1.2 Tujuan
1.2.1 Mempertahankan Kondisi Jalan
Mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi dalam melayani lalu lintas
sehingga keselamatan lalu lintas terjamin dan pelayanan jalan meningkat. Artinya
kecelakaan yang diakibatkan oleh konsidi jalan yang buruk dapat ditekan seminimal
mungkin dan karena kondisi jalan yang baik para pengguna jalan akan menikmati
kenyamanan selama perjalanannya.
1.2.2 Memperkecil Biaya Operasi Kendaraan
Besarnya biaya operasi kendaraan tergantung pada jenis kendaraan , geometric dan
kondisi jalan. Apabila jalan dalam kondisi baik maka Biaya Operasi Kendaraan
(BOK) tidak meningkat, sedangkan yang sangat berkepentingan dengan BOK adalah
para pengguna jalan.
1.2.3 Mengurangi Laju Kerusakan
Memperlambat atau mengurangi laju kerusakan (rate of deterioration) sehingga
diharapkan dapat memperpanjang umur jalan.
1.5.1 Dilihat dari ekonomi perencanaan perkerasan lentur lebih murah tetapi pekerjaan
lentur memerlukan biaya tambahan untuk masa pemeliharaan setelah selesai jalan
dibuat (biasanya secara berkala), sedangkan perkerasan kaku tidak diperlukan
perawatan khusus untuk jangka panjang sehingga hanya memerlukan biaya yang lebih
sedikit.
1.5.2 Dari segi waktu pekerjaan pemeliharan pada perkerasan lentur yang berbahan aspal
relatif membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada pekerjaan pemeliharaan
perkerasan kaku yang membutuhkan waktu lebih lama karena menggunakan bahan
beton.
1.5.3 Proses perawatan perkerasan lentur lebih mudah karena cukup mengganti pada area
jalan aspal yang rusak saja, dengan cari menggali dan mengganti dengan yang baru
pada area jalan yang rusak. Sedangkan pada perkerasan kaku pelapisan ulang /
overlay tidak mudah dilakukan.
1.5.4 Pekerjaan pemeliharaan pada perkerasan lentur lebih mudah dilakukan daripada
perkerasan kaku karena faktor maerial, alat, dan bahan yang menunjang pekerjaan
pemeliharaan jalan tersebut.
1.5.5 Perkerasan kaku tidak terlalu peka terhadap kelalaian pemeliharaan. Bahan beton
perkerasan tidak begitu terpengaruh oleh adanya genangan air (banjir). Sedangkan
bahan aspal tidak tahan terhadap genangan air, sehingga memerlukan saluran drainase
yang baik untuk proses pengeringan jalan aspal pasca hujan atau banjir.
1.6 Jenis Kerusakan Lentur, Penyebab, dan Penanganannya
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Retak (Cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan permukaan perkerasan sehingga akan
menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan di bawahnya dan hal
ini merupakan salah satu faktor yang akan membuat rusak suatu jalan.
Penyebab retak antara lain karena bahan perkerasan/kualitas material kurang baik,
pelapukan permukaan, air tanah pada badan perkerasan jalan, masalah drainase, tanah
dasar/lapisan di bawah permukaan kurang stabil, beban lalu lintas, atau terdampak
akar pepohonan. Penanganannya bervariasi bergantung penyebab kerusakannya,
antara lain dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir, perbaikan
drainase, bahu diperlebar dan dipadatkan, perbaikan elevasi bahu, atau membongkar
dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai. Jenis-jenis retak perkerasan jalan
dapat dibagi menjadi berikut.
a. Retak halus; retak yang terjadi mempunyai lebar celah ≤ 3 mm.
b. Retak buaya; retak yang terjadi mempunyai lebar celah retak ≥ 3 mm.
c. Retak pinggir; retak pada sisi tepi perkerasan/dekat bahu.
d. Retak sambungan bahu perkerasan; retak pada daerah sambungan perkerasan
dengan bahu yang beraspal.
e. Retak sambungan jalan; retak pada sambungan dua jalur lalu lintas dan
berbentuk retak memanjang.
f. Retak sambungan perkerasan jalan; retak memanjang pada sambungan antara
perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran.
g. Retak refleksi; retak pada lapisan tambahan.
h. Retak susut; retak yang saling bersambungan.
i. Retak selip; retak berbentuk lengkung atau berbentuk seperti jejak mobil
disertai dengan beberapa retak lain.
2. Distorsi (Distortion)
Jenis kerusakan lentur berupa distorsi dapat terjadi atas lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga terjadi tambahan pemadatan
akibat beban lalu lintas, dampak lanjutan retakan yang tidak diperbaiki, genangan air,
atau kesalahan pelaksanaan. Dapat ditangani dengan dibongkar dan dilakukan
pelapisan kembali dengan bahan yang sesuai. Jenis distorsi dapat dibagi sebagai
berikut.
a. Alur; terjadi kerusakan pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
b. Keriting; permukaan perkerasan jalan seperti bergerigi.
c. Sungkur; deformasi plastis yang terjadi setempat di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam
d. Amblas; penurunan signifikan elevasi perkerasan jalan setempat.
e. Jembul; deformasi plastis setempat dengan atau tanpa retak
3. Cacat Permukaan (Disintegration)
Cacat permukaan mengarah pada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari
lapisan permukaan (Hardiyatmo, H.C., 2007). Dapat disebabkan oleh komposisi
perkerasan tidak tepat, sistem drainase buruk, retak tidak segera ditangani, lapisan
permukaan terlalu tipis, atau pengaruh cuaca dan kelebihan beban kendaraan. Dapat
ditangani dengan dibongkar dan dilapis kembali, memberikan lapisan tambahan di
atas lapisan yang mengalami kerusakan, dan memperbaiki sistem drainase. Adapun
jenis cacat permukaan dapat dipaparkan sebagai berikut.
a. Lubang; hilangnya lapisan perkerasan jalan di suatu titik tertentu.
b. Pelepasan butir; terlepasnya lapisan agregat dengan aspal.
c. Pengelupasan; tergerusnya lapisan perkerasan bagian permukaan.
4. Pengausan (Polished Aggregate)
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan. Atau dapat disebabkan oleh agregat yang digunakan
berbentuk bulat dan licin sehingga aspal tidak terikat sempurna. Dapat diatasi dengan
menggunakan campuran latasir, buras, atau latasbum.
5. Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan meninggalkan jejak roda
sehingga pada titik tertentu terjadi kegemukan. Dapat disebabkan oleh kadar aspal
yang tinggi pada campuran aspal, atau pemakaian terlalu banyak aspal pada
pengerjaan prime coat/teak coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan
kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan diberi lapisan penutup.
1.7 Jenis Kerusakan Kaku, Penyebab, dan Penanganannya
Jenis Kerusakan Kaku Menurut ASTM D6433 (2007) dalam perhitungan nilai kondisi jalan
menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI).
a. Retak memanjang (Longitudinal crack),
Retak yang umumnya terjadi pada tengah perkerasan beton, sejajar sumbu jalan atau arah
lalu lintas. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat
kerusakannya Perbaikan Full Dept Patch.
b. Blowup ( Buckling )
Pergerakan setempat plat ke atas dan pecah pada sambungan atau retak,biasanya terjadi
akibat tidak tersedianya ruang pada plat / joint saat memuai pada cuaca panas. Perbaikan
Full Dept Patch.
c. Retak melintang (Transverse crack)
Terjadi pada arah lebar perkerasan beton dan hampir tegak lurus sumbu jalan. Perbaikan
atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya
d. Gompal pada sambungan (joint spalling)
Kerusakan/pecahnya tepi slab beton di sekitar sambungan dan biasanya tidak membentuk
bidang vertikal, tetapi membentuk sudut terhadap bidang datar. Perbaikan < 75 mm dari
garis retak dapat diperbaiki dengan partikal – Dept patch > 75 mm mengindikasikan
spalling pada dasar join .
e. Pecah sudut (corner breaks)
Pecah yang terjadi di sudut slab beton yang memotong sambungan pada jarak kurang atau
sama dengan ½ dari panjang slab di kedua sisi panjang dan lebarnya, diukur dari sudut
pelat. Perbaikan atau penutupan retakan didasarkan pada ukuran dan tingkat
kerusakannya.
f. Pumping
Pergerakan atau terangkatnya material di bawah slab beton akibat tekanan air melalui
sambungan atau retakan. Akumulasi air dibawah slab beton akan menekan slab keatas saat
dibebani lalu lintas. pumping dicegah melalui pemasangan lapisan Subbase, yaitu lapisan
di bawah slab beton yang menggunakan berbagai jenis material, termasuk agregat yang
bergradasi (dengan Void besar) untuk mengalirkan air, dan material yang distabilisasi
dengan bahan tertentu.
g. Popouts ( Berlobang )
Sebagian kecil perkerasan yang pecah dan lepas dari permukaan yang meninggalkan bekas
lobang kecil,ukuran diameter 25 -100 mm dengan kedalaman 25-50 mm.Kerusakan yang
luas diperbaiki dengan partial depth patch.
h. Faulting ( Ketidak Rataan )
Perbedaan elevasi joint yang bersebelahan atau daerah retak yang terjasi perkerasan pada
Dowel,biasanya plat dideanya lebih tinggi dari slab yang dianjak,perbedaan yang lebih 2.5
MM perlu dicatat dan bila melebihi 4 mm perlu diamond atau grinding. Perbaikan
ketinggian faulting kurang dari 3 mm -12 mm menunjukkan dowel yang rusak, > 12.5 mm
direkonstruksi.
i. Punchout ( Remek )
Sebagian plat pecah menjadi beberapa bagian kecil khususnya yang retak lepas dan
disintregritasi. Perbaikan full depth patch.
j. Patching
Perkerasan yang telah digant dengan material baru pada perkerasan yang ada, Tambalan
tetap dianggap kerusakan walau ia berfungsi secara baik. Perbaikan tambal hanya dengan
cara membongkar dengan overlay atau pengganti plat.
k. Joint Load Transfer System Deterioration
Retak melintang atau pecah disudut plat diakibatkan oleh joint dowel rusak.Perbaikan
ganti atau Buang bagian yang dipengaruhi oleh joint load transfer diikuti dengan full depth
patch .
l. Linear ( Panel ) Cracking
Retak pojok atau blowup,yang dapat menerus secara melintang ketengah plat ,retak ini
membagi plat menjadi dua atau empat bagian.Perbaikan Retak linier yang sempit dapat di
sealing,bila retak jamak di full dept patch.
m. Polished
Aggrgate daerah perkersan yang bagian agregat dipermukaan hilang partikel
halusnya.Perbaikan diamond Grindin atau overlay.
n. Reactive Aggregate Distresses
Bentuk atau retak terpola pada permukaan plat disesbabkan reaksi agregat ,hal ini
disesbabkan peggunaan persenyawaan kimia.Perbaikan partikal depth patch untuk daerah
yang kecil atau pergantian plat untuk yang luas.
o. Shrinkage Cracking
Retak rambut terbentuk selama beton setting dan curin yang tidak terlokasi pada joint.
Perbaikan Full Dept Patch.
b. Retak-retak
1) Jenis retakan
Tabel 5. Jenis Retakan Permukaan Perkerasan
Jenis Retakan Bobot Keterangan
Tidak Ada 1 -
Tidak Berhubungan 2 Retak-retak yang merupakan garis-garis dengan bentuk
tidak beraturan dan panjang yang berbeda serta arahnya
memanjang atau melintang permukaan perkerasan jalan
Saling Berhubungan 3 Retak-retak yang saling berhubungan berbentuk pola
(berbidang luas) dengan bidang yang luas termasuk pola retak melintang
dan memanjang
Saling Berhubungan 4 Retak-retak yang saling berhubungan berbentuk pola
(berbidang sempit) dengan bidang yang sempit atau kecil termasuk retak
kulit buaya dan retak dengan tipe yang sama
Sumber : Bina Marga (2011a)
2) Lebar retakan : yaitu jarak antara dua bidang retakan diukur pada permukaan perkerasan.
Tabel 6. Lebar Retakan Permukaan Perkerasan
Lebar Retakan Bobot Kondisi
Tidak Ada 1 -
< 1mm 2 Halus
1 – 3 mm 3 Sedang
>3 mm 4 Lebar
Sumber : Bina Marga (2011a)
3) Luas retakan : diperhitungkan secara persentase terhadap luas permukaan segmen jalan
yang di survei sepanjang 100 m.
Tabel 7. Luas Retakan Permukaan Perkerasan
Luas Retakan Bobot
Tidak Ada 1
<10% luas 2
10 – 30 % luas 3
>30% luas 4
Sumber : Bina Marga (2011a)
c. Kerusakan lain
1) Lubang
Jumlah lubang : adalah jumlah lubang yang terdapat pada permukaan jalan yang
disurvei sepanjang 100 m.
Tabel 8. Jumlah Lubang Permukaan Perkerasan
Jumlah Lubang Bobot
Tidak Ada 1
<10/100 m 2
10-50 / 100 m 3
>50 / 100 m 4
Sumber : Bina Marga (2011a)
Ukuran lubang : adalah perkiraan ukuran lubang rata-rata yang mewakili pada 100 m
segmen jalan yang disurvei.
Tabel 9. Ukuran Lebar dan Kedalaman
Lebar dan Kedalaman Ukuran Keterangan
Kecil Diameter <0,5 m
Lebar Diameter ≥0,5 m
Dangkal Kedalaman <5 m
Dalam Kedalaman ≥5 m
Sumber : Bina Marga (2011a)
2) Bekas roda (penurunan akibat beban roda kendaraan) atau wheel ruts : adalah penurunan
yang terjadi pada suatu bidang permukaan jalan yang disebabkan oleh beban roda
kendaraan.
Tabel 10. Bekas Roda Permukaan
Bekas Roda Bobot
Tidak Ada 1
<1 cm dalam 2
1 – 2 cm dalam 3
>3cm dalam 4
Sumber : Bina Marga (2011a)
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Bina Marga. Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983.
Hardiyatmo, H.C. 2007. Pemeliharaan Jalan Raya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
https://bappeda.grobogan.go.id/data/bidang-praswilek/65-perbandingan-kontruksi-jalan-
beton-aspal-dan-paving
https://id.scribd.com/doc/255881596/Pemeliharaan-Perkerasan-Lentur
file:///D:/~Data/Downloads/docdownloader.com-pdf-kelebihan-dan-kekurangan-aspal-dan-
beton-dd_0834aa29c8a2bee04e18b4e91444a9a1.pdf
http://sibima.pu.go.id/mod/resource/view.php?id=2852#:~:text=Pemeliharaan%20berkala
%20jalan%20merupakan%20kegiatan,kondisi%20kemantapan%20sesuai%20dengan
%20rencana.
http://sibima.pu.go.id/mod/resource/view.php?id=22305
https://binamarga.pu.go.id/v3/assets/files/NSPK/pembangunan_jalan/2017_SE
%20Dirjen%20Panduan%20Preventif%20Jalan%20(Stempel).pdf
https://help.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/12840/05.3%20bab%203.pdf?
sequence=7&isAllowed=y