Anda di halaman 1dari 42

PENGENDALIAN KUALITAS HASIL LEMBARAN VINIR MULTIPLEKS

DI PT. KAYU LIMA SENTOSA

Dibuat guna memenuhi tugas-4


Mata Kuliah : Manajemen Mutu
Dosen Pengampu : Imam Sodikin, S.T, M.T

Dibuat oleh:

UNGGUL SATRIA AJI BP 151.03.1027


MUHAMMAD IDAM KHAWAIJ 141.03.1034
LANGGENG GITIARSO 151.03.1093
MUHAMMAD THEO SAPUTRA 151.03.1126
AJI PUJIAWAN 131.03.1118

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah (Tuhan Yang Maha Esa) karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen
Mutu.
Makalah ini berisi tentang pembahasan mengenai pengendalian kualitas
hasil lembaran vinir multipleks di PT. Kayu Lima Sentosa. Data pada penelitian ini
merupakan data kecacatan dari proses produksi yang diperoleh dari PT. Kayu Lima
Sentosa. Dari data tersebut selanjutnya akan dianalisis dan dibuat peta pengendalian
produksi sehingga jika terjadi penyimpangan pada tahapan proses produksi
langsung dapat diperbaiki dan dapat digunakan untuk perbaikan pada produksi yang
akan datang sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas bebas dari
kerusakan dan kecacatan.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita dan dapat dijadikan
referensi untuk pembelajaran, serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Keberhasilan penulisan makalah
ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Imam Sodikin, S.T, M.T., selaku dosen mata kuliah Manajemen Mutu.
2. Pihak PT. Kayu Lima Sentosa atas kerja sama dalam pengambilan data.
3. Teman-teman yang memberikan inspirasi dan menyemangati penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengaharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 20 Desember 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah ............................................................................ 3
1.4. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Sistem Manajenen Mutu................................................................ 4
2.1.1. Pengertian Mutu ............................................................. 4
2.1.2. Pengertian Sistem Manajemen Mutu ............................. 5
2.2. Gugus Kendali Mutu ..................................................................... 6
2.2.1. Pengertian Pengendalian Mutu ...................................... 6
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu ..................... 6
2.2.3. Pengendalian Dan Kualitas ............................................ 7
2.3. Pengendalian Dan Kualitas Produksi ............................................ 8
2.3.1. Quality Control .............................................................. 8
2.3.2. Statistik Proses Control .................................................. 9
2.3.3. Seven Quality Control Tools .......................................... 11
2.3.3.1. Diagram Pareto...................................................... 11
2.3.3.2. Histogram .............................................................. 11
2.3.4. Diagram Sebab Akibat ................................................... 11
2.4. Bahan Produksi ............................................................................. 12
2.4.1. Standar Mutu Bahan Produk .......................................... 12

iii
2.4.2. Bahan Yang Digunakan ................................................. 13
2.4.2.1. Bahan Baku ........................................................... 13
2.4.2.2. Bahan Tambahan ................................................... 14
2.4.2.3. Bahan Penolong .................................................... 14
2.5. Tahapan Proses Produksi .............................................................. 15

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Rencana Jadwal Kegiatan.............................................................. 23
3.2. Diagram Proses Produksi .............................................................. 24
3.3. Analisis Deskriptif......................................................................... 25
3.3.1. Histogram ....................................................................... 25
3.3.2. Pareto Chart .................................................................... 25
3.4. Menentukan Prioritas masalah ...................................................... 26
3.4.1. Tahap Analisis Masalah ................................................. 26
3.4.2. Diagram Sebab Akibat ................................................... 27
3.4.3. Tahap Perbaikan ............................................................. 28
3.5. Rencana Dan Tindakan ................................................................. 30
3.6. Pengendalian Kualitas Produksi .................................................... 31
3.6.1. Peta Kendali Kecacatan.................................................. 31
3.6.2. Menentukan Nilai DPO dan DPMO .............................. 32

BAB IV KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan.................................................................................... 35
4.2. Saran ...................................................................................... 35

Daftar Pustaka ...................................................................................... 36

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram Proses Produksi ......................................................... 24


Gambar 3.2. Histogram ................................................................................. 25
Gambar 3.3. Pareto Chart .............................................................................. 25
Gambar 3.4. Fishbone (Penyebab Kecacatan) .............................................. 27
Gambar 3.5. Fishbone (Mencegah Kecacatan) ............................................. 29
Gambar 3.6. Peta kendali Proporsi................................................................ 31
Gambar 3.7. Peta Kendali (In-Control)......................................................... 32

v
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Rencana Jadwal Kegiatan ........................................................ 23


Tabel 3.2. Faktor Penyebab Kecacatan ..................................................... 27
Tabel 3.3. Tahap Perbaikan ....................................................................... 28
Tabel 3.4. Rencana Dan Tindakan ............................................................ 30
Tabel 3.5. Penghitungan DPO dan DPMO ............................................... 32

vi
BAB I
PENDHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan industri pengolahan kayu saat ini berkembang dengan cukup
pesat khususnya untuk produk-produk kayu seperti kayu gergajian, kayu lapis, serbuk
kayu dan komponen kayu untuk keperluan kursi meja dan sebagainya. Secara umum
produk-produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan kayu dibagi dalam 2 kategori
yaitu panel produksi seperti multipleks (kayu lapis) dan non panel produk seperti kayu
gergajian. Salah satu produk industri kayu olahan panel adalah multipleks atau kayu
lapis. Multipleks adalah papan yang terdiri dari beberapa lapisan lembar vinir yang
direkatkan. Dalam membuat multipleks bahan utama yang penting adalah vinir yaitu
lembaran kayu tipis dari 0,24 mm sampai 0,6 mm yang diperoleh dari penyayatan
pengupasan dolog kayu jenis-jenis tertentu, dengan ketebalan sama dan lebih kecil dari
6 mm, ketebalan di atas batas ini digolongkan ke dalam jenis papan (Sumarno, 2010).
Proses pembuatan vinir sendiri terdiri dari 4 tahap utama yaitu proses pertama
adalah pengupasan kulit kayu dan membersihkan batang kayu tersebut dari sisa-sisa
tanah yang menempel lalu direndam ke dalam kolam, selanjutnya batang kayu yang
sudah bersih dimasukan ke dalam sebuah mesin agar kayu menjadi sebundar mungkin
kemudian dilanjutkan dengan proses penyayatan kayu menjadi lembaran-lembaran
tipis dan proses terakhir adalah mengeringkan vinir (Hidayat, 2014).
PT. Kayu Lima Sentosa adalah salah satu perusahaan yang cukup besar yang
bergerak dalam bidang pengolahan kayu yang produksi utamanya yaitu berupa
multipleks. Perusahaan ini beralamat Jl. Kyai Raden Syahid, Ds. Mantingan, Kec.
Salam, Kab. Magelang yang telah memulai produksi multipleks pada tahun 2012
hingga sekarang. Agar setiap produk yang dihasilkan oleh PT. Kayu Lima Sentosa
memenuhi persyaratan sesuai dengan pabrik yang memproduksi kayu lapis, maka
produk tersebut harus mempunyai kualitas yang baik dan sesuai dengan standar,
sehingga dalam setiap proses produksi memerlukan adanya pengendalian kualitas

1
terhadap produk tersebut, karena tanpa adanya pengendalian kualitas produk akan
menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan, karena penyimpangan-
penyimpangan tidak diketahui sehingga perbaikan tidak dapat dilakukan dan akhirnya
terjadi penyimpangan yang berlanjut. Sebaliknya apabila sebuah perusahaan memiliki
pengendalian kualitas produk yang baik maka jika terjadi penyimpangan dalam setiap
produksi langsung dapat diperbaiki dan dapat digunakan untuk perbaikan proses
produksi yang akan datang.
Usaha untuk menjaga kualitas agar tetap baik dan memperkecil jumlah cacat
produk dilaksanakan dengan suatu sistem pengendalian kualitas statistik yang
merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor,
mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses
menggunakan metode-metode statistik. Dalam menerapkan konsep pengendalian
kualitas statistik tersebut diadakan penelitian di PT. Kayu Lima Sentosa Magelang.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah penerapan
pengendalian kualitas statistik pada proses produksi multipleks telah efektif atau belum
dalam mengontrol produksinya, oleh karena itu penulis mengambil judul
PENGENDALIAN KUALITAS HASIL LEMBARAN VINIR MULTIPLEKS
DI PT. KAYU LIMA SENTOSA.

1.2. Rumusan Masalah


Berdsarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat dibentuk adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pengendalian kualitas statistic dari proses produksi di
PT. Kayu Lima Sentosa?
2. Apa yang menjadi penyebab kecacatan produksi serta faktor apakah yang
menjadi penyebab utama cacatnya produksi multipleks di PT. Kayu Lima
Sentosa?
3. Bagaimana penerapan Six Sigma yang baik, agar PT. Kayu Lima Sentosa dapat
menekan tingkat kegagalan dalam proses produksi multipleks?

2
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih spesifik, penulis membatasi data jumlah produksi cacat hanya
pada proses produksi lembaran vinirnya saja. Dengan periode penelitian adalah pada
tanggal 28 November sampai 18 Desember 2016

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetehui penerapan pengendalian kualitas statistic dari proses
produksi di PT. Kayu Lima Sentosa.
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab kecacatan produksi serta
faktor apakah yang menjadi penyebab utama cacatnya produksi lembaran vinir
di PT. Kayu Lima Sentosa.
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Six Sigma yang baik, agar PT. Kayu
Lima Sentosa dapat menekan tingkat kegagalan dalam proses produksi
lembaran vinir.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Bagi perusahaan : Hasil karya tulis ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang berarti bagi perusahaan dalam pengendalian kualitas produksi.
2. Bagi peneliti : Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
pengendalian kualitas yang sudah didapatkan dalam perkuliahan, serta memberi
pengetahuan dan pengalaman yang mendasar bagi mahasiswa.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Manajemen Mutu


Dalam usaha lebih memahami sistem manajemen mutu perlu dijabarkan
pengertiannya. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut :
2.1.1. Pengertian Mutu
Mutu merupakan sesuatu yang menjadikan suatu barang atau jasa yang
memiliki arti atau berharga, tergantung dari sisi mana orang memandangnya.
Pengertian mutu ditinjau dari definisi konvensional pada umumnya, yakni
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti performansi,
keandalan, mudah dalam penggunaan, dan sebagainya. Selanjutnya, pengertian
mutu ditinjau dari definisi strategis menyarankan bahwa mutu adalah segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Gasperz,
2001).
Di samping pendapat tersebut para pakar mutu telah mencoba
mendefinisikan mutu, yaitu sebagai berikut (Suardi, 2004).
1. Joseph Juran berpendapat bahwa mutu adalah kecocokan pengguna produk
(fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
2. Philip B. Crosby berpendapat bahwa mutu sebagai kesesuaian dengan apa
yang disyaratkan atau distandarkan (conformance to requirement).
3. Armand V. Fiegenbaum mendefinisikan mutu sebagai kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk atau jasa dikatakan
berkualitas apabila produk tersebut benar-benar membuat pelanggan puas.
4. Garvin menyatakan bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.

4
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa elemen yang membahas
definisi mutu yang diterima secara universal. Kemudian dari definisi tersebut dapat
dilihat beberapa persamaannya, yakni seperti berikut ini.
1. Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.

2.1.2. Pengertian Sistem Manajemen Mutu


Sistem manajemen mutu merupakan sekumpulan prosedur yang
terdokumentasi serta praktik-praktik standar untuk manajemen sistem yang
bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang/jasa)
terhadap kebutuhan dan persyaratan tertentu (Gaspersz, 2001).
Sistem manajemen mutu memberikan gambaran organisasi dalam
menerapkan praktik-praktik manajemen mutu secara konsisten untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan atau pasar. Dalam kaitan ini terdapat beberapa karakteristik
umum manajemen mutu (Gaspersz, 2001), yaitu sebagai berikut.
1. Sistem manajemen mutu berfokus pada konsistensi dari proses kerja.
Hal ini sering mencakup beberapa tingkat dokumentasi terhadap
standar-standar kerja.
2. Sistem manajemen mutu berlandaskan pada pencegahan terhadap
kesalahan-kesalahan yang akan timbul.
3. Sistem manajemen mutu mencakup elemen-elemen seperti tujuan
(objectives), pelanggan (customer), hasil-hasil (output), proses-proses
(processes), masukan-masukan (input), pemasok (suppliers), dan
pengukuran umpan balik serta umpan maju (measurements for feedback
and feedforward).
Dalam sistem manajemen mutu sering terdengar istilah quality control dan
quality assurance. Quality control adalah kegiatan teknik dan kegiatan memantau,
mengevaluasi, dan menindaklanjuti agar persayaratan yang telah ditetapkan dapat

5
tercapai, sedangkan istilah quality assurance berarti semua tindakan terencana dan
sistematis yang diterapkan, yakni untuk meyakinkan pelanggan bahwa proses hasil
kerja kontraktor akan memenuhi persyaratan. Pada saat mengontrol mutu produk
yang dihasilkan harus dipersiapkan dokumen-dokumen yang berupa panduan-
panduan kerja secara tertulis serta catatan/rekaman hasil kerja. Dalam setiap
lingkungan, pelaksanaan proses yang konsisten merupakan kunci untuk
peningkatan terus menerus yang efektif agar selalu memberikan produk
(barang/jasa) yang memenuhi harapan pelanggan atau pasar.

2.2. Gugus Kendali Mutu


2.2.1. Pengertian Pengendalian Mutu
Pengertian Pengendalian Mutu (Quality Control) menurut tiga orang ahli yang
berbeda yaitu:
1. Menurut Noor Fitrihana Definisi Quality Control (pengendalian mutu)
adalah semua usaha untuk menjamin (assurance) agar hasil dari pelaksanaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan memuaskan konsumen
(pelanggan).
2. Pengendalian kualitas (Quality Control) menentukan komponen-komponen
mana yang rusak dan menjaga agar bahan-bahan untuk produksi mendatang
jangan sampai rusak. Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen
untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan, mempertahankan
kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak
(Reksohadiprojo, 1995).
3. Kualitas secara umum adalah membuat produk atau jasa yang tepat pada
waktunya, pantas digunakan dalam lingkungan, memiliki zero defacts dan
memusakan konsumen (pond,1994).

6
2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu
Mutu ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain fungsi, wujud luar, biaya
barang dan proses pembuatan barang tersebut.
1. Fungsi suatu barang Barang dikatakan bermutu bila barang tersebut dapat
memenuhi fungsi utnuk apa barang tersebut dimaksudkan. Mutu yang
hendak dicapai seduai dengan fungsi untuk apa barang tersebut digunakan
atau dibutuhkan; tercermin pada spesifikasi dari barang tersebut seperti
kecepatan, tahan lamanya, kegunaannya, berat, mudah atau tidaknya
perawatan dan kepercayaannya.
2. Wujud luar Salah satu faktor yang penting dan sering digunakan oleh
konsumen dalam melihat suatu barang bermutu atau tidak adalah wujud luar
barang tersebut. Faktor luar yang dimaksud adalah bentuk, warna, dan desain
konsumen.
3. Biaya barang Barang yang bermutu bagus identik dengan harga barang yang
mahal, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa untuk mendapatkan
mutu yang baik dibutuhkan biaya yang lebih mahal. Namun tidak selamanya
biaya suatu barang dapat menentukan mutu barang tersebut karena adanya
inefisiensi dalam menghasilkan barang tersebut dan tingginya tingkat
keuntungan yang diambil barang tersebut.
4. Proses pembuatan Untuk mendapatkan mutu barang yan baik, maka harus
diperhatikan proses pembuatan dari barang tersebut, menyangkut waktu
pengerjaannya harus lebih lama, peralatan dan perlengkapan yang lebih
sempurna dan pekerja-pekerja yang lebih ahli dan berpengalaman.

2.2.3. Pengendalian Dan Kualitas


Mengenai arti daripada mutu atau kualitas tergantung daripada
perangkaian atau kalimat dimana istilah mutu ini dipakai dan orang yang
mempergunakannya. Menurut Gasperz (1997) mutu atau kualitas adalah ”
Kualitas adalah karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang

7
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau
segala sesuatu yang memuaskan pelanggan dan sesuai dengan persyaratan serta
kebutuhan pelanggan.” Setelah membicarakan pendapat tentang mutu, maka
selanjutnya akan dibicarakan mengenai pengertian pengendalian. Agar suatu
proses produksi berhasil dicapai, maka perlulah dibuat suatu perencanaan
produksi yang baik. Suatu rencana yang sempurna belumlah berarti dapat
dilaksanakan dengan baik, kaerna selama proses produksi berlangsung sering
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tak terduga. Oleh karena itu perlu
adanya pengendalian atas pelaksanaan tadi sehingga penyimpangan tersebut
dapat segera diketahui untuk kemudian diambil tindakan perbaikan secepatnya.
Pengendalian merupakan suatu fungsi manajemen yang bertugas untuk
mengawasi kegunaan fungsi lainnya, tujuan dari pengendalian yang terpenting
adalah mengawasi 25 apakah segala sesuatunya telah berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan atau tidak.

2.3. Pengendalian Dan Kualitas Produksi


2.3.1. Quality Control
Tujuan quality control adalah agar tidak terjadi barang yang tidak sesuai
dengan standar mutu yang diinginkan (second quality) terus-menerus dan bisa
mengendalikan, menyeleksi, menilai kualitas, sehingga konsumen merasa puas
dan perusahaan tidak rugi.
Tujuan Pengusaha menjalankan QC adalah untuk menperoleh keuntungan
dengan cara yang fleksibel dan untuk menjamin agar pelanggan merasa puas,
investasi bisa kembali, serta perusahaan mendapat keuntungan untuk jangka
panjang. Bagian pemasaran dan bagian produksi tidak perlu melaksanakan, tetapi
perlu kelancaran dengan memanfaatkan data, penelitian dan testing dengan analisa
statistik dari bagian QC yang disampaikan kepada pihak produksi untuk
mengetahui bagaimana hasil kerjanya sebagai langkah untuk perbaikan. Saat
pelaksanaan pengujian QC dan testing bila ditemukan beberapa masalah khusus,

8
perlu dibuat suatu study agar dapat digunakan untuk mengatasi masalah di bagian
produksi tersebut.
Di samping tersebut di atas tugas bagian QC yaitu jika terjadi komplain,
mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran untuk bisa diterima secara
terpisah lalu dilaporkan kepada departemen terkait untuk perbaikan proses
selanjutnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengendalian biaya (Cost Control)
Tujuannya adalah agar produk yang dihasilkan memberikan harga yang
bersaing (Competitive price)
2. Pengendalian Produksi (Production Control)
Tujuanya adalah agar proses produksi (proses pelaksanaan ban berjalan)
bisa lancar, cepat dan jumlahnya sesuai dengan rencana pencapaian target.
3. Pengendalian Standar Spesifikasi produk
Meliputi aspek kesesuaian, keindahan, kenyamanan dipakai dsb, yaitu
aspek-aspek fisik dari produk.

2.3.2. Statistic Proses Control


Suatu proses dikatakan terkendali dan dapat dipertahankan dapat
dilihat/dihitung dengan menggunakan peta kendali mutu, dimana jenis peta
kendali yang digunakan tergantung pada tipe datanya. Dalam konteks
pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1. Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung untuk keperluan
analisis. Misalnya diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen
dalam kantong., dan lain-lain.
2. Data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan
dan analisis. Misalnya ketiadaan label pada kemasan produk, banyaknya
jenis cacat pda produk, kesalahan proses administrator, dan lain-lain.
Berdasarkan kedua tipe data tersebut, maka jenis-jenis peta kendali terbagi
atas peta kendali untuk data variabel dan peta kendali untuk data atribut. Beberapa

9
peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta
kendali X dan R. 31 Sedangkan peta kendali yang termasuk dalam peta kendali
untuk data atribut adalah peta kendali p, np, c dan μ. Pada dasarnya peta kendali
digunakan untuk :
1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal?
Dengan demikian peta-peta kendali digunakan untuk mencapai suatu
keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan
range dari subsub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas
pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus
menjadi tidak ada dalam proses.
2. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil
secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses
berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas variasi proses dapat
ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kendali memiliki :
1. Garis tengah (central line), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol
ditempatkan diatas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas
(upper control limit) biasa dinotasikan sebagai UCL. Dan yang satu lagi
ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal dengan batas kontrol
bawah (lower control limits) biasa dinotasikan sebagai LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan
dari proses. Jika semua nilai-nilai ditebarkan (diplot) pada peta itu dan
berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan
tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam
keadaan terkontrol dan terkendali secara statistikal. Namun, jika nilai-nilai
yang diterbarkan pada peta itu jatuh diluar batas-batas kontrol atau
memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung

10
dianggap berada dalam keadaan diluar kontrol sehingga perlu diambil
tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.

2.3.3. Seven Quality Control Tools


2.3.3.1. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi
ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi
paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan
oleh grafik batang yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Pada
dasarnya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :
1. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
2. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari suatu
masalah itu dalam bentuk signifikan.

2.3.3.2. Histogram
Histogram merupakan salah satu alat yang membantu kita untuk
menemukan ariasi. Histogram merupakan suatu potret dari proses yang
menunjukkan :
1. Distribusi dari pengukuran
2. Frekuensi dari setiap pengukuran itu.
Dengan demikian histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk :
1. Mengkoordinasikan informasi tentang variasi dalam proses
2. Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus
pada usaha perbaikan terus-menerus.

11
2.3.4. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab
akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab itu. Pada dasarnya
diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
3. Membantu penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut

2.4. Bahan Produksi


2.4.1. Standar Mutu Bahan/Produk
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kayu lapis adalah kayu
gelondongan (log). Dalam pengadaan bahan baku gelondongan, PT.Kayu Lima
Sentosa mendatangkan kayu dari Kalimantan dan Riau. Pelaksanaannya
dipercayakan kepada perusahaan lain sebagai penyalur.
PT. Kayu Lima Sentosa hanya tinggal mengajukan pesanan kepada
pemasok, dan selanjutnya dalam waktu paling lambat tiga hari bahan baku kayu
harus sudah tiba di tempat. Setiap kali pemesanaan diperkirakan dapat memenuhi
kebutuhan produksi selama 2 minggu. Jenis dan keadaan bahan baku memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap mutu multipleks PT.Kayu Lima Sentosa.
Oleh karena itu, PT.Kayu Lima Sentosa menetapkan kebijakan bahwa untuk
lapisan permukaan kayu lapis, perusahaan lebih mengutamakan pemakaian kayu
dari jenis meranti, karena kayu ini memiliki karakteristik yang lebih baik
dibandingkan jenis kayu lainnya, baik mengenai kualitas, warna maupun corak
lembarannya. Sedangkan untuk lapisan bagian dalam yaitu length core dan cross
core, masing-masing dapat menggunakan segala jenis kayu yang umum untuk
pembuatan kayu lapis seperti meranti, bintangor, rengas, durian, mersawa,
jelutung, belau, dan lain-lain.

12
PT.Kayu Lima Sentosa menetapkan standar produk multipleks yang
diproduksi yaitu dengan ketentuan setiap jenis kayu lapis, baik yang berlapis tiga,
lima, maupun berlapis tujuh memiliki standar yang harus dipenuhi. Adapun
ketentuan tersebut adalah :
1. Kayu lapis yang berlapis tiga (triplex)
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
 Dua lapisan untuk face back atau untuk permukaan atas dan bawah kayu
lapis
 Satu lapisan cross core yang terletak di tengah-tengah lapisan kayu lapis
 Ukuran produk ini pada umumnya adalah 210 cm x 120 cm, dengan
ketebalan bervariasi 3 mm, 5,5 mm, 15 mm, dan 18 mm.
2. Kayu lapis berlapis lima
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
 Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back)
 Dua lapisan cross core yang terletak di bawah kedua lapisan face/back
 Satu lapisan length core yang terletak di tengah-tengah face/back dan
cross core di atas.
Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai 8 mm hingga
ketebalan 12 mm dengan ukuran umumnya adalah 210 cm x 90 cm
3. Kayu lapis berlapis tujuh
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
 Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back)
 Tiga lapisan cross core
 Dua lapisan length core
Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai dari 22 mm
sampai 25 mm dengan ukuran 180 cm x 120 cm.

13
2.4.2. Bahan Yang Digunakan
Adapun bahan yang digunakan oleh PT. Kayu Lima Sentosa dalam
menghasilkan produk terdiri dari bahan baku, bahan penolong, dan bahan
tambahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
2.4.2.1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi kayu lapis adalah
kayu bundar. Jenis kayu yang biasa digunakan untuk membuat kayu lapis
adalah kayu balu, bintagor, durian, jati, jelutung, jeunjing, kapur, keruing,
meranti, mersawa, rahim, renghas, semangkok, ulasan, dan kemiri..
2.4.2.2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan untuk membantu
proses produksi dan merupakan bahan yang bersifat esensial dalam membantu
meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang digunakan pada produk
kayu lapisi ini adalah:
a. Dempul, yaitu bahan yang digunakan untuk mendempul atau menambal
permukaan kayu lapis yang cacat atau retak atau berlubang
b. Gum tape, yaitu sejenis pita kertas yang pada salah satu sisinya diberi cat
perekat. Bahan ini digunakan untuk mengikat lembaran kayu yang terdiri
dari length core dan cross core agar tidak mudah koyak. Di samping itu,
juga digunakan untuk merangkai lembaran face dan back yang robek .
c. Lem, yaitu bahan yang terdiri dari bahan campuran tepung perekat,
hardener, resin dan air. Resin merupakan lem yang bentuknya seperti
santan dan tepung terigu, yang digunakan untuk merekat lapisan atau
lembaran kayu hingga berbentuk kayu lapis.
2.4.2.3. Bahan Penolong
Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan untuk membantu
proses produksi dan tidak menjadi bagian yang esensial dari suatu produk.
Bahan penolong yang digunakan untuk proses pembuatan produk ini adalah air.
Dimana air digunakan untuk mencuci kayu bundar sebelum proses

14
pembubutan. Pencucian ini penting untuk membersihkan kotoran dari kayu
bundar sehingga dapat diperiksa apakah masih ada paku atau benda keras
lainnya yang terdapat pada kayu bundar.

2.5. Tahapan Proses Produksi


Proses produksi plywood pada pabrik plywood PT. Kayu Lima Sentosa
dilakukan dengan proses kontinyu, yaitu dilakukan secara berkesinambungan antara
satu proses dengan proses lainnya. Dimulai dari proses persiapan dan pemilihan kayu,
pembubutan pada mesin dan pemotongan menjadi bagian-bagian tipis (veneer),
penyambungan (composer), perekatan (glue spreader), veener Assembly,
Pendempulan(potty), dan finishing. Tahapan proses pembuatan plywood pada
PT. Kayu Lima Sentosa ini dapat diuraikan sebagai berikut:
2.5.1. Persiapan Dan Pemilihan Log Kayu
Tahapan pertama ini terdiri dari beberapa proses, antara lain:
1. Pemotongan Kayu Gelondong (Log Cutting)
Balok-balok yang terdapat dalam tumpukan balok (log pond) mempunyai
panjang dan diameter yang berbeda. Balok-balok tersebut kemudian dipilih
sesuai mutu yang telah ditetapkan, dimana untuk lapisan face back (lapisan
atas-bawah plywood) dan length core (lapisan paling tengah plywood)
biasanya menggunakan balok yang sedikit sekali cacat dan tidak ada
busuknya, sedangkan untuk lapisan cross core (lapisan tengah plywood)
umumnya digunakan balok yang mempunyai cacat berupa retak dan sedikit
busuk. Setelah pemilihan balok dilakukan, maka balok diangkat dengan
hoist dan dimasukkan ke log conveyor yang terdapat di bagian mesin
pemotong balok untuk dilakukan pengukuran dan pemotongan ukuran balok.
Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan chain saw, yaitu gergaji
mesin bertenaga listrik.

15
2. Pengupasan Kulit Luar
Setelah balok kayu dipotong sesuai ukuran yang ditetapkan, kayu tersebut
kemudian dikirim ke mesin pengupas kulit luar dengan bantuan roller
conveyor. Proses pengupasan dilakukan oleh Mesin Debarker. Setelah kulit
luar kayu dibuang, balok kayu tersebut kemudian dibersihkan dengan
menggunakan air. Tujuan dari pembersihan adalah untuk membuang
kotoran. Apabila operator menemukan adanya benda tajam seperti paku
yang masih terdapat pada balok, maka harus segera dibersihkan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah kerusakan pada mata pisau pada saat
pembubutan. Sisa dari potongan kulit luar akan diangkut ke gudang bahan
bakar dan dijadikan sebagai bahan bakar boiler bagi keperluan produksi.
2.5.2. Pembubutan Dan Pembuatan Veneer
Batang kayu yang telah dibersihkan tersebut, kemudian diangkut ke bagian
pembubutan dengan bantuan hoist. Tujuan dari pembubutan adalah untuk
menghasilkan veneer (lembaran kayu tipis). Kegiatan pembubutan di mesin rotary
terbagi menjadi 3 kelompok kegiatan yaitu:
1. Persiapan Pisau Persiapan pisau kupas adalah tahapan yang sangat penting
sebelum proses pengupasan. Terdapat beberapa jenis sudut mata pisau yang
berbeda untuk kupas kayu yang lunak, sedang dan keras. Ditambah dengan
pembentukan sudut ganda pada pisau pengupas, dapat meningkatkan daya
tahan pisau.
2. Penentuan Titik Pusat Kayu block sebelum masuk ke mesin kupas,
dicari/ditentukan terlebih dahulu titik pusatnya. Penentuan ini menggunakan
cara :
a. Mesin penerang cahaya (projector)
b. Komputer charger.
c. Mal penentuan titik pusat bontos block.

16
3. Pembuatan Veneer
Pembuatan lembaran veneer adalah pemotongan kayu bulat menjadi
lembaran-lembaran tipis kayu. Mesin pengupas yang dipergunakan adalah
sistem rotary, dimana kayu bundar diputar dengan kecepatan tertentu pada
pisau serutan.
Adapun proses/ tahapan pembuatan veneer adalah sebagai berikut :
1. Proses Produksi Unit Log Yard
Unit log yard adalah salah satu bagian yang khusus menangani
penerimaan dan pengadaan kayu sebagai bahan baku produksi sesuai dengan
standar yang ditentukan yaitu berdiameter maksimal 48 cm dan minimal 13
cm. Lokasi unit log yard berada di luar gedung pabrik namun masih dalam
satu area pabrik. Dalam unit log yard ini adalah awal proses produksi dimana
log-log kayu akan diturunkan dari truk-truk pengangkut kemudian disusun
sesuai dengan ukuran dan dibersihkan secara kasar kulit luarnya sebelum
dimasukan ke dalam unit log pool.
2. Proses Produksi Unit Log Pool
Bagian dimana log-log kayu tersebut dicuci dan dibersihkan dari kulit
kayu, kerikil atau batu, dan paku atau pasak. Pada bagian log pool, log-log
kayu tersebut akan dimasukan ke dalam kolam air kemudian kayu
dibersihkan secara lebih teliti menggunakan pisau agar kayu benar-benar
bersih untuk kemudian dimasukan ke dalam mesin Rotary.
3. Proses Produksi Unit Rotary
Pada bagian unit rotary adalah proses pemotongan log kayu yang sudah
bersih menjadi lembaran-lembaran tipis (veneer) sesuai ukuran tebal yang
sudah ditentukan.
4. Proses Produksi Unit Green Veneer
Unit Green Veneer adalah bagian yang khusus memotong lembaran
veneer sesuai dengan ukuran yang ditentukan oleh pabrik.
5. Proses Produksi Unit Press Dryer

17
Pada bagian unit press dryer adalah proses pengeringan veneer dengan
cara memasukan beberapa lembaran veneer ke dalam mesin menggunakan
alat dorong, kemudian setelah lembaran veneer tersebut telah berada di
dalam mesin maka operator akan mengaktifkan dan mengoprasikan mesin
kontrol untuk mengatur suhu dan lama waktu pengeringan agar mendapat
hasil yang baik.
6. Proses Produksi Unit Repair Core
Pada bagian ini adalah tahap terakhir dimana karyawan yang bertugas
di unit repair core ini menghitung dan mengecek kembali veneer yang telah
jadi dan jika masih ada veneer dengan kondisi tidak layak maka akan
diperbaiki.
2.5.3. Penyambungan (Composer)
Pada proses penyambungan, lembaran-lembaran kayu ini mengalami proses
pensortiran dan setting. Pada proses penyortiran dilakukan persiapan pekerjaan
untuk cross core yang dilakukan pada bagian hand clipper, sedangkan face back
dan length core dilakukan pada bagian taping. Bagian taping adalah bagian yang
memperbaiki kayu yang koyak dengan kertas lem.
2.5.4. Perekatan (Glue Spreader)
Pada bagian ini terjadi proses perekatan lembaran satu terhadap lembaran
lainnya. Dalam hal posisi ini dari lembaran yang direkat harus tegak lurus satu sama
lainnya. Hal ini bertujuan untuk menambah kekuatan produk yang dihasilkan.
Operasi perakitan dan perekatan lembaran-lembaran ini dilakukan pada mesin glue
spreader.
Bagian utama dari mesin glue spreader ini terdiri dari dua rubber roll dan dua
doctor roll. Fungsi doctor roll adalah sebagai roll distribusi perekat (glue) di
permukaan roll karet. Doctor roll terletak pada posisi input sedangkan rubber roll
terdapat pada posisi output. Proses kerja alat ini adalah sebagai berikut:
a. Cross Core didorong masuk diantara kedua rubber roll sehingga kedua
permukaan cross core dilumuri oleh perekat yang keluar dari roll

18
b. Cross core yang telah diberi perekat melalui conveyor diteruskan ke sisi kanan
operator (daerah perakitan) dan disatukan.

2.5.5. Pengepresan (Veneer Assembly)


a. Cold Press Pallet yang berisi lembaran kayu lapis hasil pengerjaan pada mesin
glue spreader kemudian dibawa ke mesin press dingin dengan cara
mendorongnya melalui rel-rel yang telah disediakan. Lembaran-lembaran
tersebut disusun pada mesin press dingin sampai ketinggian tertentu diman
mesin ini dapat melakukan penekanan maksimal kurang lebih 100 cm.. Pada
mesin ini, susunan lembaran kayu lapis tersebut mendapat tekanan mencapai
kurang lebih 145 kg/cm2 dan kurang lebih 175 kg/cm2. Setelah itu, lembaran-
lembaran kayu lapis tersebut diperiksa dan diperbaiki jika ada kemungkinan
terjadi cacat pada lembaran-lembaran tersebut. Sedangkan melalui hasil
pemeriksaan dan perbaikan, kemudian panel tersebut dibawa ke bagian press
panas (hot press) dengan cara mendorongnya melalui rel yang telah disediakan.
b. Press Panas (Hot Press) Panel yang berasal dari mesin press dingin kemudian
dimasukkan ke dalam tray pada mesin press panas. Tray pada mesin ini terdiri
dari lembaran-lembaran baja berongga, yang kemudian akan saling menekan
satu sama lainnya secara otomatis. Bila ronga-rongga tersebut telah diisi dengan
lembaran-lembaran kayu lapis atau panel yang akan dipress panas, kemudian
proses pemanasan dan penekanan akan berjalan sekaligus. Temperatur pemanas
yang digunakan pada mesin press adalah 115oC-130oC sedangkan tekanan dan
lamanya press tergantung pada ketebalan kayu lapis yang akan dipress. Untuk
tekanan umumnya berkisar antara 145 kg/cm3 dan 175 kg/cm3. Tujuan press
panas ini adalah untuk mengeringkan perekat yang ada pada lembaran-
lembaran kayu lapis sambil merapatkan panel-panel tersebut.
2.5.6. Pendempulan (Putty)
Pada bagian ini akan dilakukan pendempulan di mana tujuannya untuk
memperbaiki lagi kecacatan dari bagian press panas, seperti press sampah, retak,

19
daun timpa, daun kurang, bolong, dan lekang ujung. Dempul harus padat, kalau
tidak padat akan mengakibatkan penyusutan.

2.5.7. Finishing
a. Pemotongan Sisi (Sizing) Sizing adalah pemotongan sesuai dengan ukuran
melalui peralatan pemotong (mesin potong). Panel hasil rakitan masih memiliki
ukuran lebih besar dari produk, sehingga perlu dipotong sesuai
ukuranPemotongan dilakukan dengan memakai gergaji ganda (double sizer),
yang memotong sisi panjang dan pendek. Pertama-tama, lembaran-lembaran
kayu lapis yang tertumpuk pada pallet diletakkan satu per satu di atas flat belt
conveyor secara manual, selanjutnya oleh conveyor tersebut diteruskan ke
double sizer yaitu pemotongan sisi panjang dan lebar. Ukuran potongan yang
dihasilkan adalah 122 cm x 244 cm.
b. (Sandering) Sandering adalah proses pelicinan permukaan hasil potongan
sehingga dapat menghasilkan kayu lapis dengan mutu yang baik. Di sini proses
penghalusan juga berlangsung otomatis. Lembaran-lembaran kayu lapis yang
keluar dari mesin sander akan disusun diatas pallet yang dilakukan secara
manual.

20
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Rencana Jadwal Kegiatan


3.2.1. Risalah GKM
Perusahaan : PT. Kayu Lima Sentosa (PT. KLS)
Cabang/Bagian : Veener (Proses pemotongan kayu menjadi
lembaran-lembaran tipis)
Nama GKM : Vinir Multipleks QCC
GKM dibentuk pada : 27 November 2016 (dengan total 10 kali
pertemuan)
Tema : Pengendalian Kualitas Hasil Lembaran Vinir
Multipleks
Ketua Gugus : Muhammad Idam Khawaij
Anggota : Unggul Satria Aji BP
Langgeng Gitiarso
Muhammad Theo Saputra
Aji Pujiawan
Kehadiran Rata-rata : 98 %

21
Rencana Jadwal Kegiatan :

Tabel 3.1. Rencana Jadwal Kegiatan


JADWAL RENCANA : KENYATAAN

28 November – 18 Desember
LANGKAH
KEGIATAN 28 1 5 6 8 10 12 14 16 18
Nov Des Des Des Des Des Des Des Des Des
Menentukan Tema,
Persoalan Objek
Observasi
Mendapatkan Fakta
dan Data Observasi
Membahas Penyebab
Utama
Menentukan Rencana
dan Target
Rencana Tindakan

Kesimpulan

22
3.2. Diagram Proses Produksi
Gambar 3.1. Diagram Proses Produksi

Tahap yang akan diteliti

23
3.3. Analisis Deskriptif
3.4.1. Histogram
Gambar 3.2. Histogram Jumlah Kecacatan Vinir Multipleks

VINIR MULTIPLEKS CACAT


374
Jumlah cacat

201

109
94

29 28

Log Yard Log Pool Rotary Green Press Repair


Veneer Dryer Core
jenis cacat

Dari histogram diatas dapat diketahui jika jumlah kecacatan terbesar


berada pada proses rotary (pemotongan kayu menjadi lembaran-lembaran
tipis)

24
3.4.2. Pareto Chart
Gambar 3.3. Pareto Chart Jumlah Kecacatan Veneer

Pareto Chart of Veneer Cacat


900
100
800
700
80
600

Percent
Jumlah

500 60
400
40
300
200
20
100
0 0
Veneer Cacat ry r r ol rd r
ta ee ye Po Ya he
Ro en Dr g g Ot
V ss Lo Lo
n e
ee Pr
Gr
Jumlah 374 201 109 94 29 28
Percent 44,8 24,1 13,1 11,3 3,5 3,4
Cum % 44,8 68,9 81,9 93,2 96,6 100,0

Berdasarkan output diatas dapat dijelaskan bahwa banyaknya Veneer dengan


jenis kecatacatan Rotary sebanyak 374 buah, dengan persentase kecacatan sebesar
44,8%, kecacatan jenis ini merupakan kecacatan paling besar sehingga perlunya
perhatian lebih dari perusahaan agar kecacatan pada produk dapat terminimalisir.
Kecacatan pada Green Veneer sebanyak 201 buah, dengan persentase kecacatan
sebesar 24,1% merupakan jenis kecacatan yang juga perlu diperhatikan oleh
perusahaan karena memiliki tingkat kecacatan yang relatif tinggi. Kecacatan pada
Press Dryer dan Log Pool masing-masing sebanyak 109 buah atau 13,1%, dan
sebanyak 94 buah atau 11,3%. Semntara kecacatan pada Log Yard sebanyak 29 buah,
dengan persentase kecacatan sebesar 3,5%. Dan kecacatan lain-lain sebanyak 28
buah, dengan persentase kecacatan sebesar 3,4%.

25
3.4. Menentukan Prioritas Masalah
3.5.1. Tahap Analisis Masalah (Penentuan Sebab Kecacatan Produksi)
Masalah-masalah penyebab kecacatan produksi veneer dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Pada analis deskriptif diketahui jika jumlah
kecacatan terbesar berada pada proses rotary, dimana proses rotary
merupakan proses pemotongan log kayu yang sudah bersih menjadi
lembaran-lembaran tipis (veneer) sesuai ukuran tebal yang sudah ditentukan.
Sehingga dapat dikatakan jika penyebab utama kecacatan produksi berada
pada alat yang digunakan pada proses rorary (dalam hal ini adalah mesin
pemotong/ cutting).
Faktor- faktor lain penyebab kecacatan produksi veneer antara lain
adalah faktor lingkungan, metode yang digunakan, mesin, material (bahan)
dan manusia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram sebab akibat
pada gambar 3.4.

3.5.2. Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat digunakan untuk menggambarkan
Tabel 3.2. Faktor Penyebab Kecacatan Produksi

Lingkungan Metode Mesin Material Manusia


Ruangan Kerja Kurang Mata Pisau Berongga/tidak Skill Kurang
Kotor Pemantauan tumpul padat
Kurang Kurang Pelumasan Salah Setting Ketidaktelitian
Komunikasi Instruksi Tidak di cek Ketebalan dan kelalaian
Antar Kerja Secara Berkala pekerja
Karyawan
Kebisingan Bagian Kurangnya Salah Dimensi Penanganan
Inspection Maintenance Pengukuran produk tidak
Kurang Teliti sesuai
Kualitas Kurang
Bahan Baku Pengalaman
Rendah

26
Gambar 3.4 Fishbone Penyebab Kecacatan Produksi

Berdasarkan output diagram sebab-akibat dapat diidentifikasi bahwa


terdapat 5 faktor penyebab terjadinya masalah kecacatan pada proses produksi.
Faktor penyebab yang pertama adalah lingkungan dengan bagian-bagiannya yaitu
ruangan kerja kotor, kurang komunikasi kerja antar karyawan dan kebisingan.
Faktor penyebab yang kedua yaitu metode dengan bagian-bagiannya yaitu
kurangnya pengawasan, kurangnya instruksi kerja, dan bagian inspeksi kurang
teliti. Faktor penyebab yang ketiga adalah mesin dengan bagian-bagiannya yaitu
mata pisau tumpul , pelumasan tidak dicek secara berkala, dan kurangnya
maintenance. Faktor penyebab yang keempat adalah material dengan bagian-
bagiannya yaitu berongga/tidak padat, salah setting ketebalan, salah dimensi ukur,
dan kualitas bahan baku rendah. Dan faktor penyebab yang kelima adalah manusia

27
dengan bagian-bagiannya yaitu skill kurang, ketidaktelitian dan kelalaian pekerja,
penanganan produk tidak sesuai dan kurangnya pengalaman.

3.5.3. Tahap Perbaikan


Tabel 3.3. Tahap Perbaikan

Lingkungan Metode Mesin Material Manusia


Menjaga Pengawasan Mengganti Mata Pemeriksaan Program On
Kebersihan diperketat Pisau Bahan The Job
sebelum dan Training
sesudah bekerja
Interaksi Instruksi kerja Pelumusan secara Pemeriksaan Pengawasan,
Berjalan Baik Menggunakan periodik/berkala Setting Rambu Safety
Jobdesk/Worksheet Ketebalan First
Menggunakan Bagian Inspeksi Peningkatan Kalibrasi/ penempatan
APD (Ear Plug) Lebih Teliti, ada Maintenance Penggunaan pekerja
checksheet alat Ukur
digital
Kualitas Bahan program
Baku sesuai pelatihan
Standar

28
Gambar 3.5. Fishbone Pencegah Kecacatan Produksi

Berdasarkan output diagram sebab-akibat dapat diidentifikasi


solusi dalam mencegah kecacatan pada proses produksi. Pada sektor
lingkungan dapat ditangani dengan lebih menjaga kebersihan sebelum dan
sesudah bekerja, interaksi antar karyawan berjalan baik, dan menggunakan
APD (Earplug). Pada sektor metode dapat ditangani dengan lebih
diperketatnya pengawasan, instruksi kerja menggunakan
jobdesk/worksheet, dan bagian Inspeksi lebih teliti dengan pembuatan
checksheet dalam melakukan pemeriksaan. Pada sektor mesin dapat
ditangani dengan mengganti mata pisau, pelumusan secara periodik, dan
peningkatan perawatan. Pada sektor material dapat ditangani dengan
pemeriksaan bahan, pemeriksaan setting ketebalan, kalibrasi/ penggunan

29
alat ukur digitasl, kualitas bahan baku sesuai standar. Dan pada sektor
manusia dapat ditangani dengan program On The Bob Training, .

3.5. Rencana Tindakan (Mendefinisikan Masalah, Penyebab, dan Tindakan)


Tabel 3.4. Rencana Dan Tindakan
No Masalah Penyebab Tindakan
1. Pemotongan tidak Tumpulnya mata Mengganti mata pisau
sempurna pisau
2. Kotoran pada mesin Mesin kurang Melakukan perawatan dan
pemotong terbawa perawatan pembersihan secara berkala
kedalam proses produksi
3. Mesin sering stop Pelumusan tidak Melakukan pelumusan
maksimal minimal 3 kali dalam sehari
4. Pemotongan veneer tidak Kayu yang Lebih selektif dalam
memenuhi standar digunakan kualitas melakukakn pemilihan
rendah (busuk, bahan baku
berrongga)
5. Ada produksi veneer yang Pengawasan kurang Lebih meningkatkan
kurang memenuhi standar teliti pengawasan
tetapi masuk ke tahap
selanjutnya sehingga
produk cacat baru diketahui
setelah produk tersebut
jadi.
6. Keterlambatan produksi Kurangnya Lebih meningkatkan
koordinasi fungsi koordinasi antar pekerja
produksi pekerja
yang mengerjakan
bagian awal dengan
bagian selanjutnya

30
3.6. Pengendalian Kualitas Produksi
3.7.1. Penentuan Peta Kendali Proporsi Kecacatan
Gambar 3.6. Peta Kendali Proporsi

P Chart of Veneer Cacat


0,12
UCL=0,1158

0,10

_
0,08 P=0,0795
Proportion

0,06

LCL=0,0432
0,04

0,02 1 1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
Sample

Berdasarkan gambar peta pengendalian di atas diketahui nilai rata-rata


𝑝( ̅𝑝 ) adalah 0.0795 serta nilai batas kendali atas (upper control limit) sebesar
0.1158 dan nilai batas kendali bawah (lower control limit) sebesar 0.0432 nilai
tersebut merupakan patokan untuk menentukan suatu proses dalam batas
kendali.
Dari peta pengendali diatas dapat dilihat jika terdapat dua titik yang masih
berada diluar batas pengendalian, yaitu berada pada titik ke-17 dan titikke-19.
Hal ini menunjukan jika peta kendali untuk periode yang diteliti masih belum
terkendali. Karena peta pengendali belum terkendali secara statistik maka
tindakan perbaikan yang dapat dilakukan dengan cara menghilangkan data
yang berada di luar batas pengendali kemudian dilakukan pengolahan kembali

31
sehingga diperoleh hasil peta pengendali yang baru. Berikut hasil peta
pengendali p setelah perbaikan:

Gambar 3.7. Peta Kendali Proporsi (In-Control)

P Chart of Vener cacat


0.13
UCL=0.12286
0.12

0.11

0.10
Proportion

0.09 _
P=0.08537
0.08

0.07

0.06

0.05 LCL=0.04788
0.04
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Sample

Dapat dilihat dari output di atas bahwa sudah tidak ada titik yang berada
di luar batas pengendali, sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan lagi. Hal ini
menjelaskan bahwa data telah terkendali dengan batas kendali atas (upper
control limit) sebesar 0.12286, rata-rata ( 𝑝 = 𝑝̅ ) sebesar 0.08537 dan batas
kendali bawah (lower control limit) sebesar 0.04788, dan peta pengendali ini
yang digunakan sebagai perencanaan pengendalian kualitas proses statistik data
atribut untuk periode mendatang.

32
3.7.2. Menentukan Nilai DPO dan DPMO
Tabel 3.5. Penghitungan Nilai DPO dan DPMO
No Tanggal Produks Jenis Kecacatan Total DPMO Level
i Veneer Log Log Rotary Green Press Repair Veneer
Yard Pool Veneer Dryer Core Cacat Sigma

1 11/28/2016 20000 1 4 18 8 2 1 34 352.9412 4.887284159


2 11/29/2016 15000 1 3 14 18 7 2 45 266.6667 4.963431014
3 11/30/2016 20000 2 7 16 18 10 3 56 214.2857 5.021834611
4 12/01/2016 20000 1 3 19 15 6 1 45 266.6667 4.963431014
5 12/02/2016 20000 1 6 15 15 7 1 45 266.6667 4.963431014
6 12/03/2016 20000 2 5 15 7 3 2 34 352.9412 4.887284159
7 12/04/2016 15000 2 7 25 7 2 2 45 266.6667 4.963431014
8 12/05/2016 20000 1 5 10 14 3 1 34 352.9412 4.887284159
9 12/06/2016 20000 1 5 14 14 10 1 45 266.6667 4.963431014
10 12/07/2016 20000 2 4 18 16 3 2 45 266.6667 4.963431014
11 12/08/2016 20000 2 5 34 2 1 1 45 266.6667 4.963431014

12 12/09/2016 20000 1 5 16 9 12 2 45 266.6667 4.963431014


13 12/10/2016 15000 1 4 17 13 9 1 45 266.6667 4.963431014
14 12/11/2016 20000 1 3 26 10 4 1 45 266.6667 4.963431014
15 12/12/2016 20000 1 4 19 7 2 1 34 352.9412 4.887284159
16 12/13/2016 20000 1 3 29 8 3 1 45 266.6667 4.963431014
17 12/14/2016 20000 2 3 2 2 2 1 12 1000 4.590232306
18 12/15/2016 20000 1 4 19 4 16 1 45 266.6667 4.963431014
19 12/16/2016 15000 1 3 5 1 1 1 12 1000 4.590232306
20 12/16/2016 20000 2 5 28 5 4 1 45 266.6667 4.963431014
21 12/17/2016 20000 2 6 15 8 2 1 34 352.9412 4.887284159
Total 400000 29 94 374 201 109 28 835 7445.66 103.1633232
Rata-Rata 19047.6 1.38 4.47 17.81 9.57 5.19 1.33 39.76 354.5 4.9125392

33
Dari hasil perhitungan nilai DPMO dapat dikatakan bahwa proses produksi
perusahaan memiliki kapabilitas proses yang baik. Nilai DPMO pada 28 November
2016 sebesar 352,9412 dapat diinterprestasikan bahwa dari sejuta kesempatan yang
ada akan terdapat 352,9412 kemungkinan bahwa proses produksi itu tidak mampu
memenuhi toleransi yang ditetapkan perusahaan. Nilai sigma pada proses produksi
tersebut juga relatif besar yaitu 4,8872284159, nilai ini jauh di atas nilai minimal
target six sigma yaitu 3,4 kecacatan per satu juta peluang.
Pada proses produksi di hari berikutnya yaitu 29 November 2016 nilai
DPMO sebesar 266,6667 kecacatan per satu juta peluang dan nilai DPMO ini jauh
di atas target Six Sigma, dimana target Six Sigma adalah 3,4 kecacatan per satu juta
peluang sedangkan pada proses produksi tersebut diperoleh nilai six sigma yaitu
sebesar 4,963431014. Begitu pula dengan proses produksi di hari-hari berikutnya,
dimana nilai six sigma yang diperoleh berkisar 4,8 sampai 5 sigma yaitu pada
produksi 30 November 2016.
Rata-rata nilai DPMO selama tiga minggu produksi adalah sebesar 354,5552
yang dapat diinterpretasikan bahwa dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat
354,5552 kemungkinan bahwa proses produksi itu tidak mampu memenuhi toleransi
yang ditetapkan perusahaan. Rata-rata nilai sigma selama tiga minggu produksi
adalah sebesar 4,9125392, artinya level sigma yang telah dicapai perusahaan berada
di atas nilai minimal target six sigma yaitu sebesar 3,4 kecacatan per satu juta
peluang. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi perusahaan memiliki
kapabilitas proses yang baik. Atau dengan kata lain perusahaan telah cukup
kompetitif karena telah berada pada level 4,9 sigma dengan tingkat presentase yang
memenuhi spesifikasi di atas 99%.

34
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Secara umum penerapan pengendalian kualitas stasistik dari proses produksi
di PT. Kayu Lima Sentosa sudah terkendali dengan baik.
2. Penyebab kecacatan produksi pada PT. Kayu Lima Sentosa antara lain
dikarenakan oleh faktor manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode.
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah cacat terbanyak berada pada proses
Rotary (Cutting/pemotongan kayu menjadi lembaran-lembaran tipis)
sehingga penyebab kecacatan produksi diindikasikan berada pada mesin
pemotong dan material (bahan) yang digunakan.
3. Penerapan metode Six Sigma pada PT. Kayu Lima Sentosa telah berjalan
dengan baik, terbukti dari rata-rata nilai sigma yang diperoleh selama
periode pengamatan 4,912 yang artinya level sigma yang telah dicapai
perusahaan berada di atas nilai minimal target six sigma yaitu sebesar 3,4
kecacatan per satu juta peluang. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses
produksi perusahaan memiliki kapabilitas proses yang baik. Atau dengan
kata lain perusahaan telah cukup kompetitif karena telah berada pada level
4,9 sigma dengan tingkat persentase yang memenuhi spesifikasi di atas 99%.

4.2. Saran
Saran yang dapat diajukan kepada PT. Kayu Lima Sentosa adalah perlu
adanya pemeriksaan dan penggantian mata pisau secara berkala terhadap mesin-
mesin yang digunakan pada tahapan proses produksi sehingga dapat menekan
angka kecacatan produksi.

35
Daftar Pustaka

Ariani, DW. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik Pendekatan Kuantitatif Dalam


Managemen Kualitas. Yokyakarta : ANDI
Colemen M & Bush T, 2011, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan,
Yogyakarta.
Diana Anastasia & C. Tjipto F, 2006, Total Quality Management,Yogyakarta, Andi
Offset.

Hidayat, Eko W. 2014. Vinir Slicing dan Proses Pengolahannya, diunduh dari:
http://www.tentangkayu.com/2008/04/vinir-slicing-dan-proses-
pengolahannya.html diakses pada 29 November 2016

IRCISOD. Arcaro S. Jerome, 2010, Pendidikan Berbasis Mutu, Yogyakarta, Pustaka


Pelajar.

Montgomery, D.C. 1993. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik.( alih bahasa oleh
Prof. Dr. Zanzawi Soejati, MSC) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwanto, Hendra. 2013. Referensi Manajemen Kualitas. Yogyakarta :


Ngemplak.Sleman,Yogyakarta. https://sites.google.com/site/kelolakualitas/p-
Chart. diakses pada 29 November 2016

36

Anda mungkin juga menyukai