DURASI : 8 JP
Gambar. 8. Merangkai Subsistem Saguling – Bandung Selatan dengan Subsistem Cirata .... 38
Gambar. 10. Prosentase Produksi Pembangkit Dalam Memenuhi Beban Sistem ................... 44
Aturan Jaringan ini merupakan seperangkat peraturan, persyaratan dan standar untuk
menjamin keamanan, keandalan serta pengoperasian dan pengembangan sistem yang efisien
dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tenaga listrik.
Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali disusun berdasarkan kondisi struktur
Sistem Tenaga Listrik Jawa-Madura-Bali saat ini, untuk diberlakukan kepada semua pelaku
Para pelaku usaha pada Sistem Jawa-Madura-Bali tersebut berkewajiban memenuhi semua
ketentuan dalam Aturan Jaringan ini sebagai dasar untuk pengoperasian instalasi penyediaan
tenaga listrik yang dimilikinya. Di samping itu, ketentuan-ketentuan pada Aturan Jaringan ini
akan memberikan kejelasan mengenai kewajiban masing-masing pelaku usaha pada Sistem
Jawa-Madura-Bali.
Aturan Jaringan Sistem Jawa-Madura-Bali ini merupakan dokumen yang bersifat dinamis
sehingga harus selalu dimutakhirkan oleh Komite Manajemen Jaringan (Grid Management
Committee) seiring dengan perkembangan kondisi sistem dan struktur usaha serta perubahan
kompleksitas sistem kelistrikan.
9. Aturan Tambahan
Aturan Manajemen Jaringan ini adalah untuk menerangkan prosedur umum mengenai
perubahan/revisi Aturan Jaringan (Grid Code), penyelesaian perselisihan, dan penilaian
kembali secara periodik pengoperasian dan manajemen jaringan transmisi (grid). Penerapan
prosedur-prosedur tersebut akan mendorong terciptanya keandalan dan keamanan Jaringan,
memacu efisiensi ekonomis dan efisiensi pengoperasian, serta memfasilitasi pengembangan
dan investasi Jaringan.
Beberapa Aturan Manajemen Jaringan yang telah dibuat antara lain sebagai berikut:
Berisi tata cara pembentukan Komite Manajemen Aturan Jaringan (Grid Code Management
Committee) dan prosedur umum untuk:
Komite Manajemen terdiri atas perwakilan dari Pemerintah, PT PLN (Persero) Kantor Pusat,
P3B, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali (PT PJB), PT PLN
(Persero) Distribusi di Jawa dan Bali, Pembangkit Listrik Swasta (Independent Power
Producer) dan Konsumen Besar. Pada tahapan awal, Ketua Komite Manajemen adalah
General Manager P3B atau yang ditunjuk mewakilinya, dengan personel yang berjumlah ganjil
sebagai berikut:
b. Anggota:
vi. lima orang Anggota mewakili PT PLN (Persero) Distribusi di Jawa dan Bali;
Untuk tahap selanjutnya, Ketua Komite Manajemen dipilih di antara anggota Komite
Manajemen dalam Rapat Komite. Pembentukan Komite Manajemen ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Komite Manajemen Aturan Jaringan bertugas mengawasi pengelolaan operasional jaringan &
merekomendasikan langkah-langkah yang perlu diambil (perubahan aturan, penyelesaian
perselisihan dll) untuk pertimbangan badan regulator.
Komite Manajemen harus menyampaikan proposal anggaran biaya operasi untuk tahun
berikutnya kepada P3B setiap September. P3B harus menyediakan dana operasi Komite
Manajemen sebesar anggaran yang disetujui.
Aturan Penyambungan ini menyatakan persyaratan minimum teknis dan operasional untuk
setiap Pemakai Jaringan, baik yang sudah maupun akan tersambung ke jaringan transmisi,
serta persyaratan minimum teknis dan operasional yang harus dipenuhi oleh P3B di titik-titik
sambungan dengan para Pemakai Jaringan.
Tujuan
a. Persyaratan teknis dan operasional yang harus dipenuhi oleh Pemakai Jaringan dalam
rangka penyambungan dengan jaringan transmisi dinyatakan secara jelas, dan
b. Pemakai Jaringan dihubungkan dengan jaringan transmisi hanya apabila persyaratan teknis
dan operasional yang dinyatakan dalam Aturan Penyambungan ini dipenuhi.
Aturan Penyambungan ini diberlakukan untuk P3B dan semua Pemakai Jaringan, antara lain:
d. Agen/Perusahaan yang bekerja untuk para Pemakai Jaringan tersebut di atas, seperti
Kontraktor Pembangunan dan Kontraktor Pemeliharaan dan lain-lain.
P3B dan semua Pemakai Jaringan harus berusaha semaksimal mungkin agar pada setiap titik
sambungan, unjuk kerja berikut ini dipenuhi:
a. frekuensi nominal 50 Hz, diusahakan untuk tidak lebih rendah dari 49,5 Hz. atau lebih
tinggi dari 50,5 Hz, dan selama waktu keadaan darurat (emergency) dan gangguan,
frekuensi Sistem diizinkan turun hingga 47.5 Hz atau naik hingga 52.0 Hz sebelum unit
pembangkit diizinkan keluar dari operasi;
70 kV +5%, -10%
20 kV +5%, -10%
150 kV 3%
70 kV 3%
20 kV 3%
d. komponen urutan negatif maksimum dari tegangan fasa dalam jaringan tidak boleh melebihi
1% pada kondisi operasi normal dan keluar terencana, serta tidak melebihi 2% selama
kejadian tegangan impuls sesaat (infrequently short duration peaks),
e. fluktuasi tegangan pada suatu titik sambungan dengan beban berfluktuasi, harus tidak
melebihi batasan:
i. 2% dari tingkat tegangan untuk setiap perubahan step, yang dapat terjadi berulang. Setiap
kejadian ekskursi tegangan yang besar di luar perubahan step dapat diizinkan hingga 3%
asalkan tidak menimbulkan risiko terhadap jaringan transmisi, atau instalasi Pemakai
Jaringan. Kedip tegangan hingga 5% saat menjalankan motor listrik yang tidak sering
terjadi, dapat ditolerir.
ii. flicker jangka-pendek 1.0 unit dan jangka-panjang 0.8 unit yang terukur dengan flicker
meter sesuai dengan spesifikasi IEC-868.
f. faktor-daya (Cos ) di titik sambung antara instalasi Pemakai Jaringan dengan Jaringan
minimum sebesar 0.85 lagging.
g. Kedua belah pihak berkewajiban memasang power quality meter yang dapat memantau
secara terus menerus dan terekam berupa softcopy.
Karakteristik unjuk kerja Jaringan yang dinyatakan pada CC 2.1 mungkin saja tidak terpenuhi
pada kondisi gangguan yang parah pada Sistem, seperti terpecahnya Sistem, keluarnya
komponen yang besar dari Sistem dan/atau terjadi voltage collapse. P3B serta seluruh
Pemakai Jaringan wajib berkoordinasi untuk menjamin tercapainya karakteristik unjuk kerja
jaringan transmisi pada butir CC 2.1, kecuali pada kondisi sangat parah.
a. Semua peralatan harus dirancang dan dipasang berdasarkan spesifikasi yang baik, serta
dioperasikan dan dipelihara berdasarkan kebiasaan yang baik di industri kelistrikan (good
utility practices), dan harus mampu dioperasikan pada kondisi yang didefinisikan oleh CC
2.1;
b. Cadangan dingin, didefinisikan sebagai pembangkit yang dapat diasut dan disinkronkan
ke Sistem dalam waktu empat jam; dan,
c. Cadangan jangka panjang, didefinisikan sebagai pembangkit yang dapat diasut dan
disinkronkan ke dalam waktu lebih dari empat jam tetapi kurang dari dua hari.
1. Cadangan Operasi
Cadangan berputar
Cadangan Dingin
2. Margin Cadangan
2. Menyediakan ketentuan operasional dan teknikal, serta standar dan prosedur yang berlaku
bagi semua Pemakai-Jaringan;
3. Menciptakan level playing field bagi semua Pemakai-Jaringan untuk akses dan
penggunaan Jaringan.
2. Aturan Jaringan diberlakukan dengan suatu dasar hukum yang kuat: misal keputusan
badan regulator, keputusan Pemerintah, dsb;
4. Badan regulasi akan mengawasi kepatuhan atas Aturan Jaringan dengan rekomendasi
dari Komite Manajemen Jaringan;
5. Aturan Jaringan harus terus direvisi sesuai dengan perubahan kondisi sistem, struktur
industri dan faktor penting lainnya.
2. Implementable;
4. Jelas;
5. Komprehensif;
Gambar berikut ini menampilkan ilustrasi hubungan antara elemen-elemen dasar sistem
tenaga.
Gambar di atas merupakan penyederhanaan. Pada sistem tenaga yang sesungguhnya dapat
terdiri dari banyak pusat listrik, gardu induk, saluran transmisi, gardu distribusi dan penyulang-
penyulang distribusi yang terhubung secara kompleks.
unit pembangkit biasanya dapat dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis pembangkit
yaitu pembangkit pemikul beban-dasar (baseload power plant), pembangkit pemikul beban
menengah (intermediate plant) atau pembangkit pemikul beban puncak (peaking unit).
Pembangkit dengan 5000 jam operasi rata-rata per tahun (capacity factor > 57 %) disebut
pembangkit pemikul beban dasar. Pembangkit dalam kategori ini memiliki daya keluaran besar,
biaya kapital tinggi dan biaya operasi rendah. Pembangkit tenaga nuklir dan pembangkit
tenaga uap berbahan-bakar batubara biasanya digunakan sebagai pemikul beban dasar.
Pembangkit dengan jam operasi lebih besar dari 2000 jam per tahun dan lebih kecil dari 5000
jam rata-rata pertahun (23% > capacity factor > 57 %) disebut pembangkit pemikul beban
menengah. Pembangkit combined cycled, pembangkit berbahan-bakar minyak dan pembangkit
tua yang kurang efisien digunakan untuk pemikul beban menengah.
Pembangkit pemikul beban puncak dioperasikan untuk memenuhi beban pada waktu beban
maksimum (beban puncak). Periode beban puncak tidak selalu sama. Jam operasi pembangkit
ini kurang dari 2000 jam rata-rata per tahun (capacity factor < 23 %), sehingga pembangkit
yang dipilih biasanya yang berbiaya kapital rendah. Biaya operasi jenis pembangkit ini
biasanya tinggi, menyebabkan biaya keseluruhan pembangkitan menjadi tinggi. Pembangkit
tenaga (turbin) gas, tenaga air, pumped-storage dan mesin Diesel digunakan sebagai pemikul
beban puncak.
Penyaluran tenaga listrik pada umumnya dilaksanakan melalui saluran transmisi tegangan
tinggi atau tegangan ekstra tinggi.Penggunaan tegangan yang tinggi pada penyaluran tenaga
listrik yang berjarak jauh dapat mengurangi rugi- rugi.
melaksanakan operasi sistem tenaga dan kadang kala dibatasi oleh wilayah yang
dioperasikannya. Pusat pengatur ada yang melaksanakan tugas manajemen energi atau hanya
melaksanakan tugas switching jaringan tetapi ada pula yang melaksanakan kedua tugas
tersebut.
Pusat pengatur yang melaksanakan tugas manajemen energi dan switching jaringan sebagai
contoh di Indonesia adalah Jawa Bali Control Centre (JCC). Region Control Centre (RCC) di
Sistem Jawa Bali adalah contoh pusat pengatur yang melaksanakan switching jaringan saja.
Pusat Pengatur Distribusi (DCC : distribution control centre) melakukan switching jaringan
distribusi yang dikelolanya.
Peran Pusat Pengatur Beban yang langsung mempengaruhi operasi sistem tenaga adalah:
Kegiatan yang dilakukan Pusat Pengatur Beban dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pre-dispatch
Pre-dispatch adalah tahap menentukan kombinasi sumber produksi tenaga listrik dan unit
pembangkitnya yang akan memasok kebutuhan beban sistem beberapa waktu ke depan.
Kegiatan yang dilaksanakan pada pre-dispatch antara lain mencakup
penjadwalan pembangkitan,
b. Dispatch,
c. Post-dispatch.
perhitungan energi,
Direksi PLN menerbitkan Surat Keputusan yang mengatur tentang tujuan operasi sistem
khususnya sistem Jawa Bali, yaitu SK Nomor 032/DIR/1981 tanggal 30 Maret 1981 dan SK
Nomor 028/DIR/1987 tanggal 1 April 1987. SK tersebut menyebutkan tujuan operasi sistem,
yaitu: Mengatur operasi sistem pembangkitan dan penyaluran se Jawa Bali secara
rasional dan ekonomi dengan memperhatikan mutu dan keandalan, sehingga
penggunaan tenaga listrik se Jawa Bali dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang
semaksimal mungkin.
Dari surat keputusan (SK) Direksi PLN tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tujuan
operasi sistem, yaitu:
a. Sekuriti
b. Ekonomi
c. Mutu
Dari ketiga macam tujuan tersebut dapat dipilih penekanan terhadap faktor tertentu sesuai
dengan keadaan, namun secara umum faktor ekonomi sedapat mungkin mendapat porsi yang
cukup besar.
Definisi
Ekonomi: Optimasi
Sekuriti: Keandalan
Dalam usaha mencapai tujuan operasi sistem tersebut maka diperlukan pengendalian operasi
yang terencana dengan baik. Ruang lingkup operasi sistem meliputi:
dan periode paling panjang adalah gambaran operasi hingga dua tahun kedepan.
Untuk memperoleh biaya bahan bakar yang efisien maka proses diawali dengan penyusunan
strategi pembuatan ROT. Pada sistem Jawa Bali beberapa parameter yang menjadi
pertimbangan antara lain:
a. RKAP PLN, meliputi rencana beban puncak dan perkiraan pertumbuhannya, rencana
energi yang disalurkan ke Distribusi dan perkiraan pertumbuhannya serta Load factor.
b. Daya Mampu Netto (DMN) dari seluruh perusahaan pembangkit di Jawa Bali serta
penambahan pembangkit baru bila ada.
e. Memperhatikan tingkat pembebanan dan kendala pada sistem penyaluran dari 70 kV, 150
kV hingga 500 kV, serta informasi penambahan instalasi baru.
Dari parameter tersebut maka dilakukan simulasi dengan metoda optimasi hidro termal,
aplikasi simulasi energi (prosym) dimana parameter merit order sangat dibutuhkan, studi
aliran daya, analisa stabilitas, analisa hubung singkat tiga fasa, disamping pertimbangan
non teknis apabila diperlukan, maka diperoleh hasil rencana operasi yang paling efisien
dengan tetap memperhatikan keandalan dan mutu. Beberapa out put penting antara lain:
v. Kebutuhan skema pengaman sistem berupa Over Load Shedding yang dipasang pada
komponen penyaluran yang tidak memenuhi kriteria N-1 , trafo atau penghantar.
vi. Kebutuhan skema pengaman sistem berupa Load Shedding dengan Under Frequency
Relay (lihat tongkat frekuensi) untuk mengamankan apabila sistem kehilangan pasokan
(pembangkit).
Dalam pengendalian operasi real time mengacu pada aturan operasi (OC 1.2.b.) cadangan
operasi real time adalah sebesar 660 MW, yaitu satu unit pembangkit tersebesar di sistem
Jawa Bali pada saat ini, PLTU Tanjungjati B. Namun karena keterbatasan sistem
pembangkitan serta sangat mahalnya biaya operasi (dibaca biaya bahan bakar) maka strategi
yang diterapkan P3B selaku operator sistem adalah memilih besarnya cadangan operasi real
time adalah 330 MW atau 50% dari unit terbesar, sedangkan 50% yang lain adalah beban yang
dapat dilepas dan pembangkit yang dapat segera disinkronkan ke Sistem dalam waktu 10
menit.
Cadangan berputar, yang didefinisikan sebagai jumlah kapasitas daya pembangkitan yang
tersedia dan tidak dibebani, yang beroperasi dalam Sistem. Pembangkit yang dapat diasut dan
disinkronkan ke Sistem dalam waktu 10 menit dan beban interruptible yang dapat dilepas
dalam waktu 10 menit, tergantung dari opsi yang dipilih oleh Pusat Pengatur Beban, dapat
dianggap sebagai cadangan berputar.
Aturan Operasi ini menjelaskan tentang peraturan dan prosedur yang berlaku untuk menjamin
agar keandalan dan efisiensi operasi Sistem Jawa-Madura-Bali dapat dipertahankan pada
suatu tingkat tertentu.
OC 1.0 Pokok-pokok
Grid Code dalam aturan operasi (OC 1.6) menyebutkan keadaan Operasi Sistem yang
berhasil/ memuaskan dalam keadaan baik apabila:
a. frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 ± 0,2 Hz), kecuali penyimpangan dalam
waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 ± 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi
gangguan, frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz dan 52.0 Hz;
b. tegangan di Gardu Induk berada dalam batas-batas yang ditetapkan dalam Aturan
Penyambungan (CC 2.0). Batas-batas ini harus menjamin bahwa tegangan pada semua
pelanggan berada dalam kisaran tegangan yang ditetapkan sepanjang pengatur tegangan
jaringan distribusi dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan baik. Operasi pada
batas-batas tegangan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya voltage collapse
dan masalah stabilitas dinamik Sistem;
d. tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan transmisi dan gardu induk
(transformator dan switchgear) berada dalam batas rating normal untuk semua single
contingency gangguan peralatan; dan
e. konfigurasi Sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT (circuit breakers) di jaringan
transmisi akan mampu memutus arus gangguan yang mungkin terjadi dan mengisolir
peralatan yang terganggu.
Untuk mencapai sasaran/tujuan tersebut P3B selaku operator sistem telah mengupayakan:
Memobilisasi governor pembangkit besar dan LFC termasuk di pembangkit listrik swasta,
Menyusun SOP hari-hari khusus dimana beban sistem relatif rendah namun dituntut
keandalan yang tinggi sehingga dalam operasi real time dapat terlaksana dengan baik.
Untuk memperoleh tingkat keandalan yang memadai yaitu mengacu pada Grid Code pada
aturan operasi OC 1.2.b. yang menyebutkan bahwa:
Credible Contingency adalah suatu kejadian yang oleh Pusat Pengatur Beban atau Pengatur
Beban Region/Sub-region dianggap berpotensi untuk terjadi, dan secara ekonomis Sistem
dapat diproteksi terhadap keadaan tidak terlayaninya beban (loss of load) sebagai akibat
kejadian tersebut. Misalnya kejadian trip-nya satu unit generator atau satu segmen transmisi.
P3B selaku operator sistem telah menyusun skema pengamanan sistem, antara lain:
Load Curtailment
Island Operation
Skema OLS, target yang menjadi tujuan adalah menghindari pemadaman yang meluas.
Rekonfigurasi jaringan atau subsistem selalu direncanakan untuk mengatur aliran daya
sebagai upaya mengoptimalkan keseimbangan antara pasokan dan beban, selain itu juga
untuk mengatasi apabila breaking capacity PMT terpasang terlampaui.
mengikuti rencana operasi disesuaikan dengan kondisi sistem mutakhir, serta konsisten
mengikuti ketentuan yang berlaku,
Dalam pengendalian operasi real time apabila terjadi penyimpangan terhadap rencana yang
dapat menimbulkan ancaman terhadap keandalan maka tugas dispatcher adalah mengambil
langkah pengamanan, salah satu perangkat lunak yang dipergunakan adalah aplikasi Network
Analysis (NA).
Cadangan berputar telah ditentukan minimum sebesar 410 MW (50% dari unit pembangkit
terbesar), angka ini akan selalu dipertahankan agar keandalan sistem tetap terjaga. Sehingga
apabila sistem dalam kondisi defisit maka harus dilakukan pengurangan beban secara manual
oleh pihak distribusi. Dalam Skema Load Shedding disebutkan bahwa distribusi diwajibkan
menyediakan beban untuk dipadamkan sebesar sesuai kebutuhan sistem (Skema A dan
sekema B) dan hal ini dipertegas dalam kesepakatan antara Distribusi se Jawa Bali dengan
P3B Jawa Bali selaku operator sistem.
1. Sisi Pembangkit,
1. Pembangkit :
Mengoperasikan unit pembangkit dengan menyerap MVAr (sesuai capability curve), dan kalau
tidak bisa menyerap, maximal MVAr = 0 (nol).
• Melepas salah satu sirkit dari sirkit ganda SKTT 150 kV pada seksi kedua (seksi ujung).
• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTT 150 kV yang panjang.
• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SKTT 150 kV pada seksi pertama (seksi pangkal).
• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTET 500 kV pada jalur percabangan
• Melepas salah satu sirkit dr sirkit ganda SUTET 500 kV pada jalur utama
Melakukan tap staggering IBT pada GITET yang mempunyai dua buah IBT. Perbedaan tap
antara kedua IBT tersebut dibatasi maximal 4 (empat) tap.
Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV seksi ujung dan SUTT 150 kV panjang, dapat secara
terus menerus
Melepas salah satu sirkit SKTT 150 kV pada seksi pangkal, dilakukan buka tutup
Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur percabangan, dapat secara terus
menerus
Melepas salah satu sirkit SUTET 500 kV pada jalur utama, dilakukan buka tutup
a. Load Curtailment
d. Island Operation
mempertahankan kondisi pembebanan instalasi sesuai batasan dan pola operasi normal
dalam rangka menghindari terjadinya gangguan pembebanan lebih instalasi; atau
Pertimbangan Desain Load Shedding sesuai dengan ketentuan Aturan Jaringan (Grid Code)
adalah sebagai berikut:
a. Minimum 50% beban harus dikontrol menggunakan load shedding otomatis (UFR).
c. Frequency setting dari tahap pertama tidak boleh picked up ketika unit pembangkit terbesar
trip, mahal
d. Frequency setting dari tahap terakhir load shedding harus lebih besar dari frequency setting
pembangkit.
Alokasi = ( TD x RD ) / RLS
2. Distribusi Bali diikutsertakan dalam program Load Shedding mulai Mei 2005
3. BOPS akan memberitahukan besar defisit (MW), kemudian Distribusi menentukan sendiri
lokasi pemadaman melalui LC atau MLS.
a. Mengantisipasi Pemadaman
a. Load Curtailment
d. Island Operation
APB APB
Tahap/ Setting UFR APB JABAR APB JATIM APB BALI Jumlah
JAKBAN JATENG & DIY Keterangan
Skema (Hz) (MW) (MW) (MW) (MW)
(MW) (MW)
Skema A 49,5 270 130 90 135 0 625 Tunda waktu 5-10 menit
Skema B 49,5 270 130 90 135 0 625 Tunda waktu 5-10 menit
UFR Niaga
Tahap 1 49,45 85 41 28 41 5 200 Instantanous
UFR Sistem
Tahap 1 49,0 273 131 90 130 0 625 Instantanous
df/dt : -0,4 49,2 493 237 163 235 32 1160 Tahap 5 yg dipercepat
df/dt : -0,5 49,2 513 247 170 245 76 1250 Tahap 6&7 yg dipercepat
1. Energize :
2. Deenergize :
Contoh : Energize/Deenergize SUTET 500 kV, SUTT 150 kV, Trafo 150/20 kV
- Pengaturan
Contoh pada saat menghadapi beban puncak dilakukan pelepasan reaktor, sedang pada
saat beban terendah dilakukan pelepasan SUTT/SUTET dalam rangka untuk pengaturan
tegangan.
- Tegangan Operasi
- Batas Tegangan
Sinkron
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses sinkron antar sub sistem adalah prinsip paralel
peralatan Instalasi Tenaga Listrik, yaitu :
• Tegangan Sama
• Beda sudut antara Tegangan dan Arus (Vektor Group) pada kedua sisi sama
Catatan :
Perbedaan sudut pada kedua sisi, umumnya dapat dilakukan dengan mengatur aliran daya.
c. Pendelegasian Tugas
- Pengawas K3
- Pengawas Manuver
- Pelaksana Manuver
- Pengawas Pekerjaan
- Pelaksana Pekerjaan
- Pengawas K3
- Pengawas Manuver
- Pelaksana Manuver
- Pengawas Pekerjaan
- Pelaksana Pekerjaan
Pendelegasian tugas dapat diberikan kepada pejabat atau personil yang mempunyai
kemampuan (formulir), dalam hal :
- Pengawas Manuver
- Pengawas Pekerjaan
- Pengawas K3
- Persiapan
- Pelaksanaan Pekerjaan
- Pekerjaan Selesai
- Formulir DP3
Sedangkan jarak aman (safety distance) adalah jarak diluar daerah berbahaya, dimana orang
dapat bekerja dengan aman dari bahaya yang ditimbulkan oleh peralatan (bagian) yang
bertegangan.
Untuk berjalan melintas disekitar daerah peralatan/instalasi yang bertegangan, harus sangat
berhati hati. Pastikan bahwa peralatan yang dibawa tidak mencuat/menonjol keatas ataupun
kesamping, usahakan untuk tidak dipanggul atau dibawa secara melintang.
20 70
30 85
70 100
150 150
500 500
1. Formulir 1 : Prosedur pengamanan pada instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi. Lampiran
formulir 1 : rencana pengamanan pekerjaan pada instalasi tegangan tinggi/ekstra tinggi.
4.5. PERSIAPAN
Sebelum melaksanakan pekerjaan ada beberapa tahapan seperti berikut :
1. Briefing
a. Pengawas Pekerjaan :
- Memberikan penjelasan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan dengan baik dan
aman.
- Membagi tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian personil (formulir 3).
b. Pengawas K3 :
- Menjelaskan tempat2 yang berbahaya dan rawan kecelakaan terhadap Pelaksana Pekerja.
c. Pengawas Manuver :
- Manuver pembebasan tegangan, sesuai rencana manuver yang telah dibuat (Formulir 4).
- Pemasangan taging pada panel kontrol dan memasang gembok pengaman pada box
PMT, PMS Line, PMS Rel dan PMS Tanah.
2. Semua pekerjaan manuver tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Manuver dan Pengawas
K3.
4. Pemasangan taging, gembok dan rambu pengaman di switchyard pada daerah berbahaya
dan daerah aman.
Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3. Jika
pekerjaan belum selesai dan akan diserahkan ke regu yang lain, gunakan Formulir 5 lanjutan.
1. Melepas pentanahan lokal. Perhatikan urutan melepas (kawat pentanahan lokal pada
bagian instalasi dilepas terlebih dahulu, kemudian kawat pentanahan lokal pada bagian
sistem grounding / arde dilepas).
2. Melepas pengaman tambahan seperti gembok dan lock pin, mengaktifkan rangkaian kontrol
dengan menutup MCB/Fuse/Terminal.
Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3
Pengawas Manuver menyatakan kepada Dispatcher (P3B/Region) bahwa instalasi listrik siap
diberi tegangan kembali.
1. Melepas gembok pengaman pada PMS Line dan PMS Rel serta PMS Tanah.
5. Jika remote kontrol Dispatcher gagal, maka berdasarkan perintah Dispatcher, posisi
switch Lokal/Remote diposisikan Lokal dan Pelaksana Manuver melaksanakan manuver
penutupan PMT untuk pemberian tegangan.
Semua pekerjaan tersebut diatas diawasi oleh Pengawas Pekerjaan dan Pengawas K3.
Yang bertindak sebagai penanggung jawab pekerjaan adalah kuasa pemilik asset yaitu
Manager UPT, bila berhalangan dapat digantikan oleh Asisten Manager Pemeliharaan, atau
Ahli Muda bidang terkait dengan catatan pejabat tersebut tidak sedang menjadi pengawas
lainnya (tidak merangkap).
Penanggung Jawab Pekerjaan bertanggung jawab terhadap seluruh rangkaian pekerjaan yang
akan dan sedang dilaksanakan pada instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.
Yang bertindak sebagai Pengawas Manuver adalah Operator Utama atau Personil yang
mempunyai pengalaman dan keahlian dalam bidang manuver.
2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas Manuver harus memiliki kualifikasi keahlian
setingkat Operator Utama.
Adapun rincian tugas Pengawas Manuver yaitu menjaga keamanan instalasi dan menghindari
kesalahan manuver yang dilakukan oleh Operator Gardu Induk dengan cara sebagai berikut :
2. Mengawasi pemasangan dan pelepasan taging di panel kontrol serta rambu pengaman /
gembok di switchyard.
Yang bertindak sebagai Pengawas Pekerjaan adalah personil yang mempunyai ketrampilan,
pengalaman dan keahlian dalam bidang pemeliharaan.
1. Bertugas sebagai pengawas terhadap proses pekerjaan pada instalasi listrik tegangan
tinggi / ekstra tinggi.
2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas Pekerjaan harus memiliki kualifikasi minimal
setingkat Juru Utama Pemeliharaan.
Adapun rincian tugas Pengawas Pekerjaan yaitu mengawasi pelaksanaan pekerjaan instalasi
listrik yang meliputi :
Yang bertindak sebagai Pengawas K3 adalah personil yang mempunyai pengalaman serta
keahlian dalam bidang K3.
Pengawas K3 :
1. Bertugas sebagai pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada pekerjaan
instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi, sehingga keselamatan manusia dan
keselamatan instalasi listrik terjamin.
2. Personil yang ditunjuk sebagai Pengawas K3 harus memiliki kualifikasi Pengawas K3.
Adapun rincian tugas Pengawas K3 yaitu mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan cara
sebagai berikut :
4. Mengawasi tingkah laku / sikap personil yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Yang dimaksud Pelaksana Manuver adalah petugas yang bertindak selaku eksekutor manuver
pada instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi. Sedangkan petugas yang ditunjuk sebagai
Pelaksana Manuver adalah Operator Gardu Induk / Dispatcher Regional Control Center /
Dispatcher Antar Regional Control Center yang dinas pada saat pekerjaan berlangsung.
1. Melakukan eksekusi manuver peralatan instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.
2. Melakukan pemasangan dan pelepasan taging di panel kontrol serta rambu pengaman /
gembok di switch yard.
Yang dimaksud Pelaksana Pekerjaan adalah petugas / pegawai yang bertugas melaksanakan
pekerjaan pada instalasi listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi. Sedangkan petugas yang ditunjuk
sebagai Pelaksana Pekerjaan adalah Regu Pemeliharaan (Pelaksana Pekerjaan) yang ditunjuk
oleh Pengawas Pekerjaan.
3. Melaksanakan pekerjaan.
Membangun Sistem adalah kegiatan / pekerjaan yang dilaksanakan pada saat setelah Sistem
mengalami gangguan total / Black Out. Kejadian ini terjadi setelah semua sistem pembangkitan
trip dan tidak ada satupun yang tersambung ke sistem interkoneksi, sehingga semua
konsumen mengalami padam total. Pada gambar dibawah diperlihatkan contoh Manuver
membangun subsistem.
5 6 1 2 3 4
A
Cirata
500 kV
Sglng 1
Subsistem
Purwakarta&Padalarang
30 MW
1 2 3 4 5 Saguling 1 2 3 4
A
500 kV
A
430–450 kV
1
Bandung Selatan
1
1 2 Subsistem Bandung
Raya
70 MW
Subsistem
Purwakarta&Padalarang
30 MW
1 2 3 4 5
Saguling 1 2 3 4
490 kV A
Bandung Selatan
1
4.7.8. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat switching dalam membangun sistem
1. Fenomena yang muncul saat switching membangun sistem adalah kenaikan tegangan
sehingga pelaksanaan switching harus memperhatikan kemampuan pembangkit dalam
menyerap MVAr.
2. Agar dikoordinasikan sebaik mungkin pada saat pembebanan agar tidak terjadi
pembebanan pada unit pembangkit yang berlebih ( over load ), begitu juga untuk
penyalurannya.
4. Sebelum menggabungkan dua sistem, harus diatur agar kedua sistem betul betul pada
kondisi stabil.
b. Berisi panduan bagi operator gardu induk (GI) / Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi
(GITET) melakukan tugas operasional langsung pada peralatan-peralatan (instalasi) di
gardu induk.
c. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan pada Instalasi Listrik Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi
(Dokumen K3) :
d. Berisi prosedur keamanan dan keselamatan kerja untuk melaksanakan pekerjaan di instalasi
listrik tegangan tinggi / ekstra tinggi.
f. Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur, operator GI /GITET dan operator
pembangkit mengoperasikan instalasi sistem tenaga.
h. Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur memulihkan sistem tenaga dari kondisi
gangguan dan interaksinya dengan operator GI / GITET dan pembangkit serta dengan
dispatcher di pusat pengatur lainnya.
j. Berisi panduan berupa tatacara (etika, alur) komunikasi di dalam mengoperasikan sistem
tenaga listrik.
k. Prosedur Akses Ke Jaringan Untuk Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) Pada
Instalasi Tegangan Tinggi / Ekstra Tinggi.
Berisi panduan bagi dispatcher di pusat pengatur beban pada hari-hari khusus (Idul Fitri, Tahun
baru, dll) untuk memulihkan sistem dari kondisi gangguan dan interaksinya dengan operator GI
/ GITET dan pembangkit serta dengan dispatcher di pusat pengatur lainnya.
1. Grafik
Berisi : Tampilan secara grafik perbandingan Rencana dan Realisasi beban Sistem selama
periode waktu 24 jam.
Berisi : Kondisi terakhir dari Sistem Pembangkitan maupun Sistem Penyaluran dan
Informasi Antar Dispatcher sebelum dilakukan mutasi Serah Terima kepada Dispatcher
regu berikutnya.
3. Perintah
Berisi : Perintah dan Realisasi Keluar / Masuk Unit Pembangkit serta Penerima Perintah.
4. Pengoperasian Reaktor
7. Energi Primer
Berisi : Penggunaan energi primer (bahan bakar) masing-masing unit pembangkit per ½
jam.
8. Kit1234
9. Summary
10. Pek_Lur
Berisi : Switching Pekerjaan Penyaluran, Block deblock Auto Reclose dan Hal-hal penting
yang perlu dicatat.
12. IBT&Transf
14. BB&Air
15. Padam
Berisi : Pemadaman Beban yang berupa Rincian Beban Padam yang disebabkan karena
Gangguan, Load Shedding, UFR dan Load Curtailment
Logsheet di atas adalah contoh yang diambil dari pelaporan pelaksana operasi / dispatcher
P3B Jawa Bali, untuk pelaporan di tempat lain bisa disesuaikan dengan kondisi setempat.
6.1. LPO
LPO adalah Laporan Penyelia Operasi, dimana dalam perkembangannya di P3B Jawa Bali
Penyelia Operasi digantikan oleh Supervisor Operasi Real Time. Dengan demikian LPO ini
merupakan laporan dari Supervisor Operasi Real Time yang bertugas pada saat itu, LPO ini
berisi Kesiapan Pembangkit masing-masing Region pukul 19:00 yang antara lain terdiri dari :
a. DMN (Daya Mampu Netto): kapasitas maksimum unit pembangkit dapat beroperasi
secara terus-menerus dalam keadaan stabil dan aman setelah dikurangi pemakaian
sendiri dan beban auxiliary sentral.
c. Variasi Musim: Variasi musim berlaku untuk PLTA, misal Unit PLTA keluar karena
keterbatasan air pada musim kemarau.
d. Mampu Pasok: kemampuan unit pembangkit memasok daya pada saat itu.
e. Beban jam 19:00: beban unit pembangkit yang tercatat pada jam 19:00.
f. Cadangan Putar: cadangan / selisih antara beban unit pembangkit yang sedang
beroperasi terhadap DMN.
Planned Outage yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya pekerjaan pemeliharaan periodik
pembangkit seperti inspeksi, overhaul atau perkerjaan lainnya yang sudah dijadwalkan
sebelumnya dalam rencana tahunan pemeliharaan pembangkit.
Forced Outage yaitu keluarnya pembangkit akibat adanya kondisi emergensi pada pembangkit
atau adanya gangguan yang tidak diantisipasi sebelumnya serta yang tidak digolongkan ke
dalam MO atau PO.
Reserve Shut Down (RSH), yaitu keluarnya pembangkit karena kebutuhan sistem, umumnya
untuk alasan keekonomian.
Scheduled Derating (SD), yaitu penurunan daya mampu pembangkit yang telah diperkirakan
sebelumnya dan telah disampaikan kepada UBOS P3B.
Forced Derating (FD), yaitu penurunan daya mampu pembangkit yang tidak diperkirakan
sebelumnya.
Berisi tentang Beban Pernah dicapai Malam dan Siang, Beban rata-rata, Beban Tertinggi Siang
dan Malam pada hari itu, Cadangan Putar, dan Beban rata-rata, juga ditampilkan grafik
Rencana & Realisasi Beban Sistem seperti ditunjukkan pada Gambar Grafik Rencana &
Realisasi di bawah ini.
6.2.2. Pembangkitan
a. Produksi Pembangkit masing-masing Power Plant dalam MWH dan prosentase dalam
berkontribusi terhadap kebutuhan beban sistem, juga ditampilkan Load Faktor pada hari
itu. LF = (Beban rata2 / Beban puncak) * 100 %
b. Kemampuan Pembangkitan (dalam MW) pada pukul :19.00 dalam memasok beban sistem.
Berisi tentang Lokasi, waktu Trip, Instalasi yang terganggu, dan penyebab / keterangan
gangguan.
Sistem Penyaluran
Berisi tentang catatan pemadaman yang disebabkan antara lain oleh UFR, Manual Load
Shedding, Load Curtailment, dan Gangguan dari masing-masing Sub Sistem (Region) yang
berupa Jumlah (kali), Beban (MW), waktu (terlama), dan Energi tak tersalurkan (MWH)
b. Transfer Daya
Berisi beban / transfer tertinggi dan prosentase terhadap Batasan transfer yang diijinkan serta
beban / transfer pukul 19:00.
c. IBT 500/150 kV
CATATAN OPERASIONAL
Berisi jumlah kejadian / Ekskursi Frekuensi < 49,5 Hz dan > 50,5 Hz dan keterangan
penyebabnya.
Berisi jumlah kejadian / Ekskursi Tegangan dibawah batas operasional dan keterangan
penyebabnya.
Berisi catatan waktu keluarnya SUTT antar Region dan keterangan penyebabnya.
e. Brown-out
Berisi catatan awal dan akhir pelaksanaan Brown out serta besar beban masing-masing
Region yang di Brown out dan keterangan penyebabnya.
4. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Aturan Jaringan
Jawa Bali, Jakarta, 2007
6. P3B Jawa Bali, Materi kursus Pengendalian Operasi Sistem Jawa Bali, Jakarta, 2010