Anda di halaman 1dari 15

BAB I

1.1 Pengertian Pemeliharaan Konstruksi Jalan


Pekerjaan pemeliharaan konstruksi jalan merupakan pekerjaan yang penting untuk
dilaksanakan karena konstruksi jalan merupakan investasi modal yang besar sehingga apabila
pelaksanaaannya diabaikan akan membutuhkan biaya rekonstruksi yang sangat mahal untuk
bisa mempertahankan performance standard (perbaikan ke standar kondisi yang layak).

1.2 Tujuan
1.2.1 Mempertahankan Kondisi Jalan
Mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi dalam melayani lalu lintas
sehingga keselamatan lalu lintas terjamin dan pelayanan jalan meningkat. Artinya
kecelakaan yang diakibatkan oleh konsidi jalan yang buruk dapat ditekan seminimal
mungkin dan karena kondisi jalan yang baik para pengguna jalan akan menikmati
kenyamanan selama perjalanannya.
1.2.2 Memperkecil Biaya Operasi Kendaraan
Besarnya biaya operasi kendaraan tergantung pada jenis kendaraan , geometric dan
kondisi jalan. Apabila jalan dalam kondisi baik maka Biaya Operasi Kendaraan
(BOK) tidak meningkat, sedangkan yang sangat berkepentingan dengan BOK adalah
para pengguna jalan.
1.2.3 Mengurangi Laju Kerusakan
Memperlambat atau mengurangi laju kerusakan (rate of deterioration) sehingga
diharapkan dapat memperpanjang umur jalan.

1.3 Manfaat Pemeliharaan Jalan


1.3.1 Mengurangi kerusakan di masa mendatang
1.3.2 Mempertahankan atau meningkatkan kondisi fungsional dari sistem
perkerasan
1.3.3 Memelihara sistem perkerasan dan memperpanjang masa layan perkerasan

1.4 Pemeliharaan Pemeliharaan Menurut Menurut Pp 34 Tahun‐2006


1.4.1 Pemeliharaan rutin jalan merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan‐
kerusakan yang terjadi pada ruas‐ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap. Jalan
dengan kondisi pelayanan mantap adalah ruas‐ruas jalan dengan umur rencana
rencana yang dapat diperhitungkan diperhitungkan serta mengikuti mengikuti suatu
standar standar tertentu tertentu.
1.4.2 Pemeliharaan berkala jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap
kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat
dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.
1.4.3 Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang
tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan
pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar
penurunan penurunan kondisi kondisi kemantapan kemantapan tersebut tersebut dapat
dikembalikan dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.
Peningkatan jalan terdiri atas peningkatan struktur dan peningkatan kapasitas

1.5 Perbedaan Pemeliharaan Perkerasan Lentur Dan Kaku

1.5.1 Dilihat dari ekonomi perencanaan perkerasan lentur lebih murah tetapi pekerjaan
lentur memerlukan biaya tambahan untuk masa pemeliharaan setelah selesai jalan
dibuat (biasanya secara berkala), sedangkan perkerasan kaku tidak diperlukan
perawatan khusus untuk jangka panjang sehingga hanya memerlukan biaya yang lebih
sedikit.
1.5.2 Dari segi waktu pekerjaan pemeliharan pada perkerasan lentur yang berbahan aspal
relatif membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada pekerjaan pemeliharaan
perkerasan kaku yang membutuhkan waktu lebih lama karena menggunakan bahan
beton.
1.5.3 Proses perawatan perkerasan lentur lebih mudah karena cukup mengganti pada area
jalan aspal yang rusak saja, dengan cari menggali dan mengganti dengan yang baru
pada area jalan yang rusak. Sedangkan pada perkerasan kaku pelapisan ulang /
overlay tidak mudah dilakukan.
1.5.4 Pekerjaan pemeliharaan pada perkerasan lentur lebih mudah dilakukan daripada
perkerasan kaku karena faktor maerial, alat, dan bahan yang menunjang pekerjaan
pemeliharaan jalan tersebut.
1.5.5 Perkerasan kaku tidak terlalu peka terhadap kelalaian pemeliharaan. Bahan beton
perkerasan tidak begitu terpengaruh oleh adanya genangan air (banjir). Sedangkan
bahan aspal tidak tahan terhadap genangan air, sehingga memerlukan saluran drainase
yang baik untuk proses pengeringan jalan aspal pasca hujan atau banjir.
1.6 Jenis Kerusakan Lentur, Penyebab, dan Penanganannya
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Retak (Cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan permukaan perkerasan sehingga akan
menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan di bawahnya dan hal
ini merupakan salah satu faktor yang akan membuat rusak suatu jalan.
Penyebab retak antara lain karena bahan perkerasan/kualitas material kurang baik,
pelapukan permukaan, air tanah pada badan perkerasan jalan, masalah drainase, tanah
dasar/lapisan di bawah permukaan kurang stabil, beban lalu lintas, atau terdampak
akar pepohonan. Penanganannya bervariasi bergantung penyebab kerusakannya,
antara lain dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir, perbaikan
drainase, bahu diperlebar dan dipadatkan, perbaikan elevasi bahu, atau membongkar
dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai. Jenis-jenis retak perkerasan jalan
dapat dibagi menjadi berikut.
a. Retak halus; retak yang terjadi mempunyai lebar celah ≤ 3 mm.
b. Retak buaya; retak yang terjadi mempunyai lebar celah retak ≥ 3 mm.
c. Retak pinggir; retak pada sisi tepi perkerasan/dekat bahu.
d. Retak sambungan bahu perkerasan; retak pada daerah sambungan perkerasan
dengan bahu yang beraspal.
e. Retak sambungan jalan; retak pada sambungan dua jalur lalu lintas dan
berbentuk retak memanjang.
f. Retak sambungan perkerasan jalan; retak memanjang pada sambungan antara
perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran.
g. Retak refleksi; retak pada lapisan tambahan.
h. Retak susut; retak yang saling bersambungan.
i. Retak selip; retak berbentuk lengkung atau berbentuk seperti jejak mobil
disertai dengan beberapa retak lain.
2. Distorsi (Distortion)
Jenis kerusakan lentur berupa distorsi dapat terjadi atas lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas, dampak lanjutan retakan yang tidak diperbaiki, genangan air,
atau kesalahan pelaksanaan. Dapat ditangani dengan dibongkar dan dilakukan
pelapisan kembali dengan bahan yang sesuai. Jenis distorsi dapat dibagi sebagai
berikut.
a. Alur; terjadi kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
b. Keriting; permukaan perkerasan jalan seperti bergerigi.
c. Sungkur; deformasi plastis yang terjadi setempat di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam
d. Amblas; penurunan signifikan elevasi perkerasan jalan setempat.
e. Jembul; deformasi plastis setempat dengan atau tanpa retak
3. Cacat Permukaan (Disintegration)
Cacat permukaan mengarah pada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari
lapisan permukaan (Hardiyatmo, H.C., 2007). Dapat disebabkan oleh komposisi
perkerasan tidak tepat, sistem drainase buruk, retak tidak segera ditangani, lapisan
permukaan terlalu tipis, atau pengaruh cuaca dan kelebihan beban kendaraan. Dapat
ditangani dengan dibongkar dan dilapis kembali, memberikan lapisan tambahan di
atas lapisan yang mengalami kerusakan, dan memperbaiki sistem drainase. Adapun
jenis cacat permukaan dapat dipaparkan sebagai berikut.
a. Lubang; hilangnya lapisan perkerasan jalan di suatu titik tertentu.
b. Pelepasan butir; terlepasnya lapisan agregat dengan aspal.
c. Pengelupasan; tergerusnya lapisan perkerasan bagian permukaan.
4. Pengausan (Polished Aggregate)
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan. Atau dapat disebabkan oleh agregat yang digunakan
berbentuk bulat dan licin sehingga aspal tidak terikat sempurna. Dapat diatasi dengan
menggunakan campuran latasir, buras, atau latasbum.
5. Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan meninggalkan jejak roda
sehingga pada titik tertentu terjadi kegemukan. Dapat disebabkan oleh kadar aspal
yang tinggi pada campuran aspal, atau pemakaian terlalu banyak aspal pada
pengerjaan prime coat/teak coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan
kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan diberi lapisan penutup.
1.7 Jenis Kerusakan Kaku, Penyebab, dan Penanganannya
Jenis Kerusakan Kaku Menurut ASTM D6433 (2007) dalam perhitungan nilai kondisi jalan
menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI).
a. Retak memanjang (Longitudinal crack),
Retak yang umumnya terjadi pada tengah perkerasan beton, sejajar sumbu jalan atau arah
lalu lintas. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat
kerusakannya Perbaikan Full Dept Patch.
b. Blowup ( Buckling )
Pergerakan setempat plat ke atas dan pecah pada sambungan atau retak,biasanya terjadi
akibat tidak tersedianya ruang pada plat / joint saat memuai pada cuaca panas. Perbaikan
Full Dept Patch.
c. Retak melintang (Transverse crack)
Terjadi pada arah lebar perkerasan beton dan hampir tegak lurus sumbu jalan. Perbaikan
atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya
d. Gompal pada sambungan (joint spalling)
Kerusakan/pecahnya tepi slab beton di sekitar sambungan dan biasanya tidak membentuk
bidang vertikal, tetapi membentuk sudut terhadap bidang datar. Perbaikan < 75 mm dari
garis retak dapat diperbaiki dengan partikal – Dept patch > 75 mm mengindikasikan
spalling pada dasar join .
e. Pecah sudut (corner breaks)
Pecah yang terjadi di sudut slab beton yang memotong sambungan pada jarak kurang atau
sama dengan ½ dari panjang slab di kedua sisi panjang dan lebarnya, diukur dari sudut
pelat. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat
kerusakannya.
f. Pumping
Pergerakan atau terangkatnya material di bawah slab beton akibat tekanan air melalui
sambungan atau retakan. Akumulasi air dibawah slab beton akan menekan slab keatas saat
dibebani lalu lintas. pumping dicegah melalui pemasangan lapisan Subbase, yaitu lapisan
di bawah slab beton yang menggunakan berbagai jenis material, termasuk agregat yang
bergradasi (dengan Void besar) untuk mengalirkan air, dan material yang distabilisasi
dengan bahan tertentu.
g. Popouts ( Berlobang )
Sebagian kecil perkerasan yang pecah dan lepas dari permukaan yang meninggalkan bekas
lobang kecil,ukuran diameter 25 -100 mm dengan kedalaman 25-50 mm.Kerusakan yang
luas diperbaiki dengan partial depth patch.
h. Faulting ( Ketidak Rataan )
Perbedaan elevasi joint yang bersebelahan atau daerah retak yang terjasi perkerasan pada
Dowel,biasanya plat dideanya lebih tinggi dari slab yang dianjak,perbedaan yang lebih 2.5
MM perlu dicatat dan bila melebihi 4 mm perlu diamond atau grinding. Perbaikan
ketinggian faulting kurang dari 3 mm -12 mm menunjukkan dowel yang rusak, > 12.5 mm
direkonstruksi.
i. Punchout ( Remek )
Sebagian plat pecah menjadi beberapa bagian kecil khususnya yang retak lepas dan
disintregritasi. Perbaikan full depth patch.
j. Patching
Perkerasan yang telah digant dengan material baru pada perkerasan yang ada, Tambalan
tetap dianggap kerusakan walau ia berfungsi secara baik. Perbaikan tambal hanya dengan
cara membongkar dengan overlay atau pengganti plat.
k. Joint Load Transfer System Deterioration
Retak melintang atau pecah disudut plat diakibatkan oleh joint dowel rusak.Perbaikan
ganti atau Buang bagian yang dipengaruhi oleh joint load transfer diikuti dengan full depth
patch .
l. Linear ( Panel ) Cracking
Retak pojok atau blowup,yang dapat menerus secara melintang ketengah plat ,retak ini
membagi plat menjadi dua atau empat bagian.Perbaikan Retak linier yang sempit dapat di
sealing,bila retak jamak di full dept patch.
m. Polished
Aggrgate daerah perkersan yang bagian agregat dipermukaan hilang partikel
halusnya.Perbaikan diamond Grindin atau overlay.
n. Reactive Aggregate Distresses
Bentuk atau retak terpola pada permukaan plat disesbabkan reaksi agregat ,hal ini
disesbabkan peggunaan persenyawaan kimia.Perbaikan partikal depth patch untuk daerah
yang kecil atau pergantian plat untuk yang luas.
o. Shrinkage Cracking
Retak rambut terbentuk selama beton setting dan curin yang tidak terlokasi pada joint.
Perbaikan Full Dept Patch.

1.8 Metode Survei Pemeliharaan Jalan


1.8.1 Metode SDI (Surface Distress Index)
Metode SDI (Surface Distress Index) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan
berdasarkan dengan pengamatan visual dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
usaha pemeliharaan (Bina Marga, 2011). Dalam pelaksanaan metode SDI, ruas jalan
akan disurvey dan dibagi kedalam segmen-segmen. Data yang digunakan yaitu
berdasarkan hasil dari Survey Kondisi Jalan (SKJ) atau Road Condition Survey (RCS)
dapat dilihat pada Tabel-Tabel di bawah.
a. Permukaan perkerasan
1) Susunan :
Tabel 1. Susunan Permukaan Perkerasan
Susunan Bobot Keterangan
Permukaan jalan halus dan rata seperti penghamparan baru
Baik/Rapat 1 dari material yang dicampur di tempat percampuran
misalnya Laston atas, Lataston atau Laston.
Keadaan permukaan jalan kasar dengan batu-batu yang
Kasar 2 menonjol keluar dibandingkan dengan bahan-bahan
pengikatnya (aspal).
Sumber : Bina Marga (2011a)
2) Kondisi/keadaan
Tabel 2. Kondisi/keadaan Permukaan Perkerasan
Kondisi/Keadaan Bobot Keterangan
Permukaan jalan rata tanpa perubahan bentuk atau
Baik/tidak ada kelainan 1
penurunan.
Permukaan jalan licin, berkilat dan tidak ada batu
Aspal yang berlebihan 2 yang kelihatan. Waktu hari panas permukaan dari
tipe ini menjadi lunak dan lekat.
Keadaan ini terjadi pada permukaan perkerasan yang
banyak bahan pengikat aspal tidak mengikat agregat
Lepas-lepas 3
batu sehingga banyak batu berlepasan tanpa pengikat
aspal.
Hancur 4 Permukaan jalan hancur dan hampir semua bahan
pengikat aspal hilang.
Sumber : Bina Marga (2011a)
3) Penurunan : merupakan penurunan setempat pada suatu bidang perkerasan yang biasanya
terjadi dengan bentuk tidak menentu. Yang diperhitungkan adalah persentase luas bidang
yang mengalami penurunan terhadap luas total permukaan sepanjang 100 m.
Tabel 3. Persentase Penurunan Permukaan Perkerasan
Penurunan Bobot
Tidak Ada 1
< 10% luas 2
10-30% luas 3
> 30% luas 4
Sumber : Bina Marga (2011a)
4) Tambalan : adalah keadaan dari permukaan perkerasan dimana lubang-lubang, penurunan
dan retak-ratak sudah diperbaiki dan diratakan dengan material aspal dan batu atau
agregat lain. Yang diperhitungkan adalah persentase luas bidang tambalan terhadap luas
total permukaan jalan sepanjang 100 m.
Tabel 4. Persentase Tambalan Permukaan Perkerasan
Tambalan Bobot
Tidak Ada 1
< 10% luas 2
10-30% luas 3
> 30% luas 4
Sumber : Bina Marga (2011a)

b. Retak-retak
1) Jenis retakan
Tabel 5. Jenis Retakan Permukaan Perkerasan
Jenis Retakan Bobot Keterangan
Tidak Ada 1 -
Tidak Berhubungan 2 Retak-retak yang merupakan garis-garis dengan bentuk
tidak beraturan dan panjang yang berbeda serta arahnya
memanjang atau melintang permukaan perkerasan jalan
Saling Berhubungan 3 Retak-retak yang saling berhubungan berbentuk pola
(berbidang luas) dengan bidang yang luas termasuk pola retak melintang
dan memanjang
Saling Berhubungan 4 Retak-retak yang saling berhubungan berbentuk pola
(berbidang sempit) dengan bidang yang sempit atau kecil termasuk retak
kulit buaya dan retak dengan tipe yang sama
Sumber : Bina Marga (2011a)
2) Lebar retakan : yaitu jarak antara dua bidang retakan diukur pada permukaan perkerasan.
Tabel 6. Lebar Retakan Permukaan Perkerasan
Lebar Retakan Bobot Kondisi
Tidak Ada 1 -
< 1mm 2 Halus
1 – 3 mm 3 Sedang
>3 mm 4 Lebar
Sumber : Bina Marga (2011a)
3) Luas retakan : diperhitungkan secara persentase terhadap luas permukaan segmen jalan
yang di survei sepanjang 100 m.
Tabel 7. Luas Retakan Permukaan Perkerasan
Luas Retakan Bobot
Tidak Ada 1
<10% luas 2
10 – 30 % luas 3
>30% luas 4
Sumber : Bina Marga (2011a)

c. Kerusakan lain
1) Lubang
 Jumlah lubang : adalah jumlah lubang yang terdapat pada permukaan jalan yang
disurvei sepanjang 100 m.
Tabel 8. Jumlah Lubang Permukaan Perkerasan
Jumlah Lubang Bobot
Tidak Ada 1
<10/100 m 2
10-50 / 100 m 3
>50 / 100 m 4
Sumber : Bina Marga (2011a)
 Ukuran lubang : adalah perkiraan ukuran lubang rata-rata yang mewakili pada 100 m
segmen jalan yang disurvei.
Tabel 9. Ukuran Lebar dan Kedalaman
Lebar dan Kedalaman Ukuran Keterangan
Kecil Diameter <0,5 m
Lebar Diameter ≥0,5 m
Dangkal Kedalaman <5 m
Dalam Kedalaman ≥5 m
Sumber : Bina Marga (2011a)
2) Bekas roda (penurunan akibat beban roda kendaraan) atau wheel ruts : adalah penurunan
yang terjadi pada suatu bidang permukaan jalan yang disebabkan oleh beban roda
kendaraan.
Tabel 10. Bekas Roda Permukaan
Bekas Roda Bobot
Tidak Ada 1
<1 cm dalam 2
1 – 2 cm dalam 3
>3cm dalam 4
Sumber : Bina Marga (2011a)

1.8.2 Penilaian Metode SDI (Surface Distress Index)


Dari hasil pengamatan berdasarkan Bina Marga (2011) di atas, maka didapat nilai dari
tiap jenis kerusakan yang diidentifikasi, sehingga untuk menentukan penilaian kondisi jalan
didapat dengan cara menjumlahkan seluruh nilai kerusakan perkerasan yang terjadi. Berikut
adalah perhitungan SDI :
a. Menentukan SDI1 (luas retak)
Perhitungan SDI1 dilakukan pada tiap interval 100 m, maka untuk interval jarak tersebut
persentase total luas retak yang terjadi pada lapis perkerasan yang di dapat dari survei di
lapangan.
Nilai total luas retak, % Luas retak = L x ( 100 / B )
Dengan, L = luas total retak (m2)
B = lebar jalan (m)
Setelah mendapat persentase retak, lalu memasukkan bobot seperti Tabel 7. di atas.
Berikut adalah perhitungan SDI1.
a. Tidak ada
b. Luas retak < 10 %, maka SDI1 = 5
c. Luas retak 10 – 30 %, maka SDI1 = 20
d. Luas retak > 30 %, maka SDI1 = 40
b. Menentukan nilai SDI2 (lebar retak)
Setelah didapat nilai SDI1, selanjutnya adalah mencari nilai SDI2 dengan cara
menentukan bobot total lebar retak seperti yang tercantum pada Tabel 6. Kemudian nilai
SDI1 dimasukkan kedalam perhitungan seperti yang tertera di bawah ini.
a. Tidak ada
b. Lebar retak < 1 mm (halus), maka SDI2 = SDI1
c. Lebar retak 1 – 3 mm (sedang), maka SDI2 = SDI1
d. Lebar retak > 3 mm (lebar), maka SDI2 = SDI1 x 2
c. Menentukan nilai SDI3 (jumlah lubang)
Setelah mendapat nilai SDI2 (lebar retak), selanjutnya nilai SDI2 dimasukkan kedalam
perhitungan SDI3 (jumlah lubang).
a. Tidak ada
b. Jumlah lubang < 10/100 m, maka SDI3 = SDI2 + 15
c. Jumlah lubang 10 – 50/100 m, maka SDI3 = SDI2 + 75
d. Jumlah lubang > 50/100 m, maka SDI3 = SDI2 + 225
d. Menentukan SDI4 (kedalaman bekas roda)
Setelah mendapat bobot nilai SDI4 seperti pada Tabel 10., maka selanjutnya memasukkan
nilai SDI3 kedalam perhitungan berikut :
a. Tidak ada
b. Kedalaman bekas roda < 1 cm (X=0,5), maka SDI4 = SDI3 + 5 x X
c. Kedalaman bekas roda < 1 - 3 cm (X=2), maka SDI4 = SDI3 + 5 x X
d. Kedalaman bekas roda > 3 cm (X=5), maka SDI4 = SDI3 + 20 x X

1.8.3 Metode IRI (International Roughness Index)


IRI (International Roughness Index) merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan tingkat ketidakrataan permukaan jalan sebagaimana sudah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Data yang diperoleh dari alat Roughness berupa hasil nilai D1, D2, D3, dan D4.
Kemudian didapat nilai BI, kemudian nilai BI dimasukkan kedalam Persamaan IRI = 0,022x
+ 2,169 untuk mendapatkan nilai IRI.
Direktorat Jendral Bina Marga 2011 menggunakan parameter International Roughness
Index (IRI) dalam penentuan kondisi konstruksi jalan dan kebutuhan penanganan dapat
dilihat pada Tabel dibawah :
Tabel 11. Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan
Kondisi Jalan IRI m/km Kebutuhan Tempat Kemantapan
Penanganan
Baik IRI rata-rata ≤ 4 Pemeliharaan Rutin
Jalan Mantap
Sedang 4,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 8,0 Pemeliharaan Berkala
Rusak Ringan 8,1 ≤ IRI rata-rata ≤ 12 Peningkatan Jalan
Jalan Tidak Mantap
Rusak Berat IRI rata-rata > 12 Peningkatan Jalan
Sumber : Direktorat Jendral Bina Marga (2011a)

Tabel 13. Kriteria Jenis Penanganan Antara SDI dan IRI


IRI SDI
(m/km) <50 50-100 100-150 >150
Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan
<4 Rekonstruksi
Rutin Rutin Berkala
Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan
4-8 Rekonstruksi
Rutin Rutin Berkala
Pemeliharaan Pemeliharaan Pemeliharaan
8-12 Rekonstruksi
Berkala Berkala Berkala
>12 Rekonstruksi Rekonstruksi Rekonstruksi Rekonstruksi
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (2011a)
1.9 Klasifikasi Pemeliharaan Jalan
Klasifikasi pemeliharaan jalan, terbagi menjadi :
1. Pemeliharaan Rutin ( Routine Maintenance )
Kegiatan pemeliharaan jalan yang dilakukan sepanjang tahun secara terus menerus.
Misalnya perbaiakan pada kerusakan kecil yang terjadi pada permukaan jalan, melakukan
penambalan pada lubang, pemburasan, perbaikan yang dilakukan pada tepi perkerasan,
perawatan pada trotoar. Pemeliharaan rutin merupakan penanganan terhadap lapis
permukaan yang sifatnya melakukan peningkatan kualitas berkendara (Riding Quality),
tanpa meningkatkan kekuatan structural, dan dilakukan sepanjang tahun.
Pemeliharaan rutin, yang dilakukan seperti :
a. Penanganan pada lapis permukaan
b. Meningkatkan kualitas perkerasan namun tidak melakukan peningkatan structural
c. Dilaksanakan sepanjang tahun.
2. Pemeliharaan Berkala ( Periodic Maintenance)
Kegiatan pemeliharaan yang hanya diperlukan pada interval pada beberapa tahun
dikarenakan adanya penurunan kondisi jalan. Pemeliharaan berkala merupakan
pemeliharaan jalan yang dilakukan pada jalan diwaktu-waktu tertentu saja (tidak
sepanjang tahun) dan bersifat meningkatkan kekuatan structural jalan.
Pemeliharaan berkala, seperti :
a. Dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu
b. Berfungsi untuk meningkatkan kekuatan structural jalan.
3. Peningkatan/Rehabilitasi/Penanganan Darurat (Urgent Maintenance)
Kegiatan yang dilakukan pada saat mendesak/mendadak/darurat, seperti akibat adanya
bencana alam yang menyebabkan putusnya jalan. Peningkatan jalan merupakan
penanganan pada jalan untuk memperbaiki pelayanan jalan yang berupa peningkatan
structural atau geometriknya agar mencapai tingkatan pelayanan yang sudah direncankan.
Biasanya bentuk peningkatan jalan yang dilakukan adalah overlay.

2.1 Data Kerusakan Jalan di Indonesia


Tabel 14 Data Kerusakan Jalan selama kurun waktu 5 tahun terakhir
TAHUN JENIS JALANAN JALANAN BAGUS (km) JALANAN RUSAK (km) JUMLAH JALANAN (km) SUMBER
NASIONAL 42023.94 4993.34 47017.28
2016 PROVINSI 33140.69423 14863.79 48004.48423 Data Statistik PUPR 2016
KOTA/KABUPATEN 42478.84 15233.42577 57712.26577
NASIONAL 26257.55 20759.73 47017.28
2017 PROVINSI 36035.34509 15578.66659 51614.01168 Data Statistik PUPR 2017
KOTA/KABUPATEN 201234.365 152242.475 353476.84
NASIONAL 42478.84 4538.43 47017.27
2018 PROVINSI 33010.67 14863.79 47874.46 Data Statistik PUPR 2018
KOTA/KABUPATEN 207166.49 181042.85 388209.34
NASIONAL 43208.98 3808.41 47017.39
2019 PROVINSI 33010.66 14863.75 47874.41 Data Statistik PUPR 2019
KOTA/KABUPATEN 34754.98 10394.62 45149.6
NASIONAL 43636.8675 31971.8456 75608.7131
2020 PROVINSI 32790.18 14863.47 47653.65 Data Statistik PUPR 2020
KOTA/KABUPATEN 35241.4 10393.62 45635.02

Sumber : Data Statistik PUPR 2020


Gambar 1. Diagram Pie Jalan Rusak

Gambar 2. Diagram Pie Jalan Rusak

Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Bina Marga. Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983.
Hardiyatmo, H.C. 2007. Pemeliharaan Jalan Raya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
https://bappeda.grobogan.go.id/data/bidang-praswilek/65-perbandingan-kontruksi-jalan-
beton-aspal-dan-paving
https://id.scribd.com/doc/255881596/Pemeliharaan-Perkerasan-Lentur
file:///D:/~Data/Downloads/docdownloader.com-pdf-kelebihan-dan-kekurangan-aspal-dan-
beton-dd_0834aa29c8a2bee04e18b4e91444a9a1.pdf

http://sibima.pu.go.id/mod/resource/view.php?id=2852#:~:text=Pemeliharaan%20berkala
%20jalan%20merupakan%20kegiatan,kondisi%20kemantapan%20sesuai%20dengan
%20rencana.
http://sibima.pu.go.id/mod/resource/view.php?id=22305

https://binamarga.pu.go.id/v3/assets/files/NSPK/pembangunan_jalan/2017_SE
%20Dirjen%20Panduan%20Preventif%20Jalan%20(Stempel).pdf

https://help.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/12840/05.3%20bab%203.pdf?
sequence=7&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai