DURASI : 2 JP
PENYUSUN :
1. Marjon Sinaga (DIVBTL)
2. Taslim (P3B JB)
3. Iwan Utama (P3B JB)
2.1.1. Jenis Pembangkit Ditinjau Dari Energi Primernya Dan Karakteristik .............. 17
2.3.1. Transaksi Berbasis Kapasitas Dan Energi (Capacity & Energy Based) .......... 29
REFERENSI ............................................................................................................................ 55
Pasar tenaga listrik adalah interaksi antara pembeli tenaga listrik dan penjual tenaga listrik.
Struktur pasar tenaga listrik adalah penggolongan sistem penjualan dan pembelian tenaga
listrik berdasarkan banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk
kedalam industri.
Struktur pasar tenaga listrik pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut :
a. Monopoli
b. Single Buyer
c. Wholesale
d. Retail
1.1.1. Monopoli
Struktur pasar monopoli adalah suatu struktur pasar dimana penjualan di suatu daerah atau
area di monopoli oleh satu perusahaan. Pada bisnis tenaga listrik, perusahaan yang
mempunyai monopoli umumnya berbentuk integrasi vertical, yaitu semua fungsi, mulai dari
pembangkit sampai penjualan ke konsumen akhir di laksanakan oleh satu perusahaan. Pada
struktur ini, tidak ada persaingan di sisi pembangkitan dan tidak ada pilihan untuk menentukan
pemasok. Perusahaan monopoli menangani bisnis tenaga listrik dari sisi pembangkitan sampai
dengan distribusinya.
Pembangkit
1 institusi
Transmisi
Distribusi
Pelanggan
- Dalam struktur monopoli tidak ada ada jual beli, kecuali antar utilitas.
Kebutuhan tenaga listrik meningkat terus seiring dengan perkembangan beban (demand),
yang berakibat meningkatnya kebutuhan investasi untuk pembangunan pembangkit, transmisi,
dan distribusi. Kebutuhan investasi yang besar tidak dapat lagi ditanggung sendiri oleh sistem
monopoli yang umumnya dikelola oleh institusi milik pemerintah yang memonopoli bisnis
tenaga listrik tersebut. Kebutuhan investasi yang besar dan tuntutan akan aspek transparansi
dan effisiensi menyebabkan sistem monopoli tidak dapat dipertahankan lagi.
Distribusi
Pelanggan
- Hanya Single Buyer boleh membeli dari pembangkit atau Independent Power
Producer (IPP).
Dalam struktur Single Buyer terdapat Power Purchase Agreement (PPA), Transmission
Service Agreement (TSA) dan Power Sales Agreement (PSA).
- Pembangkit bisa jual langsung ke Konsumen Tegangan Tinggi (KTT) atau High Voltage
Customer (HVC).
Transmission Wires
Wholesale Market
- Pembangkit bisa jual langsung ke Konsumen Tegangan Tinggi (KTT) atau High Voltage
Customer (HVC).
- Tidak ada perencanaan terpusat, investasi oleh pelaku pasar atas sinyal dari pasar
Transmission Wires
Wholesale Market
Distribution Wires
Retail Market
Table 1. Perbandingan berbagai struktur di atas dapat dilihat pada Tabel atas
- - Kompetisi - Kompetisi
Kompet sisi sisi
isi sisi Pembangkitan Pembangkitan
Monopoli di Pembangkitan
Definisi - Dist. - Kon.
semua sektor
- punya pilihan punya pilihan
Pembel
i Tunggal
Kompetisi
Tidak Ya Ya Ya
Pembangkitan
Pilihan untuk
Tidak Tidak Tidak Ya
Konsumen
Intisari dari UUK No 30/2009 yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), PLN tidak lagi memonopoli
bisnis tenaga listrik.
2. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha :
Usaha penyediaan tenaga listrik tersebut dapat dilakukan secata terpisah (separately)
atau terintegrasi (integrated)
3. Pihak yang dapat berpartisipasi dalam bisnis tenaga listrik adalah : Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, koperasi, dan swadaya
masyarakat
4. Struktur pasar tenaga listrik adalah Single Buyer, tidak ada pasar kompetisi
6. Pemerintah Pusat menentukan wilayah kerja untuk distribusi dan/atau penjualan tenaga
listrik, dan terintegrasi
8. Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah. Pemerintah
dan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk :
9. BUMN diberi prioritas pertama melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum.
10. BUMN wajib melistriki suatu daerah bila tidak ada institusi kelistrikan yang melayani
daerah tersebut.
11. Rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun berdasarkan pada kebijakan energi
nasional, dan ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Rencana umum ketenagalistrikan daerah disusun
berdasarkan pada rencana umum ketenagalistrikan nasional dan ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Struktur pasar tenaga listrik di Indonesia pada awalnya adalah monopoli dan berubah ke model
Single Buyer sejak tahun 1996, ditandai dengan mulai beroperasinya pembangkit listrik swasta
(Independent Power Producer / IPP). PLN sebagai satu-satunya BUMN kelistrikan dan
Pemegang Kuasa Usaha Kelistrikan di Indonesia (PKUK) diberi kewenangan untuk bertindak
sebagai pembeli tunggal (Single Buyer).
Sebagai pembeli tunggal maka PLN bisa membeli tenaga listrik dari Anak Perusahaan maupun
IPP dan menyalurkannya ke konsumen melalui jaringan transmisi dan distribusi yang asetnya
masih milik PLN.
Di internal PLN sendiri institusi/bidang yang terkait dengan penanganan fungsi single buyer
dapat dijelaskan dibawah ini :
i. Struktur Monopoli
Sampai dengan Tahun 1995 kelistrikan di Indonesia dimonopoli oleh PLN yang
mengoperasikan sistem tenaga listrik dari pembangkitan sampai dengan distribusinya.
1. 1996-2000
Dengan mulai beroperasinya IPP maka era monopoli berakhir. Pasar tenaga listrik di
Indonesia beralih ke model Single Buyer. Yang melaksanakan Fungsi Single Buyer
adalah institusi transmisi yaitu PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Jawa
Bali.
2. 2001-2003
Pada periode ini Fungsi Single Buyer dilaksanakan oleh PLN Pusat. Untuk
mengantisipasi UUK No. 20/2002, dimungkinkan pembentukan 3 institusi baru yang
selama ini pengoperasiannya ditangani PLN P3B, yaitu System Operator (SO),
Transmission Owner (TO), dan Market Operator (MO) yang ketiganya dikenal dengan
SoToMo.
3. 2004-2006
Pada periode ini fungsi Single Buyer tetap di PLN Pusat. Wacana SoToMo tidak
berlanjut seiring dibatalkannya UUK 20/2002. Dengan diberlakukannya bidding energy
untuk alokasi energi pembangkit Anak Perusahaan (AP), maka di PLN Pusat dibentuk
fungsi IPP Trader. Pembentukan IPP trader dimaksudkan agar pembangkit AP dan IPP
mendapat perlakuan yang sama (fair) dalam mendapatkan alokasi energi. Dengan
demikian IPP trader diharapkan dapat menjadi peserta dalam bidding energy sebagai
wakil IPP.
Pada era ini, PLN Distribusi/Wilayah telah banyak melakukan pembelian tenaga listrik
dari para pemasok skala kecil, seperti distibuted generation, captive power, dan
embeded generation.
4. 2007-sekarang
Fungsi Single Buyer tetap di PLN Pusat dan IPP Trader ditiadakan. Pemasok tenaga
listrik di sisi tegangan tinggi semakin beragam dengan dibentuknya Unit Pembangkitan
PLN. PLN juga membeli kelebihan (excess) tenaga listrik dari Konsumen Tegangan
Tinggi (KTT) yang mempunyai/membangun pembangkit skala besar. Demikian juga di
sisi tegangan menengah dan tegangan rendah telah dibuka akses sebesar-besarnya
bagi pengembang pembangkitan tenaga listrik skala kecil yang menggunakan energi
terbarukan (renewable energy) untuk menjual produknya kepada PLN.
Jangka waktu kesepakatan atau perjanjian PPA, TSA dan PSA bisa dalam kerangka waktu
jangka panjang (15-30 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) ataupun jangka pendek (1-3
tahun). Status legal transaksi dapat dalam bentuk “Perjanjian/Kontrak/Agreement” bila para
pihak/entitas yang bertransaksi berada dalam status badan hukum yang berbeda/terpisah,
contoh antara Perusahaan Listrik Swasta (IPP) dengan PT PLN (Persero). Atau dalam bentuk
‘Kesepakatan” bila para pihak/entitas yang bertransaksi berada dalam status badan hukum
yang sama, contoh antara PLN Unit Bisnis dengan PLN Kantor Pusat yang memiliki status
badan hukum sama yaitu PT PLN (Persero). Dalam perjanjian PPA, TSA dan PSA,
ditetapkan mengenai besaran tarif dan parameter transaksi yang disepakati para pihak/entitas
yang bertransaksi.
Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code): memuat tata cara pemrosesan data
transaksi, penagihan dan pembayaran serta penyelesaian perselisihan.
a. P3B sebagai operator sistem setiap bulan melakukan perencanaan produksi tenaga listrik
sesuai kebutuhan beban/demand tenaga listrik, berdasarkan ketentuan kontrak jual beli
tenaga listrik dari pembangkit (PPA) terkait parameter biaya pembangkitan, ketentuan take
or pay, kesiapan pembangkit dan pertimbangan kendala serta kesiapan jaringan transmisi.
Hasil dari perencanaan poduksi adalah penjadwalan pembangkit yang mencerminkan
alokasi produksi tiap entitas pembangkit. Perencanaan produksi pembangkitan ini
bepedoman pada kriteria operasi sistem yaitu: ekonomis, sekuriti dan andal.
b. P3B akan memerintahkan pembebanan (load dispatch) ke pembangkit pada operasi real
time berdasarkan hasil penjadwalan pembangkit, dan pembangkit akan memproduksi
tenaga listrik untuk disalurkan ke jaringan transmisi sejumlah yang dialokasikan dalam
perencanaan operasi harian pembangkit.
d. Berdasarkan data-data pada item c di atas, P3B melakukan perhitungan transaksi yang
menghasilkan nilai jumlah tagihan final transaksi terkait PPA, PSA dan TSA.
e. Perusahaan pembangkit akan melakukan penagihan (invoicing) PPA ke PLN Pusat selaku
Single Buyer berdasarkan jumlah tagihan final sesuai item d. PLN melaksanakan
pembayaran atas jumlah tagihan/invoice dari perusahaan pembangkit.
f. Berdasarkan item d, P3B mengajukan nilai jasa transmisi ke PLN Pusat untuk diakui
sebagai pendapatan P3B dan dicatat dalam laporan keuangan P3B, sedangkan PLN
Distribusi/Wilayah melaporkan biaya transfer tenaga listrik PSA sebagai pembelian tenaga
listrik dari P3B untuk dicatat dalam laporan keuangan PLN Distribusi/Wilayah.
CT CT 70-150/20 kV
MU MP MP MP
PT PT
Pengambilan data hasil pengukuran kWh meter jarak jauh secara otomatis dengan
menggunakan server. Frekwensi (kali) pengambilan data dapat diprogram, misal setiap 8
jam (3 kali sehari).
Pengambilan data hasil pengukuran kWh meter jarak jauh secara manual dengan dial-up
melalui jaringan komunikasi
Pengambilan data hasil pengukuran kWh meter secara lokal dengan menghubungkan
langsung kWh meter ke komputer
- Pencatatan Displai
paling sederhana. Cara ini tidak dapat lagi dipertahankan karena transaksi tenaga listrik
saat ini sudah membutuhkan data transaksi yang dicacah per jam.
1 Besar deviasi maksimum yang diijinkan antara data MU dan MP adalah kumulatif dari klas
meter, yaitu +/- 0,4 %
2 Penentuan deviasi dilihat pada angka jumlah energi yang disalurkan dalam suatu periode
(tidak dilihat per slot/ interval pada hasil pengambilan data)
4 Bila ada perbaikan data harus disebutkan dalam Berita Acara Transaksi Tenaga Listrik.
Klarifikasi beserta dokumen-dokumen pendukungnya dilampirkan dalam BA tersebut
i. Rumus Deviasi :
Dimana:
MU : Meter Utama
MP : Meter Pembanding
ii. Bila ada pekerjaan sistem metering yang mempengaruhi pengukuran meter (MU atau
MP atau MU dan MP) maka data meter langsung dikoreksi dan hasilnya dibandingkan
kembali satu sama lain.
Apabila deviasi data MU dan MP antara -0,4 % s.d. 0,4%, maka data transaksi
menggunakan data MU
- Bila deviasi data MU dan MP antara -0,4% s.d. -1% atau 0,4% s.d. 1% maka data MU
digunakan sebagai data transaksi sementara. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan data
MU dan MP. Rekonsiliasi (bila ada) dilaksanakan pada transaksi berikutnya
- Apabila deviasi data MU dan MP lebih besar 1% atau lebih kecil -1% maka dilakukan
verifikasi terlebih dahulu. Bila dalam 1x24 jam belum diperoleh data transaksi yang valid
maka dibuat kesepakatan pemakaian data MU atau MP (yang paling mendekati
kebenaran) atau data lain yang disepakati bersama (hanya jika data MU dan MP
dinyatakan tidak valid). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan atas sistem metering
MU dan MP.
Metode untuk mencari data yang benar secara detail telah diatur dalam Prosedur Tetap
Transaksi Tenaga Listrik.
b. Effisiensi pembangkit
a. PLTA
PLTA merupakan pembangkit yang paling murah di sistem tenaga listrik karena
menggunakan air sebagai penggerak utamanya. Tetapi kepastian pasokan listrik PLTA
sangat tergantung dari alam. PLTA merupakan pembangkit yang cepat dalam mengatasi
black out sistem ketenagalistrikan. Terdapat dua jenis PLTA yaitu PLTA untuk mengisi
beban dasar dan PLTA untuk mengisi beban puncak.
b. PLTU
Karakteristik PLTU adalah membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan start up tetapi
memiliki efisiensi yang tinggi. Hal ini menyebabkan PLTU menjadi pembangkit pemikul
beban dasar.
c. PLTG
Karakteristik PLTG adalah membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk melakukan start
up tetapi memiliki efisiensi yang rendah. Hal ini menyebabkan PLTG menjadi pembangkit
pemikul beban puncak.
d. PLTGU
PLTGU merupakan pembangkit yang memiliki karakteristik dengan start up yang cepat
seperti PLTG dan efisiensi yang lebih baik dari PLTU.
e. PLTP
PLTP merupakan pembangkit yang mengisi beban dasar. PLTP merupakan pembangkit
dengan start up yang cepat, tetapi PLTP diharapkan beroperasi secara base load karena
panas bumi yang digunakan tidak dapat disimpan.
f. PLTN
PLTN merupakan pembangkit menggunakan reaksi inti dimana pada sistem pembangkit
digunakan sebagai pembangkit base load.
Kesiapan adalah waktu yang dapat disediakan oleh pembangkit untuk memenuhi daya
mampu tertentu di dalam sistem tenaga listrik.
b. Keandalan
Kemampuan pembangkit untuk menjaga keandalan di dalam sistem tenaga listrik akibat
gangguan baik dari dalam dan dari luar.
c. Efisiensi
Kemampuan pembangkit untuk mengubah energi primer menjadi energi listrik. Efisiensi
pembangkit ini meliputi efisiensi boiler/combustion, turbin dan generator.
d. Outage
Pembangkit keluar dari jaring-jaring sistem tenaga listrik. Terdapat tiga kategory outage, yaitu :
Plan Outage (PO), yaitu keluarnya pembangkit dari jaring2 sistem tenaga listrik
yang telah direncanakan untuk melakukan pemeliharaan yang bersifat preventive
(time based).
Maintenance Outage (MO), yaitu keluarnya pembangkit dari jaring2 sistem tenaga
listrik karena kegiatan perbaikan terhadap kerusakan yang bersifat korektif (event
based).
Forced Outage (FO), yaitu keluarnya pembangkit dari jaring2 sistem tenaga listrik
karena gangguan pembangkit baik gangguan dari dalam maupun gangguan dari
luar.
e. Derating
Penurunan kemampuan pembangkit untuk memenuhi daya mampu sesuai yang ditawarkan.
Derating ini bisa diakibatkan karena penggunaan bahan bakar ataupun penurunan
kemampuan peralatan pembangkit.
f. Ramping Rate
Kemampuan pembangkit untuk menaikkan dan menurunkan beban dalam waktu tertentu
sesuai permintaan pengatur beban.
g. Up Time
h. Down Time
i. Start up Time
Untuk PLTU setelah unit dimatikan secara terus menerus selama lebih dari 75 jam setelah
unit shutdown dan boiler tidak dinyalakan
Untuk PLTGU start up yang dilaksanakan pada kondisi temperatur rotor HP steam turbine
<120 oC.
Untuk PLTU setelah unit dimatikan secara terus menerus selama lebih dari 55 jam tetapi
kurang dari 75 jam setelah unit shutdown dan boiler tidak dinyalakan
Untuk PLTGU start up yang dilaksanakan pada kondisi temperatur rotor HP steam turbine
<120 oC s.d 400 oC.
Untuk PLTU setelah unit dimatikan secara terus menerus selama lebih dari 10 jam tetapi
kurang dari 55 jam setelah unit shutdown dan boiler tidak dinyalakan
Untuk PLTGU start up yang dilaksanakan pada kondisi temperatur rotor HP steam turbine
> 400 oC.
j. Ancillary Services, yaitu layanan yang diberikan pembangkit untuk mempertahankan dan
memelihara keandalan sistem tenaga listrik.
penyediaan daya reaktif (reactive capacity), untuk mempertahankan level tegangan sistem;
start up pembangkit
Kesiapan di dalam terminologi pembangkit adalah Equivalent Availability Factor (EAF). Satuan
EAF dinyatakan dalam persen.
dimana :
b. Efisiensi
c. Outage
Outage = Jumlah jam tidak siap dan tidak terhubung jaringan / PH x 100 %
d. Ramping Rate
a. Kesiapan (EAF)
Transaksi terhadap Kesiapan didasarkan pada harga tetap (fixed price) dimana pembayaran
terhadap kesiapan ini terdapat mekanisme insentif dan pinalti. Pembayaran terhadap kesiapan
terdiri dari dua komponen pembayaran, yaitu :
Pembayaran energi didasarkan pada kurva input dan output dimana semakin tinggi
pembangkit dibebani, maka kebutuhan energi semakin tinggi tetapi kenaikan energi semakin
kecil. Kebutuhan energi untuk tiap kenaikan beban dapat dilihat pada gambar 2.2.
c. Ancillary Services
n
PVAR fs t VARh int VARh in _ nom HVARhin VARh outt VARh out _ nom HVARhout
t 1
Notes :
*) Perhitungan HVARh-in sama dengan HVARh-out yaitu harga rata-rata Energi (komponen C untuk
pembangkit thermal dan komponen C&D untuk pembangkit hidro) masing-masing entitas pembangkit pada
bulan dimana Energi Reaktif diserap atau disupply oleh mesin pembangkit di luar capability curve.
n 4 jam
PBS E
T 1
BS HEBS
PHL T HPHL
HBBM = Harga bahan bakar minyak yang digunkan untuk satu kali
Start Up yang besarnya sama dengan harga bahan bakar
minyak yang digunakan pada setelmen bulanan untuk
masing-masing entitas.
i. Biaya Investasi :
Terdiri dari biaya pokok pinjaman, bunga pinjaman, pajak, dan laba.
i. Biaya Energi
Terdiri dari biaya bahan bakar baik air, gas, batu bara, minyak, panas bumi
o Biaya bahan pelumas, air, bahan kimia dan bahan bantu lainnya
Karakteristik biaya tetap (fixed cost) seperti terlihat pada gambar 2.4. Semakin tinggi EAF,
maka biaya tetap yang dibutuhkan akan semakin tinggi sesuai persamaan linear. Tetapi pada
titik tertentu mencapai titik optimum sehingga kurva setelah titik optimum akan mengikuti kurva
eksponensial
Min Max
2.3.1. Transaksi Berbasis Kapasitas Dan Energi (Capacity & Energy Based)
Transaksi pembangkit berbasisi kapasitas dan energi berpedomanan pada komponen biaya
tetap (komponen A dan B) dan komponen biaya variable (komponen C dan D).
Transaksi pembangkitan ini sangat ideal jika diterapkan pada pembangkit dimana energi
primernya dapat disimpan, seperti: batubara, minyak, CNG dan LNG.
Untuk menjamin pengembalian biaya investasi pembangkit terutama pada PLTP (panas bumi)
umum diterapkan adanya mekanisme Take or Pay (TOP) energi yang artinya ditetapkan suatu
nilai TOP tertentu sebagai jumlah minimal energi listrik yang harus dibeli. Bila membeli kurang
dari TOP, maka yang dibayar sebesar TOP energi.
Pembayaran atas energi yang diproduksi secara umum dapat dirumuskan berdasarkan tarif
curah (bulk tariff) energi sesuai formula berikut:
dimana :
- Ea = Energi (kWh) yang dikirim (delivered) atau Energy Take or Pay (TOP)
- I = Indeks Inflasi terkait kurs serta Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam dan luar
negeri
Tagihan jual beli tenaga listrik (invoice) diajukan oleh pembangkit ke Single Buyer
dilaksanakan setiap bulan. Pihak pembangkit menyiapkan dokumen-dokumen pendukung
perhitungan transaksi. Dokumen pendukung harus divalidasi dan disetujui oleh PLN P3B atau
Unit Wilayah yang dalam ini wewakili Single Buyer dalam pelaksanaan jual beli tenaga listrik.
Dokumen-dokumen tersebut antara lain sebagai berikut :
Dalam pemrosesan Berita Acara Pengiriman Tenaga Listrik Antara Pihak Pembangkit dan
Sub Unit PLN P3B/Wilayah, pihak pembangkit menyertakan dokumen:
i. Berita Acara Pengambilan Data Meter Transaksi Tenaga Listrik Antara Pihak
Pembangkit Dengan Sub Unit PLN P3B/Wilayah.
ii. Berita Acara Pemutusan dan Pemasangan segel Meter Transaksi Utama dan Meter
Transaksi Pembanding (jika ada).
iv. Dokumen pekerjaan non rutin (jika ada kegiatan non rutin) berupa :
Berita Acara Transaksi Tenaga Listrik Antara Pihak Pembangkit Dengan PT PLN
(Persero) PLN P3B/Wilayah, dengan lampiran :
Secara umum, jenis PPA yang ada adalah jenis dengan pembayaran untuk kapasitas
dan energi. Setiap kapasitas yang disediakan oleh penjual akan dibeli oleh pembeli
meskipun pembangkit tersebut tidak dibebani untuk menghasilkan energi listrik. Harga
energi listrik dibayar sesuai dengan jumlah energi yang disalurkan. Model PPA ini
merupakan model yang paling sering digunakan dengan alasan :
i. Bagi penjual
i. Bagi pembeli
Bagi pembeli, skema ini menguntungkan pembeli karena pembeli dapat melakukan
pembebanan pembangkit berdasarkan keekonomian energi primernya sehingga
keseluruhan sistem ketenagalistrikan dapat lebih efisien. Hal ini dapat dipahami karena
harga energi jauh lebih mahal daripada harga investasi pembangkit dan biaya tetap
pemeliharaan.
Kontrak dengan skema ini hanya dilakukan pembayaran untuk kapasitas yang disediakan
saja. Biasanya skema PPA ini digunakan untuk pembangkit yang stand by.
PPA dengan skema ini hanya dilakukan pembayaran energi saja, tanpa
memperhitungkan biaya kapasitas.
i. Captive power.
Captive power adalah pembangkit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
listrik sendiri. Captive power akan didesain melebihi kebutuhan daya maksimum untuk
menjaga kehandalan pasokan listrik. Sisa daya tersebut dapat dijual kepada pembeli lain.
Biasanya captive power akan menjual berupa excess power. Karena biaya investasi dan
biaya pemeliharaan tetap sudah dicover dalam struktur biaya yang dibebankan dalam
HPP pembangkit tersebut, maka excess power yang dijual kepada pembeli hanya
sebesar harga energi ditambah risiko karena beroperasi pada beban maksimum.
Karena biaya investasi sudah dilakukan oleh pemerintah, maka transaksi jual beli
sebesar harga energi dan risiko yang ditanggung oleh penjual.
1. Main Body.
2. Appendix
O&M
Bank Bank Guarantee Agreement Operating
Penjamin GENCO
Company
(Operator)
Fuel Supply
Pemasok Agreement Insurance
Agreement EPC Contract
Bahan Bakar
Financing
Agreement
EPC Contractor
Lender Insurers
Credit Agreement
PPA yang dibahas disini adalah model PPA dengan sistem pembayaran harga kapasitas
dan energi.
Gambar 2.9 menjelaskan struktur secara umum PPA antara perusahaan pembangkitan
sebagai penjual dengan pembeli.
PPA merupakan perjanjian yang akan memitigasi seluruh kegiatan pembangkitan mulai
dari pendanaan, periode EPC, operasi dan pemeliharaan.
a. Tahap Pendanaan
b. Tahap Pembangunan
c. Tahap Operasi
Secara garis besar, Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik terdiri dari :
a. Main Body
i. Definisi
i. Syarat Tunda
viii. Metering
ix. Jaminan
xi. Asuransi
xvii. Penugasan
xviii. Lain-lain
b. Appendix
- Appendix Q - Perijinan
- Appendix T - Site
Mekanisme jasa transmisi yang umum diterapkan PLN adalah berdasarkan Metode Perangko
(Postage Stamp) yang berdasarkan kebutuhan pendapatan (revenue requirement) yang
diterima PLN P3B untuk menutupi biaya:
Yaitu jasa untuk mengatur sistem tenaga listrik dan menjaga kestabilan tegangan &
frekuensi
Yaitu jasa untuk mengoperasikan sistem metering dan mengelola proses setelmen jual beli
TL.
Tingkat Keandalan sistem transmisi (jumlah kali padam, lama padam pada setiap titik
transaksi
Tingkat mutu jasa operasi Sistem Tenaga Listrik yang dijamin (rentang frekuensi,
rentang tegangan)
c. Pengukuran
d. Prosedur Pengoperasian
150 kV atau 70 kV 20 kV
Titik Transaksi
Sistem
Transmisi
Tenaga listrik tidak dapat disalurkan secara optimal bila salah satu atau lebih komponen
transmisi dan/atau trafo tenaga mengalami gangguan. Struktur biaya TSA tidak melihat besar
kecilnya energi listrik yang disalurkan, tetapi hanya melihat apakah transmisi dan/atau trafo
tenaga siap menyalurkan tenaga listrik. Kesiapan ini dinyatakan (declare) oleh PLN P3B dalam
bentuk target MVA available (MVAavl). Berdasarkan rencana kebutuhan pendapatan tahunan
(Annual Revenue Requirement, ARR) PLN P3B dan target MVAavl, maka harga TSA terbentuk
dengan satuan harga Rp./MVAavl-tahun. ARR PLN P3B sesuai RKAP
Harga TSA yang terbentuk merupakan kesepakatan antara PLN P3B dengan Single Buyer.
Flowchart pembentukan harga TSA dapat dilihat pada Gambar 3.2
Target MVAavl
Selesai
- Jam Gangguan Padam (JGP), yaitu lamanya gangguan padam tidak terencana
(forged outage) yang terdiri jam gangguan trafo dan transmisi,
Metode Perangko pada prinsipnya merupakan metode ROR (Rate of Return) Regulation
yang didefinisikan sebagai pendapatan yang diperoleh harus bisa menutupi biaya
penyediaan layanan dan pengembalian yang wajar pada rate based. Biaya penyediaan
meliputi semua biaya-biaya yang secara langsung maupun tak langsung dikeluarkan
dalam menyediakan jasa transmisi. Biaya tersebut diantaranya: biaya O&M, biaya tenaga
kerja, dan depresiasi dari instalasi/peralatan yang digunakan dalam proses penyaluran
listrik. Di dalam ROR, metode yang digunakan Return on Asset (ROA) yaitu asset produktif
yang digunakan dalam pelayanan transmisi.
Secara umum besar kebutuhan pendapatan dapat dinyatakan dengan formula sebagai
berikut:
R = E + (V-d+w)r
dimana:
Metode Perangko digunakan untuk menghasilkan tarif seragam (Rp/kW atau Rp/kWh)
dengan menggunakan parameter energi listrik (kWh) yang disalurkan atau kesiapan
transmisi/penyaluran (MW atau MVA). Metode Perangko relative sederhana, transparan
dan mudah diimplementasikan.
Metode Aliran Daya dan Jarak (MW-km) digunakan untuk menetapkan tarif jasa transmisi
berdasarkan basis aliran daya yang melalui transmisi dan jarak transmisi. Model aliran
daya digunakan untuk mengestimasi MW-km penggunaan oleh pembangkit dan beban
untuk menciptakan tarif transmisi.
TLC = P * L * C
dimana :
c. Metode Biaya Marginal Jangka Pendek (Short Run Marginal Cost; SRMC)
Jasa transmisi dengan metode SRMC menggunakan prinsip perhitungan marginal price
energi listrik tiap node pada jaringan tenaga listrik menggunakan model power flow
optimization.
Besarnya jasa transmisi (transmission charge) dihitung berdasarkan selisih antara biaya
yang dibayar pembeli dengan pendapatan yang diterima pembangkit pada setiap node.
Secara umum besar pendapatan jasa transmisi berdasarkan Metode SRMC dapat
dinyatakan dengan formula sebagai berikut:
TR = Di * NPi - Gj * NPj
dimana :
d. Metode Biaya Marginal Jangka Panjang (Long Run Marginal Cost. LRMC)
Pendekatan LRMC digunakan untuk menghitung unit biaya LRMC (Rp/kW- km) dari
jaringan teoritis.
Rp 4.8 Trilyun/Thn
Harga TSA = = 160.000.000 Rp/ MVAavl -Thn
30.000 MVA
Harga TSA tersebut di atas adalah harga 1 tahun yang terdiri dari 8.760 jam. Harga TSA setiap
bulan berubah tergantung jumlah jam dalam bulan tersebut. Sebagai contoh harga TSA bulan
Agustus = 160.000.000 x (744/8760) = 13.589.041 Rp/MVA.Bln
Misal ada trafo MVA terpasang 250 MVA, declare kesiapan trafo 200 MVA , dalam bulan
November (720 jam) tidak available 10 jam (jumlah JGP dan JPT).
dimana :
- Harga TSAn = (jumlah jam bulan ke-n/8760 atau 8784) x harga TSA setahun
a. PLN P3B berkewajiban memberikan target MVAavl per trafo (bagian dari Tingkat Mutu
Pelayanan) kepada PLN Distribusi/Wilayah setiap 3 Bulan.
c. PLN P3B membuat Berita Acara (BA) MVAavl dengan PLN Distribusi/Wilayah.
d. BA MVAavl yang sudah ditandatangani oleh PLN P3B dan PLN Distribusi/Wilayah dikirim ke
PLN P3B
e. PLN P3B merekapitulasi BA MVAavl dari semua regionalnya dan membuat perhitungan
finansialnya untuk dikirim ke PLN Kantor Pusat.
4. Power Wheeling
Power Wheeling adalah pemanfaatan bersama transmisi tenaga listrik. Skema ini
mengijinkan kepada swasta yang punya pabrik/industri dan sebagai Pemegang Ijin Operasi
Ketenagalistrikan dapat membangun pembangkit tenaga listrik di tempat yang berbeda dari
lokasi industrinya, kemudian swasta menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan tenaga
listrik yang dibangun ke perusahaan sendiri di lokasi yang berbeda.
Skema lainnya sebagai implementasi Power Wheeling adalah pemegang wilayah usaha
menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan tenaga listrik yang dibangun di luar wilayah
usahanya. Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Terintegrasi tersebut juga
dapat membeli dari perusahaan lain di luar wilayah usahanya (swasta/excess) melalui sewa
jaringan PLN.
- TSA
Pembebanan biaya kapasitas dihitung saat terjadi beban puncak sistem yang juga dikenal
sebagai beban puncak serempak distribusi (Coincidence Peak Load System). Dari beban
puncak ini dapat dicari konstribusi beban tiap Unit Distribusi.
kW
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000 Area 1
Area 2
Area 3
15.000
Sistem
10.000
5.000
Jam
-
0
0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
22
24
BP = Beban Puncak Kapasitas :
Area 1 = OC; Area 2 = OB; Area 3 = OA
kW
40.000
35.000
30.000
b. Pembebanan
20.000
Biaya Energi. Area 1
Area 2
Pembebanan
15.000
biaya energi PSA dimaksudkan untuk menggambarkan pembebanan biaya
Area 3
Sistem
tidak tetap (variable cost) dari Sistem Tenaga Listrik
10.000
Untuk pembayaran energi diberlakukan 3 segmen waktu (Time of Use, TOU), yaitu
5.000
Luar Waktu Beban Puncak (LWBP)
Jam
-
- Luar Waktu Beban Puncak ke satu (LWBP1), dengan rentang waktu pukul 22:00
0
0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
22
24
s.d 06:00
- Luar Waktu Beban Puncak ke dua (LWBP2), dengan rentang waktu pukul 06:00
s.d 18:00
Waktu Beban Puncak (WBP), dengan rentang waktu pukul 18:00 s.d 22:00.
Pembagian segmen waktu (time of use, TOU) dapat dilihat pada Gambar 4.2.
kW
14000
WBP
12500
11000
9500
8000
Jam
00
00
00
00
00
00
00
00
00
00
0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
:0
0:
1:
2:
3:
4:
5:
6:
7:
8:
9:
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Gambar. 14. Pembagian segmen waktu (TOU)
6000
5000
kVARh
kVARh 0,9
kVARh bayar
4000
00:00 06:00 12:00 18:00 24:00
0
1:0
Contoh pengenaan kelebihan daya reaktif dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Harga pada PSA terdiri dari harga kapasitas dan harga energi. Saat ini harga PSA berlaku satu
harga tetap sepanjang satu tahun kesepakatan.
30 T + 0
Maka Harga Kapasitas 2008 =
16.500.000 kW
Harga Kapasitas = 1.818.182 Rp/kW.Thn
= 151.515 Rp/kW.Bln
Masih dengan asumsi data di atas, maka Harga Energi (HE) tahun 2008 adalah :
Rp. 60 Trilyun
HE rata-rata = = 571 Rp/kWh
105.000 GWH
Untuk membagi HE rata-rata ini menjadi WBP dan LWBP maka diperlukan data :
Misal data perbandingan energi 2007 WBP : LWBP1 : LWBP2 = 20% : 30% : 50%
1 1
105 x 571 = (20% * 105 * HEWBP) + (30% * 105 * HEWBP) + (30% *105 * HEWBP)
3 2
59.955 = 21 HEWBP + 10,5 HEWBP + 26,25 HEWBP
Dalam contoh di atas, harga energi rata rata = 571,5 Rp/kWh, maka HKDR dibulatkan
sesuai dengan keputusan manajemen, misalkan Rp 600 Rp/kVARh.
= HK x BPserempak distribusi
dimana:
Setiap awal bulan PLN P3B menyatakan (declare) tanggal dan jam terjadinya
beban puncak di bulan sebelumnya.
= HEWBP x EWBP
dimana :
= HELWBP1 x ELWBP1
dimana :
ELWBP1 = Energi netto disalurkan / ditransfer pada waktu luar beban puncak
ke satu
= HELWBP2 x ELWBP2
dimana :
dimana :
a. Setelah diperoleh data kWh yang benar dan disepakati oleh Unit Pelaksana di PLN P3B
dan PLN Distribusi/Wilayah memproses Berita Acara Pengiriman Tenaga Listrik yang
ditandatangani oleh Pejabat kedua belah pihak.
b. PLN P3B dan PLN Distribusi/Wilayah secara terpisah melakukan akumulasi transfer tenaga
listrik berdasarkan :
- Data pengiriman tenaga listrik pada Berita Acara Pengiriman Tenaga Listrik.
c. PLN P3B membuat BA Pengiriman Tenaga Listrik dengan dan PLN Distribusi/Wilayah.
Proses PSA secara lengkap telah dituangkan dalam Prosedur Tetap Transfer Tenaga Listrik
Antara PT PLN (Persero) P3B Dengan PT PLN (Persero) Distribusi/Wilayah.
a. Definisi
1. Susut Energi, adalah jumlah energi dalam kWh yang hilang/menyusut terjadi karena
sebab sebab teknik maupun non teknik pada waktu penyediaan dan penyaluran
energi.
2. Susut Teknik, adalah susut yang terjadi karena alasan teknik dimana energi menyusut
berubah menjadi panas pada JTT (Jaringan Tegangan Tinggi), GI (Gardu Induk), JTM
(Jaringan Tegangan Menengah), GD (Gardu Distribusi), JTR (Jaringan Tegangan
Rendah), SR (Sambungan Rumah) dan APP (Alat Pembatas dan Pengukur).
3. Susut Non Teknik, adalah selisih antara susut energi dengan susut teknik.
5. Susut Distribusi, adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada jaringan
distribusi yang meliputi susut pada Jaringan Distribusi Tegangan Tinggi (JDTT),
Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Gardu Distribusi (GD), Jaringan Tegangan
Rendah (JTR), Sambungan Rumah (SR) serta Alat Pembatas & Pengukur (APP)
pada pelanggan TT, TM dan TR.
Bila terdapat jaringan Tegangan Tinggi yang berfungsi sebagai Jaringan Distribusi,
maka susut jaringan ini dimasukkan sebgai Susut Distribusi.
6. Susut TT (Tegangan Tinggi), adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada sisi
TT, yang merupakan penjumlahan susut pada JTT, GI dan APP TT.
7. Susut TM (Tegangan Menengah), adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi
pada sisi TM , yang merupakan penjumlahan susut pada JTM, GD dan APP TM.
8. Susut TR (Tegangan Rendah), adalah susut teknik dan non teknik yang terjadi pada
sisi TR , yang merupakan penjumlahan susut pada JTR, SR dan APP TR.
9. Susut Jaringan, adalah jumlah energi dalam kWh yang hilang pada jaringan transmisi
dan distribusi, atau merupakan penjumlahan antara Susut Transmisi dan Susut
Distribusi.
b. Pemetaan Susut
Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan program penekanan susut energi serta
perhitungan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik, susut energi harus dipetakan secara
rinci sesuai lokasi terjadinya pada jaringan listrik:
1. Susut jaringan terdiri atas Susut Transmisi (yaitu susut yang terjadi pada jaringan
transmisi TT) dan Susut Distribusi (susut yang terjadi pada jaringan TM dan TR)
2. Untuk keperluan perhitungan neraca energi maka tiap titik transaksi antar unit harus
dipasang satu meter transaksi milik penjual yang sudah ditera. Pembeli dapat
memasang meter pembanding pada titik transaksi yang sama bila diperlukan.
perlu dipasang meter elektronik di setiap penyulang dan perbatasan antar unit.
------------------------------------------------------------------------- X 100%
Loko Transmisi Netto
-------------------------------------------------------------------- x 100%
3. Penjelasan Rumus
Susut energi tidak termasuk energi yang dipergunakan untuk pemakaian sendiri
system.
Loko Transmisi Netto adalah penjumlahan dari kWh Produksi Sendiri Netto, kWh
dari sewa pembangkit, kWh pembelian serta kWh yang diterima dari unit lain pada
jaringan transmisi.
Siap Salur Transmisi adalah kWh pada sistem transmisi yang siap dikirim ke Sistem
Distribusi maupun ke Unit lain.
Siap Salur Distribusi adalah energi yang diterima dari sistem pembangkitan, sistem
transmisi maupun diterima dari unit lain dalam berbagai segmen tegangan dan siap
didistribusikan.
Produksi Total Netto adalah penjumlahan dari kWh Produksi Sendiri, kWh dari sewa
pembangkit, kWh pembelian serta kWh yang diterima dari unit lain pada jaringan
transmisi dan distribusi
Pemakaian Sendiri Sistem Distribusi (PSSD) adalah jumlah kWh yang dipakai untuk
berbagai keperluan peralatan pendukung dan peralatan tertentu yang tetap
mengkonsumsi kWh pada saat menyalurkan maupun tidak saat menyalurkan energi
pada sistem distribusi antara lain, peralatan sel 20 kV di gardu induk, peralatan
control, penerangan dan pendingin di gardu distribusi dan pemanas cubicle (heater).
Secara diagram listrik, perhitungan neraca energi pada sistem tenaga listrik dari sisi
pembangkitan sampai konsumen dapat dijelaskan seperti pada Gambar 5.2
3.
1 1 9.2. 9. 9.
~ 5. 8 2 3 4
1 Transm
2
isi
9.2. 1 Jaringan
4. 7 1 1 Distribusi TT
4.1.
1 1 6 15
4.1.
TT
4.1.
2
4.1.
3 1 15
4 2Distribusi TM
TM 1
1 4
Distribusi
2 TR 15
1
0 TR
1
2
4. Kontrak/Kesepakatan Jual Beli Tenaga Listrik (PPA) antara PT PLN (Persero) dengan
pembangkit
Lampiran 1
Realisasi
Target
No. Uraian dan Rumus Bulan ini Akumulasi s/d bulan ini
Tahunan
Total Sisi TR Sisi TM Sisi TT Total Sisi TR Sisi TM Sisi TT
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 PRODUKSI SENDIRI (1.1 + 1.2)
1.1 Bahan Bakar Minyak (1.1.1 + …+1.1.4)
1.1.1 Pusat Listrik Tenaga Uap
1.1.2 Pusat Listrik Tenaga Diesel
1.1.3 Pusat Listrik Tenaga Gas Turbin
1.1.4 Pusat Listrik Tenaga Gas Uap
1.2. Bahan Bakar Non Minyak (1.2.1+…..+1.2.7)
1.2.1 Pusat Listrik Tenaga Air
1.2.2 Pusat Listrik Tenaga Uap - Batubara
1.2.3 Pusat Listrik Tenaga Uap - Gas Alam
1.2.4 Pusat Listrik Tenaga Diesel - Gas alam
1.2.5 Pusat Listrik Tenaga Gas Turbin - Gas alam
1.2.6 Pusat Llistrik Tenaga Gas Uap - Gas alam
1.2.7 Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi
2 PEMAKAIAN SENDIRI SENTRAL
3 PRODUKSI SENDIRI NETTO (3.1+3.2)
3.1 Produksi Sendiri Netto di Jaringan Transmisi (1-2)
3.2 Produksi Sendiri Netto di Jaringan Distribusi (1-2)
4 TERIMA (4.1+4.2)
4.1 Terima di Jaringan Transmisi *)
4.2 Terima di Jaringan Distribusi *)
5 PRODUKSI TOTAL NETT0 (5.1+5.2)
5.1 Loko Transmisi Netto (3.1+4.1)
5.2 Loko Distribusi Netto (3.2+4.2)
6 PEMAKAIAN SENDIRI GARDU INDUK
7 SUSUT TRANSMISI ( 5.1 - 6 - 8 )
8 SIAP SALUR TRANSMISI
9 DIKIRIM KE ( 9.1+ 9.2 + 9.3 + 9.4 )
9.1 Siap Salur Distribusi
9.2 Unit PLN lain **)
9.3 Unit Proyek Pembangunan **)
9.4 IPP **)
10 PEMAKAIAN SENDIRI SISTEM DISTRIBUSI
11 SIAP JUAL ( 9.1-10 )
12 SUSUT DISTRIBUSI ( 11 - 14 - 15 )
13 SUSUT JARINGAN (7+12)
14 DIKIRIM DARI DISTRIBUSI KE UNIT PLN LAIN **)
15 KWH TERJUAL (TUL III-09)
15.1 KWh Tagihan Susulan (P2TL)
15.2 KWh PJU Ilegal
15.3 Koreksi (Termasuk kWh Kurang Tagih)
15.4 KWh Tercetak (TUL III-07)
CATATAN :
Realisasi
Target
No. Uraian dan Rumus Bulan ini Akumulasi s/d bulan ini
Tahunan
Total Sisi TR Sisi TM Sisi TT Total Sisi TR Sisi TM Sisi TT
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
9 DIKIRIM KE INSTANSI LAIN ( 9.2 + 9.3 + 9.4 )
9.2. Unit PLN lain
9.2.1 [Nama Unit PLN Penerima]
9.2.2 [Nama Unit PLN Penerima]
……… *)
9.3. Unit Proyek Pembangunan
9.3.1 [Nama Proyek Penerima]
9.3.2 [Nama Proyek Penerima]
……… *)
9.4. IPP
9.4.1 [Nama IPP Penerima]
9.4.2 [Nama IPP Penerima]
……..
14 DIKIRIM DARI DISTRIBUSI KE UNIT PLN LAIN (14.1 + 14.2 + ….)
14.1 [Nama Unit PLN Penerima]
14.2 [Nama Unit PLN Penerima]
……… *)
CATATAN :
*) Tambahkan sesuai dengan instansi yang ada
1) Kolom (3) penjumlahan kolom (4), (5) dan (6)
2) Kolom (7) adalah penjumlahan kolom (8), (9) dan (10)
3) Kolom (8), (9) dan (10) merupakan operasi rumus
4) Seluruh kolom pada baris berisi Uraian dan Rumus merupakan operasi rumus
5) Entri data hanya pada baris kolom yang tidak termasuk dalam butir 1) s.d. 4) dan sesuaikan dengan sisi jaringan