BAB III
BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA RADEN ADJENG KARTINI
40
41
41
42
Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen
Nieder (Letakkan Senjata) semuanya berbahasa Belanda.
Nasib Raden AdjengKartini sepenuhnya sudah digariskan oleh kaum dan
sejarahnya. Meskipun sangat membenci poligami, Raden AdjengKartini justru
dijodohkan dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Raden AdjengKartini menikah
pada tanggal 12 November1903. Beruntung, suaminya memahami minat dan
intektualitas Raden AdjengKartini sehingga mengizinkannya terus membaca,
berkorespondensi, dan berusaha mengembangkan pendidikan seperti mendirikan
sekolah untuk anak-anak perempuan di kompleks kantor kabupaten Rembang atau
di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka (Horton &
Simmons, 2009 : 216).
Anak-anak perempuan pribumi boleh dikatakan tidak punya kesempatan
menempuh pendidikan formal saat itu di kalangan pribumi, hanya anak kaum
bangsawan/pamong praja yang bisa bersekolah, itupun biasanya hanya yang laki-
laki saja. Raden AdjengKartini merekrut kedua adik perempuannya, Kardinah dan
Rukmini, untuk turut mengajar di sekolah yang segera kewalahan menampung
anak-anak perempuan yang ingin belajar. Agar dapat menerima sebanyak
mungkin murid, sekolah di buka untuk beberapa kelas dalam sehari.
Pada tanggal 13 September 1904, Raden AdjengKartini melahirkan anak
pertamanya dan satu-satunya, RM Soesalit. Namun proses persalinannya cukup
sulit, dan Raden AdjengKartini mengalami pendarahan cukup hebat selama
berhari-hari sehingga pada tanggal 17 September 1904 Raden AdjengKartini tutup
usia dalam usia 25 tahun. Raden AdjengKartini dimakamkan di Desa Bulu,
Kecamatan Bulu, Rembang. Sepeninggal Raden AdjengKartini, sekolah khusus
perempuan yang didirikannya berjalan tersendat karena hilangnya sang inspirator.
Kedua adiknya yang semula mengelolanya, tidak mampu menampung semua
calon murid yang ada.
Kemajuan berarti justru diteruskan oleh pasangan istri Van Deventer yang
dalam sejarah dikenal sebagai penganjur “politik etis” atau “politik balas budi”
yang memberi kesempatan pendidikan cukup luas bagi anak-anak jajahan.
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip
patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.
Kumpulan surat-surat Raden Adjeng Kartini yang berisikan tentang
pemikiran-pemikiran Raden AdjengKartini tentang emansifasi wanita dan hak-
hak wanita yang ia kirimkan kepada sahabat penanya dan berhasil dibukukan,
buku-buku yang membahas isi dan pemikiran Raden Adjeng Kartini lewat surat-
suratnya yaitu: (pena-profetik.blogspot.com, 2011:04 diambil pada Minggu, 24
Mei pada jam 21:46).
1. Habis Gelap Terbitlah Terang
Pada Tahun 1922, oleh Empat Saudara,
Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa
Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah
Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh
Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang
sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat
sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Raden AdjengKartini ke dalam
Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam
format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot
Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu,
surat-surat Raden AdjengRaden AdjengKartini juga pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Raden
AdjengKartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi
kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut
ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan
pemikiran Raden AdjengKartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru
tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87
surat Raden AdjengKartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab
tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis
Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah
untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane,
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53