau.

Panjang ruas jalan di Kabupaten Jeneponto berdasarkan SK Gubernur Sulawesi


Selatan Nomor 4254/12/tahun 2007 yaitu 786,84 km dan dalam kurun waktu 2004-
2008 telah selesai ditingkatkan dengan pekerjaan hotmix yaitu 528.346 km. Selama
kurun waktu 2004-2008 Pemerintah Daerah telah menetapkan kebijakan pembangunan
jalan rata-rata 10 km per kecamatan per tahun, sehingga pembangunan infrastruktur
jalan mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas. Ditinjau dari kondisi jalan, maka
kategori baik 494.705 km, rusak ringan 38,50 km, rusak sedang 13,02 km, rusak berat
0 km dari total panjang yang telah selesai dilaksanakan selama periode 2004-2008.
Secara umum terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut diakibatkan oleh pembebanan
kendaraan dan muatan berlebihan (excercive over loading) sehingga pemerintah
Kabupaten Jeneponto telah mengeluarkan surat edaran larangan melintas muatan
kendaraan berlebihan diatas 12 ton kepada para camat dan kelurahan/desa sekabupaten
Jeneponto.

Pada saat yang sama, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur jembatan telah
membuka akses kegiataan ekonomi masyarakat. Rehabilitasi dan pembangunan
kembali berbagai infrastruktur jembatan yang rusak, serta peningkatan kapasitas dan
fasilitas baru masih terkendala oleh ketersediaan pendanaan pemerintah daerah. Dalam
kurun waktu 2004-2008 telah dibangun jembatan dengan kategori jembatan besar
sebanyak 13 buah yang tersebar diseluruh kecamatan.

26
Untuk infrastruktur pelabuhan, mencakup pelabuhan perikanan (pendaratan ikan) dan
pelabuhan rakyat. Pelabuhan perikanan Biringkassi sebagai zona kawasan strategis
masih menjadi prasarana dan sarana penting dalam mendukung upaya pengembangan
kawasan industri pariwisata dan perikanan terpadu (KIPPT) di Kabupaten Jeneponto.
Pelabuhan rakyat Bungeng berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau berskala nasional
termasuk dalam zona kawasan strategis dengan tipe Kelas V berperan penting
meningkatkan aksessibilitas dan memperlancar arus bongkar muat barang. Aktivitas
bongkar muat barang mengalami peningkatan, dari jumlah kunjungan kapal sebanyak
519 unit (2003) meningkat menjadi 1.195 unit (2007). Bongkar muat barang di
pelabuhan telah mencapai 90 ton, dari 6.319 ton meningkat menjadi 12.548 ton kayu
dan 17.752 ekor hewan (2007) yang dibongkar di pelabuhan, sementara pemuatan
barang mencapai 3.543 ton (2006).

Selain itu, terminal menjadi salah satu prasarana perhubungan yang sangat mendukung
kelancaran sistem transportasi darat. Sebagai titik simpul peralihan moda dan tujuan.
Saat ini, terdapat Terminal Karisa sebagai satu-satunya terminal kabupaten yang
melayani sekitar 300 kendaraan roda empat berbagai jenis setiap harinya,
keberadaannya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam mendukung
perekenomian.

Pengembangan prasarana dan sarana transportasi antarmoda sangat terkait dengan


ketersediaan sarana angkutan dalam upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi
perhubungan darat. Jumlah sarana angkutan modern mengalami peningkatan,
tercermin dari bertambahnya jumlah kendaraan, meliputi mobil Bus, Truk, angkutan
umum, Pick Up, dan Tangki dari 663 buah pada tahun 2003 meningkat menjadi 1.477
buah pada tahun 2007. Jenis sarana angkutan terbanyak, yaitu ‘pete-pete’ mencapai
408 buah (2003) dan 689 buah (2007), dan terendah, yaitu Tangki sebanyak 4 buah
(2003) dan 8 buah (2007).
2.3.2 Sumber Daya Irigasi dan Air Bersih

Sumber air bersih di Kabupaten Jeneponto terdiri dari air kemasan, Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM), pompa, sumur, mata air, air hujan dan kategori lainya.
Aksessibilitas dan peningkatan pelayanan masyarakat atas air bersih, semakin
membaik ditunjukkan dengan kapasitas terpasang sebesar 749.935 m 3 pada tahun 2007
meningkat dari 694.850 m3 di tahun 2003, dengan kategori pelanggan tertinggi
ditempati rumah tempat tinggal sebesar 676.695 m 3 dan terendah ditempati perusahaan
(pertokaan, industri, dan sebagainya) sebesar 2.271 m3 di tahun 2007. Peningkatan
kuantitas pada ketersediaan air bersih dari PDAM semakin membaik ditunjukkan
dengan besarnya jumlah rumah tangga pelanggan tertinggi ditempati oleh kategori
rumah tempat tinggal sebanyak 5.181 orang atau naik sekitar 0,80 persen dari tahun
2006 dengan rata-rata kenaikan sekitar 4,32 persen tiap tahunnya. Kategori pelanggan
terendah ditempati sarana umum sebanyak 9 orang dari total pelanggan 5.440 orang di
tahun 2007. Dilihat dari kualitas, kondisi penyediaan air bersih masih perlu
ditingkatkan dengan menanggulangi sidementasi air sungai terutama tingkat
kekeruhan sehingga sangat mempengaruhi kualitas air bersih dari PDAM.

27
Pemanfaatan sumberdaya air yang menjadi andalan untuk mendukung infrastruktur
irigasi adalah air permukaan sungai yang juga menjadi sumber utama dalam
perencanaan pembangunan Waduk Kelara-Kareloe. Jika waduk ini terealisasi, maka
akan berfungsi sebagai waduk multiguna (multipurpose dam), diantaranya dapat
berfungsi sebagai sarana irigasi, pembangkit tenaga listrik, penyediaan air baku untuk
air bersih dan pariwisata serta perikanan.

Jaringan irigasi terluas yang mencakup Satuan Wilayah Sungai (SWS) yaitu daerah
irigasi Kelara dengan panjang saluran air primer 11.395 km, sekunder 38.661 km, dan
mengairi 6.990 ha luas baku sawah irigasi. Jaringan irigasi terkecil yaitu daerah irigasi
Topa dengan panjang saluran air primer 895 km, sekunder 1.880 km, dan mengairi 400
ha luas baku sawah irigasi.

Kondisi jaringan irigasi yang ada ada saat ini untuk mendukung pengairan khususnya
pertanian lahan basah dan pertambakan yang terdiri dari irigasi teknis, semi teknis,
sederhana, perdesaan, rawa dan tadah hujan. Sebagai konsekuensi pertambahan luas
jaringan irigasi tersebut menuntut pemeliharaan dan partisipasi masyarakat serta
dukungan tenaga-tenaga profesional dalam pelayanan terhadap masyarakat.

Pembangunan sarana dan prasarana irigasi memiliki beberapa tujuan yaitu antara lain
peningkatan produktivitas pertanian, penyediaan air baku, dan perlindungan terhadap
areal produksi pertanian dan permukiman dari bahaya banjir. Salah satu prasarana
pengairan yang dikembangkan adalah bendungan yang tersebar di beberapa daerah
Kabupaten. Prasarana pengairana tersebut diarahkan untuk menunjang pengembangan
pertanian lahan basah (irigasi) yang meliputi beberapa wilayah kecamatan, seperti
Bendungan Kelara, Tino dan Pokobulo yang sudah dimanfaatkan untuk mengairi
sawah yang sumber airnya berasal dari sungai yang dibendung. Selain itu, masih
terdapat sungai yang dianggap potensial, tetapi masih memerlukan studi mendalam
mengenai kelayakannya, seperti Sungai Tamanroya, Sungai Allu, Sungai Kelara dan
Sungai Marayoka di Kecamatan Bangkala.

2.3.3 Sumber Energi Kelistrikan

Sumber energi kelistrikan di Kabupaten Jeneponto sepenuhnya bertumpu pada energi


listrik yang dipasok (energy supply) oleh pembangkit listrik yang berbasis tenaga
minyak (PLTD) dan air (PLTA).

Pada sisi kapasitas terpasang, jumlah daya tersambung PLN periode 2003-2007
mengalami peningkatan dengan rata-rata sekitar 6,37 persen per tahun. Daya
tersambung tertinggi terjadi di tahun 2007 sebesar 22.076.650 KW, dan terendah di
tahun 2003 sebesar 18.344.255 KW. Sementara itu, jumlah pelanggan PLN dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan dengan jumlah pelanggan terbesar ditempati PLN
Ranting Jeneponto mencapai 9.421 orang, dan terendah ditempati Listrik Desa

28
Bangkala Loe sebanyak 1.500 orang dari total pelanggan kabupaten 33.050 orang di
tahun 2007.

Di sisi pasokan (supply side), upaya pembangunan tenaga listrik berbasis tenaga angin
telah dicanangkan tahap awal di Kabupaten Jeneponto, membutuhkan investasi besar,
dengan didukung PT. Bosowa Energi membangun PLTU dengan kapasitas 2 x 100
MW di Desa Punagaya Kecamatan Bangkala. Pemerintah Daerah pun akan terus
berupaya agar JICA dapat membangun Bendungan Kelara-Kareloe dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Pada tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu
533,5 MW, dengan beban puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang
tersedianya cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada
pembangkit yang tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di daerah ini.

Pembangkit listrik utama letaknya tersebar, di samping itu terdapat PLTD di yang
terkoneksi melalui jaringan tegangan menengah 20 KV yang beroperasi pada beban
puncak. Pada saat ini, jaringan distribusi listrik telah menjangkau daerah-daerah
terpencil melalui jaringan terkoneksi 20 KV. Dengan terbatasnya cadangan energi fosil
yang ada saat ini, perlu dimulai pemanfaatan energi alternatif secara bertahap dan
berorientasi pasar menuju pola bauran energi (energy mix) yang terpadu, optimal dan
bijaksana. Upaya pemanfaatan energi alternatif dimaksudkan untuk mengurangi
penggunaan bahan bakar minyak yang semakin mahal dan ketersediaannya semakin
menipis.

Masalah lainnya adalah belum efisiennya pemanfaatan energi oleh konsumen rumah
tangga, industri dan transportasi. Hal ini tercermin dari perilaku pemilihan jenis energi
untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif
serta rendahnya tingkat efisiensi peralatan. Tenaga listrik sebagai salah satu bentuk
energi final memegang peranan yang sangat penting untuk mendorong berbagai
aktivitas ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disisi lain,
pembangunan sarana dan prasarana tenaga listrik memerlukan investasi yang sangat
tinggi, mengingat investasi pada bidang ini bersifat padat modal, teknologi dengan
resiko investasi tinggi serta memerlukan persiapan dan konstruksi yang lama.

2.4 Potensi Sumber Daya Sektoral

2.4.1 Sumber Daya Pertanian dan Pertambangan

Berdasarkan gambaran kondisi geomorfologis Kabupaten Jeneponto, nampak bahwa


daerah ini tetap akan banyak bertumpu pada potensi sumberdaya sektor primernya
dengan memanfaatkan faktor alam (endowment) yang berpotensi nilai tambah ekonomi
yang tinggi. Sumber daya yang tergolong strategis tersebut, antara lain potensi
tanaman pangan, peternakan dan perikanan, serta pertambangan dan galian.

29
A. Tanaman Pangan dan Hortikultura

Potensi komoditas pertanian yang tetap menjadi andalan bagi pengembangan tanaman
pangan dan horticultura kurun waktu 2003-2007, diidentifikasi antara lain, sebagai
berikut:

 Padi, dengan rata-rata produksi padi sawah sebesar 81.028,13 ton dan luas
panen 16.548,4 ha, sehingga produktivitasnya sebesar 48,96 kw/ha
 Jagung, dengan rata-rata produksi sebesar 172.604 ton dan luas panen 40.251
ha serta rata-rata produksi sebesar 4,29 kw/ha;
 Ubi kayu, dengan rata-rata produksi mencapai 141.191 ton dan luas panen
6.505 ha, serta rata-rata produksi mencapai 21,70 kw/ha;
 Cabe, dengan rata-rata produksi sebesar 13.036,6 ton dan luas produksi
1.004 ha;
 Sayuran dan Buah-buahan, berupa bawang merah dengan dengan rata-rata
produksi 1.875,45 ton dan luas panen mencapai 196,75 ha.

Khusus untuk pengembangan tanaman sayuran dan buah-buahan tersebut, sentra


pengembangannya berada di Kecamatan Kelara dan Rumbia Sedangkan untuk
komoditi bawang merah berada di Kecamatan Tamalatea, Bangkala, Binamu, Batang,
Kelara dan Bontoramba. Selain itu, sentra pengembangan tanaman cabe berada di
Kecamatan Tamalatea, Binamu, Bangkala dan Kelara. Sedangkan pengembangan
buah-buahan, seperti mangga dan serikaya, sentra pengembangannya di Kecamatan
Binamu, Bangkala dan Batang serta di Kecamatan Tamalatea, Batang dan Bangkala.

B. Peternakan dan Perikanan

Kondisi subsektor peternakan di Kabupaten Jeneponto dilihat dari jenis ternak, berupa
ternak besar yang menjadi andalan selama lima tahun terakhir meliputi kuda, sapi dan
kerbau. Sedangkan untuk ternak kecil meliputi domba dan kambing. Ternak unggas
meliputi ayam ras, ayam buras, dan itik-manila.

Sumberdaya perikanan digolongkan atas dua, yaitu perikanan tangkap dan perikanan
budidaya. Perikanan tangkap didukung oleh karakteristik wilayah Kabupaten
Jeneponto yang sebagian wilayahnya berada di daerah pesisir, di mana tujuh di antara
sebelas kecamatan berada di daerah pesisir, yaitu Bangkala Barat, Bangkala,
Tamalatea, Binamu, Arungkeke, Batang dan Tarowang, dengan panjang pantai
berkisar 114 km. Perikanan budidaya mencakup budidaya laut (rumput laut, keramba
jaring apung), budidaya air payau (tambak), budidaya perairan umum (sungai) dan
budidaya air tawar (danau, sawah, irigáis). Selama kurun waktu 2003-2007,
perkembangan produksi perikanan tangkap mengalami pertumbuhan sebesar 1,98
persen dan perikanan budidaya meningkat lebih besar hingga mencapai 19,71 persen.

30
C. Pertambangan dan Galian

Hasil survei untuk pemetaan dan penataan potensi tambang di Kabupaten Jeneponto,
mengidentifikasi sejumlah potensi bahan tambang dan galian yang dapat dikelola,
antara lain pasir besi, bentonit, batu gamping, oker, mika, andesit, basal, breksi, dan
kaldeson. Sedangkan jenis zeolit masih memerlukan studi lanjutan untuk menentukan
kelayakan eksplorasi. Jenis tufa dan sirtu (tambang galian golongan c) hingga saat ini
telah dikelola, tetapi masih secara tradisional.

Potensi jenis bahan galian, meliputi (i) Pasir Besi (3.204.928 ton) di Kecamatan
Binamu dan Arungkeke; (ii) Bentonit (45.600.000 m3) di Kecamatan Bangkala; (iii)
Lempung (27.000.0000 m3) di Kecamatan Binamu, Bangkala, dan Tamalatea; (iv)
Batu Gamping (1.500.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala, dan
Tamalatea; (v) Batu Gamping Dolomitan (57.800.000 ton) di Kecamatan Tamalatea;
(vi) Oker (500.000 m3) di Kecamatan Rumbia; (vi) Mika (70.000 m2) di Kecamatan
Bangkala Barat; (vii) Andesit (1.5000.000 m3) di Kecamatan Batang; (viii) Basal
(13.400.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala, Tamalatea, Rumbia, dan Bontoramba;
(ix) Breksi (2.800.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala Barat, Kelara, Turatea, dan
Batang; (x) Tufa (1.800.000.000 m3) di Kecamatan Bontoramba, dan Bangkala; (xi)
Sirtu (23.000.000 m3) di Kecamatan Turatea, Binamu, Bontoramba, Tamalatea, dan
Bangkala; (xii) Kaldeson (9.040.000 m3) di Kecamatan Tamalatea, dan Bangkala; dan
(xiii) Zeolit (23.000.000 m3) di Kecamatan Turatea, Binamu, Bontoramba, Tamalatea,
dan Bangkala.

2.4.2 Industri Pengolahan

Industri pengolahan yang menjadi andalan masih bertumpu pada industri yang
mengandalkan bahan baku lokal dengan memanfaatkan faktor alam, industri garam
rakyat, industri gula merah serta industri pengeringan dan pengolahan jagung kuning.

Predikat sebagai kabupaten penghasil garam terbesar di kawasan timur Indonesia,


memiliki areal penggaraman seluas 556,63 ha dengan jumlah produksi rata-rata per
tahun adalah 47.000 ton. Tenaga kerja yang mampu terserap pada aktivitas industri
garam rakyat ini mencapai 2.152 orang pada tahun 2007. Selain itu, untuk industri gula
merah, Kabupaten Jeneponto memiliki potensi pohon lontar (siwalan) yang sangat
besar dan tersebar pada hampir semua kecamatan. Karakteristik wilayah yang sebagian
lahannya tidak produktif, merupakan potensi besar untuk pengembangan lokasi
industri pengolahan dan pergudangan untuk menopang aktivitas ekonomi perkotaan di
Kota Makassar dan wilayah-wilayah yang bercirikan industri modern lainnya.

2.4.3 Pariwisata

Potensi pariwisata yang dapat diandalkan di Kabupaten Jeneponto saat ini dan kedepan
berupa wisata budaya dan alam. Obyek wisata alam yang potensial untuk
dikembangkan berupa obyek wisata pantai, wisata bahari, dan pegunungan atau wisata

31
agro. Hingga saat ini, obyek wisata pantai yang terkenal dan dapat eksis adalah
kawasan Birtaria Kassi dan kawasan Loka untuk wisata alam pegunungan/wisata agro.
Sedangkan obyek wisata budaya yang terkenal adalah Kompleks Makam Raja-Raja
Binamu.

Potensi pengembangan pariwisata daerah yang hingga saat ini belum dikelola dan
memiliki prospek besar antara lain, Pulau Harapan, Air Terjun Boro, Tanjung
Mallasoro, Makam I Maddi Dg. Rimakka, Masjid dan Rumah Adat Tertua Patealla,
Balla Lompoa, Bungung Salapang, Je’ne Sappara dan Pacuan Kuda.

2.5 Sosial Budaya Daerah

Kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat mulai membaik, baik secara kuantitas
maupun kualitas hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada sejumlah aspek pokok
meliputi kependudukan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya, dan
pembangunan gender, politik, hukum, kamtibmas, dan kemiskinan serta akumulasinya
pada kualitas hidup masyarakat yang dilihat melalui indeks pembangunan manusia
Kabupaten Jeneponto.

2.5.1. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 mencapai 330.735 jiwa
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 77.696. Pertumbuhan penduduk Kabupaten
Jeneponto selama kurun waktu 2003-2007 relatif terkendali, secara rata-rata hanya
mencapai 0,53 persen setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2006 mengalami
pertumbuhan negatif 0,85 persen. Pertumbuhan penduduk tertinggi selama periode
tersebut terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 1,33 persen.

Secara umum, tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Jeneponto pada tahun 2007
mencapai 441 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tersebut tidak tersebar secara merata pada
setiap wilayah kecamatan. Secara berturut-turut tingkat kepadatan penduduk yang
tertinggi yaitu Kecamatan Binamu (696 jiwa/km2) dan terendah adalah kecamatan
Bangkala Barat (155 jiwa/km2).
Struktur umur penduduk Kabupaten Jeneponto selama kurun waktu 2004-2007
menunjukkan perbandingan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) tertinggi
pada tahun 2005 sebesar 63,93 persen dan pada tahun 2007 yang terendah, turun hanya
61,31 persen. Sebaliknya pada tahun 2007, jumlah penduduk usia 0-14 tahun mencapai
32,3 persen dan kelompok penduduk usia 65+ tahun hanya mencapai 6,8 persen.

Dari jumlah rumah tangga yaitu 77.696 KK terdapat rumah tangga miskin (RTM) di
Kabupaten Jeneponto sebesar 30.336 KK di tahun 2007. Berkaitan hal ini,
penanggulangan/pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto dikenal berbagai
kegiatan/program baik telah dan maupun sedang dilaksanakan, antara lain: (1) Beras
Untuk Keluarga Miskin (Raskin); (2) Bantuan Langsung Tunai (BLT); (3) Asuransi
Kesehatan Untuk Keluarga Miskin (Askeskin); (4) Gerakan Pengembangan

32
Pengentasan Kemiskinan (Gerbang Taskin); (5) Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (PNPM-P2KP); (6) Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
(P2KP-PAKET); (7) Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP); (8) Water
and Sanitation for Low Income Community (WSLIC); (9) Percepatan Pembangunan
Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KP-DT); (10) Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-Mandiri Perdesaan); dan (11) Crash Program
Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis).

2.5.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 mengalami


perbaikan, antara lain diukur dengan meningkatnya partisipasi pendidikan yang
meliputi pendidikan usia dini, pendidikan dasar sembilan tahun, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi dan pendidikan non formal.

A. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini, disingkat PAUD, merupakan pendidikan persiapan untuk
mengikuti jenjang pendidikan dasar yang sekarang ini ditetapkan sembilan tahun.
Pemerataan dan perluasan akses diupayakan bersama-sama oleh pemerintah daerah,
swasta, dan masyarakat. Pemerintah berkonsentrasi pada pendidikan formal TK/RA
serta mendorong peran serta swasta dan masyarakat untuk melakukan perluasan PAUD
non formal, seperti Kelompok Bermain (KB) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA). Pada tahun 2006/2007, Angka Partisipasi Kasar (APK) TK/RA mencapai 13,44
persen dari usia 2-4 tahun.

Lembaga satuan PAUD di Kabupaten Jeneponto mencapai 87 unit yang meliputi


TK/RA swasta sebanyak 84 unit dan TK/RA negeri sebanyak tiga unit. Jumlah
lembaga TK/RA tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah
anak usia sekolah TK/RA yang mencapai 48.896 orang, sehingga diperlukan tambahan
unit TK/RA agar mampu menampung anak usia pendidikan dini tersebut.

B. Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 rata-rata


lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 5,86 tahun dan
proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SMP/sederajat masih
sekitar 12,66 persen; SMA/sederajat 7,72 persen; Perguruan Tinggi 2,35 persen.
Sementara itu angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas masih mencapai
28.119 orang atau mencapai 8,5 persen.

Angka Partispasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM), pada jenjang
pendidikan SD/MI mengalami peningkatan yang sangat berarti sebesar 118,38 persen
di tahun 2007/2008, naik 10 persen dari 108,09 persen di tahun 2006/2007. APM

33
sebesar 99,98 persen di tahun 2007/2008, naik 3,0 persen dari 97,09 persen di tahun
2006/2007. Jenjang pendidikan SMP/MTs tahun pelajaran 2007/2008, APK sebesar
95,06 persen, meningkat 8,0 persen dari 86,75 persen di tahun 2006/2007. APM
sebesar 73,33 persen di tahun 2007/2008, naik 12 persen dari 61,8 persen di tahun
2006/2007.

Pemerataan dan perluasan akses memperhatikan kuantitas satuan pendidikan dengan


meningkatkan prasarana dan sarana di jenjang pendidikan dasar, meliputi SD: 262
unit, SMP Negeri: 42 unit, SMP Swasta: 6 unit, MTs: 27 unit, MA: 12 unit, dan MI: 13
unit. Keadaan Lembaga Satuan Pendidikan Dasar di Kabupaten Jeneponto periode
2005–2007. Jumlah lembaga pendidikan khususnya tingkat Sekolah Dasar Negeri dari
tahun 2005 sampai tahun 2007 sekitar 6,8 persem. Jumlah lembaga pendidikan untuk
tingkat sekolah dasar, sudah dianggap memadai, di mana perbandingan jumlah
penduduk usia 7-12 dengan jumlah lembaga hanya rata-rata sebesar 143 per lembaga
pendidikan atau rata-rata sebesar 24 siswa per rombel. Pada tahun 2008/2009, rasio
lembaga satuan pendidikan dasar dan jumlah siswa yaitu 182,63 persen dengan jumlah
siswa 53.877 orang dan jumlah sekolah yaitu 295 unit.

Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada tahun 2006/2007, rata-rata putus
sekolah SD/MI 360 orang (0,75 persen) dari jumlah siswa 50.200; SMP/MTs: 180
orang (1,51 persen) dari jumlah 13.360 orang. Pada tahun 2007-2008, angka putus
sekolah SMP/MTs di Kabupaten Jeneponto masih tergolong rendah, yaitu 167 orang
siswa dari 16.064 total siswa SMP/MTs. Tetapi menurut tingkat angka putus sekolah
tertinggi pada tingkat 1 (satu) yaitu 71 orang dari 5.864 siswa (1,21 persen). Jika
dilihat per kecamatan siswa putus sekolah tertinggi di Kecamatan Rumbia (3,33
persen), Tamalatea (3,17 persen) dan Tarowang (2,42 persen).

Pada tahun 2006/2007, ruang kelas milik SD/MI mencapai 41,16 persen dalam kondisi
rusak (rusak ringan 17persen dan rusak berat 23,85 persen), lebih tinggi pada tahun
2007/2008 sebesar 29,18 persen kondisi rusak (rusak ringan 15,16 persen dan rusak
berat 14,02 persen). Fakta ini menunjukkan bahwa masih terdapat 233 (14.02 persen)
ruang kelas SD/MI yang dalam kondisi rusak berat dan 252 (15.16 persen) ruang kelas
sd/mi rusak ringan, hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perhatian yang serius
dari pemerintah dan masyarakat dalam pembenahan ruang kelas. Untuk MTs (di luar
SMP), yaitu 30,18 persen dalam kondisi rusak rusak (rusak ringan 17,75 persen dan
rusak berat 12,43 persen). Pada tahun 2007/2008, Angka Putus Sekolah (APS)
SMP/MTS masih tergolong rendah yaitu 167 orang siswa dari 16.064 total siswa
SMP/MTS, tetapi menurut tingkat angka putus sekolah tertinggi pada tingkat 1(satu),
yaitu 71 orang dari 5.864 siswa (1,21 persen).

Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik bidang pendidikan secara
kualitatif, yaitu ditandai dengan menciutnya kapasitas dewan pendidikan (DP) dan
komite sekolah (KS), serta komite PLS merupakan kegiatan yang akan terhambat
dilakukan dalam rangka pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk ikut
bertanggungjawab mengelola Dikdas. Lemahnya fungsi kedua kelembagaan tersebut

34
secara optimal akan memperkuat pelaksanaan prinsip dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan.

C. Pendidikan Menengah

Program pendidikan menengah didorong untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan


sekolah menengah pertama sebagai dampak positif pelaksanaan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, serta penguatan pendidikan vokasional baik
melalui sekolah/madrasah umum maupun sekolah/madrasah kejuruan dan pendidikan
nonformal, guna mempersiapkan lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi untuk memasuki dunia kerja.

Pengembangan model layanan alternatif pendidikan akan dilakukan khusus untuk


daerah/desa tertinggal sebagai fasilitas untuk menampung lulusan SMP di daerah
tersebut. Perluasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan di Kabupaten Jeneponto
yang dilaksanakan dengan menggunakan berbagai bentuk SMK, yaitu SMK di
kawasan pesisir, SMK kecil di daerah terpencil dan perdesaan tertinggal. Sampai saat
ini jumlah SMA sebanyak 14 unit, dan SMK 9 unit. Keseluruhan sekolah sebanyak 23
unit yang diharapkan mendukung pemerataan dan perluasan akses pendidikan
menengah.

Kondisi pendidikan ditinjau dari pemerataan dan perluasan akses, mencakup Angka
Partispasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B di Kabupaten Jeneponto sebesar 52,45
persen (2006/2007), berarti belum mencapai target nasional, yaitu 95 persen dan
bermutu tinggi. Angka Partisipasi Sekolah (APS) pendidikan sekolah menengah
(SMA/SMK/MA/Paket C) pada tahun 2006/2007 mencapai angka 30. Pada
periode tahun 2005-2007, peningkatan mutu dan relevansi yang meliputi jenjang
pendidikan SMA/MA siswa yang putus sekolah juga cenderung sedikit. Hanya ada
satu sekolah yang memiliki angka putus sekolah di atas empat persen, selebihnya atau
sebanyak 29 sekolah (hanya memiliki di bawah 1 persen yang putus sekolah). Angka
putus sekolah (APS) SMA/MA menurut jenis kelamin pada tingkatan sekolah SMA,
laki-laki mencapai 0,62 persen, sedangkan wanita yang hanya berkisar 0,33 persen.

Berdasarkan jumlah putus sekolah tersebut, angka putus sekolah lebih banyak pada
tingkat 1 yang mencapai 1.49 persen untuk laki-laki. Angka tersebut menggambarkan
bahwa di Kabupaten Jeneponto angka putus sekolah pada tingkatan SMA/MA lebih
didominasi laki-laki, hal ini disebabkan karena anak laki-laki pada umur tersebut
banyak yang ikut membantu keluarganya untuk mencari nafkah di luar daerah. Ruang
kelas di tingkatan SMA/MA/SMK tahun 2006/2007, yaitu 15,91 dalam kondisi rusak
(rusak ringan 10,23 persen dan rusak berat 5,68 persen). Pada tahun 2007/2008,
kondisi ruang kelas yang rusak meningkat sebesar 27,37 persen (rusak ringan 20,53
persen dan rusak berat 6,8 persen). Jumlah ruang kelas yang dalam kondisi rusak
meliputi 39 rusak ringan dan 13 rusak berat.

35
Hingga tahun 2006-2007, rasio siswa per satu guru menurut jenis pendidikan, sebagai
berikut: Sekolah Dasar (26 murid); Madrasah Ibtidayah (25 murid); Sekolah
Menengah Pertama (15 siswa); Madrasah Tsanawiah (15 siswa); Sekolah Menengah
Atas (18 siswa); Madrasah Aliyah (11 siswa) serta Sekolah Menengah Kejuruan (14
siswa). Sedangkan rasio siswa per satu sekolah pada tahun yang sama, yaitu Sekolah
Dasar (194 murid); Madrasah Ibtidayah (203 murid); Sekolah Menengah Pertama
(330 siswa); Madrasah Tsanawiah (209 siswa); Sekolah Menengah Atas (398 siswa)
Madrasah Aliyah (150 siswa) serta Sekolah Menengah Kejuruan (203 siswa). Di
samping kondisi rusak ruang kelas, kondisi siswa dan guru di jenjang pendidikan
dasar dan pendidikan menengah juga perlu menjadi bahan kebijakan dan perencanaaan
bidang pendidikan ke depan, misalnya peningkatan jumlah pengadaan ruang kelas baru
(RKB), unit sekolah baru (USB), kegiatan rehabilitasi gedung sekolah, dan lain
sebagainya.

D. Pendidikan Tinggi

Kondisi pendidikan tinggi sampai tahun 2007 terdapat tujuh buah perguruan tinggi,
satu perguruan tinggi dengan status negeri (STIA- LAN) bekerjasama dengan
Pemerintah Daerah dan enam perguruan tinggi lainnya berstatus swasta (STIE YAPTI,
STKIP, Universitas Muhammadiyah, STAI DDI, STAI YAPNAS, dan STAI Al-
Amanah). Pemerataan dan perluasan akses ketujuh pendidikan tinggi tersebut ditandai
dengan jumlah mahasiswa semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah mahasiswa
(tidak termasuk STIA-LAN), sebanyak 824 orang (2004/2005); 1.188 orang
(2005/2006); 2.131 orang (2006/2007); dan 3.683 orang (2007/2008).

E. Pendidikan Non Formal

Selama kurun waktu 2003-2007, angka buta aksara mengalami penurunan dengan
menuntaskan 7.470 jiwa yang mengalami buta aksara. Pada tahun 2005, dari total
jumlah (Laki-laki dan Perempuan: 26.915 orang) kinerja yang relatif baik terjadi pada
peningkatan keaksaraan penduduk perempuan usia 30-44 tahun dalam kurun waktu
yang sama, yaitu 15.689 orang. Sementara itu tingkat keaksaraan penduduk laki-laki
usia 30-44 tahun meningkat sebesar 11.226 orang. Menurunnya angka buta aksara
yang sangat mencolok pada kelompok usia muda yaitu usia 30-44 tahun (11.840
orang, laki-Laki: 3.960 orang dan Perempuan: 7.880 orang), sehingga Pemerintah
Kabupaten Jeneponto meraih penghargaan “Anugerah Aksara” dalam memperingati
Hari Aksara Internasional pada tahun 2005.

2.5.3. Pelayanan Kesehatan

Pembangunan daerah disektor kesehatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir
menunjukkan perkembangan yang semakin membaik, peningkatan akses masyarakat
terhadap sarana pelayanan dan pembangunan pelayanan kesehatan terus meningkat,
hal ini terlihat dari capaian indicator derajat kesehatan masyarakat Jeneponto. Pada
tahun 2004, Umur Harapan Hidup (UHH) masyarakat Jeneponto 62,3 tahun meningkat

36
menjadi 67,4 tahun pada tahun 2007. Angka Kematian Bayi (AKB) berada pada angka
3,28 per 1000 KH (kelahiran hidup) jauh lebih kecil dari angka nasional 26,9 per 1000
KH pada tahun 2007. Angka Kematian Ibu (AKI) berada pada 88,3 per 100.000 KH
jauh dibawah angka nasional yang berada pada tingkat 228 per 100.000 KH tahun
2007. Hasil pemantauan status gizi yang dilaksanakan pada tahun 2007 menunjukkan
324 (5,5 persen) anak berstatus gizi buruk, 1.413 (21,7 persen) anak berstatus gizi
kurang, 4.601 (70,6 persen) anak berstatus gizi baik, dan 178 (2,7 persen) anak
berstatus gizi lebih, angka ini juga menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari
angka nasional.
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi
menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria,
diare, dan penyakit kulit. Jumlah penderita TB Paru di Kabupaten Jeneponto tahun
2007 yang diobati sebanyak 313 penderita, dan yang sembuh sebanyak 211 orang
berarti angka kesembuhan penderita TB Paru mencapai 67 %, pencapaian ini akan
terus ditingkatkan sampai mencapai angka tingkat kesembuhan 85%. Kasus demam
berdarah dengue (DBD) sebanyak 69 kasus dengan angka serangan (attack rate)
berkisar 0,1 persen dan CFR 2,9 persen, angka ini tidak mengindikasikan adanya
masalah kesehatan yang lebih besar. Kasus DBD ini lebih banyak ditemukan pada
kelompok umur 5-14 tahun dan paling sedikit pada kelompok umur > 45 tahun.

Penderita diare dari kelompok Balita tertangani telah mencapai 93,4 persen. Penyakit
kusta di Kabupaten Jeneponto tahun 2007 tercatat 278 penderita dengan penderita
selesai berobat sekitar 16,9 persen, angka ini cenderung mengalami perbaikan dari
tahun ke tahun. Angka serangan (attack rate) kasus rabies berkisar 0,1 persen dengan
CFR 5,3 persen. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada umumnya diderita Balita
sebanyak 390 jiwa, dan tertangani sebesar 94 persen.

Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pemerintah


daerah dan masyarakat terus meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan,
hingga tahun 2007 tercatat 1 Rumah Sakit Umum type C; 17 Puskesmas yang tersebar
di 11 kecamatan (9 Ruang Rawat Inap/RRI, 8 Non RRI); 55 unit Puskesmas Pembantu
(Pustu); 41 unit Poliklinik Desa (Polindes); Puskesmas Keliling/PUSLING sebanyak
16 unit; Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 408 unit (Pratama: 13,7 persen,
Madya: 14,5 persen, Purnama: 71,3 persen, dan Mandiri: 0,5 persen). Rumah Bersalin
1 unit, Balai Pengabatan/Klinik 1 unit, Apotek 4 unit, Toko Obat 15 unit, dan Tempat
Praktek Dokter Perorangan 15 unit.

2.6 Politik, Hukum dan Kamtibmas

Konsolidasi demokrasi akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kelembagaan
demokrasi yang kokoh. Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam
kehidupan sosial dan politik dapat dikatakan telah berjalan pada jalur dan arah yang
benar yang ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR,

37
DPD dan DPRD hasil pemilihan umum langsung dengan jumlah kontestan/partai
politik sebanyak 24 partai.

Pada sisi internal, pelembagaan penyaluran aspirasi masyarakat yang dilakukan partai
politik, diantaranya pengadaan unit pengaduan masyarakat, media center, kunjungan
kerja anggota (Reses) ke masyarakat, dan sebagainya. Di sisi eksternal, penyaluran
aspirasi masyarakat melalui kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berserikat sudah
menunjukkan perbaikan.

Secara umum, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum, dari mulai para peneliti
hukum, perancang peraturan perundang-undangan sampai tingkat pelaksana dan
penegak hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal memahami dan
berperilaku responsif gender. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di bidang
hukum juga tidak terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang ada.
Apalagi sistem, proses seleksi serta kebijakan pengembangan sumberdaya manusia
(SDM) di bidang hukum yang diterapkan ternyata tidak menghasilkan SDM yang
berkualitas.

Kondisi kemanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) saat ini semakin membaik,
ditandai dengan menurunnya angka kriminalitas. Dari Keseluruhan jumlah
kriminalitas di Kabupaten Jeneponto tahun 2007, tercatat jumlah pelanggaran pidana
tertinggi ditempati jenis perkara Penganiayaan sebanyak 33 perkara. Selanjutnya,
kasus Pencuriaan/Perampokan sebanyak 26 perkara, dan terendah berupa kasus
Pengrusakan, hanya 1 (satu) kali.

2.7 Pemerintahan Umum

Berdasarkan PP nomor 8 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah


maka ditetapkan Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto
melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan
Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Jeneponto dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 Tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jeneponto serta
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Jeneponto.
Susunan Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto terdiri dari
Sekretariat Daerah, meliputi sekretaris Daerah, 3 asisten dan 10 bagian Sekretariat
Dewan meliputi sekretaris, 3 Bagian dan 1 kelompok jabatan fungsional, Dinas
Daerah terdiri dari 12 Dinas dan Lembaga Teknis Daerah terdiri dari 3 Badan dan 6
Kantor.

Kabupaten Jeneponto terdiri dari 11 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Binamu,


kecamatan Turatea, Kecamatan Kelara, Kecamatan Rumbia, Kecamatan Batang,
Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Tarowang, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan

38
Bontoramba, Kecamatan Bangkala Kecamatan Bangkala Barat dan terdiri dari 113
Desa/Kelurahan meliputi 29 Kelurahan dan 84 Desa.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga yang menjadi partner


pemerintah dalam menjalankan sistem pemerintahan di daerah. Berhasil tidaknya
pembangunan suatu daerah tergantung pada kerjasama antara lembaga legislatif dan
eksekutif daerah dalam kerangka demokrasi dan otonomi daerah. Jumlah Legislatif
Kabupaten Jeneponto hasil Pemilu 2004 adalah 35 orang berasal dari 12 partai politik.

2.8 Isu-Isu Strategis Daerah

Berdasarkan gambaran umum kondisi daerah yang meliputi kondisi geomorfologis,


perekonomian daerah, infrasruktur dan prasarana wilayah, sosial budaya, politik,
hukum, kamtibmas, dan pemerintahan umum sebagaimana dinarasikan sebelumnya,
dan dengan memperhatikan perkembangan dan tantangan pembangunan ke depan,
maka isu-isu strategis yang masih dihadapi oleh Kabupaten Jeneponto, khususnya
dalam lima tahun ke depan digambarkan sebagai berikut:

A. Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

Meskipun indeks mengalami peningkatan dari kurun waktu 2003-2007 namun posisi
relatif masih berada pada peringkat 23 kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan.
Dalam lima tahun periode kepemimpinan ke depan, peningkatan peringkat IPM ini
merupakan isu strategis yang paling utama untuk mencapai visi pembangunan
Kabupaten Jeneponto.

Untuk mencapai hal tersebut, Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun yang telah dicanangkan untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk,
melalui peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Program yang sejalan dengan itu, juga dicanangkan untuk menurunkan angka buta
aksara penduduk usia 15 tahun keatas. Pada bidang kesehatan, ketersediaan prasarana
dan sarana kesehatan masyarakat akan terus ditingkatkan, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas layanan kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
tinggi, terutama meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH). Disamping itu
pengembangan ekonomi daerah berbasis kerakyatan dan bernilai tambah tinggi untuk
meningkatkan indeks komposit paritas daya beli (puschasing power parity) sebagai
indikator standar hidup layak bagi masyarakat Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun
ke depan.

B. Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran

Salah satu isu yang memerlukan perhatian pada pembangunan pada masa mendatang
adalah Isu Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Isu
penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran menjadi isu yang utama
dan sangat penting karena pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Kabupaten

39
Jeneponto masih cukup banyak, demikian pula dengan jumlah pengangguran pada
tahun 2007 masih cukup tinggi yakni sebanyak 4.048 jiwa (2,28%).
Walaupun jumlah Rumah Tangga Miskin dari tahun ke tahun terus mengalami
penurunan, namun perlu tetap dioptimalkan penanganannya dengan menetapkan
target-target capaian yang signifikan.
Pencapaian target tersebut dilakukan melalui upaya-upaya perlindungan dan
keberpihakan terhadap rakyat miskin dengan meningkatkan produksi dan menekan
konsumsi pada tingkat rumah tangga miskin, peningkatkan akses dan mutu pelayanan
dan infrastruktur dasar, peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses-proses
pembangunan, serta peningkatkan usaha rakyat dalam rangka meningkatkan daya beli
masyarakat

C. Pengelolaan Sumberdaya Alam

Produktifitas sumberdaya alam (SDA) masih relatif rendah, antara lain karena adanya
pengaruh dari dampak perubahan lingkungan global, optimalisasi pemanfaatan lahan
yang belum optimal, keterbatasan sumber daya air dan pengelolaannya masih terbatas,
sektor pertambangan belum dikelola secara optimal. Kontribusi Sektor Pertanian
dalam PDRB masih dominan (54,39 persen), sedangkan dukungan SDA pertanian
semakin terbatas, sementara disisi lain kontribusi terbesar kedua (20,05) merupakan
sektor jasa non-produktif. Pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan belum
optimal (telah dibangun KIPPT sebagai power drive dengan beberapa komponen
utama yang telah dibangun: SMK Kelautan, Sarana Pariwisata/Hotel, PPI dan Mesin
Pengolahan Rumput Laut). Sebagian besar hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan
belum memberikan nilai tambah(pada umumnya masih merupakan produk primer).

D. Pengembangan Komoditas Unggulan

Kurangnya optimalisasi pengelolaan komoditas unggulan daerah mengakibatkan nilai


tukar beberapa komoditas unggulan, khususnya pada usaha perikanan dan kelautan
mengalami penurunan. Komoditas unggulan belum dikembangkan secara optimal,
antara lain terdapat 5 (lima) komoditas unggulan daerah, yaitu Jagung, Rumput Laut,
Ubi Kayu, Padi, Cabe. Pengembangan wilayah dan penentuan klaster yang bertumpu
pada sektor pertanian menjadi tantangan pembangunan, berkaitan dengan kualitas,
tingkat produktivitas, nilai unggulan komoditas unggulan masih belum membaik.

E. Akselerasi Pertumbuhan dan Produktivitas Kerja

Pertumbuhan ekonomi daerah dalam lima tahun terakhir, menunjukkan angka yang
belum signifikan. Ketergantungan pada sektor pertanian, meskipun menunjukkan
kecenderungan yang menurun, tetapi masih menunjukkan peran yang sangat dominan
(di atas 50 persen) terhadap perekonomian daerah. Kondisi tersebut diakibatkan oleh
rendahnya nilai tambah ekonomi yang mampu dihasilkan oleh sektor-sektor yang
dominan di daerah ini. Karena itu diperlukan aktivitas ekonomi masyarakat yang
mampu mendorong akselerasi pembangunan, salah satunya melalui peningkatan nilai

40
tambah, peningkatan daya saing dan optimalisasi faktor produksi pada sektor-sektor
ekonomi yang produktif.

Banyaknya pekerja yang bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif, juga akan
berakibat pada rendahnya pendapatan yang menyebabkan pekerja rawan terjatuh di
bawah garis kemiskinan. Pekerja yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang
produktif dapat dilihat dari banyaknya jumlah pekerja setengah penganggur yaitu
orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Kondisi ini harus dapat diatasi
dengan melakukan akselerasi pertumbuhan dan produktivitas kerja melalui
implementasi program-program pembangunan yang strategis, termasuk menciptakan
iklim investasi yang kondusif bagi daerah untuk lima tahun ke depan.

D. Pengembangan Kawasan Tertinggal

Salah satu tantangan utama dalam periode kepemimpinan lima tahun ke depan adalah
penanganan secara khusus pada desa-desa yang tergolong tertinggal dan sangat
tertinggal. Kondisi kehidupan masyarakat desa tertinggal dan sangat tertinggal
merupakan gambaran kehidupan masyarakat perdesaan dengan jumlah penduduk
miskin yang tinggi, keterbelakangan tingkat pendidikan, di mana sebagaian besar
penduduknya berpendidikan tidak mencapai wajib pendidikan dasar sembilan tahun
dan produktivitas masyarakat yang rendah.

Selain itu, masih terdapat kawasan yang tergolong kumuh pada daerah pantai dan
kawasan pesisir. Pada kawasan tersebut, mulai dari tingkat kepadatan penduduk,
kepadatan rumah dan bangunan hingga jumlah penduduk miskin yang tergolong
tinggi. Kegiatan usaha ekonomi masyarakat masih mengandalkan sektor informal;
kondisi rumah dan bangunan yang tidak layak huni; ketidakteraturan tata letak rumah
dan bangunan; tingkat kerawanan kondisi kesehatan dan lingkungan yang tinggi; dan
tingkat kerawanan sosial serta angka kriminalitas yang disebabkan oleh tingginya
kesenjangan sosial ekonomi masyarakat.

E. Pembangunan Gender

Kualitas hidup dan peran perempuan yang belum optimal, terutama di bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Keadilan dan kesetaraan gender belum
sepenuhnya dapat diwujudkan karena masih kuatnya pengaruh dari nilai-nilai sosial
budaya yang patriarki, yaitu menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan
dan peran yang berbeda dan tidak setara, sehingga terjadi diskriminasi terhadap
perempuan. Kurangnya perhatian terhadap pemberdayaan perempuan, khususnya
untuk kesehatan perempuan menyebabkan tingginya angka kematian ibu, serta tidak
terprogramnya keluarga berencana dan ketidakcukupan konsumsi nutrisi khususnya
perempuan hamil dan menyusui.

41
Masalah keterwakilan suara dan kebutuhan perempuan dalam pengambilan keputusan
kebijakan publik juga sangat penting, karena produk kebijakan yang bias gender hanya
akan melanggengkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan terhadap perempuan yang
berakibat pada pemiskinan kaum perempuan.

F. Penguatan Kelembagaan Pemerintah dan Masyarakat

Penyelenggaraan pemerintahan menghadapi tantangan yang kian kompleks,


akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas layanan publik merupakan
instrumen-instrumen yang harus ada untuk mencapai kinerja pemerintahan yang
optimal untuk mengantarkan masyarakatnya mencapai tingkatan kesejahteraan yang
diinginkan.

Salah satu yang harus berperan mengontrol dan meningkatkan pelayanan pemerintah
adalah kelembagaan masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa penyebab utama
kegagalan kebijakan dan program pembangunan dalam mengatasi berbagai masalah
adalah lemahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, mulai dari proses
perumusan perencanaan, implementasi program hingga pada pemantauan dan evaluasi
kebijakan dan program pembangunan.

42
BAB III
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN NILAI DASAR

3.1. Visi

Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Dalam jangka panjang, Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Jeneponto
sebagaimana termaktub di dalam RPJPD Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2026
adalah ”Jeneponto yang Maju, Tangguh dan Bermartabat dengan Bernafaskan
Keagamaan”.

Dengan mengacu pada visi pembangunan jangka panjang tersebut dan mengakomodasi
Visi dan Misi Bupati/Wakil Bupati terpilih serta mempertimbangkan kondisi obyektif,
tahap perkembangan, hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, dan prospek
pembangunan Kabupaten Jeneponto ke depan, maka Visi Pembangunan Daerah
Kabupaten Jeneponto dalam jangka menengah (2008-2013) adalah:

”Terwujudnya Masyarakat Jeneponto yang Sejahtera dan


Bermartabat”

Secara substansial visi di atas memiliki makna bahwa Kabupaten Jeneponto


berorientasi terhadap pencapaian masyarakat Jeneponto yang Sejahtera dan
Bermartabat.

Pernyataan sejahtera dimaksudkan bahwa masyarakat Jeneponto menjadi sejahtera


dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik yang dicirikan oleh terpenuhinya hak-
hak dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan, pangan, tempat tinggal, dan pekerjaan),
meningkatnya usia harapan hidup, terwujudnya keamanan dan ketertiban yang ditandai
oleh menurunnya angka kriminalitas, menurunnya angka kemiskinan dan
pengangguran, terbinanya kehidupan keagamaan yang baik serta terciptanya
kehidupan politik yang kondusif dan dinamis.

Pernyataan bermartabat dimaksudkan sebagai tekad masyarakat Jeneponto untuk


berdiri sejajar dengan daerah lain yang lebih maju, terutama di wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan, yang ditandai oleh meningkatnya dan membaiknya posisi relatif
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi urutan 11 di Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2. Misi
Untuk mendukung pencapaian visi pembangunan jangka menengah Kabupaten
Jeneponto, maka dirumuskan misi sebagai berikut:

43
1. Memperkuat kelembagaan pemerintah dan masyarakat;
2. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat;
3. Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah secara merata; dan
4. Memperkuat dan memberdayakan ekonomi kerakyatan.
3.3. Tujuan dan Sasaran
Dengan mengacu pada Visi dan Misi di atas, maka telah dirumuskan tujuan dan
sasaran pembangunan Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun mendatang (2008-
2013).
Terkait dengan misi memperkuat kelembagaan pemerintah dan masyarakat, maka
tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan kualitas dan
profesionalisme aparatur pemerintah untuk menuju kepada terciptanya good
governance; dan (ii) meningkatkan keberdayaan masyarakat yang partisipatif dan
responsif, dengan sasaran yang ingin dicapai: (i) meningkatnya kapasitas dan
kompetensi aparatur pemerintah daerah dalam mewujudkan pelayanan publik
berdasarkan standar pelayanan minimal; (ii) terwujudnya kelembagaan pemerintah
yang kuat dan profesional; dan (iii) terciptanya kelembagaan masyarakat yang
berdaya, partisipatif dan responsif.
Terkait dengan misi mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat, maka tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i)
mengembangkan pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
hubungan yang setara, harmonis dan dinamis; (ii) menciptakan iklim investasi yang
kondusif bagi pengembangan ekonomi daerah; dan (iii) meningkatkan kemandirian
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dengan sasaran yang ingin
dicapai: (i) terciptanya pola hubungan yang setara dan harmonis antara pemerintah,
swasta dan masyarakat; (ii) meningkatnya peran dan partisipasi swasta dan masyarakat
dalam pembangunan; (iii) terciptanya kemudahan akses masyarakat terhadap
pemerintahan dan pembangunan; (iv) tersedianya regulasi yang menjamin keamanan
dan kemudahan investasi di daerah; (v) terwujudnya kekhasan yang merujuk pada
potensi kewilayahan dan kearifan lokal daerah; dan (vi) meningkatnya kualitas
pelayanan publik
Terkait dengan misi meningkatkan sarana dan prasarana wilayah secara merata,
maka tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan penataan
dan pemanfaatan ruang; dan (ii) meningkatkan ketersediaan infrastruktur baik
infrastruktur wilayah maupun infrastruktur dasar serta keirigasian, dengan sasaran
yang ingin dicapai: (i) terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dalam mendukung
percepatan pembangunan ekonomi daerah khususnya pada wilayah-wilayah terisolasi;
(ii) meningkatnya penataan ruang melalui proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; (iii) terpenuhinya kebutuhan infrastruktur
dasar pendidikan dan kesehatan; dan (iv) meningkatnya ketersediaan infrastruktur
yang mendukung pengembangan komoditas unggulan.

44
Terkait dengan misi memperkuat dan memberdayakan ekonomi kerakyatan, maka
tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan kemampuan
lembaga dan pelaku ekonomi kerakyatan serta dunia usaha; dan (ii) meningkatkan
kemandirian bagi pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah; dan (iii)
mempermudah akses modal dan pemasaran bagi masyarakat khususnya masyarakat
miskin, dengan sasaran yang ingin dicapai: (i) meningkatnya kemampuan lembaga
dan kemampuan pelaku ekonomi kerakyatan; (ii) tersedianya regulasi yang menjamin
kemudahan akses permodalan bagi masyarakat miskin dan pelaku sektor ekonomi; (iii)
terwujudnya profesionalisme pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
(iv) meningkatnya akses informasi bagi pelaku ekonomi kerakyatan terhadap mutu
produksi dan pemasaran; dan (v) meningkatnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas
produksi.
3.4. Nilai Dasar
Nilai-nilai luhur yang digali dari ajaran agama dan kearifan lokal yang dibangun dan
sekaligus dipedomani dalam proses pembangunan jangka menengah Kabupaten
Jeneponto adalah siri’ na pace; sikamaseang; sipakatau; sipakalabbiri; sipakainga;
sipakalalo; toddopuli; empo sipitangarri; iya kana iya rupa gau; kuntu tojeng, tatta’
tojeng; abbulo sibatang accera sitongka-tongka; yang bermakna perlunya menjalin
kerjasama, teguh dan komitmen kuat dalam memegang prinsip dan kebenaran,
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial berdasarkan penghargaan kepada sesama
manusia atau kelompok manusia, serta saling mengingatkan kepada kebaikan dan
saling mencegah pada kejahatan. 
Prinsip dan nilai lain yang dilahirkan sekaligus anutan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Jeneponto adalah:
1. Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan masyarakat
umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan selektif dengan mengutamakan
masyarakat sebagai penerima manfaat bukan objek pembangunan tetapi berperan
serta dalam setiap program pembangunan.
2. Profesionalitas dan Kemandirian adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
agar mampu memberikan pelayanan secara prima kepada masyarakat sebagai
wujud pengabdian yang tulus (akkusiang). Asas ini juga menghendaki perwujudan
pemerintahan yang mampu mengembangkan sikap reward and punishment bagi
warganya. Dalam arti bahwa penghargaan akan diberikan pada siapapun yang
berprestasi, demikian pula dengan hukuman diberikan tanpa diskriminasi. Berbasis
pada nilai kerja keras yang berbasis pada keyakinan bahwa pembangunan hanya
dapat berhasil melalui kerja keras yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sebagai semangat kerja, tekad untuk pantang mundur sebelum berhasil dalam
falsafah takkalai nisombalang kualleangngangi tallangi natowaliya;
3. Transparansi adalah terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap semua informasi terkait seperti berbagai peraturan peraturan perundang-

45
undangan serta kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di daerah. Nilai
ini telah mewujud dalam perilaku sosial leluhur yakni kebiasaan empo sipitangarri,
bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah, dapat diakses/diketahui oleh
masyarakat dan dapat diketahui secara jelas proses perumusan kebijakan publik dan
pelaksanaannya.
4. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan pemerintah daerah harus dapat dipertanggung jawabkan atas
keberhasilan maupun kegagalanya dalam melaksanakan misinya dan pencapaian
tujuan serta sasaran yang ditetapkan secara periodik. Pernyataan ini termaktub
dalam pesan leluhur iya kana iya rupa gau; bahwa apa yang telah
dinyatakan/direncanakan maka itulah yang harus dilaksanakan. Setiap instansi
pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan
pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepadanya mulai dari tahap perencanaan, implementasi sampai pada pemantauan
dan evaluasi kepada masyarakat.
5. Kepastian hukum adalah sistem kepemerintahan yang dapat menjamin kepastian
hukum, rasa keadilan dan perlindungan hidup bagi masyarakat serta mendorong
partisipasi masyarakat dalam penegakan dan ketaatan terhadap hukum. Kuntu
tojeng; tatta tojeng sebagai nilai yang menjamin bahwa aturan atau kebenaran
harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
6. Demokratis dapat dicermati melalui angngaru-mangngaru, sumpah kesetiaan dan
kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat. Assamaturu; passamaturukang;
abbulo sibatang; a’rappungang; Persatuan dan kesatuan dengan makna
kebersamaan dalam kemufakatan sebagai kiat untuk mempertemukan berbagai
aspirasi masyarakat menjadi basis harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.
Adat lebih menentukan dari penguasa, bahkan rakyat lebih menentukan dari adat.
Kekuasaan di tangan rakyat, terungkap dalam amanah kearifan lokal parentai
tauwa ri ero’na, siri’na tumabuttayya niaki ri pammarentana.

46
BAB IV
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 14 menyebutkan bahwa RPJMD


merupakan penjabaran Visi, Misi dan Program Kepala Daerah Terpilih. Secara
substansial, Visi, Misi, dan Program Bupati/Wakil Bupati Terpilih memuat 1 (satu)
visi, 4 (empat) misi dan 7 (tujuh) strategi dan arah kebijakan pokok yang kemudian
dikenal dengan sebutan Agenda 1-4-7. Dalam falsafah hidup masyarakat Bugis-
Makassar, “Satu-Empat-Tujuh” dapat diartikan sebagai “Se’re Pattuju”, yang
mengandung makna sangat dalam yaitu “sebuah komitmen menuju satu tujuan
bersama”.

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 memuat agenda yang diharapkan


dapat mewujudkan masyarakat Jeneponto yang semakin sejahtera dan bermartabat.
Visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan dalam bab sebelumnya,
kemudian dijabarkan ke dalam strategi dan arah kebijakan serta program pembangunan
daerah.

Dengan mengacu pada Visi dan Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto periode
tahun 2008–2013 serta dengan memperhatikan berbagai aspek keberhasilan yang telah
diraih, beberapa masalah yang belum terselesaikan, dan beragam potensi dan peluang
yang tersedia, maka telah dirumuskan strategi dan arah kebijakan pokok untuk lima
tahun ke depan sebagai berikut:

Strategi 1: Perbaikan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia menjadi fokus kebijakan Pemerintah Kabupaten Jeneponto


lima tahun ke depan, terutama untuk kepentingan kesejahteraan dan kemartabatan
masyarakat Jeneponto. Untuk memperbaiki IPM lima tahun kedepan, telah ditetapkan
arah kebijakan sebagai berikut: (i) pemberian subsidi dan bantuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar secara bertahap; (ii) peningkatan dan perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan; (iii) memperbesar alokasi anggaran untuk bidang pendidikan dan
kesehatan dasar; (iv) sosialisasi dan kampanye secara massif mengenai pentingnya
pendidikan dan kesehatan; (v) peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat
melalui peningkatan produktivitas perluasan lapangan kerja.

Strategi 2: Perbaikan Taraf Hidup Masyarakat

Untuk memperkuat upaya peningkatan kesejahteraan dan kemartabatan masyarakat


Jeneponto, maka strategi lain yang dilakukan adalah melalui perbaikan taraf hidup
masyarakat. Strategi ini akan dilakukan dengan 2 (dua) skema pencapaian hasil, yaitu
(1) menurunkan atau memperkecil beban pengeluaran penduduk miskin; (2)
peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk miskin. Arah kebijakannya
adalah:

47
Terkait dengan skema pertama, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) pemberian
subsidi atau bantuan pelayanan kesehatan dan pendidikan secara bertahap; (ii)
memberikan bantuan dan subsidi kepada penduduk miskin terkait dengan pemenuhan
kebutuhan pangan; dan (iii) peningkatan akses penduduk terhadap air bersih dan
perbaikan sanitasi. Sedangkan terkait dengan skema kedua, kebijakan pembangunan
diarahkan pada: (i) membuka lapangan kerja seluas-luasnya, khususnya bagi
penduduk miskin; (ii) memberikan bantuan modal usaha mikro kepada penduduk
miskin untuk membuka usaha-usaha kecil (sektor informal) yang disertai dengan
upaya pemantauan; (iii) melakukan pembinaan, pendidikan dan pelatihan secara
terstruktur sesuai dengan bidang usaha yang digeluti; (iv) memberikan akses petani
terhadap air untuk lahan pertanian, pupuk dan aneka varietas bibit unggul; dan (v)
melanjutkan pembangunan fasilitas infrastruktur jalan diwilayah-wilayah terpencil
guna lebih memperlancar mobilitas barang dan jasa.

Strategi 3: Peningkatan Pelayanan Publik

Peningkatan pelayanan publik di Kabupaten Jeneponto masih tetap menjadi perhatian


utama dalam pembangunan Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun mendatang. Untuk
itu akan dilakukan perancangan sedemikian rupa dan mengalokasikan anggaran secara
proposional untuk bidang pelayanan publik.

Berdasarkan strategi tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) peningkatan


porsi alokasi belanja pemerintah terhadap pelayanan publik termasuk sarana dan
prasarana sektor infrastruktur, sektor kesehatan dan pendidikan dengan tetap
memperhatikan kualitas; (ii) peningkatan alokasi belanja pemerintah dalam
pengembangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia bidang kesehatan dan
pendidikan; dan (iii) peningkatan kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah
yang terkait dengan perumusan program prioritas dan pengelolaan anggaran publik
untuk peningkatan pelayanan publik.

Strategi 4: Pengembangan Komoditas Unggulan

Sebagai daerah yang memiliki basis ekonomi di sektor pertanian, pengembangan


komoditas unggulan dan andalan merupakan sebuah keharusan. Melalui
pengembangan komoditas unggulan dan andalan, taraf hidup masyarakat akan
meningkat, kemiskinan akan berkurang, aktivitas ekonomi masyarakat akan bergerak,
dan perekonomian daeraha akan berputar. Komoditas unggulan yang perlu
mendapatkan perhatian serius dalam lima tahun ke depan, yaitu Jagung, rumput laut,
garam dan kambing, sedangkan komoditas andalan adalah padi, ubi kayu, cabe, udang,
ikan bandeng dan ternak kuda.
Berdasarkan strategi tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) peningkatan
dukungan kebijakan pemerintah yang terkait dengan peningkatan kuantitas dan
kualitas produksi serta produktivitas melalui pemberian bantuan bibit unggul, kredit
lunak, pengenalan teknologi dan perluasan jaringan transportasi; (ii) peningkatan
dukungan kebijakan pemerintah yang terkait dengan penguatan kelembagaan local

48
melalui pembinaan dan pelatihan petani-petani lokal; dan (iii) peningkatan dukungan
pemerintah yang terkait dengan pengembangan jaringan kemitraan dan pemasaran
dengan melibatkan berbagai stakeholder termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat.

Strategi 5: Penguatan dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan

Strategi pengembangan ekonomi kerakyatan akan diarahkan pada pengelolaan dan


pemanfaatan sumberdaya alam daerah, dengan fokus pada 3 (tiga) kegiatan usaha
ekonomi kerakyatan, yaitu: (1) pertanian, (2) industri kecil dan rumah tangga, (3) jasa
buruh kasar.

Berdasarkan strategi tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) pemberikan


subsidi dan bantuan khusus kepada petani berlahan sempit dan buruh tani; (ii)
peningkatkan akses pelaku usaha industri kecil, industri rumah tangga dan sektor
informal lainnya terhadap sumberdaya dan pasar; (iii) peningkatan kemampuan pelaku
sector jasa dan tenaga buruh kasar, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan yang
relevan; dan (iv) pembebasan masyarakat dari pajak dan retribusi daerah yang bersifat
distorsif.

Strategi 6: Penguatan Kelembagaan Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Agar daerah ini bisa tetap menjadi yang terdepan di bidang kesiapan pemerintah
daerah dalam memberikan pelayanan kepada pelaku usaha, penguatan kelembagaan
akan diarahkan dalam penguatan kelembagaan pemerintah dan penguatan
kelembagaan masyarakat.

Berdasarkan strategi tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) peningkatan


kapasitas aparat pemerintah daerah; khususnya kapasitas dan kompetensi aparat
pemerintah daerah yang secara fungsional bersentuhan langsung dengan masyarakat;
(ii) peningkatan kualitas dan profesionalisme aparat pemerintah daerah; (iii)
pengembangan rentang-kendali pemerintahan, sebagai upaya mendekatkan
pemerintahan kepada rakyat; (iv) efektivitas koordinasi antar unit kerja guna
mengoptimalkan fungsi pemerintahan; (v) pendelegasikan sebagian kewenangan ke
tingkat pemerintah lebih rendah guna mengoptimalkan pelayanan publik; (vi)
pengembangan akuntabilitas, transparansi dan partisipasi; dan (vii) restrukturisasi
organisasi serta reorientasi fungsi dan peran pemerintah daerah guna menciptakan
pemerintahan yang solid dan efisien.

Penguatan kelembagaan masyarakat diperlukan untuk mendorong partisipasi dan


keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah. Arah kebijakan yang dilakukan
dalam upaya penguatan kelembagaan masyarakat, yaitu: (i) peningkatan kapasitas
kelembagaan masyarakat agar mampu mengakses sumber daya; (ii) peningkatkan
kualitas sumberdaya manusia; dan (iii) pemberian pembinaan, dukungan, fasilitas,
bantuan, dan apresiasi kepada organisasi-organisasi kemasyarakatan.

49
Strategi 7: Pemantapan Kehidupan Keagamaan

Dalam perspektif pembangunan Jeneponto, nilai-nilai keagamaan harus mampu


diwujudkan menjadi nilai-nilai dasar dan ditransformasikan ke dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Dalam perspektif pembangunan, nilai-nilai keagamaan harus
mampu diaktualkan untuk memerangi 4 (empat) hal yang menjadi sasaran
pembangunan nasional dan daerah dewasa ini, yakni: pertama, memerangi kebodohan
(pendidikan); kedua, memerangi kemiskinan (ekonomi); ketiga, memerangi kesakitan
(kesehatan); dan keempat, memerangi kebathilan (hukum). Untuk mendukung
pencapaian sasaran tersebut, maka kebijakan akan diarahkan pada:

Berdasarkan strategi tersebut, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) penempatan


nilai-nilai keagamaan sebagai spirit utama dalam memerangi kebodohan melalui
kesadaran akan pentingnya pendidikan pada setiap tingkatan social masyarakat; (ii)
penempatan nilai-nilai keagamaan dalam meningkatkan etos kerja agar mampu keluar
dari belenggu kemiskinan, khususnya kemiskinan ekonomi; (iii) pengamalan ajaran
keagamaan untuk senantiasa hidup sehat, antara lain dengan senantiasa menjaga
kebersihan lingkungan rumah tangga dan lingkungan kerjanya masing-masing; (iv)
mendorong terciptanya masyarakat yang taat terhadap hukum, baik hukum formal
apalagi hukum-hukum agama, agar masyarakat terhindar dari perilaku tidak terpuji.

50
BAB V
KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

5.1. Kebijakan Pembangunan Daerah

Program merupakan instrumen yang akan diintegrasikan ke dalam beberapa kegiatan


operasional dalam upaya mewujudkan indikator sasaran dari strategi dan arah
kebijakan pembangunan daerah. Berdasarkan agenda pembangunan Kabupaten
Jeneponto tahun 2008-2013 yang dijabarkan dalam 7 (tujuh) strategi dan arah
kebijakan pokok pembangunan daerah, maka dirumuskan kebijakan dan program-
program indikatif pembangunan daerah berdasarkan pendekatan urusan wajib dan
urusan pilihan menurut sektor/bidang pembangunan sebagai berikut:

1. Perbaikan Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor yang


mendukung strategi ini adalah Pendidikan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Sosial,
Penanaman Modal, Kelautan dan Perikanan, Perkebunan, Perencanaan
Pembangunan, Keluarga Berencana/Keluarga Sejahtera dan Perpustakaan.

2. Perbaikan Taraf Hidup Masyarakat, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Kesehatan, Pekerjaan umum, Tenaga Kerja dan Sosial, Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, Pertanian, Perdagangan, Industri dan Pertambangan,
Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Keluarga Berencana/Keluarga Sejahtera.
3. Peningkatan Pelayanan Publik, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Perencanaan, Pekerjaan umum, Perhubungan, Tenaga Kerja dan Sosial, Penataan
Ruang, Pariwisata, Pertanian, Kesehatan, Pendidikan, Ketahanan Pangan,
Lingkungan Hidup, Kependudukan dan Catatan Sipil dan Perpustakaan.
4. Pengembangan Komoditas Unggulan, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Penataan Ruang, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Penanaman
Modal, Pertanian, Pariwisata, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan dan
Perdagangan, Industri dan Pertambangan.
5. Penguatan dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, sektor yang mendukung
strategi ini adalah Perhubungan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pertanian, Kelautan dan Perikanan,
6. Penguatan Kelembagaan Pemerintah Daerah dan Masyarakat, sektor yang
mendukung strategi ini adalah Pendidikan, Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera, Perencanaan Pembangunan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, Otonomi Daerah,
Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Pertanian, Pariwisata dan Ketahanan Pangan.
7. Pemantapan Kehidupan Keagamaan sektor yang mendukung strategi ini adalah
bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Kesatuan
Bangsa dan Politik Dalam Negeri.

51
5.2. Program Pembangunan Daerah

1. Pendidikan

Kebijakan sektor pendidikan meliputi: (1) pendidikan gratis; (2) pengentasan buta
aksara; (3) meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan; (4) mengembangkan sekolah
kejuruan berbasis sumber daya lokal; (5) mengembangkan sekolah berstandar
internasional; dan (6) peningkatan life skill masyarakat,

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor pendidikan adalah: (1)


Program Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun; (2) Program
Peningkatan Pendidikan Menengah; (3) Program Pendidikan Non Formal; (4) Program
Manajemen Pelayanan Pendidikan; (5) Program Pembinaan dan Partisipasi Generasi
Muda; (6) Program PAUD; (7) Program Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan; (8) Program Pembinaan Olahraga; (9) Program Peningkatan Upaya
Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda; (10) Program
Peningkatan Peran Serta Kepemudaan; (11) Program Pembinaan dan Pemasyarakatan
Olahraga; (12) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga.

2. Kesehatan

Kebijakan sektor kesehatan meliputi: (1) meningkatkan akses dan jangkauan


masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan terutama dalam upaya menurunkan
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian
Ibu Melahirkan (AKI), perbaikan status gizi balita, dan peningkatan Umur Harapan
Hidup (UHH) masyarakat; (2) mengembangkan sistem jaminan pemeliharaan
kesehatan terutama bagi penduduk miskin; (3) peningkatan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat sejak usia dini; (4) peningkatan pemerataan dan kualitas fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan; (5) meningkatkan akses masyarakat terhadap kebutuhan
sarana sanitasi dan air bersih; dan (6) mengembangkan lingkungan sehat, perilaku
hidup bersih dan sehat dengan pendekatan kultur dan nilai-nilai agama.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor kesehatan adalah: (1)


Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat; (2) Program Upaya Kesehatan
Masyarakat, dan Perorangan (UKM/UKP); (3) Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, (4) Program Perbaikan Gizi Masyarakat; (5)Program
Pencegahan dan penanggulangan Penyakit (Menular dan Tidak Menular; (6) Program
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita; (7) Program Peningkatan Pelayanan
Kesehatan Lansia; (8) Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak;
(9) Program Pelayanan Kesehatan Penduduk miskin; (10) Obat dan Perbekalan
Kesehatan; (11) Pemberdayaan Masyarakat untuk Pencapaian Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi); (12) Program Pengembangan Lingkungan Sehat; (13) Program Standarisasi
Pelayanan Kesehatan; (14) Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana
dan Prasarana Puskesmas/Pustu dan Jaringannya; (15) Pengadaan, Peningkatan dan

52
Perbaikan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-
Paru/Rumah Sakit Mata; (16) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah
Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata; (17) Program Kemitraan
Peningkatan Pelayanan Kesehatan; (18) Pengembangan Otonomi Daerah Bidang
Kesehatan; (19) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; (20) Program
Peningkatan Pengembangan Mutu SDM pelayanan kesehatan masyarakat; (21)
Program Peningkatan Kebijakan, Manajemen dan Sistem Informasi Kesehatan; (22)
Program Pengawasan Obat dan Makanan; (23) Pengembangan Manajemen Bidang
Pelayanan Kesehatan; (24) Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan.

3. Pekerjaan Umum

Kebijakan sektor pekerjaan umum meliputi: (1) peningkatan pembangunan jalan dan
jembatan di wilayah-wilayah terpencil dan sentra produksi guna lebih memperlancar
mobilitas manusia, barang dan jasa; (2) peningkatan pengelolaan sumberdaya air
meliputi penyediaan air bersih dan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; (3)
peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dan pemeliharaan jalan dan
jembatan serta sarana dan prasarana irigasi; dan (4) peningkatan sarana dan prasarana
permukiman pada daerah perkotaan dan pedesaan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor pekerjaan umum adalah: (1)
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah; (2)
Program Pembangunan Kawasan Kumuh; (3) Program Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya; (4) Program
Pembangunan Jalan dan Jembatan; (5) Program Pembangunan Jalan Lingkungan,
Jalan Setapak dan Jembatan; (6) Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan; (7) Program Tanggap Darurat Jalan dan Jembatan; (8) Program
Pembangunan Saluran Drainase/Gorong – Gorong/ Kanal Permukaan; (9) Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaaan; (10) Program Pembangunan Air Minum
Perkotaan/Pedesan; (11) Program Pembangunan Air Limbah Perkotaan; (12) Program
Pembangunan Sanitasi Perkotaan; dan (13) Program Jaringan Irigasi Pengembangan
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya.

4. Penataan Ruang

Kebijakan bidang penataan ruang meliputi: (1) mewujudkan keserasian, kelestarian


dan optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah
dengan mengembangkan struktur dan pola tata ruang yang efisien, efektif dan
berkelanjutan; dan (2) peningkatan pelayanan IMB, kebersihan lingkungan yang sehat
menuju masyarakat sehat dan sejahtera.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang penataan ruang adalah: (1)
Program Pengembangan Perumahan; (2) Program Pemanfaatan Ruang; (3) Program
Pengendalian Pemanfaatan Ruang; (4) Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana

53
Alam/Sosial; (5) Program Lingkungan Sehat Perumahan; (6) Program Pengembangan
Kinerja Pengelolaan Persampahan; (7) Program Ruang Terbuka Hijau; (8) Program
Peningkatan Kesiagaan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran; dan (9) Program
Perencanaan Tata Ruang.

5. Perencanaan Pembangunan

Kebijakan bidang perencanaan pembangunan meliputi: (1) menciptakan sistem dan


dokumen perencanaan pembangunan daerah yang aplikatif, dinamis, terarah dan
terpadu; (2) meningkatkan koordinasi sektoral untuk menciptakan sinergitas
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; (3) mengembangkan penelitian-penelitian
strategis; dan (4) penciptaan tatanam lingkungan yang kondusif dan antraktif bagi
tumbuhkembangnya kelembagaan masyarakat yang mandiri melalui regulasi termasuk
dokumen perencanaan dan implementasi pendekatan-pendekatan pembangunan
partisipatif.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang perencanaan pembangunan


adalah: (1) Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi; (2) Program Sosial Budaya;
(3) Program Perencanaan Prasarana dan Sarana Wilayah; (4) Program Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah; (5) Program Perencanaan
Pembangunan Daerah; (6) Program Pengembangan Data/Informasi; dan (7) Program
Kerjasama Pembangunan.

6. Perhubungan

Kebijakan sektor perhubungan meliputi: (1) peningkatan pembangunan transportasi


lokal yang handal untuk menunjang sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan,
peningkatan mobilitas manusia dan atau barang antar wilayah dalam kabupaten, antar
kabupaten dalam provinsi, antar provinsi/pulau; (2) mewujudkan sistem dan pelayanan
transportasi yang efisien dan efektif; dan (3) peningkatkan pembangunan sarana
angkutan darat, prasarana dan sarana perhubungan laut dan telekomunikasi, informasi.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor perhubungan adalah: (1)


Program Sarana dan Prasarana Perhubungan; (2) Program Peningkatan Kelaikan
Pengoperasian Kendaraan Bermotor; (3) Program Pelayanan Informasi Publik (Radio
dan Penerangan Keliling); (4) Program Peningkatan Pelayanan Angkutan; (5) Program
Peningkatan Ketertiban dan Pengaman Lalu Lintas; (6) Program Pembangunan
Prasarana dan Fasilitas Perhubungan; (7) Program Sarana dan Prasarana Perhubungan
Darat; (8) Program Sarana dan Prasarana Perhubungan Laut; (9) Program Rehabilitasi
dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas LLAJ; (10) Program Peningkatan Kualitas
Materi dan Penyebaran Informasi; (11) Program Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi
Informasi; (12) Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa;
dan (13) Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan.

54
7. Lingkungan Hidup

Kebijakan bidang lingkungan hidup meliputi: (1) peningkatan pengendalian


pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; (2) mengkampanyekan gerakan kota
sehat untuk kota adipura; (3) perlindungan konservasi sumber daya alam dan
pengelolaan ruang tumbuh hijau; dan (4) pengembangan eko-wisata dan jasa
lingkungan; (5) Pengembangan kawasan lindung dan kawasan andalan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang lingkungan hidup adalah: (1)
Program Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup; (2) Program Pencegahan
Pencemaran Air; (3) Program Pengembangan Kinerja Pengolahan Persampahan; (4)
Program Pengendalian Pencemaran dan Pengrusakan Lingkungan Hidup; (5) Program
Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam; (6) Program Pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau; dan (7) Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Laut.

8. Kependudukan dan Catatan Sipil

Kebijakan bidang kependudukan dan catatan sipil adalah mengembangkan sistem


informasi dan administrasi kependudukan, dan keserasian kebijakan kependudukan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif di bidang kependudukan dan catatan


sipil adalah: (1) Program Penataan Administrasi Kependudukan; (2) Program
Pelayanan Kependudukan dan Capil; (3) Program Temu Karya Lintas Sektor Akte
Catatan Sipil; (4) Program Pemutakhiran dan Pengelohan Data Penduduk; (5) Program
Pembangunan dan Pengoperasian SIAK; (6) Program Pembekalan Teknis Perangkat
Keras dan Lunak Aplikasi SIAK dan Jaringan; (7) Program Koordinasi
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; (8) Program Pengaturan Teknis
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; (9) Program Pembinaan dan Sosialisasi
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; (10) Program Peningkatan Kualitas dan
Kapasitas Kependudukan; (11) Program Pengolahan dan Penyajian Data
Kependudukan Berskala Kabupaten; (12) Program Koordinasi Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; dan, (13) Program Pengembangan
Otonomi Daerah Bidang Kependudukan.

9. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Kebijakan bidang keluarga berencana adalah meningkatkan kesertaan ber-KB,


pembinaan peserta KB aktif, pendewasaan usia perkawinan dengan sasaran calon
peserta KB aktif dan usia subur serta peningkatan pengarusutamaan gender.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang keluarga berencana adalah:


(1) Program Pelayanan Kontrasespi; (2) Program Keluarga Berencana; (3) Program

55
Kesehatan Reproduksi Remaja; (4) Program Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi
Keluarga Dalam Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UPPKS); (5) Program Promosi
Kesehatan Ibu, Bayi Ibu dan Anak Melalui Kelompok Kegiatan Di Masyarakat; (6)
Program Pembinaan Perena Serta Masyarakat Dalam Pelayanan KB/KR yang
Mandiri; (7) Program Pengembangan Pusat Pelayanan Informasi dan Konseling KRR;
(8) Program Peningkatan Penanggulangan Narkoba, PMS Termasuk HIV/AIDS; (9)
Program Penyiapan Tenaga Pendamping Kelompok Bina Keluarga; (10) Program
Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Jender Dalam Pembangunan; (11) Program
Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender; (12) Program Peningkatan
Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan.

10. Tenaga Kerja dan Sosial

Kebijakan bidang tenaga kerja yang meliputi transmigrasi dan sosial adalah: (1)
peningkatan keterampilan dan kualitas tenaga kerja dalam rangka perluasan
kesempatan kerja di berbagai sektor; (2) penyediaan lapangan kerja dan kesempatan
kerja serta penguatan dan penyelarasan regulasi bidang ketenagakerjaan; (3)
peningkatan kinerja aparat dan kualitas sdm instruktur dan tenaga kepelatihan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kompetensi kerja; (4) peningkatan
dan Pengembangan wilayah transmigrasi melalui pembangunan sarana dan prasarana
transmigrasi; dan (5) peningkatan pelayanan dan rehabilitas Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang tenaga kerja adalah: (1)
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja; (2) Program
Perluasan Kesempatan Kerja; (3) Program Peningkatan Kesempatan Kerja; (4)
Program 3 in 1; (5) Program Pemanfaatan Dan Pengembangan Tenaga Kerja; (6)
Program Perlindungan dan Pengawasan Tenaga Kerja; (7) Program Pembinaan Panti
Asuhan; (8) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS); (9) Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi Transmigrasi
Umum (10) Program Revitalisasi Sarana dan Prasarana LLK (eks BLK);dan (11)
Program Transmigrasi Lokal (TL);

11. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Kebijakan bidang koperasi dan usaha mikro kecil menengah diarahkan pada
Pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pembinaan koperasi dan pelaku usaha
mikro, kecil dan menengah yang diarahkan pada pengembangan kelembangaan,
penguatan fasilitas permodalan, peningkatan SDM pengelola koperasi dan pelaku
UMKM serta menfasilitasi kemitraan, informasi pasar, promosi serta peluang pasar
komoditi unggulan daerah.

56
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang koperasi dan usaha kecil
menengah adalah: (1) Program Pengembangan Fasilitas dan Pembiayaan Penguatan
Modal Kerja/Investasi bagi Koperasi & Pelaku UMKM; (2) Program Pengembangan
Promosi, Kemitraan dan Jaringan Pasar Serta Peluang Usaha Produk Anggota
Koperasi dan UMKM; (3) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan
Kompetitif Pengelola Koperasi dan Pelaku UMKM; (4) Program Peningkatan Kualitas
Kelembagaan Koperasi dan (5) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Usaha
Koperasi dan UMKM

12. Penanaman Modal

Kebijakan bidang penanaman modal meliputi: (1) peningkatan investasi untuk


membuka lapangan kerja seluas-luasnya, khususnya bagi penduduk miskin; dan (2)
peningkatan dukungan kebijakan pemerintah yang terkait dengan penanaman modal
dan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta produktivitas melalui kredit
lunak dan pengenalan teknologi.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang penanaman modal adalah:


(1) Program Peningkatan Promosi Dan Kerjasama Investasi; (2) Program Peningkatan
Iklim Investasi dan Realisasi Investasi; (3) Program Peningkatan Investasi Untuk
Perluasan Lapangan Kerja; dan (4) Peningkatan Koordinasi Antar Instansi Terkait
Akurasi Data dan Potensi Komoditas Unggulan Daerah.

13. Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri

Kebijakan bidang kesatuan bangsa dan politik dalam negeri adalah


mendorong tumbuhkembangnya organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat di
termasuk bidang keagamaan sebagai entitas yang mandiri dalam menyelenggarakan
misi keagamaan dan spritualitas.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang kesatuan bangsa dan politik
dalam negeri adalah: (1) Program Pengembangan Wawasan Kebangsaan; (2) Program
Kemitraan Pengembangan Wawasan Kebangsaan; (3) Program Pemberdayaan
Masyarakat Untuk Menjaga Ketertiban dan Keamanan; (4) Program Peningkatan
Pemberantasan Penyakit Masyarakat (PEKAT) (5) Program Pendidikan Politik
Masyarakat; (6) Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Korban Bencana
Alam; dan (7) Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan.

14. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, dan Keuangan Daerah

Kebijakan bidang otonomi daerah, pemerintahan umum, dan administrasi keuangan


meliputi: (1) meningkatkan kualitas dan profesionalisme aparat pemerintah daerah; (2)
mengefektifkan koordinasi antar unit kerja guna mengoptimalkan fungsi pemerintahan;
(3) mengembangkan akuntabilitas, transparansi dan partisipasi; dan (4) menjadikan

57
nilai-nilai keagamaan sebagai spirit utama dalam pelaksanaan program-program
pembangunan daerah.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang otonomi daerah,


pemerintahan umum, dan administrasi keuangan adalah: (1) Program Penyempurnaan
System dan Prosedur Perizinan; (2) Program Sosialisasi Perizinan; (3) Program
Intensifikasi Indeks Kepuasan Masyarakat; (4) Program Peningkatan Kapasitas
Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah; (5) Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; (6) Program Peningkatan dan Pengembangan
Pengelolaan Keuangan Daerah; (7) Program Pembinaan dan Fasilitasi Pengelolaan
Keuangan Daerah; (8) Program Peningkatan System Pengawasan Internal dan
Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah; (9) Program Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Pemeriksa dan Aparatur Pengawasan; (10) Program Penataan
dan Penyempurnaan Kebijakan System dan Prosedur Pengawasan; (11) Program
Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi; (12) Program Mengintensifkan
Penanganan Pengaduan Masyarakat; (13) Program Peningkatan Kerjasama Antar
Pemerintah Daerah; (14) Program Penataan Peraturan Perundang – undangan; (15)
Program Pendidikan Kedinasan; (16) Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya
Aparatur; (17) Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur; (18) Program
Pembinaan Mental Spiritual Masyarakat; dan (19) Program Peningkatan Pendidikan
Keagamaan Masyarakat.

15. Ketahanan Pangan

Kebijakan bidang ketahanan pangan meliputi upaya peningkatan kapasitas dan


kualitas produksi, kemudahan distribusi hasil produksi, dan pengamanan ketersediaan
pangan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang ketahanan pangan adalah:


(1) Program Pengembangan Sumberdaya Manusia (Aparat dan Petani); (2) Program
Pengembangan Ketersediaan, Distribusi dan Konsumsi; (3) Program Pengembangan
Diversifikasi Pangan; (4) Program Pengembangan Aksebilitas Rumah Tangga
Terhadap Pangan; (5) Program Pengembangan Keamanan Pangan Berbasis
Masyarakat; (6) Program Penguatan Kapasitas Kelembagaan; dan (7) Program
Penyelenggaraan Penyuluh Pertanian.

16. Pemberdayaan Masyarakat Desa

Kebijakan bidang pemberdayaan masyarakat desa meliputi: (1) memantapkan peran


masyarakat dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya masyarakat; (2)
terwujudnya asset kolektif yang produktif yang dikelolah dan dimanfaatkan secara
bersama oleh masyarakat; dan (3) mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
desa/kelurahan yang demokratis dan partisipatif.

58
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang pemberdayaan masyarakat
desa adalah: (1) Program Peningkatan Pratisipasi Masyarakat; (2) Program
Peningkatan Peran Perempuan Perdesaan; (3) Program Penguatan Kelembagaan
Ekonomi Perdesaan; (4) Program Pengembangan dan Pemanfaatan Tekonologi Tepat
Guna; (5) Program Pengembangan dan Pembangunan Baruga Sayang; (6) Program
Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan; (7) Program Peningkatan
Pemberdayaan Pemerintah Desa/Kelurahan; (8) Program Peningkatan Masyarakat
Dalam Membangun Desa; (9) Program Peningkatan Aparatur Pemerintah Desa; dan
(10) Program Pembinaan dan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa.

17. Perpustakaan

Kebijakan bidang perpustakan meiputi pengembangan budaya baca dalam upaya


peningkatan wawasan, pengetahuan dan informasi aparat dan masyarakat.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang perpustakaan adalah: (1)


Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan; (2) Program
Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan; (3) Program Penyelamatan dan Pelestarian
Dokumen Arsip Daerah; dan (4) Program Terpenuhinya Kualitas Pelayanan
Informasi.

18. Pertanian

Kebijakan bidang pertanian meliputi: (1) peningkatan kemampuan dan profesionalisme


para petani dan peternak; (2) pengembangan penerapan teknologi baru yang sesuai
dengan kondisi Agroekologi dan Adaptif serta mengutamakan sunmberdaya lokal; (3)
pengembangan produksi dan produktivitas komoditi pertanian; (4) pengembangan
jenis komoditi pertanian yang mempunyai prospek untuk pembangunan industri dan
ekspor; (5) meningkatkan peran kelembagaan pertanian sehingga mampu untuk
mengembangkan usahatani yang lebih komersial.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program prioritas bidang pertanian adalah: (1)


Program Pengembangan SDM Aparat Pertanian dan Petani; (2) Program
Pengembangan Areal Tanam dan Pemberian Bibit Unggul; (3) Program
Pengembangan Sarana dan Prasarana ; (4) Program Peningkatan Mutu Intensifikasi
dan Mutu Hasil Ternak; (5) Program Pemberian Bantuan Penguatan Modal Usaha
Petani/Kelompok Tani; dan (6) Program Peningkatan Kelembagaan Pertanian Petani
dan Aparat.

19. Kehutanan dan Perkebunan

Kebijakan bidang kehutanan dan perkebunan meliputi: (1) peningkatan perlindungan


hutan dan konservasi sumberdaya hutan melalui kegiatan RHL; (2) peningkatan
pemanfaatan potensi sumberdaya hutan melalui perencanaan yang terpadu; (3)

59
mengkampanyekan gerakan Jeneponto Go-Green; (4) peningkatan ketahanan pangan
perkebunan melalui penerapan teknologi perkebunan; dan (5) peningkatan pemasaran
hasil produksi perkebunan melalui penyediaan sarana dan prasarana perkebunan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang kehutanan dan perkebunan


adalah: (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan Perkebunan; (2) Program
Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan; (3) Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan;
(4) Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan; (5) Program Perencanaan
dan Pengembangan Hutan; (6) Program Pelayanan Dan Pengawasan Hasil Hutan; (7)
Program Perlindungan Hutan dan Konservasi Sumber Daya Hutan; (8) Program
Pelayanan Penatausahaan dan Iuran Hasil Hutan; (9) Program Pemantapan Pra Kondisi
Pengelolaan Hutan; (10) Program Jeneponto Go Green; (11) Program Peningkatan
Penerapan Teknologi Perkebunan; (12) Program Peningkatan Produksi dan
Produktivitas Komoditas Perkebunan Unggulan; (13) Program Pengembangan
Agribisnis Perkebunan; (14) Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi
Perkebunan; (15) Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Perkebunan; (16)
Program Penyediaan Benih/Bibit Tanaman Kehutanan dan Perkebunan; (17) Program
Inventarisasi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS); (18) Program Peningkatan
SDM Petani Kehutanan dan Perkebunan; (19) Program Peningkatan SDM Aparat
Kehutanan dan Perkebunan; dan (20) Program Pemberdayaan dan Penguatan
Kelembagaan Kelompok Tani Kehutanan dan Perkebunan.

20. Pariwisata

Kebijakan sektor pariwisata meliputi: (1) mempromosikan potensi pariwisata dan


meningkatan pemanfaatan teknologi guna menunjang pelaksanaan promosi wisata; (2)
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar memiliki kompetensi dan
kompetitif guna terwujudnya penguatan kelembagaan dan pelayanan prima pada
bidang pariwisata dan budaya; dan (3) meningkatkan kerjasama yang partisipatif,
inovatif, terpadu dan realistis dengan lembaga-lembaga, baik yang menekuni bidang
pariwisata dan budaya maupun yang menunjangnya.
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor pariwisata adalah: (1)
Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata; (2) Program Destinasi Pariwisata; (3)
Program Pengelolaan Kekayaan Budaya; (4) Program Pengelolaan Keragaman
Budaya; (5) Program Pengembangan Nilai Budaya; (6) Program Pengembangan
Kerjasama Pengelolaan Pariwisata; dan (7) Program Pengembangan Kemitraan.

21. Kelautan dan Perikanan

Kebijakan bidang kelautan dan perikanan meliputi: (1) meningkatkan pengetahuan


dan keterampilan para petani dan nelayan dalam pengawasan dan pengendalian
sumberdaya kelauatan dan perikanan; (2) penyediaan lapangan kerja dan kesempatan
kerja serta keterampilam para petani dan nelayan pada kelautan dan perikanan; (3)
peningkatan produksi dan produktivitas komoditi yang mempunyai prospek untuk

60
pembangunan industri dan ekspor dalam kelautan dan perikanan; dan (4)
meningkatkan produktivitas pada komoditi unggulan dalam rangka pengembangan
ekonomi kerakyatan yang diarahkan pada pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang kelautan dan perikanan


adalah: (1) Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Pengendalian
Sumberdaya Kelautan; (2) Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan; (3)
Program Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan; (4) Program
Peningkatan Kegiatan Budaya Kelautan dan Wawasan Maritin Kepada Masyarakat;
(5) Program Pengembangan Budidaya Perikanan; (6) Program Sarana dan Prasarana
Penunjang Kelautan dan Perikanan; (7) Program Pengembangan Perikanan Tangkap;
(8) Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir; (9) Program Budidaya Laut,
Payau dan Tawar; dan (10) Program Pembinaan dan Penegakan Hukum.

22. Perdagangan, Industri dan Pertambangan

Kebijakan sektor perdagangan meliputi: (1) peningkatan efisiensi perdagangan dan


pengembangan ekspor untuk komoditi unggulan; (2) penyediaan lapangan kerja dan
kesempatan untuk pengembangkan industri kecil dan sektor informal; dan (3)
meningkatkan pembinaan pedagang kaki lima dan industri kecil dalam rangka
pengembangan ekonomi kerakyatan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor perdagangan adalah: (1)


Program Peningkatan Kapasitas Iptek System Produksi; (2) Program Pengembangan
Industri Kecil dan Menengah; (3) Program Fasilitasi Kerjasama Kemitraan IKM
dengan Bank Swasta dan Bank Negara; (4) Program Peningkatan dan Pengembangan
Ekspor; (5) Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri; (6) Program
Penataan Struktur Industry; (7) Program Pembinaan Perdagangan Kaki Lima dan
Asongan; (8) Program Pembinaan dan Pengawasan Bidang Pertambangan; (9)
Program Pembinaan dan Pengembangan Ketenagalistikan/ Energy; dan (10) Program
Pembinaan dan Pengawasan Sumber Daya Mineral.

5.3. Kerangka Kerja Pendanaan

Program pembangunan indikatif yang direncanakan harus di selaraskan dengan


ketersedian dana dan rencana sumber-sumber pendanaan yang dapat diakses untuk
membiayai program-program yang telah direncanakan. Berdasarka program-program
indikatif, maka sumber pendanaan yang diharapkan adalah APBN, APBD Provinsi,
Swasta dan masyarakat serta NGO.

Beberapa program indikatif yang direncanakan dalam RPJMD 2008-2013 dimana


pendanaannya diharapkan dari apbn adalah program-program di bidang pembangunan
pendidikan antara lain program pendidikan anak usia dini, program pengembangan
sekolah unggulan. bidang kesehatan meliputi antara lain program sumberdaya

61
kesehatan, program penyediaan obat dan pebekalan kesehatan masyarakat, program
usaha kesehatan masyarakat, program lingkungan sehat dan perbaikan gizi masyarakat.
bidang pekerjaan umum meliputi antara lain program peningkatan jalan dan jembatan,
program sumberdaya air dan keirigasian, program pengembangan infrastruktur daerah
tertinggal. Bidang pertanian meliputi program peningktan produktivitas pertanian,
program sarana dan prasarana pengelolaan pertanian.

Program-program yang diharapkan sumber pendanaannya sebagian dari APBD


provinsi antara lain program pendidikan gratis, program jamkesda, program usaha
kesehatan perorangan, program pemberantasan penyakit menular, program
peningkatan gizi, program Jeneponto Go Green.

Selain program-program yang pendanaanya sebagian diharapakan dari APBN dan


APBD provinsi juga diharapkan dari swasta dan NGO diantaranya program
peningkatan lingkungan hidup, program Jeneponto Go Green, program pemberdayaan
masyarakat miskin dan perdesaan, program peningkatan infrastruktur permukiman,
dan program pemberdayaan masyarakat pesisir.

Dalam kerangka pendanaan tersebut juga, maka terdapat program yang bersifat
multiyear seperti program pendidikan anak usia dini, program Jamkesda, program
Jeneponto Go Green, program peningkatan jalan dan jembatan, program upaya
kesehatan masyarakat, program penyediaan obat dan perbekalan kesehatan
masyarakat.

BAB VI
ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

62
6.1. Asumsi-Asumsi Keuangan Daerah

A. Indikator Makro Perekonomian Daerah

Dalam periode 2008-2013 perekonomian daerah diperkirakan akan tumbuh dengan


kecenderungan lebih baik. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan infrastruktur seperti
jalan, pengairan, pasar dan pelayanan pemerintahan yang telah relatif membaik.
Fasilitas-fasilitas tersebut sangat bermanfaat dalam meningkatkan dan mendekatkan
produksi dengan pasar. Investasi publik yang besar untuk membangun semua fasilitas
infrastruktur daerah menjadi nilai tersendiri dalam pembangunan perekonomian
daerah. Demikian pula dengan berbagai upaya pemerintah daerah dalam menciptakan
suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk menggiatkan kegiatan usaha juga akan
memberikan andil bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jeneponto. Untuk
mencapai tujuan tersebut, keamanan dan ketertiban daerah menjadi prasyarat utama
untuk tumbuh dan berkembangnya perekonomian. Oleh karena itu, sinergitas antara
pemerintah daerah, masyarakat dan aparat keamanan di daerah diupayakan akan terus
terjaga agar Jeneponto menjadi surga bagi pengembangan produksi daerah dan
investasi.

Penyusunan asumsi indikator makro ekonomi daerah akan memberikan gambaran dan
arah kebijakan bagi pemerintah untuk menentukan besaran anggaran belanja daerah
yang dibutuhkan, besaran pendapatan yang akan diperoleh dan besaran surplus atau
defisit anggaran dalam setiap tahunnya. Beberapa indikator makro ekonomi daerah
yang memegang peran penting dalam penyusunan keuangan daerah adalah
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat pengangguran.

Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian Kabupaten Jeneponto selama


beberapa tahun terakhir, nampaknya Kabupaten Jeneponto digerakkan oleh
perekonomian yang berbasis ekonomi pertanian (agraris). Seiring dengan ketersediaan
sumberdaya yang dimiliki, kondisi ini masih diperkirakan tetap tumbuh ditengah
dampak dari krisis keuangan global yang dialami tahun 2008. Bahkan dengan krisis
global yang diperkirakan akan berlanjut, struktur ekonomi berbasis produksi pertanian
khususnya untuk konsumsi makanan pokok tidak akan terganggu baik dari segi
penawaran maupun permintaan. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah untuk
mengurangi beban hidup masyarakat berupa pendidikan dan kesehatan gratis akan
meningkatkan daya beli masyarakat dalam periode 2008-2013. Dengan demikian pada
periode 2008-2013 diproyeksikan perekonomian di Kabupaten Jeneponto akan tumbuh
rata-rata sebesar 9,74%. Tiga terakhir dalam periode tersebut, proyeksi pertumbuhan
ekonomi melonjak drastis dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Proyeksi
tertinggi dicapai pada tahun 2011 dengan kisaran sebesar 11,05%. Tingginya perkiraan
pertumbuhan ekonomi pada tiga tahun terakhir (2011-2013) disebabkan oleh upaya
kesinambungan pembangunan ekonomi dan upaya-upaya perbaikan infrastruktur yang
mendukung sektor pertanian.

63
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberi dampak positif terhadap penurunan
kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja apabila diiringi dengan tingkat inflasi
yang terkendali dan tidak terlalu tinggi. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Jeneponto yang digambarkan pada tahun-tahun sebelumnya menunjukan trend yang
baik dan dibarengi oleh inflasi yang terjangkau. Akan tetapi, tingkat inflasi akan
diperkirakan cenderung lebih tinggi di masa yang akan datang terutama pada tahun
2009 yang diperkirakan sebesar 8,48%. Hal ini terutama disebabkan oleh banyak
faktor yang saling terkait misalnya kenaikan harga-harga bahan makanan pokok yang
juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif dasar listrik (TDL)
secara berkala dan fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM). Seiring dengan
perkiraan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik tiga tahun terakhir dalam
periode 2008-2013, tingkat inflasi juga diperkirakan akan tertekan hingga mencapai
6,5% pada tahun 2013. Dalam kurun waktu lima tahun kedepan (2008-2013), tingkat
inflasi di Kabupaten Jeneponto diperkirakan rata-rata sebesar 7,5% per tahun.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang relatif stabil akan
membawa dampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran. Pada tahun 2009
tingkat pengangguran diperkirakan masih cukup besar yakni 10,07%. Namun, seiring
dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang relatif membaik dan tingkat inflasi yang
relatif stabil, maka tingkat pengangguranpun diperkirakan akan berhasil ditekan hingga
hanya mencapai 5,01% pada tahun 2013. Dalam lima tahun ke depan periode 2008-
2013, tingkat pengangguran diperkirakan rata-rata sebesar 6,46%. Angka perkiraan ini
sangat optimis dapat dicapai melalui berbagai upaya pemerintah daerah yang
dilakukan secara komprehensif. Perkiraan indikator makro ekonomi daerah dalam
2008-2013 dapat dilihat pada table 6.1.

Tabel 6.1
Proyeksi Indikator Makro Perekonomian Daerah
Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 (Dalam %)

Tahun Rata-
No. Indikator Makro
2009 2010 2011 2012 2013 rata
1. Pertumbuhan 6,70 8,90 11,05 11,00 11,03 9,74
Ekonomi
2. Tingkat Inflasi 8,48 8,00 7,50 7,00 6,50 7,49
3. Tingkat Pengangguran 10,07 7,07 5,09 5,05 5,01 6,46

64
B. Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal daerah pada prinsipnya diarahkan untuk menjamin ketersediaan dana
dan memanfaatkannya secara lebih efisien, ekonomis dan efektif untuk memperlancar
roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Jeneponto. Dengan kata lain
kebijakan fiskal adalah sekumpulan tindakan yang berkaitan dengan peningkatan
pendapatan daerah.

Dalam mengusahakan pendapatan daerah, pemerintah Kabupaten Jeneponto selalu


menyadari bahwa jumlah pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Untuk itu, penetapan
target pendapatan dilakukan secara logis menurut potensi yang ada utamanya yang
menyangkut pendapatan dari pajak daerah. Demikian pula dalam pengelolaan
pendapatan daerah, faktor efisiensi perlu mendapat prioritas utama dalam pemungutan
pendapatan walaupun dalam mencapai efesiensi ini, tiga faktor yang mengancam dan
patut diperhatikan adalah penghindaran pajak oleh wajib pajak, kolusi antara wajib
pajak dengan petugas pajak, dan penipuan (moral hazard) oleh petugas pajak. Tiga
faktor dimaksud pemecahannya berkaitan dengan penegakan hukum (law
enforcement). Untuk itu maka kebijakan fiskal perode 2008-2013 adalah sebagai
berikut:

1. Sumber penerimaan pendapatan khususnya Pajak dan Retribusi Daerah


diupayakan optimal dari segi hasil (yield) berdasarkan azas keadilan (equity),
memperhatikan efisiensi ekonomi, kemampuan melaksanakan (ability to
implement) dan kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as local
revenue source). lebih lanjut pengadministrasian penerimaan pendapatan daerah
meliputi upaya pajak (tax effort) yaitu antara penerimaan pajak dengan kapasitas
atau kemampuan bayar pajak (PDRB), hasil guna (efficiency) yaitu mengukur
hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi pajak,

2. Hasil guna menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak yaitu


menentukan wajib pajak, menetapkan nilai kena pajak, memungut pajak,
menegaskan sistem pajak, dan membukukan penerimaan. Dalam usaha mencapai
efesiensi ini, tiga faktor yang mengancam yang patut diperhatikan adalah
penghindaran pajak oleh wajib pajak, kolusi antara wajib pajak dengan petugas
pajak, dan penipuan oleh petugas pajak. Daya guna mengukur bagian dari hasil
pajak digunakan untuk menutup biaya memungut pajak yang bersangkutan.

3. Penyusunan kebijakan bidang pendapatan daerah antara lain memperhatikan


faktor yang mempengaruhi potensi sumber penerimaan daerah yaitu kondisi awal
daerah, peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan,
perkembangan PDRB per kapita riil, pertumbuhan penduduk, tingkat inflasi,
penyesuaian tarif, pembangunan fasilitas baru, sumber pendapatan baru, dan
perubahan peraturan dan perundang-undangan.

65
4. Rencana tindakan peningkatan pendapatan daerah adalah merupakan program
terencana dan terpadu untuk: a). mencapai sasaran penerimaan daerah yang sesuai
dengan potensi yang ada, dan b). mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang
diperlukan dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi pada sumber-
sumber penerimaan daerah. Dari kedua tujuan diatas, jelas bahwa rencana
peningkatan daerah ini merupakan program yang bersifat self-corrected. Hal ini
berarti, selain untuk mencapai sasaran penerimaan daerah yang sesuai dengan
potensi yang ada (yang realistis), program terpadu ini juga ditujukan untuk
merekomendasikan revisi pada Peraturan Daerah untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan.

5. Arah kebijakan yang perlu diambil dalam melaksanakan upaya-upaya peningkatan


pendapatan daerah melalui penggalian potensi dan penyuluhan kepada masyarakat
perlu disertai dengan tertib administrasi pungutan peraturan perundangan yang
berlaku. Demikian pula peningkatan kualitas pelayanan kepada publik dilaksanakan
secara profesional melalui peningkatan kompetensi aparatur daerah kualitas kinerja
layanan lembaga serta penyederhanaan prosedur pengelolaan pendapatan daerah
menuju terpenuhinya kepuasan pelayanan publik.

Dalam upaya peningkatan pendapatan daerah yang berorientasi pada kepuasan


pelayanan publik, maka strategi kebijakan di bidang pendapatan untuk periode 2008-
2013 diarahkan pada upaya sebagai berikut:

1. Penggalian potensi pendapatan daerah;


2. Peningkatan partisipasi publik dalam pendapatan daerah;
3. Peningkatan kualitas aparatur pendapatan daerah;
4. Optimalisasi sistem organisasi dan kelembagaan pendapatan daerah;
5. Peningkatan keterlibatan seluruh stakeholder pendapatan daerah;
6. Penegakan peraturan bidang pendapatan daerah;
7. Peningkatan kualitas hubungan dan kerjasama dengan dinas dan instansi terkait.

Upaya peningkatan pendapatan daerah dilakukan secara kontinu dan memperhatikan


kemampuan daerah, dengan demikian perlu tahapan prioritas sebagai berikut:

1. Penetapan dasar hukum Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain
dan melakukan penyesuaian tarif untuk obyek pajak tertentu;
2. Penataan Adminsitrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-
lain;
3. Perumusan kebijakan umum pendapatan daerah;
4. Koordinasi konsultasi dan pembinaan pengelolaan pedapatan daerah;
5. Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah;
6. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam bidang pendapatan daerah;
7. Peningkatan kompetensi aparatur pemungut pendapatan;
8. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan;
9. Penataan bidang perencanaan, pelaporan dan evaluasi pendapatan;

66
10. Pengembangan sumber-sumber pendapatan;

Dalam mengatasi faktor-faktor restriksi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah


untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dan pembangunan daerah, dilakukan beberapa
strategi dalam meningkatkan pendapatan daerah yang diarahkan pada upaya terus
menerus untuk:

(a) Menyempurnakan Sistem dan Prosedur perpajakan dan retribusi daerah dengan
berpedoman pada misi yang terkandung dalam UU No. 18 Th. 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan perubahannya yaitu UU No. 34 Th. 2000,
dengan tetap memperhatikan asas keadilan, pemerataan manfaat dan kemampuan
masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang
tercermin dalam peningkatan disiplin kerja, kejujuran, tanggung jawab dan
dedikasi serta melalui penyempurnaan sistem administrasi;

(b) Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi pembayaran baik pajak


daerah maupun retribusi daerah dengan mengintensifkan penyuluhan dan tauladan
yang langsung pada sasaran;

(c) Meningkatkan kualitas SDM pengelola keuangan daerah serta penyederhanaan


sistem dan prosedur pelayanan (pelayanan cepat, tepat dan biaya ringan) guna
lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;

(d) Menghitung kembali sektor-sektor kekayaan daerah baik potensi maupun


penetapan tarifnya; serta

(e) Meningkatkan pembinaan secara terpadu dengan instansi terkait dan aparat
pengelola keuangan daerah.

Berdasarkan strategi tersebut, maka kebijakan pendapatan daerah periode tahun 2008-
2013 diarahkan pada upaya-upaya berikut ini:

1. Mendorong meningkatnya pendapatan daerah dari komponen-komponen


penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang masih memiliki peluang dan potensi
intensifikasi dan ekstensifikasi dengan berpegang kepada prinsip keadilan dan tidak
memberatkan masyarakat;

2. Mengupayakan tercapainya laju pertumbuhan pendapatan daerah sebesar 10% per


tahun dari pencapaian tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan yang terhitung sangat
optimis ini didasarkan pada trend perolehan pendapatan asli yang cenderung naik,
serta potensi sumber-sumber pendapatan yang belum tergarap secara optimal;

3. Dana Perimbangan diharapkan minimal sama besarnya dari realisasi tahun tahun-
tahun sebelumnya dengan asumsi masih terjadi fiscal gap antara pendapatan-
belanja daerah, dengan mengupayakan ketepatan dan kelancaran dalm realisasinya.

67
Semua kebijakan tersebut, diharapkan membawa dampak positif dalam upaya
memastikan ketersediaan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten
Jeneponto. Kebijakan-kebijakan tersebut diperkirakan akan menghasilkan jumlah
pendapatan daerah dengan proyeksi sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6.2
Proyeksi Pendapatan Daerah
Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 (Dalam Rupiah)
Tahun Penganggaran
No Uraian
2009 2010 2011 2012 2013
1. Pendapatan Asli
13.034.719.760 14.431.280.897 15.977.471.872 17.689.324.270 19.584.587.327
Daerah
2. Dana Perimbangan 407.990.867.756 430.239.854.630 453.745.158.036 478.580.970.265,38 504.826.103.649,69
a. Bagi Hasil Pajak 57.776.636.756 60.970.568.813 64.341.063.622 67.897.881.693 71.651.323.104
& Bukan Pajak
b. Dana Alokasi 302.307.231.000 317.422.592.550 333.293.722.177,50 349.958.408.286,38 367.456.328.700,69
Umum
c. Dana Alokasi 47.907.000.000 51.846.693.267 56.110.372.237 60.724.680.286 65.718.451.845
Khusus
3. Lain-Lain Pendapatan
70.450.000.000 72..211.250.000 74.016.531.250 75.866.944.531 77.763.618.145
yang Sah
Pendapatan Daerah 491.475.587.516 516.882.385.527 543.739.161.158,50 572.137.239.066,38 602.174.309.121,69

6.2. Arah Pengelolaan Keuangan Daerah

6.2.1 Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah

Arah pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Jeneponto periode 2008-2013 pada


dasarnya tetap menekankan hal-hal sebagai berikut:

(a) Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah daerah dalam
1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

(b) Seluruh pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, mempunyai
makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan
belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau
dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.

(c) Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

(d) Dalam merencanakan target PAD pemerintah daerah mempertimbangkan realisasi


penerimaan tahun lalu, potensi, dan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dapat
mempengaruhi masing-masing jenis penerimaan daerah;

(e) Dalam upaya peningkatan PAD, pemerintah daerah tidak menetapkan kebijakan
yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut ditempuh melalui

68
penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi
daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah serta
meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti
dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.

(f) Dalam menganggarkan rencana pendapatan daerah dari hasil pengelolaan


kekayaan daerah yang dipisahkan, pemerintah daerah secara rasional
memperhatikan perbandingan nilai kekayaan daerah yang disertakan, serta
memperhatikan fungsi penyertaan modal tersebut. Selain itu, pemerintah daerah
akan mendayagunakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dan belum
dimanfaatkan, untuk dikelola atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga dalam
rangka meningkatkan PAD;

Upaya-upaya yang dilakukan untuk itu antara lain:

(a) Perbaikan admistrasi dan pelayanan perpajakan,


(b) Penerapan pelaksanaan UU perpajakan yang baru,
(c) Ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan.

6.2.2. Arah Kebijakan dan Pengelolaan Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Karena sifatnya
mengurangi asset, maka kebijakan belanja daerah antara lain harus mampu
meningkatkan nilai tambah (added value) dari setiap pembelanjaan yang dilakukan,
sehingga dapat menjadi lebih berdaya guna dalam pencapaian Visi Daerah.
Berdasarkan hal tersebut, belanja daerah pada periode 2008-2013 diarahkan untuk
menjawab permasalahan sebagai berikut :

1. Belanja Pegawai (terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung
digunakan untuk membiayai kegiatan aparatur di bidang pelayanan yang hasil,
manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat,
diarahkan agar lebih efisien, efektif, realistis, dan proporsional terhadap belanja
langsung ( urusan wajib dan urusan pilihan);

2. Belanja Bantuan kepada Desa dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang
besarannya mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam menutupi
kesenjangan fiskal anggaran dan aspek keadilan serta pemerataan dengan
menggunakan pendekatan potensi dan kebutuhan daerah, wilayah, jumlah dan
penduduk masing-masing desa;

3. Belanja Tidak Terduga dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana


alam, bencana sosial dan pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah diarahkan penggunaannya secara
proporsional, tepat guna dan akuntabel;

69
4. Belanja Langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat
dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat dengan prioritas:
a) Pelayanan pendidikan gratis;
b) Pelayanan kesehatan gratis;
c) Pengembangan kapasitas kelembagaan sosial dan ekonomi berbasis masyarakat;
d) Restrukturisasi, refungsionalisasi dan revitalisasi lembaga-lembaga
pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan pembangunan ekonomi serta
perkuatan ekonomi masyarakat;
e) Pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian dalam arti luas;
f) Pengembangan kawasan.
Implementasi belanja daerah pada prioritas daerah tersebut dilaksanakan dengan
tidak mengabaikan sektor lainnya;

5. Meningkatkan disiplin anggaran dengan menghindarkan setiap bentuk


pembelanjaan yang tidak dianggarkan pada tahun anggaran berjalan, kecuali
belanja yang disebabkan keadaan darurat sesuai ketentuan perundang-undangan dan
dicantumkan dalam perhitungan anggaran.

6. Disiplin dalam penjadwalan anggaran untuk mendukung efektivitas


penganggaran pendapatan bagi hasil dan bantuan yang diberikan pada Kabupaten;

7. Disiplin pengalokasian anggaran berdasarkan karakteristik sumber penerimaan.


Pendapatan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk
membiayai belanja pegawai pada belanja tidak langsung dan kegiatan yang terkait
dengan penyediaan sarana dan prasarana dasar.

8. Pendapatan yang bersumber dana perimbangan pos bagi hasil pajak/bukan


pajak tidak diperkenankan untuk belanja bagi hasil pajak daerah kepada
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Pemerintahan Desa.

6.2.3. Arah Kebijakan dan Pengelolaan Pembiayaan Daerah

Dalam periode 2008-2013, APBD Kabupaten Jeneponto diperkirakan akan mengalami


defisit, untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam membiayai deficit anggaran setiap
tahun. Alternatif dalam membiayai defisit APBD yang perlu dilakukan meliputi :

(a) Mengusahakan selalu memiliki SILPA tahun anggaran sebelumnya


(b) Mengusahakan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan utamanya dari
penjualan asset yang telah melewati umur ekonomis.
(c) Melakukan pinjaman yang diperuntukan bagi kegiatan kegiatan yang bersifat
“fund recovery”.

70
6.3. Kebijakan Umum Anggaran

Pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mempunyai


kebijakan otonomi yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Beberapa perubahan mendasar dalam sistem perencanaan pembangunan dan


penganggaran daerah menuntut dilakukannya sejumlah perbaikan dalam pengelolaan
keuangan daerah, terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi, dan aspek
pemeriksaan. Perubahan-perubahan ini mengarahkan pengelolaan keuangan daerah
berdasarkan konsep money follow functions yaitu pengelolaan keuangan daerah secara
ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diimplementasikan dalam
sistem anggaran berbasis kinerja. Konsep itu sendiri mengandung tiga elemen yang
harus dilakukan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publiknya,
yaitu: (1) secara ekonomis dapat meminimalisir input resources yang digunakan; (2)
efisiensi mencapai hasil yang optimal dengan biaya yang minimal (output/input); dan
(3) efektivitas mencapai terget yang ditetapkan (outcame/output).

Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan pemerintah daerah tidak hanya


melakukan vertical reporting, tetapi lebih penting daripada itu melakukan horizontal
reporting sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kinerja pemerintah daerah kepada
masyarakat. Dengan akuntabilitas publik ini diharapkan masyarakat dapat memberikan
respon konstruktif atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah. Bentuk
pertanggungjawaban publik oleh pemerintah daerah meliputi beberapa hal mendasar,
yaitu: akuntabilitas regulasi daerah, akuntabilitas proses, akuntabilitas program, dan
akuntabilitas kebijakan. Akuntabilitas regulasi daerah terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan
sumber daya publik. Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik. Dalam pemerintah dapat
diwujudkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif dan murah.

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan


feasible dan reliable, dan apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan
alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintahan terhadap
kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah dan lembaga legislatif.

Bertitik tolak dari norma dan prinsip anggaran tersebut, maka kebijakan anggaran baik
dari sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1. Kesenjangan fiskal anggaran berupa defisit antara pendapatan dan belanja terjadi
selama periode 2008-2013, besarannya bervariasi namun masih berada dibawah
batas ambang yang diperkenankan peraturan dan perundang-undangan. Namun
demikian, defisit anggaran memberikan kontribusi terhadap tingkat inflasi daerah.

71
2. Alokasi anggaran daerah selama periode 2008-2013 berdasarkan komparasi
antara belanja modal dengan non modal dan antara belanja langsung dengan
tidak langsung merupakan indikator yang selalu dicermati dalam hal mengukur
keberpihakan anggaran pemerintah daerah terhadap kepentingan pelayanan
masyarakat. Dalam kenyataannya komposisi antara belanja modal dan non modal
selalu tepat apabila dijadikan parameter yang menunjukkan keberpihakan
dimaksud. Hal ini dikarenakan anggaran non modal yang besar dialokasikan pada
kegiatan non fisik (human development capacity) dan kegiatan fisik (investment)
yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mempercepat ketercapaian kemandirian dan aksesbilitas daerah yang semakin


tangguh dalam proses peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan dalam kondisi
kesenjangan antara permintaan masyarakat akan fasilitas pelayanan publik yang terus
meningkat akibat adanya perkembangan jumlah penduduk, sedangkan disisi lain
kemampuan daerah dalam penyediaannya sangat terbatas, diperlukan kebijakan
strategis daerah yang diformulasikan dan diimplementasikan secara efektif.

Agar perekonomian daerah tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat mengakomodasi masa
depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi
pemerintah Kabupaten Jeneponto periode 2008-2013 dalam mengatasi permasalahan
penganggaran adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan penerimaan daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah .


2. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pada sisi pengeluaran.
3. Peningkatan kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta khususnya dalam
penyediaan infrastruktur.
4. Pendirian dan pengembangan holding company (integrasi BUMD) sebagai
alternatif penguatan keuangan daerah.

Dengan strategi ini, kemampuan daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum
dan infrastruktur lainnya diharapkan akan meningkat. Hasil akhirnya, pemerintah
daerah akan dapat menarik investasi dan perusahaan-perusahaan baik dari dalam
maupun luar negeri yang berdampak terhadap peningkatan kemakmuran masyarakat
dan daya saing daerah.

72
BAB VII
PENUTUP

7.1. Program Transisi

Program transisi merupakan program yang akan dijalankan pada akhir periode RPJMD
2008-2013, untuk menjembatani kekosongan dokumen perencanaan jangka menengah
pada akhir jabatan Kepala Daerah.

Program-program transisi ini diarahkan pada pencapaian target-target yang belum


tercapai dalam periode perencanaan sebelumnya berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi yang telah dilakukan, selain itu juga diarahkan pada program-program yang
sifatnya pragmatis atau tidak multiyear dimana manfaatnya dapat di evaluasi pada
akhir tahun perencanaan.

7.2. Kaidah Pelaksanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jeneponto


tahun 2008-2013, merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati/Wakil
Bupati Jeneponto yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 (tiga) tahun ke depan.
RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 disusun dan ditetapkan dengan
maksud untuk memberikan pedoman (guidences) bagi para stakeholders
Pembangunan dalam menyusun kerangka perencanaan dan implementasi
pembangunan berdasarkan Visi dan Misi oleh karena itu ditetapkan dengan Peraturan
daerah, dengan kaidah pelaksanaan sebagai berikut:

a. Setiap SKPD dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Jeneponto serta masyarakat


termasuk dunia usaha, berkewajiban melaksanakan program-program
pembangunan yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Jeneponto tahun 2008-
2013 dengan sebaik-baiknya.

b. Setiap SKPD dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Jeneponto, berkewajiban


menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat Visi, Misi, Tujuan, Strategi,
Kebijakan, Program dan Kegiatan Pokok Pembangunan sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing, dengan berpedoman pada RPJMD Kabupaten Jeneponto
tahun 2008-2013. Renstra SKPD ini kemudian yang nantinya akan menjadi
pedoman dalam menyusun Rencana Kerja (Renja) setiap SKPD.

c. Setiap SKPD dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Jeneponto, berkewajiban


menjamin konsistensi antara RPJMD Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013
dengan Rencana Strategi (Renstra) SKPD dan Rencana Kerja (Renja) SKPD.

d. Dalam meningkatkan efektivitas RPJM Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013,


Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jeneponto

73
berkewajiban untuk melakukan pemantauan terhadap penjabaran RPJMD
Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013 ke dalam Rencana Strategis (Renstra)
setiap SKPD sebagai acuan dalam penyusunan Renja SKPD.

e. Untuk menjaga konsistensi penjabaran/transformasi RPJMD ke dalam Renstra


SKPD, maka Tim Penyusun RPJMD berkewajiban memfasilitasi penyusunan
Renstra SKPD.

f. Monitoring dan evaluasi RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013


dilaksanakan sesuai jenjang struktural organisasi Pemerintah Kabupaten
Jeneponto. Monitoring dan evaluasi RPJMD tidak terlepas kaitannya dengan
pengukuran kinerja pada unit kerja lingkup Pemerintah Kabupaten Jeneponto yang
menunjukkan sampai berapa jauh pencapaian tujuan dan sasaran serta indikator
yang telah dirumuskan.

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 harus dijalankan secara konsekwen


dan bertanggungjawab, yang dilandasi dengan moral dan dedikasi tinggi, dalam
mendukung kinerja Pemerintah Kabupaten Jeneponto.

BUPATI JENEPONTO

ttd

H. RADJAMILO

74
75

Anda mungkin juga menyukai