Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan

International Conference on Population and Development, di Kairo Mesir

tahun 1994 diikuti 180 Negara menyetujui perubahan paradigma dalam

pengolahan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan

pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga berencana menjadi

pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi.

Tahun 1995 konferensi dunia IV tentang wanita dilaksanakan di Beijing,

Cina, di Haquue 1999, di New York tahun 2000 menyepakati antara lain

definisi kesehatan reproduksi yaitu suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

sosial secara utuh, tidak semata - mata bebas dari penyakit atau kecacatan

dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan

prosesnya (Romauli, 2009).

Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak - kanak menuju

masa dewasa. Populasi remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar

penduduk atau 1 dari 5 orang di dunia berusia 10 - 19 tahun (BKKBN 2012).

Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

melaporkan bahwa jumlah remaja usia 10 - 24 tahun sebesar 63,4 juta jiwa

yang terdiri dari laki - laki sebanyak 32.151.398 jiwa dan perempuan

sebanyak 31.275.595 jiwa (BPS, 2010). Penduduk Indonesia didominasi oleh

1
remaja. Jumlah penduduk Indonesia usia 10 - 19 tahun sebesar 66,24% dari

total penduduk (BKKBN, 2012).

Data populasi remaja usia 10 - 19 tahun di propinsi Sulawesi Tenggara

adalah 16,79 % dari total penduduk Sulawesi Tenggara, sedangkan jumlah

populasi usia remaja putri 10 - 19 tahun di Sulawesi Tenggara adalah 9,5%

dari jumlah populasi perempuan. Sedangkan di Kabupaten Muna jumlah usia

remaja usia 10 - 19 tahun berjumlah 62.177 (BPS Kabupaten Muna, 2014).

Masa reproduksi adalah masa yang penting bagi seluruh organisme di

permukaan bumi ini untuk meneruskan keturunannya. Ada berbagai

perubahan yang terjadi selama masa ini berlangsung, antara lain pertumbuhan

badan yang cepat, munculnya ciri – ciri seks sekunder, perubahan emosi dan

menarche. Pria mengalami masa pubertas sekitar usia 13 - 16 tahun, dan

wanita mengalaminya pada usia 12 - 15 tahun. Selanjutnya masa ini akan

berakhir pada saat tercapainya kematangan seksual.

Menarche sebenarnya hanya sebuah istilah medis untuk menjelaskan

peristiwa menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang

wanita. Menarche menjadi hal yang penting bagi seorang wanita dan perlu

mendapatkan perhatian khusus, karena hal ini menandai awal kedewasaan

biologis seorang wanita. Usia ketika mengalami menarche sangat beragam,

ada yang mengalaminya pada usia 11 tahun bahkan ada yang lebih muda lagi.

Namun ada juga yang mengalaminya pada usia 18 tahun.

Menstruasi pertama atau menarche adalah hal yang wajar yang pasti

dialami oleh setiap wanita normal. Berbagai perubahan selama pubertas

2
bersamaan dengan terjadinya menarche meliputi thelarche (perkembangan

payudara), adrenarche (pubarche atau perkembangan rambut aksila dan

pubis). Usia menarche sangat bervariasi diberbagai negara, hal ini

dipengaruhi oleh sistim susunan saraf pusat, sistim indra, sistim hormonal dan

nutrisi (Manuaba, 2009).

Di Amerika usia pubertas remaja putri antara 12 tahun dan 12,5 tahun,

di Inggris usia rata - rata menarche adalah 13 tahun, sedangkan usia

menarche di indonesia bervariasi antara 10 tahun – 16 tahun. Usia menarche

di daerah perkotaan lebih cepat dari pada remaja putri yang tinggal di desa

dan juga lebih lambat wanita yang bekerja berat (Wiknjosastro, 2005) . Pada

umumnya menarche terjadi dalam rentang usia 10 - 16 tahun (Proverawati

dan Misaroh, 2009).

Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa kebanyakan remaja

mempunyai harapan yang lebih negatif terhadap menstruasi pertama

(menarche) dan merespon menstruasi pertama (menarche) secara negatif. Hal

ini dideskripsikan oleh subjek dengan perasaan secara negatif seperti merasa

takut, terkejut, sedih, kecewa, malu khawatir dan bingung. Beberapa

penelitian lainnya menunjukan bahwa remaja memiliki pengetahuan yang

sedikit sehingga tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang menstruasi

pertama (menarche). Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja sama sekali

tidak tahu proses terjadinya menstruasi, darimana darah menstruasi berasal

dan frekuensi datangnya menstruasi (Fajri, 2011).

3
Hasil penelitian oleh Indriyani (2008) bersifat analitik untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap murid SD kelas VI dengan

kesiapan menghapi menarche di Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo

didapatkan hasil p=0,000 menunjukkan hasil bahwa ada hubungan bermakna

antara pengetahuan murid kelas VI dengan kesiapan menghadapi menarche.

Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan padenting

untuk menentukan sikap yang utuh (Notoatmodjo, 2003). Fase tibanya haid

ini merupakan satu periode dimana benar-benar telah siap secara biologis

menjalani fungsi kewanitaannya. Namun semakin muda usia sigadis, dan

semakin belum siap menerima peristiwa haid, akan semakin terasa “kejam

mengancam” pengalaman menstruasi tersebut (Suryani, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2014) bersifat deskriptif

analitik untuk mengetahui hubungan pengetahuan menarche dengan kesiapan

menghadapi menarche di SMP Negeri Tidore Kepulauan menunjukan bahwa

ada hubungan pengetahuan dengan kesiapan remaja putri menghadapi

menarche dimana responden yang menyatakan kesiapannya 22 responden

(62,9 %) sedangkan yang menyatakan tidak siap sebnyak 13 responden

(37,1 %).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti pada 04

Maret 2020 di SD di wilayah Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna,

terdapat lebih dari 30 siswi kelas VI yang belum menstruasi. Survey terhadap

10 orang siswi kelas VI mengatakan belum pernah mendapatkan pelajaran

4
tentang reproduksi khususnya tentang menstruasi dan mengatakan belum tahu

tentang menstruasi ataupun menarche.

Di wilayah Kecamatan Napabalano yang padat penduduknya belum

pernah ada yang meneliti tentang kesiapan siswa mengahadapi menarche

yang sesungguhnya ini sangat penting, melihat lebih banyak pengalaman

orang dewasa yang tidak siap mengahadapi menstruasi pertama. Apabila

dengan bekal pengetahuan dari pelajaran sekolah yang minim tentang

menstruasi sedangkan pada saat itu mereka harus menghadapi menarche,

apakah mereka akan siap menghadapinya. Berdasarkan hal tersebut peneliti

perlu melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap

siswi SD kelas VI dengan kesiapan menghadapi menarche di wilayah

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna tahun 2022.

1.2 Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka dapat dikaji masalah sebagai berikut.

1.2.1 Siswi kelas VI mengatakan belum pernah mendapatkan pelajaran

tentang reproduksi khususnya tentang menstruasi dan mengatakan

belum tahu tentang menstruasi ataupun menarche

1.2.2 Belum pernah ada yang meneliti tentang kesiapan siswa mengahadapi

menarche

5
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas apakah ada hubungan antara

pengetahuan dan sikap siswi SD kelas VI dengan kesiapan menghadapi

menarche di wilayah Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna tahun 2022.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap siswi

SD kelas VI dengan kesiapan menghadapi menarche di wilayah

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna tahun 2022.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan siswi SD

kelas VI dengan kesiapan menghadapi menarche di wilayah

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna tahun 2022.

1.4.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara sikap siswi SD kelas VI

dengan kesiapan menghadapi menarche di wilayah Kecamatan

Napabalano Kabupaten Muna tahun 2022.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Sebagai bahan untuk menambah kepustakaan tentang intervensi

keperawatan khususnya tentang kesiapan siswi dalam menghadapi

menarche.

6
1.5.2 Manfaat praktis

1.5.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas

penelitian dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan

khususnya tentang kesiapan anak dalam menghadapi

menarche.

1.5.2.2 Untuk Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pustaka atau informasi tambahan bagi peneliti - peneliti

selanjutnya untuk mengkaji masalah yang relevan dengan

penelitian ini.

1.5.2.3 Bagi Kecamatan Napabalano

Dapat digunakan sebagai masukan terhadap hubungan

pengetahuan dan sikap siswi dalam menghadapi menarche.

1.5.2.4 Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman berharga dalam memperluas

wawasan tentang menarche.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Menarche

2.1.1 Menarche

1.1 Pengertian

Menarche dapat diartikan perdarahan pertama kali dari uterus

yang terjadi pada seorang wanita, dimana hormon - hormon

reproduksi pada wanita kadarnya mulai meningkat dan berfungsi

ketika umur 10 – 15 tahun (Wikjnosastro, 2005). Usia mulai

terjadinya menarche bagi seorang wanita cukup berfariasi antara

10 - 16 tahun tetapi rata - rata berumur 12,5 tahun. Menstruasi

(haid) adalah perdarahan secara priodik dan siklik dari uterus yang

disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo,

2009)

1.2 Fisiologi proses menstruasi

Rangsangan dari luar masuk memberi respon pada serebrum

yaitu lobus anterior untuk mengeluarkan Follicle Stimulating

Hormone (FSH) dan Lutenizing Hormone (LH) yang

mempengaruhi folikel primer untuk berkembang menjadi folikel de

graff, hal ini membuat estrogen melakukan mekanisme umpan

balik dalam menekan produksi FSH sehingga lobus posterior

mengeluarkan hormon gonat ke dua (II) yaitu LH yang

disalurkan dari hipofisis ke hipotalamaus, jika LH yang


8
dilepaskan baik maka gonadotropin - gonadotropin yang diterima

akan baik pula, sehingga folikel de graff makin lama semakin

matang dan banyak berisi likuor follikuli yang mengandung

estrogen. Sistem kerja dari estrogen ini mempengaruhi

endometrium tumbuh (berpoliverasi), dibawah pengaruh LH folikel

de graff yang lebih matang akan mendekati permukaan ovarium

maka pelepasan ovum dari ovarium terjadi (ovulasi), peristiwa

ini menimbulkan perdarahan sedikit (menarche), kemudian

peritonium dan jaringan seluruh tubuh membentuk korpus

rubrum menjadi korpus luteum (Prawirohardo, 2009).

Pengaruh dari LH - LTH (Luteotropic hormone) maka

korpus luteum menghasilkan hormon progesteron dan

menstimulan endometrium untuk bervoliperasi, kelenjarnya

tersebut menjadi berkelok - kelok dan bersekresi. Bila tidak

terjadi pembuahan korpus luteum akan berdegenerasi yang

mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun, hal ini

memberi efek pada arteri di endometrium sehingga tampak dilatasi

dan statis dengan hiperemia yang diikuti spasme dan iskemia,

pada akhirnya terjadi degenerasi serta perdarahan dan

pelepasan endometrium yang nekrotik (Prawirohardjo, 2009).

1.3 Siklus menstruasi

Siklus menstruasi merupakan suatu daur kejadian pada

ovarium yang menghasilka perubahan tidak hanya pada uterus

9
tetapi secara keseluruhan pada tubuh wanita. Siklus menstruasi

adalah aktivitas yang terjadi di dalam tubuh sebelum, selama

dan diantara menstruasi. Panjang siklus menstruasi adalah jumlah

hari dari hari pertama menstruasi sampai hari berikutnya.

Umumnya siklus menstruasi berlangsung mulai dari 21 sampai

35 hari dan rata - rata adalah 28 hari. Siklus menstruasi mungkin

belum teratur selama satu atau dua tahun pertama sejak menarche

(Manuaba, 2009).

1.4 Fase siklus menstruasi

Menurut Prawirohardjo (2009), fase siklus menstruasi terdiri

dari:

1.4.1 Fase proliferasi

Pada fase proliferasi hormone estrogen sangat

berpengaruh terhadap perubahan endometrium. Dibawah

pengaruh hormon estrogen, endometrium akan mengalami

proliferasi (epitel mengalami regenerasi, kelenjar memanjang

dan jaringan ikat bertambah padat). Di samping itu estrogen

berfungsi menambah afinitas reseptor estrogen dan sekaligus

mempersiapkan reseptor progesteron. Pada masa ini

endometrium tumbuh menjadi lebih tebal kira - kira 3,5 mm.

fase ini berlagsung kira - kira dari hari ke - 5 sampai hari ke -

14 dari hari pertama haid.

10
1.4.2 Fase Sekresi

Pada fase ini hormon yang berpengaruh adalah hormon

progesteron. Dibawah pengaruh progesteron, endometrium

tetap tebalnya, tapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang

dan berliku, membesar, melebar dan berkelok - kelok. Di

dalam endometrium sudah tertimbun glikogen dan kapur

yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur. Fase

sekresi ini berlangsung dari hari ke - 14 sampai hari ke - 28.

1.4.3 Fase Premenstruasi

Ini terjadi bila telur tidak dibuahi. Fase ini berlangsung

kurang lebih 2 - 3 hari sebelum menstruasi.gambaran yang

terjadi pada fase ini adalah korpus luteum berdegenerasi, ini

menjadikan produksi estrogen dan progesteron menurun dan

pengkrutan lapisan fungsional endometrium akibat perubahan

- perubahan pada vascular. Vasokonstriksi arteria spiralis

terjadi 4 - 24 jam sebelum menstruasi, akibat bagian luar/atas

endometrium mengalami antropi dan mengkerut.

1.4.4 Fase menstrual

Fase ini ditandai oleh perdarahan pervaginam yang

berlangsung selama 3 - 5 hari. Secara fisiologis ini

merupakan akhir dari siklus menstruasi karena endometrium

akan luruh ke lapisan dasar bersama darah dari kapiler dan

ovum yang tidak dibuahi.

11
Menurut Prawirohardjo (2009), faktor yang

mempengaruhi kejadian pada menarche dan menstruasi

mempunyai sistem tersendiri yaitu :

2.4.1 Sistem saraf pusat dengan panca indra

Pada anak-anak panca indra dan emosi belum

memberikan rangsangan sampai berangsur-angsur terjadi

perubahan, setelah mencapai umur sekitar 12 – 16 tahun,

mula – mula anak laki - laki dan perempuan bermain

bersama tanpa ada rasa malu, tetapi menjelang umur semakin

bertambah, maka mulai mengalami perubahan emosi dan

rangsangan panca indra. Rangsangan panca indra tersebut

dihambat kelanjutannya oleh nukleus Amyglade, sebagai

penghambat pubertas (inhibitor pubertas) dan baru akan

disalurkan secara perlahan - lahan menuju hipotalamus pada

umur pubertas sekitar 12 – 15 tahun. Demikian juga faktor

emosi belum menunjukkan pengaruhnya secara langsung

pada hipotalamus, dengan demikian menarche belum terjadi.

Semakin dewasa umur wanita maka semakin besar pengaruh

rangsangan dan emosi terhadap hipotalamus, hal ini memberi

respon terhadap pengeluarkan cairan (sekret) neurohormonal

menuju hipofisis melalui sistem portal, serta mempengaruhi

lobus anterior hipofisis.

12
2.4.2 Sistem hormonal : Aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial

Hambatan rangsangan panca indra menuju hipotalamus

melalui nukleus Amygdale dan rangsangan emosi secara

langsung pada hipotalamus makin lama makin berkurang,

yang pada akhirnya mengeluarkan sekret neurohormonal

melalui sistem portal untuk mempengaruhi hipofisis guna

mengeluarkan hipofisis gonadotrophin dalam bentuk Follicle

Stimulating Hormone (FSH) dan LH (Lutheininzing Hormone)

untuk selanjutnya mempengaruhi ovarium.

2.4.3 Perubahan yang terjadi pada ovarium

Diperkirakan setiap wanita mempunyai sekitar 100

ribu folikel primordial yang dapat berkembang setelah

mendapat rangsangan dari hipofisis dalam bentuk hormon

FSH, LH dan prolaktin. Dalam siklus reproduksi aktif

sebanyak 400 buah folikel yang akan mengalami perubahan

dan sebagian besar mengalami oblitrasi menjadi korpus

albikantes. Rangsangan gonadotropin hipofisis FSH

menyebabkan sel granulosa yang berada di sekitar folikel

primordial berkembang.

Pertumbuhan sel granulosa sedemikian rupa sehingga

dalamnya membentuk rongga berisi cairan liquor folliculi

yang mengandung hormon estrogen. Ovum terdesak

kedaerah tepi kemudian di sangga ke dinding folikel oleh

13
cumulus oophorus, akhirnya Ovum terlepisah dengan sel

granulosa oleh zona pelusida.

Pertumbuhan dan perkembangan folikel primordial

yang semakin besar sehingga membentuk folikel de Graff

menuju dinding ovarium. Pada puncak pertumbuhan

dimana permukaan folikel de Graff mengalami nekrobiotik

dan devaskularisasi, hal ini berdampak pada penipisan bebas

dari jaringan ikat dan pembuluh darah. Pengaruh tekanan

liquor folliculi dan LH yang semakin meningkat dan

berfluktuasi, maka terjadilah ovulasi yaitu pelepasan ovum

dari ovarium.

Ovum melanjutkan perjalanan menuju uterus karena

semprotan cairan fullikuli, peristaltik tuba dan aliran gerakan

cairan tuba karena gerakan silianya. Setelah terjadi proses

ovulasi maka folikel de Graff dari korpus rubrum menjadi

korpus luteum.

2.4.4 Perubahan yang terjadi pada uterus

Uterus dengan lapisan lendirnya (endometrium)

merupakan organ akhir dari proses siklus menstruasi,

dimana hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi

pertumbuhannya. Selama dalam masa pertubuhan dan

perkembangannya, folikel primordial mengeluarkan hormon

estrogen dan progesteron yang makin lama makin tinggi

14
kadarnya yang menyebabkan endometrium dalam fase

sekreksi. Umur korpus luteum sekitar delapan hari dan

selanjutnya akan mengalami regresi sehingga pengeluaran

hormon estrogen dan progesteron makin berkurang bahkan

sampai berhenti.

Akibat pengeluaran estrogen dan progesteron turun dan

berhenti, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah dan segera

diikuti vasodilatasi. Situasi demikian menyebabkan pelepasan

lapisan endometrium dalam bentuk serpihan dan perdarahan

yang disebut menstruasi.

2.4.5 Rangsangan estrogen dan proesteron pada panca indra

Rangsangan estrogen dan proesteron pada panca indra,

langsung pada hipotalamus dengan melalui perubahan

emosi.

2.5 Hal yang harus dilakukan remaja putri ketika mengalami

menarche

Hal yang dilakukan oleh remaja puteri ketika menarche

yaitu harus mengatakan pada ibunya, saudara dan teman

perempuan atau keduanya. Lebih baik membicarakannya sebelum

menstruasi dimulai. Hal ini dapat menolong anak untuk

mempersiapkan diri agar lebih siap, setidaknya setiap ibu dapat

meluangkan waktu untuk membicarakan masalah menstruasi, yang

tidak kalah pentingnya pada masa mendatang dokter keluarga,

15
dokter anak atau bidan membahas menstruasi dan memberikan

informasi yang bermanfaat untuk diketahui (Kartono, 2006).

1.5 Remaja

Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki - laki

yang berada pada masa atau usia antara anak - anak dan dewasa.

Batasan usia remaja berbeda - beda sesuai dengan sosial budaya

setempat. International Planned Parenthood Federation

(IPPF/PKBI) mendefinisikan remaja dengan rentang usia 10 - 24

tahun. Batasan ini mengacu pada rentang usia dimana perubahan -

perubahan psikis dan fisik manusia mulai muncul. Beberapa ahli

membagi masa remaja menjadi tiga periode yaitu early adolescent,

middle adolescent dan late adolescent dengan rentang usia 13 - 19

tahun. Masa remaja ada tiga batasan usia yaitu masa remaja awal

(10 - 14 tahun), masa remaja pertengahan (14 - 17 tahun) dan masa

remaja akhir (17 - 19 tahun). Menurut WHO adalah 12 sampai 24

tahun (Nurhayati, 2010). Menurut Depkes RI adalah antara 10

sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10

sampai 19 tahun (Widyastuti, 2009).

Remaja adalah anak usia 10 - 24 tahun yang merupakan usia

antara masa kanak - kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal

proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini

(Romauli, 2009). Manusia memiliki tugas perkembangannya

masing - masing pada tiap tahapan usia. Tugas perkembangan

16
anak, remaja, hingga dewasa pun berbeda - beda. Tugas

perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau diberikan

oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial (Kusmiran, 2011).

Remaja memiliki tugas perkembanganya sendiri setelah

melewati masa kanak - kanak. Tugas perkembangan remaja

menurut Bobak (2005) diantaranya, yaitu remaja dapat menerima

citra tubuh maupun identitas seksualnya. Tugas perkembangan

remaja yang lain, yaitu remaja di harapkan dapat belajar mandiri

dan mengambil keputusannya sendiri. Remaja juga dituntut untuk

dapat mengembangkan sistem nilai personal dan identitas seorang

yang dewasa.

Keadaan emosi selama masa remaja meningkat sebagai

akibat perubahan fisik dan kelenjar. Emosi yang meningkat pada

remaja terjadi akibat tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru

yang tidak disiapkan untuk menghadapi masa remaja. Perubahan

emosional pada remaja akan dimunculkan dalam sikap dan tingkah

laku sehariannya. Remaja dalam mencapai kematangan emosi,

remaja perlu belajar memperoleh gambaran tentang situasi yang

dapat menimbulkan reaksi emosional dengan cara terbuka dengan

keluarga dan teman (Nurhayati 2010).

Aspek psikososial pada remaja merupakan aspek yang

berhubungan dengan kejiwaan dan sosial selama masa

perkembangan remaja. Dalam kehidupan remaja aspek psikososial

17
berlangsung secara seimbang untuk mencapai perkembangan

remajaa yang sehat dan optimal. Pengaruh dari luar remaja akan

mampu mengubah remaja menjadi manusia yang lebih baik, karena

dengan kondisi ini diharapkan terjadi interaksi psikologis dan sosial

menjadi positif yang pada akhirnya dapat berdampak positif pada

pembentukan identitas remaja (Nurhayati 2010).

Menurut Sarwono (2006), urutan perubahan-perubahan fisik

sebagai berikut :

1.5.1 Pertumbuhan tulang - tulang (badan menjadi tinggi, anggota-

anggota badan menjadi panjang). Pinggul pun menjadi

berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat

membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di

bawah kulit

1.5.2 Pertumbuhan payudara, seiring pinggul membesar, maka

payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini

terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan

makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi

lebih besar dan lebih bulat.

1.5.3 Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di

kemaluan. Rambut kemaluan yang tumbuh ini terjadi setelah

pinggul dan payudara mulai berkembang.

1.5.4 Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal

setiap tahunnya

18
1.5.5 Bulu kemaluan menjadi keriting.

1.5.6 Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,

disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.

1.5.7 Tumbuh bulu - bulu ketiak, tertarik pada lawan jenis, cemas,

mudah sedih, lebih perasa, menarik diri, pemalu dan

pemarah. Sensitif atau peka misalnya mudah menangis,

cemas, frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang

jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja puteri, sebelum

menstruasi.

Menurut Widyastuti, dkk, (2009) Berdasarkan sifat atau

masa (rentang waktu), remaja ada tiga tahap, yaitu:

1.5.1 Remaja awal (10 - 12 tahun): merasa lebih dekat dengan

dengan teman sebaya, merasa ingin bebas, merasa lebih

banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir

yang khayal (abstrak).

1.5.2 Masa remaja tengah (13 - 15 tahun): tampak dan merasa

ingin mencari identitas diri, ada keinginan untuk berkencan

atau ketertarikan pada lawan jenis, timbul perasaan cinta

yang mendalam, kemampuan berpikir abstrak (berkhayal)

makin berkembang, berkhayal mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan seksual.

1.5.3 Masa remaja akhir (16 - 19 tahun) : menampakkan

pengungkapan kebebasan diri, dalam mencari teman sebaya

19
lebih selektif, memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan)

terhadap dirinya, dapat mewujudkan perasaan cinta, memiliki

kemampuan berpikir berpikir khayal atau abstrak.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa

remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa

remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan

perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik

menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga.

2.2 Kesiapan Menghadapi Menarche

           Remaja sangat memerlukan kesiapan mental sebelum menarche

karena perasaan cemas dan takut akan muncul. Pengetahuan tentang

perawatan diri saat menstruasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan,

termasuk informasi tentang proses menstruasi dan kesehatan selama

menstruasi. Remaja perempuan akan mengalami kesulitan dalam

menghadapi menstruasi yang pertama jika sebelumnya ia belum pernah

mengetahui atau membicarakannya baik dengan teman sebaya atau dengan

ibu mereka. Idealnya seorang remaja perempuan belajar tentang menstruasi

dari ibunya. Namun informasi tentang menstruasi terhalang oleh tradisi

yang dinganggap memalukan (Kartono, 2006).

Umumnya orang takut melihat darah, apalagi anak - anak. Ketidak

tahuannya dapat menyebabkan secara keliru, seperti mengaitkan haid

dengan penyakit atau luka bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang

memalukan, karena tidak mendapatkan penjelasan yang benar. Menurut

20
hasil penelitian dari partisipan di 23 negara, sepertiga responden

mengatakan mereka tidak diberitahu tentang haid sebelumnya, sehingga

tidak siap dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dari survei tersebut,

mereka yang tidak pernah tahu masalah haid, para wanita itu mengatakan

hal ini merupakan pengalaman yang sangat buruk dan haid pertama

membuat panik, traumatis, malu dan takut.

Kesiapan menghadapi menstruasi pertama (menarche) adalah keadaan

yang menujukkan bahwa seseorang siap untuk mencapai salah satu

kematangan fisik yaitu datangnya menstruasi pertama (menarche), yang

keluar dari tempat khusus wanita pada saat menginjak usia sepuluh sampai

enam belas tahun, yang terjadi secara periodik (pada waktu tertentu) dan

siklik (berulang - ulang). Hal ini ditandai dengan adanya pemahaman yang

mendalam tentang proses menstruasi sehingga siap menerima dan

mengalami menstruasi pertama (menarche) sebagai proses yang normal

(Fajri, 2011)

Menurut Fajri (2011) ada tiga aspek mengenai kesiapan, yaitu:

2.2.1 Aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengerti dan

mengetahui kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai salah

satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal - hal yang

terjadi.

2.2.2 Aspek penghayatan, yaitu sebuah kondisi psikologis dimana

seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara

21
alami akan menimpa hampir semua orang adalah sesuatu yang wajar,

normal, dan tidak perlu dikhawatirkan.

2.2.3 Aspek kesediaan, yaitu suatu kondisi psikologis dimana seseorang

sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami

secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah

satu proses kehidupan.

2.3 Tinjauan Pengetahuan

2.3.1 Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan itu terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia yang diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior)

(Notoatmodjo, 2007).

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan dalam domain kognitif   mempunyai 6

tingkatan, tetapi dalam materi ini yag sesuai hanya 3 tingkatan, yaitu:

2.3.2.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) termasuk suatu spesifik dari

22
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.

2.3.2.2 Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

2.3.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi pada situasi/ kondisi yang sebenarnya

(Notoatmodjo, 2007).

2.3.2.4 Analisa (anayisis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen - komponen

yang masih saling terkait dan masih di dalam struktur

organisasi tersebut.

2.3.2.5 Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian ke dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru.

2.3.2.6 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai berkaitan dengan

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilitian

terhadap suatu materi atau objek.

23
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan adalah :

2.3.3.1 Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi pola hidup

seseorang terhadap peningkatan derajat kesehatan

terutama dalam memotivasi sikap dan turut berperan

serta dalam upaya-upaya pembangunan. Pada umumnya

makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah

menerima informasi.

b. Perkerjaan

Perkerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan

oleh seseorang terutama untuk menunjang kehidupannya

dan hidup keluarganya.

c. Umur

Semakin cukup umur dan tingkat kematangan

serta kekuatan seseorang maka akan lebih baik

dalam berfikir maupun dalam berkerja.

24
2.3.3.2 Faktor Eksternal

a. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

ada disekitar manusia dan dapat mempengaruhi pada

perkembangan serta prilaku orang atau kelompok.

b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada dan berlaku pada

masyarakatdapat mempengaruhi sikap seseorang dalam

menerima informasi.

Dari hasil penelitian Yuliana (2013) bahwa ada hubungan

yang bermakna (signifikan) antara pengetahuan dengan

kesiapan remaja putrid menghadapi menarche dengan nilai

signifikan lebih kecil dari 5% (p=0,010 < 0,05) dimana hasil

penelitian menunjukan terdapat beberapa responden yang

pengetahuan kurang tetapi siap dalam mengahadap menarche,

hal ini disebabkan karena berbagi faktor lainnya seperti adanya

dukungan keluarga, pengaruh lingkungan interaksi teman

sebaya atau sikap dari remaja putri.

2.4 Tinjauan Sikap

2.4.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap (attitude) merupakan reaksi

atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau obyek. Sedangkan Menurut Azwar (2007), sikap adalah


25
suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek

perasaan yang mendukung atau memihak maupun perasaan tidak

mendukung pada objek tersebut.

2.4.2 Komponen sikap

2.4.2.1 Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang

mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi

objek sikap.

2.4.2.2 Komponen afektif

Komponen sikap menyangkut masalah emosional

subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum 

komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki

terhadap sesuatu.

2.4.2.3 Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam

struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Sikap ini terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

1.1.1 Menerima (Receiving) : Menerima diartikan bahwa orang

atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

26
diberikan (objek).

1.1.2 Merespon (Responding) : Merespon adalah memberikan

jawaban apabila ditanya dan, mengerjakan tugas yang

diberikan.

1.1.3 Menghargai (Valuing) : Mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

1.1.4 Bertanggung Jawab (Responsible) : Bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilih.

2.4.3 Sifat Sikap

Sikap dapat bersifat positif dan bersifat negatif.

2.4.3.1 Sikap Positif kecenderungan dalam tindakan berupa

mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.

2.4.3.2 Sikap negatif memiliki kecenderungan untuk bersikap

menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek

tertentu.

2.4.4 Cara Pengukuran Sikap

  Menurut Notoadmodjo (2007) Pengukuran sikap dapat

dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat

ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden

terhadap suatu objek, sedangkan secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis kemudian

ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner, teori tentang

pengukuran sikap berdasarkan pada skala, yaitu:

27
2.4.4.1 Skala Thurstone (Method of Equel - Appearing Intervals)

Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang

pada rentangan kontinum dari yang bersifat unfavorabel

hingga  fafovabel terhadap suatu obyek dengan memberikan

sejumlah aitem sikap pada responden yang telah

ditentukan ukuran favorabilitasnya (nilai skala), dengan

nilai skala dan memilih pernyataan sikap yang diekspresikan.

Skala rating yang memiliki rentang 1 - 11 atau (  1  2  3  4 

5  6  7  8  9  10  11). 

2.4.4.2 Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

Likert (1932) menggunakan teknik konsultasi tes

lain. Dengan masing - masing aitem skala terdiri dari 4

point (Sangat tidak setuju, Tidak setuju, Setuju dan Sangat

setuju), bila diubah dalam angka maka untuk sangat setuju

nilainya 4, Setuju 3, Tidak setuju 2, sedangkan untuk

Sangat Tidak setuju nilainya 1.

2.4.5 Unobstrusive Measures 

Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang

dapat mencatat aspek - aspek perilakunya sendiri atau ada hubungan

sikapnya dalam pertanyaan.  

2.4.6 Multidimensional Scaling 

Teknik ini memberikan deskripsi pada seseorang tapi kadang

kala dapat menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas

28
struktur dimensinal yang kurang valid terutama apabila diterapkan

pada orang lain.

Remaja yang akan mengalami menarche membutuhkan kesiapan

mental yang baik. Kesiapan menghadapi menarche adalah keadaan

yang menunjukan bahwa seseorang siap untuk mencapai salah satu

kematangan fisik yaitu datangnya menarche (Fajri, 2010). Dari hasil

penelitian Yuliana (2013) bahwa ada hubungan yang bermakna

(signifikan) antara sikap dengan kesiapan remaja putri menghadapi

menarche dengan nilai signifikan lebih kecil dari 5% (p=0,010<0,05)

bahwa pemahaman ataupun pengetahuan baik dan buruk, salah atau

benarnya suatu hal akan menentukan sistem kepercayaan seseorang

sehingga akan berpengaruh terhadap sikap seseorang. Sikap baik dan

cukup dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung yang dialami oleh

individu terhadap suatu hal dan sikap tidak dibawah sejak lahir tetapi

dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman hidup sepanjang

perkembangan selama hidupnya (Yuliana, 2013)

29
2.5 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.5.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Kesiapan menghadapi
menarche

Sikap

Gambar 1 : Bagan kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel Independen (bebas)

: Variabel Dependent (terikat)

: Hubungan antara variable yang diteliti


2.5.2 Hipotesis Penelitian

a. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kesiapan

menghadapi menarche.

Tidak ada hubungan antara sikap dengan kesiapan menghadapi

menarche.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara pengetahuan dengan kesiapan menghadapi

menarche.

Ada hubungan antara sikap dengan kesiapan menghadapi menarche

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei

analitik.

3.2 Rancangan Bangun Penelitian

Rancang bangun dalam penelitian ini yaitu cross sectional, yaitu dimana

variabel independent dan variabel dependent diobservasi atau diukur satu

kali pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini

variabel independent adalah pengetahuan dan sikap sedangakan variabel

dependent adalah kesiapan menghadapi menarche.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD wilayah Kecamatan Napabalano

Kabupaten Muna.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Januari - 30 Januari 2023

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua murid perempuan

SD kelas VI yang akan menghadapi menarche yang berjumlah 134

31
orang di wilayah Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik

pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling yakni

suatu cara pengambilan sampel, bila objek yang diteliti atau sumber

data sangat luas atau besar, yakni populasinya heterogen, terdiri atas

cluster dan strata (Hidayat, 2007). Adapun sampel yang diambil adalah

hanya 2 SD dari 12 SD yang ada di wilayah Kecamatan Napabalano

yaitu SD 3 dan SD 13 dengan jumlah semuanya 40 murid. Jadi jumlah

sampel keseluruhan adalah 40 responden.

Kriteria inklusi subyek penelitian :

2.1 Siswi SD kelas VI yang bersedia menjadi responden

2.2 Siswi SD kelas VI yang tercatat dibuku register absen dan masih

aktif.

Kriteria eksklusi subyek penelitian :

2.1 siswi SD kelas VI yang sudah haid

2.2 siswi SD kelas VI yang sakit / tidak hadir.

32
3.5 Kerangka Operasional

Tingkat Pengetahuan Faktor –faktor yang


1. Tahu mempengaruhi
1. Pengalaman
2. Memahami
2. Tingkat
3. Aplikasi Pengetahuan
4. Analisis 3. Fasilitas
4.Sosial Budaya
5. Sintesis
5.Penghasilan
6. Evaluasi 6.Sosial Ekonomi

Tingkat Pengetahuan Siswi tentang Menarche

Pengertian Fisiologi Tanda-Tanda Faktor-faktor


Menarche Menarche Menarche mempengaruhi
Menarche

Gambar 2 : Bagan kerangka Operasional

3.6 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel

3.6.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang

menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Suryabrata, variabel

adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan

penelitian, sering pula dinyatakan variabel penelitian sebagai faktor-

faktor yang berperan dalam peristiwa yang akan diteliti.

Variabel bebas adalah suatu variabel yang apabila dalam suatu

waktu berada bersamaan dengan variabel lain, maka variabel lain itu

33
akan dapat berubah dalam keragamannya. Sedangkan variabel yang

berubah karena pengaruh variabel bebas disebut variabel terikat.

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah “Tingkat

Pengetahuan, sikap dan Kesiapan Menghadapi Menarche”, dimana

variabelnya dibagi menjadi dua, yaitu :

3.6.1.1 Variabel bebas (Independent Variable) yaitu variabel

prediktor, merupakan variabel yang dapat mempengaruhi

perubahan dalam variabel terikat dan mempunyai hubungan

yang positif dan negatif. Adapun variabel bebas dalam

penelitian ini adalah Pengetahuan dan sikap.

3.6.1.2 Variabel terikat (Dependent Variable) atau disebut variabel

kriteria, menjadi perhatian utama (sebagai faktor yang

berlaku dalam pengamatan) dan sekaligus menjadi sasaran

dalam penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Kesiapan Menghadapi Menarche di Wilayah Kecamatan

Napabalano Kabupaten Muna Tahun 2020.

3.6.2 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel

3.6.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui

responden untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang

kesiapan menghadapi menarche dengan menggunakan

kuesioner dengan jumlah pertanyaan 10, menggunakan skala

Gutman jika responden menjawab dengan tepat maka diberi

34
skor 1 dan jika tidak tepat diberi skor 0, pengukuran

menggunakan rumus :

Skor Hasil
Skor = -------------- x 100%
Skor kriteria
.
Penentuan kriteria :

Baik : Hasil Presentase ≥76 %

Kurang : Hasil Presentase < 76 %

(Arikunto, 2006)

3.6.2.2 Sikap

Sikap merupakan predisposisi prilaku dari kesadaran

yang sifatnya individual dan memiliki motivasi untuk

melakukan sesuatu, yang di ukur berdasarkan 10 pertanyaan,

dengan menggunakan 4 katerogi jawaban Sangat Setuju (SS)

diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS)

diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1.

Diukur menggunakan skala Likert :

Skor tertinggi : 10 x 4 = 40 (100%)

Skor terendah 10 x1=10 ( 25 % ) .

Interval = skor tertinggi-skor terendah

100 %−25 %=75 %

75 %
=37 , 5 %
2

Skor satuan, 100 %−37,5 %=62,5%

35
Sehingga:

Positif = bila jawaban responden > 62,5%

Negatif = bila jawaban responden < 62,5%

(Sugiyono, 2006)

3.6.2.3 Kesiapan menghadapi menarche

Kesiapan menghadapi menarche merupakan suatu

kondisi sikap yang dimiliki oleh seorang wanita remaja awal,

baik secara fisik maupun mental, yang diukur dengan

kuesioner dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah

pertanyaan 10, jika responden menjawab dengan tepat maka

diberi skor 1 dan jika tidak tepat diberi skor 0 menggunakan

skala Gutman, pengukuran menggunakan skala interval

dengan kriteria obyektif:

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 10 x 1 = 10  (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 10 x 0 = 0  (0%)

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

R
I=
K

Dimana : I = Interval kelas

R = Range/rentang (100 + 0 = 100)

K = Jumlah kategori (2)

36
R
Jadi untuk I=
K

= 100%/2 = 50

Penentuan kriteria :

Siap = bila jawaban responden > 50%

Tidak siap = bila jawaban responden < 50%

(Sugiyono, 2006).

3.7 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

3.7.1 Teknik

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berupa kuisioner yang merupakan lembaran yang berisi

pertanyaan - pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian.

3.7.2 Prosedur Pengumpulan Data

3.7.2.1 Data Primer

Data primer yang diperoleh melalui responden yang

terpilih dengan menggunakan kuesioner meliputi identitas

responden, umur, asal sekolah, pengetahuan, sikap dan

perilaku terhadap menarche.

3.7.2.2 Data Sekunder

Data Sekunder diperoleh melalui penelusuran

literatur dan data-data dari buku register.

37
3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data (Hidayat, 2007). Pengolahan data menggunakan

perangkat lunak computer. Pengolahan data dapat dilakukan dengan

cara :

3.8.1.1 Editing

Penyuntingan data yang dilakukan pada saat penelitian

yakni memeriksa semua lembaran observasi yang diisi yaitu

kelengkapan data dan memeriksa keseragaman data.

3.8.1.2 Coding

Pengkodean pada lembar observasi, pada tahap ini

kegiatan yang dilakukan ialah mengisi daftar kode yang

disediakan pada observasi sesuai terhadap hasil pengamatan

yang dilakukan

3.8.1.3 Skoring

Tahap pemberian skor pada lembar observasi dalam

bentuk angka-angka.

3.8.1.4 Tabulating

Pengolahan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat

yang dimiliki yang mana sesuai terhadap tujuan penelitian ini.

Tabel yang digunakan yaitu berupa tabel sederhana.

38
3.8.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara manual menggunakan analisis

infrensial sebagai berikut :

3.8.2.1 Univariat

Pada tahap ini dilakukan analisis univariat berupa

distribusi frekuensi persentase variabel tunggal sesuai dengan

tujuan penelitian. Sedangkan penyajiannya dilakukan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi persentase disertai dengan

penjelasan - penjelasan tabel.

Sedangkan dalam pengolahan data digunakan rumus:

f
X = -------------- x 100%
n

Keterangan:

f = frekuensi variabel yang diteliti

n = jumlah sampel penelitian

X = persentase hasil yang dicapai.

3.8.2.2 Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan

tersebut diketahui dengan menggunakan uji dengan

menggunakan uji statistik “Chi-Square” dengan rumus

(Notoatmodjo, 2010) :

39
2 ( 0−E )
x =∑
E

Keterangan :
2
x = Chi-square

∑ = jumlah

O = nilai frekuensi yang diobservasi


E = nilai frekuensi yang diharapkan

Untuk interprestasi data yaitu x2 dihitung

dibandingkan dengan x2 tabel, pada taraf signifikan 95 %

atau 0,05.

a) Pengambilan keputusan p ≤ α (0,05) maka Ha diterima

yang berarti ada hubungan antara variabel yang diteliti.

b) Pengambilan keputusan p > α (0,05) maka Ha ditolak

yang berarti tidak ada hubungan antara variabel yang

diteliti.

40

Anda mungkin juga menyukai