Anda di halaman 1dari 302

MODUL HASIL PENYELARASAN

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


SESUAI KEBUTUHAN INDUSTRI

KOMPETENSI KEAHLIAN
TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
2017
Foto Cover :
lfccworkforce.com/wp-content/uploads/2014/01/15207158534_3976659979_k.jpg
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan modul hasil penyelarasan Kurikulum
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai kebutuhan kompetensi di industri Kegiatan
penyelarasan kurikulum dan silabi ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas Instruksi
Presiden No. 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam
rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.

Modul ini berisi materi kompetensi sisipan yang dibutuhkan oleh industri sebagai
pelengkap atas materi pembelajaran yang telah diberikan selama ini kepada peserta didik
di SMK. Untuk mencapai kompetensi yang sesuai kebutuhan industri tersebut,
pembelajaran dengan modul ini dilaksanakan dengan sistem modular, yaitu pembelajaran
diselesaikan untuk satu materi pembelajaran sebelum dilanjutkaan pada materi
pembelajaran berikutnya.

Penyusunan modul ini melibatkan berbagai pihak yang terkait, mulai dari praktisi
pada sektor industri; guru SMK di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
serta guru dan dosen unit pendidikan di lingkungan Kementerian Perindustrian. Modul ini
merupakan pelengkap bahan ajar pada SMK-SMK yang terkait sehingga kemampuan
peserta didik dapat sesuai dengan kebutuhan di sektor industri,

Akhir kata, semoga modul ini dapat meringankan tugas guru dalam mengajar serta
mempermudah peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan oleh industri.
Kami menyadari bahwa modul ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan
masukan dari para pemangku kepentingan, khususnya para praktisi di sektor industri.

Juni 2017
Tim Penyusun Modul
Penyelarasan Kurikulum dan Silabi
Pusdiklat Industri
MODUL
PRAKTEK PNEUMATIK
ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................ iii

Bab 1 Pengaturan Langkah Silinder ....................................................................... 1


1.1 Simbol-Simbol Pada Peralatan ..................................................................... 1
1.2 Pengaturan Langkah Silinder ........................................................................ 2
1.2.1 Silinder Kerja Tunggal (Single Acting Cylinder) ................................. 2
Praktikum 1 : Rangkaian Dasar (Basic Circuit) .................................. 2
Praktikum 2 : Pengaturan Kecepatan Langkah Maju
(Control Of Advance Piston Speed) ....................................................... 3
Praktikum 3 : Pengaturan Kecepatan Langkah Mundur
(Control Of Return Piston Speed) ...................................................... 3
Praktikum 4 : Pengaturan Langkah Maju-Mundur Terpisah
(Control Of Advance And Return Piston Speed, Separately
Adjustable) ........................................................................................ 4
Praktikum 5 : Memperbesar Kecepatan Langkah Mundur
(Increasing In Return Piston Speed) .................................................. 4
1.2.2 Silinder Kerja Ganda (Double Acting Cylinder) .................................. 5
Praktikum 6 : Rangkaian Dasar (Basic Circuit) .................................. 5
Praktikum 7 : Pengaturan Kecepatan Langkah Maju-Mundur
Melalui Penyumbatan Udara Catu (Supply Air Throttling) .................. 5
Praktikum 8 : Pengaturan Kecepatan Langkah Maju-Mundur
Melalui Penyumbatan Udara Buang (Exhaust Air Throttling) ............. 6
Praktikum 9 : Pengaturan Kecepatan Langkah Satu Arah
(Control Of Piston Speed In One Direction) ....................................... 6

Bab 2 Kontrol Pneumatik Dasar ............................................................................. 8


2.1 Pengontrolan Tidak Langsung Secara Manual dan Otomatis
(Manual And Automatic Indirect Control)....................................................... 8
2.1.1 Pengontrolan Secara Manual ............................................................ 8
Praktikum 10 : Pembagian Peti-Peti .................................................. 8
2.1.2 Pengontrolan Secara Otomatis.......................................................... 10
Praktikum 11 : Pengeluaran Benda Kerja .......................................... 10

iii
2.2 Pengontrolan Dengan Katup Searah/Gerbang Logika
(Control With Non Return Valve) .................................................................. 12
2.2.1 Rangkaian Logika “Or” (Or-Circuit).................................................... 12
Praktikum 12 : Pemisahan Benda Kerja ............................................ 12
2.2.2 Rangkaian Logika “And” (And-Circuit) ............................................... 14
Praktikum 13 : Mesin Press .............................................................. 14
2.2.3 Rangkaian Kombinasi Logika “And-Or” (And-Or-Circuit) ................... 16
Praktikum 14 : Membuka Dan Menutup Jendela ........................................ 16

Bab 3 Kontrol Bertahap (Sequencial Plan) ............................................................ 18


3.1. Diagram Langkah (Step Diagram) dan Notasinya......................................... 18
3.2. Latihan Kontrol Bertahap Sederhana............................................................ 19
Praktikum 15 : Alat Pengangkat Kotak ......................................................... 19
3.3. Konflik Pada Rangkaian Kontrol Bertahap .................................................... 21
3.4. Latihan Kontrol Bertahap Dengan Sistem Kaskade Dan Busbar .................. 23
Praktikum 16 : Alat Stempel .............................................................. 23
Praktikum 17 : Alat Pengeling ........................................................... 26

iv
BAB I
PENGATURAN LANGKAH SILINDER

1.1. SIMBOL-SIMBOL PADA PERALATAN

1
1.2. PENGATURAN LANGKAH SILINDER

1.2.1. SILINDER KERJA TUNGGAL (SINGLE ACTING CYLINDER)

PRAKTIKUM 1. RANGKAIAN DASAR (BASIC CIRCUIT)

2
Prinsip Kerja :

Apabila tombol START (push button 3/2 NC with spring) ditekan, maka silinder
bergerak maju. Silinder akan tetap berada diposisi luar, selama tombol START tidak
dilepas. Silinder bergerak masuk, apabila tombol START dilepas.

PRAKTIKUM 2 : PENGATURAN KECEPATAN LANGKAH MAJU


( CONTROL OF ADVANCE PISTON SPEED)

Besarnya udara yang masuk ke silinder diatur oleh one-way-flow control.

PRAKTIKUM 3 : PENGATURAN KECEPATAN LANGKAH MUNDUR


(CONTROL OF RETURN PISTON SPEED)

Besarnya aliran udara yang keluar dari silinder diatur oleh one-way-flow control.

3
PRAKTIKUM 4 : PENGATURAN LANGKAH MAJU-MUNDUR TERPISAH
(CONTROL OF ADVANCE AND RETURN PISTON SPEED,
SEPARATELY ADJUSTABLE)

Prinsip Kerja :
________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

PRAKTIKUM 5 : MEMPERBESAR KECEPATAN LANGKAH MUNDUR


(INCREASING IN RETURN PISTON SPEED)

Prinsip Kerja :
________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

4
1.2.2. SILINDER KERJA GANDA (DOUBLE ACTING CYLINDER)

PRAKTIKUM 6 : RANGKAIAN DASAR (BASIC CIRCUIT)

Prinsip Kerja :
Apabila tombol START (push button 5/2 with spring) ditekan, maka silinder bergerak ke
luar. Silinder akan tetap berada di posisi luar, selama tombol START tidak dilepas.
Silinder bergerak masuk, apabila tombol START dilepas.

PRAKTIKUM 7: PENGATURAN KECEPATAN LANGKAH MAJU-MUNDUR MELALUI


PENYUMBATAN UDARA CATU (SUPPLY AIR THROTTLING)

Prinsip Kerja :
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________

5
PRAKTIKUM 8 : PENGATURAN KECEPATAN LANGKAH MAJU-MUNDUR MELALUI
PENYUMBATAN UDARA BUANG (EXHAUST AIR THROTTLING)

Prinsip Kerja :
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________

PRAKTIKUM 9 : PENGATURAN KECEPATAN LANGKAH SATU ARAH (CONTROL OF


PISTON SPEED IN ONE
DIRECTION)

6
Prinsip Kerja Rangkaian :
a. Supply air throttling
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

b. Exhaust air throttling


________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________

7
BAB II
KONTROL PNEUMATIK DASAR

2.1. PENGONTROLAN TIDAK LANGSUNG SECARA MANUAL DAN OTOMATIS


(MANUAL AND AUTOMATIC INDIRECT CONTROL)

2.1.1. PENGONTROLAN SECARA MANUAL

PRAKTIKUM 10 : PEMBAGIAN PETI-PETI

Posisi ban berjalan diubah dengan mempergunakan silinder kerja ganda. Untuk
pengontrolan keluar atau masuknya silinder tersedia dua buah tombol. Silinder tetap
berada di posisi yang diberikan oleh tombol yang terakhir ditekan (coba dorong dengan
tangan anda, posisi silinder harus tetap diam). Posisi silinder akan berubah apabila
tombol yang lain ditekan.

1. Buatlah skema rangkaian pneumatik dan sebutkan komponennya.


2. Praktekkan rangkaian tersebut.

8
1. Skema Rangkaian Pneumatik

2. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

9
2.1.2. PENGONTROLAN SECARA OTOMATIS

PRAKTIKUM 11 : PENGELUARAN BENDA KERJA

Dengan mempergunakan silinder kerja ganda, sebuah benda didorong keluar, keatas ban
berjalan. Pekerjaan dimulai dengan menekan tombol START. Untuk menjamin bahwa
benda benar-benar terletak di atas ban berjalan terdapat tanda yang menyatakan bahwa
silinder berada pada posisi maksimum (terluar). Selanjutnya silinder kembali secara
otomatis.

1. Buatlah skema rangkaian pneumatik & sebutkan komponennya.


2. Praktekkan rangkaian tersebut.

10
1. Skema Rangkaian Pneumatik

2. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

11
2.2 PENGONTROLAN DENGAN KATUP SEARAH/GERBANG LOGIKA (CONTROL
WITH NON RETURN VALVE)

2.2.1 RANGKAIAN LOGIKA “OR” (OR-CIRCUIT)

PRAKTIKUM 12 : PEMISAHAN BENDA KERJA

Benda kerja didorong dari magazin ke dalam keranjang. Untuk memulai proses pekerjaan,
sebuah tombol START atau pedal kaki ditekan. Untuk memastikan bahwa benda kerja
sudah benar-benar keluar (terpisah dari benda kerja lainnya), terdapat tanda yang
menyatakan bahwa silinder telah mencapai posisi maksimum.

1. Buatlah skema rangkaian pneumatik & sebutkan komponennya.


2. Praktekkan rangkaian tersebut.

12
1. Skema Rangkaian Pneumatik

2. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

13
2.2.2. RANGKAIAN LOGIKA “AND” (AND-CIRCUIT)

PRAKTIKUM 13 : MESIN PRESS

Untuk pengepresan benda kerja, dipergunakan silinder kerja ganda, seperti pada gambar
diatas. Untuk memulai pekerjaan, tombol T1 dan T2 harus ditekan secara bersamaan dan
silinder benar-benar berada di posisi awal (di dalam). Setelah mencapai posisi maksimum
(terluar), silinder kembali ke posisi semula secara otomatis.

1. Buatlah skema rangkaian pneumatik & sebutkan komponennya.


2. Praktekkan rangkaian tersebut.

14
1. Skema Rangkaian Pneumatik

2. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

15
2.2.3. RANGKAIAN KOMBINASI LOGIKA “AND-OR” (AND-OR-CIRCUIT)

PRAKTIKUM 14 : MEMBUKA DAN MENUTUP JENDELA

Pembukaan dan penutupan jendela seperti pada gambar di atas dilakukan dengan cara
menekan salah satu tombol atau lebih dari tiga tombol yang berada di tempat berlainan
(T1, T2 dan T3) dan posisi silinder benar-benar berada di dalam (posisi jendela tertutup).
Kontrol harus dirancang sedemikian rupa agar jendela dapat dibuka dari tempat
manapun. Untuk menutup jendela dipergunakan satu buah tobol T4 yang dapat ditekan
kapan saja.

1. Buatlah persamaan aljabar bool-nya yaitu Y = fungsi dari T1, T2, T3 dan a0, dimna a0
adalah posisi silinder didalam.
2. Buat skema rangkaian digitalnya !
3. Buatlah skema rangkaian pneumatik & sebutkan komponennya.
4. Praktekkan rangkaian tersebut !

16
1. Persamaan aljabar bool

2. Skema rangkaian digital

3. Skema rangkaian pneumatik

4. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

17
BAB III
KONTROL BERTAHAP
(SEQUENCIAL PLAN)

3.1. DIAGRAM LANGKAH (STEP DIAGRAM) DAN NOTASINYA

Diagram langkah digunakan sebagai alat bantu untuk penyelesaian persoalan


pneumatik pada rangkaian bertahap.

 Angka 0 dan 1 menunjukkan posisi silinder


 S dalam lingkaran artinya START
 Langkah 1 disebut juga “Awal Siklus”
 Langkah 5 = 1 disebut juga “Akhir Siklus”
 A+ artinya : Silinder A bergerak keluar (dari posisi a0 ke posisi a1)
 A- artinya : Silinder A bergerak masuk (dari posisi a1 ke posisi a0)

18
3.2. LATIHAN KONTROL BERTAHAP SEDERHANA

PRAKTIKUM 15 : ALAT PENGANGKAT KOTAK

Kotak tiba/sampai pada konveyor kemudian diangkat oleh Silinder A. Selanjutnya Silinder
B mendorong kotak tersebut ke konveyor kedua. Silinder B tidak akan kembali sebelum
Silinder A kembali ke posisi semula.

1. Gambar diagram langkah dan notasinya !


2. Buat skema rangkaian pneumatik dan komponennya !
3. Praktekkan rangkaian tersebut !

19
1. Diagram langkah dan notasi

2. Skema Rangkaian Pneumatik

Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

20
3.3 KONFLIK PADA RANGKAIAN KONTROL BERTAHAP

Yang dimaksud dengan “konflik pada rangkaian bertahap” yaitu sinyal yang berfungsi
untuk menggerakkan silinder maju atau mundur atau sebaliknya datangnya
bersamaan. Pada diagram langkah dapat dilihat dengan jelas kapan suatu silinder
mempunyai konflik. Notasi dari suatu silinder yang mempunyai konflik yaitu : “huruf
sama tetapi tanda berlainan”.
Misalnya : A+ menghadapi A- atau sebaliknya. Konflik tidak akan terjadi apabila
hurufnya berbeda, meskipun tandanya berlainan. Misalnya : A+ menghadapi B-. Pada
diagram langkah berikut terlihat suatu rangkaian yang silindernya memiliki konflik.

Konflik terjadi pada Silinder A yaitu pada saat A+ ke A- dan pada Silinder B yaitu
pada saat B+ ke B- jadi jumlah konflik yaitu 2 buah, e2 berarti menuju saluran 2.
e-n disana dianggap menuju ke-n.
Catatan : ”Konflik yang terjadi pada suatu rangkaian minimal 2 buah (hukum
alam)”.

BAGAIMANA MENGHINDARI KONFLIK ?

Konflik dapat dihindari dengan membuat “Sistem Kaskade dan Busbar” . Untuk
membuat rangkaian ini diperlukan :
1. Katup pemindah saluran (chang-over) yaitu katup 5/2 atau 4/2 dengan sistem
aktuasi udara-udara yang dirangkai menjadi Rangkaian Kaskade. Jumlah
katup yang diperlukan yaitu sebanyak jumlah konflik dikurangi 1. Pada diagram
langkah terdapat simbol e1 dan e2, yang artinya :
e1 = sinyal pemindah saluran n ke saluran 1.
e2 = sinyal pemindah saluran 1 ke saluran 2.

2. Saluran yang berisi udara (Busbar)


Jumlah saluran yang diperlukan yaitu sebanyak jumlah konflik.
Pada diagram langkah terdapat simbol (S1) dan (S2), yang artinya :

21
S1 = saluran 1 dan S2 = saluran 2

Rangkaian berikut adalah rangkaian kaskade untuk 2 buah konflik :

Rangkaian berikut adalah rangkaian kaskade untuk 4 buah konflik :

22
3.4 LATIHAN KONTROL BERTAHAP DENGAN SISTEM KASKADE DAN BUSBAR

PRAKTIKUM 16 : ALAT STEMPEL

Pada alat ini berfungsi untuk menstempel salah satu bagian benda kerja. Benda kerja
ditempatkan secara manual. Bagian yang akan distempel dihadapkan ke atas. Apabila
tombol START ditekan, maka Silinder A turun dan menstempel benda kerja. Setelah
proses penstempelan selesai, Silinder A kembali ke posisi semula. Selanjutnya Silinder B
mendorong benda kerja yang sudah distempel ke dalam keranjang, kemudian Silinder B
kembali ke posisi semula.

1. Gambar diagram langkah dan notasinya !


2. Buat skema rangkaian pneumatik dan komponennya !
3. Praktekkan rangkaian tersebut !

23
1. Diagram langkah dan notasi

Persamaan :

24
2. Skema Rangkaian Pneumatik

3. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

25
PRAKTIKUM 17 : ALAT PENGELING

Dua buah pelat akan dikeling bersamaan pada mesin press semi otomasi. Penempatan
dan pelepasan kedua pelat dan paku keling tersebut dilakukan secara manual. Apabila
kedua pelat dan paku keling tersebut sudah ditempatkan pada posisi kerja dan tombol
START ditekan, maka Silinder A mencekam salah satu pelat yang ditempatkan dibagian
atas, kemudian Silinder B menekan paku keling dan kembali lagi. Setelah Silinder B ke
posisi semula, maka Silinder A melepas cekamannya.

1. Gambar diagram langkah dan notasinya !


2. Buat skema rangkaian pneumatik dan komponennya !
3. Praktekkan rangkaian tersebut !

26
1. Diagram langkah dan notasi

Persamaan :

27
2. Skema Rangkaian Pneumatik

3. Selanjutnya praktekkan rangkaian tersebut.

28
MODUL
PERAWATAN PLC
ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi ....................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Deskripsi ............................................................................................ 1
B. Prasyarat ........................................................................................... 1
C. Petunjuk Penggunaan Modul .............................................................. 1
D. Tujuan Akhir ...................................................................................... 1
E. Standar Kompetensi ........................................................................... 2
F. Cek Kemampuan .............................................................................. 2

II. KEGIATAN PEMBELAJARAN ............................................................... 5


A. Kegiatan Pembelajaran 1 : Sistem Kontrol dan PLC ........................... 5
1. Uraian Materi ................................................................................ 5
2. Rangkuman ................................................................................... 21
3. Tes Formatif .................................................................................. 22
4. Kunci Jawaban .............................................................................. 22
B. Kegiatan Pembelajaran 2 : Hardware PLC .......................................... 25
1. Uraian Materi ................................................................................ 26
2. Rangkuman ................................................................................... 41
3. Tes Formatif .................................................................................. 41
4. Kunci Jawaban .............................................................................. 41
C. Kegiatan Pembelajaran 3 : Perawatan dan Pemeliharaan PLC .......... 42
D. Kegiatan Pembelajaran 4 : Perawatan dan Pemeliharaan PLC ...........
Mitsubishi ................................................. 55
E. Kegiatan Pembelajaran 5 : Introduction To Alarm System .................. 76

III. EVALUASI ............................................................................................. 83


A. Tes Kemampuan Akhir ....................................................................... 83
B. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal dan Akhir ................................. 84

IV. PENUTUP ............................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 87


iii
iv
I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Modul
Modul ini berjudul “ Perawatan PLC “ merupakan salah satu bagian dari bahan ajar yang
deberikan di program keahlian Teknik Elektronika Industri
Pengembangan isi modul ini diarahkan sedemikian rupa, sehingga materi pembelajaran
yang terkandung didalamnya didesain berdasarkan topik-topik selektif untuk mencapai
kompetensi Mengoperasikan Mesin Produksi dengan Kendali PLC dan
Perawatannya.

B. Prasyarat
Sebelum mempelajari modul PLC ini anda harus terlebih dahulumodul dan memiliki
pengetahuan tentang :
1. Dasar Elektronika.
2. Rangkaian Digital.
3. Dasar-dasar pemrograman komputer
4. Interprestasi gambar teknik listrik.

C. Petunjuk Penggunaan Modul


Modul ini menggunakan sistem pelatihan berdasarkan pendekatan kompetensi, yakni
salah satu cara untuk menyampaikan atau mengajarkan pengetahuan ketrampilan dan
sikap kerja yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan. Penekan utamanya adalah tentang
apa yang dapat dilakukan seseorang setelah mengikuti pelatihan.
Salah satu karakteristik yang paling penting dari pelatihan berdasarkan kompetensi
adalah penguasaan individu secara aktual di tempat kerja.
Dalam sistem pelatihan ini, standar kompetensi diharapkan dapat menjadi panduan bagi
peserta pelatihan untuk dapat :
 Mengidentifikasi apa yang harus dikerjakan peserta pelatihan.
 Mengidentifikasi apa yang telah dikerjakan peserta pelatihan.
 Memeriksa kemajuan peserta pelatihan.
 Meyakinkan bahwa semua elemen (sub kompetensi) dan kreteria unjuk kerja telah
dimasukan dalam pelatihan dan penilaian.

D. Tujuan Akhir
Modul ini merupakan modul dasar yang bertujuan untuk mempersiapkan seorang guru
atau teknisi listrik untuk dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja pada

1
bidang sistem kontrol yang menggunakan PLC sebagai alat kontrolnya dan
perawatannya.

E. Standar Kompetensi
Unit Kompetensi : Mengoperasikan Mesin Produksi Dengan Kendali PLC dan
Perawatannya
Unit kompetensi ini berkaitan dengan berbagai jenis motor listrik, inverter (VSD) sebagai
penggerak mesin produksi, termasuk pengetahuan pendukung yang diperlukan seperti:
Kesehatan dan Keselamatan kerja, Penggunaan Perkakas, Teori Listrik, Interpretasi
Gambar dan Pembuatan electrical wiring, PLC dan Sakelar Magnetik,sensor,aktuator, dan
alarm.

Pengetahuan :
1. Memahami SOP pengoperasian mesin produksi dengan kendali PLC.
2. Mengidentifikasi komponen pengoperasian mesin produksi dengan kendali PLC.
3. Memahami fungsi komponen pengoperasian mesin produksi dengan kendali PLC.
4. Memahami diagram kerja dan system kelistrikan.
5. Memahami urutan operasi mesin produksi dengan kendali PLC.
6. Memahami kebijakan dan prosedur K3 pengopersian mesin produksi dengan
kendali PLC.
7. Memahami sistem perawatan PLC.

Ketrampilan :
Menerapkan sistem pengendalian mesin produksi berbasis PLC dan sistem
perawatannya.
Sikap :
1. Kreatif dalam mengaplikasikan PLC
2. Inovatif dalam pengembangan kendali PLC
3. Disiplin dalam perawatan PLC

F. Cek Kemampuan
Gunakan tabel berikut untuk mengukur apakah anda telah menguasai pokok-pokok materi
pada modul ini yang diperlukan untuk penguasaan unit kompetensi Mengoperasikan
Mesin Produksi Dengan Kendali PLC dan Perawatannya pada sub kompetensi
Mempersiapkan operasi dan figurasinya . Apabila anda telah menguasai kompetensi

2
seperti tersebut diatas, maka anda dapat mengajukan uji kompetensi kepada assessor
internal dan eksternal.

Perlu
Sub
Kreteria Unjuk Kerja (KUK) Ya Tdk Pelatihan
Kompetensi/elemen
lanjut
1 2 3 4 5
Mempersiapkan 1. Peralatan yang berkaitan
operasi dengan pengopersian
diidentifikasi masing-masing
sesuai SOP.
 Pengertian definisi kontrol
dalam teknik listrik
dijelaskan dengan benar.
 Perbedaan antara system
kontrol loop terbuka dan
loop tertutup dijelaskan
dengan benar.
 Menjelaskan keuntungan
keuntungan menggunakan
PLC yang dipakai dalam
sistem kontrol jika
dibandingkan dengan rele
 Menyebutkan bagian-
bagian perangkat keras
PLC
 Menjelaskan fungsi dari
modul input dan modul
output pada PLC
 Fungsi setiap bagian blok
dari diagram blok PLC
dijelaskan dengan benar.
 Karakteristik umum
prosesor dijelaskan dan
diidentifikasi dengan
benar.
 Bagian / komponen
perangkat keras PLC
diidentifikasi dengan benar.

3
 Sistem konfigurasi hardware
PLC diidentifikasi dengan
benar.
2. Diagram kerja dan system
kelistrikan dipahami
berdasarkan standar praktis.
 Pengertian tentang scan
program dalam PLC
dijelaskan dengan benar.
 Pengalamatan
(addressing) I/O eksternal
dibuat sesuai dengan
ketentuan.
 Pengertian tentang
diagram ladder dijelaskan
dengan benar.
3. Tombol dan indicator operasi
diidentifikasi sesuai diagram
dan urutan operasi.
 Program kontrol dengan
menggunakan diagram
ladder dibuat sesuai
standar prosedur yang
berlaku.
 Program kontrol
dimasukan ke PLC sesuai
prosedur yang telah
ditetapkan.
 Program kontrol yang
dimasukan ke PLC diuji
sesuai prosedur ..
 Pengawatan sistem kontrol
PLC dilakukan sesuai
prosudur.

4
II. PEMBELAJARAN

A. Kegiatan Belajar 1: SISTEM KONTROL DAN PLC

Informasi
Pada kegiatan belajar 1 ini anda akan belajar tentang dasar sistem kontrol dan konsep
dasar pengetahuan dan teknologi PLC. Pengetahuan ini akan sangat bermanfaat dan
menunjang dalam memahami tentang prinsip kerja PLC dan penggunaanya dalam sistem
kontrol.

Tujuan
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan petatar dapat :
1. Menjelaskan pengertian definisi kontrol dalam teknik listrik.
2. Menjelaskan perbedaan antara sistem kontrol loop terbuka dan loop tertutup
3. Menjelaskan keuntungan-keuntungan menggunakan PLC yang dipakai dalam
sistem kontrol jika dibandingkan dengan rele .
4. Menyebutkan bagian-bagian perangkat keras PLC.
5. Menjelaskan fungsi setiap bagian blok dari diagram blok PLC.
6. Menjelaskan fungsi dari modul input dan modul output pada PLC.

Kemampuan Awal
Sebelum mempelajari unit ini anda harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan tentang :
1. Sistem kontrol rele.
2. Dasar elektronika
3. Dasar-dasar kontrol elektronika digital.

Persyaratan Lulus
Untuk dapat lulus dari unit ini anda harus telah mengerjakan seluruh latihan dengan
benar, dan telah pula mengerjakan test dengan skor minimum 70.

1. Uraian Materi Pembelajaran 1


a. Sistem Kontrol
Kata kontrol sering kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Kata kontrol disini
dapat diartikan “mengatur”, dan apabila kita persempit lagi arti penggunaan kata
kontrol dalam teknik listrik adalah, suatu peralatan atau kelompok peralatan yang

5
digunakan untuk mengatur fungsi suatu mesin untuk memetapkan tingkah laku
mesin tersebut sesuai dengan yang dinginkan.

Sistem yang mempunyai kemampuan untuk melukukan strart, mengatur dan


memberhentikan suatu proses untuk mendapatkan output sesuai dengan yang
diinginkan disebut “Sistem Kontrol”
Dan pada umumnya sebuah sistem kontrol adalah merupakan suatu kumpulan
peralatan electric/electronic, peralatan mekanik, atau peralatan lainya yang digunakan
untuk menjamin stabilitas, transisi yang halus serta akurasi sebuah proses.
Setiap sistem kontrol mempunyai tiga elemen pokok, yaitu : input, proses, dan
output.

Input PROSES Output

Gambar 1. Sistem Kontrol

Seperti ditunjukan pada gambar diatas umumnya input berasal dari transducer.
Transducer ini adalah suatu alat yang dapat merubah kuantitas fisik menjadi sinyal
listrik. Beberapa contoh dari tranducer diantaranya dapat berupa : tombol tekan,
sakelar batas, termostat, straingages, dsb. Transducer ini mengirimkan informasi
mengenai kuantitas yang diukur. Gambar 2 dibawah menunjukan beberapa contoh
dari peralatan input.

Gambar 2. Input Device

6
Proses didalam sistem kontrol ini dapat berupa rangkaian kontrol dengan
menggunakan peralatan kontrol yang dirangkai secara listrik. Dan ada pula yang
menggunakan peralatan kontrol dengan sistem pemrogaraman yang dapat
diperbaharui atau lebih populer disebut dengan nama PLC (Programmable Logic
Controller).
Pada kontrol dengan sistem pemrograman yang dapat diperbaharui, program kontrol
disimpan dalam sebuah unit memori dan memungkinkan atau dapat merubah
program yang telah ditulis sebelumnya, yaitu dengan cara melakukan pemrogaraman
ulang sesuai dengan yang diinginkan.
Tugas dari bagian proses adalah memroses data yang berasal dari input dan
kemudian sebagai hasilnya adalah berupa respon (output).
Sinyal yang berasal dari bagian proses ini berupa sinyal listrik yang kemudian dipakai
untuk mengaktifkan peralatan output seperti : motor, solenoid, lampu, katup, dsb.
Dengan menggunakan peralatan output ini kita dapat merubah besaran/kuantitas
listrik kedalam kuantitas fisik. Gambar 3 dibawah menunjukan beberapa contoh dari
peralatan output.

Gambar 3. Output Device

1) Kontrol Loop Terbuka


Sistem kontrol loop terbuka adalah merupakan suatu proses dalam suatu
sistem yang mana variabel input akan berpengaruh pada output yang dihasilkan.
Gambar 4 dibawah menunjukan blok diagram dari sistem loop terbuka,
yang mungkin dapat membantu anda dalam memahami sistem kontrol tersebut.

7
Gangguan

Sistem Yang Output


Setting Peralatan di Kontrol Variable
Kontrol (Proses}

Gambar 4. Open Loop System


Jika kita lihat blok diagram diatas pada sistem kontrol loop terbuka di sini
tidak ada informasi yang diberikan ke peralatan kontrol yang berasal dari peralatan
output (veriabel yang dikontrol), sehingga tidak dapat diketahui dengan tepat
apakah output yang diinginkan sesuai dengan keinginan atau tidak. Terutama
apabila terjadi gangguan dari luar yang dapat mempengaruhi output. Oleh karena
itu pada sistem ini akan terjadi kesalahan yang cukup besar oleh karena tidak
adanya koreksi.

2) Kontrol Loop Tertutup


Kontrol loop tertutup adalah sebuah proses yang mana variabel yang
dikontrol secara terus menerus disensor kemudian dibandingkan dengan kuantitas
referensi. Adapun variabel yang dikontrol ini dapat berupa hasil pengukuran
seperti misalnya pengukuran temperatur, kelembaban, posisi mekanik, kecepatan
putaran, dsb, Kemudian hasil pengukuran tadi diumpan balikan ke pembanding
(comparator). Pembanding ini dapat berupa peralatan mekanik, listrik/elektronik,
atau pneumatik. Pada alat pembanding ini antara kuantitas referensi dengan
dengan sinyal sensor yang berasal dari variabel yang dikontrol dibandingkan, dan
sebagai hasilnya adalah sinyal kesalahan.
Sinyal kesalahan ini hasilnya bisa positif atau negatif, secara matematis
sinyal kesalahan ini sepeti ditunjukan pada persamaan dibawah.

Error = harga hasil pengukuran variabel yang dikontrol – set point


(referensi)

8
Gambar 5 dibawah menunjukan blok diagram sistem kontrol tertutup.
Gangguan

Output
Setting Error Sistem Yang Variable
Peralatan di Kontrol Sensor
Kontrol (Proses)

Umpan-balik

Gambar 5. Closed Loop Ssytem


Apabila kita lihat gambar blok diagram diatas, maka pada blok peralatan
kontrol dapat berupa peralatan yang dapat bekerja secara mekanik,
listrik/elektronik, ataupun pneumatik, yang mana pada blok ini menerima sinyal
kesalahan dan menghasilkan sinyal output yang kemudian diberikan pada bagian
proses untuk memperbaiki kesalahan sampai hasil/produk betul-betul sesuai
dengan yang diinginkan atau kesalahan sama dengan nol.
Demikian mekanisme sistem kontrol loop tertutup, dan mekanisme tersebut
bekerja secara terus-menerus (berkelanjutan).

b. Programmable Logic Controller (PLC)


Pengertian dan fungsi dasar system Plan
Programmable Logic Controllers (PLC) adalah komputer elektronik yang
mudah digunakan (user friendly) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe
dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam.Definisi Programmable Logic
Controller menurut Capiel (1982) adalah :sistem elektronik yang beroperasi secara
dijital dan didisain untuk pemakaian di lingkungan industri, dimana sistem ini
menggunakan memori yang dapat diprogram untuk penyimpanan secara internal
instruksi-instruksi yang mengimplementasikan fungsi-fungsi spesifik seperti logika,
urutan, perwaktuan, pencacahan dan operasi aritmatik untuk mengontrol mesin
atau proses melalui modul-modul I/O dijital maupun analog.

9
Berdasarkan namanya konsep PLC adalah sebagai berikut :
1. Programmable, menunjukkan kemampuan dalam hal memori untuk
menyimpan program yang telah dibuat yang dengan mudah diubah-ubah
fungsi atau kegunaannya.
2. Logic, menunjukkan kemampuan dalam memproses input secara aritmatik
dan logic (ALU), yakni melakukan operasi membandingkan, menjumlahkan,
mengalikan, membagi, mengurangi, negasi, AND, OR, dan lain sebagainya.
3. Controller, menunjukkan kemampuan dalam mengontrol dan mengatur proses
sehingga menghasilkan output yang diinginkan.
PLC ini dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relay sequensial
dalam suatu sistem kontrol. Selain dapat diprogram, alat ini juga dapat
dikendalikan, dan dioperasikan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan di
bidang pengoperasian komputer secara khusus. PLC ini memiliki bahasa
pemrograman yang mudah dipahami dan dapat dioperasikan bila program yang
telah dibuat dengan menggunakan software yang sesuai dengan jenis PLC yang
digunakan sudah dimasukkan.Alat ini bekerja berdasarkan input-input yang ada
dan tergantung dari keadaan pada suatu waktu tertentu yang kemudian akan
meng-ON atau meng-OFF kan output-output. 1 menunjukkan bahwa keadaan
yang diharapkan terpenuhi sedangkan 0 berarti keadaan yang diharapkan tidak
terpenuhi. PLC juga dapat diterapkan untuk pengendalian sistem yang memiliki
output banyak.

Fungsi PLC
Fungsi dan kegunaan PLC sangat luas. Dalam prakteknya PLC dapat dibagi
secara umum dan secara khusus . Secara umum fungsi PLC adalah sebagai berikut:
1. Sekuensial Control. PLC memproses input sinyal biner menjadi output yang
digunakan untuk keperluan pemrosesan teknik secara berurutan (sekuensial),
disini PLC menjaga agar semua step atau langkah dalam proses sekuensial
berlangsung dalam urutan yang tepat.
2. Monitoring Plant. PLC secara terus menerus memonitor status suatu sistem
(misalnya temperatur, tekanan, tingkat ketinggian) dan mengambil tindakan yang
diperlukan sehubungan dengan proses yang dikontrol (misalnya nilai sudah
melebihi batas) atau menampilkan pesan tersebut pada operator.
Sedangkan fungsi PLC secara khusus adalah dapat memberikan input ke CNC
(Computerized Numerical Control). Beberapa PLC dapat memberikan input ke CNC
untuk kepentingan pemrosesan lebih lanjut. CNC bila dibandingkan dengan PLC

10
mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lebih mahal harganya. CNC biasanya
dipakai untuk proses finishing, membentuk benda kerja, moulding dan sebagainya.
Prinsip kerja sebuah PLC adalah menerima sinyal masukan proses yang
dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal masukan
tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu menghasilkan
sinyal keluaran untuk mengendalikan aktuator atau peralatan lainnya.
Rele magnit sudah banyak dipakai untuk kontrol logika di industri beberapa tahun
lamanya dan sampai sekarang dan akan tetap dipakai secara luas pada tahun-tahun
berikutnya. Oleh karena pengembangan bahan, konstruksi dan desain, rele mampu
beroperasi ribuan kali tanpa mengalami gangguan. Namun demikian dalam beberapa
hal atau pada kondidsi tertentu logika elektronik lebih baik dari pada logika rele.
Di samping itu hasil pengembangan sistem kontrol PLC menunjukan bahwa biaya
menjadi rendah, serbaguna dan mudah dalam melakukan commissioning .
PLC pada dasarnya dibuat dan dikembangkan untuk digunakan menggantikan
rele yang dipakai dalam sistem kontrol. Standar unit dari PLC didasarkan pada
perangkat keras yang terdiri dari memori yang digunakan untuk mengontrol mesin
atau proses.

11
Terdapat empat bagian pokok dari sebuah PLC, yaitu :
 Prosesor (CPU) – melalui program prosesor in mengontrol sebuah proses.
 Input - dilengkapi dengan antar muka antara PLC dengan peralatan input
eksternal PLC.
 Output - dilengkapi dengan antar muka antara PLC dengan peralatan output
eksternal PLC.
 Catu daya - dilengkapi dengan dengan variasi tegangan yang diperlukan baik
untuk prosesor ataupun bagian I/O.
Untuk jelasnya perhatikan gambar 6 berikut ini.

Input Output
Processor

Memory

Catu Daya

Gambar 6.Sistem PLC

Peralatan input eksternal dapat berupa :


 Sakelar : sakelar batas, proximity, apung, tekanan, temperatur, tombol tekan.
 Analog.
 Logic : BCD (binary code decimal).
 Dsb.

12
Peralatan output eksternal dapat berupa :
 solenoid (katup).
 Motor starter.
 Tanda bahaya (alarm).
 Indikator.
 Logic : BCD (binary code decimal)
PLC ini lebih fleksibel dan mudah, karena PLC merupakan alat kontrol yang hanya
didasarkan pada pemrograman dan kemudian mengeksekusi instruksi logika yang
sederhana (program), adapun bahasa pemrograman pada umumnya bentuk ladder
atau yang bahasa lainya seperti mnomenic. PLC juga mempunyai fungsi internal
seperti timer, counter, sift-register.
PLC beroperasi dengan cara menguji sinyal input, kemudian memproses sinyal
input tersebut, dan ahirnya menghasilkan sinyal output (sesuai dengan program yang
dibuat dalam memori) yang dipakai untuk menggerakan peralatan, mesin atau
proses. PLC juga dilengkapi dengan peraltan antar muka yang memungkinkan PLC
dapat dihubungkan secara langsung dengan actuator atau transducer seperti pompa
atau katup tanpa melalui rangkaian perantara.
Dengan menggunakan PLC ini akan dapat memungkinkan kita untuk memodifikasi
sistem kontrol tanpa melepas atau mengubah alur pengawatan peralatan kontrol.
Yaitu cukup dengan merubah program kontrol melalui alat pemrogram.
Akhir-akhir ini PLC dalam aplikasi banyak dipakai di industri-industri, karena PLC
ini mempunyai keunggulan-keunggulan spesifik.Ada beberapa keuntungan yang
dapat kita peroleh apabila kita menggunakan PLC dalam aplikasi kontrol di industri.
Ini akan terhihat dengan jelas kalau kita lihat dari beberapa segi, diantaranya :

 Ditinjau Dari Segi Biaya


Jika sebuah aplikasi kontrol yang komplek dan menggunakan banyak rele,
maka akan lebih murah apabila kita menggunakan/memasang satu buah PLC
sebagai alat kontrol.
Salah satu masalah apabila aplikasi kontrol menggunakan rele adalah sama saja
dengan kita mengeluarkan biaya untuk membuat satu rangkaian kontrol yang
digunakan untuk satu buah aplikasi kontrol. Ini berarti apabila kita akan membuat
satu atau lebih rangkaian kontrol yang sejenis akan memerlukan biaya tambahan.
Tetapi dengan menggunakan PLC kita dapat membuat rangkaian kontrol
yang sejenis tanpa memerlukan biaya tambahan untuk membeli komponen

13
kontrol, sebab komponen kontrol yang diperlukan dalam sistem kontrol tersebut
dapat disimulasikan oleh PLC, seperti contohnya : timer, counter, sequencer, dsb.
 Ditinjau Dari Segi Fleksibelitas
PLC dapat dengan mudah diubah-ubah dari satu aplikasi ke aplikasi lain dengan
cara memrogram ulang sesuai dengan yang diinginkan, tidak seperti pada kontrol
rele kita harus melakukan pengawatan ulang dan ini tentu saja akan memakan
waktu dan biaya.
 Ditinjau Dari Segi Keandalan
PLC jauh lebih andal jika dibandingkan dengan kontrol rele. PLC didesain untuk
bekerja dengan keandalan yang tinggi dan jangka waktu pemakaian yang lama
pada lingkungan industri.
PLC ini juga diproteksi terhadap kemungkinan kerusakan akibat surja pada bagian
I/O-nya, yaitu dengan cara menggunakan rangkaian isolasi opto (cahaya).
Dengan menggunakan batere cadangan (back-up) pada RAM atau EPROM untuk
menyimpan atau menjaga program aplikasi, maka dapat dijamin waktu produksi
yang vital tidak akan hilang yang dikarenakan oleh program hilang atau
penyimpangan setelah terjadi kesalahan dalam sistem kontrol.
 Mempunyai Kemampuan Seperti Komputer
Pada dasarnya PLC adalah komputer juga, dan ini berarti kita dengan
menggunakan PLC dapat mengumpulkan dan momroses data. PLC dapat pula
melakukan diagnosa dan menunjukan kesalahan apabila terjadi gangguan,
sehingga ini sangat membantu dalam melakukan pelacakan gangguan.
PLC juga dapat berkomunikasi dengan PLC lain termasuk juga dengan komputer,
sehingga kontrol dapat ditampilkan dilayar komputer, didokumentasikan, serta
gambar kontrol dapat dicetak dengan menggunakan printer.
 Mudah Dalam Melakukan Pelacakan Gangguan Kontrol
Pada layar monitor dapat ditampilkan gambar kontrol, sehingga kita dapat dengan
mudah mengamati apa yang terjadi di sistem kontrol. Ini memungkinkan orang
untuk melakukan evaluasi terhadap kontrol dan melakukan pengubahan atau
perbaikan dengan cukup memasukan perintah melalui papan ketik ((keyboard).

14
Tabel 1 berikut ini menunjukan perbandingan beberapa jenis media kontrol dalam sebuah
kontrol sistem.

Tabel 1. Perbandingan sistem kontrol

Karakteristik Sistem Rele Digital Logic Komputer Sistem PLC

Harga setiap fungsi Sedang Rendah Tinggi Rendah

Sangat
Ukuran Fisik Besar Sangat compact Cukup compact
compact

Kecapatan operasi Rendah Sangat cepat Cukup cepat Cepat

Kekebalan terhadap
Sempurna Baik Cukup Baik Baik
electric noise

Sederhana
Memakan
Memakan waktu dalam
waktu dalam Memakan waktu
Instalasi dalam pemrograman
desain dan dalam desain
pemrograman dan
pemasangan
pemasangan

Kemampuan dalam
Tidak Ya Ya Ya
operasi yang rumit

Mudah dalam Sangat


Sangat sulit Sulit Cukup sulit
mengubah fungsi sederhana

Jelek – Jelek jika IC Jelek – Baik – hanya


Mudah dalam mempunyai disolder mempunyai memerlukan
pemeliharaan banyak langsung ke beberapa card- sedikit card
kontak-kontak PCB card tambahan standar

15
Gambar. 7 menunjukan sebuah struktur blok dari PLC yang mungkin dapat
membantu dalam memahami apa itu PLC.

Alat Perlengkapan
Memori Rangkai-
Pemrogram Program Input
an Input

Unit
Kontrol

Memori Rangkai-
Perlengkapan
Kerja an Output
Input

Catu Daya

Gambar 7. Blok Diagram Sistem PLC

PLC adalah sebuah alat kontrol yang bekerja berdasarkan pada pemrograman
dan eksekusi instruksi logika. PLC mempunyai fungsi internal seperti, timer, counter,
dan sift register.
PLC beroperasi dengan cara memeriksa input dari sebuah proses guna
mengetahui statusnya kemudian sinyal input ini diproses berdasarkan instrusi logika
yang telah diprogram dalam memori. Dan sebagai hasilnya adalah berupa sinyal
output. Sinyal output inilah yang dipakai untuk mengendalikan peralatan atau mesin.
Atarmuka (interface) yang terpasang di PLC memungkinkan PLC dihubungkan
secara langsung ke actuator atau transducer tanpa memerlukan rele.
Pada prinsipnya PLC mempunyai tiga bagian pokok yang masing-masing mempunyai
tugas yang berbeda, tiga bagian tersebut adalah :
 Pemroses
 Memori
 Input/Output.
Input yang diberikan ke PLC disimpan dalam memori, kemudian diproses oleh PLC
berdasarkan instruksi logika yang telah diprogram sebelumnya. Hasil proses adalah
berupa output, output inilah yang dipakai untuk mengontrol peralatan.
Kerja dari PLC ini sepenuhnya tergantung dari program yang terdapat di memori ini.

16
1) CPU (Central Processing Unit)
Tugas dari CPU dalam PLC adalah mengontrol dan mensupervisi semua operasi
PLC, sebuah komunikasi internal atau “Bus System” membawa informasi dari dan
ke CPU, I/O, dan memori.
Seperti ditunjukan pada gambar dibawah , bahwa CPU dihubungkan ke memori
dan I/O oleh tiga macam Bus, yaitu :
 Control Bus
 Address Bus
 Data Bus

Control Bus, mengijinkan CPU mengontrol kapan harus menerima atau mengirim
informasi dari salah satu yaitu I/O atau memori.

Address Bus, mengijinkan CPU untuk menetapkan alamat untuk membuka


komunikasi pada daerah tertentu yang ada di memori atau I/O.

Data Bus, mengijinkan CPU, memori dan I/O untuk saling tukat-menukar
informasi (data).
Jumlah garis paralel dalam address bus ditentukan oleh besarnya lokasi memori
yang dapat dialamatkan , sedangkan ukuran dari data bus menuntukan besarnya
jumlah bit informasi yang dapat dilewatkan antara CPU, memori dan I/O.

Gambar 8. Aliran Data Sistem PLC

17
2) Memori
Untuk menyimpan program dan data PLC menggunkan memori semikonduktor
seperti RAM (Random Access Memory) atau PROM (Programmable Read Only
Memory seperti EPROM atau EEPROM.
Dalam beberapa hal RAM digunakan untuk pemrograman awal dan pengujian,
sebab dengan menggunakan RAM ini dapat dengan mudah melakukan
pengubahan program. RAM yang ada di PLC ini dilengkapi dengan backup-battery
yang berfungsi untuk mempertahankan agar program tidak hilang ketika sumber
daya PLC dimatikan.

3) Modul Input/Output
Unit I/O merupakan antar muka (interface) antara mikroelektronika dari PLC
dengan peralatan dari luar PLC. Dengan menggunakan interface ini sinyal output
PLC dikondisikan dan disesuaikan dengan peralatan dari luar PLC. Sebab
kadang-kadang PLC dihubungkan secara langsung dengan actuator atau
transducer yang terdapat di sistem kontrol.
Dipasaran kita temui ada dua macam PLC yaitu PLC jenis Compact dan
Modular. Pada PLC jenis Compact antarmuka (interface) I/O sudah menyatu
dengan CPU-nya, sedangkan jenis modular antarmuka (interface) berupa modul
I/O yang terpisah dengan modul CPU.

a) Modul input
Terdapat perbedaan dalam melakukan pengawatan input antara PLC dengan
kontrol rele. Rangkaian input logika rele dapat dihubungkan secara langsung ke
kumparan dari rele.
Namun tidak demikian dengan input untuk PLC. PLC memerlukan peralatan
modul I/O. Modul I/O ini berfungsi untuk mengubah tegangan yang umum
dipakai pada kontrol rele (220 VAC, 24 VDC, atau yang lainya) ke dalam
tegangan level TTL untuk dimasukan ke PLC. Gambar dibawah menunjukan
rangkaian dasar dari peralatan yang dipakai untuk mengkondisikan dan
memodifikasi sinyal output dari luar PLC.

18
Gambar 9. Rangkaian InputAC/DC (LA. Bryan & EA.Bryan, 2000)
b) Modul Output
Pada kontrol rele kontak-kontak dari rele dapat secara langsung
dihubungkan ke peralatan output. Pada PLC itu tidak dapat dilakukan, karena
pada umumnya tegangan kerja tidak cocok dengan peralatan output. Untuk itu
modul output diperlukan guna menyesuaikan tegangan yang sesuai dengan
tegangan kerja peralatan output.
Gambar dibawah menunjukan rangkaian dasar dari peralatan yang dipakai
untuk mengkondisikan dan memodifikasi sinyal output dari PLC. Disini sinyal
masuk ke modul output dari data-bus PLC kemudian diproses untuk
disesuaikan dengan level tegangan yang diperlukan oleh peraltan output.

Gambar 10. a

Gambar 10.b. Rangkaian Output AC (a) dan DC (b) (LA. Bryan & EA.Bryan, 2000)

19
Terdapat perbedaan dalam melakukan pengawatan rangkaian kontrol rele dan
kontrol PLC. Gambar. 1.11 (a) berikut menunjukan pengawatan rangkaian kontrol
rele dan gambar. 1.11 (b) menunjukan pengawatan rangkaian kontrol PLC.

Pengawatan Rangkaian Kontrol Rele

Gambar 11a. Rangkaian Relay Wired (LA. Bryan & EA.Bryan, 2000)

20
Pengawatan Rangkaian Kontrol PLC

Gambar 11b. Implementasi Ladder Diagram (LA. Bryan & EA.Bryan, 2000)
2. Rangkuman
eberapa media kontrol telah dibahas dalam unit ini, termasuk juga keunggulan PLC
sebagai alat kontrol jika dibandingkan dengan rele.
PLC secara khusus didesain untuk dapat dihubungkan atau dipasang pada sistem
kontrol di industri atau aplikasi lainya. Untuk dapat mengerti lebih mendalam apa itu
PLC kita harus menguasai konsep dasar operasi dari microcomputer, karena PLC ini
pada dasarnya bekerja berdasarkan prinsip microcomputer ini, namun tanpa
menguasai konsep inipun kita dapat mengoperasikan PLC untuk aplikasi kontrol yang
sederhana.

21
3. Test Formatif

1. Gambarkan diagram blok sebuah PLC dan jelaskan secara singkat fungsi dari
setiap bagian blok tersebut.
2. Jelaskan fungsi dari modul input dan output yang digunakan dalam PLC.
3. Sebutkan keuntungan yang dapat kita peroleh dalam sistem kontrol yang
menggunkan PLC jika dibandingkan dengan kontrol rele.
4. Apa fungsi dari kelengkanpan optocoupler yang terpasang pada modul input dan
output.
5. Jelaskan perbedaan antara sistem kontrol open-loop dan closed-loop.
6. Gambar sebuah diagram yang menujukan elemen utama dari sebuah sistem
kontrol.

4. Kunci Jawaban (Latihan 1)


1. Terdapat empat bagian pokok dari sebuah PLC, yaitu :
 Prosesor (CPU) – melalui program prosesor in mengontrol sebuah proses.
 Input - dilengkapi dengan antar muka antara PLC dengan peralatan input
eksternal PLC. Semua peralatan input eksternal yang akan dihubungkan ke
PLC harus melalui rangkaian ini..
 Output - dilengkapi dengan antar muka antara PLC dengan peralatan output
eksternal PLC. Semua peralatan output eksternal yang akan dihubungkan ke
PLC harus melalui rangkaian ini.
 Catu daya - dilengkapi dengan dengan variasi tegangan yang diperlukan baik
untuk prosesor ataupun bagian I/O.
Semua peralatan input eksternal yang akan dihubungkan ke PLC harus
melalui rangkaian ini.apun blok diagramnya adalah sebagai berikut :

22
Input Output
Processor

Memory

Catu Daya

2. Modul I/O merupakan antar muka (interface) antara mikroelektronika dari PLC
dengan peralatan dari luar PLC. Dengan menggunakan interface ini sinyal input
yang menuju ke PLC ataupun sinyal output dari PLC dikondisikan dan disesuaikan
dengan peralatan dari luar PLC. Sebab kadang-kadang PLC dihubungkan secara
langsung dengan actuator atau transducer yang terdapat di sistem kontrol.
3. Keuntungan yang dapat diperoleh apabila system kontrol menggunakan kontrol
PLC jika dibandingkan dengan kontrol Rele

Karakteristik Sistem Rele Sistem PLC

Harga setiap fungsi Sedang Rendah

Sangat
Ukuran Fisik Besar
compact

Kecapatan operasi Rendah Cepat

23
Kekebalan terhadap
Sempurna Baik
electric noise

Sederhana
Memakan
dalam
waktu dalam
Instalasi pemrograman
desain dan
dan
pemasangan
pemasangan

Kemampuan dalam
Tidak Ya
operasi yang rumit

Mudah dalam Sangat


Sangat sulit
mengubah fungsi sederhana

Jelek – Baik – hanya


Mudah dalam mempunyai memerlukan
pemeliharaan banyak sedikit card
kontak-kontak standar

4. Untuk mengisolasi secara elektrik antara peralatan internal PLC dengan peralatan
eksternal PLC.
5. Pada sistem kontrol loop terbuka di sini tidak ada informasi yang diberikan ke
peralatan kontrol yang berasal dari peralatan output (veriabel yang dikontrol),
sehingga tidak dapat diketahui dengan tepat apakah output yang diinginkan sesuai
dengan keinginan atau tidak. Sedangkan kontrol loop tertutup adalah sebuah proses
yang mana variabel yang dikontrol secara terus menerus disensor kemudian
dibandingkan dengan kuantitas referensi.
6. Setiap sistem kontrol mempunyai tiga elemen pokok, yaitu : input, proses, dan
output.

Input PROSES
Output

24
B. Kegiatan Belajar 2: PERANGKAT KERAS PLC

Informasi
Pada unit ini anda akan mempelajari tentang instalasi dan identifikasi perangkat keras
PLC.
Pengetahuan ini akan sangat menunjang dalam memahami secara lebih rinci tentang
karakteristik spesifikasi perangkat keras PLC

Tujuan :
Setelah selesai mempelajari unit ini, diharapkan dapat :
1. Mengidentifikasi bagian / komponen perangkat keras PLC.
2. Mengidentifikasi spesifikasi teknis perangkat keras PLC.
3. Menjelaskan karakteristik umum prosesor
4. Mengidentifikasi sistem konfigurasi hardware PLC

Kemampuan Awal
Sebelum mempelajari unit ini anda harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan tentang :
1. Teknik pemasangan dan pengawatan komponen kontrol.
2. Interprestasi gambar teknik listrik.
3. Komponen kontrol.

Presyaratan Lulus
Untuk dapat lulus dari unit ini anda harus telah mengerjakan seluruh latihan dengan
benar, dan telah pula mengerjakan test dengan skor minimum 70.

25
1. Uraian Materi Pembelajaran 2
a. Sistem Konfigurasi
1) Bagian – bagian CPU CPM2A
a) Komponen-komponen dari CPU CPM2A seperti ditunjukan pada gambar
2.1
dibawah.

Gambar 12. PLC CPM2A

Tabel 2. Indikator Status PLC

Indikator Status Arti

PWR (green) ON Power diberikan ke PLC

OFF Power tidak diberikan ke PLC


RUN (green) ON PLC beroperasi pada mode RUN atau MONITOR
OFF PLC pada moda PROGRAM atau terjadi kesalahan
fatal
ERR/ALM (red) ON Terjadi kesalahan fatal (Operasi PLC terhenti)
Berkedip Terjadi kesalahan yang tidak fatal (Operasi PLC tetap
berlangsung)
OFF Mengindikasikan beroperasi normal
COMM (orange) ON Data sedang ditransfer melalui Peripheral Port
OFF Data sedang tidak ditransfer melalui Peripheral Port

26
 Indikator Input
Indikator ini akan menyala apabila input ON. Apabila terjadi kesalahan fatal,
Lampu indikator berubah sebagai berikut :
CPU atau I/O bus error : input indikator OFF
Memory atau sistem error : input indikator tetap pada status sebelum
kesalahan (error) terjadi, meskipun status
input berubah.
 Indukator Output
Indikator ini menyala ketika rele output ON.
b) Komunikasi Host Link
Dengan komunikasi Host Link memungkinkan sebuah host komputer
mengontrol sampai 32 PLC OMRON. Untuk menghubungkan PLC dengan
komputer dapat menggunakan adapter RS-232C atau RS-422.
Komunikasi 1-1
Komunikasi seperti ditunjukan pada gambar dibawah adalah metoda
hubungan 1:1 yaitu hubungan antara PLC CPM1 dengan Komputer.

Gambar 13.Sistem Komuniasi PLC CPM2A

Komponen Adapter Komunikasi (RS-232C Adapter)


Komponen-komponen yang terdapat pada RS-232C adapter seperti ditunjukan
pada gambar dibawah.

27
Gambar 14. Sistem Komuniasi RS232 PLC CPM2A

Bagian dan fungsi dari komponen-komponen tersebut adalah :


Mode Setting Switch
Set saklar ini ke host apabila akan menggunakan sistem host link untuk
menghubungkan ke personal komputer. Dan set saklar ke NT apabila ingin
menghubungkan PLC ke komputer dengan metoda 1:1 NT Link.
Connector
Connector ini digunakan sebagai penghubung ke CPU Peripheral Port.
RS-232C Port
Dengan menggunakan kabel RS-232C Port ini dihubungkan ke peralatan lain
seperti Personal Computer, Peralatan Peripheral dan Terminal Pemrogram.

b. Spesifikasi Komponen PLC Omron Jenis CPM1A


1) Spesifikasi Umum Dari Unit CPU Jenis CPM1A
Spesifikasi secara umum CPU jenis CPM1A dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Spesifikasi Umum PLC CPM1A


Item 10-point I/O 20-point I/O 30-point I/O 40-point I/O
Supply AC type 100 to 240 VAC, 50/60 H
voltage DC type 24 VDC
Operating AC type 85 to 264 VAC
Voltage DC type 20.4 to 26.4 VDC
Range
Power AC type 30 VA max 60 VA max.
Consumption DC type 6 W max 20 W max.
Inrush current 30 A max 60 A max.

28
Item 10-point I/O 20-point I/O 30-point I/O 40-point I/O
External Power Supply 24 VDC
Power voltage
Supply Power supply 200 mA 300 mA
(AC type out put capacity
only)
Insulation resistance 20 M min.(at 500 VDC ) between the external AC terminals
and protective earth terminals.
Dielectric strength 2,300 VAC 50/60 Hz for 1 min between the external AC and
protective earth terminals, leakage current: 10 mA max
Noise Immunity 1,500 Vp-p, pulse width: 0.1 to 1 s, rise time: 1 ns (via noise
simulation)
Vibration resistance 10 to 57 Hz, 0.075-mm amplitude, 57 to 150 Hz, acceleration:
9.8 m/s2 (1G) in X,Y and Z directions for 80 minutes each (1.e.
swept for 8 minuts,10 times)
Shock resistance 147 m/s2 (20G) three times each in X,Y and Z directions
Ambient temperature Operating: 00 to 550 C
Storage: -200 to 750 C
Ambient Humidity (operating) 10% to 90% (with no condensation)
Ambient environment (operating) With no corrosive gas
Terminal screw size M3
Power supply holding time AC type: 10 ms min; DC type: 2 ms min (A power interruption
occurs if power falls below 85% of the rated voltage for longer
than the power interruption time)
CPU weight AC type 400 g max. 500 g max. 600 g max. 700 g max.
DC type 300 g max. 400 g max. 500 g max. 600 g max.

3) Struktur Area Memory PLC-CPM1A


Dalam tabel 4 berikut ini adalah merupakan struktur area memory dari PLC tipe
CPM1A.

Tabel 4. Pembagian Memory PLC CPM 1A


Data area Words Bits Function

IR area1 Input area IR 000 to IR 009 IR 00000 to IR These bits can be


(10 words) 00915 allocated to the
(160 bits) external 1/O
terminals.

29
Data area Words Bits Function

Output area IR 010 to IR 019 IR 01000 to IR


(10 words) 01915
(160 bits)
Work area IR 200 to IR 231 IR 20000 to IR Work bits can be
(32 words) 23115 freely used within the
(512 bits) program
SR area SR 232 to SR 255 SR 23200 to SR These bits serve
(24 words) 25515 specific functions
(384 bits) such as flags and
control bits
TR area --- TR 0 to TR 7 These bits are used to
(8 bits) temporarily store
ON/OFF status at
program branches.
HR area2 HR 00 to HR 19 HR 0000 to HR These bits store data
(20 words) 1915 and retain their
(320 bits) ON/OFF status when
power is turned off
2
AR area AR 00 to AR 15 AR 0000 to AR 1515 These bits serve
(16 words) (256 bits) specific function such
as flags and control
bits
LR area1 LR 00 to LR 15 LR 00000 to LR Used for a 1:1 data
(16 words) 1515 link with another PC
(256bits)
Timer/Counter area2 TC 000 to TC 127 (timer/ counter The same numbers
3
numbers) are used for both
timers and counters
DM area Read/write2 DM 0000 to DM ------ DM area data can be
0999 accessed in word
DM 1022 to DM units only. Word
1023 values are required
(1,002 words) when the power is
turned off

30
Data area Words Bits Function

Error log4 DM 1000 to DM Used to store the


1021 timer of occurrence
(22 words) and error code of
errors that occur.
These word can be
used as ordinary
read/write DM when
the error log function
isn’t being used.
Red – only 4
DM 6144 to DM Cannot be overwritten
6599 from program
(456 words)
4
PC Setup DM 6600 to DM Used to store various
6655 parameters that
(56 words) control PC operation.

Keterangan :
Area IR (Internal Relay)
Bit-bit dalam area IR mulai dari IR00000 sampai IR00915 dialokasikan untuk
terminal CPU dan unit I/O. Bit input mulai dari IR00000, dan bit output mulai dari
IR01000. Bit IRwork dapat digunakan secara bebas dalam program .
Dan ini hanya digunakan dalam program, IRwork tidak secara langsung
dialokasikan untuk terminal I/O eksternal.
SR (Special Relay)
Bit rele spesial ini adalah bit yang digunakan untuk fungsi-fungsi khusus seperti
untuk flags(misalnya, dalam opersi penjumlahan terapat kelebihan digit, maka carry
flag akan set “1”), kontrol bit PLC, informasi kondisi PLC, dan sistem clock.
AR (Auxilary Relay)
Bit AR ini adalah bit yang digunakan untuk flag yang berhubungan dengan operasi
PLC CPM1A. Bit ini diantaranya digunakan untuk menujukan kondisi PLC yang
disebabkan oleh kegagalan sumber tegangan, kondisi I/O spesial, kondisi unit
input/output, kondisi CPU PLC, kondisi memory PLC dsb.
HR (Holding Relay)
Dapat difungsikan untuk menyimpan data (bit-bit penting) karena tidak akan hilang
walaupun sumber tengan PLC mati.

31
LR (Link Relay)
Digunakan untuk link data pada PLC Link System. Artinya untuk tukar-menukar
informasi antar dua atau lebih PLC dalam suatu sistem kontrol yang saling
berhubungan satu sama lain.
TR (Tempory Relay)
Berfungsi untuk menyimpan sementara kondisi logika progam ladder yang
mempunyai titik pencabangan khusus.
TC (Timer/Counter)
Untuk mendifinisikan suatu sistem tunda waktu (Timer), ataupun untuk penghitung
(Counter). Untuk timer TIM mempunyai orde waktu 100 ms dan TIMH mempunyai
orde waktu 10 ms. TIM 000 s.d. TIM 015 dapat dioperasikan secara interrupt untuk
mendapatkan waktu yang lebih presisi.
DM (Data Memory)
Data memory berfungsi untuk penyimpanan data-data program, karena isi DM tidak
akan hilang walaupun sumber tengan PLC mati. DM word mulai dari DM0000
sampai DM0999 dan DM1022 dan DM1023 dapat digunakan secara bebas dalam
program.
DM word yang dialokasikan untuk fungsi-fungsi khusus, adalah :
 DM Read/Write
Pada DM ini data bisa ditulis dan dihapus oleh program yang kita buat.
 DM Error Log
Pada DM ini disimpan informasi-informasi penting dalam hal PLC mengalami
kegagalan sistem operasionalnya.
 DM Read Only
Dalam DM ini data hanya dapat dibaca saja (tidak bisa ditulisi)
 DM PC Set Up
Data yang diberikan pada DM ini berfungsi untuk Setup PLC. Pada DM inilah
kemampuan kerja PLC didefinisikan untuk pertama kali sebelum PLC tersebut
diprogram dan dioperasikan pada suatu sitem kontrol.

c. PLC Allen Bradley Jenis SLC 5/03


PLC Allen Bradley jenis SLC 5/03 mempunyai dua model, yaitu, model modular dan
Fixed (kompak). Seperti ditunjukan pada gambar. 2.8 adalah gambar PLC tipe
modular. Untuk jenis modular terdiri dari rak (chasis), catu daya, prosesor (CPU), dan
modul I/O. Adapun jenis Kompak terdiri dari catu daya, prosesor, dan I/O yang
terpasang tetap , yang kesemuanya dikemas dalam satu unit.

32
Gambar 15. CPU PLC Allen Bradley SL 5/03
1) Catu Daya
Apabila kita mengkonfigurasi PLC jenis modular, maka harus ada catu daya pada
setiap rak-nya. Pembebanan yang berlebihan pada catau daya akan
mengakibatkan cepat rusak. Untuk itu dalam memilih catu daya (power supply)
harus hati-hati, yaitu dengan cara menghitung kebutuhan daya yang diperlukan
sesuai dengan konfigurasi hardwarenya.
Terdapat tiga macam tegangan masukan yang dapat dihubungkan ke catu daya.
Untuk tegangan masukan 120/240 V AC dapat dipilih dengan menggunakan
jumper (tempatkan jumper pada tempat yang sesuai dengan besarnya tegangan
input). Sedangkan untuk tegangan DC, tegangan masukananya adalah 24 Volt
DC. Untuk lebih jelasnya perhatikan spesifikasi dari catu daya yang digunakan
pada PLC SLC 500 jenis modular pada gambar. 16 berikut ini.

33
Gambar 16. Tegangan Kerja PLC Allen Bradley SL 5/03
2) Prosesor (CPU) SLC 500
Prosesor seperti telah dijelaskan sebulumnya, yaitu berfungsi untuk mengontrol
dan mengsupervisi semua operasidi dalamPLC. Sebuah komnikasi internal berupa
Internal Bus membawa informasi dari dan ke prosesor, memori dan unit I/O
keduanya dibawah kontrol CPU.
Gambar. 17 berikut ini menunjukan beberapa komponen yang terdapat pada CPU
SLC 5/03.

34
Gambar 17. Prosesor PLC Allen Bradley SL 5/03

Tabel 5 berikut ini memberikan penjelasan secara umum setiap status dari LED
yang terdapat pada PLC SLC5/03.

Tabel 5. Status PLC Allen Bradley SL500


Processor LED When It Is Indicates That
On ( Steadily) The processor is in the Run
Mode
Flashing (during The Processor is Transferring
RUN Operation) a program from RAM to the
(Color: green) memory Module
Off The processor is in a mode
other than Run
Flashing ( at power up) The processor has not been
configured
Flashing (during The processor detects a major
Operation error either in the processor,
FLT
expansion chassis or memory
(Color: red)
On (steadily) A fatal error is present (no
communication).
Off There are no errors

35
Processor LED When It Is Indicates That
On (steadily) The battery voltage has fallen
below a threshold level, or the
BATT battery or the battery jumper is
(Color: red ) missing or not connected
Off The battery is functional The
battery jumper is present
Flashing One or more input or output
addresses have been forced to
an On or off state but the
FORCE forces have not been enabled
(Color: amber) On (steadily) The forces have been enabled
Off No forces are present or
enabled
On ( steadily ) The communications Active Bit
( S: 1/7 ) is set in the System
Status file and processor is
actively communicating on the
DH485
network.
( Color: green )
Flashing There are no other active
nodes on the network.
Off A fatal error is present ( no
communications )
On (flashing) The SLC 5/03 is transmitting
DF 1 Mode on the network
Off The SLC 5/03 processor is not
DF1 Mode transmitting on the network
On ( steadily ) The Communication Active Bit
DH 485 Mode (S:1/7) is set in the System
RS232 Status file and the processor
( Color: green ) is actively communicating on
the network
Flashing The processor is trying to
DH485 Mode establish communications on
the network.
Off A fatal error is present (no
DH485 Mode communications).

36
Prosesor SLC 5/03 mempunyai sakelar kunci yang terdapat pada bagian panel
depan yang memungkinkan kita untuk dapat memilih salah satu dari tiga pilihan
(mode), yaitu : Run, Program, dan Remote.
 Posisi RUN
Pada posisi ini prosesor mengeksekusi program ladder, memonitor peralatan
Input, memberkejakan peralatan output, dan dapat pula melakukan forced
pada I/O.
Disini kita dapat merubah mode prosesor dengan cara mengubah posisi
sakelar kunci ke posisi RUN. Pada mode ini kita tidak dapat melakukan edit
terhadap program.
 Posisi PROG
Pada posisi ini prosesor tidak mengeksekusi program ladder, dan output PLC
tidak kerja. Pada posisi ini kita dapat meng-edit program.
Untuk mengubah mode prosesor ke posisi PROG, yaitu dengan cara
mengubah posisi dari REM atau RUN ke posisi PROG. Apabila posisi sakelar
kunci pada posisi PROG, kita tidak dapat mengubah mode dari prosesor
melalui alat pemrogram.
 Posisi REM
Pada posisi REM ini kita dapat mengubah posisi mode prosesor dari atau
melalui alat pemrogram dan dapat pula melakukan edit program ladder
sementara antar PLC dengan peralatan pemrogram dalam kondisi
online.Untuk mengubah mode prosesor ke posisi REM, yaitu dengan cara
mengubah posisi sakelar kunci dari posisi RUN atau PROG ke posisi REM.

3) Modul I/O
Modul input dan output adalah merupakan antarmuka (interface) yang dipakai
untuk mensensor dan mengkaktifkan sebuah mesin atau sistem kontrol. Terdapat
dua jenis I/O jika kita tinjau dari sinalnya, yaitu modul I/O untuk sinyal digital dan
modul I/O untuk sinyal analog.
a) Modul I/O Digital
Modul digital ini telah didesain untuk dapat menyesuaikan dengan level
tegangan dan arus sesuai dengan tegangan komponen sistem kontrol.
Dengan demikian maka dengan menggunakan modul digital ini kita dapat
secara langsung menghubungkan sinyal melalui terminal yang ada di panel
depan dari modul I/O tersebut. Gambar. 2.11 berikut menunjukan salah satu

37
contoh dari modul I/O digital dimana channel input dan channel output
dikemas dalam satu unit modul.

Gambar 18. Digital I/O PLC Allen Bradley SL 5/03

b) Modul I/O Analog


PLC juga dapat mengolah sinyal analog secara segnifikan. Modul analog ini
dapat digunakan menangani tugas-tugas pokok pada sistem kontrol loop
tertutup (closed-loop control), seperti contoh pada kontrol level otomatis,
kontrol kecepatan, dan sebagainya.

38
Gambar. 19 berikut menunjukan salah satu dari modul I/O analog.

Gambar 19. Analog I/O PLC Allen Bradley SL 5/03

4) Kerangka (Chassis)
Kerangka atau chassis ini merupakan rumah dari prosesor dan modul I/O pada
jenis PLC modular. Catu daya dipasang pada posisi paling kiri pada kerangka.
Adapun modul prosesor, dan modul-modul I/O dipasang di sebelah kanan secara
berurutan.
Semua komponen dapat dengan mudah dipasang/dimasukan ke dalam kerangka
tersebut, karena dalam kerangka terdapat alur penuntun yang dapat menjamin
komponen terpasang dengan benar. Tidak dipergunakan peraltan khusus untuk
memasukan dan melepas kompnen dari dan ke kerangka.
Terdapat tiga maca ukuran kerangka, yaitu : 4 – slot, 10 – slot dan 13 – slot.
Gambar. 20. berikut menunjukan salah satu dari kerangka yang dipakai untuk
jenis PLC modular.

Gambar 20. Rangka PLC Allen Bradley SL 5/03

39
5) Peralatan Penunjang
Peralatan penunjang adalah peralatan yang digunakan dalam sistem
kendali PLC, tetapi bukan merupakan bagian dari sistem secara nyata.
Maksudnya,peralatan ini digunakan untuk keperluan tertentu yang tidak berkaitan
dengan aktifitas pegendalian. Peralatan penunjang itu, antara lain :
a. berbagai jenis alat pemrogram, yaitu komputer, software ladder, konsol
pemprogram,programmableterminal, dan sebagainya.
b. Berbagai software ladder, yaitu: SSS, LSS, Syswin, dan CX Programmer.
c. Berbagai jenis memori luar, yaitu: disket, CD , flash disk.
d. Berbagai alat pencetak dalam sistem komputer, misalnya printer, plotter
Printer. Alat ini memungkinkan program pada CPU dapat di printout atau
dicetak. Informasi yang mungkin dicetak adalah diagram ladder, status register,
status dan daftar dari kondisi-kondisi yang sedang dijalankan, timing diagram dari
kontak, timing diagram dari register, dan lain-lain.
The Program Recorder / Player.Alat ini digunakan untuk menyimpan
program dalam CPU. Pada PLC yang lama digunakan tape, sistem floopy disk.
Sekarang ini PLC semakin berkembang dengan adanya hard disk yang digunakan
untuk pemrograman dan perekaman. Program yang telah direkam ini nantinya
akan direkam kembali ke dalam CPU apabila program aslinya hilang atau
mengalami kesalahan.
Untuk operasi yang besar, kemungkinan lain adalah menghubungkan CPU
dengan komputer utama (master computer) yang biasanya digunakan pada pabrik
besar atau proses yang mengkoodinasi banyak Sistem PLC .
Pada masa kini PLC dibagi menjadi beberapa tipe yang dibedakan
berdasarkan ukuran dan kemampuannya. Dan PLC dapat dibagi menjadi jenis-
jenis berikut:
a. Tipe compact
Ciri – ciri PLC jenis ini ialah :
 Seluruh komponen (power supply, CPU, modul input – output, modul
komunikasi) menjadi satuUmumnya berukuran kecil (compact)
 Mempunyai jumlah input/output relatif sedikit dan tidak dapat diexpand
 Tidak dapat ditambah modul – modul khusus
Contoh PLC compact dari Allen Bradley.
b. Tipe modular
Ciri – ciri PLC jenis ini ialah :
 Komponen – komponennya terpisah ke dalam modul – modul Berukuran
besar

40
 Memungkinkan untuk ekspansi jumlah input /output (sehingga jumlah lebih
banyak)
 Memungkinkan penambahan modul – modul khusus
Contoh PLC modular dari Omron.

2. Rangkuman
Merek dan jenis yang ada di pasar banyak sekali, untuk itu kita dengan cermat
mengidentifikasi hardware PLC terutama yang berkaitan dengan konfiguarsi sistem
serta spesifikasi teknis dari PLC tersebut. Ini dimaksudkan agar kita tidak mengalami
kesalahan dalm memilih atau menetapkan sesuai kebutuhan serta tidak salah dalam
penanganya.

3. Test Formatif
1. Jelaskan apa perbedaan antara PLC model compact (fixed) dan model
modular.
2. Sebutkan area-area data yang terdapat memori PLC CPM1A.
3. Gambarkan secara sederhana hubungan hardware dan jelaskan secara singkat
bagaimana PLC CPM1A dapat berkomunikasi dengan Personal Computer.

4. Kunci Jawaban (Latihan 2)


1. PLC dengan model Fix (compact) adalah PLC tersebut bagian power supply, modul
input, modul output dan prosesornya, dikemas secara kompak menjadi satu unit.
Sedangkan pada jenis modular bagian-bagian seperti disebut diatas dibuat terpisah
(unit tersendiri).
2. Area data yang ada di memori CPM1A
- Area IR (Internal Relay)
- AR (Auxilary Relay)
- HR (Holding Relay)
- LR (Link Relay)
- TR (Tempory Relay)
- TC (Timer/Counter)
- DM (Data Memory)

41
3. Komunikasi 1-1
Komunikasi seperti ditunjukan pada gambar dibawah adalah metoda hubungan 1:1
yaitu hubungan antara PLC CPM1 dengan Komputer..

C.Kegiatan Belajar 3: PERAWATAN PLC


PLC didesain agar berdaya tahan tinggi, namun dapat 'malfunction' jika tidak
dipelihara dengan baik. Seperti konektor-konektor pada terminal I/O yang kendur,
sekrup yang longgar setelah pemakaian yang lama, debu pada komponen, korosi
pada terminal koneksi, PCB/PWB atau konektor lainnya.

Kondisi instalasi PLC :


Tempat instalasi PLC harus terhindar dari kondisi;
- paparan sinar matahari langsung
- suhu ruangan di atas 55 derajat Celcius
- kelembaban di atas range 10-90 % RH
- kondensasi pada perubahan suhu mendadak
- garam
- gas yang mudah terbakar
- basah
- oli
- bahan kimia

Power supply :
Apabila suplai tegangan jatuh di bawah 85% selama 10 nS untuk power supply AC
atau 2 mS untuk power supply DC, PLC akan berhenti beroperasi dan semua
output akan OFF.

42
Baterai PLC :
Biasanya terdapat baterai yang tahan selama 5 tahun untuk bacj-up data, sedang
pada mesin yang lain data diback-up oleh kapasitor di RAM yang dapat bertahan
selama 20 hari.

Yang dimaksud dengan pemeliharaan PLC Pneumatik ialah segala upaya


atau kegiatan yang sengaja dilakukan terhadap PLC Pneumatik dengan mengikuti
suatu prosedur yang sistematik dengan tujuan agar PLC Pneumatik yang kita miliki
dapat digunakan dengan lancar, aman dan secara teknis maupun ekonomis
berumur panjang (awet). Untuk mencapai tujuan tersebut, secara sistematika
kegiatan pemeliharaan dapat kita kelompokkan menjadi kelompok pemeliharan
pencegahan (prevetive maintenance) dan kelompok perbaikan (corctive
maintenance).

Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)


Kegiatan pemeliharaan pencegahan ini dilakukan sebelum dan selama PLC
Pneumatik dioperasikan, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya laju kerusakan.
Ada pun kegiatannya antara lain :

1. Pra Pemeliharaan
Yang dimaksud dengan pra pemeliharaan ialah suatu kegiatan persiapan yang
bertujuan agar nantinya pelaksanaan pemeliharaan berjalan lebih lancar
Kegiatannya antara lain :
 Penyiapan peralatan pemeliharaan, semakin lengkap akan semakin baik.
 Penyiapan bahan-bahan pemeliharaan terutama yang dipakai secara rutin bahan
pembersih ,bahan pelumas, bahan pencegah korosi dan lain lain.
 Pemasangan mesin/peralatan yang memberi peluang untuk pelaksanaan
pemeliharaan.
 Instalasi tenaga baik tenaga listrik maupun tenaga udara kempa harus memenuhi
persyaratan.
 Persiapan administrasi pemeliharaan termasuk dokumen-dokumen yang perlu
dipersiapan seperti data data pengecekan harian, data-data pengecekan
mingguan ataupun pengecekan bulanan
 Kebutuhan tenaga listrik harus mencukupi untuk semua kontrol atau beban
 Pemasangan komponen-komponen harus dimungkinkan untuk pemeriksaan dan
penggantian seperti card-card I/O yang bisa diganti dengan mudah

43
2. Pemeliharaan Harian
Pemeliharaan harian ialah pemeliharaan yang dilakukan setiap hari selama
PLC Pneumatik digunakan baik siang maupun malam.
Kegiatannya antara lain :
 Memeriksa kondisi alat setiap akan dioperasikan.
 Menjaga kebersihan dan ketertiban.
 Mencegah terjadinya beban lebih.
 Mengamati atau memperhatikan.

3. Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan berkala dilakukan secara berkala secara terjadwal, baik mingguan,
bulanan maupun tahunan.
Kegiatannya antara lain :
 Pemeriksaan / pengecekan kondisi PLC Pneumatik baik posisinya, kondisinya
maupun infra strukturnya.
 Penyetelan-penyetelan baut-baut konektor yang kendor, kabel-kabel dan
sebagainya.

Perbaikan PLC Pneumatik


Perbaikan termasuk kegiatan pemeliharaan secara umum yang dilakukan terhadap
alat yang mengalami gangguan atau kerusakan. Tujuannya ialah untuk memulihkan
kondisi alat yang rusak sehingga dapat berfungsi kembali.

1. Trouble Shooting PLC Pneumatik


Dengan melakukan pendekatan disain dan trouble shooting PLC pada flowchart Gb.
23, ada beberapa kondisi yang harus kita perhatikan untuk langkah-langkah
tersebut, yaitu :
 Dalam mengintalasi I/O pastikan mana input terminal dan mana output terminal
biasanya untuk type kecil kita bisa melihat informasi tertulis pada PLC tetapi untuk
PLC type besar seperti C200H/HX/HG pada Omron untuk input ditulis ID,IA, IM
dan output ditulis OD,OC, OA
 Kemampuan arus output pada PLC, karena untuk beban yang lebih besar seperti
menghidupkan motor misalnya, tidak dapat langsung output PLC disuplaikan,
tetapi perlu menggunakan relay sebagai pembantu.

44
 Tegangan I/O yang digunakan, untuk PLC bisa tegangan VAC dan VDC
tergantung pilihan kita dan kecocokannya dengan type CPU. Untuk I/O dengan
VAC dan VDC harus diperhatikan besar tegangan karena sangat erat
hubungannya dengan input peralatan dan output peralatan,
 Jenis sensor yang digunakan PNP atau NPN yang harus disesuiakan dengan
input PLC
 Jenis output, ada tiga jenis output yang tersedia yaitu :
1. Ouput Relay digunakan untuk tegangan AC/DC
2. Output Triac digunakan hanya tegangan AC
3. Ouput Transistor digunakan hanya untuk teganngan DC
 Pastikan baut baut terminal I/O dalam kondisi kuat (tidak longgar)
 Pastikan kabel komunikasi antara PLC dengan PC dalam kondisi terhubung,
dengan menghubungkan secara software (lihat indikasi pada CPU). Jika tidak
terjadi komunikasi periksa kabel komunikasi atau salah Com pada software,
artinya Com yang digunakan Com 1 atau Com 2.
 Pastikan alamat I/O pada PLC sesuai dengan alamat program yang kita buat
Apabila kondisi tersebut di atas tidak terpenuhi maka akan terjadi trouble. Jadi
untuk mencari kesalahan kita selalu mengacu pada hal-hal tersebut di atas.

Pendekatan Pemeliharaan yang diperlukan/dipilih


a. PREVENTIVE MAINTENANCE
 Definisi Preventive Maintenance :
Perawatan yang bertujuan menjaga peralatan dan fasilitas dalam kondisi
operasi yang memuaskan dengan melakukan pemeriksaan sistematis, deteksi,
dan koreksi kegagalan baru baik sebelum terjadi atau sebelum kegagalan
berkembang menjadi kegagalan yang lebih besar.
 Maintenance, termasuk testing, pengukuran, adjustments, dan
penggantian spare part, hal ini dilakukan untuk mencegah kegagalan sebelum
hal tersebut benar-benar terjadi.
Beberapa keuntungan jika kita melakukan Preventive Maintenance adalah sebagai
berikut:
• Peningkatan kehandalan sistem.
• Penurunan biaya penggantian.
• Penurunan downtime sistem.
• Lebih baik dalam manajemen persediaan suku cadang.

45
Preventive Maintenance dapat diterapkan untuk semua peralatan, namun
dalam artikel ini akan dikhususkan pada PLC system. Seperti kita ketahui PLC
merupakan peralatan yang sangat penting dalam sebuah plant.Kegagalan pada
system ini dapat menyebabkan partial plant shutdown maupun total
plant shutdown.Untuk itulah perawatan pada system ini sangatlah penting untuk
dilakukan.Dengan demikian kemungkinan kegagalan dapat dikurangi.

Parameter Fisik dan Kinerja Sistem Dalam Pemeliharaan PLC


Aspek fisik yang perlu di perhatikan:
 Tingkat Deposit debu pada perangkat
 Ditandai dengan adanya penebalan debu pada sekitar perangkat PLC
 Timbulnya korosi
 Ditandai dengan adanya perubahan wana dari logam.logam menjadi kusam
 Genangan air pada sekitar tempat instalasi PLC
 Diakibatkan kurang terawatnya tempat kerja
Aspek non fisik yang perlu di perhatikan:
Selain parameter fisik dari PLC parameter non fisik juga mempengaruhi kinerja
system dari PLC yang mulai tidak normal.kinerja non fisik yang perlu di perhatikan
antara lain yaitu:
 Nilai tegangan kerja.
 Nilai dari tegangan kerja pada PLC harus pada nilai tegangan kerja
standart/acuan
 NilaiArus saat beroprasi
 Nilai dari arus Iput maupun output harus di perhatikan.karan dapat
mempengaruhi kinerja system(sesuai dengan parameter)
 Suhu pada saat peroperasi
 Suhu pada saat beroprasi juga sangat mempengaruhi system pada saat
beroprasi.karenamerupakan salah satu aspek yang sangat penting dari PLC
(harus pada suhu yang di tetapkan)
 Start up ketika system pertama di jalankan.
 Electrical noise
 Antivirus

Metoda Monitoring.
Dalam monitoring PLC dapat menerapkan metoda monitoring sebagai berikut:
AspekFisik

46
 Monitoring tingkat deposit (ketebalan) debu pada plc dengan cara melakukan
peninjauan rutin dan peninjuan secara visual.
 monitoring korosi pada system karena akibat factor lingkungan,dengan
melakukan tinjauan rutin dengan cara visual
 memonitoring adanya genangan air pada tempat instalasi.ruang kerja dari plc
dengan melakukan peminjauan visual secara rutin dapa tempat kerja

Apek Non Fisik


 memonitoring tengan kerja pada (I/O) dengan cara melakukan pengukuran pada
input maupun output dari PLC (tegangan input maupun output harus sama
dengan tegangan referensi yang di terapkan)
 memonitoring arus input maupun arus output pada saat system PLC sedang
beroprasi dengan cara menggunakan alat ukur.arus input maupun nilai arus input
maupun arus output harus tidak melebihi nilai dari arus input maupun arus output
pada saat system sedang bekeja
 memonitoring suhu pada perangkat dengan cara melakukan pengukuran suhu
ketika system mulai beroprasi.suhu pada PLC tidak boleh over heating
PenjadualanPemeliharaan PLC

Tabel 6. Contoh Jadwal Pemeliharaan PLC

Alat bantu ukur yang diperlukan


1. Multimeter
2. Oscilloscope
3. Ampere meter

Multimeter
Multimeter adalah alat pengukur listrik yang sering dikenal sebagai VOM
(Volt/Ohm meter) yang dapat mengukur tegangan (voltmeter), hambatan (ohm-
meter), maupun arus (ampere-meter).

47
Jenis Multimeter
Ada 2 jenis Multimeter yaitu Multimeter Analog dan Multimeter Digital.
Cara PenggunaanMultimeter
Dimulai dari skala DC Volt :
 200 mV artinyaadalahkitaakanmengukurtegangansebesar 0,2 Volt
 2 V artinyaadalahkitaakanmengukurtegangansebesar 2 Volt
 20 V artinyaadalahkitaakanmengukurtegangansebesar 20 Volt
 200 V artinyaadalahkitaakanmengukurtegangansebesar 200 Volt
 750 V artinyaadalahkitaakanmengukurtegangansebesar 750 Volt
 Gunakanskalaygtepatuntukpengukuran, misalbaterai 3,6 Volt
gunakanskalapada
 20 V. Makahasilnyaakanakuratmisalterbaca 3,76 Volt.
 Jikamenggunakanskala 2Volt akanmunculangka1 (pertanda overload/melebihi
skala)
 Jikamenggunakanskala 200 V akanterbacahasilnyanamuntidakakuratmissal
terbaca : 3,6 V atau 3,7 V saja (1 digit dibelakangkoma)
 Jikamenggunakan 750 V bisasajaterbacanamunhasilnyaakanterbaca 3 atau 4
volt (Dibulatkanlangsungtanpakoma)
 Jikamenggunakan 750 V bisasajaterbacanamunhasilnyaakanterbaca 3 atau 4
volt (Dibulatkanlangsungtanpakoma)
 Jikakabelterbalikmakahasilnyaakantetapmuncul, namuntandanegatif di
depanhasilnya. Beda denganMultimeter Analog.
Jikakabelterbalikjarumakanmentokkekiri.
NB :Jikamultimeteradatombol DH= Data Hold. Jikaditekanmakahasilnyaakan
freeze danbisadicatathasilnya.

Menggunakan Multimeter sebagai Ohmmeter :


a. Perhatikan object yang akandiukur. (Resistor, hambatanjalur, dll)
b. Perhatikanskalapengukuranpada Ohmmeter
c. 200 artinyaakanmengukurhambatan yang nilainya max 200 Ohm
d. 2K artinyaakanmengukurhambatan yang nilainya max 2000 Ohm
e. 20K artinya akan mengukurhambatan yang nilainya max 20.000 Ohm
f. 200K artinyaakanmengukurhambatan yang nilainya max 200.000 Ohm
g. 2M artinyaakanmengukurhambatan yang nilainya max 2.000.000 Ohm
( 2 Mega Ohm)

48
Osciloscope

Gambar 21.Osciloscope

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum menggunakan


oscilloscope adalah melakukan kalibrasi agar alat ini dapat bekerja dengan baik.
Setelah Anda menghubungkan oscilloscope ke jaringan listrik dan
menyalakannya, maka pada layar monitor harus terlihat garis lurus mendatar yang
menandakan bahwa tidak ada sinyal masukan.

Langkah kedua setelah melakukan kalibrasi adalah mengatur fokus, x


position, y position, dan intensitas kemiringan. Dengan mengatur posisi tersebut,
Anda nanti dapat melihat hasil pengukuran yang jelas dan akan mendapatkan
hasil pengukuran yang lebih cermat.
Langkah ketiga, pakai tegangan refernsi yang ada di oscilloscope sehingga
dapat melakukan kalibrasi sederhana. ada 2 tegangan referensi yang dapat
dijadikan sebagai acuan yakni tegangan persegi 2 Vpp atau 0,2 Vpp yang memiliki
frekuensi 1 KHz.
Langkah keempat, menempelkan probe di terminal tegangan acuan
sehingga di layar monitor oscilloscope akan terlihat tegangan persegi.
Catatan:
– Jika yang dijadikan sebagai acuan adalah tegangan 2 Vpp, pada posisi 1
volt/div harus memiliki nilai tegangan puncak ke puncak dua kotak.
Sedangkan untuk time/div 1 ms/div harus ada 1 gelombang untuk 1 kotak
– Jika yang terlihat pada layar masih belum tepat, Anda perlu mengatur potensio
tengah pada time/div dan knob Volt/div atau pada pada potensio yang
berlaber “var”

49
Cara Kerja Oscilloscope
Ketika oscilloscope dihubungkan dengan sirkuit, sinyal dari tegangan akan
bergerak melewati proble ke sistem vertikal. Bergantung pada pengaturan skala
volts/div (vertikal), attenuator bertugas memperkecil sinyal sementara itu amplifier
justru memperkuat sinyal masukan. Sinyal tersebut selanjutnya akn bergerak
melwati keping pembelok vertikal yang ada di dalam Cathode Ray Tube (CRT).
Tegangan yang disalurkan ke pelat tersebut dapat menyebabkan titik cahaya
bergerak. Tegangan negatif menyebabkan titik tersbeut menurun dan tegangan
positif menyebabkan titik tersebut naik.
Sinyal juga akan bergerak ke bagian sistem trigger untuk melakukan
sapuan horizontal. Sapuan horizontal atau horizontal sweep mengakibatkan titik
cahaya bergerak melewati layar sehingga jika sistem horizontal mendapatkan
trigger, titik cahaya akan melintasi layar kiri ke kana dalam selang waktu tertentu.
Dalam kecepatan tinggi, titik tersebut mampu melintas di layar sampai 500.000 kali
per detik. Kerja sistem pembelok vertikal dan penyapu horizontal secara
bersamaan dapat menghasilkan pemetaan sinyal pada layar. Untuk menstabilkan
sinyal berulang, maka diperlukan trigger.

50
Perencanaan Kartu Pemeliharaan PLC

Gambar 22. Contoh Kartu Perawatan PLC Aspek Fisik

51
Gambar 23. Contoh Kartu Perawatan PLC Aspek Non Fisik

52
Gambar 24. Diagram Alir Pemelihraan Sistem PLC (Rizky Damayanti, Perawatan PLC, 2013)

53
Manual Pemeliharaan
Manual pemeliharaan pertama kali dilakukan dengan memulai monitoring
selanjutnya melakukan peninjauan aspek fisi dan non fisik.untuk menentukan metode
monitoring dan maintenance yang di lakukan setelah menentukan metode monitoring
dan maintenance yang diperlukan,kemudian membuat laporan hasil maintenance dan
monitoring,jika terjadi kerusakan pada system plant (PLC).maka dilakukan repair
yang di tentukan pada metode pemeliharaan yang telah dibuat.
Manual pemeliharaan
1. Monitoring plant : cara monitoring (PLC) monitoring plant dengan melakukan
pengamatan secara bertahap dan terjadwal dengan melakukan monitoring maka
dapat di susunlah metode monitoring dan maintenance yang digunakan
2. Tinjauan aspek fisik : yaitu melakukan pengamatan terhadap aspek fisik yang di
tentukan seperti pengamatan timbulnya korosi,tingkat deposit debu,dan adanya
genangan air pada lingkungan kerja tinjauan aspek fisik dapat dilakukan pada
skala yang berkala sesuai jadwal yang telah di tetapkan.
3. Tinjauan aspek non fisik : yaitu melakukan pengamatan terhadap aspek non fisik
seperti pengamatan suhu panas pada PLC,tegangan kerja,arus kerja,electrical
noise,dan keadaan antivirus.tinjauan aspek non fisik dapat di lakukan secara
bertahap sesuai dengan yang di jadwalkan pada jadwal yang telah di tetapkan.
Setah melakukan tinjauan aspek non fisik dan aspek fisik maka dapat di
susunlah metode monitoring dan metoda maintenance yang di gunakan.dengan
melihat acuan dari tinjauan aspek fisik dan aspek non fisik.kemudian dari hasil
monitoring dan maintenance yang telah dilakukan maka di buatlah laporan
pemeliharaan guna mengetahuai data-data atau history tentang keadaan alat yang
kita terapkan pemeliharaanya.dari hasil laporan tersebut dapat kita simpulkan
bagamana tindakan lanjutan seperti reapir dan lain-lain.

54
Pembelajaran 4: Pemliharaan PLC Mitsubishi

55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
Pembelajaran 5: Introduction to Alarm System Management
Maintaining a safe and stable plant is the objective of everyone involved in the
manufacturing process. As Peter Drucker once said, “A well-managed plant is silent
and boring,” but it actually takes a lot of work and effort to ensure this is the
case.
Alarm management in the plant is not just another project that gets executed,
but it is a philosophy, a way of life just like safety. We don’t ever enter the process
area without wearing PPE, so why work in an environment where there is no
strategy for alarm handling? The alarm management system is one of the most
important aspects of the plant and, like everything else, it must be maintained to
meet the ever-changing needs of the plant.
In the early days of control systems, before the Distributed Control System
(DCS) became commonplace, configuration of alarms used to be done through
mechanical means with annunciators, light boxes, etc. Now with the advent of the
DCS the cost of making extra alarms available has significantly reduced as it
can be mostly done by software. However, the operator still becomes overwhelmed
with unnecessary alarms if the control system design is not approached correctly.
To fully understand the purpose of the alarm management system, we
must look at the basic meaning of what an alarm actually is.
• Anything that requires an operator to take an action to maintain safety
and integrity of the process
• An alarm is designed to prevent or mitigate process upsets and disturbances
Most alarm problems exist because the above criteria are not met.
Understanding this definition is key to implementing a successful alarm
management system. Alarm rationalization is a process of optimizing the alarm
system for safe operation by reducing the number of alarms, reviewing their priority,
and validating their alarm limits. By undertaking such steps, we help reduce the
workload of the operators and promote a safer working environment withi the plant,
and when a plant upset does occur, more visibility is available on the alarms that
really matter.
As highlighted previously, alarm management is not just a project that
has a start and end date: it’s a continuous cycle. Once the alarm system has
been reviewed and improvements have been identifier we must check
that controls are in place to ensure the alarm system remains functional. The
key is to ensure that the system is continuously monitored and any changes
are fully documented. It is essential that any initiatives regarding alarm

75
management have management support available, otherwise little
improvement will be made in reducing the alarm counts and improving overall
safety and improvement in the process.

Gambar 25 .Alarm Warning

There are seven key steps for alarm management. Rationalization is one of those
critical steps.

1. Alarm Philosophy Creation


The alarm philosophy document is critical and, without it, there can be no way to way
of implementing a successful alarm management system. This document forms the
basis of the overall design guidelines and will record all the expected KPIs that will be
used to measure the success of the alarm management system. The alarm philosophy
should also cover the design of the interface to the operator so the graphics are clear
and upsets are easy to spot etc.

2. Alarm Performance Benchmarking


To measure the success of any alarm management system, we must know how big
the alarm problem is that is currently being experienced. How many alarms are being
generated per day, how many alarms does the operator handle on an hourly basis,
what are the deficiencies we currently have in the control system? These are all
valid questions and benchmarking is the starting point. Perhaps even performing
a HAZOP-like study at this stage would be advantageous.

3. Bad Actors Resolution


Most alarms in the control system come from relatively few sources and checking
these and fixing them will make a big difference to the overall alarm count.
Reviewing the Top-10 list keeps it under control. Yokogawa’s Exaquantum/ARA

76
software can provide this list on a daily basis by email or, by using Yokogawa’s
Exaplog alarm/event analysis tool, we can manually extract the bad actors.
4. Documentation/Rationalization
The most important step of the alarm rationalization process is to ensure that each
change is documented and the alarm changes comply with the alarm philosophy.
Alarms can be eliminated completely by re-engineering in the DCS or adopting
suppression techniques

5 Audit/Enforcement
Once the rationalization is done, the hard work is not over! Without proper change
management controls in place the alarm system will slip back into its old ways.
Consider adopting a Management of Change (MOC) approach to the alarm system to
ensure all changes are tacked. Exaquantum/AMD can also help by identifying
changes to the alarm settings and, if required, the optimal settings can be
enforced automatically.

6. Real Time Alarm Management


For day-to-day operations, we should adopt alarm management techniques that
will support rather than hinder the operator by providing Alarm Shelving, state
based alarming or other alarm suppression technologies.

7. Control & Maintain Performance


Continued compliance to the alarm philosophy is crucial by continuously monitoring
S

the alarm KPIs and making any required changes through a MOC type
procedure. Nominate an “alarm champion” that will oversee and manage day-to-day
issues. Remember that alarm management is not a one step process.

Gambar 26. Alarm Philosophy Creation


77
Alarm Rationalization: Finding the Bad Actors
A general approach of alarm management and the steps required to
implement a successful alarm management strategy was addressed in Part 1.
Now, we explore the concept of alarm rationalization. As discussed earlier,the best
starting point is to look at how big of an alarm problem we actually have. We can also
use this as a baseline to track progress for the future. The first item to address is
our “bad actors.” That is, the alarms that are causing the most issues within the
process. Eliminating the top ten of these alarms will make a big improvement in the
overall alarm count in a short period of time. The bad actors can be obtained easily by
using Yokogawa’s alarm/event analysis software tool, Exaplog, or its alarm
reporting and analysis software, ExaquantumARA. These tools should be run and
the results reviewed on a regular basis. In Exaplog, a report can be manually run when
needed, and in ARA, a report can be generated automatically and sent via email. The
bad actor list in the table on the left is an example of a plant before alarm rationalization
was started.

Table 7. Tag Alarm

The alarm counts for the first three tags in this list were exceptionally high
and were all found to be caused by an input open (IOP) error, which in most cases is
related to a communication issue in the field, a hardware issue with the
transmitter itself, or possibly an incorrect alarm threshold setting.
In this case, all of the concerned transmitters were connected to a faulty
fieldbus segment. Replacing a fieldbus component cleared the problem
and suddenly there were no more alarms. This immediately made a big impact on

78
the alarm count. The following table can be used as a general reference for help in
troubleshooting different alarm types in a Yokogawa CENTUM system.
Tabel 8. Alarm.Posible Cause

It is always best to remember that just because the alarm count is high for a particular
tag, there may be a logical explanation for it, and the tag should not just be suppressed
because it’s a nuisance to the operators. This first stage of alarm rationalization is
called Fundamental Nuisance Alarm Reduction” (FNAR).
Running a report for the bad actors and displaying the condition is recommended
as it can be filtered for the different conditions, plant areas and even down to
an individual unit.

79
Gambar 27. Alarm by Condition Monthly

After looking at the bad actors we can also look at the “chattering alarms.” The
EEMUA#191 alarm standard specifies that a chattering alarm is a tag that goes
into alarm and normal again more than five times in a 60-second period. In most
cases, these chattering alarms could be caused by incorrect alarm limits. As part of the
rationalization, the chattering alarms should be looked at closely and the limits reviewed
accordingly.
Familiarization with the EEMUA#191 guideline and the ISA18.2 standard are important
to understanding alarm rationalization and alarm management and the key
performance indicators. The EEMUA#191 guideline is a detailed specification of
alarm management and goes down to the detail of providing guidance of how

80
DCS mimic displays should look and what type of furniture to use in the control room
to make the operators more comfortable during their shifts. All Yokogawa alarm
management based products were initially based on the EEMUA#191 guideline and
are being applied to the ISA18.2 standard. In the ideal world, EEMUA#191
recommends no more than one alarm per operator every 10 minutes. That would be
quite an achievement and is a rare occurrence. A big difference can be made
with the bad actors list; to identify them, and eliminate them. Making the review of the
bad actors list part of the daily activities is a work process well worth the effort.

Gambar 28. Warning Alarm and Helmets

81
III. EVALUASI

A. Soal Evaluasi
1. Jelaskan mengapa peralatan input dan output eksternal tidak dapat dihubungkan
secara langsung ke internal bus data pada PLC.
2. Apa keuntungan memory RAM yang di backup batere dalam sistem PLC.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan transducer dan actuator.
4. Di bagian panel depan CPU SLC 500 terdapat sakelar kunci yang dapat dipakai
untuk memilih 3 macam mode, sebutkan mode tersebut dan beri penjelaskan
secara singkat untuk setiap mode tersebut.
5. Gambarkan secara sederhana hubungan hardware dan jelaskan secara singkat
bagaimana PLC SLC 500 dapat berkomunikasi dengan Personal Computer.
6. Gambar sebuah diagram ladder yang akan menyebabkan output A akan terkunci
pada saat tombol tekan PB1 tertutup dan melepas jika tombol tekan yang lainya
PB2 atau PB3 tertutup. Pengawatan peralatan (CPM1A - 20 I/O) mengikuti petunjuk
sebagi berikut :
PB1 modul input, channel 000, terminal nomor 00
PB2 modul input, channel 000, terminal nomor 06
A modul output, channel 010, terminal nomor 07
7. Jelaskan secara singkat bagaimana cara memasukan program kontrol ke PLC.
8. Apa yang terjadi pada instruksi XIO apabila pada file address data-nya adalah
“true”.

82
B. Kunci Jawaban (Soal Test)
1. Unit I/O merupakan antar muka (interface) antara mikroelektronika dari PLC
dengan peralatan dari luar PLC. Dengan menggunakan interface ini sinyal
output PLC dikondisikan dan disesuaikan dengan peralatan dari luar PLC.
Sebab kadang-kadang PLC dihubungkan secara langsung dengan actuator
atau transducer yang terdapat di sistem kontrol.
2. Bila tegangan suplai ke PLC terputus, program yang terdapat di memori
PLC tidak akan hilang.
3. Transducer ini adalah suatu alat yang dapat merubah kuantitas fisik menjadi
sinyal listrik. Beberapa contoh dari tranducer diantaranya dapat berupa :
tombol tekan, sakelar batas, termostat, straingages, dsb. Sedangkan actuator
adalah alat yang digunakan untuk merubah besaran/kuantitas listrik kedalam
kuantitas fisik, contohnya : motor, solenoid, lampu, katup, dsb.
4. Prosesor SLC 5/03 mempunyai sakelar kunci yang terdapat pada bagian panel
depan yang memungkinkan kita untuk dapat memilih salah satu dari tiga pilihan
(mode), yaitu : Run, Program, dan Remote.
 Posisi RUN
Pada posisi ini prosesor mengeksekusi program ladder, memonitor
peralatan Input, memberkejakan peralatan output, dan dapat pula
melakukan forced pada I/O.
Disini kita dapat merubah mode prosesor dengan cara mengubah posisi
sakelar kunci ke posisi RUN. Pada mode ini kita tidak dapat melakukan edit
terhadap program.
 Posisi PROG
Pada posisi ini prosesor tidak mengeksekusi program ladder, dan output
PLC tidak kerja. Pada posisi ini kita dapat meng-edit program.
Untuk mengubah mode prosesor ke posisi PROG, yaitu dengan cara
mengubah posisi dari REM atau RUN ke posisi PROG. Apabila posisi
sakelar kunci pada posisi PROG, kita tidak dapat mengubah mode dari
prosesor melalui alat pemrogram.
 Posisi REM
Pada posisi REM ini kita dapat mengubah posisi mode prosesor dari atau
melalui alat pemrogram dan dapat pula melakukan edit program ladder
sementara antar PLC dengan peralatan pemrogram dalam kondisi

83
online.Untuk mengubah mode prosesor ke posisi REM, yaitu dengan cara
mengubah posisi sakelar kunci dari posisi RUN atau PROG ke posisi REM.
5.

01000
6. 00004

00000 00006
PB3 A

PB1 PB2

01000

7. Sebelum melakukan down-loading haruslah yakin bahwa dalam melakukan


konfigurasi adalah benar sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka langkah
berikutnya adalah melakukan Online. Yang dimaksud dengan online disini
adalah membuka komunikasi antar komputer dangan PLC. Setelah antara
komputer dengan PLC komunaksinya terhubung baru kita dapat melakukan
restoring (downloading), yaitu memindahkan file prosesor yang terdapat di
komputer (disk) ke memori PLC, dengan cara memilih terlebih dahulu file mana
yang akan di download.
8. Kontak akan membuka.

84
IV. PENUTUP

Modul ini menggunakan sistem pelatihan berdasarkan pendekatan


kompetensi, yakni salah satu cara untuk menyampaikan atau mengajarkan
pengetahuan ketrampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan.
Penekan utamanya adalah tentang apa yang dapat dilakukan seseorang setelah
mengikuti pelatihan.
Salah satu karakteristik yang paling penting dari pelatihan berdasarkan
kompetensi adalah penguasaan individu secara aktual di tempat kerja.
Dalam Sistem Pelatihan Berbasis Kompetensi, fokusnya tertuju kepada
pencapaian kompetensi dan bukan pada pencapaian atau pemenuhan waktu
tertentu. Dengan demikian maka dimungkinkan setiap peserta pelatihan
memerlukan atau menghabiskan waktu yang berbeda-beda dalam mencapai
suatu kompetensi tertentu.
Jika peserta belum mencapai kompetensi pada usaha atau kesempatan
pertama, maka pelatih atau pembimbing akan mengatur rencana pelatihan dengan
peserta. Rencana ini memberikan kesempatan kembali kepada peserta untuk
meningkatkan level kompetensinya sesuai dengan level yang diperlukan. Jumlah
usaha atau kesempatan yang disarankan adalah tiga kali.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta dalam mengikuti modul ini,
setiap peserta dievaluasi baik terhadap aspek pengetahuan maupun keterampilan.
Aspek pengetahuan dilakukan melalui latihan-latihan dan tes tertulis, sedang
aspek keterampilan dilakukan melalui tugas praktek.
Setelah anda dinyatakan lulus dalam modul ini maka anda diperkenankan
untuk melanjutkan ke modul berikutnya.

85
DAFTAR PUSTAKA

LA, Bryan & EA. Bryan, Programmable Controllers, Industrial Text Company, 2010

Hugh Jack, Automating Manufacturing System with PLC, "GNU Free Documentation
License", 2007

Sistem Perawatan PLC for Food Industry by Mitsubishi Coorp, 2014

BSE Kemendikbud, Sistem PLC, 2010

Thomas L Loyd, Electronic Device, 9th Ed, 2012

Mitchel E Schult, Grobb’s Basic Electronic, 11th Ed,Mc Graw Hill, 2007

Chris Bamber, Alarm Management The Strategy And Process Of Striving For A Well-
Managed Operation, Yokogawa Coorp, 2013

86
LEMBAR PENILAIAN

Modul : PLC Dasar


Nama Peserta pelatihan :
Nama Penilai :
Kompetensi yang dicapai : kompeten

kompetensi yang dicapai

Umpan balik untuk peserta :

Tanda tangan

Peserta sudah diberikan tentang hasil penilaian dan Tanda tangan penilai
alasan-alasan mengambil keputusan

Tanggal :

Saya sudah diberikan tentang hasil penilaian dan Tanda tangan Peserta
alasan-alasan mengambil keputusan tersebut pelatihan

Tanggal :

87
Glosarium

Actuator : suatu alat yang dapat merubah besaran/kuantitas listrik menjadi kuantitas fisik
seperti contohnya : motor, solenoid, lampu, katup, dsb.

Assembler : Software program komputer yang mengubah bahasa pemrograman


assembly kedalam bahasa mesin (machine code)

Bit : adalah sinkatan dari binary digit. Sebagai contoh bilangan biner 01001 mempunyai 5
digit biner dan dapat dikatakan pula dengan istilah 5 bits.

CPU : bagian sub-sistem yang bertugas mengontrol dan mensupervisi semua operasi
PLC. Sebuah komunikasi internal atau “Bus System” membawa informasi
dari dan ke CPU, I/O, dan memori.

High Level Language : adalah bahasa pemrograman yang mudah dipahami dan
digunakan oleh pemakai. Adapun bentuknya berupa kata-kata atau grup
kata-kata dan atau berupa gambar diagram, yang pada umumnya ditulis
dalam bahasa inggris dan selanjutnya perintah (kata-kata atau gambar
diagram) ini diubah kedalam bahasa mesin, yang menjadikan perintah ini
dapat dieksekusi oleh CPU.

Modul input analog : mengubah sinyal analog ke dalam bentuk sinyal digital, dengan
cara mengisolasi sinyal input analog yang dari luar prosesor dan
mengubahnya kedalam bentuk sinyal digital dengan level yang sesuai,
sehingga perubahan sinyal kompatibel dengan bus data PLC.

Modul output analog : mengubah sinyal digital yang berasal dari prosesor ke dalam
bentuk sinyal analog yang terisolasi, yang dapat dipakai untuk
menggerakan (men-drive) peralatan output.

Modul Input Discrete : mengijinkan pemakai membuat sinyal dua pernyataan ke PLC
untuk digunakan dalam program kontrol.

Modul Ouput Discrete : mengijinkan prosesor PLC untuk dapat mengontrol peralatan
output dengan mengubah level sinyal digital ke level yang dikehendaki oleh
peralatan yang akan dikontrol.

Pemrograman Offline : menulis dan menyimpan program di dalam komputer tanpa


komputer (programming terminal) dihubungkan ke PLC.

Pemrograman Online : membuat program atau memasukan logika ladder dalam alat
pemrogram (programming terminal) terhubung dengan PLC.

Sistem Kontrol : adalah sebuah sistem yang mempunyai kemampuan untuk melukukan
strart, mengatur dan memberhentikan suatu proses untuk mendapatkan
output sesuai dengan yang diinginkan disebut.

Transducer : ini adalah suatu alat yang dapat merubah kuantitas fisik menjadi sinyal
listrik. Beberapa contoh dari tranducer diantaranya dapat berupa : tombol
tekan, sakelar batas, termostat, straingages, dsb. Transducer ini
mengirimkan informasi mengenai kuantitas yang diukur.

88
MODUL
ELECTRIC STARTER DISCHARGE
ii
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................... iii


Peta Kedudukan Modul ............................................................................................. v
Glossary .................................................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Deskripsi ........................................................................................................ 1
B. Uraian Materi ................................................................................................ 1
C. Prasyarat ....................................................................................................... 9
D. Petunjuk Penggunaan Modul .......................................................................... 10
E. Tujuan Akhir .................................................................................................. 11
F. Cek Kemampuan .......................................................................................... 11

II. KEGIATAN PEMBELAJARAN ........................................................................... 12


A. Kegiatan Pembelajaran 1 ............................................................................... 12
1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 1 ............................................................... 12
2. Uraian Materi 1 .......................................................................................... 12
3. Rangkuman 1 ............................................................................................. 21
4. Tugas 1 ..................................................................................................... 21
5. Tes Formatif 1 ............................................................................................ 22
6. Lembar Kerja 1 .......................................................................................... 23
B. Kegiatan Pembelajaran 2 ............................................................................... 30
1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 2 ............................................................... 30
2. Uraian Materi 2 ........................................................................................... 30
3. Rangkuman 2 ............................................................................................. 35
4. Tugas 2 ..................................................................................................... 35
5. Tes Formatif 2 ............................................................................................ 35
6. Lembar Kerja 2 .......................................................................................... 36
C. Kegiatan Pembelajaran 3 ............................................................................... 40
1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 3 ............................................................... 40
2. Uraian Materi 3 .......................................................................................... 40
3. Rangkuman 3 ............................................................................................. 45
4. Tugas 3 ..................................................................................................... 45
5. Tes Formatif 3 ............................................................................................ 45
6. Lembar Kerja 1 .......................................................................................... 46

iii
III. EVALUASI ........................................................................................................ 49
Soal Tes Sumatif ................................................................................................ 49

IV. PENUTUP ......................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 52

iv
PETA KEDUDUKAN MODUL

TS - 001
TU - 005
TS - 002 TU - 008
TU - 006
TS - 003 TU - 009
TU - 007
TS - 004

v
GLOSSARY

ISTILAH KETERANGAN
Grounding Pentanahan
Elektroda / Pembumian Peralatan yang berfungsi untuk menyalurkan saluran tenaga
listrik yang berlebih dibuang ke tanah
High Voltage Merujuk pada tegangan listrik AC lebih dari 30.000 Volt
Inspect Memeriksa atau mengecek/menguji suatu sistem, rangkaian,
komponen atau bagian tertentu secara visual atau secara
fisik lainnya untuk mengetahui kerusakan atau
penyimpangan dengan standar
Electro Static Discharge Pengosongan elektrostatik, Transfer elektrostatik muatan
antara objek pada potensi yang berbeda yang dapat
merusak resistor melalui statis kerusakan.
Resistivity Resistivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk
mengantarkan arus listrik yang bergantung terhadap
besarnya medan istrik dan kerapatan arus.

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi
Modul ini berjudul Electro Static Discharge, yang merupakan salah satu bagian
dalam materi Teknik Elektro Industri. Karena perlindungan diri dan lingkungan terhadap
fenomena Electro Static Discharge (ESD) dalam industri manufaktur alat dan bahan
elektronika sangat bervariasi dan sangat komplek maka dalam modul ini akan dibahas
prosedur dan standardisasi perlindungan diri dan lingkungan terhadap fenomena ESD.
Materi yang dibahas dalam modul ini meliputi standardisasi peralatan pelindung diri
terhadap paparan ESD, metode pembumian, ionisasi dan pengetahuan area kerja
terproteksi ESD. Dari masing-masing materi akan diuraikan teori dasar, jenis alat dan
prinsip kerjanya, dan penerapannya dalam industri. Setelah menguasai modul ini peserta
diklat diharapkan mampu mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk setiap prosedur
pengamanan dan perlindungan diri dan tempat kerja dari pengaruh ESD. Kemampuan
tersebut akan sangat membantu peserta diklat untuk memasuki dunia kerja, khususnya
pada sektor manufaktur bahan dan barang elektronika.

B. Uraian Materi
1. PenyebabTimbulnya Gejala Electro Static Discharge (ESD)
Dalam bidang industri elektronika, Electro Static Discharge (ESD) atau sering
pula disebut sebagai gejala listrik statis merupakan kejadian yang telah umum diketahui.
Electrostatic discharge sendiri merupakan sinyal denyut yang bertegangan dengan tingkat
level yang cukup besar yang berlangsung dengan cepat dan mengenai kaki luar dari IC.
Bagi banyak orang, Electrostatic Discharge (ESD) hanya dialami sebagai kejutan listrik
ringan. Namun listrik statis menjadi masalah dalam perakitan atau assembly peralatan
elektronika sejak lama.
Dimulai pada tahun 1930-an, pada saat itu ledakan pada gudang penyimpanan
peluru dilaporkan terjadi hampir setiap minggu di bagian tengah Amerika. Dengan
kejadian ini dan bertambahnya ledakan di ruang operasi di rumah sakit dan laboratorium
kimia dan farmasi. Sangat alami untuk menganggap bahwa pelepasan elektrostatik
(electrostatic discharge) adalah pemantik atau sumber penyala dari ledakan-ledakan
seperti itu. ESD lebih dari hanya sekedar ledakan. Pada tahun 1930-an, listrik statik juga
menimbulkan permasalahan pada industri percetakan begitu juga industri tekstil,

1
misalnya kertas yang menempel satu sama lain, juga serat yang menggumpal dan susah
dikontrol selama pemintalan dan penenunan. Dengan pengembangan semua jenis
material polimer di tahun 1940 dan 1950-an seperti nilon, orlon dan teflon – listrik statik
masuk menjadi bagian dalam rumah tangga. Orang mengenali listrik statik sebagai
sumber/penyebab kenapa kain baju lengket ke tubuh atau penyebab kenapa layar TV dan
monitor kotor.
Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa perangkat elektronik saat ini memiliki
kinerja yang lebih cepat dan rangkaian yang semakin kecil, sehingga kepekaan terhadap
ESD menjadi meningkat. Umumnya level tegangan antara 100-500 V dapat merusak
komponen elektronik. Untuk komponen elektronik yang sangat sensitif , hanya dapat
bertahan pada level tegangan antara 25-170 V. Pada peralatan elektronik , ketika kita
mendengar bunyi " klik " saat menyentuhnya bisa jadi ketika itu telah terjadi fenomena
ESD. Dan ketika fenomena ESD tersebut terjadi, kemungkinan listrik statis yang timbul
dapat mencapai level tegangan setidaknya 3,5 kV . Percikan api kecil ketika memegang
atau menyentuh peralatan elektronik juga merupakan fenomena ESD dengan level
tegangan listrik statis setidaknya 10 kV .
Electro static discharge sering pula disamakan dengan istilah Electrical Over
Stress (EOS), namun kedua istilah ini sebenarnya mempunyai perbedaan yang
mendasar. Pada kejadian electrical over stress mengakibatkan pembakaran area
komponen di sekitar bond wire (sekitar kawat penyambung dice dengan kaki luar IC) dan
Die Metallization (sekitar dice IC), sedangkan pada fenomena EDS, dapat mengakibatkan
kerusakan sambungan/kontak (contact damage), dan putusnya sambungan antar
gerbang yg membentuk IC (Gate Oxide Breaches). Kegagalan (failure) yang terjadi akibat
ESD dan EOS juga berbeda, di mana ESD berlangsung dalam hitungan (rise time) mili
detik sedangkan EOS berlangsung lebih lambat dan durasinya lebih lama.
ESD terjadi jika dua objek dengan beda potensial tegangan bertemu sehingga
terjadi pemindahan muatan dari satu objek ke objek yang lain sampai terjadi besar
potensial yang sama. Waktu yang dibutuhkan untuk itu bervariasi tergantung dari
karakteristik, misalnya besar kapasitansi dan resistansi diantara keduanya, pemindahan
muatan (Charge Transfer) ini lah yang disebut peristiwa ESD. Loncatan atau perpindahan
muatan listrik yang terjadi secara cepat ini menyebabkan arus listrik yang dihasilkan
sangat tinggi, akibatnya energi panas yang dihasilkannya pun tinggi juga – yang bisa
membakar atau melelehkan objek yang dikenainya. Sebaliknya jika perpindahan muatan
terjadi secara lambat – misalnya karena ada resistansi (hambatan listrik) permukaan
objek – maka arus listrik dan energi yang lebih rendah, sehingga mungkin cukup ‘aman’

2
dan tidak merusak objek yang terkena. Ini salah satu teknik atau metoda yang digunakan
orang untuk mengurangi bahaya ESD di industri elektronik.

Gambar 1. Kerusakan akibat fenomena ESD

Jika muatan yang ditransfer cukup besar, maka bunga api akan terlihat secara
visual (dengan mata). Tetapi untuk muatan yang sedikit hanya beberapa nano Coulomb
saja, seringkali bunga api tidak terlihat – tapi bisa dideteksi dengan detektor
elektromagnetik karena setiap terjadi bunga api akan memancarkan gelombang elektro
magnetik.
Umumnya level tegangan antara 100-500 V dapat merusak komponen elektronik.
Untuk komponen elektronik yang sangat sensitif , hanya dapat bertahan pada level
tegangan antara 25-170 V. Dan ketika fenomena ESD tersebut terjadi, kemungkinan
listrik statis yang timbul dapat mencapai level tegangan setidaknya 3,5 kV . Percikan api
kecil ketika memegang atau menyentuh peralatan elektronik juga merupakan fenomena
ESD dengan level tegangan listrik statis setidaknya 10 kV .
Berikut beberapa nilai level tegangan statis yang timbul saat fenomena ESD terjadi :
a. Berjalan di atas karpet : 10 - 20 kV
b. Berjalan di lantai plastik ( PVC ) : 2 - 5 kV
c. Berjalan di lantai anti - statis : 0-2 kV
d. Mengangkat kertas dari meja : 5 - 35 kV
e. Bangkit dari kursi : 10 -25 kV
Sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya fenomena ESD pada
peralatan elektronik. Hindarilah segala sesuatu yang dapat menimbulkan fenomena ESD
ketika kita memperbaiki atau melaukan pemeliharran pada peralatan elektronik. Untuk
meminimalisasi terjadinya fenomena ESD ketika bekerja dengan peralatan elektronik ,
dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Selalu menggunakan gelang tangan yang terhubung ke ground ketika bekerja
dengan komponen listrik

3
2. Selalu gunakan kotak / bungkus yang sesuai (ESD Protected bags) ketika
menyimpan peralatan elektronic.
3. Menghubungkan semua mesin dan peralatan ke ground.
4. Menjaga level kelembaban udara disekeliling peralatan

Gambar 2. Perlindungan diri dari ESD

2. Mengidentifikasi Gejala Electro Static Discharge (ESD)


ESD terjadi jika dua objek dengan beda potensial tegangan bertemu sehingga
terjadi pemindahan muatan dari satu objek ke objek yang lain sampai terjadi besar
potensial yang sama. Waktu yang dibutuhkan untuk itu bervariasi tergantung dari
karakteristik, misalnya besar kapasitansi dan resistansi diantara keduanya, pemindahan
muatan (Charge Transfer) ini lah yang disebut peristiwa ESD.
Objek dapat termuati dalam berbagai macam cara, yg umum diketahui adalah
melalui Frictional Charges, juga dikenal dalam istilah Triboelectric Charges, yaitu
pemuatan elektron dari satu objek ke objek yang lain melalui kontak langsung, ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban. Sebagai contoh, ketika orang lewat
di atas karpet, pada waktu musim panas ketika kelembaban tinggi, pemuatan tidak akan
terjadi, namun dapat terjadi pada musim dingin ketika kelembaban rendah, dan hanya
dapat membuang muatan melaui peristiwa ESD ketika orang yg termuati tersebut
menyentuh bola lampu atau tombol pintu. Objek juga dapat termuati ketika dia berada
dalam medan magnet yang kuat, seperti komponen dalam pesawat TV berada dalam
medan magnet yang dibangkitkan oleh tabung gambar, ketika TV dimatikan akan ada
listrik statik di Layar dan Casing, suara gemeretakannya sampai terdengar, ini adalah
buang muatan dari pemuatan medan induksi pada komponen-komponen dalam TV.

4
Ada tiga model yang dikembangkan untuk memprediksi kejadian ESD, dua yang
pertama mengenai Tubuh yang bermuatan , yang membuang muatan melalui IC menuju
Ground, model terakhir berhubungan dengan IC yang termuati yang membuang muatan
langsung ke Ground.
1. Human Bodi Model (HBM)
Digunakan unutk meprediksi, kira-kira apa yang akan terjadi bila tubuh orang yang
bermuatan listrik membuang muatan melewati IC menuju Ground. Tubuh manusia
disini dimodelkan dengan sebuah kapasitor 100pF yg akan membuang muatan
melalui Resistor seri bernilai 1K5 Ohm. Ketika Kapasitor termuati sampai dengan
2000V, ia dapat menghantarkan arus puncak (peak current) yang dapat mencapai
1,33A pada device yang sedang di Test, dan arus ini terjadi selama sekitar 10nsec
setelah kejadian ESD berlangsung.

Gambar 3. Model rangkaian HBM – ESD

2. Machine Model (MM)


Agak mirip dengan HBM tapi disini tidak mensimulasikan tubuh manusia tapi mesin
dengan devais yang digroundkan. Karena kontak terjadi antara metal dengan metal
maka resistor seri dihilangkan. Dengan tidak adanya resistor seri akan terjadi lebih
banyak osilasi bentuk gelombang (ringing) Total durasinya hampir sama dengan
HBM. 400V yang dikenakan ke model MM akan menghasilkan arus puncak 7A pada
devais.

5
Gambar 4. Model rangkaian MM – ESD – 1

3. Charged Device Model (CDM)


Model ini sangat berbeda dengan HBM maupun MM, disini devais itu sendiri yang
dimuati dan kemudian membuang muatan ke Ground. Kejadian ini misalnya pada
waktu devais meluncur keluar dari plastik rel pengetesan, maka ia akan termuati
lewat triboelectric charging jika plastik rel tidak dilengkapi dengan pelindung anti-
static. IC hanya mempunyai sedikit kapasitansi dibanding Tubuh Manusia, biasanya
hanya beberapa PF, dan dengan sedikit charger/muatan sudah akan menghasilkan
potensial yang besar sampai dengan beberapa ratus Volt (V=Q/C), setiap muatan
akan dengan cepat dibuang karena kecilnya kapasitansi. Arus puncak sekiatr 7.5A
dengan 500V muatan pada devais dengan kapasitan sebesar 4pF.

6
Gambar 5. Model rangkaian MM – ESD – 2

3. Mengidentifikasi Gejala Electro Static Discharge (ESD)


Kerusakan diakibatkan oleh ESD dapat dibagi menjadi dua kelompok ,yaitu :
kerusakan langsung dan cacat laten . Kerusakan langsung cukup mudah untuk dideteksi
karena komponen tidak akan bekerja sama sekali dan tidak akan bisa melewati QC/QA
dipabrik sebelum dikirim kekonsumen. Sedangkan cacat laten bisa sangat sulit untuk
teridentifikasi karena komponen tersebut masih bekerja sesuai fungsinya sehingga lolos
dari QA/QC di pabrikan, namun penggunaannya dilapangan tidak handal dan umur
pakainya lebih pendek sehingga tentu saja kerugian ditanggung oleh pihak konsumen.
Contoh kerusakan yang ditimbulkan oleh ESD pada peralatan digital adalah :
a. Kondisi logika " Satu ( 1 ) " menjadi " Nol (0) " dan " Nol ( 0 )" menjadi " Satu ( 1 )"
tanpa sebab.
b. Tidak ada " Satu ( 1 ) " atau " Nol (0) " sama sekali ( rangkaian mati) .
Sedangkan contoh kerusakan yang ditimbulkan oleh ESD pada peralatan Analog adalah :
a. Akurasi pengukuran berkurang
b. Tingkat tegangan salah sehingga memerlukan penyesuaian (adjustment)
c. Kerusakan fungsi
Biasanya, devais yang sudah gagal dalam Test ketahanan ESD akan
mempunyai pin yang short atau leak. Karena tegangan ke devais disalurkan melalui
blok/jalur, maka blok yang terdekat dengan sumber tegangan akan rusak terlebih dulu.
Kadang-kadang Arus yang tinggi atau bahkan Kegagalan Fungsi dari IC terjadi pada
kasus ESD. Karena tegangan ke devais disalurkan melalui blok/jalur, maka blok yang
terdekat dengan sumber tegangan akan rusak terlebih dulu. Kadang-kadang Arus yang
tinggi atau bahkan Kegagalan Fungsi dari IC terjadi pada kasus ESD.
Ada empat mekanisme kegagalan pada kasus ESD, yaitu :
a. penurunan fungsi sambungan (junction degradation)
Sinyal berenergi tinggi yang terserap kaki IC berjalan melewati sambungan p-n yang
ada di blok dalam IC, yang menjadi keluaran drain dari tansistor chnanel-P dan N

7
yang ada di kaki itu, kejadian yg khas dari ESD adalah tegangan yang melewati blok
itu umpan balik dadal (reverse bias breakdown ) pada sambungan drain,
menghasilkan ionisasi yang menyebabkan arus yg sangat tinggi melewati dioda. Arus
dan panas yang ditimbulkan biasanya terlokalisasi karena ketidak seragaman dari
pemrosesan sambungan atau tataletak, misalnya kontak terlalu dekat dengan sumber
energi, meningkatnya suhu akan meningkatkan konsentrasi intrinsic carrier, membuat
resistansi menjadi rendah disepanjang jalur blok tersebut, semakin banyak arus yang
lewat akan menaikkan suhu, menurunkan konsentarsi intrinsic, menurunkan
resistansi, sehingga memperbanyak arus yang bisa lewat dan seterusnya (positive
feedback system)
b. Contact Damage
Juga disebut contact spiking, adalah hasil dari fenomena khusus, yaitu ketika arus
yangberlebihan menaikkan suhu aluminium melebihi titik lelehnya (melting point)
660oC. Aluminium yang bermuatan positif, mengalirkan ke dalam substrat dalam
pengaruh medan listrik. Akhirnya aluminium dopant mencapai difusi drain menuju
substrat, men-short kan dioda drain/substart, dan menghasilkan leakage (pad-Vss
Leakage).
c. Junction Damage
Dapat terjadi pada skenario berikut, Jika panas yang dihasilkan oleh arus berlebih ini
melewati titik leleh silicon (1400oC), Silikon akan meleleh dan mengalir,
mengacaukan karakteristik dopan pada sambungan P-N, ketika ESD sudah selesai,
maka silikon akan mengkristal lagi, tapi sekarang dopant tipe-P dan tipe-N
bercampur, sehingga menghasilkan isolasi yang buruk diantara kedua daerah (P dan
N) juga pada daerah anatara drain/substat, , tipe kerusakan ini hanya bisa ketahuan
ketika devais dibuka, sewaktu diadakan analisa. Mekanisme ini biasanya dibarengi
dengan mekanisme failure yang lebih terlihat seperti contact spiking.
d. Thermal oxide degradation and poly melt filaments
Adalah mekanisme Failure yang berhubungan dekat. Panas yang terlokalisasi
didaerah Source/drain akan menurunkan integritas dari Gerbang Oksida (Gate Oxide)
pada daerah sekitar breakdown (dadal).

4. Upaya Mencegah Terjadinya Electro Static Discharge (ESD)


Kerusakan yang disebabkan oleh ESD ditentuakn oleh kemampuan device
mendissipasi energy discharge atau withstand voltage. Hal ini dikenal dengan "ESD
sensitivity". Beberapa device mungkin cepat rusak saat discharge terjadi pada automated
assembly. Device lain mungkin karena handling human body. ESD sensitivity dari

8
komponen elektronik adalah tahap pertama untuk menentukan derajat ESD proteksi yang
diperlukan. Banyak komponen electronic yang mudah rusak pada tegangan yang relative
rendah ( disk drive component dibawah 10V ).Banyak juga yang bisa tahan dibawah 100
volts. Table berikut menunjukkan ESD sensitivity dari berbagai komponen.

Tabel 1. Sensitivitas beberapa komponen terhadap ESD


Tipe Divais Potensi ESD (Volt)
VMOS 30 - 1,200
Mosfet, GaAsfet, EPROM 100 - 300
JFET 150 - 7,000
OP-AMP 190 - 2,500
Schottky Diodes 300 - 2,500
Film Resistors 300 - 3,000
Schottky TTL 1,000 - 2,500

Pada dasarnya upaya mencegah muatan ESD dapat dilakukan dua cara, yaitu
grounding dan ionisasi dengan ionizer. Grounding dilakukan jika elektron dapat bergerak
atau mengalir dalam bahan bersangkutan, yaitu dengan menghubungkan bahan tersebut
ke tanah/bumi atau bagian ground dari kabel listrik karena tanah/bumi adalah reservoar
muatan (sumber muatan yang tak-terhingga). Sebaliknya, untuk bahan yang tak dapat
mengalirkan muatan, maka tidak ada jalan lain untuk menetralkan muatan kecuali
memberikan muatan yang berlawanan dari udara. Sebetulnya udara mengandung
sejumlah molekual uap air yang dapat menetralkan permukaan suatu benda, tapi
netralisasi secara alami ini akan berlangsung sangat lama. Untuk mempercepat proses
netralisasi, maka digunakan alat/peralatan yang disebut Ionizer. Ionizer dirancang untuk
menghasilkan sejumlah besar ion positif maupun negatif dan ion-ion tersebut diarahkan
ke permukaan benda yang akan dinetralisasi. Selain itu, netralisasi juga dapat dilakukan
dengan membasahi permukaan bahan bersangkutan dengan air biasa (bukan DI water)
atau larutan yang mengandung air seperti IsoPropyl Alcohol (IPA).

C. Prasyarat
Modul ini akan lebih mudah diselesaikan oleh peserta diklat yang sudah
menguasai konsep fisika terutama listrik dan magnet, serta pengetahuan alat ukur dasar
listrik.

9
D. Petunjuk Penggunaan Modul
1. Penjelasan Bagi Peserta Diklat
Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal dalam menggunakan modul ini,
langkah-langkah yang perlu dilaksanakan antara lain :
a. Bacalah dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada masing-
masing kegiatan belajar. Materi yang kurang jelas dapat ditanyakan pada guru
maupun instruktor yang mengampu kegiatan ini.
b. Kerjakanlah tugas-tugas yang diberikan pada setiap kegiatan belajar. Hal ini
akan menambah kedalaman peserta diklat pada penguasaan materi-materi
yang dibahas pada kegiatan belajar yang bersangkutan.
c. Kerjakan tes formatif dengan baik. Tes ini menunjukkan tingkat penguasaan
peserta diklat pada materi-materi yang dibahas dalam kegiatan belajar yang
bersangkutan.
d. Jangan berpindah pada kegiatan belajar berikutnya, jika penguasaan materi
pada kegiatan belajar sebelumnya masih belum dikuasai. Ulangi kegiatan
belajar ini dan bertanyalah hal-hal yang belum dikuasai kepada guru atau
instruktor yang mengampu.
e. Kerjakanlah tugas praktik yang terdapat dalam lembar kerja dengan baik.
Keberhasilan peserta diklat dalam mengerjakan tugas ini dapat dilihat dengan
kualitas pekerjaan yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Jika hasil
praktik belum memenuhi standar dimaksud, langi tugas praktik yang
bersangkutan sampai didapatkan hasil praktik yang memenuhi.

2. Petunjuk Bagi Guru


Peran guru atau instruktor pada setiap kegiatan belajar modul adalah :

a. Membantu peserta diklat dalam merencanakan proses belajar.


b. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan
dalam tahap belajar.
c. Membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan praktik baru dan
menjawab pertanyaan peserta diklat mengenai proses belajar peserta diklat.
d. Membantu peserta diklat untuk menentukan dan mengakses sumber
tambahan lain yang diperlukan untuk belajar.
e. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok jika diperlukan.
f. Merencanakan seorang ahli/pendamping guru dari tempat kerja untuk
membantu jika diperlukan.

10
g. Merencanakan proses penilaian dan dan menyiapkan perangkatnya.
h. Melaksanakan penilaian.
i. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dari suatu kompetensi yang perlu untuk dibenahi dan
merundingkan rencana pemelajaran selanjutnya.
j. Mencatat pencapaian kemajuan peserta diklat.

E. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari secara keseluruhan materi kegiatan belajar dalam modul ini,
peserta diklat diharapkan dapat :
1. Menggunakan alat pelindung diri alat kelengkapan perlindungan diri dan
lingkungan kerja terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD)
2. Membuat dan memperhitungkan tahanan pentanahan untuk perlindungan
bahaya Electro Static Dischard (ESD)
3. Menggunakan alat ukur deteksi gaya elektrostatik
4. Megetahui prosedur dan standardisasi penanganan ESD pada lingkungan
kerja
5. Mengetahui cara pembebasan gaya ionisasi pada media dengan proses
ionisasi

F. Cek Kemampuan
1. Sebutkan cara penggunaan alat pelindung diri dari bahaya Electro Static
Dischard (ESD)
2. Sebutkan cara penentuan tahanan pentanahan untuk perlindungan bahaya
Electro Static Dischard (ESD)
3. Sebutkan dan jelaskan penggunaan alat ukur deteksi Electro Static Dischard
(ESD)
4. Sebutkan standardisasi yang berlaku pada penanganan ESD di tempat kerja
5. Sebutkan cara pembebasan gaya ionisasi pada media dengan proses ionisasi

11
BAB II
KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Kegiatan Pembelajaran 1

Menerapkan Alat Kelengkapan Perlindungan Diri dan Lingkungan Kerja Terhadap


Bahaya Electro Static Discharge (ESD)

1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 1


a. Peserta diklat dapat menjelaskan kelengkapan perlindungan diri dan lingkungan
kerja terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD)
b. Peserta dapat menerapkan dan menggunakan alat kelengkapan perlindungan
diri dan lingkungan kerja terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD)

2. Uraian Materi 1
Prosedur Standard Kontrol bahaya Electro Static Dischard (ESD)
Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan yang melalui
tahapan proses memiliki risiko bahaya dengan tingkatan risiko berbedabeda yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumbersumber bahaya akibat
dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang
sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar derajat kesehatan
tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal.
Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya.
Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya. Sumber-
sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Untuk mengendalikan sumbersumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya
tersebut harus ditemukan. Adapun untuk menemukan dan menentukan lokasi bahaya
potensial yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu
diadakan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaannya. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk
pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja

12
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang
maupun jasa. Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan
oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau seabagian tubuhnya dari kemungkinan
adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalan pengendalian ESD pada tempat
kerja yang meliputi :
1. Desain bentuk perlindungan pada produk agar terbebas dari pengaruh ESD
2. Menentukan tingkat kontrol yang dibutuhkan di lingkungan kerja
3. Mengidentifikasi dan menentukan area perlindungan dari efek ESD dan peralatan
serta komponen yang peka terhadap ESD
4. Mengurangi aspek-aspek penyebab yang dapat men-generate timbulnya fenomena
electro statik
5. Melindungi dan menetralisir daerah kerja dengan grounding dan ionization secara
baik
6. Melindungi produk hasil industri dari paparan ESD dengan menggunakan bahan
statik kontrol
Standar prosedur ANSI/ESD S20.20 adalah pedoman untuk membuat dan
menjalankan Program Kontrol ESD untuk menangani divais (device) elektronik atau
elektrikal yang mempunyai sensitivitas sama atau lebih besar dari 100 volts berdasarkan
tes HBM (Human Body Model). Standar S20.20 ini diharapkan menjadi semacam
prosedur ISO untuk ESD. Jadi, apa saja yang diterapkan mesti didokumentasikan dan
juga, apa saja yang didokumentasikan mesti diterapkan. Versi terakhir S20.20 dirilis pada
1-Mei-2007. Isinya lebih ringkas dibandingkan versi sebelumnya yang dibuat pada tahun
1999. Disebutkan juga bahwa dokumen S20.20 ditulis berdasarkan pengalaman
beberapa organisasi komersial maupun militer, termasuk Asosiasi ESD, Standar Militer
dan ANSI untuk sifat material dan metoda uji/pengetesannya. Prinsip dasar kontrol ESD
yang menjadi landasan dokumen ini dijelaskan sbb :
1. Semua konduktor, termasuk tubuh manusia, harus dihubungkan secara elektrikal ke
ground/tanah atau ground semu (misalnya bodi pesawat dan kapal) sehingga
menimbulkan keseimbangan potensial listrik (equipotential). Proteksi elektrostatik
dapat dilakukan diatas potensial 0 volt (0 volt berarti ground yang sebenarnya)
selama semua benda yang terhubung berada pada potensial listrik yang sama.
2. Insulator tidak dapat dinetralkan dengan grounding. Jika material insulator dibutuhkan
dalam proses produksi, maka sistem ionisasi diperlukan untuk netralisasi insulator
seperti ini (contoh material PCB). Penilaian resiko atas pemakaian insulator dalam

13
proses produksi mesti dilakukan untuk memastikan tindakan tepat yang mesti diambil
untuk meminimalkan atau menghilangkan resiko kerusakan divais/produk karena
ESD.
3. Transportasi item ESDS diluar EPA mesti dilakukan dengan memasukkannya
kedalam tempat tertutup yang terbuat dari material protektif terhadap ESD, meskipun
jenis material yang digunakan bergantung pada keadaan. Didalam EPA, anti-statik
dan material statik-disipatif mungkin sudah cukup memberikan proteksi yang
diinginkan. Akan tetapi di luar EPA, disarankan untuk menggunakan material anti-
statik dan material shielding.
Persyaratan administratif meliputi tiga hal sebagai berikut :
a. Rencana program kontrol ESD
Ini merupakan dokumen induk/utama untuk membuat, menjalankan dan
memverifikasi pelaksaan program kontrol ESD, antara lain berisi cakupan atau
jangkauan program, pembagian tanggung jawab secara organisasi, prosedur kerja
setiap rencana, dokumen ini dibuat sejalan dengan sistem kualitas (quality
system/plan).
b. Pelatihan
Pelatihan tentang kesadaran dan pencegahan ESD harus diberikan pada semua
orang yang akan memegang atau kontak dengan item ESDS (ESDS = ESD
Susceptible, Item ESDS = benda/produk yang dikategorikan sebagai sensitif terhadap
ESD). Pelatihan disini berupa pelatihan awal dan pelatihan berkelanjutan. Jenis dan
frekuensi pelatihan harus didefinisikan dalam dokumen. Selain, dijelaskan juga cara
menyimpan dan menjaga catatan/hasil pelatihan (training record).
c. Verifikasi
Verifikasi kesesuaian antara dokumentasi dan aktual pelaksanaannya harus
dilakukan, ini meliputi daftar item atau hal yang perlu diverifikasi atau diaudit, metoda
verifikasi atau cara pengukuran, batasan spesifikasi dan frekuensi verifikasi,
termasuk metoda pengetesan dan instrumen yang digunakan. Catatan/hasil audit
atau verifikasi harus disimpan dan dijaga sebagai bukti kesesuaiannya dengan
persyaratan teknikal.
Pengetahuan tentang instrumen yang digunakan sangat penting karena menentukan
keabsahan hasil pengukuran : perlu diketahui apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak
bisa dilakukan oleh instrumen tersebut. Dalam hal ini kita mengenal ada tiga kategori
yaitu Indicator, Audit Grade, Laboratory Grade. Audit atau verifikasi dapat dilakukan
dengan instrumen dalam kategori Indicator atau Audit Grade dengan mengetahui
keterbatasan dari instrumen bersangkutan.

14
Dalam dunia industri elektronik terutama, untuk menghindari kesalahan-
kesalahan penanganan komponen atau perangkat elektronik diperlukan penanda atau
batas-batas area, ada area yang boleh ditangani tanpa menggunakan perangkat anti
static, ada juga area yang sangat sensitif dengan adanya listrik statis, untuk itu diperlukan
simbol-simbol atau lambang yang digunakan untuk penanda tersebut.

(a) (b) (c)

Gambar 6. Simbol K3 untuk ESD

ESD Symbol yang pertama seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. a. berarti
area atau perangkat yang menggunakan ESD Symbol tersebut harus menggunakan
perangkat anti static dalam menangani atau berada di area tersebut, seperti
menggunakan sarung tangan anti static, earthring, baju anti static, dan lain-lain. artinya
penangananya tidak boleh menggunakan tangan secara langsung karena listrik statis
dalam tubuh kita bisa menyebabkan kerusakan atau berkurangnya usia komponen
elektronik.
ESD Symbol yang kedua seperti seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. b.
memiliki makna bahwa area atau perangkat tersebut boleh ditangani tanpa harus
menggunakan perangkat anti static, dan simbol tersebut dapat digunakan pula sebagai
penanda perangkat pelindung dari electro static, seperti plastic anti static, sarung tangan
anti static, anti static curtain dan lain-lain.
ESD Symbol yang ketiga seperti seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. c.
adalah simbol untuk perangkat elektronik yang di kemas dalam box, artinya sebagai
peringatan diluar kemasan box agar penangananya menggunakan perangkat anti static.
sebelum membuka box kemasan barang jika ada lambang atau simbol diatas pastikan
anda menggunakan sarung tangan anti static atau earthting, karena simbol tersebut
menandakan perangkat yang ada di dalam box sangat sensitif terhadap listrik statis.

15
Electric Static Discharge Grounding
Ada dua macam jenis grounding yang digunakan di industri dan domestik,
khususnya pada industri manufaktur elektronika yaitu :
1. Electrical grounding
Resistansi grounding (tahanan tanah) timbul ketika komponen sistem, atau
tanah itu sendiri, menentang aliran listrik ke dalam bumi. Resistansi tanah diukur
dalam satuan "ohm". Semakin tinggi resistensi tanah (pembacaan ohm tinggi),
semakin sedikit kesempatan arus akibat sambaran petir didorong ke tanah.

Gambar 7. Pemasangan elektroda pentanahan

Persyaratan berikut berlaku untuk semua desain sistem pembumian (desain Y


dan desain pelat grounding), yaitu :
a. Semua batang grounding atau plate grounding harus terhubung secara
keseluruhan dengan kawat telanjang tembaga padat.
b. Kawat telanjang yang menghubungkan seluruh batang grounding dan plate
grounding sebaiknya harus selurus mungkin. Jika harus membuat berbelok atau
tikungan di kawat tersebut, sudut belokan tersebut diats sudut 90o.
c. Untuk meminimalkan nilai resistensi , kawat tembaga yang dihubungkan ke batang
grounding atau plat grounding sebaiknya dilakukan dengan pengelasan.
d. Pastikan semua sambungan kawat tembaga dengan batang grounding atau plat
grounding terpasang kokoh dan aman sebelum dikubur. Sehingga batang dan
pelat grounding tersebut tidak perlu inspeksi visual secara periodik dan dapat
sepenuhnya terkubur .
e. Perlu dilakukan pengukuran resistansi tanah diseluruh sistem grounding yang
terpasang setelah instalasi dan sekali setiap tahun.

16
f. Kabel grounding dari peralatan ke sistim grounding harus sependek mungkin dan
tidak memiliki tikungan.
g. Pemeriksaan sistem grounding yang menggunakan clamp koneksi pada peralatan
perlu dilakukan setahun sekali untuk memastikan keamanan kondisi dan bebas
dari korosi.
Biasanya perlatan atau instrumen yang memiliki body atau cashing berbahan
plastic tidak menggunakan steker dengan grounding, tetapi dalam dunia industri
grounding ini sangat penting sekali karena bisa menghindari kerusakan instrumen
atau komponen elektronik yang bersentuhan langsung dengan permukaan cashing
instrumen.

Gambar 8. Peralatan penunjang kerja electrical ground

2. ESD Grounding
Bagian yang terhubung dengan grounding ESD ini adalah semua peralatan
atau perangkat pendukung yang dalam pengoperasianya tidak menggunakan listrik,
biasanya peralatan ini tidak umum kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari tapi
sering dijumpai di dalam dunia industri. Contohnya, earthring atau gelang penetralisir
listrik statis dalam tubuh manusia, grounding cord yaitu alat pendukung yang
digunakan untuk menetralisir listrik statis yanga ada dimeja kerja, lantai antistatis
yaitu lantai yang didesain khusus untuk menetralisir adanya listrik statis yang muncul
dari lantai baik dari material ataupun dari adanya gesekan benda atau manusia
dengan lantai.

17
Gambar 7. Pemasangan elektroda pada sistem pentanahan

Kelengkapan Pelindung Diri Anti Static Discharge


Dalam penggunaan anti static mat yang berfungsi melindungi area tertentu agar
terbebas dari adanya listrik statis (electro static), sebagai contoh adalah meja kerja. Meja
kerja yang digunakan untuk menangani perangkat elektronik disarankan (bahkan
diwajibkan untuk perusahaan elektronik) menggunakan karpet anti static atau anti static
mat. Karpet ini memiliki dua lapisan utama, lapisan pertama (biasanya warna hitam)
lapisan bagian bawah karpet ini berfungsi menghantarkan listrik statis (electro static) ke
ground, meja kerja yang biasanya digunakan tidak bisa dipastikan bebas dari listrik statis
dengan menggunakan karpet ini diharapkan listrik statis / electro static akan hilang.

Gambar 9. Penggunaan anti static mat

18
Gambar 10. Anti static mat

Anti static map terdapat 2 (dua) lapisan yakni :


1. Lapisan atas ( warna : Hijau atau abu-abu ) atau disebut dissipative layer
 Memiliki Surface resistivity 107 sampai dengan 1010 Ohm / Square
 Pemasanganya harus diletakan dibagian atas
 Biasanya berwarna abu-abu, atau hijau (tergantung produsen)
 Bahan dengan surface resistivity diatas tidak akan menimbulkan listrik statis atau
electro static jika bergesekan dengan benda lain
2. Lapisan bawah ( warna : Hitam ) atau disebut conductive layer
 Memiliki Surface resistivity 103 sampai dengan 106 Ohm / Square
 Pemasangan harus diletakan pada bagian bawah
 Biasanya berwarna hitam
 Bahan dengan Surface resistivity diatas berfungsi menghantarkan listrik statis ke
ground melalui grounding cord (pembahasanya akan dibahas di artikel lain).
Dengan dua lapisan diatas maka permukaan kerja yang menggunakan karpet antistatis
atau anti static mat akan terhindar dari adanya listrik statis atau electro static, dengan
demikian semua komponen atau material yang berada diatasnya akan aman dari bahaya
listrik statis atau electro static.

19
(a)

(b) (c) (d)


a. Pemasangan Anti static wrist strap
b. Ilustrasi gelang Anti static wrist strap
c. Gelang Anti static wrist strap
d. Gelang Wireless Anti static wrist strap

Gambar 11. Anti static wrist strap

Anti static wrist strap (seperti yang ditunjukkan pada gambar 10.) merupakan
gelang yang digunakan untuk menetralisir (menghubungkan ke bumi) tubuh manusia agar
tidak berdampak buruk pada komponen yang dipegang. Terdapat 2 (dua) besar bagian
dari sebuah wrist strap, yaitu gelang dan kabel elastis, dibagian atas dalam gelang
tersebut ada plat halus yang akan menempel pada kulit tangan orang yang
menggunakanya, kemudian kabel elastis tersebut akan menghubungkanya ke kabel
grounding utama electro static melalui konektor penjepit. Dengan menggunakan Anti
static wrist strap atau esd wrist strap ini listrik statis atau electro static dalam
tubuh manusia akan senantiasa ternetralisir ke dalam bumi sehingga akan menghidarkan
material yang disentuh dari kerusakan. Dalam gelang anti static wrist strap terdapat
resistor sebesar 1 Mega Ohm, yang berfungsi sebagai penghambat listrik statis yang
akan dibuang ke tanah.
Baju Antistatik merupakan pakain / uniform dengan spesifikasi khusus untuk
area kerja Elektronik, Outomative, Farmasi, dan sebagainya. Pakai ini terdiri dari
pelindung kepala, badan sampai pada ujung kaki dengan model Hod, Jumpsuit, Coverall,
Lab Coat, Sepatu dan pelindung sepatu.

20
Gambar 12. Pakaian Anti static
3. Rangkuman 1
a. Standar keselamatan pada lingkungan kerja yang beresiko terhadap paparan
Electric Static Discharge (ESD) mengacu pada standar prosedur ANSI/ESD
S20.20 yang merupakan pedoman untuk membuat dan menjalankan Program
Kontrol ESD untuk menangani divais (device) elektronik atau elektrikal yang
mempunyai sensitivitas sama atau lebih besar dari 100 volts.
b. Terdapat 2 (dua) jenis pentanahan (grounding) yang digunakan untuk keamanan
ruang kerja yakni electric grounding dan ESD grounding
c. Perlengkapan anti static mat merupakan perlengkapan ruangan yang dapat
melindungi area tertentu agar terbebas dari adanya listrik statis (electro static)
d. Anti static wrist strap merupakan gelang yang digunakan untuk menetralisir
(menghubungkan ke bumi) tubuh manusia agar tidak berdampak buruk pada
komponen yang dipegang.
e. Baju Antistatik merupakan pakain / uniform dengan spesifikasi khusus untuk
area kerja pada bidang manufaktur elektronika untuk mencegah dampak dari
fenomena Electric Static Discharge (ESD).

4. Tugas 1
Berlatihlah menggunakan alat kelengkapan perlindungan diri dan lingkungan kerja
terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD).

21
5. Tes Formatif 1
a. Jelaskan makna dari gambar peringatan keselamatan kerja ESD Symbol
berikut ini:

b. Sebutkan jenis-jenis pentanahan (grounding) yang digunakan untuk


keamanan ruang kerja bidang manufaktur elektronika.
c. Sebutkan syarat-syarat dalam pengerjaan sistem pentanahan.
d. Sebutkan 3 (tiga) perlengkapan yang dipakai untuk perlindungan kontrol diri
dan tempat kerja terhadap Electric Static Discharge (ESD).

Kunci Jawaban
f. ESD Symbol tersebut berarti area atau perangkat yang menggunakan ESD
Symbol tersebut harus menggunakan perangkat anti static dalam menangani
atau berada di area tersebut, seperti menggunakan sarung tangan anti static,
earthring, baju anti static, dan lain-lain. artinya penangananya tidak boleh
menggunakan tangan secara langsung karena listrik statis dalam tubuh kita bisa
menyebabkan kerusakan atau berkurangnya usia komponen elektronik.
g. Ada dua macam jenis grounding yang digunakan di industri dan domestik, yaitu :
a. Electrical grounding
b. ESD Grounding
h. Syarat-syarat dalam pengerjaan sistem pentanahan meliputi :
a. Semua batang grounding atau plate grounding harus terhubung secara
keseluruhan dengan kawat telanjang tembaga padat.
b. Kawat telanjang yang menghubungkan seluruh batang grounding dan plate
grounding sebaiknya harus selurus mungkin. Jika harus membuat berbelok
atau tikungan di kawat tersebut, sudut belokan tersebut diats sudut 90o.
c. Untuk meminimalkan nilai resistensi , kawat tembaga yang dihubungkan ke
batang grounding atau plat grounding sebaiknya dilakukan dengan
pengelasan.

22
d. Pastikan semua sambungan kawat tembaga dengan batang grounding
atau plat grounding terpasang kokoh dan aman sebelum dikubur. Sehingga
batang dan pelat grounding tersebut tidak perlu inspeksi visual secara
periodik dan dapat sepenuhnya terkubur .
e. Perlu dilakukan pengukuran resistansi tanah diseluruh sistem grounding
yang terpasang setelah instalasi dan sekali setiap tahun.
f. Kabel grounding dari peralatan ke sistim grounding harus sependek
mungkin dan tidak memiliki tikungan.
g. Pemeriksaan sistem grounding yang menggunakan clamp koneksi pada
peralatan perlu dilakukan setahun sekali untuk memastikan keamanan
kondisi dan bebas dari korosi.
i. perlengkapan yang dipakai untuk perlindungan kontrol diri dan tempat kerja
terhadap Electric Static Discharge (ESD) :
a. Anti static mat
b. Anti static wrist strap
c. Pakaian uniform antistatik

6. Lembar Kerja 1
Lembar kerja 1 ini terdiri dari 1 jenis pekerjaan yakni penggunaan dan pengecekan
alat pelindung diri dan lingkungan kerja terhadap bahaya Electro Static Dischard
(ESD). Kerjakanlah tugas ini dengan baik. Jika pada kegiatan ini peserta diklat belum
memenuhi standar minimal kompetensi, peserta diklat tidak diperkenankan untuk
mengerjakan lembar kerja selanjutnya. Jika kompetensi yang diraih sudah memenuhi
syarat kompetensi minimal, maka peserta diklat dapat melanjutkan pekerjaan pada
kegiatan selanjutnya.

LK – 1.1
1) Apa saja hal-hal yang harus dipersiapkan oleh saudara sebelum mempelajari
penggunaan dan pengecekan alat pelindung diri dan lingkungan kerja terhadap
bahaya Electro Static Dischard (ESD)? Sebutkan!
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......

23
2) Bagaimana saudara mempelajari materi pembelajaran ini?Jelaskan!
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
3) Apa topik yang akan saudara pelajari di materi pembelajaran ini? Sebutkan!
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
4) Apa kompetensi yang seharusnya dicapai oleh saudara dalam mempelajari materi
pembelajaran ini? Jelaskan!
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

LK – 1
TUGAS PRAKTEK
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Electric Static Penggunaan dan Penggunaan Anti Static Waktu :
Discharge pengecekan alat pelindung Mat dan Anti Static
(ESD) diri dan lingkungan kerja Wrist Trap
terhadap bahaya Electro
Static Dischard (ESD)

TUJUAN :
Peserta Diklat dapat menggunakan dan mengecek kelengkapan Anti Static Map dengan baik
dan benar.

PERLENGKAPAN:
1. Anti Static Mat
2. Mega Ohm Tester
3. Wrist Trap Tester
4. CPU Komputer
5. Meja Workbench
6. Terminal Pentanahan

BAHAN:
1. Kabel jumper secukupnya

24
PETUNJUK UMUM:
1. Bersihkan area kerja pada meja workbench atau lantai yang digunakan untuk
meletakkan Anti static mat
2. Yakinkan bahwa setiap peralatan dan bahan tidak mengandung air/lembab
3. Letakkan seluruh peralatan yang digunakan secara berurut sesuai dengan catatan
(list) peralatan yang digunakan
4. Pastikan alat ukur Mega Ohm Tester atau Wrist Trap Tester mempunyai sumber
tegangan (baterai) yang cukup
5. Tanyakan kepada instruktor/ guru bila belum jelas.

KESELAMATAN KERJA:
1. Persiapkan alat dan bahan terlebih dahulu sebelum beraktifitas.
2. Perhatikan cara penggunaan dan pemasangan peralatan
3. Janganlah memberikan tegangan pada rangkaian melebihi batas yang telah ditentukan
4. Hati-hati dalam melakukan praktek

LANGKAH KERJA:
Dengan menyelesaikan LK-01 saudara telah memahami cara penggunaan anti static mat
dan anti static wrist trap. Kegiatan tersebut harus mengikuti POS (Prosedur Operasinal
Standar) yang berlaku.
Untuk keperluan eksperimen, saudara dapat mengikuti petunjuk berikut:
1) Letakkan anti static mat pada meja workbench yang disediakan atau pada area lantai
yang telah ditentukan
2) Pastikan bagian bawah dan atas dari lembaran anti static mat, jangan sampai terbalik,
yakni berwarna abu-abu atau hijau pada bagian atas (dissipative layer) dan berwarna
hitam (conductive layer) pada bagian bawah
3) Letakkan komponen CPU komputer di atas anti static mat yang telah dibentangkan
4) Siapkan saluran pentanahan yang terdekat dengan peletakan komponen di atas
5) Jepitlah bagian ground cord pada pentanahan yang telah disediakan
6) Pakailah secara melingkar di tangan gelang anti static wrist trap, kemudian hubungkan
gelang ini dengan anti pentanahan anti static mat dengan menjepit kabel yang terhubung
pada gelang anti static dengan cord pentanahan anti static mat menghubungkan ujung
kabel yang tersedia
7) Untuk penggunaan Mega Ohm Tester, lakukan langkah-langkah berikut, untuk
pengecekan anti static mat yang digunakan :
a. Pilihlah switch pada pengukuran 250 V

25
b. Jepitlah kabel negatif berwarna hitam dari mega ohm tester pada saluran
pentanahan
c. Hubungkan kabel positif ke bagian body dari CPU komputer
d. Tekan pengukuran “Measure”
e. Catatlah hasil pengukuran yang terjadi dalam satuan Mega Ohm apakah sesuai
dengan pemberian tegangan pada switch 250 V yakni sebesar 1000 Mega Ohm,
ataupun 4000 Mega Ohm untuk pemilihan switch 500 V
8) Untuk penggunaan Wrist Trap Tester, lakukan langkah-langkah berikut, untuk
pengecekan anti static mat yang digunakan :
a. Hubungkan bagian yang terhubung dengan pentanahan pada gelang wrist trap anti
static dengan kabel wrist trap tester
b. Tekan tombol penghantar yang berbentuk bulat
c. Perhatikan dan catatlah nyala lampu indikator, dengan catatan, warna hijau untuk
kondisi wrist trap yang baik atau high (tahanan di atas 9 Mega Ohm), warna merah
untuk kondisi wrist trap yang rusak atau low (tahanan di bawah 800 Kilo Ohm).
Adapun pada kondisi good maka tahanan peralatan wrist trap berada pada rentang
tahanan 800 sampai 9 Mega Ohm.
 Saudara harus melakukan ini di bawah supervisi fasilitator.

ILUSTRASI

Gambar 1. Pengecekan Anti Static

26
LK – 2
TUGAS PRAKTEK
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Electric Static Penggunaan dan Pemasangan alat Waktu :
Discharge pengecekan alat pelindung pelindung diri pada
(ESD) diri dan lingkungan kerja area kerja yang lebih
terhadap bahaya Electro dari 1 (satu) meja kerja
Static Dischard (ESD) atau work bench

TUJUAN :
Peserta Diklat dapat menggunakan dan mengecek kelengkapan Anti Static dengan baik dan
benar untuk penggunaan pada area kerja yang lebih dari 1 (satu) work bench

PERLENGKAPAN:
1. Anti Static Mat
2. Mega Ohm Tester
3. CPU Komputer
4. Meja Workbench
5. Terminal Pentanahan
BAHAN:
1. Earth Bonding Point (EBP)
2. Kabel jumper secukupnya

PETUNJUK UMUM:
1. Bersihkan area kerja pada meja workbench atau lantai yang digunakan untuk
meletakkan Anti static mat
2. Yakinkan bahwa setiap peralatan dan bahan tidak mengandung air/lembab
3. Letakkan seluruh peralatan yang digunakan secara berurut sesuai dengan catatan (list)
peralatan yang digunakan
4. Pastikan alat ukur Mega Ohm Tester atau Wrist Trap Tester mempunyai sumber
tegangan (baterai) yang cukup
5. Tanyakan kepada instruktor/ guru bila belum jelas.

KESELAMATAN KERJA:
1. Persiapkan alat dan bahan terlebih dahulu sebelum beraktifitas.
2. Perhatikan cara penggunaan dan pemasangan peralatan

27
3. Janganlah memberikan tegangan pada rangkaian melebihi batas yang telah ditentukan
4. Hati-hati dalam melakukan praktek

LANGKAH KERJA:
Dengan menyelesaikan LK-01 saudara telah memahami cara penggunaan anti static mat
dan anti static wrist trap. Kegiatan tersebut harus mengikuti POS (Prosedur Operasinal
Standar) yang berlaku.
Untuk keperluan eksperimen, saudara dapat mengikuti petunjuk berikut:
1) Aturlah meja kerja atau work bench secara berbaris lebih dari 1 meja kerja
2) Pasanglah anti static mat pada masing-masing meja workbench
3) Pasanglah Earth Bending Point (EBP) pada saluran pentanahan dengan jarak maksimal
2 meter
4) Hubungkan jepit anti static mat dengan cord pentanahan Earth bending Point
5) Hindari memasang anti astatic mat secara seri seperti pada ilustrasi gambar
6) Ukurlah nilai tahanan pentanahan menggunakan Mega Ohm Meter seperti pada
kegiatan LK – 1
 Saudara harus melakukan ini di bawah supervisi fasilitator.

ILUSTRASI

Gambar 1. Earth Bending Point (EBP)

28
Gambar 2. Pemasangan anti static yang benar dan salah

Gambar 3. Pemasangan anti static wrist trap yang benar dan salah

Gambar 4. Pemasangan anti static yang menggunakan EBP

29
B. Kegiatan Pembelajaran 2:

Pengukuran Tahanan Pentanahan

1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 2


a. Mengetahui cara pengukuran tahanan pentanahan dengan menggunakan
elektroda (metode drop tegangan)
b. Mengetahui pemakaian alat ukur pentanahan (Earth Resistance Tester)

2. Uraian Materi 2
Pengukuran Tahanan Pentanahan
Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan
sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan
manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-komponen instalasi dari
bahaya tegangan/arus abnormal. Oleh karena itu, sistem pentanahan menjadi
esensial dari sistem tenaga listrik.
Pentanahan tidak terbatas pada sistem tenaga saja, namun mencakup juga sistem
peralatan elektronik, seperti telekomunikasi, komputer, dan lainnya. Secara umum, tujuan
sistem pentanahan adalah menjamin keselamatan orang dari sengatan listrik baik dalam
keadaan normal atau tidak dari tegangan sentuh dan tegangan langkah, menjamin kerja
peralatan listrik/elektronik, mencegah kerusakan peralatan listrik/elektronik, dan
menyalurkan energi serangan petir ke tanah.
Sistem pentanahan yang digunakan baik untuk pentanahan netral dari suatu
sistem tenaga listrik, pentanahan sistem penangkal petir dan pentanahan untuk suatu
peralatan khususnya dibidang peralatan khususnya dibidang telekomunikasi dan
elektronik perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena pada prinsipnya pentanahan
tersebut merupakan dasar yang digunakan untuk suatu sistem proteksi. Tidak jarang
orang umum atau awam maupun seorang teknisi masih ada kekurangan dalam
memprediksikan nilai dari suatu hambatan pentanahan. Besaran yang sangat dominan
untuk diperhatikan dari suatu sistem Pentanahan adalah hambatan sistem suatu sistem
pentanahan tersebut
Tahanan pentanahan merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dalam
pemasangan jaringan instalasi listrik. Pentanahan yang kurang baik tidak hanya
membuang-buang waktu saja, tetapi pentanahan yang kurang baik juga berbahaya dan
meningkatkan resiko kerusakan peralatan. Tanpa sistem pentanahan yang efektif, maka
akan dihadapkan pada resiko kejutan listrik, disamping itu juga mengakibatkan kesalahan

30
instrumen, distorsi harmonik. dan kemungkinan adanya intermitten. Jika arus gangguan
tidak mempunyai jalur ke tanah melalui sistem pentanahan yang di desain dan dipelihara
dengan baik, arus gangguan akan mencari jalur yang tidak diinginkan termasuk manusia.
Biasanya tahanan pentanahan yang lebih rendah sangat efektif, tetapi biaya
menjadi besar. Untuk itu perlu dipertimbangkan efek fungsi dan ekonomisnya. Oleh
karena itu perlu kiranya bagi kita untuk dapat merencanakan dan membuat sistem
pentanahan yang sesuai dengan keperluannya.
Syarat – Syarat Sistem Pentanahan Yang Efektif
1. Tahanan pentanahan harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu keperluan
pemakaian
2. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :
o Bahan Konduktor yang baik
o Tahan Korosi
o Cukup Kuat
3. Jangan sebagai sumber arus galvanis
4. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya.
5. Tahanan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.
6. Biaya pemasangan serendah mungkin.

Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :


1. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke peralatan
yang ditanahkan.
2. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah.
3. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda.
Namun demikian pada prakteknya tahanan elektroda dapat diabaikan, akan tetapi
tahanan kawat penghantar yang menghubungkan keperalatan akan mempunyai
impedansi yang tinggi terhadap impuls frekuensi tinggi seperti misal pada saat terjadi
lightningdischarge. Untuk menghindarinya, sambungan ini di usahakan dibuat sependek
mungkin.
Dari ketiga faktor tersebut diatas yang dominan pengaruhnya adalah tahanan
sekeliling elektroda atau dengan kata lain tahanan jenis tanah (ρ). Dari rumus untuk
menentukan tahanan tanah dari statu elektroda yang hemispherical R = ρ/2πr terlihat
bahwa tahanan pentanahan berbanding lurus dengan besarnya ρ. Untuk berbagai tempat
harga ρ ini tidak sama dan tergantung pada beberapa faktor :
1. sifat geologi tanah
2. Komposisi zat kimia dalam tanah

31
3. Kandungan air tanah
4. Temperatur tanah
5. Selain itu faktor perubahan musim juga mempengaruhinya.
Sifat geologi tanah merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis
tanah. Bahan dasar dari pada tanah relatif bersifat bukan penghantar. Tanah liat
umumnya mempunyai tahanan jenis terendah, sedang batu-batuan dan quartz bersifat
sebagai insulator.
Tabel 1. Tahanan Pentanahan
Tahanan Tahanan pentanahan
Jenis Poltongan
Jenis Tanah Kedalaman elektroda
Tanah pentanahan
(Meter)
(MΩ) (Meter)
Tanah lembab, seperti rawa 30 10 5 3 12 6 3
Tanah pertanian, tanah liat 100 33 17 10 40 20 10
Tanah liat berpasir 150 50 25 15 60 30 15
Tanah lembab berpasir 300 66 33 20 80 40 20
Campuran 1 : 5 400 - - - 160 80 40
Kerikil lembab 500 160 80 48 200 100 50
Tanah kering berpasir 1000 330 165 100 400 200 100
Kerikil kering 1000 330 165 100 400 200 100
Tanah berbatu 30.000 1000 500 300 1200 600 300
Batu karang 107 - - - - - -

Prosedur pengukuran yang digambarkan di bawah ini menggunakan metode


Wenner yang diterima secara universal yang dikembangkan oleh Dr. Frank Wenner dari
US Bureau of Standards (Biro Standar AS). Rumusnya adalah sebagai berikut: ρ = 2 πA
R ( ρ = rata-rata tahanan tanah pada kedalaman A dalam ohm-cm ; π = 3,1416 ; A =
jarak antara elektroda dalam cm ; R = nilai tahanan terukur dalam ohm dari uji instrumen)
Catatan:Ohm-centimeter pada nilai 100 dapat diubah ke ohm-meter.

32
Gambar 13. Pengujian tahanan pentanahan

Pertama, elektroda kepentingan tanah harus dilepaskan dari tempat itu. Kedua,
alat uji dihubungkan ke elektroda tanah. Kemudian, uji drop tegangan 3 kutub, dua tiang
pancang tanah di tanah dalam garis lurus – jatuh dari elektroda tanah. Biasanya, jarak 20
meter (65 kaki) sudah cukup. Untuk lebih rinci tentang penempatan tiang pancang, lihat
bagian berikutnya. Arus yang dikenal dihasilkan oleh alat ukur antara tiang pancang luar
(tiang pancang tanah bantuan) dan elektroda tanah, sedangkan jatuhnya potensi
tegangan diukur antara tiang pancang tanah dalam dan elektroda tanah. Dengan
menggunakan Hukum Ohm (V =IR), alat uji tersebut secara otomatis menghitung tahanan
elektroda tanah. Hubungkan alat uji pentanahan seperti yang ditunjukkan dalam gambar.
Tekan START dan baca nilai RE (tahanan). Ini adalah nilai sebenarnya dari elektroda
pentanahan pada tes. Jika elektroda pentanahan paralel atau seri dengan batang
pentanahan lain, maka nilai RE adalah nilai total semua tahanan.
Untuk mencapai tingkat akurasi tertinggi ketika melakukan uji tahanan tanah 3
kutub, diperlukan agar penyelidikan dilakukan di luar bidang pengaruh elektroda
pentanahan pada uji dan tanah bantuan. Jika Anda tidak berada di luar bidang pengaruh,
daerah efektif tahanan akan tumpang tindih dan membuat pengukuran tidak valid. Tabel
adalah panduan penetapan penyelidikan secara tepat (tiang pancang dalam) dan tanah
bantuan (tiang pancang luar). Untuk menguji ketepatan hasil dan untuk memastikan
bahwa tiang pancang luar di luar bidang pengaruh, reposisi (pemindahan posisi) tiang
pancang luar (penyelidikan) 1 meter (3 kaki) dalam salah satu arah dan lakukan
pengukuran baru. Jika ada perubahan yang signifikan dalam pembacaan (30%), Anda
harus menambah jarak antara uji batang pentanahan pada uji, tiang pancang dalam

33
(penyelidikan) dan tiang pancang luar (pentanahan bantuan) sampai nilai-nilai yang
diukur benar-benar tetap ketika memindahkan tiang pancang dalam (penyelidikan).
Tabel 2. Penentuan jarak elektroda
Kedalaman elektroda ke Jarak pancang bagian Jarak pancang bagian luar
tanah dalam
2m 15 m 25 m
3m 20 m 30 m
6m 25 m 40 m
10 m 30 m 50 m

Tahanan pentanahan harus sekecil mungkin untuk menghindari bahaya- bahaya


yang ditimbulkan oleh adanya arus gangguan tanah. Nilai standar mengacu pada
Persyaratan Umum Instalasi Listrik atau PUIL 2000 (peraturan yang sesuai dan berlaku
hingga saat ini) yaitu kurang dari atau sama dengan 5 (lima) ohm. Dijelaskan bahwa nilai
sebesar 5 ohm merupakan nilai maksimal atau batas tertinggi dari hasil resistan
pembumian (grounding) yang masih bisa ditoleransi. Nilai yang berada pada range 0 ohm
- 5 ohm adalah nilai aman dari suatu instalasi pembumian grounding. Nilai tersebut
berlaku untuk seluruh sistem dan instalasi yang terdapat pembumian (grounding) di
dalamnya.
Elektroda pentanahan adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan
membuat kontak langsung dengan tanah. Adanya kontak langsung tersebut bertujuan
agar diperoleh pelaluan arus yang sebaik-baiknya apabila terjadi gangguan sehingga arus
tersebut disalurkan ketanah. Menurut PUIL (2000), elektroda adalah pengantar yang
ditanamkan ke dalam tanah yang membuat kontak lansung dengan tanah. Untuk bahan
elektroda pentanahan biasanya digunakan bahan tembaga, atau baja yang bergalvanis
atau dilapisi tembaga.
Elektroda batang yaitu elektroda dari pipa atau besi baja profil yang dipancangkan
ke dalam tanah. Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama kali digunakan dan
teori-teori berawal dari elektroda jenis ini. Elektroda ini banyak digunakan pada gardu
induk. Secara teknis, elektroda jenis ini mudah pemasangannya dan tidak memerlukan
lahan yang luas. Elektroda batang biasanya ditanam dengan kedalaman yang cukup
dalam. Elektroda pelat ialah elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau berlubang) atau
dari kawat kasa. Pada umumnya elektroda ini ditanam dalam. Elektroda ini digunakan bila
diinginkan tahanan pentanahan yang kecil dan sulit diperoleh dengan menggunakan jenis
- jenis elektroda yang lain.

34
Elektroda pita ialah elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk pita atau
berpenampang bulat atau hantaran pilin yang pada umumnya ditanam secara dangkal.
Kalau pada elektroda jenis batang, pada umumnya ditanam secara dalam. Pemancangan
ini akan bermasalah apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang berbatu, disamping
sulit pemancangannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang rendah juga bermasalah.
Ternyata sebagai pengganti pemancangan secara vertikal ke dalam tanah, dapat
dilakukan dengan menanam batang hantaran secara mendatar (horisontal) dan dangkal.
Di samping kesederhanaannya itu, ternyata tahanan pentanahan yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh bentuk konfigurasi elektrodanya, seperti dalam bentuk melingkar, radial
atau kombinasi antar keduanya.

3. Rangkuman 2
1. Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan
sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat
mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-
komponen instalasi dari bahaya tegangan/arus abnormal.
2. Tahanan pentanahan harus sekecil mungkin untuk menghindari bahaya- bahaya
yang ditimbulkan oleh adanya arus gangguan tanah. Nilai standar mengacu pada
Persyaratan Umum Instalasi Listrik atau PUIL 2000 (peraturan yang sesuai dan
berlaku hingga saat ini) yaitu kurang dari atau sama dengan 5 (lima) ohm.
3. Untuk mencapai tingkat akurasi tertinggi ketika melakukan uji tahanan tanah 3
kutub, diperlukan agar penyelidikan dilakukan di luar bidang pengaruh elektroda
pentanahan pada uji dan tanah bantuan.
4. Elektroda pentanahan adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan
membuat kontak langsung dengan tanah. Adanya kontak langsung tersebut
bertujuan agar diperoleh pelaluan arus yang sebaik-baiknya apabila terjadi
gangguan sehingga arus tersebut disalurkan ke tanah.

4. Tugas 2
Berlatihlah menggunakan alat kelengkapan perlindungan diri dan lingkungan kerja
terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD).

5. Tes Formatif 2
1. Jelaskan yang dimaksud dengan sistem pentanahan.
2. Apa yang dimaksud dengan elektroda pentanahan, dan sebutkan 3 (tiga) jenis
elektroda yang biasa digunakan dalam sistem pentanahan.
3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu elektroda pentanahan.

35
Kunci Jawaban
1. Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan
sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat
mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-
komponen instalasi dari bahaya tegangan/arus abnormal.
2. Elektroda pentanahan adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan
membuat kontak langsung dengan tanah. Adanya kontak langsung tersebut
bertujuan agar diperoleh pelaluan arus yang sebaik-baiknya apabila terjadi
gangguan sehingga arus tersebut disalurkan ke tanah. Ada 3 (tiga) jenis
elektroda yang biasa digunakan dalam sistem pentanahan yakni elektroda
batang, elektroda pelat dan elektroda pita.
3. Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :
a. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke
peralatan yang ditanahkan
b. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah
c. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda

6. Lembar kerja 2
Lembar kerja 1 ini terdiri dari 1 jenis pekerjaan yakni Pengukuran Tahanan
Pentanahan. Kerjakanlah tugas ini dengan baik. Jika pada kegiatan ini peserta diklat
belum memenuhi standar minimal kompetensi, peserta diklat tidak diperkenankan
untuk mengerjakan lembar kerja selanjutnya. Jika kompetensi yang diraih sudah
memenuhi syarat kompetensi minimal, maka peserta diklat dapat melanjutkan
pekerjaan pada kegiatan selanjutnya.

LK – 1.1
1) Apa saja hal-hal yang harus dipersiapkan oleh saudara sebelum mempelajari
Pengukuran Tahanan Pentanahan ? Sebutkan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......
2) Bagaimana saudara mempelajari materi pembelajaran ini ? Jelaskan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......
3) Apa topik yang akan saudara pelajari di materi pembelajaran ini ? Sebutkan !

36
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......
4) Apa kompetensi yang seharusnya dicapai oleh saudara dalam mempelajari materi
pembelajaran ini ? Jelaskan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........

LK – 1
TUGAS PRAKTEK
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Electric Static Pengukuran Tahanan Pengukuran Waktu :
Discharge Pentanahan Tahanan
(ESD) Pentanahan

TUJUAN :
Peserta Diklat dapat menggunakan dan mengecek kelengkapan Anti Static Map dengan
baik dan benar.

PERLENGKAPAN:
1. Alat Ukur Earth Resistance Tester sebanyak 1 unit
2. Batang Elektroda Utama 2,5 m sebanyak 1 batang
3. Elektroda bantu sebanyak 2 buah
4. Kabel jumper tusuk-buaya 10 m sebanyak 5 buah
5. Palu
6. Multimeter

BAHAN:
1. Ember berisi air + gayung untuk mencabut elektroda (tambahan)

PETUNJUK UMUM:
1. Bersihkan area kerja dari tanah dan batuan yang mengganggu
2. Yakinkan bahwa setiap peralatan dan bahan tidak mengandung air/lembab
3. Letakkan seluruh peralatan yang digunakan secara berurut sesuai dengan catatan
(list) peralatan yang digunakan

37
4. Pastikan alat ukur Earth Resistance Tester mempunyai sumber tegangan (baterai)
yang cukup
5. Tanyakan kepada instruktor/ guru bila belum jelas.

KESELAMATAN KERJA:
1. Persiapkan alat dan bahan terlebih dahulu sebelum beraktifitas.
2. Perhatikan cara penggunaan dan pemasangan peralatan
3. Janganlah memberikan tegangan pada rangkaian melebihi batas yang telah
ditentukan
4. Hati-hati dalam melakukan praktek

LANGKAH KERJA:
Dengan menyelesaikan LK-01 saudara telah memahami cara penggunaan pengukuran
tahanan pentanahan. Kegiatan tersebut harus mengikuti POS (Prosedur Operasinal
Standar) yang berlaku.
Untuk keperluan eksperimen, saudara dapat mengikuti petunjuk berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Pilihlah lokasi pengukuran dengan kondisi area tanah yang baik, tidak berbatu dan
berbeton.
3. Tempatkan batang elektroda utama dan elektroda bantu bagian dalam dalam jarak 5
m dan elektroda bantu bagian luar dengan jarak 10 m.
4. Tanamlah batang elektroda utama dengan kedalaman 50 cm, dan kedua elektroda
bantu dipasang penuh tertanam ke dalam tanah.
5. Hubungkan elektroda utama dan kedua elektroda bantu dengan alat ukur Earth
Resistance Tester.
6. Kalibrasi Earth Resistance Tester dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Cek tegangan baterai dengan cara menekan tombol [Batt-Check], baterai
dalam kondisi baik ditandai dengan penunjukan jarum meter dalam area
[GOOD].
b. Cek Auxiliary earth connection (hubungan elektroda bantu dan alat ukur) P
dan C dengan melihat kondisi lampu indikator dalam keadaan menyala. Jika
tidak maka carilah area tanah yang lebih baik atau tambahkan sedikit air di
sekitar batang elektroda bantu.
c. Untuk saat awal setting alat ukur ke posisi [X10Ω]
d. Selama melakukan pengukuran, perhatikan kondisi lampu indikator, jika
berkedip maka pengukuran yang dilakukan telah tepat, namun jika padam

38
tanpa kedipan lampu maka pengukuran yang dilakukan belum tepat, untuk
mengatasi hal tersebut lakukan pengukuran pada area tanah yang lain
(berpindah lokasi)
7. Lakukan pengukuran tahanan pentanahan yang ada.
8. Tambahlah kedalaman elektroda utama sedalam 100 cm, kemudian berturut-turut
150 cm dan 200 cm. Dan lakukan pengukuran tahanan pentanahan yang ada.
9. Ulangi langkah poin percobaan 5 s/d. 7 dengan mengganti elektroda utama dengan
kawat pentanahan gedung atau kawat pentanahan sebuah tiang listrik (trafo)
distribusi yang ada di sekitar anda, dan lakukan pengukuran tahanan pentanahan.
10. Catatlah hasil pengamatan yang anda peroleh dalam tabel hasil pengamatan.
11. Setelah melakukan seluruh aktifitas praktek, gulung kembali kabel jumper yang
digunakan, tempatkan alat ukur dan kedua elektroda bantu pada box yang tersedia,
dan rapikan seluruh peralatan yang ada.

ILUSTRASI

Gambar 1. Pengujian tahanan pentanahan

39
C. Kegiatan Pembelajaran 3:

Daerah Terproteksi ESD

1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran 3


a. Mengetahui standardisasi yang berlaku pada daerah terproteksi ESD
b. Mengetahui perlakuan Ionizer untuk menetralkan ESD pada daerah
terproteksi ESD

2. Uraian Materi 3
Standar prosedur ANSI/ESD S20.20 adalah pedoman untuk membuat dan
menjalankan Program Kontrol ESD untuk menangani divais (device) elektronik atau
elektrikal yang mempunyai sensitivitas sama atau lebih besar dari 100 volts berdasarkan
tes HBM (Human Body Model).
Prinsip dasar kontrol ESD yang menjadi landasan dokumen ini dijelaskan sebagai
berikut :
a. Semua konduktor, termasuk tubuh manusia, harus dihubungkan secara elektrikal ke
ground/tanah atau ground semu (misalnya bodi pesawat dan kapal) sehingga
menimbulkan keseimbangan potensial listrik (equipotential). Proteksi elektrostatik
dapat dilakukan diatas potensial 0 volt (0 volt berarti ground yang sebenarnya)
selama semua benda yang terhubung berada pada potensial listrik yang sama.
b. Insulator tidak dapat dinetralkan dengan grounding. Jika material insulator dibutuhkan
dalam proses produksi, maka sistem ionisasi diperlukan untuk netralisasi insulator
seperti ini (contoh material PCB). Penilaian resiko atas pemakaian insulator dalam
proses produksi mesti dilakukan untuk memastikan tindakan tepat yang mesti diambil
untuk meminimalkan atau menghilangkan resiko kerusakan divais/produk karena
ESD.
c. Transportasi item ESDS diluar EPA mesti dilakukan dengan memasukkannya
kedalam tempat tertutup yang terbuat dari material protektif terhadap ESD, meskipun
jenis material yang digunakan bergantung pada keadaan. Didalam EPA, anti-statik
dan material statik-disipatif mungkin sudah cukup memberikan proteksi yang
diinginkan. Akan tetapi di luar EPA, disarankan untuk menggunakan material anti-
statik dan material shielding. Meskipun tidak dibahas detil disini (bisa merujuk ke
ANSI/ESD S541) penting untuk mengetahui perbedaan keduanya dalam hal aplikasi.

40
Program Kontrol ESD disyaratkan mencakup hal-hal yang bersifat administratif
dan teknikal, untuk menjamin terlaksananya proteksi terhadap ESD secara terus
menerus. Detil prosedurnya bisa dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, terutama jika
sensitivitas divais kurang dari 100 volt. Rencana program ESD merupakan dokumen
induk/utama untuk membuat, menjalankan dan memverifikasi pelaksaan program kontrol
ESD, antara lain berisi cakupan atau jangkauan program, pembagian tanggung jawab
secara organisasi, prosedur kerja setiap rencana, dsb dan dokumen ini dibuat sejalan
dengan sistem kualitas (quality system/plan).
Pelatihan tentang kesadaran dan pencegahan ESD harus diberikan pada semua
orang yang akan memegang atau kontak dengan item ESDS (ESDS = ESD Susceptible,
Item ESDS = benda/produk yang dikategorikan sebagai sensitif terhadap ESD). Pelatihan
disini berupa pelatihan awal dan pelatihan berkelanjutan. Jenis dan frekuensi pelatihan
harus didefinisikan dalam dokumen. Selain, dijelaskan juga cara menyimpan dan menjaga
catatan/hasil pelatihan (training record).
Verifikasi kesesuaian antara dokumentasi dan aktual pelaksanaannya harus
dilakukan, ini meliputi daftar item atau hal yang perlu diverifikasi atau diaudit, metoda
verifikasi atau cara pengukuran, batasan spesifikasi dan frekuensi verifikasi, termasuk
metoda pengetesan dan instrumen yang digunakan. Catatan/hasil audit atau verifikasi
harus disimpan dan dijaga sebagai bukti kesesuaiannya dengan persyaratan teknikal.
Pengetahuan tentang instrumen yang digunakan sangat penting karena
menentukan keabsahan hasil pengukuran : perlu diketahui apa yang bisa dilakukan dan
apa yang tidak bisa dilakukan oleh instrumen tersebut. Dalam hal ini kita mengenal ada
tiga kategori yaitu Indicator, Audit Grade, Laboratory Grade. Audit atau verifikasi dapat
dilakukan dengan instrumen dalam kategori Indicator atau Audit Grade dengan
mengetahui keterbatasan dari instrumen bersangkutan.
Sistem grounding diterapkan untuk memastikan bahwa semua item ESDS, tubuh
manusia dan konduktor lainnya mempunyai potensial listrik yang sama. Hal ini seperti
ditunjukkan pada tabel 1. yang memperlihatkan standardisasi yang terkait dengan
pentanahan.

41
Tabel 1. Persyaratan Teknikal dan Standardisasi Sistem Pentanahan
Persyaratan
Penerapan Metode Uji Spesifikasi
Teknikal
Sistem Grounding Equipment ANSI/ESD S6.1 Impedansi < 1 ohm
Grounding
Conductor
Auxiliary Ground ANSI/ESD S6.1 < 25 ohm ke
Equipment
Grounding
Conductor
Equipotential ANSI/ESD S6.1 < 109 ohm ke
Bonding Common
Connection Point

Memegang item ESDS tanpa penutup atau kemasan pencegah ESD (ESD
protective covering or packaging) harus dilakukan didalam suatu Area Bebas ESD (EPA).
EPA disini dapat berupa satu area kerja, satu ruangan atau satu gedung. Papan tanda
yang menunjukkan area EPA mesti ada dan terlihat jelas sebelum seseorang memasuki
EPA. Akses ke dalam EPA dibatasi untuk mereka yang telah mengikuti pelatihan ESD.
Orang yang belum mengikuti pelatihan harus didampingi selama berada di EPA.
Dalam rangka mencegah kerusakan karena efek FI-CDM, program ESD harus
mencakup penanganan proses yang melibatkan insulator. Jika medan yang terdeteksi
lebih dari 2000 volt/inci, perlu dilakukan tindakan untuk (a) menjauhkan insulator dari
ESDS sekurangnya 30 cm (12 inci) atau (b) menerapkan ionisasi atau cara lain utnuk
menetralisir muatan.

42
Tabel 2. Persyaratan Teknikal dan Standardisasi Dari Beberapa Kondisi

Untuk Kualifikasi Produk Untuk Verivikasi


Persyaratan Item Kontrol
Teknikal ESD
Metode Uji Spesifikasi Metode Uji Spesifikasi
9
Persyaratan Permukaan ANSI/ESD S4.1 <10 ohm ESD TR53 Resistansi
9
teknikal tempat kerja dan/atau ANSI/ dan/ayau < 200 Pasal : <10 ohm
ESD STM 4.2 Volt permukaan
tempat kerja
9 9
Kabel Wrist ANSI/ESD S1.1 <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
Strap Pasal : Alas kaki
9 9
Pergelangan ANSI/ESD S1.1 <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
Wrist Trap (Bagian dalam) Pasal : Wrist
3
dan <10 ohm Trap
(Bagian Luar)
9 9
Alas ANSI/ESD <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
Kaki/Sepatu STM9.1 Pasal : Alas kaki
9 9
Lantai ANSI/ESD S7.1 <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
Pasal : Lantai
9
Kursi ANSI/ESD <10 ohm ESD TR53 Resistansi ke
9
STM12.1 Pasal : Kursi ground <10
ohm
Ionisasi ANSI/ESD Diidentifikasi ESD TR53 Didefinisikan
STM3.1 oleh pengguna Discharge time oleh
<+/- 150 Volt (ionisasi) pengguna
untuk ionisasi
ruangan dan
<+/- untuk
ionisasi sistem
9
Rak ANSI/ESD S4.1 <10 ohm ESD TR53 Resistansi ke
9
Pasal : ground <10
Permukaan ohm
Tempat Kerja
9
Peralatan ANSI/ESD S4.1 <10 ohm ESD TR53 Resistansi ke
9
yang Pasal : ground <10
bergerak/mud Peralatan yang ohm
ah berpindah mudah
dipindahkan
Monitor Didefenisikan oleh Didefenisikan ESD TR53 Didefinisikan
kontinyu pengguna oleh pengguna Pasal : Monitor oleh
kontinyu pengguna
9 11
Garmen Garmen kontrol <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
elektrostatik Pasal : Garmen
9 9
Garmen yang bisa <10 ohm ESD TR53 <10 ohm
di ground Pasal : Garmen
7 7
Sistem garmen <3,5 x 10 ohm ESD TR53 <3,5 x 10
yang diground Pasal : Garmen ohm
melalui wrist trap

Beberapa standard yang digunakan dalam beberapa kondisi terproteksi ESD antara
lain :
 ANSI/ESD S1.1 Wrist straps
 ANSI/ESD STM2.1 Garments
 ANSI/ESD STM3.1 Ionization
 ANSI/ESD SP3.3 Periodic Verification of Air Ionizers
 ANSI/ESD S4.1 Worksurfaces – Resistance Measurements

43
 ANSI/ESD STM4.2 ESD Protective Worksurfaces – Charge Dissipation
Characteristics
 ANSI/ESD S6.1 Grounding
 ANSI/ESD S7.1 Floor Materials – Characterization of Materials
 ANSI/ESD STM9.1 Footwear – Resistive Characterization
 ESD SP9.2 Footwear – Foot Grounders Resistive Characterization
 ANSI/ESD STM97.1 Floor Materials and Footwear – Resistive Measurement in
Combination with a Person
 ANSI/ESD STM97.2 Floor Materials and Footwear – Voltage Measurment in
Combination with a Person
 ESD TR53 Compliance Verification of ESD Protective Equipment and Materials
 ANSI/ESD STM12.1 Seating – Resistive Measurement
 ANSI/ESD S541 Packaging Materials for ESD Sensitive Items

Ada banyak cara untuk melakukan teknik pengepakan/pengemasan protektif


terhadap ESD (ESD protective packaging) – tergantung kebutuhan, semuanya mesti
didokumentasikan. Evaluasi atau kualifikasi kemasan dapat merujuk ke ANSI/ESD S54.1.
Pada dasarnya kualifikasi ini dilakukan untuk mencegah terjadinya loncatan (discharge)
muatan listrik statik langsung (dari “lingkungan” sekitar) ke item ESDS yand disimpan
didalam kemasan, baik di dalam EPA maupun di luar EPA. Kualifikasi material perlu
memperhatikan faktor lain, misalnya jika material yang digunakan kemungkinan
menimbulkan kontaminasi partikel atau mengeluarkan gas tertentu (outgas), maka
evaluasi atau kualifikasinya mesti memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh
pemakai.
Penandaan diberikan untuk memberi tahu adanya kompenen ESDS disuatu
peralatan atau suatu tempat produksi, juga dapat diberikan pada kemasan protektif ESD.
Simbol penandaan dapat merujuk ke EOS/ESD S8.1. Pada mesin atau peralatan yang
bisa diprogram untuk bergerak secara otomatis, kontrol ESD untuk mesin/peralatan
seperti ini bisa dilakukan dengan mengukur resistansi ke ground dari komponen mesin
(terutama yang kontak langsung dengan divais/ESDS) dan memonitor muatan
elektrostatik pada divais saat melewati atau diproses dalam mesin tersebut.

44
3. Rangkuman 3
a. Program Kontrol ESD disyaratkan mencakup hal-hal yang bersifat administratif
dan teknikal, untuk menjamin terlaksananya proteksi terhadap ESD secara terus
menerus. Detil prosedurnya bisa dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan,
terutama jika sensitivitas divais kurang dari 100 volt.
b. Standar prosedur ANSI/ESD S20.20 adalah pedoman untuk membuat dan
menjalankan Program Kontrol ESD untuk menangani divais (device) elektronik
atau elektrikal yang mempunyai sensitivitas sama atau lebih besar dari 100 volts
berdasarkan tes HBM (Human Body Model).
c. Penandaan diberikan untuk memberi tahu adanya kompenen ESDS disuatu
peralatan atau suatu tempat produksi, juga dapat diberikan pada kemasan
protektif ESD.

4. Tugas 3
Berlatihlah menggunakan alat kelengkapan perlindungan diri dan lingkungan kerja
terhadap bahaya Electro Static Dischard (ESD).

5. Tes Formatif 1
a. Sebutkan minimal 3 (tiga) standard kondisi daerah kerja terproteksi ESD.
b. Jelaskan secara singkat standard prosedur ANSI/ESD S20.20 yang
merupakanprogram proteksi ESD terhadap alat elektronik

Kunci Jawaban
a. Beberapa standard yang digunakan dalam beberapa kondisi terproteksi ESD
antara lain :
 ANSI/ESD S1.1 Wrist straps
 ANSI/ESD STM2.1 Garments
 ANSI/ESD STM3.1 Ionization
 ANSI/ESD SP3.3 Periodic Verification of Air Ionizers
 ANSI/ESD S4.1 Worksurfaces – Resistance Measurements
 ANSI/ESD STM4.2 ESD Protective Worksurfaces – Charge Dissipation
Characteristics
 ANSI/ESD S6.1 Grounding
 ANSI/ESD S7.1 Floor Materials – Characterization of Materials
 ANSI/ESD STM9.1 Footwear – Resistive Characterization

45
 ESD SP9.2 Footwear – Foot Grounders Resistive Characterization
 ANSI/ESD STM97.1 Floor Materials and Footwear – Resistive
Measurement in Combination with a Person
 ANSI/ESD STM97.2 Floor Materials and Footwear – Voltage Measurment
in Combination with a Person
 ESD TR53 Compliance Verification of ESD Protective Equipment and
Materials
 ANSI/ESD STM12.1 Seating – Resistive Measurement
b. Standar prosedur ANSI/ESD S20.20 adalah pedoman untuk membuat dan
menjalankan Program Kontrol ESD untuk menangani divais (device) elektronik
atau elektrikal yang mempunyai sensitivitas sama atau lebih besar dari 100 volts
berdasarkan tes HBM (Human Body Model).

6. Lembar kerja 1
Lembar kerja 1 ini terdiri dari 1 jenis pekerjaan yakni Mengidentifikasi daerah
terproteksi ESD. Kerjakanlah tugas ini dengan baik. Jika pada kegiatan ini peserta
diklat belum memenuhi standar minimal kompetensi, peserta diklat tidak
diperkenankan untuk mengerjakan lembar kerja selanjutnya. Jika kompetensi yang
diraih sudah memenuhi syarat kompetensi minimal, maka peserta diklat dapat
melanjutkan pekerjaan pada kegiatan selanjutnya.

LK – 1.1
1) Apa saja hal-hal yang harus dipersiapkan oleh saudara sebelum mempelajari
Pengukuran Tahanan Pentanahan ? Sebutkan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......
2) Bagaimana saudara mempelajari materi pembelajaran ini ? Jelaskan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......
3) Apa topik yang akan saudara pelajari di materi pembelajaran ini ? Sebutkan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
......

46
4) Apa kompetensi yang seharusnya dicapai oleh saudara dalam mempelajari materi
pembelajaran ini ? Jelaskan !
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........

LK – 1
TUGAS PRAKTEK
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Electric Static Mengidentifikasi Daerah Ionisasi Area Kerja Waktu :
Discharge Terproteksi ESD
(ESD)

TUJUAN :
Peserta Diklat dapat menggunakan cara ionisasi area kerja yang terproteksi ESD.

PERLENGKAPAN:
1. Ionizer
2. Electro Static Filedmeter
3. Multimeter

BAHAN:
1. Kabel jumper secukupnya

PETUNJUK UMUM:
1. Bersihkan area kerja peralatan yang mengganggu
2. Yakinkan bahwa setiap peralatan dan bahan tidak mengandung air/lembab
3. Letakkan seluruh peralatan yang digunakan secara berurut sesuai dengan catatan
(list) peralatan yang digunakan
4. Pastikan alat ukur elektronik yang digunakan mempunyai sumber tegangan (baterai)
yang cukup
5. Tanyakan kepada instruktor/ guru bila belum jelas.

KESELAMATAN KERJA:
1. Persiapkan alat dan bahan terlebih dahulu sebelum beraktifitas.
2. Perhatikan cara penggunaan dan pemasangan peralatan

47
3. Janganlah memberikan tegangan pada rangkaian melebihi batas yang telah
ditentukan
4. Hati-hati dalam melakukan praktek

LANGKAH KERJA:
Dengan menyelesaikan LK-01 saudara telah memahami cara penggunaan alat ukur
gaya elektrostatic (ESD) dan proses ionisasi untuk menetapkan area terproteksi ESD.
Untuk keperluan eksperimen, saudara dapat mengikuti petunjuk berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. On-kan elektrostatic fieldmeter
3. Pastikan display elektrostatic fieldmeter berada dalam posisi “0”
4. Dekatkan elektrostatic fieldmeter ke bahan yang diukur
5. Catatlah hasil pengukuran yang tertera pada alat ukur
6. On-kan ionizer kemudian arahkan sapuan udaranya pada bahan yang diukur
7. Ukurlah gaya elektrostatik menggunakan alat electrostatic fieldmeter

ILUSTRASI

Gambar 1. Ionizer dan pengukuran gaya elektrostatik

48
BAB III
EVALUASI

Soal
1. Jelaskan makna dari gambar peringatan keselamatan kerja ESD Symbol berikut ini:

2. Sebutkan 3 (tiga) perlengkapan yang dipakai untuk perlindungan kontrol diri dan
tempat kerja terhadap Electric Static Discharge (ESD).
3. Jelaskan yang dimaksud dengan sistem pentanahan.
4. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu elektroda pentanahan.
5. Sebutkan minimal 3 (tiga) standard kondisi daerah kerja terproteksi ESD.

Kunci Jawaban
1. ESD Symbol tersebut berarti area atau perangkat yang menggunakan ESD Symbol
tersebut harus menggunakan perangkat anti static dalam menangani atau berada di
area tersebut, seperti menggunakan sarung tangan anti static, earthring, baju anti
static, dan lain-lain. artinya penangananya tidak boleh menggunakan tangan secara
langsung karena listrik statis dalam tubuh kita bisa menyebabkan kerusakan atau
berkurangnya usia komponen elektronik.
2. perlengkapan yang dipakai untuk perlindungan kontrol diri dan tempat kerja terhadap
Electric Static Discharge (ESD) :
a. Anti static mat
b. Anti static wrist strap
c. Pakaian uniform antistatik
3. Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan
sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat
mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-
komponen instalasi dari bahaya tegangan/arus abnormal.

49
4. Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :
a. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke
peralatan yang ditanahkan
b. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah
c. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda
5. Beberapa standard yang digunakan dalam beberapa kondisi terproteksi ESD antara
lain:
 ANSI/ESD S1.1 Wrist straps
 ANSI/ESD STM2.1 Garments
 ANSI/ESD STM3.1 Ionization
 ANSI/ESD SP3.3 Periodic Verification of Air Ionizers
 ANSI/ESD S4.1 Worksurfaces – Resistance Measurements
 ANSI/ESD STM4.2 ESD Protective Worksurfaces – Charge Dissipation
Characteristics
 ANSI/ESD S6.1 Grounding
 ANSI/ESD S7.1 Floor Materials – Characterization of Materials
 ANSI/ESD STM9.1 Footwear – Resistive Characterization
 ESD SP9.2 Footwear – Foot Grounders Resistive Characterization
 ANSI/ESD STM97.1 Floor Materials and Footwear – Resistive Measurement in
Combination with a Person
 ANSI/ESD STM97.2 Floor Materials and Footwear – Voltage Measurment in
Combination with a Person
 ESD TR53 Compliance Verification of ESD Protective Equipment and Materials
 ANSI/ESD STM12.1 Seating – Resistive Measurement

50
BAB IV
PENUTUP

Modul Electro Static Discharge ini disusun agar siswa memiliki kompetensi dalam
bekerja di bagian industri manufaktur alat dan bahan elektronika. Electro Static
Discharge merupakan tahapan pembelajaran awal dari bidang Teknik Elektro Industri
yang diperlukan di dunia Industri. Dengan tuntasnya mempelajari modul ini diharapkan
siswa mempunyai bekal untuk bekerja di sektor Industri manufaktur bahan dan peralatan
elektronika.
Untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan secara utuh, siswa harus berlatih
dengan tekun dan tidak pernah bosan membaca dari berbagai sumber tentang proses
manufaktur peralatan elektronika. Peran guru dan pihak-pihak terkait dalam memfasilitasi
siswa sangat diperlukan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar,Artono B.A.Sc, Ph.D 1978.Teknik Tegangan Tinggi Jakarta : Pradnya


Paramita
Arismunandar, Artono.dan Kuwahara 1978. Teknik Tegangan Tinggi, Jilid III, Gardu
Induk. Jakarta : Pradnya Paramita
D,William dan Jr,Stevenson.1996.hal 322. Analisis System Tenaga Listrik.
Jakarta.Erlangga.
Hutauruk, T.S. 1991.Gelombang Berjalan Dan Proteksi Surja. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Hutauruk, T.S. 1991.Pengetanahan Netral Dan Pegetanahan Peralatan Jakarta : Penerbit
Erlangga
G. Kietzer,―ESD. 2012. Electrical Overstress/ Electrostatic Discharge Symposium
(EOS/ESD)
Kiatgamjorn, P., Khan-ngern, W., dan Nitta, S. 2002. The Effect of Electric Field on Bean
Sprout Growing. Thailand: Institute of Technology Ladkrabang Bangkok.
Serway, R.A. Jewett, J.W. 2004. Physics for Sains and Engineers 6 th Edition. Thomson
Brooks. Pomona
Tippler,P.A.1998. Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 1. Erlangga. Jakarta
Zuhal. 1991. Dasar Tenaga Listrik . Institut Tekhnologi Bandung. Bandung

52
MODUL
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi ...................................................................................................... 1

B. Petunjuk Penggunaan Modul ..................................................................... 1

C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 2

D. Kompetensi ................................................................................................ 3

E. Tes Kemampuan Awal ................................................................................ 4

BAB II. PEMBELAJARAN


A. Rencana Pembelajaran ............................................................................... 11
B. Kegiatan Pembelajaran ............................................................................... 11
1. Pembelajaran 1. Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............. 12
A) Kompetensi ................................................................................................. 12
B) Aktivitas ....................................................................................................... 12
C) Materi .......................................................................................................... 12
D) Rangkuman ................................................................................................. 36
E) Evaluasi ....................................................................................................... 36
F) Tugas Diskusi .............................................................................................. 37
G) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran .......................................... 38
2. Pembelajaran 2. Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ....................................................................................... 39
A) Kompetensi ................................................................................................. 39
B) Aktivitas ....................................................................................................... 39
C) Materi .......................................................................................................... 40
D) Rangkuman ................................................................................................. 46
E) Evaluasi ....................................................................................................... 47
F) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran ............................................ 48
3. Pembelajaran 3. Alat Pelindung Diri ................................................................ 50

iii
A) Kompetensi .................................................................................................. 50
B) Aktivitas ........................................................................................................ 50
C) Materi ........................................................................................................... 51
D) Rangkuman.................................................................................................. 57
E) Evaluasi........................................................................................................ 58
F) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran ........................................... 59
4. Pembelajaran 4. Bahan Beracun Berbahaya ................................................... 60
A) Kompetensi .................................................................................................. 60
B) Aktivitas ........................................................................................................ 60
C) Materi ........................................................................................................... 61
D) Rangkuman.................................................................................................. 68
E) Evaluasi........................................................................................................ 69
F) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran ............................................ 70
5. Pembelajaran 5. Pemadaman Kebakaran........................................................ 71
A) Kompetensi .................................................................................................. 71
B) Aktivitas ........................................................................................................ 71
C) Materi ........................................................................................................... 71
D) Rangkuman.................................................................................................. 79
E) Evaluasi........................................................................................................ 80
F) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran ............................................ 81
6. Pembelajaran 6. Ergonomi dan Produktivitas Kerja ......................................... 82
A) Kompetensi .................................................................................................. 82
B) Aktivitas ........................................................................................................ 82
C) Materi ........................................................................................................... 82
D) Rangkuman.................................................................................................. 96
E) Evaluasi........................................................................................................ 97
F) Kunci Jawaban Soal Modul K3 Pembelajaran ........................................... 98

BAB III. EVALUASI


A. Tes Kemampuan Akhir ................................................................................ 99
B. Lembar Jawaban.......................................................................................... 104
C. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal dan Akhir ...................................... 106
iv
BAB IV. PENUTUP ............................................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 110

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI

Modul ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kompetensi yang diharapkan dari modul ini,
mahasiswa menguasai prosedur Keselamatan dan Kesehatan dalam bekerja, kesehatan
individu dan kesehatan lingkungan kerja, penanganan situasi darurat, menjaga standart
penampilan diri dalam bekerja, serta ergonomi dan produktifitas kerja.

Dengan demikian mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam bekerja sehari-hari baik di rumah, laboratorium
kampus, maupun di tempat kerja nantinya sehingga akan tercipta sumber daya manusia
yang dapat bekerja dengan aman, sehat, selamat, handal, berkualitas dan memiliki
produktivitas yang tinggi.

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan SCL (Student Centre


Learning) dan evaluasi dilakukan baik dengan Test dan Non Test.

B. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1. Petunjuk untuk siswa

a. Pelajari daftar isi serta mekanisme pembelajaran modul dengan cermat dan teliti
sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan sistematis dan tertib.
b. Kerjakan semua soal dalam cek kemampuan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang telah Anda miliki sebelum mulai mempelajari satu
pembelajaran tertentu.
c. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan seksama hingga
Anda benar-benar memahami materi tersebut. Selanjutnya tandai/warnai hal yang
penting dalam topik tersebut serta tandai hal yang belum dipahami untuk
didiskusikan dengan teman sekelompok atau semeja Anda dan ditanyakan
kepada guru/instruktur pada saat pembelajaran di kelas.
d. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar Mekanisme Pembelajaran
yang telah ditulis di modul ini. Sebaiknya mempelajari modul ini berkelompok
dan selalu mendiskusikan materi yang telah dipelajari dengan teman sekelompok
Anda.
e. Sebelum membaca modul ini perlu dipahami terlebih dahulu indikator tiap
pembelajaran.
f. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul sehingga Anda

1
mendapatkan tambahan pengetahuan.
g. Selesaikan semua tugas baik berupa tugas kelompok maupun individu dengan
segera, baik, dan benar.
h. Untuk menjawab tes formatif usahakan memberi jawaban secara singkat, dan
jelas.

2. Petunjuk untuk guru/instruktur

a. Menggunakan modul ini sebagai sumber utama dalam pembelajaran.


b. Menyediakan beberapa buku/jurnal yang dapat digunakan sebagai
referensi tambahan
c. Membagi kelas dalam beberapa kelompok tugas/diskusi.
d. Memastikan setiap mahasiswa mengerjakan tugas dalam tugas
kelompoknya.
e. Memastikan setiap mahasiswa berperan aktif dalam kelompoknya.
f. Memastikan setiap mahasiswa melakukan pembelajeran secara mandiri sebelum
pembelajaran di kelas dilaksanakan.
g. Membantu mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahannya

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Akhir

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan:

a. Mampu menjelaskan Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),


b. Mampu menjaga dan memelihara kesehatan individu mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki,
c. Mampu menanamkan konsep hygiene dan sanitasi dalam usaha bidang busana,
d. Mampu membudayakan pemeliharaan kebersihan perlengkapan dan area kerja,
e. Mampu menjelaskan peraturan perundang-undangan yang mengatur
Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
f. Mampu menjelaskan materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
g. Mampu menjelaskan berbagai macam alat pelindung diri (APD) terutama dalam
bidang busana,
h. Mampu menjelaskan pentingnya penggunaan APD dalam pekerjaan,
i. Mampu menjelaskan berbagai jenis bahan beracun dan berbahaya dan cara
pengendaliannya,
j. Mampu menjelaskan jenis-jenis limbah dan cara pengolahannya,
k. Mampu menjelaskan prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan,
l. Mampu menjelaskan penyebab terjadinya kebakaran,
m. Mampu menjelaskan prinsip pemadaman kebakaran,
n. Mampu menjelaskan konsep penampilan diri untuk kesempatan kerja di bidang
usaha busana sesuai standart K3,

2
o. Mampu menjelaskan prinsip kerja yang ergonomis,
p. Mampu menjelaskan prinsip peningkatan produktivitas kerja.

D. KOMPETENSI

Tabel 1. Kompetensi

No Topik Pembelajaran Kompetensi


1 Konsep dasar Keselamatan Mampu menjelaskan konsep dasar
dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4 Peraturan Perundang- Mampu menjelaskan peraturan perundang-


undangan Keselamatan dan undangan yang mengatur Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Kesehatan Kerja
Mampu menjelaskan kompe tensi
materi pokok yang diatur dalam Undang-
Undang Keselamatan dan Keseha tan Kerja
5 Alat pelindung diri (APD) Mampu menjelaskan berbagai macam
alat pelindung diri (APD) dalam bidang
busana
Mampu menjelaskan pentingnya
penggunaan
6 Bahan beracun dan Mampu menjelaskan
APD dalam pekerjaan berbagai jenis bahan
berbahaya (B3) beracun dan berbahaya dan cara
pengendaliannya
Mampu menjelaskan jenis-jenis limbah
dan cara pengolahannya
7 Prosedur pertolongan Mampu menjelaskan prosedur per tolongan
pertama per tama pada kecelakaan
8 Pemadam kebakaran Mampu menjelaskan penyebab terjadinya
kebakaran
Mampu menjelaskan prinsip
pemadaman kebakaran
10 Ergonomi dan produktivitas Mampu menjelaskan prinsip kerja yang
kerja ergonomis
Mampu menjelaskan prinsip peningkatan
produktivitas kerja

3
E. TES KEMAMPUAN AWAL

1. Tes Kemampuan Awal

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda

Soal pilihan ganda terdiri atas 20 soal yaitu soal no. 1 hingga 20. Kerjakanlah semua soal
tersebut pada lembar jawaban yang telah disediakan. Pilihlah salah satu jawaban yang
benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d di lembar jawaban.
Skor untuk tiap jawaban yang benar adalah 1, dan 0 untuk tiap jawaban yang salah.

1. Suatu usaha/industri menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) karena beberapa pertimbangan berikut, kecuali:

a. Untuk menjaga reputasi perusahaan

b. Karena dipaksa oleh undang-undang

c. Karena kelebihan keuntungan usaha

d. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu tindakan yang tidak

manusiawi.

2. Berikut ini hal yang tidak termasuk dalam sasaran diterapkannya K3 di suatu
usaha/industri/laboratorium:

a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain,

b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan,

c. Menjamin proses produksi aman dan lancar,

d. Menjamin terlaksananya perintah UU K3

3. Pola hidup sehat adalah ……

a. Perilaku positif dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang berpengaruh baik


terhadap kesehatan individu

b. Penampilan (performance) setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari hari

c. Ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna bagi kesehatan

d. Sehat jasmani dan rohani

4
4. Pengertian sehat menurut WHO (1950) adalah ……

a. Usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan

b. Sehat jasmani dan rohani sehingga tubuh sehat dan ideal dari segi kesehatan
meliputi aspek fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit

c. Suatu upaya untuk memelihara kebersihan tubuh

d. Usaha untuk memelihara, menjaga dan mempertinggi derajat kesehatan individu


mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki

5. Perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah


manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia
disebut ……

a. Hazard c. Sanitasi

b. Hygiene d. Safety

6. Kain perca yang merupakan limbah usaha garmen termasuk dalam kategori
sampah ……

a. Anorganik c. Kering

b. Berbahaya d. Organik

7. Induk dari peraturan perundang-undangan K3 adalah ……

a. UU No. 1 Tahun 1970 c. UU No. 13 Tahun 2003

b. UU No. 14 Tahun 1969 d. Permenaker No. Per.05/MEN/1996

8. Berikut ini adalah kewajiban pengusaha/pengurus terkait dengan K3 berdasar


UU K3, kecuali ……

a. Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga

kerja

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan

c. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah


pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan

d. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

5
9. Berikut ini adalah manfaat dari alat pelindung kepala kecuali ......

a. Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar

b. Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia

c. Melindungi kepala dari benturan dan tertimpa benda

d. Melindungi dari temperatur yang ekstrim baik terlalu panas/ dingin

10. Berikut ini adalah kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) berdasarkan
sumbernya, kecuali ……

a. Limbah B3 dari sumber spesifik

b. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa

c. Limbah B3 yang mudah meledak

d. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik

11. Salah satu contoh metode pengolahan limbah B3 berdasar proses kimia adalah ……

a. Pembersihan gas c. Pembakaran

b. Pengendapan d. Kristalisasi

12. Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat,
kecuali ……

a. Memeriksa pernafasan dan denyut jantung korban

b. Memastikan kita bukan menjadi korban berikutnya

c. Menggunakan metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien

d. Mencatat usaha-usaha pertolongan yang telah kita lakukan

13. Makna yang terkandung dalam Pertolongan Pertama adalah ……

a. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga meringankan sakit korban

b. Pertolongan Pertama harus diberikan oleh dokter

c. Pertolongan Pertama harus menyembuhkan

d. Pertolongan Pertama hanya diberikan pada korban kecelakaan

14. Tindakan preventif mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan ……

a. Mencegah bertemunya oksigen (O2), karbondioksida (CO2), dan panas

b. Mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan panas

c. Mencegah bertemunya karbondioksida (CO2), bahan bakar, dan panas

6
d. Mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan air

15. Kebakaran yang terjadi pada bahan baku busana adalah golongan

kebakaran ……

a. Kelas A c. Kelas C

b. Kelas B d. Kelas D

16. Apabila terjadi kebakaran pada bahan baku busana, maka media yang dapat dipilih
untuk memadamkan kebakaran adalah ……

a. Debu, busa, gas CO2 c. Air, debu

b. Air, gas CO2 d. Busa, gas CO2

17. Berikut ini adalah prinsip dasar pemilihan pakaian kerja di


laboratorium/workshop, kecuali ……

a. Pakaian kerja yang mudah dibersihkan (washable)

b. Pakaian kerja yang mampu melindungi badan sesuai jenis


pekerjaannya (protective)

c. Pakaian kerja yang menyerap keringat (absorbent)

d. Pakaian kerja yang selalu mengikuti tren busana

18. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cara bekerja yang aman
sehingga penampilan diri ketika kerja selalu baik, kecuali ……

a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

b. Menerapkan Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin)

dalam bekerja terutama setelah selesai melakukan pekerjaan

c. Memposisikan badan sewaktu bekerja sesuai prinsip ergonomis

d. Langkah dan urutan kerja dibuat fleksibel serta tidak selalu mengikuti prosedur
operasi baku (SOP)

7
19. Cumulative trauma disorder (CTD) merupakan kerusakan trauma secara kumulatif
yang kemudian membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa
sakit. Berikut ini penyebab CTD kecuali ……

a. Melakukan jenis pekerjaan yang monoton

b. Sikap kerja yang tidak alamiah

c. Metode kerja yang ergonomis

d. Penggunaan otot yang melebihi kemampuannya

20. Berikut ini adalah prinsip dalam meningkatkan produktivitas. Dari keempat cara,
cara manakah yang akan menghasilkan peningkatan produktivitas tertinggi ……

a. Menaikkan besar keluaran (output) sementara besar masukan (input) tetap,

b. Menaikkan besar keluaran (output) dan menurunkan besar masukan (input),

c. Besar keluaran (output) tetap dan menurunkan besar masukan (input),

d. Menaikkan besar keluaran (output) dan besar masukan (input) tetapi kenaikan
keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

Bagian 2. Soal Essay

Soal Essay terdiri atas 8 soal yaitu soal no. 1 hingga 8. Kerjakanlah semua soal tersebut
pada lembar jawaban yang telah disediakan dengan singkat, jelas dan menjawab
pertanyaan. Skor maksimal untuk tiap soal adalah 10 point.

1. Anda adalah seorang pengusaha garmen. Berdasarkan Pasal 4 Permenaker tentang


Sistem Manajemen K3 terdapat 5 (lima) ketentuan yang harus
perusahaan/pengusaha laksanakan. Sebutkan!

2. Sebut dan jelaskan secara singkat komponen-komponen kebersihan individu


yang perlu kita pelihara sehari-hari!

3. Sebut dan jelaskan kategorisasi sampah! Bagaimana cara memusnahkan sampah


yang sudah tidak berguna?

4. Apasajakah tujuan dan ruang lingkup UU K3?

5. Apasajakah proses pengelolaan dan pengolahan limbah B3?

6. Apasajakah sistematika Pertolongan Pertama yang dilakukan? Jelaskan!

7. Bagaimanakah proses terjadinya api berdasarkan konsep segitiga api?


Bagaimanakah prinsip dasar melakukan pemadaman api?

8. Apakah yang dimaksud dengan ergonomi dan produktivitas? Jelaskan


keterkaitan antara ergonomi dengan peningkatan produktivitas!

8
2. Lembar Jawaban Tes Kemampuan Awal

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda

1. A B C D 11. A B C D
2. A B C D 12. A B C D
3. A B C D 13. A B C D
4. A B C D 14. A B C D
5. A B C D 15. A B C D
6. A B C D 16. A B C D
7. A B C D 17. A B C D
8. A B C D 18. A B C D
9. A B C D 19. A B C D
10. A B C D 20. A B C D

Bagian 2. Soal Essay

1. Lima (5) kewajiban perusahaan/pengusaha terkait dengan K3:

2. Komponen kebersihan individu yang perlu kita pelihara sehari-hari:

9
3. Kategorisasi sampah:

Cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana:

4. Tujuan UU K3:

Ruang lingkup UU K3:

5. Proses pengelolaan dan pengolahan limbah B3:

6. Sistematika/langlah Pertolongan Pertama:

7. Proses terjadinya api berdasarkan konsep segitiga api:

Prinsip dasar melakukan pemadaman api:

8. Ergonomi:

Produktivitas:

Kaitan antara ergonomi dengan peningkatan produktivitas:

10
BAB II

PEMBELAJARAN

A. RENCANA PEMBELAJARAN

Tabel 2. Rencana Pembelajaran

Minggu Strategi
Topik Pembelajaran Uraian Materi
ke-
Perkuliahan

Konsep dasar Konsep keselamatan kerja; Ceramah,


1-2 Keselamatan dan kesehatan kerja; penyakit Tanya jawab
Kesehatan Kerja (K3) akibat kerja; kecelakaan kerja dan diskusi
dan pencegahannya
Peraturan perundang- Tujuan; ruang lingkup; Studi kasus
6 undangan Keselamatan dan materi pokok UU dan diskusi,
dan Kesehatan Kerja (K3) K3 ceramah
Alat pelindung diri (APD) Jenis-jenis APD dan Ceramah dan
7 penggunaannya dalam bidang
busana Tanya jawab

8 Ujian Tengah Semester Pembelajaran I-V Test tertulis


Bahan beracun dan Jenis-jenis B3 dan cara Ceramah dan
9 berbahaya (B3) pengendaliannya; jenis-jenis
limbah dan cara Tanya jawab
pengolahannya
Pemadam kebakaran Konsep segitiga api; Ceramah,
kategorisasi/kelas kebakaran; Tanya jawab
12 prinsip pemadaman dan diskusi
kebakaran dan pemilihan alat
pemadam
Ergonomi dan Prinsip kerja ergonomis; dan Studi kasus
14-15 produktivitas kerja prinsip peningkatan dan diskusi,
produktivitas kerja ceramah
Merangkum dan Pembelajaran I-X Test tertulis
16 memahami secara utuh
konsep K3 dan
penerapannya

11
PEMBELAJARAN I

KONSEP DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

Menguasai Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran I ini, mahasiswa diharapkan:

1. Mampu menjelaskan konsep Keselamatan Kerja

2. Mampu menjelaskan konsep Kesehatan Kerja

3. Mampu menjelaskan penyakit akibat kerja dan yang timbul karena hubungan kerja
dan pencegahannya

4. Mampu menjelaskan Kecelakaan Kerja dan Pencegahannya

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
sadara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

C) MATERI: KONSEP DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Pendahuluan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Sistem Manajemen K3) merupakan bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan dan

12
sasaran Sistem Manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan
dan kesehatan di tempat kerja dengan melibatkan unsure manajemen, tenaga kerja,
kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.

Sistem Manajemen K3 wajib diterapkan oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan


tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih; perusahaan yang mempunyai potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja.
Berdasarkan Pasal 4 Permenaker tentang Sistem Manajemen K3, terdapat 5 (lima)
ketentuan yang harus perusahaan/pengusaha laksanakan, yaitu:

a. menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen


terhadap penerapan Sistem Manajemen K3;

b. merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan


keselamatan dan kesehatan kerja;

c. menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan


mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja;

d. mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan


kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;

e. meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3


secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.

2. Pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terdapat beberapa alasan yang mengungkapan pentingnya Sistem Manajemen K3


diterapkan dalam suatu perusahaan/laboratorium. Alasan tersebut dapat dilihat dari aspek
manusiawi, ekonomi, UU dan Peraturan, serta nama baik (Adrian, dkk, 2009). Berikut
adalah argumentasi betapa pentingnya Sistem Manajemen K3.

a. Alasan Manusiawi. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa berusaha


melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan suatu tindakan yang
tidak manusiawi. Hal ini di karenakan kecelakaan yang terjadi tidak hanya
menimbulkan penderitaan bagi korbannya (misalnya kematian, cacat/luka berat,
luka ringan), melainkan juga penderitaan bagi keluarganya. Oleh karena itu
pengusaha atau sekolah mempunyai kewajiban untuk melindungi pekerja atau
siswanya dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.

b. Alasan Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian
ekonomi, seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya
pengobatan, dan biaya santunan kecelakaan. Oleh karena itu, dengan melakukan
langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka selain dapat mencegah terjadinya
cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat menghemat biaya yang harus

13
dikeluarkan.

c. Alasan UU dan Peraturan. UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau


suatu organisasi bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan bahwa masih
banyak kecelakaan yang terjadi, makin meningkatnya pembangunan dengan
menggunakan teknologi modern, pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas
kerja yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya
arti tenaga kerja di bidang konstruksi.

d. Nama Baik Institusi. Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat
mempengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain. Reputasi
atau citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting terutama bagi industry
jasa, termasuk jasa konstruksi, karena berhubungan dengan kepercayaan dari
pemberi tugas/pemilik proyek. Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung
reputasi perusahaan itu, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan
kerja yang baik akan memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak
langsung.

Gambar 1. Logo Kampanye Pentingnya K3 (Sumber: http://sdmberkualitas.blogspot.com)

3. Teori Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada awal perkembangannya, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengalami


beberapa perubahan konsep. Konsep K3 pertama kali dimulai di Amerika Tahun 1911
dimana K3 sama sekali tidak memperhatikan keselamatan dan kesehatan para
pekerjanya. Kegagalan terjadi pada saat terdapat pekerjaan yang mengakibatkan
kecelakaan bagi pekerja dan perusahaan. Kecelakaan tersebut dianggap sebagi nasib
yang harus diterima oleh perusahaan dan tenaga kerja. Bahkan, tidak jarang, tenaga
kerja yang menjadi korban tidak mendapat perhatian baik moril maupun materiil dari
perusahaan. Perusahaan berargumen bahwa kecelakaan yang terjadi karena kesalahan
tenaga kerja sendiri untuk menghindari kewajiban membayar kompensasi kepada tenaga
kerja.

Pada Tahun 1931, H.W. Heinrich mengeluarkan suatu konsep yang dikenal dengan
Teori Domino. Konsep Domino memberikan perhatian terhadap kecelakaan yang
terjadi. Berdasar Teori Domino, kecelakaan dapat terjadi karena adanya kekurangan
dalam lingkungan kerja dan atau kesalahan tenaga kerja. Dalam perkembangannya,
konsep ini mengenal kondisi tidak aman (unsafe condition) dan tindakan tidak aman
(unsafe act).

14
Pada awal pengelolaan K3, konsep yang dikembangkan masih bersifat kuratif
terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Bersifat kuratif berarti K3 dilaksanakan setelah
terjadi kecelakaan kerja. Pengelolaan K3 yang seharusnya adalah bersifat pencegahan
(preventif) terhadap adanya kecelakaan. Pengelolaan K3 secara preventif bermakna
bahwa kecelakaan yang terjadi merupakan kegagalan dalam pengelolaan K3 yang
berakibat pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan dan tenaga kerja.
Pengelolaan K3 dalam pendekatan modern mulai lebih maju dengan diperhatikannya dan
diikutkannya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini mulai disadari dari
data bahwa kecelakaan yang terjadi juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar.
Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan, maka mulailah
diterapkan Manajemen Resiko, sebagai inti dan cikal bakal Sistem Manajemen K3.
Melalui konsep ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan yang
akan terjadi.

Manajemen Resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga
komitmen manajemen dan seluruh pihak terkait termasuk pekerja. Dalam penerapan K3
di sekolah, maka diperlukan keterlibatan manajemen sekolah, guru, teknisi, dan siswa.
Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan harus teridentifikasi, kemudian
perhitungan dan prioritas terhadap resiko dari potensi bahaya, dan terakhir pengendalian
resiko. Peran manajemen sangat diperlukan terutama pada tahap pengendalian resiko,
karena pengendalian resiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan/sekolah dan hanya pihak manajemen yang dapat memenuhi
kebutuhan tersebut.

Dari perjalanan pengelolaan K3 diatas semakin menyadarkan akan pentingnya K3 dalam


bentuk manajemen yang sistematis dan mendasarkan agar dapat terintegrasi dengan
manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan
untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk mengelola K3. Sistem Manajemen
K3 mempunyai pola Pengendalian Kerugian secara Terintegrasi (Total Loss Control) yaitu
sebuah kebijakan untuk mengindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personel di
perusahaan dan lingkungan melalui penerapan Sistem Manajemen K3 yang
mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas dan
lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu perencanaan (plan),
pelaksanaan (do), pemeriksaan (check), peningkatan (action).

Dalam sejarah perjalanan Sistem Manajemen K3, tercipta beberapa standar yang dapat
dipakai perusahaan. Standar-standar tersebut antara lain:

 HASAS 18000/18001 Occupational Health and Safety Management Systems,

 Voluntary Protective Program OSHA,

 BS 8800,

 Five Star System,

 International Safety Rating System (ISRS),

 Safety Map,

15
 DR 96311

 Aposho Standar 1000

 AS/ANZ 4801/4804, dan

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 (SMK3 yang berbentuk

Peraturan Perundang-Undangan)

Kini pengelolaan K3 dengan penerapan Sistem Manajemen K3 sudah menjadi bagian


yang dipersyaratkan dalam ISO 9000:2000 dan CEPAA Social Accountability 8000:1997.
Akan tetapi sampai saat ini belum terdapat satu standar internasional tentang Sistem
Manajemen K3 yang disepakati dan dapat diterima banyak negara, sebagaimana halnya
Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 dan Sistem Manajemen Mutu Lingkungan ISO
14000.

Gambar 2. Upaya Penanaman Budaya K3

(Sumber: http://4antum.wordpress.com)

4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium

Dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium, semua pihak harus menyadari


bahwa dalam setiap kegiatan tersebut mempunyai potensi bahaya dan menimbulkan
dampak lingkungan sehingga penting sekali aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
dalam laboratorium. Penerapan K3 di dalam laboratorium merupakan kebijakan yang
harus diambil oleh manajemen (pimpinan) sekolah/universitas. Setelah kebijakan
penerapan K3 diambil, maka setiap pengguna laboratorium harus mempunyai rasa
tanggung jawab yang penuh akan K3 di dalam laboratorium. Oleh karena itu perlu
ditetapkan peraturan dan prosedur standar yang harus ditaati pada setiap kegiatan yang
dilakukan di dalam laboratorium. Setiap pelanggaran terhadap peraturan dan prosedur
kerja dapat dikenakan sanksi.

Dalam laboratorium diperlukan suatu panduan untuk keselamatan kerja dan keselamatan
laboratorium harus ditempatkan di tingkatan prioritas tertinggi dan setiap pratikan
bertanggung jawab akan laboratorium yang aman. Pada tahap awal penerapan K3 di
laboratorium terdapat beberapa hal yang harus diketahui, yaitu:

16
 kegiatan yang akan dilakukan di laboratorium,

 bahan-bahan yang terdapat di laboratorium baik bahan kimia, biologi, tekstil,

 fasilitas dan peralatan proses yang tersedia di laboratorium,

 fasilitas dan peralatan K3 yang tersedia di laboratorium.

Dalam rangka mendukung penerapan K3 di laboratorium maka diperlukan suatu


peraturan khusus tentang K3.

Adapun peraturan yang dapat diterapkan antara lain:

a. Melaksanakan pembelajaran di laboratorium hanya ketika ada guru/dosen atau


pengawas/teknisi, dan tidak diijinkan mengadakan percobaan laboratorium yang tidak
diijinkan.

b. Perhatian untuk keselamatan sudah dimulaui bahkan sebelum melaksanakan


aktivitas pertama dalam pembelajaran di laboratorium. Oleh karenanya setiap
pratikan harus sudah membaca dan memikirkan tugas laboratorium masing-masing
sebelum pembelajaran dimulai.

c. Mengetahui letak penempatan dan penggunaan dari semua fasilitas dan peralatan K3
di laboratorium seperti kotak P3K, pemadam api, shower, pencuci mata, wastafel.

d. Memakai celemek atau mantel laboratorium, sepatu, dan lebih baik gunakan
pengikat rambut, serta alat lain yang dapat dijadikan pelindung diri dalam kerja. Jika
pembelajaran di laboratorium kimia maka gunakan kaca mata.

e. Membersihkan meja kerja dari semua bahan tidak perlu seperti buku dan tas sebelum
pekerjaan dimulai.

f. Jika berhubungan dengan bahan kimia (di laboratorium kimia), periksalah label
bahan kimia sebanyak dua kali untuk meyakinkan bahwa bahan kimia yang akan
digunakan memnyai unsure yang benar dan sesuai dengan pekerjaan yang akan
dilakukan. Hal ini perlu dilakukan mengingat beberapa bahan kimia mempunyai
rumusan dan nama yang berbeda hanya dalam satu nama dan nomor. Perhatikan
penggolongan resiko yang ada pada label dan perhatikan juga diagram resiko serta
maksud dari angka- angka yang tertera pada tabel diagram resiko.

g. Hindari pergerakan dan pembicaraan yang tidak perlu di dalam


laboratorium

h. Jangan pernah mencicipi bahan yang ada di laboratorium (terutama di Laboratorium


Kimia). Sebaiknya tidak makan dan minum di dalam laboratorium.

i. Khusus di Laboratorium Kimia, jangan pernah melihat secara langsung ke dalam


suatu tabung tes. Pandangilah dari samping.

j. Setiap kecelakaan, meskipun itu kecil, harus dilakporkan dengan seketika kepada
teknisi atau guru/dosen.

17
k. Dalam hal suatu bahan kimia tertumpahkan pada pakaian atau kulit, bilaslah
area yang terkena dengan air yang banyak. Apabila bahan kimia mengenai mata,
bersihkanlah seketika dengan water-washing selama 10-15 menit atau sampai
diperoleh bantuan medis secara profesional.

l. Membuang bahan sisa kerja harus sesuai perintah dan dilakukan dengan hati-hati
terutama bahan kimia.

m. Kembalikan semua peralatan pelindung diri pada tempat yang telah ditetapkan.

n. Sebelum meninggalkan laboratorium, pastikan mesin dan listrik dalam kondisi mati.

5. Keselamatan Kerja

Selain kesehatan yang tak kalah pentingnya adalah Keselamatan Kerja. Keselamatan
kerja merupakan keadaan terhindar dari bahaya saat melakukan kerja. Menurut
Suma’mur (1987:1), keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut semua proses
produksi dan distribusi baik barang maupun jasa. Keselamatan kerja adalah tugas semua
orang yang bekerja. Keselamatan adalah dari, oleh, dan untuk setiap tenaga kerja
maupun masyarakat pada umumnya. Tasliman (1993:1) sependapat dengan Suma’mur
bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menyangkut semua unsur yang terkait di dalam
aktifitas kerja. Ia menyangkut subjek atau orang yang melakukan pekerjaan, objek
(material) yaitu benda-benda atau barang-barang yang dikerjakan, alat-alat kerja yang
dipergunakan dalam bekerja berupa mesin-mesin dan peralatan lainnya, serta
menyangkut lingkungannya, baik manusia maupun benda-benda atau barang.

Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu
gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Kecelakaan selain menjadi hambatan langsung,
juga merugikan secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja, dan
lain-lain. (Suma’mur, 1985:2) Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai
ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar
dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat
Pelindung Diri (APD), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
Pendapat lain mengatakan Keselamatan (safety) meliputi:(1). mengendalikan kerugian
dari kecelakaan (control of accident loss) dan (2). kemampuan untuk mengidentifikasikan
dan menghilangkan (mengontrol) resiko yang tidak bisa diterima (the ability to identify and
eliminate unacceptable risks)

Pengertian K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah


kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Menurut America Society of Safety and Engineering (ASSE), K3

18
diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis
kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan Keselamatan (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Istilah lainnya adalah
ergonomi yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem dan desain kerja,
keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna tercapainya
pelakasanaan pekerjaan secara baik. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan
pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Dalam K3 ada tiga norma yang
selalu harus dipahami, yaitu: (1) aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja; (2) diterapkan untuk melindungi tenaga kerja; (3) resiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja

6. Kesehatan Kerja

Produktifitas optimal dalam dunia pekerjaan merupakan dambaan setiap manager atau
pemilik usaha, karena dengan demikian sasaran keuntungan akan dapat dicapai.
Kesehatan (Health) berarti derajat/ tingkat keadaan fisik dan psikologi individu (the degree
of physiological and psychological well being of the individual). Kesehatan Kerja, yaitu :
suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerjayang diwujudkan melaluii
pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan asupan makanan yang bergizi

Program kesehatan di usaha busana bertujuan untuk mewujudkan lingkungan usaha


busana yang aman, nyaman dan sehat bagi seluruh pekerjai, dan pengunjung, di dalam
dan di lingkungan Usaha busana. Sehingga kejadian pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha busana dapat di tekan atau
bila mungkin di hilangkan. Empat pilar strategi yang telah ditetapkan tuntuk mendukung
visi Kementrian Kesehatan dalam rangka merujudkan “kesehatan kaerja” adalah:

a. Strategi paradigma sehat yang harus dilaksanakan secara serempak dan


bertanggung jawab dari semua lapisan. Termasuk partisipasi aktif lintas sektor dan
seluruh potendi masyarakat.

b. Strategi Profesionalisme, yaitu memelihara pelayanan kesehatan yang bermutu,


merata dan terjangkau.

c. Strategi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), guna


memantapkan kemandirian masyarakat hidup sehat, diperlukan peran aktif dan
pembiayaan.

d. Strategi Desentralisasi, intinya adalah pendelegasian wewenang yang lebish


besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur system pemerintahan

19
kerumahtanggaannya sendiri.

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang


diselenggarakan oleh ILO di Linz Australia, dihasilkan beberapa definisi sebagai berikut :

a. Penyakit Akibat Kerja: penyakit akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik
atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebeb yang mudah diakui.(pekerjaan sebagai pencetus sakit atau penyakit)
atau lebih dikenal dengan sebagai man made disease. Pencegahan dapat dimulai
dengan pengendalian secermat mungkin pengganggu kesehatan atau pengganggu
kerja. Gangguan ini terdiri dari:

1) Beban kerja (berat, sedang, ringan, atau fisik, psikis, dan sosial).

2) Beban tambahan oleh faktor-faktor lingkungan kerja seperti faktor fisik, kimia,
biologi, dan psikologi.

3) Kapasitas kerja, atau kualitas karyawan sendiri yang meliputi: kemahiran,


ketrampilan, usia, daya tahan tubuh, jenis kelamin, gizi,ukuran tubuh, dan motivasi
kerja.

b) Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan –Work related disease adalah


penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.

c) Penyakit yang mengenai populasi pekerja adalah penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

7. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada prinsipnya sasaran atau tujuan dari K3 adalah

a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain

b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan

c. Menjamin proses produksi aman dan lancar

Sedangkan tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur, (1985:1) adalah sebagai


berikut:

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan


untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
masyarakat.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.

c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

20
Sementara itu, peraturan perundangan No. I tahun 1970 Pasal 3 tentang
keselamatan kerja ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu


kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. Memberi alat-alat pelindung diri pada para pekerja;

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,


debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan
getaran;

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik


maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau


barang;

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan


penyimpanan barang;

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya


kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. (Tia , Setiawan dan Harun, 1980:11-12)

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok- pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun

21
2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama, akan tetapi pekerja mempunyai
kewajiban untuk memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan berperilaku yang
bertanggung jawab. Setiap cidera atau kasus sakit akibat hubungan kerja, dapat dihindari
dengan sistem kerja , peralatan, substansi, training dan supervisi yang tepat. Sakit,
Cidera dan perilaku yang tidak mendukung kesehatan ,keselamatan dan keamanan kerja
akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja. Salah satu masalah yang
hampir setiap hari terjadi di tempat kerja adalah kecelakaan yang menimbulkan hal-hal
yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan peralatan, cedera tubuh, kecacatan bahkan
kematian.

8. Sebab-Sebab Terjadinya Kecelakaan dalam Bekerja

Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan
sistem dan produktifitas kerja.

Kecelakaan, adalah kejadian yang tak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga oleh
karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kengajaan, lebih-lebih dalam
bentuk perencenaan. Ttidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai
kerugian materiil maupun penderiaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling
berat dan tidak diinginkan.

Secara teoritis istilah- istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi
beberapa hal sebagai berikut :

a. Hazard (sumber bahaya). Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat


menimbulka kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan
pekerja yang ada

b. Danger (tingkat bahaya). Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah
ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.

c. Risk, prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu

d. Insident. Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak


diinginkan, yang dapat/ telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang
melebihi ambang batas badan/struktur

e. Accident. Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian
(manusia/benda)

Dalam beberapa industri, kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kurang terjaganya


keselamatan kerja lebih tinggi daripada yang lainnya. Sekitar dua dari tiga kecelakaan
terjadi akibat orang jatuh, terpeleset, tergelincir, tertimpa balok, dan kejatuhan benda di
22
tempat kerja. (Daryanto, 2001: 2)

Suma’mur (1987:3) mengatakan bahwa 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor
manusia. Lebih lanjut Suma’mur mengatakan bahwa kecelakaan akibat kerja dapat
menyebabkan 5 jenis kerugian (K) yakni : (1) kerusakan, (2) kekacauan organisasi, (3)
keluhan dan kesedihan, (4) kelainan dan cacat, dan (5) kematian.

Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja mungkin
rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam proses
produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan menderita, sedangkan keluarga
dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang mengakibatkan
luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan
merenggut nyawa dan berakibat kematian (Suma’mur, 1985:6)

Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan tidak diharapkan.
Setiap kecelakaan baik di industri, di bengkel, atau di tempat lainya pasti ada sebabnya.
Secara umum terdapat dua hal pokok yang menyebabkan kecelakaan kerja (Suma’mur,
1985:9) yaitu:

a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human


acts).

b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (usafe conditions)

Tasliman (1993:19-27) juga sependapat dengan Suma’mur bahwa kecelakaan dapat


terjadi dengan sebab-sebab tertentu, yaitu:

a. Kesalahan manusia (human erorr), misalnya kebodohan atau ketidaktahuan,


kemampuan keterampilan yang tidak memadai, tidak konsentrasi pada waktu
bekerja, salah prosedur atau salah langkah, bekerja sembrono tanpa
mengingat resiko, bekerja tanpa alat pelindung, mengambil resiko
untung-untungan dan bekerja dengan senda gurau.

b. Kondisi yang tidak aman, misalnya tempat kerja yang tidak memenuhi syarat
keselamatan kerja, kondisi mesin yang berbahaya (machinery hazards), kondisi
tidak aman pada pemindahan barang-barang serta alat- alat tangan yang
kondisinya tidak aman.

Bernet N.B. Silalahi dan Rumondang (1985:109) secara spesifik mengatakan bahwa
tiga sebab mengapa seorang karyawan melakukan kegiatan tidak selamat adalah:

a. yang bersangkutan tidak mengetahui tata cara yang aman atau perbuatan-
perbuatan yang berbahaya;

b. yang bersangkutan tidak mampu memenuhi persyaratan kerja sehingga terjadilah


tindakan di bawah standar;

c. yang bersangkutan mengetahui seluruh peraturan dan persyaratan kerja, tetapi


dia enggan memenuhinya.

23
Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko jangka panjang pada kesehatan

Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan sesuatu yang dapat
menyebabkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika terjadi pajanan (“exposure”) yang
berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh
pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja.

Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan kerja
antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktorpsikologi.
Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah ini antara
lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis. Sedangkan faktor psikologi dibahas dalam
kategori D.

Bahaya Faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang
memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada
sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan,
uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara
utama antara lain:

Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zatberacun dapat
masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter
udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti
fiber/serat, dapat langsung melukai paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan
mengalir ke bagian lain dari tubuh.

Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan
yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur
dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang
sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.

Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranyaadalah zat


melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah.
Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya
kecelakaan medis).

Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat
bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis
sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai
ambang batas (NAB).

Bahan kimia di tempat kerja

Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja. Bahan


bahankimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku
yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas,
untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping.

24
Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita
dengan cara-cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia
bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan waktu bertahuntahun untuk
berkembang.

Bahaya Faktor Fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan,
penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini
mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang
tidak diinginkan.

Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat alat
proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak
jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau
permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu
bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas
sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.

Penerangan

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan.
Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas.
Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih
tinggi, misalnya mengemas kotak.

Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam


peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai,
para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan
mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan
mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka.

Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke


bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari bend
atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang peralatan yang
bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor dijalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan
getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.

Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya.
Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi
pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan
nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak

25
langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.

Bahaya Faktor Biologi

Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di pertanian,
perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor air quality,
banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari
pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis
pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada pekerja
gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada
pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan
tentang aspergilus paru pada pekerja gandum.

Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja
yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja yang
tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan
atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat
kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya.
Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain
imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-
pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi
dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan
para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG
yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji
Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga
pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di
Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.

Keselamatan Listrik

Listrik merupakan energi dibangkitkan oleh sumber energi biasanya generator dan dapat
yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam rangkaian tertutup.

Potensi bahaya listrik adalah:

• Bahaya kejut listrik

• Panas yang ditimbulkan oleh energi listrik

• Medan listrik

. Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai berikut:

• Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian listrik yang


bertegangan.

• Pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan (grounding) dan
konduktor yang tidak ditanahkan (grounding)

• Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material yang
Tidak ditanahkan.

26
Dampak cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia (pekerja) tergantung:

A. Besar arus yang mengalir ke tubuh manusia

B. Bagian tubuh yang terkena

C. Lama/ durasi pekerja terkena arus kejut

Besar arus yang mengalir tergantung besar beda potensial dan resistansi. Efek arus kejut
pada manusia dapat mengakibatkan kematian. Arus kejut listrik yang mengenai tubuh
akan menimbulkan:

a. menghentikan fungsi jantung dan menghambat pernafasan.

b. Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh

terbakar, khususnya pada titik dimana arus masuk ke tubuh.

c. Beberapa kasus dapat menimbulkan pendarahan, atau kesulitan bernafas dan

gangguan saraf.

d. Gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat mengakibatkan cidera lain

seperti akibat jatuh atau terkena/tersandung benda lain.

a. Pengendalian bahaya listrik dari sentuh langsung

1. Mengisolasi bagian aktif

 Mengisolasi bagian aktif

 Penggunaan jenis kabel yang sesuai

 Kabel disesuaikan dengan operasi, building materials, beban , lingkungan

 Gunakan fixed cords dari pada flexible cords

 Gunakan extension cord yang sesuai

2. Menutup dengan Penghalang atau Selungkup

3. membuat rintangan

4. memberi Jarak aman atau diluar jangkauan

5. Menggunakan alat pelindung diri.

b. Pengendalian listrik dari sentuh tidak langsung

1. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain :

2. Menutup semua instalasi yang terbuka

27
3. Mengisolasi bagian aktif/ konduktor

4. Memperbaiki penutup instalasi yang rusak

5. Memperbaiki atau mengganti peralatan yang rusak

6. Menghindari lingkungan kerja yang tidak aman

7. Mengecek / memeriksa kondisi kawat atau core kabel

8. Memeriksa dan melakukan pengukuran grounding

9. Menggunakan peralatan/ sistem grounding yang benar

10. Menghindari penggunaan yang melebihi kapasitasnya

11. Memeriksa dan memelihara peralatan listrik dengan baik

12. Menggunakan peralatan/ sistem pengaman

Keselamatan Kerja Pada Pesawat/Peralatan/Permesinan Produksi Keselamatan


pada Alat Perkakas

Alat perkakas ialah alat alat bantu di dalam melakukan pekerjaan reparasi,pemeliharaan
dan membentuk benda-benda kerja, baik yang berat maupun yang ringan, mudah dibawa
kemana mana dan praktis. Jenis-jenis alat perkakas tersebut misalnya palu, tang, gunting,
pahat, kikir, gergaji tangan, bor tangan, gerinda tangan, alat-alat ukur manometer, kunci-
kunci dan obeng dll. Merupakan alat bantu kerja yang mempunyai sumber bahaya apabila
didalam pemakainya tidak sesuai prosedur pemakaian yang benar.

Sumber-sumber bahaya dan kecelakaan yang terjadi antara lain disebabkan karena:

a. Bahan yang tidak baik

b. Konstruksi bahan yang tidak tepat

c. Penggunaan dari alat yang tidak tepat

d. Alat perlengkapan yang telah rusak atau aus

e. Tatacara penggunaan yang salah

f. Tanpa alat pelindung diri perorangan

g. Pekerja yang tidak terlatih atau tidak trampil atau belum bersertifikat

Kecelakaan kecelakaan yang terjadi adalah sesuai yang tidak terduga dan tidak
dikehendaki atau tidak diharapkan serta menyangkut gerak gerik orang, obyek atau
bahan. Oleh karena nya apabila menginginkan selamat dalam bekerja atau menghindari
atau mengurangi kecelakaan tersebut haruslah :

a. Melalui latihan sebelum melakukan suatu jenis pekerjaan dengan alat alat
perkakas

28
b. Mengenal dan mengetahui kegunakaan, tata cara pengerjaan dan untuk jenis

pekerjaan tertentu

c. Mengenal dan memahami sumber bahaya , kemungkinan bahaya yang timbul

sehingga dapat mengeliminirnya

d. Mempergunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan bahaya sifat


pekerjaannya.

Berdasarkan ketentuan diatas maka perlu ditentukan beberapa persyaratan persyartan


umum antara lain:

a. Alat-alat perkakas tangan yang dipergunakan harus terbuat dari bahan yang
bermutu baik dan sesuai dengan pekerjaan dimana alat-alat itu dipergunakan.

b. Alat-alat perkakas tangan hanya dipakai untuk jenis dan kegunaan dimana alat-
alat itu dirancang.

c. Palu biasa atau besar, pahat, kikir, pemotong, pendorong, dan alat hentak
sejenisnya harus dibuat dari baja terpilih cukup keras untuk menahan pukulan
tanpa mengalami kerusakan atau perubahan bentuk.

d. Tangki baja dari alat-alat perkakas tangan harus :

1) Dari bahan berserat lurus dan mutu yang terbaik

2) Ukuran dan bentuk yang sesuai

3) Halus dan tepi yang tidak tajam

e. Apabila tidak dipakai alat-alat perkakas tangan yang bertepi tajam atau berujung
runcing harus dilengkapi pelindung tepi atau ujung

f. Alat alat tangan dilarang berserakan dilantai, jalur jalan atau tempat dimana orang
lalu lalang atau bekerja atau kemungkinan menjatuhi orang dibawahnya.

g. Harus disediakan lemari, rak dan gantungan yang sesuai dengan alat-alat
perkakas dan ditempatkan dekat bangku kerja.

h. Tenaga kerja atau operator harus dilengkapi dengan :

1) Kaca mata atau pelindung lain terhadap pecahan pecahan yang berterbangan

2) Respirator, helm atau kedok apabila bekerja didaerah yang kotor dan
membahayakan

29
i. Penggunaan alat perkakas tangan harus :

1) Disimpan dan dipelihara oleh orang yang bertanggungjawab dan diberikan


kepada operator yang berwenang menggunakannya dan menggembalikan
setelah selesai dipakai

2) Melalui pengujian secara visual atau eksternal setelah dipergunakan

3) Diperiksa dengan lengkap baik kebersihannya, waktu penggunakan, kerapihan


dan di tes atau diuji oleh orang yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundangan.

j. Mesin mesin perkakas yang sudah rusak dan dapat menimbulkan bahaya harus
segera diperbaiki atau tidak boleh dipakai lagi atau dimusnahkan.

Keselamatan Kerja pada Mesin Pres, Gerinda, dan Bor

a. Keselamatan Kerja pada Mesin Pres

Mesin pres (pon) adalah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan bantuan
kaki dan tangan operator dan dipergunakan untuk memotong, melobangi, membentuk
atau merangkai bahan bahan logam atau bahan bukan logam dengan penggunakan
stempel /pres yang dipasang pada batang-batang luncur atau girisan-girisan.

Dalam pengoperasian manual, alat perlindungan/pengaman harus benar-benar


mengamankan pekerja/operator dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh mesin pres,
antara lain dapat dilakukan dengan:

 Diberikan kurungan/pagar pada stempel

 Membatasi jarak jalan luncur stempel

 Perlindungan pintu geser yang terkunci oleh mekamisme pengendaliannya

 Knop tekan dua tangan

 Pengaman tarik dua tangan/pengaman cambuk

 Alat-alat bantuyang dilengkapi dengan perlindungan-perlindungan yang


memenuhi syarat.

b. Keselamatan Kerja pada Mesin Gerinda

Penggerindaan adalah proses pemotongan logam kedalam suatu bentuk tertentu dengan
mengunakan roda gerinda yang padat. Roda gerinda ini dipasang pada poros utama
(spindle)bdari mesin gerinda. Batu gerinda terbuat dari beribu-ribu butir batu obrasif yang
diikat oleh bahan pengikat hingga membentuk roda yang diinginkan.

30
Syarat-syarat pemasangan batu roda gerinda :

 Sebelum dipasang harus diperiksa, ada atau tidaknya keratakan pada roda
gerinda

 Pemasangan harus dengan dua flens

 Diameter flens harus sekurang-kurangnya 1/3 dari diameter batu roda gerinda

 Fens harus mampu menahan tegangan lengkung yang terjadi

 Flens harus seimbang

 Batu roda gerinda tidak boleh berhubungan langsung dengan poros

 Batu roda gerinda harus terpasang secara pas pada poros

 Ruang mainan antara batu gerinda dengan poros tidak boleh lebih besar dari
0,1mm

Mesin Press

Mur penekan flens pada batu gerinda harus dikeraskan secara merata tanpa hentakan,
dan mur tersebut harus mempuyai ulir yang berlawanan dengan arah putaran batu
gerinda dan dilengkapi dengan ring penjamin berupa ringer.

Roda gerinda yang terpasang pada poros utama mesin gerinda harus dilengkapi alat-alat
perlindungan yaitu :

 Kap pelindung

 Kaca perlindungan

 Penahan pahat

c. Keselamatan Kerja pada Mesin Bor

Mesin bor adalah mesin perkakas yang digunakan untuk membuat lubang, memperluas
lubang, mengetap pada logam, kayu atau bahan lain.

Syarat-syarat keselamatan kerja mesin bor:

 Pelat genggam untuk memegang alat-alat pada mesin dril dan bor kayu harus dari
jenis aman, tanpa bagian-bagian yang menonjol

 Spindle atau driving head pada mesin bordril harus ditutup

 Klem, jig atau pengikat harus diadakan dan dipergunakan untuk memegang benda-
benda yang dibajak diatas meja mesin dril vertical, untuk menghindari pekerjaan

31
berputar dengan dril.

 Apabila dapat dilakukan dan perlu maka mesin dril atau mesin bor harus dilengkapi
dengan kap penghisap yang dihubungkan dengan baik pada

 pembungan yang efisien yang akan menghilangkan pecahan pecahan.

 Sika harus disediakan dan dipergunakan untuk menghilangkan bubuk bubuk dari
yang sedang dibor diatas mesin dril dan mesin bor.

Keselamatan dan kesehatan Kerja pada Pengelasan.

Bekerja dengan menggunakan media pengelasan semakin berkembang , sehingga


disetiap kesempatan kerja selalu diikuti dengan potensi terjadinya kecelakaan kerja akibat
kurangnya perhatian manusia, cara penggunaan peralatan yang salah atau tidak
semestinya, pemakaian pelindung diri yang kurang baik dan kesalahan lain yang terjadi
dilingkungan kerja bidang pengelasan. Keselamatan dan kesehatan kerja paling banyak
membicarakan adanya kecelakaan dan perbuatan yang mengarah pada tindakan yang
mengandung bahaya.

Untuk menghindari atau mengeliminir terjadinya kecelakaan perlu penguasaan


pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja dan mengetahui tindakan tindakan yang
harus diambil agar keselamatan dan kesehatan kerja dapat berperan dengan baik. Untuk
membahas hal tersebut faktor yang paling dominan adalah kecelakaan, perbuatan yang
tidak aman, dan kondisi yang tidak aman.

a. Kecelakaan

Faktor yang paling banyak terjadi di lingkungan kerja adalah adanya kecelakaan, dimana
kecelakaan merupakan:

1) Kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan cedera fisik seseorang
bahkan fatal sampai kematian/cacat seumur hidup dan kerusakan harta milik

2) Kecelakaan biasanya akibat kontak dengan sumber energi diatas nilai ambang
batas dari badan atau bangunan

3) Kejadian yang tidak diinginkan yang mungkin dapat menurunkan efisiensi


operasional suatu usaha

Hal-hal dalam kecelakaan dapat meliputi:

1) Kecelakaan dapat terjadi setiap saat (80% Kecelakaan akibat kelalaian)

2) Kecelakaan tidak memilih cara tertentu untuk terjadi

3) Kecelakaan selalu dapat menimbulkan kerugian

4) Kecelakaan selalu menimbulkan gangguan

5) Kecelakaan selalu mempunyai sebab

32
6) Kecelakaan dapat dicegah/dieliminir

b. Perbuatan tidak aman (berbahaya)

1) Tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) standard yaitu: Helm dengan tali, sabuk
pengaman, stiwel dan sepatu tahan pukul, pakaian kerja, sarung tangan kerja dan
APD sesuai kondisi bahaya kerja yang dihadapi saat bekerja pengelasan.

2) Melakukan tindakan ceroboh/tidak mengikuti prosedur kerja yang berlaku bidang


pengelasan.

3) Pengetahuan dan keterampilan pelaksana yang tidak sesuai dengan pekerjaan


yang dibebankan padanya.

4) Mental dan fisik yang belum siap ntuk tugas-tugas yang diembannya.

c. Kondisi tidak aman (berbahaya)

1) Lokasi kerja yang kumuh dan kotor

2) Alokasi personil/pekerja yang tidak terencana dengan baik, sehingga pada satu
lokasi dipenuhi oleh beberapa pekerja. Sangat berpotensi bahaya

3) Fasilitas/sarana kerja yang tidak memenuhi standard minimal, seperti


scaffolding/perancah tidak aman, pada proses pekerjaan dalam tangki
tidaktersedia exhaust blower

4) Terjadi pencemaran dan polusi pada lingkungan kerja, misal debu, tumpahan oli,
minyak dan B3 (bahan berbahaya dan beracun)

d. Waspadai kondisi berbahaya sebagai berikut:

1) Saat berada didalam ruang tertutup/tangki waspadailah gas hasil pengelasan.

2) Gas mulia/Inert gas: gas yang mendesak oksigen sehingga kadar oksigen
berkurang dibawah 19,5% sehingga berbahaya bagi pernapasan manusia.

e. Bahaya-bahaya dalam pengelasan dan pencegahannya sebagai berikut:

1) Kejutan listrik selama pelaksanaan pengelasan dengan mesin las busur listrik

2) Ledakan karena adanya kebocoran pada gas-gas yang mudah terbakar seperti
gas asetilin

3) Cedera pada mata akibat penyinaran

4) Silau nyala api gas

5) Cedera karena asap dan gas yang dihasilkan selama proses pengelasan

6) Kebakaran, ledakan dan luka bakar akibat percikan terak pengelasan

7) Ledakan tabung asetilin, oksigen, gas CO2 dan gas argon

33
f. Sebab-sebab utama kejutan listrik selama pengelasan dengan busur listrik

1) Karena perlu menyalakan kembali dan menjaga kestabilan busur las, maka
tegangan listrik AC pada mesin las busur listrik harus dijaga agar tetap tinggi

2) Isolasi yang tidak efektif karena adanya kerusakan pada pembungkus kabel las

3) Isolasi yang tidak efektif dari mesin las busur listrik dan terbukanya bidang
pengisian pada terminal penghubung kabel mesin las

4) Isolasi yang tidak efektif pada gagang batang las

5) Pengelasan busur listrik pada lokasi dikelilingi oleh material konduksi seperti
bejana tekan atau struktur dasar ganda dari kapal

g. Cara-cara mencegah bahaya kejutan listrik selama pengelasan dengan busur listrik

1) Pencegahan arus listrik mengalir ke seluruh tubuh manusia

Pakaian kerja harus kering dan tidak boleh basah oleh keringat atau air. Sarung
tangan harus terbuat dari kulit, kering dan tanpa lubang pada ujung jari

Harus memakai sepatu karet yang seluruhnya terisolasi.

Mesin las busur listrik AC harus memiliki alat penurun tegangan otomatis atau
mesin las busur listrik DC tegangannya harus relatif rendah, sekitar 60V

2) Memastikan tidak adanya kebocoran arus listrik

Mesin-mesin las busur listrik itu sendiri, meja kerja las dan lembar kerja yang akan
dilas harus benar-benar “membumi”.

Jika pembungkus kabel-kabel input atau output sobek dan kawatnya terbuka,
maka tutuplah dengan pita isolasi atau ganti seluruh kabelnya.

Isolasi terminal-terminal kabel pada sisi input/output, kabel pada gagang elektrode
dan sisi gagang elektrode, dan hubungan pada konektor kabel harus sempurna.

Hubungan kabel-kabel yang ada di meja kerja las, lembar kerja yang akan dilas
dan logam dasar dengan benar menggunakan penjepit-penjepit khusus.

Ketika meninggalkan bengkel pengelasan untuk beristirahat, pastikan bahwa


batang elektrode las telah dilepaskan dari gagang elektrode (holder).

h. Bahaya-bahaya sinar busur las dan nyala api gas

1) Temperatur busur las sama tingginya dengan temperatur permukaan matahari,


kira-kira 5000-60000C, sedangkan temperatur nyala api gas asetilin adalah
kirakira 31000C.

2) Keduanya menimbulkan radiasi sinar yang kuat sehingga berbahaya bagi mata.
Sinar-sinar tersebut meliputi, sinar-sinar yang kasat mata, juga sinar ultraviolet
(gelombang elektromagnetik) dan sinar inframerah (thermal) yang tidak kasat

34
mata.

3) Sinar yang ada pada las busur listrik kebanyakan adalah sinar ultraviolet,
sedangkan nyala api las memancarkan sinar infrared. Sinar ultraviolet dan sinar
infrared menimbulkan kerusakan pada mata dan kulit dapat terbakar seperti
terbakarsinarmata

i. Alat-alat pelindung dari sinar yang berbahaya

1) Kaus tangan atau masker pelindung wajah sejenis helm dengan plat-plat baja anti-
cahaya dilengkapi dengan jumlah penyaring yang cukup memadai serta kacamata
pelindung digunakan ketika mengerjakan las busur listrik atau las gas

2) Pekerja las harus memakai pakaian kerja lengan panjang dan menutupi leher
dengan handuk sehingga kulit terlindung dari paparan sinar busur las

3) Pekerja harus merawat kedua matanya dengan meneteskan obat tetes mata dan
menggunakan kompres pendingin untuk melindungi lingkungan pekerja dari sinar-
sinar yang berbahaya tersebut, perlu digunakan layar pelindung cahaya

Keselamatan Kerja Pengoperasian Peralatan Crane

a. Syarat layak pemakaian crane:

Crane yang akan digunakan harus memiliki pengesahan pemakaian yang dikeluarkan
oleh KEMENAKERTRANS.

Semua safety device berfungsi dan bekerja baik.

Perawatan secara berkala harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat.

b. Syarat operator :

 Memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan mengetahui bahaya


potensial mobile crane.

 Memiliki Surat Ijin Operasi (SIO) yang dikeluarkan oleh KEMENAKERTRANS.

 Sehat secara fisik maupun mental

c. Pemilihan Crane :

1) Perlu dilakukan peninjauan lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui:

a. Kondisi permukaan tanah.

b. Ruang kerja aman yang dipergunakan.

c. Bahaya-bahaya potensial yang mungkin terjadi, misal instalasi


pipabertekanan, kabel listrik TT, dll.

35
2) Menentukan jenis, kapasitas angkat dan batas-batas kerja crane.

D) RANGKUMAN

K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis
kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja. Keselamatan kerja
mencakup : mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses, landasan, cara, serta
lingkungan

Kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setingg-tingginya,


baik fisik maupun mental, dengan usaha preventif dan kuratif tergadap gangguan
kesehatan akibat pekerjaan, lingkungan, dan penyakit umum. Dengan kata lain tujuan K3
secara singkat adalah: (1) tenaga kerja dan orang lain sehat dan selamat; (2) sumber
produksi efisien; dan (3) proses produksi lancar.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang aman dalam
melakukan pekerjaan, antara lain: (1) tenaga kerja tidak tahu tentang bahaya –
bahaya di tempat kerjanya, prosedur kerja yang aman, peraturan K3, dan instruksi kerja;
(2) kurang terampil (unskill) dalam mengoperasikan mesin, mengemudikan kenderaan,
mengoperasikan mesin border, memakai alat–alat kerja (tool) atau piranti menjahit,
(3) kekacauan mamagemen K3 misalnya menempatkan tenaga kerja tidak sesuai.
Penegakan peraturan yang lemah, paradigma dan komitmen K3 yang tidak mendukung,
tanggungjawab K3 tidak

jelas, anggaran tidak mendukung dan tidak ada audit K3 dan lain-lain.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Jelaskan hakekat/pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) !

2. Jelaskan dengan singkat tujuan K3 !

3. Jelaskan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam bekerja !

4. Mengapa seorang pekerja perlu mengerti tentang K3 ?

Masing-masing soal memiliki bobot 25%, total 100

36
F) TUGAS DISKUSI

1. Bentuklah kelompok maksimal 5 orang

2. Cermati permasalahan yang akan didiskusikan, antara lain:

a. Mengapa pekerja usaha bidang busana perlu mengetahui konsep dasar K3?

b. Bagaimana membudayakan K3 di lingkungan sekolah maupun di rumah ?

3. Diskusikan dengan kelompok saudara,

4. Presentasikan pada teman sekelas saudara!

37
G) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN I

1. Pengertian K3 adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan guna mencegah


kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan lingkungan kerja.

2. Tujuan dari K3 adalah :

a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain

b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan c. Menjamin proses


produksi aman dan lancar

3. Suma’mur (1987:3) mengatakan bahwa 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah


faktor manusia. Lebih lanjut Suma’mur mengatakan bahwa kecelakaan akibat kerja
dapat menyebabkan 5 jenis kerugian (K) yakni: (1) kerusakan, (2) kekacauan
organisasi, (3) keluhan dan kesedihan, (4) kelainan dan cacat, dan (5) kematian.

4. Supaya dapat terhindar dari hal-hal yang merugikan dalam bekerja, dapat menjaga
dan memelihara kesehatan maupun produktifitas kerja dengan baik.

38
PEMBELAJARAN II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

1. Menguasai peraturan perundang-undangan yang mengatur Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

2. Menguasai materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran IV ini, mahasiswa diharapkan :

1. Mampu menjelaskan tujuan dan ruang lingkup Undang-Undang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja

2. Mampu menjelaskan materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
sadara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

39
C) MATERI : PERATURAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Pentingnya Peraturan Perundang-Undangan tentang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik jika kualitas, kompetensi dan
profesionalisme sumber daya manusianya juga baik, termasuk didalamnya sumber daya
manusia keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Data menunjukkan bahwa di dunia
terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, 2,2
juta pekerja meninggal dunia dan kerugian yang dialami sebesar 1,25 triliun USD.
Sementara itu, data PT. Jamsostek (Persero) menunjukkan bahwa dalam Periode 2002-
2005 telah terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5.000 kematian, 500 cacat tetap
dan kompensasi lebih dari Rp 550 milyar (DK3N, 2007).

Tenaga kerja merupakan asset penting perusahaan. Oleh karena itu tenaga kerja
harus diberikan perlindungan dalam hal K3, karena terdapat ancaman dan potensi
bahaya yang berhubungan dengan kerja. Mengingat hal tersebut, pemerintah telah
membuat kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan
perundang-undangan K3. Peraturan perundang-undangan K3 merupakan salah satu
usaha dalam pencegahan kecelakaan kerja, penyakt akibat kerja, kebakaran, peledakan
dan pencemaran lingkungan kerja yang penerapannya menurut jenis dan sifat pekerjaan
serta kondisi lingkungan kerja.

Peraturan perundang-undangan K3 perlu disosialisaikan baik kepada tenaga kerja


dan pengusaha agar semua memahami aturan tersebut terutama mengetahui hal dan
kewajibannya. Sosialisasi penting juga bagi mahasiswa Pendidikan Teknik Busana
karena mahasiswa Pendidikan Teknik Busana merupakan calon profesional produktif
bidang busana yang akan mempunyai tenaga kerja sehingga ketika terjun di lapangan
kerka mereka dapat memenuhi hak dan kewajiban para tenaga kerjanya. Disamping itu
mahasiswa Pendidikan Teknik Busana merupakan calon guru professional busana di
SMK. SMK merupakan lembaga pendidikan yang meluluskan tenaga-tenaga profesional
yang siap kerja di industri. Karena bekerja di industri maka mereka harus mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai tenaga kerja. Oleh karena itu tugas guru dan mahasiswa
Pendidikan Teknik Busana merupakan calon guru professional busana untuk
mempelajari dan mensosialisasikan kepada siswa SMK.

2. Landasan Hukum Peraturan Perundangan-Undangan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Sumber hukum peraturan perundang-undangan tentang K3 adalah UUD

1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa, ”Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Makna pasal tersebut
sangatlah luas. Disamping menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pekerjaan yang layak, juga berhak mendapatkan perlindungan terhadap K3 agar dalam
melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja yang kondusif, nyaman, sehat, dan aman
serta dapat mengembangajan ketrampilan dan kemampuannya agar dapat hidup layak
sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
40
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) tersebut, kemudian ditetapkan UU RI No. 14
Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Dalam UU Pokok
Ketenagakerjaan tersebut diatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,
yaitu:

a. Pasal 9 yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan


perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan
sesuai dengan harkat dan martabat serta moral agama.

b. Pasal 10 yang menyatakan bahwa pemerintah membina perlindungan kerja yang


mencakup:

1) Norma keselamatan kerja,

2) Norma kesehatan kerja dan hygiene perusahaan,

3) Norma kerja, dan

4) Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.

Seiring berjalannya waktu, UU RI No. 14 Tahun 1969 tidak lagi sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman sehingga diganti dengan UU RI No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. UU tersebut mempertegas perlindungan tenaga kerja terhadap
aspek K3 sebagaimana termaktup dalam Pasa 86 dan 87 UU RI No. 13 Tahun 2003.

a. Pasal 86

1) Ayat (1) : Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan


atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2) Ayat (2) : Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan


produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.

b. Pasal 87 Ayat (1) : Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.

3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Aturan keselamatan kerja secara khusus sudah ada sejak masa kolonial Belanda.
Aturan tersebut dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun 1910 (diundangkan
dalam Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-Undang tersebut kemudian
diganti dengan Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Safety Act) mengingat VR sudah tidak mampu menghadapi perkembangan industri yang
tidak lepas dengan penggunaan mesin, pealatan, pesawat, instalasi dan bahan baku
dalam rangka mekanisasi, elektrifikasi, dan modernisasi untuk meningkatkan intensitas
dan produktivitas kerja. Disamping itu, pengawasan VR bersifat represif yang kurang

41
sesuai dan tidak mendukung perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumber
produksi, dan penanggulangan kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang
merdeka. Penetapan UU No. 1 Tahun 1970 berdasarkan pada UU No. 14 Tahun 1969
Pasal 9 dan 10 dimana pengawasannya yang bersifat preventif dan cakupan materinya
termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian UU No. 1 Tahun 1970 merupakan
induk dari peraturan perundang-undangan K3.

4. Tujuan dan Ruang Lingkup UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mempunyai tujuan memberikan


perlindungan atas keselamatan pekerja, orang lain yang memasuki area kerja, dan
sumber-sumber produksi dapat digunakan dengan aman, efektif, dan efisien. Sedangkan
ruang lingkup UU Keselamatan Kerja ini meliputi tempat kerja di darat, dalam tanah,
permukaan air, dalam air, dan di udara dengan terdapat unsur dilakukan usaha,
tenaga kerja yang bekerja, dan sumber bahaya.

Gambar 3. Logo Keselamatan dan Kesehatan Kerja

5. Materi UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Materi UU Keselamatan Kerja lebih dominan berisi tentang hak dan atau kewajiban
tenaga kerja dan pengusaha/pengurus (manajemen) dalam melaksanakan K3. Berikut
adalah pokok-pokok materi dari UU Keselamatan Kerja.

a. Hak Tenaga Kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (d) dan (e)

Huruf d: Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat


keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

Huruf e: Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat


keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dipertanggungjawabkan.

b. Kewajiban tenaga kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (a), (b), dan (c)

Huruf a : Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas
dan atau ahli keselamatan kerja.

Huruf b : Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

42
Huruf c : Memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerja dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.

Gambar 4. Rambu-Rambu Pemakaian Alat Perlindungan Diri

(Sumber: ptciptamanunggal.blogdetik.com)

c. Kewajiban pengusaha/pengurus

1. Pasal 3 Ayat (1): Melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:

a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b) Mencegah, mengurangi, dan memaadmkan kebakaran

c) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d) Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu lebakaran


atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e) Memberikan pertolongan pada kecelakaan

f) Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja

g) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelebaban,


debu,

Kotoran, asap, gas, dan hembusan

h) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik mauun
psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

j) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup k) menyelenggarakan


penyegaeab udara yang cukup

43
k) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

l) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara kerja, dan porses
kerjanya

m) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkat muat, perlakuan, dan


penyimpanan barang.

n) Mengamankan dan memelihara segala jenis bengunan p) Mencegah terkena


aliran listrik yang berbahaya

o) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang


berbahaya kecelakaan kerja menjadi lebih tinggi

2. Pasal 8

a) Ayat (1): Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.

b) Ayat (2): Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.

3. Pasal 9

a) Ayat 1: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga


kerja baru tentang:

 kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat


kerja,

 semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam


tempat kerja,

 alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan,

 cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

b) Ayat (2): Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat
tersebut diatas.

c) Ayat (3): Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga


kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

d) Ayat (4): Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat- syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

44
4. Pasal 10 Ayat (1): Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna memperkembangkan kerjasama,
saling pengertian, dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas kewajiban bersama di
bidang K3, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

5. Pasal 11 Ayat (1): Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi
dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja.

6. Pasal 14: Pengurus diwajibkan

a) secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat-
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.

b) memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar keselamatan


kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.

c) menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan


pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setipa
orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai denfan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.

6. Peraturan Pelaksana UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

UU Keselamatan Kerja ini membutuhkan peraturan pelaksana. Beberapa peraturan


pelaksana ini antara lain:

a. Peraturan pelaksana yang bersifat khusus (lex specialist), meliputi:

1) UU Uap (Stoom Ordonnantie) Tahun 1930 (Stbl. No. 225 Tahun 1930)

2) Peraturan Uap (Stoom Verordening) Tahun 1930 (Stbl. No. 339 Tahun 1930)

3) UU Timah Putih Kering (Loodwit Ordonnantie) Tahun 1931 (Stbl. No.

4) 509 Tahun 1931) tentang larangan membuat, memasukkan, menyimpan atau


menjual timah putih kering kecuali untuk keperluan ilmiah dan pengobatan
atau dengan izin dari pemerintah.

4) UU Petasan Tahun 1932 (Stbl. No. 143 Tahun 1932 jo Stbl. No. 10 Tahun

1933) tentang petasan buatan yang diperuntukkan untuk kegembiraan/keramaian kecuali


untuk keperluan pemerintah.

5) UU Rel Industri (Industrie Baan Ordonnantie) Tahun 1938 (Stbl. No. 595

45
Tahun 1938) tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna keperluan
perusahaan, pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan perdagangan.

Peraturan perundang-undangan K3 tersebut merupakan produk hukum pada masa


koonial Belanda yang hingga saat ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
UU RI No- 1 Tahun 1970. Pada Pasal 17 UU RI No. 1

Tahun 1970 dinyatakan bahwa,”Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan


ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang
keselamatan kerja yang ada pada waktu undang- undang ini mulai berlaku, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan- undang ini.

b. Peraturan pelaksana dari ketetuan pasal-pasal UU RI No. 1 Tahun 1970 (Pasal

15 UU RI No. 1 Tahun 1970). UU Keselamatan Kerja masih bersifat umum (lex


generalis), oleh karena itu peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan rinci
dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, Surat Edaran (SE) Menaker, dan
Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

D) RANGKUMAN

Tenaga kerja merupakan aset penting perusahaan. Oleh karena itu tenaga kerja harus
diberikan perlindungan dalam hal K3, karena terdapat ancaman dan potensi bahaya yang
berhubungan dengan kerja. Mengingat hal tersebut, pemerintah telah membuat kebijakan
perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 melalui peraturan perundang-undangan K3.
Peraturan perundang-undangan K3 perlu disosialisaikan baik kepada tenaga kerja dan
pengusaha agar semua memahami aturan tersebut terutama mengetahui hal dan
kewajibannya.

Sumber hukum peraturan perundang-undangan tentang K3 adalah UUD

1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa,”Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan UUD

1945 Pasal 27 ayat (2) tersebut, kemudian ditetapkan UU RI No. 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Dalam UU Pokok Ketenagakerjaan
tersebut diatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pada Pasal 9
dan 10. Seiring berjalannya waktu, UU RI No. 14 Tahun

1969 tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman sehingga diganti
dengan UU RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU tersebut mempertegas
perlindungan tenaga kerja terhadap aspek K3 sebagaimana termaktup dalam
Pasa 86 dan 87 UU RI No. 13 Tahun 2003.

Aturan keselamatan kerja secara khusus sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Aturan
tersebut dikenal dengan Veiligheids Reglement (VR) Tahun 1910 (diundangkan dalam
Lembaran Negara No. 406 Tahun 1910). Undang-Undang tersebut kemudian diganti
dengan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act) mengingat VR
sudah tidak mampu menghadapi perkembangan industri yang tidak lepas dengan
46
penggunaan mesin, pealatan, pesawat, instalasi dan bahan baku dalam rangka
mekanisasi, elektrifikasi, dan modernisasi untuk meningkatkan intensitas dan
produktivitas kerja.

UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah memberikan perlindungan


atas keselamatan pekerja, orang lain yang memasuki area kerja, dan sumber-sumber
produksi dapat digunakan dengan aman, efektif, dan efisien.

Sedangkan ruang lingkup UU Keselamatan Kerja ini meliputi tempat kerja di darat, dalam
tanah, permukaan air, dalam air, dan di udara dengan terdapat unsur

dilakukan usaha, tenaga kerja yang bekerja, dan sumber bahaya.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Jelaskan mengapa pemerintah perlu membuat peraturan perundang-undangan


tentang K3?

2. Jelaskan mengapa peraturan perundang-undangan perlu disosialisasikan termasuk


kepada mahasiswa Pendidikan Teknik Busana?

3. Apakah sumber hukum tertinggi dari peraturan perundang-undangan tentang K3?


Bagaimana makna dari sumber hukum tersebut?

4. Indonesia telah mempunyai peraturan perundang-undangan khusus mengatur K3.


Sebutkan peraturan perundang-undangan tersebut! Bagaimana sejarah adanya
peraturan perundang-undangan tersebut?

5. Apakah tujuan dan ruang lingkup UU K3?

6. Apakah materi pokok dari UU K3? Sebutkan pasal-pasal yang menunjukkan materi
pokok tersebut!

Soal no. 2, 3, 4, dan 5 memiliki bobot 20, sedangkan soal no. 1 dan 6 memiliki bobot
10, sehingga total nilai adalah 100.

47
F) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN

1. Tenaga kerja merupakan asset penting perusahaan. Dalam pekerjaannnta terdapat


ancaman dan potensi bahaya yang berhubungan dengan kerja. Disamping itu
peraturan perundang-undangan ini merupakan usaha pemerintah untuk
menjamin hak warga negaranya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

2. Peraturan perundang-undangan K3 perlu disosialisaikan baik kepada tenaga kerja


dan pengusaha agar semua memahami aturan tersebut terutama mengetahui hal
dan kewajibannya. Sosialisasi penting juga bagi mahasiswa Pendidikan Teknik
Busana karena mahasiswa Pendidikan Teknik Busana merupakan calon profesional
produktif bidang busana yang akan mempunyai tenaga kerja sehingga ketika terjun
di lapangan kerka mereka dapat memenuhi hak dan kewajiban para tenaga
kerjanya. Disamping itu mahasiswa Pendidikan Teknik Busana merupakan
calon guru professional busana di SMK. SMK merupakan lembaga pendidikan
yang meluluskan tenaga-tenaga profesional yang siap kerja di industri. Karena
bekerja di industri maka mereka harus mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
tenaga kerja. Oleh karena itu tugas guru dan mahasiswa Pendidikan Teknik Busana
merupakan calon guru professional busana untuk mempelajari dan
mensosialisasikan kepada siswa SMK.

3. Sumber hukum peraturan perundang-undangan tentang K3 adalah UUD 1945

Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa, ”Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Makna pasal tersebut
sangatlah luas. Disamping menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pekerjaan yang layak, juga berhak mendapatkan perlindungan
terhadap K3 agar dalam melaksanakan pekerjaan tercipta kondisi kerja yang
kondusif, nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangajan ketrampilan dan
kemampuannya agar dapat hidup layak sesuai dengan harkat dan martabat
manusia.

4. Peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur K3 adalah UU RI No. 1

Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Aturan keselamatan kerja secara khusus
sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Aturan tersebut dikenal dengan
Veiligheids Reglement (VR) Tahun 1910 (diundangkan dalam Lembaran Negara
No. 406 Tahun 1910). Undang-Undang tersebut kemudian diganti dengan UU RI
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Safety Act) mengingat VR sudah
tidak mampu menghadapi perkembangan industri yang tidak lepas dengan
penggunaan mesin, pealatan, pesawat, instalasi dan bahan baku dalam rangka
mekanisasi, elektrifikasi, dan modernisasi untuk meningkatkan intensitas dan
produktivitas kerja. Disamping itu, pengawasan VR bersifat represif yang kurang
sesuai dan tidak mendukung perkembangan ekonomi, penggunaan sumber-sumber
produksi, dan penanggulangan kecelakaan kerja serta alam negara Indonesia yang
merdeka. Penetapan UU RI No. 1 Tahun 1970 berdasarkan pada UU RI No. 14
Tahun 1969 Pasal 9 dan 10 dimana pengawasannya yang bersifat preventif dan
cakupan materinya termasuk aspek kesehatan kerja. Dengan demikian UU RI No. 1
Tahun 1970 merupakan induk dari peraturan perundang-undangan K3.

48
5. Tujuan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah memberikan
perlindungan atas keselamatan pekerja, orang lain yang memasuki area
kerja, dan sumber-sumber produksi dapat digunakan dengan aman, efektif, dan
efisien. Sedangkan ruang lingkup UU Keselamatan Kerja ini meliputi tempat kerja di
darat, dalam tanah, permukaan air, dalam air, dan di udara dengan terdapat unsur
dilakukan usaha, tenaga kerja yang bekerja, dan sumber bahaya.

6. Materi UU Keselamatan Kerja lebih dominan berisi tentang hak dan atau kewajiban
tenaga kerja dan pengusaha/pengurus (manajemen) dalam melaksanakan K3. Hak
Tenaga Kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (d) dan (e). Kewajiban tenaga kerja
ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (a), (b), dan (c). Kewajiban pengusaha/pengurus.

49
PEMBELAJARAN III

ALAT PELINDUNG DIRI

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

1. Menguasai berbagai macam alat pelindung diri (APD) terutama dalam bidang busana

2. Memahami pentingnya penggunaan APD dalam pekerjaan

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran IV ini, mahasiswa diharapkan :

1. Mampu menjelaskan berbagai macam alat pelindung diri (APD) terutama dalam
bidang busana

2. Mampu menjelaskan pentingnya penggunaan APD dalam pekerjaan

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
sadara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

50
C) MATERI: ALAT PELINDUNG DIRI

1. Pengertian Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui
Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia
(http://id.wikipedia.org/wiki/alat_pelindung_diri).

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya
kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan
sampai pada yang paling berat. Untuk menghindari risiko dari kecelakaan dan
terinfeksinya petugas laboratorium khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya
dilakukan tindakan pencegahan seperti pemakaian APD, apabila petugas laboratorium
tidak menggunakan alat pengaman, akan semakin besar kemungkinan petugas
laboratorium terinfeksi bahan berbahaya, khususnya berbagai jenis virus (Dian dan
Athena, 2006).

2. Alat Pelindung Diri

Jenis APD adalah banyak macamnya menurut bagian tubuh yang dilindunginya
(Suma’mur PK, 1989: 296). Penggunaan alat pelindung diri di laboratorium/perusahaan
ditentukan berdasarkan kesesuaian dengan potensi bahaya yang ada. Beberapa alat
pelindung diri yang dapat dipilih sesuai jenis dan tempat kerja antara lain
(http://id.wikipedia.org/wiki/alat_pelindung_diri):

a. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses). Berfungsi sebagai pelindung mata ketika
bekerja (misalnya mengelas).

b. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada
saat bekerja di tempat yang bising.

c. Safety Helmet. Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai
kepala secara langsung.

d. Tali Keselamatan (safety belt). Berfungsi sebagai alat pengaman ketika


menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat,
dan alat berat)

e. Sepatu Karet (sepatu boot). Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di
tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk
melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia.

f. Sepatu pelindung (safety shoes). Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi
metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan
fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas,
cairan kimia.

51
g. Sarung Tangan. Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan
bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

h. Tali Pengaman (Safety Harness). Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di


ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 m.

i. Masker (Respirator). Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat


bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun).

j. Pelindung wajah (Face Shield). Berfungsi sebagai pelindung wajah dari


percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)

k. Jas Hujan (Rain Coat). Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja
(misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).

Gambar 5. Beberapa Jenis Alat Pelindung Diri

(Sumber: plazasafety.com)

Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang
benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja. Sementara dalam Nurseha
(2005), disebutkan beberapa APD yang dapat digunakan dalam pekerjaan di bidang
busana atau ketika pembelajaran di laboratorium busana. Alat pelindung tersebut antara
lain:

a. Alat pelindung kepala.

Jenis alat pelindung kepala seperti topi pelindung, helmet, dan caping. Gambar alat
pelidung kepala jenis helm berikut rambu keharusan memakai helm dapat dilihat pada
Gambar 21 dan 22. Sedangkan manfaat dari alat pelindung kepala adalah:

1) Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar

52
2) Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia

3) Melindungi kepala dari benturan dan tertimpa benda

Gambar 6. Rambu Alat Pelindung Kepala

(Sumber:arunals.wordpress.com)

b. Alat pelindung telinga.

Alat pelindung telinga digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang masuk
kedalam telinga (melindungi dari kebisingan). Disamping itu, dapat juga berfungsi
untuk melindungi pemakainya daribahaya percikan api atau logam panas terutama
pada alat pelindung telinga jenis tutup telinga (ear muff). Terdapat 2 (dua) jenis alat
pelindung telinga yaitu sumbat telinga (ear plug) dan tutup telinga (ear muff) yang lebih
efektif dibandingkan sumbat telinga (Septina, 2006).

c. Alat pelindung badan (baju pengaman/baju kerja).

Baju kerja merupakan salah satu jenis dari baju pengaman sebagai alat pelindung
badan. Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan
api, panas, dingin, cairan kimia dan oli. Bahan baju kerja dapat terbuat dari kain drill,
kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium. Beberapa persyaratan yang
perlu diperhatikan dalam pemilihan baju kerja adalah pemakaiannya harus fit, dan
dalam keadaan tubuh. Sebaiknya tidak terlalu kencang dan kaku sehingga tidak
membatasi gerakan. Namun tidak terlalu longgar sehingga mengundang bahaya
tergulung mesin atau tercantol bagian-bagian mesin yang menonjol hingga
menyebabkan jatuh.

d. Alat pelindung pernapasan.

Alat pelindung pernapasan merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi


pernafasan dari gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang
bersifat racun, korosi maupun rangsangan (Septina, 2006). Alat pelindung
pernafasan dapat berupa masker dan respirator. Masker berguna mengurangi debu
atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini
biasanya terbuat dari kain. Sedangkan respirator berguna untuk melindungi
pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Respirator dapat dibedakan
atas chemical respirator, mechanical respirator, dan cartidge/canister respirator
dengan Salt Contained Breating Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk tempat kerja
yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta air supplay respirator yang
memasok udara bebas dari tabung oksigen.

53
Gambar 7. Beberapa Jenis Masker (Alat Pelindung Pernapasan)

(Sumber: indonetwork.co.id, 3m.com, agushermawan.com)

e. Alat pelindung tangan.

Jenis alat pelindung tangan seperti sarung tangan/gloves, mitten/holder, pads. Alat
pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sedangkan manfaat dari
alat pelindung tangan adalah melindungi tangan dari temperatur yang ekstrim baik
terlalu panas/terlalu dingin; zat kimia kaustik; benda-benda berat atau tajam ataupun
kontak listrik.

Gambar 8. Beberapa Jenis Alat Pelindung Tangan (Sarung Kerja Industri)

(Sumber: logamjy.indonetwork.co.id, wong-junti.com)

f. Alat pelindung mata.

Alat pelindung mata diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak
bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif, partikel
melayang, atau terkena raidasi gelombang elektromagnetik. Terdapat tiga jenis alat
pelindung diri mata yaitu kaca mata dengan atau tanpa pelindung samping (side shild),

54
goggles, (cup type and box type) dan tameng muka (Septina, 2006). Sedangkan
manfaat dari alat pelindung mata adalah:

1) Melindungi mata dari percikan bahan kimia, debu, radiasi, panas, bunga api.

2) Untuk melindungi mata dari radiasi

g. Alat pelindung kaki.

Jenis alat pelindung kaki seperti sepatu karet hak rendah. Alat pelindung kaki dapat
terbuat dari kulit yang dilapisi Asbes atau Chrom. Sepatu keselamatan yang dilengkapi
dengan baja diujungnya dan sepatu karet anti listrik. Alat pelindung kaki (safety shoes)
ini berfungsi melindungi kaki dari benturan/tusukan/irisan/goresan benda tajam, larutan
bahan kimia, temperatur yang ekstrim baik terlalu tinggi maupun rendah, kumparan
kawat-kawat yang beraliran listrik, dan lantai licin agar tidak jatuh (terpeleset).

Gambar 9. Beberapa Jenis Alat Pelindung Kaki (Sepatu Kerja Industri)

(Sumber: safetyshoes.co.id)

3. Tujuan dan Manfaat Alat Pelindung Diri

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu usaha dalam
melindungi tenaga kerja di tempat kerja /praktikan di laboratorium sehingga dapat
mencapai produktivitas yang optimal. Salah satu wujud dari penerapan K3 adalah dengan
menggunakan APD secara disiplin. Pengunaan APD merupakan suatu kewajiban.
Pemanfaatan APD oleh tenaga kerja/praktikan sampai saat ini masih merupakan
masalah rumit dan sulit dipecahkan. Hal ini karena faktor disiplin tenaga kerja/praktikan
yang masih rendah.

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya
pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga
penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan
bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan (Septina, 2006).

a. Manfaat APD bagi tenaga kerja/praktikan:

1) Tenaga kerja/ praktikan dapat bekerja dengan perasaan lebih aman untuk
terhindar dari bahaya-bahaya kerja

2) Dapat mencegah kecelakan akibat kerja

55
3) Tenaga kerja/ praktikan dapat memperoleh derajat kesehatan yang sesuai hak
dan martabatnya sehingga tenaga kerja/ praktikan akan mampu bekerja
secara aktif dan produktif.

4) Tenaga kerja/ praktikan bekerja dengan produktif sehingga meningkatkan hasil


produksi/prakteknya. Khusus bagi tenaga kerja, hal ini akan menambah
keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa kenaikan gaji atau jaminan sosial
sehingga kesejahteraan akan terjamin.

b. Manfaat APD bagi perusahaan:

1) Meningkatkan produksi perusahaan dan efisiensi optimal

2) Menghindari hilangnya jam kerja akibat absensi tenaga kerja

3) Penghematan biaya terhadap pengeluaran ongkos pengobatan serta


pemeliharaan kesehatan tenaga kerja

4. Penatalaksanaan Penggunaan Alat Pelindung Diri

Terdapat beberapa langkah yang dapat ditempuh bagi perusahaan/ laboratorium yang
hendak menerapkan penggunaan APD. Langkah-langkah tersebut antara lain:

a. Menyusun kebijaksanaan penggunaan dan pemakaian APD secara tertulis, serta


mengkomunikasikannya kepada semua tenaga kerja/praktikan dan tamu yang
mengunjungi perusahaan/ laboratorium tersebut.

b. Memilih dan menempatkan jenis APD yang sesuai dengan potensi bahaya yang
terdapat di tempat kerja/ laboratorium.

c. Melaksanakan program pelatihan penggunaan APD untuk meyakinkan tenaga


kerja/ laboratorium agar mereka mengerti dan tahu cara
menggunakannya. Untuk kegiatan praktikum di laboratorium dapat berupa
penjelasan pentingnya dan cara penggunaan APD.

d. Menerapkan penggunaan dan pemakaian APD serta pemeliharaannya


secara berkala.

5. Dasar Hukum Penggunaan Alat Pelindung Diri

Induk dari peraturan perundang-undangan K3 adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1970


tentang Keselamatan Kerja atau bisa disebut dengan UU K3. Karena APD merupakan
salah satu perwujudan dari K3 maka dasar hukum APD adalah UU K3 yang memang
telah mengatur tentang APD.

UU K3 menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan alat

56
pelindung diri kepada pekerja. Pasal 9 Ayat (1) UU K3 mewajibkan manajemem
perusahaan untuk menunjukkan dan menjelaskan:

a. Kondisi-kondisi dan bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat


kerjanya.

b. Semua pengaman dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja

b. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

c. Cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

Pada Pasal 12 (b) UU K3 mengatur mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja untuk
memakai alat-alat pelindung diri. Sedangkan Pasal 14 (c) memerintahkan manajemen
perusahaan untuk menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi
setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau keselamatan kerja.

Sedangkan peraturan lainnya yang mengatur tentang APD salah satunya adalah
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 03/Men/1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja. Permenakertrans tersebut mengatur APD sebagimana
termuat pada Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (1).

a. Pasal 1 ayat (2) tentang Tujuan Pelayanan Kesehatan Kerja: “Melindungi tenaga
kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja”

b. Pasal 2 ayat (1) tentang Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja: “Memberikan
nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja” Pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan zat gizi serta penyelenggaraan makanan
ditempat kerja”.

D) RANGKUMAN

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja
sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan
orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui
Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia
(http://id.wikipedia.org/wiki/alat_pelindung_diri).

Beberapa APD yang dapat digunakan dalam pekerjaan di bidang busana atau ketika
pembelajaran di laboratorium busana antara lain alat pelindung kepala, alat pelindung
mata, alat pelindung pernapasan, alat pelindung telinga, alat pelindung tangan, alat
pelindung kaki, alat serta pelindung badan.

Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya
pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja, sehingga
penggunaan alat pelindung diri memegang peranan penting. Hal ini penting dan

57
bermanfaat bukan saja untuk tenaga kerja tetapi untuk perusahaan.

Dasar hukum APD adalah UU K3 dan Permenakertrans No. Per

03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Beberapa pasal UU K3 yang mengatur


APD misalnya Pasal 9 Ayat (1) UU K3 yang mewajibkan manajemem perusahaan untuk
menunjukkan dan menjelaskan APD; Pasal 12 (b) UU K3 mengatur mengenai kewajiban
dan hak tenaga kerja untuk memakai alat-alat pelindung diri; dan Pasal 14 (c)
memerintahkan manajemen perusahaan untuk menyediakan secara cuma-cuma semua
alat pelindung diri yang diwajibkan.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Apakah yang dimaksud dengan alat pelindung diri?

2. Jelaskan peraturan keselamatan pribadi pada area kerja?

3. Apakah manfaat menggunakan alat pelindung kepala? Berikan contoh dari alat
pelindung kepala!

4. Berikan contoh dari alat pelindung badan! Apa syarat dari alat pelindung badan
sehingga nyaman dan aman bagi pekerja/praktikan?

Masing-masing soal memiliki bobot 25%, total 10

58
F) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN V

1. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja
itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

2. Mengunakan Alat Pelindung Diri. Beberapa APD yang dapat digunakan


dalam pekerjaan di bidang busana atau ketika pembelajaran di laboratorium
busana antara lain alat pelindung kepala, alat pelindung mata, alat pelindung
pernapasan, alat pelindung telinga, alat pelindung tangan, alat pelindung kaki, alat
serta pelindung badan.

3. Manfaat dari alat pelindung kepala adalah:

Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar, b)


Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia. Contoh alat
pelindung kepala seperti topi pelindung, helmet, dan caping.

4. Contoh alat pelindung kepala adalah baju pengaman/baju kerja. Beberapa


persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan baju kerja adalah
pemakaiannya harus fit, dan dalam keadaan tubuh. Sebaiknya tidak terlalu
kencang dan kaku sehingga tidak membatasi gerakan. Namun tidak terlalu longgar
sehingga mengundang bahaya tergulung mesin atau tercantol bagian- bagian
mesin yang menonjol hingga menyebabkan jatuh.

59
PEMBELAJARAN IV

BAHAN BERACUN BERBAHAYA

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

1. Menguasai berbagai jenis bahan beracun dan berbahaya dan

cara pengendaliannya

2. Menguasai jenis-jenis limbah dan cara pengolahannya

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran VI ini, mahasiswa diharapkan :

1. Mampu menjelaskan berbagai jenis bahan beracun dan berbahaya dan cara
pengendaliannya

2. Mampu menjelaskan jenis-jenis limbah dan cara pengolahannya

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
sadara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

60
C) MATERI: BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA

1. Pengertian Bahan Beracun dan Berbahaya

Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah Indonesia,
khususnya sejak dekade terakhir ini, terutama akibat perkembangan industri yang
merupakan tulang punggung peningkatan perekonomian Indonesia. Penanganan limbah
merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manusia serta lingkungan pada
umumnya. Namun pengadaan dan pengoperasian sarana pengolah limbah ternyata
masih dianggap memberatkan bagi industri.

Keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri serta penghasil
limbah lainnya mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi, pemilihan
jenis mesin dan sebagainya, akan mempengaruhi karakter limbah yang tidak terlepas dari
proses industri itu sendiri. Sebagian dari limbah industri tersebut berkategori hazardous
waste yang di Indonesia diatur oleh PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85 Tahun 1999.
Padanan kata untuk hazardous waste yang digunakan di Indonesia adalah limbah
berbahaya dan beracun disingkat menjadi limbah B3 (b3jabar.id.or.id).

Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan berkembangnya perindustrian akan


meningkatkan jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar dilapangan, kebanyakan dari
bahan kimia baru tersebut seringkali tidak teruji dan memiliki kemungkinan berkategori B3
sehingga diperlukanlah suatu peraturan yang mengatur peredaran bahan kimia tersebut
sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan
hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain. Pada prinsipnya B3 adalah setiap materi yang karena
konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan
manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.

Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19


Tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 Tahun 1995 dan diperbaharui kembali
dengan PP No. 18 Tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang
Pengelolaan Limbah B3 (www.ikaittsttt.org/pages/download/PPLimbahB3.pdf)

61
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali
(www.king’s_weblog.com). Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang
berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah
dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas
lingkungan tetap pada kondisi semula. Apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas
lingkungan kembali kepada fungsi semula.

Gambar 10. Limbah B3 Mencemari Lingkungan

(Sumber: azamul.wordpress.com)

2. Sumber, Jenis, dan Kategorisasi Bahan Beracun dan Berbahaya

Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1995, sumber penghasil limbah B3
didefinisikan sebagai setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan
limbahB3 dan menyimpannya untuk sementara waktu di dalam lokasi atau area kegiatan
sebelum limbah B3 tersebut diserahkan kepada pihak yang bertanggungjawab untuk
dikumpulkan dan diolah.

Limbah B3 dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu yang berdasarkan sumber
dan yang berdasarkan karakteristik. Menurut PP No. 12 Tahun 1995, kategori limbah
B3 berdasarkan sumber terdiri atas:

a. Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah ini merupakan sisa proses suatu industri
atau kegiatan tertentu.

b. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik. Limbah ini berasal bukan dari proses utama
suatu kegiatan industri. Misalnya dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor, korosi, pelarut perak, dan pengemasan.

c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

62
Sedangkan kategori limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:

a. mudah meledak

b. pengoksidasi

c. sangat mudah sekali menyala

d. sangat mudah menyala

e. amat sangat beracun

f. sangat beracun

g. beracun

h. berbahaya

i. korosif

j. bersifat iritasi

k. berbahaya bagi lingkungan

l. karsinogenik

m. teratogenik

n. mutagenik.

Disamping berdasarkan sumber dan karakteristik, limbah B3 dapat pula dibedakan


berdasarkan jenis dan sifat limbahnya. Pengelompokan limbah berdasarkan jenisnya
meliputi limbah radioaktif, bahan kimia, biologi, mudah terbakar, dan mudah meledak.

a. Limbah radioaktif yaitu limbah yang mengemisikan radioaktif berbahaya, dapat


bertahan (persistence) untuk periode waktu yang lama.

b. Limbah bahan kimia biasanya digolongkan lagi menjadi: (1) synthetic organics; (2)
metal anorganic, garam-garam, asam dan basa; (3) bahan mudah terbakar
(flamable); dan (4) bahan mudah meledak (explosive).

c. Limbah biologis dengan sumber utama adalah rumah sakit, laboratorium biologi. Sifat
terpenting dari limbah biologis adalah menyebabkan sakit pada makhluk hidup dan
menghasilkan racun.

d. Limbah mudah terbakar (flamable) dengan bentuk bahan kimia padat, cair, dan gas.
Namun yang paling umum berbentuk cairan. Potensi bahaya jenis ini adalah pada
saat penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan akhir. Limbah ini apabila dekat
dengan api/sumber api. Percikan, atau gesekan maka mudah menyala. Contoh
jenis ini adalah buangan BBM atau buangan pelarut (benzena, toluene, dan
aceton)

63
e. Limbah mudah meledak (explosive), yaitu limbah yang melalui reaksi kimia
menghasilkan gas dengan cepat, suhu dan tekanan yang tinggi dan berpotensi
merusak lingkungan. Biasanya dihasilkan dari pabrik bahan peledak. Potensi bahaya
jenis ini adalah pada saat penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan akhir.

Sedangkan pengelompokan limbah B3 berdasarkan sifat dari limbahnya terdiri atas:

a. Limbah mudah terbakar (flamable);

b. Limbah mudah meledak (explosive);

c. Limbah menimbulkan karat (corrosive) yaitu limbah yang mempunyai pH sangat


rendah (pH<2 atau pH>12,5) karena dapat bereaksi dengan limbah lain, dapat
menyebabkan besi/baja berkarat. Contohnya adalah sisa asam cuka, sulfat, limbah
asam, dan baterei.

d. Limbah pengoksidasi (oxidizing waste) yaitu limbah yang dapat menyebabkan


kebakaran karena sifatnya yang dapat melepaskan oksigen atau limbah peroksida
(organik) yang tidak stabil dalam suhu tinggi. Contohnya adalah magnesium,
perklorat, dan metil il keton peroksida.

e. Limbah yang menimbulkan penyakit (infectious waste) yaitu limbah yang dapat
menularkan penyakit. Contohnya adalah cairan tubuh manusia yang terinfeksi
penyakit, cairan laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.

f. Limbah beracun (toxic waste) yaitu limbah yang dapat meracuni, melukai, menjadilan
cacat, bahkan membunuh makhluk hidup dalam jangka panjang ataupun jangka
pendek. Contohnya adalah logam berat seperti Hg, Cr, pestisida, pelarut halogen.

Gambar 11. Simbol-Simbol Limbah B3

Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85 Tahun 1999, limbah yang termasuk
limbah B3 adalah limbah yang memenuhi salah satu atau lebih karakteristik berikut:

a. mudah meledak;

b. mudah terbakar,

c. bersifat reaktif;

64
d. beracun;

e. menyebabkan infeksi;

f. bersifat korosif,

g. limbah lain yang apabila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui termasuk
dalam jenis limbah B3

Cara mengidentifikasi suatu limbah apakah termasuk limbah B3 atau tidak berdasarkan
PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85 Tahun 1999 dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 12. Cara Mengidentifikasi Limbah B3 (Sumber: b3jabar.id.or.id)

3. Strategi Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

Identifikasi karakteristik limbah B3 merupakan langkah awal yang paling mendasar dalam
upaya pengelolaan limbah B3. Dengan diketahuinya karakteristik limbah B3 maka
suatu upaya pengelolaan terpadu dapat dilaksanakan. Pengelolaan terpadu ini
dapat terdiri atas pengendalian (controlling), pengurangan (reduction/minimizing),
pengumpulan (collecting), penyimpanan (storage), pengangkutan (transportation),
pengolahan (treatment), dan pembuangan akhir (final disposal).

65
Untuk mendapatkan suatu sistem pengelolaan limbah yang efektif dan optimal maka
strategi pengelolaan yang diterapkan dapat terdiri atas:

a. Hazardous Waste Minimization, yaitu mengurangi limbah kegiatan industri


sampai seminimal mungkin.

b. Daur Ulang (recycle) dan recovery. Strategi ini ditujukan untuk memanfaatkan
kembali limbah sebagai bahan baku dengan cara mendaur ulang atau recovery.

c. Proses pengolahan (treatment). Proses ini untuk mengurangi kandungan unsure


beracun seihngga tidak berbahaya dengan cara mengolahnya secara fisik, kimia,
atau biologis.

d. Secure Landfill. Strategi ini mengkonsentrasikan kandungan limbah B3 dengan


fiksasi kimia dan pengkapsulan, selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan yang
aman dan terkontrol.

e. Proses detoksifikasi dan netralisasi. Netralisasi dimaksudkan untuk menghasilkan


kadar racun.

f. Incenerator, yaitu memusnahkan dengan cara pembakaran pada lat pembakar


khusus.

4. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

Pengelolaan limbah B3 merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari penyimpanan,


pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan, dan penimbunan/ pembuangan
akhir. Tujuan dari pengelolaan limbah B3 adalah untuk melindungi kesehatan masyarakat
dan mencegah pencemaran lingkungan. Disaping itu juga untuk melindungi air tanah
yang disebabkan cara pengelolaan limbah B3 yang belum memadai.

Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian


Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus
dilaporkan ke KLH secara berkala setiap 3 bulan sekali. Untuk aktivitas pengelolaan
limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga
ditembuskan ke Bapedalda setempat. Dasar hukum pengolahan limbah B3 adalah
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor
Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf).

Dalam pengolahan limbah B3 terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi persyaratannya
sesuai ketentuan peraturan. Beberapa hal tersebut adalah lokasi pengolahan, fasilitas
pengolahan, penanganan limbah B3 sebelum diolah, pengolahan limbah B3, dan hasil
pengolahan limbah B3 (www.king’s_weblog.com).

66
a. Lokasi Pengolahan

Lokasi yang akan digunakan untuk pengolahan limbah dapat dilakukan di dalam lokasi
penghasil limbah atau dapat juga di luar lokasi penghasil limbah. Syarat yang harus
dipenuhi untuk lokasi pengolahan limbah di dalam lokasi penghasil limbah adalah:

1) lokasi merupakan daerah bebas banjir

2) jarak dengan asilitas umum minimal 50 meter.

Sedangkan syarat yang harus dipenuhi untuk lokasi pengolahan limbah di luar lokasi
penghasil limbah adalah sebagia berikut:

1) Lokasi merupakan daerah bebas banjir

2) Jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 meter atau 50 meter untuk jalan lainnya,

3) Jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300
meter,

4) Jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 meter,

5) Jarak dengan wilayah terlindungi seperti cagar alam, hutan lindung minimum 300
meter.

b. Fasilitas Pengolahan

Mengingat limbah B3 dalam jumlah sedikitpun mempunyai dampak yang besar pada
lingkungan, maka fasilitas pengolahan harus mempunyai sistem operasi. Sistem operasi
tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penolahan
limbah B3. Sistem operasi dalam fasilitas pengolahan limbah B3 harus meliputi:

1) Sistem kemanan fasilitas;

2) Sistem pencegahan terhadap kebakaran;

3) Sistem pencegahan terhadap kebakaran;

4) Sistem penanggulangan keadaan darurat;

5) Sistem pengujian peralatan;

6) Dan pelatihan karyawan.

c. Penanganan Limbah Sebelum Diolah

Setiap limbah B3 harus diidentifikasi untuk kemudian dianalisis kandungan guna


menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis
kandungan dilakukan kemudian ditentukan metode yang tepat dalam pengolahan limbah
sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.

67
d. Pengolahan Limbah B3

Metode pengolahan limbah B3 yang dipilih didasarkan atas karakteristik dan kandungan
limbah. Metode pengolahan limbah B3 dapat terdiri atas proses berikut:

1) proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,


stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.

2) proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.

3) proses stabilisasi/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan


kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir

4) proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah


menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar
(insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi
0,01 kg atau 10 gr.

Proses-proses tersebut tidak harus dilakukan semua dalam pengolahan satu jenis limbah
B3. Dalam pengolahan suatu jenis limbah B3, proses dipilih berdasarkan cara terbaik
dalam melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.

e. Hasil Pengolahan Limbah B3

Hasil pengolahan limbah ditempatkan secara khusus di tempat pembuangan akhir limbah
B3. Oleh karenanya harus mempunyai tempat khusus hasil pengolahan limbah.

D) RANGKUMAN

Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau
beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan
hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain.

Limbah B3 dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu yang berdasarkan sumber
dan yang berdasarkan karakteristik. Kategori limbah B3 berdasarkan sumber terdiri atas
limbah B3 dari sumber spesifik; limbah B3 dari sumber tidak spesifik; dan limbah B3 dari
bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak
memenuhi spesifikasi. Sedangkan kategori limbah B3 yang berdasarkan karakteristik
ditentukan dengan mudah meledak; pengoksidasi; sangat mudah sekali menyala; sangat
mudah menyala; amat sangat beracun; sangat beracun; beracun; berbahaya; korosif;
bersifat iritasi; berbahaya bagi lingkungan; karsinogenik; teratogenik; dan mutagenic.

Pada proses pengelolaan limbah B3 akan terdiri atas tahapan kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Dalam pengolahan limbah B3
terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi persyaratannya sesuai ketentuan peraturan.
68
Beberapa hal tersebut adalah lokasi pengolahan, fasilitas pengolahan, penanganan
limbah B3 sebelum diolah, pengolahan limbah B3, dan hasil pengolahan limbah B3.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Bagaimana pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun berdasarkan PP No. 18


Tahun 1999?

2. Jelaskan apa yang menjadi tujuan pengelolaan B3?

3. Apasajakah kategorisasi Bahan Berbahaya dan Beracun? Sebutkan!

4. Apasajakah proses pengelolaan dan pengolahan limbah B3?

Masing-masing soal memiliki bobot 25% dan Total 100

69
F) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN VI

1. Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.

2. Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi


pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga
sesuai dengan fungsinya kembali.

3. Limbah B3 dapat dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu yang


berdasarkan sumber dan yang berdasarkan karakteristik. Kategori limbah B3
berdasarkan sumber terdiri atas limbah B3 dari sumber spesifik; limbah B3 dari
sumber tidak spesifik; dan limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan
kategori limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan mudah
meledak; pengoksidasi; sangat mudah sekali menyala; sangat mudah menyala;
amat sangat beracun; sangat beracun; beracun; berbahaya; korosif; bersifat iritasi;
berbahaya bagi lingkungan; karsinogenik; teratogenik; dan mutagenik.

4. Pada proses pengelolaan limbah B3 akan terdiri atas tahapan kegiatan


pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Dalam
pengolahan limbah B3 terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi persyaratannya
sesuai ketentuan peraturan. Beberapa hal tersebut adalah lokasi pengolahan,
fasilitas pengolahan, penanganan limbah B3 sebelum diolah, pengolahan limbah
B3, dan hasil pengolahan limbah B3.

70
PEMBELAJARAN 5

PEMADAMAN KEBAKARAN

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

1. Menguasai penyebab terjadinya kebakaran.

2. Memahami prinsip pemadaman kebakaran.

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran VIII ini, mahasiswa diharapkan:

1. Mampu menjelaskan penyebab terjadinya kebakaran berdasarkan konsep


segitiga api,

2. Mampu menjelaskan kategorisasi/kelas kebakaran,

3. Mampu menjelaskan prinsip pemadaman kebakaran dan pemilihan alat


pemadam yang tepat.

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
saudara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

C) MATERI: PEMADAM KEBAKARAN

1. Pengertian Kebakaran

Api adalah suatu reaksi kimia yang merupakan hasil dari bertemunya unsur oksigen (O2),
bahan bakar dan panas. Ketiganya ini dikenal dengan segitiga api. Panas yang
menyebabkan terjadinya api adalah panas dengan tingkat suhu tertentu tergantung bahan
yang ada. Oksigen adalah unsur yang menyempurnakan terjadinya api. Dengan
meniadakan salah satu dari ketiga bahan tersebut maka api akan padam. Jadi, untuk
tindakan preventif maka kita harus mencegah bertemunya ketiga bahan tersebut
(sistempencegahkebakaran.com).

71
Kebakaran dapat digolongankan menjadi beberapa kelas, yaitu kelas A, B, C dan D
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kelas A (Solid Fire)

Kebakaran kelas A merupakan kebakaran yang terjadi pada bahan-bahan seperti kayu,
kertas, sampah, dan kain. Media yang dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran
kelas A adalah air dan debu kering.

b. Kelas B (Liquid Fire)

Kebakaran kelas B merupakan kebakaran yang terjadi pada zat cair yang mudah terbakar
seperti minyak, cat, vernis. Pemadaman kebakaran kelas B dapat dilakukan dengan
menggunakan media debu kering, buih/soda dan varpourising liquid.

c. Kelas C (Gas and Stim Fire)

Kebakaran kelas C merupakan kebakaran yang terjadi pada gas seperti butana, propane,
oxy acetalane, gas (LPG). Pemadaman kebakaran kelas C dapat dilakukan dengan
menggunakan media debu kering, karbon dioksida (CO2) dan varpourising liquid.

d. Kelas D (Metal Fire)

Kebakaran kelas D merupakan kebakaran yang terjadi pada unsur-unsur logam


seperti potassium, sodium, kalsium, titanium dan magnesium. Pemadaman kebakaran
kelas D dapat dilakukan dengan menggunakan media soda abu, pasir, debu kering dan
powder.

Sedangkan kebakaran api elektrik tidak termasuk dalam kelas-kelas api diatas dan dapat
dipadamkan dengan menggunakan alat pemadam api yang sesuai.

2. Pemadaman Kebakaran

Pada dasarnya cara kerja dari memadamkan api adalah membantu untuk meniadakan
atau menghilangkan salah satu atau lebih dari ketiga unsur segitiga api. Oleh karena itu
perlu sekali untuk mempunyai pengetahuan mengenai bagaimana memilih alat pemadam
api yang tepat. Berikut adalah tabel pemilihan bahan/media pemadam api berdasarkan
bahan yang akan diproteksi.

72
Tabel 3. Pemilihan Bahan/Media Pemadam Api

Dari tabel diatas kita harus bisa memperkirakan area atau tempat yang akan kita proteksi
lebih dominan memakai bahan apa. Misalnya untuk ruangan elektronik lebih baik apabila
kita memakai pemadam yang berbahan gas (terutama untuk peralatan yang bernilai
tinggi) atau minimal powder. Jangan sampai kita memakai foam yang berupa cairan, akan
mengakibatkan hubungan singkat dan kerusakan pada peralatan elektronik kita.
Atau sebaliknya untuk daerah berminyak kita harus memakai foam karena foam dapat
menutup area minyak dan mencegah O2 masuk. Kalau kita hanya mengandalkan air
untuk area yang berminyak maka dapat berakibat fatal karena api akan menjalar diatas
air (sistempencegahkebakaran.com).

Setelah mengetahui mekanisme timbulnya api, klasifikasi kebakaran, serta jenis alat
pemadam yang dapat dipilih untuk memadamkan kebakaran, berikut dijelaskan lebih
lanjut tentang alat pemadam kebakaran jenis air, debu kering, gas, dan buih/busa.

a. Alat pemadam kebakaran jenis air

Kandungan alat pemadam kebakaran ini adalah air biasa. Untuk alat pemadam
kebakaran air dengan volume air sekitar 9 liter, jarak semprotan dapat mencapai 20-25
inch selama 60-120 detik. Kelebihan alat pemadam kebakaran air (portable) antara lain:

1) mudah dikendalikan,

2) dapat digunakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran,

3) zat cair yang digunakan tidak berbahaya.

Sedangkan kekurangannya antara lain:

1) hanya dapat digunakan sekali,

2) tidak cocok untuk memadamkan kebakaran yang terjadi pada alat elektronik
dan unsur logam.

3) tidak dapat diletakkan ditempat yang suhunya dingin dan dapat membeku,

4) tidak dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran besar.

73
b. Alat pemadam kebakaran jenis debu kering

Alat pemadam tipe ini berisi sodium bikarbinat 97%, magnesium steaote

1,5%, magnesium karbonat 1%, trikalsium karbonat 0,5%. Untuk alat yang portable,
jarak semprotan dapat mencapai 15-20 inch dengan waktu semprotan hingga 2
menit.

Kelebihan alat pemadam kebakaran debu kering (portable) antara lain:

1) mudah dikendalikan,

2) dapat untuk memadamkan kebakaran kelas A, B, dan C, dengan efektif,

3) pemadamannya lebih efektif jika dibandingkan dengan alat pemadam


kebakaran jenis CO2 dan BCF.

4) semprotannya menggunakan release handle.

Sedangkan kekurangannya antara lain:

1) hanya dapat digunakan sekali,

2) debunya dapat merusak bahan-bahan tertentu seperti mesin motor dan bahan
makanan,

3) tidak dapat untuk memadamkan kebakaran pada unsur logam,

4) tidak dapat diletakkan ditempat yang suhunya dingin dan dapat membeku, Hal
yang perlu diperhatikan adalah penempatan alat pemadam kebakaran ini
hendaknya diletakkan di tempat yang mudah terlihat dan dijangkau. Alat
sebaiknya digantung sehingga tidak rusak pada tabung dan isinya. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan setiap bulan. Pastikan preasure guage menunjukkan
kandungan penuh (hijau berarti penuh dan merah berarti kosong) dan apabila
tekanan udara kurang sebaiknya diserviskan.

c. Alat pemadam kebakaran jenis gas (CO2 dan BCF)

Alat pemadam ini berisi cairan CO2 dalam tekanan dan mempunyai ukuran berat antara
2 hingga 5 ibs. Jarak semprotan dapat mencapai 8-12 inch dengan waktu semprotan
hanya 8-30 detik. Kelebihan alat pemadam kebakaran gas (portable) antara lain:

1) mudah dikendalikan,

2) dapat untuk memadamkan pada awal kebakaran dengan efektif,

3) gasnya bersih dan tidak membantu kebakaran,

4) gasnya tidak mengalirkan listrik,

5) dapat dikenakan pada tempat-tempat yang mempunyai permukaan kecil,

Sedangkan kekurangannya antara lain:

74
1) hanya dapat digunakan sekali,

2) berat tabung ridak sepadan dengan kandungan gas (pada berat tabung 5,3 kg
hanya mempunyai berat gas 2,2 kg saja),

3) kandungan gas tidak dapat dilihat, sehingga perlu ditimbang secara reguler untuk
menghindari kekurangan gas hingga 10%.

4) tidak dapat untuk memadamkan kebakaran kelas A, B, dan D.

5) tidak dapat untuk memadamkan kebakaran yang sudah terlalu besar.

d. Alat pemadam kebakaran jenis buih/busa (foam)

Alat pemadam jenis buih/busa ini cocok untuk memadamkan kebakaran kelas B karena
fungsinya yang menyelimuti dan menurunkan suhu dibawah suhu api (mendinginkan).
Alat ini biasanya mempunyai 2 (dua) tabung yaitu tabung dalam (alumunium sulphate)
dan tabung luar (sodium bikarbinate/stabilizer). Jarak semprotan yang dipunyai alat ini
berkisar 20 inch dengan lama semprotan 30-90 detik.

Kelebihan alat pemadam kebakaran gas (portable) antara lain:

1) mudah dikendalikan,

2) buih/busa dapat menutup permukaan cair dan menyekat oksigen sehingga dapat
mengurangi kebakaran,

3) tidak terganggu oleh tiupan angin,

4) dapat digunakan untuk memadamkan api pada awal kebakaran dengan efektif.

Sedangkan kekurangannya antara lain:

1) hanya dapat digunakan sekali,

2) tidak dapat memadamkan kebakaran kelas A, C, dan D,

3) jika pencampuran bahan kimianya tidak sempurna, maka buih tidak dapat
memadamkan kebakaran dengan efektif,

4) tidak sesuai digunakan bersama dengan alat pemadam kebakaran jenis dry powder
karena powder akan memecahkan buih.

75
Berikut adalah gambar alat pemadam kebakaran portable yang dapat berisi zat kimia, air,
atau karbon dioksida (CO2).

Gambar 13. Alat Pemadam Kebakaran Portable

Adapun cara penggunaan alat pemadam kebakaran portable sebagaimana terlihat pada
Gambar 1 adalah sebagai berikut:

1) pilih jenis alat pemadam kebakaran yang sesuai dengan bahan yang terbakar
atau kelas kebakaran,

2) usahakan selalu mengukuti arah angin pada waktu memadamkan


kebakaran,

3) Praktekkan kaedah PASS ketika menggunakan alat sebagaimana gambar 1, yaitu:

- Pull (tarik): tarik segel keselamatan/safety pin

- Aim (tujuan): arahkan nozel ke arah puncak api

- Squeeze (tekan): tekan handle untuk menyemprotkan media pemadam api

- Sweep (sapu): gerakkan nozel ke kanan dan ke kiri untuk menyegerakan


proses pemadaman.

76
Teknik PASS pada alat sejenis yang lain dapat dijelaskan seperti pada Gambar 36.

Gambar 14. Teknik PASS pada Alat Pemadam Portable

Beberapa jenis alat pemadam kebakaran yang lain seperti pada Gambar 37 dan 38
berikut:

Gambar 15. Berbagai Alat Pemadam Jenis Hydrant

77
Secara umum cara pemadaman kebakaran dapat dilakukan sebagaimana berikut:

a. Matikan sumber api ataupun bahan yang dapat menyebabkan api, misalnya listrik
bila api berasal dari arus hubung singkat, atau tutup kran gas pada industri yang
memakai gas.

b. Pindahkanlah segera bahan bahan disekitarnya yang dapat membuat api


semakin membesar (mengisolir), “apabila tidak membahayakan diri kita”

c. Berusaha memadamkan dengan peralatan pemadam yang ada secepat


mungkin. Oleh karena itu perlu sekali kita berlatih untuk memakai pemadam secara
kontinyu dan memilih jenis pemadam yang sesuai dan bermutu, karena dalam
proses terjadinya kebakaran kecepatan pemadaman sangat menentukan.

3. Alat Pendeteksi Kebakaran

Terdapat beberapa karakteristik dari bagaimana terjadinya kebakaran dan sumber api
yang menyebabkan kebakaran. Alat pendeteksi kebakaran dibuat berdasarkan
karakteristik tersebut. Penentuan jenis alat pendeteksi kebakaran yang dipakai yang
paling tepat adalah saat bangunan tersebut dibangun dan diketahui peruntukannya.
Misalnya pemakaian alat pendeteksi kebakaran akan sangat berbeda antara bangunan
yang dipakai untuk gudang, gedung perkantoran ataupun sebagai hotel. Terdapat dua
tipe utama alat pendeteksi kebakaran yaitu smoke (yang terdiri dari ion dan photo) dan
heat detector. Apabila suatu alat pendeteksi kebakaran merupakan kombinasi dari
semua sensor diatas maka disebut multi criteria detector
(sistempencegahkebakaran.com).

a. Alat pendeteksi kebakaran berbasis kerja asap (smoke)

1) Sensor (chamber) pada alat pendeteksi kebakaran ion terdiri dari dua buah plat
yang bermuatan listrik dan bahan radioaktif diantara plat positif dan negatif.
Tumbukan antar molekul menyebabkan terjadinya ion positif dan negatif. Ion
tersebut akan tertarik kearah kedua plat dan menyebabkan arus dengan suatu
nilai tertentu. Apabila sensor terkena asap maka partikel ion akan berubah sesuai
asap yang masuk, masuknya asap sampai suatu nilai tertentu akan membuat
alat pendeteksi kebakaran bekerja. Sensor Ion dapat bereaksi cepat pada
bahan bahan yang dapat terbakar dengan cepat, misalnya ruangan bahan kimia,
dengan partikel 0,01 sampai dengan 0,3 micron. Akan tetapi tipe ion tidak terlalu
cocok untuk tempat yang tinggi, pergerakan udara yang cepat dan dekat dapur.

2) Photoelectric sensor secara terus menerus memancarkan cahaya ke sebuah


diode penerima, apabila kekuatan cahaya berkurang sampai nilai tertentu, karena
terhalang oleh banyaknya asap yang masuk kedalam alat pendeteksi
kebakaran akan terjadi alarm. Selain cara tersebut ada photo smoke yang
memakai sistem pemantulan, apabila ada asap yang masuk maka asap tersebut
akan memantulkan cahaya ke penerima. Apabila cahaya yang diterima
mencapai nilai tertentu maka akan terjadi alarm. Photoelectric sangat cepat
bekerja pada partikel asap antara 0,3 sampai dengan 10 micron. Photo smoke
78
detector sangat peka pada asap yang berwarna putih. Pada asap yang berwarna
hitam photosmoke mudah terjadi alarm palsu (false alarm).

Gambar 16. Alat Pendeteksi Kebakaran Berbasis Kerja Asap (Smoke)

(Sumber: Dikmenjur, Depdiknas, 2003)

b. Alat pendeteksi kebakaran berbasis kerja panas (heat detector)

Heat detector ada dua macam yaitu ROR dan Fixed Detektor. ROR akan bekerja
berdasarkan kenaikan suhu yang terjadi, sedang fixed detector mempunyai satu nilai
tertentu untuk alarm (misalnya 57 deg Celcius). Untuk ruangan yang sudah cukup panas
ROR tidak cocok digunakan karena mudah terjadi false alarm.

Perlu diperhatikan juga bahwa debu yang menempel pada sensor menyebabkan
kepekaan dari alat pendeteksi kebakaran tidak sesuai standar lagi sehingga alat
pendeteksi kebakaran manjadi lebih sensitif yang dapat menyebabkan seringnya
terjadi false alarm. Oleh karena itu perlu sekali dilakukan perawatan berkala pada alat
pendeteksi kebakaran yang ada.

D) RANGKUMAN

Api adalah suatu reaksi kimia yang merupakan hasil dari bertemunya unsur Oksigen (O2),
bahan bakar dan panas. Ketiganya ini dikenal dengan segitiga api. Panas yang
menyebabkan terjadinya api adalah panas dengan tingkat suhu tertentu tergantung bahan
yang ada. Oksigen adalah unsur yang menyempurnakan terjadinya api. Dengan
meniadakan salah satu dari ketiga bahan tersebut maka api akan padam. Jadi, untuk
tindakan preventif maka kita harus mencegah bertemunya ketiga bahan tersebut.

Kebakaran dapat digolongankan menjadi beberapa kelas, yaitu kelas A (Solid Fire), B
(Liquid Fire), C (Gas and Stim Fire) dan D (Metal Fire). Pada dasarnya cara kerja dari
memadamkan api adalah membantu untuk meniadakan atau menghilangkan salah satu
atau lebih dari ketiga unsur segitiga api. Oleh karena itu perlu sekali untuk mempunyai
pengetahuan mengenai bagaimana memilih alat pemadam api yang tepat sesuai dengan
bahan yang terbakar. Alat pemadaman kebakaran yang dapat dipakai seperti alat
pemadam kebakaran jenis air (dapat untuk memadamkan kebakaran kelas A), debu
kering (dapat untuk memadamkan kebakaran kelas A, B, dan C), gas yang terdiri dari
CO2 dan BCF (dapat untuk memadamkan kebakaran pada alat elektronik),

79
buih/busa/foam (cocok untuk memadamkan kebakaran kelas B). Sedangkan alat
pendeteksi kebakaran mempunyai sistem kerja berdasarkan asap (smoke) dan panas
(heat). Alat pendeteksi kebakaran berbasis asap terdiri dari ion dan photoelectric sensor.
Untuk heat detector ada dua macam yaitu ROR dan Fixed Detektor.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Bagaimanakan proses terjadinya api berdasarkan konsep segitiga api?

2. Bagaimanakah prinsip dasar melakukan pemadam api?

3. Apa sajakah kategorisasi kebakaran? Sebutkan berikut media untuk


memadamkan kebakarannya!

4. Ada berbagai macam media yang dapat digunakan untuk memadamkan

kebakaran. Sebutkan dan jelaskan?

Masing-masing soal memiliki bobot 25%, total 100

80
F) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN VIII

1. Api adalah suatu reaksi kimia yang merupakan hasil dari bertemunya unsur
Oksigen (O2), bahan bakar dan panas.

2. Prinsip dasar melakukan pemadam api dengan meniadakan salah satu dari ketiga
bahan tersebut. Atau, untuk tindakan preventif maka kita harus mencegah
bertemunya ketiga bahan tersebut.

3. Ketegorisasi/kelas kebakaran:

a. Kelas A (Solid Fire) merupakan kebakaran yang terjadi pada bahan-bahan


seperti kayu, kertas, sampah, dan kain. Media yang dapat digunakan untuk
memadamkan kebakaran kelas A adalah air dan debu kering.

b. Kelas B (Liquid Fire) kebakaran yang terjadi pada zat cair yang mudah
terbakar seperti minyak, cat, vernisd. Pemadaman kebakaran kelas B dapat
dilakukan dengan menggunakan media debu kering, buih/soda dan
varpourising liquid.

c. Kelas C (Gas and Stim Fire) merupakan kebakaran yang terjadi pada gas
seperti butana, propane, oxy acetalane, gas (LPG). Pemadaman kebakaran
kelas C dapat dilakukan dengan menggunakan media debu kering, karbon
dioksida (CO2) dan varpourising liquid

d. Kelas D (Metal Fire) merupakan kebakaran yang terjadi pada unsur-unsur


logam seperti potassium, sodium, kalsium, titanium dan magnesium.
Pemadaman kebakaran kelas C dapat dilakukan dengan menggunakan media
soda abu, pasir, debu kering dan powder

4. Media yang dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran yaitu air (dapat
untuk memadamkan kebakaran kelas A), debu kering (dapat untuk memadamkan
kebakaran kelas A, B, dan C), gas yang terdiri dari CO2 dan BCF (dapat untuk
memadamkan kebakaran pada alat elektronik), buih/busa/foam (cocok untuk
memadamkan kebakaran kelas B).

81
PEMBELAJARAN 6

ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA

A) KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR:

1. Menguasai prinsip kerja yang ergonomis

2. Memahami prinsip peningkatan produktivitas kerja

INDIKATOR:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran X ini, mahasiswa diharapkan :

1. Mampu menjelaskan cara kerja yang ergonomis

2. Mampu menjelaskan cara peningkatan produktivitas kerja

B) AKTIVITAS

1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini

2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak memungkinkan
saudara dapat mempelajari sendiri

3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator pembelajaran

4. Kerjakan semua evaluasinya

C) MATERI: ERGONOMI DAN PRODUKTIVITAS KERJA

1. Pendahuluan

Perancangan ergonomi yang baik harus mencakup ergonomi makro dan mikro yang
dikaitkan dengan organisasi sehingga akan memberikan keuntungan ekonomi yang baik.
Sesuai dengan definisi ergonomi, dimana sebuah sistem kerja harus dapat menjamin
keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta terpenuhinya kebutuhan hidup dasar,
akan memberikan dampak terhadap hasil kerja tersebut yaitu meningkatnya efektifitas
dan efisiensi industri. Dampak lain dari penerapan ergonomi adalah sedikitnya absensi
karyawan, kualitas produk yang meningkat, kecelakaan kerja yang berkurang, biaya
kesehatan dan asuransi yang berkurang dan tingkat keluar masuk karyawan (turn over)
yang berkurang. Pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahan dan
mengurangi pengeluaran walaupun pada awalnya perlu investasi ergonomi (Fary, 2008).

82
2. Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunanai, yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos
yang berarti aturan atau hukum. Ergonomi secara istilah berarti ilmu serta penerapannya
yang berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan manusia seoptimal- optimalnya (Nurmianto, 1996).

Pendekatan khusus dalam disiplin ergonomi ialah aplikasi sistematis dari segala informasi
yang releven yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia dalam
perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai. Analisis dan
kajian ergonomi meliputi hal-hal yang berkaitan, yaitu (Suhardi, 2008):

a. anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya), dan antropometri (ukuran) tubuh manusia.

b. psikologi yang fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf yang
berperan dalam tingkah laku manusia.

c. kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang pendek
maupun panjang ataupun membuat celaka manusia dan sebaliknya kondisi-kondisi
kerja yang membuat nyaman kerja manusia.

Ergonomi mempunyai peran yang sangat besar dalam lingkungan kerja. Hal ini dibuktikan
dengan semua bidang pekerjaan selalu menerapkan konsep ergonomi. Ergonomi ini
diterapkan pada dunia kerja agar pekerja merasa nyaman dan aman dalam melakukan
pekerjaannya. Dengan adanya rasa nyaman dan aman tersebut maka produktivitas kerja
akan menjadi meningkat. Secara umum ergonomi dalam dunia kerja akan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

a. metode/cara pekerja mengerjakan pekerjaannya,

b. posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja,

c. peralatan apa yang digunakan, dan

d. efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja.

Sering kita mendengar pada sebuah industri atau pada kerja di laboratorium terjadi
kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh pekerja
sendiri atau karena kesalahan menajemen perusahaan. Kecelakaan yang diakibatkan
oleh ulah pekerja sendiri, karena pekerja tidak hati-hati atau mereka tidak mengindahkan
aturan kerja yang telah dibuat oleh pihak manajemen. Sedangkan kecelakaan yang
diakibatkan oleh pihak manajemen, karena tidak adanya alat-alat keselamatan kerja atau
bahkan cara kerja yang dibuat oleh pihak manajemen masih belum mempertimbangkan
segi ergonominya. Sebagai contoh pekerjaan mengangkat benda kerja di atas 50 kg
tanpa menggunakan alat bantu. Kondisi ini bisa menimbulkan cidera pada pekerja.

a. Identifikasi Resiko

Langkah yang dapat diambil untuk menghindari adanya kecelakaan kerja adalah pertama
dengan mengidentifikasi potensi resiko yang diakibatkan oleh cara kerja yang salah.

83
Langkah kedua adalah menghilangkan cara kerja yang dapat mengakibatkan cedera.
Pada Tabel 4 berikut dijelaskan beberapa faktor resiko beserta cara menghindari
kecelakaan kerja.

Tabel 4. Faktor Resiko

Faktor Resiko Definisi Jalan Keluar


Pengulangan yang Menjalankan gerakan yang Desain kembali cara kerja untuk
banyak sama berulang- ulang. mengurangi jumlah

pengulangan gerakan atau


meningkatkan waktu jeda

antara ulangan, atau


menggilirnya dengan pekerjaan
lain.
Beban berat Beban fisik yang berlebihan Mengurangi gaya yang

selama kerja (menarik, diperlukan untuk melakukan


memukul, mendorong). kerja, mendesain kembali cara
Semakin banyak daya yang kerja, menambah jumlah
harus dikeluarkan, semakin pekerja pada pekerjaan
berat beban bagi tubuh. tersebut, menggunakan
peralatan mekanik.

Postur yang kaku Menekuk atau memutar Mendesain cara kerja dan
bagian tubuh. peralatan yang dipakai hingga
postur tubuh selama kerja
lebih nyaman.
Beban statis Bertahan lama pada satu Mendesain cara kerja untuk
postur sehingga menghindari terlalu lama

menyebabkan kontraksi otot. bertahan pada satu postur,


memberi kesempatan untuk

mengubah posisi.

TekananTekanan Tubuh tertekan pada suatu Memperbaiki peralatan yang

permukaan atau tepian. ada untuk menghilangkan


tekanan, atau memberikan
bantalan.
Getaran Menggunakan peralatan yang Mengisolasi tangan dari
bergetar. getaran.

84
Dingin atau panas Dingin mengurangi daya Atur suhu ruangan, beri insulasi
yang raba, arus darah, kekuatan pada tubuh.

ekstrim dan keseimbangan. Panas


menyebabkan kelelahan.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi potensi resiko kecelakaan kerja
adalah dengan mengevaluasi cara kerja yang dilakukan di tempat kerja atau laboratorium.
Berikut adalah daftar pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi
resiko. Apakah pekerjaan Anda membuat Anda melakukan hal dibawah ini berulang-
ulang:

1) membengkokkan dan/atau memutar pergelangan tangan?

2) menahan siku jauh dari badan?

3) meraih di belakang tubuh anda?

4) mengangkat atau melempar sesuatu diatas bahu?

5) mengangkat sesuatu dari bawah lutut?

6) menggunakan jepitan jari?

7) bekerja dengan leher tertekuk?

8) memotong daging dengan keras?

9) mengangkat barang berat?

10) menggunakan satu jari atau jempol untuk mengoperasikan alat?

11) menggunakan alat dengan ujung yang keras dan tajam?

12) menggunakan alat yang bergetar?

13) menggunakan peralatan tangan seperti palu?

14) bekerja dalam ruangan yang dingin?

Apabila jenis pekerjaan Anda termasuk dalam salah satu pertanyaan diatas maka Anda
terdapat kemungkinan berada dalam resiko untuk mengalami kelainan karena trauma
yang terus menerus (cumulative trauma disorder - CTD).

b. Cumulative Trauma Disorder

Cumulative trauma disorder (CTD) dapat diterjemahkan sebagai kerusakan trauma


secara terus menerus (kumulatif). Penyakit ini timbul karena terkumpulnya kerusakan-
kerusakan kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan yang cukup besar
dan menimbulkan rasa sakit. Hal ini sebagai akibat penumpukan cedera kecil yang setiap
kali tidak sembuh total dalam jangka waktu tertentu yang bisa pendek dan bisa lama,

85
tergantung dari berat ringannya trauma setiap hari, yang diekspresikan sebagai rasa
nyeri, kesemutan, bengkak dan gejala lainnya (Suhardi, 2008).

Biasanya gejala CTD muncul pada jenis pekerjaan yang monoton, sikap kerja yang tidak
alamiah, penggunaan atau pengerahan otot yang melebihi kemampuannya. Gejala ini
sering dianggap remeh bahkan dianggap tidak terjadi apa-apa. Trauma yang terjadi pada
jaringan tubuh antara lain disebabkan over exertion, over stretching, dan over
compressor. CTD dapat dikategorikan sebagai penyakit akibat kerja jika memenuhi 2
(dua) atau lebih faktor resiko ergonomi di tempat kerja.

Adapun beberapa faktor resiko ergonomi di tempat kerja tersebut adalah:

1) terdapat postur atau sikap tubuh yang janggal,

2) gaya yang melebihi kemampuan jaringan,

3) lamanya waktu pada saat melakukan posisi janggal,

4) frekuensi siklus gerakan dengan posture janggal per menit.

Beberapa contoh penyakit akibat kerja yang termasuk dalam CTD antara lain (Suhardi,
2008):

1) Tendinitis, yaitu tendon yang meradang. Gejala yang muncul seperti sakit,
bengkak, nyeri tekan, lemah di tempat yang terpapar (siku, bahu).

2) Rotator cuff tendinitis, yaitu satu atau lebih dari empat rotator cuff tendonitis
pada bahu meradang. Gejala yang muncul seperti sakit, gerakan terbatas
pada bahu.

3) Tenosynovitis, yaitu pembengkakan pada tendon dan sarung yang menutupi


tendon. Gejala yang muncul seperti pembengkakan, nyeri tekan, sakit pada
tempat yang terpapar (siku, tangan, lengan).

4) Carpal tunnel syndrome, yaitu tekanan yang terlalu berat pada syaraf medianus
yang melalui pergelangan tangan. Gejala yang muncul seperti mati rasa,
kesemutan, pegal, dan sakit pada pergelangan tangan.

5) Tennis elbow, yaitu peradangan pada tendon di siku. Gejala yang muncul seperti
sakit, sedikit bengkak, dan lemah.

6) White finger, yaitu pembuluh darah di jari-jari rusak. Gejala yang muncul seperti
pucat di jari-jari, mati rasa, dan perasaan seakan jari terbakar.

86
Gambar 17. Cumulative Trauma Disorder (CTD) (Sumber: Suhardi, 2008)

Untuk meminimalkan terjadinya penyakit kerja termasuk Cumulative trauma disorder


(CTD), maka penerapan ergonomi dalam kerja adalah solusi tepat. Salah satu hal dari
ergonomi yang dapat diterapkan dalam kerja adalah sikap tubuh dan posisi kerja.

c. Sikap Tubuh

Sikap tubuh pekerja ketika sedang bekerja atau sikap tubuh siswa yang sedang
melakukan kerja di laboratorium dapat menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas
kerja. Sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja harus dihindari. Sebagai contoh
sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya. Apabila hal tersebut tidak
dapat dielakkan maka harus diupayakan sedemikian rupa sehingga beban statisnya kecil.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan alat bantu. Berikut ini contoh sikap tubuh yang
baik dan tidak baik.

Gambar 18 (a). Sikap Tubuh Menjangkau Barang Yang Baik

Gambar 18 (a) dan (b) merupakan contoh sikap tubuh dalam kerja yang baik karena tidak
menggunakan atau mengerahkan otot secara berlebihan. Sedangkan Gambar 43 (c)
merupakan contoh sikap tubuh dalam kerja yang tidak baik karena tangan dipaksa untuk
menjangkau benda yang berada di ketinggian.

87
d. Posisi Kerja

Prinsip sikap tubuh dan posisi kerja yang baik secara ergonomis adalah cara kerja yang
alamiah dan tidak mengerahkan otot secara berlebihan. Apabila terdapat gerak, sikap
dan posisi kerja yang mengharuskan secara tidak alamiah dan mengerahkan otot secara
berlebihan maka sebaiknya tidak melebihi waktu tertentu seperti 2 jam atau tidak berulang
secara monoton. Berikut adalah contoh beberapa posisi kerja dan tinjauan secara
ergonomisnya.

Gambar 19. Posisi Kerja Mendongak

(Sumber: Suhardi, 2008)

Bekerja dengan menundukkan leher (Gambar 46) atau membungkukkan punggung


(Gambar 19) melebihi sudut 300 diperbolehkan dengan syarat lama menunduk atau
membungkuk tidak melebihi 2 jam per harinya. Hal ini dikarenakan dapat
mengakibatkan rasa sakit pada leher dan tulang belakang.

Gambar 20. Posisi Kerja Jongkok

(Sumber: Suhardi, 2008)

Gambar 20 menggambarkan seorang pekerja yang bekerja dengan cara jongkok. Posisi
kerja dengan jongkok ini juga akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada diri pekerja
khususnya pada pinngul dan lutut. Kondisi kerja ini diperbolehkan asal tidak melebihi 2
jam per harinya. Gambar 21 memperlihatkan pekerja yang menyelesaikan pekerjaan
dengan cara berlutut. Cara kerja ini diperbolehkan dengan syarat waktu kerja tidak
melebihi 2 jam per harinya karena akan menimbulkan ketidaknyamanan pada lutut dan
punggung.

88
Gambar 21. Mengambil Benda dengan Jari

(Sumber: Suhardi, 2008)

Pekerjaan dengan menggunakan kekuatan tangan yang cukup besar, seperti mengambil
benda dengan menjepit (Gambar 50) dan memencet/ meremas (Gambar 51) benda
kerja ini juga ada batasannya. Jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan tangan
secara terus menerus ini dipersyaratkan tidak lebih dari 2 jam per harinya. Untuk
pekerjaan mengambil benda kerja dengan cara menjepit ini batasannya adalah berat
tidak melebihi 2 pounds. Sedangkan untuk memencet/meremas batasannya tidak lebih
dari 10 pounds beratnya.

e. Ergonomi Kerja dalam Produksi Busana

Diatas telah disampaikan bagaimana prinsip kerja dan sikap kerja yang ergonomis
sehingga badan tidak cepat lelah dan dapat meminimalkan terjadinya cedera. Dalam
membantu mewujudkan sikap kerja yang ergonomis, kita dapat menggunakan beberapa
alat bantu yang dapat dipergunakan untuk meringankan beban kerja tubuh kita. Berikut
adalah sikap kerja yang ergonomis dalam kegiatan produksi busana.

1) Pekerjaan pemindahan bahan

Prinsip pada Gambar 22 adalah pemindahan bahan. Gambar 22 (a), pekerja


memindahkan bahan baku kain dengan cara mengangkat dan tanpa alat bantu sehingga
berpotensi terjadinya cedera pada bahu dan pinggang karena beban berlebih dan
pengulangan pengangkatan. Solusi yang dapat diajukan adalah dengan menggunakan
alat bantu mekanis sebagaimana pada Gambar 22 (b)

Gambar 22 (a). Mengangkat Bahan Tanpa Alat Bantu

89
2) Pekerjaan pemotongan bahan

Pada sikap membungkuk dalam pemotongan bahan sebagaimana pada Gambar 23 (a)
maka akan memberikan tekanan pada punggung, bahu, dan lengan. Hal ini cepat
menimbulkan kelelahan dan potensi cedera jika dilakukan berulang-ulang. Solusi yang
dapat diajukan adalah dengan mengubah posisi kerja yang tegap dan menggunakan
gunting elektrik sehingga dapat mengurangi kerja pergelangan tangan dan jari
sebagaimana pada

Gambar 23 (a) Posisi Membungkuk dalam Memotong Bahan

Gambar 23 (b) Memotong Bahan(Sumber: http://www.osha.gov)

3) Pekerjaan penjahitan

Posisi menjahit berpotensi terjadi kelelahan dan cedera pada lengan, leher, dan kaki.
Oleh karena itu tinggi meja jahit beserta permukaanny dan kursi yang digunakan harus
mendukung secara ergonomis. Permukaan meja jahit harus rata, halus, dan mempunyai
cukup ruang untuk meletakkan lengan depan sehingga tidak membuat cepat lelah tangan.
Jarak antara kursi dan meja jahit harus sesuai sedemikian sehingga lutut dapat
membentuk sudut antara 90-110°.

Ketinggian kursi juga harus sesuai sedemikian sehingga pinggul dan punggung dapat
membentuk sudut antara 90-110°. Kursi yang digunakan lebih baik yang dapat diatur
ketinggiannya. Dengan sikap seperti pada Gambar 54 maka badan dapat bersikap tegak
dan tidak cepat lelah.

90
(a) (b) Gambar 24 Posisi Menjahit yang Ergonomis (Sumber: http://www.osha.gov)

4) Pekerjaan inspeksi

Hindari posisi membungkuk dalam inspeksi karena akan menyebabkan kelelahan pada
punggung, leher, dan lengan. Gunakan alat penerangan sehingga dapat mencegah kita
membungkuk tanpa sadar. Disamping itu tidak membuat mata cepat lelah.

Gambar 25 (a). Posisi Inspeksi yang Membungkuk

(Sumber: http://www.osha.gov)

5) Pekerjaan stitching

Pekerjaan stitching ini meliputi mengambil potongan bahan, menempatkan potongan


bahan ke mesin jahit, dan menjalankan mesin jahit. Pekerjaan ini berpotensi menimbulkan
kelelahan dan cedera pada lengan, leher, dan punggung.

91
Hindari posisi membungkuk dan lengan mengarahkan kain terlalu menjauh dari badan
sebagaimana pada Gambar 26 (a).

Gambar 26 (b) Posisi Stitching yang Tidak Ergonomis

(Sumber: http://www.osha.gov)

f. Pengendalian Ergonomi

Pengendalian ergonomi dipakai untuk menyesuaikan tempat kerja dengan pekerja.


Pengendalian ergonomi berusaha mengatur agar tubuh pekerja berada di posisi yang
baik dan mengurangi resiko kerja. Pengendalian ini harus dapat mengakomodasi segala
macam pekerja. Pengendalian ergonomi dikelompokkan dalam tiga katagori utama, yang
disusun sesuai dengan metoda yang lebih baik dalam mencegah dan mengendalikan
resiko ergonomi.

1) Pengendalian teknik. Pengendalian teknik adalah metoda yang lebih


diutamakan karena lebih permanen dan efektif dalam menghilangkan resiko
ergonomi. Pengendalian teknik yang bisa dilakukan adalah memodifikasi,
mendesain kembali atau mengganti tempat kerja, bahan, obyek, desain tempat
penyimpanan dan pengoperasian peralatan.

2) Pengendalian administratif. Pengendalian ini berhubungan dengan


bagaimana pekerjaan disusun, seperti:

- jadwal kerja,

- penggiliran kerja dan waktu istirahat,

- program pelatihan,

- program perawatan dan perbaikan

3) Cara kerja Pengendalian cara kerja berfokus pada cara pekerjaan dilakukan,
yakni:

- menggunakan mekanik tubuh yang baik,

92
- menjaga tubuh untuk berada pada posisi netral.

3. Produktivitas Kerja

Produktivitas merupakan rasio/perbandingan antara keluaran (output) dengan


masukan (input). Kesadaran akan peningkatan produktivitas semakin meningkat karena
adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan produktivitas akan memberikan kontribusi
positif dalam perbaikan ekonomi. Pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik
dari kehidupan hari kemarin dan kehidupan hari esok harus lebih dari hari ini, merupakan
suatu pandangan yang memberi dorongan pemikiran ke arah produktivitas.

Gambar 27. Grafik Tingkat Produktivitas dan Biaya

Gambar 27 memperlihatkan bahwa adanya peningkatan produktivitas yang ditunjukkan


dengan kurva P (produktivitas). Peningkatan produktivitas ini dapay menyebabkan
terjadinya penurunan biaya produksi perunitnya seperti yang ditunjukkan oleh kurva C
(biaya). Sebagaimana pengertian produktivitas yaitu rasio output per input, maka
secara matematis produktivitas dapat dituliskan seperti pada Rumus berikut:

93
Dari rumus tersebut maka dapat diketahui terdapat 4 (empat) kondisi dimana
produktivitas akan meningkat, yaitu ketika:

1) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) tetap,

2) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) turun,

3) besar keluaran (output) tetap dan besar masukan (input) turun, atau

4) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) juga naik tetapi kenaikan

keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

Kenaikan tingkat produktivitas paling maksimal pada kondisi besar keluaran (output) naik
dan besar masukan (input) turun. Dengan demikian, secara prinsip cara menaikkan
produktivitas adalah dengan melaksanakan salah satu dari keempat kondisi diatas,
namun yang paling optimal adalah dengan menaikkan jumlah keluaran (output) dan
menurunkan jumlah masukan (input).

Naiknya produktivitas (Unit/Rp) ternyata akan membawa konsekuensi terhadap


penurunan biaya produksi per unitnya (Rp/Unit). Hal ini dapat ditunjukkan secara
matematis pada Rumus (2) berikut.

dimana C = tingkat produktivitas

CI = total biaya input yang dikeluarkan selama periode t

CO = total biaya output yang dikeluarkan selama periode t

Berdasarkan Rumus tersebut maka arah kurva C akan cenderung turun ketika
produktivitas naik. Hal ini seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 57. Dampak akibat
kenaikan produktivitas menyebabkan penurunan biaya per unitnya akan mampu
meningkatkan daya saing output yang dihasilkan oleh industri (Suhardi, 2008).

Hal yang perlu diperhatikan adalah produktivitas berbeda dengan proses produksi.
Proses produksi adalah serangkaian proses perubahan (transformasi) dari masukan
menjadi keluaran yang mempunyai nilai tambah. Proses produksi, performansi kualitas,
hasil-hasil merupakan komponen dari usaha meningkatkan produktivitas. Dengan
demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi. Secara
umum produktivitas dapat dinyatakan sebagai rasio antara keluaran terhadap masukan,
atau rasio hasil yang diperoleh terhadap sumber daya yang dipakai sebagaimana yang
dirumusakan pada Rumus (1)
94
Masukan (input) yang digunakan dalam proses produksi pada suatu industri akan terdiri
dari berbagai macam, seperti:

1) tenaga kerja (man),

2) bahan baku, bahan penolong dan bahan pembantu (materials),

3) mesin (machine),

4) dana (money),

5) peralatan dan media lainnya (media),

6) informasi (information), dan

7) sumber tenaga, missal listrik (power).

Apabila dalam rasio itu masukan yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dihitung
seluruhnya maka akan dihasilkan produktivitas total. Rumus yang digunakan untuk
menghitung produktivitas total sebagaimana disampaikan pad Rumus (3) berikut.

Produktivitas total ini dapat digunakan untuk mengukur perubahan efisiensi dari kegiatan
operasi. Untuk mengukur perubahan produktivitas total dalam suatu periode waktu,
semua faktor yang berkaitan dengan kuantitas keluaran dan masukan yang dipakai
selama periode tersebut harus diperhitungkan. Faktor- faktor itu meliputi ketujuh jenis
masukan (input) diatas.

Disamping dapat menghitung produktifitas total, kita juga dapat menghitung tingkat
produktifitas salah satu jenis masukan saja. Apabila kita menghitung salah satu masukan
saja maka akan menghasilkan produktivitas parsial. Adapun rumusnya adalah seperti
pada Rumus (4) untuk jenis masukan (input) tenaga kerja. Sedangkan untuk masukan
yang lain, rumusnya sejenis.

Produktivitas dapat diukur dalam berbagai bentuk. Tabel 8 menunjukkan contoh ukuran
produktivitas dalam berbagai bentuk tersebut.

95
Tabel 5. Ukuran Produktivitas

No Ukuran Produktivitas
1. Jumlah Produksi / Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja
2. Jumlah Produksi / Jumlah Penggunaan Material
3. Jumlah Produksi / Jumlah Penggunaan Energi
4. Jam Kerja Aktual / Jam Kerja Standar
5. Jam Kerja Setup Produksi / Jam Kerja Aktual Produksi
6. Jumlah Produk Cacat / Jumlah Produksi
(Sumber: Suhardi, 2008)

Apabila kita ingin meningkatkan produktivitas maka kita harus mengetahui beberapa
faktor yang mempengaruhi produktivitas. Pada hakikatnya produktivitas kerja akan
banyak ditentukan oleh dua faktor utama:

a. Faktor Teknis: merupakan faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan


penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih
efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.

b. Faktor Manusia: merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-


usaha yang dilakukan manusia di dalam menyelesaikan pekerjaan. Faktor ini
meliputi: sikap mental, motivasi, disiplin, dan etos kerja.

Pada industri yang bersifat mekanisasi atau otomatisasi dalam proses produksinya seperti
industri otomotif atau elektronika, maka faktor teknis yang paling berpengaruh dalam
upaya peningkatan produktivitas. Industri yang bersifat otomatisasi ini maka penelitian
produktivitas akan ditekankan pada aspek teknis. Sedangkan untuk industri yang masih
bersifat padat karya seperti industri garmen, maka upaya peningkatan produktivitas harus
ditekankan pada aspek manusianya.

D) RANGKUMAN

Ergonomi berasal dari bahasa Yunanai, yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos yang
berarti aturan atau hukum. Ergonomi secara istilah berarti ilmu serta penerapannya yang
berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal- optimalnya. Ergonomi mempunyai peran yang sangat
besar dalam lingkungan kerja. Hal ini dibuktikan dengan semua bidang pekerjaan selalu
menerapkan konsep ergonomi. Ergonomi ini diterapkan pada dunia kerja agar pekerja
merasa nyaman dan aman dalam melakukan pekerjaannya. Dengan adanya rasa
nyaman tersebut maka produktivitas kerja akan menjadi meningkat. Secara umum
ergonomi dalam dunia kerja akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. metode/cara pekerja mengerjakan pekerjaannya,

b. posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja,

c. peralatan apa yang digunakan, dan

d. efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja.

96
Produktivitas merupakan rasio/perbandingan antara keluaran (output) dengan
masukan (input). Kesadaran akan peningkatan produktivitas semakin meningkat karena
adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan produktivitas akan memberikan kontribusi
positif dalam perbaikan ekonomi. Dari pengertian produktivitas tersebut dapat diketahui
terdapat 4 (empat) kondisi dimana produktivitas akan meningkat, yaitu ketika:

1) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) tetap,

2) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) turun,

3) besar keluaran (output) tetap dan besar masukan (input) turun, atau

4) besar keluaran (output) naik dan besar masukan (input) juga naik tetapi kenaikan
keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

Dengan demikian, secara prinsip cara menaikkan produktivitas adalah dengan


melaksanakan salah satu dari keempat kondisi diatas. Namun yan paling optimal adalah
dengan menaikkan keluaran dan menurunkan masukan.

E) EVALUASI

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Apakah yang dimaksud dengan ergonomi?


2. Jelaskan keterkaitan antara ergonomi dengan peningkatan produktivitas!
3. Bagaimana prinsip posisi kerja yang baik secara ergonomis?
4. Apakah yang dimaksud dengan produktivitas kerja? cara
Bagaimana
meningkatkan produktivitas kerja?

Masing-masing soal memiliki bobot 25%, total 100

97
F) KUNCI JAWABAN SOAL MODUL K3 PEMBELAJARAN X

1. Ergonomi berarti ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan


pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya.

2. Perusahaan menerapkan ergonomi maka berarti juga telah berusaha menjamin


keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta terpenuhinya kebutuhan
hidup dasar. Dengan adanya rasa nyaman dan aman tersebut maka produktivitas
kerja akan menjadi meningkat. Ergonomi juga akan memberikan dampak terhadap
hasil kerja tersebut yaitu meningkatnya efektifitas dan efisiensi industri. Dampak
lain dari penerapan ergonomi adalah sedikitnya absensi karyawan, kualitas produk
yang meningkat, kecelakaan kerja yang berkurang, biaya kesehatan dan asuransi
yang berkurang dan tingkat keluar masuk karyawan (turn over) yang berkurang.

3. Prinsip sikap tubuh dan posisi kerja yang baik secara ergonomis adalah cara kerja
yang alamiah dan tidak mengerahkan otot secara berlebihan. Apabila terdapat
gerak, sikap dan posisi kerja yang mengharuskan secara tidak alamiah dan
mengerahkan otot secara berlebihan maka sebaiknya tidak melebihi waktu
tertentu seperti 2 jam atau tidak berulang secara monoton.

4. Produktivitas merupakan rasio/perbandingan antara keluaran (output) dengan


masukan (input). Dari pengertian produktivitas tersebut dapat diketahui terdapat 4
(empat) cara untuk meningkatkan produktivitas, yaitu:

a. menaikkan besar keluaran (output) sementara menjaga besar masukan


(input),

b. menaikkan besar keluaran (output) dan menurunkan besar masukan


(input),

c. menjaga besar keluaran (output) dan menurunkan besar masukan (input),


atau

d. menaikkan besar keluaran (output) dan besar masukan (input) tetapi


kenaikan keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

98
BAB III

E VALUASI

A. TES KEMAMPUAN AKHIR

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda

Soal pilihan ganda terdiri atas 20 soal yaitu soal no. 1 hingga 20. Kerjakanlah semua soal
tersebut pada lembar jawaban yang telah disediakan. Pilihlah salah satu jawaban yang
benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d di lembar jawaban.
Skor untuk tiap jawaban yang benar adalah 1, dan 0 untuk tiap jawaban yang salah.

1. Suatu usaha/industri menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan

Kerja (SMK3) karena beberapa pertimbangan berikut, kecuali:

a. untuk menjaga reputasi perusahaan

b. karena dipaksa oleh Undang-Undang

c. karena kelebihan keuntungan usaha

d. membiarkan terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu tindakan yang tidak


manusiawi.

2. Berikut ini hal yang tidak termasuk dalam sasaran diterapkannya K3 di suatu
usaha/industri/laboratorium:

a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain,

b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan,

c. Menjamin proses produksi aman dan lancar,

d. Menjamin terlaksananya perintah UU K3

3. Pola hidup sehat adalah ……

a. perilaku positif dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang berpengaruh baik


terhadap kesehatan individu

b. penampilan (performance) setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari hari

c. ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna bagi kesehatan

d. sehat jasmani dan rohani

4. Pengertian sehat menurut WHO (1950) adalah ……

a. usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan

99
b. sehat jasmani dan rohani sehingga tubuh sehat dan ideal dari segi kesehatan
meliputi aspek fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit

c. suatu upaya untuk memelihara kebersihan tubuh

d. usaha untuk memelihara, menjaga dan mempertinggi derajat kesehatan individu


mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki

5. Perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah


manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia
disebut ……

a. Hazard c. Sanitasi

b. Hygiene d. Safety

6. Kain perca yang merupakan limbah usaha garmen termasuk dalam kategori
sampah ……

a. Anorganik c. Kering

b. Berbahaya d. Organik

7. Induk dari peraturan perundang-undangan K3 adalah ……

a. UU No. 1 Tahun 1970 c. UU No. 13 Tahun 2003

b. UU No. 14 Tahun 1969 d. Permenaker No. Per.05/MEN/1996

8. Berikut ini adalah kewajiban pengusaha/pengurus terkait dengan K3 berdasar


UU K3, kecuali ……

a. Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan

c. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah


pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan

d. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

9. Berikut ini adalah manfaat dari alat pelindung kepala, kecuali ......

a. Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar

b. Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia

c. Melindungi kepala dari benturan dan tertimpa benda

d. Melindungi dari temperatur yang ekstrim baik terlalu panas/ dingin

100
10. Berikut ini adalah kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) berdasarkan
sumbernya, kecuali ……

a. limbah B3 dari sumber spesifik

b. limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa

c. limbah B3 yang mudah meledak

d. limbah B3 dari sumber tidak spesifik

11. Salah satu contoh metode pengolahan limbah B3 berdasar proses kimia adalah ……

a. pembersihan gas c. pembakaran

b. pengendapan d. kristalisasi

12. Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat,

kecuali ……

a. Memeriksa pernafasan dan denyut jantung korban

b. Memastikan kita bukan menjadi korban berikutnya

c. Menggunakan metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien

d. Mencatat usaha-usaha pertolongan yang telah kita lakukan

13. Makna yang terkandung dalam Pertolongan Pertama adalah ……

a. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga meringankan sakit korban

b. Pertolongan Pertama harus diberikan oleh dokter

c. Pertolongan Pertama harus menyembuhkan

d. Pertolongan Pertama hanya diberikan pada korban kecelakaan

14. Tindakan preventif mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan ……

a. mencegah bertemunya oksigen (O2), karbondioksida (CO2), dan panas

b. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan panas

c. mencegah bertemunya karbondioksida (CO2), bahan bakar, dan panas

d. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan air

15. Kebakaran yang terjadi pada bahan baku busana adalah golongan kebakaran
……

a. Kelas A

b. Kelas B

101
c. Kelas C

d. Kelas D

16. Apabila terjadi kebakaran pada bahan baku busana, maka media yang dapat dipilih
untuk memadamkan kebakaran adalah ……

a. debu, busa, gas CO2 c. air, debu

b. air, gas CO2 d. busa, gas CO2

17. Berikut ini adalah prinsip dasar pemilihan pakaian kerja di


laboratorium/workshop, kecuali ……

a. pakaian kerja yang mudah dibersihkan (washable)

b. pakaian kerja yang mampu melindungi badan sesuai jenis

pekerjaannya (protective)

c. pakaian kerja yang menyerap keringat (absorbent)

d. pakaian kerja yang selalu mengikuti tren busana

18. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cara bekerja yang aman
sehingga penampilan diri ketika kerja selalu baik, kecuali ……

a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

b. Menerapkan Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin)

dalam bekerja terutama setelah selesai melakukan pekerjaan

a. Memposisikan badan sewaktu bekerja sesuai prinsip ergonomis

b. Langkah dan urutan kerja dibuat fleksibel serta tidak selalu mengikuti prosedur
operasi baku (SOP)

19. Cumulative trauma disorder (CTD) merupakan kerusakan trauma secara kumulatif
yang kemudian membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa
sakit. Berikut ini penyebab CTD kecuali ……

a. melakukan jenis pekerjaan yang monoton

b. sikap kerja yang tidak alamiah

c. metode kerja yang ergonomis

d. penggunaan otot yang melebihi kemampuannya

20. Berikut ini adalah prinsip dalam meningkatkan produktivitas. Dari keempat cara,
cara manakah yang akan menghasilkan peningkatan produktivitas tertinggi ……

a. Menaikkan besar keluaran (output) sementara besar masukan (input) tetap,

102
b. Menaikkan besar keluaran (output) dan menurunkan besar masukan (input),

c. Besar keluaran (output) tetap dan menurunkan besar masukan (input),

d. Menaikkan besar keluaran (output) dan besar masukan (input) tetapi kenaikan
keluaran lebih besar dari kenaikan masukan.

Bagian 2. Soal Essay

Soal Essay terdiri atas 8 soal yaitu soal no. 1 hingga 8. Kerjakanlah semua soal tersebut
pada lembar jawaban yang telah disediakan dengan singkat, jelas dan menjawab
pertanyaan. Skor maksimal untuk tiap soal adalah 10 point.

1. Anda adalah seorang pengusaha garmen. Berdasarkan Pasal 4 Permenaker


tentang Sistem Manajemen K3 terdapat 5 (lima) ketentuan yang harus
perusahaan/pengusaha laksanakan. Sebutkan!

2. Sebut dan jelaskan secara singkat komponen-komponen kebersihan individu


yang perlu kita pelihara sehari-hari!

3. Sebut dan jelaskan kategorisasi sampah! Bagaimana cara memusnahkan sampah


yang sudah tidak berguna?

4. Apasajakah tujuan dan ruang lingkup UU K3?

5. Apasajakah proses pengelolaan dan pengolahan limbah B3?

6. Apasajakah sistematika Pertolongan Pertama yang dilakukan? Jelaskan!

7. Bagaimanakan proses terjadinya api berdasarkan konsep segitiga api?

Bagaimanakah prinsip dasar melakukan pemadaman api?

8. Apakah yang dimaksud dengan ergonomi dan produktivitas? Jelaskan keterkaitan


antara ergonomi dengan peningkatan produktivitas!

103
B. LEMBAR JAWABAN TES KEMAMPUAN AKHIR

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda

1. A B C D 11. A B C D
2. A B C D 12. A B C D
3. A B C D 13. A B C D
4. A B C D 14. A B C D
5. A B C D 15. A B C D
6. A B C D 16. A B C D
7. A B C D 17. A B C D
8. A B C D 18. A B C D
9. A B C D 19. A B C D
10. A B C D 20. A B C D

Bagian 2. Soal Essay

1. Lima (5) ketentuan K3 yang harus dilaksanakan perusahaan/pengusaha:

2. Komponen kebersihan individu yang perlu kita pelihara sehari-hari:

3. Kategorisasi sampah:

Cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana:

4. Tujuan UU K3:

Ruang lingkup UU K3:

5. Proses pengelolaan dan pengolahan limbah B3:

6. Sistematika/langlah Pertolongan Pertama:

104
7. Proses terjadinya api berdasarkan konsep segitiga api:

Prinsip dasar melakukan pemadaman api:

8. Ergonomi:

Produktivitas:

Kaitan antara ergonomi dengan peningkatan produktivitas:

105
C. KUNCI JAWABAN TES KEMAMPUAN AWAL DAN AKHIR

1. Soal Pilihan Ganda

1. c 6. d 11. b 16. c
2. d 7. a 12. a 17. d
3. a 8. b 13. a 18. d
4. b 9. d 14. b 19. c
5. c 10. c 15. a 20. b

2. Soal Essay

1. Lima (5) ketentuan yang harus perusahaan/pengusaha laksanakan berdasarkan


Pasal 4 Permenaker tentang Sistem Manajemen K3 adalah:

b. menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen


terhadap penerapan Sistem Manajemen K3;

c. merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan


keselamatan dan kesehatan kerja;

d. menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan


mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja;

e. mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja


serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;

f. meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3


secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja.

2. Komponen kebersihan diri terdiri dari: a) kebersihan rambut dan kulit kepala, b)
kebersihan mata, telinga, dan hidung, c) kebersihan gigi dan mulut, d) kebersihan
badan, e) kebersihan kuku tangan dan kaki, dan f) kebersihan pakaian.

3. Kategorisasi sampah secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
a) sampah anorganik/kering seperti logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol,
yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami; b) sampah organik/basah
seperti sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa
buah yang dapat mengalami pembusukan secara alami; dan c) sampah berbahaya
seperti baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas, dan kemasan bahan kimia.

106
Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana adalah
penumpukan, pengkomposan, pembakaran, dan sanitary landfill.

4. Tujuan UU RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah memberikan


perlindungan atas keselamatan pekerja, orang lain yang memasuki area kerja, dan
sumber-sumber produksi dapat digunakan dengan aman, efektif, dan efisien.

Ruang lingkup UU Keselamatan Kerja ini meliputi tempat kerja di darat, dalam tanah,
permukaan air, dalam air, dan di udara dengan terdapat unsur dilakukan usaha,
tenaga kerja yang bekerja, dan sumber bahaya.

5. Pada proses pengelolaan limbah B3 akan terdiri atas tahapan kegiatan


pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Dalam
pengolahan limbah B3 terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi persyaratannya
sesuai ketentuan peraturan. Beberapa hal tersebut adalah lokasi pengolahan,
fasilitas pengolahan, penanganan limbah B3 sebelum diolah, pengolahan limbah B3,
dan hasil pengolahan limbah B3.

6. Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan adalah:

a. Jangan Panik. Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang.

b. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya untuk mencegah


terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi korban.

c. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban. Bila pernafasan penderita


berhenti segera kerjakan pernafasan bantuan.

d. Perhatikan tanda-tanda shock.

e. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru. Korban tidak boleh


dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat dipastikan jenis dan keparahan
cidera yang dialaminya kecuali bila tempat kecelakaan tidak memungkinkan bagi
korban dibiarkan ditempat tersebut.

f. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan. Setelah dilakukan


pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi korban ke sentral pengobatan,
puskesmas atau rumah sakit.

7. Api adalah suatu reaksi kimia yang merupakan hasil dari bertemunya unsur
oksigen (O2), bahan bakar dan panas. Jadi, prinsip terjadinya api adalah bertemunya
unsur oksigen (O2), bahan bakar dan panas. Sedangkan prinsip dasar melakukan
pemadam api dengan meniadakan salah satu dari ketiga bahan tersebut. Atau, untuk
tindakan preventif maka kita harus mencegah bertemunya ketiga bahan tersebut.

107
8. Ergonomi berarti ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya
produktifitas dan efisiensi yang setinggi- tingginya melalui pemanfaatan manusia
seoptimal-optimalnya. Sedangkan produktivitas merupakan rasio/perbandingan antara
keluaran (output) dengan masukan (input).

Kaitannya adalah jika perusahaan menerapkan ergonomi maka berarti juga telah
berusaha menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta
terpenuhinya kebutuhan hidup dasar. Dengan adanya rasa nyaman dan aman tersebut
maka produktivitas kerja akan menjadi meningkat.

108
BAB IV

PENUTUP

Setelah siswa mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran dan mempunyai


pengetahuan dan kemampuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, maka mahasiswa
berhak mengikuti tes untuk menguji kompetensi yang telah dipelajari.

Untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja, disarankan untuk mempelajari materi dari buku, jurnal, artikel online
yang relevan serta senantiasa mengikuti perkembangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

109
DAFTAR PUSTAKA

Mohammad Adam Jerusalem, Enny Zuhny Khayati, Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
UNY Press, 2010.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja, International Labour Organization


2013.

110

Anda mungkin juga menyukai