Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI

Disusun Oleh :
Fathimah Ayu Rahimah

Pembimbing :
Dr. Agung Fabian Chandranegara, Sp.JP(K), FIHA

dr. Roza Septiana Putri

Internsip Stase IGD


RSUD PASAR REBO Jakarta
Timur Periode Mei 2022 - November
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Fathimah Ayu Rahimah

Judul Laporan Kasus : Supraventrikular Takikardi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Laporan Kasus Pasien pada program Internsip

Bagian Stase IGD RSUD PASAR REBO Jakarta.

Jakarta, 27 September 2022

Mengetahui,

Pembimbing

Dr. Agung Fabian Chandranegara, Sp.JP(K), FIHA dr. Roza Septiana Putri

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. S
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 61 tahun (24-03-1961)
• Alamat : Jl. KERJABAKTI, Jakarta Timur
• No. IGD : 011
• No. RM : 2017-751417
• Tanggal Masuk : 19 Juli 2022 ( 20:33:20 )
• Ruang Rawat : Ruang isolasi Melati

2. ANAMNESIS
Autoanamnesa

Keluhan utama : berdebar-debar sejak 30 menit sebelum masuk


rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan


berdebar-debar sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit, pasien
juga mengaku merasa lemas sejak 1 minggu yang lalu, tidak ada
pingsan dan kesulitan menggerakkan anggota badan, lemas diduga
akibat asupan makan yang berkurang. Pasien saat ini sedang
menjalani pengobatan TB sudah hari ke 4 namun berhenti di hari ke
3 akibat mual setiap mengkonsumis obat TB. Pasien mual + dan
muntah 2 x sejak kemarin isi makanan dan tidak ada darah -, BAB
cair disangkal, pasien mengaku batuk + sudah lebih dari 1 bulan
hilang timbul, batuk disertai dengan dahak, demam -, BAB dan
BAK dalam batas normal.

3
Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat Diabetes Melitus (+)

2. Riwayat Hipertensi (+)

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
GCS : 15

Tanda Vital
Tekanan Darah : 113/72 mmHg
Nadi : 165 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,2 °C
SpO2 : 99%

Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kepala : Normocephal, Kaku kuduk (-)
Mata. : Anemis (-), Ikterus (-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex
cahaya +/+
Bibir : Sianosis (-)
Leher. : JVP Tidak Meningkat

Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan


Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Vocal fremitus simetris normal
Perkusi : Paru kiri Sonor , Paru kanan Sonor
Auskultasi : Bunyi Pernapasan Vesikuler,
Bunyi tambahan : Ronchi (-/-), Wheezing (-/-)

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak

4
Palpasi : Apeks jantung tidak teraba,
Auskultasi : Bunyi jantung SI/II reguler, murmur (-),
gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas


Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)

Pemeriksaan Ekstremitas

Extremitas hangat Edema -/-/-/-

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG

Interpretasi:

 Irama : Reguler

 frekuensi : 155 x/menit

5
 Axis : Normoaxis

 P-R interval : sulit dinilai

 Gelombang P : sulit dinilai

 QRS : 0,12 s

 Kesimpulan : Supraventrikular Takikardi

Interpretasi:

 Irama : Irreguler

 frekuensi : 126 x/menit

 Axis : Normoaxis

 P-R interval : Berbeda - beda

 Gelombang P : Beberapa tertimpa di kompleks QRS

 QRS : 0,12 s

 Kesimpulan : Total AV blok

6
Interpretasi:

 Irama : Reguler

 frekuensi : 75 x/menit

 Axis : Normoaxis

 P-R interval : 0,16 s

 Gelombang P : normal

 QRS : 0,08 s

 Kesimpulan : Sinus rhythm

7
3. Laboratorium Darah 19/07/2022 20.53
Jenis Pemeriksaan Hasil
Hematologi rutin
Hemoglobin 11.4 g/dL
Hematokrit 36 %
Eritrosit 5.4 juta/µL
Leukosit 9.20 10’3/µL
Trombosit 638 ribu/µL
Hitung Jenis
Basofil 1 %
Eosinofil 4 %
Neutrofil Batang 0 %
Neutrofil Segmen 61 %
Limfosit 21 %
Monosit 13 %
LUC 0 %
Limfosit Absolut 1932 /µL
Neutrofil Limfosit Ratio 2.90
Kimia Klinik
SGOT 19 U/L
SGPT 11 U/L
Ureum Darah 12 mg/dL
Kreatinin Darah 0.93 mg/dL
eGFR 65.1 mL/min/1.73 m’2
GDS 134 mg/dL
Elektrolit
Na 137 mmol/L
K 3.4 mmol/L
Cl 98 mmol/L

8
4. Rontgen Thorax

Interpretasi :
Jantung kesan tidak membesar
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Trachea di garis tengah
Kedua hilus tidak menebal
Infiltrate di kedua lapang paru
Lengkung diafragma regular
Sinus kostofrenikus lancip
Tulang-tulang tak tampak kelainan
Kesan:
Tidak tampak kelainan radiologis pada jantung
Bronkopneumonia, DD/TB paru

9
4. DIAGNOSIS
TB paru on OAT H4
SVT
AV blok
DM tipe 2

5. TERAPI AWAL

Pukul Instruksi Awal


20:20 IVFD RA 500cc/8 jam
Inj Lanoxin ½ amp
Inj Omeprazole 40 mg
Inj Ondansetron 1 amp
O2 nasal 3/r

6. TERAPI LANJUTAN

2022-07- S / berdebar berkurang Jawaban konsulen :


19 O/ kes : CM GCS : 15 EKG terakhir
21:40 TD : 117/70 HR : TVAB
126 Inj lanoxin ½ amp
RR : 21 SpO2 : lagi
97 Bisoprolol extra 10
Mata : CA-/- SI -/- mg
Th : ves +/+ rh -/- Observasi dahulu
whez -/- EKG ulang 1-2 jam
BJ I&II reg, gal- mur- Pasang monitor
Abd : soepel BU +
Ext : akral hangat CRT
<2s
A/ SVT
TVAB
Vomitus
TB on OAT hari ke 4

10
P/ konsul SpJP
Dokter konsulen : dr.
Agung Fabian C, SpJP
2022-07- S / berdebar berkurang Jawaban konsulen :
19 O/ kes : CM GCS : 15 OAT tunda dahulu
21:56 TD : 117/70 HR : Inj Omeprazole 2x1
126 amp IV
RR : 21 SpO2 : Inj Ondancetron
97 3x4 mg IV
Mata : CA-/- SI -/-
Th : ves +/+ rh -/-
whez -/-
BJ I&II reg, gal- mur-
Abd : soepel BU +
Ext : akral hangat CRT
<2s
A/ SVT
TVAB
Vomitus
TB on OAT hari ke 4
P/ konsul Sp.P
Dokter konsulen : dr.
Muhammad Syaifullah
Sp.P
2022-07- S / berdebar berkurang Jawaban konsul :
19 O/ kes : CM GCS : 15 EKG sinus rhytm
23:02 TD : 110/66 HR : Terapi selanjutnya :
75 bisoprolol 1x5 mg
RR 21 SpO2 : po
98 Tanapres 1x2,5 mg
Mata : CA-/- SI -/- po
Th : ves +/+ rh -/-
whez -/-

11
BJ I&II reg, gal- mur-
Abd soepel BU +
Ext akral hangat CRT
<2s
A/ TVAB perbaikan
Vomitus
TB on OAT hari ke 4
P/ lapor ulang SpJP
Dokter konsulen : dr.
Agung Fabian C, SpJP
(K)

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Supraventricular tachycardia (SVT) adalah takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat. Perubahan
denyut jantung umumnya menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250
kali/menit.4
Kelainan SVT mencakup komponen sistem konduksi di bagian atas
bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal.
Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal
jantung.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi TSV pada populasi umum adalah 2,29 per 1.000 orang. Di
Amerika, kejadian TSV paroksismal diperkirakan 36 per 100.000 orang per
tahun (disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin), sehingga ada sekitar
89.000 kasus baru per tahun dan total ada sekitar 570.000 orang dengan TSV
paroksismal. Pada pasien yang tanpa penyakit kardiovaskular, TSV
paroksismal sering muncul pada usia yang lebih muda dibanding pasien
dengan penyakit kardiovaskular (37 vs 69 tahun; p = 0,0002) dan memiliki
TSV yang lebih cepat (186 kpm vs 155 kpm; p = 0,0006). Perempuan
memiliki risiko TSV dua kali lebih tinggi dibandingkan pria , dan individu
usia > 65 tahun memiliki risiko TSV >5 kali lebih sering dari pada orang
muda. Prevalensi TSVdi Pusat Jantung Nasional Harapan Kita berkisar 9%
dari seluruh pasien aritmia dan 1,26 % - 1,42 % dari seluruh jumlah kunjangan
rumah sakit3. Sampai saat ini data prevalensi TSV pada populasi umum di
Indonesia belum diketahui. 17
Salah satu jenis TSV, yaitu takikardia reentri nodus atrioventrikular
(TaRNAV) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Selain itu,
TaRNAV lebih sering muncul pada usia pertengahan atau lebih tua, sedangkan
pada usia remaja (dewasa muda), prevalensi antara TaRNAV dan TaRAV

13
seimbang, atau justru TaRAV lebih sering terjadi. Gambaran EKG preeksitasi
atau Wolff-Parkinson-White (WPW) di populasi berkisar 0,1% - 0,3%. Gejala
awal TSV sering muncul di awal dewasa muda, dengan rerata onsetnya adalah
32±18 tahun untuk TaRNAV, dan 23±14 tahun untuk TaRAV4. Sebaliknya,
pada populasi pediatrik, onset munculnya TaRAV (8 tahun) terjadi lebih dini
dibanding TaRNAV (11 tahun) . Pada perempuan tanpa penyakit
kardiovaskularlain, TSVsering muncul pada usia15–50tahun (58%),dan TSV
yang muncul pada saat kehamilan dilaporkan memperburuk gejala.17
2.3 Etiologi
1. Idiopatik, ditemukan hampir setengah jumlah insiden. Tipe idiopatik lebih
sering pada bayi daripada anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) 10-20% terjadi setelah konversi
menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar; yang disebabkan
oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras
tambahan.
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-
TGA)

2.4 Klasifikasi
Berikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular:
1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :
a. Sinus tachycardia
b. Inappropriate sinus tachycardia
c. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)
2) SVT yang melibatkan jaringan atrial :
a. Atrial tachycardia (Unifocal) (AT)
b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
c. Atrial fibrillation
d. Atrial flutter
3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :

14
a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)
b. AV reentrant tachycardia (AVRT)
c. Junctional ectopic tachycardia

2.5 Patofisiologi
AVNRT adalah tipe SVT yang paling sering ditemukan. Nodus AV
memiliki perluasan jalur di atrium yang pada beberapa individu impuls listrik
dikonduksikan melalui jalur ini dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga
menghasilkan jalur konduksi lambat dan jalur konduksi cepat. Jalur cepat
ditandai dengan kecepatan konduksi yang cepat, namun masa refrakternya
relative panjang, sedangkan jalur lambat ditandai dengan kecepatan konduksi

yang lambat dengan masa refrakter yang pendek.20

Normalnya, impuls yang melalui nodus AV akan melewati kedua jalur ini.
impuls yang melewati jalur cepat akan sampai ke bundle HIS terlebih dahulu.
Saat impuls yang melewati jalur lambat sampai ke bundle HIS, impuls tersebut
bertemu dengan jaringan yang sedang mengalami refrakter kemudian
menghilang. Sehingga pada keadaan normal, hanya impuls yang melewati

jalur cepat yang akhirnya diteruskan di ventrikel. 20

15
Gambar 2.1 mekanisme AVNRT

Jika terdapat impuls prematur atrium yang muncul tiba-tiba, impuls


tersebut tidak bisa melewati jalur cepat karena masa refrakter pada jalur cepat
panjang. Sehingga jalur lambat yang memiliki masa refrakter pendek (sudah
selesai berepolarisasi saat impuls prematur datan) dapat dimasuki impuls
tersebut. Jalur cepat saat itu menyelesaikan repolarisasinya sehingga impuls
dapat masuk melintasi 2 jalur, bundel HIS menuju ventrikel dan jalur balik ke
atrium melalui jalur cepat (retrograde pathway). Saat mencapai atrium, implus
kembali melintasi jalur lambat berulan- ulan sehina terbentuklah lenkun

reentrant dan takikardia mulai terjadi. 20

2.6 Gejala Klinis


Pasien dengan takikardia supraventrikular (SVT) biasanya dibawa
karena mendadak gelisah, bernafas cepat, tampak pucat, muntah-muntah, laju
nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung
atau kegagalan sirkulasi yang nyata. 6
Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah
lelah, pusing, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran.

16
Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di
tenggorokan.18
Pasien dengan TaRNAV dan TaRAV sering memberikan
gejala/keluhan yang sangat berbeda. Pasien dengan TaRNAV lebih sering
menggambarkan keluhannya sebagai dada yang bergetar atau leher yang
berdenyut keras. Keluhan ini mungkin terkait dengan aliran balik pulsatil saat
atrium kanan berkontraksi melawan katup trikuspid yang menutup. Sebuah
studi invasif menunjukkan bahwa tekanan atrium kiri pada saat TaRNAV
lebih tinggi dibanding pada saat TaRAV, sehingga pada TaRNAV ditemukan
kadar ANP (atrial natriuretic peptide) yang lebih tinggi dan lebih sering
terjadi poliuria dibanding pasien TaRAV atau kepak atrium.17
Gejala sinkop jarang ditemukan pada pasien TSV, namun keluhan
kliyengan sering terjadi. Pasien tua dengan TaRNAV lebih sering datang
dengan keluhan sinkop atau hampir sinkop. Penurunan tekanan darah pada
saat TSV sering terjadi pada awal terjadinya TSV (10 - 30 detik), yang
kemudian akan menjadi normal kembali setelah 30 – 60 detik. Berkaitan
dengan mengemudi, 57% pasien TSV mengalami keluhan saat mengemudi,
dan 24% menyatakan bahwa keluhan tersebut sangat mengganggu.17

2.7 Diagnosis
Diagnosis takikardi supraventrikular sering terlewatkan karena gejalanya
dianggap sebagai gejala gangguan cemas dan panic. Anamnesis pasien sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Biasanya diperlukan monitor Holter

untuk merekam gambaran aritmia dan menegakkan diagnosis.13

EKG 12 sadapan harus dilakukan pada pasien yang stabil dengan


memperhatikan ritme, laju, interval P-R (menggambarkan konduksi
atrioventrikular), hipertrofi, gelombang Q patologi, dan tanda-tanda
preeksitasi. Pada SVT, gelombang P retrograde kadang bisa terihat di sadapan
II atau III, atau dengan mencari pseudo R’ di sadapan V1, satu titik yang
menggambarkan gelombang P retrograde yang tumpang tindih. Namun,

17
gelombang P retrograd lebih sering terbenam di kompleks QRS sehingga tidak

dapat dikenali lagi. 13

EKG 12 sadapan dapat mengidentifikasi mekanisme aritima. Impuls listrik

pada SVT biasanya dapat diteruskan ke sistem konduksi ventrikel sehingga

kompleks QRS tetap dalam batas normal baik bentuk maupun durasinya.

Pertama, takikardi harus ditentukan terlebih dahulu apakah regular atau

ireguler. Jika laju ventrikular ireguler dan laju atrial melebihi laju ventrikel,

maka hal tersebut mengarah pada diagnosis atrial fibrilasi, atrial flutter, atau

multifocal atrial fibrilasi. Apabila SVT regular, maka mekanisme SVT

melibatkan nodus AV, bisa berupa AVNRT atau AVRT. 13

Kriteria SVT:

1. Irama : regular sampai sedikit irregular


2. Frekuensi : 150 kali permenit atau lebih (jika laju <150 kali permenit,
biasanya gelombang P dapat terlihat)
3. Konduksi P : gelombang P sulit diidentifikasi karena cenderung
tersembunyi di gelombang T atau kompleks QRS yang mendahuluinya.
4. Konduksi AV : interval PR tidak selalu bisa diukur.
5. Konduksi Ventrikular : durasi QRS 0.06-0.10 detik dengan bentuk yang
sama.

Gelombang P pada AVNRT sangat sulit untuk diidentifikasi karena


cenderung tersembunyi di gelombang T atau kompleks QRS yang
mendahuluinya, biasanya terlihat di akhir kompleks QRS dengan
gambaran defleksi negatif dan sempit di sadapan inferior (gelombang

18
pseudo S) dan sedikit defleksi positif di akhir kompleks QRS pada sadapan

V1 (pseudo R’). 13

2.8 Penatalaksanaan
Terapi yang dapat dilakukan pada keadaan akut berupa:

1. Manuver Vagal

Manuver vagal seperti Valsava dan pijat sinus karotis, merupakan

penanganan awal yang cukup sederhana dan mudah. Manuver vagal harus
dilakukan pada posisi supine. Manuver ini umumnya hanya efektif pada
SVT yang melibatkan nodus AV sebagai komponen utama dalam sirkuit
reentrant. Manuver Valsava, secara umum dilakukan dengan
meningkatkan tekanan intratorakalis melalui mengedan selama 10-30
detik, atau setara dengan tekanan 30-40 mmHg. Pijat sinus karotis
dilakukan setelah dipastikan tidak ada bruit pada auskultasi arteri karotis.
Dilakukan pada salah satu arteri karotis kiri atau kanan setinggi mungkin

dengan gerakan sirkuler selama 5-10 detik. Metode lain adalah dengan
cara menempelkan handuk yang telah dibasahi air es ke wajah pasien;
dapat juga dengan merendam wajah pasien langsung ke dalam air bersuhu
10 derajat Celcius. Kedua cara ini terbukti cukup efektif.

2. Adenosin

Pasien yang tidak merespons manuver vagal, dapat diberi adenosin


6 mg secara cepat melalui vena proksimal berdiameter besar (misalnya
antekubitus) diikuti dengan flush cairan salin 20 mL. Dapat diulang dua

kali setiap 1-2 menit dengan dosis 12 mg bila irama tidak berubah. Tingkat

kesuksesan adenosin pada AVNRT/AVRT mencapai 78-96%. Hati- hati


pada pasien pre-eksitasi (memiliki jalur aksesoris) karena dapat

19
menyebabkan atrial fibrillation dengan respons ventrikel cepat, oleh

karena itu harus tersedia defibrillator.

3. Kardioversi Tersinkronisasi

Kardioversi tersinkronisasi (synchronized cardioversion) harus


segera dilakukan pada pasien PSVT tidak stabil jika manuver vagal dan

adenosin gagal menterminasi SVT. Kardioversi dilakukan pada PSVT


dengan hipotensi, penurunan kesadaran, tanda- tanda syok, nyeri dada,

atau gejala gagal jantung akut. Dosis kardioversi dimulai dari 50 J, dapat
dinaikkan bertahap. Kardioversi juga direkomendasikan pada pasien PSVT

stabil jika terapi farmakologis tidak efektif atau dikontraindikasikan.


Kardioversi terbukti sangat efektif menterminasi berbagai jenis SVT dan
bila pasien stabil, prosedur dilakukan pada anestesi atau sedasi adekuat.

4. Penghambat Kanal Kalsium

Penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker) seperti


diltiazem dan verapamil intravena hanya diberikan pada pasien dengan
hemodinamik stabil; cara ini dapat menterminasi PSVT pada 64-98%

pasien. Obat-obat ini bekerja terutama pada nodus AV dan dapat


menghentikan PSVT re-entry yang bergantung pada konduksi melalui
nodus AV, atau memperlambat respons ventrikel pada SVT lain dengan

menghambat konduksi melalui nodus AV. Durasi kerja lebih panjang


menghasilkan terminasi PSVT yang lebih menetap. Hati-hati pada pasien
pre-eksitasi karena dapat mempercepat respons ventrikel, yang kemudian
dapat memicu ventricular fibrillation.

5. Penghambat Beta

20
Penghambat beta (beta blocker) intravena direkomendasikan pada
pasien PSVT dengan hemodinamik stabil. Walaupun tidak seefektif
penghambat kanal kalsium, penghambat beta memiliki profil keamanan
sangat baik. Penghambat beta yang dapat diberikan seperti esmolol,
metoprolol, propranolol, atenolol, dan lain-lain.

6. Digoxin

digoksin memiliki efek vagomimetik pada nodus AV. dengan merangsang


sistem saraf parasimpatis, ia memperlambat konduksi listrik di nodus
atrioventrikular, oleh karena itu, menurunkan denyut jantung. Dosis awal
0,25-0,5 mg, dapat diulangi 0,25 mg. Dosis awal dapat diberikan secara
oral atau intravena, dosis maksimal 1 mg/24 jam, dosis awal maksimal 8-
12 mcg/kgBB. Digoksin mempunyai onset kerja lebih lambat dalam
menghambat nodus AV dibandingkan penghambat kanal kalsium dan
penghambat beta, sehingga kurang dianjurkan sebagai terapi utama SVT
akut.14 Digoksin hanya direkomendasikan sebagai terapi jangka panjang
(ongoing management) SVT.

Tatalaksana takiaritmia menurut algoritma ACLS 2020:

21
Gambar 2.21 Algoritma Takikardia.

Catatan:
 Kardioversi rekomendasi dosis inisial
o QRS sempit teratur: 50-100J
o QRS sempit tidak teratur: 120-200J bifasik atau 200J monofasik
o QRS lebar teratur: 100J
o QRS lebar tidak teratur: dosis defibrilasi (tidak disinkronisasi)
 Adenosin IV
o Dosis pertama 6 mg IV bolus cepat, diikuti dengan flush NS
o Dosis kedua: 12 mg IV jika diperlukan

22
 Obat antiaritmia IV untuk takikardia QRS lebat teratur
o Amiodaron IV: dosis inisial 150 mg dalam 10 menit. Dapat diulang
bila terulang kembali. Diikuti dosis rumatan 1 mg/menit untuk 6
jam pertama.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association, 2011. Guidelines for cardiopulmonary
resuscitation and emergency cardiovascular care: Advanced life support.
Circulation, Volume 112, pp. 167-187.
2. Chun, T. U. H. & Van Hare, G. F., 2010. Advances in the approach to
treatment of supraventricular tachycardia in population. Current
Cardiology Reports, Volume 6, pp. 322-326.
3. Delacrétaz, E., 2012. Supraventricular Tachycardia. New England Journal
of Medicine, 354(10), pp. 1039-1051.
4. Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2010. Dysrythmias. Clinics of North
America, Volume 53, pp. 85-105.
5. Dubin, A., 2012. Cardiac arrhythmias. In: R. Kliegmann, R. Behrmann, H.
Jenson & B. Stanton, eds. Philadelphia: Saunders, Elsevier, pp. 1942-1950.
6. Hanash, C. R. & Crosson, J. E., 2010. Emergency Diagnosis and
Management of Arrhythmias. J Emerg Trauma Shock, Volume 3(3), p.
251–260.
7. Hanisch, D., 2012. Arrhythmias. Journal of Nursing, Volume 16, pp. 351-
362.
8. Iyer, V. R., 2013. Drug Therapy Considerations in Arrhythmias. Indian
Pacing and Electrophysiology Journal, Volume 8 (3), pp. 202-210.
9. Kannankeril, P. & Fish, F., 2011. Disorders of Cardiac Rhythm and
Conduction. In: , eds. . 7th ed.. In: H. Allen, D. Driscoll, R. Shaddy & T.
Feltes, eds. Moss and Adams' Heart Disease in Infants, Children, and
Adolescents: Including the Fetus and Young Adults 7th Ed. Philadelphia:
Lippincott, Williams and Wilkins, pp. 293-342.
10. Kantoch, M. J., 2011. Supraventricular tachycardia. Indian Journal,
Volume 72, pp. 609-619.
11. Kim, Y. H., Park, H.-S., Hyun, M. C. & Kim, Y.-N., 2012.
Tachyarrhythmia and Radiofrequency Catheter Ablation: Results From
1993 to 2011. Korean Circulation Journal, Volume 42, pp. 735-740.
12. Kothari, D. S. & Skinner, J. R., 2013. Tachycardias: an update. Volume
91, p. 136–144.
13. Lilly LS. Pathophysiologi of heart disease : a collaborative project of
medica student and faculty. Lippincott Williams & Wilkins. 2003. p. 279-
280.
14. Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular
Tachycardia. The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-
1448.
15. Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2013. Emergency Department
Management of the Patient With Supraventricular Tachycardia.
Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.
16. Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2011. Efficacy of
Adenosine for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia. The
Journal of Tehran University Heart Center, Volume 3(3), pp. 157-162.

24
17. Raharjo, SB, et al. Pedoman Tatalaksana Takiaritmia Supraventrikular
(TaSuV). Indonesian J Cardiol. 2017;38:109-50 ISSN 0126/3773
18. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2011. Supraventricular
Tachycardia in the Primary Care Setting: Agerelated Presentation,
Diagnosis, and Management. Journal of Health Care, 22(5), pp. 289-299.
19. Sekar, R. P., 2013. Epidemiology of Arrhythmias. Indian Pacing and
Electrophysiology Journal, Volume 8, pp. 8-13.
20. Tilley LP, Smith FWK, Oyama M, Sleeper MM. Manual of Canine and
Feline cardiology. 4th edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2007. p.
352.
21. Wong, K. K., Potts, J. E., Etheridge, S. P. & Sanatani, S., 2012.
Medications used to manage supraventricular tachycardia: A North
American Survey. Cardiology, Volume 27, pp. 199-203.

25
26

Anda mungkin juga menyukai