DURASI : 2 JP
Table 1. Perbedaan Elemen sistem manajemen aset sesuai PAS 55 dengan ISO 55000 ....... 17
Table 2. Contoh Struktur Organisasi SAP PM.......................................................................... 26
Table 3. Role Assignment untuk SAP Notification .................................................................... 32
Table 4. Contoh Role Assignment untuk SAP Work order ....................................................... 36
1. PENGERTIAN ASET
1.1. Definisi Aset menurut PAS55
Sesuai dengan definisi pada PAS 55, Aset secara umum adalah sesuatu yang bisa
memberikan nilai. Banyak jenis aset yang dikenal, antara lain aset fisik, aset SDM, aset
teknologi, aset intangibel dan lain-lain, namun dalam bahasan ini aset yang dibahas ditekankan
pada aset fisik, meskipun tidak bisa lepas dengan hubungannya terhadap aset jenis lain. Aset
perlu dikelola dengan baik agar memberikan nilai yang berperan dalam pencapaian tujuan
perusahaan.
Asset adalah sesuatu item, barang, atau badan yang mempunyai nilai manfaat saat ini dan
akan datang pada sebuah organisasi. Sesuatu tersebut dapat berupa benda, badan, organisasi
dan lain-lain. Nilai manfaat yang dimaksud disini bisa berbeda-beda diantara organisasi-
organisasi dan stakeholdernya. Aset dapat berupa asset yang terlihat maupun tidak terlihat,
bermanfaat finansial atau non-finansial.
Masa hidup asset dihitung dari sejak pembuatan atau penciptaannya hingga hingga akhir
manfaatnya. Sebuah masa hidup asset tidak harus bergantung pada organisasi yang
memilikinya. Asset dapat memberikan potensi manfaat atau manfaat langsung untuk satu atau
lebih organisasi.
Sebuah organisasi dapat memilih manajemen asset sebagai sebuah kelompok atau individual
tergantung pada kebutuhan dan untuk mencapai manfaat. Asset dapat dikelompokkan
berdasarkan tipe asset, sistem asset, atau portofolio asset.
Dalam sebuah organisasi, manajemen puncak, pegawai, dan stakeholder harus melakukan
perencanaan, pengendalian aktivitas, memantau aktivitas, untuk memanfaatkan peluang dan
mengurangi risiko pada level yang dapat diterima.
Manajemen asset memerlukan keseimbangan biaya, peluang dan risiko agar asset dapat
digunakan sebaik-baiknya untuk meraih tujuan organisasi.
1. Nilai: keberadaan asset adalah untuk memberikan nilai atau manfaaat kepada organisasi
dan stakeholder nya.
Seluruh kebijakan manajemen asset (teknis, finansial dan operasional) harus mendukung
pencapaian tujuan organisasi.
Kebutuhan jaminan diperlukan untuk menjalankan organisasi secara efektif yang berkaitan
dengan asset, manajemen asset, dan sistem manajemen aset
Secara umum, sepanjang masa hidupnya aset mengalami beberapa fase yang membentuk
Keempat fase tersebut saling berkaitan dan berpengaruh, sehingga dalam melakukan aktifitas
pada salah satu fase harus memperhatikan dampak terhadap fase yang lain. Sebagai contoh,
untuk menciptakan keandalan dalam pengoperasian aset memerlukan pemeliharaan yang baik.
Namun itu saja tidak cukup karena kondisi awal aset/ akuisisijuga mempengaruhi keandalan,
misalnya desain, kualitas peralatan, cara pemasangan, kesesuaian dengan lingkungan,
komisioning peralatan dan sebagainya. Fase disposal terpengaruh, karena apabila aset sudah
mencapai umurnya maka tidak bisa memberikan performansi yang bagus sehingga harus
dihapus atau diganti dengan peralatan yang baru.
Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dari suatu aset selayaknya diperhitungkan
biaya yang akan timbul sepanjang siklus hidupnya. Memilih peralatan tidak
hanyamemperhitungkan biaya pengadaan saja, bisa jadi peralatan dengan biaya pengadaan
murah akanberdampakpada biaya pemeliharaan atau biaya pengoperasian menjadi mahal.
Untuk itu diperlukan perhitungan biaya sepanjang hidupnya yang dikenal dengan whole live
cost (WLC).
Komposisi biaya per fase berbeda antara satu jenis aset dengan yang lain. Salah satu contoh
WLC suatu aset disampaikan dalam gambar 2.2. Gambar tersebut menjelaskan perbandingan
besar biaya yang timbul selama masa hidup aset yang terdiri dari biaya perencanaan (planning
cost), biaya pengadaan (acquisition cost), biaya operasi dan pemeliharaan (Operation and
Maintenance Cost) serta biaya penghapusan (Disposal cost).
Fase akuisisi juga disebut sebagai fase asset creation, yang berkaitan dengan seluruh proses
dalam pembentukan aset, mulai dari perencanaan, enjinering, pemilihan spesifikasi,
pengadaan, pemasangan atau konstruksi sampai dengan komisioning. Fase ini adalah fase
awal dari siklus hidup aset sehingga sangat berpengaruh terhadap fase-fase berikutnya. Oleh
karena itu, pemilihan aset yang dilaksanakan pada fase ini harus memperhitungkan pengaruh
jangka panjang yang akan dialami oleh aset sepanjang masa hidupnya.
Alat bantu evaluasi biaya investasi yang digunakan PLN adalah Kajian Kelayakan Finansial,
Kajian Risiko, dan Kajian Kelayakan Operasi.
Ada dua indikator dalam KKF yang digunakan yaitu IRR dan NPV.
NPV (Net Present Value) adalah menghitung nilai sekarang (present value) dari semua cash
flow proyek dengan menggunakan discount rate tertentu. Sebuah investasi atau akuisisi asset
dinilai layak bila nilai NPV lebih besar dari 0 (nol).
IRR (Internal Rate of Return) adalah perhitungan discount rate yang mengakibatkan present
value dari cash inflow proyek sama dengan nilai initial investment (NPV=0).IRR merupakan
indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Suatu investasi atau akuisisi asset dinilai layak
bila laju pengembaliannya (rate of return) lebih besar dari pada laju pengembalian apabila
melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain).
Kajian Risiko
Risiko adalah segala hal kejadian yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Risiko
selalu ada dan harus dikendalikan. Kajian risiko diperlukan sebagai upaya mitigasi agar tujuan
organisasi tercapai. Tahapan penanganan risiko adalah
2. Identifikasi risiko
4. Analisa risiko
5. Kontrol eksisting
6. Level risiko
7. Penanganan risiko
Penanganan risiko yang ada harus selalu dimonitor dan dikendalikan agar tujuan organisasi
terpenuhi.
Beberapa faktor yang terpengaruh oleh fase Akuisisi disampaikan dalam uraian berikut.
Proses yang dilaksanakan pada fase Akuisisi akan memberi dampak pada saat pengoperasian
aset setidaknya pada dua aspek sebagai berikut :
2. Unjuk kerja
Besarnya biaya operasi yang meliputi input (bahan bakar) dan biaya tenaga kerja tergantung
pada karakter aset. Aset dengan efisiensi tinggi tentu memerlukan biaya bahan bakar yang
lebih rendah. Adapun biaya tenaga kerja tergantung pada sifat pengoperasian. Biaya tenaga
kerja akan lebih rendah pada aset yang dalam pengoperasiannya praktis, sederhana, dan
mudah, dikarenakan tidak memerlukan banyak orang, tidak memerlukan tenaga ahli khusus
dari luar, dan tidak memerlukan pelatihan yang spesial dan mahal. Sifat pengoperasian bukan
hanya berpengaruh pada biaya operasi, namun juga pada kontinuitas operasi aset. Bisa terjadi
dikarenakan kesulitan tenaga operasi khusus maka aset tidak bisa dioperasikan.
Adapun unjuk kerja aset sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kesesuaian pada lingkungannya.
Hal ini ditentukan pada saat pemilihan pabrikan dan spesifikasi aset. Pemilihan aset untuk
keperluan ini dapat dilakukan dengan cara mengkaji spesifikasi dan desain pabrik pembuatnya,
dan hanya bisa dilakukan oleh para ahli. Hal lain yang dapat membantu dalam mengenali
kualitas aset bisa dilakukan dengan mempelajari referensi atau pengalaman operasi dari
pemakai terdahulu. Kesalahan dalam hal ini bisa mengakibatkan spesifikasi yang tidak
memadai sehingga aset tidak bisa berperan secara maksimum, atau kesalahan berupa
spesifikasi terlalu tinggi, dimana spesifikasi yang ditentukan berlebihan dan tidak diperlukan,
sehingga akan mengakibatkan pemborosan perusahaan.
1. Biaya Pemeliharaan
2. Efektifitas pemeliharaan
1. Kemudahan pemeliharaan
5. Kebutuhan SDM
Proses yang dilaksanakan pada fase Akuisisi akan memberi dampak pada saat penghapusan
aset meliputi kedua aspek sebagai berikut :
1. Umur peralatan
Masing-masing aset mempunyai karakteristik dan ketahanan hidup yang berbeda, karena
material komponen pembentuk aset dan proses pembuatannya berbeda-beda. Oleh karena itu
aset mempunyai umur operasi yang berbeda beda, maka pemilihan aset pada fase Akuisisi
sangat berpengaruh terhadap umur aset. Pemilihan aset juga harus memperhatikan
kemudahan pada saat penggantian aset terutama yang telah waktunya diganti dan perlu juga
mempertimbangkan penghapusannya.
Pengaruh kedua faktor tersebut harus diperhitungkan pada saat Akuisisi aset, yang bisa
berupa penyusunan kebijakan atau strategi atau implementasi lapangan, antara lain dalam hal :
Aset/ peralatan listrik diproduksi oleh banyak pabrikan diseluruh dunia dan dipakai oleh banyak
perusahaan listrik, sehingga aset tersebut diproduksi dengan mengacu pada standar
tertentu.Pemilihan standar menjadi hal yang penting agar aset dapat bermanfaat secara
maksimum dan tidak berlebihan. Pemilihan standar akan berpengaruh pula pada penentuan
spesifikasi peralatan. PT PLN (Persero) telah menyusun beberapa standar tentang aset berupa
Standar PLN (SPLN), dan apabila belum ada standarnya menggunakan standar internasional
yang sesuai dengan kebutuhan contohnya IEC, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa pada fase Akuisisi ini pengaruh stakeholder dalam pembuatan kebijakan
perusahaan cukup tinggi karena fase Akuisisi banyak terkait dengan pihak luar yang masing-
masing mempunyai aturan atau regulasi. Sebagai contoh kegiatan pengadaan yang harus
memperhatikan regulasi pemerintah dalam penggunaan produk dalam negeri, regulasi
pemerintah tentang persaingan usaha, tentang pengadaan barang/jasa dan sebagainya. Ada
kalanya kepentingan stakeholder sulit dipenuhi oleh perusahaan atau berpotensi merugikan.
Apabila terjadi hal seperti ini maka manajemen perusahaan perlu membuat strategi yang
memadai untuk bisa melaksanakan hal tersebut.
Fase Operasi
Fase Operasi juga disebut fase Asset Utilization (fase pemanfaatan aset), pada fase ini pemilik
aset mendapatkan manfaat dari aset yang dikelolanya. Oleh karena itu pengaruh dari pemilik
perusahaan atau stakeholder sangat terasa. Keinginan stakeholder dalam pemanfaatan aset
Ada dua faktor dalam pengoperasian asetyang perludiperhatikan yaitu pemanfaatan peralatan
itu sendiri (misal pembebanan), dan pengoperasian peralatan itu sendiri. Pengoperasian untuk
pemanfaatan tergantung kondisi sistem, sedangkan pengoperasian peralatan harus sesuai
dengan manual book(petunjuk pengoperasian).
Kegiatan dalam fase ini pada dasarnya adalah memanfaatkan aset secara optimal sehingga
memberi manfaat pada perusahaan. Manfaat optimal harus ditinjau siklus hidupnya, artinya
dengan memperhatikan pengaruhsiklus hidup aset yang lain. Contoh sederhana, aset bisa
dioperasikan dengan beban penuh atau lebih, namun akan berdampak pada pemeliharaan
yang lebih dan juga mengurangi umur teknik. Dalam hal ini harus diperhitungan opsi mana
yang paling menguntungkan bagi perusahaan. Beberapa faktor yang dipengaruhi oleh fase
Operasi disampaikan dalam uraian berikut.
Proses yang dilaksanakan pada fase Operasi akan memberi dampak pada fase Pemeliharaan
meliputi dua aspek yaitu :
1. Frekuensi pemeliharaan
2. Biaya pemeliharaan
Pengoperasian peralatan akan berakibat pada kondisi peralatan itu sendiri dikarenakan banyak
parameter peralatan yang terpengaruh oleh variabel operasi, misalnya panas akan
mengakibatkan penuaan isolasi, pengeringan grease, dll. Kondisi seperti itu akan berakibat
pada kebutuhan pemeliharaan yang berbeda. Oleh karena itu pengoperasian peralatan harus
memperhitungkan dampakterhadap pemeliharaan. Secara umum pengoperasian yang lebih
tinggi (contoh : waktu maupun kapasitas) akan berakibat pada frekuensi pemeliharaan yang
semakin tinggi.
Penurunan kondisi peralatan terkait akibat dioperasikan seperti yang diuraikan diatas, tidak
selamanya bisa diatasi dengan pemeliharaan. Apabila kondisi yang dimaksud adalah kondisi
komponen yang bisa diganti, maka pemeliharaan bisa dilakukan dengan penggantian
komponen terkait. Namun apabila kondisi yang turun adalah pada komponen utama, maka
tidak bisa diatasi dengan pemeliharaan, karena tidak bisa dilakukan penggantian. Sebagai
contoh penurunan kondisi isolasi trafo, apabila diganti harus dilakukan dengan rewindingdan
memerlukan biaya yang sangat tinggi. Kondisi isolasi trafo ini sangat dipengaruhi oleh pola
operasi, karena isolasi akan memburuk seiring dengan panas yang terjadi akibat pembebanan.
Selain pertimbangan pengaruh pada fase lain, fase Operasi juga perlu dimanfaatkan untuk
memberikan umpan balik kepada fase lain. Hal ini dikarenakan monitoring unjuk kerja aset
pada fase Operasi.
Fase Pemeliharaan
Fase Pemeliharaan tidak banyak dipengaruhi oleh stakeholder karena pada dasarnya yang
dilakukan pada fase ini adalah untuk aset itu sendiri. Apalagi biaya pemeliharaan instalasi
penyaluran tergolong lebih rendah dibandingkan dengan instalasi pembangkit.
Kebijakan Perusahaan pada fase ini adalah melakukan pemeliharaan sehingga aset terjamin
unjuk kerjanya. Strategi pemeliharaan yang diperlukan adalah menentukan pola pemeliharaan
yang sesuai dengan kebutuhan aset dan hasilnya. Strategi pemeliharaan dapat merupakan
kombinasi dari berbagai macam pemeliharaan. Macam-macam pemeliharaan yang dikenal
secara umum adalah sebagai berikut :
Pemeliharaan untuk mengembalikan kondisi peralatan yang telah mengalami penurunan atau
kerusakan dikategorikan sebagai Pemeliharaan Korektif:
Pemeliharaan korektif bersifat lagging, sehingga dilaksanakan bila sudah terjadi kelainan pada
peralatan atau komponen peralatan. Apabila kelainan bisa dideteksi oleh instrumen kondisi,
maka menjadi pemeliharaan berbasis kondisi.
Dalam strategi pemeliharaan juga perlu ditentukan infrastruktur pemeliharaan antara lain
standar, proses dan metode yang sesuai untuk masing-masing portofolio aset. Proses dalam
hal ini adalah tatakelola pelaksanaan pemeliharaan, termasuk keterkaitannya dengan kegiatan
lain yang mendukung pemeliharaan misalnya sistem penyediaan material.
Hasil pemeliharaan pada fase Pemeliharaan berdampak pada fase Operasi dan fase
Penghapusan. Pemeliharaan yang memadai berdampak pada performance aset yang bagus
dan dalam hal tertentu berpengaruh pada umur peralatan. Dalam kaitannya dengan fase
Operasi, penentuan strategi dan metode pemeliharaan harus juga mempertimbangkan faktor
kemudahan eksekusi terkait dengan pembebasan peralatan dari sistem.
Operasi dan pemeliharaan merupakan fase terlama dalam siklus hidup asset. Operasi dan
pemeliharaan dikendalikan secara efektif. Efektif yang dimaksud adalah umur asset panjang
dan manfaat finansial maksimal. Agar umur asset panjang dan terus menghasilkan manfaat
untuk organisasi, diperlukan manajemen pemeliharaan yang baik.
Fase Penghapusan
Sering juga disebut fase Disposal atau refurbish. Selain aktifitas mengeluarkan aset dari
operasi, fase Penghapusan juga selalu dikaitkan dengan aktifitas penggantian setelah aset
yang ada di keluarkan dari sistem. Sering juga suatu aset yang sudah habis umurnya tidak
dihapus melainkan dibarukan (di-refurbish) sehingga umurnya diperpanjang.
Dalam proses Penghapusan, pertimbangan korporatnya lebih dominan mengingat aset tidak
dipakai lagi. Oleh karena itu terkait dengan regulasi stakeholder dan kebijakan perusahaan.
Penentuan kebijakan Penghapusan perlu dilengkapi dengan penetapan standar dan metode
asesmen yang sesuai, sehingga aset yang dikeluarkan dari sistem tidak akan merugikan
(misalnya sangat berpotensi rusak mendadak), atau dengan kata lain tidak mengeluarkan aset
dari sistem selama masih menguntungkan. Adakalanya suatu aset masih bisa berfungsi
dengan baik dan aman, namun harus keluar dari sistem dikarenakan secara sistem sudah tidak
berfungsi lagi, contohnya peralatan elekronika dan komunikasi.
Fase Penghapusan akan berpengaruh pada fase Operasi dan Pemeliharaan. Dengan
melakukan pengeluaran aset dari sistem secara tepat maka pengaruh terhadap operasi sangat
positif karena akan terhindar dari kerusakan secara mendadak. Dengan peralatan yang
mempunyai kondisi baik (baru), maka biaya pemeliharaan secara umum akan menurun.
Pokok-pokok pengertian Manajemen Aset sesuai PAS 55 dalam definisi tersebut adalah :
Dalam gambar 3.1 dijelaskan bahwa sistem manajemen aset berperan untuk mendukung
terlaksananya Rencana strategis perusahaan (Organization Strategic Plan/ OSP). OSP sendiri
tidak termasuk bagian dari sistem manajemen aset. Rencana strategis perusahaan dengan
tujuan memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder yang terdiri atas konsumen, pemegang
saham, regulator, pegawai, dan juga lingkungan terkait lainnya serta pencapaian tujuan
perusahaan. Rencana strategis perusahaan bisa diperbaharui sesuai dengan perubahan
faktorinternal dan eksternalserta menerima masukan atau umpan balik dari sistem manajeman
aset yang mempunyai kemampuan monitoring, analisa dan evaluasi berdasarkan kondisi
lapangan.
Sesuai harapan dan kebutuhan para stakeholder yang dituangkan dalam OSP, selanjutnya
manajemen membuat AMP/ kebijakan manajemen aset. AMP berfungsi untuk menentukan
garis-garis besar perusahaan dalam melaksanakan OSP yang dapat berwujud kebijakan atau
keputusan manajemen puncak dan dicantumkan dalam AMP antara lain:
AM Policy adalah garis besar sistem manajemen aset, maka untuk dapat terlaksana harus
dibuat suatu strategi, pencapaian yang diharapkan, dan membuat rencana kerja. Strategi
tersebut dapat berupa pembuatan program khusus beserta target pencapaiannya, bisa juga
berupa penetapan prioritas alokasi anggaran. Selanjutnya berdasarkan strategi tersebut maka
dibuatlah rencana kerja terhadap aset yaitu apa yang akan dilakukan terhadap aset secara
komprehensif sepanjang siklus hidupnya.
Selama aset beroperasi, sistem manajemen aset melakukan monitoring unjuk kerja dan kondisi
aset. Hasil monitoring dipergunakan untuk melakukan analisa dan evaluasi sehingga diperoleh
rekomendasi perbaikan berkesinambungan (continual improvement). Umpan balik untuk
perbaikan ditujukan pada tataran sampai dengan Kebijakan, Strategi dan OSP.Perbaikan pada
level tersebut bersifat luas dan akan diwujudkan pada tahap implementasi sesuai dengan
logika sistem manajemen aset. Impovement juga direkomendasikan ke stakeholder mengingat
kondisi aset bisa memerlukan perubahan pada aspek legal atau yang terkait dengan pihak
luar.
Hal penting lainnya dalam sistem manajemen aset adalah ketersediaan enabler dan control
yang memadai yang sesuai. Enabler dan control bisa berupa Sumber Daya Manusia, Teknologi
Informasi, dan infrastruktur organisasi sertasegala sesuatu yang mendukung sistem
manajemen aset.
PLN memiliki enabler yang disebut dengan Transmission Enterprise Asset Mangement
(TEAM). TEAM ini mengaktifkan modul Plant Management (PM) dalam sistem SAP yang sudah
lebih dulu berjalan.
1. General requirement
2. Asset management Policy
3. Asset management strategy, objectives and plans
a. AM Strategy
b. AM Objectives
c. AM Plans
d. Contingency planning
4. Asset management enablers and controls
a. Structure, authority and responsibilities
b. Outsourcing of asset management activities
c. Training, awareness and competence
d. Communication, participation and consultation
e. Asset management system documentation
f. Information management
g. Risk Management
h. Legal and other requirements
i. Management of change
5. Implementation of asset management plan(s)
a. Life cycle activities
b. Tools, facilities and equipment
6. Performance assessment and improvement
a. Performance and condition monitoring
b. Investigation of asset related failures, incidents and nonconformities
c. Evaluation of compliance
d. Audit
e. Improvements actions
f. Records
7. Asset management review
Adapun uraian persyaratan untuk masing-masing item diatas secara ringkas disampaikan pada
lampiran 1.1, dan secara lengkap dapat dilihat dalam publikasi PAS 55-1 bab 4.
Sesuai dengan Iso 55000, sistem manajemen aset digambarkan dalam hubungan antar
elemen kunci manajemen aset sebagaimana gambar 3.3 . Gambar dengan arsiran abu-abu
merupakan lingkup Sistem Manajemen Aset.
Perbedaan lain yang perlu diperhatikan adalah dalam hal persyaratan sistem manajemen aset.
Dalam PAS 55, persyaratan dibuat dalam 7 kelompok yang sesuai dengan elemen aset
Dalam kaitannya dengan manajemen asset peralatan fasilitas operasi , terdapat beberapa
regulasi sebagaimana digambarkan dibawah ini:
SPLN S3.001-2:2012 Master Station: Spesifikasi Teknis Fungsi EMS dan DMS
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam
dalampenerapan standar spesifikasi teknis master station SCADA yang mengutamakan mutu,
keandalan dan ekonomi. Standar ini merupakan acuan dalam pembangunan sistem
SCADA baru, pengembangan sistem SCADA yang telah ada, dan penggantian sistem
SCADA. Kebutuhan kelengkapan fitur EMS dan DMS di tiap Control Center harus
disesuaikan dengan Level Master Station sebagaimana diatur dalam SPLN S3.001:2008
tentang Peralatan SCADA Sistem Tenaga Listrik butir 6.3.30 (Perangkat Lunak RCC &
IRCC, Tabel 2) dan butir 6.3.31 (Perangkat Lunak DCC & IDCC Tabel 3).
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam dalam penerapan
standar master station: spesifikasi teknis fungsi SCADA yang mengutamakan mutu, keandalan
dan ekonomis. Standar ini merupakan acuan dalam pembangunan sistem SCADA yang baru,
pengembangan sistem SCADA yang telah ada, dan penggantian sistem SCADA.
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam dalam
penerapan standar spesifikasi remote station yang mengutamakan mutu, keandalan dan
ekonomis. Standar ini merupakan acuan dalam perencanaan remote station,
pembangunan remote station yang baru, pengembangan remote station yang telah ada dan
penggantian remote station.
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam mengenai
spesifikasi peralatan dan layanan informasi telekomunikasi yang digunakan untuk
pengoperasian sistem tenaga listrik. Peralatan telekomunikasi pada bagian 1 ini meliputi
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam mengenai
spesifikasi peralatan dan layanan informasi telekomunikasi yang menggunakan perangkat
radio dan microwave yang digunakan untuk pengoperasian sistem tenaga listrik di lingkungan
PT PLN (Persero). Peralatan telekomunikasi pada bagian 2 ini meliputi standar untuk kinerja
dan layanan, transmisi telekomunikasi, sistem dan perangkat radio voice, microwave, dan
sertifikasi peralatan
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam mengenai
spesifikasi peralatan dan layanan informasi telekomunikasi yang menggunakan perangkat
multiplekser yang digunakan untuk pengoperasian sistem tenaga listrik di lingkungan PT PLN
(Persero). Peralatan telekomunikasi pada bagian 3 ini meliputi standar untuk kinerja dan
layanan, transmisi telekomunikasi, peralatan multiplekser PDH dan SDH, interface G703,
interface E1, interface analog, dan sertifikasi peralatan
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam mengenai
spesifikasi peralatan dan layanan informasi telekomunikasi yang menggunakan perangkat
PLC dan teleproteksi yang digunakan untuk pengoperasian dan pengamanan sistem tenaga
listrik di lingkungan PT PLN (Persero). Peralatan telekomunikasi pada bagian 4 ini meliputi
standar untuk kinerja dan layanan, transmisi telekomunikasi, perangkat outdoor dan indoor
sistem PLC, standar kinerja teleproteksi, dan sertifikasi peralatan
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam mengenai
spesifikasi peralatan dan layanan informasi telekomunikasi yang menggunakan perangkat
PABX router, modem, dan converter yang digunakan untuk pengoperasian sistem tenaga
listrik di lingkungan PT PLN (Persero). Peralatan telekomunikasi pada bagian 4 ini meliputi
standar untuk kinerja dan layanan, transmisi telekomunikasi, PABX, router, modem, DC to DC
converter, dan sertifikasi peralatan
Standar ini ditujukan untuk memberikan pedoman yang terarah dan seragam untuk pengujian
sistem SCADA dalam pembangunan dan pengembangannya. Pengujian yang diatur dalam
SPLN ini meliputi acceptance test di pabrik, di lapangan, point to point, pengujian protocol
komunikasi, pemeriksaan kelengkapan dokumentasi peralatan, pengujian hardware dan
software master station, pengujian telekomunikasi data dan suara, pengujian interface SCADA
dan pengujian catu daya
Standar ini ditujukan untuk memberika pedoman yang terarah dan seragam untuk
implementasi protocol IEC 60870-5-101 sebagai protocol komunikasi antara master station dan
remote station. Standar ini mencakup definisi, prosedur, fungsi dan parameter dari protocol IEC
60870-5-101 yang harus dipenuhi untuk membangun sistem telekontrol. Standar ini adalah
acuan dalam setiap perencanaan, pembangunan, operasi dan pemeliharaan sistem SCADA di
PLN. Standar ini meliputi format telegram layer aplikasi, prosedur komunikasi, dan fungsi-fungsi
spesifik (event handling, komunikasi redundant, addressing, event internal, panjang frame,
penanganan database, scaling).
Standar ini ditujukan untuk memberika pedoman yang terarah dan seragam untuk
implementasi protocol IEC 60870-5-101 sebagai protocol komunikasi antara master station dan
remote station. Standar ini merupakan penjelasan yang terperinci mengenai penerapan
protocol IEC 60870-5-104 pada sistem SCADA. Standar ini mencakup definisi, prosedur, fungsi
dan parameter dari protocol IEC 60870-5-101 yang harus dipenuhi untuk membangun sistem
telekontrol. Standar ini adalah acuan dalam setiap perencanaan, pembangunan, operasi dan
pemeliharaan sistem SCADA di PLN. Standar ini meliputi format telegram layer aplikasi,
prosedur komunikasi, dan fungsi-fungsi spesifik (event handling, komunikasi redundant,
addressing, event internal, panjang frame, penanganan database, scaling).
Standar ini meliputi tahapan pembangunan sistem SCADA, perencanaan sistem SCADA,
perencanaan personil, proses pengadaan, training dan pelaksanaan pembangunan sistem
SCADA
Standar ini merupakan pengganti dari Pola SCADA SPLN no 109 tahun 1996 dalam rangka
mengikuti perkembangan teknologi SCADA. Standar ini menjelaskan mengenai master station,
komunikasi, dan remote station, levelisasi konfigurasi master station
Kepdir No 0520-3.K DIR tahun 2014 Himpunan Buku Pedoman Pemeliharaan Peralatan
Sekunder GI
Keputusan direksi ini berisi buku pedoman pemeliharaan peralatan sekunder GI. Peralatan
Fasilitas Operasi yang merupakan peralatan sekunder GI adalah peralatan perekam (DFR,
TWS, FL), master station SCADA, peralatan telekomunikasi, remote station SCADA, dan
sistem otomasi GI.
Titik integrasi antara Modul SAP PM denganModul SAP yang lain dapat dilihat pada Gambar 5
Modul SAP dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Struktur Organisasi
2. Master Data
Maintenance Plantadalah unit organisasi di dalam sistem SAP Plant Maintenance (PM) yang
mewakili organisasi di dalam suatu perusahaan yang melakukan kegiatan pemeliharaan.
Seluruh biaya yang terjadi atas kegiatan pemeliharaan pada suatu Maintenance Plantdapat
dicatat dan dimonitor historinya.Maintenance Plantyang digunakan pada SAP PM
menggunakan definisi logistic plantyang ada pada SAPMaterial Management (MM).
Maintenance planning plant adalah unit organisasi di dalam sistem SAP PM yang mewakili
organisasi di dalam suatu perusahaan yang melakukan kegiatan pemeliharaan sekaligus
melakukan kegiatan perencanaan pemeliharaan. Dalam implementasi EAM Transmisi ini, yang
didefinisikan sebagaimaintenance planning plantadalah hanya yang mewakili organisasi di
Kantor Induk dan Kantor Wilayah.
Maintenance planner groupadalah unit yang mewakili orang atau sekumpulan orang yang
melakukan kegiatan perencanaan pemeliharaan di dalam sebuah unit organisasi maintenance
planning plant.
Maintenance work centermerupakan unit organisasi yang mewakili orang atau sekelompok
orang yang melakukan kegiatan pemeliharaan. Durasi yang digunakan olehmaintenance work
centeruntuk melakukan kegiatan pemeliharaan akan dihitung sebagai biaya internal (biaya
pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan) di dalam dokumenwork order. Maintenance work
centeryang digunakan dalam implementasi EAM Transmisi yaitu Tragi, UPT, UPB, APP, APB
dan Kantor Wilayah Sulselrabar.
Business areaadalah suatu unit organisasi dalam sistem SAP FM yang mewakili suatu bagian
untuk mencatat transaksi nilai pergerakan aset dalamfinancial accounting. Adapunbusiness
areayang digunakan dalam implementasi EAM Transmisi Kantor Wilayah Sulselrabar.
Purrchasing organizationmerupakan unit organisasi yang bertanggung jawab dalam proses dan
aktivitas pembelian yang dilakukan (termasuk menangani penawaran dan permintaan
pembelian).
Struktur Organisasi
No P3BJB P3BS Wil.Sulselabar
SAP
Level 2 : MaintenancePlant
3.3.2. Equipment
Sebuah daftar komponen terstruktur yang merupakan bagian dari objek pemeliharaan tertentu.
Urutan pekerjaan yang digunakan dalam pemeliharaan dan dilakukan berulang-ulang sehingga
dapat mempercepat proses perencanaan pemeliharaan.
Object linkmerupakan master data yang akan disertakan untuk menggambarkan arah/ sirkit,
sehingga saat ada pekerjaan atasfunctional locationtertentu, pelaksana lapangan dapat
mengetahui sirkit mana yang akan mengalami pemeliharaan.
3.3.7. Catalog
Catalogdigunakan untuk menyimpan informasi histori teknikal yang terkait dengan perbaikan
dan pemeliharaan suatuequipment.Catalogdapat juga digunakan untuk menganalisa dan
memperbaiki kerusakan suatuequipment.
Role atau fungsi yang berperan dalam proses master data terdiri dari 6 (enam) role atau fungsi,
diantaranya:
Orang yang bertanggung jawab dalam mengajukan permohonan untuk membuat, mengubah
atau menghapus master data yang telah didefinisikan sebelumnya.
Orang yang bertanggung jawab untuk memeriksa dokumen atas pengajuan permohonan untuk
pembuatan, pengubahan atau penghapusan master data oleh data requester.
Orang yang bertanggung jawab untuk menyetujui dokumen pengajuan permohonan atas
pembuatan, pengubahan atau penghapusan master data yang telah diperiksa oleh data
revieweratau datareviewer 2.
Orang yang bertanggung jawab untuk melakukan input ke sistem SAP dan legacy baik berupa
pembuatan, pengubahan, atau penghapusan yang telah disetujui oleh data approver.
Berikut ini akan membahas mengenai penjelasan dari proses bisnis yang digunakan sebagai
dasar untuk implementasi SAP PM, dimana aplikasi tersebut digunakan untuk mendukung
manajemen pemeliharaan yang diterapkan di PT PLN (Persero) khususnya pada Transmisi
Berdasarkan Gambar 1.3.1.1 Diagram Alur Proses Bisnis SAP PM diatas maka implementasi
yang terjadi di lingkungan PT PLN (Persero) dapat digambarkan pada Gambar 1.3.1.2 Proses
Bisnis SAP PM sebagai berikut:
SAP Notification adalah suatu proses transaksi di dalam sistem SAP PM yang digunakan untuk
memberitahukan suatu kebutuhan perbaikan atas suatu peralatan atau technical object
(functional location atau equipment), proses transaksi ini akan menghasilkan sebuah dokumen
yang disebut dokumen SAP Notification yang akan berfungsi untuk mencatat history dari
transaksi kebutuhan perbaikan atas suatu peralatan tersebut di dalam sistem SAP PM. SAP
Notification ini dapat dibuat oleh user manapun yang diberi akses dan otorisasi untuk dapat
melakukan pembuatan dokumen SAP Notification di sistem SAP PM. Permintaan perbaikan ini
ditujukan kepada maintenance planner yang terkait langsung dengan peralatan yang
mengalami masalah atau membutuhkan perbaikan. Dokumen maintenance notification ini
digunakan untuk:
a. Mencatat dan menjelaskan kondisi kegagalan atau kerusakan pada suatu peralatan disertai
dengan keterangan perbaikan yang dibutuhkan.
b. Permintaan kepada bidang pemeliharaan untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan yang
diperlukan.
c. Sebagai dokumentasi atas pekerjaan pemeliharaan yang terjadi.
Proses pembuatan SAP Notification ini harus dimulai dengan memilih notification type yang
sesuai dengan permintaan pemeliharaan yang dipergunakan. Pemilihan notification type yang
benar saat membuat SAP Notification ini sangatlah penting dari sisi proses dikarenakan setiap
notification type mempunyai tujuan dan detail data informasi yang berbeda antara satu tipe
dengan tipe yang lainnya, sehingga apabila salah dalam memilih notification type akan
SPV Pengendalian
AE/JE Hardware Asman Fasilitas
APB Pemeliharaan
Master Station Operasi
SCADA dan Otomasi
Wil.Sul Asman
SPV Pemeliharaan Pemeliharaan
3. selraba
UPT E/AE/JE Operasi (Jar/ GI/
r Asman Perencanan
Proteksi&Meter)
dan Evaluasi
Proses work order adalah proses untuk mendetailkan perencanaan kegiatan pemeliharaan
yang akan dilakukan. Dengan work order dapat melakukan hal-hal berikut:
Tipe work order dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kepada kebutuhan suatu
perusahaan dalam menjalankan kegiatan pemeliharaannya dan dalam menentukan bentuk
laporan yang dibutuhkan dalam rangka evaluasi dan analisa terhadap kegiatan pemeliharaan
yang sudah, sedang dan akan dilakukan.
Pada Tabel 1.3.5.1 Contoh Role Assignment untuk SAP Work order. Berikut ini adalah
penjelasan detail masing-masing work ordertype yang digunakan sesuai dengan kebutuhan
yang menjadi dasar pertimbangannya:
a. PreventiveWork order
Untuk dapat melakukanpreventive maintenance di dalam sistem SAP PM, maka beberapa hal
berikut ini harus dipersiapkan:
Maintenance Plan
Maintenance planberguna untuk menentukan jadwalwork orderter-generate secara otomatis
berdasarkan pada perhitungan siklus yang terdapatmaintenance strategyyang digunakan.
Di dalam implementasi EAM Transmisi ini, time-based strategy plan akan digunakan untuk
menentukan jadwal pelaksanaan pemeliharaan preventive untuk peralatan teknikal transmisi,
seperti overhaul, kalibrasi, pengujian dan pengukuran parameter peralatan taknikal transmisi.
Digunakan untuk :
Digunakan untuk :
Digunakan untuk :
WOSafety Maintenance
No Unit WO Requester WO Reviewer
Checker Manager
DM Fasilitas EG/AE/JE
SPV Master Station Manajer Operasi
Operasi Keselamatan
KI SPV Infrastruktur Sistem
DM Teknologi Ketenagalistrikan
Teknologi Informasi dan K3 Manajer
Informasi
Perencanaan
P3B
1. Jawa SPV Pemeliharaan SPV Lingkungan &
Bali APP (Jar / GI / Asman Enjiniring Keselamatan Manajer APP
Proteksi&Meter) Ketenagalistrikan
SPV Pengendalian
Pemeliharaan Asman Fasilitas EG Safety
APB Manajer APB
SCADA dan Operasi Engineer
Otomasi
E/AE/JE
Asman Fasilitas Lingkungan dan
UPB SPV SCADA Manajer UPB
Operasi Keselamatan
Ketenagalistrikan
SE/EG/AE
SPV Infrastuktur &
DM Teknologi Lingkungan & Manajer Bidang
KW Aplikasi Teknologi
Informasi Keselamatan Perencanaan
Wil.S Informasi
3. Ketenagalistrikan
ulsel
E/AE/JE
SPV SCADA & Asman Fasilitas Lingkungan dan
UPB Manajer UPB
Telekomunikasi Operasi Keselamatan
Ketenagalistrikan
Aplikasi
NotificationType Description OrderType Description
Legacy
5. APLIKASI PENUNJANG
Dalam rangka mendukung manajemen pemeliharaan di PT PLN (Persero), implementasi SAP
PM juga diintegrasikan dengan aplikasi legacy eksisting yang ada di PT PLN (Persero) yaitu
aplikasi database (PST), aplikasi CBM, aplikasi Jalur dan aplikasi FOIS serta dikembangkan
pula GIS. Pada Gambar 2.1 menunjukkan Gambaran Umum Integrasi SAP dengan Aplikasi
Legacy
Budget
Mencukupi ?
Predictive
Y
REKOMENDASI
NOTIFICATION
CBM Butuh Butuh
Material ? Material ?
Y
Corrective
MASTER DATA
T
MANUAL
Y INVENTORY
Jasa
PROCUREMEN MANAGEMENT
External ?
FOIS T
Material
T
Management
MAINTENANCE
EXECUTION
Interface dari CBM ke SAPmenghasilkan notifikasi di SAP. Notifikasi ini akan terbentuk secara
otomatis di SAP berdasarkan data dari CBM, data yang di kirim dari CBM adalah hasil dari
rekomendasi untuk hasil inspeksi IL1, IL2, IL3, DL1 dan DL2(nilai 1 atau 6). Hasil dari inspeksi
harian akan diinput ke dalam sistem CBM di mana sistem CBM kemudian akan mengolah data
hasil inspeksi tersebut. Untuk IL1 jika hasil dari pengolahan data tersebut mendapatkan nilai 1
atau 6, maka sistem CBM akan memberikan rekomendasi agar ditindaklanjuti. Rekomendasi
inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk pembuatan Notifikasi secara otomatis di SAP.
Interface antara SAP dan CBM terdiri dari beberapa interface, yaitu:
CBM akan mengirimkan data rekomendasi hasil dari pengolahan atau diagnosa data pengujian
atau inspeksi yang akan menjadi inputan SAP pada Notifikasi type T2 yaitu Planned
CorrectiveNotification.
Notificationdi sistem SAP yang berasal dari aplikasi CBM yang statusnya sudah complete akan
dikirimkan kembali ke aplikasi CBM sebagai konfirmasi untuk menutup dokumen rekomendasi
di aplikasi CBM supaya menjadi complete
Interface antara SAP dan PST terdiri dari beberapa proses interface, yaitu untuk data
equipment, functional location, relokasi asset, retairementasset, installasi, dan dismantle.
1. Pengiriman data dari PST ke SAP untuk pembuatan, perubahan, dan penghapusan
equipment.
2. Pengiriman data dari PST ke SAP untuk pembuatan, perubahan, dan penghapusan
functional location.
3. Pengiriman data dari PST ke SAP untuk relokasi asset pada proses relokasi
assetintracompany dan intercompany.
4. Pengiriman data dari SAP ke PST dan sebaliknya untuk proses retairementasset.
5. Pengiriman data dari PST ke SAP untuk installasi equipment.
6. Pengiriman data dari PST ke SAP untuk proses dismantle.
PST akan mentransfer data equipment dan functional locationke sistem SAP agar sinkronisasi
data di kedua sistem selalu terjaga. Penambahan dan perubahan terhadap data hanya akan
terjadi di aplikasi PST untuk kemudian data update dikirimkan ke sistem SAP.
SAP akan mentransfer data equipment dan functional location ke aplikasi PST agar
sinkronisasi data di kedua sistem selalu terjaga. Penambahan dan perubahan terhadap data
terjadi lebih dahulu di sistem SAPkhusus untuk proses asset retirement dan install & dismantle,
untuk kemudian data update dikirimkan ke aplikasi PST.
Interface antara SAP dengan Jalur ini bertujuan untuk memberikan data ke Jalur sistem oleh
SAP atas data rencana perawatan (maintenance plan) yang telah ada di SAP dan juga data
notifikasi di SAP yang membutuhkan persetujuan Jalur. Data rencana perawatan dari SAP ini
akan dipakai oleh Jalur sebagai bahan dasar meeting untuk perencanaan perawatan. Meeting
di Jalur ini bisa merubah rencana awal yang diberikan SAP. Perubahan ini harus dilakukan di
sistem Jalur dan di kirimkan ke SAP oleh sistem Jalur, sehingga data maintenance plan di SAP
akan di sesuaikan. Pada Gambar 2.3.1 Interaksi SAP PM – JALUR untuk Pekerjaan
Preventive Maintenance dan pada Gambar 2.3.2 Integrasi SAP PM dengan Aplikasi JALUR
untuk Pekerjaan Non Time Based
Interface antara SAP dengan Jalur akan ada beberapa interface, yaitu:
1. Pengiriman data dari SAP berupa data Maintenance Plan dan Work order dalam setahun
ke Jalur sistem.
2. Pengiriman data dari Jalur ke SAP berupa data schedule yang sudah di rubah dari hasil
meeting Jalur, pengiriman data berupa ROT (rencana operasi tahunan), ROB (rencana
operasi bulanan), ROM (rencana operasi mingguan) dan ROH (rencana operasi harian).
3. Pengiriman data dari SAP ke Jalur berupa data notifikasi yang memerlukan approval Jalur
(Jalur Impacted).
4. Pengiriman data dari Jalur ke SAP berupa approval Jalur terhadap schedule notifikasi yang
telah dikirim ke Jalur.
5. Pengiriman data dari SAP ke Jalur untuk update status work order dari notif Jalur impacted
yang sudah complete.
Ada dua data yang dikirim dari sistem SAP ke aplikasi JALUR yaitu:
1. Jadwal pelaksanaan maintenance atas functional location atau equipment yang masih dalam
tahap perencanaan (maintenance plan) untuk di-review dan di-adjust apabila diperlukan
supaya pada saat menjadi work order nanti jadwalnya sudah sesuai dengan jadwal aplikasi
JALUR.
Ada dua data yang dikirim dari aplikasi JALUR ke SAP yaitu:
1. Data perubahan jadwal maintenance plan yang sudah sesuai dengan jadwal aplikasi JALUR
dikirimkan ke sistem SAP supaya jadwal maintenance plan di sistem SAP ter-update sesuai
dengan jadwal aplikasi JALUR.
2. Data perubahan jadwal notification yang sudah sesuai dengan jadwal aplikasi JALUR
dikirimkan ke sistem SAP supaya jadwal notification di sistem SAP ter-update sesuai dengan
jadwal aplikasi JALUR.
Revisi
bula
nan
JALUR
Update
ROB
Revisi
minggu
an
JALUR
Update
ROM
Revisi
harian
JALUR
Update
ROH
Tidak
CBM SAP SAP
Perlu
Anomali Masuk
Notifikasi JALUR? Work Order
(Kondisi 1 atau 6)
Ya
FOIS
JALUR
Gangguan
(Main) Evaluasi dan
Persetujuan
Gambar. 10. Integrasi SAP PM dengan Aplikasi JALUR untuk Pekerjaan Non Time Based
Notifikasi yang terbentuk secara otomatis dari aplikasi FOIS adalah laporan gangguan dengan
jenis outagetrip, finaltrip, tidak trip dan reclose gagal. Jika aplikasi FOIS menerima gangguan
utama (main) dengan jenis outage seperti di atas, maka aplikasi FOIS akan mengirimkan data
gangguan yang akan menjadi dasar untuk pembuatan notifikasi secara otomatis di sistem SAP.
Interface antara SAP dan FOIS terdiri dari beberapa interface, yaitu:
1. Pengiriman data dari FOIS ke SAP yang akan menjadi notifikasi dan dilanjutkan menjadi
work order di SAP.
2. Pengiriman status completework order dari SAP ke FOIS.
3. Pengiriman data dari FOIS ke SAP yang akan dipakai menjadi data laporan di SAP.
FOIS akan mengirimkan data gangguan ke SAP yang akan menjadi inputan pada Notifikasi
type T3 yaitu Unplanned CorrectiveNotification.
Setelah FOIS mengirimkan data-data gangguan ke SAP (yang akan menjadi notifikasi di SAP),
maka SAP akan mengirimkan data balikan ke FOIS. Data yang dikirimkan ke FOIS diantaranya
adalah status dari Work order di SAP yang telah selesai. Work order tersebut di buat
berdasarkan notifikasi yang merupakan hasil dari FOIS. Data balikan dari SAP yang statusnya
sudah complete ini di pergunakan untuk menutup dokumen gangguan di Aplikasi FOIS supaya
menjadi complete.