Disusun:
Made Hendra Prayoga, S.T., M.T.
I Kadek Deni Suandika, S.T.
2023
1
KATA PENGANTAR
Terima kasih dan Puji Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
Anugerah-Nya, Laporan Analisa Struktur Bangunan BPTD Terminal Mengwi, yang
berlokasi pada Wilayah Mengwi, Badung, Bali dapat diselesaikan.
Laporan ini diterbitkan sebagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk perencanaan
struktur bangunan dan sebagai acuan penggambaran struktur untuk perijinan, tender dan
juga untuk konstruksi. Dalam laporan terdapat deskripsi struktur dari standard bangunan
yang dipergunakan, batasan dan asumsi perencanaan, tahap pemodelan struktur,
pembebanan, idealisasi struktur dan ketahanan struktur, dan desain penulangannya.
Pemodelan adalah salah satu cara yang kami pergunakan untuk analisa struktur
dengan bantuan software computer program yang sudah lumrah. Dengan program
komputer tersebut dapat disimulasikan melalui pendekatan yang relative dapat mewakili
prilaku struktur yang dirancang, namun untuk penentuan perencanaan struktur, justifikasi
dan verifikasi keteknikan diperlukan terhadap hasil simulasi komputer untuk dapat
disesuaikan dengan kasus-kasus yang spesifik untuk setiap model struktur yang dibuat.
Engineering judgment mutlak sebagai bagian yang melekat dari perencana struktur yang
telah memperhitungkan Safety Factor dan mempertimbangan aspek-aspek teknis yang
kemudian dituangkan dalam produk akhir berupa gambar rencana dan spesifikasi.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
5.2 Tangga........................................................................................................................41
6.2. Komponen Balok Lantai Beton: Balok Utama dan Balok Anak................................66
REFERENSI ................................................................................................................................84
LAMPIRAN A: PEMBEBANAN TANGGA .............................................................................85
LAMPIRAN B – BEBAN ANGIN PADA ATAP.......................................................................86
LAMPIRAN C – BEBAN GEMPA.............................................................................................93
LAMPIRAN E – SEPESIFIKASI PEMASANGAN TULANGAN ............................................95
COLUMN...........................................................................................................................95
BEAM ..............................................................................................................................100
SLAB................................................................................................................................109
MASONRY ......................................................................................................................118
OTHERS ..........................................................................................................................119
5
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Perencanaan struktur gedung ini merupakan kajian atau berupa analisa
yang bersifat metodologis mengenai integritas struktur/bangunan yang akan atau
sudah dirancang yang bertujuan untuk meninjau aspek teknis (structural integrity)
seperti: stabilitas, kekuatan dan kekakuan struktur. Hal yang mendasari kajian ini
dapat berupa analisis perancangan struktur dengan asumsi-asumsi yang sesuai
dengan data yang ada sehingga pada umumnya menghasilkan struktur yang sesuai
dengan kaidah/aturan yang berlaku yang mampu menahan semua beban yang
direncanakan dan kemudian diaplikasikan/diterapkan tanpa kegagalan selama
masa pakainya. Dalam hal ini, hasil perencanaan pada sebuah bangunan kantor di
Mengwi, Badung, Bali dapat berupa penterapan standard struktur yang telah
memenuhi syarat dan perbandingan dengan bangunan yang mengalami
keruntuhan.
Kajian struktur ini merupakan pendekatan ilmiah dengan menggunakan
standard/code yang ada sebagai acuan pelaksanaan konstruksi yang sesuai.
Perencanaan struktur biasanya mencakup perancangan struktur bangunan bagian
atas (upper structure) struktur tengah (Super Structure) dan struktur bawah (Sub
Structure). Berdasarkan tinjauan terhadap integritas struktur dapat ditentukan
hasil kajian berupa desain struktur yang relatif aman serta ekonomis sesuai dengan
standard/code/peraturan yang berlaku.
Gambaran umum evaluasi perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Nama Proyek : Bangunan BTPD Terminal Mengwi
2. Unit : Gedung
3. Lokasi Proyek : Mengwi, Badung, Bali
4. Jumlah lantai : Berlantai 3
5. Fungsi bangunan : Gedung Pertemuan, Terminal, dan Kantor
8
1. SNI 1727: 2020, Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain
2. PPIUG-1983, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
3. SNI 1726: 2019, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung.
4. SNI 2847: 2020, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
5. SNI 1729: 2020 Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
6. SNI 03-1729-2020, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung
7. SNI 7973: 2020 Spesifikasi Desain Untuk Konstruksi Kayu
8. SNI 1726: 2019 (baru), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
9. SNI 2847: 2019 (baru), Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung
10
BAB II
MATERIAL DAN PENAMPANG STRUKTUR
11
Tabel 1. Sifat Mekanis Baja Sturktural
2.2 Penampang
Untuk memperhitungkan kekuatan gaya-gaya dalam dan simpangan pada struktur
harus didasarkan pada model struktur yang didasarkan pada elemen penampang
beton bertulang dengan faktor reduksi Inersia seperti terlihat pada table berikut:
Tabel 2. Faktor reduksi Inersia Penampang
Modulus Elastisitas Reduksi Ec
Momen Inersia
Balok 0.35Ig
Kolom 0.70Ig
Dinding tidak retak 0.70Ig
retak 0.35Ig
Pelat datar dan lantai datar 0.25Ig
Luas 1,00Ag
2.3 Pembebanan
2.3.1 Beban Mati (Dead Load)
Beban mati (Dead Load) yang bekerja adalah sesuai dengan dimensi struktur dan beban
tambahan. Untuk beban mati akibat berat sendiri dihitung dengan software ETABS,
sedangkan komponen beban mati tambahan berat material adalah sebagai berikut:
Beton Bertulang = 2.400 kg/m3
Besi Beton = 7.850 kg/m3
Tanah Jenuh Air = 2.000 kg/m3
Batu Alam = 2.600 kg/m3
Keramik = 2.100 kg/m3
Adukan = 2.100 kg/m3
Dinding Bata Tebal 15 cm = 250 kg/m2
Plafon + Penggantung = 18 kg/m2
Beban khusus seperti peralatan MEP yang berat diperhitungkan tersendiri
dan disesuaikan dengan data beban yang ditentukan oleh Konsultan MEP.
2.3.2 Beban Hidup
Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
atau keduanya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang
12
tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu,
sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan pada lantai dan atap. Beban hidup
lantai gedung harus sesuai dengan Tabel 3.1 PPIUG 1983 [1].
Berhubung peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua unsur
struktur pemikul secara serentak selama umur gedung tersebut sangat kecil maka
beban hidup dapat dikalikan dengan koefisien reduksi seperti pada Tabel 2.3
Tabel 3. Koefisien reduksi beban hidup
Koefisien reduksi beban hidup
Penggunaan Gedung Untuk perencanaan Untuk peninjauan
balok dan portal gempa
Rumah/ Penghunian
Rumah Tinggal, asrama, hotel, 0,75 0,30
rumah sakit
Perdagangan
0,80 0,80
Hunian, toserba, pasar
Pendidikan
0,90 0,50
sekolah, ruang kuliah
13
Simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) diperhitungkan sebagai perbedaan defleksi
pada pusat masa di tingkat yang ditinjau dengan defleksi pada tingkat dibawah atau
diatasnya. Simpangan antar lantai desain (Δ), tidak boleh melebihi simpangan antar
lantai tingkat ijin (Δα).
2.3.7 Analisa Kekuatan
Gaya-gaya dalam dari setiap elemen struktur dapat diperhitungkan melalui analisa
struktur untuk mendapatkan kekuatan, kekakuan dan stabiltas struktur mengikuti
ketentuan yang berlaku. Secara teknis elemen struktur dibagi menjadi dua yaitu elemen
struktur utama dan sekunder yang perhitungannya disajikan pada bab terpisah. Elemen
struktur utama terdiri dari portal (balok-kolom) berfungsi sebagai penahan seluruh
beban yang bekerja (beban gravitasi dan beban lateral khususnya beban gempa).
Sedangkan elemen struktur sekunder (antara lain pelat lantai, tangga dan elemen sejenis)
hanya berfungsi untuk menerima beban gravitasi saja. Persyaratan kekuatan untuk
elemen struktur utama dan sekunder berbeda dan seluruhnya harus dihitung sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
15
3D dan Potongan Grid D-D
16
Gambar 5. Denah Balok Lt 2
17
Gambar 7. Denah Ring Balok
18
BAB III
PEMBEBANAN STRUKTUR
Secara umum, beban yang bekerja pada struktur terdiri dua jenis yaitu beban
vertikal dan beban lateral. Beban vertikal dengan vektor kearah gravitasi terdiri atas beban
mati (berat sendiri struktur dan beban mati tambahan) serta beban hidup. Sementara,
beban lateral (lateral load) terdiri dari beberapa jenis antara lain: beban angin dan beban
gempa, pengaruh beban lateral termasuk beban yang bersifat sementara tergantung durasi
pembebanan relative berdasarkan peraturan yang ada. Dominasi salah satu dari beban
lateral akan menjadi beban terkonfirmasi sebagai beban kombinasi maximum pada
struktur.
3.1 Beban Mati Nominal (Dead Load)
SNI 1727:2020 menyatakan beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi
bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafond, tangga, dinding
partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya
serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran [3].
Beban mati (Dead Load-DL) nominal adalah beban yang bekerja akibat berat
sendiri struktur terkait dengan dimensi-dimensi komponen seperti: pelat, balok, kolom,
rangka atap dan lainnya. Beban mati ini dapat dihitung secara otomatis pada software,
sedangkan beban tambahan yang bekerja (Superimposed Dead Load-SDL) [4]dapat
disesuaikan berdasarkan keperluan beban mati yang fleksible melekat pada komponen
struktur seperti beban-beban finishing aristektur, Plumbing MEP, dinding interior dan
lain sebagainya.
Berat sendiri elemen struktur dihitung berdasarkan berat material beton dan baja
masing-masing sebesar 2400 kg/m³ dan 7850 kg/m³. Beban mati tambahan yang bekerja
pada stuktur dihitung berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung (PPPURG) tahun 1987, yaitu sebagai berikut:
1. Beban mati lantai
Adukan 4 cm tebal : 84 kg/m2 (PPIUG 1983)
Penutup lantai 1 cm tebal : 24 kg/m2 (PPIUG 1983)
Penggantung langit-langit : 7 kg/m2
Plafond : 11 kg/m2 (PPIUG 1983)
19
Beban MEP : 40 kg/m2
Total : 166 kg/m2
2. Beban Mati atap
Konstruksi Atap Genteng : 54 kg/m2
Plafond : 11 kg/m2 (PPIUG 1983)
Penggantung langit-langit : 7 kg/m2
Beban MEP : 20 kg/m2
Total : 92 kg/m2
3. Beban dinding (15 cm) : 250 kg/m2
20
3.3 Beban Angin (Wind Load)
Sesuai SNI-1727-202027.1.5 tentang beban angin Desain Minimum, Beban
Angin yang digunakan pada desain untuk bangunan gedung tertutup atau tertutup
sebagaian tidak boleh lebih kecil dari 0.77 kN/m2 dikalikan dengn luas dinding
bangunan gedung dan 0.38kN/m2 dikalikan dengan luas atap bangunan gedung
terproyeksi ke bidang vertical tegak lurus terhadap arah angin yang diasumsikan.
21
Gambar 2. 1 Arah tekanan angin pada bangunan (SNI 1727 – 2020)
22
4. Menghitung parameter spektrum respon percepatan pada periode pendek (SMS)
dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh kelas situs.
SMS = Fa.Ss (2.14)
SM1 = Fv.S1 (2.15)
5. Menghitung parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS) dan
periode 1 detik (SD1).
SDS = 2/3 SMS (2.16)
SD1 = 2/3 SM1 (2.17)
6. Menentukan kategori desain seismik (KDS) struktur menggunakan Tabel 8 dan
Tabel 9. Kategori desain seismik berdasarkan nilai SDS dan SD1
23
Selain kategori pada Tabel 7 dan Tabel 8, struktur dengan kategori risiko I, II, III
dan IV yang berlokasi di mana parameter respon spektral percepatan terpetakan
pada periode 1 detik (S1) lebih besar atau sama dengan 0,2 harus dikategorikan
sebagai struktur dengan kategori desain seismik D.
7. Membuat grafik spektrum respon desain (Sa)
Untuk T < T0, maka :
𝑆𝑎 = 𝑆 0,4 + 0,6
Untuk T0 ≤ T ≤ Ts, maka:
𝑆𝑎 = 𝑆
Untuk T > Ts, maka:
𝑆𝑎 =
Keterangan:
SDS : parameter respon spektral percepatan desain pada periode pendek.
SD1 : parameter respon spektral percepatan desain pada periode 1 detik.
T : periode getar fundamental struktur.
T0 = 0,2
TS =
24
𝑆𝑎 = 𝑆
𝑆
𝑆𝑎 =
𝑇
𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆 0,4 + 0,6
𝑇
25
Gambar 9. Ss, Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tersesuaikan
(MCEr), kelas situs SD
26
Tabel 4. Klasifikasi Situs
Kelas situs Vs (m/dt) N atau Nch Su (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 s/d 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,
sangat padat dan 350 s/d 750 >50 ≥100
batuan lunak
SD (tanah sedang) 175 s/d 350 15 s/d 50 50 s/d 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI>20
2. Kadar air, w≥40%
3. kuat geser niralir s u < 25 kPa
SF (tanah khusus Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
karakteristik berikut :
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
- Lempung sangat organik atau gambut (ketebalan H>3m)
- Lempung berplastisita sangat tinggi (H>7.5m dengan PI>75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan
H>35m dengan s u <50 kPa
Berdasarkan pada hasil penyelidikan tanah, proyek ini dapat dikategorikan dalam
kelas situs SD (tanah sedang)
27
Tabel 6. Koefisien Situs periode 1 detik
29
Batas atas untuk perioda pendekatan (Tmax) ditentukan dengan persamaan berikut:
Tmax = Cu Ta
dengan Cu merupakan koefesien untuk batas atas pada perioda yang dihitung.
Tabel II. 2 Koefesien untuk Batas Atas pada Perioda yang Dihitung
Perioda yang didapat dari analisis software ETABS v.22 (T) harus dicek dengan Ta
dan Tmax dengan ketentuan sebagai berikut:
Perhitungan beban gempa pada ETABS menggunakan fitur pembebanan gempa otomatis
yaitu fitur Auto load berdasarkan IBC 2009 yang disesuaikan dengan SNI Gempa SNI
1726:2019. Penggunaan IBC 2009 ini disesuaikan dengan Peta Zonasi gempa terbaru
tahun 2010 terbitan PU (Gambar 1.3). Parameter-parameter yang disesuaikan tersebut
antara lain:
31
Gambar 1. 1 Peta Zonasi Gempa Indonesia
32
Bangunan diasumsikan dibangun di atas tanah sedang (SD), maka koefisien situs
pada lokasi tersebut adalah sebagai berikut:
Koefisien situs periode pendek (Fa) : 1.1 (Tabel 6.1)
Koefisien situs periode panjang (Fv) : 1.9 (Tabel 7.2)
4. Parameter Percepatan Respon Spektral
Pada periode pendek (0,2 detik)
SDS = 2/3. Fa.Ss
= 0,7139 g
Pada periode panjang (1 detik)
SD1 = 2/3. Fv.S1
= 0,5004 g
5. Kategori Desain Seismik (KDS)
Kategori desain seismik berdasarkan nilai SDS (Tabel)
SDS = 0,7139 g > 0,50 g, maka KDS = D
Kategori desain seismik berdasarkan nilai SD1 (Tabel)
SD1 = 0,5004 g > 0,20 g, maka KDS = D
Jadi lokasi bangunan/struktur termasuk ke dalam kategori desain seismik (KDS) D.
34
Definisikan load case untuk respon spektrum dengan cara memilih menubar Define
kemudian pilih Load Case dan pilih Add New Case hingga muncul tampilan seperti
Gambar 11.
Nilai Scale Factor pada kolom Load Applied merupakan nilai (I g / R). Nilai gravitasi
bumi dalam hal ini diambil 9,81 m/s² (9810 mm/s²). Penentuan skala ini juga harus
dievaluasi terhadap perbandingan nilai gaya geser dasar hasil analisis statik (statik
ekivalen) dan hasil analisis dinamik (respon spektrum). Jika nilai gaya geser hasil
analisis dinamik kurang dari 100% analisis statik, maka perlu dikalikan faktor skala
sebesar 1xVstatik/Vdinamik sesuai ketentuan SNI 1726:2019.
Gambar 13. Gaya geser dasar akibat gempa statik (E) dan gempa dinamik (R) (E=R)
35
Gambar 14. Definisi berat seismik efektif pada aplikasi ETABS
Berdasarkan SNI 1726:2012, pengaruh gempa E pada persamaan 2.27 dan persamaan
2.29 harus ditentukan sebagai berikut :
E = Eh + Ev
36
= ρQE + 0,2.SDS.D (2.30)
E = Eh - Ev
= ρQE - 0,2.SDS.D (2.31)
Persamaan 2.30 disubtitusikan ke persamaan 2.27 dan persamaan 2.31 disubtitusikan ke
persamaan 2.29 sehingga diperoleh kombinasi untuk beban gempa sebagai berikut :
(1,2 + 0,2 SDS)D + 1,0(ρQE) + L + 0,2S (2.32)
(0,9 - 0,2 SDS)D + 1,0(ρQE) (2.33)
Keterangan:
Eh : pengaruh gempa horizontal
Ev : pengaruh gempa vertikal
ρ : faktor redudansi, diambil 1,3 (pasal 7.3.4.2, SNI 1726:2019)
QE : pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp
SDS : parameter percepatan spektral desain pada periode pendek
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung
Kombinasi Beban terfaktor dan beban layanan (servicibility load) dijabarkan kedalam
software:
U1=1.4D U8 = 1.2D-1.0Ex+L
U2=1.2D+1.6L+0.5 (Lr atau R) U9 = 1.2D-1.0Ey+L
U3 = 1.2D+1.6Lr+L U10= 0.9D+1.0W
U4 = 1.2D+1.0W+L+0.5Lr U11= 0.9D-1.0W
U5 = 1.2D-1.0W+L+0.5Lr U12= 0.9D+1.0Ex
U6 = 1.2D+1.0Ex+L U13= 0.9D+1.0Ey
U7 = 1.2D+1.0Ey+L U14= 0.9D-1.0Ex
U15= 0.9D-1.0Ey
Kombinasi beban layan (service load): D+L untuk perencanaan pondasi.
Akibat pengaruhh Tekanan Tanah H
U16=1.2D+1.6L+1.6H
Akibat pengaruh beban Seismik Horizontal dan Vertikal
U16=(1.2+0.2SDS)D+ρQEx+0.5L
U17=(1.2+0.2SDS)D+ρQEy+0.5L
U18=(0.9-0.2SDS)D+ρQEx
U19=(0.9-0.2SDS)D+ρQEy
dimana :
SDS adalah Spektral respon percepatan periode pendek. Dan ρ adalah factor
redudansi yang tergantung dari jenis tanah, dalam hal ini nilainya sebesar ρ= 1.3
(tanah Sedang).
37
3.7 Batasan Simpangan Antar Lantai Tingkat
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar
lantai tingkat ijin (∆a). Batasan simpangan antar lantai tingkat ijin dari beberapa jenis
sistem struktur ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Tabel 7. Simpangan antar lantai tingkat ijin. Sumber: SNI 1726:2019 (2019)
38
BAB IV
INPUT & OUTPUT PROGRAM
39
Gambar 16. Beban Mati Tambahan Pada Balok
40
Gambar 18. Beban Mati Pada Atap
41
Lantai yang tidak menahan
Lendutan seketika akibat beban hidup
komponen nonstruktur L/360
yang dapat rusak oleh (L)
lendutan yang besar
42
4.3 Hasil Analisa Program
43
2. Waktu Getar Gedung dan Jumlah Ragam Vibrasi
Persyaratan bahwa Modal Load Participation Ratios harus lebih besar atau sama dengan
90% telah dipenuhi untuk kedua arah.
3. Defleksi
Simpangan dan Defleksi harus memenuhi batasan yang disyaratkan oleh SNI Beton
dan SNI Gempa.
44
Gambar 19. Simpangan akibat beban gempa arah X (biru) & Y (merah): (Kombinasi
Beban Gempa Linear Dinamik)
45
4.3.2 Diagram Momen (kN.m)
46
4.3.3 Diagram Geser (kN)
48
4.3.5 Reaksi Perletakan (kN)
Gambar 31. Reaksi Perletakan akibat Beban Ultimate Beban kerja (1.2D+1.6L)
49
Gambar 32. Reaksi Perletakan akibat Beban Ultimit beban Kerja
(1.2D+1.0L+Ey+0,3Ex)
4.4 Hasil Concrete Design
50
Gambar 34. Concrete Design Lantai 2
51
BAB V
PERHITUNGAN STRUKTUR SEKUNDER
52
Pelat didesain untuk menahan gaya-gaya dalam yang terjadi. Mutu beton yang digunakan adalah
K250 (20,75 MPa), penulangan pelat menggunakan wiremesh M8-150 mm dengan mutu 500
Mpa. Dalam perencanaan struktur-struktur dalam Pembangunan Rumah ini, data tulangan
direncanakan berdasarkan hasil output ETABS yang kemudian dihitung berdasarkan standar
desain beton bertulang SNI 2847 2019. Kemudian akan dicek menggunakan output desain
ETABS yang mengacu pada peraturan ACI 318M-14/SNI 2847:2019.
9.432 KNm
9.975 KNm
Gambar 2. 34 Kontur momen pelat lantai M11 (1,2D + 1,6L) dalam Nmm
ρ min 2 = = 0.00228
53
ρ min yang digunakan adalah 0.0028
1 2 mRn
1 1 = 0.002493357
m fy
4/3 ρ = 0.003324476
Ast = ¼ π (D2)
= 50.2857
n = As/Ast
= 6.34673
S = 1000/n
= 157.562 mm,
1 2 mRn
1 1 = 0.002
m fy
Karena nilai ρ hasil analisis < ρ min, maka digunakan ρ min= 0.0028
Ast = ¼ π (D2)
= 50.2857
n = As/Ast
= 5.98886
S = 1000/n
= 166.977 mm, digunakan 200 mm
54
M8-150
55
5.2 Penulangan Tangga
Perencanaan tulangan pelat lantai menggunakan analisis tulangan rangkap. Dari hasil analisis
struktur menggunakan ETABS, diperoleh keluaran momen maksimum yang terjadi pada
tumpuan dan lapangan pelat lantai adalah sebagai berikut.
Gambar 2. 36 Kontur momen pelat tangga M11 (1,2D + 1,6L) dalam Nmm
1 2 mRn
1 1 = 0.0075
m fy
56
As = ρ*b*d = 1186.64 mm2
2
Ast = ¼ π (D )
= 132.786
n = As/Ast
= 8.93648
S = 1000/n
= 111.901 mm, digunakan 100 mm
D10-250
D13-100
150
57
BAB VI
DESAIN BALOK KOLOM DAN JOINT
b
εc = 0,003 0,85 f’c
Cs
As’ a = β.c Cc
c
εs’
d a Z 2 d d '
h Z1 d
2
d’
As
Ts
εs > εy
Penampang balok Diagram Regangan Diagaram Tegangan
𝑀𝑛 = (𝐴𝑠. 𝑓𝑦 − 𝐴𝑠 . 𝑓 𝑠) 𝑑 − + 𝐴 𝑠. 𝑓′𝑠(𝑑 − 𝑑 )
59
(a)
(b)
Gambar 37. Lokasi tulangan pada pelat
Komponen Pemikul Lentur dan Gaya Aksial Pada SRPMK Persyaratan Umum (SNI
2847:2020 pasal 21.6.1)
• Komponen struktur yang memikul lentur dan gaya aksial (kolom) yang diakibatkan
oleh beban gempa bumi, serta beban aksial terfaktor yang bekerja melebihi (Ag f’c
/10) bila gaya rencana meningkat, batasnya ditingkatkan menjadi (Ag f’c /4), harus
memenuhi persyaratan ukuran penampang sebagai berikut :
• Ukuran penampang terkecil, diukur pada garis lurus yang melalui titik pusat
geometris penampang, tidak kurang dari 300 mm
60
• Perbadingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah tegak
lurusnya tidak kurang dari 0,4
• Jika berakhir pada dinding, tulangan transversal dilanjutkan sepanjang penyaluran
tulangan longitudinal terbesar. Jika berakhir pada pondasi telapak atau rakit, tulangan
transversal dilanjutkan sepanjang minimum 300 mm kedalaman pondasi.
Kuat lentur dari suatu kolom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Mnc adalah jumlah kuat lentur nominal kolom yang merangka pada suatu hubungan balok-kolom
(HBK). Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor yang sesuai dengan arah
gaya-gaya lateral yang ditinjau yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil Mnb adalah
jumlah kuat lentur nominal balok yang merangka pada suatu hubungan balok-kolom (HBK).
• Pendekatan ini sering dikenal sebagai konsep kolom kuat – balok lemah (strong
column – weak beam).
• Dengan menggunakan konsep ini maka diharapkan bahwa kolom tidak akan
mengalami kegagalan terlebih dahulu sebelum balok. Tulangan lentur harus dipilih
sedemikian sehingga persamaan 15.32 terpenuhi. Sedangkan rasio tulangan harus
dipilih sehingga terpenuhi syarat: 0,01 < g < 0,06
(a)
(b)
61
(c)
(d)
Gambar 38. (a) Konsep kolom kuat-balok lemah, (b) Gaya-gaya yang berkerja pada
HBK, (c) Geser disain untuk balok & kolom, (d) Persyaratan tulangan transversal untuk
sengkang spriral dan tertutup persegi
Komponen Pemikul Lentur dan Gaya Aksial Pada SRPMK Persyaratan Tulangan Transversal
(SNI 2847:2020 pasal 21.6.4)
Kolom harus didetailkan dengan baik untuk menghasilkan tingkat daktilitas yang cukup,
terutama pada saat mulai terbentuknya sendi plastis akibat beban gempa. Pada daerah sendi plastis
kolom (daerah sepanjang lo dari muka hubungan balok-kolom, di kedua ujungnya) harus
disediakan tulangan transversal yang mencukupi. Panjang lo daerah sendi plastis kolom, diambil
tidak kurang dari :
Tinggi penampang komponen struktur pada muka hubungan balokkolom atau pada segmen
yang memiliki potensi terjadi leleh lentur
1/6 dari bentang bersih komponen struktur; - 450 mm
62
6.1.3. Ketentuan Umum
Hubungan Balok-Kolom Pada SRPMK
1. Daerah pertemuan antara kolom dan balok atau yang sering disebut Hubungan
Balok-Kolom (HBK), merupakan daerah yang juga harus didetailkan dengan
baik. Persyaratan Umum (SNI 2847:2020 pasal 21.7.2)
2. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka HBK harus ditentukan
dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1,25f y.
3. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus memiliki
panjang penyaluran yang cukup hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom
terkekang.
4. Jika tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melawati HBK, maka dimensi
kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang
dari 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok. Untuk beton ringan,
maka dimensi tersebut tidak boleh kurang dari 26 kali diameter tulangan
longitudinal terbesar balok.
Untuk beton ringan, kuat geser nominal join tidak boleh diambil lebih besar
dari 3 dari kuat nominal hubungan balok-kolom beton berat normal.
4
Faktor reduksi untuk geser pada hubungan balok-kolom ( ) = 0,8
2. Kuat Geser (SNI 2847:2020 pasal 21.7.4)
• Kuat geser nominal HBK untuk beton normal diambil tidak melebihi dari :
• 1,7 f ' c Aj , untuk HBK yang terkekang keempat sisinya
• 1,25 f ‘c Aj , untuk HBK yang terkekang ketiga sisinya atau dua sisi yang
berlawanan
• 1,0 f ‘ c Aj , untuk HBK yang lainnya
• Dengan Aj adalah merupakan luas efektif dari HBK, ditentukan seperti
dalam Gambar 61.
Untuk beton ringan, kuat geser nominal HBK tidak boleh diambil melebihi ¾
dari batasan untuk beton normal. Suatu balok yang merangka pada suatu HBK
64
dianggap mampu memberikan kekangan jika setidaknya ¾ bidang muka HBK
tersebut tertutupi oleh balok yang merangka ke HBK tersebut.
Panjang Penyaluran Tulangan (SNI 2847:2020 pasal 21.7.5.1)
Panjang penyaluran ldh untuk tulangan tarik berdiameter 10 hingga 36 mm, yang
memiliki kait standar 90o , diambil dari nilai terbesar antara :
• 8db
• 150 mm, atau
• fydb /(5,4 f ‘c )
• Untuk tulangan berdiameter 10 hingga 36 mm tanpa kait, panjang penyaluran
tulangan tarik, ld , tidak boleh diambil lebih kecil daripada :
• 2,5ldh, jika tebal pengecoran beton di bawah tulangan tersebut kurang dari 300 mm
• 3,25ldh, jika tebal pengecoran beton di bawah tulangan tersebut lebih dari 300 mm
65
6.2.Komponen Balok Lantai Beton: Balok Utama
Kontrol penulangan Balok menyangkut dimensi, tulangan utama, dan tulangan geser /
sengkang. Sedangkan untuk Kolom meliputi kontrol penulangan tulangan utama dan
tulangan geser/sengkang.
Gaya yang bekerja pada balok (momen dan gaya geser) diperoleh dari hasil output program
ETABS. Balok yang ditinjau untuk perhitungan tulangan adalah yang memiliki momen dan
gaya geser yang paling kritis.
66
Tabel Moment Negatif Maksimum (Tumpuan)
67
Diameter Tulangan Utama = 19 mm
Diameter Tulangan Sengkang = 10 mm
Kuat leleh Baja Longitudinal (fyl) = 420 Mpa
Kuat Leleh Baja Transversal (fyv) = 280 MPa
Kuat Tekan Beton (f’c) = 20.75 MPa
Momen Maksimum Tumpuan = 202 kNm (Tarik)
= 101 kNm (Tekan)
= 0.002711
= 0.003333
= 0.021
= 0.0157
1. Penulangan Torsi
Penambahan tulangan torsi (sengkang tertutup dan tulangan longitudinal) dilakukan
untuk meningkatkan kekuatan torsi dari balok beton bertulang. Perhitungan penulangan
torsi menggunakan output dari software ETABS dalam bentuk luas tulangan (At) yaitu:
At = 881 mm2
Penulangan torsi disebarkan ke seluruh sisi dari balok, sehingga distribusi tulangannya
adalah sebagai berikut:
=
0.0127769
As =
2
= 1554.31 mm
Nilai As tersebut perlu ditambahkan dengan 25% luas tulangan torsi:
As total = 1774.56
69
Jumlah tulangan:
n = As/As D19
= 6.26 7.00 buah
As pasang = 7 As D19
2
= 1984.70 mm
a =
= 157.54 mm
c = a/0.85
= 185.34 mm
ΦMn =
= 245119053.59 N.mm
> Mu = 90471192 N.mm (OK)
=
0.0058199
As =
= 707.99 mm2
Jumlah tulangan:
n = As/As D19
= 3.27 4 buah
As pasang = 4 As D19
2
= 1134.11 mm
70
a =
= 90.02 mm
c = a/0.85
= 105.91 mm
ΦMn =
= 154540019.69 N.mm
> Mu = 101000000 N.mm (OK)
Pengaruh momen bolak balik pada daerah lapangan relatif kecil. Sehingga dapat digunakan
tulangan tunggal/rangkap.
=
0.0082619
As =
= 1005.06 mm2
As total = 1225.31
71
Luas tulangan yang dipasang:
As D19 =
2
= 283.64 mm
Jumlah tulangan:
n = As/As D19
= 5.32 6 buah
As pasang = 6 As D19
2
= 1701.86 mm
a =
= 135.09 mm
c = a/0.85
= 158.93 mm
ΦMn =
= 217408036.97 N.mm
> Mu = 138900000 N.mm (OK)
Rekapitulasi Penulangan
3. Penulangan Geser
Menghitung nilai Mpr dengan cara sebagai berikut:
Untuk tulangan 7D19 pada sisi atas
a =
= 196.92 mm
Mpr1 = As(1,25Fy)(d-a/2)
= 319924395.49 N.mm
Untuk tulangan 4D19 pada sisi bawah
a =
= 75.02 mm
Mpr2 = As(1,25Fy)(d-a/2)
= 219105579.52 N.mm
72
Vki = 213900.00 N
Vka = 213900.00 N
= 96255.4 N
Nilai gaya geser maksimum lebih kecil dari 50% gaya geser total, sehingga nilai Vc tidak
sama dengan 0.
Vu = ΦVs+ ΦVc, sehingga nilai Vs dapat dihitung dengan cara sebgai berikut.
s = = 125.1 mm
Pada jarak 1/4Ln mm dari muka tumpuan hingga ke bagian lapangan, bekerja gaya geser
sebesar:
Vu = 119500 N
Vc =
= 94204.2 N
Vs = = 159333.3333 N
Digunakan Sengkang D10 mm (2 kaki), maka jarak antar sengkang (s) adalah:
s = = 223.87 mm
73
Tumpuan Lapangan
B1
74
6.3.Komponen Kolom Beton
Kolom yang memiliki gaya aksial dan momen terbesar akan dijadikan acuan untuk perhitungan
tulangan. Berdasarkan output dari analisis ETABS, maka besarnya momen dan gaya aksial yang
dipakai untuk mendesain kolom adalah:
Tabel 4.4 Gaya aksial dan momen yang bekerja pada kolom K1 (45/45)
Berdasarkan hasil concrete design, didapatkan luas tulangan pada kolom adalah:
As = 4528 mm2 (2,24 %)
Akan dicoba menggunakan tulangan D19 , Ast = 283.52874 mm2
Sehingga dipasang tulangan 16D19
75
Berikutnya akan di cek kapasitas kolom dalam menahan gaya-gaya dalam kombinasi gaya aksial-
momen lentur. Untuk memastikan bahwa desain penulangan longitudinal/lentur kolom sudah
cukup untuk menahan gaya-gaya dalam maksimum yang terjadi.
Untuk menghitung kapasitas kolom digunakan Software ETABS dengan menggunakan diagram
interaksi kolom. Contoh kapasitas kolom K1 45/45 ditampilkan pada di bawah. Berikut adalah
hasil analisis menggunakan Software ETABS pada kolom K1 45/45 dengan tulangan terpasang
16 - D19.
76
Gambar 2. 43 Diagram interaksi kolom (P-M2)
Dari hasil analisis menggunakan Software ETABS, kapasitas kolom K1 45/45 dengan tulangan
terpasang 16 - D19 sudah mampu menahan kombinasi beban aksial-momen lentur dengan nilai
ØMn / Mu > 1 untuk semua kondisi pembebanan.
77
Penulangan Geser Kolom
Tabel Design Vu
Data:
Tulangan sengkang = 10 mm
Gaya geser maksimum = 120600 N
b = 400 mm
d = 357 mm
fc' = 21 MPa
fy = 240 MPa
Berdasarkan peraturan SNI 2847-2019 11.4 mengenai kuat geser yang disumbangkan oleh
tulangan geser, disebutkan:
1 Untuk kondisi , tidak diperlukan tulangan geser. Akan tetapi,
untuk faktor keamanan, tetap dipasang tulangan geser minimum.
2 Untuk kondisi dipasang tulangan geser minimum sesuai
pasal 11.4.6.3 persamaan 11-13 dengan jarak
3 Untuk kondisi , harus dipasang tulangan geser.
, dengan jarak yang mengacu pasal 11.4.7.2 SNI 2847-2019.
4 Jarak tulangan geser berdasarkan pasal 11.4.5.1 SNI 2847-2019 yang dipasang
tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur tidak boleh melebihi
jika .
5 Jika nilai maka sesuai pasal 11.4.5.3 SNI 2847:2019
spasi maksimum yang diberikan dalam pasal 11.5.4.1 dan 11.5.4.2 SNI 2847:2019
harus dikurangi setengahnya.
78
Dari hasil perhitungan didapat untuk kondisi dipasang tulangan
Av =
= 157.08 mm
S = ..
= 333.711 mm
Smax = d/2 = 178.5 mm
K1 45/45
Dimensi 450x450
Tul. Utama 16D19
Tul. Sengkang D10-100
79
6.4 Kontrol Strong Column Weak Beam
Strong Column weak beams merupakan salah satu syarat dari SRPMK, kontrol ini
adalah prinsip desain pada saat kolom didesain lebih kuat dari balok. Apabila terjadi
kerusakan, maka balok akan mengalami rusak terlebih dahulu dibandingkan dengan
kolomnya, sehingga bangunan tidak langsung mengalami keruntuhan.
Pada SNI Pasal 21.6.2 atau ACI Chapter 18.7.3 membatasi dengan ΣMc ≥ (6/5)ΣMg
yang merupakan batas minimum yang diizinkan. Dimana ΣMc adalah jumlah kuat lentur
nominal kolom yang merangka pada suatu hubungan balokkolom sesuai dengan arah gaya
lateral yang ditinjau dan menghasilkan nilai Mn terkecil, sedangkan ΣMc adalah jumlah kuat
lentur nominal balok.
Pada software ETABS terdapat kontrol strong column weak beam secara otomatis,
sehingga dapat diketahui rasio kekuatan kolom dan balok sebagai berikut.
Karena ratio (6/5) beam/column capacity masih <1 (ditandai dengan tidak ada kolom
beerwarna merah) maka semua kolom pada bangunan tersebut masih lebih kuat dari
baloknya, sehingga bangunan tersebut sudah memenuhi syarat SCWB tersebut.
80
BAB VII
PERENCANAAN PONDASI
7.1.Perencanaan Pondasi
7.1.1. Beban Pondasi
Struktur bawah memikul beban dari struktur atas sehingga struktur bawah tidak
boleh gagal lebih dahulu dari struktur atas. Beban beban berupa beban mati (D), hidup
(L), angin (W), tanah (H) gempa (E), dll. Beban yang dominan bekerja pada pondasi
adalah kombinasi beban kerja (D+L).
81
7.1.3. Pile Cap (Menunggu Data Tanah)
82
BAB VIII
KESIMPULAN
8.1. Kesimpulan
1. Perencanaan Terminal ini menggunakan system Sistem Rangka Penahan Momen
Khusu (SRPMK) dan Special Moment Frame (SMF) untuk mengikuti ketentuan
bangunan tahan gempa yang berada pada daerah yang memiliki magnitude gempa
sedang ke besar.
2. Kolom dan balok dirancang sebagai komponen struktur beton bertulang dengan mutu
beton 25 MPa dan mutu tulangan utama Fy = 420 Mpa dan Fy 280 Mpa untuk
sengkang.
3. Pelat lantai dirancang dengan tulangan wiremesh dengan mutu 500 Mpa dan mutu
beton 25 MPa.
84
85
REFERENSI
84
LAMPIRAN A: PEMBEBANAN TANGGA
85
LAMPIRAN B – BEBAN ANGIN PADA ATAP
86
Sesuai dengan Tabel 26.6 - 1, Faktor Arah Angin, dipilih nilai dengan tipe struktur atap lengkung
Faktor arah angin (Kd)
sebesar 0.85
Eksposur B karena dipilih berdasarkan Kekasaran permukaan B, yaitu untuk daerah perkotaan,
Kategori eksposur
pinggiran kota atau daerah berhutan (Pasal 26.7)
Bangunan berada pada lokasi yang datar, jadi tidak termasuk dalam pasal 26.8.1 maka nilai Kzt = 1
Kategori topografi (Kzt)
(Pasal 26.8.2)
Bangunan bertingkat rendah yang dijelaskan dalam pasal 26.2 diizinkan untuk dianggap kaku, maka
Faktor efek tiupan angin ( G )
faktor efek tiupan angin diambil nilai 0,85 (Pasal 26.9.1)
Sesuai dengan Tabel 26.11-1 dengan klasifikasi ketertutupan menggunakan Bangunan Terbuka
Koefisien tekanan internal (Gcpi)
didapat nilai Koef Tekanan Internal 0
Koefisien Tekanan Velositas,
Dengan Kategori Eksposur B dan ketinggian 21.3 m, maka didapat nilai Kz 0.89
Kz atau Kh
87
88
Interpolasi Kz
1 1.9 2 Kz = 𝐷 − 𝐷 − 𝐹 𝑥
0.5 kz 0.3
Kz = 0.32
89
90
CONTOH REKAP BEBAN ANGIN
BEBAN ATAP
3.975
2.61
6.00
BEBAN BEBAN :
Beban Mati : Berat satuan
Penutup atap (genteng & zincalum
60.0
) 60.0 kg/m2
Berat sendiri kuda2 25.0 35.0 kg/m2
Plafond 18.0 18.0 kg/m2
Instalasi 5.0 5.0 kg/m2
Beban Angin :
Tekanan Angin : 40.0 kg/m2 0.392 kN/m2
Koefisiean angin
Koefisien angin :
Pada arah angin = 0.9 Cp = 0.7 ASCE (winward)
Di belakang arah angin = 0.55 SNI (leeward)
91
Beban pada balok rangka atap (per-meter panjang) :
Beban Mati : 118.00 kg/m1 Vertikal
Beban Angin:
Dibelakang angin
66.00 kg/m1 Horisontal
57.37 kg/m1 Vertikal
92
LAMPIRAN C – BEBAN GEMPA
93
94
LAMPIRAN E – SEPESIFIKASI PEMASANGAN TULANGAN
COLUMN
95
96
97
98
99
BEAM
100
101
102
103
104
105
106
107
108
SLAB
109
110
111
112
113
114
FOOTING
115
116
117
MASONRY
118
OTHERS
119
120