SEKAPUR SIRIH
Sebuah cerita rakyat dapat mencerdaskan seorang anak bangsa karena di dalamnya terdapat
pengetahuan dan pesan yang perlu diketahui anak- anak. Anak-anak jangan segan dan jangan malas
membaca buku cerita rakyat seperti cerita rakyat Melayu ini. Cerita ini dikemas dengan kelucuan dan
mudah dimengerti.
Sumber cerita naskah rakyat ini berjudul "Hikayat Maharaja Bispu Raja di Negeri Astana Pura Negara❞
dalam buku Geschiedenis van Vorst Bispoe Radja karya J.C. Fraissinet yang terbit tahun 1849 di Te
Leiden: H.W. Hazenberg & Comp. Naskah yang awalnya beraksara Arab Melayu itu terlebih dahulu
dialihaksarakan ke dalam aksara latin oleh penulis.
Pada awalnya, "Misteri Petualangan Bispu Raja" berjudul Misteri Menjelang Malam Purnama yang
diceritakan kembali oleh Rr. Dwiantari H. Untuk keperluan Gerakan Literasi Bangsa, pada saat
penelaahan ulang buku ini, penulis mendapatkan saran dari pakar untuk mengganti judulnya menjadi
"Misteri Petualangan Bispu Raja".
Sehubungan terlibatnya penulis dalam kegiatan ini, dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. sebagai Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. Dr. Gufran
NAMA : ADELIA DARIS AL FATIN
NO. ABSEN : 03/X-02
Melihat hal itu Puteri Kuning segera mengambil sapu dan mulai membersihkan taman kesayangan
ayahandanya. Dedaunan kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan berlebih
dipangkasnya agar terlihat lebih rapi. Sementara kakak-kakaknya yang melihat Puteri Kuning sibuk di
taman, malah mencemooh. “Lihat, tampaknya kita memiliki pelayan baru,” kata salah seorang
diantaranya.
“Hai pelayan! Kami masih melihat banyak kotoran di sini!” ujar salah seorang kakaknya sambil
melemparkan sampah ke arah taman. Sejurus kemudian, mereka pun langsung menyerbu dan
mengacak-acak taman. Dan, setelah puas mengacak-acak taman lalu pergi begitu saja menuju danau
untuk bermain sambil berenang. Begitu kelakuan kakak-kakak Puteri Kuning setiap harinya hingga
ayah mereka pulang.
Ketika Sang Raja pulang, ia hanya mendapati Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana,
sementara kesembilan kakaknya sedang asyik bermain di danau. Ia agak kecewa karena telah bersusah
payah membawakan buah tangan tetapi tidak disambut dengan hangat oleh anak-anaknya. Hanya Puteri
Kuninglah yang berlari sendirian untuk menyambutnya dengan rasa suka cita.
Sambil berjalan menuju teras, Sang Raja berkata, “Anakku yang rajin dan baik budi. Ayah hanya dapat
memberimu sebuah kalung batu hijau. Ayahanda telah mencari di seluruh pelosok kerajaan seberang
tetapi tidak menemukan kalung batu kuning seperti warna kesayanganmu”.
“Sudah tidak mengapa, Ayahanda. Kalung batu hijau juga akan serasi dengan warna bajuku,” kata
Puteri Kuning lemah lembut.
Keesokan harinya, walau seluruhnya telah diberi cinderamata, tetapi masih saja ada yang iri. Salah
satunya Puteri Hijau yang melihat Puteri Kuning memakai kalung batu hijau segera menghampiri.
“Wahai adikku, seharusnya kalung itu milikku karena berwarna hijau. Kenapa sampai ada di lehermu?”
tanya Puteri Hijau dengan perasaan iri.
“Ayah memberikannya padaku,” sahut Puteri Kuning singkat dan jelas.
Puteri Hijau tidak terima penjelasan Puteri Kuning. Dia segera berlari pergi menemui saudari-
saudarinya yang lain. “Kalung hijau yang dipakai Si Kuning sebenarnya milikku. Tetapi dia
mengambilnya dari saku ayah!” katanya menghasut ke delapan saudarinya.
Mendengar hasutan Puteri Hijau saudari-saudarinya menjadi panas hati. Mereka kemudian bersepakat
untuk merampas kalung itu dari tangan Puteri Kuning. Kesembilan adik-beradik tersebut lalu bersama-
sama menemui puteri hijau. Setelah bertemu, mereka langsung memaksa Puteri Hijau untuk
menyerahkan kalungnya. Tentu saja ia menolak dan akhirnya terjadilah perkelahian sengit hingga
kepalanya terkena pukulan dan meninggal saat itu juga.
“Dia meninggal!” seru Puteri Jingga panik.
“Kita harus menutupi kejadian ini,” kata Puteri Merah Merona.
“Kalau begitu kita harus cepat menguburkannya agar Ayahanda dan seisi istana tidak mengetahui
kejadian ini!” kata Puteri Jambon kepada saudari-saudarinya.
Sepakat dengan Sang Kakak (Puteri Jambon), mereka pun lantas beramai-ramai mengusung jasad Puteri
Kuning untuk dikuburkan di tengah taman istana. Bersama jasad Sang Puteri Kuning, turut pula
dikuburkan benda yang menjadi bahan perebutan, yaitu kalung batu hijau. Benda ini dikuburkan sendiri
oleh Puteri Hijau yang memicu ada pertengkaran dan perkelahian dengan Puteri Kuning.
Sore harinya, entah mengapa Sang Raja merasa kangen dan ingin berbincang dengan Puteri Kuning di
taman istana tempatnya biasa bermain. Namun, karena tidak menemukannya, dia lalu memanggil para
puterinya yang lain untuk menanyakan keberadaan adik bungsu mereka. Satu per satu ditanyainya,
tetapi tidak ada seorang pun yang mau berterus terang. Mereka memilih tutup mulut dan pura-pura tidak
mengetahui keberadaan Puteri Kuning.
Khawatir akan keberadaan dan keselamatan puteri bungsunya, raja lalu menitah para pengawal kerajaan
untuk mencarinya ke seluruh penjuru istana. “Hai, para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!”
teriaknya gusar.
Pencarian Puteri Kuning selama berhari-hari hingga berminggu-minggu di seluruh penjuru istana tentu
saja sia-sia belaka karena telah dikubur sangat rapi oleh saudari-saudarinya hingga tidak ada bisa
menyangkanya. Hal ini membuat Sang Raja menjadi sangat sedih dan menyesal karena tidak mampu
menjaga, merawat, dan mengarahkan puteri-puterinya. Mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang
egois, tidak peduli terhadap sesama serta tidak patuh terhadap nasihat orang tua. Oleh karena itu Sang
Raja segera mengirimkan mereka ke negeri seberang untuk belajar budi pekerti. Tujuannya, agar
mereka menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan dapat saling menjaga antara satu dengan
lainnya.
Beberapa minggu setelah para puteri raja belajar budi pekerti di negeri seberang, tumbuhlah sebuah
tanaman di atas kubur Puteri Kuning. “Tanaman apakah ini?” seru Sang Raja heran. “Batangnya
bagaikan jubah Puteri Kuning, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, sementara bunganya
putih kekuningan dan berbau sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning,”
tambahnya.
Sejak saat itulah bunga tersebut diberi nama bunga kemuning karena mengingatkan raja pada Puteri
Kuning. Dan, sama seperti Puteri Kuning, bunga kemuning memiliki banyak kebaikan. Bunganya dapat
digunakan untuk mengharumkan rambut, batangnya dapat dipakai untuk membuat kotak-kotak indah,
dan kulit kayunya dapat ditumbuk untuk dijadikan bedak penghalus wajah.
NAMA : AHMAD LUTHFI DWI SETYAWAN
NO. ABSEN : 04/X-02
JUDUL HIKAYAT
NAMA : ANDHIKA PRATAMA PANDUWINATA
NO. ABSEN : 06/X-02
Setelah menikah, Shinta terus mengulur waktu eksekusi dengan cara menceritakan sebuah dongeng.
Ternyata, raja menyukai dongeng yang diceritakan oleh Shinta.
Saking serunya, tidak terasa hari sudah berganti dan waktu eksekusi telah tiba.
Namun, Shinta yang cerdik kemudian berkata bahwa ceritanya akan dilanjutkan besok malam.
Raja yang kejam itu pun menyetujuinya karena sangat menyukai cerita tersebut.
Dengan begitu, Shinta pun belum terbunuh karena ceritanya belum selesai.
Tidak terasa, sudah 30 hari wanita tersebut bercerita kepada raja hingga akhirnya dia melupakan
hukuman mati kepada istrinya tersebut.
Keberanian Shinta berbuah manis karena dia bisa menyelamatkan perempuan-perempuan lain di
wilayahnya dan membuat Raja Kalanggan menjadi orang yang mencintai rakyatnya
NAMA : AULIA RAHMAT HIDAYAT
NO. ABSEN : 07/X-02
HIKAYAT ABDULLAH
Abdullah adalah keturunan keluarga yang terpelajar. Datuknya bernama Syekh Abdul Qadir, seorang
Arab dari Yaman, yang menjadi guru agama dan bahasa. Ia bertempat tinggal di Nagore, Keling, dan
kawin dengan seorang wanita Keling. Kakak Abdullah merantau ke Malaka. Di sana ia kawin dengan
seorang anak syekh.
Istri syekh itu mengepalai suatu sekolah yang banyak siswanya. Ayah Abdullah bernama Abdul Qadir
juga. Ia menjadi guru agama dan bahasa. Di samping itu, ia juga menjadi pembantu Tuan Marsden yang
terkenal dengan karya-karya gramatika dan leksikologinya. Ayah Abdullah juga seorang pedagang.
Atas perintah orang Belanda, ia membeli tidak kurang dari enam puluh naskah Melayu.
Paman-paman Abdullah juga bekerja di bidang pengajaran di Malaka. Dari ibunya, dalam tubuh
Abdullah mengalir darah India sehingga di Malaka lebih dikenal sebagai orang Keling. Dari perkawinan
yang kedua, Abdul Qadir beranak lima orang putra, empat orang yang pertama meninggal dunia pada
usia awal kanak-kanak.
Hanya Abdullah sendirilah yang masih hidup. Ia dalam keadaan lemah dan sering sakit. Agar dapat
berusia panjang, sesuai dengan takhayul, Abdullah "dijual" kepada keluarga yang banyak anaknya.
Abdullah menjadi sangat dimanjakan. Sampai usia 7 tahun ia hanya boleh bermain-main di rumah saja,
dengan papan dan tinta.
Pesan Moral:
Sayangi keluargamu dan banyaklah bersyukur dalam setiap sesuatu yang dimiliki.
NAMA : BIMA SAKTI PRATAMA
NO. ABSEN : 08/X-02
Pada suatu hari ratu Cik Sima mengajak anaknya mandi di Lubuk Umai. Pada saat itu Cik Sima dan
anak-anaknya tidak mengetahui jika ada Pangeran Empang yang sedang mengintip kegiatan ratu Cik
Sima bersama Putri Tujuh dibalik semak-semak.
Pangeran Empang melihat Mayang Sari dan dia terpana dengan kecantikan Mayang Sari. Pangeran
Empang tertarik dengan Mayang Sari sehingga mengirim utusannya untuk meminang sang putri.
Namun berdasarkan adat, jika ingin meminang anak perempuan yang memiliki kakak, harus meminta
izin dan pihak kakak harus menyetujuinya. Pangeran Empang merasa pinangannya ditolak kemudian
dia mengirim pasukan perang ke kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Peperangan tidak bisa dihindari dan berlangsung hingga empat bulan. Selama peperangan banyak
pasukan Raja Empang yang tewas, sehingga pasukan perang ditarik dan keadaan sudah mulai tenang.
Merasa keadaanya sudah aman, Ratu Cik Sima berlarui menuju hutan dimana ketujuh putrinya
disembunyikan. Sesampainya disana, ketujuh putrinya tewas akibat kelaparan.
NAMA : CEYZA CHAYARA FELICYA
NO. ABSEN : 09/X-02
Baginda Raja Daha mempunya tiga orang saudara. Seorang menjadi raja di Kahuripan dan seorang
menjadi raja di Gagelang, sedangkan yang satu lagi seorang wanita, menjadi pertapa di Gunung Wilis
dengan gelar Nyi Gandasari. Raja Kahuripan mempunyai seorang putra yang tampan dan gagah serta
amat baik perangainya. Raden Inu Kertapati namanya. Raja Kahuripan ingin sekali putranya
mendapatkan jodoh dan menikahkan putranya dengan seorang putri yang pantas sebagai menantu raja.
Setelah menimbang sana sini dan pilih sana pilih sini, maka pilihan calon menantu itu jatuh pada putri
saudaranya sendiri yang cantik jelita, yaitu Galuh Candra Kirana.
Raja Kahuripan kemudian mengirim utusan ke kerajaan Daha meminang putri Galuh Candra Kirana
untuk dijodohkankan menjadi istri putranya, Raden Ini Kertapati. Pinangan tersebut diterima dengan
senang hati oleh Raja Daha dan rakyatnya, kecuali Paduka Liku, selir baginda Raja Daha. Rasa iri dalam
hatinya kemudian menimbulkan niat jahat untuk menyingkirkan permaisuri serta putri Galuh Candra
Kirana, agar ia dapat menggantikan kedudukan sebagai permaisuri dan galuh Ajeng dapat dijodohkan
dengan Raden Inu Kertapati.
Untuk melaksanakan niat jahatnya itu, Paduka Liku, pada suatu hari membuat makanan tapai yang
dicampur racun, dan disuruhnya seorang dayang untuk memberikan tapai itu kepada permaisuri.
Permaisuri dengan senang hati menerima pemberian tapai tersebut, karena baru pertama kali itu Paduka
Liku mengirimkan makanan untuk dia. Selainmemberikan tapai beracun, Paduka Liku juga menyuruh
adiknya untuk minta azimat guna-guna kepada seorang petapa sakti, agar raja tambah sayang
kepadanya.
Sore hari, ketika sedang duduk santai di taman peristirahatan istana, permaisuri akan tapai pemberian
selir Paduka Liku. Ia memerintahkan seorang dayang untuk mengambil tapai tersebut. Baru saja tapai
dimakan, badannya langsung kejang-kejang, mata mendelik dan mulutnya berbusa. Dayang-dayang jadi
panik. Candra Kirana menjerit-jerit ketika melihat keadaan ibunya.
Permaisuri meninggal seketika itu juga. Seisi istana jadi sedih dan berduka. Termasuk Mahadewi, selir
baginda yang lain. Ia merasa sedih atas kematian permaisuri ketika dengan tergopoh-gopoh baginda
raja datang dan sangat marah kepada Paduka Liku atas bencana yang ditimbulkannya. Namun setelah
berhadapan dengan Paduka Liku, baginda berubah sikap menjadi tenang dan tetap ramah kepadanya.
Kabar tentang wafatnya permaisuri kerajaan Daha sampai ke Kahuripan. Baginda raja Kahuripan
merasa kasihan kepada Candra Kirana atas nasibnya itu. Untuk menghiburnya Baginda ingin
mengirimkan bingkisan kepada calon menantunya itu. Raden Inu Kertapati lalu disuruh membuat dua
buah boneka. Satu dari emas dan satu lagi dari perak. Boneka Emas dibungkus dengan kain biasa, dan
boneka perak dibungkus dengan sutera yang indah. Setelah bingkisan tiba di Daha, Baginda menyuruh
Galuh Ajeng memilih lebih dahulu. Karena tamaknya diambilnya bungkusan sutera dan yang
berbungkus dengan kain biasa diberikan kepada Candra Kirana.
Betapa gembira hati Candra Kirana setelah membuka bungkusan, ternyata yang didapatkannya adalah
boneka emas yang berkilau-kilauan. Ditimang-timangnya boneka itu dan selalu dibawanya ke mana ia
pergi. Galuh Ajeng yang kemudian mengetahui kalau boneka yang didapatkan oleh kakaknya jauh lebih
bagus, ia ingin memilikinya. Atas bujukan Paduka Liku, Baginda menyuruh Candra Kirana agar
menukarkan boneka miliknya dengan boneka Galuh Ajeng. Candra Kirana tida
NAMA : DEWI NAYSWA FARENTA
NO. ABSEN : 11/X-02
Merah Gajah kemudian dikawinkan dengan Putri Betong dan beroleh dua orang anak laki-laki, yaitu
Merah Silu dan Merah Hasum. Sepeninggal kedua orang tuanya, ibunya menghilang karena sehelai
rambutnya yang berwarna putih perak dicabut oleh ayahnya (Merah Gajah) dan ayahnya mati terbunuh,
Merah Silu menjadi kaya raya karena dapat mengubah gelang-gelang menjadi emas.
Dia berpindah tempat tinggal dan mendirikan kerajaan. Setelah ia masuk Islam, ia bergelar Sultan
Malikul Saleh dan kerajaannya disebut Samudera Darul Islam. Putranya yang bernama Malikul Tahir
mendirikan Kerajaan Pasai, yang disesuaikan dengan anjing perburuannya yang mati di tempat itu. Ia
berputra dua orang, Malikul Mahmud dan Malikul Mansur.
Pada waktu Pasai diserang oleh Siam, Malikul Mahmud memimpin peperangan melawannya; Siam pun
kalah. Malikul Mahmud menggantikan ayahnya menjadi Raja Pasai. Adiknya, Malikul Mansur,
diasingkan karena dianggap bermusuhan terhadapnya. Narnun, Sultan Malikul Mahmud kemudian
sangat menyesal dan pilu hatinya ketika mendengar berita bahwa adiknya telah meninggal dalam
pengasingan.
Ia pun jatuh sakit dan mangkat, Ialu digantikan oleh Sultan Ahmad. Sultan Ahmad berkuasa mutlak.
Putranya lima orang, yaitu Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil, Tun Abdul Fazil, dan dua orang putri
(Tun Madim dan Tun Takiah Dara). Karena Tun Beraim Bapa menghalang-halangi niat Sultan Ahmad
(ayahnya) yang akan memperistri putrinya sendiri, ia disingkirkan dengan dibunuh. Demikian juga Tun
Abdul Jalil dibunuhnya karena Sultan Ahmad menghendaki calon istrinya adalah Putri Gemerancang,
putri Maharaja Majapahit. Begitu mengetahui kekasihnya terbunuh, Putri Gemerancang
menenggelamkan diri ke dalam lautan bersama dengan kepalanya.
Raja Majapahit menjadi sangat murka; Pasai diserang dan dikalahkannya. Sultan Ahmad melarikan diri
dari Pasai. Pada bagian akhir hikayat itu diceritakan tentang ekspansi Majapahit ke Jambi, Palembang,
dan Ujong Tanah. Kemenangan diperolehnya dimana-mana. Hanya di Suatang (Minangkabau)
Majapahit tidak begitu mujur. Setelah kalah beradu kerbau karena suatu muslihat, laskar Majapahit
diserang habis-habisan oleh laskar Suatang
NAMA : DIMAS ANGGI SAPUTRA
NO. ABSEN : 12/X-02
JUDUL HIKAYAT
NAMA : ELLY FATURRAHMAWATI
NO. ABSEN : 13/X-02
Namun sekian lama mereka telah menggali dan merusak rumah mereka tidak ada emas apapun atau
perhiasan apapun di dalamnya. Mereka pun kecewa. Di balik kekecewaan mereka namun raja tidak merasa
saah dan tidak mengganti kerugian para pekerjanya.
Mendengar demikian Abu Nawas jengkel dan mencari cara untuk membalas raja. Sekian hari Abu Nawas
berfikir keras untuk mendapatkan ide untuk membalas sang raja. Ia terus memutar otak bagaimana caranya
agar raja itu sadar akan kesalahannya. Karena galaunya Abu Nawas dikasih makan pun tidak ia makan.
Sampai makanannya basi dan dihinggapi lalat-lalat yang cukup banyak. Maka dari sini Abu Nawas
mendapatkan ide. Abu Nawas kegirangan dan bersorak sorai setelah mendapatkan ide brilian untuk
membalas raja.
Abu Nawas meminta istrinya untuk mengambilkan kain dan besi. Maka ketika kedua barang itu sudah
ditangannya kain itu langsung untuk menutupi makanan yang dihinggapi lalat sangat banyak itu. Dan, tidak
lama kemudian ia menghadap raja sambil membawa makanan yang dibungkus dalam kain dan juga
membawa besi.
Ketika sampai di depan istana Abu Nawas izin kepada raja, "wahai paduka, saya izin ke sini untuk
melaporkan adanya makhluk yang masuk ke rumah saya tanpa izin. Saya ingin mendapatkan wejangan dari
paduka." kata Abu Nawas.
"Siapa gerangan yang masuk tanpa izin itu dan apa yang kau inginkan atas kejadian itu?" tanya Raja.
" Yang masuk tanpa izin itu adalah lalat-lalat yang banyak dan saya ingin raja memberikan izin secara
tertulis agar saya diberikan izin supaya memukuli lalat-lalat itu." kata Abu Nawas.
Maka raja pun memberikan izin untuk Abu Nawas. Seketika kemudian Abu Nawas membuka makanan
yang ditutup dengan kain. Ketika dibuka lalat-lalat itu berterbangan ke mana-mana, termasuk ke barang-
barang berharga istana. Ketika lalat-lalat itu hinggap Abu Nawas dengan bebas memukuli lalat-lalat itu.
Melihat demikian raja pun tidak bisa berbuat apa-apa. Raja merasa salah atas apa yang dilakukannya
memberikan izin Abu Nawas. Wallahu A'lam.
NAMA : GIGIH LUHUR RIFAI
NO. ABSEN : 15/X-02
Hang Mahmud berfirasat bahwa kelak anaknya akan menjadi seorang tokoh yang terkemuka. Saat berumur
sepuluh tahun, Hang Tuah pergi berlayar ke Laut Cina Selatan disertai empat sahabatnya, yaitu Hang Jebat,
Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Dalam perjalanan, mereka berkali-kali diganggu oleh
gerombolan lanun. Dengan segala keberaniannya, Hang Tuah beserta para sahabatnya mampu mengalahkan
gerombolan itu. Kabar tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja Bintan, yang sangat
kagum terhadap keberanian mereka.
Suatu ketika, Hang Tuah dan keempat sahabatnya berhasil mengalahkan empat pengamuk yang menyerang
Tuan Bendahara. Tuan Bendahara kemudian mengangkat mereka sebagai anak angkatnya. Tuan Bendahara
kemudian melaporkan tentang kehebatan mereka kepada Baginda Raja Syah Alam. Baginda Raja pun ikut
merasa kagum dan juga mengangkat mereka sebagai anak angkatnya.
Beberapa tahun kemudian, Baginda Raja berencana mencari tempat baru sebagai pusat kerajaan. Ia beserta
punggawa kerajaan, termasuk Hang Tuah dan para sahabatnya, melancong ke sekitar Selat Melaka dan
Selat Singapura. Rombongan akhirnya singgah di Pulau Ledang. Di sana rombongan melihat seekor
pelanduk (kancil) putih yang ternyata sulit untuk ditangkap.
Menurut petuah orang tua-tua, jika menemui pelanduk putih di hutan maka tempat itu bagus dibuat negeri.
Akhirnya di sana dibangun sebuah negeri dan dinamakan Melaka, sesuai nama pohon Melaka yang
ditemukan di tempat itu.
Setelah beberapa lama memerintah, Baginda Raja berniat meminang seorang putri cantik bernama Tun
Teja, putri tunggal Bendahara Seri Benua di Kerajaan Indrapura. Namun, sayangnya putri itu menolak
pinangan Baginda Raja. Akhirnya, Baginda Raja meminang Raden Galuh Mas Ayu putri tunggal Seri
Betara Majapahit, raja besar di tanah Jawa.
Sehari menjelang pernikahan, di istana Majapahit terjadi sebuah kegaduhan. Taming Sari, prajurit
Majapahit yang sudah tua tapi amat tangguh, tiba-tiba mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah
kemudian menghadang Taming Sari. Hang Tuah mempunyai siasat cerdik dengan cara menukarkan
kerisnya dengan keris Taming Sari.
NAMA : HANA RISMA WATI
NO. ABSEN : 16/X-02
Saat dewasa Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan memesona.
Kecantikannya tersebar hingga ke seluruh Lombok sehingga pangeran-pangeran dari berbagai Kerajaan
seperti Kerajaan Johor, Kerajaan Lipur, Kerajaan Pane, Kerajaan Kuripan, Kerajaan Daha, dan kerajaan
Beru berniat untuk mempersuntingnya.
Mengetahui hal tersebut ternyata membuat sang putri menjadi gusar, karena jika dia memilih satu diantara
mereka maka akan terjadi perpecahan dan pertempuran di Gumi Sasak. Bahkan ada beberapa kerajaan yang
memasang senggeger agar Sang Putri jatuh hati padanya. Namun hal ini malah membuat sang putri makin
gusar.
Setelah berpikir panjang, akhirnya sang putri memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta
rakyat mereka untuk bertemu di Pantai Kuta Lombok pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut perhitungan
bulan Sasak tepatnya sebelum subuh. Undangan tersebut disambut oleh seluruh pangeran beserta rakyatnya
sehingga tepat pada tanggal tersebut mereka berduyun-duyun menuju lokasi undangan.
Setelah beberapa saat akhirnya sang putri Mandalika muncul dengan diusung oleh prajurit-prajurit yang
menjaganya. Kemudian dia berhenti dan berdiri di sebuah batu di pinggir pantai. Setelah mengatakan
niatnya untuk menerima seluruh pangeran dan rakyat akhirnya sang putri pun meloncat ke dalam laut.
Seluruh rakyat yang mencarinya tidak menemukannya. Setelah beberapa saat akhirnya datanglah
sekumpulan cacing berwarna-warni yang menurut masyarakat dipercaya sebagai jelmaan Putri Mandalika.
NAMA : JASMINE PUTRI NUGROHO
NO. ABSEN : 18//X-02
JUDUL HIKAYAT
NAMA : MARCHELINO AGUSTANTO
NO. ABSEN : 19//X-02
anak Hang Mahmud. Mereka bertempat tinggal di Sungai Duyung. Pada saat itu, semua orang di Sungai
Duyung mendengar kabar tentang Raja Bintan yang baik dan sopan kepada semua rakyatnya.
Ketika Hang Mahmud mendengar kabar itu, Hang Mahmud berkata kepada istrinya yang bernama Dang
Merdu, "Ayo kita pergi ke Bintan. negeri yang besar itu, apalagi kita ini orang yang miskin. Lebih baik kita
pergi ke Bintan agar lebih mudah mencari pekerjaan." Lalu pada malam
Cahayanya penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan mengangkat anaknya serta
menciumnya. Seluruh tubuh Hang Tuah berbau seperti wangi-wangian. Siang harinya, Hang Mahmud pun
menceritakan mimpinya kepada istri dan anaknya. Setelah mendengar kata suaminya, Dang Merdu pun
langsung memandikan dan melulurkan anaknya.
Setelah itu, ia memberikan anaknya kain, baju, dan ikat kepala serba putih. Lalu Dang Merdu memberi
makan Hang Tuah nasi kunyit dan telur ayam, ibunya juga memanggil para pemuka agama untuk
mendoakan selamatan untuk Hang Tuah. Setelah selesai dipeluknyalah anaknya itu. Lalu kata Hang
Mahmud kepada istrinya, "Adapun anak kita ini kita jaga baik-baik, jangan diberi main jauh-jauh."
Keesokan harinya, seperti biasa Hang Tuah membelah kayu untuk persediaan. Lalu ada pemberontak yang
datang ke tengah pasar, banyak orang yang mati dan luka-luka. Orang-orang pemilik toko meninggalkan
tokonya dan melarikan diri ke kampong. Gemparlah negeri Bintan itu dan terjadi kekacauan di mana-mana.
Ada seorang yang sedang melarikan dirt berkata kepada Hang Tuah. "Hat, Hang Tuah, hendak matikah kau
tidak mau masuk ke kampung?"
Maka kata Hang Tuah sambil membelah kayu, "Negeri ini memiliki prajurit dan pegawai yang akan
membunuh, ia pun akan mati olehnya." Waktu ia sedang berbicara, ibunya melihat bahwa pemberontak itu
menuju Hang Tuah sambil menghunuskan kerisnya. Maka ibunya berteriak dari atas toko, katanya, "Hai,
anakku, cepat fari ke atas toko!"
Hang Tuah mendengarkan kata ibunya, ia pun langsung bangkit berdiri dan memegang kapaknya
menunggu amarah pemberontak itu. Pemberontak itu datang ke hadapan Hang Tuah falu menikamnya
bertubi-tubi. Maka Hang Tuah pun melompat dan mengelak dari tikaman orang itu. Hang Tuah lalu
mengayunkan kapaknya ke kepala orang itu, lalu terbelah kepala orang itu dan mati.
Maka kata seorang anak yang menyaksikannya, "Dia akan menjadi perwira besar di tanah Melayu ini.
Terdengarlah berita itu oleh keempat kawannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu.
Mereka pun langsung berlari-lari mendapatkan Hang Tuah. Hang Jebat dan Hang Kesturi bertanya
kepadanya, "Apakah Anda benar-benar membunuh pemberontak dengan kapak?"
Hang Tuah pun tersenyum dan menjawab, "Pemberontak itu tidak pantas dibunuh dengan keris, melainkan
dengan kapak untuk kayu."
Kemudian karena kejadian itu, baginda raja sangat mensyukuri adanya sang Hang Tuah. Jika ia tidak datang
ke istana, pasti ia akan dipanggil oleh Sang Raja. Maka Tumenggung pun berdiskusi dengan pegawai-
pegawai lain yang juga iri hati kepada Hang Tuah. Setelah berdiskusi, datanglah mereka ke hadapan Sang
Raja.
para bawahannya, Tumenggung dan segala pegawai-pegawainya datang ayak, lalu menyembah Sang Raja,
"Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, ada banyak berita tentang pengkhianatan yang sampai
kepada saya. Berita berita itu sudah lama saya dengar dari para pegawai-pegawai saya ." Setelah Sang
Baginda mendengar hal itu, maka Raja pun
terkejut falu bertanya, "Hai kalian semua, apa saja yang telah kalian ketahui?"
pegawai saya yang hina tidak berani datang, tapi dia yang
berkuasa yang melakukan hal ini." Maka Baginda bertitah, Hai Tumenggung, katakan saja, kami akan
membalasnya."
Maka Tumenggung menjawab, "Hormat tuanku, saya mohon ampun dan berkat, untuk datang saja hamba
takut karena yang melakukan hal itu, tuan sangat menyukainya. Baiklah kalau tuan percaya pada perkataan
saya karena jika tidak, alangkah buruknya nama baik hamba, seolah-olah menjelek-jelekkan orang itu."
Setelah Baginda mendengar kata-kata Tumenggung yang sedemikian itu, maka Baginda bertitah, "Siapakah
orang itu, Sang Hang Tuah kah?" Maka Tumenggung menjawab, “Siapa lagi yang berani melakukannya
selain Hang Tuah itu. Saat pegawai-pegawai hamba menampilkan hal ini pada hamba, hamba sendiri juga
tidak percaya, lalu hamba melihat Hang Tuah sedang berbicara dengan seorang perempuan di istana tuan
ini. Perempuan bernama tersebut Dang Setia. Hamba takut dia melakukan sesuatu pada perempuan itu,
maka hamba dengan dikawal datang untuk mengawasi mereka."
Setelah Baginda mendengar hal itu, murkalah ia, sampai mukanya berwarna merah padam. Lalu ia bertitah
kepada para pegawai yang berhati jahat itu, "Pergilah, singkirkanlah Si Durhaka itu!" Maka Hang Tuah pun
tidak pernah terdengar lagi di dalam negeri itu, tetapi si Tuah tidak mati karena si Tuah itu perwira besar,
apalagi dia menjadi wali Allah.
Kabarnya sekarang ini Hang Tuah berada di puncak dulu Sungai Perak, di sana ia duduk menjadi raja segala
Batak dan orang hutan. Sekarang pun Raja ingin bertemu dengan seseorang, lalu menanyakannya orang itu
dan berkata, "Tidakkah Tuan ingin punya istri?" Lalu jawabnya. "Saya tidak ingin mempunyai istri lagi."
NAMA : MARDIANA PERMATA SARI
NO. ABSEN : 20/X-02
HIKAYAT PATANI
Inilah suatu kisah yang diceritakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu.
Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun
beranak seorang laki-laki, maka dinamakan anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lama maka
Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah yang menggantikan
ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya sendiri Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu
sentiasa ia pergi berburu.
Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya dihadap oleh semua menteri pegawai
hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar khabarnya perburuan di sebelah
tepi laut itu terlalu banyak konon." Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah
Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga." Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jika demikian
kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu." Maka sembah segala
menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung." Arkian setelah
datanglah pada keesokan harinya. maka baginda pun berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya
diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun
berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam
didalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan
orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya:
"Daulat Tuanku, di hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya." Maka titah baginda: "Baiklah besok
pagi-pagi kita berburu"
Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun
masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi hingga datang mengelincir
matahari, perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh
melepaskan anjing pengejaran baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepas oranglah. Hatta ada sekira-
kim dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan
suara anjing itu. Setelah bagian datang ke suatu serokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah dengan
segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?" Maka
sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada satu pelanduk putih,
besarnya seperti kambing. warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka
pelanduk itu pun lenyaplah di pantai ini."
Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan ke tempat itu. Maka
baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah
baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk di sini dan orang mana
asalnya. Maka hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang
tua itu: "Daulat Tuanku. adapun patik ini hamba juga pada kebawah Duli Yang Mahamulia, karena asal
patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda pergi meninggalkan negeri ke Ayutia,
maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu.Setelah Paduka Nenda
sampai ke tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun meninggalkan oranglah di
tempat ini," Maka titah baginda: "Apa namamu?". Maka sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani."
Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya.
Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak melakukan negeri
di tempat pelanduk putih itu.
Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai
dan ke Lancang memanfaatkan segala rakyat hilir melakukan negeri itu. Setelah sudah segala menteri
hulubalang dititahkah oleh bagian masing masing dengan ketumbukannya, maka bagian pun berangkat
kembali ke Kota Maligai. Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda
pun pindah hilir duduk di negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun bernama Patani Darussalam (negeri
yang sejahtera). Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih menghancurkannya (dan pangkalannya
itu) di Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi, (itulah. Dan) pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun
merawa dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang
merawa itu. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang yang mengatakan pelanduk
melenyapkannya.
Beberapa tahun lamanya Paya Tu Naqpa bertahta, datang lah suatu penyakit berat yang menyerangnya. Tak
ada satu tabib pun yang dapat mengobatinya. Lalu raja pun mengeluarkan pengumuman melalui anak
buahnya, yaitu siapa yang bisa mengobati penyakit raja, maka ia akan diambil sebagai menantu. Tak lama
kemudian, datanglah Syekh Sa'id untuk menyembuhkan raja, tetapi dengan syarat raja akan menganut
agama Islam jika raja sembuh. Lalu raja pun menerima perjanjian tersebut. Tujuh hari lamanya raja di obati,
maka penyakit rajapun hilang, tetapi ia melanggar janji nya kepada Syekh Sa'id, raja enggan memeluk
agama Islam. Setelah dua tahun lamanya, ternyata penyakit raja datang lagi, lalu raja meminta Syekh Sa'id
untuk mengobatinya, dan raja berkata akan sungguh sungguh melaksanakan janji nya, lalu dengan
kemuliaan hati Syekh Sa'id mengobati raja tersebut. Setelah dua bulan, sembuhlah penyakit raja tersebut.
Tetapi lagi lagi raja melanggar janjinya itu.
Setahun kemudian, raja datangi sakit itu lagi, bahkan lebih parah, raja pun memanggil Syekh Sa'id untuk
mengobatinya, tetapi Syekh Sa'id ingin benar-benar raja menepati janjinya itu, jikalau tidak.raja tidak akan
diobati lagi oleh Syekh Sa'id tersebut. Setelah dua puluh hari lamanya, maka sembuhlah penyakit raja
tersebut. Lalu kemudian, raja pun memanggil Syekh Sa'id untuk melarang masuk Islam. Lalu raja
mengajarkan membaca kalimat syahadat, lalu Syekh Sa'id mengganti nama raja dengan sultan Ismail Syah
Zilullah Fi l 'alam. Lalu ketiga anaknya pun berganti nama pula agar makin terasa sempurna ke Islamannya.
Kemudian raja menghadiahi Syekh Sa'id dengan harta yang banyak, namun Syekh Sa'id tak mau dan
meminta pulang ke negeri pasainya. Tidak lama setelah itu, banyak pula rakyat yang masuk Islam. Mereka
mendirikan shalat dan tidak makan babi lagi. Meski demikian, raja tetap melakukan pekerjaan yang
bertentangan dengan Islam.
NAMA : MOHAMMAD ZANUAR MABRURI
NO. ABSEN : 21/X-02
Namun, tidak seperti teman-temannya, Awang hanya mengharapkan sepiring nasi dan lauk yang cukup
untuk mengisi perutnya.
Tidak disangka-sangka, mereka menemukan sebuah pohon ara ajaib yang mendengarkan permintaan
mereka.
Kemudian, pohon itu menggugurkan tiga daun yang setiap lembarnya berubah menjadi makanan yang
mereka inginkan.
Setelah mendapat makanan secukupnya, Awang pun berhenti makan, tetapi dua sahabatnya itu masih
melanjutkan makan.
Kendi dan Buyung akhirnya berhenti karena merasa kekenyangan karena tidak sanggup menghabiskan
makanan yang mereka minta.
Akhirnya, nasi yang tidak termakan itu marah lalu menggigit tubuh Kendi.
Kemudian, Buyung yang hanya dapat menghabiskan satu ekor ayam saja, membuang sisa sembilan ekor
ayam ke semak-semak.
Tanpa diduga, ayam-ayam itu kemudian menyerangnya.
Awang hanya bisa terdiam melihat sahabat-sahabatnya tewas mengenaskan.
NAMA : MUHAMMAD FADHLI ROBBY
NO. ABSEN : 22/X-02
HIKAYAT SI MISKIN
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya
bibuangdarikeinderaansehinggasengsarahidup.Itulahalasankemudianiadikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalanmencari rezeki berkeliling di
Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan MaharajaIndra Dewa. Ke mana mereka pergi selalu
diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramaidengandisertaiburuksehinggabengkak-
bengkakdanberdarah-darahtubuh. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan
sangatlapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki.Demikian
seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yangada di taman raja. Si
Miskin menyatakan penolakannya untuk menuruti keinginanisterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-
jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin,
“Diamlah. Tuan jangan laki-laki
gis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu.
Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makananyang lain. Setelah
ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskinmenghadap
rajamemohon mempelam.Setelah mendapatkannya sepenguntitmangga, pulanglah ia segera. Isterinya
menyambut dengan tertawa tawa dan terusdimakannya mangga itu.
Setelah genap bulan kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki
bernamaMarakarmah(anakdidalamkesukaran)dandiasuhnyadenganpenuhkasihsayang.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal,didapatnya sebuah tajau
yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanjasampai ke anak cucunya. Dengan takdir
Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yangkomplit perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama
Maharaja Indera Angkasa danisterinya bernama Tuan Puteri Ratlna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa
Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesum.
NAMA : MUHAMMAD NUR HADY
NO. ABSEN : 23/X-02
Bujang Juandan memang pemuda dari keluarga kaya, tetapi yang membuat Gadis Juani sedih adalah rupa
Bujang Juandan yang tidak tampan.
Selain itu, Bujang Juandan pun menderita penyakit kulit di sekujur tubuhnya, sehingga dia juga dikenal
sebagai Bujang Kurap.
Akhirnya, di malam pernikahan, Gadis Juani tidak kuasa membendung kesedihan ketika arak-arakan
rombongan Bujang Juandan tiba.
Di tengah kekalutan pikiran, sambil berurai air mata, dia keluar lewat pintu belakang rumah dan berlari
menuju sungai.
Dia mengakhiri hidupnya di sungai itu dan menjadi arwah penunggu sungai yang dikenal sebagai Antu
Ayek.
NAMA : NABILA SYAWALIYAH PUTRI
NO. ABSEN : 24/X-02
Setelah berjalan selama sembilan hari sembilan malam lamaya, Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum
menemukan sebuah gua berukuran sangat besar. Ketika berusaha akan masuk ke dalam gua tersebut,
rupanya di dalamnya sudah ada banyak harimau dan ular. Sang putri sempat merasa ketakutan dan khawatir.
Namun, setelah beberapa saat, hewan-hewan buas tersebut mendadak bersujud pada sang putri.
Tentu saja Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum langsung terkejut. Namun, ia tak banyak berpikir lama
karena ia butuh beristirahat. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk tinggal di dalam goa tersebut selama
beberapa saat.
Siapa sangka cobaan yang harus dialami ibu dan anak itu rupanya belum juga selesai. Bayi Jaya
Lengkara yang malang itu pun kehausan dan ingin menyusu pada ibundanya. Namun malang, karena terlalu
lama tak makan dan minum, air susu Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tak keluar sama sekali.
“Maafkan Ibunda, anakku. Apalah dayaku karena sudah empat puluh hari dan empat puluh malam
tanpa makan dan air, maka aku tak bisa menyusuimu,” ucap Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum dengan
berlinang air mata penuh kesedihan.
Jaya Lengkara yang sangat kehausan pun menangis semakin kencang. Bahkan, ia sampai
mengguling-gulingkan tubuhnya di atas batu. Dengan takdir dari Yang Maha Kuasa, mendadak di sebelah
batu itu keluar air yang mengalir kencang.
Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum awalnya hanya bisa keheranan. Tanpa menunggu lama, ia pun
langsung meminum air tersebut hingga sekiranya ia bisa menyusui buah hatinya kembali. Jaya Lengkara
pun akhirnya mulai kembali sehat dan kuat.
Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum dan Jaya Lengkara tinggal di gua tersebut selama beberapa tahun
lamanya. Sang bayi itu pun tumbuh menjadi anak sehat dan cerdas. Sering kali, ia menghabiskan aktu
bermain panah dan memanah kambing menjangan di dalam hutan.
“Wahai Naga Guna, siapakah laki-laki itu sebenarnya?” tanya Tuan Putri Ratna Kasina. Karena
rupanya, ketika ia baru pertama kali bertemu dengan si naga, sang putri diberitahu untuk menunggu di
dalam goa sampai Jaya Lengkara datang.
“Pria itu adalah Jaya Lengkara, Putri,” jawab Naga Guna, “Ia adalah putra dari Raja Ajam Saukat.
Nantinya laki-laki itulah yang akan bisa membantumu menemukan bunga kuma-kuma putih.”
JUDUL HIKAYAT
NAMA : NAYDIA AZZAHRA
NO. ABSEN : 26/X-02
“Wahai Abu Nawas, Saya mempunyai seorang istri dan juga 8 orang anak tetapi rumah saya sangat sempit.
Setiap harinya mereka mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di rumah itu. Kami pun ingin pindah dari
rumah tersebut, tetapi kami tidak memiliki uang. Jadi tolonglah katakan kepadaku apa yang bisa aku
lakukan,” tanyanya.
Mendengar pertanyaan lelaki yang sangat sedih tersebut, Abu Nawas pun berpikir sejenak. Dan tak berapa
lama kemudian suatu ide lewat di kepalanya.
“Kamu memiliki domba di rumahmu?” Abu Nawas bertanya kepada lelaki tersebut. “Aku tidak menaiki
domba maka dari itu aku tak mempunyainya," jawab lelaki tersebut. Kemudian ketika mendengar
jawabannya itu, Abu Nawas pun meminta lelaki itu untuk membeli seekor domba dan menyuruhnya agar
menaruhnya di rumah.
Lelaki tersebut kemudian mengikuti usulan dari Abu Nawas dan ia pun pergi untuk membeli domba. Esok
harinya, ia pun datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Abu Nawas, bagaimana ni? Nyatanya rumahku sekarang
semakin sempit dan juga berantakan.”
“Ya sudah kalau begitu kamu cobalah membeli 2 ekor domba lagi dan kamu dapat memeliharanya di
rumahmu juga,” jawab Abu Nawas.
Dan kemudian pria itu pun pergi kepasar dan juga ia membeli 2 ekor domba lagi, tetapi hasilnya tak sesuai
dengan harapannya karena rumahnya semakin terasa sempit.
Dengan sangat jengkel nya, Ia pun pergi menghadap Abu Nawas lagi untuk mengadukan masalah itu untuk
yang ketiga kalinya. Ia pun menceritakan segala apa yang sudah terjadi, termasuk tentang istrinya yang
menjadi marah-marah dikarenakan domba itu. Dan kemudian Abu Nawas menyarankan untuk menjualkan
semua domba yang ia miliki.
Esok harinya, Abu Nawas dan lelaki tersebut bertemu lagi. Dan Abu Nawas menanyakannya, “Bagaimana
rumahmu sekarang? sudah merasa lega?”
“Dan setelah aku menjual domba tersebut rumahku menjadi nyaman ketika di tinggali. Istriku pun sudah
tak lagi marah-marah,” jawab lelaki tersebut seraya tersenyum. Dan pada akhirnya Abu Nawas bisa
menyelesaikan masalah lelaki tersebut.
NAMA : NUR MERYSAH AMELIA
NO. ABSEN : 27/X-02
MALIN KUNDANG
Pada suatu waktu, di desa terpencil ada sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera
Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang Ayah memutuskan untuk mencari nafkah
di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung
halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya
dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka
terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah
pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau
dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar
tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua
barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang
beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh
oleh para bajak laut.
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang
terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan
kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki
banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya,
Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu
Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak
saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung
halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal
serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua
orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya,
Malin Kundang beserta istrinya.
Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan
kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin
Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk
Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang
menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini
diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.
Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga
anaknya menjadi anak durhaka. Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan
di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Ditengah kekacauan itu,
diwaktu yang sama dan tempat yang lain ibu Malin Kundang sedang berdoa. Karena kemarahannya yang
memuncak, ia pun berteriak “Tuhan! Jika benar ia Malin anakku, KUKUTUK DIA JADI BATU!”
Tepat setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya
berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah
pantai bernama pantai Air Manis, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.
UNSUR INSTRINSTIK :
1)Tema :anak yang durhaka
2)Tokoh :malin kundang,ibu malin kundang,ayah malin kundang dan istri malin kundang
-Protagonis:ibu malin kundang dan malin kundang
-Anatagonis :malin kundang,istri malin kundang,ayah malin kundang
-Tritagonis :
-Analitik :malin kundang
-Dramatik :istri malin kundang, ibu malin kundang ,ayah malin kundang
3)Latar :
meminta tolong kepada Bedawi untuk menyeberangkan ke sungai. Bedawi tersebut senang karena ia
melihat istri laki-laki tua itu cantik parasnya, sedangkan suaminya sudah tua dan punggungnya bungkuk.
Dengan kelicikannya, Bedawi itu memanfaatkan laki-laki tua dengan berbohong bahwa sungainya dalam
dengan ia memendekkan tubuhnya sampai lehernya tertutup air. Dia juga menginginkan istri orang tua itu
dengan beralasan bahwa dia tidak mungkin membawa dua orang sekaligus maka laki-laki tua itu menyuruh
istrinya untuk menyeberang terlebih dahulu.
Bedawi itu merasa sangat beruntung karena dengan dengan kelicikannya, ia membawa perempuan itu dan
bekal barang-barang sepasang suami istri tersebut. Di tengah-tengah sungai Bedawi itu mencoba merayu
perempuan tersebut dengan mengejeknya bahwa seorang wanita cantik tetapi mempunyai suami yang
bungkuk. Dan ia mengatakan untuk memperistri wanita itu. Perempuan itu pun luluh dengan rayuan Bedawi
tersebut, dan perempan itu pun menyetujui untuk menikah dengan Bedawi itu.
Setelah sampai di tepi sungai, Bedawi dan perempuan itu mandi lalu menikmati perbekalan yang telah
dibawanya. Setelah itu mereka berjalan-jalan. Dari kejauhan, orang tua bungkuk itu merasa heran dengan
tingkah laku Bedawi dan istrinya tersebut. Lalu ia memutuskan untuk menyusul mereka, ia nekat untuk
menyeberangi sungai walaupun taruhannya nyawa. Setelah turun ke sungai, orang tua bungkuk tersebut
heran karena ternyata sungai tersebut tidaklah dalam airnya.
Sesampainya di tepi sungai, orang tua tersebut pergi ke dusun Masyhudulhakk untuk mengadukan
masalahnya tersebut. Setelah itu, Masyhudulhakk memanggil Bedawi dan perempuan tersebut dan
menanyakan ‘’siapakah perempuan itu?”
Bedawi pun menjawab bahwa perempuan itu adalah istrinya yang telah dinikahinya. Akan tetapi, orang
tua tersebut menyangkal perkataan Bedawi bahwa perempuan itu adalah istrinya. Maka terjadilah
pertengkaran antara Bedawi dengan orang tua itu. Dan banyak orang yang berkerumun melihat kegaduhan
tersebut.
Lalu Masyhudulhakk menanyakan kepada perempuan itu, siapakah sebenarnya suaminya tersebut. Lalu
wanita itu menjawab bahwa suaminya itu adalah Si Panjang, Masyhudulhakk pun kembali bertanya kepada
mereka tetapi secara bergantian, untuk yang pertama adalah perempuan itu, dia mengaku bahwa suaminya
adalah si panjang. Namun, saat ia di tanyai oleh Masyhudulhakk sipakah mertua laki-laki dan wanitanya
serta dimanakah mertuanya tinggal, ia tidak bisa menjawabnya.
Lalu, giliran Si Panjang yang ditanyai oleh Masyhudulhakk, apakah benar bahwa perempuan itu adalah
istrinya, Si Panjang pun dengan yakin menjawab bahwa perempuan itu adalah istrinya, namun setelah
ditanyai oleh Masyhudulhakk siapa nama mertua laki-laki dan perempuan serta dimana mertuanya tinngal,
ia tidak dapat menjawabnya.
Lalu, Masyhudulhakk melanjutkan pertanyaannya kepada orang tua bungkuk tersebut, apakah benar
perempuan tersebut adalah istrinya, ia menjawab dengan yakin bahwa perempuan itu adalah istrinya. Lalu,
Masyhudulhakk menanyakan siapa mertua laki-laki dan perempuannya serta dimanakah mertuanya tinggal,
orang tua bungkuk itu pun menjawab dengan jelas pertanyaan dari Masyhudulhakk tersebut.
Dari, pengakuan tersebut sudah diketahui siapa yang salah dan siapa yang benar. Orang tua bungkuk itu
sudah terbukti bahwa dialah yang benar dan Bedawi itulah yang salah. Akhirnya, Bedawi dan perempuan
itu pun mengakui kesalahannya dan mendapatkan hukuman dari Masyhudulhakk sebanyak 100 kali.
Masyhudulhakk juga menyuruh Bedawi itu untuk bertaubat dan tidak melakukan perbuatan itu lagi.
Dari cara Masyhudulhakk memecahkan masalah dengan kemampuan dan kecakapannya, membuat
Masyhudulhakk semakin terkenal kearifan dan kebijaksanaannya di dalam masyarakat.
NAMA : RAHEL ATALYA
NO. ABSEN : 29/X-02
Khojan Maimun sudah berumur lima tahun, Khojan Mubarok menyuruh seorang guru mengaji untuk
mengajarkan anaknya mengaji. Dan ketika Khojan Maimun yang semakin beranjak remaja, waktu itu
Khojan Maimun masih berumur lima belas tahun, dia dinikahkan dengan anak dari seorang saudagar kaya
raya yang sangat cantik bernama Bibi Zainab.
Selang berapa lama setelah menikah dengan Bibi Zainab, dia pun membeli seekor Burung Bayan jantan.
Selain Khojan Maimun membeli Burung Bayan, dia juga membeli Burung Tiung betina. Kedua burung
tersebut akhirnya dibawanya pulang ke rumah dan kemudian di taruh pada sebuah sangkar yang sama.
Hingga suatu hari kemudian, Khojan Maimun akhirnya tertarik untuk pergi bekerja berdagang di laut, lalu
Khojan Maimun kemudian meminta izin kepada istrinya. Sebelum Khojan Maimun itu pergi untuk
berdagang ke laut, Khojan Maimun berpesan kepada istrinya apabila ada suatu permasalahan maka harus
bermusyawarahlah dengan kedua burung itu, ingatlah itu karena fitnah akan lebih tajam daripada senjata.
Selang beberapa lama dia ditinggal suaminya , ada seorang anak Raja yang sedang berkuda melihat
kecantikan dari wajah dari Bibi Zainab yang sangat cantik dan rupawan. Sehingga mereka berdua akhirnya
saling jatuh cinta dan mereka bertemu dengan dibantu oleh seorang perempuan yang sudah tua. Pada suatu
malam, Bibi Zainab tiba-tiba segera bergegas untuk berpamitan kepada Burung Tiung untuk bertemu
dengan Pangeran, tetapi Burung Tiung tersebut menasehati Bibi Zainab karena perbuatannya itu telah
melanggar aturan Allah SWT. Mendengar nasehat dari Burung Tiung, Bibi Zainab Pun akhirnya marah dan
lemparkanlah sangkar itu sampai Burung Tiung mati.
Ketika Bibi Zainab hendak pergi, dia melihat Burung Bayan yang sedang berpura-pura tertidur. Burung
Bayan berpura-pura terkejut karena Burung Bayan mendengar keinginan dari Bibi Zainab yang hendak
pergi untuk menemui anak Raja. Maka Bayi Pun akhirnya berpikir, apabila dia menjawab seperti yang
dikatakan Tiung maka dia pun akan ikut mati. Setelah lama berpikir, Bayan berkata kepada Bibi Zainab
yang cantik, untuk cepat pergi menemui anak Raja tersebut. Apapun yang lakukan itu baik atau buruk
sekalipun, akan menanggungnya.
Bayan adalah nama burung yang dapat berbicara, baik hati, dan memiliki sifat-sifat terpuji seperti layaknya
manusia. Ia pun pandai bercerita tentang segala hal yang mengandung hikmah bagi siapapun yang
mendengarnya. Isi ceritanya biasanya berupa nasihat yang bermanfaat, khususnya bagi manusia, seperti
cerita tentang anak yang harus berbakti kepada kedua orang tuanya, istri yang harus setia kepada suaminya,
dan manusia yang harus selalu berdoa memohon pertolongan Allah, Tuhan semesta alam ini. Ia tidak mau
berbuat jahat,keji,dan berbicara yang tidak ada manfaatnya.Oleh karena itulah,ia disebut burung bayan yang
budiman. Hikayat ini sarat dengan nilai-nilai luhur, seperti himbauan atau ajakan untuk selalu berbuat
kebaikan dan unsur keagamaan.
NAMA : RIZKI CHOIRUNNISA
NO. ABSEN : 31/X-02
Kemudian, pohon itu menggugurkan tiga daun yang setiap lembarnya berubah menjadi makanan yang
mereka inginkan.
Setelah mendapat makanan secukupnya, Awang pun berhenti makan, tetapi dua sahabatnya itu masih
melanjutkan makan.
Kendi dan Buyung akhirnya berhenti karena merasa kekenyangan karena tidak sanggup menghabiskan
makanan yang mereka minta.
Akhirnya, nasi yang tidak termakan itu marah lalu menggigit tubuh Kendi.
Kemudian, Buyung yang hanya dapat menghabiskan satu ekor ayam saja, membuang sisa sembilan ekor
ayam ke semak-semak.
Tanpa diduga, ayam-ayam itu kemudian menyerangnya.
Awang hanya bisa terdiam melihat sahabat-sahabatnya tewas mengenaskan.
NAMA : SASMEITHA VIERA SUNGKONO
NO. ABSEN : 32/X-02
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji
kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf,
tafsir sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat,
dan isyarat tipu peperangan. Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam
negeri karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah.
Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu
dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang
dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri. Setelah mendengar kata-kata baginda, Syah
Peri dan Indera Bangsawan pun bermohon pergi mencari buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar
hutan, naik gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup, Maka datang
pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan
barang suatu pun.
Maka Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun pergi saling
cari – mencari. Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera
Bangsawan. Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan
sekuatkuatnya. Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah mahligai. Ia
naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu dibukanya dan dipukulnya.
Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya memukul gendang itu. Lalu diambilnya pisau dan
ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang itu.
Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah dikalahkan oleh Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh
orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul. Di dalam cembul yang lain ialah perkakas dan
dayang-dayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang,
Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri pun duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai
suami istri dihadap oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di suatu padang yang
terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu dengan seorang raksasa. Raksasa
itu menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan sedang berada di negeri Antah Berantah
yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai
upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir
sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak
perempuannya yang terlalu elok parasnya itu. Sembilan orang anak raja sudah berada di dalam negeri itu.
Akhirnya raksasa itu mencanangkan supaya Indera Bangsawan pergi menolong Raja Kabir.
Diberikannya juga suatu permainan yang disebut sarung kesaktian dan satu isyarat kepada Indera
Bangsawan seperti kanak-kanak dan ilmu isyarat itu boleh membawanya ke tempat jauh dalam waktu yang
singkat. Dengan mengenakan isyarat yang diberikan raksasa itu, sampailah Indera Bangsawan di negeri
Antah Berantah. Ia menjadikan dirinya budak-budak berambut keriting. Raja Kabir sangat tertarik
kepadanya dan mengambilnya sebagai permainan Puteri Kemala Sari. Puteri Kemala Sari juga sangat suka
cita melihatnya dan menamainya si Hutan. Maka si Hutan pun disuruh Puteri Kemala Sari memelihara
kambingnya yang dua ekor itu, seekor jantan dan seekor betina.
Pada suatu hari, Puteri Kemala Sari bercerita tentang nasib saudara sepupunya Puteri Ratna Sari yang
negerinya sudah dirusakkan oleh Garuda. Diceritakannya juga bahwa Syah Peri lah yang akan membunuh
garuda itu. Adapun Syah Peri itu ada adik kembar, Indera Bangsawan namanya. Ialah yang akan membunuh
Buraksa itu. Tetapi bilakah gerangan Indera Bangsawan baru akan datang? Puteri Kemala Sari sedih sekali.
Si Hutan mencoba menghiburnya dengan menyanyikan pertunjukan yang manis. Maka Puteri Kemala Sari
pun tertawalah dan si Hutan juga makin disayangi oleh tuan puteri. Hatta berapa lamanya Puteri Kemala
Sari pun sakit mata, terlalu sangat.
Para ahli nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang dapat menyembuhkan
penyakit itu. Baginda bertitah lagi. “Barang siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan
menjadi suami tuan puteri.” Setelah mendengar kata-kata baginda Si Hutan pun pergi mengambil seruas
buluh yang berisi susu kambing serta menyangkutkannya pada pohon kayu. Maka ia pun duduk menunggui
pohon itu. Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu kala.
Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang disangkanya susu harimau
beranak muda itu. Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan kepada
orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja yang sembilan orang itu pun
menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan dengan besi panas.
Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu kepada raja, tetapi tabib berkata bahwa susu
itu bukan susu harimau melainkan susu kambing. Sementara itu Indera Bangsawan sudah mendapat susu
harimau dari raksasa (neneknya) dan menunjukkannya kepada raja. Tabib berkata itulah susu harimau yang
sebenarnya. Diperaskannya susu harimau ke mata tuan puteri. Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib,
maka tuan puteri pun sembuhlah.
Hatta sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda menyuruh orang berbuat
mahligai di tengah padang akan tempat duduk tuan puteri.
Di bawah mahligai itu ditaruh satu bejana berisi air, supaya Buraksa boleh datang meminumnya. Di sanalah
anak raja yang sembilan orang itu boleh berebut tuan puteri. Barang siapa yang membunuh Buraksa itu,
yaitu mendapat hidungnya yang tujuh dan matanya yang tujuh, dialah yang akan menjadi suami tuan puteri.
Maka tuan puteri pun ditinggalkan baginda di mahligai di tengah padang itu.
Si Hutan juga menyusul datang. Tuan puteri terharu akan kesetiaannya dan menamainya si Kembar. Hatta
si Kembar pun bermohon kepada tuan puteri dan kembali mendapatkan raksasa neneknya. Raksasa
neneknya memberikan seekor kuda hijau dan mengajarnya cara-cara membunuh Buraksa.
Setelah itu, si Kembar pun menaiki kuda hijaunya dan menghampiri mahligai tuan puteri. Katanya kepada
tuan puteri bahwa dia adalah seorang penghuni hutan rimba yang tiada bernama. Tujuan kedatangannya
ialah hendak melihat tamasya anak raja yang sembilan itu membunuh Buraksa. Tuan puteri menyilakan
naik ke mahligai itu. Setelah menahan jerat pada mulut bejana itu dan mengikat hujung tali pada leher
kudanya serta memesan kudanya menarik jerat itu bila Buraksa itu datang meminum air, si Kembar pun
naik ke mahligai tuan puteri.
Hatta Buraksa itu pun datanglah dengan gemuruh bunyinya. Tuan puteri ketakutan dan si Kembar
memangkunya. Tersebut pula perkataan Buraksa itu. Apabila dilihatnya ada air di dalam mulut bejana itu,
maka ia pun minumlah serta dimasukannya kepalanya ke dalam mulut bejana tempat jerat tertahan itu.
Maka kuda hijau si Kembar pun menarik tali jerat itu dan Buraksa pun terjeratlah. Si Kembar segera datang
memarangnya hingga mati serta menghiris hidungnya yang tujuh dan matanya yang tujuh itu. Setelah itu si
Kembar pun mengucapkan “selamat tinggal” kepada tuan puteri dan gaib dari padang itu. Tuan puteri
ternganga-nganga seraya berpikir bahwa orang muda itu pasti adalah Indera Bangsawan.
Hatta para anak raja pun datanglah. Dilihatnya bahwa Buraksa itu sudah mati, tetapi mata dan hidungnya
tiada lagi. Maka mereka pun mengerat telinga, kulit kepala, jari, tangan dan kaki Buraksa itu untuk dibawa
kepada baginda. Baginda tidak percaya mereka sudah mmereka itu bukan alamatnya. Selang berapa lama,
si Kembar pun datang dengan membawa mata dan hidung Buraksa itu dan diberikan tuan puteri sebagai
isteri. Si Kembar menolak dengan mengatakan bahwa dia adalah hamba yang hina. Tetapi, tuan puteri
menerimanya dengan senang hati.
NAMA : SITA LIDZA ARTYA
NO. ABSEN : 33/X-02
Baginda Raja pun memberi waktu kepada Abu Nawas selama tiga hari untuk melaksanakan perintahnya.
Setelah dua hari, Abu Nawas belum mendapat ide untuk menangkap angin.
Dia pun sempat putus asa dan pasrah jika kali ini dia dihukum oleh Baginda Raja.
Kemudian, dia menyadari sesuatu dan mendapat ide.
Pada hari ketika, Baginda Raja mendatangi Abu Nawas.
“Sudahkah kau berhasil memenjarakan angin?”
“Sudah Yang Mulia,” jawab Abu Nawas.
Kemudian, Abu Nawas pun menyerahkan sebuah botol.