Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

GAGAL GINJAL AKUT PROGRESIF ATIPIKAL

Disusun Oleh :
Fathimah Ayu Rahimah

Pembimbing :
dr. Roza Septiana Putri

Internsip Stase IGD


RSUD PASAR REBO Jakarta
Timur Periode Mei 2022 - November
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Fathimah Ayu Rahimah

Judul Laporan Kasus : GAGAL GINJAL AKUT PROGRESIF ATIPIKAL

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Laporan Kasus Pasien pada program Internsip

Bagian Stase IGD RSUD PASAR REBO Jakarta.

Jakarta, 2 November 2022

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Roza Septiana Putri

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. JRS
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Umur : 3 tahun (18-03-2019)
• Alamat : Jl. Masjid 111 No.75
• No. RM : 2022-930488
• Tanggal Masuk : 15 Oktober 2022 ( 14:00:00 )

2. ANAMNESIS
Alloanamnesa

Keluhan utama : Tidak sadar

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan tidak sadar sejak
hari ini, ibu pasien awalnya mengaky pasien sudah mulai tidak BAK sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, 3 hari sebelum masuk rumah sajut pasien.
Mulai demam dan perut membesar, pasien juga batuk sejak 4 hari yang lalu
disertai dahak. Menurut ibu pasien, pasien masih bisa BAB dan BAB dalam
batas normal. 3 hari yang lalu pasien dibawa ke RSUD Cipayung, lalu keluarga
meminta pindah rumah sakit tanpa pendampingan petugas medis dibawa
dengan kendaraan pribadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Demam sejak tanggal 7/10/22 sempat berobat ke puskesmas, demam menurun
namun batuk masih terus menerus dan muntah-muntah. Muntah sebanyak 10 kali
berisi cairan. Lalu pasien di bawa ke RSUD Cipayung, sempat di rawar dari tanggal
11/10/22-14/10/22 dikatakan disana gangguan ginjal. Disarankan cuci darah, namun
keluarga pasien menolak. Akhirnya dibawa pulang.

3
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Buruk
GCS : E2V4M4 delirium
Tanda Vital
Tekanan Darah : 133/94 mmHg
Nadi : 114 x/menit
RR : 36 x/menit
Suhu : 36,5 °C
SpO2 : 99%
BB : 14 Kg
TB : 93 Cm
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepala : Normocephal, Kaku kuduk (-)
Mata. : Anemis (-), Ikterus (-), pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
Bibir : Sianosis (-)
Leher. : JVP Tidak Meningkat
Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan


Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Vocal fremitus simetris normal
Perkusi : Paru kiri Sonor , Paru kanan Sonor
Auskultasi : Bunyi Pernapasan Vesikuler,
Bunyi tambahan : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Apeks jantung tidak tampak


Palpasi : Apeks jantung tidak teraba,
Auskultasi : Bunyi jantung SI/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Distensi, kesan ascites


Auskultasi : Bising usus sulit terdengar
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Pemeriksaan Ekstremitas

Extremitas hangat Edema +/+/+/+

4
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

3. Laboratorium Darah 15/10/2022 14.26


Jenis Pemeriksaan Hasil
Hematologi rutin
Hemoglobin 11.4 g/dL
Hematokrit 32 %
Eritrosit 4.1 juta/µL
Leukosit 17.82 10’3/µL
Trombosit 422 ribu/µL
Hitung Jenis
Basofil 0 %
Eosinofil 0 %
Neutrofil Batang 0 %
Neutrofil Segmen 80 %
Limfosit 12 %
Monosit 80 %
LUC 12 %
Limfosit Absolut 2138 /µL
Neutrofil Limfosit Ratio 6.67
Kimia Klinik
SGOT 455 U/L
SGPT 762 U/L
Ureum Darah 319 mg/dL
Kreatinin Darah 9.97 mg/dL
eGFR 10.5 mL/min/1.73 m’2
GDS 128 mg/dL
Elektrolit
Na 125 mmol/L
K 4.3 mmol/L
Cl 88 mmol/L

5
4. DIAGNOSIS
Penurunan Kesadaran e.c Gagal ginjal akut progresif atipikal
Ensefalopati Hepaticum
Asidosis metabolic
Hiponatremia

5. TERAPI AWAL

Pukul Instruksi Awal


14:00 O2 nrm 5 lpm
IVFD Kaen 1B 1200ml/24 jam
DC
NGT

6. TERAPI LANJUTAN

2022-10- S / tidak sadar Jawaban konsulen :


15 O/ kes : delirium Total cairan 240 ml/
18:21 A/ penkes ec. Gangguan ginjal 24 jam
akut atypical ensefalopati Dex 12.5 6 ml/jam
hepaticum Lasix bolus 2 amp,
Asidosis metabolic selanjutnya drip 0.5
hiponatremia ml/jam
P/ Inj ceftriakson 1 x 1g
Cek marker inflamasi,
kultur darah, dll.
Intubasi : Pc 12/5 rr 24
40% trigger 0.
Kalua anak tenang
tidak perlu milos
2022-10- Konfirmasi lab LED, CRP
15 kultur darah, ferritin tidak bisa
18:23 dilakukan, dan hanya bisa di
hari biasa
2022-10- Persiapan intubasi premed
15 miloz 0,5 mg -> miloz 0.5 mg -
18:57 > os masih menggigit -> 1 mg -
> dilakukan intubasi dengan
ETT no 4,5 batas bibir 12

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Acute Dialysis Quality Initia- tive
(ADQI) yang beranggotakan para nefrolog dan intensivis di Amerika pada tahun 2002
sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi
kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan
penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan
patologi gangguan ginjal.3

2. Epidemiologi
AKI menjadi penyakit komplikasi pada sekitar 5-7% acute care admission

patient dan mencapai 30% pada pasien yang di admisi di unit perawatan intensif
(ICU). AKI juga menjadi komplikasi medis di Negara berkembang, terutama pasien
dengan latar belakang adanya penyakit diare, penyakit infeksi seperti malaria,
leptospirosis, dan bencana alam seperti gempa bumi. Insidennya meningkat hingga 4
kali lipat di United State sejak 1988 dan diperkirakan terdapat 500 per 100.000
4,5
populasi pertahun. Insiden ini bahkan lebih tinggi dari insiden stroke. Beberapa
laporan dunia menunjukkan insiden yang bervariasi antara 0,5- 0,9% pada komunitas,
7% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 36- 67% pada pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan 5-6% Pasien ICU dengan AKI
memerlukan Terapi Penggantian Ginjal ( TPG atau Replacement Renal Therapy
(RRT)).4
Terkait dengan epidemiologi AKI, terdapat variasi definisi yang digunakan
dalam studi klinis dan diperkirakan menyebabkan variasi yang luas dari laporan
insiden dari AKI itu sendiri (1-31%) dan angka mortalitasnya (19-83%). Dalam
penelitian Hoste (2006) diketahui AKI terjadi pada 67 % pasien yang di rawat di
ruang intensif dengan maksimal RIFLE yaitu 12% kelas R, 27% kelas I dan 28%
kelas F. Hospital mortality rate untuk pasien dengan maksimal RIFLE kelas R, I dan F

7
berturut- turut 8.8%, 11.4% dan 26.3% dibandingkan dengan pasien tanpa AKI yaitu
5.5%.8 Namun hasil penelitian Ostermann (2007) menunjukkan Hospital mortality
rate yang lebih tinggi yaitu 20.9%, 45.6% dan 56.8% berturut- turut untuk maksimal
kelas RIFLE R, I, dan F.4,5

3. Klasifikasi

Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN

8
4. Patogenesis dan patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif

konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme

yang berperan dalam autoregulasi ini adalah: 9

 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen


 Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi
sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal

9
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-

1. 4,9 Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :

1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)


2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)

1. Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)

Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari

ginjal. 10 Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis


intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai
macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut
dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal

ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis. 9,10

2. Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)

Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit
parenkim ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal
akut inta renal, yaitu :

1. Pembuluh darah besar ginjal

10
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal

Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut
disebabkan oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin. Pada gagal ginjal renal terjadi
kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA
terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:

 peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan


sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan
otoregulasi.
 terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan
prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang berasal dari endotelial NO-
sintase.
 peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18,
yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel
radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal
bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.

Salah satu Penyebab tersering AKI intrinsik lainnya adalah sepsis, iskemik dan
nefrotoksik baik endogenous dan eksogenous dengan dasar patofisiologinya yaitu
peradangan, apoptosis dan perubahan perfusi regional yang dapat menyebabkan
nekrosis tubular akut (NTA). Penyebab lain yang lebih jarang ditemui dan bisa
dikonsep secara anatomi tergantung bagian major dari kerusakan parenkim renal :

glomerulus, tubulointerstitium, dan pembuluh darah.10

Sepsis-associated AKI

Merupakan penyebab AKI yang penting terutama di Negara berkembang. Penurunan


LFG pada sepsis dapat terjadi pada keadaan tidak terjadi hipotensi, walaupun

11
kebanyakan kasus sepsis yang berat terjadi kolaps hemodinamik yang memerlukan
vasopressor. Sementara itu, diketahui tubular injury berhubungan secara jelas dengan
AKI pada sepsis dengan manifestasi adanya debris tubular dan cast pada urin. Efek
hemodinamik pada sepsis dapat menurunkan LFG karena terjadi vasodilatasi arterial
yang tergeneralisir akibat peningkatan regulasi sitokin yang memicu sintesis NO pada
pembuluh darah. Jadi terjadi vasodilatasi arteriol eferen yang banyak pada sepsis awal
atau vasokontriksi renal pada sepsis yang berlanjut akibat aktivasi sistem nervus
simpatis, sistem renin-angiotensus-aldosteron, vasopressin dan endothelin. Sepsis bisa
memicu kerusakan endothelial yang menghasilkan thrombosis microvascular, aktivasi
reaktif oksigen spesies serta adesi dan migrasi leukosit yang dapat merusak sel tubular

renal.11,12

3. Gagal Ginjal Akut Post Renal

Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan


GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan
protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis
ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu,
tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post- renal terjadi
bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi

pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. 9

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik,
ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal
ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi

12
pengeluaran mediator inflamasi dan faktor - faktor pertumbuhan yang menyebabkan

fibrosis interstisial ginjal. 10,11

5. Diagnosa

1. Pendekatan Diagnosis

Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK.
Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis
(anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan
ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal
umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan
membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik. Upaya
pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI,
dan penentuankomplikasi.12,13

2. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-renal, renal


dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperiksa:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyebabnya


seperti misalnya operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi
kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat
kencing batu.
2. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia dan ukuran
ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.
3. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal
yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien rawat
selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan
adanya kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada GGA berat dengan

13
berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat
menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau
edema paru. Ekskresi asam yang berkurang juga dapat menimbulkan asidosis
metabolic dengan kompensasi pernapasan Kussmaul. Umumnya manifestasi
GGA lebih didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
11,12

4. Assessment pasien dengan AKI

1. Kadar kreatinin serum. Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa
berulang kali kadar serum kreatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat
mengukur secara tepat LFG karena tergantung dari produksi (otot),
distribusi dalam cairan tubuh, dan ekskresi oleh ginjal
2. Volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang
spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan
nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian, volume urin pada GGA
bisa bermacam-macam, GGA prerenal biasanya hampir selalu disertai
oliguria (<400ml/hari), walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA
renal dan post-renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
3. Petanda biologis (biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah mampu
mendeteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan kemudahan
teknik pemeriksaannya. Petanda biologis diperlukan untuk secepatnya
mendiagnosis GGA. Petanda biologis ini adalah zat-zat yang dikeluarkan
oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-
acetyl-B-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule
1. Dalam satu penelitian pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka
gelatinase- associated lipocain (NGAL) terbukti dapat dideteksi 2 jam
setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin. 13

Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi


glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prerenal,
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan.
AKI postrenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria
dan piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI

14
renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab
AKI, antara lain pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung
epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy
9,11
brown” granular cast pada nefritis interstitial. Hasil pemeriksaan biokimiawi
darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea
urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.

6. Tatalaksana

Menurut definisi, AKI prerenal adalah reversibel pada koreksi kelainan utama

hemodinamik, dan AKI postrenal dengan menghilangkan obstruksi. Sampai saat ini,
tidak ada terapi khusus untuk mendirikan AKI intrinsik renal karena iskemia atau
nefrotoksisitas. Manajemen gangguan ini harus fokus pada penghapusan
hemodinamik kelainan penyebab atau toksin, menghindari gejala tambahan, dan
pencegahan dan pengobatan komplikasi. Pengobatan khusus dari penyebab lain dari
AKI renal tergantung pada patologi yang mendasari. 13

AKI Prarenal

Komposisi cairan pengganti untuk pengobatan GGA prerenal akibat

hipovolemia harus disesuaikan sesuai dengan komposisi cairan yang hilang.


Hipovolemia berat akibat perdarahan harus dikoreksi dengan packed red cells,
sedangkan saline isotonik biasanya pengganti yang sesuai untuk ringan sampai sedang
perdarahan atau plasma loss (misalnya, luka bakar, pankreatitis). Cairan kemih dan
gastrointestinal dapat sangat bervariasi dalam komposisi namun biasanya hipotonik.
Solusi hipotonik (misalnya, saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai
pengganti awal pada pasien dengan GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan
cairan kemih atau gastrointestinal, walaupun salin isotonik mungkin lebih tepat dalam
kasus yang parah. Terapi berikutnya harus didasarkan pada pengukuran volume dan
isotonik cairan yang diekskresikan. Kalium serum dan status asam-basa harus
dimonitor dengan hati- hati. Gagal jantung mungkin memerlukan manajemen yang

15
agresif dengan inotropik positif, preload dan afterload mengurangi agen, obat
antiaritmia, dan alat bantu mekanis seperti pompa balon intraaortic. Pemantauan
hemodinamik invasif mungkin diperlukan untuk memandu terapi untuk komplikasi
pada pasien yang penilaian klinis fungsi jantung dan volume intravaskular sulit. 10,13

AKI intrinsic renal

AKI akibat lain penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis akut atau

vaskulitis dapat merespon glukokortikoid, alkylating agen, dan atau plasmapheresis,


tergantung pada patologi primer. Glukokortikoid juga mempercepat remisi pada
beberapa kasus interstitial nefritis alergi. Kontrol agresif tekanan arteri sistemik
adalah penting penting dalam membatasi cedera ginjal pada hipertensi ganas
nephrosclerosis, toxemia kehamilan, dan penyakit pembuluh darah lainnya. Hipertensi
dan AKI akibat scleroderma mungkin sensitif terhadap pengobatan dengan inhibitor
ACE. 13

AKI postrenal

Manajemen AKI postrenal membutuhkan kerjasama erat antara nephrologist,


urologi, dan radiologi. Gangguan pada leher uretra atau kandung kemih biasanya
dikelola awalnya oleh penempatan transurethral atau suprapubik dari kateter kandung
kemih, yang memberikan bantuan sementara sedangkan lesi yang menghalangi
diidentifikasi dan diobati secara definitif. Demikian pula, obstruksi ureter dapat
diobati awalnya oleh kateterisasi perkutan dari pelvis ginjal. Memang, lesi yang
menghalangi seringkali dapat diterapi perkutan (misalnya, kalkulus, sloughed papilla)
atau dilewati oleh penyisipan stent ureter (misalnya, karsinoma). Kebanyakan pasien
mengalami diuresis yang tepat selama beberapa hari setelah relief obstruksi. Sekitar
5% dari pasien mengembangkan sindrom garam-wasting sementara yang mungkin
memerlukan pemberian natrium intravena untuk menjaga tekanan darah.

Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan
pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi

16
(kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal
penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini
meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis,
penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan meng- hindari
penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus
dilakukan secara rutin. Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal
perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti,
sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan pedoman
volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan serum. 9

7. Gangguan ginjal akut progresif atipikal

1. Definisi operasional kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical


Progressive Acute Kidney Injury):

i. Anak usia 0-18 tahun (mayoritas balita). Memiliki demam atau


riwayat demam atau gejala infeksi lain dalam 14 hari terakhir.
ii. Didiagnosis gangguan ginjal akut yang belum diketahui etiologinya
(baik pre-renal, renal, maupun post-renal) oleh Dokter Penanggung
Jawab Pasien.
iii. Tidak mengalami kelainan ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal
kronik.
iv. Didapatkan tanda hiperinflamasi dan hiperkoagulasi.

2. Diagnosis
Diagnosis kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical
Progressive Acute Kidney Injury) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

17
1. Anak usia < 18 tahun.
2. Gejala prodromal ditandai dengan gejala demam dalam 7-14
hari, infeksi saluran cerna seperti muntah dan diare, serta ISPA
seperti batuk dan pilek.
3. Gejala AKI berupa keluhan tidak berkemih (anuria) dan
menurunnya volume urin (oliguria).
4. Tanyakan riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi COVID-
19 pada anak, infeksi COVID-19 pada orang-orang serumah,
penyakit infeksi lain, penyakit ginjal, defisiensi imun dan
penyakit lainnya.
5. Tanyakan riwayat perjalanan sebelumnya dalam 14 hari.
6. Tanyakan riwayat vaksinasi COVID-19, dan apa jenis vaksin
serta frekuensi pemberiannya.
7. Tanyakan ada riwayat kontak atau memiliki hewan peliharaan
di rumah.

2. Pemeriksaan Fisik Temuan dari pemeriksaan fisik dapat berupa:

1. Keadaan Umum: terjadi penurunan kesadaran atau kurang respon


atau cenderung mengantuk.
2. Tanda Vital: dapat ditemukan hipertensi (Tabel 1. Klasifikasi
Hipertensi pada anak), napas cepat (lebih dari nilai normal anak
sesuai usianya), demam (suhu > 37,5 derajat celcius)
3. Adanya pembengkakan pada palpebra, ekstremitas, perut, atau
genital (skrotum/labia).
4. Dapat ditemukan tanda dehidrasi sesuai derajat dehidrasi

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada anak menurut American Academy of Pediatric (AAP)
tahun 2017

Anak Usia 1-13 tahun Anak usia ≥ 13 tahun


Tekanan darah
Sistolik dan diastolik < persentil 90 < 120/80 mmHg
normal

18
Tekanan darah Sistolik dan diastolik ≥ persentil 90 tetapi < persentil 120/<80 mmHg -
meningkat 95, atau 120/80mmHg tetapi < persentil 95 129/< 80 mmHg
Sistolik dan Diastolik diantara persentil 95 dan
Hipertensi 130/80 mmHg -138/89
persentil 95 + 12 mmHg, atau 130/80 mmHg -
tingkat 1 mmHg
138/89 mmHg
≥140/90mmHg
Hipertensi Sistolik atau Diastolik ≥ persentil 95 + 12 mmHg,
tingkat 2 atau ≥140/90 mmHg

3. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai tingkat
pelayanan kesehatan (Puskesmas/Klinik atau Rumah Sakit) yang menerima
pertama kali:
a. Menegakkan diagnosis: darah perifer lengkap, morfologi darah tepi, fungsi
ginjal (BUN/ureum, kreatinin), urinalisis.
b. Melengkapi evaluasi kemungkinan hiperinflamasi dan hiperkoagulasi bila
telah didiagnosis GgGA/AKI: elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium,
fosfat), asam urat, analisis gas darah, fungsi hati (SGOT, SGPT), penanda
inflamasi (CRP, prokalsitonin, ferritin, IL-6, LED, LDH), penanda
koagulopati (D- dimer, fibrinogen). fungsi hati (SGOT, SGPT), urinalisis, dan
pencitraan (termasuk USG doppler ginjal).
b. Evaluasi etiologi infeksi: antibodi SARS CoV-2, serologi Leptospira, ASTO,
apusan nasofaringeal dan rektal, serta pemeriksaan kultur mikroorganisme
(dari tempat steril, darah, urine). Jika diagnosis sesuai MIS-C maka dapat
ditatalaksana sesuai kriteria MIS-C. Jika ada bukti penyebab lain maka dapat
ditatalaksana sesuai dengan dugaan penyebab lain tersebut.

Tabel 2. Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan

FKTP dan Rumah Sakit Pra-Rujukan (sesuai


dengan kemampuan Faskes tempat Rumah Sakit Tempat Rujukan Tertinggi
pemeriksaan pertama kali)
1. Darah perifer lengkap 1. Darah Perifer Lengkap, LED
2. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin,

19
2. Ureum, kreatinin
3. AGD, laktat
4. Elektrolit lengkap (Na, K, Cl, Ca, P,
Mg)
5. Asam urat
6. Osmolaritas darah
eGFR) 7. SGOT, SGPT
3. Penanda inflamasi (CRP, 8. CRP, Persepsin
prokalsitonin, ferritin atau LED) 9. PT, aPTT
4. Penanda koagulopati (D-dimer) 10. Fibrinogen, D-dimer
5. Fungsi hati (SGOT, SGPT) 11. Troponin I
6. Elektrolit (K, Na, Cl, Ca) 12. Ferritin
7. Urinalisis 13. CK, CKMB
8. Bukti infeksi SARS-CoV-2 akut dan 14. PCR SARS-CoV-2 dan IgM dan IgG
lampau SARS CoV2 dan/atau Antibodi
9. Pemeriksaan untuk menyingkirkan kuantitatif SARS-CoV-2
infeksi sekurang-kurangnya
pemeriksaan mikroorganisme. j. USG 15. Kultur darah, kultur urin

ginjal kultur 16. Skrining dialisis: HbsAg, antiHCV,


antiHIV penyaring
17. Pemeriksaan pencitraan: USG doppler
ginjal, Rontgen thoraks,
Ekokardiografi, CT Scan kepala tanpa
kontras (sesuai indikasi).
18. C3, C4, ASTO, Anti dsDNA

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Verdiansah. Pemeriksaan Fungsi.Ginjal. Rumah Sakit Hasan Sadikin : Bandung,


Indonesia. CDK-237/ vol. 43 no. 2. 2016.
2. M. Wilson Lorraine, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. 6th
edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012.p867-889.
3. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical Practice
Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International Supplements 2012. Vol.2.
19-36
4. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall of mortality
of patients with acute renal failure: what the analysis of two databases does and does
not tell us. J Am Soc Nephrol. 2006;17:923-5.
5. Nash K, Hafeez A, Hou S: Hospital-acquired renal insufficiency. American Journal of
Kidney Diseases 2002; 39:930-936.
6. United State Renal Data System.USRDS Annual Data Report Chapter 5 : Acute
Kidney Injury. 2015. Vol. 1. 57-66
7. Markum, H. M. S. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: InternaPublishing; 2009.p1041
8. Hoste E, Clermont G, Kersten A, et al.: RIFLE criteria for acute kidney injury are
associated with hospital mortality in critically ill patients: A cohort analysis. Critical
Care 2006; 10:R73.
9. Osterman M, Chang R: Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit according to
RIFLE. Critical Care Medicine 2007; 35:1837- 1843.
10. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
11. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo
DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, edi- tor. Harrison’s principle of internal
medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
12. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and clas- sification: time for
change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178- 87.
13. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al. Acute
kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney
injury. Critical Care. 2007,11:R31
14. Kemenkes. Tata Laksana Dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif
Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. 2022

21
22

Anda mungkin juga menyukai