Anda di halaman 1dari 35

ANALISA STABILITAS TRANSIEN PADA PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SMART HYBRID


MICROGRID SEMAU NTT

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

ALEXANDRIO BUNI NGANI


NIM: 1806030004

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3

1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 5

2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................. 5

2.2 Pembangkit Tenaga Listrik....................................................................... 7

2.2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ........................................ 7

2.2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) .................................... 10

2.3 Sistem Pembangkit Smart Hybrid Microgrid ........................................ 11

2.4 Kestabilan Sistem Tenaga ...................................................................... 12

2.5 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga .................................................... 13

2.5.1 Kestabilan Sudut Rotor ................................................................... 14

2.5.2 Kestabilan Frekuensi ....................................................................... 17

2.5.3 Kestabilan Tegangan ....................................................................... 17

ii
2.6 Kestabilan Transien ................................................................................ 18

2.7 Standar Yang Berkaitan Dengan Kestabilan Transien ........................... 21

2.7.1 Standar Sudut Rotor ........................................................................ 21

2.7.2 Standar Frekuensi ............................................................................ 21

2.7.3 Standar Tegangan ............................................................................ 22

BAB III.................................................................................................................. 24

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 24

3.2 Instrumen Penelitian ............................................................................... 24

3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 24

3.4 Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 24

3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................. 25

3.6 Diagram Alir Penelitian.......................................................................... 26

3.7 Teknik Analisis Data .............................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Proses Pembangkitan Energi Listrik Pada PLTS ............................... 8


Gambar 2. 2 Sel Surya dan Panel Photovoltaic .................................................... 10
Gambar 2. 3 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga .............................................. 13
Gambar 2. 4 Single Line Diagram Sederhana Dari Generator Dan Motor ........... 15
Gambar 2. 5 Diagram Impedansi Generator Dan Motor....................................... 15
Gambar 2. 6 Diagram Fasor .................................................................................. 16
Gambar 2. 7 Kurva Daya-Sudut ............................................................................ 16
Gambar 2. 8 Skema Perilaku Generator Ketika Terjadi Gangguan ...................... 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan listrik di Indonesia semakin meningkat, untuk memenuhi
kebutuhan listrik tersebut dibutuhkan pengembangan pembangkit baru yang
handal. Namun, pemgembangan pembangkit termal telah dibatasi karena
menimbulkan polusi. Oleh karena itu, menuntut pengembangan pembangkit energi
baru terbarukan (EBT) yang bebas polusi seperti PLTS, PLTA, PLTB dll.
Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) merupakan salah satu opsi pembangkit
EBT yang memiliki potensi besar di dunia dimana daya dari energi matahari yang
diterima bumi adalah sekitar 1,8 x 1011 MW dimana nilai ini sangat besar untuk
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang pola pertumbuan bebabnya berubah
dari tahun ke tahun (Hafidz & Jp, 2019).
Di NTT, tepatnya di Desa Huilelot, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang
telah dibangun sebuah PLTS dengan kapasitas pembangkitan sebesar 450 KWp.
PLTS ini mulai beroperasi pada tahun 2020 dengan mengintegrasikan PV, baterai,
dan PLTD dalam sistem smart hybrid microgrid sehingga PLTS dapat bekerja pada
siang dan malam hari. Besarnya daya listrik yang dihasilkan dan disuplai ke PLN
menjadi tidak maksimal pada malam hari, mendung atau saat musim hujan tiba.
Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap kinerja fotovoltaik, tegangan yang
dihasilkan dipengaruhi oleh kelembaban relatif dan efisiensi fotovoltaik
dipengaruhi oleh suhu (Likadja et al., 2022).
Kondisi ini menyebabkan terjadinya fluktuasi pada daya keluaran dari PLTS
dan juga fluktuasi ini mempengaruhi daya keluaran yang harus dihasilkan oleh
PLTD. Ketika PLTS menghasilkan daya keluaran kecil maka PLTD harus bekerja
lebih keras untuk menghasilkan daya keluaran yang besar agar tetap dapat
memenuhi permintaan beban. Ketika PLTS menghasilkan daya keluaran besar
maka daya keluaran PLTD dapat disesuaikan. Untuk meredam fluktuasi yang ada
maka diperlukan adanya baterai. Baterai akan mem-back up PLTS, saat daya
keluaran PLTS bernilai kecil maka baterai akan discharging, sehingga PLTD tidak

1
perlu berusaha keras untuk memenuhi permintaan beban. Namun, terkadang saat
discharging, tegangan akan berjalan balik menuju pembangkit atau biasa disebut
dengan reverse power(Yuliani, 2019).
Untuk itu, dibutuhkan analisis kestabilan transien mengetahui respon PLTD
saat terjadi fluktuasi. Sehingga dapat mengantisipasi jika terjadi hal yang tidak
diharapkan seperti halnya hilangnya sinkronisme dan frekuensi yang melebihi batas
pada sistem. Saat mengalami gangguan sistem akan mengalami masalah kestabilan.
Kestabilan sistem tenaga listrik sendiri di definisikan sebagai kemampuan suatu
sistem tenaga dengan kondisi awal tertentu kemudian mengalami gangguan, dengan
banyak variabel yang dibatasi untuk kembali ke keadaan normal (Hatziargyriou et
al., 2021). Suatu sistem akan mencapai kestabilan ketika daya mekanik pada
penggerak utama generator (prime mover) seimbang dengan daya elektris yang
disalurkan ke beban. Kestabilan sistem tenaga listrik dikategorikan menjadi tiga,
yaitu kestabilan frekuensi, sudut rotor, dan tegangan (IEEE/CIGRE, 2004).
Kestabilan sistem yang dapat menyebabkan masalah besar adalah kestabilan
transien.
Kestabilan transien merupakan kemampuan dari sistem tenaga untuk
mempertahankan sinkronisasi ketika mengalami gangguan transien. Gangguan
transien ini berupa gangguan besar yang terjadi pada sistem seperti gangguan
hubung singkat, motor starting, pelepasan beban serta penambahan beban secara
tiba-tiba. Jika gangguan besar yang terjadi tidak dihilangkan dalam rentang waktu
tertentu, maka hal ini akan menyebabkan sinkronisasi generator dengan sistem akan
hilang (IEEE/CIGRE, 2004). Dalam menganalisis kestabilan transien
menggunakan Program Transient Stability Analysis dalam software ETAP. Fungsi
dari Program Transient Stability ini menyelidiki batas kestabilan sistem tenaga
sebelum, selama dan setelah terdapat perubahan sistem atau terdapat gangguan.
Penelitian tentang stabilitas transien telah dilakukan oleh banyak peneliti
seperti yang pertama oleh(Hardani et al., 2019) terkait dengan “Monitoring
Stabilitas Transien Pada Sistem Tenaga Listrik” yang membahas mengenai simulasi
lepasnya pembebanan di Gardu Induk menggunakan perangkat lunak ETAP untuk
mengetahui seberapa stabil transien yang muncul akibat adanya pelepasan beban

2
dan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh gangguan tersebut. Hasilnya tegangan
pulih akibat transien sekitar 3 detik setelah terjadi pelepasan salah satu power grid
Gardu Induk Kalibakal kemudian sekitar 0,2 detik saat pelepasan beban di feeder
11 dan 14. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kestabilan transien pada sistem
tenaga listrik di Gardu Induk Kalibakal masih dalam kondisi baik. Penelititian yang
dilakukan oleh(A et al., 2017) terkait dengan “Analisis Kestabilan Transien Dan
Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri Akibat Penambahan Generator Dan
Penambahan Beban” yang membahas nengenai analisis kestabilan transien akibat
generator lepas, motor starting, dan hubung singkat kemudian akan dilakukan
perancangan mekanisme load shedding agar sistem mampu mempertahankan
kestabilannya dan kontinuitas aliran daya tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan
bahwa saat salah satu generator outage pada case A dan saat generator P1B atau
STG outage pada case B memerlukan mekanisme load shedding.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengajukan proposal skripsi dengan
judul “ANALISA STABILITAS TRANSIEN PADA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA SURYA (PLTS) SMART HYBRID MICROGRID SEMAU NTT”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalahnya
adalah bagaimana pengaruh perubahan beban pada generator terhadap transient
stability ketika PLTS bekerja normal, ketika daya keluaran PLTS berkurang dan
ketika PLTS tidak bekerja.

1.3 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah yang dirumuskan peneliti, maka tujuan yang
ingin dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perubahan beban pada generator terhadap transient stability ketika PLTS bekerja
normal, ketika daya keluaran PLTS berkurang dan ketika PLTS tidak bekerja.

3
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka dibuat batasan
masalah sebagai berikut :
1. Analisis dilakukan pada sistem kelistrikan smart hybrid microgrid di Pulau
Semau.
2. Software yang digunakan adalah ETAP 19.0.
3. Simulasi yang dilaksanakan mengenai sudut rotor, frekuensi dan tegangan.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini memberikan manfaat, antara lain:
1. Menjadi acuan dalam efisiensi sistem untuk menganalisis apakah sistem
stabil atau tidak jika terjadi gangguan pada sistem PLTS Smart Hybrid
Microgrid Semau NTT.
2. Menjadi masukan bagi pihak terkait untuk bisa diterapkan perencanaan
sistem proteksi dan peningkatan keandalan sistem PLTS Smart Hybrid
Microgrid Semau NTT.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Proses penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggali data dan informasi dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Data dan informasi dari
penelitian sebelumnya digunakan sebagai bahan perbandingan untuk melihat
kekurangan dan kelebihan dari tiap peneliti. Selain dari hasil penelitan terdahulu,
informasi juga didapat dari berbagai jurnal dan buku yang berkaitan dengan topik.
Informasi tersebut digunakan untuk mendapatkan landasan teori sebelum
melakukan analisis dan pengolahan data. Berikut ini adalah beberapa penelitian
terdahulu yang relevan dengan topik dan judul yang penulis ajukan, antara lain:
1. (Filiana, 2017) terkait dengan “Analisis Kestabilan Transient Untuk
Sistem Smart Grid Berdasarkan Metode Lintasan Kritis Yang
Mempertimbangkan Algoritma Persamaan Simultan” yang membahas
mengenai pengujian pada beberapa sistem untuk menguji keefektifan
metode lintasan kritis dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai CCT dari
metode lintasan kritis akurat dan waktu terhitung cepat.
2. (A et al., 2017) terkait dengan “Analisis Kestabilan Transien Dan
Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri Akibat Penambahan Generator
Dan Penambahan Beban” yang membahas nengenai analisis kestabilan
transien akibat generator lepas, motor starting, dan hubung singkat
kemudian akan dilakukan perancangan mekanisme load shedding agar
sistem mampu mempertahankan kestabilannya dan kontinuitas aliran daya
tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan bahwa saat salah satu generator
outage pada case A dan saat generator P1B atau STG outage pada case B
memerlukan mekanisme load shedding.
3. (Hardani et al., 2019) terkait dengan “Monitoring Stabilitas Transien Pada
Sistem Tenaga Listrik” yang membahas mengenai simulasi lepasnya
pembebanan di Gardu Induk menggunakan perangkat lunak ETAP untuk
mengetahui seberapa stabil transien yang muncul akibat adanya pelepasan

5
beban dan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh gangguan tersebut.
Hasilnya tegangan pulih akibat transien sekitar 3 detik setelah terjadi
pelepasan salah satu power grid Gardu Induk Kalibakal kemudian sekitar
0,2 detik saat pelepasan beban di feeder 11 dan 14. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kestabilan transien pada sistem tenaga listrik di
Gardu Induk Kalibakal masih dalam kondisi baik.
4. (Wahyudi et al., 2022) terkait dengan “Analisa Stabilitas Transien Pada
Jaringan Distribusi Radial IEEE 33 Bus Terhubung Dengan Energi
Terbarukan (Photovoltaic)” yang membahas mengenai pengaruh letak
pembangkit yang jauh dari beban yang menyebabkan tingginya nilai drop
tegangan pada beberapa bus, sehingga perlu dilakukan pemasangan
teknologi fotovoltaik sebagai distributed generation (DG) atau
pembangkit terdistribusi pada ujung beban yang memiliki kapasitas daya
yang lebih kecil dari pembangkit utama. Dengan adanya penambahan
pembangkit DG dalam menyediakan sumber energi listrik yang baik bagi
konsumen sehingga dibutuhkan analisa-analisa untuk mengkaji kondisi
kestabilan pada sistem. Hasil simulasi setelah dilakukan pemasangan satu
Distributed Generation dan dua Distributed Generation menunjukan hasil
bahwa tegangan mengalami perbaikan dan setelah dilakukan pemasangan
DG pada bus 16 ditunjukan bahwa tetap mengalami jatuh tegangan diatas
5% dari tegangan nominal sebanyak 17 bus dan 16 bus dalam keadaan
normal, serta total losses sebesar 150,8 kW, pemasangan DG pada bus 27
berdasarkan simulasi aliran daya yang telah dilakukan tegangan
mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya ditunjukkan bahwa jatuh
tegangan hanya terjadi di tiga bus serta total losses sebesar 122,8 kW,
pemasangan DG pada bus 16 dan bus 27 ditunjukkan bahwa tidak ada bus
yang mengalami undervoltage dari tegangan nominal serta total losses
sebesar 118,5 kW.
5. (Yuliani, 2019) terkait dengan “Analisis Kestabilan Transien Pada Sistem
Hybrid PLTS-Baterai-PLTD Pada Sistem Kelistrikan Pulau Tomia” yang
membahas mengenai Kinerja PLTS sangat bergantung pada radiasi

6
matahari dan cuaca sehingga menyebabkan daya keluaran PLTS selalu
fluktuatif. Fluktuasi PLTS akan diredam oleh baterai agar tidak terlalu
memengaruhi kinerja PLTD. Namun, dalam kenyataanya baterai masih
belum mampu meredam fluktuasi PLTS sehingga menghasilkan daya
ekspor yang fluktuatif. Dengan adanya hal tersebut maka dilakukan
analisis kestabilan transien untuk mengetahui respon PLTD terhadap
sistem saat terjadi fluktuasi.

2.2 Pembangkit Tenaga Listrik


Pembangkit tenaga listrik merupakan salah satu peralatan yang berfungsi untuk
memproduksi tenaga listrik dengan cara mengubah energi potensial menjadi tenaga
mekanik selanjutnya menjadi tenaga listrik(Abit Duka et al., 2018).
2.2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan sistem pembangkitan
energi listrik dari tenaga surya dengan menggunakan sel surya (sel photovoltaic).
Photovoltaic (PV) adalah teknologi yang berfungsi mengubah atau mengkonversi
radiasi matahari menjadi energi listrik secara langsung. PV biasanya dikemas dalam
suatu unit yang disebut Panel Surya (Modul) atau yang lazim disebut Panel
Photovoltaic. Untuk mendapatkan kapasitas daya yang besar, beberapa panel surya
dihubungkan dalam satu kesatuan yang disebut PV Array(Likadja, 2019).
Komponen utama PLTS terdiri dari : Panel surya (modul), Charge Controller,
Baterai, dan Inverter. Panel surya akan menghasilkan energi listrik sepanjang ada
sinar matahari. Energi listrik yang dihasilkan oleh Panel surya akan tersimpan
dalam baterai melalui suatu proses pengisian (charging). Charge Controller
digunakan untuk mengatur proses pengisian pada baterai. Energi listrik yang
tersimpan di baterai dapat langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan beban
DC. Untuk memenuhi kebutuhan beban AC maka energi listrik DC yeng tersimpan
di baterai harus diubah menjadi energi listrik AC dengan menggunakan alat
Inverter.

7
Gambar 2. 1 Proses Pembangkitan Energi Listrik Pada PLTS

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki beberapa keunggulan,


yaitu:
• Energi terbarukan (tidak pernah habis)
• Tidak menimbulkan polusi (ramah lingkungan)
• Umur PLTS relatif lama (dapat mencapai 30 tahun)
• Praktis sehingga tidak memerlukan perawatan yang rumit
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara garis besar diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, di antaranya:
1. Sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan listrik PLN (Off-Grid
PV Plant), atau Sistem PLTS Terpusat (Stand Alone PV System).
2. Sistem PLTS terhubung dengan jaringan listrik PLN (On-Grid PV Plant)
atau lebih dikenal dengan PLTS Grid- Connected PV System.
Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yaitu:
1. Panel surya (Modul)
Panel surya (Modul) adalah alat yang berfungsi mengubah intensitas sinar
matahari menjadi energi listrik. Panel surya menghasilkan arus yang
digunakan untuk mengisi baterai. Panel surya terdiri dari susunan sel-sel
surya yang menghasilkan energi listrik dari intensitas cahaya, saat
intensitas cahaya berkurang (pada kondisi berawan, hujan, mendung) arus
listrik yang dihasilkan juga akan berkurang.
2. Support Modul

8
Support Modul adalah salah satu peralatan pada PLTS yang berfungsi
sebagai penopang panel surya (modul). Biasanya Support Modul terbuat
dari pipa galvanis atau aluminium. Secara teknis, besarnya sudut
kemiringan panel surya ditentukan oleh disain kemiringan Support Modul.
3. Junction Box (JB)
Junction Box adalah tempat penggabungan energi listrik yang dihasilkan
dari semua panel surya (modul).
4. Baterai (Aki)
Panel surya akan terus menghasilkan energi listrik selama panel tersebut
terkena cahaya matahari. Agar PLTS dapat digunakan setiap saat (baik
siang maupun malam) diperlukan baterai sebagai penyimpan energi listrik
yang dihasilkan dari panel surya. Baterai adalah alat penyimpan energi
listrik arus searah (DC).
5. Panel Kontrol
Panel kontrol digunakan sebagai proteksi baterai agar baterai lebih tahan
lama. Panel kontrol berfungsi juga untuk merubah tegangan DC yang
berasal dari baterai menjadi tegangan AC yang dapat dipakai oleh alat-alat
listrik pada umumnya.
6. Beban (load)
Beban listrik adalah semua peralatan yang menggunakan energi listrik.
Jenis beban pada PLTS dapat berupa beban AC dan beban DC.
Sel surya (Photovoltaic cell) adalah suatu elemen aktif (semikonduktor) yang
memanfaatkan efek photovoltaic untuk mengubah cahaya matahari menjadi energi
listrik. Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi
bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Pada umumnya sel
surya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan
semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya
menghasilkan tegangan 0,5 volt. Untuk mendapatkan daya yang cukup besar
diperlukan banyak sel surya. Biasanya sel-sel surya disusun sehingga berbentuk
panel, dan dinamakan panel surya atau panel photovoltaic.

9
Pengertian photovoltaic sendiri merupakan proses merubah cahaya menjadi
energi listrik. Oleh karena itu bidang penelitian yang berkenaan dengan energi
surya ini sering juga dikenal dengan penelitian photovoltaic. Kata photovoltaic
berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan
nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Sehingga secara
bahasa dapat diartikan sebagai cahaya dan listrik photovoltaic(Sau et al., 2019).

Gambar 2. 2 Sel Surya dan Panel Photovoltaic

Prinsip kerja sel surya sama dengan dioda yang dibuat dari bahan
semikonduktor jenis-N dan jenis-P. Apabila sambungan (junction) P-N disinari
dengan cahaya (foton), maka elektron yang tertumbuk foton dengan jumlah energi
yang tepat, akan terlepas dari ikatan inti. Hal ini menyebabkan timbulnya pasangan
pembawa muatan lubang (hole) dan elektron bebas. Lubang (bermuatan positif)
yang terbentuk pada lapisan hampa akan bergerak mendekati ion negatif, sedang
elektron bebas (bermuatan negatif) yang terbentuk pada lapisan hampa bergerak
mendekati ion positif. Perpindahan elektron-elektron ini menyebabkan terjadinya
aliran arus yang menghasilkan energi listrik. Keseluruhan proses ini disebut efek
photovoltaic.
2.2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ialah Pembangkit listrik yang
menggunakan mesin diesel sebagai prime mover. Prime mover merupakan
peralatan yang mempunyai fungsi menghasilkan energi mekanis yang diperlukan
untuk memutar rotor generator. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
merupakan suatu instalasi pembangkit listrik yang terdiri dari suatu unit

10
pembangkit dan sarana pembangkitan. Pada mesin Diesel Energi Bahan bakar
diubah menjadi energi mekanik dengan proses pembakaran di dalam mesin itu
sendiri(Maiti & Bidinger, 2014).
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biasanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah
terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk memasok kebutuhan listrik suatu
pabrik. Prinsip kerja mesin diesel mendapat energi dari bahan bakar cair yang
dikenal sebagai minyak solar, dan merubah energi tersebut menjadi energi mekanik
dan dikopel dengan sebuah generator untuk mengubah energi mekanik dari mesin
diesel menjadi energi listrik.

2.3 Sistem Pembangkit Smart Hybrid Microgrid


Sistem pembangkit smart hybrid microgrid adalah suatu sistem pembangkit
berskala kecil yang menggunakan lebih dari satu jenis sumber pembangkit dengan
sistem manajemen yang cerdas(Giriantari & Irawati, 2016). Sistem smart microgrid
sendiri memungkinkan untuk mengontrol dua arah dari semua komponen berbeda
dalam sistem distribusi dan biasanya terletak pada tegangan rendah serta dapat
bekerja pada kondisi normal (grid connected) maupun kondisi darurat (islanded),
sehingga meningkatkan kehandalan.
Sistem pembangkit hybrid yang ada pada saat ini yaitu PLTS-mikrohydro,
PLTS-genset dan PLTS-tenaga angin. Salah satu persyaratan utama untuk sistem
hibrid adalah untuk memastikan aliran daya yang berkelanjutan dengan menyimpan
kelebihan energi dari sumber energi terbarukan(Sunardiyo et al., 2022). Tujuan
utama pengembangan sistem pembangkit hybrid yaitu untuk menjamin suplai
energi primer pada pembangkit sehingga produksi listrik tetap terjamin untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Selain itu adanya pembangkit hibrid juga
mengkombinasikan keunggulan dari setiap pembangkit sekaligus menutupi
kelemahan masing-masing pembangkit untuk mengkondisikan situasi tertentu,
sehingga secara keseluruhan sistem dapat beroperasi lebih ekonomis dan efisien.
Mampu menghasilkan daya listrik secara efisien pada berbagai kondisi
pembebanan. Tipe pembebanan adalah keyword penting dalam sistem hibrid,

11
dimana untuk setiap load profile yang berbeda, akan diperlukan sistem hibrid
dengan komposisi tertentu, supaya dapat dicapai sistem yang optimum.

2.4 Kestabilan Sistem Tenaga


Kestabilan sistem tenaga listrik secara umum dapat didefinisikan sebagai
kemampuan dari suatu sistem tenaga listrik untuk mempertahankan keadaan
sinkronnya pada saat dan sesudah terjadi gangguan. Definisi ini berlaku juga untuk
sistem yang beroperasi dengan menginterkoneksikan beberapa generator
(multimachine) (Yudiestira, 2016). Sistem dikatakan stabil ketika adanya
keseimbangan antara daya mekanik pada prime mover dengan daya elektrik yang
disalurkan pada beban . Dalam keadaan seimbang, daya mekanik dan daya elektrik
bergerak secara bersamaan dengan kecepatan konstan. Ketika terjadi gangguan,
maka terjadi perbedaan daya elektrik dan mekanik dari generator. Kelebihan daya
elektrik membuat perlambatan putaran rotor generator, hal ini disebabkan semakin
terbebaninya generator. Namun kelebihan daya mekanik membuat percepatan pada
putaran rotor, hal ini disebabkan semakin ringan beban yang ditanggung generator.
Bila gangguan tidak segera dihilangkan, maka perlambatan atau percepatan putaran
rotor generator mengakibatkan hilangnya sinkronisasi dalam suatu sistem
(Ariansyah et al., 2016). Maka dibutuhkan analisis kestabilan agar generator yang
terganggu tidak lepas dari sistem dan menyebabkan kerusakan sistem menjadi
semakin meluas.
Usaha untuk mengembalikan sistem menjadi kondisi sinkron setelah terjadi
ganguan inilah yang disebut juga sebagai periode transien. Karakteristik utama
dalam stabilitas ini adalah bagaimana mesin-mesin mempertahankan sinkronisasi
pada saat akhir periode transien. Jika respon sistem mengalami osilasi saat terjadi
gangguan dan kemudian dapat teredam dengan sendirinya, maka sistem dapat
dikatakan stabil. Jika osilasi terjadi secara terus menurus hingga periode yang lama
maka sistem dikatakan tidak stabil.
Kestabilan dalam sistem tenaga listrik sangat dipengaruhi oleh gangguan,
sedangkan klasifikasi gangguan dibagi menjadi 2 macam, yaitu gangguan kecil dan
gangguan besar. Gangguan kecil berupa perubahan beban yang berlangsung terus

12
menerus, sedangkan gangguan besar seperti lepasnya generator, terjadinya hubung
singkat.

2.5 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga


Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu sistem
tenaga listrik, maka dibutuhkan suatu pengelompokan sistem tenaga listrik guna
mempermudah analisa kestabilan. Berdasarkan Paper IEEE definition and
classification of power system stability, kestabilan sistem tenaga listrik dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu (IEEE/CIGRE, 2004):
1. Kestabilan sudut rotor
2. Kestabilan frekuensi
3. Kestabilan tegangan

Gambar 2. 3 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga

13
2.5.1 Kestabilan Sudut Rotor
Kestabilan sudut rotor merupakan kemampuan dari mesin-mesin sinkron yang
saling terinterkoneksi pada suatu sistem tenaga untuk mempertahankan kondisi
sinkron setelah terjadi gangguan. Kestabilan ini berkaitan dengan kemampuan
untuk mempertahankan keseimbangan antara torsi elektromagnetik dan torsi
mekanik pada masing-masing mesin. Ketidakstabilan dapat mengakibatkan
perubahan kecepatan sudut yang berubah-ubah pada generator yang akan
menyebabkan hilangnya sinkronisasi antar generator . Hal ini terjadi karena daya
output dari generator berubah sesuai dengan berubahnya sudut rotor (Anwar, 2017).
Pada saat sistem dalam kondisi steady state terdapat keseimbangan antara torsi
elektrik dan torsi mekanik dari masing-masing generator dengan kecepatan
konstan. Jika sistem mengalami gangguan, titik kesetimbangan ini akan berubah
dan mengakibatkan percepatan atau perlambatan sudut rotor. Ketika salah satu
generator berputar lebih cepat dari generator yang lain, posisi sudut rotor relatif
terhadap generator yang lebih lambat akan meningkat. Perbedaan sudut yang
dihasilkan antara mesin yang lebih lambat dengan mesin yang lebih cepat ini
bergantung pada hubungan daya dan sudut rotor.
Kestabilan sudut rotor secara umum dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
kestabilan sudut rotor akibat gangguan kecil dan gangguan besar. Kestabilan sudut
rotor akibat gangguan kecil merupakan kemampuan sistem tenaga untuk
mempertahankan kesinkronan akibat gangguan kecil. Studi kestabilan ini
mempunyai kurun waktu 10-20 detik setelah gangguan. Ketidakstabilan ini terjadi
akibat dua hal antara lain kurangnya torsi sinkronisasi dan kurangnya torsi
damping. Kestabilan sudut rotor akibat gangguan besar merupakan kemampuan
sistem tenaga untuk mempertahankan sinkronisasi ketika sistem mengalami
gangguan berat, seperti hubung singkat. Respon sistem akibat gangguan besar ini
melibatkan besarnya penyimpangan sudut rotor generator dan dipengaruhi juga
oleh ketidaklinearan hubungan sudut daya.
Kestabilan transien bergantung pada kondisi inisial dari sistem dan juga
bergantung pada besarnya gangguan yang terjadi. Untuk kestabilan transien

14
biasanya diamati dalam kurun waktu 3-5 detik setelah gangguan, atau juga bisa 10-
20 detik setelah gangguan jika sistemnya sangat besar.

Gambar 2. 4 Single Line Diagram Sederhana Dari Generator Dan Motor

Pada Gambar diatas generator dan motor terhubung melewati saluran. Karena
nilai kapasitansi dan reaktansi terlalu kecil, maka dapat diabaikan. Daya yang
ditransfer dari generator ke motor merupakan fungsi dari sudut pemisah (ẟ) antara
rotor dari dua mesin. Sudut pemisah disebabkan oleh tiga komponen yaitu sudut
internal generator, perbedaan sudut antara terminal tegangan generator dan motor
dan sudut internal motor.
Pada kondisi medan putar stator didahului oleh rotor generator disebut dengan
sudut generator internal ẟ𝐺 . Sudut tegangan motor yang didahului oleh tegangan
generator dinyatakan sebagai ẟ𝐿 . Dan ẟ𝑀 adalah sudut motor internal yang terjadi
ketika medan putar stator mendahului rotor. Untuk menentukan hubungan antara
daya terhadap sudut maka dibentuklah suatu model sederhana sebagai diagram
impedansi.

Gambar 2. 5 Diagram Impedansi Generator Dan Motor

Diagram fasor untuk mengidentifikasi hubungan antara tegangan generator 𝐸𝐺


dan motor 𝐸𝑀 ditunjukkan pada Gambar 2.6. Sesuai dengan diagram fasor maka
daya yang ditransfer dari generator ke motor dapat dituliskan dengan persamaan
seperti berikut :
𝐸𝐺 𝐸𝑀
𝑃= 𝑠ⅈ𝑛 𝛿 (2.1)
𝑋𝑇

Dengan nilai 𝑋𝑇 adalah reaktansi total dengan persamaan :

15
𝑋𝑇 = 𝑋𝐺 + 𝑋𝑀 + 𝑋𝐿 (2.2)

Gambar 2. 6 Diagram Fasor

Hubungan antara daya terhadap sudut rotor, dapat digambarkan dalam grafik
pada Gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Kurva Daya-Sudut

Berdasarkan Gambar diatas, terlihat hubungan non linier antara daya dan sudut.
Ketika sudutnya nol, maka tidak ada daya yang dikirim. Saat sudutnya meningkat,
daya yang dikirim akan meningkat pula. Titik maksimum berlangsung hingga 90°.
Peningkatan sudut daya di atas 90° menghasilkan penurunan daya yang dapat
dikirim. Besarnya daya maksimum berbanding lurus dengan tegangan internal
mesin dan berbanding terbalik dengan reaktansi terhadap nilai tegangan

16
2.5.2 Kestabilan Frekuensi
Kestabilan frekuensi merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk
mempertahankan frekuensi agar tetap dalam kondisi stabil ketika terjadi gangguan
sistem yang besar akibat ketidakseimbangan antara suplai daya dan beban.
Biasanya gangguan ini berupa perubahan pembangkitan atau beban yang signifikan
(Anwar, 2017). Titik keseimbangan antara suplai daya sistem dan beban harus
dipertahankan untuk menjaga sistem dari hilangnya sinkronisasi.
Klasifikasi kestabilan frekuensi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu jangka
panjang dan jangka pendek. Kestabilan frekuensi jangka panjang disebabkan oleh
kontrol governor tidak bekerja ketika terdapat gangguan. Rentang waktu fenomena
jangka panjang yaitu puluhan detik hingga beberapa menit. Kestabilan frekuensi
jangka pendek adalah terjadinya perubahan beban yang besar sehingga generator
tidak mampu untuk menyesuaikan kebutuhan daya pada sistem.
2.5.3 Kestabilan Tegangan
Kestabilan tegangan adalah kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan
kondisi tegangan pada semua bus sistem untuk tetap stabil setelah mengalami
gangguan. Hal ini bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan antara supply daya pembangkit dan kebutuhan beban. Biasanya
gangguan yang terjadi adalah lepasnya beban yang signifikan dan lepasnya
generator sehingga tegangan menjadi drop (IEEE/CIGRE, 2004). Kestabilan
tegangan dipengaruhi oleh gangguan besar dan gangguan kecil dalam jangka
pendek serta jangka lama.
Kestabilan tegangan gangguan besar adalah kemampuan dari sistem tenaga
untuk menjaga tegangan steady tetap stabil setelah mengalami gangguan besar
seperti generator outage atau hilangnya pembangkitan dan short circuit (Prabha
Kundur, 1994). Kestabilan tegangan gangguan kecil yaitu kemampuan untuk
mempertahankan tegangan sistem tenaga listrik ketika terjadi gangguan kecil
seperti terjadi perubahan beban kecil. Kestabilan tegangan gangguan kecil
digunakan sebagai evaluasi tegangan sistem merespon perubahan kecil beban
listrik.

17
Gangguan kestabilan tegangan jangka pendek mengakibatkan kedip tegangan
(voltage sags) dan kenaikan tegangan (swells). Kedip Tegangan (voltage Sag)
adalah fenomena penurunan magnitude tegangan efektif terhadap harga
nominalnya selama periode antara 0,5 cycle hingga 1 menit. Kenaikan Tegangan
merupakan fenomena peningkatan magnitude tegangan efektif terhadap harga
nominalnya dengan durasi antara 0,5 cycle hingga 1 menit. Gangguan kestabilan
tegangan jangka panjang mengakibatkan tegangan lebih (overvoltage) dan
tegangan kurang (undervoltage). Tegangan lebih merupakan peningkatan nilai
efektif tegangan hingga melebihi 110% dari tegangan nominal ketika melebihi satu
menit. Tegangan kurang merupakan penurunan nilai efektif tegangan hingga
melebihi 90% dari tegangan nominal ketika melebihi satu menit.

2.6 Kestabilan Transien


Kestabilan transien adalah kemampuan dari sistem tenaga untuk
mempertahankan sinkronisme ketika terjadi gangguan transien yang besar. Analisis
kestabilan transien harus dilakukan pada sebuah sistem untuk mengetahui apakah
sistem dapat bertahan ketika terjadi gangguan transien. Sebuah sistem dikatakan
stabil ketika kondisi steady state, namun belum tentu stabil ketika terjadi gangguan
transien.
Dasar sistematis untuk klasifikasi kestabilan didasarkan atas pertimbangan
sebagai berikut (Das, 2010) :
1. Ukuran dari gangguan
2. Pemodelan yang tepat dan analisis gangguan yang spesifik
3. Rentang waktu saat gangguan berlangsung
4. Parameter sistem yang paling berpengaruh

18
Gambar 2. 8 Skema Perilaku Generator Ketika Terjadi Gangguan

Nomor pada Gambar diatas mengilustrasikan keadaan generator ketika terjadi


gangguan. Ilustrasi keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Keadaan generator sebelum terjadi gangguan
2. Keadaan generator ketika terjadi gangguan menyebabkan output dari
generator berkurang. Akibatnya muncul perbedaan daya output generator
dengan daya mekanis turbin. Pada periode tersebut rotor pada generator
mengalami percepatan, sedangkan sudut rotor bertambah besar.
3. Keadaan ketika gangguan hilang, sehingga daya output generator pulih
kembali sesuai dengan kurva P dan δ.
4. Keadaan setelah gangguan hilang. Daya output generator menjadi lebih
besar dari daya mekanis turbin. Hal ini membuat rotor pada generator
mengalami perlambatan. Jika terdapat torsi lawan yang cukup untuk
mengimbangi percepatan ketika terjadi gangguan, maka sistem akan stabil
dalam ayunan pertama.
Transient stability assessment atau studi tentang kestabilan transien harus
dilakukan karena suatu sistem dapat dikatakan stabil pada kestabilan steady state,
namun belum tentu stabil pada kestabilan transien, sehingga studi ini perlu
dilakukan guna untuk mengetahui apakah sistem dapat kembali stabil saat
gangguan transien terjadi. Gangguan kestabilan transien dapat terjadi karena
beberapa faktor, yaitu :
a) Beban lebih akibat lepasnya generator dari sistem

19
b) Hubungan singkat (short circuit)
c) Starting pada motor
d) Pelepasan beban yang mendadak

Hubungan momen inersia dengan kecepatan sudut rotor atau momen gaya
(Torsi) adalah sebanding, dalam arti semakin besar momen inersianya maka
semakin besar pula torsinya. Hal ini dibuktikan dengan persamaan :

τ=I×α (2.3)

Dengan : τ = Momen gaya (Nm)


I = Momen Inersia (𝑘𝑔𝑚2 )
α = Percepatan sudut (𝑟𝑎𝑑/𝑠 2 )

Dalam prinsip dinamika rotor, ada hubungan antara kopel mekanis penggerak
generator dengan perputaran generator dapat dituliskan :

𝑑ɷ
( TG - TB) = M × (2.4)
𝑑𝑡

Dimana : TG = Torsi atau kopel penggerak generator


TB = Torsi atau kopel beban yang membebani generator
M = Momen Inersia dari generator dan mesin penggeraknya
ɷ = Kecepatan sudut perputaran generator

Karena frekuensi generator yang dihasilkan sama dengan kecepatan rotornya,


sehingga dapat dituliskan dengan :

ɷ
f= (2.5)
2𝜋

20
Hal ini berarti pengaturan frekuensi sistem merupakan pengaturan dari kopel
penggerak generator atau pengatur daya aktif dari generator. Untuk mesin
penggerak genset, pengaturan frekuensi sistem dilakukan dengan pengaturan
pemberian bahan bakar pada unit thermos dan pengaturan pemberian air pada unit
hydro. Sedangkan untuk sistem beban, frekuensi akan turun apabila daya aktif yang
dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan beban dan sebaliknya frekuensi akan naik
apabila ada kelebihan daya aktif dalam sistem.

2.7 Standar Yang Berkaitan Dengan Kestabilan Transien


Terdapat beberapa standar yang perlu diperhatikan ketika melakukan analisa
kestabilan transien karena sangat berkaitan dengan kestabilan pada sistem tenaga
listrik.
2.7.1 Standar Sudut Rotor
Standar ANSI/IEEE Std 399-1997 yang digunakan sebagai acuan untuk
menganalisis kestabilan sudut rotor. Pada generator, peningkatan torsi input hingga
sudut rotor melebihi 90°, akan menyebabkan slip pole dan akan kehilangan
sinkronisasi terhadap sistem dengan asumsi beban elektrik konstan. Ketika terjadi
gangguan, sudut rotor dapat berhenti dengan sudut rotor melewati 90°. Atau pada
saat keadaan transien ayunan sudut rotor dapat melebihi 180°. Jika gangguan yang
terjadi tidak segera diatasi, maka akan terus terjadi slipping pole dan dalam waktu
dekat akan kehilangan sinkronisasi terhadap sistem.
Jika overshoot transien dari sudut rotor tidak melebihi 180°, atau jika
gangguan yang menyebabkan ayunan rotor dilepas dengan segera, mesin dapat
tetap sinkron dengan sistem. Sudut rotor kemudian berosilasi dengan ayunan yang
menurun hingga stabil pada nilai akhirnya (kurang dari 90°). Osilasi diredam oleh
beban listrik dan kerugian mekanis dan listrik di mesin dan sistem, terutama di
belitan peredam mesin.
2.7.2 Standar Frekuensi
Menurut Peraturan Menteri ESDM Republik Indonesia No. 20 Tahun 2020
Tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code), frekuensi nominal di
jaringan yaitu 50,00 Hz. Frekuensi sistem dapat naik sampai dengan 52,00 Hz atau

21
+ 4% dan turun sampai dengan 47,00 Hz atau – 6%. Desain unit pembangkit dan
peralatan harus dapat beroperasi sesuai batas rentang frekuensi operasi berikut ini:
Tabel 2. 1 Batas Rentang Frekuensi Operasi

Rentang Frekuensi Rentang Waktu Operasi

51,50 Hz < f ≤ 52,00 Hz Beroperasi selama paling singkat 15 menit

51,00 Hz < f ≤ 51,50 Hz Beroperasi selama paling singkat 90 menit

49,00 Hz ≤ f ≤ 51,00 Hz Beroperasi secara terus-menerus

47,50 Hz < f < 49,00 Hz Beroperasi selama paling singkat 90 menit

47,00 Hz < f ≤ 47,50 Hz Beroperasi selama paling singkat 6 detik

2.7.3 Standar Tegangan


Standar yang digunakan untuk tegangan nominal dalam kondisi normal
berdasarkan SPLN No. 1 Tahun 1995 Aturan Distribusi Tenaga Listrik, variasi
tegangan pelayanan ditetapkan maksimum +5% dan minimum -10% dari tegangan
nominal dan Peraturan Menteri ESDM Republik Indonesia No. 20 Tahun 2020
Tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code) harus dipertahankan
dalam batas rentang variasi tegangan berikut ini:
Tabel 2. 2 Batas Rentang Variasi Tegangan

Tegangan Nominal Kondisi Normal

500 kV +5%, -5%

275 kV +5%, -5%

150 kV +5%, -10%

66 kV* +5%, -10%

22
Tegangan maksimum di setiap level tegangan pada kondisi tidak normal
dibatasi sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Batas Tegangan Maksimum

Tegangan Nominal Tegangan Maksimum

500 kV 550 kV

275 kV 300 kV

150 kV 170 kV

66 kV* 72,5 kV

*) Ketentuan tegangan 66 kV untuk sistem distribusi diatur dalam Aturan


Distribusi.

23
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dan tempat penelitiaan di PLTS Smart
Hybrid Microgrid Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.

3.2 Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah perangkat keras
Laptop Lenovo Thinkpad dengan prosesor CORE i5 4th Gen dan perangkat lunak
ETAP 19.0.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang
menjelaskan dampak perubahan beban terhadap transient stability ketika PLTS
bekerja dalam kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan, serta bagaimana kondisi
sistem dengan dan tanpa beroperasinya PLTD dengan melakukan simulasi stabilitas
transien. Simulasi stabilitas transien mencakup sudut rotor, frekuensi dan tegangan
untuk mengetahui respon PLTD saat terjadi fluktuasi agar dapat mengantisipasi jika
terjadi hal yang tidak diharapkan seperti halnya hilangnya sinkronisme.

3.4 Jenis dan Sumber Data


Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer diperoleh secara langsung dalam penelitian, yaitu dengan
mengumpulkan data single line diagram, data generator, data trafo, data
penghantar, dan data beban.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi pustaka buku dan jurnal-
jurnal.

24
3.5 Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini diawali dengan studi literatur yaitu sebagai langkah pertama
untuk menambah wawasan tentang kestabilan transien. Dilanjutkan dengan survei
dan wawancara dengan operator PLTS Semau. Survei dan wawancara ini
untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan yaitu, Single Line Diagram, data
trafo, data beban, data penghantar, dan beberapa data tambahan yang dibutuhkan.
Data-data yang diperoleh kemudian dilakukan pemodelan menggunakan perangkat
lunak ETAP 19.0 dan dilakukan simulasi Transient Stability.

25
3.6 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Pemodelan sistem pada Single Line Diagram


Dengan Software ETAP 19.0

Memasukkan Data Generator, Data Trafo, Data


Penghantar Dan Data Beban

Simulasi Stabilitas Transien Dalam


Kondisi Cuaca Cerah, Berawan Dan Hujan

Sudut Rotor Frekuensi Tegangan

Analisis Hasil Simulasi

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

26
3.7 Teknik Analisis Data
Setelah melakukan studi literatur, survei dan wawancara, maka teknik analisis
data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengumpulkan data single line diagram, data generator, data trafo, data
penghantar dan data beban pada PLTS Smart Hybrid Microgrid Semau
2. Perancangan model sistem pada single line diagram menggunakan
software ETAP 19.0
3. Memasukkan data generator, data trafo, data penghantar dan data beban
pada model single line diagram pada software ETAP 19.0
4. Melakukan simulasi stabilitas transien dalam kondisi cuaca cerah,
berawan dan hujan yang mencakup sudut rotor, frekuensi dan tegangan
5. Menganalisis hasil dari simulasi stabilitas transien

27
DAFTAR PUSTAKA

A, B. A., Pujiantara, M., & Fahmi, D. (2017). Analisis Kestabilan Transien Dan
Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri Akibat Penambahan Generator Dan
Penambahan Beban. JURNAL TEKNIK ITS, 6(1).
Abit Duka, E. T., Setiawan, I. N., & Ibi Weking, A. (2018). Perencanaan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Hybrid Pada Area Parkir Gedung Dinas
Cipta Karya, Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Badung. Jurnal
SPEKTRUM, 5(2), 67.
Anwar, R. S. (2017). Analisis Stabilitas Transien Dan Mekanisme Pelepasan
Beban Akibat Penambahan Pembangkit 1x26, 8 MW Pada Sistem kelistrikan
PT. Petrokimia Gresik.
Ariansyah, F., Priyadi, A., & Pujiantara, M. (2016). Analisis Kestabilan Transien
dan Pelepasan Beban Pada Sistem Integrasi 33 KV PT. Pertamina RU IV
Cilacap akibat Penambahan Beban RFCC dan PLBC. Jurnal Teknik ITS,
5(1), 19–23.
Das, J. C. (2010). Transient in Electrical System, Analysis ,Recognition, and
Mitigation. McGraw-Hill, Inc.
Giriantari, I. A. D., & Irawati, R. (2016). Smart microgrid system with hybrid
system supply: Udayana university pilot project design. 178–181.
Hafidz, M., & Jp, M. (2019). Perancangan Interkoneksi Pembangkit Listrik
Tenaga Surya 1mwp On-Grid Pada Jaringan Distribusi Cileungsi. 9(2),
112–124.
Hardani, D. N. K., Triyanda, A. A., & Winarso, W. (2019). Monitoring Stabilitas
Transien Pada Sistem Tenaga Listrik. JRST (Jurnal Riset Sains Dan
Teknologi), 3(2), 69.
Hatziargyriou, N., Milanovic, J., Rahmann, C., Ajjarapu, V., Canizares, C., Erlich,
I., Hill, D., Hiskens, I., Kamwa, I., Pal, B., Pourbeik, P., Sanchez-Gasca, J.,
Stankovic, A., Van Cutsem, T., Vittal, V., & Vournas, C. (2021). Definition
and Classification of Power System Stability - Revisited & Extended. IEEE
Transactions on Power Systems, 36(4), 3271–3281.

28
IEEE/CIGRE, J. T. F. on S. T. and D. (2004). Definition and Classification of
Power System Stability. In in IEEE Transactions on Power Systems (Vol. 19,
Issue 2).
Likadja, F. J. (2019). PEMBANGKIT ENERGI ALTERNATIF. In M. . N. Letuna
(Ed.), Nucl. Phys. (Vol. 13, Issue 1). UNDANA.
Likadja, F. J., Galla, W. F., & Kase, D. C. (2022). Analisis Penyambungan PLTS
Oelpuah 5 Mwp Ke Sistem Saluran Udara Tegangan Menengah 20 KV PT .
PLN Unit Layanan Kupang. XI(1), 17–24.
Maiti, & Bidinger. (2014). Implemantasi Pengunaan Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel Sebagai Pembangkit Utama (Studi Kasus Desa Telaga Bendang). In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Prabha Kundur. (1994). Power System Stability and Control. McGraw-Hill, Inc.
Sau, M., Patoding, H. E., & Kasa, A. (2019). Pemanfaatan Sistem Hibrid Tenaga
Surya- Genset / Diesel. 124–127.
Sunardiyo, S., Suryanto, A., & Primadiyono, Y. (2022). Pemodelan Sistem
Pembangkit Hybrid Diesel Generator- PV Microgrid Interaktif ( Kajian
Smart Hybrid ). 65–87.
Wahyudi, R., Yulisman, & Yamashika, H. (2022). Analisa Stabilitas Transien
Pada Jaringan Distribusi Radial IEEE 33 Bus Terhubung Dengan Energi
Terbarukan (Photovoltaic). 1(3), 176–182.
Yudiestira. (2016). Analisis Kestabilan Transien Dan Mekanisme Pelepasan
Beban Di PT. Pertamina RU V Balikpapan Akibat Penambahan Generator
2x15 Mw Dan Penambahan Beban 25 Mw. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Yuliani, N. S. (2019). Analisis Kestabilan Transien Pada Sistem Hybrid PLTS-
Baterai-PLTD Pada Sistem Tomia Island. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

29

Anda mungkin juga menyukai