Dibuat oleh:
Puji syukur kehadirat Allah (Tuhan Yang Maha Esa) karena dengan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen
Mutu.
Makalah ini berisi tentang pembahasan mengenai pengendalian kualitas
hasil lembaran vinir multipleks di PT. Kayu Lima Sentosa. Data pada penelitian ini
merupakan data kecacatan dari proses produksi yang diperoleh dari PT. Kayu Lima
Sentosa. Dari data tersebut selanjutnya akan dianalisis dan dibuat peta pengendalian
produksi sehingga jika terjadi penyimpangan pada tahapan proses produksi
langsung dapat diperbaiki dan dapat digunakan untuk perbaikan pada produksi yang
akan datang sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas bebas dari
kerusakan dan kecacatan.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita dan dapat dijadikan
referensi untuk pembelajaran, serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Keberhasilan penulisan makalah
ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Imam Sodikin, S.T, M.T., selaku dosen mata kuliah Manajemen Mutu.
2. Pihak PT. Kayu Lima Sentosa atas kerja sama dalam pengambilan data.
3. Teman-teman yang memberikan inspirasi dan menyemangati penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengaharapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
2.4.2. Bahan Yang Digunakan ................................................. 13
2.4.2.1. Bahan Baku ........................................................... 13
2.4.2.2. Bahan Tambahan ................................................... 14
2.4.2.3. Bahan Penolong .................................................... 14
2.5. Tahapan Proses Produksi .............................................................. 15
BAB IV KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan.................................................................................... 35
4.2. Saran ...................................................................................... 35
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDHULUAN
1
terhadap produk tersebut, karena tanpa adanya pengendalian kualitas produk akan
menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan, karena penyimpangan-
penyimpangan tidak diketahui sehingga perbaikan tidak dapat dilakukan dan akhirnya
terjadi penyimpangan yang berlanjut. Sebaliknya apabila sebuah perusahaan memiliki
pengendalian kualitas produk yang baik maka jika terjadi penyimpangan dalam setiap
produksi langsung dapat diperbaiki dan dapat digunakan untuk perbaikan proses
produksi yang akan datang.
Usaha untuk menjaga kualitas agar tetap baik dan memperkecil jumlah cacat
produk dilaksanakan dengan suatu sistem pengendalian kualitas statistik yang
merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor,
mengendalikan, menganalisis, mengelola dan memperbaiki produk dan proses
menggunakan metode-metode statistik. Dalam menerapkan konsep pengendalian
kualitas statistik tersebut diadakan penelitian di PT. Kayu Lima Sentosa Magelang.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah penerapan
pengendalian kualitas statistik pada proses produksi multipleks telah efektif atau belum
dalam mengontrol produksinya, oleh karena itu penulis mengambil judul
PENGENDALIAN KUALITAS HASIL LEMBARAN VINIR MULTIPLEKS
DI PT. KAYU LIMA SENTOSA.
2
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih spesifik, penulis membatasi data jumlah produksi cacat hanya
pada proses produksi lembaran vinirnya saja. Dengan periode penelitian adalah pada
tanggal 28 November sampai 18 Desember 2016
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa elemen yang membahas
definisi mutu yang diterima secara universal. Kemudian dari definisi tersebut dapat
dilihat beberapa persamaannya, yakni seperti berikut ini.
1. Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.
5
tercapai, sedangkan istilah quality assurance berarti semua tindakan terencana dan
sistematis yang diterapkan, yakni untuk meyakinkan pelanggan bahwa proses hasil
kerja kontraktor akan memenuhi persyaratan. Pada saat mengontrol mutu produk
yang dihasilkan harus dipersiapkan dokumen-dokumen yang berupa panduan-
panduan kerja secara tertulis serta catatan/rekaman hasil kerja. Dalam setiap
lingkungan, pelaksanaan proses yang konsisten merupakan kunci untuk
peningkatan terus menerus yang efektif agar selalu memberikan produk
(barang/jasa) yang memenuhi harapan pelanggan atau pasar.
6
2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu
Mutu ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain fungsi, wujud luar, biaya
barang dan proses pembuatan barang tersebut.
1. Fungsi suatu barang Barang dikatakan bermutu bila barang tersebut dapat
memenuhi fungsi utnuk apa barang tersebut dimaksudkan. Mutu yang
hendak dicapai seduai dengan fungsi untuk apa barang tersebut digunakan
atau dibutuhkan; tercermin pada spesifikasi dari barang tersebut seperti
kecepatan, tahan lamanya, kegunaannya, berat, mudah atau tidaknya
perawatan dan kepercayaannya.
2. Wujud luar Salah satu faktor yang penting dan sering digunakan oleh
konsumen dalam melihat suatu barang bermutu atau tidak adalah wujud luar
barang tersebut. Faktor luar yang dimaksud adalah bentuk, warna, dan desain
konsumen.
3. Biaya barang Barang yang bermutu bagus identik dengan harga barang yang
mahal, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa untuk mendapatkan
mutu yang baik dibutuhkan biaya yang lebih mahal. Namun tidak selamanya
biaya suatu barang dapat menentukan mutu barang tersebut karena adanya
inefisiensi dalam menghasilkan barang tersebut dan tingginya tingkat
keuntungan yang diambil barang tersebut.
4. Proses pembuatan Untuk mendapatkan mutu barang yan baik, maka harus
diperhatikan proses pembuatan dari barang tersebut, menyangkut waktu
pengerjaannya harus lebih lama, peralatan dan perlengkapan yang lebih
sempurna dan pekerja-pekerja yang lebih ahli dan berpengalaman.
7
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau
segala sesuatu yang memuaskan pelanggan dan sesuai dengan persyaratan serta
kebutuhan pelanggan.” Setelah membicarakan pendapat tentang mutu, maka
selanjutnya akan dibicarakan mengenai pengertian pengendalian. Agar suatu
proses produksi berhasil dicapai, maka perlulah dibuat suatu perencanaan
produksi yang baik. Suatu rencana yang sempurna belumlah berarti dapat
dilaksanakan dengan baik, kaerna selama proses produksi berlangsung sering
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tak terduga. Oleh karena itu perlu
adanya pengendalian atas pelaksanaan tadi sehingga penyimpangan tersebut
dapat segera diketahui untuk kemudian diambil tindakan perbaikan secepatnya.
Pengendalian merupakan suatu fungsi manajemen yang bertugas untuk
mengawasi kegunaan fungsi lainnya, tujuan dari pengendalian yang terpenting
adalah mengawasi 25 apakah segala sesuatunya telah berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan atau tidak.
8
perlu dibuat suatu study agar dapat digunakan untuk mengatasi masalah di bagian
produksi tersebut.
Di samping tersebut di atas tugas bagian QC yaitu jika terjadi komplain,
mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran untuk bisa diterima secara
terpisah lalu dilaporkan kepada departemen terkait untuk perbaikan proses
selanjutnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengendalian biaya (Cost Control)
Tujuannya adalah agar produk yang dihasilkan memberikan harga yang
bersaing (Competitive price)
2. Pengendalian Produksi (Production Control)
Tujuanya adalah agar proses produksi (proses pelaksanaan ban berjalan)
bisa lancar, cepat dan jumlahnya sesuai dengan rencana pencapaian target.
3. Pengendalian Standar Spesifikasi produk
Meliputi aspek kesesuaian, keindahan, kenyamanan dipakai dsb, yaitu
aspek-aspek fisik dari produk.
9
peta kendali yang termasuk dalam peta kendali untuk data variabel adalah peta
kendali X dan R. 31 Sedangkan peta kendali yang termasuk dalam peta kendali
untuk data atribut adalah peta kendali p, np, c dan μ. Pada dasarnya peta kendali
digunakan untuk :
1. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal?
Dengan demikian peta-peta kendali digunakan untuk mencapai suatu
keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan
range dari subsub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas
pengendalian (control limits), oleh karena itu variasi penyebab khusus
menjadi tidak ada dalam proses.
2. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil
secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.
3. Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses
berada dalam pengendalian statistikal, batas-batas variasi proses dapat
ditentukan.
Pada dasarnya setiap peta kendali memiliki :
1. Garis tengah (central line), yang biasa dinotasikan sebagai CL.
2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol
ditempatkan diatas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas
(upper control limit) biasa dinotasikan sebagai UCL. Dan yang satu lagi
ditempatkan dibawah garis tengah yang dikenal dengan batas kontrol
bawah (lower control limits) biasa dinotasikan sebagai LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan
dari proses. Jika semua nilai-nilai ditebarkan (diplot) pada peta itu dan
berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan
tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam
keadaan terkontrol dan terkendali secara statistikal. Namun, jika nilai-nilai
yang diterbarkan pada peta itu jatuh diluar batas-batas kontrol atau
memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung
10
dianggap berada dalam keadaan diluar kontrol sehingga perlu diambil
tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.
2.3.3.2. Histogram
Histogram merupakan salah satu alat yang membantu kita untuk
menemukan ariasi. Histogram merupakan suatu potret dari proses yang
menunjukkan :
1. Distribusi dari pengukuran
2. Frekuensi dari setiap pengukuran itu.
Dengan demikian histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk :
1. Mengkoordinasikan informasi tentang variasi dalam proses
2. Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang berfokus
pada usaha perbaikan terus-menerus.
11
2.3.4. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab
akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab itu. Pada dasarnya
diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
3. Membantu penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut
12
PT.Kayu Lima Sentosa menetapkan standar produk multipleks yang
diproduksi yaitu dengan ketentuan setiap jenis kayu lapis, baik yang berlapis tiga,
lima, maupun berlapis tujuh memiliki standar yang harus dipenuhi. Adapun
ketentuan tersebut adalah :
1. Kayu lapis yang berlapis tiga (triplex)
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
Dua lapisan untuk face back atau untuk permukaan atas dan bawah kayu
lapis
Satu lapisan cross core yang terletak di tengah-tengah lapisan kayu lapis
Ukuran produk ini pada umumnya adalah 210 cm x 120 cm, dengan
ketebalan bervariasi 3 mm, 5,5 mm, 15 mm, dan 18 mm.
2. Kayu lapis berlapis lima
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back)
Dua lapisan cross core yang terletak di bawah kedua lapisan face/back
Satu lapisan length core yang terletak di tengah-tengah face/back dan
cross core di atas.
Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai 8 mm hingga
ketebalan 12 mm dengan ukuran umumnya adalah 210 cm x 90 cm
3. Kayu lapis berlapis tujuh
Lapisan yang terdapat pada kayu lapis ini terdiri dari:
Dua lapisan untuk permukaan atas (face) dan bawah (back)
Tiga lapisan cross core
Dua lapisan length core
Jenis kayu lapis ini diproduksi untuk ukuran ketebalan mulai dari 22 mm
sampai 25 mm dengan ukuran 180 cm x 120 cm.
13
2.4.2. Bahan Yang Digunakan
Adapun bahan yang digunakan oleh PT. Kayu Lima Sentosa dalam
menghasilkan produk terdiri dari bahan baku, bahan penolong, dan bahan
tambahan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
2.4.2.1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi kayu lapis adalah
kayu bundar. Jenis kayu yang biasa digunakan untuk membuat kayu lapis
adalah kayu balu, bintagor, durian, jati, jelutung, jeunjing, kapur, keruing,
meranti, mersawa, rahim, renghas, semangkok, ulasan, dan kemiri..
2.4.2.2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan untuk membantu
proses produksi dan merupakan bahan yang bersifat esensial dalam membantu
meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang digunakan pada produk
kayu lapisi ini adalah:
a. Dempul, yaitu bahan yang digunakan untuk mendempul atau menambal
permukaan kayu lapis yang cacat atau retak atau berlubang
b. Gum tape, yaitu sejenis pita kertas yang pada salah satu sisinya diberi cat
perekat. Bahan ini digunakan untuk mengikat lembaran kayu yang terdiri
dari length core dan cross core agar tidak mudah koyak. Di samping itu,
juga digunakan untuk merangkai lembaran face dan back yang robek .
c. Lem, yaitu bahan yang terdiri dari bahan campuran tepung perekat,
hardener, resin dan air. Resin merupakan lem yang bentuknya seperti
santan dan tepung terigu, yang digunakan untuk merekat lapisan atau
lembaran kayu hingga berbentuk kayu lapis.
2.4.2.3. Bahan Penolong
Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan untuk membantu
proses produksi dan tidak menjadi bagian yang esensial dari suatu produk.
Bahan penolong yang digunakan untuk proses pembuatan produk ini adalah air.
Dimana air digunakan untuk mencuci kayu bundar sebelum proses
14
pembubutan. Pencucian ini penting untuk membersihkan kotoran dari kayu
bundar sehingga dapat diperiksa apakah masih ada paku atau benda keras
lainnya yang terdapat pada kayu bundar.
15
2. Pengupasan Kulit Luar
Setelah balok kayu dipotong sesuai ukuran yang ditetapkan, kayu tersebut
kemudian dikirim ke mesin pengupas kulit luar dengan bantuan roller
conveyor. Proses pengupasan dilakukan oleh Mesin Debarker. Setelah kulit
luar kayu dibuang, balok kayu tersebut kemudian dibersihkan dengan
menggunakan air. Tujuan dari pembersihan adalah untuk membuang
kotoran. Apabila operator menemukan adanya benda tajam seperti paku
yang masih terdapat pada balok, maka harus segera dibersihkan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah kerusakan pada mata pisau pada saat
pembubutan. Sisa dari potongan kulit luar akan diangkut ke gudang bahan
bakar dan dijadikan sebagai bahan bakar boiler bagi keperluan produksi.
2.5.2. Pembubutan Dan Pembuatan Veneer
Batang kayu yang telah dibersihkan tersebut, kemudian diangkut ke bagian
pembubutan dengan bantuan hoist. Tujuan dari pembubutan adalah untuk
menghasilkan veneer (lembaran kayu tipis). Kegiatan pembubutan di mesin rotary
terbagi menjadi 3 kelompok kegiatan yaitu:
1. Persiapan Pisau Persiapan pisau kupas adalah tahapan yang sangat penting
sebelum proses pengupasan. Terdapat beberapa jenis sudut mata pisau yang
berbeda untuk kupas kayu yang lunak, sedang dan keras. Ditambah dengan
pembentukan sudut ganda pada pisau pengupas, dapat meningkatkan daya
tahan pisau.
2. Penentuan Titik Pusat Kayu block sebelum masuk ke mesin kupas,
dicari/ditentukan terlebih dahulu titik pusatnya. Penentuan ini menggunakan
cara :
a. Mesin penerang cahaya (projector)
b. Komputer charger.
c. Mal penentuan titik pusat bontos block.
16
3. Pembuatan Veneer
Pembuatan lembaran veneer adalah pemotongan kayu bulat menjadi
lembaran-lembaran tipis kayu. Mesin pengupas yang dipergunakan adalah
sistem rotary, dimana kayu bundar diputar dengan kecepatan tertentu pada
pisau serutan.
Adapun proses/ tahapan pembuatan veneer adalah sebagai berikut :
1. Proses Produksi Unit Log Yard
Unit log yard adalah salah satu bagian yang khusus menangani
penerimaan dan pengadaan kayu sebagai bahan baku produksi sesuai dengan
standar yang ditentukan yaitu berdiameter maksimal 48 cm dan minimal 13
cm. Lokasi unit log yard berada di luar gedung pabrik namun masih dalam
satu area pabrik. Dalam unit log yard ini adalah awal proses produksi dimana
log-log kayu akan diturunkan dari truk-truk pengangkut kemudian disusun
sesuai dengan ukuran dan dibersihkan secara kasar kulit luarnya sebelum
dimasukan ke dalam unit log pool.
2. Proses Produksi Unit Log Pool
Bagian dimana log-log kayu tersebut dicuci dan dibersihkan dari kulit
kayu, kerikil atau batu, dan paku atau pasak. Pada bagian log pool, log-log
kayu tersebut akan dimasukan ke dalam kolam air kemudian kayu
dibersihkan secara lebih teliti menggunakan pisau agar kayu benar-benar
bersih untuk kemudian dimasukan ke dalam mesin Rotary.
3. Proses Produksi Unit Rotary
Pada bagian unit rotary adalah proses pemotongan log kayu yang sudah
bersih menjadi lembaran-lembaran tipis (veneer) sesuai ukuran tebal yang
sudah ditentukan.
4. Proses Produksi Unit Green Veneer
Unit Green Veneer adalah bagian yang khusus memotong lembaran
veneer sesuai dengan ukuran yang ditentukan oleh pabrik.
5. Proses Produksi Unit Press Dryer
17
Pada bagian unit press dryer adalah proses pengeringan veneer dengan
cara memasukan beberapa lembaran veneer ke dalam mesin menggunakan
alat dorong, kemudian setelah lembaran veneer tersebut telah berada di
dalam mesin maka operator akan mengaktifkan dan mengoprasikan mesin
kontrol untuk mengatur suhu dan lama waktu pengeringan agar mendapat
hasil yang baik.
6. Proses Produksi Unit Repair Core
Pada bagian ini adalah tahap terakhir dimana karyawan yang bertugas
di unit repair core ini menghitung dan mengecek kembali veneer yang telah
jadi dan jika masih ada veneer dengan kondisi tidak layak maka akan
diperbaiki.
2.5.3. Penyambungan (Composer)
Pada proses penyambungan, lembaran-lembaran kayu ini mengalami proses
pensortiran dan setting. Pada proses penyortiran dilakukan persiapan pekerjaan
untuk cross core yang dilakukan pada bagian hand clipper, sedangkan face back
dan length core dilakukan pada bagian taping. Bagian taping adalah bagian yang
memperbaiki kayu yang koyak dengan kertas lem.
2.5.4. Perekatan (Glue Spreader)
Pada bagian ini terjadi proses perekatan lembaran satu terhadap lembaran
lainnya. Dalam hal posisi ini dari lembaran yang direkat harus tegak lurus satu sama
lainnya. Hal ini bertujuan untuk menambah kekuatan produk yang dihasilkan.
Operasi perakitan dan perekatan lembaran-lembaran ini dilakukan pada mesin glue
spreader.
Bagian utama dari mesin glue spreader ini terdiri dari dua rubber roll dan dua
doctor roll. Fungsi doctor roll adalah sebagai roll distribusi perekat (glue) di
permukaan roll karet. Doctor roll terletak pada posisi input sedangkan rubber roll
terdapat pada posisi output. Proses kerja alat ini adalah sebagai berikut:
a. Cross Core didorong masuk diantara kedua rubber roll sehingga kedua
permukaan cross core dilumuri oleh perekat yang keluar dari roll
18
b. Cross core yang telah diberi perekat melalui conveyor diteruskan ke sisi kanan
operator (daerah perakitan) dan disatukan.
19
daun timpa, daun kurang, bolong, dan lekang ujung. Dempul harus padat, kalau
tidak padat akan mengakibatkan penyusutan.
2.5.7. Finishing
a. Pemotongan Sisi (Sizing) Sizing adalah pemotongan sesuai dengan ukuran
melalui peralatan pemotong (mesin potong). Panel hasil rakitan masih memiliki
ukuran lebih besar dari produk, sehingga perlu dipotong sesuai
ukuranPemotongan dilakukan dengan memakai gergaji ganda (double sizer),
yang memotong sisi panjang dan pendek. Pertama-tama, lembaran-lembaran
kayu lapis yang tertumpuk pada pallet diletakkan satu per satu di atas flat belt
conveyor secara manual, selanjutnya oleh conveyor tersebut diteruskan ke
double sizer yaitu pemotongan sisi panjang dan lebar. Ukuran potongan yang
dihasilkan adalah 122 cm x 244 cm.
b. (Sandering) Sandering adalah proses pelicinan permukaan hasil potongan
sehingga dapat menghasilkan kayu lapis dengan mutu yang baik. Di sini proses
penghalusan juga berlangsung otomatis. Lembaran-lembaran kayu lapis yang
keluar dari mesin sander akan disusun diatas pallet yang dilakukan secara
manual.
20
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
21
Rencana Jadwal Kegiatan :
28 November – 18 Desember
LANGKAH
KEGIATAN 28 1 5 6 8 10 12 14 16 18
Nov Des Des Des Des Des Des Des Des Des
Menentukan Tema,
Persoalan Objek
Observasi
Mendapatkan Fakta
dan Data Observasi
Membahas Penyebab
Utama
Menentukan Rencana
dan Target
Rencana Tindakan
Kesimpulan
22
3.2. Diagram Proses Produksi
Gambar 3.1. Diagram Proses Produksi
23
3.3. Analisis Deskriptif
3.4.1. Histogram
Gambar 3.2. Histogram Jumlah Kecacatan Vinir Multipleks
201
109
94
29 28
24
3.4.2. Pareto Chart
Gambar 3.3. Pareto Chart Jumlah Kecacatan Veneer
Percent
Jumlah
500 60
400
40
300
200
20
100
0 0
Veneer Cacat ry r r ol rd r
ta ee ye Po Ya he
Ro en Dr g g Ot
V ss Lo Lo
n e
ee Pr
Gr
Jumlah 374 201 109 94 29 28
Percent 44,8 24,1 13,1 11,3 3,5 3,4
Cum % 44,8 68,9 81,9 93,2 96,6 100,0
25
3.4. Menentukan Prioritas Masalah
3.5.1. Tahap Analisis Masalah (Penentuan Sebab Kecacatan Produksi)
Masalah-masalah penyebab kecacatan produksi veneer dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Pada analis deskriptif diketahui jika jumlah
kecacatan terbesar berada pada proses rotary, dimana proses rotary
merupakan proses pemotongan log kayu yang sudah bersih menjadi
lembaran-lembaran tipis (veneer) sesuai ukuran tebal yang sudah ditentukan.
Sehingga dapat dikatakan jika penyebab utama kecacatan produksi berada
pada alat yang digunakan pada proses rorary (dalam hal ini adalah mesin
pemotong/ cutting).
Faktor- faktor lain penyebab kecacatan produksi veneer antara lain
adalah faktor lingkungan, metode yang digunakan, mesin, material (bahan)
dan manusia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram sebab akibat
pada gambar 3.4.
26
Gambar 3.4 Fishbone Penyebab Kecacatan Produksi
27
dengan bagian-bagiannya yaitu skill kurang, ketidaktelitian dan kelalaian pekerja,
penanganan produk tidak sesuai dan kurangnya pengalaman.
28
Gambar 3.5. Fishbone Pencegah Kecacatan Produksi
29
alat ukur digitasl, kualitas bahan baku sesuai standar. Dan pada sektor
manusia dapat ditangani dengan program On The Bob Training, .
30
3.6. Pengendalian Kualitas Produksi
3.7.1. Penentuan Peta Kendali Proporsi Kecacatan
Gambar 3.6. Peta Kendali Proporsi
0,10
_
0,08 P=0,0795
Proportion
0,06
LCL=0,0432
0,04
0,02 1 1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21
Sample
31
sehingga diperoleh hasil peta pengendali yang baru. Berikut hasil peta
pengendali p setelah perbaikan:
0.11
0.10
Proportion
0.09 _
P=0.08537
0.08
0.07
0.06
0.05 LCL=0.04788
0.04
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Sample
Dapat dilihat dari output di atas bahwa sudah tidak ada titik yang berada
di luar batas pengendali, sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan lagi. Hal ini
menjelaskan bahwa data telah terkendali dengan batas kendali atas (upper
control limit) sebesar 0.12286, rata-rata ( 𝑝 = 𝑝̅ ) sebesar 0.08537 dan batas
kendali bawah (lower control limit) sebesar 0.04788, dan peta pengendali ini
yang digunakan sebagai perencanaan pengendalian kualitas proses statistik data
atribut untuk periode mendatang.
32
3.7.2. Menentukan Nilai DPO dan DPMO
Tabel 3.5. Penghitungan Nilai DPO dan DPMO
No Tanggal Produks Jenis Kecacatan Total DPMO Level
i Veneer Log Log Rotary Green Press Repair Veneer
Yard Pool Veneer Dryer Core Cacat Sigma
33
Dari hasil perhitungan nilai DPMO dapat dikatakan bahwa proses produksi
perusahaan memiliki kapabilitas proses yang baik. Nilai DPMO pada 28 November
2016 sebesar 352,9412 dapat diinterprestasikan bahwa dari sejuta kesempatan yang
ada akan terdapat 352,9412 kemungkinan bahwa proses produksi itu tidak mampu
memenuhi toleransi yang ditetapkan perusahaan. Nilai sigma pada proses produksi
tersebut juga relatif besar yaitu 4,8872284159, nilai ini jauh di atas nilai minimal
target six sigma yaitu 3,4 kecacatan per satu juta peluang.
Pada proses produksi di hari berikutnya yaitu 29 November 2016 nilai
DPMO sebesar 266,6667 kecacatan per satu juta peluang dan nilai DPMO ini jauh
di atas target Six Sigma, dimana target Six Sigma adalah 3,4 kecacatan per satu juta
peluang sedangkan pada proses produksi tersebut diperoleh nilai six sigma yaitu
sebesar 4,963431014. Begitu pula dengan proses produksi di hari-hari berikutnya,
dimana nilai six sigma yang diperoleh berkisar 4,8 sampai 5 sigma yaitu pada
produksi 30 November 2016.
Rata-rata nilai DPMO selama tiga minggu produksi adalah sebesar 354,5552
yang dapat diinterpretasikan bahwa dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat
354,5552 kemungkinan bahwa proses produksi itu tidak mampu memenuhi toleransi
yang ditetapkan perusahaan. Rata-rata nilai sigma selama tiga minggu produksi
adalah sebesar 4,9125392, artinya level sigma yang telah dicapai perusahaan berada
di atas nilai minimal target six sigma yaitu sebesar 3,4 kecacatan per satu juta
peluang. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi perusahaan memiliki
kapabilitas proses yang baik. Atau dengan kata lain perusahaan telah cukup
kompetitif karena telah berada pada level 4,9 sigma dengan tingkat presentase yang
memenuhi spesifikasi di atas 99%.
34
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Secara umum penerapan pengendalian kualitas stasistik dari proses produksi
di PT. Kayu Lima Sentosa sudah terkendali dengan baik.
2. Penyebab kecacatan produksi pada PT. Kayu Lima Sentosa antara lain
dikarenakan oleh faktor manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode.
Berdasarkan data yang diperoleh jumlah cacat terbanyak berada pada proses
Rotary (Cutting/pemotongan kayu menjadi lembaran-lembaran tipis)
sehingga penyebab kecacatan produksi diindikasikan berada pada mesin
pemotong dan material (bahan) yang digunakan.
3. Penerapan metode Six Sigma pada PT. Kayu Lima Sentosa telah berjalan
dengan baik, terbukti dari rata-rata nilai sigma yang diperoleh selama
periode pengamatan 4,912 yang artinya level sigma yang telah dicapai
perusahaan berada di atas nilai minimal target six sigma yaitu sebesar 3,4
kecacatan per satu juta peluang. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses
produksi perusahaan memiliki kapabilitas proses yang baik. Atau dengan
kata lain perusahaan telah cukup kompetitif karena telah berada pada level
4,9 sigma dengan tingkat persentase yang memenuhi spesifikasi di atas 99%.
4.2. Saran
Saran yang dapat diajukan kepada PT. Kayu Lima Sentosa adalah perlu
adanya pemeriksaan dan penggantian mata pisau secara berkala terhadap mesin-
mesin yang digunakan pada tahapan proses produksi sehingga dapat menekan
angka kecacatan produksi.
35
Daftar Pustaka
Hidayat, Eko W. 2014. Vinir Slicing dan Proses Pengolahannya, diunduh dari:
http://www.tentangkayu.com/2008/04/vinir-slicing-dan-proses-
pengolahannya.html diakses pada 29 November 2016
Montgomery, D.C. 1993. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik.( alih bahasa oleh
Prof. Dr. Zanzawi Soejati, MSC) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
36