Anda di halaman 1dari 81

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya peningkatan kadar lemak darah, salah satunya dengan peningkatan
nilai kolesterol ≥ 240 mg/dL (1). Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan
mengendapnya kolesterol pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penyempitan dan pengerasan pembuluh darah yang dikenal sebagai
aterosklerosis (proses pembentukan plak pada pembuluh darah), keadaan ini
akan meningkatkan resiko penyakit seperti penyakit jantung koroner dan
stroke (2).
Penggunaan obat terapi tunggal sebagai pengobatan hiperkolestrolemia
dengan diagnosis kadar kolesterol ≥ 240 mg/dL. Terdapat berbagai golongan
dari obat yang berfungsi sebagai penurun kadar kolesterol di dalam darah,
diantaranya adalah golongan statin. Statin merupakan obat penurun kolesterol
darah yang menjadi lini pertama dalam terapi hiperkolesterolemia (3). Saat ini
terdapat 6 obat golongan statin yang beredar di pasaran, yakni atorvastatin,
fluvastatin, lovastatin, pravastatin, rosuvastatin dan simvastatin. Sekitar 82,3%
pasien di Indonesia dengan penyakit hiperkolesterolemia masih menggunakan
terapi tunggal statin sebagai pilihan utama, dan obat yang paling sering
digunakan adalah simvastatin dengan persentase 42,8% (4).
Selain penggunaan obat terapi tunggal masih ada pengobatan alternatif
lainnya yaitu menggunakan obat tradisional. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya, setidaknya terdapat 159 dokter dari Jawa dan Bali
dimana 71.7 % diantaranya (114 orang) menjalankan praktik jamu serta
menyatakan bahwa percaya akan manfaat jamu. Penggunaan kombinasi
pengobatan antara obat terapi tunggal dan obat bahan alam tentunya akan
menimbulkan suatu interaksi, baik itu sinergis maupun antagonis (5). Salah
satu bahan alam yang bisa digunakan untuk terapi kolesterol adalah daun kelor
2

(Moringa oleifera Lam.). Melihat potensi daun kelor di indonesia tumbuh


dengan baik, daun kelor juga adalah tanaman yang tidak terlalu sulit untuk di
dapatkan ,selain banyak ditanam di depan atau belakang rumah juga sering di
komsumsi oleh masyarakat. Berbagai bagian dari tanaman kelor bertindak
sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki antitumor, antipiretik,
antiepilepsi, antiinflamasi, antiulser, diuretik, antihipertensi, menurunkan
kolesterol, antioksidan, antidiabetik, antibakteri dan anti-jamur (6).
Sebuah hasil penelitian menunjukkan kelor mengandung senyawa aktif
yaitu alkaloid, flavanoid, tannin, saponin, dan β-sitosterol. Senyawa alkaloid
dan flavanoid dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Berdasarkan
penelitian terdahulu, telah dibuktikan bahwa ekstrak dari daun kelor (Moringo
oleifera Lam.) dapat menurunkan kadar kolesterol dengan konsentrasi 41,6
mg/kgBB (6). Penelitian lainnya menjelaskan bahwa semua daun kelor
(Moringa oleifera Lam.) menunjukkan efek menurunkan kadar kolesterol
secara nyata berdasarkan yang terbaik diberikan oleh konsentrasi 20,8 mg/ml
(7).
Penelitian yang dilakukan oleh Nabila dan Lailiiyatus dengan kombinasi
simvastatin dan ekstrak air daun tin (Ficus carica L.) diberikan pada tikus
hiperkolesterol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian
kombinasi antara simvastatin dosis 0,026 mg/20gBB dan ekstrak daun tin 2,8
mg/20gBB menunjukkan perbedaan bermakna terhadap penurunan kadar
kolesterol pada tikus, tetapi memiliki perbedaan yang signifikan pada semua
kelompok perlakuan yang diujikan (8).
Berdasarkan uraian di atas peneliti menanggap perlu dilakukan penelitian
lanjutan tentang penurunan kadar kolesterol total darah pada mencit (Mus
musculus) jantan menggunakan kombinasi simvastatin dan ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera Lam.)

B. Rumusan Masalah
Apakah kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera Lam.) dapat lebih baik menurunkan kadar kolesterol total darah pada
mencit (Mus musculus) jantan ?
3

C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas kombinasi simvastatin dengan ekstrak
daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap penurunan kadar kolesterol
total darah pada mencit (Mus musculus) jantan.

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dosis efektif kombinasi simvastatin dan ekstrak
daun kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap penurunan kadar kolesterol
total darah pada mencit (Mus musculus) jantan.

D. Manfaat Penelitian
a. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
khususnya dalam bidang farmasi mengetahui pengaruh pemberian
kombinasi simvastatin dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) terhadap penurunan kadar kolesterol total darah serta dapat
dijadikan tambahan kepustakaan dalam pengembangan penelitian
selanjutnya.
b. Dapat menambah pengetahuan tentang efektivitas pengaruh pemberian
kombinasi simvastatin dan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) terhadap penurunan kadar kolesterol total darah.

E. Hipotesis
Kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) memiliki efektivitas lebih baik menurunkan kadar kolesterol total darah
pada mencit (Mus musculus) jantan daripada sediaan tunggal.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hiperkolesterolemia
a. Pengertian Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana jumlah kolesterol
dalam darah melebihi batas normal diatas ≥ 240 mg/dL. Kolesterol
merupakan salah satu unsur terpenting yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
mengatur jalannya proses kimiawi yang berada di dalam tubuh, akan tetapi
jika jumlah kolesterol dalam tubuh berada dalam jumlah yang melebihi
nilai rujukan, maka akan mengakibatkan hiperkolesterol (1).
Gangguan yang terjadi pada darah disebabkan oleh rendahnya tingkat
kolesterol plasma atau HDL pada darah, yang dapat menyebabkan
terjadinya perkembangan peradangan pada darah dan gangguan pada
jantung. Kelainan fraksi lipid utama adalah kenaikan kadar kolesterol total
Low Density Lipoprotein. Gangguan yang terjadi pada darah disebabkan
akibat rendahnya tingkat kolesterol plasma atau HDL pada darah, yang
dapat menyebabkan terjadinya perkembangan peradangan pada darah dan
pada gangguan jantung (9).

b. Klasifikasi Hiperkolesterolemia
Klasifikasi Hiperkolesterolemia ada dua, antara lain adalah (10):
1. Hiperkolesterolemia Primer
Hiperkolesterolemia primer adalah suatu penyakit herediter yang
menyebabkan seseorang mewarisi kelainan gen pembentuk reseptor
lipoprotein berdensitas rendah pada permukaan membran sel tubuh. Bila
reseptor ini tidak ada, hati tidak dapat mengabsorpsi lipoprotein
berdensitas sedang atau lipoprotein berdensitas rendah. Tanpa adanya
absorpsi tersebut, mesin kolesterol di sel hati menjadi tidak terkontrol dan
terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak lagi memberi respons
5

terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol plasma yang terlalu
besar. Akibatnya, jumlah lipoprotein berdensitas sangat rendah yang
dilepaskan oleh hati ke dalam plasma menjadi sangat meningkat.
2. Hiperkolesterolemia Sekunder
Hiperkolesterolemia sekunder diakibatkan oleh adanya gangguan
sistemik dalam tubuh.

c. Mekanisme Hiperkolesterolemia
Mekanisme terjadinya hiperkolesterolemia adalah lemak yang berasal
dari makanan akan mengalami proses pencernaan di dalam usus menjadi
asam lemak bebas, trigliserid, fosfolipid dan kolesterol. Kemudian diserap
ke dalam bentuk kilomikron. Sisa pemecahan kilomikron beredar menuju
hati dan dipilah-pilih menjadi kolesterol. Sebagian kolesterol ini dibuang
ke empedu sebagai asam empedu dan sebagian lagi bersama-sama dengan
trigliserida akan bersekutu dengan protein tertentu (apoprotein) dan
membentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL), yang selanjutnya
dipecah oleh ensim lipoprotein menjadi Intermediet Density Lipoprotein
(IDL) yang tidak bisa bertahan 2-6 jam karena langsung akan diubah
menjadi Low Density Lipoprotein (LDL) (11).
Pembentukan LDL oleh reseptor ini penting dalam pengontrolan
kolesterol darah. Di samping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-sel
perusak yang dapat merusak LDL. Melalui jalur sel-sel perusak ini
molekul LDL dioksidasi, sehingga tidak dapat masuk kembali ke dalam
aliran darah. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk
dalam sel-sel perusak. Bila hal ini terjadi selama bertahun-tahun,
kolesterol akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk
plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel- sel otot
dan kalsium. Hal inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi
atherosclerosis (12).
6

B. Statin
Statin merupakan obat penurun kolesterol darah yang menjadi lini pertama
dalam terapi kolesterol. Obat golongan statin dapat menghambat HMG-CoA,
menghambat HMG-CoA menjadi mevalonat, mengurangi katabolisme LDL.
Bila digunakan sebagai terapi golongan statin paling banyak digunakan. Obat-
obat golongan statin ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim HMG-CoA
reduktase yang reversible (13).
Karena aktivitasnya yang kuat terhadap enzim, semua statin ini efektif
sebagai antihiperlipidemia dengan cara berkompetitif menempati reseptor
HMG-CoA reduktase. HMG-CoA reduktase adalah enzim yang
bertanggungjawab untuk konversi HMG-CoA menjadi asam mevalonat yang
merupakan tahap awal dalam jalur biosintesis kolesterol. Penghambatan
biosintesis kolesterol hati oleh inhibitor HMG-CoA reduktase meningkatkan
ekspresi reseptor LDL dalam mengikat partikel LDL dalam hepar dan
mengeluarkannya dari sirkulasi. Jadi, efek obat ini adalah menurunkan
sintesis kolesterol dalam sel hati dengan cara meningkatkan jumlah reseptor
LDL sehingga katabolisme kolesterol semakin banyak terjadi, serta
meningkatkan LDL plasma yang mengakibatkan penurunan kadar kolesterol
LDL dan kolesterol total dalam darah. Obat golongan ini hanya sedikit
mempengaruhi kadar TG darah sehingga digunakan terutama pada pasien
hiperkolesterolemia, dan tidak efektif untuk hiperkolesterolemia familial
homozigot, yang tidak terdapat reseptor LDL fungsional (14).

C. Simvastatin
a. Struktur Kimia Simvastatin
Simvastatin merupakan senyawa yang di isoloasi dari jamur Penicilium
citrinum. Senyawa ini bekerja dengan menghambat HMG-CoA reduktase
secara kompetitif pada proses sintesis kolesterol di dalam hati (15).
Berikut merupakan struktur kimia dari simvastatin yang terdapat pada
gambar 2.1
7

Gambar 2.1 Struktur Kimia Simvastatin (15).

Rumus Molekul : C25H3805


Berat Molekul : 418,57
Pemerian : Serbuk Kristal berwarna putih sampai abu-abu.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam
kloroform, methanol dan etanol, agak sukar larut
dalam propilen glikol sangat sukar larut dalam n-
heksana (16).

b. Mekanisme Simvastatin
Mekanisme kerja Simvastatin yaitu dengan cara menghambat HMG-
CoA reduktase secara kompetitif pada proses sintesis kolesterol di hati.
Simvastatin akan menghambat HMG-CoA reduktase mengubah asetil-
CoA menjadi asam mevalonat. Simvastatin menginduksi suatu
peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut
meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga mengurangi
simpanan LDL plasma. Indikasi Simvastatin yaitu untuk mengurangi
kadar kolesterol total dan LDL pada penderita hiperkolesterolemia primer
maupun sekunder (17).

c. Dosis Penggunaan Simvastatin


Dosis awal pemberian obat adalah 10 mg pada malam hari, bila perlu
dinaikkan dengan interval 4 minggu sampai maksimal 40 mg. Pasien harus
melakukan diet pengurangan kolesterol selama memulai pengobatan
dengan simvastatin. Jika hanya memerlukan pengurangan kolesterol LDL
8

dapat diberikan dosis dengan kekuatan 10 mg sekali sehari pada malam


hari (18).

d. Efek Samping Obat Simvastatin


Dalam penggunaan obat konvensional, tentunya memiliki beragai efek
samping yang akan ditimbulkan. Efek samping dari pemakaian obat
simvastatin antara lain miopati, gangguan psikis (depresi, ketakutan,
kecenderungan bunuh diri) dan kerusakan hati (sirosis), sakit kepala,
konstipasi, gangguan penglihatan, anemia (19).

e. Kontraindikasi Obat Simvastatin


Kontraindikasi merupakan kebalikan dari indikasi. Kontraindikasi
adalah suatu kondisi atau faktor yang berfungsi sebagai alasan untuk
mencegah tindakan medis tertentu karena bahaya yang akan didapatkan
pasien. Kontraindikasi obat simvastatin antara lain pada wanita hamil,
menyusui, pasien yang mengalami gagal fungsi hati atau pernah
mengalami gagal fungsi hati, pasien yang mengalami peningkatan jumlah
serum transaminase yang abnormal dan pecandu alkohol (19).

D. Tanaman Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)


a. Pengertian Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)
Kelor atau merunggai (Moringa oleifera Lam.) adalah sejenis
tumbuhan dari suku Moringaceae. Tumbuhan ini dikenal dengan nama lain
seperti: limaran, moringa, ben-oil (dari minyak yang bisa diekstrak dari
bijinya), drumstic (dari bentuk rumah benihnya yang panjang dan
ramping), horseradish tree (dari bentuk akarnya yang mirip tanaman
horseradish), mother’s best friend dan malunggay di Filipina (20).
Kelor adalah tanaman yang bisa tumbuh dengan cepat, berumur
panjang, berbunga sepanjang tahun, dan tahan kondisi panas ekstrim.
Tanaman ini merupakan tanaman asli kaki bukit Himalaya Asia Selatan,
timur laut Pakistan, bagian utara Bengala Barat di India dan timur laut
Bangladesh. Pohon ini sudah lama dimanfaatkan oleh orang Romawi
9

kuno, Yunani dan Mesir selama berabad-abad sebagai obat tradisional dan
industri. Negara-negara lain seperti India, Ethiopia, Filipina, dan Sudan
juga mengategorikan tanaman ini sebagai tanaman penting. Tradisi
pengobatan ayurveda India kuno oleh berbagai kelompok etnis asli
menunjukkan bahwa 300 jenis penyakit dapat diobati dengan daun
Moringa oleifera Lam (21).
Organisasi Trees for Life, Church World Service and Educational
Concerns for Hunger Organization juga telah menganjurkan kelor sebagai
nutrisi alami untuk daerah tropis karena daunnya tumbuh rimbun di saat
musim kemarau ketika bahan makanan lain langka. Di Filipina misalnya,
daun kelor terkenal dikonsumsi sebagai sayuran dan meningkatkan jumlah
air susu ibu (ASI) pada ibu menyusui. Sampai-sampai daun ini disebut
dengan julukan mother’s best friend karena mengandung unsur zat gizi
mikro yang sangat dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti Beta (B3), Kalsium,
Zat Besi, Fosfor, Magnesium, Zink, Dan Vitamin C (22).
Dengan kandungan nutrisi yang tinggi, kelor di Filipina lumrah
dijadikan alternatif untuk meningkatkan status gizi ibu hamil. Kualitas ini
membuat pohon kelor menjadi kandidat pangan untuk melawan malnutrisi.
Kelor merupakan tumbuhan yang sangat mudah ditemukan di Indonesia
dan biasanya tumbuh sebagai tanaman pagar di pekarangan rumah
khususnya di wilayah non-urban. Masyarakat Sulawesi mengenalnya
dengan sebutan kero, wori, kelo atau keloro; maronggih di Madura;
murong di Aceh; kelor di masyarakat Sunda dan Melayu; kelo di Ternate;
munggai di Sumatra Barat dan kawona di Sumbawa (23).
Tanaman daun kelor (Moringa oleifera Lam.) berkembangbiak bisa
secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Tumbuh di dataran
rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian 1000 m dpl, banyak
ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang,
untuk penghijauan, sebagai bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga
untuk diperdagangkan. Kelor mengandung antioksidan yang sangat tinggi
dan sangat bagus untuk penyakit yang berhubungan dengan masalah
pencernaan, misalnya luka usus dan luka lambung (23).
10

Klasifikasi tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) dapat


diklasifikasikan sebagai berikut (24):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Capparales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lam

b. Morfologi Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)


Tanaman Moringa oleifera Lam memiliki Akar tunggang, berwarna
putih. Kulit akar berasa pedas dan berbau tajam, dari dalam berwarna
kuning pucat, bergaris halus tapi terang dan melintang. Tidak keras,
bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, permukaan dalam
agak berserabut, bagian kayu warna cokelat muda, atau krem berserabut,
sebagian besar terpisah. Akar tunggang berwarna putih, membesar seperti
lobak. Akar yang berasal dari biji, akan mengembang menjadi bonggol,
membengkak, akar tunggang berwarna putih dan memiliki bau tajam yang
khas. Pohon tumbuh dari biji akan memiliki perakaran yang dalam,
membentuk akar tunggang yang lebar dan serabut yang tebal. Akar
tunggang tidak terbentuk pada pohon yang diperbanyak dengan stek (25).
Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan
batang 7 – 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk
jenis batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya
sendiri adalah bulat (teres) dan permukaannya kasar. Arah tumbuhnya
lurus ke atas atau biasa yang disebut dengan tegak lurus (erectus).
Percabangan pada batangnya merupakan cara percabangan simpodial
dimana batang pokok sukar ditentukan, karena dalam perkembangan
11

selanjutnya, batang pokok menghentikan pertumbuhannya atau mungkin


kalah besar dan kalah cepat pertumbuhannya dibandingkan cabangnya.
Arah percabangannya tegak (fastigiatus) karena sudut antara batang dan
cabang amat kecil, sehingga arah tumbuh cabang hanya pada pangkalnya
saja sedikit lebih serong ke atas, tetapi selanjutnya hampir sejajar dengan
batang pokoknya (25).

Gambar 2.2 Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam.)

Daun Moringa oleifera Lam merupakan jenis daun majemuk,


bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal
(imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda - setelah
dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2 cm, lebar 1 -
2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan
pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus.
Merupakan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas tangkai dan
helaian saja.
Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak pipih, menebal
pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya berbentuk
bulat atau bundar (orbicularis), pangkal daunnya tidak bertoreh dan
termasuk ke dalam bentuk bangun bulat telur. Ujung dan pangkal daunnya
membulat (rotundatus) dimana ujungnya tumpul dan tidak membentuk
sudut sama sekali, hingga ujung daun merupakan semacam suatu busur.
Susunan tulang daunnya menyirip (penninervis), dimana daun kelor
12

mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan
merupakan terusan tangkai daun. Selain itu, dari ibu tulang itu ke arah
samping keluar tulang–tulang cabang, sehingga susunannya seperti sirip–
sirip pada ikan. Kelor mempunyai tepi daun yang rata (integer) dan
helaian daunnya tipis dan lunak. Berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan,
permukaannya licin (laevis) dan berselaput lilin (pruinosus). Merupakan
daun majemuk menyirip gasal rangkap tiga tidak sempurna (25).
Kelor berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan. Buah atau polong Kelor
berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa) dengan
panjang 20 - 60 cm, ketika muda berwarna hijau setelah tua menjadi
cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau
terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan
kering. Ketika kering polong membuka menjadi 3 bagian. Dalam setiap
polong rata-rata berisi antara 12 dan 35 biji. Biji berbentuk bulat dengan
lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan. Lambung sendiri memiliki
tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah. Setiap pohon dapat
menghasilkan antara 15.000 dan 25.000 biji/tahun. Berat rata-rata per biji
adalah 0,3 g (25).

c. Kandungan Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)


Zat-zat yang terkandung dalam daun Moringa oleifera Lam sangat
berguna bagi tubuh manusia. Menurut hasil penelitian, daun kelor ternyata
mengandung vitamin A, vitamin C, vitamin B, kalsium, kalium, besi dan
protein dalam jumlah sangat tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi
oleh tubuh manusia (26).
Daun Moringa oleifera Lam memiliki kandungan kalsium yang lebih
banyak daripada susu, lebih banyak zat besi daripada bayam, lebih banyak
protein daripada telur dan lebih banyak kalium daripada pisang. Zat lain
yang sudah diidentifikasi dalam daun kelor antara lain: senyawa polifenol
(asam galat, asam klorogenat, asam elegat, asam ferulat, kuersetin,
kaempferol, proantosianidin dan vanilin), vitamin E, β-karoten, zink dan
selenium (23).
13

Daun Moringa oleifera Lam merupakan salah satu tanaman yang kaya
akan vitamin dan mineral. Daun Moringa oleifera Lam mengandung
sejumlah asam amino. Asam amino yang terkandung diduga mampu
meningkatkan sistem imun. Asam amino dalam tubuh akan mengalami
biosintesa protein, dari 20 macam asam amino yang ada yakni 19 asam
amino α-L-amino dan satu asam L-imino dapat disintesa menjadi 50.000
lebih protein yang bersama dengan enzim berperan dalam mengontrol
aktivitas kimia antibodi untuk mencegah berbagai macam penyakit (26).
Daun Moringa oleifera Lam juga mengandung flavonoid yang
berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menjaga terjadinya oksidasi
sel tubuh dan digunakan untuk pengobatan aterosklerosis.. Selain itu,
kandungan minyak atsiri dan flavonoid yang terdapat pada daun dapat
mencegah peroksidasi lemak (27). Kandungan senyawa metabolit yang
berfungsi sebagai anti kolestrol di daun kelor memiliki fungsi yang
berbeda. Berikut merupakan fungsi dari senyawa metabolit tersebut :
a) β-sitosterol
Komponen dalam kelor yang dapat membantu mengatasi
masalah kolesterol. Karena senyawa ini bagian dari keluarga sterol,
struktur β-sitosterol cukup serupa dengan kolesterol, sehingga
dapat mengelabui tubuh untuk memblokir penyerapan kolesterol
jahat dari makanan (25).
b) Flavanoid
Flavonoid dapat digunakan sebagai penurun kolesterol dalam
tubuh, flavonoid mampu mengikis endapan kolesterol pada dinding
pembuluh darah koroner. Dengan terkikisnya kolesterol pada
dinding pembuluh darah, maka tidak akan memicu timbulnya
penyakit lain yang di akibatkan oleh kolesterol, seperti hipertensi,
stroke dan jantung (28).
14

d. Manfaat Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.)


Seluruh bagian tumbuhan kelor bermanfaat bagi masyarakat, daun
dibuat sayur seperti bayam atau kangkung, biji muda dimanfaatkan seperti
kacang polong atau dimasak bubur seperti kacang hijau, minyak yang
diperoleh dari bijinya dimanfaatkan sebagai bahan memasak dan kosmetik.
Minyak tersebut juga dalam perawatan kulit digunakan sebagai nutrisi
kulit, anti aging, pelembab, dan tabir surya. Akar kelor dapat dimanfaatkan
menjadi bumbu seperti empon-empon dan bunga yang dicampur dengan
daun segar atau kering, dijadikan sebagai teh herbal. Sedangkan daun
kelor yang sudah tua lebih cocok dijadikan serbuk daun kering melalui
proses penggilingan (23).
Adapun untuk manfaat dalam bidang medis, seluruh bagian tumbuhan
kelor juga dapat digunakan. Akar sebagai antilithic (pencegah/penghancur
terbentuknya batu urin), rubefacient (obat kulit merah), dan anti inflamasi
(peradangan). Daun kelor diterapkan sebagai tapal untuk luka, sakit
tenggorokan, dan kudis. Batang digunakan sebagai rubefacient, vesicant
(menghilangkan kutil), dan penghilang rasa sakit gigi ketika ditempatkan
di tempatkan di rongga gigi. Sedangkan untuk bunga dan biji kelor
memiliki peran dalam menurukan resiko hipertensi dan profil lipid hati
(23).

E. Simplisia
Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami perubahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani
diberlakukan pada simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang
digunakan untuk suatu pembuatan atau isolasi minyak atsiri, alkoloida,
glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi syarat tesebut. Persyaratan
yang membedakan struktur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia
nabati atau hewani dapat tercakup dalam masing-masing monografi, sebagai
petunjuk identitas, mutu dan kemurniannya (29).
15

Simplisia di bagi menjadi tiga golongan, antara lain (30):


1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eskudat tanaman atau gabungan antara keduannya.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan,
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
3. Simplisia Mineral
Simplisia pelikan adalah simplisia berupa bahan mineral, yang belum
diolah dengan secara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

a. Cara Pengeringan Simplisia


Cara pengeringan simplisia antara lain dengan cara alamiah dan
pengeringan buatan, sebagai berikut (30):
1. Pengeringan Alamiah
Dengan panas sinar matahari langsung dan pemanasan ini untuk bahan
yang keras seperti akar, biji, kulit, batang dan senyawa aktif yang relatif
stabil terhadap pemanasan. Lalu di angin-anginkan atau tidak dipanaskan
dengan sinar matahari langsung, cara ini dilakukan untuk bunga, daun dan
untuk senyawa aktif yang tidak stabil terhadap pemanasan yang sudah
menguap. Untuk rimpang dapat dikeringkan dibawah sinar matahari tidak
langsung atau ditutup kain hitam untuk menghindari penguapan yang
terlalu cepat.
2. Pengeringan Buatan
Cara pengeringan buatan adalah dengan cara menggunakan alat atau
mesin sebagai pengering dengan suhu, kelembapan, tekanan pada aliran
udaranya dapat diatur sebagai keperluannya. Sebagai contoh oven.
16

b. Suhu Pengeringan Simplisia


Suhu yang diperlukan pada proses pengeringan yang umum digunakan
yaitu antara 30-90oC dan sebaiknya tidak melebihi 60oC karena pada suhu
kurang dari 60oC panas sudah stabil. Untuk simplisia yang tidak tahan
panas dapat dikeingkan pada suhu 30-40oC (30).

F. Parameter – Parameter Standar Simplisia


Parameter-parameter standar simplisia terdiri dari parameter spesifik dan
parameter non spesifik (31):
a. Parameter Spesifik Simplisia
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif
dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab
langsung terhadap farmakologis tertentu.
Parameter spesifik ekstrak meliputi (31):
1. Identifikasi (Parameter identifikasi ekstrak)
Deskripsi tata nama, nama ekstrak (generik, dagang, panen), nama lain
tumbuhan (sistemik botani), bagian tanaman yang digunakan (rimpang,
daun dan sebagainya) dan nama Indonesia tumbuhan.
2. Organoleptis
Parameter organoleptis ekstrak meliputi : Penggunaan panca indera,
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa guna pengenal awal yang
sederhana seobjektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alcohol atau air) untuk ditentukan
jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetric. Dalam hal ini tentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misalnya heksan, diklorometan dan methanol. Tujuannya
untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan.
17

b. Parameter Non Spesifik Simplisia


Penentuan parameter non spesifik simplisia meliputi (31):
1. Kadar Air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
didalam bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau
rentang besarnya kandungan air dalam bahan.
2. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan yang dipanaskan pada temperature
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap,
sehingga sisa unsur mineral dan anorganik yang memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya ekstrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi ekstrak.
3. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Parameter kadar abu tidak larut asam adalah zat yang tertinggal bila
suatu sampel bahan makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku
pengabuan, kemudian dilarutkan dalam asam (HCl) dan sebagian zat tidak
dapat larut dalam asam.

Tabel 2.1 Persentase minimal parameter non spesifik simplisia (31):

Parameter Persentase Minimal


Kadar Air ≤ 10 %
Kadar Abu ≤ 16 %
Kadar Abu Tidak Larut Asam ≤5%

G. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengestraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (29).
18

a. Macam – Macam Ekstrak


1. Ekstrak Cair
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain
pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif
dari 1g simplisia yang memenuhi syarat dengan kadar air lebih dari 30%
(32).
2. Ekstrak Kental
Ekstrak kental adalah ekstrak yang berbentuk kental yang diperoleh
dari proses penguapan sebagai penyari, hingga memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dengan kadar air antara 5-30% (32).
3. Ekstrak Kering
Ekstrak kering adalah ekstrak yang berbentuk kering, yang diperoleh
dari proses penguapan penyari dengan atau tanpa bahan tambahan, hingga
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan kadar air kurang dari 5%
(32).

H. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari
tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan
pelarutnya. Efektivitas ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung
pada (31):
a) Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.
b) Keaslian dari tumbuhan yang digunakan.
c) Proses ekstraksi.
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain (31):
a) Tipe ekstraksi.
b) Waktu ekstraksi.
c) Suhu ekstraksi.
19

d) Konsentrasi pelarut.
e) Polaritas pelarut.

Beberapa metode yang digunakan dalam proses ekstraksi, sebagai berikut


(31):
a. Metode Ekstraksi Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruang (kamar) yaitu 150-300 C. Secara teknologi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang
kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (31).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhause extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak),
terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan (31).

b. Metode Ekstraksi Cara Panas


1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relative konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (31).
20

2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik
(31).
3. Degesti
Degesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperature 40oC (31).
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98oC) selama waktu (15-20 menit) (31).

c. Metode Destilasi Uap


Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
astiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap
air dari katel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian (31).

I. Kolesterol
a. Pengertian Kolesterol
Kolesterol merupakan salah satu komponen dalam membentuk lemak.
Di dalam lemak terdapat berbagai macam komponen yaitu seperti zat
trilgiserida, fosfolipid, asam lemak bebas, dan juga kolesterol. Secara
umum, kolesterol berfungsi untuk membangun dinding dalam sel dalam
tubuh. Bukan itu saja kolesterol juga berperan penting dalam
memproduksi hormon seks, vitamin D, serta berperan penting dalam
menjalankan fungsi syaraf dan otak (33).
21

Kolesterol adalah suatu zat lemak yang dibuat didalam hati dan lemak
jenuh dalam makanan. Jika terlalu tinggi kadar kolesterol dalam darah
maka akan semakin meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit arteri
koroner. Kolesterol sendiri dibagi menjadi dua komponen yang dibagi
menjadi 2 klasifikasi yaitu berdasarkan jenis dan kadar kolesterolnya (34).

b. Klasifikasi Kolesterol
Klasifikasi kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu jenis kolesterol dan kadar
kolesterol, jenis dari kolesterol meliputi :
1. Low Density Lipoprotein (LDL)
Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein yang memiliki
densitas rendah dan berfungsi untuk mengangkut lemak ke jaringan.
Makanan-makanan berlemak seperti hati, daging, otak dan jeroan dapat
meningkatkan kadar kolesterol terutama LDL (Low Density Lipoprotein)
dalam darah. Hal tersebut memicu terjadinya LDL-oks akibat radikal
bebas pada pembuluh darah aorta yang menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi dan dapat berakibat pada perubahan dinding pembuluh darah
aorta (35).
2. High Density Lipoprotein (HDL)
High Density Lipoprotein (HDL) merupakan kolesterol yang
bermanfaat bagi tubuh manusia. Fungsi HDL yaitu mengangkut LDL di
dalam jaringan perifer ke hepar yang nantinya akan membersihkan lemak-
lemak yang menempel di dalam pembuluh darah yang kemudian akan
dikeluarkan melalui saluran empedu dalam bentuk lemak empedu (36).
Pengelompokan kadar kolesterol dapat dilihat pada tabel 2.2.
22

Tabel 2.2 Klasifikasi Kadar Kolesterol Total Darah (33).


Kadar Kolesterol Total Kategori Kolesterol Total
Kurang dari 200 mg/dl Bagus
200-239 mg/dl Ambang Batas Atas
240 mg/dl dan lebih Tinggi
Kadar Kolesterol LDL Kadar Kolesterol LDL
Kurang dari 100 mg/dl Optimal
100-129 mg/dl Hampir optimal/ diatas optimal
130-159 mg/dl Ambang Batas Atas
160-189 mg/dl Tinggi
190 mg/dl dan lebih Sangat Tinggi
Kadar Kolesterol HDL Kategori Kolesterol HDL
Kurang dari 40 mg/dl Rendah
60 mg/dl Tinggi

c. Biosinteis Kolesterol
Biosinteis kolesterol dbagi menjadi 5 tahap yakni (9) :
a) Sintesis Mevalonat dan Acetil CoA.
b) Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO2.
c) Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk
senyawa antara skualen.
d) Skualen mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid
induk, yaitu lanosterol.
e) Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa
tahap lebih lanjut termasuk pelepasan tiga gugus metal.

d. Metabolisme Kolesterol
Kolesterol akan diabsorbsi di usus dan ditransport dalam bentuk
kilomikron menuju hati, kolesterol lalu dibawa oleh Very Low Density
Lipoprotein (VLDL) untuk membentuk Low Density Lipoprotein (LDL)
melalui perantara Intermediate Density Lipoprotein (IDL) dan LDL akan
membawa kolesterol ke seluruh jaringan perifer sesuai dengan kebutuhan.
Sisa kolesterol diperifer akan berikatan dengan High Density Lipoprotein
(HDL) dan dibawa kembali ke hati agar tidak terjadi penumpukan
dijaringan. Kolesterol yang ada di dalam hati diekskresikan menjadi asam
empedu yang sebagian dikeluarkan melalui feses, sebagian asam empedu
23

di absorpsi oleh usus vena porta hepatik yang disebut dengan siklus
enterohepatik (9).

J. Faktor Yang Mepengaruhi Kadar Kolesterol


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah
yaitu sebagai berikut :
1. Makanan
Kolesterol pada umumnya berasal dari lemak hewani seperti daging
kambing, meskipun tidak sedikit pula yang berasal dari lemak nabati
seperti santan dan minyak kelapa. Telur juga termasuk makanan yang
mengandung kolesterol yang tinggi. Makanan yang mengandung lemak
jenuh menyebabkan peningkatan kadar kolesterol, seperti minyak kelapa,
minyak kelapa sawit dan mentega juga memiliki lemak jebuh yang dapat
meningkatkan kadar kolesterol (37). Menurut penelitian yang dilakukan
sebelumnya, menyatakan dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi
lemak jenuh akan meningkatkan kadar kolesterol total dalam darah (38).
2. Kurang Aktivitas Fisik
Faktor pemicu yang dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah
yaitu kurangnya aktivitas fisik maupun olahraga, hal tersebut telah di
buktikan oleh penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik terhadap kadar kolesterol
dalam darah dengan nilai p<9.05 (39).
3. Genetik
Genetik berperan sebesar 45-68% terhadap kolesterol total dan
lipoprotein. Ras kulit hitam mempunyai resiko memiliki kadar kolesterol
total yang lebih tinggi, sedangkan ras kulit putih mempunyai resiko
memiliki kadar trigliserida dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
yang lebih tinggi (39).
4. Usia dan Jenis Kelamin
Jumlah lemak cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Pada usia 40 tahun jumlah lemak berkisar 22% dan pada usia 50 tahun
jumlah lemak berkisar menjadi 24%. Jumlah lemak pada wanita usia
24

sekolah sekitar 27%, kemudian meningkat menjadi 32% pada usia 40


tahun, dan pada usia 50 tahun menjadi 34%. Semakin bertambahnya usia
maka metabolisme akan semakin melambat sehingga kalori yang
dibutuhkan juga semakin sedikit (39).

K. Mekanisme Pemeriksaan Kolestrol


a. Metode Liebermann Burchard
Prinsip dari metode ini adalah apabila kolesterol direaksikan dengan
asam acetat anhidrid dan asam sulfat pekat dalam lingkungan bebas air,
maka akan terbentuk warna hijau – biru yang intensitas akibat
pembentukan polimer hidrokarbon tak jenuh. Reaksi warna diawali
protonasi gugus hidroksi dalam kolesterol dan menyebabkan lepasnya air
untuk manghasilkan 16 ion karbonin 3,5 kolestadiena, yang selanjutnya
dioksidasi oleh ion sulfit menghasilkan senyawa kromofor asam
kolestaheksaena sulfonat. Warna yang terbentuk kemudian ditentukan
absorbansinya dengan fotometer (4).

b. Metode Iron Salt Acid


Selain Liebermann Burchard, terdapat metode lain untuk mengukur
kadar kolesterol total dalam darah, yakni metode Iron Salt Acid. Prinsip
dari metode Iron Salt Acid yakni kation tetra enilik dan p-TSA yang akan
bereaksi dengan turunan kolesterol untuk membentuk senyawa kromofor,
kromofor kemudian akan memberikan serapan pada fotometer (4).

c. Metode Elektrode-Based Biosensor


Prinsip pemeriksaan adalah katalis yang digabung dengan teknologi
biosensor yang spesifik terhadap pengukuran kolesterol. Strip pemeriksaan
dirancang dengan cara tertentu sehingga pada saat darah diteteskan pada
zona reaksi dari strip, katalisator kolesterol memicu oksidasi kolesterol
dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk diukur oleh sensor
dari alat dan sebanding dengan konsentrasi kolesterol dalam darah (40).
25

d. Metode CHOD-PAP
Metode kolorimetrik enzimatik (Cholesterol Oxidase Methode atau
CHOD PAP) adalah metode yang disyaratkan sesuai standar WHO atau
IFCC. Prinsip pemeriksaan kadar kolesterol total metode kolorimetrik
enzimatik adalah kolesterol ester diurai menjadi kolesterol dan asam lemak
menggunakan enzim kolesterol esterase. Kolesterol yang terbentuk
kemudian diubah menjadi Cholesterol-3-one dan hidrogen peroksida oleh
enzim kolesterol oksidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk beserta
fenol dan 4-aminophenazone oleh peroksidase diubah menjadi zat yang
berwarna merah. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan
konsentrasi kolesterol total dan dibaca pada λ 500 nm (41).

L. Mencit (Mus Musculus)


Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang
berukuran kecil. Mencit (Mus Musculus) merupakan omnivora alami, sehat,
dan kuat, profilik, kecil dan jinak. Mencit putih memiliki bulu pendek halus
berwarna putih, serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang
dari pada badan dan kepala. Luas permukaan tubuhnya 36 cm2 pada berat
badan 20 gram. Bobot pada waktu lahir berkisar antara 0,5 – 1,5 gram yang
akan meningkat sampai lebih kurang 40 gram pada umur 70 hari atau 2 bulan.
Berat badan mencit jantan dewasa berkisar antara 20-40 gram dan mencit
betina dewasa 25-40 gram. (42).

Gambar 2.3 Hewan Mencit (Mus Musculus)

Sebagai hewan pengerat, mencit memiliki gigi seri yang cukup kuat dan
gigi seri ini terbuka. Susunan gigi geligi mencit selengkapnya adalah sebagai
26

berikut incisivus ½, caninus 0/0, premolar 0/0 dan molar 3/3 tanpa pergantian
gigi. Lama hidup mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan
yang pendek (18-21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14
bulan) sepanjang hidupnya. Mencit mencapai dewasa pada umur 35 hari dan
dikawinkan pada umur delapan minggu (jantan dan betina). Siklus reproduksi
mencit bersifat poliestrus dimana siklus estrus (birahi) berlangsung sampai
lima hari dan lamanya estrus 12-14 jam. Mencit jantan dewasa memiliki berat
20-40 gram sedangkan mencit betina dewasa 18-35 gram. Hewan ini dapat
hidup pada temperatur 30ºC (43).
Klasifikasi ilmiah Mencit (Mus Musculus) yaitu sebagai berikut (42):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus.
Mencit merupakan hewan percobaan yang paling umum digunakan pada
penelitian labolatorium sebagai hewan percobaan, yaitu sekitar 40%-80%.
Mencit memiliki banyak keunggulan sebagai hewan percobaan, yaitu siklus
hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-
sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganannya (42).
27

M. Rencana Penelitian
a. Prinsip Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian ini meliputi
persiapan sampel daun kelor (Moringa oleifera lam), pembuatan ekstrak
daun kelor (Moringa oleifera Lam), dan uji farmakologi penurunan kadar
kolestrol total darah pada mencit (Mus musculus).

b. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini di bagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Variabel Bebas : Kombinasi simvastatin dengan ekstrak
daun kelor (Moringa oleifera Lam) yang
diberikan kepada mencit jantan (Mus
musculus).
2. Variabel Terikat : Kadar kolesterol total darah pada mencit
jantan (Mus musculus).
3. Variabel Kontrol : Metode ekstraksi, hewan uji, waktu dan
peralatan yang digunakan selama penelitian.

c. Sampel Penelitian Dan Teknik Pengambilannya


Sampel penelitian daun kelor (Moringa oleifera Lam) diperoleh dari
perkarangan rumah yang berada di daerah Sidosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Pemilihan daun kelor dengan
kriteria berwarna hijau tanpa hama. Pengambilan sampel menggunakan
gunting yang dilakukan pada pagi hari agar kandungan senyawa tetap
terjaga.
28

d. Definisi Operasional
Tabel 2.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Obat golongan Timbangan Simvastatin Nominal
Bebas statin yang Digital yang
Simvastatin digunakan digunakan
sebagai terapi setara 26
tunggal dalam mg
menurunkan
kadar kolestrol
dalam darah
Variabel Simplisa daun Neraca Ekstrak Nominal
Bebas kelor ditimbang Analitik daun kelor
Ekstrak sebanyak 500 yang
Daun Kelor gram lalu digunakan
dimasukkan dengan
dalam wadah dosis 20 mg
maserasi. /20 gBB
Maserasi dan 40 mg
dilakukan /20 gBB
selama 3 x 24
jam
Variabel Nilai kolestrol Pengukuran Kadar Rasio
Terikat dalam darah dengan alat kolestrol
Kadar yang diukur check normal
kolestrol pada hari ke-0 kolestrol mencit
total darah (awal), setelah (GCU) (Mus
diinduksi musculus)
dengan PTU, yaitu 40-
dan sesudah 130 mg/dL
pemberian (44).
simvasitatin
dengan ekstrak
daun kelor
29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2022 - Januari 2023 di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Program Studi Farmasi Universitas Tulang Bawang (UTB).
Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Lampung (UNILA).

B. Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan adalah cawan porselin, bejana maserasi, timbangan
analitik, erlenmeyer (pyrex®), kandang mencit, labu ukur (pyrex®), mortir,
aluminium foil, alat pengukur kolesterol atau multi check (Easy Touch®
GCU), Strip test kolestrol, rotary evaporator, toples, timbangan digital, gelas
ukur (pyrex®), beaker glass (pyrex®), kertas saring, alat pengaduk, spoit 1 ml,
blender, gunting, tissue atau kapas, handscoon (SENSI®GLOVES) (7).
Bahan yang digunakan adalah aquadest, ekstrak etanol daun kelor
(Moringa oleifera Lam), etanol 70%, Propiltiourasil 100 mg (Generik), Na
CMC 1% dan tablet simvastatin 20 mg (Generik) (7).

C. Prosedur Penelitian
a. Pengambilan sampel
Sampel yang diambil adalah daun kelor yang berwarna hijau. Daun
kelor yang digunakan didapat dari perkarangan rumah didaerah Sidosari,
Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.
30

b. Determinasi Tanaman
Determinasi terhadap daun kelor di lakukan di Laboratorium Botani
Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Universitas Lampung (UNILA). Tujuan determinasi tanaman
kelor adalah untuk memastikan dan meyakinkan bahwa tanaman yang
digunakan benar-benar tanaman kelor (Moringa oleifera Lam).

c. Pembuatan Simplisia Daun Kelor


Daun kelor ditimbang sebanyak 5 kg, setelah itu dilakukan sortasi
basah untuk membuang atau memisahkan bahan asing atau kotoran yang
ada pada daun kelor. Daun kelor yang telah disortasi diletakkan di atas rak
lalu dicuci dengan air yang mengalir dan ditiriskan. Selanjutnya daun kelor
yang sudah bersih lalu dikeringkan dibawah sinar matahari dengan ditutup
kain hitam sampai kering, lalu dilakukan sortasi kering dengan tujuan
memisahkan benda asing atau kotoran lain yang masih tertinggal pada
simplisia dan di blender dan diayak hingga dihasilkan serbuk kering yang
halus (30).

D. Uji Parameter Non Spesifik


a. Kadar Air
Masukkan kurang lebih 2 sampai 3 gram simplisia dan timbang
seksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 1050C
selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada
jarak 1 jam sampai perbedaan antara penimbangan berturut-berturut tidak
lebih dari 0,25%.

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


% Kadar Air = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

b. Kadar Abu
Masukkan kurang lebih 2 sampai 3 gram simplisia yang telah
dihaluskan dan ditimbang seksama (W1), dimasukkan kedalam kurs
porselin (W0). Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan
31

timbang (W2). Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas dan saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan
kertas saring dalam cawan porselin yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
cawan porselin, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap dan timbang. Hitung
kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Keterangan : % Kadar Abu = 𝑊2−𝑊0 x 100%


𝑊1

W0 = Bobot cawan kosong (gram)


W1 = Bobot simplisia awal (gram)
W2 = Bobot cawan + simplisia yang telah diabukan (gram)

E. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor


Ditimbang simplisia sebanyak 500 gram dimasukkan dalam wadah
maserasi, ditambahkan 1,7 L etanol 70% hingga terendam. Wadah maserasi
ditutup dan dibiarkan selama 24 jam sambil diaduk sekali-kali dan terlindung
dari sinar matahari langsung, dipisahkan ampas dan filtratnya. Ampas di
maserasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etanol yang baru. Hal
ini dilakukan selama 3 x 24 jam. Filtrat yang diperoleh kemudian dirotavapor
dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak etanol kental. Ekstrak yang diperoleh
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan dihitung persentase
rendemennya. (7).
Perhitungan Rendemen :

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


% Rendemen = x 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚

F. Pembuatan Suspensi Na CMC 1%


Ditimbang serbuk Na CMC sebanyak 1g, dilarutkan dalam air panas 100
ml sedikit demi sedikit kemudian dihomogenkan (7).
32

G. Pembuatan Suspensi Propiltiourasil


Timbang tablet propiltiourasil setara 1.300 mg lalu dimasukkan ke dalam
mortir, digerus hingga halus dan homogen. Kemudian dilarutkan dengan
suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Hasilnya dimasukan ke dalam labu ukur 1000 ml dan dicukupkan volumenya
dengan larutan Na CMC 1% hingga 1000 ml.

H. Pembuatan Suspensi Simvastatin


Timbang tablet simvastatin setara 26 mg lalu dimasukkan ke dalam mortir,
digerus hingga halus dan homogen. Kemudian dilarutkan dengan suspensi Na
CMC 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen. Hasilnya
dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya dengan
larutan Na CMC 1% hingga 100 ml.

I. Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Kelor 20 mg


Timbang ekstrak daun kelor 2,6 gram kemudian dilarutkan dengan
suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Hasilnya dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya
dengan larutan Na CMC 1% hingga 100 ml.

J. Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Kelor 40 mg


Timbang ekstrak daun kelor 5,2 gram kemudian dilarutkan dengan
suspensi Na CMC 1% sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Hasilnya dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan volumenya
dengan larutan Na CMC 1% hingga 100 ml.

K. Penyiapan Hewan Uji


Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus Musculus) yang
sehat dengan bobot badan rata-rata 20-30 gram, sebanyak 25 ekor yang dibagi
ke dalam 5 kelompok perlakuan, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit
jantan. Terlebih dahulu diadaptasikan selama 7 hari.
33

L. Perlakuan Terhadap Hewan Uji.


Semua hewan uji dipuasakan terlebih dahulu, diambil darah melalui ekor
dan diukur kadar kolesterol darah awal (hari ke-0). Kemudian hewan coba
diinduksikan dengan propoltiourasil selama 2 minggu, pada hari ke-15 diukur
kenaikan kadar kolesterolnya dikatakan hiperkolestrolemia jika kadar kolestrol
darah pada mencit ≤ 40-130 mg/ dL, lalu diberikan perlakuan sebagai berikut:
Kelompok 1 : Diberikan suspensi Na CMC 1% sebagai kontrol negatif.
Kelompok 2 : Diberikan suspensi simvastatin dengan dosis 26 mg/20
gBB sebagai kontrol positif.
Kelompok 3 : Diberikan ekstrak daun kelor dengan dosis 40 mg/20 gBB
sebagai perlakuan 1.
Kelompok 4 : Diberikan suspensi simvastatin dosis 26 mg/20gBB +
ekstrak daun kelor dosis 20 mg/20 gBB sebagai perlakuan
2.
Kelompok 5 : Diberikan suspensi simvastatin dosis 26 mg/20gBB +
ekstrak daun kelor dosis 40 mg/20gBB sebagai perlakuan 3.
Setelah hewan uji diberikan perlakuan, kemudian diukur kembali kadar
kolestrol total darah pada hari ke-29.

M. Pengukuran Kadar Kolesterol Darah


Prinsip pemeriksaan menggunakan metode Elektrode-Based Biosensor.
Alat pengukur kolesterol diaktifkan dengan menekan tombol dan memasang
strip pada alat tersebut. Darah diambil dari pembuluh darah vena pada ekor
mencit dan dipotong sekitar 1 mm dari ujung ekor dengan gunting yang steril,
kemudian diteteskan pada strip alat pengukur kolesterol dan kadar kolesterol
darah mencit akan terukur secara otomatis. Hasilnya ditampilkan pada monitor
berupa angka. Ekor mencit jantan diusapkan alcohol agar darah tidak mengalir
secara terus-menerus.
34

N. Analisis Data
Pengolahan data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS versi 20 untuk
melihat uji homogenitas dan kenormalan (Uji saphiro-Wilk) yang digunakan
sebagai syarat uji ANOVA. Apabila data terdistribusi normal dan homogen,
dilakukan analisa one way ANOVA untuk melihat adanya perbedaan rata-rata
dari dua atau lebih kelompok perlakuan.
35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman
Determinasi merupakan bagian dari identifikasi suatu tanaman.
Determinasi dilakukan untuk menetapkan kebenaran sampel tanaman dalam
penelitian sesuai dengan yang diharapkan dan supaya tidak terjadi kesalahan
pengambilan sampel tanaman dapat dihindarkan. Determinasi tanaman kelor
dilakukan di laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Unila. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji yang diperoleh dari perkarangan
rumah di daerah Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan
adalah benar tanaman kelor (spesies Moringa oleifera Lam.).

B. Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia tanaman kelor dengan mengambil dari pohonnya
bersamaan dengan tangkai daun, mulai dari tangkai daun yang mendekati
pucuk sampai pada tangkai yang berada di pucuk. Kemudian helai daun
dipisahkan dengkan tangkai daun. Pengumpulan bahan baku tersebut
dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 09.00-12.00 karena daun sudah bereaksi
fotosintesis dengan sempurna. Setelah dipisahkan dengan tangkainya, daun
kelor yang berwarna hijau dan segar ditimbang sebanyak 5 Kg. Kemudian
dilakukan sortasi basah bertujuan untuk membersihkan daun dari bahan asing
lainnya seperti kerikil, tanah dan lain-lain. Dilakukan pencucian dengan
menggunakan air bersih yang mengalir, tahap ini bertujuan untuk
membersihkan atau menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroorganisme
yang menempel pada daun kelor lalu di lakukan perajangan.
Perajangan bertujuan untuk memperluas permukaan bagian tanaman yang
digunakan agar mempermudah proses pengeringan sehingga dapat mengering
secara merata dengan waktu yang cepat. Pengeringan dilakukan dibawah sinar
matahari dengan ditutup kain berwarna hitam bertujuan untuk menghindari
36

sinar ultraviolet dari matahari secara langsung karena dapat menimbulkan


kerusakan pada kandungan kimia pada bahan yang pada bahan yang
dikeringkan. Pengeringan dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
menghindari timbulnya jamur sehingga dapat disimpan dalam waktu lama.
Daun kelor kering kemudian disortasi kering sebelum dihaluskan tujuannya
untuk menghilangkan sisa kotoran yang ada. Penghalusan daun kelor
dilakukan dengan menggunakan blender lalu diayakan menggunakan ayakan
no. 40 mesh dan diperoleh serbuk agak kasar. Kemudian simplisia daun kelor
disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar
matahari langsung mengunakan botol kaca.

C. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi, maserasi dipilih karena
dapat menarik semua metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap
pemanasan sehingga tidak merusak senyawa yang terkandung, cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana. Mekanisme metode maserasi yaitu
proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut.
Simplisia daun kelor diambil sebanyak 500 g kemudian dimaserasi
menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 1,7 L. Penggunaan etanol 70%
bertujuan untuk menarik komponen senyawa kimia yang terkandung, karena
pelarut etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik senyawa-
senyawa yang larut dalam pelarut non polar hingga polar dan memiliki indeks
polaritas sebesar 5,2% (45). Etanol 70% juga memiliki kandungan air cukup
banyak (30%) dan sampel yang digunakan adalah sampel kering, air
dibutuhkan untuk membasahi sampel sehingga sel-selnya mengembang dan
pori-pori simplisia akan membuka sehingga zat aktif dapat dipisahkan dari
sampel yang digunakan serta toksisitasnya lebih rendah dibandingan dengan
metanol. Proses maserasi daun kelor pada penelitian ini dilakukan selama 7
hari, proses pengadukan setiap 6 jam sekali selama 5 menit, pelarut yang
digunakan diganti setiap 1 x 24 jam.
37

Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penyarian dan untuk


menghasilkan penarikan senyawa yang lebih sempurna, sehingga semua
senyawa dapat terekstraksi seluruhnya. Larutan maserasi disaring dengan
menggunakan kertas saring untuk menjamin tidak adanya serbuk atau
pengotor berukuran kecil yang ikut kedalam maserat. Maserat yang diperoleh
sebanyak 8 liter kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator
pada suhu 60ºC. Tujuan penguapan mengunakan rotary evaporator yaitu
untuk memisahkan pelarut etanol dari ekstrak, pemilihan suhu 60ºC karena
pada proses penguapan dapat diatur sehingga pelarut menguap dibawah titik
didihnya dan menghindari terjadinya kerusakan zat aktif karena pemanasan.
Hasil ekstrak kental daun kelor yang diperoleh sebanyak 141 gram. Rendemen
ekstrak kental dihitung dengan membandingkan bobot ekstrak kental terhadap
bobot simplisia awal daun kelor dan diperoleh rendemen sebesar 28,2%. Hasil
ini memenuhi persyaratan rendemen, yaitu tidak kurang dari 7,2% (46).

D. Parameter Standar Simplisa


Standarisasi suatu simplisia bertujuan untuk menganalisis mutu simplisia
secara spesifik dan non spesifik sehingga diperoleh standar kualitas simplisia
yang baik.
a. Parameter Spesifik Simplisia
Tabel 4.1 Hasil Uji Parameter Spesifik Simplisia Daun Kelor
Jenis Uji Hasil Pengamatan
Identitas Simplisia :
 Nama Simplisia Kelor
 Nama Latin Moringa oleifera Lam.
 Bagian Tumbuhan Daun

Organoleptis :
 Warna Hijau tua
 Bau Khas
 Bentuk Serbuk agak kasar
 Rasa Pahit

Pada tabel 4.1 mempelihatkan data identitas bahwa simplisia daun kelor
adalah Moringa oleifera Lam. hal ini diperoleh dari determinasi yang sudah
dilakukan berdasarkan perbandingan ciri-ciri tumbuhan uji terhadap pustaka
38

yang sudah ada. Pada hasil uji organoleptis menunjukkan bahwa simplisia
daun kelor berwarna hijau tua, berbau khas dan berbentuk serbuk agak kasar.
Uji organoleptis merupakan cara pengujian melalui pancaindera terhadap
bentuk, bau, warna dan rasa suatu produk uji. Uji tersebut terdapat peranan
penting terhadap pemeriksaan kualitas simplisia (47).
b. Parameter Non-Spesifik
Tabel dibawah ini adalah hasil pengujian parameter non-spesifik yaitu
kadar air dan kadar abu dari simplisia daun kelor dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Parameter Non-Spesifik Simplisia Daun Kelor
Parameter Hasil Uji Standar Mutu (46)
Kadar Air 6,7% ≤10%
Kadar Abu 13,5% ≤16%

Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air
yang terdapat didalam simplisia. Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar air
kurang dari 10% pada simplisia daun kelor yaitu 6,7%, sehingga dapat
disimpulkan simplisia daun kelor memenuhi standar mutu. Kadar air yang
melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur.
Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang
terdapat pada sampel. Kadar abu yang diperoleh kurang dari 16% pada
simplisia daun kelor yaitu 13,5%, sehingga dapat disimpulkan simplisia daun
kelor memenuhi standar mutu.

E. Hasil Identifikasi Kandungan Fitokimia


Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit
sekunder yang ada pada daun kelor (Moringa oleifera Lam.). Hasil penapisan
fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.3 :
Tabel 4.3 Hasil Identifikasi Senyawa Kimia Daun Kelor (Moringa oleifera
Lam.)
No Jenis Uji Hasil Uji Daun Kelor

1 Saponin +
2 Steroid -
3 Terpenoid +
4 Tanin +
5 Alkaloid +
6 Flavanoid +
39

Keterangan
+ = Positif
- = Negatif

Berdasarkan hasil penapisan kimia dari daun kelor mengandung senyawa


saponin, terpenoid, tanin, alkaloid dan flavanoid. Mekanisme aktivitas
senyawa saponin adalah dengan mencegah reabsorpsi dan meningkatkan
sekresi kolesterol, senyawa terpenoid dapat menurunkan kadar kolesterol
dengan cara menghambat enzim 3- hidroksi-3-metilglutaril (HMG-KoA)
reduktase yang merupakan enzim dalam sintesis kolesterol (48). Senyawa
tanin dengan mekanismenya yaitu menghambat biosintesis kolesterol,
menurunkan absorpsi kolesterol diet, menurunkan kadar kolesterol serum, dan
meningkatkan ekskresi asam empedu. Senyawa alkaloid berperan dalam
menghambat aktivitas enzim lipase sehingga meningkatkan sekresi lemak
yang akan dikeluarkan melalui feses dan senyawa flavanoid mampu bekerja
dengan cara menghambat enzim HMG-CoA Reductase sehingga
menyebabkan perubahan HMG-CoA menjadi mevalonat dapat turun,
akibatnya sintesis kolestrol menurun (49). Berikut adalah struktur senyawa
saponin, terpenoid, tanin, alkaloid dan flavanoid :

Gambar 4.1 Struktur Senyawa Saponin, Terpenoid, Tanin, Alkaloid dan


Flavanoid.
40

F. Hasil Pengukuran Kadar Kolestrol Total Darah Pada Mencit Jantan


Tujuan penelitian ini yakni mengetahui adanya efektivitas kombinasi
simvastatin dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam.) sebagai
penurun kolestrol pada mencit. Sebanyak 25 mencit dipilih sesuai dengan
kriteria mencit lalu dikelompokkan menjadi 5 kelompok berbeda yang terdiri
dari 5 mencit dalam setiap kelompok. Penelitian yang dilakukan melalui tahap
aklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari. Aklimatisasi bertujuan untuk
penyesuaian hewan uji coba terhadap lingkungan yang baru. Sebelum
pemeriksaan kadar kolestrol darah, mencit dipuasakan selama 16-18 jam
dengan tujuan agar kolestrol dalam darah stabil dan tidak terdapat perubahan
kadar kolestrol karena asupan makan. Setelah dipuasakan dilakukan
pengambilan darah pertama pada ekor mencit. Pengukuran kadar kolestrol
pada awal perlakuan bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing
hewan uji mempunyai kadar kolestrol normal pada hari ke-0. Pengambilan
darah pada ekor mencit menggunakan alat Easy Touch.
Cara penggunaan alat ini untuk setiap pengukuran diperlukan selembar
strip, dimana darah yang keluar dari ekor mencit tersebut diletakan pada
selembar test strip darah dengan sejumlah tertentu akan diserap sesuai dengan
kapasitas serap test strip tersebut, dalam waktu beberapa detik pada layar
tertera kadar kolesterol dalam satuan mg/dL.
Hasil pengukuran kadar kolesterol awal mencit pada K- didapatkan nilai
rata-rata kadar kolesterol sebesar 115,4 mg/dL, K+ didapatkan nilai rata-rata
sebesar 110,6 mg/dL, P1 didapatkan nilai rata-rata sebesar 115,2 mg/dL, P2
didapatkan nilai rata-rata sebesar 117,8 mg/dL dan P3 didapatkan nilai rata-
rata sebesar 114,4 mg/dL. Kadar kolestrol normal pada mencit berkisar 30-130
mg/dL dan kadar kolestrol darah mencit yang mengalami hiperkolestrolemia
melebihi angka ≥ 130 mg/dL (44). Bisa dikatakan bahwa hasil kadar kolestrol
darah awal pada mencit terlihat normal, dikarenakan mencit hanya diberikan
aquadest dan pakan standar.
Mencit yang telah diketahui kadar kolesterol awal selanjutnya induksi
dengan suspensi PTU (propiltiurasil) secara ad-libitum dan diberikan selama 2
41

minggu. Pada hari ke-15 dilakukan pengambilan kadar kolesterol dalam darah
puasa yang kedua untuk mengetahui kenaikan kadar kolesterol.
Rata-rata kadar kolesterol darah puasa setelah induksi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 4.4 Rata-Rata Pengukuran Kadar Kolesterol Mencit


Perlakuan Rata-Rata Rata-Rata Setelah Persentase
Kolestrol Awal Induksi Kenaikan
(mg/dL) (mg/dL)
K- 115,4 144,2 19,97%
K+ 110,6 154,2 28,27%
P1 115,2 149,4 22,89%
P2 117,8 150,8 21,88%
P3 114,4 156,8 27,04%
Keterangan :
K- : Suspensi Na-CMC 1%
K+ : Suspensi Simvastatin 26 mg/20 gBB
P1 : Ekstrak Daun Kelor 40 mg/20 gBB
P2 : Kombinasi Suspensi Simvastatin 26 mg/20 gBB dan Ekstrak Daun Kelor
20 mg/20 gBB
P3 : Kombinasi Suspensi Simvastatin 26 mg/20 gBB dan Ekstrak Daun Kelor
40 mg/20 gBB

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat hasil pengukuran kadar kolesterol
setelah pemberian induksi suspensi PTU pada K- didapatkan nilai rata-rata
kadar kolesterol sebesar 144,2 mg/dL, K+ didapatkan nilai rata-rata sebesar
154,2 mg/dL, P1 didapatkan nilai rata-rata sebesar 149,4 mg/dL, P2
didapatkan nilai rata-rata sebesar 150,8 mg/dL dan P3 didapatkan nilai rata-
rata sebesar 156,8 mg/dL.
Peningkatan kadar kolesterol total darah pada mencit tersebut di sebabkan
oleh pemberian induksi PTU (Propiltiurasil). PTU pada penelitian ini
digunakan untuk memicu kenaikan kadar kolesterol karena PTU bekerja
sebagai antitiroid yang menghambat sel-sel tiroid pada mencit untuk
memproduksi hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid mampu merangsang hati
sehingga metabolisme lipid dihambat terutama kolesterol-LDL yang
diakibatkan oleh penekanan metabolik pada reseptor-LDL, sehingga kadar
kolesterol-LDL akan meningkat menyebabkan kadar kolestrol total dalam
darah mencit yang sudah di induksi mengalami kenaikan.
42

Mencit yang telah mengalami hiperkolestrolemia selanjutnya pada masing-


masing kelompok diberikan uji perlakuan dengan cara pemberian secara oral
selama 2 minggu. Pada hari ke-29 pengambilan kadar kolesterol dalam darah
puasa yang ketiga untuk mengetahui penurunan kadar kolesterol darah.
Hasil pengukuran kadar kolesterol setelah pemberian uji perlakuan pada K-
didapatkan nilai rata-rata kadar kolesterol sebesar 134 mg/dL, K+ didapatkan
nilai rata-rata sebesar 106,8 mg/dL, P1 didapatkan nilai rata-rata sebesar 119,4
mg/dL, P2 didapatkan nilai rata-rata sebesar 115,8 mg/dL dan P3 didapatkan
nilai rata-rata sebesar 106 mg/dL.

G. Presentase Penurunan Kadar Kolestrol Total Darah


Presentase penurunan kadar kolestrol total darah puasa pada hewan uji
dilakukan dengan membandingkan rata-rata kadar kolestrol total darah hewan
uji setelah induksi PTU (propiltiurasil) dengan rata-rata kadar kolestrol total
darah setelah perlakuan. Untuk mengetahui persentase penurunan kadar
kolestrol total darah setelah perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5 Hasil Persentase Penurunan Kadar Kolestrol Setelah Pemberian


Perlakuan Pada Mencit Putih Jantan
Perlakuan Rata-Rata Rata-Rata Persentase Signifikansi
Sebelum Setelah Penurunan ± SD
Perlakuan Perlakuan
(mg/dL) (mg/dL)
K- 144,2 134 7,07% ± 6,51
K+ 154,2 106,8 30,73% ± 6,61a
P1 149,4 119,4 20,08% ± 3,64b 0,000 ≤ 0,05
P2 150,8 115,8 23,20% ± 6,76b
P3 156,8 106 32,39% ± 6,51a
Keterangan : Angka-angka di kolom yang sama di ikuti huruf tika atas (super
skrip) di belakang simpangan baku (standar deviasi) tidak
berbeda nyata pada tahap uji 5% (uji selang berganda LSD)
a = tidak berbeda nyata dengan kontrol positif
b = tidak berbeda nyata dengan ekstrak tunggal daun kelor

Berdasarkan data diatas diketahui persentase rata-rata penurunan kadar


kolestrol paling tinggi pada (P3) kombinasi suspensi simvastatin 26 mg/20
gBB dan ekstrak daun kelor 40 mg/20 gBB sebesar 32,39%, pada (K+)
suspense simvastatin 26 mg/20 gBB sebesar 30,73%, pada (P1) ekstrak daun
43

kelor 40 mg/20 gBB sebesar 20,08%, pada P2 kombinasi suspensi simvastatin


26 mg/20 gBB dan ekstrak daun kelor 40 mg/20 gBB sebesar 23,20%,
sedangkan penurunan kadar kolestrol terendah pada (K-) suspensi Na-CMC
1% sebesar 7,07%. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara simvastatin
dengan ekstrak daun kelor terahadap presentase rata-rata penurunan kolestrol
mencit.
Setelah diperoleh data penurunan kadar kolestrol total darah dilakukan
analisis data menggunakan uji one way ANOVA, pengujian ini dilakukan
untuk melihat perbedaan antar kelompok atau konsentrasi dari masing-masing
sampel yang digunakan. Syarat dalam uji one way ANOVA yaitu data yang
diperoleh harus terdistribusi normal serta homogen, maka dilakukan uji
normalitas Shapiro-Wilk (subjek≤50) dan homogenitas dengan menggunakan
SPSS versi 20.
Hasil uji normalitas data yang diperoleh dengan nilai signifikasi (p≥0,05)
sehingga hal ini membuktikan bahwa data berdistribusi normal. Setelah data
diketahui berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas. Hasil uji
homogenitas yang didapat dengan nilai (p≥0,05) sehingga hal ini
membuktikan bahwa data yang diperoleh homogen. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa data penelitian berdistribusi normal dan homogen
sehingga memenuhi syarat uji one way ANOVA.
Hasil uji one way ANOVA diperoleh nilai signifikansi. 0,000 ≤ 0,05
sehingga hasilnya signifikan atau berbeda nyata. Hal ini menyatakan bahwa
kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kelor berpengaruh terhadap
penurunan kadar kolestrol pada mencit. Untuk mengetahui uji lanjut yang
dipakai maka tahap selanjutnya adalah menghitung koefisien keseragaman
(KK). Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai KK sebesar
5,3% maka uji lanjut yang digunakan adalah Uji LSD.
Nilai KK yang diperoleh ≥5%, maka uji lanjut yang digunakan adalah uji
LSD. untuk mengetahui perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang
mungkin tanpa memperhatikan jumlah perlakuan yang ada dari percobaan
tersebut serta masih dapat mempertahankan tingkat nyata yang ditetapkan.
Hasil uji lanjut LSD dapat dilihat bahwa K- berbeda nyata dengan K+, P1, P2
44

dan P3. K+ tidak berbeda nyata dengan P3 dan berbeda nyata dengan K-, P1,
dan P2. P1 tidak berbeda nyata dengan P2 dan berbeda nyata dengan K-, K+
dan P3. P3 tidak berbeda nyata dengan K+ dan berbeda nyata dengan K-, P1,
dan P2. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi ≤ 0.05 pada tiap kelompok.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nabila dan Lailiiyatus dengan
kombinasi simvastatin dan ekstrak air daun tin (Ficus carica L.) yang
diberikan pada tikus hiperkolestrol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian kombinasi antara simvastatin dosis 0,026 mg/20gBB dan
ekstrak daun tin 2,8 mg/20gBB menunjukkan penurunan kadar kolestrol pada
tikus dibandingkan kontrol positif yaitu simvastatin.
Hal ini disebabkan karena kemungkinan adanya interaksi antara obat kimia
dan juga obat herbal yang dapat memperkuat efek yang dapat ditimbulkan.
Interaksi yang dapat memperkuat efek disebut juga dengan interaksi secara
sinergis (8).
Perlakuan K- yang diberikan Na-CMC 1% tidak mengalami penurunan
yang signifikan karena Na-CMC tidak terkandung zat aktif yang dapat
menurunkan kolesterol, sehingga hasilnya tidak maksimal dan hanya sebagai
kontrol negatif. Sedangkan pada pemberian suspensi simvastatin (K+) sebagai
pembanding memiliki efek penurun kolestrol lebih signifikan dibandingkan
pemberian ekstrak daun kelor tunggal (P1). Simvastatin adalah obat
antilipidemik yang merupakan derivat asam mevinat. Simvastatin bekerja
dengan cara menghambat enzim 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A
(HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebgai katalis dalam
pembentukan kolestrol. HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap
penurunan sintesis kolestrol dan meningkatkan jumlah reseptor Low Density
Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan jaringan
ekstrahepatik, sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma
(7).
Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan
High Density Lipoprotein (HDL) kolestrol. Pemilihan obat kolestrol
simvastatin dari golongan statin adalah obat yang paling aman dikonsumsi
oleh penderita kolesterol, karena efek samping yang ringan dibandingkan
45

dengan golongan yang lain. Pemberian simvastatin pada kelompok mencit


yang hiperkolestrolemia dapat menurunkan kadar kolestrol total darah. Hal ini
sejalan dengan teori Christoper J dan Gaw A, dimana teori tersebut
menyatakan bahwa simvastatin dapat menurunkan secara bermakna kadar
kolestrol total darah pada mencit (6).
Penurunan kadar kolestrol total darah pada mencit jantan diduga
disebabkan oleh senyawa-senyawa aktif dalam kadar tinggi yang terkandung
dalam daun kelor. Hal ini sejalan pada penelitian sebelumnya yang
membuktikan bahwa daun kelor dapat menurunkan kadar kolestrol pada
hewan coba mencit karena memiliki kandungan antioksidan diantaranya
vitamin C, polyphenol, flavanoid dan karoten. Vitamin C merupakan
antioksidan alami yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi.
Antioksidan berfungsi sebagai inhibitor untuk menghambat oksidasi dengan
cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak
reaktif yang relatif stabil. Kandungan beta karoten pada ekstrak daun kelor
juga melindungi membran lipid dari peroksidasi dan sekaligus menghentikan
reaksi rantai dari radikal bebas. Ekstrak daun kelor juga mengandung beta
sitosterol yang menurunkan kadar kolesterol dengan cara menurunkan
konsentrasi LDL dalam plasma dan menghambat reabsorbsi kolesterol dari
sumber endogen. Kandungan polyphenols secara signifikan dapat
meningkatkan SOD dan katalase serta menurunkan kadar lipid peroksidase
sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol (50).
Mekanisme kerja flavonoid dalam menurunkan kolesterol terjadi saat
gugus hidroksil pada kolesterol bereaksi dengan gugus keton pada flavonoid
membentuk hemiasetal. Gugus karbonil pada flavonoid akan bereaksi dengan
gugus hidroksil pada kolesterol membentuk ikatan hidrogen. Alkaloid dengan
mekanisme kerja meningkatkan ekskresi asam empedu dan dapat
meningkatkan aktifitas lipoprotein lipase yang dapat menguraikan trigliserida
yang terdapat pada kilomikron.
Mekanisme kerja senyawa tanin dapat menghambat penyerapan kolesterol
dengan cara bereakssi dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga
dapat menghambat penyerapan lemak. Tanin mampu mengurangi penimbunan
46

kolesterol dalam darah dan mempercepat pembuangan kolesterol melalui


feses. Aktivitas senyawa tanin dapat mencegah terjadinya gangguan
keseimbangan produksi oksidan dan antioksidan terkait dengan konsumsi
radikal bebas sehingga menghambat oksidasi LDL (8).
Saponin diduga juga mampu menurunkan kadar kolesterol dengan
mekanisme kerja dengan cara berikatan dengan asam empedu sehingga dapat
menurunkan sirkulasi enterohepatik asam empedu dan meningkatkan eksresi
kolesterol. Asam empedu merupakan hasil metabolisme utama kolesterol.
Pengikatan asam empedu di usus mencegah asam empedu diserap kembali
yang pada akhirnya asam empedu ini dibuang ke feses.
Ekskresi ini memicu hati untuk membuat asam empedu baru dari kolesterol
yang diambil dari darah sehingga kolesterol dalam darah menurun Sirkulasi
enterohepatik yang terganggu menyebabkan kolesterol yang diabsorbsi lewat
saluran cerna menjadi terhambat dan keluar bersama tinja. Saponin dengan
kolesterol ternyata memiliki reseptor yang sama, sehingga terjadi kompetisi
reseptor kolesterol pada sel.
Saponin merupakan senyawa tanaman yang memiliki surfaktan yang dapat
berikatan dengan kolesterol dan asam empedu sehingga menurunkan absorbsi
kolesterol dalam tubuh (8). Simvastatin dan ekstrak daun kelor yang
terkandung senyawa alkaloid dan tanin memiliki mekanisme kerja yang sama
dalam menghambat kolestrol yaitu menghambat HMG-CoA reduktase yang
bertanggung jawab terhadap penurunan sintesis kolestrol dan mengurangi
jumlah LDL serta trigliserida.
47

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji efektivitas Efektivitas Kombinasi
Simvastatin Dengan Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Terhadap
Kadar Kolestrol Total Darah Pada Mencit (Mus musculus) Jantan dapat
disimpulkan :
1. Kombinasi simvastatin dengan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera
Lam.) terbukti memiliki efek penurunan yang lebih baik dibandingkan
dengan ekstrak tunggalnya tetapi tidak berbeda nyata dari kontrol
positif simvastatin.
2. Dosis efektif yaitu pada P3 (Kombinasi Suspensi Simvastatin 26
mg/100mL dan Ekstrak Daun Kelor 40 mg/20 gBB) dengan
prensentase penurunan sebesar 32,39%.

B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian selanjutnya
disarankankan untuk :
1. Perlu dilakukan penelitian penurunan kadar kolestrol lebih lanjut
dengan metode ekstaksi yang berbeda.
2. Penelitian lebih lanjut disarankan dapat membuat sediaan farmasetika
ekstrak kelor (Moringa oleifera Lam) dan melakukan uji efektivitas
farmakologi yang lainnya.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunton L. Manual Farmakologi dan Terapi. Terjemahan : Sukanda


YE,dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta; 2008. 671-680 p.

2. Ayu T.D N. Patologi dan Patofisiologi. Nuha Medika; 2016.

3. McFarland AJ, Anoopkumar-Dukie S, Arora DS, Grant GD, McDermott


CM, Perkins A V, et al. Molecular mechanisms underlying the effects of
statins in the central nervous system. Int J Mol Sci. 2014;15(11):20607–37.

4. Munawar M, Hartono B, Rifqi S. LDL cholesterol goal attainment in


hypercholesterolemia: Cepheus Indonesian survey. Acta Cardiol Sin.
2013;29(1):71.

5. Rouhi-Boroujeni H, Rouhi-Boroujeni H, Heidarian E, Mohammadizadeh F,


Rafieian-Kopaei M. Herbs with anti-lipid effects and their interactions with
statins as a chemical anti-hyperlipidemia group drugs: A systematic review.
ARYA Atheroscler. 2015;11(4):244.

6. Ulfiah A, Arifin AF, Pratiwi R, Gayatri SW, Nurmadilla N. Efektifitas


Pemberian Ekstrak Daun Kelor terhadap Kadar Kolesterol Darah pada
Hewan Coba Mencit. UMI Med J. 2020;5(1):28–37.

7. Mukriani, Nurlina, Pratiwi AN, Rauf A. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Kelor
(Moringa oleifera Lamk.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada
Mencit (Mus musculus) L. Jf Fik Uinam. 2015;2(3):115–20.

8. Kurniasari NA, Syafah L. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun Tin


(Ficus carica L .) Bersama Simvastatin Teerhadap Kadar Kolesterol Total
pada Mencit Jantan. Akad Farm Putra Indones Malang. 2017;1–10.

9. Murray R, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper ed.27. EGC; 2009.

10. Guyton arthur C, Hall john E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed.
Setiawan I, editor. jakarta: EGC; 1997.

11. B.G. Katzung. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Kedelapan.


Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. 2017.

12. Almatsier S. Penuntun Diet edisi terbaru. Ed 3. 2010;

13. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, DiPiro C V. Pharmacotherapy


49

Handbook. McGraw-Hill; 2015.

14. Munaf S. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.

15. Katzung BG 2015. Handbook Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.; 2015.

16. Soesilo S dkk. Materia Medika Indonesia Jilid V. Departemen Kesehatan


RI: Jakarta. Hal. 1989. 549-550 p.

17. Informasi Seputar Obat Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;


2017.

18. Aberg JA, Alvarez W, Armstrong L, Bachman KA, Baughman VL, Beizer
JL. Drug Information Handbook, 17th Edition. 17th ed. Ohio: Lexi-Comp;
2007.

19. Djuanda,A. MIMS Petunjuk Konsultasi. Bhuana Ilmu Populer; 2020. 24 p.

20. Agricultural Research Service, National Plant Germplasm System. National


Germplasm Resources Laboratory. 2018.

21. Dr. Erna Nurcahyati. khasiat daun kelor. Nurjanah, editor. 2014. 127 p.

22. Aminah S, Tezar R, Yanis M. Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional


Tanam an Kelor ( Moringa oleifera ). Bul Pertan Perkota Balai Pengkaj
Teknol Pertan Jakarta. 2015;5(30):35–44.

23. Krisnadi Dudi A. Kelor Super Nutrisi. Kelor Super Nutrisi. 2015. 164 p.

24. Integrated Taxonomic Information System. Moringa oleifera (Drumstick


Tree): Biological Classification and Name. Encyclopedia of Life
Newsletter. 2017.

25. Krisnadi DA. Kelor Super Nutrisi. Kelor Super Nutrisi. 2015. 164 p.

26. Hardiyanthi. Pemanfaatan Aktivitas antioksidan daun kelor (Moringa


oliefera) dalam sediaan hand and body cream. Univ Islam negeri syarif
hidayatullah. 2015;

27. Widowati I, Efiyati S, Wahyuningtyas S. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap Bakteri Pembusukan Ikan Segar.
Univ negeri yogyakarta. 2014;IX:146–57.

28. Anggraini DI, Nabillah LF. Activity Test of Suji Leaf Extract (Dracaena
angustifolia Roxb.) on in vitro cholesterol lowering. J Kim Sains dan Apl.
50

2018;21(2):54–8.

29. Kemenkes. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. 1995;300, 112.

30. Gunawan D dan SM. Ilmu Obat Alam (Farmakologis). In: Jilid 1. Penerbit
Swadaya; 2004. p. 9–18.

31. RI D. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia; 2000.

32. Badan POM RI. Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak.
Direktorat Obat Asli Indones Deputi Bid Pengawas Obat Tradisional,
Kosmet dan Prod Komplemen. 2013;2:7–8, 12–6.

33. Mumpuni Y, Wulandari A. Cara jitu mengatasi kolesterol. ANSI; 2011.

34. Stoppard M. Panduan kesehatan keluarga.hellis.litbang.kemkes.go.id; 2010.

35. Schlesinger DP, Joffe DJ. Raw food diets in companion animals: a critical
review. Can Vet J. 2011;52(1):50.

36. Sutanto. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern Hipertensi, Stroke,.
Jantung, Kolestrol, dan Diabetes. 2015;151:10–7.

37. Santi Y. Kolestrol Siapa Takut. Yogyakarta : Pinang Merah; 2012.

38. Restyani AE. Hubungan Pola Konsumsi Lemak Jenuh dan Obesitas Sentral
terhadap Kadar Kolesterol Total. Jurnal Nurs. 2015;

39. Waloya T, Rimbawan R, Andarwulan N. Hubungan antara konsumsi


pangan dan aktivitas fisik dengan kadar kolesterol darah pria dan wanita
dewasa di Bogor. J Gizi dan Pangan. 2013;8(1):9–16.

40. Suwandi D. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total


Metode Electrode-Based Biosensor dengan Metode Spektrofotometri. J
Kedokt. 2015;1(1):1–9.

41. Antika A. Pemeriksaan Kadar Kolesterol Total dalam Darah pada Sampel
Serum dengan Metode Chod-Pap. 2017;

42. Setijono MM. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. 1985. p.
1–80.

43. Muliani H. Pertumbuhan mencit (Mus Musculus) setelah pemberian biji


jarak pagar (Jatropha curcas L.). Anat Fisiol. 2011;19(1):44–54.

44. Erni A, Mu’nisa, Arsal AF. Pengaruh Pemberian Minyak Mandar yang
Ditambahkan Bubuk Daun Sukun (Arthocarpus altilis) terhadap Kadar
51

Kolesterol Mencit (Mus musculus). J Bionature. 2014;15(2):90–6.

45. Mutton IM. “Practical HPLC method development”, 2nd edition.


Chromatographia. 1998;47(3-4):234–234.

46. Courtney A. Formularies. Pocket Handbook of Nonhuman Primate Clinical


Medicine. 2012. 213-218 p.

47. Yana ND, Marpaung MP, Gummay B. Analisis Parameter Spesifik dan
Nonspesifik Simplisia Daun Bawang Merah (Allium cepa L.). Kovalen J
Ris Kim. 2022;8(1):45–52.

48. Timur WW, Santoso A. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Kulit Pisang Kepok
(Musa Paradisiaca) Dengan Gemfibrozil Terhadap Kadar Lipid Darah
Tikus Wistar. J Pharm Sci Med Res. 2019;2(2):50–62.

49. Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 30. 2020. 222 p.

50. Sri Wahyu, Andi Sitti Fahirah Arsal, Indah Chintya Maharani. Efektivitas
Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Penurunan Kadar
Kolesterol Total pada Tikus Putih (Rattus Novergicus). Green Med J.
2019;1(1):97–110.
52

LAMPIRAN
53

Lampiran A. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Kelor

Daun kelor yang berwarna hijau


dan segar

1. Dicuci bersih kemudian ditiriskan


2. Ditimbang berat basahnya
3. Dirajang kasar kemudian dikeringkan dibawah
sinar matahari dengan ditutupi kain berwarna
gelap
4. Lalu disortasi kering.

Di maserasi menggunakan
etanol 70%
(sampai tersari sempurna)

Ampas

+ Etanol 70% Maserat


tt
Di maserasi kembali
sampai larutan tidak
berwarna dan tersari

Ampas Maserat

Rotary evaporator
54

Lampiran B. Perhitungan Rendemen

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)


%Rendemen = X 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚

141 𝑔𝑟𝑎𝑚
%Rendemen = X 100%
500 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 28,2%
55

Lampiran C. Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Daun Kelor

Rumus kadar air

berat awal − berat akhir


% Kadar Air = X 100%
berat awal

Perhitungan kadar air ekstrak daun kelor


berat cawan kosong : 26,97 g
berat cawan + simplisia awal : 28,41 g
berat cawan + simplisia setelah dipanaskan : 27,47 g

% Kadar Air = 3 g - 2,8g X 100%


3g
= 6,7 %

Rumus kadar abu


w2 − w0
% Kadar Abu = X 100%
w1
Perhitungan kadar abu ekstrak kelor
berat simplisia awal (W1) :2g
berat cawan kosong (W0) : 47,35 g
berat cawan + simplisia setelah diabukan (W2) : 47,62 g

47,62 g − 47,35g
% Kadar Abu = X 100%
2g

= 13,5%
56

Lampiran D. Skema Besar Sampel Penelitian

Jumlah pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rumus


Federer :
(t-1)(r-1) ≥ 15
(6-1)(r-1) ≥ 15
5r – 5 ≥ 15
5r ≥ 15 + 5
r ≥ 20/5
n≥4
Keterangan :
t = Jumlah perlakuan ulang (sampel)
r = Jumlah pengulangan pada tiap sampel

Dari hasil perhitungan diatas jumlah perlakuan ulang (r) yang digunakan adalah 5
dan jumlah perlakuan dalam penelitian (t) adalah 5.
57

Lampiran E. Skema Alur Penelitian

25 ekor mencit jantan dengan bobot rata-rata 20-30 gram


diadaptasikan selama 7 hari

Hewan uji dipuasakan untuk memastikan kadar kolesterol normal dan diambil
darah melalui ekor kemudian diukur kadar kolestrol darah awal (hari ke-0)

Diinduksikan dengan PTU selama 2 minggu, pada hari ke-15 diukur


kadar kolesterol

Pembagian 5 kelompok, setiap kelompok 5


ekor mencit jantan yang diberikan perlakuan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5


Kontrol Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
Negatif Positif Diberikan Diberikan Diberikan
Diberikan Diberikan ekstrak daun suspensi suspensi
suspensi Na suspensi kelor 10 g / simvastatin simvastatin
CMC 1 % simvastatin 20 gBB 0,026 g / 20 0,026 g / 20
selama 14 0,026 g / 20 selama 14 gBB + gBB +
hari gBB selama hari ekstrak daun ekstrak daun
14 hari kelor 10 g / kelor 20
20 gBB g / 20 gBB
selama 14 selama 14
hari hari

Pemeriksaan kadar kolestol pada hari ke-29 setelah perlakuan

Analisis Hasil
58

Lampiran F. Volume Pemberian Hewan Uji


Jenis Hewan dan Cara Pemberian dan Volume dalam Mililiter
Berat Badan
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (200 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
Kelinci (2.5 Kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
Kucing (3 Kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
Anjing (5 Kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10,0 100,0
59

Lampiran G. Tabel Konversi Dosis Hewan Uji

Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


(20-30 g) (200 g) (400 g) (1,5 Kg) (1,5 Kg) (4 Kg) (12 Kg) (70 Kg)
Mencit 1,0 7,0 12,23 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
(20-30 g)
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
(200 g)
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
(400 g)
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
(1,5 Kg)
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
(1,5 Kg)
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,43 0,1 1,9 6,1
(4 Kg)
Anjing 0,008 0,06 0,1 0,22 1,24 0,52 1,0 3,1
(12 Kg)
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
(70 Kg)
60

Lampiran H. Perhitungan Suspensi Propiltiourasil


Dosis Propiltiourasil pada manusia 100 mg / 70 Kg BB manusia
Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026
Dosis mencit (20 g) = 0,0026 x 100 mg
= 0,26 mg/20gBB
0,26 mg/20gBB x 20gBB
VAO =
Konsentrasi
0,26 mg
0,2 mL =
Konsentrasi
0,26 𝑚𝑔
Konsentrasi =
0,2 𝑚𝐿

= 1,3 mg/mL
= 1.300 mg/1000 mL
Ambil Propiltiourasil 1.300 mg/ 1000 mL pada tablet 100 mg dengan cara :
- Ambil 20 tablet propiltiourasil, gerus dalam mortir.
- Timbang berat serbuk tablet.
- Hitung berat 1 tablet
= Berat serbuk 20 tablet = 5,684 = 0,2842 gram
Jumlah tablet 20
- Maka berat serbuk propiltiourasil yang akan diambil untuk mendapatkan
propiltiourasil sebanyak 1.300 mg adalah :
= (1.300 mg/ 100 mg) X 0,2842 gram = 12,7158 gram

Timbang serbuk PTU sebanyak 12,72 gram lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur kemudian disuspensikan dengan Na-CMC 1% sedikit demi sedikit hingga
homogen, dicukupkan volumenya hingga 1000 mL.
61

Lampiran I. Perhitungan Suspensi Simvastatin


Dosis Simvastatin pada manusia 20 mg / 70 Kg BB manusia
Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026
Dosis mencit (20 g) = 0,0026 x 20 mg
= 0,052 mg/20gBB
0,052 mg/20gBB x 20gBB
VAO =
Konsentrasi
0,052 mg
0,2 mL =
Konsentrasi
0,052 𝑚𝑔
Konsentrasi =
0,2 𝑚𝐿

= 0,26 mg/mL
= 26 mg/100mL
Ambil Simvastatin 26 mg/ 100 mL pada tablet 20 mg dengan cara :
- Ambil 20 tablet simvastatin, gerus dalam mortir.
- Timbang berat serbuk tablet.
- Hitung berat 1 tablet
= Berat serbuk 20 tablet = 2,395 = 0,11975 gram
Jumlah tablet 20
- Maka berat serbuk simvastatin yang akan diambil untuk mendapatkan
propiltiourasil sebanyak 26 mg adalah :
= (26 mg/ 20 mg) X 0,11975 gram = 0,155675 gram
= 0,16 gram X 14 hari = 2,24 gram

Timbang serbuk simvastatin sebanyak 2,24 gram lalu dimasukkan ke dalam


labu ukur kemudian disuspensikan dengan Na-CMC 1% sedikit demi sedikit
hingga homogen, dicukupkan volumenya hingga 100 mL. Diberikan secara oral
dengan volume 0,2 mL selama 14 hari.
62

Lampiran J. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Kelor


Rumus VAO (Volume Administrasi Obat) digunakan untuk perhitungan dosis uji
ekstrak daun kelor. Rumus tersebut yaitu :

Dosis (mg/gBB) x Berat Badan (g)


VAO =
Konsentrasi (mg/ml)

1) Dosis 20 mg/20 gBB


Dosis pada manusia 20 mg / 70 Kg BB manusia
Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026
Dosis mencit (20 g) = 0,0026 x 20 mg
= 0,052 mg/20gBB

0,052mg/20gBB x 20gBB
VAO =
Konsentrasi
0,052mg/20gBB x 20gBB
0,2 mL =
Konsentrasi
0,052 𝑚𝑔
Konsentrasi =
0,2 𝑚𝐿

= 26 mg/mL
= 2600 mg/100 mL
= 2,6 gram/100 mL

Jadi, untuk dosis 20 mg/20 gBB yang diperlukan selama 14 hari adalah :
2,6 gram X 14 = 36,4 gram

Timbang dosis 20 mg/ 20 gBB sebanyak 36,4 gram lalu dimasukkan ke dalam
labu ukur kemudian disuspensikan dengan Na-CMC 1% sedikit demi sedikit
hingga homogen, dicukupkan volumenya hingga 100 mL. Diberikan secara oral
dengan volume 0,2 mL selama 14 hari.
63

2) Dosis 40 mg/20gBB
Dosis pada manusia 40 mg / 70 Kg BB manusia
Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026
Dosis mencit (20 g) = 0,0026 x 40 mg
= 0,104 mg/20gBB
0,104mg/20gBB x 20gBB
VAO =
Konsentrasi

0,104mg/20gBB x 20gBB
0,2 mL =
Konsentrasi
0,104 𝑚𝑔
Konsentrasi =
0,2 𝑚𝐿

= 0,52 mg/mL
= 52 mg/100 mL
= 5,2 gram/100 mL

Jadi, untuk dosis 40 mg/20 gBB yang diperlukan selama 14 hari adalah :
5,2 gram X 14 = 72,8 gram

Timbang dosis 40 mg/20 gBB 72,8 gram lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
kemudian disuspensikan dengan Na-CMC 1% sedikit demi sedikit hingga
homogen, dicukupkan volumenya hingga 100 mL. Diberikan secara oral dengan
volume 0,2 mL selama 14 hari.
64

Lampiran K. Dokumentasi Penelitian

1. Pembuatan Simplisia Ekstrak Daun Kelor

Pengambilan Sampel Sortasi Basah Penimbangan Perajangan Sampel

Sampel setelah dirajang Penjemuran Penghalusan

Maserasi Ekstrak Daun Kelor Proses Evaporasi Ekstrak kental Daun Kelor
65

2. Uji Fitokimia

Saponin Steroid Terpenoid

Flavanoid Tanin Alkaloid


66

3. Alat dan Bahan

Cawan Porselin Bejana Maserasi Timbangan Analitik Erlenmeyer

Kandang Mencit Labu Ukur Mortir dan Stamper

Alumunium Foil Alat dan Strip Kolesterol Timbangan Analitik Gelas Ukur

Rotary Evaporator Beaker Glass


67

Kertas Saring Alat Pengaduk Spoit Blender

Gunting Tissue Kapas

Handscoon Timbangan Analitik

Tabung Reaksi Label


68

Ekstrak Daun Kelor Alkohol 70% PTU 100 mg

Na-CMC Simvastatin 20 mg
69

4. Uji Penurunan Kolestrol Total Darah

Suspensi Perlakuan Suspensi Induksi PTU

Pengelompokkan Hewan Uji Pemberian Suspensi Kombinasi

Pengecekan Kadar Kolesterol

Kolesterol Awal Kolesterol Setelah Induksi Kolesterol Setelah Perlakuan


70

Lampiran L. Hasil Pengamatan Kadar Kolesterol

 Kolesterol Awal
Ulangan Perlakuan
K- K+ P1 P2 P3
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
1 120 102 119 116 110
2 115 120 125 110 113
3 107 120 109 120 120
4 110 105 110 125 117
5 125 106 113 118 112
Jumlah 577 553 576 589 572
Rata-Rata 115,4 110,6 115,2 117,8 114,4

 Kolesterol Setelah Induksi


Ulangan Perlakuan
K- K+ P1 P2 P3
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
1 143 158 140 160 150
2 132 155 139 158 156
3 130 135 145 142 157
4 156 155 158 150 166
5 160 168 165 144 155
Jumlah 721 771 747 754 784
Rata-Rata 144,2 154,2 149,4 150,8 156,8

 Kolesterol Ssetelah Perlakuan


Ulangan Perlakuan
K- K+ P1 P2 P3
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
1 135 100 115 110 100
2 130 109 119 115 110
3 125 110 120 125 105
4 140 100 125 120 100
5 140 115 118 109 115
Jumlah 670 534 597 579 530
Rata-Rata 134 106,8 119,4 115,8 106
71

Lampiran M. Presentase Kenaikan Dan Penurunan Kadar Kolestrol

𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 − 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖


% Kenaikan = X 100%
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

144,2 −115,2
Kelompok 1 = X 100% =19,97%
144,2
154,2 −110,6
Kelompok 2 = X 100% = 28,27%
154,2
149,4−115,2
Kelompok 3 = X 100% = 22,89%
149,4
150,8−117,8
Kelompok 4 = X 100% = 21,88%
150,8
156,8−114,4
Kelompok 5 = X 100% = 27,04%
156,8

𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 − 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛


%Penurunan = X 100%
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛

144,2 −134
Kelompok 1 = X 100% =7,07%
144,2
154,2 −106,8
Kelompok 2 = X 100% = 30,73%
154,2
149,4−119,4
Kelompok 3 = X 100% = 20,08%
149,4
150,8−115,8
Kelompok 4 = X 100% = 23,20%
150,8
156,8−106
Kelompok 5 = X 100% = 32,39%
156,8
72

Lampiran N. Analisis Data


Tests of Normality
Perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
K- (Na-CMC 1%) ,221 5 ,200* ,902 5 ,421
K+ (Simvastatin 26
,248 5 ,200* ,877 5 ,297
mg/20 gBB)
P1 (Ekstrak Daun Kelor
,235 5 ,200* ,955 5 ,775
40 mg/20 gBB)
P2 (Kombinasi
Perlakuan Simvastatin 26 mg/20
,205 5 ,200* ,931 5 ,605
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 20 mg/20 gBB))
P3 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
,221 5 ,200* ,902 5 ,421
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances

Kelompok
Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,013 4 20 ,424

ANOVA
Kelompok
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2597,200 4 649,300 17,296 ,000
Within Groups 750,800 20 37,540
Total 3348,000 24

Berdasarkan output Anova di atas, diketahui nilai sig sebesar 0,000 ≤ 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata persentase penurunan kadar kolestrol
pada perlakuan tersebut "BERBEDA" secara signifikan.

Untuk melakukan uji lanjut maka , menggunakan nilai kk sebagai berikut :

√𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 𝑤𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 𝑔𝑟𝑜𝑢𝑝


KK = X 100%
𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
√37,540
KK = X 100%
116,40
KK = 0,053 X 100%
73

KK = 5,3%

Descriptives
Penurun Kolestrol
N Mean Std. Std. Error 95% Confidence Interval Minimum Maximum
Deviation for Mean

Lower Upper
Bound Bound

K- (Na-CMC 1%) 5 134,00 6,519 2,915 125,91 142,09 125 140

K+ (Simvastatin
5 106,80 6,611 2,956 98,59 115,01 100 115
26 mg/20 gBB)

P1 (Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 5 119,40 3,647 1,631 114,87 123,93 115 125
gBB)

P2 (Kombinasi
Simvastatin 26
mg/20 gBB dan
5 115,80 6,760 3,023 107,41 124,19 109 125
Ekstrak Daun
Kelor 20 mg/20
gBB))

P3 (Kombinasi
Simvastatin 26
mg/20 gBB dan
5 106,00 6,519 2,915 97,91 114,09 100 115
Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20
gBB)

Total 25 116,40 11,811 2,362 111,52 121,28 100 140


74

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Data
LSD
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I- Error Lower Upper
J) Bound Bound
K+ (Simvastatin 26
27,200* 3,875 ,000 19,12 35,28
mg/20 gBB)
P1 (Ekstrak Daun Kelor
14,600* 3,875 ,001 6,52 22,68
40 mg/20 gBB)
P2 (Kombinasi
K- (Na-CMC 1%) Simvastatin 26 mg/20
18,200* 3,875 ,000 10,12 26,28
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 20 mg/20 gBB))
P3 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
28,000* 3,875 ,000 19,92 36,08
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
K- (Na-CMC 1%) -27,200* 3,875 ,000 -35,28 -19,12
P1 (Ekstrak Daun Kelor *
-12,600 3,875 ,004 -20,68 -4,52
40 mg/20 gBB)
P2 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
K+ (Simvastatin 26 -9,000* 3,875 ,001 -17,08 -,92
gBB dan Ekstrak Daun
mg/20 gBB)
Kelor 20 mg/20 gBB))
P3 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
,800 3,875 ,839 -7,28 8,88
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
K- (Na-CMC 1%) -14,600* 3,875 ,001 -22,68 -6,52
K+ (Simvastatin 26 *
12,600 3,875 ,004 4,52 20,68
mg/20 gBB)
P2 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
P1 (Ekstrak Daun 3,600 3,875 ,364 -4,48 11,68
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
Kelor 20 mg/20 gBB))
P3 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
13,400* 3,875 ,002 5,32 21,48
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
K- (Na-CMC 1%) -18,200* 3,875 ,000 -26,28 -10,12
K+ (Simvastatin 26
P2 (Kombinasi 9,000* 3,875 ,003 ,92 17,08
mg/20 gBB)
Simvastatin 26 mg/20 P1 (Ekstrak Daun Kelor
gBB dan Ekstrak -3,600 3,875 ,364 -11,68 4,48
40 mg/20 gBB)
Daun Kelor 20 mg/20 P3 (Kombinasi
gBB)) Simvastatin 26 mg/20
9,800* 3,875 ,002 1,72 17,88
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 40 mg/20 gBB)
K- (Na-CMC 1%) -28,000* 3,875 ,000 -36,08 -19,92
K+ (Simvastatin 26
P3 (Kombinasi -,800 3,875 ,839 -8,88 7,28
mg/20 gBB)
Simvastatin 26 mg/20
P1 (Ekstrak Daun Kelor
gBB dan Ekstrak -13,400* 3,875 ,002 -21,48 -5,32
40 mg/20 gBB)
Daun Kelor 40 mg/20
gBB) P2 (Kombinasi
Simvastatin 26 mg/20
-9,800* 3,875 ,002 -17,88 -1,72
gBB dan Ekstrak Daun
Kelor 20 mg/20 gBB))
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
75

Lampiran O. Surat Laik Etik


76

Lampiran P. Surat Determinasi Tanaman Kelor


77
78

Lampiran Q. Surat Skrining Fitokimia


79
80

Lampiran R. Surat Izin Penelitian


81

Anda mungkin juga menyukai