OLEH :
INSTALASI ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR
Jl. JAKSA AGUNG SUPRAPTO NO. 2
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Malang, 2023
Peserta Pelatihan Pembimbing
( ) ( )
BAB I
A. Definisi
Undecendent Testis (UDT) atau disebut juga Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan
yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis kedalam skrotum. UDT
atau cryptorchidism juga di artikan sebagai testis yang tidak dapat turun ke skrotum hingga
bayi berusia 12 minggu. Hal ini berbeda dengan acquired UDT atau disebut juga dengan
ascending testis. Pada acquired UDT, testis dapat turun secara normal sampai ke skrotum saat
bayi lahir hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, namun setelah itu, semakin bertambahnya usia
bayi testis semakin bergerak naik keluar dari skrotum.
B. Klasifikasi UDT
C. Epidemiologi
D. Etiologi
UDT dapat disebabkan oleh kelainan dari kontrol hormon atau proses anatomi yang
diperlukan dalam proses penurunan testis secara normal. Kelainan hormon androgen, MIS,
atau Insl 3 jarang terjadi, tetapi telah diketahui dapat menyebabkan UDT Kelainan fase
pertama dari penurunan testis juga jarang terjadi. Sebaliknya, migrasi testis pada fase ke-2
dari penurunan testis adalah proses yang kompleks, diatur oleh hormon, dan sering
mengalami kelainan. Hal ini ditunjukkan dengan gagalnya gubernakulum bermigrasi ke
skrotum, dan testis teraba di daerah inguinal. Penyebab dari kelainan ini masih tidak diketahui
secara pasti, namun kemungkinan disebabkan oleh tidak baiknya fungsi plasenta sehingga
menghasilkan androgen dan stimulasi gonadotropin yang tidak cukup. Beberapa gangguan
jaringan ikat dan sistem saraf berhubungan dengan UDT, seperti arthrogryposis multiplex
congenita, spina bifida dan gangguan hypothalamus. Kerusakan dinding abdomen yang
menyebabkan gangguan tekanan abdomen juga meningkatkan frekwensi UDT, seperti
exomphalos, gastroschisis, dan bladder exstrophy. Prune Belly syndrome adalah kasus yang
spesial di mana terjadi pembesaran kandung kemih yang menghalangi pembentukan
gubernakulum di daerah inguinal secara normal, atau menghalangi penurunan gubernakulum
dari dinding abdomen karena kandung kemih menjadi sangat besar. Hal ini lalu menghalangi
prosesus vaginalis membentuk kanalis inguinalis secara normal dan oleh sebab itu testis tetap
berada pada daerah intra abdomen di belakang kandung kemih yang membesar tersebut.
E. Patofisiologi
Suhu testis 2-7 ° C di bawah suhu tubuh sangat penting untuk spermatogenesis . Ada
lima fitur anatomi unik dari skrotum yang penting untuk termoregulasi kulit skrotum tipis,
sering tanpa rambut, banyak kelenjar keringat, unika dartos, pleksus pampiniformis, otot
cremaster, tidak adanya jaringan adiposa. Penurunan gradien suhu rectoscrotal hanya 1–2 ° C
cukup untuk secara eksperimental menekan spermatogenesis. Varikokel dan UDT dapat
menyebabkan kesuburan pria yang berhubungan dengan spermatogenesis abnormal. UDT
berkembang dalam suhu ambien yang meningkat dari perut atau kanalis inguinalis. Cedera
termal ini dimediasi oleh spesies oksigen reaktif dan protein heat-shock tertentu, yang
merusak sel-sel germinal serta sel Sertoli. Orkiopeksi bahkan jika dilakukan sedini mungkin
sebelum usia 1 tahun tidak dapat mencegah perubahan morfologi postnatal pada testis.
Spermatogenesis adalah proses di mana sel sperma diproduksi. Ini terjadi di tubulus
seminiferus. Gonosit fetus / neonatal berubah menjadi spermatogonia dewasa gelap (Ad)
spermatogonia antara usia 3 dan 9 bulan, dirangsang oleh lonjakan gonadotropin dan
testosteron (pubertas mini). Selanjutnya, setelah periode tidak aktif, spermatosit primer
terbentuk pada sekitar 5-6 tahun kehidupan, dan spermatid muncul sekitar 10-11 tahun,
dengan onset spermatogenesis penuh . Tidak semua gonosit neonatal berubah menjadi
spermatogonia Iklan. Gonosit yang tersisa mengalami involusi oleh apoptosis, membersihkan
testis dari sel germinal janin yang tidak terdiferensiasi dan berpotensi, sehingga pada usia 2
tahun tidak ada yang tersisa di testis .
Testis yang tidak turun merusak baik transformasi gonosit menjadi spermatogonia Iklan
dan kematian sel Epitel germinal terprogram. Penghambatan transformasi ini menyebabkan
kekurangan sel induk untuk spermatogenesis pasca-pubertas dan infertilitas, sementara sel
yang belum terdiferensiasi dapat menjadi ganas setelah pubertas . Transformasi gonosit yang
rusak menjadi spermatogonia berkorelasi dengan jumlah sperma abnormal setelah pubertas
Banyak hasil studi jangka panjang telah menunjukkan bahwa cryptorchidism di masa lalu
dikaitkan dengan 30-60% risiko infertilitas atau kurangnya sel Epitel pada pria dewasa
Jumlah sel germinal menurun sekitar seperempat bayi baru lahir dengan cryptorchi.
Ditemukan bahwa ada tanda-tanda degenerasi dini di testis pada mikroskop elektron pada
sekitar 12 bulan. Kurangnya sel Epitel telah dilaporkan dari 12, dan terutama dari usia 18
bulan, dan karena itu operasi telah direkomendasikan sebelum 12 atau 18 bulan usia.
Risiko infertilitas di masa dewasa secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan
bilateral UDT. Sekitar 10% pria infertil memiliki riwayat cryptorchidism dan orchidopexy.
Jika tidak ditangani, UDT bilateral menyebabkan azoospermia pada 89% pria dewasa. Jika
orchiopexy bilateral dilakukan di masa kanak-kanak, sekitar 28% dari pria-pria ini memiliki
setidaknya 20 juta sperma / ml ejakulasi. Sekitar 50% pria dengan UDT unilateral yang tidak
diobati memiliki setidaknya 20 juta sperma / ml dibandingkan dengan sekitar 70% setelah
orchiopexy. Pembedahan secara signifikan meningkatkan jumlah sperma dalam kasus uni dan
bilateral, meskipun pasien dari laporan yang dibahas berusia lebih dari 2 tahun di orchiopexy .
Meskipun pria dengan riwayat UDT unilateral memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah,
mereka memiliki tingkat paternitas yang sama dengan populasi normal. Orang dewasa dengan
riwayat UDT bilateral memiliki tingkat kesuburan dan paternitas yang lebih rendah.
F. Pathway
orchiopexy
cemas
luka insisi
Nyeri
Pada sebagian besar kasus UDT, testis berada pada leher skrotum atau di luar annulus
inguinalis eksternal. Testis sering berada sedikit ke lateral dari annulus inguinalis eksternal di
ruang subkutan di bawah fascia Scarpa. Posisi ini biasanya bukan disebabkan oleh karena
migrasi ectopic dari gubernakulum, melainkan oleh karena lapisan fascia dari dinding
abdomen. Bahkan testis masih berada pada sebuah mesentery, Panjang spermatic cord pada
bayi adalah sekitar 4-5cm dari annulus inguinalis eksternal sampai ke puncak testis.
Sebaliknya, panjang spermatic cord pada anak usia 10 tahun adalah sekitar 8-10cm. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan bentuk pelvis sehingga jarak antara annulus inguinalis eksternal
dengan skrotum semakin bertambah.
H. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
USG : USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di
mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. Pada penelitian terhadap
66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG hanya dapat mendeteksi 37,5% (12
dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis intra-abdomen, hal ini tentunya
sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.
CT scan dan MRI : keduanya mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG
terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas
yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga
dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis. Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat
dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.
I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil
risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam
skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy)
1. Terapi Hormonal
Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an, terutama banyak
digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi aksis hipotalamus- pituitary-
gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon yang biasa digunakan adalah hCG,
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Hormon
hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel
Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis
belum diketahui pasti, tapi diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster.
2. Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah
orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus mempertimbangkan berbagai
faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis anak, dan risiko bila operasi tersebut
ditunda. Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan sampai
umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun. Pertimbangan
lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang
dapat meningkatkan risiko infertilitas. Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 %
bergantung pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli
bedah.
Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum. Algoritme
penatalaksanaan UDT
J. Komplikasi
Resiko keganasan
Terdapat hubungan antara UDT dengan keganasan testis. Insiden keganasan testis sebesar
1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan testis yang tidak
turun pada anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan pada anak dengan
testis normal. Suatu meta- analisis tentang keganasan testis dari 21 studi kontrol,
menunjukkan terdapat peningkatan rasio pada laki-laki dengan riwayat UDT. Makin tinggi
lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal mempunyai risiko menjadi
ganas 5x lebih besar dibanding testis inguinal. Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi
risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada
penderita yang telah dilakukan orchiopexy.
BAB II
A. Pengertian
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan
general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik
intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena (Latief, 2007).
B. Tujuan General Anestesi
Grace & Borley (2010) menyatakan bahwa tujuan dari pemberian general anestesi
dalam pembedahan, yaitu:
1. Menginduksi hilangnya kesadaran dengan menggunakan obat hipnotik yang dapat
diberikan secara intravena (misalnya: propofol) atau inhalasi (misalnya: sevofluran).
2. Menyediakan kondisi operasi yang cukup untuk lamanya prosedur pembedahan dengan
menggunakan anestesi seimbang, yaitu kombinasi obat hipnotik untuk mempertahankan
anestesi (misalnya: propofol, sevofluran), analgesik untuk nyeri, dan bila diindikasikan
relaksan otot, atau anestesi regional.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis yang penting dengan cara berikut:
a. Menyediakan jalan napas yang bersih (masker laring atau selang trakea kurang lebih
ventilasi tekanan positif intermitten).
b. Mempertahankan akses vaskular yang baik.
c. Pemantauan fungsi tanda tanda vital (oksimetri nadi, kapnografi, tekanan darah arteri,
suhu, EKG, keluaran urin setiap jam).
d. Membangunkan pasien dengan aman saat akhir prosedur pembedahan.
C. Indikasi
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan
ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah yang lebih panjang, misalnya pada kasus
bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang dan lain-lain. Selain
itu, anestesi umum biasanya dilakukan pada pembedahan yang luas (Potter & Perry, 2006).
D. Kontraindikasi
Muhardi, dkk (2009) menyatakan bahwa kontraindikasi general anestesi tergantung dari
efek farmakologi obat anestetika terhadap organ tubuh, misalnya pada kelainan:
1. Jantung : hindarkan pemakaian obat-obat yang mendespresi miokard atau menurunkan
aliran darah coroner
2. Hepar : hindarkan obat hepatotoksik, obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat
diturunkan
3. Ginjal : hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat yang
diekskresi melalui ginjal
4. Paru : hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
5. Endokrin : hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada
diabetes penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya / tidak, terpasang O2 : lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : x/menit
SpO2 : %
Gigi : Palsu ( ) Cakil ( ) Tongos ( ) Ompong ( )
Buka Mulut : jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler
Ronchi : Whezing :
Serum Elektrolit
Faal Hemostatis:
Faal Ginjal:
Faal Hati :
Data Penunjang :
Foto Rontgen :
CT Scan :
MRI :
EKG :
ANALISA DATA ( PRE ANESTESI)
P :
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai: ; s/d wib
Stadium Anestesi :
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan
Jam Nama Obat/ Dosis jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
N TD
220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4 5 6
BB : Hb : Kristaloid
EBV : Input Koloid
ABL : Darah
M : Urine
O : Output Darah
M+O
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
BALANCE CAIRAN 7 8 9 10 11 12
BB: Hb: Kristaloid
EBV : Input Koloid
ABL : Darah
M : Urine
O : Output Darah
M+O
Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit / Excess Defisit /Excess Defisit /Excess
TOTAL
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)
P :
POST ANESTESI
Data Subyektif :
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup, GCS 456 TD : mmHg ( ) Skala nyeri =
( ) Sesak (+) Nadi : x/mnt ( ) Menggigil
( ) Terpasang O2 lpm SpO2 : % ( ) Mual & Muntah
( ) RR : x/mnt ( ) Aldrete/Bromage skore=
09.00 10.00 11.00
N TD
220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
P :
`
DAFTAR PUSTAKA