Anda di halaman 1dari 19

Pemilihan Kepala Daerah & Pemilihan Kepala Desa

1. Pemilihan Kepala Daerah


a) Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah
Berdasarkan Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 dan Bab IV Pasal 8 UU
No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang, penyelenggara Pemilihan Kepala
Daerah adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas
melaksanakan pemilihan umum bersama dengan Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. KPU Provinsi menyelenggarakan Pemilihan Gubernur sedangkan
KPU Kabupaten/Kota menyelenggarakan Pemilihan Bupati/Walikota.
Bawaslu yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur di wilayah Provinsi disebut dengan Bawaslu Provinsi. Bawaslu
Provinsi kemudian membentuk Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota
(Panwas Kabupaten/Kota) untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di
wilayah Kabupaten/Kota. Panwas Kabupaten/Kota membentuk Panitia
Pengawas Pemilihan Kecamatan (Panwas Kecamatan) untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilihan di wilayah Kecamatan. Untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilihan di Desa atau sebutan lain/Kelurahan, Panwas
Kecamatan membentuk Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL) dan Panwas
Kecamatan juga membentuk Pengawas Tempat Pemungutan Suara
(Pengawas TPS) untuk membantu PPL.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) bertugas
untuk menangani pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilihan umum.
Sedangkan untuk Pemilihan di tingkat kecamatan atau nama lain, KPU
Kabupaten/Kota membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). KPU
Kabupaten/Kota juga membentuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) guna
menyelenggarakan Pemilihan di tingkat Desa atau sebutan lain/Kelurahan
dan PPS akan membentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
Pemungutan Suara untuk Pemilihan dilakukan di Tempat Pemungutan Suara
(TPS).

b) Tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah


Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah diatur dalam Bab II UU No. 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang yang menyatakan bahwa Pemilihan akan
dilaksanakan secara demokratis, yaitu berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan dilaksanakan 5 tahun sekali secara
serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
mengikuti Pemilihan, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota
harus mengikuti proses Uji Publik. Sebelumnya, DPRD Provinsi akan
mengirimkan pemberitahuan secara tertulis kepada Gubernur dan KPU
Provinsi tentang masa berakhirnya Gubernur dalam waktu selambat-
lambatnya 6 bulan sebelum masa jabatan Gubernur berakhir. Hal ini juga
berlaku bagi wilayah Kabupaten/Kota. Pemilihan Kepala Daerah
dilaksanakan dengan melalui dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan
tahapan tahapan penyelenggaraan. Tahapan persiapan meliputi
perencanaan program dan anggaran; penyusunan peraturan penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah; Perencanaan Penyelenggaraan, mencakup
penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah; Pembentukan PPK, PPS, dan KPPS; pembentukan Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan Kepala Daerah;
Penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih. Selanjutnya tahapan
penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah meliputi pendaftaran bakal
Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota; Uji Publik;
Pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon
Walikota; pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
Penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota; pelaksanaan
Kampanye; pelaksanaan pemungutan suara; penghitungan suara dan
rekapitulasi hasil penghitungan suara; penetapan calon terpilih; penyelesaian
pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah; dan pengusulan
pengesahan pengangkatan calon terpilih. Setelah tahapan penyelenggaraan,
KPU Provinsi memberikan laporan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur kepada DPRD Provinsi dan KPU dengan tembusan
kepada Presiden melalui Menteri sedangkan pada tingkat Kabupaten/Kota
setelah tahap penyelenggaraan, KPU Kabupaten/Kota menyampaikan
laporannya mengenai setiap tahapan kegiatan Pemilihan Bupati dan Walikota
kepada DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU Provinsi dan Gubernur dan
kemudian oleh KPU Provinsi diteruskan kepada KPU dan oleh Gubernur
diteruskan kepada Menteri.
Pada UU No 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun
2020 Tentang Pilkada 2020 di Masa Pandemi Covid-19 Terdapat perubahan
pada Pasal 120, 122A, dan 201A yang menyatakan bahwa penundaan
pemungutan suara serentak karena kerusuhan, gangguan keamanan, bencana
alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan
sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak
dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak
lanjutan yang dimulai dari tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau
Pemilihan serentak yang terhenti. Pemilihan serentak lanjutan dilaksanakan
setelah penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak
dengan Keputusan KPU diterbitkan dan penetapan penundaan tahapan
pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak
lanjutan dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk penundaan pemungutan suara serentak
akibat bencana nonalam akan dilaksanakanpada bulan Desember 2O2O dan
jika belum bisa maka ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah
bencana nonalam berakhir.

c) Syarat menjadi calon Kepala Daerah


Syarat Calon Kepala Daerah sebenarnya diatur dalam Pasal 7 UU No.
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang yang kemudian diubah dalam UU No. 10
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota
Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
dan boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota asalkan harus memenuhi persyaratan
meliputi bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Memiliki kesetiaan
terhadap Pancasila, UUD 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dan NKRI; tingkat pendidikan paling rendah sekolah lanjutan
tingkat atas atau sederajat; Berusia minimal 30 tahun untuk Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur, 25 tahun bagi Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; mampu secara
jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim; Tidak pernah menjadi terpidana
berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau bagi
mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada
publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; tidak sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat
dibuktikan dengan suray keterangan catatan kepolisian; menyerahkan daftar
kekayaan pribadi; tidak sedang memiliki tanggungan utang secara
perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung
jawabnya yang merugikan keuangan negara; tidak sedang dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan laporan pajak pribadi; belum
pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati,
Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan
yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota; belum pernah
menjabat sebagai Gubernur untuk Calon Wakil Gubernur, atau
Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Walikota pada daerah yang
sama; berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,
Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di
daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon; tidak berstatus sebagai pejabat
Gubernur, pejabat Bupati, dan pejabat Walikota; memberikan pertanyaan
secara tertulis pengunduran sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan
anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
memberikan pernyataan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota
TNI, Polri, dan PNS, serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan
sebagai pasangan calon peserta Pemilihan; dan berhenti dari jabatan pada
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan
sebagai calon.

d) Cara penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah


Menurut Pasal 34 UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dalam
Pemilihan jika terjadi pelanggaran Pemilihan, Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL,dan Pengawas TPS menerima
laporan pelanggaran Pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilihan dari pemilih, pemantau pemilihan, atau peserta pemilihan di mana
dalam laporan tersebut memuat paling tidak nama dan alamat pelapor, pihak
terlapor, waktu dan tempat kejadian, dan uraian kejadian. Laporan
pelanggaran pemilihan akan disampaikan maksimal 7 hari setelah diketahui
atau diketemukan pelanggarannya. Setelah dikaji dan terbukti kebenarannya,
maka Bawaslu Provinsi,Panwas Kabupaten/Kota,Panwas Kecamatan,
PPL,dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3
(tiga) hari setelah laporan diterima dan jika diperlukan dapat meminta
keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2(dua) hari.
Dalam Pasal 135 disebutkan bahwa pelanggaran yang dilaporkan dapat
berupa pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan yang kemudian
diteruskan oleh Bawaslu kepada DKPP; pelanggaran administrasi
Pemilihan yang diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota; sengketa Pemilihan yang diselesaikan oleh Bawaslu; dan
tindak pidana Pemilihan yang ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Untuk laporan tindak pidana pemilihan diteruskan ke
Kepolisian Negara Indonesia maksimal 1x24 jam sejak diputuskan oleh
Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota,dan/atau Panwas Kecamatan dan
penanganan lebih lanjut mengenai laporan pelanggaran pemilihan akan
diatur dalam Peraturan Bawaslu.
Dalam penambahan pasal yaitu Pasal 135 A UU No. 10 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi
Undang-Undang, Pelanggaran administrasi Pemilihan merupakan
pelanggaran dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Bawaslu
Provinsi diberikan waktu paling lama 14 hari kerja untuk menerima,
memeriksa, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilihan di mana
pemeriksaan harus dilakukan secara terbuka dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota harus
menindaklanjuti putusan Bawaslu Provinsi yaitu dengan menerbitkan
keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang dapat berupa
dapat berupa sanksi administrasi pembatalan pasangan calon dalam jangka
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya
putusan Bawaslu Provinsi. Pasangan calon yang dikenai sanksi
administrasi pembatalan dapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah
Agung dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota ditetapkan dan
kemudian MA dapat memutus upaya hukum pelanggaran administrasi
Pemilihan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak
berkas perkara diterima oleh Mahkamah Agung. Jika keputusan KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibatalkan oleh MA maka KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota harus menetapkan kembali sebagai
pasangan calon karena putusan MA bersifat final dan mengikat. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelanggaran administrasi Pemilihan akan diatur dalam
Peraturan Bawaslu.
Pelanggaran kode etik diatur dalam Pasal 136 UU No. 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang menyatakan bahwa pelanggaran kode etik yang merupakan
pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilihan yang berdasarkan pada
sumpah dan/atau janji sebelum tugas sebagai penyelenggara Pemilihan akan
diselesaikan oleh DKPP dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan umum.
Pasal 138-141 mengatur tentang pelanggaran administrasi
Pemilihan yang meliputi pelanggaran terhadap tata cara terkait dengan
administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam setiap tahap Pemilihan. Bawaslu
Provinsidan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota akan merekomendasikan hasil
kajiannya terkait pelanggaran administrasi pemilihan kepada KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti dan atas rekomendasi
Bawaslu Provinsidan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota tersebut,
pelanggaran administrasi pemilihan akan diselesaikan oleh KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota sesuai tingkatan. KPU Provinsi dan/atau
KPU Kabupaten/Kota dalam memeriksa dan memutuskan diberi waktu
paling lama 7 hari sejak rekomendasi diterima, serta lebih lanjut akan diatur
dalam Peraturan KPU. Jika rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti maka
Bawaslu Provinsidan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota akan memperingatkan
secara lisan atau tertulis.
Sengketa pemilihan terbagi menjadi sengketa antarpeserta Pemilihan,
dan sengketa antara Peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan.
Pada Pasal 142 UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang,
Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang untuk
menyelesaikan sengketa dan harus memeriksa serta memutus sengketa
Pemilihan paling lama 12 hari sejak laporan diterima. Bawaslu Provinsi dan
Panwaslu Kabupaten/Kota menyelesaikan sengketa melalui dua tahap yaitu
menerima dan mengkaji laporan, dan mempertemukan pihak yang
bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat.
Dilanjutkan pada pasal 144 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-
Undang menyatakan bahwa putusan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota bersifat mengikat di mana KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota harus menindaklanjuti putusan tersebut paling lambat 3 hari
kerja. Dalam proses pengambilan Putusan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bawaslu.
Pada Pasal 145 UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang mulai
membahas mengenai tindak pidana Pemilihan, yaitu pelanggaran ataupun
kejahatan terhadap ketentuan Pemilihan. Pada Pasal 146 diubah dalam UU
No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
Walikota Menjadi Undang-Undang yang menyatakan bahwa Penyidik
Kepolisian Negara Indonesia melakukan penyelidikan setelah adanya laporan
pelanggaran Pemilihan yang diterima oleh Bawaslu Provinsi atau Panwas
Kabupaten/Kota. Penyidik Kepolisian Negara Indonesia tanpa surat izin
ketua pengadilan negeri setempat dapat melakukan penggeledahan,
penyitaan, dan pengumpulan alat bukti untuk keperluan penyelidikan.
Setelah itu, Sejak diterimanya laporan dari Bawaslu Provinsi maupun
Panwas Kabupaten/Kota paling lama 14 hari, Penyidik Kepolisian Negara
Indonesia harus menyampaikan hasil penyidikan dengan berkas perkara
kepada penuntut umum. Jika belum lengkap, dalam waktu maksimal 3 hari
kerja penuntut umum dapat mengembalikan berkas perkara disertai petunjuk
apa yang harus dilakukan dan dilengkapi kepada Penyidik Kepolisian Negara
Indonesia. Dalam waktu paling lama 3 hari sejak berkas diterima, Penyidik
Kepolisian Negara Indonesia harus menyampaikan kembali berkas tersebut
kepada penuntut umum dan kemudian maksimal 5 hari sejak berkas diterima
dari penyidik, penuntut umum harus melimpahkan berkas perkara kepada
Pengadilan Negeri. Selanjutnya dalam pasal 147 dan seterusnya UU No. 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri
berpedoman dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan.
Pengadilan Negeri diberikan waktu maksimal 7 hari setelah pelimpahan
berkas perkara dan dalam hal putusan pengadilan dapat mengajukan banding
maksimal 3 hari setelah putusan dibacakan yang kemudian paling lama 3 hari
setelah permohonan banding diterima, Pengadilan Negeri harus
melimpahkan berkas perkara permohonan kepada Pengadilan Tinggi.
Pengadilan Tinggi akan memeriksa dan memutus perkara banding paling
lama 7 hari setelah permohonan banding diterima di mana putusan tersebut
merupakan putusan akhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya
hukum lain. Putusan tersebut harus disampaikan kepada penuntut umum
paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan dan putusan tersebut harus
dilaksanakan paling lama e hari setelah putusan diterima oleh jaksa. Putusan
pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilihan dapat
mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilihan sehingga harus sudah
selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU Provinsi dan/atau
KPUKabupaten/Kota menetapkan hasil Pemilihan dan KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kotawajib menindaklanjuti putusan pengadilan.
Oleh karena itu, Salinan putusan pengadilan harus sudah diterima KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilihan pada hari
putusan pengadilan tersebut dibacakan. Sidang pemeriksaan perkara tindak
pidana Pemilihan akan dilakukan oleh Majelis khusus yang terdiri atas
hakim khusus yang merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tinggi yang ditetapkan secara khusus untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan. Hakim Khusus
ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan harus memenuhi syarat telah melaksanakan tugasnya
sebagai hakim paling singkat3 (tiga) tahun, kecuali dalam suatu
pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3
(tiga) tahun. Hakim khusus selama memeriksa, mengadili, dan
memutus tindak pidana Pemilihan dibebaskan dari tugasnya untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain harus menguasai
pengetahuan tentang Pemilihan. Untuk lebih lanjut akan diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung. Pada Pasal 152 UU No. 10 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi
Undang-Undang menyatakan Untuk menyamakan pemahaman dan pola
penanganan tindak pidana Pemilihan, Bawaslu Provinsi, dan/atau
Panwas Kabupaten/Kota, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian Resor,
dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri membentuk sentra
penegakan hukum terpadu yang melekat padaBawaslu, Bawaslu Provinsi,
dan Panwas Kabupaten/Kota sehingga anggaran operasionalnya dibebankan
pada Anggaran Bawaslu.
Ketentuan Pasal 153-155 mengatur tentang sengketa tata usaha
negara Pemilihan yaitu sengketa yang timbul dalam bidang tata
usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon
Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan KPU Provinsi
dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota. Yang berhak
menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara Pemilihan adalah Peradilan Tata Usaha Negara dengan
menggunakan Hukum Acara Tata Usaha Negara kecuali yang telah
ditentukan dalam undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-
Undang. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak keputusan KPU Provinsidan KPU Kabupaten/Kota ditetapkan, Peserta
Pemilihan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan KPU
Provinsi atau keputusan KPU Kabupaten/Kota kepada Bawaslu Provinsi
dan/atau Panwas Kabupaten/Kota dan gugatan atas sengketa tata usaha
negara Pemilihan dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dilakukan setelah seluruhupaya administratif di Bawaslu Provinsi
dan/atau Panwas Kabupaten/Kota telah dilakukan. Jika pengajuan gugatan
belum lengkap, penggugat dapat memperbaiki dan melengkapi gugatan
dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) hari kerja terhitung sejak
diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan jika
dalam jangka waktu tersebut penggungat belum melengkapi, maka hakim
memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima dan tidak dapat
dilakukan upaya hukum lagi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negaradalam
jangka waktu paling lama 15 hari kerja terhitung sejak gugatan
dinyatakan lengkap harus memeriksa dan memutus gugatan dan jika ada
keberatan dapat mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja
terhitung sejak diterbitkannya putusan. Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam jangka waktu paling lama 20hari kerja terhitung sejak
permohonan kasasi diterima harus memberikan putusan atas
permohonan kasasi yang bersifat final dan mengikat serta tidak dapat
dilakukan upaya hukum peninjauan kembali. KPU Provinsi dan/atau KPU
Kabupaten/Kota kemudian harus menindaklanjuti putusan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara atau Mahkamah Agung Republik Indonesia
maksimal 7 hari dan harus segera menindaklanjuti keputusan tentang
penetapan pasangan calon peserta Pemilihan sepanjang tidak
melewati tahapan paling lambat 30 Hari sebelum hari pemungutan suara.
Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara
Pemilihan dibentuk majelis khusus yang terdiri dari hakim khusus yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia dan merupakan hakim karier di lingkungan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Hakim khusus tersebut harus merupakan hakim yang telah melaksanakan
tugasnya sebagai hakim minimal 3 tahun, kecuali apabila dalam suatu
pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3
tahun serta harus menguasai pengetahuan tentang Pemilihan. Selama
menangani sengketa tata usaha negara Pemilihan, hakin khusus dibebaskan
dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain dan
lebih lanjutnya diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Dalam Pemilihan Kepala Daerah terkadang terjadi sengketa hasil
Pemilihan antara KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dengan
peserta Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilihan yang
secara signifikan akan berpengaruh pada penetapan calon untuk maju ke
putaran berikutnya atau penetapan calon terpilih. Berdasarkan Pasal 157
Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
Perkara Perselisihan hasil Pemilihan akan diperiksa dan diadili oleh
badan peradilan khusus yang dibentuk sebelum penyelenggaraan
Pemilihan serentak nasional dan untuk perkara perselisihan penetapan
perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan akan diperiksa dan diadili
oleh Mahkamah Konstitusi sampai terbentuknya badan peradilan
khusus. Peserta Pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi
atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi paling
lambat 3 hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan
suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dengan
dilengkapi alat/dokumen bukti dan KeputusanKPU Provinsi atau
KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi penghitungan suara. Jika
kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi
permohonan paling lama 3 hari kerja sejak diterimanya permohonan oleh
Mahkamah Konstitusi dan paling lama 45 hari kerja sejak diterimanya
permohonan Mahkamah Konstitusi harus memutuskan perkara perselisihan
sengketa hasil Pemilihan yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Setelah diputuskan, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi. Pada pasal berikutnya
dinyatakan ketentuan Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan
hasil penghitungan suara, meliputi provinsi dengan jumlah penduduk
sampai dengan 2 juta jiwa dapat mengajukan perselisihan perolehan suara
terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; provinsi
dengan jumlah penduduk lebih dari 2 juta sampai 6 juta jiwa dapat
mengajukan perselisihan perolehan suara jika terdapat perbedaan paling
banyak sebesar 1,5%dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap
akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 6 juta sampai 12 juta jiwa dapat mengajukan
perselisihan perolehan suarajika terdapat perbedaan paling banyak
sebesar 1%dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir
yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; dan provinsi dengan jumlah
penduduk lebih dari 12 juta dapat mengajukan perselisihan perolehan
suarajika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5%dari total suara
sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU
Provinsi. Sedangkan ketentuan peserta Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan
permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan
suara, meliputi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa dapat
mengajukan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan
paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara
tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota; kabupaten/kota
dengan jumlah penduduk lebih dari 250 ribu sampai dengan 500 ribu dapat
mengajukan perselisihan perolehan suara dilakukan apabila terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 1,5% dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU
Kabupaten/Kota; kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500
ribu sampai dengan 1 juta jiwa dapat mengajukan perselisihan perolehan
suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1%dari total
suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota; dan
kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa dapat
mengajukan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat
perbedaan paling banyak sebesar 0,5% dari total suara sah hasil
penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota. Pada pasal 159 UU
No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa Penyelesaian
sengketa hasil Pemilihan ditangani oleh hakim adhoc di
Pengadilan Tinggi yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan total
ada 4 Pengadilan Tinggi yang ditetapkan Mahkamah Agung untuk
menangani sengketa hasil Pemilihan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mahkamah Agung menetapkan hakim adhoc dan masa tugas hakim
adhoc untuk penyelesaian sengketa Pemilihan di mana Hakim adhoc
harus memutuskan sengketa Pemilihan paling lama 14 hari sejak perkara
deregister Jika ada pihak yang menolak putusan Pengadilan Tinggi maka
dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung paling lama 3 hari
sejak putusan Pengadilan Tinggi dibacakan dan Mahkamah Agung
memutuskan permohonan keberatanpaling lama 14 (empat belas) hari
sejak diterimanya permohonan. Lebih lanjut akan diarur dalam Peraturan
Mahkamah Agung.

2. Pemilihan Kepala Desa


a) Penyelenggara Pemilihan Kepala Desa
Pada Bab I Pasal 1 PERMENDAGRI No. 112 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Kepala Desa menyatakan yang bertugas menyelenggarakan proses
Pemilihan Kepala Desa adalah Panitia pemilihan Kepala Desa tingkat
desa yang dibentuk oleh BPD. Bupati/Walikota pada tingkat
Kabupaten/kota juga membentuk Panitia pemilihan Kepala Desa
tingkat kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan pemilihan Kepala
Desa yang dalam PERMENDAGRI No. 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Kepala Desa Panitia Pemilihan Kepala Desa ditetapkan dengan
keputusan bupati/wali kota. Panitia pemilihan terdiri dari unsur forum
koordinasi pimpinan daerah kabupaten/kota yaitu bupati/wali kota,
pimpinan DPRD, pimpinan kepolisian, pimpinan kejaksaan, pimpinan
satuan teritorial Tentara Nasional Indonesia di daerah;satuan tugas
penanganan Corona Virus Disease 2019 kabupaten/kota;dan unsur terkait
lainnya. Dalam kondisi bencana nonalam Corona Virus Disease 2019,
bupati/wali kota membentuk sub kepanitiaan dikecamatan pada panitia
pemilihan kabupaten/kotayang terdiri dari unsur forum koordinasi pimpinan
kecamatan yaitu camat, pimpinan kepolisian, pimpinan kewilayahan Tentara
Nasional Indonesia; satuan tugas penanganan Corona Virus Disease2019
kecamatan;dan unsur terkait lainnya. Tugas Sub kepanitiaan pemilihan di
Kecamatan meliputi melakukan sosialisasi dan edukasi protokol
kesehatan dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada panitia
pemilihan di Desa, calon Kepala Desa, masyarakat Desa dan satuan tugas
penanganan Corona Virus Disease2019 Desa serta unsur terkait lainnya;
mengawasi penerapan protokol kesehatan dalam pemilihan kepala desa;
dan menyampaikan hasil pengawasan penerapan protokol kesehatan
dalam pemilihan kepala desa kepada Ketua Panitia Pemilihan
dikabupaten/kota.

b) Tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa


Berdasarkan Pasal 2 dan 3 PERMENDAGRI No. 112 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara serentak satu kali
atau dapat bergelombang yang artinya dilaksanakan pada hari yang
sama di seluruh desa pada wilayah Kabupaten/Kota. Pemilihan
kepala Desa secara bergelombangdilaksanakan paling banyak 3kali dalam
jangka waktu 6 tahun. Tahapan Pemilihan Kepala desa terdiri atas
persiapan; pencalonan; pemungutan suara; dan penetapan. Hal ini
diatur dalam Bab III PERMENDAGRI No. 112 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Kepala Desa.
Pertama tahap persiapan meliputi pemberitahuan badan
permusyawaratan desa kepada kepala desa tentang akhir masa jabatan yang
disampaikan 6bulan sebelum berakhir masa jabatan; pembentukan panitia
pemilihan kepala desa oleh badan permusyawaratan desa ditetapkan
dalam jangka waktu 10hari setelah pemberitahuan akhir masa
jabatan; laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada
bupati/walikota disampaikan dalam jangka waktu 30 hari setelah
pemberitahuan akhir masa jabatan; perencanaan biaya pemilihan
diajukan oleh panitia kepada bupati/walikota melalui camat atau
sebutan lain dalam jangka waktu 30 hari setelah terbentuknya panitia
pemilihan; dan persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam
jangka waktu 30 Hari sejak diajukan oleh panitia. BPD juga harus
menyampaikan pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui camat. Setelah pembentukannya, Panitia Pemilihan
Kepala Desa mulai melakukan tugasnya dan disisi lain juga ada penetapan
pemilih di mana pemilih yang menggunakan hak pilih harus terdaftar sebagai
pemilih dan datanya akan dimutakhirkan dan divalidasi sesuai data penduduk
di desa. Daftar pemilih sementara akan diumumkan dalam jangka waktu 3
hari oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa pada tempat yang mudah dijangkau
masyarakat. Dalam jangka waktu tersebut, pemilih atau anggota keluarga
dapat mengajukan usul perbaikan mengenai penulisan identitas ataupun
keluarga memberikan informasi pemilih yang terdaftar sudah meninggal,
sudah tidak berdomisili di desa tersebut, sudah menikah di bawah 17 tahun,
atau pemilih sudah terdaftar tetapi sudah tidak memenuhi syarat sebagai
pemilih. Setelah itu Panitia Pemilihan Kepala Desa akan mengadakan
perbaikan. Pemilih yang belum terdaftar secara aktif dapat melaporkan
kepada Panitia Pemilihan Kepala Desa melalui pengurus Rukun
Tetangga/Rukun Warga dan Pemilih didaftar sebagai pemilih tambahan.
Pencatatan pemilih tambahan dilaksanakan paling lambat 3 hari. Daftar
pemilih tambahan diumumkan oleh Panitia Pemilihan pada tempat-tempat
yang mudah dijangkau oleh masyarakat selama 3 hari terhitung sejak
berakhirnya jangka waktu penyusunan tambahan dan Panitia pemilihan
Kepala Desa menetapkan dan mengumumkan daftar pemilih sementara
yang sudah diperbaiki dan daftar pemilih tambahan sebagai daftar
pemilih tetap. Kemudian daftar pemilih tetap akan diumumkan oleh Panitia
Pemilihan Kepala Desa di temnpat yang strategis di desa selama 3 hari
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan daftar pemilih tetap.
Untuk keperluan pemungutan suara di TPS, Panitia menyusun salinan daftar
pemilih tetap untuk TPS. Rekapitulasi jumlah pemilih tetap, digunakan
sebagai bahan penyusunan kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan
pemilihan. Daftar pemilih tetap yang sudah disahkan oleh panitia
pemilihan tidak dapat diubah, kecuali ada pemilih yang meninggal
dunia, panitia pemilihan membubuhkan catatan dalam daftar pemilih
tetap pada kolom keterangan "meninggal dunia".
Yang kedua tahap Pencalonan di mana calon Kepala Desa harus
memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam Pasal 21
PERMENDAGRI No 65 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Permendagri
No 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Panitia pemilihan akan
melakukan penelitian terhadap persyaratan bakal calon meliputi
penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan dengan
disertai klarifikasi pada instansi yang berwenang yang dilengkapi dengan
surat keterangan dari yang berwenang. Selanjutnya Panitia pemilihan
mengumumkan hasil penelitian kepada masyarakat untuk memperoleh
masukan yang masukan tersebut harus diproses dan ditindak lanjuti oleh
Panitia Pemilihan Kepala Desa. Panitia pemilihan kepala desa menetapkan
bakal calon kepala desa menjadi calon kepala desa berjumlah paling sedikit
2 paling banyak 5 orang yang memenuhi persyaratan yang kemudian calon-
calon tersebut diumumkan kepada masyarakat. Jika bakal calon Kepala Desa
yang memenuhi persyarakat kurang dari 2 orang maka panitia pemilihan
Kepala Desa memperpanjang waktu pendaftaran selama 20 hari dan jika
dalam jangka waktu tersebut tetap kurang dari 2 orang, Bupati/Walikota
harus menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu
yang ditetapkan kemudian. Apabila dalam tenggang waktu 20 hari tadi masa
jabatan Kepala Desa berakhir, Bupati/Walikota akan mengangkat
penjabat Kepala Desa dari pegawai Negeri Sipil dilingkungan
pemerintah Kabupaten/Kota. Jika bakal calon Kepala Desa yang memenuhi
syarat melebihi 5 orang maka panitia melakukan seleksi tambahan
dengan menggunakan kriteria pengalaman bekerja di lembaga
pemerintahan, tingkat pendidikan, usia dan persyaratan lain
yang ditetapkan Bupati/Walikota. Selanjutnya penetapan calon kepala
desa disertai dengan penentuan nomor urut dan nama calon yang akan
disusun dalam daftar calon dan dituangkan dalam berita acara penetapan
calon Kepala Desa dilakukan melalui undian secara terbuka oleh Panitia
pemilihan yang dihadiri oleh para calon. Panitia pemilihan kemudian
menyampaikan pengumuman yang bersifat final dan mengikat melalui
media masa dan/atau papan pengumuman tentang nama calon yang
telah ditetapkan, paling lambat 7 hari sejak tanggal ditetapkan. Kemudian
Calon Kades dapat melakukan kampanye dengan prinsip jujur, terbuka,
dialogis serta bertanggung jawab dalam jangka waktu 3 hari sebelum
dimulainya masa tenang. Kampanye dimaksudkan agar para calon Kepala
Desa dapat menyampaikan visi misinya yang dapat dilakukan melalui
pertemuan terbatas; tatap muka; dialog; penyebaran bahan Kampanye kepada
umum; pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain
yang ditentukan oleh panitia pemilihan; dan kegiatan lain yang tidak
melanggar peraturan perundang-undangan. Pelaksana Kampanye dilarang
mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia; melakukan kegiatan yang membahayakan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; menghina seseorang,
agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Calon yang lain; menghasut dan
mengadu-domba perseorangan atau masyarakat; mengganggu ketertiban
umum; mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota
masyarakat, dan/atau Calon yang lain; merusak dan/atau menghilangkan alat
peraga Kampanye Calon; menggunakan fasilitas pemerintah, tempat
ibadah, dan tempat pendidikan; membawa atau menggunakan gambar
dan/atau atribut Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Calon yang
bersangkutan; dan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya
kepada peserta Kampanye, serta tidak boleh mengikutsertakankepala desa;
perangkat desa; anggota badan permusyaratan desa. Jika melanggar akan
diberikan sanksi berupa peringatan tertulis bagi yang melanggar larangan
walaupun belum terjadi gangguan atau bahkan penghentian kegiatan
Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran yang dapat mengakibatkan
gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke wilayah lain.
Masa tenang selama 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara
yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
Yang ketiga tahap pemungutan suara yang dilakukan dengan
memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama
calon atau berdasarkan kebiasaan masyarakat desa setempat (mencoblos
salah satu calon dalam surat suara). Untuk Jumlah, lokasi, bentuk, dan
tata letak TPS ditetapkan oleh panitia pemilihan dan untuk Pemilih
tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada
saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh panitia atau
orang lain atas permintaan pemilih yang harus merahasiakan pilihan pemilih.
Pemilih yang menjalani rawat inap di rumah sakit atau sejenisnya,
yang sedang menjalani hukuman penjara, pemilih yang tidak mempunyai
tempat tinggal tetap, yang tinggal di perahu atau pekerja lepas
pantai, dan tempat-tempat lain memberikan suara di TPS khusus. Yang
dilakukan panitia pemilihan sebelum pemungutan suara yaitu membuka
kotak suara; mengeluarkan seluruh isi kotak suara; mengidentifikasi jenis
dokumen dan peralatan; dan menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan
peralatan. Yang dilakukan panitia pemilihan sebelum pemungutan suara
yaitu membuka kotak suara; mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan; dan menghitung jumlah
setiap jenis dokumen dan peralatan. Kegiatan tersebut dapat dihadiri oleh
saksi dari calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat yang kemudian
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua panitia, dan
sekurang-kurangnya 2 anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi
dari calon. Setelahnya panitia memberikan penjelasan mengenai tata cara
pemungutan suara dan pemilih diberi kesempatan oleh panitia
berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih. Jika Apabila menerima
surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti
kepada panitia, kemudian panitia memberikan surat suara pengganti hanya
satu kali. Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih
dapat meminta surat suara pengganti kepada panitia, panitia memberikan
surat suara pengganti hanya satu kali. Suara untuk pemilihan Kepala Desa
dinyatakan sah apabila surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan
tanda coblos hanya terdapat pada 1 kotak segi empat yang memuat satu
calon; atau tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat
yang memuat nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau tanda
coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi
empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau tanda coblos
terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor,
foto, dan nama calon. Sebelum penghitungan suara dimulai panitia pemilihan
menghitungj umlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan
daftar pemilih tetap untuk TPS; jumlah pemilih dari TPS lain; jumlah surat
suara yang tidak terpakai; dan jumlah surat suara yang dikembalikan oleh
pemilih karena rusak atau keliru dicoblos. Setelah itu panitia dapat
melakukan penghitungan suara di TPS setelah pemungutan berakhir dengan
dapat dihadiri dan disaksikan oleh saksi calon yang harus membawa surat
mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua
panitia, BPD, pengawas, dan warga masyarakat. Panitia kemudian membuat
berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh
ketua dan sekurang-kurangnya 2 orang anggota panitia serta dapat
ditandatangani oleh saksi calon di mana salinan Berita Acara hasil
penghitungan suara tersebut harus diberikan kepada masing-masing saksi
calon yang hadir sebanyak 1 eksemplar dan menempelkan 1
eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. Berita acara
beserta kelengkapannya dimasukkan dalam sampul khusus yang
disediakan dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang pada bagian luar
ditempel label atau segel dan Panitia Pemilihan Kepala Desa menyerahkan
berita acara hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan
administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada BPD segera
setelah selesai penghitungan suara. Pada Pasal 42 PERMENDAGRI No 65
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Permendagri No 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa menyatakan setelahnya Calon Kepala Desa
dengan perolehan jumlah suara terbanyak sah ditetapkan sebagai Calon
Kepala Desa terpilih dan jika yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1
orang maka calon terpilih ditetapkan menurut wilayah perolehan suara sah
yang lebih luas. Pelaksanaan perolehan suara sah akan diatur dalam
Peraturan Bupati/Walikota.
Yang keempat tahap penetapan yaitu Panitia pemilihan kepala
desa menyampaikan laporan hasil pemilihan kepala desa kepada BPD dan
BPD berdasarkan laporan hasil pemilihan kepala desa menyampaikan
calon kepala desa terpilih berdasarkan suara terbanyak kepada
Bupati/Walikota melalui camat dengan tembusan kepada kepala desa.
Bupati/Walikota menetapkan pengesahan dan pengangkatan kepala desa
dengan keputusan Bupati/Walikota.
Mengingat kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini, dalam
PERMENDAGRI No. 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Kepala Desa ditambahkan ketentuan pasal yaitu pasal 44A-44G yang
menyatakan bahwa pelaksanaan tahapan pemilihan Kepala Desa dalam
kondisi bencana nonalam Corona Virus Disease 2019 dilakukan dengan
penerapan protokol kesehatan meliputi melakukan pengukuran suhu tubuh
bagiseluruh unsur pelaksana paling tinggi 37,3°C penggunaan alat
pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga
dagu dan/atau dengan pelindung wajah serta sarung tangan sekali pakai
bagi panitia pemilihan Kepala Desadan pemilih; penyediaan tempat
sampah tertutup di TPS untuk pembuangan sarung tangan sekali pakai;tidak
melakukan jabat tangan atau kontak fisik serta menjaga jarak antara 1
sampai dengan 2 meter; menghindari terjadinya kerumunan baik di dalam
maupun luar ruangan; penyediaan tempat cuci tangandengan sabun dan
air mengalir serta hand sanitizer di tempat penyelenggaraan; panitia dan
pemilih membawa alat tulis masing-masing; melakukan penyemprotan
disinfektan pada tempat pelaksanaan penyelenggaraan sebelum dan
setelah pelaksanaan kegiatan; penyusunan tata letak tempat duduk
dengan penerapan jaga jarak; penyediaan sumber daya kesehatan
sebagai antisipasi keadaan darurat berupa obat, perbekalan kesehatan,
dan/atau personel yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan atau tim
dari satuan tugas Penanganan Corona Virus Disease2019 Desa; dan
protokol kesehatan pencegahan Corona VirusDisease2019 sesuai
dengan kebutuhan yang ditetapkan dalam keputusan bupati/walikota.
Protokol kesehatan untuk tahap persiapan dikhususkan dalam
pembentukan panitia pemilihan Kepala Desaoleh Badan Permusyawaratan
Desa. Pada tahap pencalonan yang terdiri dari kegiatan pendaftaran,
pengambilan nomor urut dan Kampanye wajib dilakukan dengan
penerapan protokol kesehatan dengan kampanye Kampanye dilaksanakan
dengan materi mengenai penanganan Corona Virus Disease2019 dan dampak
sosial ekonomi di Desa. Untuk pengambilan nomor urut dihadiri oleh Calon
Kepala Desa Panitia pemilihan Kepala Desa yang terdiri ketua, wakil
ketua dan anggota paling banyak 3 orang; 1 orang perwakilan panitia
pemilihan dikabupaten/kota; 1 orang perwakilan sub kepanitiaan di
kecamatan; 1 orang perwakilan yang memiliki kemampuan di
bidang kesehatan atau tim dari satuan tugaspenanganan Corona Virus
Disease 2019 Desa; dan 1 orang perwakilan masing-masing dari Lembaga
Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Perihal unsur yang tidak
hadir dibuat berita acara. Selanjutnya Penerapan protokol kesehatan untuk
tahap pemungutan suara meliputi melakukan identifikasi kondisi kesehatan
terhadap daftar pemilih tetap yang berdomisili dan beraktifitas di luar Desa;
tersedianya pembatas transparan pada meja panitia pemilihan Kepala Desa
untuk menghindari terjadi kontak langsung antara panitia dengan pemilih;
menetapkan waktu pemungutan suara disesuaikan dengan jumlah pemilih,
jika pemilih tidak hadir sesuai waktu yang telah ditentukan tetap dapat
memberikan hak pilih di akhir waktu pemungutan suara; pemungutan suara
wajib mempertimbangkan kondisi demografi Desa, zona penyebaran Corona
Virus Disease 2019 serta penyusunan tata letak tempat duduk dengan
memperhatikan penerapan jaga jarak; bagi pemilih yang sudah melakukan
hak pilih diberikan tinta dengan menggunakan alat tetes;dan berkas dokumen
dan/atau perlengkapan secara fisik yang disampaikan dibungkus dengan
bahan yang tahan terhadap zat cair. Pemungutan suara dihadiri oleh Calon
Kepala Desa didampingi 1 orang saksi; panitia pemilihan di Desa; Badan
Permusyawaratan Desa yang terdiri dari ketua, wakil ketua dan anggota
maksimal 3 orang; 1 orang perwakilan panitia pemilihan dikabupaten; 1
orang perwakilan sub kepanitiaan dikecamatan; 1 orang perwakilanyang
memiliki kemampuan di bidang kesehatan atau tim dari satuan tugas
penanganan Corona Virus Disease 2019 Desa;dan 1 orang perwakilan
masing-masing dari Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat
Desa.

c) Syarat menjadi calon Kepala Desa


Berdasarkan Pasal 21 PERMENDAGRI No 65 Tahun 2017 Tentang
Pilkades atau tentang Perubahan Atas Permendagri No 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa, calon Kepala Desa harus memenuhi
beberapa syarat meliputi berpendidikan paling rendah tamat sekolah
menengah pertama atau sederajat; berusia paling rendah 25 tahun pada saat
mendaftar; bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa; tidak sedang menjalani
hukuman pidana penjara; tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 tahun atau lebih, kecuali 5 tahun setelah selesai
menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka
kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan
sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; tidak sedang dicabut hak
pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap; berbadan sehat; tidak pernah sebagai kepala Desa
selama 3 kali masa jabatan; dan syarat lain yang diatur dalam peraturan
Daerah. Untuk Pelantikan Kepala Desaterpilih dilaksanakan secara langsung
atau virtual/elektronik dengan dihadiri oleh calon Kepala Desa terpilih
bersama 1 orang pendamping; forum komunikasi pimpinan daerah
kabupaten/kota; camat; perangkat acara; dan undangan lainnya dengan
mempertimbangkan jarak dan kapasitas ruanganpaling banyak dihadiri
50%. Calon Kepala Desa, panitia pemilihan, pendukungdan unsur lain yang
melanggar protokol kesehatan akan dikenai sanksi berupa teguran lisan bagi
calon kepala desa, pendukung, dan unsur lain yang terlibat oleh
panitia pemilihan di desa atau panitia pemilihan didesa oleh sub kepanitiaan
dikecamatan; teguran tertulis bagi calon kepala desa oleh sub kepanitiaan
dikecamatan berdasarkan laporan dari panitia pemilihan didesa atau calon
kepala desa oleh bupati/wali kota berdasarkan rekomendasidari panitia
pemilihan dikabupaten atas laporan dari panitia dikecamatan; Sanksi
diskualifikasi bagi calon kepala desa oleh bupati/wali kota berdasarkan
rekomendasi dari panitia pemilihan dikabupaten atas laporan dari sub
kepanitiaan dikecamatan dan satuan tugas penanganan Corona Virus
Disease2019. Selanjutnya Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan
Pemilihan Kepala Desa kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri melalui
Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa di mana laporan tersebut berisi
laporan hasil persiapan Pemilihan Kepala Desa paling lama 14 hari sebelum
pelaksanaan tahapan pemungutan suara dan perhitungan suara; dan laporan
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa selambat-lambatnya 14 hari setelah
pelaksanaan tahapan pelantikan Kepala Desa terpilih.

d) Cara penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Desa


Dalam PERMENDAGRI No. 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Kepala Desa, PERMENDAGRI No 65 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas
Permendagri No 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, dan
PERMENDAGRI No. 72 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Kepala Desa belum ada ketentuan mengenai mekanisme penyelesaian
sengketa Pemilihan Kepala Desa. Namun menurut Pasal 37 ayat (6) UU No.
6 Tahun 2014 Tentang Desa, dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan
Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam
jangka waktu paling lama 30 hari sejak tanggal diterimanya penyampaian
hasil pemilihan daripanitia pemilihan Kepala Desa hingga akhirnya
ditetapkan melalui keputusan Bupati/Walikota. Dalam PERMENDAGRI No.
112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa sendiri secara tersirat
dapat disimpulkan mengenai sengketa proses pemilihan diselesaikan secara
mandiri Panitia Pemilihan Kepala Desa, dimana sifat putusan Panitia
Pemilihan Kepala Desa tersebut bersifat final dan mengikat.

Anda mungkin juga menyukai