Anda di halaman 1dari 46

6.

OPERASI SISTEM TENEGA LISTRIK

TUJUAN PELAJARAN : Setelah mengikuti pelajaran ini peserta


memahami dan mensupervisi proses operasi
sistem tenaga listrik yang meliputi
pengoperasian pembangkit, pengaturan
tegangan, frekuensi dan Defense Scheme
sesuai SOP

DURASI : 8 JP

PENYUSUN : 1. Asep Samsudin (DIVTRS)


2. Suprayitno (P3B JB)
3. Taslim (P3B JB)
4. Kosasih (P3B JB)
5. Sunoto (Purnakarya)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal i


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. iii
1. REGULASI OPERASI SISTEM ......................................................................................... 4
1.1. Undang-Undang Ketenagalistrikan ............................................................................. 4
1.2. Aturan Jaringan .......................................................................................................... 4
1.3. Kebutuhan Aturan Jaringan ...................................................................................... 11
1.4. Mekanisme Aturan Jaringan ..................................................................................... 11
1.5. Kriteria Aturan Jaringan ............................................................................................ 11
2. REVIEW SISTEM TENAGA LISTRIK .............................................................................. 12
2.1. Peran Pembangkit Dalam Operasi Sistem ............................................................... 12
2.2. Penyaluran Tenaga Listrik ....................................................................................... 13
2.3. Pusat Pengatur Beban ............................................................................................. 13
3. STRATEGI OPERASI ...................................................................................................... 16
3.1. STRATEGI TUJUAN EKONOMI .............................................................................. 17
3.2. Strategi Tujuan Keandalan ...................................................................................... 18
3.3. Strategi Tujuan Mutu................................................................................................ 19
3.4. Pengendalian Operasi Real Time ............................................................................ 20
3.5. Strategi Menghadapi Beban Rendah ....................................................................... 21
3.6. SKEMA LOAD SHEDDING JAWA BALI .................................................................. 22
3.7. Strategi Pengaturan Frekuensi ................................................................................ 24
4. MANUVER PEKERJAAN (SWITCHING) ........................................................................ 26
4.1. Switching yang dilakukan pada Operasi Real Time ................................................. 26
4.2. Prosedur Pekerjaan Pada Instalasi Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi ....................... 27
4.3. Daerah Berbahaya dan Daerah Aman ..................................................................... 29
4.4. FORMULIR DP3 ...................................................................................................... 30
4.5. PERSIAPAN ............................................................................................................ 30
4.6. Pembebasan Instalasi Untuk Dikerjakan .................................................................. 31
4.7. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ................................................................. 33
5. PROSEDUR PEDOMAN OPERASI (SOP) ...................................................................... 39
6. PELAPORAN / LOGSHEET ............................................................................................ 40
6.1. LPO ......................................................................................................................... 41
6.2. Executive Summary ................................................................................................. 43

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal ii


DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1. Perjalanan Undang-Undang Ketenagalistrikan ....................................................... 4

Gambar. 2. Elemen-elemen sistem tenaga listrik .................................................................... 12

Gambar. 3. Tujuan Operasi .................................................................................................... 16

Gambar. 4. Strategi Pengaturan Frekuensi ............................................................................. 25

Gambar. 5. Tabel Besaran Load Shedding Jawa Bali ............................................................. 25

Gambar. 6. Manuver Membangun Subsistem Cirata .............................................................. 36

Gambar. 7. Membangun Subsistem Saguling dan Bandung Selatan ...................................... 37

Gambar. 8. Merangkai Subsistem Saguling – Bandung Selatan dengan Subsistem Cirata .... 38

Gambar. 9. Grafik Rencana & Realisasi Beban Sistem........................................................... 43

Gambar. 10. Prosentase Produksi Pembangkit Dalam Memenuhi Beban Sistem ................... 44

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal iii


OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

1. REGULASI OPERASI SISTEM


1.1. Undang-Undang Ketenagalistrikan
Ketentuan dasar yang mengatur, memberi visi dan orientasi didalam pengelolaan
ketenagalistrikan.

Perjalanan Undang-Undang Ketenagalistrikan

Gambar. 1. Perjalanan Undang-Undang Ketenagalistrikan

1.2. Aturan Jaringan


Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali merupakan bagian tak terpisahkan
dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 03 Tahun 2007 tanggal 29
Januari 2007 tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali.

Aturan Jaringan ini merupakan seperangkat peraturan, persyaratan dan standar untuk
menjamin keamanan, keandalan serta pengoperasian dan pengembangan sistem yang efisien
dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tenaga listrik.

Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali disusun berdasarkan kondisi struktur
Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali saat ini, untuk diberlakukan kepada semua pelaku

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 4


usaha pada sistem Jawa-Madura-Bali, yaitu PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur
Beban Jawa-Bali (P3B) selaku pengelola jaringan transmisi sekaligus pengoperasi sistem, PT
Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, perusahaan pembangkit listrik swasta (IPP), PT
PLN Persero Distribusi se Jawa dan Bali serta konsumen besar yang instalasinya secara
langsung terhubung ke jaringan transmisi.

Para pelaku usaha pada Sistem Jawa-Madura-Bali tersebut berkewajiban memenuhi semua
ketentuan dalam Aturan Jaringan ini sebagai dasar untuk pengoperasian instalasi penyediaan
tenaga listrik yang dimilikinya. Di samping itu, ketentuan-ketentuan pada Aturan Jaringan ini
akan memberikan kejelasan mengenai kewajiban masing-masing pelaku usaha pada Sistem
Jawa-Madura-Bali.

Aturan Jaringan Sistem Jawa-Madura-Bali ini merupakan dokumen yang bersifat dinamis
sehingga harus selalu dimutakhirkan oleh Komite Manajemen Jaringan (Grid Management
Committee) seiring dengan perkembangan kondisi sistem dan struktur usaha serta perubahan
kompleksitas sistem kelistrikan.

Elemen Dari Aturan Jaringan Jawa Bali:

1. Aturan Manajemen Jaringan (Grid Management Code)

2. Aturan Penyambungan (Connection Code)

3. Aturan Operasi (Operations Code)

4. Aturan Perencanaan dan Pelaksanaan Operasi (Scheduling/Dispatch Code)

5. Aturan Setelmen (Settlement Code)

6. Aturan Pengukuran (Metering Code)

7. Aturan Kebutuhan Data (Data Requirement Code)

8. Terminologi dan Definisi

9. Aturan Tambahan

1.2.1. Aturan Manajemen Jaringan (Grid Management Code-GMC)

Aturan Manajemen Jaringan ini adalah untuk menerangkan prosedur umum mengenai
perubahan/revisi Aturan Jaringan (Grid Code), penyelesaian perselisihan, dan penilaian
kembali secara periodik pengoperasian dan manajemen jaringan transmisi (grid). Penerapan
prosedur-prosedur tersebut akan mendorong terciptanya keandalan dan keamanan Jaringan,
memacu efisiensi ekonomis dan efisiensi pengoperasian, serta memfasilitasi pengembangan
dan investasi Jaringan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 5


Komite Manajemen Aturan Jaringan (the Grid Code Management Committee - GMC), yang
selanjutnya disebut Komite Manajemen, adalah komite yang dibentuk untuk menjalankan
prosedur-prosedur yang digariskan dalam Aturan Manajemen Jaringan ini.

Beberapa Aturan Manajemen Jaringan yang telah dibuat antara lain sebagai berikut:

1. GMC 1.0 Keadaan Tak Terduga

2. GMC 2.0 Komite Managemen

3. GMC 3.0 Penyelesaian Perselisihan

4. GMC 4.0 Perubahan Aturan

5. GMC 5.0 Pemaksaan (Enforcement)

6. GMC 6.0 Pelaporan

7. GMC 7.0 Interpretasi Umum Aturan Jaringan

Berisi tata cara pembentukan Komite Manajemen Aturan Jaringan (Grid Code Management
Committee) dan prosedur umum untuk:

a. Revisi Aturan Jaringan

b. Penyelesaian perselisihan (Dispute)

c. Review periodik atas operasi dan pengelolaan jaringan

d. Pelaporan kepada badan regulasi

1.2.2. Komite Manajemen Aturan Jaringan

Perwakilan Dalam Komite Manajemen

Komite Manajemen terdiri atas perwakilan dari Pemerintah, PT PLN (Persero) Kantor Pusat,
P3B, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali (PT PJB), PT PLN
(Persero) Distribusi di Jawa dan Bali, Pembangkit Listrik Swasta (Independent Power
Producer) dan Konsumen Besar. Pada tahapan awal, Ketua Komite Manajemen adalah
General Manager P3B atau yang ditunjuk mewakilinya, dengan personel yang berjumlah ganjil
sebagai berikut:

a. Seorang Ketua dari P3B;

b. Anggota:

i. seorang Anggota mewakili Pemerintah;

ii. seorang Anggota mewakili PT PLN (Persero) - Kantor Pusat;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 6


iii. seorang Anggota mewakili P3B;

iv. seorang Anggota mewakili PT Indonesia Power;

v. seorang Anggota mewakili PT PJB;

vi. lima orang Anggota mewakili PT PLN (Persero) Distribusi di Jawa dan Bali;

vii. dua orang Anggota mewakili Pembangkit Listrik Swasta; dan

viii. dua orang Anggota mewakili Konsumen Besar.

Untuk tahap selanjutnya, Ketua Komite Manajemen dipilih di antara anggota Komite
Manajemen dalam Rapat Komite. Pembentukan Komite Manajemen ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Komite Manajemen Aturan Jaringan bertugas mengawasi pengelolaan operasional jaringan &
merekomendasikan langkah-langkah yang perlu diambil (perubahan aturan, penyelesaian
perselisihan dll) untuk pertimbangan badan regulator.

1.2.3. Subkomite Manajemen Aturan Jaringan

1. Subkomite Perencanaan (GMC 2.5):

Subkomite Perencanaan berkewajiban mengkaji-ulang rencana tahunan pengembangan


Jaringan untuk meyakinkan ketentuan yang memadai atas keandalan dan efisiensi operasi
untuk waktu yang akan datang. Di samping itu, Subkomite Perencanaan juga berkewajiban
mengkaji-ulang dan merekomendasikan tindak lanjut dari proposal projek pengembangan
Jaringan.

2. Subkomite Pengoperasian (GMC 2.6):

Subkomite Pengoperasian berkewajiban untuk mengkaji-ulang laporan tahunan perencanaan


pengoperasian Jaringan, dan merekomendasikan perubahan prosedur operasi untuk
keandalan dan keekonomian pengoperasian Jaringan. Subkomite ini harus melakukan
pertemuan setiap triwulan untuk mengevaluasi realisasi pengoperasian triwulan sebelumnya.

3. Biaya Operasi Komite Manajemen (GMC 2.7):

Komite Manajemen harus menyampaikan proposal anggaran biaya operasi untuk tahun
berikutnya kepada P3B setiap September. P3B harus menyediakan dana operasi Komite
Manajemen sebesar anggaran yang disetujui.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 7


1.2.4. Aturan Penyambungan (Connection Code - CC)

Aturan Penyambungan ini menyatakan persyaratan minimum teknis dan operasional untuk
setiap Pemakai Jaringan, baik yang sudah maupun akan tersambung ke jaringan transmisi,
serta persyaratan minimum teknis dan operasional yang harus dipenuhi oleh P3B di titik-titik
sambungan dengan para Pemakai Jaringan.

Tujuan

Tujuan Aturan Penyambungan ini adalah untuk memastikan bahwa:

a. Persyaratan teknis dan operasional yang harus dipenuhi oleh Pemakai Jaringan dalam
rangka penyambungan dengan jaringan transmisi dinyatakan secara jelas, dan

b. Pemakai Jaringan dihubungkan dengan jaringan transmisi hanya apabila persyaratan teknis
dan operasional yang dinyatakan dalam Aturan Penyambungan ini dipenuhi.

Aturan Penyambungan ini diberlakukan untuk P3B dan semua Pemakai Jaringan, antara lain:

a. Perusahaan Pembangkit yang terhubung langsung dengan Jaringan;

b. Unit-unit Distribusi pada titik-titik sambungan dengan Jaringan;

c. Konsumen Besar yang terhubung langsung ke Jaringan;

d. Agen/Perusahaan yang bekerja untuk para Pemakai Jaringan tersebut di atas, seperti
Kontraktor Pembangunan dan Kontraktor Pemeliharaan dan lain-lain.

Karakteristik Unjuk Kerja Jaringan

P3B dan semua Pemakai Jaringan harus berusaha semaksimal mungkin agar pada setiap titik
sambungan, unjuk kerja berikut ini dipenuhi:

a. frekuensi nominal 50 Hz, diusahakan untuk tidak lebih rendah dari 49,5 Hz. atau lebih
tinggi dari 50,5 Hz, dan selama waktu keadaan darurat (emergency) dan gangguan,
frekuensi Sistem diizinkan turun hingga 47.5 Hz atau naik hingga 52.0 Hz sebelum unit
pembangkit diizinkan keluar dari operasi;

b. Tegangan Sistem harus dipertahankan dalam batasan sebagai berikut:

Tegangan Nominal Kondisi Normal

500 kV +5%, -5%

150 kV +5%, -10%

70 kV +5%, -10%

20 kV +5%, -10%

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 8


c. Distorsi harmonik total maksimum pada setiap titik sambungan dalam kondisi operasi
normal dan pada kondisi-kondisi keluar terencana maupun tak terencana harus memenuhi
sebagai berikut:

Tegangan Nominal Distorsi Total

500 kV tidak termasuk

150 kV 3%

70 kV 3%

20 kV 3%

d. komponen urutan negatif maksimum dari tegangan fasa dalam jaringan tidak boleh melebihi
1% pada kondisi operasi normal dan keluar terencana, serta tidak melebihi 2% selama
kejadian tegangan impuls sesaat (infrequently short duration peaks),

e. fluktuasi tegangan pada suatu titik sambungan dengan beban berfluktuasi, harus tidak
melebihi batasan:

i. 2% dari tingkat tegangan untuk setiap perubahan step, yang dapat terjadi berulang. Setiap
kejadian ekskursi tegangan yang besar di luar perubahan step dapat diizinkan hingga 3%
asalkan tidak menimbulkan risiko terhadap jaringan transmisi, atau instalasi Pemakai
Jaringan. Kedip tegangan hingga 5% saat menjalankan motor listrik yang tidak sering
terjadi, dapat ditolerir.

ii. flicker jangka-pendek 1.0 unit dan jangka-panjang 0.8 unit yang terukur dengan flicker
meter sesuai dengan spesifikasi IEC-868.

f. faktor-daya (Cos ) di titik sambung antara instalasi Pemakai Jaringan dengan Jaringan
minimum sebesar 0.85 lagging.

g. Kedua belah pihak berkewajiban memasang power quality meter yang dapat memantau
secara terus menerus dan terekam berupa softcopy.

Karakteristik unjuk kerja Jaringan yang dinyatakan pada CC 2.1 mungkin saja tidak terpenuhi
pada kondisi gangguan yang parah pada Sistem, seperti terpecahnya Sistem, keluarnya
komponen yang besar dari Sistem dan/atau terjadi voltage collapse. P3B serta seluruh
Pemakai Jaringan wajib berkoordinasi untuk menjamin tercapainya karakteristik unjuk kerja
jaringan transmisi pada butir CC 2.1, kecuali pada kondisi sangat parah.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 9


Persyaratan Untuk Peralatan Pemakai Jaringan

Persyaratan Umum untuk semua Pemakai Jaringan

a. Semua peralatan harus dirancang dan dipasang berdasarkan spesifikasi yang baik, serta
dioperasikan dan dipelihara berdasarkan kebiasaan yang baik di industri kelistrikan (good
utility practices), dan harus mampu dioperasikan pada kondisi yang didefinisikan oleh CC
2.1;

b. Sebagai tambahan terhadap persyaratan CC 3.1.a, semua peralatan Pemakai Jaringan


harus memenuhi persyaratan atau standar yang dinyatakan dalam Appendix 1 Aturan
Penyambungan ini;

1.2.5. Margin Cadangan Operasi

OC 2.1. Cadangan Operasi adalah:

a. Cadangan berputar, yang didefinisikan sebagai jumlah kapasitas daya pembangkitan


yang tersedia dan tidak dibebani, yang beroperasi dalam Sistem. Pembangkit yang dapat
diasut dan disinkronkan ke Sistem dalam waktu 10 menit dan beban interruptible yang dapat
dilepas dalam waktu 10 menit, tergantung dari opsi yang dipilih oleh Pusat Pengatur Beban,
dapat dianggap sebagai cadangan berputar;

b. Cadangan dingin, didefinisikan sebagai pembangkit yang dapat diasut dan disinkronkan
ke Sistem dalam waktu empat jam; dan,

c. Cadangan jangka panjang, didefinisikan sebagai pembangkit yang dapat diasut dan
disinkronkan ke dalam waktu lebih dari empat jam tetapi kurang dari dua hari.

1. Cadangan Operasi

 Cadangan berputar

 Cadangan Dingin

 Cadangan Jangka Panjang

2. Margin Cadangan

 Cadangan berputar ≥ kapasitas 1 unit pembangkit terbesar

 Cadangan berputar + cadangan dingin ≥ kapasitas 2 unit pembangkit terbesar

 Cadangan berputar + cadangan dingin + cadangan jangka panjang ≥ kapasitas 2 unit


pembangkit terbesar + margin keandalan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 10


1.3. Kebutuhan Aturan Jaringan
1. Memastikan reliability, security dan safety dari operasi sistem tenaga listrik;

2. Menyediakan ketentuan operasional dan teknikal, serta standar dan prosedur yang berlaku
bagi semua Pemakai-Jaringan;

3. Menciptakan level playing field bagi semua Pemakai-Jaringan untuk akses dan
penggunaan Jaringan.

1.4. Mekanisme Aturan Jaringan


1. Pembuatan Aturan Jaringan harus transparan, terbuka dan tidak bias/menguntungkan
salah satu pihak;

2. Aturan Jaringan diberlakukan dengan suatu dasar hukum yang kuat: misal keputusan
badan regulator, keputusan Pemerintah, dsb;

3. Aturan Jaringan harus dipatuhi oleh semua Pemakai-Jaringan;

4. Badan regulasi akan mengawasi kepatuhan atas Aturan Jaringan dengan rekomendasi
dari Komite Manajemen Jaringan;

5. Aturan Jaringan harus terus direvisi sesuai dengan perubahan kondisi sistem, struktur
industri dan faktor penting lainnya.

1.5. Kriteria Aturan Jaringan


1. Fleksibel dan akomodatif terhadap perubahan kondisi sistem;

2. Implementable;

3. Fair / tidak bias kepada salah pihak tertentu;

4. Jelas;

5. Komprehensif;

6. Konsisten dengan policy pemerintah atau aturan lain terkait;

7. Mencakup mekanisme Compliance Monitoring & Enforcement.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 11


2. REVIEW SISTEM TENAGA LISTRIK
Secara umum sistem tenaga listrik dapat dikatakan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu

a. pembangkitan tenaga listrik,

b. penyaluran tenaga listrik dan

c. distribusi tenaga listrik.

Gambar berikut ini menampilkan ilustrasi hubungan antara elemen-elemen dasar sistem
tenaga.

Gambar. 2. Elemen-elemen sistem tenaga listrik

Gambar di atas merupakan penyederhanaan. Pada sistem tenaga yang sesungguhnya dapat
terdiri dari banyak pusat listrik, gardu induk, saluran transmisi, gardu distribusi dan penyulang-
penyulang distribusi yang terhubung secara kompleks.

2.1. Peran Pembangkit Dalam Operasi Sistem


Berdasarkan peran untuk memenuhi pasokan bagi sistem tenaga listrik,

unit pembangkit biasanya dapat dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis pembangkit
yaitu pembangkit pemikul beban-dasar (baseload power plant), pembangkit pemikul beban
menengah (intermediate plant) atau pembangkit pemikul beban puncak (peaking unit).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 12


2.1.1. Pemikul Beban Dasar

Pembangkit dengan 5000 jam operasi rata-rata per tahun (capacity factor > 57 %) disebut
pembangkit pemikul beban dasar. Pembangkit dalam kategori ini memiliki daya keluaran besar,
biaya kapital tinggi dan biaya operasi rendah. Pembangkit tenaga nuklir dan pembangkit
tenaga uap berbahan-bakar batubara biasanya digunakan sebagai pemikul beban dasar.

2.1.2. Pemikul Beban Menengah

Pembangkit dengan jam operasi lebih besar dari 2000 jam per tahun dan lebih kecil dari 5000
jam rata-rata pertahun (23% > capacity factor > 57 %) disebut pembangkit pemikul beban
menengah. Pembangkit combined cycled, pembangkit berbahan-bakar minyak dan pembangkit
tua yang kurang efisien digunakan untuk pemikul beban menengah.

2.1.3. Pemikul Beban Puncak

Pembangkit pemikul beban puncak dioperasikan untuk memenuhi beban pada waktu beban
maksimum (beban puncak). Periode beban puncak tidak selalu sama. Jam operasi pembangkit
ini kurang dari 2000 jam rata-rata per tahun (capacity factor < 23 %), sehingga pembangkit
yang dipilih biasanya yang berbiaya kapital rendah. Biaya operasi jenis pembangkit ini
biasanya tinggi, menyebabkan biaya keseluruhan pembangkitan menjadi tinggi. Pembangkit
tenaga (turbin) gas, tenaga air, pumped-storage dan mesin Diesel digunakan sebagai pemikul
beban puncak.

2.2. Penyaluran Tenaga Listrik


Listrik yang dihasilkan pusat listrik dapat dikirimkan sejauh puluhan hingga ratusan kilometer.
Jika arus mengalir di dalam penghantar maka ada daya yang hilang, artinya daya yang diterima
di ujung penerima lebih kecil daripada yang dikirim. Listrik yang hilang ketika disalurkan disebut
rugi-rugi (losses).

Penyaluran tenaga listrik pada umumnya dilaksanakan melalui saluran transmisi tegangan
tinggi atau tegangan ekstra tinggi.Penggunaan tegangan yang tinggi pada penyaluran tenaga
listrik yang berjarak jauh dapat mengurangi rugi- rugi.

2.3. Pusat Pengatur Beban


Kompleksitas operasi sistem tenaga yang sederhana misalnya terdiri hanya satu pusat listrik
dan sekumpulan beban di beberapa gardu induk yang dipasoknya belum begitu terasa. Jika
sistem tenaga berkembang menjadi sistem yang semakin besar, maka operasinyapun menjadi
semaklin kompleks. Perkembangan tersebut menuntut kebutuhan pengendalian yang
terkoordinasi. Koordinasi operasi sistem tenaga dilaksanakan dari satu atau beberapa pusat
pengatur (control centre).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 13


2.3.1. Jenis Pusat Pengatur

Pusat pengatur dibedakan atas tugas dan tanggung-jawabnya di dalam

melaksanakan operasi sistem tenaga dan kadang kala dibatasi oleh wilayah yang
dioperasikannya. Pusat pengatur ada yang melaksanakan tugas manajemen energi atau hanya
melaksanakan tugas switching jaringan tetapi ada pula yang melaksanakan kedua tugas
tersebut.

Pusat pengatur yang melaksanakan tugas manajemen energi dan switching jaringan sebagai
contoh di Indonesia adalah Jawa Bali Control Centre (JCC). Region Control Centre (RCC) di
Sistem Jawa Bali adalah contoh pusat pengatur yang melaksanakan switching jaringan saja.

Pusat Pengatur Distribusi (DCC : distribution control centre) melakukan switching jaringan
distribusi yang dikelolanya.

2.3.2. Fungsi Pusat Pengatur Beban

Fungsi utama Pusat Pengatur Beban antara lain:

a. mengendalikan produksi energi listrik (pembangkitan),

b. mengendalikan transmisi tenaga listrik,

c. melaksanakan administrasi dan koordinasi penjadwalan pemeliharaan peralatan sistem


tenaga,

d. melakukan simulasi contingency, dan

e. memantau sistem kendali (SCADA, automation) yang dipakai.

2.3.3. Peran Pusat Pengatur Beban

Peran Pusat Pengatur Beban yang langsung mempengaruhi operasi sistem tenaga adalah:

a. perencanaan operasi jangka pendek,

b. pelaksanaan operasi real-time (monitoring and controlling),

c. pelaporan operasi dan tindak- lanjut penanganan gangguan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 14


2.3.4. Kegiatan Pusat Pengatur Beban

Kegiatan yang dilakukan Pusat Pengatur Beban dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pre-dispatch

Pre-dispatch adalah tahap menentukan kombinasi sumber produksi tenaga listrik dan unit
pembangkitnya yang akan memasok kebutuhan beban sistem beberapa waktu ke depan.
Kegiatan yang dilaksanakan pada pre-dispatch antara lain mencakup

 prakiraan beban (load forecast) jangka pendek,

 penjadwalan pembangkitan,

 perencanaan kebutuhan daya reaktif,

 perencanaan pemeliharan dan pemisahan (outage) peralatan,

 pengembangan switching terencana,

 perbaikan rencana dan tatacara pemulihan setelah gangguan.

b. Dispatch,

Kegiatan pada tahap dispatch meliputi:

 pemantauan sistem tenaga, peralatan sistem dan statusnya,

 pengendalian tenaga listrik (power dispatch),

 evaluasi ekonomi dan sekuriti sistem,

 melaksanakan switching dan melaksanakan pemulihan sistem setelah gangguan.

c. Post-dispatch.

Pada tahap post-dispatch, kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

 pengarsipan data kejadian (events) di sistem dan kegiatan pelaksanaan pengaturan,

 penyusunan laporan operasi sistem,

 pengumpulan data statistik (data gangguan sistem dan sebagainya),

 perhitungan energi,

 analisis gangguan yang terjadi di dalam sistem tenaga.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 15


3. STRATEGI OPERASI
Dalam operasi sistem tenaga listrik (selanjutnya disebut operasi sistem) setiap saat
kebutuhan konsumen (distribusi) harus dipasok oleh (sistem) pembangkit melalui sistem
penyaluran. Jumlah pasokan harus selalu sama mengikuti jumlah kebutuhan. Operator sistem
bertugas melakukan pengaturan suatu sistem tenaga listrik.

Direksi PLN menerbitkan Surat Keputusan yang mengatur tentang tujuan operasi sistem
khususnya sistem Jawa Bali, yaitu SK Nomor 032/DIR/1981 tanggal 30 Maret 1981 dan SK
Nomor 028/DIR/1987 tanggal 1 April 1987. SK tersebut menyebutkan tujuan operasi sistem,
yaitu: Mengatur operasi sistem pembangkitan dan penyaluran se Jawa Bali secara
rasional dan ekonomi dengan memperhatikan mutu dan keandalan, sehingga
penggunaan tenaga listrik se Jawa Bali dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang
semaksimal mungkin.

Dari surat keputusan (SK) Direksi PLN tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tujuan
operasi sistem, yaitu:

a. Sekuriti

b. Ekonomi

c. Mutu

Dari ketiga macam tujuan tersebut dapat dipilih penekanan terhadap faktor tertentu sesuai
dengan keadaan, namun secara umum faktor ekonomi sedapat mungkin mendapat porsi yang
cukup besar.

Definisi

Ekonomi: Optimasi

Pengoperasian tenaga listrik tanpa me-


langgar batasan keamanan dan mutu

Sekuriti: Keandalan

Kemampuan Sistem untuk menghadapi


kejadian yang tidak direncanakan, tanpa
mengakibatkan pemadaman
Gambar. 3. Tujuan Operasi
Mutu

Kemampuan sistem untuk menjaga agar


semua batasan operasi terpenuhi.

Dalam usaha mencapai tujuan operasi sistem tersebut maka diperlukan pengendalian operasi
yang terencana dengan baik. Ruang lingkup operasi sistem meliputi:

1. Pengendalian Operasi Real Time,

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 16


2. Rencana Operasi Harian,

3. Rencana Operasi Mingguan,

4. Rencana Operasi Bulanan,

5. Rencana Operasi Tahunan

dan periode paling panjang adalah gambaran operasi hingga dua tahun kedepan.

3.1. STRATEGI TUJUAN EKONOMI


Pengoperasian sistem tenaga listrik secara efisien tanpa melanggar batasan keamanan dan
mutu. Efisien dalam pengertian biaya operasi yang rendah, dan dititikberatkan pada biaya
sistem pembangkitan, dalam hal ini adalah biaya bahan bakar.

3.1.1. Perencanaan Operasi Sistem

Untuk memperoleh biaya bahan bakar yang efisien maka proses diawali dengan penyusunan
strategi pembuatan ROT. Pada sistem Jawa Bali beberapa parameter yang menjadi
pertimbangan antara lain:

a. RKAP PLN, meliputi rencana beban puncak dan perkiraan pertumbuhannya, rencana
energi yang disalurkan ke Distribusi dan perkiraan pertumbuhannya serta Load factor.

b. Daya Mampu Netto (DMN) dari seluruh perusahaan pembangkit di Jawa Bali serta
penambahan pembangkit baru bila ada.

c. Jadwal pemeliharaan pembangkit selama satu tahun.

d. Kesepakatan SPK-TPA (Sekretariat Pelaksana Koordinasi Tata Pengaturan Air) Citarum


dan prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika maka Pola Operasi Waduk Seri Citarum
menggunakan pola prakiraan air masuk Normal, pola prakiraan air masuk Kering dan pola
prakiraan air masuk Basah dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pengairan di hilir
sungai Citarum.

e. Memperhatikan tingkat pembebanan dan kendala pada sistem penyaluran dari 70 kV, 150
kV hingga 500 kV, serta informasi penambahan instalasi baru.

Dari parameter tersebut maka dilakukan simulasi dengan metoda optimasi hidro termal,
aplikasi simulasi energi (prosym) dimana parameter merit order sangat dibutuhkan, studi
aliran daya, analisa stabilitas, analisa hubung singkat tiga fasa, disamping pertimbangan
non teknis apabila diperlukan, maka diperoleh hasil rencana operasi yang paling efisien
dengan tetap memperhatikan keandalan dan mutu. Beberapa out put penting antara lain:

i. Jadwal pemeliharaan tahunan pembangkit.

ii. Neraca Daya Tahunan sistem Jawa Bali.

iii. Kebutuhan must run unit pembangkit di beberapa subsistem.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 17


iv. Menentukan konfigurasi jaringan.

v. Kebutuhan skema pengaman sistem berupa Over Load Shedding yang dipasang pada
komponen penyaluran yang tidak memenuhi kriteria N-1 , trafo atau penghantar.

vi. Kebutuhan skema pengaman sistem berupa Load Shedding dengan Under Frequency
Relay (lihat tongkat frekuensi) untuk mengamankan apabila sistem kehilangan pasokan
(pembangkit).

vii. Menentukan skema Manual Load Shedding.

3.1.2. Pengendalian Operasi Real Time

Dalam pengendalian operasi real time mengacu pada aturan operasi (OC 1.2.b.) cadangan
operasi real time adalah sebesar 660 MW, yaitu satu unit pembangkit tersebesar di sistem
Jawa Bali pada saat ini, PLTU Tanjungjati B. Namun karena keterbatasan sistem
pembangkitan serta sangat mahalnya biaya operasi (dibaca biaya bahan bakar) maka strategi
yang diterapkan P3B selaku operator sistem adalah memilih besarnya cadangan operasi real
time adalah 330 MW atau 50% dari unit terbesar, sedangkan 50% yang lain adalah beban yang
dapat dilepas dan pembangkit yang dapat segera disinkronkan ke Sistem dalam waktu 10
menit.

Grid Code pada aturan operasi OC 2.1.a menyebutkan bahwa:

Cadangan berputar, yang didefinisikan sebagai jumlah kapasitas daya pembangkitan yang
tersedia dan tidak dibebani, yang beroperasi dalam Sistem. Pembangkit yang dapat diasut dan
disinkronkan ke Sistem dalam waktu 10 menit dan beban interruptible yang dapat dilepas
dalam waktu 10 menit, tergantung dari opsi yang dipilih oleh Pusat Pengatur Beban, dapat
dianggap sebagai cadangan berputar.

3.2. Strategi Tujuan Keandalan


Kemampuan Sistem untuk menghadapi kejadian yang tidak direncanakan, tanpa meng-
akibatkan pemadaman.

Grid Code, dalam aturan operasi menyebutkan bahwa:

Aturan Operasi ini menjelaskan tentang peraturan dan prosedur yang berlaku untuk menjamin
agar keandalan dan efisiensi operasi Sistem Jawa-Madura-Bali dapat dipertahankan pada
suatu tingkat tertentu.

OC 1.0 Pokok-pokok

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 18


Bagian ini merangkum prinsip-prinsip operasi Sistem yang aman dan andal yang harus diikuti.
Bagian ini juga menetapkan kewajiban yang mendasar dari semua Pemakai Jaringan dalam
rangka berkontribusi terhadap operasi yang aman dan andal.

3.3. Strategi Tujuan Mutu


Kemampuan sistem untuk menjaga agar semua batasan operasi terpenuhi.

Grid Code dalam aturan operasi (OC 1.6) menyebutkan keadaan Operasi Sistem yang
berhasil/ memuaskan dalam keadaan baik apabila:

a. frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 ± 0,2 Hz), kecuali penyimpangan dalam
waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 ± 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi
gangguan, frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz dan 52.0 Hz;

b. tegangan di Gardu Induk berada dalam batas-batas yang ditetapkan dalam Aturan
Penyambungan (CC 2.0). Batas-batas ini harus menjamin bahwa tegangan pada semua
pelanggan berada dalam kisaran tegangan yang ditetapkan sepanjang pengatur tegangan
jaringan distribusi dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan baik. Operasi pada
batas-batas tegangan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya voltage collapse
dan masalah stabilitas dinamik Sistem;

c. tingkat pembebanan jaringan transmisi dipertahankan berada dalam batasbatas yang


ditetapkan melalui studi analisis stabilitas steady state dan transient untuk semua gangguan
yang potensial (credible outage);

d. tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan transmisi dan gardu induk
(transformator dan switchgear) berada dalam batas rating normal untuk semua single
contingency gangguan peralatan; dan

e. konfigurasi Sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT (circuit breakers) di jaringan
transmisi akan mampu memutus arus gangguan yang mungkin terjadi dan mengisolir
peralatan yang terganggu.

3.3.1. Perencanaan Operasi Sistem

Untuk mencapai sasaran/tujuan tersebut P3B selaku operator sistem telah mengupayakan:

 Memobilisasi governor pembangkit besar dan LFC termasuk di pembangkit listrik swasta,

 Pemantauan status governor dan AVR lewat SCADA,

 Menerapkan Program Load Shedding,

 Studi undervoltage shedding di beberapa subsistem yang berpotensi mengalami gejala


under voltage,

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 19


 Menentukan konfiguarsi dengan simulasi aliran daya sehingga diperoleh mutu yang
terbaik,

 Menyusun SOP hari-hari khusus dimana beban sistem relatif rendah namun dituntut
keandalan yang tinggi sehingga dalam operasi real time dapat terlaksana dengan baik.

Untuk memperoleh tingkat keandalan yang memadai yaitu mengacu pada Grid Code pada
aturan operasi OC 1.2.b. yang menyebutkan bahwa:

Credible Contingency adalah suatu kejadian yang oleh Pusat Pengatur Beban atau Pengatur
Beban Region/Sub-region dianggap berpotensi untuk terjadi, dan secara ekonomis Sistem
dapat diproteksi terhadap keadaan tidak terlayaninya beban (loss of load) sebagai akibat
kejadian tersebut. Misalnya kejadian trip-nya satu unit generator atau satu segmen transmisi.

P3B selaku operator sistem telah menyusun skema pengamanan sistem, antara lain:

 Load Curtailment

 Manual Load Shedding

 Load Shedding UFR

 Island Operation

 Over load Shedding Penghantar

 Over load Shedding IBT dan

 Skema OLS, target yang menjadi tujuan adalah menghindari pemadaman yang meluas.
Rekonfigurasi jaringan atau subsistem selalu direncanakan untuk mengatur aliran daya
sebagai upaya mengoptimalkan keseimbangan antara pasokan dan beban, selain itu juga
untuk mengatasi apabila breaking capacity PMT terpasang terlampaui.

3.4. Pengendalian Operasi Real Time


Rencana operasi telah disusun dengan beberapa pertimbangan antara lain kesiapan
pembangkit, kondisi jaringan serta aliran dayanya, faktor ekonomi, sekuriti dan mutu.
Selanjutnya dalam melaksanakan operasi real time diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:

 mengikuti rencana operasi disesuaikan dengan kondisi sistem mutakhir, serta konsisten
mengikuti ketentuan yang berlaku,

 mengkonfirmasi apabila terjadi perubahan kesiapan instalasi,

 apabila terdapat penyimpangan yang berpengaruh terhadap sistem/subsistem, maka harus


segera diatasi dengan memperhatikan faktor sekuriti dan ekonomi,

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 20


 melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan manajemen serta pengelola instalasi
terkait,

 melakukan rekonfigurasi ulang terhadap suatu jaringan apabila diperlukan.

Dalam pengendalian operasi real time apabila terjadi penyimpangan terhadap rencana yang
dapat menimbulkan ancaman terhadap keandalan maka tugas dispatcher adalah mengambil
langkah pengamanan, salah satu perangkat lunak yang dipergunakan adalah aplikasi Network
Analysis (NA).

Cadangan berputar telah ditentukan minimum sebesar 410 MW (50% dari unit pembangkit
terbesar), angka ini akan selalu dipertahankan agar keandalan sistem tetap terjaga. Sehingga
apabila sistem dalam kondisi defisit maka harus dilakukan pengurangan beban secara manual
oleh pihak distribusi. Dalam Skema Load Shedding disebutkan bahwa distribusi diwajibkan
menyediakan beban untuk dipadamkan sebesar sesuai kebutuhan sistem (Skema A dan
sekema B) dan hal ini dipertegas dalam kesepakatan antara Distribusi se Jawa Bali dengan
P3B Jawa Bali selaku operator sistem.

3.5. Strategi Menghadapi Beban Rendah


Dalam menghadapi fenomena tegangan lebih (over-voltage) Sistem Jawa-Bali, khususnya
pada periode hari Raya Idul Fitri serta Natal & Tahun Baru, dilakukan strategi pengendalian
dan pengaturan tegangan pada semua bagian instalasi, yaitu :

1. Sisi Pembangkit,

2. SUTET, SKTT dan SUTT, dan

3. Interbus Transformer (IBT) GITET.

Rincian dan urutan dalam melaksanakan pengendalian over-voltage, yaitu :

1. Pembangkit :

Mengoperasikan unit pembangkit dengan menyerap MVAr (sesuai capability curve), dan kalau
tidak bisa menyerap, maximal MVAr = 0 (nol).

2. SUTET, SKTT dan SUTT :

• Melepas salah satu sirkit dari sirkit ganda SKTT 150 kV pada seksi kedua (seksi ujung).

• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTT 150 kV yang panjang.

• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SKTT 150 kV pada seksi pertama (seksi pangkal).

• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTET 500 kV pada jalur percabangan

• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTET 500 kV pada jalur utama

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 21


3. Interbus-Transformer (IBT) di GITET

Melakukan tap staggering IBT pada GITET yang mempunyai dua buah IBT. Perbedaan tap
antara kedua IBT tersebut dibatasi maximal 4 (empat) tap.

Urutan Pelaksanaan Eksekusi :

 Pembangkit menyerap MVAr, atau minimal = 0 (nol).

 Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV pada seksi ujung

 Melepas salah satu sirkit SUTT 150 kV yang panjang.

 Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV pada seksi pangkal

 Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur percabangan

 Melakukan tap staggering IBT, max. dibatasi 4 tap

 Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur utama

Sifat Pelaksanaan Eksekusi :

 Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV seksi ujung dan SUTT 150 kV panjang, dapat secara
terus menerus

 Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV pada seksi pangkal, dilakukan buka tutup

 Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur percabangan, dapat secara terus
menerus

 Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur utama, dilakukan buka tutup

3.6. SKEMA LOAD SHEDDING JAWA BALI


3.6.1. Pengaturan Frekuensi:

a. Load Curtailment

b. Manual Load Shedding

c. Load Shedding using Under Frequency Relays

d. Island Operation

3.6.2. Pengaturan Pembebanan Instalasi:

a. Over Load Shedding of Tie-Line

b. Over Load Shedding of Inter Bus Transformer

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 22


3.6.3. Tujuan Skema Load Shedding:

a. Load Shedding untuk pengaturan frekuensi bertujuan untuk menghindari merosotnya


frekuensi sistem ke tingkat yang dapat mengancam keutuhan sistem serta berdampak pada
pemadaman total / black out

b. Load shedding untuk pengaturan pembebanan instalasi bertujuan untuk :

 mempertahankan kondisi pembebanan instalasi sesuai batasan dan pola operasi normal
dalam rangka menghindari terjadinya gangguan pembebanan lebih instalasi; atau

 merupakan antisipasi terhadap gangguan stabilitas sistem.

3.6.4. Pertimbangan Desain Load Shedding

Pertimbangan Desain Load Shedding sesuai dengan ketentuan Aturan Jaringan (Grid Code)
adalah sebagai berikut:

a. Minimum 50% beban harus dikontrol menggunakan load shedding otomatis (UFR).

b. Terdiri dari 10 tahap load shedding.

c. Frequency setting dari tahap pertama tidak boleh picked up ketika unit pembangkit terbesar
trip, mahal

d. Frequency setting dari tahap terakhir load shedding harus lebih besar dari frequency setting
pembangkit.

Sedangkan Setting Under Frequency Relay ditentukan sebagai berikut:

- Terdiri dari 7 tahap load shedding dengan instantaneous trip

- Load shedding target tahap 1,2,3 adalah Distribution Feeder

- Load shedding target tahap 4,5,6,7 adalah Trafo atau transmisi.

- Shedding pertama pada 49.0 Hz dan shedding terakhir pada 48.4 Hz

- Akurasi UFR minimum 0.01 Hz

- Setting f+df/dt untuk menangani penurunan frekuensi yang tajam.

- Blocked trip apabila tegangan < 80%

3.6.5. Kesepakatan Rapat Operasi

1. Perhitungan alokasi pemadaman per Distribusi mempertimbangkan target beban puncak


sesuai RKAP, realisasi beban puncak dan realisasi load shedding 2 bulan sebelumnya.
Rumus perhitungan adalah :

Alokasi = ( TD x RD ) / RLS

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 23


- TD = Target beban puncak Dist / Target beban puncak sistem

- RD = Realisasi beban puncak Dist / Target beban puncak Dist

- RLS = Realisasi Load Shedding Dist / Target Load shedding Dist

2. Distribusi Bali diikutsertakan dalam program Load Shedding mulai Mei 2005

3. BOPS akan memberitahukan besar defisit (MW), kemudian Distribusi menentukan sendiri
lokasi pemadaman melalui LC atau MLS.

3.7. Strategi Pengaturan Frekuensi


3.7.1. Tujuan atau Sasaran

a. Mengantisipasi Pemadaman

b. Menghidari Pemadaman meluas

c. Menghindari Black Out

d. Proses pemulihan sistem cepat

3.7.2. Program Load Shedding

a. Load Curtailment

b. Manual Load Shedding

c. Load Shedding UFR

d. Island Operation

e. Over load Shedding Tie Line

f. Over load Shedding IBT

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 24


Strategi Pengaturan Frekuensi
(Skema
Hz Load Shedding)
50,50
50,20 Normal operation, 50 + 0,2 Hz
50,00 Excursion, + 0,5 Hz, brown-out
49,80 Df/dt - 1,0 Hz/s LS T 5,6,7+ 788 (1969 MW)
49,50 Df/dt + 0,8 Hz/s LS T 5,6,7+ 788 (1575MW)
49,10 Load shedding scheme A & B (394MW & 394MW)
Df/dt + 0,6 Hz/s LS T 5,6,7+ 788 (1181 MW)
49,00
Load shedding tahap 1 to 7 ( 2756 MW )
48,40
48,30
Islanding operation, 48,30 - 48,00 Hz
48,00

47,50 Host load of power plant or generator

Gambar. 4. Strategi Pengaturan Frekuensi

APB APB
Tahap/ Setting UFR APB JABAR APB JATIM APB BALI Jumlah
JAKBAN JATENG & DIY Keterangan
Skema (Hz) (MW) (MW) (MW) (MW)
(MW) (MW)

Skema A 49,5 270 130 90 135 0 625 Tunda waktu 5-10 menit

Skema B 49,5 270 130 90 135 0 625 Tunda waktu 5-10 menit

UFR Niaga
Tahap 1 49,45 85 41 28 41 5 200 Instantanous

Tahap 2 49,40 85 41 28 41 5 200 Instantanous

Tahap 3 49,30 85 41 28 41 5 200 Instantanous

UFR Sistem
Tahap 1 49,0 273 131 90 130 0 625 Instantanous

Tahap 2 48,9 273 131 90 130 0 625 Instantanous

Tahap 3 48,8 437 210 144 209 0 1000 Instantanous

Tahap 4 48,7 480 231 159 229 0 1100 Instantanous

Tahap 5 48,6 493 237 163 235 32 1160 Instantanous

Tahap 6 48,5 261 125 86 125 28 625 Instantanous

Tahap 7 48,4 252 121 83 120 48 625 Instantanous

Jumlah Tahap 1 s.d 7 2469 1188 817 1179 108 5760


df/dt : -0,3 49,2 480 231 159 229 0 1100 Tahap 4 yg dipercepat

df/dt : -0,4 49,2 493 237 163 235 32 1160 Tahap 5 yg dipercepat

df/dt : -0,5 49,2 513 247 170 245 76 1250 Tahap 6&7 yg dipercepat

Gambar. 5. Tabel Besaran Load Shedding Jawa Bali

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 25


4. MANUVER PEKERJAAN (SWITCHING)
Manuver (Switching) merupakan kegiatan sebelum dan sesudah pekerjaan instalasi, baik pada
instalai penyaluran, pembangkitan maupun penyaluran, yaitu kegiatan berupa pembukaan
maupun penutupan komponen Sistem Tenaga Listrik seperti PMT dan PMS. Dalam kegiatan ini
diperlukan koordinasi yang baik antara pihak-pihak yang terkait, supaya pekerjaan bisa
nerlangsung dengan baik, lancar dan aman.

Ada dua kegiatan utama dalam Manuver (Switching) :

1. Energize :

Pemberian tegangan pada suatu peralatan instalasi listrik tegangan tinggi.

2. Deenergize :

Pembebasan tegangan pada suatu peralatan instalasi listrik tegangan tinggi.

Contoh : Energize/Deenergize SUTET 500 kV, SUTT 150 kV, Trafo 150/20 kV

4.1. Switching yang dilakukan pada Operasi Real Time


a. Kondisi Normal :

- Pengaturan

Contoh pada saat menghadapi beban puncak dilakukan pelepasan reaktor, sedang pada
saat beban terendah dilakukan pelepasan SUTT/SUTET dalam rangka untuk pengaturan
tegangan.

- Pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan / terjadwal.

Contoh pengoperasian Transformator 150/20 kV baru

b. Kondisi Gangguan / Emergency

Dilakukan pada saat pemulihan setelah terjadi gangguan

- Tegangan Operasi

- Batas Tegangan

Level Tegangan 500 kV :

• Prosentase tegangan terendah Vn - 5 % Vn = 475 kV

• Prosentase tegangan tertinggi Vn + 5 % Vn = 525 kV

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 26


Level Tegangan 150 kV :

• Prosentase tegangan terendah Vn - 10 % Vn = 135 kV

• Prosentase tegangan tertinggi Vn + 5 % Vn = 157,5 kV

Sinkron

Hal yang perlu diperhatikan dalam proses sinkron antar sub sistem adalah prinsip paralel
peralatan Instalasi Tenaga Listrik, yaitu :

• Tegangan Sama

• Beda sudut antara Tegangan dan Arus (Vektor Group) pada kedua sisi sama

• Urutan Fasa Sama

Hal-hal yang dilakukan dalam mengatur tegangan agar seimbang :

• Mengatur Daya Reaktif (MVAr) Unit Pembangkit

• Mengoperasikan/melepas Reaktor, Kapasitor.

• Mengatur Tap Changer Transformator.

• Melakukan Tap Stagering pada Transformator 500/150 kV.

Catatan :

Perbedaan sudut pada kedua sisi, umumnya dapat dilakukan dengan mengatur aliran daya.

4.2. Prosedur Pekerjaan Pada Instalasi Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi


a. Pengorganisasian Kerja

b. Tugas Dan Tanggung Jawab

c. Pendelegasian Tugas

d. Pelaksanaan Pendelegasian Tugas

e. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

f. Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan-DP3

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 27


4.2.1. Pengorganisasian Kerja

- Penanggung Jawab Pekerjaan

- Pengawas K3

- Pengawas Manuver

- Pelaksana Manuver

- Pengawas Pekerjaan

- Pelaksana Pekerjaan

4.2.2. Tugas Dan Tanggung Jawab

- Penanggung Jawab Pekerjaan

- Pengawas K3

- Pengawas Manuver

- Pelaksana Manuver

- Pengawas Pekerjaan

- Pelaksana Pekerjaan

4.2.3. Pendelegasian Tugas

Pendelegasian tugas dapat diberikan kepada pejabat atau personil yang mempunyai
kemampuan (formulir), dalam hal :

- Personil yang ditunjuk berhalangan melaksanakan tugasnya.

- Dalam satu pekerjaan diperlukan beberapa pengawas.

4.2.4. Pelaksanaan Pendelegasian Tugas

Pelaksanaan pendelegasian tugas dilaksanakan sebagai berikut :

- Penanggung Jawab Pekerjaan

- Pengawas Manuver

- Pengawas Pekerjaan

- Pengawas K3

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 28


4.2.5. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

- Persiapan

- Ijin Pembebasan Instalasi untuk dikerjakan

- Pelaksanaan Manuver Pembebasan Tegangan

- Pernyataan Bebas Tegangan

- Pelaksanaan Pekerjaan

- Pekerjaan Selesai

- Pernyataan Pekerjaan Selesai

- Pernyataan Instalasi Siap Diberi Tegangan

- Pelaksanaan Manuver Pemberian Tegangan

4.2.6. Dokumen Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan-DP3

- Daerah Berbahaya dan Daerah Aman

- Formulir DP3

4.3. Daerah Berbahaya dan Daerah Aman


Daerah berbahaya (danger area) adalah suatu tempat (daerah) di sekitar peralatan (bagian)
bertegangan, yang batasnya (jaraknya) tidak boleh dilanggar. Batas (jarak) daerah berbahaya
tergantung pada besarnya tegangan nominal sistem.

Sedangkan jarak aman (safety distance) adalah jarak diluar daerah berbahaya, dimana orang
dapat bekerja dengan aman dari bahaya yang ditimbulkan oleh peralatan (bagian) yang
bertegangan.

Untuk berjalan melintas disekitar daerah peralatan/instalasi yang bertegangan, harus sangat
berhati hati. Pastikan bahwa peralatan yang dibawa tidak mencuat/menonjol keatas ataupun
kesamping, usahakan untuk tidak dipanggul atau dibawa secara melintang.

Jarak aman minimum diperlihatkan pada tabel berikut ini :

Sistem Tegangan (kV) Jarak aman (cm)

20 70

30 85

70 100

150 150

500 500

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 29


*) Electrical Safety Advice (ESA) dan PUIL 1987

4.4. FORMULIR DP3


Formulir-formulir yang digunakan untuk menerapkan prosedur pelaksanaan pekerjaan pada
instalasi tegangan tinggi/ekstra tinggi ini yang disebut DP3 adalah terdiri dari :

1. Formulir 1 : Prosedur pengamanan pada instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi. Lampiran
formulir 1 : rencana pengamanan pekerjaan pada instalasi tegangan tinggi/ekstra tinggi.

2. Formulir 2 : Pemeriksanaan kesiapan pelaksana sebelum bekerja pada instalasi tegangan


tinggi/ekstra tinggi.

3. Formulir 3 : Pembagian Tugas dan Penggunaan Alat Kesehatan Kerja.

4. Formulir 4 : Manuver pembebasan tegangan instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi.

5. Formulir 5 : Pernyataan Bebas Tegangan.

Formulir 5 lanjutan : Serah terima Pekerjaan

6. Formulir 6 : Pernyataan Pekerjaan Selesai.

7. Formulir 7 : Manuver Pengisian Tegangan instalasi listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi.

8. Formulir 8 : Surat pendelegasian tugas.

9. Formulir 9 : Permintaan Ijin kerja. Khusus Pihak luar PT PLN P3B.

4.5. PERSIAPAN
Sebelum melaksanakan pekerjaan ada beberapa tahapan seperti berikut :

1. Briefing

2. Pengawas Pekerjaan memeriksa alat kerja dan material yang diperlukan.

3. Pengawas K3 memeriksa peralatan keselamatan kerja yang diperlukan (formulir 1)

4. Pengawas K3 memeriksa kesiapan jasmani/rohani personil yang akan melaksanakan


pekerjaan (formulir 2)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 30


Briefing tentang rencana kerja yang akan dilaksanakan kepada seluruh personil yang terlibat
dalam pekerjaan dilaksanakan oleh :

a. Pengawas Pekerjaan :

- Memberikan penjelasan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan dengan baik dan
aman.

- Membagi tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian personil (formulir 3).

b. Pengawas K3 :

- Memberikan penjelasan mengenai penggunaan alat pengaman kerja/pelindung diri yang


harus dipakai (formulir 1)

- Memberikan penjelasan pengamanan instalasi yang akan dikerjakan.

- Menjelaskan tempat2 yang berbahaya dan rawan kecelakaan terhadap Pelaksana Pekerja.

c. Pengawas Manuver :

- Menyampaikan hasil koordinasi dengan unit terkait.

- Menjelaskan langkah-langkah untuk manuver pembebasan dan pengisian tegangan


(formulir 4 dan 7)

4.6. Pembebasan Instalasi Untuk Dikerjakan


Dispatcher (P3B/Region) memberi ijin pembebasan instalasi kepada Pengawas Manuver.

4.6.1. Pelaksanaan Manuver Pembebasan Tegangan :

1. Pelaksana Manuver melaksanakan :

- Memposisikan Switch Lokal/Remote ke posisi Lokal.

- Manuver pembebasan tegangan, sesuai rencana manuver yang telah dibuat (Formulir 4).

- Pemasangan taging pada panel kontrol dan memasang gembok pengaman pada box
PMT, PMS Line, PMS Rel dan PMS Tanah.

2. Semua pekerjaan manuver tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Manuver dan Pengawas
K3.

3. Pengawas Manuver dan Pengawas Pekerjaan agar selalu menjalin komunikasi.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 31


4.6.2. Pernyataan Bebas Tegangan

Pengawas Manuver membuat pernyataan bebas tegangan diserahkan kepada Pengawas


Pekerjaan disaksikan oleh Pengawas K3 (Formulir 5).

4.6.3. Pelaksanaan Pekerjaan

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaksana pekerjaan :

1. Pemeriksaan tegangan pada peralatan/instalasi yang akan dikerjakan dengan menggunakan


tester tegangan.

2. Pemasangan pentanahan lokal pada peralatan/instalasi listrik yang akan dikerjakan.


Perhatikan urutan pemasangan (kawat pentanahan lokal dipasang pada sistem
grounding/arde terlebih dahulu, baru kemudian dipasang pada bagian instalasi yang akan
dikerjakan), jangan terbalik urutannya.

3. Pengaman tambahan (pengaman berlapis) seperti : memasang gembok, lock-pin dan


memblokir rangkaian kontrol dengan membuka MCB/fuse/Terminal.

4. Pemasangan taging, gembok dan rambu pengaman di switchyard pada daerah berbahaya
dan daerah aman.

5. Pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana.

Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3. Jika
pekerjaan belum selesai dan akan diserahkan ke regu yang lain, gunakan Formulir 5 lanjutan.

4.6.4. Pekerjaan Selesai

Bila pekerjaan telah selesai Pelaksana Pekerjaan melaksanakan :

1. Melepas pentanahan lokal. Perhatikan urutan melepas (kawat pentanahan lokal pada
bagian instalasi dilepas terlebih dahulu, kemudian kawat pentanahan lokal pada bagian
sistem grounding / arde dilepas).

2. Melepas pengaman tambahan seperti gembok dan lock pin, mengaktifkan rangkaian kontrol
dengan menutup MCB/Fuse/Terminal.

3. Melepas taging, gembok dan rambu pengaman di switchyard

4. Merapikan peralatan kerja.

Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 32


4.6.5. Pernyataan Pekerjaan Selesai

Pengawas Pekerjaan membuat Pernyataan Pekerjaan Selesai dan diserahkan kepada


Pengawas Manuver disaksikan oleh Pengawas K3 (Formulir 6).

4.6.6. Pernyataan Instalasi Siap Diberi Tegangan

Pengawas Manuver menyatakan kepada Dispatcher (P3B/Region) bahwa instalasi listrik siap
diberi tegangan kembali.

4.6.7. Pelaksanaan Manuver Pemberian Tegangan

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaksana pekerjaan :

1. Melepas gembok pengaman pada PMS Line dan PMS Rel serta PMS Tanah.

2. Membuka PMS Tanah.

3. Melepas taging pada panel kontrol.

4. Memposisikan switch Lokal/Remote pada posisi Remote.

5. Jika remote kontrol Dispatcher gagal, maka berdasarkan perintah Dispatcher, posisi
switch Lokal/Remote diposisikan Lokal dan Pelaksana Manuver melaksanakan manuver
penutupan PMT untuk pemberian tegangan.

Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3.

4.7. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab


4.7.1. Penanggung Jawab Pekerjaan

Yang bertindak sebagai penanggung jawab pekerjaan adalah kuasa pemilik asset yaitu
Manager UPT, bila berhalangan dapat digantikan oleh Asisten Manager Pemeliharaan, atau
Ahli Muda bidang terkait dengan catatan pejabat tersebut tidak sedang menjadi pengawas
lainnya (tidak merangkap).

Penanggung Jawab Pekerjaan bertanggung jawab terhadap seluruh rangkaian pekerjaan yang
akan dan sedang dilaksanakan pada instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.

1. Mengelola seluruh kegiatan pekerjaan yang meliputi : personil, peralatan kerja,


perlengkapan K3 dan material pekerjaan.

2. Melakukan koordinasi dengan Unit lain yang terkait.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 33


4.7.2. Pengawas Manuver

Yang bertindak sebagai Pengawas Manuver adalah Operator Utama atau Personil yang
mempunyai pengalaman dan keahlian dalam bidang manuver.

1. Bertugas sebagai pengawas terhadap proses manuver (pembebasan / pengisian tegangan)


pada instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi, sehingga keselamatan peraltan dan
operasi sistem terjamin.

2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas Manuver harus memiliki kualifikasi keahlian
setingkat Operator Utama.

Adapun rincian tugas Pengawas Manuver yaitu menjaga keamanan instalasi dan menghindari
kesalahan manuver yang dilakukan oleh Operator Gardu Induk dengan cara sebagai berikut :

1. Mengawasi pelaksanaan manuver.

2. Mengawasi pemasangan dan pelepasan taging di panel kontrol serta rambu pengaman /
gembok di switchyard.

3. Mengawasi pemasangan dan pelepasan sistem pentanahan.

4.7.3. Pengawas Pekerjaan

Yang bertindak sebagai Pengawas Pekerjaan adalah personil yang mempunyai ketrampilan,
pengalaman dan keahlian dalam bidang pemeliharaan.

1. Bertugas sebagai pengawas terhadap proses pekerjaan pada instalasi listrik tegangan
tinggi / ekstra tinggi.

2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas Pekerjaan harus memiliki kualifikasi minimal
setingkat Juru Utama Pemeliharaan.

Adapun rincian tugas Pengawas Pekerjaan yaitu mengawasi pelaksanaan pekerjaan instalasi
listrik yang meliputi :

1. Pemasangan dan pelepasan pentanahan lokal.

2. Pemasangan dan pelepasan taging, gembok dan rambu pengaman.

3. Menjelaskan metode pelaksanaan pekerjaan.

4. Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan.

5. Menunjuk personil Pelaksana Pekerjaan sebagai Pelaksana Pengamanan Instalasi listrik


untuk memasang dan melepas taging, gembok dan rambu pengaman.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 34


4.7.4. Pengawas K3

Yang bertindak sebagai Pengawas K3 adalah personil yang mempunyai pengalaman serta
keahlian dalam bidang K3.

Pengawas K3 :

1. Bertugas sebagai pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada pekerjaan
instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi, sehingga keselamatan manusia dan
keselamatan instalasi listrik terjamin.

2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas K3 harus memiliki kualifikasi Pengawas K3.

Adapun rincian tugas Pengawas K3 yaitu mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan cara
sebagai berikut :

1. Memeriksa kondisi personil sebelum bekerja.

2. Mengawasi kondisi / tempat-tempat yang berbahaya.

3. Mengawasi pemasangan dan pelepasan taging, gembok dan rambu pengaman.

4. Mengawasi tingkah laku / sikap personil yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.

5. Mengawasi penggunaan perlengkapan keselamatan kerja.

4.7.5. Pelaksana Manuver

Yang dimaksud Pelaksana Manuver adalah petugas yang bertindak selaku eksekutor manuver
pada instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi. Sedangkan petugas yang ditunjuk sebagai
Pelaksana Manuver adalah Operator Gardu Induk / Dispatcher Regional Control Center /
Dispatcher Antar Regional Control Center yang dinas pada saat pekerjaan berlangsung.

Adapun rincian tugas Pelaksana Manuver adalah sebagai berikut :

1. Melakukan eksekusi manuver peralatan instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.

2. Melakukan pemasangan dan pelepasan taging di panel kontrol serta rambu pengaman /
gembok di switch yard.

3. Melakukan penutupan dan pembukaan Pms tanah.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 35


4.7.6. Pelaksana Pekerjaan

Yang dimaksud Pelaksana Pekerjaan adalah petugas / pegawai yang bertugas melaksanakan
pekerjaan pada instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi. Sedangkan petugas yang ditunjuk
sebagai Pelaksana Pekerjaan adalah Regu Pemeliharaan (Pelaksana Pekerjaan) yang ditunjuk
oleh Pengawas Pekerjaan.

Adapun rincian tugas Pelaksana Pekerjaan adalah sebagai berikut :

1. Memasang dan melepas pentanahan lokal.

2. Memasang dan melepas taging, gembok dan rambu pengaman.

3. Melaksanakan pekerjaan.

4.7.7. Switching Membangun Sistem

Membangun Sistem adalah kegiatan / pekerjaan yang dilaksanakan pada saat setelah Sistem
mengalami gangguan total / Black Out. Kejadian ini terjadi setelah semua sistem pembangkitan
trip dan tidak ada satupun yang tersambung ke sistem interkoneksi, sehingga semua
konsumen mengalami padam total. Pada gambar dibawah diperlihatkan contoh Manuver
membangun subsistem.

5 6 1 2 3 4
A
Cirata
500 kV

Sglng 1

Subsistem
Purwakarta&Padalarang
30 MW

Gambar. 6. Manuver Membangun Subsistem Cirata

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 36


Subsistem Bandung
Raya 70 MW

1 2 3 4 5 Saguling 1 2 3 4
A
500 kV

A
430–450 kV
1
Bandung Selatan
1

Gambar. 7. Membangun Subsistem Saguling dan Bandung Selatan

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 37


5 6 1 2 3 4
A
Cirata

1 2 Subsistem Bandung
Raya
70 MW
Subsistem
Purwakarta&Padalarang
30 MW

1 2 3 4 5
Saguling 1 2 3 4

490 kV A

Bandung Selatan
1

Gambar. 8. Merangkai Subsistem Saguling – Bandung Selatan dengan Subsistem Cirata

4.7.8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat switching dalam membangun sistem

1. Fenomena yang muncul saat switching membangun sistem adalah kenaikan tegangan
sehingga pelaksanaan switching harus memperhatikan kemampuan pembangkit dalam
menyerap MVAr.

2. Agar dikoordinasikan sebaik mungkin pada saat pembebanan agar tidak terjadi
pembebanan pada unit pembangkit yang berlebih ( over load ), begitu juga untuk
penyalurannya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 38


3. Switching harus dilakukan secara bertahap.

4. Sebelum menggabungkan dua sistem, harus diatur agar kedua sistem betul betul pada
kondisi stabil.

5. PROSEDUR PEDOMAN OPERASI (SOP)


Prosedur Pedoman Operasi adalah panduan yang digunakan oleh pelaksana operasi yang
mengatur tatacara untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik berikut masing-masing
komponen di dalamnya.

Beberapa Pedoman Operasi di P3B Jawa Bali, antara lain:

a. Petunjuk Pengoperasian GI/GITET :

b. Berisi panduan bagi operator gardu induk (GI) / Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi
(GITET) melakukan tugas operasional langsung pada peralatan-peralatan (instalasi) di
gardu induk.

c. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan pada Instalasi Listrik Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi
(Dokumen K3) :

d. Berisi prosedur keamanan dan keselamatan kerja untuk melaksanakan pekerjaan di instalasi
listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.

e. Pedoman Operasi GI/GITET :

f. Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur, operator GI /GITET dan operator
pembangkit mengoperasikan instalasi sistem tenaga.

g. Pedoman Pemulihan Sistem :

h. Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur memulihkan sistem tenaga dari kondisi
gangguan dan interaksinya dengan operator GI / GITET dan pembangkit serta dengan
dispatcher di pusat pengatur lainnya.

i. Prosedur Komunikasi Operasi :

j. Berisi panduan berupa tatacara (etika, alur) komunikasi di dalam mengoperasikan sistem
tenaga listrik.

k. Prosedur Akses Ke Jaringan Untuk Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) Pada
Instalasi Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi.

l. Pedoman Operasi hari2 khusus

Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur beban pada hari-hari khusus (Idul Fitri, Tahun
baru, dll) untuk memulihkan sistem dari kondisi gangguan dan interaksinya dengan operator GI
/ GITET dan pembangkit serta dengan dispatcher di pusat pengatur lainnya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 39


6. PELAPORAN / LOGSHEET
Logsheet merupakan sarana untuk menuangkan hasil pelaksanaan pengendalian operasi
sistem tenaga listrik yang berisi antara lain :

1. Grafik

Berisi : Tampilan secara grafik perbandingan Rencana dan Realisasi beban Sistem selama
periode waktu 24 jam.

2. Mutasi Serah Terima Tugas Dispatcher

Berisi : Kondisi terakhir dari Sistem Pembangkitan maupun Sistem Penyaluran dan
Informasi Antar Dispatcher sebelum dilakukan mutasi Serah Terima kepada Dispatcher
regu berikutnya.

3. Perintah

Berisi : Perintah dan Realisasi Keluar / Masuk Unit Pembangkit serta Penerima Perintah.

4. Pengoperasian Reaktor

Berisi : Catatan Keluar / Masuk Reaktor dan Brown Out

5. Cat_Kit (Catatan Pembangkitan)

Berisi : - Unit keluar/masuk FO, MO, PO, FD, SD, Dispatch

- Unit Pembangkitan Masuk/Keluar Normal

6. Pembangkit Per Unit (Kit_PU)

Berisi : Pembebanan unit pembangkit Per Unit

7. Energi Primer

Berisi : Penggunaan energi primer (bahan bakar) masing-masing unit pembangkit per ½
jam.

8. Kit1234

Berisi : Pembebanan pembangkit Per Lokasi Pembangkit

9. Summary

Berisi :Perbandingan Rencana dan Realisasi Pembangkitan per Power Plant

10. Pek_Lur

Berisi : Switching Pekerjaan Penyaluran, Block deblock Auto Reclose dan Hal-hal penting
yang perlu dicatat.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 40


11. GANG

Berisi : Komponen/PMT, IBT/Penghantar yang mengalami Gangguan dan Pemulihannya,


serta Penyebab Gangguan.

12. IBT&Transf

Berisi : Pembebanan IBT dan Transfer antar Region

13. PU_10 dan PU_19

Berisi : - Pembebanan Per Unit Pembangkit Pukul 10:00 (PU_10)

- Pembebanan Per Unit Pembangkit Pukul 19:00 (PU_19)

14. BB&Air

Berisi : Kondisi Bahan Bakar dan Situasi Waduk

15. Padam

Berisi : Pemadaman Beban yang berupa Rincian Beban Padam yang disebabkan karena
Gangguan, Load Shedding, UFR dan Load Curtailment

Logsheet di atas adalah contoh yang diambil dari pelaporan pelaksana operasi / dispatcher
P3B Jawa Bali, untuk pelaporan di tempat lain bisa disesuaikan dengan kondisi setempat.

6.1. LPO
LPO adalah Laporan Penyelia Operasi, dimana dalam perkembangannya di P3B Jawa Bali
Penyelia Operasi digantikan oleh Supervisor Operasi Real Time. Dengan demikian LPO ini
merupakan laporan dari Supervisor Operasi Real Time yang bertugas pada saat itu, LPO ini
berisi Kesiapan Pembangkit masing-masing Region pukul 19:00 yang antara lain terdiri dari :

a. DMN (Daya Mampu Netto): kapasitas maksimum unit pembangkit dapat beroperasi
secara terus-menerus dalam keadaan stabil dan aman setelah dikurangi pemakaian
sendiri dan beban auxiliary sentral.

b. Excess Capacity: kelebihan kemampuan pembebanan dari unit pembangkit terhadap


DMN.

c. Variasi Musim: Variasi musim berlaku untuk PLTA, misal Unit PLTA keluar karena
keterbatasan air pada musim kemarau.

d. Mampu Pasok: kemampuan unit pembangkit memasok daya pada saat itu.

e. Beban jam 19:00: beban unit pembangkit yang tercatat pada jam 19:00.

f. Cadangan Putar: cadangan / selisih antara beban unit pembangkit yang sedang
beroperasi terhadap DMN.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 41


g. Cadangan Operasi: cadangan dari seluruh unit pembangkit, baik yang sedang beroperasi
maupun dalam kondisi stand by.

h. Derating: penurunan kemampuan dari unit pembangkit terhadap DMN.

i. Status Pembangkit: menyatakan status dari masing-masing unit pembangkit, contoh


STB, PO, MO, FO, RSH, VM, 1CC, 2CC, 3CC

Planned Outage yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya pekerjaan pemeliharaan periodik
pembangkit seperti inspeksi, overhaul atau perkerjaan lainnya yang sudah dijadwalkan
sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan pembangkit.

Maintenance Outage yaitu keluarnya pembangkit untuk keperluan pengujian, pemeliharaan


preventif, pemeliharaan korektif, perbaikan atau penggantian suku cadang atau pekerjaan
lainnya pada pembangkit yang dianggap perlu dilakukan, yang tidak dapat ditunda
pelaksanaannya hingga jadwal PO berikutnya dan telah dijadwalkan dalam rencana operasi
mingguan berikutnya.

Forced Outage yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya kondisi emergensi pada pembangkit
atau adanya gangguan yang tidak diantisipasi sebelumnya serta yang tidak digolongkan ke
dalam MO atau PO.

Reserve Shut Down (RSH), yaitu keluarnya pembangkit karena kebutuhan sistem, umumnya
untuk alasan keekonomian.

Scheduled Derating (SD), yaitu penurunan daya mampu pembangkit yang telah diperkirakan
sebelumnya dan telah disampaikan kepada UBOS P3B.

Forced Derating (FD), yaitu penurunan daya mampu pembangkit yang tidak diperkirakan
sebelumnya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 42


6.2. Executive Summary
EXECUTIVE SUMMARY merupakan ringkasan pelaksanaan operasi selama 24 jam yang
dibuat oleh Supervisor Operasi Real Time, berisi antara lain :

6.2.1. Beban Puncak Sistem

Berisi tentang Beban Pernah dicapai Malam dan Siang, Beban rata-rata, Beban Tertinggi Siang
dan Malam pada hari itu, Cadangan Putar, dan Beban rata-rata, juga ditampilkan grafik
Rencana & Realisasi Beban Sistem seperti ditunjukkan pada Gambar Grafik Rencana &
Realisasi di bawah ini.

Gambar. 9. Grafik Rencana & Realisasi Beban Sistem

6.2.2. Pembangkitan

a. Produksi Pembangkit masing-masing Power Plant dalam MWH dan prosentase dalam
berkontribusi terhadap kebutuhan beban sistem, juga ditampilkan Load Faktor pada hari
itu. LF = (Beban rata2 / Beban puncak) * 100 %

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 43


Gambar. 10. Prosentase Produksi Pembangkit Dalam Memenuhi Beban Sistem

b. Kemampuan Pembangkitan (dalam MW) pada pukul :19.00 dalam memasok beban sistem.

c. Unit Pembangkit Bermasalah yang sedang mengalami gangguan

6.2.3. Gangguan Sistem Penyaluran

Berisi tentang Lokasi, waktu Trip, Instalasi yang terganggu, dan penyebab / keterangan
gangguan.

Sistem Penyaluran

a. Gangguan yang menyebabkan pemadaman beban

Berisi tentang catatan pemadaman yang disebabkan antara lain oleh UFR, Manual Load
Shedding, Load Curtailment, dan Gangguan dari masing-masing Sub Sistem (Region) yang
berupa Jumlah (kali), Beban (MW), waktu (terlama), dan Energi tak tersalurkan (MWH)

b. Transfer Daya

Berisi beban / transfer tertinggi dan prosentase terhadap Batasan transfer yang diijinkan serta
beban / transfer pukul 19:00.

c. IBT 500/150 kV

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 44


Berisi catatan pembebanan IBT dari masing-masing Region yang berbeban lebih dari 60 %
nominal (MVA)

CATATAN OPERASIONAL

a. Frekuensi sistem Jawa-Bali dalam periode 24 jam

Berisi jumlah kejadian / Ekskursi Frekuensi < 49,5 Hz dan > 50,5 Hz dan keterangan
penyebabnya.

b. Jumlah GI/GITET yang bertegangan dibawah batas operasional

Berisi jumlah kejadian / Ekskursi Tegangan dibawah batas operasional dan keterangan
penyebabnya.

Batas operasional tegangan kerja yang diijinkan :

1. Sistem tegangan 500 kV - 5 % dari nominalnya

2. Sistem tegangan 150 kV - 10 % dari nominalnya

3. Sistem tegangan 70 kV - 10 % dari nominalnya

c. SUTET yang keluar

Berisi catatan waktu keluarnya SUTET dan keterangan penyebabnya.

d. SUTT 150 kV antar Area / bottleneck yang keluar

Berisi catatan waktu keluarnya SUTT antar Region dan keterangan penyebabnya.

e. Brown-out

Berisi catatan awal dan akhir pelaksanaan Brown out serta besar beban masing-masing
Region yang di Brown out dan keterangan penyebabnya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 45


DAFTAR PUSTAKA
1. Power Generation and Control Allen J. Wood, Bruce F. Wolenberg

2. Manual For POWER SYSTEM DEVELOPMENT PLANNING.

3. Perencanaan Operasi Tenaga Listrik, Djiteng Marsudi

4. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Aturan Jaringan
Jawa Bali, Jakarta, 2007

5. Pola Pemilihan Sistem Proteksi, PLN P3B, Jakarta, 2002

6. P3B Jawa Bali, Materi kursus Pengendalian Operasi Sistem Jawa Bali, Jakarta, 2010

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 46

Anda mungkin juga menyukai