Anda di halaman 1dari 39

5.

PERENCANAAN OPERASI SISTEM

TUJUAN PELAJARAN : Setelah mengikuti pembelajaran ini,


peserta memahami dan mampu mensupervisi
penyusunan perencanaan operasi sistem
tenaga listrik yang meliputi load forecast,
jadwal pemeliharaan pembangkit, optimasi
hydro thermal, operasi waduk, production
simulation, unit commitment, dan economy
load dispatch.

DURASI : 2 JP

PENYUSUN : 1. Asep Samsudin (DIVTRS)


2. Taslim (P3B JB)
3. Sunoto (Purnakarya)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal i


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. iv
PERENCANAAN OPERASI ................................................................................................. 1
1. PERENCANAAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK ............................................... 1
1.1. Rencana Opaerasi Tahunan ................................................................................... 2
1.2. Rencana Operasi Bulanan. ..................................................................................... 3
1.3. Rencana Operasi Mingguan. .................................................................................. 3
1.4. Rencana Operasi Harian. ....................................................................................... 4
2. PRAKIRAAN BEBAN .................................................................................................... 4
2.1. Prakiraan Beban Puncak.......................................................................................... 5
2.2. Pembentukan Model Kurva Tahunan ....................................................................... 5
2.3. Beban Puncak Harian Dalam Seminggu .................................................................. 7
3. PENYUSUNAN NERACA DAYA .................................................................................. 12
4. STRATEGI PERENCANAAN OPERASI ....................................................................... 13
4.1. Strategi untuk mencapai Tujuan Ekonomis ............................................................ 13
4.2. Strategi untuk mencapai tujuan Keandalan ............................................................ 13
4.3. Strategi untuk mencapai tujuan Kualitas ................................................................ 13
5. PENJADWALAN PEMBANGKIT .................................................................................. 14
5.1. Metode Cadangan Merata (Levelized Reserve Capacity)....................................... 14
5.2. Metode Probabilitas Merata (Levelized Risk) ......................................................... 15
6. KENDALA DALAM PENJADWALAN OPERASI UNIT PEMBANGKIT ........................ 17
6.1. Kendala-kendala unit pembangkit termal. ............................................................. 17
6.2. Kendala-kendala unit pembangkit Hydro .............................................................. 18
6.3. Unit pembangkit harus berjalan ............................................................................ 18
6.4. Kendala bahan bakar............................................................................................ 18
7. UNIT COMMITMENT\ ................................................................................................... 18
8. CADANGAN PUTAR .................................................................................................... 20

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal ii


9. METODA PENJADWALAN OPERASI UNIT PEMBANGKIT ....................................... 20
9.1. Metoda Skema Urutan Prioritas. ........................................................................... 20
9.2. Metoda Pemrograman Dinamik. ........................................................................... 21
9.3. Metoda Pemrograman Linier dengan Integer Campuran. ..................................... 21
10. ECONOMIC DISPATCH ............................................................................................... 21
10.1. Aplikasi Simulasi Produksi Prosym untuk membuat Prakiraan Produksi.............. 22
10.2. Metode Lagrange ................................................................................................ 23
11. OPTIMASI HIDROTERMAL .......................................................................................... 24
12. PERENCANAAN PEMBANGKIT HIDRO: .................................................................... 25
13. PERENCANAAN PENYALURAN ................................................................................. 31
14. PENUTUP ..................................................................................................................... 33

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1. Alur Proses Rencana & Operasi SJB ................................................................... 2

Gambar. 2. Kurva Beban Puncak Mingguan Jawa Bali 2014-2015 ......................................... 5

Gambar. 3. Kurva Beban Puncak Harian Sistem Jawa Bali dalam Seminggu ......................... 8

Gambar. 4. Kurva Beban Puncak Harian Sistem Jawa Bali ................................................... 11

Gambar. 5. Kurva beban rencana dan realisasi Sistem Jawa Bali 2015 ................................ 11

Gambar. 6. Penyusunan neraca daya diawali dengan penyusunan prakira beban sistem..... 12

Gambar. 7. Biaya Start Unit pembangkit sebagai fungsi waktu ............................................. 17

Gambar. 8. contoh unit commitment...................................................................................... 19

Gambar. 9. N termal unit untuk melayani Load sebesar Pr ................................................... 21

Gambar. 10. N termal unit untuk melayani Load sebesar Pr ................................................. 23

Gambar. 11. Optimasi hidro termal ....................................................................................... 25

Gambar. 12. Pola Pengusahaan Waduk Citarum .................................................................. 28

Gambar. 13. Pola perencanaan jangka panjang Waduk kaskade Citarum ............................ 29

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal iv


PERENCANAAN OPERASI

Untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik diperlukan perencanaan yang baik apalagi kalau
diingat bahwa operasi sistem memerlukan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu perlu
dibuat Rencana Operasi terlebih dahulu sebelum suatu sistem dioperasikan. Rencana operasi
ini selanjutnya dipakai sebagai pedoman untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik.

1. PERENCANAAN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK


Penyediaan energi listrik harus efisien, efektif, bermutu dan bisa diandalkan. Karena itu dalam
usaha pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara ekonomis dan
rasional. Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik banyak kendala yang dihadapi, hal ini
disebabkan karena banyak kejadian di sistem tenaga listrik (STL) yang bersifat acak. Kondisii
operasi itu akan berubah, kalau terjadi perubahan beban atau keluarnya pembangkit atau
sistem transmisi pada sistem tenaga listrik. Hal ini tentunya akan menyebabkan terjadinya
deviasi operasi. Untuk itulah perlu dilakukan perencanaan operasi yang baik agar deviasinya
relatif kecil. Sementara pada STL yang bersifat dinamis diperlukan prakira operasi untuk
memberi gambaran kondisi operasi kepada pengendali operasi.

Sebagai contoh pada Sistem Jawa Bali perencanaan operasi merupakan strategi operasi
penyediaan tenaga listrik, agar kontinuitas pasokan dapat lebih terjamin dengan menyiapkan
perencanaan yang matang dilengkapi dengan skema (antisipasi) terhadap potensi gangguan/
kerawanan. Perencanaan operasi dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan
adanya perubahan kondisi operasi, seperti perubahan status pembangkit maupun transmisi,
sehingga perencanaan akan semakin mendekati kondisi real di lapangan. Rencana Operasi
Sistem terdiri dari 4 periode, yaitu:

Rencana Operasi Tahunan (ROT)

Rencana Operasi Bulanan (ROB)

Rencana Operasi Mingguan (ROM)

Rencana Operasi Harian (ROH)

Pada Gambar 1 menunjukkan alur proses yang dilaksanakan Bidang Operasi Sistem, dimulai
dari pengumpulan dan verifikasi seluruh parameter data rencana operasi, kemudian data dan
pengolahan dengan menggunakan beberapa tools, hasil proses adalah rencana operasi
sistem terdiri dari 4 periode diatas. Terakhir eksekusi oleh pelaksanaan dispatching secara
operasi real time.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 1


Gambar. 1. Alur Proses Rencana & Operasi SJB

1.1. Rencana Opaerasi Tahunan


Perencanaan operasi dengan jangka waktu 1 tahunan meliputi rencana pemeliharaan unit-unit
pembangkit yang memerlukan persiapan satu tahun sebelumnya karena pengadaan suku
cadangnya memerlukan waktu satu tahun. Di lain pihak perlu dikoordinir dengan pemilik
pembangkit mengnai kesiapan unit pembangkitnya yang siap operasi untuk memenuhi
kebutuhan beban. Rencana Operasi tahunan juga meliputi perencanaan alokasi energi yang
akan diproduksi oleh setiap unit pembangkit, rencana pemeliharaan unit pembangkit tersebut
diatas, perkiraan beban tahunan, beroperasinya unit-unit pembangkit baru serta perkiraan
hujan atau perkiraan produksi PLTA dalam tahun yang bersangkutan. Alokasi energi yang
akan diproduksi Pembangkit Termis merupakan alokasi biaya bahan bakar yang merupakan
biaya terbesar dalam pengelolaan energi listrik seperti PLN. Rencana pemeliharaan unit-unit
pembangkit merupakan bagian dari rencana pemeliharaan peralatan secara keseluruhan dan
biaya pemeliharaan- unit unit pembangkit menelan biaya terbesar dari biaya pemeliharaan
peralatan PLN. Dari uraian diatas kiranya jelas bahwa Rencana Operasi Tahunan merupakan
bahan utama bagi penyusunan Rencana Anggaran Biaya Tahunan suatu Perusahaan Listrik
(RKAP).

Acuan dan parameter dalam penyusunan ROT antara lain Target RKAP dari PLN Pusat
termasuk alokasi penggunaan energi primer, kontrak/ perjanjian jual beli tenaga listrik, usulan
jadwal pemeliharaan pembangkit dari seluruh perusahaan pembangkit, kondisi hidrologi
khususnya disekitar daerah aliran sungai Citarum, penambahan instalasi transmisi dan
pembangkit baru dari PLN Proyek dan lain-lain.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 2


Selanjutnya dalam memproses penyusunan ROT diperlukan tool antara lain Analisa Sistem
Tenaga, Maintenance Scheduling, Optimasi Hidro-Termal, Simulasi Produksi (manajemen
energi) serta aplikasi database yang digunakan untuk saling berkoordinasi dalam
penyampaian data/ dokumen yang diperlukan dengan pihak-pihak terkait.

Sedangkan out put yang tercantum dalam ROT antara lain rencana pertumbuhan beban/
energi, alokasi energi, kondisi hidrolologi, konfigurasi dan bottle neck sistem penyaluran, load
flow dan tingkat hubung singkat, neraca daya, pola operasi PLTA waduk, kualitas tegangan,
skema pengaman sistem dan lain-lain.

1.2. Rencana Operasi Bulanan.


Selain merupakan koreksi terhadap Rencana Tahunan juga untuk proyeksi waktu satu bulan
ke depan, Rencana Operasi Bulanan adalah rencana menyangkut langkah-langkah
operasionil dalam sistem, sedangkan Rencana Operasi Bulanan lebih banyak mengandung
hal:.hal yang bersifat manajerial. Hal-hal yang bersifat operasionil yang dicakup dalam
Rencana Operasi Bulanan adalah:

Peninjauan atas jam kerja unit-unit pembangkit yang bersifat peaking units terutama dalam
kaitannya dengan rencana pemeliharaan. Hal ini diperlukan untuk membuat jadwal operasi
unit-unit pembangkit yang bersangkutan. Alokasi produksi tiap jenis pembangkit dalam
kaitannya dengan pemesanan kebutuhan bahan bakar.

Rencana Operasi Bulanan, disusun berdasarkan turunan dari ROT dengan melakukan
pemutakhiran kondisi operasi dan melakukan antisipasi antara lain update kecenderungan
kebutuhan sistem tenaga listrik, kesiapan transmisi dan kesiapan pembangkit termasuk energi
primer, rencana penyerapan gas dan kondisi hidrologi, dan rencana pemeliharaan. Hal-hal
yang tercantum dalam rencana bulanan secara garis besar sama dengan ROT namun lebih
detil. Misal alokasi energi dari setiap unit pembangkit berdasarkan penawaran kesiapannya,
untuk neraca daya dalam ROB dihitung ditampilkan setiap hari, sedang dalam ROT dilihat
secara mingguan.

1.3. Rencana Operasi Mingguan.


Dalam Rencana Operasi Mingguan tidak ada lagi hal-hal yang bersifat manajerial karena
masalah-masalah manajerial tidak mungkin diselesaikan dalam jangka seminggu. Rencana
Operasi Mingguan mengandung rencana mengenai langkah-langkah operasional yang akan
dilakukan untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang dengan memperhatikan
pengarahan yang tercakup dalam rencana bulanan dan mempertimbangkan perkiraan atas
hal-hal yang bersifat tidak menentu untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang.

Hal-hal yang bersifat tidak menentu adalah jumlah air yang akan diterima PLTA-PLTA (pada
musim hujan) serta beban untuk jangka pendek (satu minggu) yang akan datang. Rencana
Operasi Mingguan berisi jadwal operasi serta pembebanan unit-unit pembangkit untuk 168

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 3


jam yang akan datang atas dasar pertimbangan ekonomis (pembebanan yang optimum)
dengan memperhatikan berbagai kendala operasionil seperti beban minimum dan maksimum
dari unit pembangkit serta masalah aliran daya dan tegangan dalam jaringan.

Dalam Rencana Operasi Mingguan (ROM), resolusi perencanaan sudah per setengah jam.
Dalam rencana mingguan sudah tercantum perkiraan pembebanan per setangah jam dari
setiap pembangkit, demikian juga rencana pemeliharaan transmisi dan pembangkit. ROM
terbit setiap hari Kamis untuk periode Jumat s.d Kamis. Setiap pengguna jaringan harus
sudah menyampaikan pernyataan kesiapan pada hari Selasa sore.

1.4. Rencana Operasi Harian.


Rencana Operasi Harian merupakan koreksi dari Rencana Operasi Mingguan untuk
disesuaikan dengan kondisi yang mutakhir dalam sistem tenaga listrik. Rencana Operasi
Harian merupakan pedomnan pelaksanaan Operasi Real Time.

Rencana Operasi Harian (ROH) yang dibuat untuk pedoman peleksanaan pengendalian
operasi real-time, hal ini untuk lebih memfokuskan perhatian dispatcher pada pengamanan
sistem tenaga listrik. Hasil dari ROH antara lain adalah pembebanan setiap unit pembangkit
per setengah jam, serta rencana pemeliharaan pembangkit maupun transmisi untuk hari yang
terkait. ROH diterbitkan pukul 15.00 dan disampaikan kepada seluruh pengelola pembangkit
maupun transmisi dan seluruh APB.

Dispatching, yaitu pelaksanaan pengendalian operasi real time SJB oleh Dispatcher, dengan
panduan ROH, untuk mencapai tujuan operasi dengan azas efisien, andal dan bermutu.

Dalam perencanaan operasi sistem tenaga listrik digunakan teknik optimasi sehingga
permasalahan permasalahan yang muncul dapat dianalisa sehingga diperoleh hasil yang
seoptimal mungkin. Untuk mengetahui sejauh mana suatu sistem STL itu andal digunakan
suatu metoda perhitungan keandalan STL yaitu metoda LOLP (Loss of Load Probability).

2. Prakiraan Beban
Dalam suatu perencanaan operasi, data realisasi operasi (beban sistem) akan dipergunakan
sebagai acuan dalam meramalkan prakiraan beban pada masa yang akan datang. Meskipun
pada kenyataannya karakteristik kejadian setiap realisasi beban tidak selalu sama untuk
setiap saat, namun demikian karakteristik tersebut masih mempunyai pola-pola yang spesifik
bila dibuat pendekatan karakteristiknya disamping tetap memperhatikan pola pergeseran
karena adanya hari libur yang selalu tidak tetap. Pola-pola inilah yang akan dipergunakan
sebagai acuan dalam menentukan prakiraan beban.

Ada banyak metode statistik dalam proses pembuatan prakiraan beban yaitu kombinasi
dengan algoritme artificial intelligence seperti neural networks, fuzzy logic dan expert system.
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 4
Dalam tulisan ini akan dipaparkan metode yang selama ini dipakai di Sistem Jawa Bali yaitu
metode koefisien dimana beberapa realisasi data operasi dipakai sebagai acuan dalam
menentukan pola prakiraan beban puncak. Bila dibandingkan antara angka rencana prakiraan
beban dengan realisasi, di sistem Jawa Bali tingkat akurasi prakiraan beban berkisar antara
2% – 3%.

2.1. Prakiraan Beban Puncak


Langkah prakiraan beban untuk keperluan operasi dimulai dari pembuatan kurva beban
puncak selama satu tahun yang terdiri dari 52 beban puncak mingguan. Pada kurva ini, hal
yang paling spesifik adalah pergeseran hari libur pada hari raya Lebaran yang berbasiskan
tahun Hijriah dimana hari raya akan bergeser dua minggu ke depan setiap tahunnya dengan
beban puncak yang sangat rendah bila dibanding dengan minggu-minggu lainnya. Hal lain
yang sangat spesifik dari kurva ini adalah saat hari Natal dan Tahun Baru yang pada saat itu
beban puncak juga rendah walaupun tidak serendah saat hari idul fitri seperti terlihat pada
Gambar-gambar dibawah ini (Contoh sistem Jawa Bali).

Gambar. 2. Kurva Beban Puncak Mingguan Jawa Bali 2014-2015

2.2. Pembentukan Model Kurva Tahunan


Kurva tahunan merupakan suatu kurva yang dibentuk oleh beban puncak mingguan selama
satu tahun yang terdiri dari 52 beban puncak mingguan. Kurva ini dibentuk dengan
mengetahui dahulu besarnya target pembelian energi dan load factor untuk menghitung
prakiraan beban puncak tahunan disamping data beban puncak mingguan dari tahun-tahun
sebelumnya. Dengan adanya pergeseran hari raya lebaran setiap tahunnya maka perlu
adanya koreksi kurva beban puncak tahunan tersebut.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 5


Target pembelian energi (MWh)
Peak (MW) = ---------------------------------------
8760 x Load Factor

Pembentukan koefisien beban puncak mingguan selama satu tahun dengan data operasional
sbb :

P11 P12 P13 ……….. P1r1 ……… P152 ; d1r1

P21 P22 P23 ……….. P2r2 ……… P252 ; d2r2


.
.
.
Pn1 Pn2 Pn3 ……….. Pnrk ……… Pn52 ; dnrk

dimana :

Pn1 = beban puncak mingguan pada minggu ke-1 untuk data ke-n

Pnrk = beban puncak mingguan pada hari raya yang jatuh pada minggu yang ke dnrk (minggu
ke-k untuk data yang ke-n)

Apabila diketahui prakiraan hari raya yang akan datang terjadi pada minggu ke-q, maka data
di atas dapat digeser sbb :

P11 P12 P13 ……….. P1rq = P1r1 ……… P152


P21 P22 P23 ……….. P2rq = P2r2 ……… P252
Pn1 Pn2 Pnrq = Pnrk …………… Pn51 Pn52

sehingga koefisien beban puncak mingguan dapat dibentuk menjadi :

t11 t12 t13 ……………………….…..….…… t152


t21 t22 t23 ………..………………..………… t252

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 6


tn1 tn2 tn3 ………………..………… ……… tn5

dimana :

Pn1
tn1 = -------------
Pnm

adalah koefisien beban puncak mingguan dengan Pnm merupakan beban puncak tertinggi
selama setahun dari data yang ke-n

Dengan menjumlahkan n data setiap minggu yang sama, maka akan diperoleh koefisien rata-
rata beban puncak mingguan selama 52 minggu (satu tahun), yaitu:

tn1 tn2 tn3 ………………..………… ……… tn52

Apabila koefisien terrtinggi dalam 52 minggu tersebut adalah 1, maka diperoleh koefisien
baru, yaitu:

t1 t2 t3 ………………..………….……… t52

Dengan mengalikan masing-masing koefisien beban puncak mingguan selama setahun


dengan prakiraan beban puncak tertinggi dalam periode tahun tersebut, maka akan diperoleh
prakiraan beban puncak mingguan untuk periode satu tahun (52 minggu) sbb:

P1 P2 P3 ………………..………….……… P52

2.3. Beban Puncak Harian Dalam Seminggu


Pada Sistem Jawa Bali, periode mingguan dimulai dari hari Jumat sampai hari Kamis. Kurva
beban puncak ini merupakan rangkaian dari kurva beban harian selama satu minggu yang
bentuk kurvanya sangat dipengaruhi oleh jenis hari dan secara garis besar dibedakan atas :
hari Kerja, hari Sabtu-Minggu dapat dilihat pada Gambar 3.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 7


27.000
25.445 25.669 25.581
25.094 24.953
25.000
23.776
23.000 22.845

21.000

19.000

17.000

15.000
Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis

Gambar. 3. Kurva Beban Puncak Harian Sistem Jawa Bali dalam Seminggu

Karakteristik beban puncak harian pada dasarnya tidak selalu sama untuk masing-masing
hari. Berdasarkan realisasi, beban puncak harian dapat dibedakan dari sifat-sifat harinya
menjadi 35 jenis beban harian yaitu:

1. Hari Minggu
2. Hari Senin
3. Hari Selasa
4. Hari Rabu
5. Hari Kamis
6. Hari Jum’at
7. Hari Sabtu
8. Hari Senin Libur
9. Hari Selasa Libur
10. Hari Rabu Libur
11. Hari Kamis Libur
12. Hari Jum’at Libur
13. Hari Senin Kerja, Selasa Libur
14. Hari Selasa Kerja, Rabu Libur
15. Hari Rabu Kerja, Kamis Libur
16. Hari Kamis Kerja, Jum’at Libur
17. Hari Selasa Kerja, Senin Libur
18. Hari Rabu Kerja, Selasa Libur

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 8


19. Hari Kamis Kerja, Rabu Libur
20. Hari Jum’at Kerja, Kamis Libur
21. Hari Selasa Kerja, Senin-Rabu Libur
22. Hari Rabu Kerja, Selasa-Kamis Libur
23. Hari Kamis Kerja, Rabu-Jumat Libur
24. Hari Jumat Kerja, Kamis-Sabtu Libur
25. Hari Raya Lebaran
26. Satu Hari Sebelum Hari Raya Lebaran
27. Dua Hari Sebelum Hari Raya Lebaran
28. Tiga Hari Sebelum Hari Raya Lebaran
29. Tiga Hari Sesudah Hari Raya Lebaran
30. Dua Hari Sesudah Hari Raya Lebaran
31. Satu Hari Sesudah Hari Raya Lebaran
32. Hari Raya Idhul Adha
33. Hari Natal
34. Hari Tahun Baru
35. Hari 17 Agustus

2.3.1. Kurva Mingguan

Kurva migguan merupakan rangkaian kurva beban harian selama 7 hari dimulai dari hari
Jum’at sampai dengan hari Kamis sesuai dengan periode mingguan Sistem Jawa Bali.

Kurva ini pada dasarnya berbeda-beda untuk masing-masing hari dalam setiap minggunya
karena hari libur pada minggu tersebut selalu tidak sama hari atau tanggalnya. Selain itu,
untuk masing-masing hari libur mempunyai karakteristik beban harian yang berbeda-beda.

Dengan melihat kenyataan bahwa hari Minggu selalu ada dalam setiap minggunya dan
karakteristik hari Minggu ternyata relatif selalu sama sehingga pembentukan kurva mingguan
ini mengacu pada hari minggu.

Koefisien beban puncak harian selama satu minggu merupakan perbandingan antara beban
puncak yang terjadi setiap harinya selama satu minggu terhadap beban puncak hari Minggu
untuk periode yang sama.

Beban puncak : Ph1 Ph2 Ph3 Ph4 Ph5 Ph6 Ph7

Koefisien : m1 m2 m3 m4 m5 m6 m7

dimana,

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 9


Ph1 = beban pada hari ke-1 (hari minggu)

Phi = beban pada hari ke-i (sesuai dengan 35 sifat beban harian)

Phi
mi = -------------
Ph1

adalah koefisien beban harian selama satu minggu dengan i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 atau disebut
koefisien mingguan.

Untuk koefisien beban setiap setengah jam dalam satu hari yang merupakan perbandingan
beban setiap setengah jamnya terhadap beban puncak tertinggi pada hari itu, maka:

Beban setengah jam : Pj1 Pjh2 Pj3 Pj4 ………… Pj48

Koefisien : h1 h2 h3 h4 …….…. h48

dimana,

Pj1 = beban pada jam ke-1

Pji
hi = -------------
Pp

Adalah koefisien beban setiap setengah jam selama satu hari dengan i = 1, 2, 3, 4, …………,
48. atau disebut koefisien harian.

Untuk membentuk kurva mingguan ini diperlukan prakiraan sifat-sifat hari yang akan terjadi
dalam satu minggu. Dengan mengetahui beban puncak mingguan yang diperoleh dari kurva
tahunan, koefisien mingguan dan koefisien harian maka diperoleh bentuk kurva mingguan
yang dibentuk dari beban setiap setengah jam selama 168 jam

2.3.2. Kurva Beban Harian

Rencana operasi harian dibuat sebagai panduan dispatcher dalam pengendalian operasi
Sistem Jawa Bali. Setelah beban puncak mingguan didapat, maka beban puncak harian
dihitung dengan mengalikan koefisien yang sesuai dengan hari yang akan diprakirakan dari
35 koefisien karakteristik beban puncak harian yang ada. Sebagai contoh koefisien beban
puncak harian.
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 10
Untuk mencari kurva beban selama 24 jam, maka dilakukan dengan mengalikan besarnya
beban puncak yang sudah diperoleh dengan koefisien kurva beban selama 24 jam sehingga
diperoleh kurva seperti pada Gambar-4

Gambar. 4. Kurva Beban Puncak Harian Sistem Jawa Bali

Untuk mengetahui tingkat akurasi pembuatan prakiraan beban harian yang selama ini
dilakukan di PT PLN (Persero) P3B BOPS, maka akan kita bandingkan salah satu kurva
beban harian dengan realisasinya. seperti terlihat pada Gambar-5

Gambar. 5. Kurva beban rencana dan realisasi Sistem Jawa Bali 2015

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 11


Dari gambar di atas, terlihat bahwa prakiraan beban harian cukup akurat dengan deviasi relatif
kecil.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan data realisasi beban menjadi rancu untuk
digunakan sebagai acuan dalam proses membuat prakiraan beban, misalnya: adanya
gangguan sistem, keterbatasan suplai bahan bakar pembangkit. Karena itulah diperlukan jam
terbang khusus dari pembuat prakiraan beban agar akurasi tidak terlalu besar
penyimpangannya.

3. Penyusunan Neraca Daya


Penyusunan Neraca Daya sistem ditujukan untuk menjamin kecukupan daya dan cadangan
operasi sistem. Dalam aturan jaringan Sistem Jawa Bali telah ditetapkan bahwa besarnya
cadangan operasi terkecil untuk periode mingguan sebesar 810 MW (1 kali unit terbesar).

PO, MO, FO, PD, Usulan PO, MO, PD, Mampu


FD dan Kendala dan Kendala Hidro
Penyaluran periode Penyaluran
berjalan

Prakira Perhitungan Pemilihan skala


beban Neraca Daya prioritas PO, MO
dan pek Lur

Cukup

Print: - Neraca Daya


- Jadwal Outage

Gambar. 6. Penyusunan neraca daya diawali dengan penyusunan prakira beban sistem

Pembangkitan dengan Energi Terbatas

Apabila tidak ada keterbatasan pada suplai bahan bakar ke pembangkit dan kendala
penyaluran, maka operasi ekonomis dapat dilakukan dengan mudah berdasarkan merit order.
Tetapi apabila ada keterbatasan sumber energi primer seperti PLTA, maka harus dilakukan
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 12
perencanaan yang baik menyangkut kapan energi yang terbatas itu digunakan (misalnya saat
beban puncak).

4. STRATEGI PERENCANAAN OPERASI


Sistem tenaga listrik sangat dinamis, karena itu diperlukan strategi dalam mengoperasikan
STL untuk mencapai tujuan operasi yaitu tenaga listrik yang andal, ekonomis dan berkualitas.

4.1. Strategi untuk mencapai Tujuan Ekonomis


Untuk mengoperasikan STL yang seekonomis mungkin diperlukan studi operasi
ekonomis, baik dalam perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun pada saat
operasi real time.

Pada perencanaan jangka panjang bulanan atau tahunan dilakukan perencanaan


pembangkit hidro yaitu pada PLTA yang menggunakan waduk tahunan, sehingga
ketersediaan air dapat dijaga sepanjang tahun. Pada perencanaan jangka panjang
tersebut juga dilakukan perencanaan pemeliharaan pembangkit sehingga pembangkit
dengan bahan bakar murah tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan.

4.2. Strategi untuk mencapai tujuan Keandalan


Keandalan dalam STL dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pembangkitan dan sisi penyaluran.
Untuk mencapai sasaran STL yang andal harus didukung oleh kedua kuatnya sistem
pembangkitan maupun sisitem penyhaluran.

Dari sisi pembangkitan, kecukupan daya harus dijaga sepanjang waktu baik untuk sistem
secara keseluruhan maupun untuk wilayah yang lebih kecil yaitu subsistem.

4.3. Strategi untuk mencapai tujuan Kualitas


Kualitas penyediaan tenaga listrik dapat dilihat dari kualitas tegangan dan kualitas
frekuensi.

Untuk mendapatkan kualitas tegangan yang baik dilakukan dengan :

- Mengatur/membatasi aliran daya sehingga jatuh tegangan dipenyaluran tidak terlalu


tinggi.
- Mengatur pembangkitan daya reaktip pembangkit.
- Mengatur daya reaktif dari penyaluran/transmisi

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 13


Untuk mendapatkan kualitas frekuensi yang baik, dilakukan dengan:

- Mengaktifkan regulasi primer (governor free), sesuai dengan aturan jaringan (grid
code) Sistem Jawa Bali, semua pembangkit yang masuk ke dalam sistem harus
mengaktifkan governor free.

- Mengaktifkan regulasi sekunder (LFC), yaitu pengaturan frekuensi yang dilakukan


secara terpusat yang dilakukan agar kualitas frekuensi ini bisa merata sepanjang
tahun,

5. Penjadwalan Pembangkit
Pemeliharaan rutin sebuah unit pembangkit adalah pemeliharaan yang diharuskan menurut
periode waktu tertentu sesuai dengan spesifikasin. Pemeliharaan ini ditujukan untuk
keamanan, mempertahankan efisiensi dan keandalan unit. Keluarnya unit pembangkit untuk
pemeliharaan akan berpengaruh terhadap keandalan sistem. Metode metode penjadwalan
pemeliharaan unit pembangkit diantaranya metode Levelized Reserve Capacity, metode
Livelized Rare Capacity dan Livelized Risk.

5.1. Metode Cadangan Merata (Levelized Reserve Capacity)


Metode levelized Reserve Capacity adalah metode dimana perencanaan pemeliharaan
dilakukan dengan menyamakan cadangan kapasitas sistem dalam kurun waktu
penjadwalan pemeliharaan.

Periode waktu pemeliharaan biasanya dalam hitungan satu tahun yang dibagi dalam
beberapa stage waktu yaitu satu bulan, sepuluh hari atau satu minggu.

Rumusan metode levelized Reserve Capacity adalah:

i j = Ctotal – ( Lmaks + Coutage) ;

i  t, j  t , t=1,2,3, … , T ……. (2.1)

dimana : Pi = Kapasitas cadangan pembangkit ke-i (MW)

Ctotal = Capasitas total pembangkit yang terpasang (MW)

Lmaks = Beban puncak (MW)

Coutage = Kapasitas pembangkit dalam pemeliharaan (MW)

T = Periode stage pemeliharaan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 14


5.2. Metode Probabilitas Merata (Levelized Risk)
Metode levelized Risk merupakan modifikasi dari metode levelized reserve capacity. Pada
metode ini kapasitas masing masing pembangkit diganti dengan Effective Load Carrying
Capacity (ELCC) yang dihitung dengan memperhatikan FOR masing masing pembangkit,
sedangkan beban digantikan dengan Equivalent Load (EL)

Rumus metode Levelized Risk adalah:

i j = ELCCtotal – ( ELmaks + ELCCoutage) ;

i  t, j  t , t=1,2,3, … , T ………………………………………….. (2.3)

dimana : Pi = Kapasitas cadangan pembangkit ke-I (MW)

ELCCtotal = Effective Load Carrying Capacity total pembangkit yang terpasang


(MW)

ELmaks = Equivalent Load (MW)

ELCCoutage = Effective Load Carrying Capacity pembangkit dalam pemeliharaan


(MW)

T = Periode stage pemeliharaan.

Konsep dari Effective Load Carrying Capacity adalah apabila pada suatu sistem
ditambahkan sebuah unit pembangkit maka indeks keandalan akan turun, tetapi dengan
naiknya beban indeks akan kembali naik dan sebelum kanaikan beban sama dengan
kapasitas unit, indeks akan kembali ke nilai awal. Besarnya beban yang membuat indeks
kembali ke nilai awal inilah yang disebut Effective Load Carrying Capacity.

Effective Load Carrying Capacity diperoleh dari persamaan:

 c 
Ce  C  m . ln p  q . e 
m ………………………………………… (2.4)
 

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 15


dimana :

Ce = Effective Load Carrying Capacity (MW)

C = Kapasitas unit pembangkit (MW)

m = Koefisien karakteristik resiko (MW)

p = Probabilitas (1-FOR)

q = Probabilitas outage (FOR)

XB  XA
m ………………………………………………… (2.5)
 P(X A ) 
ln  
 P( X B ) 

dimana ;

XA, XB = Besarnya outage

P(XA), P(XB) = Probabilitas outage pada beban A dan beban B

Besar faktor resiko ini biasanya ditinjau pada titik probabilitas antara 0.1 sampai 0.001

Sedangkan Equivalent Load diperoleh dari persamaan :

Tp
Le  L.m   e ( Lj Lm) / m / Tp …………………………………. (2.5)
j1

dimana :

Le = Eqivalent Load (MW)

M = kofisien karakteristik resiko

Lj = Beban puncak dari setiap stage dalam hari j (MW)

Tp = Banyaknya hari dalam stage

Lm = Beban puncak setiap stage dalam periode pemeliharaan j (MW)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 16


6. Kendala dalam penjadwalan operasi unit pembangkit
Dalam membuat penjadwalan operasi unit pembangkit penyelesaiannya sangat tergantung
dari kendala-kendala yang dimasukkan dalam memperoleh fungsi tujuan. Setiap metoda yang
digunakan dalam penjadwalan operasi unit pembangkit menimbulkan masalah yang sangat
dipengaruhi oleh karakteristik unit pembangkit dan kurva beban.

6.1. Kendala-kendala unit pembangkit termal.


Pembangkit termal yang relatif besar seperti PLTU pada umumnya merupakan pusat listrik
yang dominan baik dari segi teknis operasional maupun dari segi biaya operasi. Dari segi
teknis operasional PLTU paling banyak kendalanya khususnya dalam kondisi dinamis. Hal ini
disebabkan karena banyaknya komponen dalam PLTU yang harus diatur. Pada pembangkit
termal proses start maupun perubahan daya menyangkut masalah perubahan suhu yang
akan menyebabkan pemuaian atau pengerutan. Unit pembangkit termal dijalankan dengan
mengubah temperatur sedikit demi sedikit, dan perlu waktu untuk membawa unit pembangkit
tersebut sampai menyuplai daya. Berbagai macam kendala yang ada pada pengoperasian
pembangkit termal, antara lain:

1. Kendala waktu minimal berjalan (minimum up time) :


Unit pembangkit yang sedang berjalan tidak dapat langsung dimatikan karena harus
disesuaikan dengan waktu minimal berjalannya.

2. Kendala waktu minimal berhenti (minimum down time) :


Unit pembangkit yang sudah dihentikan tidak dapat langsung dijalankan kembali, karena
harus disesuaikan dengan waktu minimal berhentinya.

Saat mulai dijalankan tekanan dan temperatur bagian-bagian pembangkit termal bergerak
naik dengan pelan sehingga diperlukan energi tambahan untuk membawa pembangkit
tersebut sampai keadaan jalan. Energi tersebut dikenal sebagai “Start-up cost”

Gambar. 7. Biaya Start Unit pembangkit sebagai fungsi waktu

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 17


Biaya start unit penbangkit sebagai fungsi waktu1 Biaya start-up unit pembangkit
bermacam-macam mulai dari biaya "start-panas" (hot-start) yang terkecil sampai biaya
"start-dingin" (cold start) yang terbesar. Start panas adalah keadaan d imana unit
pembangkit baru saja dimatikan dan relatif masih mempunyai temperatur mendekati
temperatur operasi dan start dingin adalah keadaan dimana unit pembangkit
dioperasikan dari keadaan berhenti. Ada dua macam biaya start dingin yang dikenal
yaitu biaya cooling dan biaya banking. Biaya cooling adalah biaya untuk memanaskan
boiler dari keadaan berhenti sampai temperatur operasi. Biaya banking adalah biaya
untuk memanaskan kembali boiler dari suatu temperatur tertentu karena masih ada
energi panas di boiler, sampai temperatur operasi. energi tambahan untuk membawa
pembangkit tersebut sampai keadaan jalan. Energi tersebut dalam masalah konitmen
unit dikenal sebagai biaya "start-up" (start-up cost).

6.2. Kendala-kendala unit pembangkit Hydro


Kendala operasi pada pembangkit hidro lebih kecil dibandingkan pembangkit termal
karena pada pembangkit hidro tidak ada proses pembakaran sehingga tidak ada
perubahan suhu yang besar pada bagian-bagian pembangkit hidro. Namun dilain pihak
ketergantungan pembangkit hidro pada musim merupakan kendala, sehingga untuk
mendapatkan hasil penjadwalan operasi yang optimal unit-unit pembangkit secara
keseluruhan tidak bisa dipisahkan dari unit-unit hydro.

6.3. Unit pembangkit harus berjalan


Ada beberapa unit pembangkit yang harus dipertahankan terus berjalan selama waktu
yang ditentukan, misalnya dalam setahun. Tujuannya adalah sebagai alat penunjang
untuk menstabilkan tegangan pada jaringan transmisi atau dipakai sebagai suplai daya
diluar pemakaian sendiri pada PLTU.

6.4. Kendala bahan bakar


Dalam sistem tenaga listrik dapat terjadi beberapa unit pembangkit mempunyai bahan
bakar dalam jumlah yang terbatas atau memerlukan bahan bakar dalam jumlah yang
besar. Kendala tersebut harus diperhatikan dalam penjadwalan operasi unit pembangkit.

7. UNIT COMMITMENT\
Beban sistem selalu berubah dengan pola pola tertentu yang selalu berulang ulang meskipun
besarannya berubah misalnya pola hari kerja, pola hari Sabtu, pola hari Minggu dan
sebagainya. Pada pola beban tersebut terdapat beban puncak pada jam yang hampir sama
demikian juga sebaliknya pada beban terendah terjadi pada jam-jam yang hampir sama pula.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 18


Langkah paling mudah untuk memenuhi permintaan beban dengan pola yang berubah-ubah
tersebut adalah dengan menjalankan semua pembangkit.

Permasalahan utama yang timbul dengan pengoperasian pembangkit seperti di atas adalah
masalah ekonomi.

Men-“commit” sebuah pembangkit adalah menjalankan (turn on) pembangkit untuk


selanjutnya sinkron dan menyalurkan daya ke sistem.

Kendala utama dalam unit commitment terkait dengan menajemen energi adalah:

1. Minimum up time

2. Minimum down time

3. Lama start up dan shutdown

Dasar dari unit commitment adalah pengoperasian pembangkit untuk memenuhi kebutuhan
daya (load) sistem didasarkan pada merit order dengan memperhatikan segala kelebihan dan
kekurangan yang ada pada setiap pembangkit dan kendala kendala pada jaringan.

Pemilihan pembangkit yang di “commit” berdasarkan pada urutan dari pembangkit yang paling
murah sampai termahal dengan memperhatikan segala kendala yang ada.

MW

800
Unit 3
Unit 3
500
Unit 2 Unit 2
300

Unit 1

Jam
0 6 9 14 15 24

Gambar. 8. contoh unit commitment

Dari gambar 8. dicontohkan pembangkit dengan urutan merit order dari unit 1, unit 2 dan unit
3.

Dari jam 0:00 sampai jam 06.00, sistem harus dipenuhi oleh tiga unit pembangkit sehingga
ketiga unit harus di “commit”. Dari jam 6 s.d jam 9 sistem bisa dicukupi oleh 2 unit pembangkit
sehingga unit 3 bisa di “decommit”. Demikian juga dari jam 9 s.d jam 14 karena beban sistem
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 19
rendah maka unit 2 bisa di “decommit”. Demikian seterusnya sehingga semua kebutuhan
beban terlayani.

8. Cadangan putar
Besarnya cadangan putar adalah sama dengan jumlah seluruh kapasitas unit pembangkit
yang sedang beroperasi pada sistem beban dan rugi-rugi transmisi daya. ada, sehingga
apabila terjadi-gangguan atau lebih tidak menyebabkan penurunan Besarnya cadangan putar
disesuaikan dengan jenis pembangkit dan biasanya sudah diperhitungkan dalam kapasitas
unit-unit pembangkit sebagai prosentase dari perkiraan beban puncak atau sebesar unit
pembangkit yang mampu menanggung beban terbesar. pembangkit yang mempunyai respon
yang lambat. Hal ini berkaitan dengan peralatan Automatic Generator Control (AGC ) pada
unit pembangkit yang berfungsi untuk mengembalikan frekuensi pada besarnya semula
apabila terjadi gangguan pada sistem. Diluar cadangan putar tersebut, harus disisipkan pula
unit pembangkit cadangan yang dapat dengan mudah dan cepat dioperasikan, misalnya
PLTD atau PLTA sehingga dapat mengatasi permintaan beban. Dengan demikian akan dapat
ditaksir besarnya cadangan seluruh unit pembangkit dalam perioda waktu yang telah7
dikurangi jumlah dari Cadangan putar harus pada satu unit pembangkit frekuensi sistem.
Cadangan putar selain untuk memenuhi permintaan beban dari gangguan pada sistem, harus
diletakkan pada unit-unit pembangkit yang mempunyai respon yang cepat dan unit-unit di
tentukan. Usaha terakhir bila cadangan-cadangan tersebut mas~h belum mampu mengatasi
permintaan beban karena adanya gangguan unit pembangkit~ adalah dengan melakukan
pelepasan beban.

9. Metoda penjadwalan operasi unit Pembangkit


Masalah komitmen unit dapat menjadi sangat rumit apabila semua kendala dimasukkan.
Sebagai gambaran dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Ada N unit pembangkit yang komit dan siap jalan.


2. Apabila ada beban dalam perioda M yang pemenuhan kebutuhannya dibatasi
dengan pengoperasian N unit pembangkit, maka permintaan beban tersebut dapat
dipenuhi hanya oleh satu unit pembangkit atau kombinasi dari unit unit pembangkit.

Beberapa metoda yang paling banyak dipakai dalam penyelesaian masalah komitmen unit
antara lain:

9.1. Metoda Skema Urutan Prioritas.


Metoda ini sering digunakan dalam penyelesaian masalah komitmen unit yaitu dengan
membuat urutan prioritas dari unit pembangkit yang mempunyai biaya pembangkitan terkecil
disusul dengan unit pembangkit .yang mempunyai biaya pembangkitan lebih besar dan
seterusnya. Urutan prioritas tersebut dapat diperoleh dengan cara menghitung besarnya biaya
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 20
operasi rata-rata pada beban penuh yang merupakan biaya bahan bakar (heat rate net) pada
beban penuh dari setiap unit pembangkit

9.2. Metoda Pemrograman Dinamik.


Metoda skema urutan prioritas mempunyai beberapa keuntungan misalnya dalam
penggunaan memori komputer dibandingkan dengan metoda pemrograman dinamik.
Sebagai contoh. apabila ada empat unit pembangkit pada sistem tenaga listrik pada
metoda pemrograman dinamik akan ada 24-1 = 15 kombinasi yang dapat melayani
permintaan beban untuk diuji. Dengan menggunakan skema urutan prioritas hanya akan
ada empat kombinasi yang akan diuji.yaitu :

Prioritas unit 1
Prioritas unit 1 + prioritas unit 2
Prioritas unit 1 + prioritas unit 2 + prioritas unit 3
Prioritas unit 1 + prioritas unit 2 + prioritas unit 3 +
prioritas unit 4.
Urutan unit pembangkit berdasarkan besarnya rata-rata biaya operasi pada beban

9.3. Metoda Pemrograman Linier dengan Integer Campuran.


Metoda ini banyak dipakai untuk sistem yang kecil.

10. ECONOMIC DISPATCH


Dalam bab ini dijelaskan mengenai teknik optimasi system tenaga listrik. Metoda yang dipakai
dalam perhitungan optimasi adalah persamaan Lagrange, Linier Programing, Khun Tucker,
heuristik dsb.

Sebagai contoh, misalkan system terdiri dari N pembangkit termal yang dihubungkan ke
busbar untuk melayani pembebanan tenaga listrik. Besar beban dinyatakan sebagai Pr Besar
daya yang dibangkitkan untuk setiap pembangkit adalah sebesar Pi, sedangkan biaya yang
ditimbulkan adalah sebesar sebesar Fi. Lihat gambar 9.

Gambar. 9. N termal unit untuk melayani Load sebesar Pr

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 21


Secara matematis dapat dituliskan sbb :

FT  F1  F2  F3  ...  F

N
  F1 P1 
i 1

N
  0  PR   Pi
i 1

Persamaan LaGrangnya adalah :

L  FT  

 dFi Pi 
   0
Pi dPi
dFi
0 
dPi

dFi

dPi
Pi min  Pi  Pi max
N

P  P
i 1
i R

dFi
 untuk Pi min  Pi  Pi max
dPi

dFi
 untuk Pi  P1 max
dPi

10.1. Aplikasi Simulasi Produksi Prosym untuk membuat Prakiraan


Produksi
Prosym (Production Simulation) merupakan simulation engine yang digunakan untuk
melakukan simulasi produksi. Aplikasi yang dikeluarkan oleh Henwood ini sebenarnya
sudah tidak dikembangkan lagi dan telah berganti kepemilikan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 22


Beberapa metode yang sering digunakan dalam penentuan alokasi pembebanan
pembangkit (economic dispatch) untuk memenuhi satu tingkat beban antara lain:

- Metode Lagrange
- Metode Dinamic Programming
- Metode Newton Raphson
- Dll

10.2. Metode Lagrange


Dalam bab ini dijelaskan mengenai teknik optimasi system tenaga listrik. Metoda yang
dipakai dalam perhitungan optimasi adalah persamaan Lagrange, Linier Programing,
Khun Tucker, heuristik dsb.

Sebagai contoh, misalkan system terdiri dari N pembangkit termal yang dihubungkan ke
busbar untuk melayani pembebanan tenaga listrik. Besar beban dinyatakan sebagai Pr
Besar daya yang dibangkitkan untuk setiap pembangkit adalah sebesar Pi, sedangkan
biaya yang ditimbulkan adalah sebesar sebesar Fi. Lihat gambar 9.

Gambar. 10. N termal unit untuk melayani Load sebesar Pr

Secara matematis dapat dituliskan sbb :

FT  F1  F2  F3  ...  F

N
  F1 P1 
i 1

N
  0  PR   Pi
i 1

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 23


Persamaan LaGrangnya adalah :

L  FT  

 dFi Pi 
   0
Pi dPi
dFi
0 
dPi

dFi

dPi
Pi min  Pi  Pi max
N

P  P
i 1
i R

dFi
 untuk Pi min  Pi  Pi max
dPi

dFi
 untuk Pi  P1 max
dPi

11. Optimasi Hidrotermal


Optimasi hydrothermal ditujukan untuk pemanfaatan sebaik mungkin energi air yang murah
tetapi jumlahnya yang terbatas agar diperoleh biaya operasi yang serendah mungkin.

PH PT
H T

Hydro
Thermal

PL
Load

Ka H L, maka untuk memenuhi kebutuhan energi, kekurangannya

harus dipenuhi dengan energi thermal, sehingga;

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 24


L H T

Energi thermal yang harus dibangkitkan:

PT = PL - PH

Load Thermal Hydro

Energy Energy Energy

PL

Thermal

Ph Hydro

Th

Gambar. 11. Optimasi hidro termal

Dari gambar diatas, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mengoptimalkan


pemanfaatan energi hidro yang terbatas untuk memperoleh biaya produksi yang minimum.

12. Perencanaan Pembangkit hidro:


Kelebihan:
- Biaya energi primer murah
- Start up/stop pembangkit hidro lebih cepat dari termal
- Speed Droop kecil
- Minimum Up/Down time rendah

Kekurangan:
- Keterbatasan energi primer karena ketergantungan dengan alam seperti: curah hujan,
kondisi hidrologi dst.
- Rumit dalam perencanaan.
- Outflow air tidak linear terhadap daya output

Jenis Pembangkit Hidro:

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 25


- PLTA Run of River (ROR) dimana PLTA tidak memiliki waduk sebagai penampung air,
sehingga pembangkit harus dijalankan pada saat energi primer (air) tersedia.
- PLTA Waduk/Bendungan (pondage hydro), pengoperasian pembangkit bisa diatur
dengan menyimpan air dalam waduk.

12.1. Kondisi Hydrologi

12.1.1. Pola Operasi Waduk Citarum


Air Sungai Citarum mempunyai peranan yang sangat strategis dalam berbagai
kepentingan kehidupan disepanjang aliran sungai, agar lebih terencana dan teratur
dalam kereagaman fungsi tersebut maka perlu adanya pola pengaturan pemanfatan
aliran sungai Citarum, sehingga diharapkan pengelolaaan air sungai Citarum menjadi
optimal.

12.1.2. Metode Perhitungan


Pengelolaan waduk seri Citarum bertujuan agar pengaturan air keluar (AK) mendapat
manfaat yang sebesar-besarnya dan dapat memenuhi kebutuhan pengairan di hilir
waduk Ir. H. Djuanda, dengan memperhatikan kondisi air masuk (AM), perubahan
kapasitas tampung dari masing-masing waduk ( ∆S), rugi-rugi / penguapan (E), sehingga
waduk tetap dapat dioperasikan secara berkesinambungan.
Metode perhitungan yang digunakan adalah prinsip keseimbangan air yang dapat
diformulasikan sebagai berikut :

∆ S = AM – ( AK + E )
atau
AK = AM - ∆ S - E

Sesuai karakteristik air masuk sungai Citarum, maka diharapkan Tinggi Muka Air (TMA)
ketiga waduk dapat mencapai maksimal pada awal bulan Mei atau Juni 2017. Pola
Operasi 2017 ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan air di hilir Ir. H. Djuanda
dengan urutan prioritas sebagai berikut :

1. Kebutuhan air minum & rumah tangga (municipal water supply).


2. Penggelontoran kota (flushing).
3. Kebutuhan pertanian & perkebunan (irrigation requirement).
4. Kebutuhan pembangkitan tenaga listrik (power generation)
5. Kebutuhan industri (water requirement far industry).

Dalam menyusun Pola Operasi 2017, data yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 26


a. Data air masuk yang digunakan merupakan hasil kajian Balai Hidrologi, Puslitbang
Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum dengan menggunakan metode
Analisis Frekuensi LN-3 Probability.
b. Kebutuhan pengairan ditentukan berdasarkan Keputusan Direksi Perusahaan Umum
Jasa Tirta II No.: 1/474/KPTS/2016 tanggal 16 Oktober 2016. SK Gubernur Propinsi
Jawa Barat No.: 521.21/Kep.861-Binprod/2016, tanggal 29 September 2015.
c. TMA minimum operasi untuk ketiga Waduk ditetapkan sebagai berikut : Saguling +625
m.dpl, Cirata +206 m.dpl dan Ir. H. Djuanda +75 m.dpl.
d. TMA maksimum operasi untuk ketiga Waduk ditetapkan sebagai berikut : Saguling
+643 m.dpl, Cirata +220 m.dpl dan Ir. H. Djuanda +107 m.dpl.
e. TMA awal operasi untuk ketiga waduk ditetapkan sebagai berikut : Saguling +632,21
m.dpl, Cirata +207,21 m.dpl dan Ir. H. Djuanda +84,03 m.dpl.
f. Pola keseimbangan dalam pengoperasian waduk Seri Citarum didasarkan pada
prosentasi kapasitas tampung efektif dari masing-masing waduk terhadap kapasitas
tampung efektif total ketiga waduk yaitu : Waduk Saguling 20,98% ; Cirata 29,39% dan
Ir. H. Djuanda 49,63%.
g. Simulasi debit air keluar dilakukan dengan Program (Software) yang dibuat oleh
Konsultan NEDECO (Direktorat PPSDA, Ditjen Pengairan, Departemen PU).

Dari hasil perhitungan diperoleh pola pengusahaan waduk Citarum seperti terlihat pada
Gambar.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 27


Gambar. 12. Pola Pengusahaan Waduk Citarum

12.2. Perencanaan Hidro


a. Jangka Panjang (bulanan dan tahunan)

Dalam perencanaan jangka panjang PLTA perencanaan meliputi prakiraan musim dan
perencanaan air waduk yang akan dikeluarkan yang dipengaruhi oleh kapasitas waduk
sendiri. Karena dalam perencanaan jangka panjang hidro ini menyangkut prakiraan
musim dan statistik, maka dalam perencanaan hidro melibatkan Badan Meteorologi dan
Giofisika dan Litbang Air Departemen Pekerjaan Umum.

Periode perencanaan jangka panjang biasanya antara mingguan sampai dengan


tahunan.

Perencanaan Jangka panjang berlaku pada PLTA yang menggunakan waduk tahunan
(Pondage Hidro)

Perencanaan meliputi perencanaan DMA, prakiraan air masuk dan perkiraan air keluar,
selanjutnya perencanaan Energi Hidro dihitung berdasarkan perkiraan air masuk rata
rata dan tinggi Duga Muka Air (DMA) waduk awal dan target DMA akhir.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 28


Saguling

642.0 643.0
642 Mei Jun
Apr 639.5 Jul
638

DMA ( m El. )
Mar Agu

634 Feb Sep

630 Jan Okt


627.8 628.9
Nop Des
626 626.0
623.0
622

Mar

Mei
Apr

Okt
Jan

Feb

Jun

Agu

Sep
Jul

Nop

Des
AMN Rata-2 122.9 125.8 142.8 140.8 98.8 56.9 33.9 25.0 23.0 39.9 82.9 118.8 M3/det
AKN Rata-2 82.0 90.0 90.0 90.0 90.0 70.0 70.0 70.0 70.0 70.0 82.0 110.0 M3/det
AMK Rata-2 105.8 108.4 123.0 121.3 85.2 49.0 29.3 21.5 19.8 34.4 71.4 102.4 M3/det
AKK Rata-2 87.0 77.0 75.0 83.0 75.0 60.0 60.0 60.0 60.0 60.0 65.0 83.0 M3/det
Cirata

220 219.1 220.0


217.2
Mei Jun
DMA ( m El. )

216 Apr
Jul
Mar
Ags
212 Peb
Jan Sep
208.3 209.8
208 Okt Des
Nop207.5
205.0
204
Mar

Mei
Apr

Okt
Jan

Peb

Jun

Sep
Jul

Ags

Nop

Des
Gambar. 13. Pola perencanaan jangka panjang Waduk kaskade Citarum

b. Jangka Pendek (Harian dan Mingguan)

Periode jam-jam-an (hour-by-hour) sampai 1 minggu tujuannya adalah untuk


meminimumkan biaya produksi dalam tiap periode terkait dengan dengan ketesediaan
air. Sebagai contoh adalah pengoperasian PLTA sebagai pembangkit beban puncak
untuk mengurangi pengoperasian pembangkit termal yang mahal.

Permasalahan utama dan mendasar pada perencanaan hidrothermal jangka pendek


adalah menentukan berapa jumlah air yang digunakan untuk meminimalkan biaya
produksi. Perencanaan jangka pendek meliputi perencanaan harian sampai mingguan,
termasuk perencanaan pembebanan jam-jaman untuk memperoleh biaya produksi yang
minimum.

Perencanaan jangka pendek didasarkan rencana air masuk yang mengacu pada kondisi
cuaca mutakhir dan tinggi muka air yang harus selalu mengikuti pola tahunan.

12.3. Perencanaan Energi Hidro


Pada umumnya, perencanaan energi air memperhatikan 2 variabel yaitu:

- Air masuk
- Duga Muka Air bendungan

Dua variabel tersebut menentukan berapa besar air yang bisa dikeluarkan untuk
produksi energi listrik.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 29


Inflow
DMA awal
DMA akhir

Outflow

VAK = VAM + Volume awal – Volume akhir


VAK = Volume Air Keluar (m3)
VAM = Volume Air Masuk (m3)

Volume awal = DMA awal x luasan bendungan (m3)


Volume akhir = DMA akhir x luasan bendungan (m3)
Selanjutnya besarnya air keluar dikonversikan kedalam energi

12.4. Prakiraan Air Masuk


Ketepatan prakiraan air masuk memegang peranan yang sangat penting dalam
membuat perencanaan energi air. Pada perencanaan bulanan, prakiraan air masuk
bendungan mengacu pada data data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG).

Mengingat prakiraan cuaca untuk waktu lebih dari tiga hari ketepatan masih rendah,
maka perencanaan Mingguan air masuk menggunakan metode statistik dengan
mengambil data rata rata air masuk mingguan beberapa minggu terakhir. Untuk
memudahkan penetapan prakiraan air masuk aplikasi yang dipakai di P3B Jawa Bali
adalah Minitab.

Pada perencanaan operasi harian, perencanaan hidro lebih didasarkan pada realisasi
DMA. Dengan mengetahui selisih DMA antara rencana dan realisasi, maka dapat
ditentukan berapa banyak air yang harus dikeluarkan sehingga DMA sesuai dengan
target bulanan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 30


13. Perencanaan Penyaluran
Energi listrik untuk sampai ke konsumen harus melalui saluran transmisi, karena itulah saluran
transmisi merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem TL. Sama dengan
pembangkitan, saluran transmisipun perlu pemeliharaan secara periodik. Perencanaan
penyaluran adalah penjadwalan saluran transmisi/transformator untuk keluar dari sistem
dalam rangka pemeriksaan rutin ataupun pemeliharaan.

Perencanaan penjadwalan pemeliharaan penyaluran harus disinkronkan dengan


pemeliharaan pembangkit, hal ini dimaksudkan untuk menghindari outage pembangkit akibat
dari pemeliharaan penyaluran.

Fungsi-fungsi penjadwalan penyaluran:

a) Inspection

Untuk keperluan pemeriksaan rutin, saluran transmisi akan dilakukan


pemeliharanaan/pemeriksaan secara berkala, sehingga apabila diketemukan
kelainan akan segera diketahui dan perbaikan dapat dilaksanakan secepat
mungkin. Konponen saluran transmisi yang memerlukan pemeriksaan secara rutin
diantaranya Pemutus Tenaga (PMT), Pemisah (DS), Bay trafo/saluran transmisi,
Busbar/rel, Transformator

b) Perbaikan.

Komponen/peralatan Saluran transmisi kebanyakan berada dalam alam terbuka.


Karena itu sangat mungkin terjadi kerusakan, baik yang disebabkan karena
gangguan dari luar ataupun karena terjadinya penurunan kualitasnya. Gangguan
dari luar bisa disebabkan oleh petir atau binatang.

c) Alasan pekerjaan

Perencanaan sistem tenaga listrik bersifat dinamis, artinya perencanaan


infrastruktur STL selalu mengikuti kondisi mutakhir. Hal ini disebabkan diantaranya
oleh perkembangan suatu wilayah yang tidak diprediksikan pada saat perencanaan
awal. Akibatnya suatu komponen STL yang telah ada tidak mampu untuk
memenuhi permintaan beban. Dalam kondisi ini, diperlukan peningkatan kapasitas
saluran transmisi/trafo tersebut, antara lain: rekonduktoring, uprating atau
penambahahan insfrastruktur baru. Permasalahan yang sering muncul adalah,
pada saat pelaksanaan peningkatan kapasitas saluran transmisi tersebut
diperlukan pemadaman pada sirkit yang lain, yang terkadang mengakibatkan
pemadaman konsumen. Hal ini perlu adanya koordinasi dari berbagai pihak saat
pelaksanaan tersebut, sehingga dapat diminimalisir dampak pemadaman.
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 31
13.1. Pengaruh Outage Sistem Penyaluran

Keluarnya suatu komponen Sistem Tenaga Listrik pasti akan berpengaruh terhadap
komponen yang lain, yaitu:

a) Kualitas

Keluarnya saluran transmisi akan berpengaruh terhadap kualitas STL apabila


menyebabkan transfer daya dari satu titik meningkat. Kanaikan aliran daya akan
menyebabkan terjadinya penurunan tegangan

b) Ekonomi

Keluarnya saluran transmisi akan menyebabkan kenaikan biaya operasi STL.


Kondisi ini terjadi apabila keluarnya saluran transmisi membatasi penyaluran
tenaga listrik yang murah dan mengharuskan pembangkit dengan biaya mahal
harus dioperasikan

c) Keandalan

Keluarnya komponen saluran transmisi akan menurunkan kendalan apabila


menyebabkan saluran transmisi yang masih operasi menjadi berbeban lebih (over
load)

13.2. Persyaratan Outage Saluran Transmisi

Dalam perencanaan operasi harus diupayakan sehingga tidak terdapat pemadaman pada
konsumen (energy not serve). Untuk itu penjadwalan dilakukan sedemikian sehingga
pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan pada waktu yang tepat yaitu pada saat beban
rendah atau pemeliharaan dapat dilakukan dalam kondisi bertegangan.

Ada beberapa studi simulasi yang harus dilakukan pada saat membuat penjadwalan
penyaluran, dimana dilakukan guna menjamin pasokan daya kepada konsumen dengan
memperhatikan mutu dan keandalan, studi simulasi tersebut, antara lain:

a. Studi Load Flow adalah potret terhadap distribusi listrik baik tegangan, arus, daya
reaktif (MW) maupun daya reaktif (MVAR) pada setiap peralatan yang terjadi pada
suatu waktu maupun konfigurasi jaringan tertentu pada suatu Sistem Tenaga Listrik.
b. Studi Hubung singkat adalah potret terhadap kondisi level hubung singkat (Ampere HS
dan MVA HS) yang mungkin terjadi pada suatu lokasi, yang diakibatkan oleh adanya
hubung singkat 3 phase, phase-phase, 2 phase-tanah dan 1 phase-tanah. Tujuannya

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 32


adalah untuk menguji apakah peralatan yang ada masih mampu untuk menahan arus
hubung singkat yang terjadi terutama breaking capacity-nya PMT. Simulasi hubung
singkat digunakan pada waktu operasional sistem tenaga listrik misalnya menentukan
konfigurasi sistem, perhitungan seting relai dll.
c. Studi Stability adalah guna mengetahui potret stabiliti yang terjadi pada kondisi
konfigurasi STL tertentu akibat dari pekerjaan penyaluran.
Ada dua (2) kategori kestabilan pada Sistem Tenaga Listrik, yaitu: stabiliti sudut rotor
(angle stability) dan stabiliti tegangan (Voltage Stability).
Stabiliti sudut rotor dibedakan menjadi dua (dua), yaitu kesetabilan peralihan (Transient
Stability) dan kestabilan dinamik (Dynamic Stability).
Stabiliti tagangan dibagi jadi 2, yaitu kesetabikan tegangan gangguan besar dan
kesetabikan tegangan gangguan kecil.

Saat ini ketiga studi tersebut di PLN P2B Jawa Bali menggunakan aplikasi Digsilent.

14. PENUTUP
Kurva beban sistem Jawa Bali ternyata mempunyai karakteristik yang berbeda dalam setiap
harinya, namun demikian untuk hari yang sama pada periode tertentu masih mempunyai
kemiripan bentuk sehingga proses prakiraan beban dengan metode koefisien sangat relevan.

Metoda pembentukan model beban ini akan berhasil dalam arti rencana mendekati realisasi
bilamana :

1. Prakiraan produksi dari Distribusi dan load factor tidak terlampau banyak menyimpang.
2. Tidak ada kesalahan atau kekeliruan dalam hal pemilihan atau perkiraan kode beban
puncak maupun kode kurva beban.
3. Tidak ada perubahan pola konsumsi yang tiba-tiba dari konsumen PLN.
4. Tidak adanya perubahan musim. Hal ini didasarkan dari kenyataan bahwa pertambahan
atau pemakaian energi listrik di musim hujan lebih rendah bila dibandingkan di musim
kemarau.
5. Kesalahan pencatatan atau pemasukan data akan memperbesar penyimpangan rencana
terhadap realisasi bahkan mungkin akan menyebabkan metoda ini sudah tidak dapat
dipakai lagi.

Untuk mendapatkan Load Factor yang tepat, perlu dilakukan studi tersendiri.

14.1. Neraca Daya dan Energi


Dalam membuat Neraca Daya maupun Energi dimualai dari sisi hilir yaitu dari sisi Distribusi
(Bottom Up), dengan membuat target penjualan energi listrik ke konsumen (menggunakan
software DKL-03 dari PLN Pusat) maka bisa dihitung disisi hulunya berapa besar Energi
Brutonya. Maka dengan menggunakan LF yang sudah ditetapkan besar Beban Puncak
Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 33
Sistem bisa dihitung. Dari Daya Mampu Netto (DMN) Pembangkit dan Beban puncak maka
bisa dihitung besar Reserved Marginnya.

RM = Daya Mampu Netto – Beban Puncak X 100 %


Beban Puncak

Neraca Daya biasanya dipergunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui keandalan sistem,
dengan mempertahankan LOLP 1 day/year dari hasil perhitungan WASP diperoleh RM sistem
sebesar 30 dengan komposisi ± adalah sebagai berikut :

- Maintenance (10% dari DMN)


- FOR (8% dari DMN)
- Variasi musim (4% dari DMN)
- derating (2 % dari DMN)
- Cadangan Operasi (6% dari DMN)

Sehingga apabila terjadi kekurangan daya maka perenacaan sistem dibuat dari sisi hulunya
baru ke hilir (Up to Down). Yaitu dimulai dari DMN pembangkit yang terpasang, dihitung
LOLP, RM dan cadangan putarnya maka bisa dihitung Beban Puncak tertinggi sistem yang
diijinkan selanjutnya dapat dihitung berapa target penjualan distribusi ke konsumen.

14.2. Spesifikasi Bahan bakar


Dalam membuat proyeksi kebutuhan bahan bakar maka beberapa istilah dan satuan yang
harus diketahui adalah :

- SFC (Spesific Fuel Cunsumption) : Adalah rasio antara jumlah


pemakaian bahan bakar terhadap jumlah produksi (kWh). Misalnya SFC pembangkit
dengan bbm adalah 0.03 liter / kWh.
- Heat Content adalah jumlah kalori yang terkandung dalam bahan bakar,
misalnya nilai kalori dari batu bara adalah : 5100 kCal/kg namun hal ini tergantung dari
jenis batubaranya. Nilai kalori dari HSD adalah 9095 kCal/liter, MFO 9598 kCal/liter dan
untuk gas adalah 252000 kCal/MMBTU.
- Beberapa nilai satuan bahan bakar adalah sebagai berikut :
 1 Barel = 159 liter
 BTU (British Thermal Unit ) : adalah satuan energi panas dalam sistem British yang
biasanya digunakan dalam satuan GAS.
 BSCF (Billion Standard Cubic Feet) : adalah satuan energi panas yang digunakan
dalam satuan GAS. 1 SCF = 1000 BTU ; 1 bcf = 1012 BTU.
 MSCF = 103 SCF; MMSCF = 106 SCF; BSCF =109 SCF ; 1 MMSCF = 1 GBTU
 1 Juta Ton LNG = 50 bcf = 50 x 107 mmbtu
 MMSCFD ; Million Meter Standard Cubic Feed per Day adalah satuan energi dalam
satuan gas.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 34


DAFTAR PUSTAKA

1. LEAST COST ELECTRICAL UTILITY PLANNING Harry G. Stoll


2. Power Generation and Control Allen J. Wood, Bruce F. Wolenberg
3. Manual For POWER SYSTEM DEVELOPMENT PLANNING.
4. Manual PROSYM
5. Perencanaan Operasi Tenaga Listrik, Djiteng Marsudi
6. Prakiraan Beban Sistem Jawa Bali, Agung Hariyanto, Elyasib, Budi Mulyana

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 35

Anda mungkin juga menyukai