Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMAKOLOGI 2

“ ANTI INFLAMASI ”

Dosen Pengampu: Dr. Sisilia TR Dewi,M.Kes.,Apt

DISUSUN OLEH

KELOMPOK7 :

ALYA ASHARI NAWIR PO713251211003

AMELIA SAHL TIARA TASYA PO713251211006

ANDI IKBAL GS PO713251211008

FEBY VALENTINA PO713251211016

HASRINA RAHMAYANTI PO713251211017

KELAS/TINGKAT : A / II

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2022-2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan Syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karuniaNya lah sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Anti

Inflamasi” ini dengan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini mungkin kami mengalami kesulitan dan

kendala yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan

serta pola pikir kami. Namun berkat keyakinan, keinginan, dan usaha dengan

sungguh-sungguh akhirnya semua hambatan itu dapat kami atasi.

Kami menyadari sedalam-dalamnya bahwa kami tidaklah sempurna dalam

pembuatan makalah ini. Dengan demikian kami berharap dengan dibuatnya makalah

ini dapat memenuhi persyaratan dalam Mata Kuliah Mikrobiologi Obat dan Pangan

dan dapat bermanfaat bagi kami serta para pembaca lainnya.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah banyak

membantu dalam proses pembuatan Makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, 9 September 2022

Penyusun
Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
BAB 1................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................5
c. TUJUAN MASALAH....................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................7
TINJUAN PUSTAKA...........................................................................................................................7
1.Pengertian Anti Inflamasi..........................................................................................................7
2. Penggolongan Anti Inflamasi.................................................................................................7
3. Mekanisme Kerja..................................................................................................................9
4. Indikasi................................................................................................................................10
5. Kontra indikasi....................................................................................................................12
6. Efek Samping.......................................................................................................................13
7. Interaksi..............................................................................................................................15
BAB III.............................................................................................................................................19
PENUTUP........................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................................19
B. Saran...................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................20
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian


obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan
senyawa kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua
atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian.
Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir
100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit
lebih
lama daripada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena
interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah
sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena
sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin
terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan
penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan
terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit
(indeksterapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan
obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa
digunakan bersama-sama.
Terdapat 2 tipe interaksi obat yaitu secara
farmakokinetika dan farmakodinamika.
1. Farmakokinetik : Apa yang dilakukan tubuh terhadap obat, salah satu
obat dapat mengubah konsentrasi yang lain dengan mengubah
penyerapan, distribusi, metabolisme, atau ekskresi-biasanya (tapi
tidak selalu) dimediasi oleh sitokrom P450 (CYP).
2. Farmakodinamik : Terkait dengan efek obat pada tubuh. Satu jenis
obat memodulasi efek farmakologis obat lain: aditif, sinergis, atau
antagonis. Kombinasi sinergis , efek farmakologis lebih besar
dari penjumlahan 2 obat, interaksi yang menguntungkan:
aminoglikosida + penisilin, Berbahaya: barbiturat + alkohol.
Antagonisme, efek farmakologis lebih kecil dari pada
penjumlahan 2 obat, interaksi yang menguntungkan: naloksondiopiat
overdosis. Interaksi yang berbahaya: AZT+ stavudine.
Aditivitas , efek farmakologis sama dengan penjumlahan dari 2
obat, interaksi yang menguntungkan: aspirin + acetaminophen,
interaksi yang berbahaya: neutropenia dengan AZT + gansiklovir.
http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-pada-obat-
analgesik-antiinflamasi-2/

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Antiinflamasi
2. Penggolongan Antiinflamasi
2.1.Golongan Steroid
2.2.Golongan Ains (Non Steroid)
3. Mekanisme Kerja
3.1.Steroid
3.2.Ains (Non Steroid)
4. Indikasi
4.1.Hidrokortikson
4.2.Deksametason
4.3.Paracetamol
4.4. Ibuprofen
5. Kontra Indikasi
5.1.Golongan Steroid
5.1.1. Hidrokortikson
5.1.2. Deksametason
5.2.Golongan Non Steroid
5.2.1. Paracetamol
5.2.2. Ibuprofen
6. Efek Samping
6.1.Hidrokortikson
6.2.Deksametason
6.3.Paracetamol
6.4. Ibuprofen
7. Interaksi
7.1.Hidrokortikson
7.2.Deksametason
7.3.Paracetamol
7.4. Ibuprofen

c. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui tentang pengertian antiinflamasi
2. Mengetahui tentang penggolongan steroid dan non steroid
3. Mengetahui tentang mekanisme kerja steroid dan non steroid
4. Mengetahui tentang indikasi antiinflamasi
5. Mengetahui tentang kontra indikasi antiinflamasi
6. Mengetahui tentang efek samping antiinflamasi
7. Mengetahui tentang Interaksi antiinflamasi
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

1.Pengertian Anti Inflamasi


Inflamasi atau peradangan adalah fenomena di mana respon kekebalan

tubuh untuk sel-sel sehat rusak. Peradangan termasuk kemerahan, sendi bengkak

yang dapat menyebabkan kekakuan, dan nyeri. Ada bahan kimia yang mampu

mengurangi peradangan, disebut anti-inflamasi. Beberapa bahan kimia ini ada

dalam makanan kita.

Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang

memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi

dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi,

panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglum, 2005). Berdasarkan mekanisme kerja

obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan

steroid dan obat antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi

golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan

prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007). Obat-obat

antiinflamasi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah non steroid anti

inflammatory drug’s (NSAID). Obat-obat golongan NSAID biasanya menyebabkan

efek samping berupa iritasi lambung (Kee & Hayes, 1996).

2. Penggolongan Anti Inflamasi


Golongan Steroid
Steroid merupakan obat anti radang, (umumnya jenis kortikosteroid

karena dihasilkan oleh bagian luar dari kelenjar anak ginjal). Steroid


merupakan obat yang memiliki senyawa dengan aktivitas anti peradangan

dan juga dapat menekan sistem imunitas tubuh. Senyawa ini dapat dijumpai

pada berbagai makhluk hidup, termasuk pada hewan, manusia dan tumbuhan.

Pada dasarnya, kortikosteroid dapat dibagi menjadi dua jenis,

yaitu jenis alami dan sintetis. Kortikosteroid alami diproduksi oleh tubuh kita

sendiri terutama pada kelenjar anak ginjal (adrenal) dalam bentuk hormon-

hormon seperti glukokortikoid (kortisol) serta mineralokortikoid. Hormon

glukokortikoid berperan terutama dalam pengaturan metabolisme karbohidrat

dan fungsi sistem imun, sementara mineralokortikoid berfungsi dalam proses

pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit/garam-garam tubuh. Hormon

seksual seperti androgen (termasuk testosteron), estrogen, dan progesteron

juga termasuk hormon steroid. Di sisi lain, sejumlah obat-obatan turut

mengandung steroid, sehingga dinyatakan sebagai kelompok steroid sintetis.

Obat-obat tersebut umumnya dikenali dengan akhiran -son atau -solon seperti

deksametason, metilprednisolon, prednison, betametason, hidrokortison,

triamsinolon, fluosinolon asetonid, maupun golongan lain seperti klobetasol

propionat.

Steroid yang bersifat sistemik menunjukkan aktivitas obat tersebut

dapat berdampak pada seluruh tubuh. Steroid sistemik yang banyak beredar

saat ini umumnya diberikan per oral, dikenal 3 jenis steroid sistemik, yaitu

prednison, metilprednisolon, dan hidrokortison. Selain itu obat steroid juga

dapat diberikan secara injeksi/suntik (misalnya deksametason, triamsinolon)

atau inhalasi/hirup (seperti flutikason propionat).

Golongan Ains (Non Steroid)


Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) merupakan obat yang

sering diresepkan oleh dokter serta terjual bebas di masyarakat. Di


Amerika Serikat dan Eropa Barat, peresepan OAINS mencapai hingga 4%-

7%, namun data penggunaan OAINS di Indonesia belum didapatkan.

OAINS sering digunakan karena efektivitasnya yang baik sebagai

analgetik, anti-inflamasi, dan antipiretik.1 Efektivitas kerja OAINS

didapatkan dari kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin

melalui penghambatan kerja enzim siklooksigenase. Enzim

siklooksigenase diketahui bekerja pada jalur konversi asam arakhidonat

menjadi prostaglandin dan tromboksan, sehingga ketika enzim ini

dihambat maka asam arakhidonat tidak dapat dikonversi menjadi

prostaglandin dan tromboksan.1,2

OAINS dikembangkan berdasarkan kemampuannya menghambat

kerja kedua isoform enzim siklooksigenase, baik enzim siklooksigenase-1

dan siklooksigenase-2.3,4 OAINS yang selektif terhadap enzim

siklooksigenase-2 dianggap lebih aman karena memiliki sifat protektif

terhadap mukosa gastrointestinal, namun ternyata obat ini dapat

memperparah penyakit jantung pada pasien yang sudah memiliki

gangguan fungsi jantung.

3. Mekanisme Kerja
a. Steroid

Sebagai antiradang berhubungan dengan kemampuannya untuk

merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja

enzimatik fosfolipase A2 sehingga mencegah pelepasan mediator proses

peradangan yaitu asam arakidonat dan metabolisme seperti prostaglandin

(PG), Leukotrien (LT), tromboksan, dan prostasiklin. Prostaglandin

menimbulkan nyeri, demam, dan pelepasan radikal oksigen yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan (Permatasari, 2016).


b. Non Steroid

Mekanisme kerja AINS didasarkan atas penghambatan isoenzim

COX-1 (cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim

cyclooxygenase ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin

dan tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin merupakan molekul

pembawa pesan pada proses inflamasi (radang).

4. Indikasi
a. Hidrokortikson

Hydrocortisone adalah obat anti inflamasi. Obat ini bisa mengatasi

peradangan, alergi, kelainan kulit hingga masalah gangguan pernapasan.

Pada dasarnya segala macam jenis radang bisa disembuhkan dengan

Hydrocortisone. Terutama inflamasi yang disebabkan oleh eksim dan

stadium penyakit masih ringan dan tidak membahayakan.

Insufisiensi adrenokortikoid, Reaksi hipersensitifitas, seperti syok

anafilaktik danangioudema, Radang usus, Hemoroid, Reumatik, Penyakit

mata, Penyakit kulit.

b. Deksametason

Deksametason merupakan golongan obat kortikosteroid yang

merupakan obat keras yang diresepkan oleh dokter yang dikombinasikan

dengan obat lain untuk banyak indikasi keluhan pasien seperti nyeri sendi,

nyeri rematik, sakit gigi, alergi, asma, gatal atau penyakit kulit lain dan

radang. Pada saat seseorang merasa bahwa obat yang diberikan oleh dokter

tersebut memberikan efek menyembuhkan yang baik, maka pasien akan

mengulang pembelian obat yang pernah diresepkan sebelumnya pada saat

keluhan yang sama timbul kembali. Pasien seringkali menggunakan tablet


deksametason untuk mengatasi berbagai keluhan dari penyakitnya tanpa

memahami efek samping berbahaya yang dapat ditimbulkan akibat

penggunaan yang secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang

lama. supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease,

hiperplasia adrenal kongenital; udema serebral yang berhubungan dengan

kehamilan; batuk yang disertai sesak napas (bagian 3.2); penyakit rematik

(bagian 10.1.2); mata (bagian 11.2); lihat keterangan di atas.

Indikasi dexamethasone adalah sebagai antiinflamasi dan

imunosupresan, misalnya pada penyakit sendi inflamatori, meningitis

bakterial, ataupun eksaserbasi akut multiple sklerosis. Belum terdapat

bukti klinis yang dapat digunakan sebagai acuan dosis dexamethasone.

Secara umum, penggunaan glukokortikoid, termasuk dexamethasone,

sebaiknya dengan dosis minimal, dan durasi sesingkat mungkin.

c. Paracetamol

Paracetamol adalah obat untuk meredakan demam dan nyeri ringan

hingga sedang, misalnya sakit kepala, nyeri haid, atau pegal-pegal.

Paracetamol atau acetaminophen tersedia dalam bentuk tablet, sirop, tetes,

suppositoria, dan infus.

Indikasi paracetamol adalah untuk meredakan gejala demam dan

nyeri pada berbagai penyakit seperti demam dengue, tifoid, dan infeksi

saluran kemih. Pada pasien anak, paracetamol digunakan saat suhu > 38,5

C. Paracetamol juga dapat digunakan pada keluhan osteoarthritis, nyeri

punggung belakang, nyeri kepala, nyeri pasca operasi, dan nyeri pada gigi.

d. Ibuprofen

Ibuprofen adalah obat untuk untuk meredakan nyeri dan


menurunkan deman. Obat ini juga memiliki efek antiradang. Ibuprofen

bisa digunakan untuk meredakan nyeri haid, sakit kepala, sakit gigi, nyeri

otot, atau nyeri sendi akibat radang sendi. Obat ini tersedia dalam bentuk

tablet, kapsul, dan sirop.

Indikasi Ibuprofen adalah nyeri ringan sampai sedang antara lain

nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit

kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis

reumatoid, menurunkan demam pada anak.

5. Kontra indikasi
a. Golongan Steroid

i. Hidrokortikson

Hydrocortison dianggap adalah obat yang bisa melemahkan imun.

Inilah alasan mengapa orang yang sedang berstamina lemah tidak

dianjurkan menggunakan obat terutama yang jenis oral. Selain itu

dapat menyebabkan Infeksi jamur sistemik, ileocolostomi pasca

operasi, serta hipersensitivitas terhadaphidrokortison atau komponen-

komponen obat lainnya.

ii. Deksametason

Kontraindikasi dexamethasone adalah pada pasien yang dilaporkan

hipersensitif terhadap obat ini atau kortikosteroid lainnya.

Kontraindikasi lain adalah pada pemberian bersamaan dengan vaksin

yang mengandung virus hidup, pemberian intramuskular pada pasien

yang memiliki risiko perdarahan, misalnya menderita idiopathic

thrombocytopenic purpura (ITP), dan infeksi jamur sistemik, kecuali

bila dibutuhkan untuk mengatasi reaksi obat akibat amphotericin.

b. Golongan Non Steroid


i. Paracetamol

Paracetamol adalah pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas

dan penyakit hepar aktif derajat berat. Penggunaan paracetamol,

terutama dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fungsi

hati berat, perlu diperhatikan pada pasien dengan: Penyakit hepar

kronis dekompensata.

ii. Ibuprofen

Kehamilan trimester akhir, pasien dengan ulkus peptikum (ulkus

duodenum dan lambung), hipersensitivitas, polip pada hidung,

angioedema, asma, rinitis, serta urtikaria ketika menggunakan asam

asetilsalisilat atau AINS lainnya.

6. Efek Samping
a. Hidrokortikson

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan,

retensi natrium Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium,

Alkalosis hipokalemia, Hipertensi. Gangguan Muskuloskeletal : da ujung

tulang paha dan tungkai,fraktur patologis daritulang panjang.Lemah otot :

miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon,terutama

tendon Achilles, fraktur vertebral, nekrosis aseptik paGangguan

Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung,

boroklambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan

perdarahan, borokesophagus (Ulcerative esophagitis),

pankreatitis.Gangguan dermatologis :Gangguan penyembuhan luka : Kulit

menjadi tipis dan rapuh.Petechiae dan ecchymoses : Erythema pada wajah,

Keringat berlebihan.Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen

negatif, yang disebabkan olehkatabolisme proteinGangguan Neurologis :


Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema(pseudo-tumor

cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala,pusing,

depresi, rasa cemas berlebihan.Gangguan Endokrin : Menstruasi tak

teratur, Cushingoid, menurunnya responskelenjar hipofisis dan adrenal,

terutama pada saat stress, misalnya pada trauma,pembedahan atau

sakit.Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi

karbohidrat,manifestasi diabetes mellitus laten.

b. Deksametason

dexamethasone biasanya timbul pada penggunaan jangka panjang

atau dalam dosis besar. Salah satu efek yang dapat timbul adalah supresi

aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).

Dexamethasone adalah glukokortikoid sintetik yang poten sehingga

dapat mensupresi sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH) melalui

umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari. Supresi ini akan

mengurangi sekresi kortisol yang dapat menyebabkan gangguan respons

stres dan gangguan pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Efek samping lain yang sering ditemukan adalah insomnia. Selain

itu, efek samping yang juga dapat terjadi adalah akne vulgaris, gangguan

pencernaan, retensi cairan, ketidakseimbangan elektrolit, kenaikan berat

badan, peningkatan nafsu makan, anoreksia, nausea, vomitus, agitasi, dan

depresi.

Efek samping yang lebih jarang terjadi, antara lain perubahan

sperma, glaukoma, edema paru, pseudotumor serebri, dan peningkatan

tekanan intrakranial.

c. Paracetamol
Jarang terjadi efek samping, tetapi dilaporkan terjadi reaksi

hipersensitivitas, ruam kulit, kelainan darah (termasuk trombositopenia,

leukopenia, neutropenia), hipotensi juga dilaporkan pada infus,

Penggunaan jangka panjang dan dosis berlebihan atau overdosis dapat

menyebabkan kerusakan hati, lihat pengobatan pada keadaan darurat

karena keracunan. Selain itu dapat muncul beberapa efek samping seperti :

 Perut bagian kanan atas terasa sakit

 Urine berwarna gelap

 Tinja berwarna pucat atau keabu-abuan

 Hilang nafsu makan

 Lelah yang tidak biasa

 Penyakit kuning

d. Ibuprofen

Umum: pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri

abdomen, konstipasi, hematemesis, melena, perdarahan lambung, ruam.

Tidak umum: rinitis, ansietas, insomnia, somnolen, paraestesia, gangguan

penglihatan, gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, asma, dispnea, ulkus

mulut, perforasi lambung, ulkus lambung, gastritis, hepatitis, gangguan

fungsi hati, urtikaria, purpura, angioedema, nefrotoksik, gagal ginjal.

Jarang: meningitis aseptik, gangguan hematologi, reaksi anafilaktik,

depresi, kebingungan, neuritis optik, neuropati optik, edema. Sangat

jarang: pankreatitis, gagal hati, reaksi kulit (eritema multiform, sindroma

Stevens – Johnson, nekrolisis epidermal toksik), gagal jantung, infark

miokard, hipertensi.
7. Interaksi
a. Hidrokortikson

 Dengan Obat Lain :

Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik, seperti

fenobarbital, fenitoin, danrifampisin dapat meningkatkan klirens

kortikosteroid. Oleh sebab itu jika terapi kortikosteroid diberikan

bersama-sama obat-obattersebut,maka dosis kortikosteroid harus

ditingkatkan untuk mendapatkan hasilsebagaimana yang diharapkan.

Obat-obat seperti troleandomisin danketokonazoldapat menghambat

metabolisme kortikosteroid, dan akibatnya akan menurunkan klirens

atau ekskresi kortikosteroid. Oleh sebab itu jika diberikan bersamaan,

makadosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk menghindari

toksisitas steroid.Kortikosteroid dapat meningkatkan klirens aspirin

dosis tinggi yang diberikan secarakronis. Hal ini dapat menurunkan

kadar salisilat di dalam serum, dan apabila terapikortikosteroid

dihentikan akan meningkatkan risiko toksisitas salisilat.Aspirin harus

digunakan secara berhati-hati apabila diberikan bersama-sama

dengankortikosteroid pada pasien yang menderita

hipoprotrombinemia.Efek kortikosteroid pada terapi antikoagulan oral

bervariasi. Beberapa laporanmenunjukkan adanya peningkatan dan

laporan lainnya menunjukkan adanyapenurunan efek antikoagulan

apabila diberikan bersama-sama dengankortikosteroid.Oleh sebab itu

indeks koagulasi harus selalu dimonitor untuk mempertahankan

efekantikoagulan sebagaimana yang diharapkan.

 Dengan Makanan :

Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik,


sebaiknyakurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak

mengandung kaliumdan tinggi protein.

b. Deksametason

dexamethasone terutama terjadi dengan obat-obatan yang

menginduksi dan dimetabolisme oleh enzim CYP3A4. Jika dexamethasone

digunakan bersama dengan inhibitor CYP3A4, klaritromisin, eritromisin,

dan ketoconazole, maka konsentrasi dexamethasone dalam plasma akan

meningkat. Untuk mengatasinya, mungkin diperlukan penurunan dosis

dexamethasone sehingga tidak timbul efek samping.

c. Paracetamol

(Acetaminophen) dengan Obat Lain Paracetamol dapat

menimbulkan interaksi jika digunakan dengan obat lain. Berikut ini

beberapa interaksi yang dapat terjadi:

Penurunan penyerapan paracetamol jika digunakan dengan cholestyramine

Peningkatan risiko terjadinya efek samping paracetamol jika dikonsumsi

bersama metoclopramide, domperidone, probenecid, atau isoniazid

Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakan dengan warfarin,

terutama pada penggunaan paracetamol dalam jangka panjang.

Peningkatan risiko terjadinya kerusakan hati jika digunakan dengan obat

golongan barbiturat, seperti phenobarbital. Penurunan efektivitas obat

lamotrigine dalam mencegah kejang. Peningkatan kadar chloramphenicol

atau busulfan di dalam darah sehingga meningkatkan risiko terjadinya efek

samping. Selain itu, penggunaan paracetamol bersamaan dengan konsumsi

minuman beralkohol bisa meningkatkan risiko terjadinya kerusakan hati.

d. Ibuprofen
Interaksi Ibuprofen dengan Obat Lain :

Peningkatan risiko terjadinya hiperkalemia dan kerusakan ginjal jika

digunakan dengan ciclosporin atau tacrolimus. Peningkatan kadar

ibuprofen yang dapat memicu efek samping jika digunakan bersama

lithium atau methotrexate.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat Disimpulkan bahwa Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau

golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan.

Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang

mencakup lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi.

Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua

golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non

steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid

terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang

mengalami cedera. Obatobat antiinflamasi golongan steroid seperti

Hidrokortikson dan Deksametason sementara obat Antiinflamasi golongan non

steroid seperti Paracetamol dan Ibufrofen. Masing- masing obat memiliki indikasi

dan efek samping yang dapat timbul jika dikonsumsi.

B. Saran
Sebaiknya obat-obatan Antiinflamasi ini tidak di konsumsi tanpa adanya resep

dokter melihat berbagai macam efek samping yang dapat timbul jika dikonsumsi

secara berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

http://pharmacistsucces.wordpress.com/2013/01/06/interaksi-pada-obat-

Ritter, J.M., Lewis, L.D., Mant, T.G., and Ferro,L. (2008). A Textbook of
Clinical Pharmacology and Therapeutics (5th ed). Hodder Arnold, 338
Euston Road, London, p. 413-414.

Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pengawasan Obatdan Makanan Departemen Kesehatan RI.

Gunawan, S.G., 2007. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Bagian Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, hal 230-233, 274.

Hargono, D., 2000. Obat Analgetik dan Antiinflamasi Nabati. Cermin Dunia
Kedokteran, No.129, PT Kalbe Farma, Jakarta, hal 36

Haryono, S., 1996. Obat Tradisional jamu di Indonesia: pendekatan dan


pengembangannya, Orasi Ilmiah Pada Dies Natalis Universitas Airlangga.
Surabaya , hal 54.

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta, hal 885.

Hutapea, J. R. & Suparmanto, S., 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Jakarta, hal. 199.

Anda mungkin juga menyukai