2
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4815);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Jeneponto Tahun 2006 – 2026 (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto
Tahun 2006 Nomor 150);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan
Daerah Kabupaten Jeneponto (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto
Tahun 2008 Nomor 187);
3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO
dan
BUPATI JENEPONTO
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksudkan dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Jeneponto.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Jeneponto dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Daerah yang
bertanggung-jawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan
Pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Tekhnis
Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
6. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja,
lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun
peningkatan indeks pembangunan manusia.
7. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan
kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
4
8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2006-2026 yang selanjutnya
disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Jeneponto
untuk periode 20 (duapuluh) tahun terhitung sejak tahun 2006 sampai dengan tahun
2026.
9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJM
Nasional adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung
mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010.
10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM
Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto untuk
periode Tahun 2008-2013, yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan program
Bupati dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Nasional.
11. Visi Daerah adalah rumusan umum tentang arah yang akan dituju melalui upaya yang
akan dilaksanakan pada akhir periode perencanaan pada tahun 2013.
12. Misi Daerah adalah rumusan kebijakan umum sebagai upaya yang akan dilaksanakan
untuk mendukung terwujudnya visi daerah.
13. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat Musrenbang
adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan daerah.
14. Bappeda adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah.
15. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD lingkup
Pemerintah Kabupaten Jeneponto.
BAB II
PRINSIP PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Pasal 2
(1) Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional.
(2) Perencanaan Pembangunan Daerah dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku
kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing.
(3) Perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan daerah.
(4) Perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang
dimiliki masing-masing daerah sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.
5
Pasal 3
Perencanaan pembangunan Daerah dirumuskan secara transparan responsif, efisien, efektif,
akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
(1) Penyusunan RPJM Daerah, dimaksudkan :
a. menyediakan kebijakan dan program pembangunan dalam skala prioritas yang lebih
tajam dan merupakan indikator perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan;
b. tersedianya rumusan program pembangunan yang akan dilaksanakan di Kabupaten
Jeneponto;
c. pedoman bagi SKPD dalam penyusunan Renstra SKPD;
d. mewujudkan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, swasta dan masyarakat
terhadap program-program pembangunan daerah yang akan dibiayai oleh APBD
Kabupaten Jeneponto;
e. Menjadi bahan dalam penyusunan RKPD.
(2) RPJM Daerah disusun dengan tujuan untuk merumuskan kebijakan dan program
pembangunan yang mengakomodir berbagai kepentingan dan aspirasi segenap lapisan
masyarakat, terutama untuk lebih memantapkan pencapaian visi Kabupaten Jeneponto.
BAB IV
RPJM DAERAH
Pasal 5
(1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013 memuat visi,
misi, strategi dan arah pembangunan serta program prioritas daerah berpedoman pada
RPJP Daerah, serta memperhatikan RPJPM Nasional.
(2) Sistematika RPJM Daerah Tahun 2008-2013 sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
BAB II : Gambaran Umum Kondisi Daerah
BAB III : Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Nilai Dasar
BAB IV : Strategi dan Arah Kebijakan
6
BAB V : Kebijakan dan Program Pembangunan Daerah
BAB VI : Arah Kebijakan Keuangan Daerah
BAB VII : Penutup
(3) Rincian dari rencana pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
BAB V
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN
RPJM DAERAH
Pasal 6
(1) Bappeda menyusun rancangan awal RPJM Daerah dengan meminta masukan dari
SKPD dan pemangku kepentingan.
(2) Musrenbang dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan penyampaian, pembahasan dan
penyepakatan rancangan awal RPJM Daerah .
(3) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan berdasarkan hasil Musrenbang.
(4) Rancangan akhir RPJM Daerah dirumuskan paling lama 1 (satu) tahun sebelum
berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang sedang berjalan.
Pasal 7
(1) Dalam proses penetapan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah, DPRD melakukan
konsultasi dengan masyarakat, Departemen Dalam Negeri maupun pihak-pihak yang
berkepentingan.
(2) Bupati menyampaikan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah paling lama 1 (satu) bulan
setelah ditetapkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
(3) Bupati menyebarluaskan Peraturan Daerah tentang RPJM Daerah kepada masyarakat.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
7
Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2008 (Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2006
Nomor 151) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 9
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto.
Ditetapkan di : Jeneponto
Pada tanggal : 28 Juli 2009
BUPATI JENEPONTO,
ttd
H. RADJAMILO
Diundangkan di : Jeneponto
Pada tanggal : 29 Juli 2009
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JENEPONTO,
ttd
H. IKSAN ISKANDAR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2009 NOMOR 195
8
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Maksud dan Tujuan 3
1.3. Landasan Hukum 3
1.4. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Lainnya 6
1.5. Pendekatan dan Sistematika Penulisan 8
9
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah perlunya
mengoptimalkan koordinasi dan keterpaduan perencanaan pembangunan antara
pemerintah pusat dan daerah, antar sektor, sektor dan daerah, antar provinsi, antara
provinsi dan kabupaten/kota, serta antar kabupaten/kota. Dalam kaitan itu, pemerintah
daerah perlu mendesain perencanaan pembangunan daerahnya secara komprehensif
dengan mengintegrasikan kepentingan nasional, wilayah, daerah dan sektor
pembangunan.
Seiring dengan hal tersebut diatas, implementasi dari desentralisasi dan otonomi
daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membutuhkan sejumlah regulasi dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya
negara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Sebagai daerah
otonom, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam upaya mengelola sumber-sumber keuangan
untuk pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dalam rangka
mengoptimalkan sumberdaya daerah, mutlak dibutuhkan suatu perencanaan
pembangunan yang terpadu, terukur dan berkesinambungan. Oleh karena itu salah satu
perangkat regulasi yang harus disusun oleh daerah untuk mewujudkan hal tersebut
diatas adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
10
Secara substansial, RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 merupakan
penjabaran Visi, Misi, dan Program Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Jeneponto
Periode 2008-2013, yang dalam penyusunannya mempertimbangkan keintegrasian,
keselarasan, dan sinergitas dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya,
seperti RPJPD Kabupaten Jeneponto tahun 2006-2026, RPJM Nasional Tahun 2004-
2009, dan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013.
RPJMD tidak hanya berorientasi pada program pembangunan sektoral yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Daerah tetapi juga berorientasi pada program-program
kemasyarakatan dan kewilayahan yang akan dilaksanakan oleh semua pemangku
kepentingan dalam proses pembangunan di Kabupaten Jeneponto. RPJMD ini menjadi
pedoman utama mencapai masyarakat Jeneponto yang sejahtera dan bermartabat
sehingga mampu sejajar dengan daerah-daerah maju lainnya. Masyarakat yang
sejahtera dan bermartabat merupakan trend kemajuan pembangunan yang senantiasa
harus dijaga agar tetap konsisten pada jalur program pembangunan masyarakat dan
daerah Jeneponto yang dalam berbagai indikator pembangunan masih relatif berada di
bawah daerah lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan . RPJMD ini juga merupakan
perwujudan komitmen pemerintah, swasta, dan masyarakat di Kabupaten Jeneponto
dalam upaya pembangunan yang akan dilaksanakan secara bersama dalam kurun
waktu lima tahun ke depan.
11
berdasarkan Visi dan Misi serta sebagai tolok ukur pertanggung-jawaban Bupati/Wakil
Bupati pada akhir masa jabatannya dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
(resources) secara lebih terarah dan berkelanjutan (suistanable) sesuai dengan potensi
dan kebutuhan masyarakat.
12
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun
2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4815);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
13
16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara
RI Tahun 2005 Nomor 11);
17. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi
Selatan;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Tata
Cara Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Jeneponto Tahun 2006 Nomor 150);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Jeneponto Tahun 2006–2026
(Lembaran Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2006 Nomor 151);
14
diikuti dengan proses teknokratis dan proses partisipatif yang melahirkan dokumen
perencanaan RPJMD Kabupaten Jeneponto.
15
Gambar 1 : Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
RPJM
Nasional
16
Pembangunan Nasional, disusun dengan 4 (empat) pendekatan yaitu: (1) Pendekatan
Politik, yaitu bahwa terpilihnya Bupati/Wakil Bupati melalui melalui proses politik
berupa pemilihan kepala daerah secara langsung, karena berhasil menawarkan visi-
misi dan program pembangunan daerah yang dipersepsi oleh masyarakat pemilih
mampu membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik dalam lima tahun ke
depan; (2) Pendekatan Teknokratis, yaitu bahwa proses penyusunannya melibatkan
tenaga perencana pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto yang mampu
menjabarkan visi, misi, dan program pembangunan daerah Bupati/Wakil Bupati
terpilih ke dalam dokumen RPJMD; (3) Pendekatan Top-down, yaitu bahwa selama
proses penyusunan RPJMD memperhatikan RPJM Nasional dan RPJM Provinsi
Sulawesi Selatan dan selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan berbagai
dokumen perencanaan daerah Kabupaten Jeneponto; dan (4) Pendekatan Partisipatif,
yaitu bahwa proses penyusunan RPJMD melibatkan seluruh stakeholder pembangunan
daerah Kabupaten Jeneponto, yang salah satu proses penjaringan aspirasi dilakukan
melalui Musrenbang RPJMD.
RPJMD Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013 terdiri atas tujuh bab dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB III : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN NILAI DASAR, mengulas
tentang visi dan misi, nilai dasar serta tujuan dan sasaran pembangunan
daerah untuk periode lima tahun ke depan.
17
yang meliputi pendapatan, belanja daerah dan pembiayaan, serta
kebijakan umum anggaran.
BAB VII : PENUTUP, membahas arahan satu tahun setelah berakhirnya RPJMD
(program transisi) dan kaidah pelaksanaan.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Secara geografis, Kabupaten Jeneponto berada pada posisi strategis, terletak di tengah-
tengah dan menjadi jalur transportasi utama jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan.
Dilihat bentang alamnya secara makro, Kabupaten Jeneponto terdiri dari daerah
dataran dan perbukitan yang terletak pada bagian utara, serta kawasan pantai di
sebelah selatan. Bontosunggu, sebagai ibukota kabupaten berjarak sekitar 91 km dari
Kota Makassar. Terletak antara 5o16’13”–5o39’35” LS dan antara 12o40’19”–12o7’31”
BT. Secara administratif, Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan Kabupaten Gowa
dan Takalar di sebelah utara, Laut Flores di sebelah selatan, Kabupaten Takalar di
sebelah barat, serta dengan Kabupaten Bantaeng di sebelah timur.
Luas wilayah mencapai 74.979 ha atau 749,79 km2 atau 1,65 persen dari total luas
Propinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut secara administratif
terbagi dalam 11 kecamatan, yakni Kecamatan Bangkala, Bangkala Barat, Tamalatea,
Bontoramba, Binamu, Turatea, Batang, Arungkeke, Rumbia dan Kelara serta
Kecamatan Tarowang.
Secara ekonomis berdasarkan letak geografis berada pada titik tengah jalur mobilitas
barang dan manusia di bagian selatan dan luas wilayah yang mencapai 1,65 persen dari
Propinsi Sulawesi Selatan ini merupakan lokasi yang strategis dan luas wilayah yang
memadai dalam mengembangkan berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Disamping
sektor primer dan sekunder, letak geografis dan luas wilayah yang dimiliki merupakan
potensi dasar dalam pengembangan sektor tersier, khususnya yang terkait dengan
sektor jasa-jasa angkutan dan transportasi, perdagangan dan perhotelan serta aktivitas
jasa perusahaan dan perorangan lainnya.
Kabupaten Jeneponto memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan terjadi antara Bulan November sampai Bulan April, sedangkan musim
kemarau terjadi antara Bulan Mei sampai dengan Bulan Oktober.
Kabupaten Jeneponto beriklim tropis dengan type iklim D3, E4 dan C2. Dengan
rincian sebagai berikut: (1) Tipe iklim D3 dan E4 meliputi seluruh wilayah kecamatan,
kecuali wilayah kecamatan Kelara bagian utara. Tipe iklim ini mempunyai bulan
kering secara keseluruhan 5-6 bulan sedang bulan basah berkisar 1-3 bulan. (2) Tipe
iklim C2, yaitu tipe iklim yang memiliki bulan basah 5-6 bulan dan bulan lembab 2-4
19
bulan. Tipe iklim ini dijumpai dengan ketingggian 700-1727 meter dpl yaitu pada
wilayah Kecamatan Kelara dan Rumbia.
Jumlah rata – rata curah hujan pertahun di Kabupaten Jeneponto selama 5 (lima) tahun
terakhir mencapai 1.535 mm dengan rata – rata hari hujan 92 hari. Curah hujan
tertinggi jatuh pada bulan Januari dan Februari sedang curah hujan terendah yakni
pada bulan Juli, Agustus, dan September.
Wilayah dataran tinggi pada bagian utara merupakan potensi untuk pengembangan
tanaman hortikultura, sedangkan wilayah dataran rendah pada bagian selatan
merupakan potensi pengembangan ekosistem pantai serta sumberdaya alam kelautan
dan perikanan, serta wilayah dengan ketinggian sedang pada bagian tengah merupakan
potensi untuk pengembangan perkebunan dan tanaman jangka menengah/pendek.
A. Jenis Tanah
Wilayah Kabupaten Jeneponto memiliki jenis tanah yang dikategorikan dalam enam
golongan, yaitu: (i) Tanah Alluvial, sebesar 4,6 % atau luasnya 3.499 Ha dari luas
wilayah ini dijumpai di wilayah dari luas wilayah Kecamatan Bangkala, Bangkala
Barat, Binamu dan Tamalatea (ii) Tanah Grumosol, tanah Gromosal Kelabu terdapat
di Kecamatan Bangkala dan Bangkala Barat dan Tamalatea, sedangkan jenis Gromosal
Hitam terdapat di Kecamatan Tamalatea, Bontoramba, Binamu, Turatea dan Batang;
(iii) Tanah Meditrane, terdapat di Kecamatan Bangkala, Batang, Rumbia dan Kelara,
sedangkan Meditrane Coklat Kemerah-merahan terdapat di Kecamatan Bangkala,
Tamalatea, Bontoramba, Binamu dan Kelara; (iv) Tanah Latasol, di Kecamatan
Bangkala, Bangkala Barat, Tamalatea dan Kelara terdapat jenis Latasol Coklat
Kekuning-kuningan, sedang jenis Latasol Kemerah-merahan terdapat di Kecamatan
Kelara dan Rumbia; (v) Tanah Regosol hampir terdapat pada semua kecamatan dalam
wilayah Kabupaten Jeneponto.
20
Semua jenis tanah tersebut, masing-masing memiliki potensi sumberdaya dan
kesesuaian untuk pengembangan tertentu. Hamparan wilayah Jeneponto, yang
memiliki jenis tanah di atas tidak selamanya diperuntukkan untuk pengembangan
komoditas pertanian, tetapi dapat juga berupa potensi untuk pengembangan usaha
pertambangan dan galian, bahan baku industri dan lain sebagainya walau hingga kini
belum tersentuh oleh riset dan pengembangan.
B. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) yang seluas 74.979 ha sedapat mungkin ditujukan untuk
kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Data terakhir tahun 2007, menunjukkan pengunaan lahan
untuk tegalan/kebun merupakan pemanfaatan lahan terluas yaitu mencapai 34.154,14
ha atau 45,56 persen dan pemanfaatan lahan untuk kolam/empang merupakan
penggunaan lahan tersempit yaitu hanya mencapai 748 ha atau hanya 0,99 persen dari
total luas wilayah Kebupaten Jeneponto.
Pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Jeneponto dapat dilihat dari besarnya PDRB
pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB pada tahun sebelumnya atas
dasar harga konstan. Capaian Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama
kurun waktu lima tahun (2003-2007) mengalami peningkatan yang signifikan dengan
capaian rata-rata pertahun sebesar 3,012 %. Hal ini tercermin pada tahun 2007,
pertumbuhan ekonomi yang dicapai sebesar 4,06 % meningkat dibanding kurun waktu
4 (empat) tahun sebelumnya (2003-2006) sebesar 2,75 %. Meskipun pertumbuhan
ekonomi yang dicapai di daerah ini masih berada dibawah pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan, namun kedepan peluang untuk memacu pertumbuhan ekonomi
didaerah ini sangat besar.
21
mengalami penurunan dari 59,91 persen pada tahun 2003 hal ini disebabkan bencana
kekeringan dan serangan Hama penyakit pada tanaman pangan (padi dan palawija)
pada tahun 2004 dan 2005. Sektor pertanian terbesar masih didominasi oleh sub-sektor
tanaman pangan dari tahun 2006 hingga 2007 dan kembali mencapai kenaikan sebesar
38,53 persen dari tahun sebelumnya.
Peran sektor primer yang diperankan oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan
dan galian masih tetap dominan selama kurun waktu 2003-2007 ini. Selain sektor
pertanian yang berperan dalam sektor primer dan dapat memberikan kontribusi yang
besar bagi peningkatan pendapatan masyarakat adalah sektor pertambangan dan galian
yang secara konsisten mengalami peningkatan dari 1,44 persen pada tahun 2003
menjadi 1,53 persen pada tahun 2007.
Sementara itu, peran tiga sektor kelompok sekunder, sektor industri pengolahan,
sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan, cenderung konstan atau
mengalami fluktuasi yang tidak signifikan selama kurun waktu 2003-2007. Sektor
bangunan menunjukkan peran yang terbesar, berfluktuasi antara 4,47 hingga 5,28
persen setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan mengalami fluktuasi peran antara
2,11 hingga 2,29 persen setiap tahunnya. Sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih,
hingga tahun 2007 masih tetap berperan di bawah satu persen. Jadi, kontribusi sektor
sekunder terhadap perekonomian daerah mengalami peningkatan dari 7,36 persen pada
tahun 2003 menjadi 7,67 persen pada tahun 2007.
Sebaliknya, peran sektor tersier yang diperankan oleh empat sektor, yakni sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa
menunjukkan kinerja yang terbaik, yakni mengalami peningkatan dari 15,37 persen
pada 2003 menjadi 20,05 persen pada tahun 2007. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran menunjukkan peningkatan peran dan cenderung berfluktuasi, sektor ini
berperan cukup signifikan dalam perekonomian daerah, mencapai 6,84 hingga 7,38
persen selama kurun waktu 2003-2007. Hal yang sama ditunjukkan oleh sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, selama periode tersebut berkontribusi
terhadap perekonomin daerah antara 5,93 hingga 6,34 persen setiap tahunnya.
Kontribusi terkecil dari sektor tersier ditunjukkan oleh sektor pengangkutan dan
komunikasi yang hanya mencapai kisaran 3,15 hingga 3,49 persen selama kurun waktu
2003-2007. Jadi secara keseluruhan, peran sektor tersier mengalami peningkatan dari
31,29 persen pada tahun 2003 menjadi 36,40 persen pada tahun 2007.
22
bahan makanan (2,49 persen); kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga (0,32
persen); kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (0,80 persen);
kelompok kesehatan (0,11 persen), kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar (0,78 persen); dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan, (0,17
persen).
Tingkat inflasi yang relatif terkendali pada tahun 2007 tersebut, mendorong
peningkatan daya beli masyarakat Kabupaten Jeneponto dari sekitar Rp 621.000,- pada
2006 menjadi Rp 623.250,- pada tahun 2007, atau naik 0,3 % dari tahun sebelumnya.
Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat potensi sumberdaya manusia dalam lingkungan
masyarakat Kabupaten Jeneponto yang sangat besar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraannya. Semangat untuk memanfaatkan waktu luang, harus mampu
diimbangi dengan peningkatan keterampilan (skill) mereka agar mampu terserap pada
lapangan pekerjaan yang memiliki tingkat produktivitas dan nilai tambah ekonomi
yang tinggi.
2.2.5 Perkoperasian
Perkoperasian di Kabupaten Jeneponto mengalami perkembangan dimana pada tahun
2004 jumlah koperasi 184 dan pada tahun 2007 menjadi 212 atau meningkat sebesar
20,65%, sedangkan jumlah anggota koperasi pada tahun 2004 sebesar 50.996 dan 2007
sebesar 52.047 atau mengalami perkembangan sebesar 2.06%. Jumlah modal usaha
pada tahun 2004 adalah Rp. 5.089.804.627 dan tahun 2007 sebesar Rp. 9.112.409.383
atau meningkat sebesar 79,03%, dari segi volume usaha pada tahun 2004 sebesar Rp.
43.459.134.000 dan tahun 2007 sebesar Rp. 78.691.000.000 atau mengalami
peningkatan sebesar 81,06% dan sisa hasil usaha (SHU) pada tahun 2004 sebesar
Rp.1.162.396.988 dan tahun 2007 sebesar Rp.2.138.201.706 atau mengalami
peningkatan sebesar 83,94%. Fakta ini menunjukkan bahwa perkembangan
perkoperasian di Kabupaten Jeneponto cukup baik.
23
Secara umum kebijakan keuangan daerah Kabupaten Jeneponto yang dituangkan
dalam APBD dalam lima tahun terakhir, lebih difokuskan untuk mengoptimalkan
peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya pembangunan daerah,
terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan keuangan daerah
ini mencakup kebijaksanaan pendapatan, belanja dan kebijaksanaan pembiayaan
daerah.
A. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 masih banyak bersumber
melalui dana perimbangan, yang bahkan selama kurun waktu 2003-2007
memperlihatkan trend ketergantungan yang semakin meningkat, dari 83,39 persen
pada tahun 2003 menjadi 95,06 persen pada tahun 2006 dan sedikit menurun menjadi
90,88 persen pada tahun 2007. Pada saat yang sama kemampuan sumber pendapatan
dari PAD mengalami penurunan, dari 6,23 persen pada tahun 2003 menjadi hanya
berkontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar 3,04 persen pada tahun 2006 dan
sedikit mengalami peningkatan pada target 2007 menjadi 3,58 persen. Selebihnya,
bersumber dari lain-lain pendapatan yang sah yang cenderung berfluktuasi antara 1,90
hingga 10,38 persen selama kurun waktu 2003-2007 dan mencapai 5,54 persen pada
tahun 2007.
B. Belanja Daerah
24
kontribusinya terhadap total belanja daerah mengalami penurunan menjadi 46,41
persen.
Sebaliknya, alokasi belanja modal bukan hanya mengalami peningkatan belanja secara
absolut, tetapi kontribusinya terhadap total belanja juga mengalami peningkatan secara
signifikan. Pada tahun 2003, alokasi belanja modal baru mencapai Rp 35,2 milyar atau
hanya sebesar 19,23 persen dari total belanja daerah. Alokasi belanja modal tersebut
meningkat mencapai Rp 115,6 milyar atau mencapai 36,59 persen dari total belanja
daerah pada tahun 2006, bahkan untuk tahun 2007 dicapai Rp 142,0 milyar.
Alokasi belanja barang dan jasa juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari
hanya senilai Rp 11,8 milyar pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 35,3 milyar pada
tahun 2006 dan mencapai Rp 81,8 milyar pada tahun 2007. Nilai belanja barang dan
jasa tersebut berkontribusi terhadap total kebutuhan belanja daerah meningkat dari
6,45 persen pada tahun 2003 menjadi 11,17 persen pada tahun 2006, dan meningkat
sebesar 13,76 persen pada tahun 2007. Alokasi belanja lainnya berupa belanja
perjalanan dinas, pemeliharaan, bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak
terduga, hanya mencapai 16,38 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 5,83
persen pada tahun 2007.
Kondisi tentang perkembangan dan distribusi alokasi belanja ini memberikan indikasi
kuat pada langkah-langkah strategis pemerintah daerah untuk mendorong alokasi
belanja modal sebagai upaya mendorong investasi sektor publik dalam rangka
menggairahkan aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini
penting, mengingat alokasi belanja modal disyaratkan berupa belanja tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta belanja asset tetap
lainnya merupakan alokasi belanja yang bernilai investasi karena mampu mendorong
peningkatan kapasitas produksi perekonomian daerah. Upaya untuk meningkatkan
pelayanan publik juga terus ditingkatkan melalui peningkatan belanja barang dan jasa
dan belanja pegawai dalam kategori belanja langsung, selain peningkatan belanja
bantuan keuangan dan bantuan sosial lainnya.
C. Pembiayaan Daerah
Seiring dengan peningkatan secara signifikan pada belanja daerah yang tidak mampu
diikuti oleh kemampuan peningkatan pendapatan daerah, menghasilkan pembiayaan
daerah yang defisit yang besarannya berfluktuasi selama kurun waktu 2004-2007.
Sedangkan untuk tahun 2003, pembiayaan daerah mengalami surplus sebesar Rp 19,2
milyar dengan alokasi pengeluaran daerah mencapai Rp 40,2 milyar dan perolehan
penerimaan daerah yang mencapai Rp 21,0 milyar.
Pada tahun 2004, pembiayaan defisit mencapai Rp 16,3 milyar atau 1,73 persen dari
PDRB Kabupaten Jeneponto pada tahun yang sama. Defisit tersebut sedikit mengalami
penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp 15,9 milyar atau 1,56 persen dari PDRB tahun
yang sama. Defisit kembali mengalami penurunan pada tahun berikutnya hingga hanya
mencapai Rp 7,4 milyar atau hanya mencapai 0,65 persen dari total PDRB pada tahun
25
2006. Terakhir pada tahun 2007, defisit anggaran kembali meningkat mencapai Rp
10,9 milyar atau meningkat menjadi 0,84 persen dari nilai PDRB harga konstan pada
tahun yang sama. Rasio besarnya pembiayaan defisit terhadap nilai PDRB yang
berkisar antara 0,65 hingga 1,73 persen ini masih jauh berada di bawah ketentuan UU
No. 33/2004 yang membatasi defisit maksimal 3,0 persen dari nilai PDRB tahun
bersangkutan. Artinya, untuk mendorong peningkatan belanja daerah yang ditujukan
pembangunan daerah, khususnya pada pembangunan manusia di Kabupaten
Jeneponto, daerah ini masih memiliki peluang untuk menerapkan kebijakan
pembiayaan daerah yang lebih ekspansif.
Pada saat yang sama, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur jembatan telah
membuka akses kegiataan ekonomi masyarakat. Rehabilitasi dan pembangunan
kembali berbagai infrastruktur jembatan yang rusak, serta peningkatan kapasitas dan
fasilitas baru masih terkendala oleh ketersediaan pendanaan pemerintah daerah. Dalam
kurun waktu 2004-2008 telah dibangun jembatan dengan kategori jembatan besar
sebanyak 13 buah yang tersebar diseluruh kecamatan.
26
Untuk infrastruktur pelabuhan, mencakup pelabuhan perikanan (pendaratan ikan) dan
pelabuhan rakyat. Pelabuhan perikanan Biringkassi sebagai zona kawasan strategis
masih menjadi prasarana dan sarana penting dalam mendukung upaya pengembangan
kawasan industri pariwisata dan perikanan terpadu (KIPPT) di Kabupaten Jeneponto.
Pelabuhan rakyat Bungeng berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau berskala nasional
termasuk dalam zona kawasan strategis dengan tipe Kelas V berperan penting
meningkatkan aksessibilitas dan memperlancar arus bongkar muat barang. Aktivitas
bongkar muat barang mengalami peningkatan, dari jumlah kunjungan kapal sebanyak
519 unit (2003) meningkat menjadi 1.195 unit (2007). Bongkar muat barang di
pelabuhan telah mencapai 90 ton, dari 6.319 ton meningkat menjadi 12.548 ton kayu
dan 17.752 ekor hewan (2007) yang dibongkar di pelabuhan, sementara pemuatan
barang mencapai 3.543 ton (2006).
Selain itu, terminal menjadi salah satu prasarana perhubungan yang sangat mendukung
kelancaran sistem transportasi darat. Sebagai titik simpul peralihan moda dan tujuan.
Saat ini, terdapat Terminal Karisa sebagai satu-satunya terminal kabupaten yang
melayani sekitar 300 kendaraan roda empat berbagai jenis setiap harinya,
keberadaannya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam mendukung
perekenomian.
Sumber air bersih di Kabupaten Jeneponto terdiri dari air kemasan, Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM), pompa, sumur, mata air, air hujan dan kategori lainya.
Aksessibilitas dan peningkatan pelayanan masyarakat atas air bersih, semakin
membaik ditunjukkan dengan kapasitas terpasang sebesar 749.935 m 3 pada tahun 2007
meningkat dari 694.850 m3 di tahun 2003, dengan kategori pelanggan tertinggi
ditempati rumah tempat tinggal sebesar 676.695 m 3 dan terendah ditempati perusahaan
(pertokaan, industri, dan sebagainya) sebesar 2.271 m3 di tahun 2007. Peningkatan
kuantitas pada ketersediaan air bersih dari PDAM semakin membaik ditunjukkan
dengan besarnya jumlah rumah tangga pelanggan tertinggi ditempati oleh kategori
rumah tempat tinggal sebanyak 5.181 orang atau naik sekitar 0,80 persen dari tahun
2006 dengan rata-rata kenaikan sekitar 4,32 persen tiap tahunnya. Kategori pelanggan
terendah ditempati sarana umum sebanyak 9 orang dari total pelanggan 5.440 orang di
tahun 2007. Dilihat dari kualitas, kondisi penyediaan air bersih masih perlu
ditingkatkan dengan menanggulangi sidementasi air sungai terutama tingkat
kekeruhan sehingga sangat mempengaruhi kualitas air bersih dari PDAM.
27
Pemanfaatan sumberdaya air yang menjadi andalan untuk mendukung infrastruktur
irigasi adalah air permukaan sungai yang juga menjadi sumber utama dalam
perencanaan pembangunan Waduk Kelara-Kareloe. Jika waduk ini terealisasi, maka
akan berfungsi sebagai waduk multiguna (multipurpose dam), diantaranya dapat
berfungsi sebagai sarana irigasi, pembangkit tenaga listrik, penyediaan air baku untuk
air bersih dan pariwisata serta perikanan.
Jaringan irigasi terluas yang mencakup Satuan Wilayah Sungai (SWS) yaitu daerah
irigasi Kelara dengan panjang saluran air primer 11.395 km, sekunder 38.661 km, dan
mengairi 6.990 ha luas baku sawah irigasi. Jaringan irigasi terkecil yaitu daerah irigasi
Topa dengan panjang saluran air primer 895 km, sekunder 1.880 km, dan mengairi 400
ha luas baku sawah irigasi.
Kondisi jaringan irigasi yang ada ada saat ini untuk mendukung pengairan khususnya
pertanian lahan basah dan pertambakan yang terdiri dari irigasi teknis, semi teknis,
sederhana, perdesaan, rawa dan tadah hujan. Sebagai konsekuensi pertambahan luas
jaringan irigasi tersebut menuntut pemeliharaan dan partisipasi masyarakat serta
dukungan tenaga-tenaga profesional dalam pelayanan terhadap masyarakat.
Pembangunan sarana dan prasarana irigasi memiliki beberapa tujuan yaitu antara lain
peningkatan produktivitas pertanian, penyediaan air baku, dan perlindungan terhadap
areal produksi pertanian dan permukiman dari bahaya banjir. Salah satu prasarana
pengairan yang dikembangkan adalah bendungan yang tersebar di beberapa daerah
Kabupaten. Prasarana pengairana tersebut diarahkan untuk menunjang pengembangan
pertanian lahan basah (irigasi) yang meliputi beberapa wilayah kecamatan, seperti
Bendungan Kelara, Tino dan Pokobulo yang sudah dimanfaatkan untuk mengairi
sawah yang sumber airnya berasal dari sungai yang dibendung. Selain itu, masih
terdapat sungai yang dianggap potensial, tetapi masih memerlukan studi mendalam
mengenai kelayakannya, seperti Sungai Tamanroya, Sungai Allu, Sungai Kelara dan
Sungai Marayoka di Kecamatan Bangkala.
Pada sisi kapasitas terpasang, jumlah daya tersambung PLN periode 2003-2007
mengalami peningkatan dengan rata-rata sekitar 6,37 persen per tahun. Daya
tersambung tertinggi terjadi di tahun 2007 sebesar 22.076.650 KW, dan terendah di
tahun 2003 sebesar 18.344.255 KW. Sementara itu, jumlah pelanggan PLN dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan dengan jumlah pelanggan terbesar ditempati PLN
Ranting Jeneponto mencapai 9.421 orang, dan terendah ditempati Listrik Desa
28
Bangkala Loe sebanyak 1.500 orang dari total pelanggan kabupaten 33.050 orang di
tahun 2007.
Di sisi pasokan (supply side), upaya pembangunan tenaga listrik berbasis tenaga angin
telah dicanangkan tahap awal di Kabupaten Jeneponto, membutuhkan investasi besar,
dengan didukung PT. Bosowa Energi membangun PLTU dengan kapasitas 2 x 100
MW di Desa Punagaya Kecamatan Bangkala. Pemerintah Daerah pun akan terus
berupaya agar JICA dapat membangun Bendungan Kelara-Kareloe dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Pada tahun 2006 daya terpasang sebesar 619 MW, daya mampu
533,5 MW, dengan beban puncak 448 MW. Kondisi ini menyebabkan kurang
tersedianya cadangan operasi dan cadangan pemeliharaan sehingga bila ada
pembangkit yang tidak berfungsi akan mengganggu aliran listrik di daerah ini.
Pembangkit listrik utama letaknya tersebar, di samping itu terdapat PLTD di yang
terkoneksi melalui jaringan tegangan menengah 20 KV yang beroperasi pada beban
puncak. Pada saat ini, jaringan distribusi listrik telah menjangkau daerah-daerah
terpencil melalui jaringan terkoneksi 20 KV. Dengan terbatasnya cadangan energi fosil
yang ada saat ini, perlu dimulai pemanfaatan energi alternatif secara bertahap dan
berorientasi pasar menuju pola bauran energi (energy mix) yang terpadu, optimal dan
bijaksana. Upaya pemanfaatan energi alternatif dimaksudkan untuk mengurangi
penggunaan bahan bakar minyak yang semakin mahal dan ketersediaannya semakin
menipis.
Masalah lainnya adalah belum efisiennya pemanfaatan energi oleh konsumen rumah
tangga, industri dan transportasi. Hal ini tercermin dari perilaku pemilihan jenis energi
untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif
serta rendahnya tingkat efisiensi peralatan. Tenaga listrik sebagai salah satu bentuk
energi final memegang peranan yang sangat penting untuk mendorong berbagai
aktivitas ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disisi lain,
pembangunan sarana dan prasarana tenaga listrik memerlukan investasi yang sangat
tinggi, mengingat investasi pada bidang ini bersifat padat modal, teknologi dengan
resiko investasi tinggi serta memerlukan persiapan dan konstruksi yang lama.
29
A. Tanaman Pangan dan Hortikultura
Potensi komoditas pertanian yang tetap menjadi andalan bagi pengembangan tanaman
pangan dan horticultura kurun waktu 2003-2007, diidentifikasi antara lain, sebagai
berikut:
Padi, dengan rata-rata produksi padi sawah sebesar 81.028,13 ton dan luas
panen 16.548,4 ha, sehingga produktivitasnya sebesar 48,96 kw/ha
Jagung, dengan rata-rata produksi sebesar 172.604 ton dan luas panen 40.251
ha serta rata-rata produksi sebesar 4,29 kw/ha;
Ubi kayu, dengan rata-rata produksi mencapai 141.191 ton dan luas panen
6.505 ha, serta rata-rata produksi mencapai 21,70 kw/ha;
Cabe, dengan rata-rata produksi sebesar 13.036,6 ton dan luas produksi
1.004 ha;
Sayuran dan Buah-buahan, berupa bawang merah dengan dengan rata-rata
produksi 1.875,45 ton dan luas panen mencapai 196,75 ha.
Kondisi subsektor peternakan di Kabupaten Jeneponto dilihat dari jenis ternak, berupa
ternak besar yang menjadi andalan selama lima tahun terakhir meliputi kuda, sapi dan
kerbau. Sedangkan untuk ternak kecil meliputi domba dan kambing. Ternak unggas
meliputi ayam ras, ayam buras, dan itik-manila.
Sumberdaya perikanan digolongkan atas dua, yaitu perikanan tangkap dan perikanan
budidaya. Perikanan tangkap didukung oleh karakteristik wilayah Kabupaten
Jeneponto yang sebagian wilayahnya berada di daerah pesisir, di mana tujuh di antara
sebelas kecamatan berada di daerah pesisir, yaitu Bangkala Barat, Bangkala,
Tamalatea, Binamu, Arungkeke, Batang dan Tarowang, dengan panjang pantai
berkisar 114 km. Perikanan budidaya mencakup budidaya laut (rumput laut, keramba
jaring apung), budidaya air payau (tambak), budidaya perairan umum (sungai) dan
budidaya air tawar (danau, sawah, irigáis). Selama kurun waktu 2003-2007,
perkembangan produksi perikanan tangkap mengalami pertumbuhan sebesar 1,98
persen dan perikanan budidaya meningkat lebih besar hingga mencapai 19,71 persen.
30
C. Pertambangan dan Galian
Hasil survei untuk pemetaan dan penataan potensi tambang di Kabupaten Jeneponto,
mengidentifikasi sejumlah potensi bahan tambang dan galian yang dapat dikelola,
antara lain pasir besi, bentonit, batu gamping, oker, mika, andesit, basal, breksi, dan
kaldeson. Sedangkan jenis zeolit masih memerlukan studi lanjutan untuk menentukan
kelayakan eksplorasi. Jenis tufa dan sirtu (tambang galian golongan c) hingga saat ini
telah dikelola, tetapi masih secara tradisional.
Potensi jenis bahan galian, meliputi (i) Pasir Besi (3.204.928 ton) di Kecamatan
Binamu dan Arungkeke; (ii) Bentonit (45.600.000 m3) di Kecamatan Bangkala; (iii)
Lempung (27.000.0000 m3) di Kecamatan Binamu, Bangkala, dan Tamalatea; (iv)
Batu Gamping (1.500.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala Barat, Bangkala, dan
Tamalatea; (v) Batu Gamping Dolomitan (57.800.000 ton) di Kecamatan Tamalatea;
(vi) Oker (500.000 m3) di Kecamatan Rumbia; (vi) Mika (70.000 m2) di Kecamatan
Bangkala Barat; (vii) Andesit (1.5000.000 m3) di Kecamatan Batang; (viii) Basal
(13.400.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala, Tamalatea, Rumbia, dan Bontoramba;
(ix) Breksi (2.800.000.000 m3) di Kecamatan Bangkala Barat, Kelara, Turatea, dan
Batang; (x) Tufa (1.800.000.000 m3) di Kecamatan Bontoramba, dan Bangkala; (xi)
Sirtu (23.000.000 m3) di Kecamatan Turatea, Binamu, Bontoramba, Tamalatea, dan
Bangkala; (xii) Kaldeson (9.040.000 m3) di Kecamatan Tamalatea, dan Bangkala; dan
(xiii) Zeolit (23.000.000 m3) di Kecamatan Turatea, Binamu, Bontoramba, Tamalatea,
dan Bangkala.
Industri pengolahan yang menjadi andalan masih bertumpu pada industri yang
mengandalkan bahan baku lokal dengan memanfaatkan faktor alam, industri garam
rakyat, industri gula merah serta industri pengeringan dan pengolahan jagung kuning.
2.4.3 Pariwisata
Potensi pariwisata yang dapat diandalkan di Kabupaten Jeneponto saat ini dan kedepan
berupa wisata budaya dan alam. Obyek wisata alam yang potensial untuk
dikembangkan berupa obyek wisata pantai, wisata bahari, dan pegunungan atau wisata
31
agro. Hingga saat ini, obyek wisata pantai yang terkenal dan dapat eksis adalah
kawasan Birtaria Kassi dan kawasan Loka untuk wisata alam pegunungan/wisata agro.
Sedangkan obyek wisata budaya yang terkenal adalah Kompleks Makam Raja-Raja
Binamu.
Potensi pengembangan pariwisata daerah yang hingga saat ini belum dikelola dan
memiliki prospek besar antara lain, Pulau Harapan, Air Terjun Boro, Tanjung
Mallasoro, Makam I Maddi Dg. Rimakka, Masjid dan Rumah Adat Tertua Patealla,
Balla Lompoa, Bungung Salapang, Je’ne Sappara dan Pacuan Kuda.
Kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat mulai membaik, baik secara kuantitas
maupun kualitas hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada sejumlah aspek pokok
meliputi kependudukan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya, dan
pembangunan gender, politik, hukum, kamtibmas, dan kemiskinan serta akumulasinya
pada kualitas hidup masyarakat yang dilihat melalui indeks pembangunan manusia
Kabupaten Jeneponto.
2.5.1. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto hingga tahun 2007 mencapai 330.735 jiwa
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 77.696. Pertumbuhan penduduk Kabupaten
Jeneponto selama kurun waktu 2003-2007 relatif terkendali, secara rata-rata hanya
mencapai 0,53 persen setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2006 mengalami
pertumbuhan negatif 0,85 persen. Pertumbuhan penduduk tertinggi selama periode
tersebut terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 1,33 persen.
Secara umum, tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Jeneponto pada tahun 2007
mencapai 441 jiwa/km2. Tingkat kepadatan tersebut tidak tersebar secara merata pada
setiap wilayah kecamatan. Secara berturut-turut tingkat kepadatan penduduk yang
tertinggi yaitu Kecamatan Binamu (696 jiwa/km2) dan terendah adalah kecamatan
Bangkala Barat (155 jiwa/km2).
Struktur umur penduduk Kabupaten Jeneponto selama kurun waktu 2004-2007
menunjukkan perbandingan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) tertinggi
pada tahun 2005 sebesar 63,93 persen dan pada tahun 2007 yang terendah, turun hanya
61,31 persen. Sebaliknya pada tahun 2007, jumlah penduduk usia 0-14 tahun mencapai
32,3 persen dan kelompok penduduk usia 65+ tahun hanya mencapai 6,8 persen.
Dari jumlah rumah tangga yaitu 77.696 KK terdapat rumah tangga miskin (RTM) di
Kabupaten Jeneponto sebesar 30.336 KK di tahun 2007. Berkaitan hal ini,
penanggulangan/pengentasan kemiskinan di Kabupaten Jeneponto dikenal berbagai
kegiatan/program baik telah dan maupun sedang dilaksanakan, antara lain: (1) Beras
Untuk Keluarga Miskin (Raskin); (2) Bantuan Langsung Tunai (BLT); (3) Asuransi
Kesehatan Untuk Keluarga Miskin (Askeskin); (4) Gerakan Pengembangan
32
Pengentasan Kemiskinan (Gerbang Taskin); (5) Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (PNPM-P2KP); (6) Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Penanggulangan Kemiskinan Terpadu
(P2KP-PAKET); (7) Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP); (8) Water
and Sanitation for Low Income Community (WSLIC); (9) Percepatan Pembangunan
Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KP-DT); (10) Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-Mandiri Perdesaan); dan (11) Crash Program
Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis).
2.5.2. Pendidikan
Pendidikan anak usia dini, disingkat PAUD, merupakan pendidikan persiapan untuk
mengikuti jenjang pendidikan dasar yang sekarang ini ditetapkan sembilan tahun.
Pemerataan dan perluasan akses diupayakan bersama-sama oleh pemerintah daerah,
swasta, dan masyarakat. Pemerintah berkonsentrasi pada pendidikan formal TK/RA
serta mendorong peran serta swasta dan masyarakat untuk melakukan perluasan PAUD
non formal, seperti Kelompok Bermain (KB) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA). Pada tahun 2006/2007, Angka Partisipasi Kasar (APK) TK/RA mencapai 13,44
persen dari usia 2-4 tahun.
Angka Partispasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM), pada jenjang
pendidikan SD/MI mengalami peningkatan yang sangat berarti sebesar 118,38 persen
di tahun 2007/2008, naik 10 persen dari 108,09 persen di tahun 2006/2007. APM
33
sebesar 99,98 persen di tahun 2007/2008, naik 3,0 persen dari 97,09 persen di tahun
2006/2007. Jenjang pendidikan SMP/MTs tahun pelajaran 2007/2008, APK sebesar
95,06 persen, meningkat 8,0 persen dari 86,75 persen di tahun 2006/2007. APM
sebesar 73,33 persen di tahun 2007/2008, naik 12 persen dari 61,8 persen di tahun
2006/2007.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada tahun 2006/2007, rata-rata putus
sekolah SD/MI 360 orang (0,75 persen) dari jumlah siswa 50.200; SMP/MTs: 180
orang (1,51 persen) dari jumlah 13.360 orang. Pada tahun 2007-2008, angka putus
sekolah SMP/MTs di Kabupaten Jeneponto masih tergolong rendah, yaitu 167 orang
siswa dari 16.064 total siswa SMP/MTs. Tetapi menurut tingkat angka putus sekolah
tertinggi pada tingkat 1 (satu) yaitu 71 orang dari 5.864 siswa (1,21 persen). Jika
dilihat per kecamatan siswa putus sekolah tertinggi di Kecamatan Rumbia (3,33
persen), Tamalatea (3,17 persen) dan Tarowang (2,42 persen).
Pada tahun 2006/2007, ruang kelas milik SD/MI mencapai 41,16 persen dalam kondisi
rusak (rusak ringan 17persen dan rusak berat 23,85 persen), lebih tinggi pada tahun
2007/2008 sebesar 29,18 persen kondisi rusak (rusak ringan 15,16 persen dan rusak
berat 14,02 persen). Fakta ini menunjukkan bahwa masih terdapat 233 (14.02 persen)
ruang kelas SD/MI yang dalam kondisi rusak berat dan 252 (15.16 persen) ruang kelas
sd/mi rusak ringan, hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perhatian yang serius
dari pemerintah dan masyarakat dalam pembenahan ruang kelas. Untuk MTs (di luar
SMP), yaitu 30,18 persen dalam kondisi rusak rusak (rusak ringan 17,75 persen dan
rusak berat 12,43 persen). Pada tahun 2007/2008, Angka Putus Sekolah (APS)
SMP/MTS masih tergolong rendah yaitu 167 orang siswa dari 16.064 total siswa
SMP/MTS, tetapi menurut tingkat angka putus sekolah tertinggi pada tingkat 1(satu),
yaitu 71 orang dari 5.864 siswa (1,21 persen).
Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik bidang pendidikan secara
kualitatif, yaitu ditandai dengan menciutnya kapasitas dewan pendidikan (DP) dan
komite sekolah (KS), serta komite PLS merupakan kegiatan yang akan terhambat
dilakukan dalam rangka pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk ikut
bertanggungjawab mengelola Dikdas. Lemahnya fungsi kedua kelembagaan tersebut
34
secara optimal akan memperkuat pelaksanaan prinsip dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan.
C. Pendidikan Menengah
Kondisi pendidikan ditinjau dari pemerataan dan perluasan akses, mencakup Angka
Partispasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B di Kabupaten Jeneponto sebesar 52,45
persen (2006/2007), berarti belum mencapai target nasional, yaitu 95 persen dan
bermutu tinggi. Angka Partisipasi Sekolah (APS) pendidikan sekolah menengah
(SMA/SMK/MA/Paket C) pada tahun 2006/2007 mencapai angka 30. Pada
periode tahun 2005-2007, peningkatan mutu dan relevansi yang meliputi jenjang
pendidikan SMA/MA siswa yang putus sekolah juga cenderung sedikit. Hanya ada
satu sekolah yang memiliki angka putus sekolah di atas empat persen, selebihnya atau
sebanyak 29 sekolah (hanya memiliki di bawah 1 persen yang putus sekolah). Angka
putus sekolah (APS) SMA/MA menurut jenis kelamin pada tingkatan sekolah SMA,
laki-laki mencapai 0,62 persen, sedangkan wanita yang hanya berkisar 0,33 persen.
Berdasarkan jumlah putus sekolah tersebut, angka putus sekolah lebih banyak pada
tingkat 1 yang mencapai 1.49 persen untuk laki-laki. Angka tersebut menggambarkan
bahwa di Kabupaten Jeneponto angka putus sekolah pada tingkatan SMA/MA lebih
didominasi laki-laki, hal ini disebabkan karena anak laki-laki pada umur tersebut
banyak yang ikut membantu keluarganya untuk mencari nafkah di luar daerah. Ruang
kelas di tingkatan SMA/MA/SMK tahun 2006/2007, yaitu 15,91 dalam kondisi rusak
(rusak ringan 10,23 persen dan rusak berat 5,68 persen). Pada tahun 2007/2008,
kondisi ruang kelas yang rusak meningkat sebesar 27,37 persen (rusak ringan 20,53
persen dan rusak berat 6,8 persen). Jumlah ruang kelas yang dalam kondisi rusak
meliputi 39 rusak ringan dan 13 rusak berat.
35
Hingga tahun 2006-2007, rasio siswa per satu guru menurut jenis pendidikan, sebagai
berikut: Sekolah Dasar (26 murid); Madrasah Ibtidayah (25 murid); Sekolah
Menengah Pertama (15 siswa); Madrasah Tsanawiah (15 siswa); Sekolah Menengah
Atas (18 siswa); Madrasah Aliyah (11 siswa) serta Sekolah Menengah Kejuruan (14
siswa). Sedangkan rasio siswa per satu sekolah pada tahun yang sama, yaitu Sekolah
Dasar (194 murid); Madrasah Ibtidayah (203 murid); Sekolah Menengah Pertama
(330 siswa); Madrasah Tsanawiah (209 siswa); Sekolah Menengah Atas (398 siswa)
Madrasah Aliyah (150 siswa) serta Sekolah Menengah Kejuruan (203 siswa). Di
samping kondisi rusak ruang kelas, kondisi siswa dan guru di jenjang pendidikan
dasar dan pendidikan menengah juga perlu menjadi bahan kebijakan dan perencanaaan
bidang pendidikan ke depan, misalnya peningkatan jumlah pengadaan ruang kelas baru
(RKB), unit sekolah baru (USB), kegiatan rehabilitasi gedung sekolah, dan lain
sebagainya.
D. Pendidikan Tinggi
Kondisi pendidikan tinggi sampai tahun 2007 terdapat tujuh buah perguruan tinggi,
satu perguruan tinggi dengan status negeri (STIA- LAN) bekerjasama dengan
Pemerintah Daerah dan enam perguruan tinggi lainnya berstatus swasta (STIE YAPTI,
STKIP, Universitas Muhammadiyah, STAI DDI, STAI YAPNAS, dan STAI Al-
Amanah). Pemerataan dan perluasan akses ketujuh pendidikan tinggi tersebut ditandai
dengan jumlah mahasiswa semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah mahasiswa
(tidak termasuk STIA-LAN), sebanyak 824 orang (2004/2005); 1.188 orang
(2005/2006); 2.131 orang (2006/2007); dan 3.683 orang (2007/2008).
Selama kurun waktu 2003-2007, angka buta aksara mengalami penurunan dengan
menuntaskan 7.470 jiwa yang mengalami buta aksara. Pada tahun 2005, dari total
jumlah (Laki-laki dan Perempuan: 26.915 orang) kinerja yang relatif baik terjadi pada
peningkatan keaksaraan penduduk perempuan usia 30-44 tahun dalam kurun waktu
yang sama, yaitu 15.689 orang. Sementara itu tingkat keaksaraan penduduk laki-laki
usia 30-44 tahun meningkat sebesar 11.226 orang. Menurunnya angka buta aksara
yang sangat mencolok pada kelompok usia muda yaitu usia 30-44 tahun (11.840
orang, laki-Laki: 3.960 orang dan Perempuan: 7.880 orang), sehingga Pemerintah
Kabupaten Jeneponto meraih penghargaan “Anugerah Aksara” dalam memperingati
Hari Aksara Internasional pada tahun 2005.
Pembangunan daerah disektor kesehatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir
menunjukkan perkembangan yang semakin membaik, peningkatan akses masyarakat
terhadap sarana pelayanan dan pembangunan pelayanan kesehatan terus meningkat,
hal ini terlihat dari capaian indicator derajat kesehatan masyarakat Jeneponto. Pada
tahun 2004, Umur Harapan Hidup (UHH) masyarakat Jeneponto 62,3 tahun meningkat
36
menjadi 67,4 tahun pada tahun 2007. Angka Kematian Bayi (AKB) berada pada angka
3,28 per 1000 KH (kelahiran hidup) jauh lebih kecil dari angka nasional 26,9 per 1000
KH pada tahun 2007. Angka Kematian Ibu (AKI) berada pada 88,3 per 100.000 KH
jauh dibawah angka nasional yang berada pada tingkat 228 per 100.000 KH tahun
2007. Hasil pemantauan status gizi yang dilaksanakan pada tahun 2007 menunjukkan
324 (5,5 persen) anak berstatus gizi buruk, 1.413 (21,7 persen) anak berstatus gizi
kurang, 4.601 (70,6 persen) anak berstatus gizi baik, dan 178 (2,7 persen) anak
berstatus gizi lebih, angka ini juga menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari
angka nasional.
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi
menular seperti tuberkulosis paru, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), malaria,
diare, dan penyakit kulit. Jumlah penderita TB Paru di Kabupaten Jeneponto tahun
2007 yang diobati sebanyak 313 penderita, dan yang sembuh sebanyak 211 orang
berarti angka kesembuhan penderita TB Paru mencapai 67 %, pencapaian ini akan
terus ditingkatkan sampai mencapai angka tingkat kesembuhan 85%. Kasus demam
berdarah dengue (DBD) sebanyak 69 kasus dengan angka serangan (attack rate)
berkisar 0,1 persen dan CFR 2,9 persen, angka ini tidak mengindikasikan adanya
masalah kesehatan yang lebih besar. Kasus DBD ini lebih banyak ditemukan pada
kelompok umur 5-14 tahun dan paling sedikit pada kelompok umur > 45 tahun.
Penderita diare dari kelompok Balita tertangani telah mencapai 93,4 persen. Penyakit
kusta di Kabupaten Jeneponto tahun 2007 tercatat 278 penderita dengan penderita
selesai berobat sekitar 16,9 persen, angka ini cenderung mengalami perbaikan dari
tahun ke tahun. Angka serangan (attack rate) kasus rabies berkisar 0,1 persen dengan
CFR 5,3 persen. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada umumnya diderita Balita
sebanyak 390 jiwa, dan tertangani sebesar 94 persen.
Konsolidasi demokrasi akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kelembagaan
demokrasi yang kokoh. Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam
kehidupan sosial dan politik dapat dikatakan telah berjalan pada jalur dan arah yang
benar yang ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR,
37
DPD dan DPRD hasil pemilihan umum langsung dengan jumlah kontestan/partai
politik sebanyak 24 partai.
Pada sisi internal, pelembagaan penyaluran aspirasi masyarakat yang dilakukan partai
politik, diantaranya pengadaan unit pengaduan masyarakat, media center, kunjungan
kerja anggota (Reses) ke masyarakat, dan sebagainya. Di sisi eksternal, penyaluran
aspirasi masyarakat melalui kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berserikat sudah
menunjukkan perbaikan.
Secara umum, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum, dari mulai para peneliti
hukum, perancang peraturan perundang-undangan sampai tingkat pelaksana dan
penegak hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal memahami dan
berperilaku responsif gender. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di bidang
hukum juga tidak terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang ada.
Apalagi sistem, proses seleksi serta kebijakan pengembangan sumberdaya manusia
(SDM) di bidang hukum yang diterapkan ternyata tidak menghasilkan SDM yang
berkualitas.
Kondisi kemanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) saat ini semakin membaik,
ditandai dengan menurunnya angka kriminalitas. Dari Keseluruhan jumlah
kriminalitas di Kabupaten Jeneponto tahun 2007, tercatat jumlah pelanggaran pidana
tertinggi ditempati jenis perkara Penganiayaan sebanyak 33 perkara. Selanjutnya,
kasus Pencuriaan/Perampokan sebanyak 26 perkara, dan terendah berupa kasus
Pengrusakan, hanya 1 (satu) kali.
38
Bontoramba, Kecamatan Bangkala Kecamatan Bangkala Barat dan terdiri dari 113
Desa/Kelurahan meliputi 29 Kelurahan dan 84 Desa.
Meskipun indeks mengalami peningkatan dari kurun waktu 2003-2007 namun posisi
relatif masih berada pada peringkat 23 kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan.
Dalam lima tahun periode kepemimpinan ke depan, peningkatan peringkat IPM ini
merupakan isu strategis yang paling utama untuk mencapai visi pembangunan
Kabupaten Jeneponto.
Untuk mencapai hal tersebut, Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun yang telah dicanangkan untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk,
melalui peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas.
Program yang sejalan dengan itu, juga dicanangkan untuk menurunkan angka buta
aksara penduduk usia 15 tahun keatas. Pada bidang kesehatan, ketersediaan prasarana
dan sarana kesehatan masyarakat akan terus ditingkatkan, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas layanan kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
tinggi, terutama meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH). Disamping itu
pengembangan ekonomi daerah berbasis kerakyatan dan bernilai tambah tinggi untuk
meningkatkan indeks komposit paritas daya beli (puschasing power parity) sebagai
indikator standar hidup layak bagi masyarakat Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun
ke depan.
Salah satu isu yang memerlukan perhatian pada pembangunan pada masa mendatang
adalah Isu Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Isu
penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran menjadi isu yang utama
dan sangat penting karena pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Kabupaten
39
Jeneponto masih cukup banyak, demikian pula dengan jumlah pengangguran pada
tahun 2007 masih cukup tinggi yakni sebanyak 4.048 jiwa (2,28%).
Walaupun jumlah Rumah Tangga Miskin dari tahun ke tahun terus mengalami
penurunan, namun perlu tetap dioptimalkan penanganannya dengan menetapkan
target-target capaian yang signifikan.
Pencapaian target tersebut dilakukan melalui upaya-upaya perlindungan dan
keberpihakan terhadap rakyat miskin dengan meningkatkan produksi dan menekan
konsumsi pada tingkat rumah tangga miskin, peningkatkan akses dan mutu pelayanan
dan infrastruktur dasar, peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses-proses
pembangunan, serta peningkatkan usaha rakyat dalam rangka meningkatkan daya beli
masyarakat
Produktifitas sumberdaya alam (SDA) masih relatif rendah, antara lain karena adanya
pengaruh dari dampak perubahan lingkungan global, optimalisasi pemanfaatan lahan
yang belum optimal, keterbatasan sumber daya air dan pengelolaannya masih terbatas,
sektor pertambangan belum dikelola secara optimal. Kontribusi Sektor Pertanian
dalam PDRB masih dominan (54,39 persen), sedangkan dukungan SDA pertanian
semakin terbatas, sementara disisi lain kontribusi terbesar kedua (20,05) merupakan
sektor jasa non-produktif. Pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan belum
optimal (telah dibangun KIPPT sebagai power drive dengan beberapa komponen
utama yang telah dibangun: SMK Kelautan, Sarana Pariwisata/Hotel, PPI dan Mesin
Pengolahan Rumput Laut). Sebagian besar hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan
belum memberikan nilai tambah(pada umumnya masih merupakan produk primer).
Pertumbuhan ekonomi daerah dalam lima tahun terakhir, menunjukkan angka yang
belum signifikan. Ketergantungan pada sektor pertanian, meskipun menunjukkan
kecenderungan yang menurun, tetapi masih menunjukkan peran yang sangat dominan
(di atas 50 persen) terhadap perekonomian daerah. Kondisi tersebut diakibatkan oleh
rendahnya nilai tambah ekonomi yang mampu dihasilkan oleh sektor-sektor yang
dominan di daerah ini. Karena itu diperlukan aktivitas ekonomi masyarakat yang
mampu mendorong akselerasi pembangunan, salah satunya melalui peningkatan nilai
40
tambah, peningkatan daya saing dan optimalisasi faktor produksi pada sektor-sektor
ekonomi yang produktif.
Banyaknya pekerja yang bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif, juga akan
berakibat pada rendahnya pendapatan yang menyebabkan pekerja rawan terjatuh di
bawah garis kemiskinan. Pekerja yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang
produktif dapat dilihat dari banyaknya jumlah pekerja setengah penganggur yaitu
orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Kondisi ini harus dapat diatasi
dengan melakukan akselerasi pertumbuhan dan produktivitas kerja melalui
implementasi program-program pembangunan yang strategis, termasuk menciptakan
iklim investasi yang kondusif bagi daerah untuk lima tahun ke depan.
Salah satu tantangan utama dalam periode kepemimpinan lima tahun ke depan adalah
penanganan secara khusus pada desa-desa yang tergolong tertinggal dan sangat
tertinggal. Kondisi kehidupan masyarakat desa tertinggal dan sangat tertinggal
merupakan gambaran kehidupan masyarakat perdesaan dengan jumlah penduduk
miskin yang tinggi, keterbelakangan tingkat pendidikan, di mana sebagaian besar
penduduknya berpendidikan tidak mencapai wajib pendidikan dasar sembilan tahun
dan produktivitas masyarakat yang rendah.
Selain itu, masih terdapat kawasan yang tergolong kumuh pada daerah pantai dan
kawasan pesisir. Pada kawasan tersebut, mulai dari tingkat kepadatan penduduk,
kepadatan rumah dan bangunan hingga jumlah penduduk miskin yang tergolong
tinggi. Kegiatan usaha ekonomi masyarakat masih mengandalkan sektor informal;
kondisi rumah dan bangunan yang tidak layak huni; ketidakteraturan tata letak rumah
dan bangunan; tingkat kerawanan kondisi kesehatan dan lingkungan yang tinggi; dan
tingkat kerawanan sosial serta angka kriminalitas yang disebabkan oleh tingginya
kesenjangan sosial ekonomi masyarakat.
E. Pembangunan Gender
Kualitas hidup dan peran perempuan yang belum optimal, terutama di bidang
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Keadilan dan kesetaraan gender belum
sepenuhnya dapat diwujudkan karena masih kuatnya pengaruh dari nilai-nilai sosial
budaya yang patriarki, yaitu menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan
dan peran yang berbeda dan tidak setara, sehingga terjadi diskriminasi terhadap
perempuan. Kurangnya perhatian terhadap pemberdayaan perempuan, khususnya
untuk kesehatan perempuan menyebabkan tingginya angka kematian ibu, serta tidak
terprogramnya keluarga berencana dan ketidakcukupan konsumsi nutrisi khususnya
perempuan hamil dan menyusui.
41
Masalah keterwakilan suara dan kebutuhan perempuan dalam pengambilan keputusan
kebijakan publik juga sangat penting, karena produk kebijakan yang bias gender hanya
akan melanggengkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan terhadap perempuan yang
berakibat pada pemiskinan kaum perempuan.
Salah satu yang harus berperan mengontrol dan meningkatkan pelayanan pemerintah
adalah kelembagaan masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa penyebab utama
kegagalan kebijakan dan program pembangunan dalam mengatasi berbagai masalah
adalah lemahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, mulai dari proses
perumusan perencanaan, implementasi program hingga pada pemantauan dan evaluasi
kebijakan dan program pembangunan.
42
BAB III
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN NILAI DASAR
3.1. Visi
Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Dalam jangka panjang, Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Jeneponto
sebagaimana termaktub di dalam RPJPD Kabupaten Jeneponto Tahun 2006-2026
adalah ”Jeneponto yang Maju, Tangguh dan Bermartabat dengan Bernafaskan
Keagamaan”.
Dengan mengacu pada visi pembangunan jangka panjang tersebut dan mengakomodasi
Visi dan Misi Bupati/Wakil Bupati terpilih serta mempertimbangkan kondisi obyektif,
tahap perkembangan, hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, dan prospek
pembangunan Kabupaten Jeneponto ke depan, maka Visi Pembangunan Daerah
Kabupaten Jeneponto dalam jangka menengah (2008-2013) adalah:
3.2. Misi
Untuk mendukung pencapaian visi pembangunan jangka menengah Kabupaten
Jeneponto, maka dirumuskan misi sebagai berikut:
43
1. Memperkuat kelembagaan pemerintah dan masyarakat;
2. Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat;
3. Meningkatkan sarana dan prasarana wilayah secara merata; dan
4. Memperkuat dan memberdayakan ekonomi kerakyatan.
3.3. Tujuan dan Sasaran
Dengan mengacu pada Visi dan Misi di atas, maka telah dirumuskan tujuan dan
sasaran pembangunan Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun mendatang (2008-
2013).
Terkait dengan misi memperkuat kelembagaan pemerintah dan masyarakat, maka
tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan kualitas dan
profesionalisme aparatur pemerintah untuk menuju kepada terciptanya good
governance; dan (ii) meningkatkan keberdayaan masyarakat yang partisipatif dan
responsif, dengan sasaran yang ingin dicapai: (i) meningkatnya kapasitas dan
kompetensi aparatur pemerintah daerah dalam mewujudkan pelayanan publik
berdasarkan standar pelayanan minimal; (ii) terwujudnya kelembagaan pemerintah
yang kuat dan profesional; dan (iii) terciptanya kelembagaan masyarakat yang
berdaya, partisipatif dan responsif.
Terkait dengan misi mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat, maka tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i)
mengembangkan pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
hubungan yang setara, harmonis dan dinamis; (ii) menciptakan iklim investasi yang
kondusif bagi pengembangan ekonomi daerah; dan (iii) meningkatkan kemandirian
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dengan sasaran yang ingin
dicapai: (i) terciptanya pola hubungan yang setara dan harmonis antara pemerintah,
swasta dan masyarakat; (ii) meningkatnya peran dan partisipasi swasta dan masyarakat
dalam pembangunan; (iii) terciptanya kemudahan akses masyarakat terhadap
pemerintahan dan pembangunan; (iv) tersedianya regulasi yang menjamin keamanan
dan kemudahan investasi di daerah; (v) terwujudnya kekhasan yang merujuk pada
potensi kewilayahan dan kearifan lokal daerah; dan (vi) meningkatnya kualitas
pelayanan publik
Terkait dengan misi meningkatkan sarana dan prasarana wilayah secara merata,
maka tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan penataan
dan pemanfaatan ruang; dan (ii) meningkatkan ketersediaan infrastruktur baik
infrastruktur wilayah maupun infrastruktur dasar serta keirigasian, dengan sasaran
yang ingin dicapai: (i) terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dalam mendukung
percepatan pembangunan ekonomi daerah khususnya pada wilayah-wilayah terisolasi;
(ii) meningkatnya penataan ruang melalui proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; (iii) terpenuhinya kebutuhan infrastruktur
dasar pendidikan dan kesehatan; dan (iv) meningkatnya ketersediaan infrastruktur
yang mendukung pengembangan komoditas unggulan.
44
Terkait dengan misi memperkuat dan memberdayakan ekonomi kerakyatan, maka
tujuan pembangunan daerah diarahkan pada upaya: (i) meningkatkan kemampuan
lembaga dan pelaku ekonomi kerakyatan serta dunia usaha; dan (ii) meningkatkan
kemandirian bagi pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah; dan (iii)
mempermudah akses modal dan pemasaran bagi masyarakat khususnya masyarakat
miskin, dengan sasaran yang ingin dicapai: (i) meningkatnya kemampuan lembaga
dan kemampuan pelaku ekonomi kerakyatan; (ii) tersedianya regulasi yang menjamin
kemudahan akses permodalan bagi masyarakat miskin dan pelaku sektor ekonomi; (iii)
terwujudnya profesionalisme pelaku koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
(iv) meningkatnya akses informasi bagi pelaku ekonomi kerakyatan terhadap mutu
produksi dan pemasaran; dan (v) meningkatnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas
produksi.
3.4. Nilai Dasar
Nilai-nilai luhur yang digali dari ajaran agama dan kearifan lokal yang dibangun dan
sekaligus dipedomani dalam proses pembangunan jangka menengah Kabupaten
Jeneponto adalah siri’ na pace; sikamaseang; sipakatau; sipakalabbiri; sipakainga;
sipakalalo; toddopuli; empo sipitangarri; iya kana iya rupa gau; kuntu tojeng, tatta’
tojeng; abbulo sibatang accera sitongka-tongka; yang bermakna perlunya menjalin
kerjasama, teguh dan komitmen kuat dalam memegang prinsip dan kebenaran,
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial berdasarkan penghargaan kepada sesama
manusia atau kelompok manusia, serta saling mengingatkan kepada kebaikan dan
saling mencegah pada kejahatan.
Prinsip dan nilai lain yang dilahirkan sekaligus anutan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Jeneponto adalah:
1. Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan masyarakat
umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan selektif dengan mengutamakan
masyarakat sebagai penerima manfaat bukan objek pembangunan tetapi berperan
serta dalam setiap program pembangunan.
2. Profesionalitas dan Kemandirian adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
agar mampu memberikan pelayanan secara prima kepada masyarakat sebagai
wujud pengabdian yang tulus (akkusiang). Asas ini juga menghendaki perwujudan
pemerintahan yang mampu mengembangkan sikap reward and punishment bagi
warganya. Dalam arti bahwa penghargaan akan diberikan pada siapapun yang
berprestasi, demikian pula dengan hukuman diberikan tanpa diskriminasi. Berbasis
pada nilai kerja keras yang berbasis pada keyakinan bahwa pembangunan hanya
dapat berhasil melalui kerja keras yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sebagai semangat kerja, tekad untuk pantang mundur sebelum berhasil dalam
falsafah takkalai nisombalang kualleangngangi tallangi natowaliya;
3. Transparansi adalah terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap semua informasi terkait seperti berbagai peraturan peraturan perundang-
45
undangan serta kebijakan pemerintah baik ditingkat pusat maupun di daerah. Nilai
ini telah mewujud dalam perilaku sosial leluhur yakni kebiasaan empo sipitangarri,
bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah, dapat diakses/diketahui oleh
masyarakat dan dapat diketahui secara jelas proses perumusan kebijakan publik dan
pelaksanaannya.
4. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan pemerintah daerah harus dapat dipertanggung jawabkan atas
keberhasilan maupun kegagalanya dalam melaksanakan misinya dan pencapaian
tujuan serta sasaran yang ditetapkan secara periodik. Pernyataan ini termaktub
dalam pesan leluhur iya kana iya rupa gau; bahwa apa yang telah
dinyatakan/direncanakan maka itulah yang harus dilaksanakan. Setiap instansi
pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan
pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepadanya mulai dari tahap perencanaan, implementasi sampai pada pemantauan
dan evaluasi kepada masyarakat.
5. Kepastian hukum adalah sistem kepemerintahan yang dapat menjamin kepastian
hukum, rasa keadilan dan perlindungan hidup bagi masyarakat serta mendorong
partisipasi masyarakat dalam penegakan dan ketaatan terhadap hukum. Kuntu
tojeng; tatta tojeng sebagai nilai yang menjamin bahwa aturan atau kebenaran
harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
6. Demokratis dapat dicermati melalui angngaru-mangngaru, sumpah kesetiaan dan
kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat. Assamaturu; passamaturukang;
abbulo sibatang; a’rappungang; Persatuan dan kesatuan dengan makna
kebersamaan dalam kemufakatan sebagai kiat untuk mempertemukan berbagai
aspirasi masyarakat menjadi basis harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.
Adat lebih menentukan dari penguasa, bahkan rakyat lebih menentukan dari adat.
Kekuasaan di tangan rakyat, terungkap dalam amanah kearifan lokal parentai
tauwa ri ero’na, siri’na tumabuttayya niaki ri pammarentana.
46
BAB IV
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
Dengan mengacu pada Visi dan Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Jeneponto periode
tahun 2008–2013 serta dengan memperhatikan berbagai aspek keberhasilan yang telah
diraih, beberapa masalah yang belum terselesaikan, dan beragam potensi dan peluang
yang tersedia, maka telah dirumuskan strategi dan arah kebijakan pokok untuk lima
tahun ke depan sebagai berikut:
47
Terkait dengan skema pertama, kebijakan pembangunan diarahkan pada: (i) pemberian
subsidi atau bantuan pelayanan kesehatan dan pendidikan secara bertahap; (ii)
memberikan bantuan dan subsidi kepada penduduk miskin terkait dengan pemenuhan
kebutuhan pangan; dan (iii) peningkatan akses penduduk terhadap air bersih dan
perbaikan sanitasi. Sedangkan terkait dengan skema kedua, kebijakan pembangunan
diarahkan pada: (i) membuka lapangan kerja seluas-luasnya, khususnya bagi
penduduk miskin; (ii) memberikan bantuan modal usaha mikro kepada penduduk
miskin untuk membuka usaha-usaha kecil (sektor informal) yang disertai dengan
upaya pemantauan; (iii) melakukan pembinaan, pendidikan dan pelatihan secara
terstruktur sesuai dengan bidang usaha yang digeluti; (iv) memberikan akses petani
terhadap air untuk lahan pertanian, pupuk dan aneka varietas bibit unggul; dan (v)
melanjutkan pembangunan fasilitas infrastruktur jalan diwilayah-wilayah terpencil
guna lebih memperlancar mobilitas barang dan jasa.
48
melalui pembinaan dan pelatihan petani-petani lokal; dan (iii) peningkatan dukungan
pemerintah yang terkait dengan pengembangan jaringan kemitraan dan pemasaran
dengan melibatkan berbagai stakeholder termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat.
Agar daerah ini bisa tetap menjadi yang terdepan di bidang kesiapan pemerintah
daerah dalam memberikan pelayanan kepada pelaku usaha, penguatan kelembagaan
akan diarahkan dalam penguatan kelembagaan pemerintah dan penguatan
kelembagaan masyarakat.
49
Strategi 7: Pemantapan Kehidupan Keagamaan
50
BAB V
KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
2. Perbaikan Taraf Hidup Masyarakat, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Kesehatan, Pekerjaan umum, Tenaga Kerja dan Sosial, Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, Pertanian, Perdagangan, Industri dan Pertambangan,
Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Keluarga Berencana/Keluarga Sejahtera.
3. Peningkatan Pelayanan Publik, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Perencanaan, Pekerjaan umum, Perhubungan, Tenaga Kerja dan Sosial, Penataan
Ruang, Pariwisata, Pertanian, Kesehatan, Pendidikan, Ketahanan Pangan,
Lingkungan Hidup, Kependudukan dan Catatan Sipil dan Perpustakaan.
4. Pengembangan Komoditas Unggulan, sektor yang mendukung strategi ini adalah
Penataan Ruang, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Penanaman
Modal, Pertanian, Pariwisata, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan dan
Perdagangan, Industri dan Pertambangan.
5. Penguatan dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, sektor yang mendukung
strategi ini adalah Perhubungan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pertanian, Kelautan dan Perikanan,
6. Penguatan Kelembagaan Pemerintah Daerah dan Masyarakat, sektor yang
mendukung strategi ini adalah Pendidikan, Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera, Perencanaan Pembangunan, Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah, Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, Otonomi Daerah,
Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Pertanian, Pariwisata dan Ketahanan Pangan.
7. Pemantapan Kehidupan Keagamaan sektor yang mendukung strategi ini adalah
bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan, Kesatuan
Bangsa dan Politik Dalam Negeri.
51
5.2. Program Pembangunan Daerah
1. Pendidikan
Kebijakan sektor pendidikan meliputi: (1) pendidikan gratis; (2) pengentasan buta
aksara; (3) meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan; (4) mengembangkan sekolah
kejuruan berbasis sumber daya lokal; (5) mengembangkan sekolah berstandar
internasional; dan (6) peningkatan life skill masyarakat,
2. Kesehatan
52
Perbaikan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-
Paru/Rumah Sakit Mata; (16) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah
Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata; (17) Program Kemitraan
Peningkatan Pelayanan Kesehatan; (18) Pengembangan Otonomi Daerah Bidang
Kesehatan; (19) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; (20) Program
Peningkatan Pengembangan Mutu SDM pelayanan kesehatan masyarakat; (21)
Program Peningkatan Kebijakan, Manajemen dan Sistem Informasi Kesehatan; (22)
Program Pengawasan Obat dan Makanan; (23) Pengembangan Manajemen Bidang
Pelayanan Kesehatan; (24) Pengawasan dan Pengendalian Kesehatan Makanan.
3. Pekerjaan Umum
Kebijakan sektor pekerjaan umum meliputi: (1) peningkatan pembangunan jalan dan
jembatan di wilayah-wilayah terpencil dan sentra produksi guna lebih memperlancar
mobilitas manusia, barang dan jasa; (2) peningkatan pengelolaan sumberdaya air
meliputi penyediaan air bersih dan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; (3)
peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dan pemeliharaan jalan dan
jembatan serta sarana dan prasarana irigasi; dan (4) peningkatan sarana dan prasarana
permukiman pada daerah perkotaan dan pedesaan.
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif sektor pekerjaan umum adalah: (1)
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah; (2)
Program Pembangunan Kawasan Kumuh; (3) Program Pengembangan dan
Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya; (4) Program
Pembangunan Jalan dan Jembatan; (5) Program Pembangunan Jalan Lingkungan,
Jalan Setapak dan Jembatan; (6) Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan; (7) Program Tanggap Darurat Jalan dan Jembatan; (8) Program
Pembangunan Saluran Drainase/Gorong – Gorong/ Kanal Permukaan; (9) Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaaan; (10) Program Pembangunan Air Minum
Perkotaan/Pedesan; (11) Program Pembangunan Air Limbah Perkotaan; (12) Program
Pembangunan Sanitasi Perkotaan; dan (13) Program Jaringan Irigasi Pengembangan
dan Pengelolaan Jaringan Irigasi Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya.
4. Penataan Ruang
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang penataan ruang adalah: (1)
Program Pengembangan Perumahan; (2) Program Pemanfaatan Ruang; (3) Program
Pengendalian Pemanfaatan Ruang; (4) Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana
53
Alam/Sosial; (5) Program Lingkungan Sehat Perumahan; (6) Program Pengembangan
Kinerja Pengelolaan Persampahan; (7) Program Ruang Terbuka Hijau; (8) Program
Peningkatan Kesiagaan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran; dan (9) Program
Perencanaan Tata Ruang.
5. Perencanaan Pembangunan
6. Perhubungan
54
7. Lingkungan Hidup
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang lingkungan hidup adalah: (1)
Program Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup; (2) Program Pencegahan
Pencemaran Air; (3) Program Pengembangan Kinerja Pengolahan Persampahan; (4)
Program Pengendalian Pencemaran dan Pengrusakan Lingkungan Hidup; (5) Program
Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam; (6) Program Pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau; dan (7) Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir Laut.
55
Kesehatan Reproduksi Remaja; (4) Program Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi
Keluarga Dalam Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UPPKS); (5) Program Promosi
Kesehatan Ibu, Bayi Ibu dan Anak Melalui Kelompok Kegiatan Di Masyarakat; (6)
Program Pembinaan Perena Serta Masyarakat Dalam Pelayanan KB/KR yang
Mandiri; (7) Program Pengembangan Pusat Pelayanan Informasi dan Konseling KRR;
(8) Program Peningkatan Penanggulangan Narkoba, PMS Termasuk HIV/AIDS; (9)
Program Penyiapan Tenaga Pendamping Kelompok Bina Keluarga; (10) Program
Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Jender Dalam Pembangunan; (11) Program
Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender; (12) Program Peningkatan
Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan.
Kebijakan bidang tenaga kerja yang meliputi transmigrasi dan sosial adalah: (1)
peningkatan keterampilan dan kualitas tenaga kerja dalam rangka perluasan
kesempatan kerja di berbagai sektor; (2) penyediaan lapangan kerja dan kesempatan
kerja serta penguatan dan penyelarasan regulasi bidang ketenagakerjaan; (3)
peningkatan kinerja aparat dan kualitas sdm instruktur dan tenaga kepelatihan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kompetensi kerja; (4) peningkatan
dan Pengembangan wilayah transmigrasi melalui pembangunan sarana dan prasarana
transmigrasi; dan (5) peningkatan pelayanan dan rehabilitas Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang tenaga kerja adalah: (1)
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja; (2) Program
Perluasan Kesempatan Kerja; (3) Program Peningkatan Kesempatan Kerja; (4)
Program 3 in 1; (5) Program Pemanfaatan Dan Pengembangan Tenaga Kerja; (6)
Program Perlindungan dan Pengawasan Tenaga Kerja; (7) Program Pembinaan Panti
Asuhan; (8) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS); (9) Program Pengembangan Wilayah Transmigrasi Transmigrasi
Umum (10) Program Revitalisasi Sarana dan Prasarana LLK (eks BLK);dan (11)
Program Transmigrasi Lokal (TL);
Kebijakan bidang koperasi dan usaha mikro kecil menengah diarahkan pada
Pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pembinaan koperasi dan pelaku usaha
mikro, kecil dan menengah yang diarahkan pada pengembangan kelembangaan,
penguatan fasilitas permodalan, peningkatan SDM pengelola koperasi dan pelaku
UMKM serta menfasilitasi kemitraan, informasi pasar, promosi serta peluang pasar
komoditi unggulan daerah.
56
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang koperasi dan usaha kecil
menengah adalah: (1) Program Pengembangan Fasilitas dan Pembiayaan Penguatan
Modal Kerja/Investasi bagi Koperasi & Pelaku UMKM; (2) Program Pengembangan
Promosi, Kemitraan dan Jaringan Pasar Serta Peluang Usaha Produk Anggota
Koperasi dan UMKM; (3) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan
Kompetitif Pengelola Koperasi dan Pelaku UMKM; (4) Program Peningkatan Kualitas
Kelembagaan Koperasi dan (5) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Usaha
Koperasi dan UMKM
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang kesatuan bangsa dan politik
dalam negeri adalah: (1) Program Pengembangan Wawasan Kebangsaan; (2) Program
Kemitraan Pengembangan Wawasan Kebangsaan; (3) Program Pemberdayaan
Masyarakat Untuk Menjaga Ketertiban dan Keamanan; (4) Program Peningkatan
Pemberantasan Penyakit Masyarakat (PEKAT) (5) Program Pendidikan Politik
Masyarakat; (6) Program Pencegahan Dini dan Penanggulangan Korban Bencana
Alam; dan (7) Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan.
57
nilai-nilai keagamaan sebagai spirit utama dalam pelaksanaan program-program
pembangunan daerah.
58
Berdasarkan kebijakan tersebut, program indikatif bidang pemberdayaan masyarakat
desa adalah: (1) Program Peningkatan Pratisipasi Masyarakat; (2) Program
Peningkatan Peran Perempuan Perdesaan; (3) Program Penguatan Kelembagaan
Ekonomi Perdesaan; (4) Program Pengembangan dan Pemanfaatan Tekonologi Tepat
Guna; (5) Program Pengembangan dan Pembangunan Baruga Sayang; (6) Program
Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan; (7) Program Peningkatan
Pemberdayaan Pemerintah Desa/Kelurahan; (8) Program Peningkatan Masyarakat
Dalam Membangun Desa; (9) Program Peningkatan Aparatur Pemerintah Desa; dan
(10) Program Pembinaan dan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa.
17. Perpustakaan
18. Pertanian
59
mengkampanyekan gerakan Jeneponto Go-Green; (4) peningkatan ketahanan pangan
perkebunan melalui penerapan teknologi perkebunan; dan (5) peningkatan pemasaran
hasil produksi perkebunan melalui penyediaan sarana dan prasarana perkebunan.
20. Pariwisata
60
pembangunan industri dan ekspor dalam kelautan dan perikanan; dan (4)
meningkatkan produktivitas pada komoditi unggulan dalam rangka pengembangan
ekonomi kerakyatan yang diarahkan pada pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan.
61
kesehatan, program penyediaan obat dan pebekalan kesehatan masyarakat, program
usaha kesehatan masyarakat, program lingkungan sehat dan perbaikan gizi masyarakat.
bidang pekerjaan umum meliputi antara lain program peningkatan jalan dan jembatan,
program sumberdaya air dan keirigasian, program pengembangan infrastruktur daerah
tertinggal. Bidang pertanian meliputi program peningktan produktivitas pertanian,
program sarana dan prasarana pengelolaan pertanian.
Dalam kerangka pendanaan tersebut juga, maka terdapat program yang bersifat
multiyear seperti program pendidikan anak usia dini, program Jamkesda, program
Jeneponto Go Green, program peningkatan jalan dan jembatan, program upaya
kesehatan masyarakat, program penyediaan obat dan perbekalan kesehatan
masyarakat.
BAB VI
ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
62
6.1. Asumsi-Asumsi Keuangan Daerah
Penyusunan asumsi indikator makro ekonomi daerah akan memberikan gambaran dan
arah kebijakan bagi pemerintah untuk menentukan besaran anggaran belanja daerah
yang dibutuhkan, besaran pendapatan yang akan diperoleh dan besaran surplus atau
defisit anggaran dalam setiap tahunnya. Beberapa indikator makro ekonomi daerah
yang memegang peran penting dalam penyusunan keuangan daerah adalah
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan tingkat pengangguran.
63
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberi dampak positif terhadap penurunan
kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja apabila diiringi dengan tingkat inflasi
yang terkendali dan tidak terlalu tinggi. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Jeneponto yang digambarkan pada tahun-tahun sebelumnya menunjukan trend yang
baik dan dibarengi oleh inflasi yang terjangkau. Akan tetapi, tingkat inflasi akan
diperkirakan cenderung lebih tinggi di masa yang akan datang terutama pada tahun
2009 yang diperkirakan sebesar 8,48%. Hal ini terutama disebabkan oleh banyak
faktor yang saling terkait misalnya kenaikan harga-harga bahan makanan pokok yang
juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan tarif dasar listrik (TDL)
secara berkala dan fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM). Seiring dengan
perkiraan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik tiga tahun terakhir dalam
periode 2008-2013, tingkat inflasi juga diperkirakan akan tertekan hingga mencapai
6,5% pada tahun 2013. Dalam kurun waktu lima tahun kedepan (2008-2013), tingkat
inflasi di Kabupaten Jeneponto diperkirakan rata-rata sebesar 7,5% per tahun.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang relatif stabil akan
membawa dampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran. Pada tahun 2009
tingkat pengangguran diperkirakan masih cukup besar yakni 10,07%. Namun, seiring
dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang relatif membaik dan tingkat inflasi yang
relatif stabil, maka tingkat pengangguranpun diperkirakan akan berhasil ditekan hingga
hanya mencapai 5,01% pada tahun 2013. Dalam lima tahun ke depan periode 2008-
2013, tingkat pengangguran diperkirakan rata-rata sebesar 6,46%. Angka perkiraan ini
sangat optimis dapat dicapai melalui berbagai upaya pemerintah daerah yang
dilakukan secara komprehensif. Perkiraan indikator makro ekonomi daerah dalam
2008-2013 dapat dilihat pada table 6.1.
Tabel 6.1
Proyeksi Indikator Makro Perekonomian Daerah
Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 (Dalam %)
Tahun Rata-
No. Indikator Makro
2009 2010 2011 2012 2013 rata
1. Pertumbuhan 6,70 8,90 11,05 11,00 11,03 9,74
Ekonomi
2. Tingkat Inflasi 8,48 8,00 7,50 7,00 6,50 7,49
3. Tingkat Pengangguran 10,07 7,07 5,09 5,05 5,01 6,46
64
B. Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal daerah pada prinsipnya diarahkan untuk menjamin ketersediaan dana
dan memanfaatkannya secara lebih efisien, ekonomis dan efektif untuk memperlancar
roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Jeneponto. Dengan kata lain
kebijakan fiskal adalah sekumpulan tindakan yang berkaitan dengan peningkatan
pendapatan daerah.
65
4. Rencana tindakan peningkatan pendapatan daerah adalah merupakan program
terencana dan terpadu untuk: a). mencapai sasaran penerimaan daerah yang sesuai
dengan potensi yang ada, dan b). mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang
diperlukan dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi pada sumber-
sumber penerimaan daerah. Dari kedua tujuan diatas, jelas bahwa rencana
peningkatan daerah ini merupakan program yang bersifat self-corrected. Hal ini
berarti, selain untuk mencapai sasaran penerimaan daerah yang sesuai dengan
potensi yang ada (yang realistis), program terpadu ini juga ditujukan untuk
merekomendasikan revisi pada Peraturan Daerah untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan.
1. Penetapan dasar hukum Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-lain
dan melakukan penyesuaian tarif untuk obyek pajak tertentu;
2. Penataan Adminsitrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain-
lain;
3. Perumusan kebijakan umum pendapatan daerah;
4. Koordinasi konsultasi dan pembinaan pengelolaan pedapatan daerah;
5. Intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah;
6. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam bidang pendapatan daerah;
7. Peningkatan kompetensi aparatur pemungut pendapatan;
8. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan;
9. Penataan bidang perencanaan, pelaporan dan evaluasi pendapatan;
66
10. Pengembangan sumber-sumber pendapatan;
(a) Menyempurnakan Sistem dan Prosedur perpajakan dan retribusi daerah dengan
berpedoman pada misi yang terkandung dalam UU No. 18 Th. 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dan perubahannya yaitu UU No. 34 Th. 2000,
dengan tetap memperhatikan asas keadilan, pemerataan manfaat dan kemampuan
masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang
tercermin dalam peningkatan disiplin kerja, kejujuran, tanggung jawab dan
dedikasi serta melalui penyempurnaan sistem administrasi;
(e) Meningkatkan pembinaan secara terpadu dengan instansi terkait dan aparat
pengelola keuangan daerah.
Berdasarkan strategi tersebut, maka kebijakan pendapatan daerah periode tahun 2008-
2013 diarahkan pada upaya-upaya berikut ini:
3. Dana Perimbangan diharapkan minimal sama besarnya dari realisasi tahun tahun-
tahun sebelumnya dengan asumsi masih terjadi fiscal gap antara pendapatan-
belanja daerah, dengan mengupayakan ketepatan dan kelancaran dalm realisasinya.
67
Semua kebijakan tersebut, diharapkan membawa dampak positif dalam upaya
memastikan ketersediaan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten
Jeneponto. Kebijakan-kebijakan tersebut diperkirakan akan menghasilkan jumlah
pendapatan daerah dengan proyeksi sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6.2
Proyeksi Pendapatan Daerah
Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2013 (Dalam Rupiah)
Tahun Penganggaran
No Uraian
2009 2010 2011 2012 2013
1. Pendapatan Asli
13.034.719.760 14.431.280.897 15.977.471.872 17.689.324.270 19.584.587.327
Daerah
2. Dana Perimbangan 407.990.867.756 430.239.854.630 453.745.158.036 478.580.970.265,38 504.826.103.649,69
a. Bagi Hasil Pajak 57.776.636.756 60.970.568.813 64.341.063.622 67.897.881.693 71.651.323.104
& Bukan Pajak
b. Dana Alokasi 302.307.231.000 317.422.592.550 333.293.722.177,50 349.958.408.286,38 367.456.328.700,69
Umum
c. Dana Alokasi 47.907.000.000 51.846.693.267 56.110.372.237 60.724.680.286 65.718.451.845
Khusus
3. Lain-Lain Pendapatan
70.450.000.000 72..211.250.000 74.016.531.250 75.866.944.531 77.763.618.145
yang Sah
Pendapatan Daerah 491.475.587.516 516.882.385.527 543.739.161.158,50 572.137.239.066,38 602.174.309.121,69
(a) Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah daerah dalam
1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
(b) Seluruh pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto, mempunyai
makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan
belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau
dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.
(c) Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(e) Dalam upaya peningkatan PAD, pemerintah daerah tidak menetapkan kebijakan
yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut ditempuh melalui
68
penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi
daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah serta
meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti
dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan.
Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Karena sifatnya
mengurangi asset, maka kebijakan belanja daerah antara lain harus mampu
meningkatkan nilai tambah (added value) dari setiap pembelanjaan yang dilakukan,
sehingga dapat menjadi lebih berdaya guna dalam pencapaian Visi Daerah.
Berdasarkan hal tersebut, belanja daerah pada periode 2008-2013 diarahkan untuk
menjawab permasalahan sebagai berikut :
1. Belanja Pegawai (terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung
digunakan untuk membiayai kegiatan aparatur di bidang pelayanan yang hasil,
manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat,
diarahkan agar lebih efisien, efektif, realistis, dan proporsional terhadap belanja
langsung ( urusan wajib dan urusan pilihan);
2. Belanja Bantuan kepada Desa dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang
besarannya mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam menutupi
kesenjangan fiskal anggaran dan aspek keadilan serta pemerataan dengan
menggunakan pendekatan potensi dan kebutuhan daerah, wilayah, jumlah dan
penduduk masing-masing desa;
69
4. Belanja Langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat
dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat dengan prioritas:
a) Pelayanan pendidikan gratis;
b) Pelayanan kesehatan gratis;
c) Pengembangan kapasitas kelembagaan sosial dan ekonomi berbasis masyarakat;
d) Restrukturisasi, refungsionalisasi dan revitalisasi lembaga-lembaga
pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan pembangunan ekonomi serta
perkuatan ekonomi masyarakat;
e) Pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian dalam arti luas;
f) Pengembangan kawasan.
Implementasi belanja daerah pada prioritas daerah tersebut dilaksanakan dengan
tidak mengabaikan sektor lainnya;
70
6.3. Kebijakan Umum Anggaran
Bertitik tolak dari norma dan prinsip anggaran tersebut, maka kebijakan anggaran baik
dari sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
1. Kesenjangan fiskal anggaran berupa defisit antara pendapatan dan belanja terjadi
selama periode 2008-2013, besarannya bervariasi namun masih berada dibawah
batas ambang yang diperkenankan peraturan dan perundang-undangan. Namun
demikian, defisit anggaran memberikan kontribusi terhadap tingkat inflasi daerah.
71
2. Alokasi anggaran daerah selama periode 2008-2013 berdasarkan komparasi
antara belanja modal dengan non modal dan antara belanja langsung dengan
tidak langsung merupakan indikator yang selalu dicermati dalam hal mengukur
keberpihakan anggaran pemerintah daerah terhadap kepentingan pelayanan
masyarakat. Dalam kenyataannya komposisi antara belanja modal dan non modal
selalu tepat apabila dijadikan parameter yang menunjukkan keberpihakan
dimaksud. Hal ini dikarenakan anggaran non modal yang besar dialokasikan pada
kegiatan non fisik (human development capacity) dan kegiatan fisik (investment)
yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Agar perekonomian daerah tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat mengakomodasi masa
depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi
pemerintah Kabupaten Jeneponto periode 2008-2013 dalam mengatasi permasalahan
penganggaran adalah sebagai berikut:
Dengan strategi ini, kemampuan daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum
dan infrastruktur lainnya diharapkan akan meningkat. Hasil akhirnya, pemerintah
daerah akan dapat menarik investasi dan perusahaan-perusahaan baik dari dalam
maupun luar negeri yang berdampak terhadap peningkatan kemakmuran masyarakat
dan daya saing daerah.
72
BAB VII
PENUTUP
Program transisi merupakan program yang akan dijalankan pada akhir periode RPJMD
2008-2013, untuk menjembatani kekosongan dokumen perencanaan jangka menengah
pada akhir jabatan Kepala Daerah.
73
berkewajiban untuk melakukan pemantauan terhadap penjabaran RPJMD
Kabupaten Jeneponto tahun 2008-2013 ke dalam Rencana Strategis (Renstra)
setiap SKPD sebagai acuan dalam penyusunan Renja SKPD.
BUPATI JENEPONTO
ttd
H. RADJAMILO
74
75