iv
2.8.9 Persamaan Penentuan Tebal Perkerasan Kaku (D)...................................... 38
BAB III METODE PELAKSANAAN ........................................................................... 39
3.1 Umum .................................................................................................................. 39
3.2 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 39
3.3 Analisis Pengolahan Data ................................................................................... 39
BAB IV ANALISA ........................................................................................................... 41
4.1 Stabilisasi Tanah Dasar ....................................................................................... 41
4.1.1 Pemilihan Bahan Additif ............................................................................. 41
4.1.2 Mekanisme Stabilisasi dengan Kapur Quick Lime ...................................... 41
4.1.3 Pengujian Laboratorium .............................................................................. 42
4.1.4 Penentuan Kadar Kapur Optimum ............................................................... 42
4.1.5 Hasil dan Kesimpulan Dari Stabilisasi Yang Dilakukan ............................. 43
4.2 Analisa Tebal Perkerasan Kaku Metode AASHTO 1993 ................................... 43
4.3 Data Teknis ......................................................................................................... 47
4.4 Data Lapangan .................................................................................................... 47
4.5 Data Parameter Perencanaan Perkerasan Kaku................................................... 47
4.6 Perhitungan ESSAL Komulatif ........................................................................... 50
4.7 Penentuan Tebal Plat ........................................................................................... 51
4.8 Perhitungan Dowel dan Tie Bar .......................................................................... 52
4.8.1 Analisis Dowel ............................................................................................. 52
4.8.2 Analisis Tiebar............................................................................................. 53
4.9 Kebutuhan Tulangan Dowel dan Tie Bar............................................................ 54
4.9.1 Kebutuhan Dowel ........................................................................................ 54
4.9.2 Kebutuhan Tiebar ........................................................................................ 57
4.10 Kebutuhan Tulangan Memanjang dan Melintang ........................................... 60
4.10.1 Penulangan Memanjang............................................................................... 61
4.10.2 Penulangan Melintang ................................................................................. 63
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 66
5.1 Prediksi Volume Kendaraan ............................................................................... 66
5.2 Hasil Perencanaan Perkerasan Kaku Metode AASHTO 1993 ........................... 66
5.3 Hasil Perhitungan ................................................................................................ 66
BAB VI HASIL DAN KESIMPULAN ........................................................................... 68
6.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 68
6.2 Saran .................................................................................................................... 69
v
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 70
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 71
vi
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
10
Bab ini berisikan perencanaan dari data yang telah didapatkan mengenai
permasalahan yang ada.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tenang kesimpulan beserta saran mengenai hasil
pembahsan yang telah dianalisis dalam penulisan tugas PROJECT WORK ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11
BAB II
DASAR TEORI
13
2.2 Jenis Konstruksi Perkerasan
Jenis Konstruksi pada jalan meliputi:
2.2.1 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Menurut Suryawan (dalam Indah, 2017) perkerasan jalan beton
semen atau perkerasan kaku adalah suatu konstruksi perkerasan dengan
agregat sebagai bahan bakunya dan menggunakan semen sebagai bahan
ikatnya. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang
tinggi akan menditsribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup
luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh
dari slab beton itu sendiri.
15
2.2.3 Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku merupakan struktur yang terdiri atas pelat beton yang
bersambung dengan atau tanpa tulangan yang memiliki kekuatan dan
ketebalan tertentu, yang letaknya diatas tanah dasar atau diatas lapisan
pondasi bawah yang berada di atas tanah dasar seperti pada gambar 2. 3,
gambar 2. 4, dan gambar 2. 5. Penyebaran beban kendaraan pada perkerasan
kaku cenderung disalurkan ke area yang lebih luas ke tanah dasar seperti
pada gambar 2. 6. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan dasar beton yang
menjadikan perkerasan ini memiliki kekakuan dan modulus elastisitas yang
tinggi, sehingga kekuatan perkerasan lebih banyak ditentukan oleh kekuatan
pelat beton.
16
Gambar 2. 5 Struktur Perkerasan Kaku pada Galian.
Sumber: Bina Marga, 2017
17
kurus (Lean-Mix Concrete).
Menurut Suryawan (dalam Indah, 2017) lapis pondasi bawah
memiliki fungsi, sebagai berikut:
a. Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen
b. Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (k)
c. Mencegah terjadinya pumping butiran-butiran halus tanah pada
daerah sambungan,retakan dan ujung samping perkerasan.
d. Mengurangi retak pada pelat beton
e. Menjadi lantai kerja.
3. Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar merupakan tanah yang telah dipadatkan dengan
ketebalan tertentu agar dapat mendukung beban lalu-lintas selama umur
rencana. Tanah dasar dapat berupa tanah asli, daerah timbunan atau
galian. Tanah dasar terletak di bawah pelat beton dan lapisan pondasi
bawah, sehingga tegangan akibat beban yang diterima lebih kecil
dibanding lapisan di atasnya
2.2.4 Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdapat 2 (dua) jenis tulangan, yaitu:
1. Tulangan Pelat
Adapun karakteristik dari tulangan pelat pada perkerasan beton
semen adalah sebagai berikut:
• Bentuk tulangan pelat umumnya berupa lembaran atau gulungan.
Pada pelaksanaan di lapangan, tulangan yang berbentuk lembaran
dinilai lebih baik dibanding tulangan yang berbentuk gulungan.
Kedua bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.
• Fungsi dari tulangan pelat adalah untuk “memegang beton” agar
tidak retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan
momen ataupun gaya lintang. Oleh karena itu, penggunaan
tulangan pelat tidak mengurangi tebal perkerasan beton semen.
2. Tulangan Sambungan
Terdapat 2 (dua) macam tulangan sambungan pada konstruksi
perkerasan kaku, yaitu tulangan sambungan arah melintang dan arah
memanjang. Tulangan sambungan arah melintang berfungsi untuk
18
membantu kembang susut ke arah memanjang pelat. Sedangkan
tulangan sambungan arah memanjang berfungsi untuk membantu
gerakan lenting pelat beton.
19
c. Pengecoran terhenti lebih dari 30 menit, karena rusaknya alat
atau adukan beton yang terlambat.
Perletakan sambungan pelaksanaan dapat melintang ataupun
memanjang, sesuai dengan perencanaan. Pada sambungan
memanjang umumnya terdapat tulangan pengikat berulir (tie bar)
seperti pada gambar 2. 8 yang terletak di tengah sambungan kontak
untuk menjamin kontak antara sambungan pada pelat yang
berdampingan.
Sambungan memanjang berfungsi untuk mengendalikan
retak dalam arah memanjang yang diakibatkan lengkungan
(warping), tegangan ekspansi, dan tegangan susut yang disebabkan
oleh perubahan suhu pada saat beton dihamparkan pada area yang
luas.
Pada sambungan pelaksanaan memanjang umumnya
terdapat pengunci pada bagian tengahnya seperti pada gambar 2.9
dengan ketinggian pengunci sekitar 2h, dengan h adalah ketebalan
pelat beton.
Gambar
Sumber: Departemen 2. 8 Tipikal
Permukiman danSambungan
Prasarana Memanjang
Wilayah, 2003
22
Sambungan isolasi digunakan untuk memisahkan perkerasan
dengan bangunan lain, seperti jalan pendekat jembatan, manhole,
jalan lama dan lain-lain seperti pada gambar 2.14.
23
Gambar 2. 17 Sambungan Isolasi Tanpa Ruji
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003
2.2.6 Dowel dan Tiebar
1. Dowel (Ruji)
Menurut Suryawan (2013), dowel adalah batang baja tulangan
yang berfungsi sebagai alat penyalur beban pada sambungan yang
dipasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi
atau dicat untuk memberikan kebebasan bergeser. Batang dowel
dipasang pada jarak, diameter, dan panjang tertentu. Penentuan diamater
dowel dapat menggunakan pendekatan dengan formula sebagai berikut:
d = D/8 ...........................................................................................(2.5)
dimana:
d = Diameter dowel (inci)
D = Tebal perkerasan beton (inci)
Tebal pelat perkerasan Diameter dowel Panjang dowel Jarak dowel
inci mm inci mm inci mm inci mm
6 150 ¾ 19 18 450 12 300
7 175 1 25 18 450 12 300
8 200 1 25 18 450 12 300
9 225 1¼ 32 18 450 12 300
10 250 1¼ 32 18 450 12 300
11 275 1¼ 32 18 450 12 300
12 300 1½ 38 18 450 12 300
13 325 1½ 38 18 450 12 300
14 350 1½ 38 18 450 12 300
Tabel 2. 1 Ukuran dan Jarak Batang Dowel yang Disarankan
Sumber: Suryawan 2013
2. Tiebar (batang)
Menurut Suryawan (2013), tiebar adalah potongan baja yang
dipasangkan pada sambungan lidah-alur untuk mengikat pelat agar tidak
24
bergerak horizontal. Jumlah tulangan tiebar per satuan lebar dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑊𝑥𝐷𝑥𝐹𝑥𝐿
𝐴𝑆 = 𝑓𝑠
..................................................................................(2.6)
dimana:
As = Jumlah tulangan per satuan lebar.
F = Koefisien gesek antara dasar pelat dan permukaan lapis
pondasi bawah atau tanah dasar.
W = Berat volume pelat beton.
Fs = Tegangan izin tulangan baja.
L = Lebar lajur.
D = Tebal perkersan beton.
Jenis Tegan Tebal Diamter Batang ½ in Diamter Batang 5/8 in
dan gan Perke Pa Jarak Maksimum (in) Pa Jarak Maksimum (in)
Mutu Kerja rasan nja Lebar Lebar Lebar nja Lebar Lebar Lebar
Baja (psi) (in) ng Lajur Lajur Lajur ng Lajur Lajur Lajur
(in) 10 ft 11 ft 12 ft (in) 10 ft 11 ft 12 ft
Grad 30.000 6 25 48 48 48 30 48 48 48
e 40 7 25 48 48 48 30 48 48 48
8 25 48 44 40 30 48 48 48
9 25 48 40 38 30 48 48 48
10 25 48 38 32 30 48 48 48
11 25 35 32 29 30 48 48 48
12 25 32 29 26 30 48 48 48
Tabel 2. 2 Jarak Tiebar yang Disarankan
Sumber: Suryawan, 2013
2.3 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur (flexible pavement) atau perkerasan aspal (asphalt
pavement), umumnya terdiri dari lapis permukaan aspal yang berada di atas lapis
pondasi bawah granuler yang dihamparkan di atas tanah dasar. Secara umum,
perkerasan lentur terdiri dari 3 (tiga) lapisan utama, yaitu :
a. Lapis Permukaan (Surface Course), fungsinya :
• Lapis perkerasan penahan beban roda, yang mempunyai stabilitias
25
tinggi untuk menahan rofa selama masa pelayanan
• Lapis Kedap Air. Air yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan
bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
• Lapis Aus, Lapisan ini yang langsung menderita gesekan akibat roda
kendaraan
• Lapis – lapis yang menyebabkan beban ke lapisan dibawahnya sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih jelek.
b. Lapis Pondasi (base course), fungsinya :
• Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan bawahnya
• Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
• Bantalan terhadap lapisan permukaan
c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)., fungsinya:
• Menyebarkan beban roda ke tanah dasar
• Efisiensi penggunaan material. Materi pondasi bawah lebih murah
daripada lapisan di atasnya
• Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi
• Lapisan partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan
pondasi atas.
Dalam hal lain, lapis pondasi bawah dan/ atau lapis pondasi tidak
digunakan, yaitu bila perkerasan merupakan perkerasan aspal di seluruh
kedalamannya (full depth asphalt pavement). Selain itu, perkerasan aspal dengan
lapis pondasi dan/ atau lapis pondasi bawah yang distabilisasi dengan
menggunakan aspal atau semen.
26
2.4 Perkerasan Komposit (Composite Pavement)
Pada perkerasan beton, umumnya dibutuhkan syarat minimum kerataan
permukaan jalan. Dalam kondisi di mana kualitas kenyamanan kendaraan
diutamakan, maka lapis tambahan (overlay) aspal diberikan pada permukaan beton.
Perkerasan komposit adalah perkerasan gabungan antara perkerasan beton dan
perkerasan aspal. Perkerasan terdiri dari lapis beton aspal (asphalt concrete, AC)
yang berada di atas perkerasan beton atau lapis pondasi yang dirawat.
27
Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur
pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan.
Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika
semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-1550C, sehingga disebut
beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan hotmix.
Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua
macam, yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat
bisa menjadi bermacam-macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang
dituju pada penyusunan suatu perkerasan.
Salah satu produk campuran aspal yang ini banyak digunakan oleh
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah adalah AC- WC (Asphalt
Concrete - Wearing Course)/ Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu
dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base.
Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan dalam perkerasan dan
mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya.
Pada campuran laston yang bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga
dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang. Hal
tersebut menyebabkan campuran AC-WC lebih peka terhadap variasi dalam
proporsi campuran.
2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Struktur Perkerasan
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kinerja struktur perkerasan antara
lain:
1. Pengaruh Kelembaban.
Perubahan kelembaban air dalam perkerasan, umumnya diakibatkan dari
hal-hal berikut :
a. Rembesan dari permukaan tanah yang lebih tinggi ke jalan.
b. Fluktuasi muka air tanah.
c. Infiltrasi air yang berasal dari permukaan perkerasan jalan dan bahu
jalan.
d. Transfer kelembaban sebagai akibat perbedaan kadar air atau suhu dalam
bentuk cair atau uap.
e. Permeabilitas relatif dari lapisan-lapisan perkerasan terhadap tanah
dasar.
28
Pengaruh air yang dapat merusak pada lapisan perkerasan dan tanah
dasar (AASHTO, 1993), sebagai berikut :
a. Air dalam permukaan aspal dapat merusak aspal, mengurangi
modulus dan menghilangkan kekuatan tariknya. Penjenuhan dapat
mereduksi modulus aspal (saat kering) hingga 30%-nya atau lebih.
b. Kenaikan kelembaban (kadar air) dalam agregat lapis pondasi dan
pondasi bawah granuler, dapat mengurangi sebagian kekakuan
material tersebut hingga 50%-nya atau lebih.
c. Pada lapis pondasi dirawat aspal (asphalt treated base, ATB),
kenaikan kelembaban dapat mengurangi modulus hingga 30% dan
menambah kemudahan tererosi pada lapis pondasi dirawat semen
atau kapur.
d. Penjenuhan tanah dasar berbutir halus dapat menyebabkan
berkurangnya modulus hingga 50%.
Dengan demikian kelembaban atau kadar air disekitar lapis
perkerasan mempunyai pengarih penting dalam kinerja perkerasantersebut.
Kekakuan dan kekuatan material granuler yang tidak terikat dan tanah dasar
sangat besar bergantung pada kadar air materialnya.
2. Pengaruh temperatur
Pada perkerasan kaku, gradien temperatur akibat perbedaan suhu
dibagian atas dan bawah perkerasan menyebabkan perkerasan kaku
melengkung. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi sifat serta kinerja
lapisan tersementasi dan beton, yaitu berpengaruh pada kecepatan kenaikan
kekuatan material ini. Jika dalam perkerasan kaku dilakukan pada temperatur
tinggi atau udara sangat panas, maka pengeringan terlalu cepat akan
mengganggu karakteristik kekuatan ultimit dan kelelahan material. Pada
perkerasan kaku, pengeringan yang terlalu cepat akan berakibat pelat beton
retak-retak.
3. Pengaruh cuaca
Pemilihan kondisi cuaca yang tepat diperlukan terutama untuk
pekerjaan pemeliharaan perkerasan. Pemeliharaan dapat pula dilakukan
selama musim dingin atau hujan, tapi membutuhkan penanganan yang
cermat, karena pekerjaan perbaikan pada musim tersebut biasanya hasilnya
29
kurang memuaskan. Pada prinsipnya, hal yang terbaik adalah bila ada
kerusakan jalan yang berakibat ketidaknyamanan lalu lintas, maka segera
dilakukan perbaikan, walaupun mungkin sifatnya hanya sementara.
4. Pengaruh drainase
Drainase jalan yang baik harus mampu menghindarkan masalah-
masalah kerusakan jalan yang diakibatkan oleh pengaruh air dan beban lalu
lintas. Pengumpulan air dalam lapisan tanah dasar yang berada di bawah
struktur perkerasan, dapat menyebabkan halhal sebagai berikut (Asphalt
Institute MS-15):
a. Perlemahan tanah dasar dan komponen struktur perkerasan
b. Mengurangi tahanan gesek yang bekerja diantara partikel
perkerasan akibat gaya apung
c. Kenaikan atau pengembangan tanah dasar yang ekspansif akibat
kenaikan kadar air
2.6 Kondisi Fungsional dan Struktural
Perkerasan jalan dibangun untuk melayani lalu lintas dan pelayanan publik.
Karena itu, jalan sedapat mungkin dibangun dengan standar yang tinggi, permukaan
rata, tapi masih dalam batas-batas nilai ekonomis. Jika volume lalu lintas tidak
besar, maka tidak begitu diperlukan permukaan yang rata sempurna, tapi
dibutuhkan permukaan yang masih dalam batas toleransi, sehingga masih dapat
menjamin kelancaran lalu lintas.
Kondisi fungsional menyatakan kualitas kenyamanan kendaraan yang
terutama bergantung pada kekasaran permukaan perkerasan. Karakteristik
fungsional, kecuali berhubungan langsung dengan karakteristik profil permukaan,
juga terkait dengan karakteristik kekesatan. Walaupun kekesatan tidak terkait
dengan kinerja struktur perkerasan, namun kekesatan menentukan kualitas
fungsional yang mempengaruhi keamanan lalu lintas kendaraan. Kegagalan
fungsional ditandai dengan tidak berfungsinya perkerasan dengan baik, sehingga
kenyamanan dan keselamatan pengendara menjadi terganggu. Kegagalan
fungsional bergantung terutama pada derajat kekasaran permukaan.
Kondisi struktural bergantung pada daya dukung dan kondisi dari perkerasan
secara struktural. Ulliditz (1987) mendefinisikan, daya dukung perkerasan sebagai
jumlah lintasan roda dengan tipe kendaraan yang dispesifikasikan, di mana
30
perkerasan masih dapat mendukung, sebelum perkerasan tersebut mencapai tingkat
kerusakan fungsional dan struktural yang tidak dapat diterima. Dalam pekerjaan
evaluasi struktural, evaluasi bertujuan untuk menentukan kemampuan struktur dari
sistem perkerasan saat ini, dan untuk memprediksikan umur pelayanan dimasa
datang, yang dipertimbangkan terhadap volume lalu lintasnya. Kegagalan
struktural ditandai dengan terurainya satu atau lebih komponen perkerasan.
Kegagalan struktural ditandai dengan terurainya satu atau lebih komponen
perkerasan.
Dalam proses perencanaan perkerasan, harus dibedakan antara kegagalan
fungsional dan struktural dari perkerasan. Dalam perkerasan jalan, faktor utama
yang menjadi pertimbangan adalah kegagalan fungsional, walaupun dalam
kenyataannya perkerasan juga dirancang dengan mempertimbangkan kemungkinan
terjadi kegagalan struktural.
2.7 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku dengan Metode AASHTO 1993
2.7.1 Analisis Lalu Lintas (Traffic Design)
Data dari parameter yang digunakan untuk perencanaan tebal
perkerasan kaku ini adalah sebagai berikut
1. Umur Rencana
Umumnya umur rencana perkerasan kaku dapat direncanakan untuk 20
– 40 tahun.
2. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) dan Pertumbuhan Lalu-lintas
Tahunan
Lalu lintas harian rata-rata adalah satuan volume lalu lintas yang
umumnya digunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar
lajur.
3. Vehicle Damage Factor (VDF)
Vehicle Damage Factor atau faktor daya rusak kendaraan adalah
perbandingan antara daya rusak oleh beban sumbu kendaraan terhadap
daya rusak oleh beban sumbu standar.
4. Faktor Distribusi Arah (DD) dan Faktor Distribusi Lajur (DL)
Faktor distribusi arah (DD) = 0,3 – 0,7. Umunya faktor distribusi arah
(DD) diambil 0,5 (AASHTO 1993 hal. II-9).
Faktor Distribusi Lajur (DL) terdapat pada tabel 2. 5
31
Jumlah Lajur Setiap Arah DL (%)
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Tabel 2. 3 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Sumber: AASHTO, 1993
5. Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (Traffic
Design)
Rumus umum trafiic design (ESAL = Equivalent Single Load Axle) :
𝑁𝑛
𝑊18 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 𝑥 𝑉𝐷𝐹𝑗 𝑥 𝐷𝐷 𝑥 𝐷𝐿 𝑥 365
𝑁1
......................................(2.1)
dengan:
W18 = Traffic design pada lajur lalu lintas, Equivalent Single Load Axle.
LHRj = Jumlah lalu lintas harian rata-rata 2 arah untuk jenis kendaraan
j.
VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenis kendaraan j.
DD = Faktor distribusi arah.
DL = Faktor distribusi lajur.
N1 = Lalu lintas pada tahun pertama jalan dibuka.
Nn = Lalu lintas pada akhir umur rencana.
2.7.2 Reliabilitas (Reliability)
Reliabilitas adalah probabilitas perkerasan yang direncanakan akan
tetap memuaskan selama masa layannya. Nilai-nilai reliabilitas yang
disarankan AASHTO 1993 untuk perancangan berbagai klasifikasi jalan
terdapat pada tabel 2.2. Sedangkan, hubungan antara reliabilitas (R) dengan
standar deviasi normal (ZR) terdapat pada tabel 2.5.
Tingkat Reliabilitas (%)
Tipe Jalan
Urban Rural
Utama 85 – 99 80 – 95
32
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
34
No. Tipe Material LS
1. Cement Treated Granular Base (E = 1.000.000 – 2.000.000 psi) 0–1
2. Cement Agregat Mixture (E = 500.000 – 1.000.000 psi) 0–1
3. Asphalt Treated Base (E = 350.000 – 1.000.000 psi) 0–1
4. Bituminous Stabilized Mixtures (E = 40.000 – 300.000 psi) 0–1
5. Lime Stabilized (E = 20.000 – 70.000 psi) 1–3
6. Unbound Granular Material (E = 15.000 – 45.000 psi) 1–3
7. Fine grained / Natural subgrade material (E = 3.000 – 40.000 psi) 2–3
Tabel 2. 6 Loss Of Support Factors (LS)
Sumber : AASHTO, 1993
2.7.5 Modulus Elastisitas Beton
Kekuatan perkerasan kaku sangat dipengaruhi oleh karakterisitik
beton yang digunakan. Nilai kuat lentur (Sc’) dan kuat tekan (f c’) dari
material tersebut merupakan parameter penting dalam perencanaan tebal
perkerasan. Selain itu, kekuatan beton juga ditentukan oleh nilai modulus
beton yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝐸𝐶= 57.000 √𝑓𝑐 ′..................................................................................(2.3)
dengan:
EC = Modulus elastisitas beton (psi).
fc’ = Kuat tekan beton (psi).
Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada spesifikasi pekerjaan.
35
2.7.6 Kuat Lentur Beton (Flextural Strength)
Flexural strength (Modulus of rupture) ditetapkan sesuai pada
spesifikasi pekerjaan. Flexural strength : Sc’ = 45 kg/cm2 = 640 psi.
120 – 175 25
155 – 230 30
225 – 335 40
280 – 400 45
𝑪) 𝒙 𝟏𝟎𝟎................................................(2.4)
36
dengan:
Pheff = Prosen hari efektif hujan dalam setahun yang akan berpengaruh
terkenanya perkerasan (dalam %).
Tjam = Rata-rata hujan per hari (jam).
Thari = Rata-rata jumlah hari hujan per tahun (hari).
C = Koefisien pengaliran.
Pendekatan dengan lama dan frekuensi hujan, yang rata-rata terjadi
hujan selama 3 jam per hari dengan nilai koefisien pengaliran (C) untuk
jalan beton sekitar 0,70 – 0,95.
Selanjutnya drainage coefficient diambil dari tabel 2.11 dibawah ini
Persen Waktu Struktur Perkerasan Terkena Air Hingga
Tingkat Kelembabannya Mendekati Jenur Air
Kualitas
<1% 1–5% 5 – 25 % > 25 %
Drainase
Sempurna 1,25 – 1,20 1,20 – 1,15 1,15 – 1,10 1,10
Baik 1,20 – 1,15 1,15 – 1,10 1,10 – 1,00 1,00
Sedang 1,15 – 1,10 1,10 – 1,00 1,00 – 0,90 0,90
Buruk 1,10 – 1,00 1,00 – 0,90 0,90 – 0,80 0,80
Sangat Buruk 1,00 – 0,90 0,90 – 0,80 0,80 – 0,70 0,70
Tabel 2. 10 Koefisien Drainase (Cd) Untuk Perancangan Perkerasan Beton
Sumber: AASHTO, 1993
2.7.8 Koefisien Transfer Beban (Load Transfer Coefficient)
Menurut Aly (2004), koefisien transfer beban (J) adalah faktor yang
digunakan dalam perancangan perkerasan kaku untuk memperhitungkan
kemampuan struktur perkerasan beton dalam mentransfer atau
mendistribusikan beban yang melintas diatas sambungan atau retakan.
Tabel 2.12 menunjukkan nilai-nilai (J) yang disarankan oleh AASHTO
1993.
Tipe Perkerasan Pelat Beton Semen Portland Terikat
Alat Transfer Beban Ya Tidak
Tipe Perkerasan Pelat Beton Semen Portland Terikat
37
Perkerasan beton tak bertulang
bersambungan (JPCP) dan 2,5 – 3,1 3,6 – 4,2
bertulang bersambungan (JRCP)
Perkerasan beton bertulang
2,3 – 2,9 Tidak ada
bersambungan (CRCP)
Tabel 2. 11 Koefisien Transfer Beban (J)
Sumber: AASHTO, 1993
Contoh penetapan parameter penyaluran beban adalah sebagai berikut:
1. Sambungan dengan dowel: J = 2,5 – 3,1
2. Untuk desain overlay : J = 2,2 – 2,6
2.7.9 Persamaan Penentuan Tebal Perkerasan Kaku (D)
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔10 [ ] 𝑆𝑐′ 𝐶𝑑 𝑥 [𝐷 0,75−1,132]
4,5−1,5
𝑙𝑜𝑔10 𝑊18 = 𝑍𝑅 𝑆𝑂 + 7,35 𝑙𝑜𝑔10 (𝐷 + 1) − 0,06 + 1,624 𝑥 107
+ (4,22 − 0,32 𝑃𝑡 ) 𝑥 𝑙𝑜𝑔10 18,42
.....(2.7)
1+ (𝐷+1)8,46 215,63 𝑥 𝐽 𝑥 [𝐷 0,75− ]
(𝐸𝑐 :𝑘)0,25
dengan:
W18 = Traffic Design, Equivalent Single Axle Load (ESA).
ZR = Standar normal deviasi.
SO = Standar deviasi.
D = Tebal perkerasan kaku.
∆PSI = Serviceability loss = PO – Pt
PO = Initial serviceability.
Pt = Terminal serviceability index.
SC’ = Modulus of rupture sesuai spesifikasi pekerjaan (psi).
Cd = Drainage coefficient.
J = Load transfer coefficient.
EC = Modulus elastisitas (psi).
K = Modulus reaksi tanah dasar (pci).
38
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas perencanaan desain
perkerasan kaku ini adalah :
• Metode studi pustaka
Dengan metode ini kami menggunakan perhitungan AASHTO 1993,
dimana dibutuhkan parameter untuk perhitungannya.
• Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis permasalahan
yang akan dibahas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
metode literatur. Metode literatur yaitu metode yang digunakan untuk
mendapatkan data sekunder dengan cara mengumpulkan,
mengidentifikasi dan mengolah data tertulis yang diperoleh. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari PT. Jasamarga Persero Tbk.
Data sekunder yang dimaksud adalah Jumlah volume lalu lintas untuk
mengetahui prediksi volume lalu lintas dan ESAL.
• Metode Bimbingan
Dalam metode ini penulis melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing melalui daring (online) terkait wabah Covid-19 agar
mendapatkan arahan yang tepat.
3.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi pada penelitian ini adalah bahwa dalam membangun jalan tol
dengan menggunakan perkerasan kaku memerlukan biaya konstruksi yang cukup
tinggi berdasarkan literatur maupun pengalaman dari instansi yang terkait.
3.3 Analisis Pengolahan Data
Untuk menganalisa tebal perkerasan kaku yang merupakan permasalahan
pada Tugas Besar ini. Menggunakan metode AASHTO tahun 1993.
39
BERIKUT BAGAN ALIR PELAKSANAAN
40
BAB IV
ANALISA
4.1 Stabilisasi Tanah Dasar
Pada suatu daerah, dimana ruas jalan yang akan dibangun harus melalui suatu
kondisi lapisan tanah yang tidak stabil, maka metoda stabilsasi tanah dengan bahan
additive tertentu merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam
perencanaan konstruksi jalan raya.
4.1.1 Pemilihan Bahan Additif
Dalam hal ini, bahan alam kapur merupakan bahan terbaik untuk
meningkatkan daya dukung atau CBR tanah dasar. Kapur dapat berupa
quick lime atau slaked dan limewash. Lapisan tanah dasar yang merupakan
stabilisasi tanah dengan kapur, dapat berfungsi merubah sifat plastisitas
(batas cair dan indeks plastisitas) berkurang, meningkatkan kekuatan dan
durabilitas, mengurangi resapan air dan pengembangan tanah (Kezdi,
1979). Jenis kapur yang digunakan dalam proses stabilisasi tanah dasar
Jalan Tol adalah jenis kapur dalam keadaan kering atau kapur aktif (quick
lime).
4.1.2 Mekanisme Stabilisasi dengan Kapur Quick Lime
Pada mekanisme metoda stabilisasi tanah dengan kapur akan terjadi
dua proses pengikatan sementasi, yaitu reaksi hidrasi (hydration) dan reaksi
flokulasi (flocculation). Pada proses reaksi hidrasi, kapur akan bereaksi
dengan air didalam tanah lempung, sehingga menimbulkan dampak
pengurangan kadar air pada tanah yang akan meningkatkan kadar air
optimum. Pada proses reaksi flokulasi, kapur yang bereaksi dengan tanah
lempung mengakibatkan beberapa kation dan unsur sodium (Na) pada
permukaan tanah lempung akan diganti oleh kalsium (Ca) dari kapur.
Akibat reaksi flokulasi ini, maka struktur mineral tanah lempung
akan saling mengikat dan plastisitas tanah akan berkurang. Untuk waktu
yang lama, maka kalsium secara bertahap akan mengganti unsur silika (Si)
pada tanah lempung, walaupun jumlah silika yang terganti tidak dapat
melebihi silika pada mineral lempung. Bila proses pengikatan ini
berlangsung lama, maka secara bertahap akan dapat meningkatkan kekuatan
tanah.
41
4.1.3 Pengujian Laboratorium
Untuk mengetahui sifat-sifat fisik (soil properties) material tanah
berbutir halus yang digunakan dalam proses stababilisasi, maka dilakukan
pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah, terdiri dari pengujian kadar air
tanah asli (natural moisture content), berat jenis (specific gravity), batas cair
(liquid limit), batas plastis (plastic limit), analisa saringan (sieve analysis).
Sesuai yang direncanakan, bahwa stabilisasi tanah kapur akan berfungsi
sebagai lapisan pondasi (soil lime base), maka pengujian sifat mekanis yang
dilakukan terdiri dari pemadatan tanah (soil compaction) dan CBR
laboratorium (laboratory CBR) pada kondisi rendaman (soaked CBR)
sesuai dengan perilaku yang direncanakan dan tanpa rendaman (unsoaked
CBR).
Untuk mengetahui prosentase kapur yang digunakan pada proses
stabilisasi tanah, maka material tanah berbutir halus plastisitas rendah
ditambah atau dicampur dengan kapur pada prosentase 5%, 10%, 15%, dan
20% dari berat tanah yang digunakan.
4.1.4 Penentuan Kadar Kapur Optimum
Untuk menentukan kadar kapur optimum pada proses rendaman air,
maka terlebih dahulu dilakukan uji kepadatan dan CBR laboratorium
terhadap campuran tanah dan kapur pada prosentase kadar kapur yang telah
ditetapkan. Berikut hubungan kadar kapur dengan nilai CBR.
43
AASHTO (1993) memberikan pedoman nilai minimum Pt untuk
jalan utama adalah 2,5
b. Initial Serviceability (Po)
AASHTO (1993) menyarankan, untuk perkerasan beton atau
perkerasan kaku, Po = 4,5.
c. Total Loss of Serviceability (Δ PSI)
Δ PSI = Po – Pt
= 4,5 - 2,5
=2
3. Reliabilitas (Reliability)
• Mengacu pada tabel 2.5 dan untuk jalan tol digunakan reliability 95%
• Mengacu pada tabet 2.6 tentang hubungan (R) dengan standard normal
deviation (ZR) maka nilai standard normal deviation (ZR) Sebesar – 1,645
• Untuk rigid pavement, nilai standar deviasi antara 0,3 – 0,4. Dalam
perhitungaan kali ini diambil nilai So sebesar 0,35.
4. CBR (California Bearing Ratio) dan Modulus Reaksi Tanah Dasar
Dalam perencanaan perkerasan kaku ini diambil nilai CBR sebesar 6%,
maka nilai CBR akan dikonversikan ke nilai Modulus Resilien (MR) dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
MR = 1500 x CBR
= 1500 x 6
= 9.000 psi
Sehingga didapat nilai k dengan persamaan :
K = MR / 19,4
= 9.000 / 19,4
= 463,918 psi dibulatkan 464 psi.
Rigid pavement menggunakan lean concrete dibawah pelat beton 10 cm.
Loss of Support : LS = 1
44
Koreksi effective modulus of subgrade reaction dengan gambar didapat nilai k =
160 pci
45
𝑐
𝑐
Tabel 4. 1 Data Jumlah Hujan Hari per Tahun
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah hari hujan 165 171 206 176 155
Pada perhitungan nilai (Pheff) dibutuhkan koefisien pengaliran (C).
Maka untuk perkerasan beton dipilih nilai koefisien pengaliran (C) sebesar
0,85. Dipilih nilai C sebesar 0,85 dengan pertimbangan semakin besar nilai
C berarti volume air yang mengalir lebih banyak dibanding yang meresap,
dan persentasi struktur perkerasan terkena air semakin kecil.
Selain koefisien pengaliran (C), dibutuhkan juga data rata-rata
lamanya hujan per hari (Tjam) yaitu sebesar 3 jam. Persentase struktur
perkerasan terkena hujan dihitung menggunakan persamaan 2.4.
165+171+206+176+155
𝑇ℎ𝑎𝑟𝑖 = 5
46
8 Standard deviation (SO) 0,35
9 Modulus reaksi tanah dasar efektif (k) 150
Gambar 4. 3 Lebar Lajur dan Bahu pada Jalan Tol Dramaga – Bogor
48
Tabel 4. 4 Prediksi Volume Lalu Lintas Masuk Jalan Tol
49
Tabel 4. 5 Vehicle Demage Factor
Sumber : Bina Marga MST 10 Ton
Gol I II III IV V
50
4.7 Penentuan Tebal Plat
Setelah mendapatkan ESAL, input data parameter – parameter yang
dibutuhkan dan sesuaikan dengan persamaan perhitungan tebal perkerasan.
Parameter mengacu pada tabel 4.2 yaitu
No. Parameter Desain
1 Umur Rencana 20 tahun
∆𝑃𝑆𝐼
𝑙𝑜𝑔10 [ ] 𝑆𝑐′ 𝐶𝑑 𝑥 [𝐷 0,75 − 1,132]
4,5 − 1,5
𝑙𝑜𝑔10 𝑊18 = 𝑍𝑅 𝑆𝑂 + 7,35 𝑙𝑜𝑔10 (𝐷 + 1) − 0,06 + 7 + (4,22 − 0,32 𝑃𝑡 ) 𝑥 𝑙𝑜𝑔10
1,624 𝑥 10 18,42
1+ 215,63 𝑥 𝐽 𝑥 [𝐷 0,75 − ]
(𝐷 + 1)8,46 (𝐸𝑐 : 𝑘)0,25
2
𝑙𝑜𝑔10 [4,5−1,5]
𝑙𝑜𝑔10 44.550.369 = −1,645 x 0,35 + 7,35 𝑙𝑜𝑔10 (𝐷 + 1) − 0,06 + 1,624 𝑥 107
+
1+
(𝐷+1)8,46
51
4.8 Perhitungan Dowel dan Tie Bar
4.8.1 Analisis Dowel
Tebal perkerasan (D) = 11,427 inci = 30 cm sehingga diameter dowel (d)
dengan persamaan sebagai berikut:
𝐷
𝑑=
8
11,427
𝑑=
8
𝑑 = 1,43 inci = 3,628 cm = 36,28 mm
Panjang dowel = 18 inci = 450 mm mengacu pada tabel 2. 1
Jarak dowel = 12 inci = 300 mm mengacu pada tabel 2. 1
Diameter minimum besi polos yang disarankan d = 38 mm
a. Luas penampang (As) Ø 38 mm
As = ¼ . π . d2
As = ¼ . π . 382
As = 1134,11 mm2
b. Jumlah dowel Ø 38 mm
Lebar perkerasan = 3500 mm
Jarak dowel 1 segmen = 300 mm
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛
Jumlah dowel 1 segmen = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 1 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
3500
= 300
= 13 buah
Luas penampang 1 segmen = jumlah dowel 1 segmen x luas
penampang
= 13 x 1134,11 mm
= 14.743,49 mm2
Diameter maksimum besi polos yang disarankan adalah d = 38 mm,
sehingga dowel yang digunakan pada perencanaan perkerasan ini adalah:
Diameter = 38 mm
Panjang = 450 mm
Jarak = 300 mm
52
4.8.2 Analisis Tiebar
Tebal perkerasan (D) = 11,42706 inci = 30 cm = 0,3 m
Lebar perkerasan (L) = 3,5 m = 3500 mm
Berat volume beton (W) = 2400 kg/m3
Digunakan baja Grade 40 (fs) = 30.000 psi (tegangan izin tulang
baja)
1 psi = 0,007 Mpa
fs 30.000 psi = 211,27 Mpa
1 Mpa = 100.000 kg/m2
fs 210 Mpa = 21.127.000 kg/m2
Koefisien gesekan (F) = 1,5 (AASHTO, 1993)
a. Luas tulangan yang dibutuhkan
𝑊𝑥𝐷𝑥𝐹𝑥𝐿
As = 𝑓𝑠
2400 𝑥 0,30 𝑥 1,5 𝑥 3,5
= 21.127.000
= 0,000179 m2/m lebar
= 1,35 buah
53
Untuk mengatasi keborosan dalam menggunakan tiebar maka perlu
dilakukan analisis sebagai berikut:
1,35 buah tiebar =1m
1
1 buah tiebar = 1,35 = 0,74 m = 740 mm
740 mm
54
- Dowel yang dibutuhkan :
= 553 x 26 = 14.367 buah (untuk 1 jalur)
- Total Dowel yang dibutuhkan (h)
= 14.367 x 2 = 28.734 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 38 (i)
= 7850 x 1 . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0382
= 8,903 kg/m’
- Berat Dowel
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø 38
= 115162,24 kg
= 115,16 ton
• Kebutuhan Dowel di Tikungan
1. Tikungan 1 (SCS)
- Lebar Jalan (a) : 3.5 m
- Jarak Dowel (b) : 0.3 m
- Panjang Dowel (c ) : 0.45 m
- Dowel yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (3.5⁄0.3) + 1 = 13 𝑏𝑢𝑎ℎ
Dowel 1 jalur : 2 x 13 = 26 buah
- Panjang Tikungan (f) : 168,569 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 168,569⁄ 5 = 34 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Dowel yang dibutuhkan :
= 34 x 26 = 884 buah (untuk 1 jalur)
- Total Dowel yang dibutuhkan (h)
= 884 x 2 = 1.768 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 38 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0382
= 8,903 kg/m’
- Berat Dowel
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø 38
55
= 7085,92 kg
= 7,09 ton
2. Tikungan 2 (FC)
- Lebar Jalan (a) : 3.5 m
- Jarak Dowel (b) : 0.3 m
- Panjang Dowel (c ) : 0.45 m
- Dowel yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (3.5 ⁄ 0.3) + 1 = 13 𝑏𝑢𝑎ℎ
Dowel 1 jalur : 2 x 13 = 26 buah
- Panjang Tikungan (f) : 153,595 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 153,595 ⁄ 5 = 31 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Dowel yang dibutuhkan :
= 31 x 26 = 806 buah (untuk 1 jalur)
- Total Dowel yang dibutuhkan (h)
= 806 x 2 = 1.612 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 38 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0382
= 8,903 kg/m’
- Berat Dowel
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø
38
= 6460,692 kg
= 6,461 ton
3. Tikungan 3 (SS)
- Lebar Jalan (a) : 3.5 m
- Jarak Dowel (b) : 0.3 m
- Panjang Dowel (c ) : 0.45 m
- Dowel yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (3.5⁄0.3) + 1 = 13 𝑏𝑢𝑎ℎ
Dowel 1 jalur : 2 x 13 = 26 buah
56
- Panjang Tikungan (f) : 429 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 429⁄ 5 = 85,8 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Dowel yang dibutuhkan :
= 85,8 x 26 = 2.230,8 buah (untuk 1 jalur)
- Total Dowel yang dibutuhkan (h)
= 2230,8 x 2 = 4461,6 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 38 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0382
= 8,903 kg/m’
- Berat Dowel
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑜𝑤𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø
38
= 17881,53 kg
= 17,8815 ton
• Jumlah Dowel yang dibutuhkan = 36.576 buah
= 16.459 m
• Berat Total Dowel = 146,590 ton
4.9.2 Kebutuhan Tiebar
• Kebutuhan Tiebar di jalan lurus
- Panjang Jalan Per Segmen (a) :5m
- Jarak Tiebar (b) : 0,740 m
- Panjang Tiebar (c ) : 0.635 m
- Tiebar yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (5⁄0.74) + 1 = 8 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tiebar untuk 2 lajur: 8 x 1 = 8 buah
- Panjang Jalan lurus (f) : 3.514 – (153,595 - 28,569 – 429) m
: 2763 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen = 5 m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 2763⁄ 5 = 553 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
57
- Tiebar yang dibutuhkan :
= 553 x 8 = 4421 buah (untuk 1 jalur)
- Total Tiebar yang dibutuhkan (h)
= 4.421 x 2 = 8.841 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 13
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0132
= 1,0414 kg/m’
- Berat Tiebar
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø 13
= 115162,24 kg
= 115,16 ton
• Kebutuhan Tiebar di Tikungan
1. Tikungan 1 (SCS)
- Panjang Jalan Per Segmen (a) :5m
- Jarak Tiebar (b) : 0,740 m
- Panjang Tiebar (c ) : 0.635 m
- Tiebar yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (5⁄0.74) + 1 = 8 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tiebar untuk 2 lajur: 8 x 1 = 8 buah
- Panjang Tikungan (f) : 168,569 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 168,569⁄ 5 = 34 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Tiebar yang dibutuhkan :
= 34 x 8 = 270 buah (untuk 1 jalur)
- Total Tiebar yang dibutuhkan (h)
= 270 x 2 = 539 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 13 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0132
= 1,0414 kg/m’
- Berat Tiebar
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø
58
13
= 357,04 kg
= 0,357 ton
2. Tikungan 2 (FC)
- Panjang Jalan Per Segmen (a) :5m
- Jarak Tiebar (b) : 0,740 m
- Panjang Tiebar (c ) : 0.635 m
- Tiebar yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (5⁄0.74) + 1 = 8 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tiebar untuk 2 lajur: 8 x 1 = 8 buah
- Panjang Tikungan (f) : 153,595 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 153,595/ 5 = 31 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Tiebar yang dibutuhkan :
= 31 x 8 = 246 buah (untuk 1 jalur)
- Total Tiebar yang dibutuhkan (h)
= 246 x 2 = 492 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 13 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0132
= 1,0414 kg/m’
- Berat Tiebar
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø
13
= 325,33 kg
= 0,325 ton
3. Tikungan 3 (SS)
- Panjang Jalan Per Segmen (a) :5m
- Jarak Tiebar (b) : 0,740 m
- Panjang Tiebar (c ) : 0.635 m
- Tiebar yang dibutuhkan persegmen (d) :
= (𝑎⁄𝑏) + 1 = (5⁄0.74) + 1 = 8 𝑏𝑢𝑎ℎ
59
Tiebar untuk 2 lajur: 8 x 1 = 8 buah
- Panjang Tikungan (f) : 429,00 m
- Banyaknya Segmen (g) 1 segmen =5m
= 𝑓⁄𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
= 429,0/ 5 = 86 𝑠𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛
- Tiebar yang dibutuhkan :
= 86 x 8 = 686 buah (untuk 1 jalur)
- Total Tiebar yang dibutuhkan (h)
= 686 x 2 = 1373 buah (untuk 2 jalur)
- Berat Jenis Ø 13 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0132
= 1,0414 kg/m’
- Berat Tiebar
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑒 𝑏𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑥 BJ Ø
13
= 908,661 kg
= 0,909 ton
• Jumlah Dowel yang dibutuhkan = 11.245 buah
= 7.140,448 m
• Berat Total Dowel = 7,443 ton
4.10 Kebutuhan Tulangan Memanjang dan Melintang
o Koefisien gesek antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya
Tabel 4. 7 Koefiien gesek antara plat beton dengan lapisan di bawahnya
Type material dibawah slab Friction factor (F)
Burtu, Lapen dan konstruksi
2,2
sejenis
Aspal beton, Lataston 1,8
Stabilisasi kapur 1,8
Stabilisasi aspal 1,8
Stabilisasi semen 1,8
Koral sungai 1,5
Batu pecah 1,5
Sirtu 1,2
Tanah 0,9
60
Angka Ekivalen antara baja dan beton
Tabel 4. 8 Hubungan antara Kuat Tekan Beton dan Angka ekuivalen baja dan
beton serta Fr
fc ’ fc ’ n fr
As = ¼ . 3,14 . 10 2
= 78,5 mm2
Jumlah tulangan = 110,4 / 78,5
= 1,406 (dipakai 1 buah tulangan)
= D10 – 150
= 3600/150
= 24 per segmen
1 jalur/segmen = 24 x 2 = 48 buah
A. Untuk Jalan Lurus
Total 1 Jalur = 48 x 553 = 26.523
Total 2 Jalur = 2 x 36.523 = 53.046
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x 4 . π . d2
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 tiebar (635mm) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
= 20.776,12 kg
= 20,78 ton
B. Untuk Jalan Menikung
Tikungan 1 (SS)
Total 1 Jalur = 48 x 86 = 4118 buah
Total 2 Jalur = 2 x 4.118 = 8237 buah
Berat Jenis Ø 10 (i)
1 2
= 7850 x 4 . π . d
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 tiebar (635mm) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
62
= 3225,03 kg
= 3,23 ton
Tikungan 2 (FC)
Total 1 Jalur = 48 x 31 = 1475 buah
Total 2 Jalur = 2 x 1475 = 2949 buah
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 tiebar (635mm) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
= 1155,01 kg
= 1,16 ton
Tikungan 3 (SCS)
Total 1 Jalur = 48 x 34 = 1618 buah
Total 2 Jalur = 2 x 1618 = 3237 buah
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 tiebar (635mm) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
= 1267,61 kg
= 1,27 ton
Beban Total Tulangan Memanjang = 26,42 Ton
4.10.2 Penulangan Melintang
μ. L. M. g. h
As =
2 . fs
1,5 . 5 . 2400 . 9,81 . 0,30
𝐴𝑠 =
2 . 240
= 110,3625 mm2/m’
As min = 0.2% x (30 x 10) x 1000
= 300 mm2/m’
63
Dipakai tulangan diameter 10 mm
As = ¼ . 3,14 . 10 2
= 78,5 mm2
Jumlah tulangan = 110,4 / 78,5
= 1,406 (dipakai 1 buah tulangan)
= D10 – 200
= 5000/200
= 25 / segmen
1 jalur/segmen = 25 x 2 = 50 buah
1. Untuk Jalan Menikung
Total 1 Jalur = 50 x 553 = 27628
Total 2 Jalur = 2 x 27628 = 55257
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
= 21641,79 kg
= 21,64 ton
2. Untuk Jalan Menikung
Tikungan 1 (SS)
Total 1 Jalur = 50 x 85,8 = 4290 buah
Total 2 Jalur = 2 x 4.290 = 8580 buah
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
= 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 tiebar (635mm) 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2 jalur 𝑥 BJ Ø 13
= 3360,43 kg
= 3,36 ton
Tikungan 2 (FC)
64
Total 1 Jalur = 50 x 31 = 1536 buah
Total 2 Jalur = 2 x 1536 = 3072 buah
Berat Jenis Ø 10 (i)
1
= 7850 x . π . d2
4
= 7850 x 0,25 x 3,14 x 0,0102
= 0,617 kg/m’
Berat Tulangan
65
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rigid Pavement = 30 cm
Lean Concrete = 10 cm
66
Gambar 5. 3 Perkerasan Jalan Tol Dramaga - Bogor
67
BAB VI
HASIL DAN KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa perencanaan perkerasan kaku Jalan Tol Dramaga – Bogor
dengan menggunakan metode AASHTO 1993 , dapat disimpulkan :
1. Perkuatan tanah atau stabilisasi tanah dasar, dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan CBR dilapangan, cara terbaik yang dipilih untuk
meningkatkan CBR Jalan Tol Dramaga – Bogor adalah dengan
menambahkan kapur jenis kapur kering aktif atau quick lime dengan kadar
optimum sebesar 9%. Penambahan tersebut dapat meningkatkan CBR tanah
dasar hingga 6%.
2. Dari perhitungan lalu lintas harian rata-rata didapatkan rencana komulatif
ESAL untuk rencana 20 tahun, adalah = 111.375.924,57 x 0,65 x 80% =
44.550.369,83
3. Dari data ESAL komulatif dan beberapa parameter desain, didapatkan tebal
perkerasan kaku Jalan Tol Dramaga – Bogor sebesar 11,427 inch atau sama
dengan 30 cm. Gambar detail tebal perkerasan kaku Jalan Tol Dramaga –
Bogor . (terlampir).
4. Dari tebal perkerasan rencana yang sudah di ketahui, maka untuk dowel tie
bar yang direncanakan pada perkerasan kaku ini adalah :
Dowel :
Diameter = 38 mm
Panjang = 450 mm
Jarak = 300 mm
Tiebar :
Diameter = 13 mm
Panjang = 635 mm
Jarak = 740 mm
68
6.2 Saran
Dari hasil analisa yang telah dilakukan, ada beberapa masukan atau saran
yang dapat kami berikan terkait dalam Perencanaan Perkerasan Kaku Jalan Tol
Dramaga – Bogor , antara lain adalah :
1. Kajian terhadap pemilihan bahan dan metode yang digunakan dalam
meningkatkan CBR dilapangan harus dilakukan dengan tepat. Karena hal
ini akan mempengaruhi perencanaan desain perkerasan kaku itu sendiri.
2. Pada perencanaan sebuah proyek konstruksi khususnya dalam
pembangunan jalan tol, Sebaiknya dalam perencanaan konstruksi jalan
perlu diperhatikan tipe perkerasan yang digunakan. Supaya memenuhi
tingkat kenyamanan pengguna jalan.
3. Untuk mendapatkan konstruksi yang dapat bertahan dan mencapai umur
rencana yang diharapkan, hendaknya dilakukan kegiatan perawatan secara
berkala sehingga jalan dapat berfungsi sesuai umur rencana bahkan lebih
dan dapat memenimalisir terjadinya kerusakan pada konstruksi
Dalam merencanakan tebal perkerasan sebaiknya dibutuhkan kajian
tersendiri terhadap parameter - parameter yang digunakan, hal ini bertujuan
untuk mengatasi kemungkinan melesetnya besaran - besaran desain yang
dipakai.
69
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structure. Washington D.C: American
Association of State Highway and Transportation Officials.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2013. Perencanaan Perkerasan Jalan
Beton Semen. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga.
Delatte, N., 2008. Concrete Pavement Design, Construction, and Performance. London
and New York: Taylor and Francis Group.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Bina Marga. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2013, 2013. Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Bidang Umum. Jakarta: Kementerian PUPR.
Alda, Dea vina. 2019. Analisis Tebal Perkerasan Kaku Metode AASHTO dan Metode Bina
Marga 2017 Serta Biaya Pelaksanaan Jalan Tol Serpong – Cinere Seksi I. Depok:
Tugas Akhir Politeknik Negeri Jakarta
70
LAMPIRAN
71
LAMPIRAN 1
ANALISA PERHITUNGAN PREDIKSI LALU – LINTAS
GOLONGAN 1
JALAN TOL DRAMAGA – BOGOR
Tahun Gol I
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi
1 2.015 39.098 4.060.225 1.528.663.030 78.782.713 39.570
2 2.016 41.996 4.064.256 1.763.647.034 84.663.528 40.451
3 2.017 40.109 4.068.289 1.608.741.771 80.900.102 41.333
4 2.018 41.914 4.072.324 1.756.813.023 84.583.165 42.215
5 2.019 43.547 4.076.361 1.896.350.515 87.921.609 43.096
∑ 10.085 206.665 20.341.455 8.554.215.373 416.851.117 206.665
Tahun Gol I
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi Pertumbuhan
1 2015 39.098 4.060.225 1.528.663.030 78.782.713 39.569,59
2 2016 41.996 4.064.256 1.763.647.034 84.663.528 40.451,25
3 2017 40.109 4.068.289 1.608.741.771 80.900.102 41.332,90
4 2018 41.914 4.072.324 1.756.813.023 84.583.165 42.214,55
5 2019 43.547 4.076.361 1.896.350.515 87.921.609 43.096,21
6 2020 43.977,86 1,00
7 2021 44.859,51 1,02
8 2022 45.741,16 1,04
9 2023 46.622,82 1,06
10 2024 47.504,47 1,08
11 2025 48.386,12 1,10
12 2026 49.267,78 1,12
13 2027 50.149,43 1,14
14 2028 51.031,08 1,16
15 2029 51.912,73 1,18
16 2030 52.794,39 1,20
17 2031 53.676,04 1,22
18 2032 54.557,69 1,24
19 2033 55.439,35 1,26
20 2034 56.321,00 1,28
21 2035 57.202,65 1,30
22 2036 58.084,30 1,32
23 2037 58.965,96 1,34
24 2038 59.847,61 1,36
25 2039 60.729,26 1,38
26 2040 61.610,92 1,40
27 2041 62.492,57 1,42
28 2042 63.374,22 1,44
29 2043 64.255,87 1,46
30 2044 65.137,53 1,48
72
LAMPIRAN 2
ANALISA PERHITUNGAN PREDIKSI LALU – LINTAS
GOLONGAN II
JALAN TOL DRAMAGA – BOGOR
Tahun Gol II
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi
1 2015 1.999 4.060.225 3.997.064 4.028.520 2.039
2 2016 2.029 4.064.256 4.118.715 4.091.395 1.982
3 2017 1.950 4.068.289 3.801.346 3.932.553 1.925
4 2018 1.838 4.072.324 3.376.502 3.708.128 1.869
5 2019 1.811 4.076.361 3.279.949 3.656.536 1.812
Tahun Gol I
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi Pertumbuhan
1 2015 1.999 4.060.225 3.997.064 4.028.520 2.039,07
2 2016 2.029 4.064.256 4.118.715 4.091.395 1.982,24
3 2017 1.950 4.068.289 3.801.346 3.932.553 1.925,40
4 2018 1.838 4.072.324 3.376.502 3.708.128 1.868,57
5 2019 1.811 4.076.361 3.279.949 3.656.536 1.811,74
6 2020 1.754,90 1,00
7 2021 1.698,07 0,97
8 2022 1.641,23 0,94
9 2023 1.584,40 0,90
10 2024 1.527,57 0,87
11 2025 1.470,73 0,84
12 2026 1.413,90 0,81
13 2027 1.357,06 0,77
14 2028 1.300,23 0,74
15 2029 1.243,39 0,71
16 2030 1.186,56 0,68
17 2031 1.129,73 0,64
18 2032 1.072,89 0,61
19 2033 1.016,06 0,58
20 2034 959,22 0,55
21 2035 902,39 0,51
22 2036 845,56 0,48
23 2037 788,72 0,45
24 2038 731,89 0,42
25 2039 675,05 0,38
26 2040 618,22 0,35
27 2041 561,39 0,32
28 2042 504,55 0,29
29 2043 447,72 0,26
30 2044 390,88 0,22
73
LAMPIRAN 3
ANALISA PERHITUNGAN PREDIKSI LALU – LINTAS
GOLONGAN III
JALAN TOL DRAMAGA – BOGOR
74
LAMPIRAN 4
ANALISA PERHITUNGAN PREDIKSI LALU – LINTAS
GOLONGAN IV
JALAN TOL DRAMAGA – BOGOR
Tahun GOL IV
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi
1 2015 77 4.060.225 5.957 155.525 79
2 2016 83 4.064.256 6.936 167.901 84
3 2017 94 4.068.289 8.825 189.476 88
4 2018 93 4.072.324 8.578 186.906 93
5 2019 95 4.076.361 8.967 191.185 97
∑ 10085 442 20.341.455 39.263 890.993 442
Tahun Gol IV
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi Pertumbuhan
1 2015 77 4.060.225 5.957 155.525 79,47
2 2016 83 4.064.256 6.936 167.901 83,91
3 2017 94 4.068.289 8.825 189.476 88,34
4 2018 93 4.072.324 8.578 186.906 92,78
5 2019 95 4.076.361 8.967 191.185 97,21
6 2020 101,65 1,00
7 2021 106,09 1,04
8 2022 110,52 1,09
9 2023 114,96 1,13
10 2024 119,39 1,17
11 2025 123,83 1,22
12 2026 128,26 1,26
13 2027 132,70 1,31
14 2028 137,13 1,35
15 2029 141,57 1,39
16 2030 146,00 1,44
17 2031 150,44 1,48
18 2032 154,88 1,52
19 2033 159,31 1,57
20 2034 163,75 1,61
21 2035 168,18 1,65
22 2036 172,62 1,70
23 2037 177,05 1,74
24 2038 181,49 1,79
25 2039 185,92 1,83
26 2040 190,36 1,87
27 2041 194,79 1,92
28 2042 199,23 1,96
29 2043 203,66 2,00
30 2044 208,10 2,05
75
LAMPIRAN 5
ANALISA PERHITUNGAN PREDIKSI LALU – LINTAS
GOLONGAN V
JALAN TOL DRAMAGA – BOGOR
Tahun GOL V
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi
1 2015 58 4.060.225 3.376 117.074 59
2 2016 57 4.064.256 3.218 114.367 58
3 2017 61 4.068.289 3.737 123.302 58
4 2018 60 4.072.324 3.545 120.157 57
5 2019 54 4.076.361 2.880 108.346 57
∑ 10085 289 20.341.455 16.756 583.246 289
Tahun Gol V
No Xi Yi Xi2 Yi2 (Xi x Yi) Ŷ = a + bXi Pertumbuhan
1 2015 58 4.060.225 3.376 117.074 59,05
2 2016 57 4.064.256 3.218 114.367 58,44
3 2017 61 4.068.289 3.737 123.302 57,83
4 2018 60 4.072.324 3.545 120.157 57,23
5 2019 54 4.076.361 2.880 108.346 56,62
6 2020 56,01 1,00
7 2021 55,41 0,99
8 2022 54,80 0,98
9 2023 54,20 0,97
10 2024 53,59 0,96
11 2025 52,98 0,95
12 2026 52,38 0,94
13 2027 51,77 0,92
14 2028 51,16 0,91
15 2029 50,56 0,90
16 2030 49,95 0,89
17 2031 49,34 0,88
18 2032 48,74 0,87
19 2033 48,13 0,86
20 2034 47,53 0,85
21 2035 46,92 0,84
22 2036 46,31 0,83
23 2037 45,71 0,82
24 2038 45,10 0,81
25 2039 44,49 0,79
26 2040 43,89 0,78
27 2041 43,28 0,77
28 2042 42,67 0,76
29 2043 42,07 0,75
30 2044 41,46 0,74
76
LAMPIRAN 6
EQUIVALENT SINGLE AXLE LOAD (ESSAL) KOMULATIF
Volume Lalu Lintas Harian (Kend/Hari)
No Tahun
Gol I Gol II Gol III Gol IV Gol V
Jenis Kendaraan K.P Truk 2 As Truk As Besar Truk 4 As,Truk TrukS,Gandeng
Trailer 5 as Harian ESAL Pertahun 106 Essal Komulatif 106
Lalu Lintas
Faktor Essal / VDF 0,1701 1,3154 2,7416 3,9083 4,1546
Komposisi Kendaraan
1 2020 43.978 1.755 890 102 56 12.859,08 4,71 4,71
2 2021 44.860 1.698 949 106 55 13.110,42 4,79 9,49
3 2022 45.741 1.641 1.008 111 55 13.361,76 4,88 14,37
4 2023 46.623 1.584 1.067 115 54 13.613,10 4,97 19,34
5 2024 47.504 1.528 1.125 119 54 13.864,43 5,07 24,41
6 2025 48.386 1.471 1.184 124 53 14.115,77 5,15 29,56
7 2026 49.268 1.414 1.243 128 52 14.367,11 5,24 34,81
8 2027 50.149 1.357 1.302 133 52 14.618,45 5,34 40,14
9 2028 51.031 1.300 1.361 137 51 14.869,78 5,44 45,59
10 2029 51.913 1.243 1.420 142 51 15.121,12 5,52 51,11
11 2030 52.794 1.187 1.478 146 50 15.372,46 5,61 56,72
12 2031 53.676 1.130 1.537 150 49 15.623,80 5,70 62,42
13 2032 54.558 1.073 1.596 155 49 15.875,14 5,81 68,23
14 2033 55.439 1.016 1.655 159 48 16.126,47 5,89 74,12
15 2034 56.321 959 1.714 164 48 16.377,81 5,98 80,09
16 2035 57.203 902 1.773 168 47 16.629,15 6,07 86,16
17 2036 58.084 846 1.831 173 46 16.880,49 6,18 92,34
18 2037 58.966 789 1.890 177 46 17.131,82 6,25 98,59
19 2038 59.848 732 1.949 181 45 17.383,16 6,34 104,94
20 2039 60.729 675 2.008 186 44 17.634,50 6,44 111,38
W18 20 Tahun 44.550.369,83
77
LAMPIRAN 7
GAMBAR DOWEL DAN TIE BAR PERSEGMEN
JALAN LURUS
TIKUNGAN 1
78
TIKUNGAN 2
TIKUNGAN 3
79