Diktat kuliah Elektronika Dasar II ditulis dengan cara yang sangat sederhana dan
sistematik yang diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan
dipahami oleh pembaca dan para mahasiswa. Maksud dari penerbitan diktat kuliah ini
adalah untuk mendukung proses belajar mengajar dan untuk menjamin mutu dari
matakuliah ini.
Kami sadar bahwa dalam diktat kuliah ini masih terdapat berbagai kelemahan.
Hendaknya pembaca dapat menolong untuk terus meningkatkan kualitas dari diktat
kuliah ini agar penerbitan selanjutnya akan lebih baik daripada yang sebelumnya. Kami
mohon maaf atas segala kekurangan dan atas segala kesalahan yang mungkin masih
terdapat dalam diktat ini.
Diktat ini tidak menjelaskan seluruh bidang elektronika dan tidak ditulis untuk meng-
gantikan textbook yang sudah ada, tetapi diktat ini mau mendukung para mahasiswa
untuk mendapatkan suatu fondasi dasar dalam pengertian mengenai elektronika
sehingga mereka bisa mengerti dan memanfaatkan buku-buku dalam bidang ini dengan
mudah.
Setelah dalam diktat untuk kuliah elektronika dasarI hal yang paling dasar dari bidang
elektronika telah dibicarakan, dalam diktat ini beberapa pokok lanjutan disajikan, yaitu
Op-Amp baik mengenai dasar mengenai Op-Amp ideal maupun beberapa pokok
lanjutan mengenai sifat-sifat dari Op-Amp yang terdapat di pasaran, juga ada satu pasal
mengenai FET dan rangkaian FET, beberapa ajaran mengenai catu daya dan pada akhir
kuliah terdapat dua pasal mengenai umpan balik, satu tentang umpan balik negatif dan
satu tentang umpan balik positif dan osilasi serta rangkaian osilator.
Semoga diktat ini bermanfaat bagi semua mahasiswa di jurusan fisika sehingga proses
belajar mengajar semakin lancar dan setiap mahasiswa semakin mengerti mengenai
bidang elektronika dan pemakaiannya dalam segala kebutuhan.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................ i
ii
Elektronika Dasar II Daftar Isi iii
3.4. MIS-FET...............................................................................................39
3.5. Jenis-jenis FET yang ada ......................................................................41
6. Osilasi............................................................................................ 63
6.1. Rangkaian dengan umpan balik positif ................................................63
6.2. Contoh rangkaian..................................................................................65
6.2.1. Osilator Meissner ....................................................................65
6.2.2. Osilator LC ..............................................................................66
6.2.3. Regulasi Amplitudo pada Osilator LC ....................................67
6.2.4. Osilator Jembatan Wien ..........................................................68
6.3. Osilasi yang Tidak Dikehendaki pada Penguat ....................................69
6.3.1. Umpan Balik Melalui Kapasitansi Liar...................................69
6.3.2. Umpan Balik Melalui Induktivitas Liar ..................................71
6.3.3. Umpan Balik Melalui Sambungan GND dan
Sambungan Sumber ................................................................71
Satu Op-Amp merupakan suatu penguat diferensial dengan penguatan yang tak
berhingga. Satu penguat diferensial adalah suatu penguat yang mempunyai dua masukan
dan voltase pada keluaran tergantung dari perbedaan potensial antara kedua masukannya.
Berarti terdapat persamaan sbb.:
Voutput = (Vinput 1 - Vinput 2)·A (1.1)
Karena penguatan A dari Op-Amp tak berhingga, maka terdapat persamaan untuk Op-
Amp:
Voutput = (Vinput 1 - Vinput 2) · (1.2)
1
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 2
Berarti ketika input tak membalik (Vin+) lebih besar daripada input membalik (Vin–),
voltase output sebesar Vmax dan ketika input tak membalik lebih kecil daripada input
membalik, voltase input sebesar Vmin. Output bisa memiliki voltase yang lain hanya
ketika voltase pada kedua input Op-Amp sama besar. Satu Op-Amp memerlukan voltase
supply supaya bisa bekerja. Biasanya diperlukan supply positif dan supply negatif. Pada
banyak pemakaian standar, supply positif sebesar +15V dan supply negatif -15V, tetapi
voltase supply untuk kebanyakan Op-Amp tidak harus sebesar itu. Besarnya voltase
supply yang bisa dipakai dalam suatu Op-Amp tertentu bisa dilihat dari buku data Op-
Amp. Voltase output maksimal sedikit dibawah supply positif dan voltase minimal pada
keluaran Op-Amp sedikit diatas supply negatif.
Lambang untuk Op-Amp yang dipakai dalam skema
rangkaian diperlihatkan dalam gambar 1.2.. VCC+
Sifat-sifat yang lain dari Op-Amp ideal adalah sebagai +
berikut:
-
• Tidak ada arus yang masuk atau keluar dari ma- VCC-
sukannya, berarti resistivitas masukan Ri = .
Gambar 1.2.: Lambang untuk
• Resistivitas keluaran sebesar Rout = 0. Op-Amp dengan kedua ma-
sukan di sebelah kiri dan ke-
• penguatan OP-AMP tak berhingga. luaran di sebelah kanan.
VCC+ dan VCC- adalah sam-
• Tegangan keluaran hanya tergantung dari selisih
voltase pada masukan dan tidak tergantung dari bungan untuk supply positif
potensial bersama pada kedua masukannya. dan negatif.
Karena tidak ada arus yang mengalir pada input inverting, maka arus dalam resistor Ri
sama dengan arus yang mengalir dalam resistor Rf, yaitu arus yang mengalir dari D ke C:
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 3
(1.4)
in
output dari Op-Amp. Voltase output dari Op-Amp terdapat dari persamaan (1.1) sbb.:
Voutput (Vinput 1 - Vinput 2 )·A Vout V V A
in (1.9)
C A B A
(1.9) menunjukkan sifat Op-Amp dan dari persamaan itu jelas terlihat bahwa ketika B
tambah besar, C tambah kecil. Tetapi dari hukum Ohm pada Ri dan Rf yang dihitung
dalam (1.8) terlihat bahwa ketika C tambah kecil, B tambah kecil juga. Maka disini
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 4
terdapat satu rantai sebab-akibat yang melingkar dan yang mengurangi perubahan asli.
Kita telah belajar bahwa sifat seperti ini disebut umpan balik (feedback) negatif. Karena
dalam Op-Amp ideal penguatan A tak berhingga, maka pengaruh dari perubahan B
kepada keluaran C tak berhingga sehingga melalui umpan balik negatif B tidak akan
berubah, tetapi akan stabil. Karena C selalu akan memiliki besar nilai terbatas dalam
rangkaian yang berfungsi dengan baik, maka A B selalu nol, berarti kedua input
dari Op-Amp akan memiliki potensial yang sama.
Hal ini bisa juga dimengerti sbb.: Kalau seandainya B tidak sama dengan A, misalnya
B lebih tinggi daripada A, maka potensial pada keluaran Op-Amp akan langsung
menjadi negatif tak berhingga (lihat (1.9) dengan A yang tak berhingga). Melalui resistor
Rf keluaran Op-Amp berhubungan dengan masukan membalik sehingga potensial pada
masukan membalik ikut turun (lihat (1.8)). Potensial masukan membalik tidak akan turun
lebih rendah daripada A, karena dengan potensial masukan membalik lebih rendah
daripada A, keluaran akan naik tak berhingga (lihat (1.9)) menghasilkan potensial
masukan membalik ikut naik melalui Rf (lihat (1.8)). Jadi hanya dengan potensial pada
masukan membalik yang sama dengan potensial pada masukan tak membalik akan
terdapat situasi stabil. Jadi selalu B = A.
Hal ini dilihat juga dengan memasukkan persamaan (1.9) ke dalam persamaan (1.8).
Sebelumnya bentuk dari (1.8) diubah menjadi:
Rf Ri
B D C B K1 D K 2 C (1.10)
Ri R f Ri R f
Di mana:
K1, K2 : Dua konstanta yang lebih besar dari nol dan lebih kecil dari 1
Jadi potensial pada input inverting akan menjadi sama dengan potensial pada input non
inverting. Kalau input inverting tersambung dengan GND (bumi), maka input non-
inverting akan memiliki potensial GND (bumi) juga. Sifat ini disebut dengan prinsip
bumi semu atau potensial semu. Prinsip potensial semu dan bumi semu secara umum
bisa dinyatakan sbb.:
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 5
Kalau Op-Amp dirangkai dengan umpan balik negatif, maka potensial pada input
inverting akan selalu sama dengan potensial pada input non-inverting. Situasi sepertinya
sambungan pada input inverting berhubungan langsung dengan input non-inverting,
tetapi tidak tersambung dengan benar, berarti potensial memang sama, tetapi tidak akan
ada arus dari sambungan pada input non-inverting ke sambungan pada input inverting.
Kalau input non-inverting tersambung dengan GND (bumi) terdapat bumi semu pada
input inverting. Istilah bumi semu ini untuk menyatakan bahwa antara dua input OP-
AMP potensialnya sama, walaupun input inverting tidak tersambung secara langsung ke
ground. Potensial pada (-) selalu nol (ground) tetapi tidak ada arus yang keluar atau
masuk pada titik B.
Dalam rangkaian gambar 1.3. masukan tak membalik tersambung dengan GND dan
terdapat umpan balik negatif melalui Rf, maka prinsip bumi semu berlaku disitu dan
B = 0. Dengan B = 0, dari rumus (1.8) dapat diperoleh potensial di C:
Rf Ri
B 0 0 D C
Ri R f Ri R f
Rf
Ri R f Rf
C D D (1.14)
Ri Ri
Ri R f
Rf
C D
Ri
Dengan langsung memakai prinsip bumi semu, persamaan (1.14) bisa didapatkan lebih
mudah. Karena pada input Op-Amp tidak ada arus, maka kedua resistor Rf dan Ri
merupakan rangkaian seri di mana arus dalam kedua resistor sama, maka perbandingan
voltase pada kedua resistor sama dengan perbandingan resistivitas, berarti:
Vf Rf
(1.15)
Vi Ri
Karena potensial di B sama dengan nol, maka Vi sama dengan -D dan Vf sama dengan
C. Maka:
C Rf Rf
C D (1.16)
D Ri Ri
Hasil (1.16) dan (1.14) adalah hubungan antara masukan dan keluaran dari rangkaian
penguat membalik seperti diperlihatkan dalam skema rangkaian gambar 1.3.. Dilihat
bahwa hubungan antara keluaran dan masukan hanya tergantung dari besarnya
resistivitas kedua resistor yang dipakai dalam rangkaian tersebut dan dengan ini
penguatan dari rangkaian ini akan benar-benar linear.
Prinsip bumi semu selalu berlaku kalau ada umpan balik negatif dalam rangkaian Op–
Amp. Prinsip bumi semu bukan hanya berlaku ketika input non-inverting sama dengan
bumi, tetapi juga berlaku kalau input non-inverting memiliki potensial yang lain,
misalnya terdapat potensial in+ pada input non-inverting. Kalau ada umpan balik
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 6
negatif, maka potensial pada input inverting akan ikut potensial pada input non-inverting
dan menjadi sebesar in+. Sifat ini juga disebut sebagai prinsip potensial semu.
Dari hasil (1.19) dilihat bahwa pada rangkaian ini voltase keluaran Vout sebanding dengan
diferensial waktu dari masukan Vin. Jadi dalam rangkaian ini voltase input didiferensiasi.
Rangkaian diferensiasi seperti ini telah dibicarakan dengan rangkaian tapis lolos tinggi
yang terdiri dari rangkaian seri resistor dan kondensator dalam pasal mengenai filter.
Tetapi pada rangkaian tapis lolos tinggi pendekatan diferensiasi hanya untuk amplitude
yang kecil. Pada rangkaian Op-Amp ini diferensiasi berfungsi sampai amplitude menjadi
sebesar keluaran maksimal dari Op-Amp.
Dalam rangkaian gambar 1.6. ini juga Gambar 1.6.: Rangkaian integrator
berlaku prinsip bumi semu, maka nilai
negatif dari voltase input sama dengan voltase pada resistor dan voltase output sama
dengan voltase pada kondensator. Arus dalam resistor IR sama dengan arus IC dalam
kondensator. Maka dengan (1.20) terdapat:
1
Vout I d t
C 1 V 1
Vout in d t Vout
Vin C Ri
Vin d t (1.21)
I C Ri
Ri
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 8
Jadi voltase output dari rangkaian ini sebanding dengan integral waktu dari voltase input-
nya. Rangkaian integrasi seperti ini telah dibicarakan dengan rangkaian tapis lolos rendah
yang terdiri dari rangkaian seri resistor dan kondensator dalam pasal mengenai filter.
Tetapi pada rangkaian tapis lolos rendah pendekatan integrasi hanya untuk amplitude
yang kecil. Pada rangkaian ini integrasi berfungsi sampai amplitude menjadi sebesar
keluaran maksimal dari Op-Amp.
In n
Rn n Rf
Vout Vini
… i 1
Ri
In 2
R2 Rf Rf
In 1 In
- Out - Out
R1 Ri
+ +
Dua contoh lain untuk rangkaian penghitung dengan Op-Amp diperlihatkan dalam
gambar 1... Fungsi dari rangkaian-rangkaian ini bisa dimengerti dengan mudah dari
prinsip bumi semu dan bahwa tidak ada arus pada input Op-Amp seperti rangkaian-
rangkaian di atas.
maksimal positif (biasanya sekitar 15 V). Tetapi output berhubungan dengan input non-
inverting melalui resistor Rf. Potensial pada B tergantung potensial pada C dan potensial
pada D sesuai dengan (1.8). Dari rumus itu, kalau tegangan output naik, potensial pada B
ikut naik. Padahal tadi tegangan di B sudah lebih tinggi daripada tegangan di A yang
menyebabkan tegangan di C naik.
Supaya potensial di B di bawah nol dan output bisa turun lagi, maka potensial di D harus
turun cukup jauh. Tinggi potensial di D yang akan menyebabkan tegangan di B menjadi
nol bisa dihitung dari (1.8). Dengan B = 0, (1.8) menghasilkan:
Ri
Rf Ri Ri R f R
0 D C D C C i (1.22)
Ri R f Ri R f Rf Rf
Ri R f
Hasil yang sama didapatkan dengan memakai perbandingan voltase yang sama besar
dengan perbandingan resistivitas pada rangkaian seri.
Mengenai perubahan dari voltase output terhadap voltase input terdapat suatu histeresis
seperti sifat magnetik dari besi. Gambaran sifat output terhadap perubahan input bisa
dilihat dalam gambar 1.9..
Elektronika Dasar II 1. Dasar mengenai Penguat Operasional (Operational Amplifier) 10
Jadi disini terdapat umpan balik dari keluaran ke masukan dengan sifat sbb.: Ketika
masukan naik, maka keluaran naik dan membuat masukan semakin naik. Jadi gangguan
yang ada akan dikuatkan oleh umpan balik ini. Umpan balik seperti ini disebut umpan
balik (feedback) positif.
2. Penguat Operasional (Lanjutan)
Di mana:
Vout : Voltase pada keluaran Op-Amp
Vpos : Voltase pada masukan non inverting (tak membalik)
Vneg : Voltase pada masukan inverting (membalik)
V pos Vneg : Perubahan dari
perbedaan antara Voltase Vout
pada kedua masukan Op-
Amp.
Vout
Besar AD biasanya dalam orde ≈105.
V+ -V-
Tetapi ada juga tipe khusus dengan
penguatan AD sampai 107. Dalam buku Vin
Voff
data penguatan ini biasanya disebut
sebagai large signal voltage gain
(penguatan voltase sinyal besar) dan Gambar 2.1.: Hubungan antara voltase
dinyatakan dalam satuan V . Misalnya keluaran dan perbedaan voltase masukan
mV
untuk Op-Amp LM301 terdapat large pada Op-Amp real.
11
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 12
Pada Op-Amp real biasanya terdapat hubungan antara voltase output dan perbedaan
voltase input kira-kira seperti dalam gambar 2.1. Dalam gambar tersebut keterbatasan pe-
Vout
nguatan AD nampak sebagai kemiringan grafik V . Dalam gambar ini juga voltase
in
offset yang akan dibicarakan dua pasal berikut kelihatan.
Kalau selisih dari kedua masukan berubah atau potensial bersama berubah akan terdapat
perubahan keluaran baik dari penguatan diferensial maupun dari penguatan bersama
sesuai dengan persamaan (2.1) dan (2.2). Kedua perubahan keluaran akan berjumlah
sehingga terdapat perubahan voltase keluaran total sbb.:
Vout AD Vdiff AC Vin bersama (2.4)
Kalau voltase masukan bersama berubah dan voltase keluaran tidak boleh berubah, maka
voltase masukan diferensial harus berubah juga. Dengan perubahan voltase keluaran nol
terdapat dari (2.4):
V
G AD in bersama (2.5)
AC Vdiff
Dari (2.5) dapat dilihat berapa besar perubahan selisih voltase input yang dibutuhkan
untuk menghilangkan perubahan voltase keluaran yang timbul oleh perubahan potensial
V
pada kedua masukan bersama. Misalnya penguatan diferensial sebesar AD = 160 mV ,
160 000
CMRR sebesar G = 100 000, berarti penguatan bersama sebesar AC 1.6 .
100 000
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 13
Voltase pada kedua masukan berubah bersama-sama dari 0V menjadi 8V, berarti
perubahan voltase bersama Vin bersama sebesar 8V. Sebagai akibat dari perubahan voltase
bersama ini terdapat perubahan voltase keluaran sebesar Vout 1.6 8 V 12.8 V .
Tetapi dengan memberikan perubahan dari selisih voltase masukan Vdiff yang hanya
sekecil
Vin bersama 8V
Vdiff 0.08 mV
G 100000
voltase keluaran bisa tetap konstan. Karena pada kebanyakan rangkaian Op-Amp voltase
keluaran terdapat dengan rangkaian umpan balik negatif dengan faktor umpan balik yang
kuat, maka perubahan dari voltase masukan akan menentukan sifat rangkaian, berarti
CMRR, bukan penguatan bersama. Satu contoh mengenai pengaruh dari penguatan
bersama dijelaskan dalam pasal “2.2.3. Pengaruh penguatan bersama dan penguatan
diferensial yang terbatas dalam penguat tak membalik”.
CMRR biasanya dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Disini satuan dB menunjukkan
perbandingan antara voltase1, maka perbandingan dalam satuan dB, |G|*, adalah
duapuluh kali logaritmus dari perbandingan voltase:
|A | | Vin bersama |
| G | * 20 dB log G 20 dB log D 20 dB log (2.6)
| AC | | Vdiff |
Vout konst
1 Kalau satuan dB dipakai dengan daya, faktor bukan lagi duapuluh, melainkan sepuluh.
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 14
Pada masing-masing input Op-Amp terdapat satu sumber arus, dalam skema rangkaian
gambar 2.3. digambar sebagai IB- dan IB+. Arah arus bisa keluar atau masuk ke dalam
Op-Amp. Berdasarkan besar dari kedua arus itu terdefinisi input bias current (arus bias
masukan) IB sebagai rata-rata dari kedua arus itu dan input offset current (arus offset
masukan) Ioffset sebagai selisih antara kedua arus tersebut:
IB 1 I
2
B I
B
; I offset I
B
I
B
(2.7)
Arus bias IB biasanya sebesar 5pA…100nA. Arus offset Ioffset biasanya sebesar
1pA…100nA.
Selain terdapat resistivitas output juga terdapat suatu pembatasan arus pada keluaran Op-
Amp untuk melindungi Op-Amp dari penyerapan daya yang terlalu besar. Op-Amp
biasanya bisa dipakai hanya dengan arus keluaran maksimal sebesar beberapa mA. Kalau
arus yang lebih besar dibutuhkan pada keluaran rangkaian, Op-Amp perlu dilengkapi
dengan rangkaian tambahan pada keluaran untuk menguatkan arus dari Op-Amp.
Rangkaian tambahan tersebut dibicarakan dalam pasal “2.2.1. Keterbatasan arus keluaran
dan cara mengatasinya”.
Kecepatan perubahan dari voltase keluaran terbatas juga. Berarti voltase keluaran bisa
hanya berubah sebesar voltase tertentu dalam waktu tertentu. Kecepatan perubahan
V
maksimal disebut slew rate. Besar dari slew rate biasanya beberapa ratus millivolt
t
sampai beberapa puluh volt per det. Terdapat juga Op-Amp yang dirancang khusus
untuk kecepatan tinggi dan mempunyai slew rate sampai beberapa ratus volt per det.
VCC+
Rf
In
Out
Ri
VCC-
Gambar 2.4.: Arus output dari Op-Amp diperbesar dengan pengikut emitor.
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 16
VCC+
Rf
In T1
– Out
Ri
+
T2
VCC–
Gambar 2.5.: Rangkaian push-pull untuk menguatkan arus keluaran dari Op-Amp.
resistor emitor kecil, maka arus dalam resistor tersebut akan selalu besar, bahkan kalau
terdapat arus besar yang keluar dari keluaran rangkaian. Arus yang mengalir dalam
resistor emitor dalam situasi ini disediakan melalui transistor, maka arus dalam transistor
dan daya yang diserap dalam transistor menjadi besar. Sebab itu rangkaian ini hanya baik
kalau tidak perlu ada arus (besar) yang masuk ke dalam keluaran rangkaian.
Umpan balik tidak disambungkan dari keluaran Op-Amp, tetapi dari keluaran rangkaian.
Dengan cara ini penguatan transistor yang tidak linear tidak akan mempengaruhi
penguatan dari rangkaian secara keseluruhan. Penguatan keseluruhan tanpa umpan balik
tetap sangat besar sehingga penguatan dari rangkaian ini hanya ditentukan oleh
perbandingan resistor dalam rangkaian umpan balik.
Rangkaian dalam gambar 2.5. bisa menyediakan arus keluar dan bisa menyerap arus dari
VCC+
Rf
In T1
– Out
Ri
+
T2
VCC–
Gambar 2.6.: Rangkaian push-pull dengan dioda-dioda pada basis untuk mengatasi selisih
potensial basis antara kedua transistor.
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 17
keluaran rangkaian. Kalau arus mengalir keluar dari rangkaian, transistor T1 (transistor
npn) akan buka dan menyediakan arus tersebut dan kalau arus mengalir ke dalam dari
rangkaian, transistor T1 (transistor pnp) akan buka dan menyerapkan arus tersebut.
Transistor yang sedang tidak dipakai selalu tutup sehingga tidak ada arus dalam transistor
itu. Rangkaian ini terdiri dari dua rangkaian pengikut emitor, satu untuk arus positif dan
satu untuk arus negatif. Rangkaian ini disebut rangkaian “push-pull”, atau bisa juga
disebut sebagai rangkaian “dorong-tarik”. Kekurangan rangkaian ini adalah kalau ada
perubahan voltase keluaran yang cepat ketika T1 harus tutup dan T2 harus buka. Supaya
ada arus keluar dari T1, potensial basis harus 0.7V di atas potensial keluaran dan supaya
T2 buka, potensial basis harus 0.7V di bawah potensial keluaran. Berarti untuk
mengalihkan tugas dari T1 ke T2 (atau terbalik) voltase keluaran Op-Amp harus berubah
sebesar 1.4V. Perubahan ini membutuhkan waktu yang ditentukan oleh slew rate dari Op-
Amp. Kalau frekuensi sinyal besar, waktu ini membuat distorsi sinyal ketika keluaran
lewat nol. Kekurangan ini bisa diatasi dengan rangkaian seperti dalam gambar 2.6..
Dalam rangkaian tersebut masing-masing satu dioda antara keluaran Op-Amp dan basis
transistor menghasilkan selisih voltase 0.7V sehingga voltase keluaran Op-Amp tidak
perlu berubah lagi untuk mengalihkan tugas dari T1 ke T2. Disini perlu diperhatikan
bahwa arus dari resistor basis harus cukup besar untuk arus basis dari masing-masing
transistor.
Arus dalam kedua resistor Ri dan Rf tetap sama sehingga perbandingan voltase pada
kedua resistor tersebut dan perbandingan resistivitas tetap sama. Hubungan antara besar
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 18
voltase selisih Vs dan voltase keluaran Vout sesuai dengan persamaan (2.1). Maka
terdapat:
Vin Vs R 1 1
i Vin Vout Vout Vout
Vout Vs R f AD AD
0
Vout Ri Rf
Vs
AD
R Ri Ri
Vin i Vout (2.9)
R f Ri AD R f AD
V R f AD
A out
Vin Ri AD R f Ri
Kalau (2.9) dihitung dengan pendekatan bahwa AD tak berhingga, maka terdapat
penguatan dari penguat tak membalik dengan Op-Amp ideal. Sebagai contoh, digunakan
Op-Amp dengan AD = 105 dan resistivitas dari kedua resistor sebesar Rf = 1M,
Ri = 10k. Maka besar penguatan A = 99.899. Sedangkan perhitungan dengan
menggunakan sifat Op-Amp ideal terdapat penguatan sebesar Aideal = 100. Jadi selisih
antara Op-Amp ideal dan Op-Amp real dengan penguatan diferensial sebesar 105 dalam
rangkaian ini hanya sebesar 0.1%. Kesalahan ini tergantung dari besar penguatan yang
diatur oleh kedua resistor dan dari besar penguatan diferensial dari Op-Amp.
Dalam skema rangkaian seperti dalam gambar 2.7. prinsip bumi semu hanya berlaku
untuk Op-Amp ideal dan bukan lagi untuk Op-Amp real. Maka akan ada voltase pada
kedua masukan Op-Amp. Dalam contoh rangkaian ini akan didapatkan arus dalam
resistor Ri sebesar:
Vin Voffset
I (2.11)
Ri
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 19
Karena tetap tidak ada arus pada masukan Op-Amp, maka arus pada resistor Rf akan
sama dengan arus dalam Ri, maka terdapat voltase keluaran sebesar:
Vout VR f Voffset I R f Voffset Vin Voffset
Rf
Ri
Voffset
(2.12)
Rf Rf
Vout Vin 1 Voffset
Ri Ri
Dari (2.12) dapat dilihat hubungan antara voltase keluaran dengan voltase masukan
hampir sama dengan situasi tanpa voltase offset, hanya sebagai akibat dari voltase offset
terdapat satu tambahan voltase konstan pada keluaran, berarti terdapat tambahan voltase
DC pada keluaran. Tambahan itu mempunyai dua bagian, yaitu bagian pertama adalah
voltase offset yang dikuatkan dengan penguatan yang sama besar seperti penguatan dari
voltase masuk. Bagian ini ada karena voltase masuk dikurangi oleh voltase offset. Bagian
kedua adalah voltase offset yang dijumlahkan pada voltase keluaran. Bagian kedua
biasanya tidak begitu mengganggu karena voltase keluaran dari penguat biasanya jauh
lebih besar daripada voltase offset. Berapa jauh bagian pertama mengganggu hasil
penguatan tergantung dari besar voltase masuk dibandingkan dengan besar voltase offset.
Kalau sinyal yang dikuatkan merupakan voltase AC dan besar dari potensial DC pada
sinyal tidak penting, voltase offset sama sekali tidak akan mengganggu, karena gangguan
dari voltase offset ini merupakan satu voltase DC yang konstan, berarti tidak
mempengaruhi besarnya voltase AC. Tetapi kalau penguat dipakai untuk menguatkan
sinyal DC, maka voltase offset mempengaruhi hasil keluaran.
Ri – Out
In Iin–
+
Gambar 2.8.: Pengaruh dari arus masukan Op-Amp kepada sifat rangkaian penguat
membalik.
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 20
Kalau ada voltase pada masukan, maka terdapat arus dalam Ri sama dengan tidak ada
arus dari masukan Op-Amp. Arus dalam Rf terdapat dari arus dalam Ri ditambah dengan
arus dari masukan Op-Amp. Maka terdapat voltase keluaran sebesar:
I R f I Ri I in
Vin Rf
Vin Vout R f R I in Vin R R f I in (2.14)
I Ri i i
Ri
Berarti terdapat voltase keluaran seperti dengan Op-Amp ideal ditambah dengan voltase
tambahan yang sama dengan yang telah dihitung dalam (2.13). Voltase ini merupakan
voltase DC dan tidak akan mempengaruhi kalau penguat ini dipakai sebagai penguat AC.
Arus yang mengalir dari masukan Op-Amp didapatkan dari arus bias dan arus offset
sesuai dengan definisi dari arus bias dan arus offset dalam persamaan (2.7):
1 1
I in I B I offset atau I in I B I offset (2.15)
2 2
Persamaan dalam (2.15) yang berlaku tidak diketahui karena arah dari arus offset tidak
diketahui dan tidak selalu sama, tetapi berbeda pada setiap Op-Amp. Untuk mengetahui
situasi dalam sebuah Op-Amp tertentu, arus pada masukan perlu diukur.
Karena arus dari masukan Op-Amp kecil, voltase tambahan ini biasanya bisa diabaikan,
kecuali dengan resisitivitas umpan balik Rf yang sangat besar dan kalau rangkaian
membutuhkan ketelitian yang tinggi.
Dalam (2.16) terdapat tanda sebelum Iin- karena arus bisa keluar dari masukan Op-Amp
atau masuk ke dalam masukan Op-Amp. Kalau terdapat voltase offset, maka voltase
antara kedua masukan Op-Amp bukan nol, tetapi sebesar voltase offset. Maka voltase
pada input harus ditambahkan / dikurangi dengan voltase offset sehingga terdapat voltase
VC Vin, Voff pada kondensator sebesar:
VC Vin ,Voff
1
R C
Vin Voffset d t (2.17)
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 21
VC dari Iin–
V=0
Rsumber Ri – Out
In Iin– Rbeban
+
Gambar 2.9.: Rangkaian Integrator dengan arus pada input menimbulkan perubahan
voltase pada kondensator yang sebanding dengan besar arus tersebut.
Dalam (2.17) terdapat tanda sebelum Voffset karena arah dari voltase offset bisa ke atas
atau ke bawah. Voltase kondensator yang timbul dari arus input dan voltase kondensator
yang timbul dari input serta voltase offset akan berjumlah sehingga dari (2.16) dan (2.17)
terdapat voltase kondensator keseluruhan VC sebesar:
VC
1
R C 1
Vin Voffset d t I in d t
C
(2.18)
1 1
VC Vin Voffset I in d t
C R
Voltase keluaran dari rangkaian ini sebesar Vout VC Voffset , dimana voltase offset
biasanya kecil dibandingkan dengan voltase kondensator. Berarti besar voltase offset
hanya mempengaruhi karena akan ikut diintegrasikan sehingga dalam jangka waktu lama
bisa menimbulkan voltase pada kondensator yang besar. Kalau integrator mau dipakai
untuk frekuensi yang kecil, berarti untuk mengintegrasikan dalam jangka waktu yang
lama, maka pengaruh voltase offset dan arus pada masukan bisa menjadi sangat
mengganggu dan diperlukan rangkaian tambahan untuk mengurangi atau menghilangkan
efek gangguan ini.
Dengan definisi ini dan dari skema rangkaian gambar 2.10. maka didapatkan:
Vt t Vout
Vout Vin AD Vin AC Vout Vin t Vout AD Vin AC
Vin Vin Vt
Vout Vin AD t Vout AD Vin AC (2.20)
1 t AD Vout Vin AD AC
A AC AD 1
A D 1
1 t AD 1 t AD CMRR
Dari (2.20) dapat dilihat hubungan antara voltase masukan dan voltase keluaran kalau
terdapat penguatan yang terbatas dan juga terdapat penguatan bersama AC. Terlihat
bahwa pengaruh dari AC tidak tergantung besar AC sendiri tetapi tergantung dari besar
dari common mode rejection ratio CMRR. Kalau faktor tAD dan CMRR besar dibanding
1, maka terdapat penguatan sebesar:
1 R R2
A 1 (2.21)
t R2
Penguatan ini sama besar dengan perhitungan ketika Op-Amp mempunyai sifat ideal.
CMRR biasanya jauh lebih besar daripada 1 dan dalam kebanyakan situasi bisa
diabaikan. Faktor tAD sering juga jauh lebih besar daripada 1 karena penguatan
diferensial Op-Amp AD yang besar sekali. (Contoh: AD = 100 000, t = 0.001, berarti
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 23
V+
Sakelar Integrator Schmitt
analog membalik Trigger
V-
terdapat penguatan sebesar 1 000, masih terdapat tAD = 100. Dengan CMRR = 104
terdapat A = 990.198, berarti kesalahan yang timbul sebesar 1%.)
Silahkan menghitung sendiri pengaruh voltase offset dan arus pada masukan dengan
memakai prinsip seperti dalam pasal di atas.
Prinsip kerja dari generator fungsi ini seperti dilihat dalam gambar 2.11.. sakelar analog
memilih voltase input yang diteruskan kepada integrator. Ketika sinyal pada masukan
dari sakelar (dalam gambar 2.11. atas) positif, maka voltase masukan positif V+
diteruskan dan diintegrasikan pada integrator. Karena voltase masuk pada integrator
konstan, maka integrator membalik menghasilkan satu fungsi linear yang turun dengan
kecepatan konstan, di mana kecepatan turun dari voltase keluaran tergantung dari
konstanta-konstanta integrator dan besar dari voltase masukan.
Vout integrator K1 Vin integrator d t K1 Vin integrator t Vout awal (2.22)
Sinyal keluaran yang dihasilkan seperti garis tebal pada awalnya sebelah kiri dalam
gambar 2.12..
Ketika voltase keluaran dari integrator membalik mencapai besaran switch negatif, Vsw-,
dari rangkaian Schmitt Trigger, maka keluaran dari Schmitt trigger berbalik dari keluaran
positif menjadi besar keluaran negatifnya. Keluaran dari rangkaian Schmitt Trigger
merupakan keluaran persegi yang tadi memiliki nilai positif dan sekarang baralih
memilih nilai negatif. Keluaran Schmitt Trigger ini juga menentukan posisi dari sakelar
analog sehingga sakelar analog pula beralih, tidak lagi memilih voltase positif, tetapi
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 24
Dari (2.22) terdapat hubungan antara perubahan voltase keluaran integrator Vout integrator
dan selang waktu t:
| Vout integrator | | Vout integrator |
K1 Vin integrator t (2.23)
t | K1 Vin integrator |
Selama voltase segitiga turun terdapat voltase input pada integrator sebesar |Vin+|. Voltase
segitiga turun mulai dari voltase switch positif, Vsw+, sampai voltase switch negatif, Vsw–,
berarti terdapat perubahan voltase keluaran integrator, Vout integrator, sebesar
Vsw Vsw . Maka terdapat selang waktu T1 untuk voltase turun sebesar:
Vsw Vsw
T1 (2.24)
K1 Vin
Selama voltase segitiga naik terdapat voltase input pada integrator sebesar |Vin-| dan
perubahan voltase keluaran integrator, Vout integrator, sama dengan tadi sebesar
Vsw Vsw . Maka terdapat selang waktu T2 untuk voltase naik sebesar:
V Vsw
T2 sw (2.25)
K1 Vin
Elektronika Dasar II 2. Penguat Operasional (Lanjutan) 25
Dari (2.26) terdapat frekuensi ketika voltase input simetris, berarti Vin+ = |Vin–| = Vin:
K1
f
2 Vsw Vsw
Vin (2.27)
Dari (2.27) dilihat bahwa frekuensi berbanding lurus dengan voltase masuk dari
rangkaian. Faktor pengalihan ditentukan oleh konstanta K1 dari integrator dan voltase-
voltase switch.
Dalam rangkaian tersebut integrator dibentuk dengan Op-Amp OA1, resistor R1 dan
kondensator C. Pada rangkaian integrator ini terdapat hubungan antara voltase masukan
dan voltase keluaran seperti dibicarakan dalam pasal “Dasar mengenai Penguat
Operasional (Operational Amplifier)”:
1
C R1
Vout Vin d t (2.28)
1
Jadi konstanta K1 dari atas sebesar: K1 . (2.29)
R1 C
Schmitt Trigger didapatkan dari Op-Amp OA2 dan kedua resistor R2 dan R3. Rangkaian
Schmitt Trigger seperti ini juga telah dibicarakan dalam pasal “Dasar mengenai Penguat
Operasional (Operational Amplifier)”. Disitu terdapat voltase switch sebesar:
V+ R1 C R2 R3
T1
- +
OA1 OA2
+ - Vout persegi
T2
R4 Vout segitiga
V-
R
Vsw / 3 Vout / (2.30)
R2
Dimana
Vout–/+ : voltase keluaran Op-Amp maksimal negatif atau positif.
Sakelar analog dalam rangkaian ini dibentuk oleh transistor T1, T2 dan resistor R4.
Ketika keluaran dari Schmitt Trigger (keluaran dari OA2) tinggi, transistor T2 tutup dan
T1 buka sehingga masukan integrator tersambung dengan masukan V+ yang positif.
Ketika keluaran dari Schmitt Trigger (keluaran dari OA2) rendah, transistor T1 tutup dan
T2 buka sehingga masukan integrator tersambung dengan masukan V– yang negatif.
Resistivitas dari resistor R4 dipilih dengan besar resistivitas sedemikian hingga arus yang
mengalir dalam resistor ini lebih besar daripada arus yang mengalir dalam masukan
integrator. Berarti ketika keluaran Schmitt Trigger positif ada arus yang masuk ke dalam
basis T1 dan arus basis itu lebih besar daripada arus yang keluar dari emitor. Dalam
situasi ini voltase pada basis akan lebih besar daripada voltase pada kolektor sehingga
sambungan pn antara basis dan kolektor dibias maju dan ada arus yang mengalir dari
basis ke kolektor dan dari situ masuk ke dalam sumber voltase yang tersambung dengan
masukan V+. Jadi sumber voltase itu harus mempunyai kemampuan untuk menyerap
arus. Situasi dengan transistor T2 dan masukan V- sama ketika keluaran Schmitt Trigger
negatif, hanya arus dan voltase terbalik.
Kalau frekuensi yang diatur dengan generator fungsi ini besar, maka ada sifat tak ideal
dari Op-Amp yang mempengaruhi hasil fungsi yang didapatkan. Keluaran dari Op-Amp
OA2 seharusnya langsung berubah dari keluaran voltase positif menjadi negatif ketika
masukan sudah mencapai voltase switch sehingga masukan integrator langsung berubah.
Tetapi voltase keluaran dari Op-Amp berubah dengan kecepatan yang terbatas sesuai
dengan slew rate-nya. Sebab itu persegi mempunyai sisi yang miring. Karena fungsi
persegi berubah dalam waktu yang terbatas, maka perubahan voltase masukan dari
integrator juga tidak terjadi seketika. Maka perubahan kemiringan keluaran integrator
dari garis naik menjadi garis turun memerlukan waktu sehingga ujung atas dan ujung
bawah dari fungsi segitiga tidak tajam, tetapi membelok membentuk kurva. Karena
adanya waktu pengalihan ini, waktu periode menjadi lebih besar daripada waktu yang
dihitung dalam (2.24) dan (2.25). Kalau waktu periode dari fungsi yang dibentuk besar
dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan Op-Amp OA2 untuk berubah dari keluaran
positif ke negatif dan terbalik, maka sifat tidak ideal ini bisa diabaikan. Kalau waktu
periode yang mau didapatkan mendekati waktu pengalihan tersebut, maka perlu Op-Amp
dengan slew rate yang lebih besar.
3. Field Effect Transistors / Transistor
Efek Medan
Supaya tidak ada arus yang mengalir pada sambungan pengendali, maka sambungan
tersebut harus diisolasi terhadap saluran arus. Terdapat tiga jenis isolasi, yaitu isolasi oleh
sambungan pn yang dibias balik, isolasi oleh isolator (paling sering oksida logam) dan
isolasi oleh sambungan logam – semikonduktor yang dibias balik2. Sebab itu terdapat
tiga jenis FET yang umumnya dipakai, yaitu: JFET, MOSFET, dan MeSFET. Dalam
JFET (Junction FET) terdapat isolasi oleh sambungan pn (junction) dan dalam MOSFET
(Metal-Oxide-Semiconductor FET) terdapat isolasi oleh oksida logam. Sedangkan dalam
MeSFET (Metal-Semiconductor FET) terdapat isolasi oleh sambungan semikonduktor
logam.
Pertama akan dibicarakan JFET yang mana sambungan pengendali terisolasi dari saluran
arus dengan memakai sambungan pn yang dibias balik.
2 Sambungan antara logam dan semikonduktor memiliki sifat yang mirip dengan sambungan pn. Dengan
sambungan tersebut terdapat juga sejenis dioda, yaitu dioda Schottky.
27
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 28
sesuai dengan bertambahnya voltase gate-source, maka lebar dari saluran n akan
berkurang sehingga resisitivitas saluran n bertambah besar.
Jadi sifat FET terdapat sbb.: Ketika voltase drain-source kecil dan voltase gate-source
kecil juga, belum terjadi pinch-off sehingga sifat FET ditentukan oleh saluran n dengan
bentuk geometris tertentu. Karena bentuk geometris dari saluran n tetap, maka terdapat
resistivitas tetap antara drain dan source. Hal ini berarti arus ID yang mengalir ke dalam
drain sebanding dengan voltase VDS antara drain dan source. Ketika voltase drain-source
atau voltase gate-source bertambah dan terjadi pinch-off, arus ID dari drain ke source
akan hampir konstan terhadap perubahan voltase drain-source VDS. Tetapi hanya akan
tergantung dari besar voltase VGS antara source dan gate, di mana gate harus negatif
terhadap source.
ID/mA
10 -VGS =0V
8 0.5V
6 VT
1.0V
4
1.5V
2
2.0V
2.5V
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 VDS/V
saturasi pada FET mulai pada voltase VDS yang lebih tinggi daripada voltase VCE pada
transistor bipolar yang mana daerah aktif transistor tercapai. Voltase di mana daerah
saturasi mulai disebut sebagai “threshold voltage” VT. Besar dari “threshold voltage” VT
tergantung dari voltase VGS antara gate dan source. Threshold voltage ini merupakan
voltase di mana pinch off mulai terjadi. Ketika |VGS| semakin besar, VT semakin kecil.
Terdapat hubungan sbb.:
VT VGS V p | V p | | VGS | (3.1)
di mana
Vp : Voltase pinch-off, yaitu voltase gate-source di mana arus drain menjadi
nol (kecuali adanya arus bocor yang kecil).
Besar dari voltase antara gate dan source menentukan besar ID/mA
arus drain dalam daerah saturasi. Kalau voltase VGS dari
gate ke source semakin kecil, berarti harga mutlaknya IDsat
semakin besar, arus drain akan berkurang sampai arus drain 10
menjadi nol pada satu nilai VGS yang disebut sebagai voltase
pinch-off. Mengapa terjadi seperti ini sudah jelas dari 8
penjelasan mengenai fungsi dari JFET. VDS
6
bertambah
Dalam daerah saturasi arus drain ID tergantung dari voltase
VGS antara gate dan source, di mana pada VGS = 0 terdapat 4
arus drain yang maksimal, IDsat (arus drain saturasi atau
arus drain saturasi). Ketika harga mutlak dari voltase VGS Vp 2
antara gate dan source bertambah besar, arus drain akan VGS/V
berkurang. Terdapat hubungan antara ID dan VGS sbb.:
2
-3 -2 -1 0
V
I D I Dsat 1 GS (3.2) Gambar 3.5.: Hubungan
Vp
antara arus drain dan
voltase gate-source.
Hubungan antara ID dan VGS ini seperti diperlihatkan dalam
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 31
ID
(mA)
12
0V
10
8 -VGS = 0,5V
6 1V
1,5V
4
2V
2 2,5V
0
VGS(V) 5 4 3 2 1 0 2 4 6 8 10 VDS(V) 15
Gambar 3.6.: Sebelah kanan grafik output dari sebuah contoh transistor FET, dan sebelah
kiri hubungan antara arus drain dan voltase gate-source dari transistor tersebut. Garis
penuh merupakan sifat yang biasanya dimiliki oleh transistor ini dan garis putus-putus
menunjukkan batas toleransi.
gambar 3.5.. Grafik hubungan antara ID dan VGS disebut sebagai lengkung
transkonduktansi. Dari persamaan (3.2) kelihatan ID menjadi nol ketika VGS = Vp. Tetapi
hal ini hanya merupakan suatu pendekatan. Arus drain tidak akan menjadi nol persis,
tetapi persamaan ini berlaku untuk arus drain yang agak besar saja. Kalau nilai dari Vp
yang berlaku dalam persamaan (3.2) mau ditentukan dari hasil pengukuran, maka ID
terhadap VGS perlu diukur dan I D digambar terhadap VGS. Untuk I D terdapat
hubungan linear dengan VGS seperti dilihat dari (3.2):
2
V
I D 1 VGS I D I D Dsat VGS I D
I
I D I Dsat 1 GS
Vp
Vp sat Vp sat
(3.3)
Kemudian Vp didapatkan dari interpolasi bagian linear dalam grafik tersebut sampai ke
nilai arus ID = 0.
Dalam gambar 3.6. diperlihatkan grafik dari data sebuah JFET sebagai contoh. Batas-
batas toleransi untuk arus drain terhadap voltase gate-source pada FET ini diperlihatkan
oleh garis putus-putus dalam bagian kiri grafik tersebut.
Dari penjelasan di atas bisa dilihat bahwa fungsi dari FET mirip dengan fungsi transistor
bipolar. Pada transistor bipolar arus kolektor dikendalikan oleh voltase basis-emitor,
sedang pada FET arus drain dikendalikan oleh voltase gate-source. Karena grafik output
miring, maka cara memakai FET juga mirip dengan cara memakai transistor bipolar.
Sebab itu besaran yang dipakai untuk transistor bipolar juga dipakai untuk FET.
Transkonduktivitas untuk FET disebut gm dan terdefinisi sbb.:
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 32
d ID
gm (3.4)
dVGs
Besar dari transkonduktivitas ini didapatkan dari definisi dalam (3.4) dan hubungan
antara arus drain dengan voltase gate-source dalam (3.2):
d ID V 1
gm 2 I D sat 1 GS
d VGS V V p
p
2 I D sat 2 I D sat VGS V
VGS V p
2 I D sat 2 I D sat
I D sat GS 1 (3.6)
Vp Vp2 Vp2 |V p | |V p |
ID
2
gm I D sat I D
|V p |
Sebagai contoh transkonduktivitas atau kemiringan dari FET dihitung untuk arus drain
sebesar ID = 5mA dengan transistor yang memiliki arus drain maksimal sebesar
IDsat = 10mA dan voltase pinch-off sebesar Vp = 5V. Dari (3.6) terdapat:
mA
g m 2.83
V
Dari contoh ini dilihat bahwa besar transkonduktivitas atau kemiringan jauh lebih besar
untuk transistor bipolar daripada FET. Sebab itu penguatan dari penguat memakai
transistor bipolar menjadi jauh lebih besar daripada penguatan dalam rangkaian penguat
FET.
Dari rDS hubungan antara arus drain dan voltase drain-source dilihat:
1
d ID dVDS (3.8)
rDS
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 33
| V p | 1
Besar rDS didapatkan: rDS
gm 2 I D ID
sat
Di mana merupakan penguatan maksimal dari FET dan terdefinisi dengan cara yang
sama dengan penguatan maksimal pada transistor bipolar. Besarnya untuk FET
sebesar:
= 50…300
Berarti nilai untuk FET jauh lebih kecil daripada nilai untuk transistor bipolar.
Dari (3.5) dan (3.8) terdapat perubahan arus drain secara keseluruhan:
1
d I D g m dVGS dVDS (3.9)
rDS
vout i D RD
i D g m vGS g m vin
vout g m RD vin (3.10)
vout A g m RD
A
vin
Fungsi kondensator CS yang dirangkai paralel dengan resistor source sama dengan
kondensator CE dalam rangkaian emitor dengan transistor bipolar, yaitu supaya arus AC
tersambung langsung dengan GND dan resistor source berfungsi hanya untuk voltase DC
yang mengatur titik kerja.
Karena toleransi untuk arus drain saturasi IDsat, berarti arus drain maksimal, dan untuk
voltase pinch-off pada FET besar, maka rancangan rangkaian dipersulit. Kalau garis
lengkungan transkonduktansi (hubungan antara ID dan VGS) bergeser sejauh sampai garis
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 36
putus-putus dalam gambar 3.6., maka arus drain akan berubah jauh. Dalam gambar 3.11.
satu contoh untuk lengkungan transkonduktansi minimum dan maksimum digambar
bersama dengan hubungan antara arus dan voltase pada resistor source. Hubungan antara
arus dan voltase pada resistor source selanjutnya disebutkan sebagai garis resistor source.
Garis resistor source ini terdapat dari hukum Ohm dan hukum-hukum Kirchhoff sbb.:
VGS VRS
VGS I D Rs (3.14)
V R S I D Rs
+30V
+VCC
RD 20k 8,2k
R1
+22,4V
+10V
RG 10M
+10V
+9,3V
R2 RE 10k 10k
Gambar 3.13.: Pengaturan titik kerja pada rangkaian penguat dengan memakai sumber arus
konstan sebagai pengganti resistor source. Sebelah kiri secara umum, sebelah kanan satu
contoh.
Pada perpotongan antara garis resistor source dan lengkungan transkonduktansi terdapat
titik kerja. Kalau lengkung transkonduktansi berbeda-beda untuk FET yang lain, maka
arus drain menjadi berbeda dan besar voltase output DC akan berbeda juga. Supaya
perubahan ini berkurang perlu mencari konstruksi sehingga garis resistor source lebih
mendatar sehingga perubahan arus drain lebih kecil ketika lengkungan transkonduktansi
berbeda. Dengan resistivitas yang lebih besar garis resistor menjadi lebih mendatar, tetapi
arus drain lebih kecil juga. Untuk mendapatkan garis mendatar pada arus yang cukup
besar perlu sumber arus sebagai resistor source sehingga resistivitas diferensial besar dan
terdapat besar arus tertentu. “Garis resistor source” dari sumber arus kira-kira seperti
dalam gambar 3.12.. Dengan memakai sumber arus konstan sebagai resistor source,
voltase gate-source berubah sehingga arus drain tetap sama kalau lengkung transkonduk-
tansi FET lain. Rangkaian dengan sumber arus konstan sebagai pengganti resistor source
seperti dalam gambar 3.13.. Satu cara lain untuk mendapatkan garis resistor source yang
lebih mendatar dengan arus drain yang sama terdapat dengan memakai voltase negatif
pada resistor source atau dengan mengatur besar potensial gate yang lebih tinggi dari
GND. Dengan cara ini resistivitas dari resistor source menjadi lebih besar. Tetapi dengan
mengatur potensial gate lebih tinggi akan mengurangi daerah kerja pada voltase keluaran
AC.
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 37
D G S Isolator D G S Isolator
n+ p+ n n+ n+ n n+
p– p–
Gambar 3.16.: FET saluran n sebagai JFET planar sebelah kiri. MeSFET dalam bentuk
planar sebelah kanan.
3 Dalam gambar konsentrasi rendah ditunjukkan dengan tanda “-“ di sebelah kanan atas dari huruf yang
menunjukkan jenis doping. Jadi semikonduktor p tersebut dinyatakan dengan simbol p -. Konsentrasi
tinggi ditunjukkan dengan tanda “+” pada posisi yang sama. Berarti semikonduktor p dengan
konsentrasi tinggi ditunjukkan dengan simbol p+.
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 39
VDS
D S G
VGS
Isolasi Si-O2
saluran n G
n+ n+
D S
Bahan dasar Si-p
Bahan dasar
Gambar 3.17.: Bangun MOSFET dalam bentuk planar (datar) dan lambang MOSFET
dalam skema rangkaian.
3.4. MIS-FET
Dalam MOS-FET terdapat satu saluran semikonduktor seperti pada JFET, tetapi tidak ada
sambungan pn. Sambungan gate terisolasi dari saluran muatan oleh satu isolator, sebab
itu FET ini disebut sebagai Metal Isolator Semiconductor FET (MISFET). Sering satu
oksida dipakai sebagai isolator sehingga terdapat Metal Oxide Semiconductor FET
(MOSFET). Dalam contoh gambar 3.17. sebelah kiri diperlihatkan MOSFET saluran n.
Sambungan gate dan sambungan drain dibentuk dengan bahan semikonduktor n+ seperti
pada JFET. Saluran n terisolasi dari bahan dasar semikonduktor p dengan sambungan pn
yang dibias balik. Kontak logam pada gate dan saluran n dengan isolasi di antaranya
membentuk satu kondensator. Kalau pada gate terdapat voltase negatif terhadap source,
maka pada logam terdapat muatan negatif dan pada saluran n yang merupakan sisi kedua
dari kondensator, timbul muatan positif. Muatan positif ini didapatkan dari berkurangnya
jumlah elektron sehingga ada lebih banyak muatan positif dari inti-inti. Dekat dengan
isolasi akan terdapat daerah yang mana semua elektron bebas hilang. Dalam saluran n ini
elektron merupakan muatan bebas yang bisa membawa arus. Dengan berkurangnya atau
hilangnya elektron maka terdapat daerah dengan lebih sedikit atau bahkan tanpa muatan
dekat dengan logam sambungan gate. Sebab itu arus akan berkurang. Kalau voltase
tersebut tambah besar, maka daerah tanpa muatan semakin besar dan saluran n yang bisa
membawa arus semakin sempit sehingga arus yang mengalir semakin berkurang. Kalau
voltase gate-source cukup besar, maka muatan bebas dalam seluruh saluran n hilang
sehingga terjadi “pinch-off” seperti yang terdapat pada JFET. Jadi fungsi dari MOSFET
hampir sama dengan fungsi dari JFET. Tetapi kalau MOSFET diberi voltase positif dari
gate ke source, tetap tidak timbul arus pada sambungan gate. Dengan voltase positif
antara gate dan source terdapat muatan positif pada sisi logam dari kondensator gate dan
muatan negatif pada sisi saluran n. Berarti jumlah muatan dalam saluran n bertambah dan
arus yang mengalir antara drain dan source bisa menjadi lebih besar. Karena MOSFET
bisa dipakai dengan voltase positif, maka grafik arus drain terhadap voltase gate-source
tidak berhenti pada voltase nol, tetapi diteruskan ke daerah voltase positif.
Elektronika Dasar II 3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan 40
Semua penjelasan dalam pasal ini diberikan untuk MOSFET saluran n. Semua penjelasan
sama untuk MOSFET saluran p, hanya positif dan negatif terbalik.
Seluruhnya terdapat berbagai jenis FET seperti diperlihatkan dalam tabel pada pasal
berikut ini.
D D D D D D
G G B B B B
G G G G
S S S S S S
ID ID ID
ID ID ID
VDS VDS VDS
3.5. Jenis-jenis FET yang ada
ID ID ID ID
ID VP ID VP 2VP VP
IDsat IDsat IDsat VGS
VGS VGS
VGS IDsat
VP VGS IDsat VP VGS IDsat VP 2VP
Penguat diskrit Penguat diskrit Penguat diskrit Penguat diskrit Penguat diskrit Penguat diskrit
IC analog IC analog frekuensi tinggi frekuensi tinggi untuk daya besar untuk daya besar
IC digital IC digital IC digital IC digital
3. Field Effect Transistors / Transistor Efek Medan
41
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 42
Terdapat dua jenis power supply / sumber daya (atau bisa juga disebut sebagai catu daya)
yang memenuhi keperluan tersebut, yaitu sumber daya dengan regulasi linear (linear
regulated power supply) dan sumber daya dengan regulasi switching (switching regulated
supply). Dalam pasal ini akan dibicarakan tentang sumber daya dengan regulasi linear.
Sumber daya pada prinsipnya terdiri dari empat bagian: Trafo, penyearah, Kondensator
sebagai tapis lolos rendah dan regulasi elektronik. Trafo berfungsi untuk mentrans-
formasikan voltase AC dari 220V menjadi lebih kecil sehingga bisa dikelola oleh
rangkaian regulasi linear. Penyearah yang terdiri dari dioda-dioda mengubahkan voltase
bolak-balik menjadi voltase searah, tetapi voltase hasil dari penyearahan itu masih
kurang konstan, artinya masih mengalami perubahan periodik yang besar. Sebab itu
diperlukan kondensator sehingga voltase tersebut cukup rata untuk diregulasi oleh
rangkaian regulasi yang bisa menghasilkan voltase DC yang baik dan konstan. Dalam
pasal-pasal berikut fungsi dari bagian-bagian ini akan dijelaskan.
4.2. Trafo
Sebuah trafo pada dasarnya terdiri dari dua kumparan yang digulung di atas satu kern
(bahan besi) yang dimiliki secara bersama-sama. Kumparan pertama disebut kumparan
primer dan kumparan kedua disebut kumparan sekunder. Perbandingan jumlah lilitan
antara dua kumparan menentukan perbandingan voltase antara kedua kumparan tersebut.
Jumlah lilitan, tebal, bahan kawat lilitan, serta besar, bentuk dan bahan kern menentukan
sifat trafo ketika trafo dibebani, yaitu ketika ada arus yang keluar dari kumparan
sekunder. Sifat dari trafo adalah berapa banyak arus bisa keluar tanpa trafo menjadi
terlalu panas dan berapa besar resistivitas keluarannya. Karena setiap trafo memiliki
resistivitas keluaran, maka kalau ada arus yang mengalir keluar dari kumparan sekunder,
maka voltase akan berkurang. (Sifat ini dapat digambarkan dengan rangkaian ekuivalen
Thévenin atau Norton.)
Jadi sifat listrik pada trafo ditentukan oleh voltase keluaran tanpa beban, resistivitas
output dan arus maksimal.
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 43
Kalau kondensator penghalus Cp tidak dipasang, maka dioda akan dibias maju ketika
voltase positif trafo di atas dan voltase negatif di bawah sehingga akan ada arus dari
dioda melalui beban kembali ke trafo. Ketika voltase negatif trafo di atas dan voltase
positif di bawah, maka dioda dibias balik dan tidak ada arus yang mengalir. Kalau voltase
pada output diukur, maka akan terdapat hubungan voltase terhadap waktu seperti
diperlihatkan dalam gambar 4.2.b.. Dalam grafik tersebut voltase keluaran ini digambar
bersama dengan voltase trafo dalam grafik a.. Grafik b. ini berada pada voltase yang
0.7V lebih rendah daripada grafik a. yang menunjukkan voltase pada kumparan sekunder.
Selisih ini diperoleh dari voltase pada dioda. Kalau kondensator penghalus dipasang,
maka ketika voltase positif trafo di atas, kondensator akan diisi oleh arus yang mengalir
dari trafo lewat dioda dan kondensator. Memang sebagian arus dari trafo akan lewat
beban juga, tetapi biasanya bagian yang lewat kondensator lebih besar. Ketika voltase
pada kondensator lebih besar daripada voltase positif trafo, maka dioda dibias balik
(dioda dalam keadaan tutup) sehingga tidak ada arus dari trafo. Dalam situasi ini, arus
mengalir dari kondensator melalui beban sehingga muatan pada kondensator semakin
berkurang dan voltase pada kondensator turun. Kecepatan penurunan voltase pada
kondensator tergantung dari besar kapasitansi kondensator dan besar arus yang mengalir
dalam beban. Apabila kapasitansi besar,
maka voltase turun pelan, karena terdapat
banyak muatan per voltase. Kalau arus Vrpp
dalam beban besar, maka voltase turun V a.
cepat, karena banyak muatan per waktu V0
c.
yang keluar dari kondensator. Bentuk dari b. b. b.
voltase pada keluaran seperti
diperlihatkan dalam gambar 4.2.c.. t
voltage peak to peak atau voltase riak dari puncak ke puncak, Vrpp. Yang ditandai dengan
V0 dalam gambar adalah voltase DC yang didapatkan bila kapasitansi kondensator tak
berhingga. Kalau kapasitansi kondensator tak berhingga, maka kondensator memang diisi
dengan muatan ketika voltase trafo lebih besar daripada V0 dan dikosongkan ketika
voltase trafo lebih kecil. Tetapi perubahan muatan itu tidak akan menghasilkan perubahan
voltase. V0 hanya tergantung dari voltase keluaran trafo tanpa beban dan dari resistivitas
dalam pada trafo serta besar resistivitas beban.
Kalau rangkaian ini tidak dibebani, maka tidak ada arus yang keluar, tetapi kondensator
diisi dari trafo sampai voltase pada kondensator menjadi sebesar voltase puncak dari
trafo dikurangi voltase pada dioda. Berarti voltase maksimal yang didapatkan pada
kondensator sebesar
Vtpuncak = Vt eff· 2 . (4.1)
Rumus untuk menghitung besar voltase pada kondensator tersebut terdapat dalam buku-
buku elektronika, misalnya Tietze Schenk, Electronic circuits, design and application.
Kekurangan besar dari penyearah setengah gelombang adalah, bahwa selang waktu
antara pengisian-pengisian kondensator lama. Karena waktu untuk pengosongan
kondensator lama, maka voltase pada kondensator turun jauh, kecuali arus keluar sangat
kecil atau kapasitansi kondensator sangat besar. Solusi yang lebih efektif adalah dengan
memakai jembatan dioda / penyearah gelombang penuh.
Ketika voltase positif trafo di atas, maka dioda D1 dan D4 dibias balik atau dalam
keadaan tutup dan dioda D3 dan D2 akan dibias maju atau dalam keadaan buka. Dalam
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 45
situasi ini arus mengalir dari trafo melalui dioda D3 ke kondensator dan keluar melalui
beban, kemudian kembali ke trafo melalui dioda D2. Berarti keluaran yang ditandai
dengan “+” merupakan sambungan positif dari sumber daya ini. Ketika voltase pada trafo
sudah membalik dan menjadi negatif di atas, maka dioda D2 dan D3 akan dibias balik
atau dalam keadaan tutup, dioda D1 dan D4 dibias maju atau dalam keadaan buka, maka
arus mengalir dari trafo melalui dioda D4 ke kondensator dan keluar melalui beban,
kemudian kembali ke trafo melalui dioda D1. Berarti keluaran yang ditandai dengan “+”
juga dalam situasi ini tetap merupakan sambungan positif dari sumber daya ini.
Jadi secara keseluruhan, rangkaian ini merupakan rangkaian penyearah bersama dengan
kondensator sebagai tapis penghalus, secara singkat biasa disebut sebagai filter rectifier
atau tapis penyearah.
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 46
Regulasi voltase berfungsi dengan satu voltase referensi dan satu penguat diferensial.
+ +
Vout
-Vout
Voltase dari filter rectifier yang belum teregulasi dipakai sebagai sumber voltase dari
penguat diferensial. Rangkaian yang menyediakan voltase referensi biasanya memakai
juga voltase sumber dari filter rectifier sebagai sumber daya.
Kalau voltase sumber dari filter rectifier berubah, berarti terdapat VSupply, maka sifat
penguat dan voltase referensi yang biasanya juga terdapat dari sumber yang sama akan
berubah sehingga voltase keluaran ikut berubah. Kalau regulator baik, perubahan voltase
keluaran akan kecil walaupun voltase sumber berubah jauh. Perbandingan antara
perubahan voltase sumber dengan perubahan voltase keluaran disebut line regulation
atau regulasi sumber. Besaran regulasi sumber ini menunjukkan, berapa baik riak dari
sumber dihilangkan (diregulasikan) oleh regulator. Definisinya dalam bentuk rumus sbb.:
VSupply
regulasi sumber / line regulation (4.2)
Vout
Kalau line regulation lebih besar, berarti perubahan pada keluaran rangkaian lebih kecil.
Besaran lain yang penting untuk catu daya adalah resistivitas output, yaitu berapa jauh
voltase keluaran berubah ketika arus keluaran berubah:
Vout
rout (4.3)
I out
Kalau resisitivitas keluaran kecil, maka voltase keluaran akan lebih konstan walaupun
arus keluaran berubah jauh.
Sifat rangkaian juga berubah kalau suhu komponen berubah, misalnya karena suhu
lingkungan berubah. Pengaruh dari suhu kepada voltase keluaran disebut koefisien suhu
dan terdefinisi sebagai perubahan voltase keluaran Vout per voltase keluaran Vout per
derajat perubahan suhu:.
Vout
Vout
koefisien suhu (4.4)
T
Supaya penguat bisa bekerja dengan benar, voltase keluaran tidak bisa menjadi sama
besar dengan voltase sumber, tetapi voltase sumber selalu harus lebih besar daripada
voltase keluaran. Selisih minimal antara voltase sumber dan voltase keluaran disebut
dropout voltage.
Selain data di atas yang menunjukkan, berapa bagus fungsi regulasi voltase juga terdapat
data batas kerja yang perlu diperhatikan supaya regulator tidak rusak.
Satu batas adalah penyerapan daya maksimal Pregulator maksimal. Daya yang harus diserap
oleh regulator adalah voltase pada regulator dikalikan arus pada regulator. Voltase pada
regulator adalah selisih antara voltase sumber dan voltase keluaran dan arus pada
regulator sama dengan arus keluaran, sehingga daya regulator sebesar:
Pregulator Vsupply Vout I out (4.5)
Selain batas daya, voltase pada regulator dan arus pada regulator masing-masing juga
mempunyai batas maksimal.
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 49
Tetapi baik voltase pada dioda Zener sebagai voltase referensi konstan maupun voltase
basis-emitor konstan merupakan satu pendekatan. Kalau voltase sumber pada regulator
ini berubah, maka voltase pada resistor berubah sehigga arus yang mengalir dalam
resistor dan dalam dioda Zener ikut berubah. Jadi voltase pada dioda Zener berubah
sesuai dengan resistivitas diferensial dari dioda Zener. Perubahan voltase referensi Vref
hampir6 sama dengan perubahan voltase keluaran akibat perubahan voltase sumber
VSupply. Maka besar line regulation terdapat dari rangkaian seri resistor dan dioda Zener:
VSupply R rz R
Vout Vref line regulation (4.6)
Vout rz rz
Besarnya line regulation dalam rangkaian ini antara 10 dan 100. Berarti voltase riak pada
keluaran sebesar 1% sampai 10% dari voltase riak pada masukan. Kalau R diperbesar,
arus dalam dioda Zener menjadi lebih kecil sehingga resistivitas diferensialnya rZ
menjadi lebih besar juga. Resistivitas diferensial dioda Zener kira-kira berbanding
terbalik dengan arus yang mengalir di dalamnya. Maka perubahan resistivitas dari
resistor R di depan dioda Zener hampir tidak mempengaruhi line regulation.
6 Memang ada perubahan voltase karena transistor mempunyai besar resistivitas rCE yang terbatas
antara kolektor dan emitor, tetapi perubahan ini jauh lebih kecil dibanding dengan perubahan voltase
referensi sehingga bisa diabaikan.
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 50
Di mana rb resistivitas diferensial pada basis, berarti resistivitas pengganti dari rangkaian
paralel dioda Zener dan resistor depan dioda Zener.
1
Contoh: Arus keluaran 200mA, R = 500, rZ = 10, hfe = 100. 0.25 ,
gf
rZ || R 500 || 10
0.098 0.1 ; maka terdapat resistivitas keluaran sebesar
h fe 100
rout = 0.35.
Dropout voltage dalam rangkaian ini ditentukan oleh voltase minimal yang dibutuhkan
oleh rangkaian resistor – dioda Zener supaya bisa berfungsi dengan baik dan
menghasilkan voltase referensi yang diinginkan. Voltase referensi saja sudah 0.7V diatas
voltase keluaran karena adanya voltase basis-emitor. Voltase masukan harus cukup jauh
diatas voltase referensi supaya arus dalam dioda Zener bisa stabil. Jadi dropout voltage
pada rangkaian ini sebesar beberapa volt.
Regulasi sederhana ini untuk banyak pemakaian tidak cukup baik karena line regulation
kurang baik dan juga resistivitas keluaran terlalu besar. Apabila arus keluaran kecil,
resistivitas keluaran akan bertambah besar lagi.
Kalau resistor R di depan dioda Zener diganti dengan rangkaian arus konstan, maka sifat
line regulation menjadi jauh lebih bagus. Karena rangkaian arus konstan bisa memiliki
resistivitas diferensial yang besar, maka dari (4.6) terdapat line regulation yang besar.
Transistor T pada keluaran Op-Amp dipakai supaya arus yang keluar dari rangkaian bisa
lebih besar daripada arus keluaran maksimal dari Op-Amp. Transistor T bisa merupakan
Transistor Darlington atau rangkaian Darlington sehingga arus yang didapatkan lebih
besar.
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 51
Op-Amp sendiri mempunyai penguatan voltase yang sangat besar sehingga selisih antara
voltase referensi dan voltase yang diumpan-balikkan pada resistor R2 menjadi sangat
kecil, lebih persis menjadi sebesar voltase offset dari Op-Amp. Jadi perubahan voltase
keluaran terjadi hanya kalau voltase offset dari Op-Amp berubah. Voltase offset dari Op-
Amp berubah kalau voltase sumber berubah. Perbandingan antara perubahan voltase
sumber terhadap perubahan voltase offset disebut power supply rejection ratio dan
biasanya sebesar 104. Maka dengan rangkaian ini line regulation menjadi sebesar
10 000.
Pada keluaran rangkaian ini terdapat pengikut emitor transistor T yang mempunyai
resistivitas keluaran yang kecil. Dan melalui umpan balik resistivitas keluaran dari
seluruh rangkaian dibagi lagi dengan faktor umpan balik. Faktor umpan balik dari
rangkaian ini besar karena penguatan voltase dari Op-Amp sangat besar. Sebab itu
resistivitas keluaran dari rangkaian ini sangat kecil.
Gangguan paling besar pada rangkaian ini disebabkan oleh voltase Zener dari dioda
Zener yang berubah terhadap suhu. Besar perubahan voltase Zener terhadap suhu
dinyatakan dengan koefisien suhu yang terdefinisi sbb.:
VZ
VZ
koefisien suhu (4.9)
T
Koefisien suhu dari dioda Zener besarnya sekitar 110–3/K, berarti kalau suhu berubah
sejauh 10 derajat, maka voltase berubah sebesar 1%. Pada voltase Zener sebesar 5…6V
koefisien suhu dioda Zener lebih kecil.
Dropout voltage tergantung berapa jauh keluaran Op-Amp bisa mendekati voltase
sumber dari Op-Amp. Selisih minimal antara voltase keluaran Op-Amp dan voltase
masukannya antara satu dan dua volt. Dropout voltage sebesar selisih minimal tersebut
ditambah dengan voltase basis-emitor dari transistor penguat arus. Arus maksimal dan
daya maksimal ditentukan oleh batas-batas kerja transistor T.
Rangkaian ini juga sering dipakai sebagai rangkaian voltase referensi untuk rangkaian re-
gulasi yang lain. Karena pada rangkaian voltase referensi biasanya tidak memerlukan
arus keluaran yang besar, maka transistor T tidak diperlukan, dan keluaran Op-Amp lang-
sung dipakai sebagai keluaran rangkaian.
yang melindungi IC dari arus atau daya yang terlalu tinggi. Terdapat pembatasan arus
yang mengurangi voltase keluaran kalau batas arus terlampaui. Besar dari batas arus ini
tergantung dari voltase pada IC sehingga arus maksimal lebih kecil kalau selisih voltase
antara Vin dan Vout lebih besar. Juga terdapat pengukuran suhu yang mengurangi arus
maksimal kalau suhu IC menjadi terlalu tinggi. Dengan rangkaian-rangkaian pengaman
ini IC terlindung dari kerusakan sebagai akibat beban yang terlalu besar.
Voltase referensi dari D2 masuk ke dalam penguat diferensial yang dibentuk oleh T3, T4,
R7 dan I2. Keluaran dari penguat diferensial tersambung dengan transistor daya T1 yang
dibuat sebagai transistor Darlington. Keluaran IC tersambung dengan pembagi tegangan
R2 dan R1 dan voltase pada R1 disambungkan dengan basis dari T4 sebagai masukan
membalik dari penguat diferensial. Berarti voltase pada R1 selalu dibandingkan dengan
voltase referensi dan kalau voltase keluaran terlalu tinggi, maka voltase pada R1 terlalu
tinggi juga sehingga keluaran berkurang.
R3 dirangkai dalam jalur arus keluar sehingga voltase pada R3 sebanding dengan arus
keluar. Kalau voltase pada R3 lebih besar dari 0.6V, maka voltase basis-emitor pada
transistor T2 akan lebih besar dari 0.6V dan transistor ini akan buka sehingga voltase
basis dari T1 berkurang dan voltase keluaran berkurang juga. Jadi dengan R3 dan T2
0.6 V
terdapat pembatasan arus yang membatasi arus keluaran sebesar I outmaks (pers.
R3
4.10). Dioda D1 adalah dioda Zener dan ketika selisih voltase antara emitor dan kolektor
dari T1 melebihi voltase Zener dari D1, maka ada arus yang melalui R5 dan R4. Ketika
ada arus dalam R4, maka terdapat voltase pada R4. R4 dirangkai seri dengan R3 antara
basis dan emitor dari T2, sehingga T2 akan buka ketika jumlah voltase pada R3 dan R4
menjadi lebih besar dari 0.6V. Dengan cara ini pembatas arus akan mulai berfungsi ketika
voltase pada R3 masih lebih kecil dari 0.6V, berarti batas arus untuk keluaran menjadi
lebih kecil ketika selisih voltase antara masukan dan keluaran IC sudah melebihi voltase
Zener dari D1. Semakin besar selisih voltase tersebut, semakin kecil besar dari batas
arus:
Elektronika Dasar II 4. Power Supply / Sumber Daya 53
0.6 V VR4
; VR4 Vin Vout VZ
R4
I outmaks
R3 R4 R5
Vin (4.11)
Vin Vout VZ I2 4
0.6 V R
I outmaks D1
R3 R3 R4 R5 T1
I1
Persamaan (4.11) baru benar
Ck R5 R4
kalau selisih voltase antara
input dan output sudah mele- T3 T4 T2
bihi voltase Zener. Kalau se- R3
lisih voltase tersebut lebih R2
kecil, maka (pers. 4.10) Vref D2
R7 Vout
berlaku.
R1
Dalam rangkaian ini terdapat
dropout voltage sebesar kira-
kira 2,5V, di mana voltase ini
terdapat dari voltase sebesar Gambar 4.11.: Prinsip rangkaian IC 78xx.
0,6V pada resistor R3,
voltase basis emitor pada T1 sebesar 1,6V, dan voltase minimal pada sumber arus I2
sebesar 0,3V.
- + Regulator
voltase positif Iout
Jembatan
Vout
diode
-Vout
Regulator
voltase negatif Iout
Gambar 4.13.: Catu daya untuk voltase positif dan voltase negatif.
Satu contoh untuk situasi ini adalah catu daya yang mempunyai keluaran voltase negatif
yang teregulasi bersama dengan keluaran voltase positif yang teregulasi. Rangkaian
untuk kebutuhan ini diperlihatkan dalam gambar 4.13.. Dalam situasi ini dibutuhkan
regulator khusus untuk voltase negatif di mana arus masuk ke dalam keluaran regulator.
T -V Contoh rangkaian
VSupply out regulasi untuk voltase
R R1 Vout
negatif terlihat dalam
gambar 4.15.. Prinsip
Z rangkaian seperti ini Vref R2
GND dipakai dalam IC seri
79xx. Ciri utama regu-
Gambar 4.14.: Rangkaian lator voltase negatif ada- Vin
regulasi sederhana untuk lah bahwa arus masuk
voltase negatif. ke dalam keluaran rang-
Gambar 4.15.: Rangkaian
kaian sehingga voltase
regulasi untuk voltase
keluarannya negatif terhadap GND. Rangkaian regu-
negatif seperti yang dipakai
lator sederhana dari gambar 4.8. bisa diubah menjadi
dalam IC 79xx.
regulator voltase negatif kalau transistor npn diganti
dengan transistor pnp dan dioda Zener dibalikkan
sehingga terdapat rangkaian seperti skema rangkaian dalam gambar 4.14..
5. Negative Feedback / Umpan balik
negatif
Berarti terdapat faktor penguatan A dari rangkaian penguat keseluruhan yang berbeda
dengan faktor penguatan V0 dari penguat asli, yaitu penguat tanpa umpan balik.
55
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 56
Dalam situasi ini faktor penguatan A dari rangkaian seluruhnya dengan umpan balik
(hampir) tergantung hanya dari besar umpan balik t, dan (hampir) tidak lagi tergantung
dari besar penguatan V0 dari penguat asli. Rangkaian umpan balik yang menentukan t
bisa dirangkai dengan menggunakan resistor saja, sehingga besar faktor redaman t bisa
diatur secara konstan dan stabil. Faktor t yang ditentukan oleh perbandingan resistivitas
tidak tergantung dari amplitudo sinyal seperti penguatan dari penguat transistor di mana
faktor penguatan tergantung dari kemiringan transistor, gf. Kemiringan transistor gf itu
berubah sesuai dengan amplitudo sinyal. Penguatan V0 dari penguat yang dirangkai
dengan menggunakan transistor selalu tergantung dari sifat transistor yang tidak linear
dan sebab itu menghasilkan distorsi pada sinyal yang diperkuat. Tetapi dengan memakai
umpan balik, besar dari V0 tidak lagi mempengaruhi besar penguatan, sehingga distorsi
yang ada dalam penguat asli (dalam V0) bisa hilang. Hal ini memang merupakan satu
pendekatan. Kalau rumus yang persis, yaitu (5.1) dan (5.2), dipakai, maka dilihat bahwa
masih tetap ada pengaruh dari besarnya faktor penguatan V0 dari penguat. Berapa besar
sifat dari penguat asli (ketidaklinieran atau ketergantungan suhu misalnya) masih
mempengaruhi hasil penguatan bisa dilihat pada perbandingan antara penguatan asli V0
dari penguat tanpa umpan balik dan penguatan A yang dihasilkan dengan memakai
umpan balik. Perbandingan ini disebut faktor umpan balik G:
V V0
G 0 1 V0 t V t (5.5)
A V0 0
Kalau V0 t 1
1 V0 t
Kalau G besar, maka sifat dari penguat asli semakin tidak mempengaruhi sifat penguatan
dengan umpan balik. Faktor G menunjukkan, berapa besar umpan balik mengurangi
faktor penguatan. Kalau dianggap bahwa penguatan semestinya sebesar penguatan Aideal
yang terdapat dari (5.3), maka dalam penguat seluruhnya terdapat perbedaan relatif
antara besar penguatan ideal itu dengan besar penguatan yang sebenarnya sebesar:
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 57
1 V0
Aideal A t 1 V0 t 1 1
(5.6)
Aideal 1 1 V0 t G
t
Kalau dalam rangkaian seluruhnya umpan balik dilepaskan, berarti rangkaian lingkaran
yang menghasilkan umpan balik dibukakan, maka tinggal penguat asli dengan penguatan
sebesar V0. Sebab itu V0 disebut juga “open loop amplification” atau “penguatan
lingkar terbuka”.
Penguatan lingkaran dari masukan penguat sampai ke voltase Vt yang dikembalikan pada
masukan sebesar V0t. Besar penguatan ini disebut “loop amplification” atau
“penguatan lingkar”.
Berarti penguatan ditentukan oleh resistivitas dari dua resistor. Resistivitas resistor bisa
diatur dengan mudah dan resistivitas resistor juga selalu konstan, sehingga dengan
menggunakan rangkaian ini penguatan bisa diatur dengan mudah dan teliti.
Bati tegangan simpal terbuka V0 didapatkan kalau penguatan dari penguat tanpa umpan
balik dihitung. Dalam rangkaian ini penguat tanpa umpan balik adalah penguat dengan
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 59
masukan sebagai voltase basis-emitor vBE, berarti vBE = vip, dan keluaran adalah voltase
pada resistor emitor vRE, atau vout. Maka penguatan dari penguat ini didapatkan sbb.:
v i R i R
V0 out E E C E g f RE 40 1 VR E (5.11)
vip vip v BE V
Dengan data ini besar dari faktor umpan balik G didapatkan sebesar:
G 1 V0 t V0 g f RE 40 1 VRE (5.12)
V
Misalnya terdapat voltase DC pada resistor emitor sebesar VRE = 10V, maka terdapat
penguatan simpal terbuka sebesar V0 = 400, dan juga faktor umpan balik sebesar
G = 400. Berarti faktor umpan balik menjadi besar sekali, sehingga penguatan dari
penguat ini sangat konstan. Besar penguatan 1 sesuai dengan besar umpan balik dalam
persamaan (5.10) dan dari besar penguatan dalam persamaan (5.3):
1
A 1 (5.13)
t
Impedansi masukan dari rangkaian seluruhnya terdapat dari voltase input dan arus input
pada rangkaian keseluruhan. Arus iin yang masuk ke dalam penguat asli sama dengan
arus yang masuk ke dalam rangkaian keseluruhan. Voltase pada masukan rangkaian
didapatkan sebagai jumlah dari voltase pada masukan penguat asli vip dan voltase umpan
balik vt. Maka terdapat resistivitas masukan dari rangkaian seluruhnya:
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 60
Berarti, dengan adanya umpan balik impedansi masukan dari rangkaian penguat asli akan
bertambah besar dengan faktor umpan balik G.
Untuk contoh pengikut emitor terdapat dari (5.15), (5.12) dan (5.11):
rin G rin, p G rBE g f RE RE (5.16)
gf
Dengan contoh data seperti dalam pasal “5.2. Penerapan Umpan Balik” dengan
VRE = 10V, dengan resistivitas dari resistor emitor sebesar 500 dan penguatan arus dari
transistor sebesar 100, maka terdapat resistivitas masukan sebesar:
rin G rin, p G rBE g f RE 100 500 50 kΩ
gf
Berarti dengan memakai umpan balik resistivitas masukan bisa menjadi besar sekali.
Pertama kita menentukan arus hubung singkat ihs yang didapatkan pada voltase input
sebesar vin. Ketika arus hubung singkat ihs mengalir, voltase output menjadi nol, maka
voltase umpan balik vt menjadi nol juga, maka voltase input pada penguat, vip, akan
menjadi sama dengan voltase input vin dari seluruh rangkaian:
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 61
Penguatan oleh penguat tanpa umpan balik, V0, voltase pada input dan (5.18) dipakai
untuk menghitung voltase output vout,0 yang terdapat pada sumber voltase dari rangkaian
ekuivalen Thévenin:
vout,0 vip V0 vin V0 (5.19)
Dengan vout,0 dan besar resistivitas output rout,p dari penguat tanpa umpan balik terdapat
arus hubung singkat sbb.:
vout ,0 V0 vin
ihs (5.20)
rout , p rout , p
Langkah kedua, voltase output tanpa beban, vout,tb, dihitung. vout,tb diperoleh dari voltase
input dikalikan dengan penguatan dari penguat keseluruhan. Pada situasi tanpa beban
voltase vout,tb sama dengan voltase dari sumber voltase vout,0 pada rangkaian ekuivalen
Thévenin.
V0
vout , tb A vin vin (5.21)
1 V0 t
Dengan (5.17), (5.20) dan (5.21) terdapat besar dari resistivitas output dari seluruh
rangkaian dengan umpan balik:
V0
v
vout , tb 1 V0 t in rout , p rout , p
rout (5.22)
ihs V0 vin 1 V0 t G
rout , p
Dari (5.22) terlihat bahwa dengan umpan balik, faktor umpan balik akan membuat
resistivitas output menjadi lebih kecil dibandingkan dengan situasi tanpa umpan balik.
Sebab itu resistivitas output dari rangkaian yang memakai umpan balik bisa menjadi
kecil sekali, khususnya kalau faktor umpan baliknya besar.
Dalam contoh pengikut emitor terdapat resistivitas output dari penguat tanpa umpan balik
kira-kira sebesar resistivitas dari resistor emitor7, RE. Maka dengan umpan balik, berarti
pada rangkaian pengikut emitor sebenarnya, terdapat resistivitas output sebesar:
rout , p RE 1 1
rout (5.23)
G g f RE g f 40 I C
1
V
Dalam contoh diatas dengan arus kolektor sebesar 20mA terdapat resistivitas output
sebesar:
7 Kalau voltase masukan dipasang antara basis dan emitor, maka voltase basis-emitor itu akan
menentukan arus. Situasi ini sama dengan situasi pada penguat common emitor biasa dan fungsi dari
resistor emitor akan sama dengan fungsi dari resistor kolektor pada penguat common emitor biasa.
Berarti resistivitas output diperoleh dari rangkaian paralel antara resistor emitor dengan resistivitas
kolektor-emitor. Karena resistivitas kolektor-emitor rCE biasanya jauh lebih besar daripada resistivitas
resistor emitor, maka rCE biasanya bisa diabaikan.
Elektronika Dasar II 5. Negative Feedback / Umpan balik negatif 62
1
rout 1.25 .
40 1 20 mA
V
Jadi rangkaian pengikut emitor seperti ini memiliki resistivitas output yang sangat kecil
bila dibandingkan dengan penguat common emitor. Karena rangkaian pengikut emitor
sekaligus memiliki resisitivitas masukan yang besar, maka rangkaian pengikut emitor
menghasilkan “impedance transformation”, atau transformasi impedansi. Kalau terdapat
satu sumber voltase dengan resistivitas keluaran yang besar dan terdapat satu beban
dengan resistivitas masukan yang kecil, maka antara sumber dan beban ini dibutuhkan
satu rangkaian yang memiliki resistivitas masukan yang besar dan resisitivitas keluaran
yang kecil. Resisitivitas masukan yang besar akan menyebabkan voltase penguat tidak
turun jauh karena adanya beban. Sedangkan resisitivitas keluaran yang kecil
menyebabkan arus yang dibutuhkan oleh beban beresistivitas kecil tidak mengurangi
voltase keluaran terlalu besar. Pengikut emitor adalah rangkaian yang cocok untuk
kebutuhan ini. Pengikut emitor tidak menguatkan voltase, tetapi mengubahkan
impedansi, berarti menguatkan arus.
6. Osilasi
Dari hasil perhitungan (6.1), vout pada ruas kiri dari persamaan bisa ditafsirkan sebagai
voltase keluaran yang dihasilkan setelah sinyal yang tadinya ada pada output
mengelilingi seluruh rangkaian, di mana vout yang ada dalam ruas kanan merupakan
voltase output yang tadinya sudah ada. Kalau vout yang baru sama dengan vout yang
lama, maka situasi akan stabil dan voltase keluaran akan konstan. Kalau voltase keluaran
yang baru lebih kecil daripada voltase keluaran yang lama, maka voltase keluaran akan
semakin kecil dan terbalik, kalau voltase keluaran yang baru lebih besar daripada voltase
keluaran yang lama, maka voltase keluaran akan bertambah besar sampai akan mencapai
batas kerja dari penguat sehingga penguatan akan berkurang. Kalau rangkaian seperti ini
dipakai sebagai osilator, maka tidak diberi sinyal masuk pada input, berarti pada masukan
penguat hanya terdapat sinyal dari jalur umpan balik sebesar vt. Dengan voltase masukan
sama dengan nol, (6.1) menjadi:
vout vout t V0 (6.2)
Di mana, sama dengan tadi, vout pada ruas kiri merupakan voltase keluaran yang
dihasilkan setelah sinyal yang tadinya ada pada keluaran telah mengelilingi seluruh
63
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 64
Kalau vout yang baru sama dengan vout yang Gambar 6.3.: Osilasi membesar
lama, maka situasi stabil dan vout akan
konstan. Berarti sinyal yang sudah ada akan berada terus menerus pada rangkaian ini dan
amplitudonya akan konstan. Supaya situasi ini terjadi, maka untuk penguatan V0 dan t
terdapat dari (6.2):
V0 t 1 (6.5)
Persamaan (6.5) disebut syarat osilasi dan menunjukkan kapan akan terjadi osilasi dalam
suatu rangkaian. Syarat osilasi ini sebenarnya terdiri dari dua bagian, satu bagian adalah
bagian amplitudo atau harga mutlak dari penguatan:
V0 t 1 (6.6)
Bagian kedua adalah syarat untuk fase. Perkalian menjadi satu kalau bagian imajiner
hilang atau dengan kata lain pergeseran fase menjadi 0 atau n2π, di mana n merupakan
satu bilangan bulat:
A B 0, 2 n (6.7)
Kalau syarat (6.5) terpenuhi dalam suatu rangkaian, maka suatu osilasi yang sudah ada,
akan berlangsung terus-menerus. Tetapi kalau belum ada osilasi, maka osilasi tidak akan
timbul dengan sendirinya. Supaya timbul osilasi, maka syarat (6.3) harus terpenuhi di
mana penguatan loop lebih besar dari satu. Kalau syarat (6.3) terpenuhi, maka untuk
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 65
memulai suatu osilasi cukup kalau ada fluktuasi voltase kecil (derau). Fluktuasi voltase
kecil (derau) seperti itu selalu ada dalam suatu sistem elektronik.
Jadi supaya terdapat osilasi yang stabil perlu penguatan loop V0 t yang lebih besar dari
satu pada awal ketika belum ada osilasi. Ketika osilasi sudah memiliki amplitudo yang
dikehendaki, maka penguatan harus otomatis berkurang dan menjadi 1. Kalau seandainya
amplitudo sudah terlalu besar, maka amplitudo perlu dikurangi. Hal ini terjadi kalau
penguatan loop lebih kecil dari satu. Jadi dalam sebuah osilator, penguatan tidak bisa
dibuat konstan tetapi harus dibuat supaya tergantung pada besar amplitudo osilasi. Kalau
amplitudo semakin besar, penguatan harus semakin kecil.
voltase pada kolektor dan voltase pada kumparan sekunder yang tersambung dengan
basis. Maka dalam situasi ini syarat fase untuk osilasi tidak terpenuhi dan osilasi tidak
bisa terjadi. Sebab itu rangkaian ini bisa berosilasi hanya dengan frekuensi resonansi dari
rangkaian LC. Osilasi memang terjadi apabila syarat fase maupun syarat amplitudo
terpenuhi.
Dioda Zener bersama dengan resistor R1 dan R2 dipakai untuk mengatur titik kerja
transistor. Dalam rangkaian ini penguatan dan pergeseran fase dalam penguat sendiri
tergantung frekuensi sedangkan besar dari umpan balik tidak tergantung frekuensi. Kalau
amplitudo bertambah besar dalam rangkaian ini, maka arus dalam rangkaian LC akan
bertambah besar dengan menghasilkan penambahan pemborosan daya dalam kumparan
trafo, maka perbandingan antara besar voltase pada kumparan sekunder dengan besar
voltase pada kumparan primer akan berkurang, berarti penguatan loop dari seluruh
rangkaian akan berkurang. Dengan cara ini penguatan menjadi lebih besar untuk
amplitudo kecil dan lebih kecil untuk amplitudo besar. Dengan mengatur perbandingan
antara voltase primer dan voltase sekunder dari trafo, penguatan bisa diatur sehingga
menjadi 1 pada amplitudo yang dikehendaki. Kalau voltase sekunder dari trafo terlalu
besar, maka penguatan loop akan terlalu besar sehingga menghasilkan amplitudo yang
melebihi batas amplitudo penguat. Maka akan terdapat pembatasan amplitudo oleh batas-
batas kerja penguat. Pembatasan amplitudo ini tidak linear dan sebab itu pembatasan ini
menghasilkan osilasi yang tidak memiliki bentuk kosinus yang benar.
6.2.2. Osilator LC
Dalam osilator LC seperti yang di- umpan balik
gambarkan dalam skema rangkaian
gambar 6.5. suatu penguat tak mem-
balik dengan Op-Amp dipakai
sebagai penguat. Resistivitas dari +
resistor R1 dan R2 menentukan R3
penguatan dari penguat ini. - L
Rangkaian seri dengan resistor R3 R1
dan rangkaian paralel dengan L dan Output C
C merupakan sistem umpan balik
yang tergantung frekuensi.
Rangkaian paralel kumparan dan
R2
kondensator bersama dengan V0(f) t(f)
resistor R3 merupakan satu tapis
lolos pita. Pada frekuensi resonansi
nilai mutlak dari impedansi rang-
Gambar 6.5.: Osilator LC
kaian LC menjadi besar dan perge-
seran fase antara arus dan voltase
menjadi nol sehingga pada frekuensi resonansi itu keluaran dari tapis lolos pita menjadi
besar dan pergeseran fase antara masukan tapis dan keluaran tapis menjadi nol.
Pergeseran fase antara arus dan voltase pada rangkaian paralel dari kondensator dan
kumparan berubah dari 180° pada frekuensi kecil sampai -180° pada frekuensi besar dan
menjadi 0° pada frekuensi resonansi. Pergeseran fase antara arus dan voltase pada
rangkaian paralel LC menimbulkan pergeseran fase antara voltase pada masukan tapis
lolos pita (voltase antara sisi kiri dari R3 dan GND) dan voltase pada keluaran rangkaian
tapis lolos pita (voltase yang dibalikkan ke masukan). Jadi syarat fase untuk terjadinya
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 67
Supaya osilasi memang terjadi pada frekuensi resonansi syarat amplitudo V0 t 1
harus terpenuhi juga. Pada frekuensi selain frekuensi resonansi harga mutlak dari
impedansi rangkaian LC berkurang sehingga keluaran (faktor t) dari tapis lolos pita
menjadi lebih kecil dan syarat amplitude juga tidak terpenuhi.
Supaya rangkaian ini bisa berfungsi dengan baik, maka penguatan perlu diatur dengan
seksama sehingga pada frekuensi resonansi penguatan loop menjadi 1. Tetapi ketika suhu
berubah, penguatan akan berubah juga. Dan kalau amplitudo kecil, penguatan harus lebih
besar dari satu. Sebab itu pengaturan ini tidak bisa dilakukan cukup teliti dan tetap. Jadi
untuk mengatur amplitudo dengan baik, maka diperlukan satu regulasi amplitudo.
Regulasi amplitudo bisa dilakukan dengan membuat resistivitas dari R1 atau R2 dengan
suatu komponen yang resistivitasnya tergantung dari amplitudo. Tetapi kalau suatu
komponen non-linear dipakai, fungsi keluaran akan mengalami distorsi dan tidak lagi
merupakan bentuk kosinus yang benar. Kalau memerlukan osilasi dengan bentuk kosinus
tanpa cacat (atau cacat yang kecil), maka pengaturan amplitudo bisa dibuat dengan
menggunakan transistor FET yang diatur oleh besar voltase amplitudo.
umpan balik
Output
+
R3
- L
R1 Z
C
D
R2'
Rp t(f)
V0(Vout) Cp
Detektor
puncak
Gambar 6.6.: Osilator LC dengan JFET untuk mengatur penguatan tergantung dari
amplitudo keluaran.
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 68
Salah satu cara untuk mengatur penguatan seperti dalam skema rangkaian gambar 6.6..
Disitu resistor R2 dari gambar 6.5. diganti dengan rangkaian seri resistor R2' dan JFET.
Gerbang dari JFET tersambung dengan detektor puncak yang terdiri dari dioda Zener Z,
dioda D, kondensator Cp dan resistor Rp. Dioda D akan tutup ketika voltase pada
keluaran rangkaian positif dan buka ketika voltase keluaran negatif. Dioda Zener Z akan
buka kalau voltase keluaran negatif dan harga mutlak voltase lebih besar daripada voltase
Zener. Jadi kalau voltase puncak negatif pada keluaran sebesar Vpuncak, maka voltase
puncak yang didapatkan pada kondensator akan sebesar |VC| = Vpuncak – Vzener – 0.6V
(0.6V dari voltase bias maju pada dioda). Maka kondensator Cp akan terisi dengan
voltase negatif sebesar voltase VC tersebut. Ketika amplitudo keluaran turun, muatan dari
kondensator Cp turun melalui resistor Rp sehingga voltase VC pada kondensator tetap
menunjukkan besar amplitudo keluaran. Voltase VC pada Cp negatif. Voltase negatif ini
tersambung dengan gerbang JFET. Disini JFET dipakai sebagai resistor dengan
resistivitas yang tergantung dari voltase gerbang-sumber, VGS. Supaya JFET memang
mempunyai sifat sebagai resistor, voltase pengosongan-sumbernya, VDS, harus kecil.
Sebab itu R2 tidak bisa diganti secara penuh oleh JFET, tetapi rangkaian seri dengan
JFET yang mempunyai resistivitas RJFET dan resistor R2' bisa dipakai. Ketika amplitudo
dari voltase keluaran tambah besar, harga mutlak voltase VC tambah besar juga dan
resistivitas JFET, RJFET bertambah juga sehingga resistivitas pengganti R2, yaitu
R2' + RJFET bertambah. Karena R2 bertambah, maka penguatan dari penguat sebesar
R
A 1 1 akan berkurang sehingga amplitudo dari voltase keluaran kembali lebih kecil.
R2
Jadi kalau penguatan melingkar V0 t diatur sebesar satu untuk amplitudo tertentu,
maka penguatan akan lebih besar untuk amplitudo yang lebih kecil dan lebih kecil untuk
amplitudo yang lebih besar. Dengan sifat ini terdapat amplitudo yang stabil. Juga kalau
ada gangguan yang mengubahkan penguatan dalam salah satu bagian rangkaian, maka
gangguan itu dikompensasikan oleh regulasi amplitudo ini.
langsung berubah jauh dari nol. Sebab itu besar dari frekuensi osilasi stabil dengan
rangkaian umpan balik ini. Supaya syarat amplitudo untuk osilasi terpenuhi, resistivitas
dari R1 dan R2 harus diatur sangat teliti. Karena rangkaian ini sangat peka terhadap
pengaturan tersebut, maka selalu perlu pengaturan penguatan yang otomatis. Satu cara
pengaturan penguatan adalah dengan menggunakan FET seperti telah dijelaskan dengan
rangkaian osilator LC.
Mengenai detil-detil dari rangkaian ini bisa dipelajari dari berbagai buku elektronika.
Gambar 6.9. memperlihatkan satu contoh di mana sambungan masukan dekat dengan
sambungan keluaran. Maka terdapat kapasitansi liar seperti diperlihatkan dalam gambar
6.8..
Untuk menghindari umpan balik positif sebagai akibat dari kapasitansi liar, rangkaian
perlu diubah sehingga syarat osilasi tidak lagi terpenuhi, berarti kuat umpan balik t harus
dikurangi dengan memperkecil besar kapasitansi antara keluaran dan masukan atau
dengan memperkecil penguatan dari penguat. Kalau mengurangi penguatan dari penguat,
cukup penguatan untuk frekuensi tinggi di mana terjadi osilasi dikurangi. Cara ini mence-
gah osilasi dengan efektif, tetapi bisa dipakai hanya kalau penguat tidak perlu bekerja
pada frekuensi tersebut. Cara kedua untuk mencegah osilasi adalah dengan mengurangi
besar kapasitansi liar. Kapasitansi liar bisa dikurangi dengan mengubah rangkaian
sehingga jarak antara sambungan masuk dengan sambungan keluar lebih besar.
dengan jelas pada speaker. Untuk menghindari ini kabel yang dipakai untuk
menyambungkan mikrofon dengan penguat selalu kabel terlindung dengan screen
(pelindung) yang tersambung dengan GND.
v s iC 2 RKabel 1 RSumber
RKabel 1
Rsumber ic2
iC2
RB1
+ + -
Catu daya Cin
-
T1 T2
- +
+ CE +
RB2 - -
+
iE2 -
ic2
Gambar 6.11.: Rangkaian penguat dengan resistivitas kabel dan resistivitas dalam dari catu
daya.
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 72
Dalam gambar 6.11. diperlihatkan skema rangkaian dari satu rangkaian penguat dua
tahap dengan penguatan yang besar. Biasanya sambungan kabel dianggap tidak
mempunyai resistivitas karena resistivitasnya kecil dibandingkan dengan besar
resistivitas-resistivitas yang lain yang didapatkan dalam rangkaian elektronik. Tetapi
pada rangkaian yang peka, misalnya pada penguat dengan penguatan yang besar, bahkan
voltase kecil sudah cukup mengganggu kerja rangkaian. Voltase yang timbul pada
resistivitas kabel memang kecil, tetapi bisa cukup besar untuk mempengaruhi sifat dari
rangkaian yang peka. Khususnya kalau arus dalam kabel agak besar, maka voltase pada
kabel juga menjadi lebih besar. Dalam gambar 6.11. resistivitas dalam dari sumber
voltase dan beberapa dari resistivitas kabel digambar dalam skema rangkaian. Selain
resistivitas tersebut juga terdapat induktivitas dalam kabel. Induktivitas itu juga kecil,
tetapi untuk frekuensi besar induktivitas tersebut memiliki besar impedansi yang cukup
besar sehingga bisa mempengaruhi kerja dari rangkaian yang peka. Dalam gambar 6.11.
digambar satu induktivitas kabel juga dalam skema rangkaian. Resistivitas kabel dan
induktivitas kabel dalam skema rangkaian gambar 6.11. disebut dengan: RKabel 1,
RKabel 2, RKabel 3 dan LKabel.
Arus terbesar yang mengalir dalam rangkaian ini adalah arus pada resistor kolektor T2
yang memang merupakan arus kolektor dari T2 tersebut ditambah dengan arus keluar
dari rangkaian, namun kita menyebutnya sebagai iC2 saja. Juga arus pada emitor dari
transistor tersebut memiliki nilai yang besar. Kita sebutkan arus pada emitor sebagai iE2.
Arus bolak-balik iC2 akan mengalir dari sumber tegangan melalui kabel dan akhirnya
sampai ke dalam resistor RC2. Karena sumber tegangan memiliki resistivitas dalam
Rsumber dan kabel juga memiliki resistivitas RKabel 1, maka terdapat voltase bolak-balik
vs pada kedua resistivitas tersebut. Voltase vs tersebut sebesar:
v s iC 2 RKabel 1 RSumber (6.9)
Voltase vs ini terdapat pada pembagi tegangan basis T1, RB1 dan RB2 dan menghasilkan
voltase pada basis T1 sesuai dengan besar dari vs dan besar perbandingan dari kedua
resistor tersebut. Ketika arus pada T2 naik, maka voltase vs akan ikut naik sehingga
potensial pada basis T1 akan turun dan T1 semakin tutup, maka T2 semakin buka dan
memperbesar arus iC2. Berarti terdapat umpan balik positif. Kalau resistivitas-resistivitas
dan penguatan dari penguat memenuhi syarat osilasi untuk suatu frekuensi tertentu, maka
akan timbul osilasi.
Osilasi ini bisa dicegah kalau RKabel dan RSumber bisa dibuat cukup kecil. Catu daya
biasanya memiliki resistivitas keluaran yang agak besar untuk frekuensi rendah sehingga
syarat osilasi bisa terpenuhi untuk frekuensi yang rendah (beberapa Hz). Osilasi ini bisa
dihindari dengan memakai catu daya teregulasi yang mempunyai resistivitas keluaran
yang kecil. Kalau kabel antara catu daya dan rangkaian agak panjang, resistivitas kabel
tersebut bisa menjadi cukup besar sehingga timbul osilasi. Osilasi ini bisa dicegah
dengan memakai kondensator antara sambungan sumber dekat dengan rangkaian dan
GND rangkaian. Kondensator tersebut membentuk satu tapis lolos rendah dan
mengurangi perubahan voltase pada sumber rangkaian.
Satu jalur umpan balik lain juga digambarkan dalam skema rangkaian gambar 6.11.. Arus
iE2 dari emitor T2 lewat resistor kabel RKabel 3 dan induktivitas kabel LKabel
menghasilkan voltase vGND sebesar:
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 73
vGND iC 2 iLKabel RKabel 3 (6.10)
Osilasi seperti ini bisa dicegah dengan mengatur letak jalur-jalur rangkaian sesuai dengan
“prinsip titik GND” dan dengan memakai kondensator antara sumber positif dan GND
yang menghubung-singkatkan frekuensi tinggi antara sumber dan GND. Kalau memakai
“prinsip titik GND” semua sambungan ke GND disambungkan pada satu titik tertentu.
Titik itu disebut “titik GND”. Dengan cara ini tidak terdapat jalur GND yang dipakai
bersama-sama oleh berbagai bagian rangkaian seperti dalam gambar 6.11.. Juga
sambungan ke sumber daya disambungkan pada satu titik bersama. Satu contoh untuk
menyambungkan rangkaian dari gambar 6.11. diperlihatkan dalam gambar 6.12.. Dalam
skema rangkaian tersebut beberapa resistivitas kabel, yaitu RKabel 1 sampai RKabel 3,
diperlihatkan. Kalau misalnya arus iC2 dalam T2 berubah, maka tetap timbul voltase
dalam kabel sambungannya, tetapi voltase ini tidak lagi mempengaruhi potensial pada
basis T1 karena voltase untuk mengatur titik kerja, berarti untuk mengatur potensial pada
basis T1 disambungkan sebelum resistivitas kabel RKabel 3. Masih terdapat resistivitas
dalam dari catu daya yang dilalui oleh semua arus yang terdapat dalam berbagai bagian
rangkaian dan yang bisa menimbulkan gangguan dari satu bagian rangkaian kepada
Rsumber RKabel 3
RKabel 2
RKabel 1
iC2
Catu daya + + -
Cin Output
-
T1 T2
- +
Input
+ +
+
- -
CSumber- +
iE2 -
GND dari
catu daya
Gambar 6.12.: Penyambungan GND dan sumber yang mencegah timbulnya umpan balik
positif.
Elektronika Dasar II 6. Osilasi 74
bagian rangkaian yang lain. Cara mengatasi kesulitan ini telah dibicarakan: Satu
kondensator Csumber dipasang antara titik GND dan titik sambungan sumber.
Kondensator ini menghubung-singkatkan derau atau osilasi dengan frekuensi tinggi
antara sumber dan GND sehingga osilasi ini tidak bisa masuk ke dalam rangkaian. Juga
catu daya perlu dipilih dengan resistivitas keluaran yang cukup kecil. Dalam rangkaian
ini semua resistivitas dan induktivitas kabel tetap ada (walaupun hanya sebagian
digambarkan dalam skema rangkaian), tetapi tidak lagi menghasilkan umpan balik,
karena setiap bagian rangkaian memiliki jalur sambungan tersendiri. Dalam praktek akan
sulit menerapkan prinsip titik GND ini secara total. Biasanya cukup kalau jalur dengan
arus besar dipisahkan dari jalur yang berhubungan dengan masukan yang peka, berarti
masukan yang akan menguatkan sinyal pada jalur itu dengan faktor penguatan yang
besar.
Daftar Pustaka
75