PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
Kupang,...Mei 2023
Menyetujui
Tim Penguji :
Mengesahkan
Koordinator Program Studi Teknik Elektro
i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
ii
2.6 Dinamika Rotor dan Persamaan Ayunan................................................18
BAB III..................................................................................................................24
METODE PENELITIAN.......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak perlu berusaha keras untuk memenuhi permintaan beban. Namun, terkadang
saat discharging, tegangan akan berjalan balik menuju pembangkit atau biasa
disebut dengan reverse power(Yuliani, 2019).
Untuk itu, dibutuhkan analisis kestabilan transien mengetahui respon PLTD
saat terjadi fluktuasi. Sehingga dapat mengantisipasi jika terjadi hal yang tidak
diharapkan seperti halnya hilangnya sinkronisme dan frekuensi yang melebihi
batas pada sistem. Saat mengalami gangguan sistem akan mengalami masalah
kestabilan. Kestabilan sistem tenaga listrik sendiri di definisikan sebagai
kemampuan suatu sistem tenaga dengan kondisi awal tertentu kemudian
mengalami gangguan, dengan banyak variabel yang dibatasi untuk kembali ke
keadaan normal (Hatziargyriou et al., 2021). Suatu sistem akan mencapai
kestabilan ketika daya mekanik pada penggerak utama generator (prime mover)
seimbang dengan daya elektris yang disalurkan ke beban. Kestabilan sistem
tenaga listrik dikategorikan menjadi tiga, yaitu kestabilan frekuensi, sudut rotor,
dan tegangan (IEEE/CIGRE, 2004). Kestabilan sistem yang dapat menyebabkan
masalah besar adalah kestabilan transien.
Kestabilan transien merupakan kemampuan dari sistem tenaga untuk
mempertahankan sinkronisasi ketika mengalami perubahan besar. Perubahan
besar ini berupa gangguan besar yang terjadi pada sistem seperti gangguan
hubung singkat, motor starting, pelepasan beban serta penambahan beban secara
tiba-tiba. Jika perubahan besar yang terjadi tidak dihilangkan dalam rentang
waktu tertentu, maka hal ini akan menyebabkan sinkronisasi generator dengan
sistem akan hilang (IEEE/CIGRE, 2004). Dalam menganalisis kestabilan transien
menggunakan Program Transient Stability Analysis dalam software ETAP.
Fungsi dari Program Transient Stability ini menyelidiki batas kestabilan sistem
tenaga sebelum, selama dan setelah terdapat perubahan sistem atau terdapat
gangguan.
Penelitian tentang stabilitas transien telah dilakukan oleh banyak peneliti
seperti yang pertama oleh(Hardani et al., 2019) terkait dengan “Monitoring
Stabilitas Transien Pada Sistem Tenaga Listrik” yang membahas mengenai
simulasi lepasnya pembebanan di Gardu Induk menggunakan perangkat lunak
2
ETAP untuk mengetahui seberapa stabil transien yang muncul akibat adanya
pelepasan beban dan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh gangguan tersebut.
Hasilnya tegangan pulih akibat transien sekitar 3 detik setelah terjadi pelepasan
salah satu power grid Gardu Induk Kalibakal kemudian sekitar 0,2 detik saat
pelepasan beban di feeder 11 dan 14. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
kestabilan transien pada sistem tenaga listrik di Gardu Induk Kalibakal masih
dalam kondisi baik. Penelititian yang dilakukan oleh(A et al., 2017) terkait dengan
“Analisis Kestabilan Transien Dan Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri
Akibat Penambahan Generator Dan Penambahan Beban” yang membahas
nengenai analisis kestabilan transien akibat generator lepas, motor starting, dan
hubung singkat kemudian akan dilakukan perancangan mekanisme load shedding
agar sistem mampu mempertahankan kestabilannya dan kontinuitas aliran daya
tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan bahwa saat salah satu generator outage pada
case A dan saat generator P1B atau STG outage pada case B memerlukan
mekanisme load shedding.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengajukan proposal skripsi dengan
judul “ANALISA SIMULASI STABILITAS TRANSIEN PADA PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SMART HYBRID MICROGRID SEMAU
NTT”.
1.3 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah yang dirumuskan peneliti, maka tujuan yang
ingin dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
perubahan beban pada generator terhadap transient stability ketika PLTS bekerja
normal, ketika daya keluaran PLTS berkurang dan ketika PLTS tidak bekerja.
3
1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka dibuat batasan
masalah sebagai berikut :
1. Analisis dilakukan pada sistem kelistrikan smart hybrid microgrid di
Pulau Semau.
2. Simulasi menggunakan software ETAP 19.0.
3. Simulasi yang dilaksanakan mengenai sudut rotor, frekuensi dan
tegangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
adanya pelepasan beban dan jumlah kerugian yang diakibatkan oleh
gangguan tersebut. Hasilnya tegangan pulih akibat transien sekitar 3
detik setelah terjadi pelepasan salah satu power grid Gardu Induk
Kalibakal kemudian sekitar 0,2 detik saat pelepasan beban di feeder 11
dan 14. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kestabilan transien pada
sistem tenaga listrik di Gardu Induk Kalibakal masih dalam kondisi baik.
4. (Wahyudi et al., 2022) terkait dengan “Analisa Stabilitas Transien Pada
Jaringan Distribusi Radial IEEE 33 Bus Terhubung Dengan Energi
Terbarukan (Photovoltaic)” yang membahas mengenai pengaruh letak
pembangkit yang jauh dari beban yang menyebabkan tingginya nilai drop
tegangan pada beberapa bus, sehingga perlu dilakukan pemasangan
teknologi fotovoltaik sebagai distributed generation (DG) atau
pembangkit terdistribusi pada ujung beban yang memiliki kapasitas daya
yang lebih kecil dari pembangkit utama. Dengan adanya penambahan
pembangkit DG dalam menyediakan sumber energi listrik yang baik bagi
konsumen sehingga dibutuhkan analisa-analisa untuk mengkaji kondisi
kestabilan pada sistem. Hasil simulasi setelah dilakukan pemasangan satu
Distributed Generation dan dua Distributed Generation menunjukan
hasil bahwa tegangan mengalami perbaikan dan setelah dilakukan
pemasangan DG pada bus 16 ditunjukan bahwa tetap mengalami jatuh
tegangan diatas 5% dari tegangan nominal sebanyak 17 bus dan 16 bus
dalam keadaan normal, serta total losses sebesar 150,8 kW, pemasangan
DG pada bus 27 berdasarkan simulasi aliran daya yang telah dilakukan
tegangan mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya ditunjukkan
bahwa jatuh tegangan hanya terjadi di tiga bus serta total losses sebesar
122,8 kW, pemasangan DG pada bus 16 dan bus 27 ditunjukkan bahwa
tidak ada bus yang mengalami undervoltage dari tegangan nominal serta
total losses sebesar 118,5 kW.
5. (Yuliani, 2019) terkait dengan “Analisis Kestabilan Transien Pada Sistem
Hybrid PLTS-Baterai-PLTD Pada Sistem Kelistrikan Pulau Tomia” yang
membahas mengenai Kinerja PLTS sangat bergantung pada radiasi
6
matahari dan cuaca sehingga menyebabkan daya keluaran PLTS selalu
fluktuatif. Fluktuasi PLTS akan diredam oleh baterai agar tidak terlalu
memengaruhi kinerja PLTD. Namun, dalam kenyataanya baterai masih
belum mampu meredam fluktuasi PLTS sehingga menghasilkan daya
ekspor yang fluktuatif. Dengan adanya hal tersebut maka dilakukan
analisis kestabilan transien untuk mengetahui respon PLTD terhadap
sistem saat terjadi fluktuasi.
7
Gambar 2. 1 Proses Pembangkitan Energi Listrik Pada PLTS
8
Support Modul adalah salah satu peralatan pada PLTS yang berfungsi
sebagai penopang panel surya (modul). Biasanya Support Modul terbuat
dari pipa galvanis atau aluminium. Secara teknis, besarnya sudut
kemiringan panel surya ditentukan oleh disain kemiringan Support
Modul.
3. Junction Box (JB)
Junction Box adalah tempat penggabungan energi listrik yang dihasilkan
dari semua panel surya (modul).
4. Baterai (Aki)
Panel surya akan terus menghasilkan energi listrik selama panel tersebut
terkena cahaya matahari. Agar PLTS dapat digunakan setiap saat (baik
siang maupun malam) diperlukan baterai sebagai penyimpan energi
listrik yang dihasilkan dari panel surya. Baterai adalah alat penyimpan
energi listrik arus searah (DC).
5. Panel Kontrol
Panel kontrol digunakan sebagai proteksi baterai agar baterai lebih tahan
lama. Panel kontrol berfungsi juga untuk merubah tegangan DC yang
berasal dari baterai menjadi tegangan AC yang dapat dipakai oleh alat-
alat listrik pada umumnya.
6. Beban (load)
Beban listrik adalah semua peralatan yang menggunakan energi listrik.
Jenis beban pada PLTS dapat berupa beban AC dan beban DC.
Sel surya (Photovoltaic cell) adalah suatu elemen aktif (semikonduktor) yang
memanfaatkan efek photovoltaic untuk mengubah cahaya matahari menjadi energi
listrik. Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi
bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Pada umumnya sel
surya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan
semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya
menghasilkan tegangan 0,5 volt. Untuk mendapatkan daya yang cukup besar
diperlukan banyak sel surya. Biasanya sel-sel surya disusun sehingga berbentuk
panel, dan dinamakan panel surya atau panel photovoltaic.
9
Pengertian photovoltaic sendiri merupakan proses merubah cahaya menjadi
energi listrik. Oleh karena itu bidang penelitian yang berkenaan dengan energi
surya ini sering juga dikenal dengan penelitian photovoltaic. Kata photovoltaic
berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan
nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Sehingga secara
bahasa dapat diartikan sebagai cahaya dan listrik photovoltaic(Sau et al., 2019).
Prinsip kerja sel surya sama dengan dioda yang dibuat dari bahan
semikonduktor jenis-N dan jenis-P. Apabila sambungan (junction) P-N disinari
dengan cahaya (foton), maka elektron yang tertumbuk foton dengan jumlah energi
yang tepat, akan terlepas dari ikatan inti. Hal ini menyebabkan timbulnya
pasangan pembawa muatan lubang (hole) dan elektron bebas. Lubang (bermuatan
positif) yang terbentuk pada lapisan hampa akan bergerak mendekati ion negatif,
sedang elektron bebas (bermuatan negatif) yang terbentuk pada lapisan hampa
bergerak mendekati ion positif. Perpindahan elektron-elektron ini menyebabkan
terjadinya aliran arus yang menghasilkan energi listrik. Keseluruhan proses ini
disebut efek photovoltaic.
2.2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ialah Pembangkit listrik yang
menggunakan mesin diesel sebagai prime mover. Prime mover merupakan
peralatan yang mempunyai fungsi menghasilkan energi mekanis yang diperlukan
untuk memutar rotor generator. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
merupakan suatu instalasi pembangkit listrik yang terdiri dari suatu unit
10
pembangkit dan sarana pembangkitan. Pada mesin Diesel Energi Bahan bakar
diubah menjadi energi mekanik dengan proses pembakaran di dalam mesin itu
sendiri(Maiti & Bidinger, 2014).
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biasanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah
terpencil atau untuk listrik pedesaan dan untuk memasok kebutuhan listrik suatu
pabrik. Prinsip kerja mesin diesel mendapat energi dari bahan bakar cair yang
dikenal sebagai minyak solar, dan merubah energi tersebut menjadi energi
mekanik dan dikopel dengan sebuah generator untuk mengubah energi mekanik
dari mesin diesel menjadi energi listrik.
11
dimana untuk setiap load profile yang berbeda, akan diperlukan sistem hibrid
dengan komposisi tertentu, supaya dapat dicapai sistem yang optimum.
12
terus menerus, sedangkan gangguan besar seperti lepasnya generator, terjadinya
hubung singkat.
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu sistem
tenaga listrik, maka dibutuhkan suatu pengelompokan sistem tenaga listrik guna
mempermudah analisa kestabilan. Berdasarkan Paper IEEE definition and
classification of power system stability, kestabilan sistem tenaga listrik dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu (IEEE/CIGRE, 2004):
1. Kestabilan sudut rotor
2. Kestabilan frekuensi
3. Kestabilan tegangan
13
2.5 Kestabilan Transien
Kestabilan transien adalah kemampuan dari sistem tenaga untuk
mempertahankan sinkronisme ketika terjadi perubahan besar yang besar. Analisis
kestabilan transien harus dilakukan pada sebuah sistem untuk mengetahui apakah
sistem dapat bertahan ketika terjadi gangguan transien. Sebuah sistem dikatakan
stabil ketika kondisi steady state, namun belum tentu stabil ketika terjadi
perubahan besar.
Dasar sistematis untuk klasifikasi kestabilan didasarkan atas pertimbangan
sebagai berikut (Das, 2010) :
1. Ukuran dari gangguan
2. Pemodelan yang tepat dan analisis gangguan yang spesifik
3. Rentang waktu saat gangguan berlangsung
4. Parameter sistem yang paling berpengaruh
14
3. Keadaan ketika gangguan hilang, sehingga daya output generator pulih
kembali sesuai dengan kurva P dan δ.
4. Keadaan setelah gangguan hilang. Daya output generator menjadi lebih
besar dari daya mekanis turbin. Hal ini membuat rotor pada generator
mengalami perlambatan. Jika terdapat torsi lawan yang cukup untuk
mengimbangi percepatan ketika terjadi gangguan, maka sistem akan
stabil dalam ayunan pertama.
Transient stability assessment atau studi tentang kestabilan transien harus
dilakukan karena suatu sistem dapat dikatakan stabil pada kestabilan steady state,
namun belum tentu stabil pada kestabilan transien, sehingga studi ini perlu
dilakukan guna untuk mengetahui apakah sistem dapat kembali stabil saat
gangguan transien terjadi. Gangguan kestabilan transien dapat terjadi karena
beberapa faktor, yaitu :
a) Beban lebih akibat lepasnya generator dari sistem
b) Hubungan singkat (short circuit)
c) Starting pada motor
d) Pelepasan beban yang mendadak
2.5.1 Hubung Singkat (Short Circuit)
Gangguan hubung singkat merupakan gangguan yang paling sering terjadi
dalam satu sistem tenaga listrik. Gangguan hubung singkat ini dapat disebabkan
adanya sambaran petir, kegagalan isolasi, gangguan binatang dan ranting pohon.
Saat terjadi hubung singkat, arus yang mengalir menuju titik gangguan bernilai
sangat besar sehingga tegangan di sekitar titik gangguan akan menurun secara
signifikan. Semakin besar arus hubung singkat maka semakin rendah tegangan di
sekitar titik gangguan. Hal ini akan mengakibatkan kestabilan sistem menjadi
terganggu. Selain itu dapat merusak peralatan karena nilai arus yang sangat besar.
2.5.2 Motor Starting
Pada saat motor di start, terdapat arus yang sangat tinggi yang besarnya
berkali-kali dari arus nominal. Arus ini disebut dengan locked rotor current
(LRC) yang nilainya bervariasi pada tiap motor. Arus starting yang sangat besar
ini akan mengakibatkan drop tegangan pada sistem. Hal ini dikarenakan arus yang
15
besar ini melewati impedansi saluran, trafo sehingga drop tegangan pada saluran
semakin besar. Selain itu arus starting yang besar juga akan mengakibatkan rugi-
rugi daya aktif pada saluran bertambah besar sehingga dapat menurunkan
frekuensi generator. Drop tegangan dan turunnya frekuensi ini dapat
mengakibatkan kestabilan sistem menjadi terganggu.
2.5.3 Penambahan Beban secara Tiba-Tiba
Penambahan beban pada suatu sistem tenaga listrik dapat mengakibatkan
timbulnya gangguan peralihan jika:
a) Jumlah beban melebihi batas kestabilan keadaan mantap
b) Jika beban dinaikkan sampai terjadi osilasi, sehingga menyebabkan
sistem mengalami ayunan yang melebihi titik kritis dan tidak dapat
kembali.
Apabila sistem tenaga listrik dilakukan pembebanan dengan beban penuh
secara tiba-tiba, maka arus yang diperlukan sangat besar akibatnya frekuensi
sistem akan turun dengan cepat. Pada kondisi demikian sistem akan keluar dari
keadaan sinkron walaupun besar beban belum mencapai batas kestabilan mantap
yaitu daya maksimumnya, Hal ini dikarenakan daya keluar elektris generator jauh
melampaui daya masukan mekanis generator atau daya yang dihasilkan penggerak
mula, dan kekurangan ini disuplai dengan berkurangnya energi kinetis generator.
Sehingga putaran rotor generator melambat atau frekuensi sistem turun, sudut
daya ẟ bertambah besar dan melampaui sudut kritisnya, akibatnya generator akan
lepas sinkron atau tidak stabil. Sesaat dilakukannya pembebanan tersebut, rotor
generator akan mengalami ayunan dan getaran yang besar.
16
Karakteristik mesin sinkron untuk kondisi stabil dan tidak stabil ditunjukkan
pada Gambar 2.5. Terdapat 3 kasus pada gambar tersebut, pada kasus pertama
sudut rotor mengalami kenaikan hingga nilai maksimum kemudian berosilasi
sehingga sudut rotor kembali mencapai kondisi stabil. Pada kasus kedua, rotor
kehilangan sinkronisasi sehingga sudut rotor terus naik mencapai kondisi tidak
stabil saat ayunan pertama. Adapun penyebab utama pada kasus ini adalah
kurangnya sinkronisasi torsi. Pada kasus ketiga, sistem tetap stabil saat ayunan
pertama namun pada kondisi akhir sistem menjadi tidak stabil. Bentuk tidak stabil
pada kasus ini umumnya terjadi pada kondisi postfault steady-state, bukan akibat
dari gangguan transien melainkan akibat dari gangguan dinamik.
Sudut rotor, frekuensi, dan periode transien akan berubah selama periode
transien dan magnitude dari tegangan kumparan medan akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a) Arus induksi pada kumparan peredam (damper winding) selama terjadinya
perubahan nilai arus pada kumparan jangkar. Periode ini terjadi pada 0,1 s
dan disebut efek subtransient
b) Arus induksi pada kumparan medan selama terjadinya perubahan
mendadak pada arus kumparan jangkar. Periode ini terjadi pada 2 s dan
disebut efek transient
Kestabilan transien dapat dideteksi dengan adanya hentakan yang kuat, yaitu
gangguan yang dipertahankan dalam waktu yang singkat yang menyebabkan
reduksi terminal mesin dan kemampuan transfer daya. Estimasi nilai transfer daya
pada mesin tunggal yang terhubung ke infinite bus dapat dihitung melalui
persamaan berikut :
VtV∞
P= sin δ (2.1)
X
Dimana,
V t = tegangan terminal mesin
V ∞ = tegangan infinite bus
17
V t berbanding lurus dengan P, sehingga jika V t tereduksi, maka P akan
tereduksi oleh nilai terkait. Diperlukan aksi yang sangat cepat pada sistem eksitasi
dalam memberikan eksitasi pada kumparan medan guna mencegah reduksi pada
P. Oleh karena itu, nilai V t akan dipertahankan pada nilai yang layak. Perubahan
yang cepat juga diperlukan pada eksitasi ketika reaktansi X bertambah pada
peristiwa pemutusan (switching).
Pada generator sinkron momen putar mekanis T m dan momen putar elektris
T e dianggap positif. Sehingga bila T a bernilai negative maka generator mengalami
perlambatan. Namun bila T a bernilai positif maka generator mengalami
percepatan, sedangkan. Bila T a bernilai nol maka tidak ada percepatan atau
perlambatan terhadap massa rotor. Sehingga kecepatan tetap resultan adalah
18
kecepatan sinkron. Massa yang berputar meliputi rotor dari generator dan prime
mover. Dalam sistem daya tersebut dikatakan dalam keadaan sinkron.
Kecepatan rotor bersifat relative terhadap kecepatan sinkron. Untuk
mengukur posisi sudut rotor lebih baik menggunakan sumbu referensi yang
berputar pada kecepatan sinkron. Oleh karena itu dapat didefinisikan sebagai
berikut :
θm =ω sm t +δ m (2.3)
Dimana,
ω sm = Kecepatan sinkron mesin (radians/detik)
δ m = Sudut pergeseran rotor, dalam mechanical radians, dari sumbu referensi
putaran sinkron (derajat)
dθm dδ m
=ωsm + (2.4)
dt dt
2 2
d θm d δm
2
= 2
(2.5)
dt dt
dθm
Persamaan 2.3 menunjukkan bahwa kecepatan sudut rotor adalah adalah
dt
2
d θm dδ m
konstan dan kecepatan sinkron hanya ketika 2
bernilai nol. adalah
dt dt
deviasi kecepatan rotor saat sinkron dengan satuan pengukuran mechanical
19
radians per second. Sedangkan persamaan (2.5) menunjukkan percepatan rotor
diukur pada mekanikal radian per second kuadrat.
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) pada (2.2), maka didapatkan:
2
d δm
J 2
=T a=T m−T e N-m (2.6)
dt
Untuk mempermudah persamaan kecepatan sudut rotor didefinisiakan sebagi
berikut :
dθm
ω m= (2.7)
dt
Menurut prinsip dasar dinamika rotor yang menyatakan bahwa daya (P)
adalah perkalian antara Torsi dengan kecepatan sudut, sehingga dari persamaan
(2.6) dikalikan dengan ω m, maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
2
d δm
J ωm 2
=Pa =P m−Pe W (2.8)
dt
Dimana,
Pm = Daya mekanis
Pe = Daya elektrik
Pa = Daya percepatan yang menyumbang ketidakseimbangan diantara
keduanya
Koefisien J ωm adalah momentum sudut rotor pada kecepatan sinkron ω sm,
dinotasikan dengan M (konstanta inersia mesin). Satuan M yaitu joule-seconds
per mechanical radian, dan dapat ditulis :
2
d δm
M ωm 2
=Pa=P m−Pe W (2.9)
dt
Pada studi kestabilan transien terdapat suatu konstanta yang sering dijumpai
yaitu inersia mesin (H). H menunjukkan suatu kemampuan dari sebuah mesin
sinkron untuk menahan gangguan. H dapat didefinisikan pada persamaan :
Daya kinetis yang disimpan dalam mega joule pada kecepatan sinkron
H=
rating mesin dalam MVA
(2.10)
20
1 2 1 2
J ω sm M ω sm
2 = 2 MJ/MVA (2.11)
H=
Smach Smach
Dimana Smach adalah rating 3 phasa dari mesin dalam MVA. Dengan
menyelesaikan persamaan untuk mendapatkan nilai M pada persamaan (2.11),
didapatkan :
2H
M= S MJ/mech rad (2.12)
ωsm mach
Dengan mensubstitusikan M pada persamaan (2.12) dengan M dipersamaan
(2.9) , dapat diperoleh :
2
2H d δm Pa Pm−P e
2
= = (2.13)
ω sm dt Smach S mach
Satuan ω sm adalah mechanical radians per second dan δ m memiliki satuan
mechanical radians pada persamaan (2.13), untuk lebih mudah perhitungan
persamaan (2.13) dijadikan menjadi per unit sehigga dapat didiperoleh :
2
2H d δ
=P a=Pm−P e per unit (2.14)
ω s dt 2
Dengan ω s=2 π f , maka persamaan (2.13) menjadi,
2
H d δ
=Pa=P m−Pe (2.15)
π f dt 2
Saat δ dalam electrical radians,
2
H d δ
=Pa =Pm−Pe (2.16)
180 f dt 2
Saat δ dalam electrical degrees. Persamaan (2.16), menjelaskan swing
equation mesin berupa persamaan dasar yang mengatur dinamika rotasi dari
mesin sinkron pada studi stabilitas.
21
Standar ANSI/IEEE Std 399-1997 yang digunakan sebagai acuan untuk
menganalisis kestabilan sudut rotor. Pada generator, peningkatan torsi input
hingga sudut rotor melebihi 90°, akan menyebabkan slip pole dan akan kehilangan
sinkronisasi terhadap sistem dengan asumsi beban elektrik konstan. Ketika terjadi
gangguan, sudut rotor dapat berhenti dengan sudut rotor melewati 90°. Atau pada
saat keadaan transien ayunan sudut rotor dapat melebihi 180°. Jika gangguan yang
terjadi tidak segera diatasi, maka akan terus terjadi slipping pole dan dalam waktu
dekat akan kehilangan sinkronisasi terhadap sistem.
Jika overshoot transien dari sudut rotor tidak melebihi 180°, atau jika
gangguan yang menyebabkan ayunan rotor dilepas dengan segera, mesin dapat
tetap sinkron dengan sistem. Sudut rotor kemudian berosilasi dengan ayunan yang
menurun hingga stabil pada nilai akhirnya (kurang dari 90°). Osilasi diredam oleh
beban listrik dan kerugian mekanis dan listrik di mesin dan sistem, terutama di
belitan peredam mesin.
2.7.2 Standar Frekuensi
Menurut Peraturan Menteri ESDM Republik Indonesia No. 20 Tahun 2020
Tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code), frekuensi nominal di
jaringan yaitu 50,00 Hz. Frekuensi sistem dapat naik sampai dengan 52,00 Hz
atau + 4% dan turun sampai dengan 47,00 Hz atau – 6%. Desain unit pembangkit
dan peralatan harus dapat beroperasi sesuai batas rentang frekuensi operasi berikut
ini:
Tabel 2. 1 Batas Rentang Frekuensi Operasi
22
2.7.3 Standar Tegangan
Standar yang digunakan untuk tegangan nominal dalam kondisi normal
berdasarkan SPLN No. 1 Tahun 1995 Aturan Distribusi Tenaga Listrik, variasi
tegangan pelayanan ditetapkan maksimum +5% dan minimum -10% dari
tegangan nominal dan Peraturan Menteri ESDM Republik Indonesia No. 20
Tahun 2020 Tentang Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code) harus
dipertahankan dalam batas rentang variasi tegangan berikut ini:
Tabel 2. 2 Batas Rentang Variasi Tegangan
500 kV 550 kV
275 kV 300 kV
150 kV 170 kV
66 kV* 72,5 kV
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder terkait data single line diagram, data
penghantar dan data beban puncak yang di dapatkan peneliti di kantor
PT. PLN (Persero) UPK Timor.
25
3.6 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Kesimpulan
Selesai
26
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
3.7 Teknik Analisis Data
Setelah melakukan studi literatur, survei dan wawancara, maka teknik analisis
data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengumpulkan data single line diagram, data generator, data trafo, data
penghantar dan data beban pada PLTS Smart Hybrid Microgrid Semau
2. Perancangan model sistem pada single line diagram menggunakan
software ETAP 19.0
3. Memasukkan data generator, data trafo, data penghantar dan data beban
pada model single line diagram pada software ETAP 19.0
4. Melakukan simulasi stabilitas transien dalam kondisi cuaca cerah,
berawan dan hujan yang mencakup sudut rotor, frekuensi dan tegangan
5. Menganalisis hasil dari simulasi stabilitas transien
27
DAFTAR PUSTAKA
A, B. A., Pujiantara, M., & Fahmi, D. (2017). Analisis Kestabilan Transien Dan
Mekanisme Pelepasan Beban Di PT. Pusri Akibat Penambahan Generator
Dan Penambahan Beban. JURNAL TEKNIK ITS, 6(1).
Abit Duka, E. T., Setiawan, I. N., & Ibi Weking, A. (2018). Perencanaan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Hybrid Pada Area Parkir Gedung Dinas
Cipta Karya, Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Badung. Jurnal
SPEKTRUM, 5(2), 67.
Ariansyah, F., Priyadi, A., & Pujiantara, M. (2016). Analisis Kestabilan Transien
dan Pelepasan Beban Pada Sistem Integrasi 33 KV PT. Pertamina RU IV
Cilacap akibat Penambahan Beban RFCC dan PLBC. Jurnal Teknik ITS,
5(1), 19–23.
Das, J. C. (2010). Transient in Electrical System, Analysis ,Recognition, and
Mitigation. McGraw-Hill, Inc.
Giriantari, I. A. D., & Irawati, R. (2016). Smart microgrid system with hybrid
system supply: Udayana university pilot project design. 178–181.
Hafidz, M., & Jp, M. (2019). Perancangan Interkoneksi Pembangkit Listrik
Tenaga Surya 1mwp On-Grid Pada Jaringan Distribusi Cileungsi. 9(2),
112–124.
Hardani, D. N. K., Triyanda, A. A., & Winarso, W. (2019). Monitoring Stabilitas
Transien Pada Sistem Tenaga Listrik. JRST (Jurnal Riset Sains Dan
Teknologi), 3(2), 69.
Hatziargyriou, N., Milanovic, J., Rahmann, C., Ajjarapu, V., Canizares, C., Erlich,
I., Hill, D., Hiskens, I., Kamwa, I., Pal, B., Pourbeik, P., Sanchez-Gasca, J.,
Stankovic, A., Van Cutsem, T., Vittal, V., & Vournas, C. (2021). Definition
and Classification of Power System Stability - Revisited & Extended. IEEE
Transactions on Power Systems, 36(4), 3271–3281.
IEEE/CIGRE, J. T. F. on S. T. and D. (2004). Definition and Classification of
Power System Stability. In in IEEE Transactions on Power Systems (Vol. 19,
Issue 2).
28
Likadja, F. J. (2019). PEMBANGKIT ENERGI ALTERNATIF. In M. . N. Letuna
(Ed.), Nucl. Phys. (Vol. 13, Issue 1). UNDANA.
Likadja, F. J., Galla, W. F., & Kase, D. C. (2022). Analisis Penyambungan PLTS
Oelpuah 5 Mwp Ke Sistem Saluran Udara Tegangan Menengah 20 KV PT .
PLN Unit Layanan Kupang. XI(1), 17–24.
Maiti, & Bidinger. (2014). Implemantasi Pengunaan Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel Sebagai Pembangkit Utama (Studi Kasus Desa Telaga Bendang). In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Sau, M., Patoding, H. E., & Kasa, A. (2019). Pemanfaatan Sistem Hibrid Tenaga
Surya- Genset / Diesel. 124–127.
Sunardiyo, S., Suryanto, A., & Primadiyono, Y. (2022). Pemodelan Sistem
Pembangkit Hybrid Diesel Generator- PV Microgrid Interaktif ( Kajian
Smart Hybrid ). 65–87.
Wahyudi, R., Yulisman, & Yamashika, H. (2022). Analisa Stabilitas Transien
Pada Jaringan Distribusi Radial IEEE 33 Bus Terhubung Dengan Energi
Terbarukan (Photovoltaic). 1(3), 176–182.
Yudiestira. (2016). Analisis Kestabilan Transien Dan Mekanisme Pelepasan
Beban Di PT. Pertamina RU V Balikpapan Akibat Penambahan Generator
2x15 Mw Dan Penambahan Beban 25 Mw. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Yuliani, N. S. (2019). Analisis Kestabilan Transien Pada Sistem Hybrid PLTS-
Baterai-PLTD Pada Sistem Tomia Island. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
29
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
No. Tanggal
Materi Saran Paraf
Konsultasi
1
30
DON E.D.G POLLO, ST.MT FRANS J. LIKADJA, ST, MM
NIP. 19790114 200312 1 033 NIP. 19700305 200112 1 001
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
No. Tanggal
Materi Saran Paraf
Konsultasi
1
31
DON E.D.G POLLO, ST.MT WELLEM F. GALLA, ST, MT
NIP. 19790114 200312 1 033 NIP. 19701223 199803 1 002
32