TUGAS AKHIR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkatnya rahmadnya, sehingga saya dapat
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana
“Kajian Karakteeristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) Menurut Spesifikasi
Umum Bina Marga Edisi 2006 dan 2010 ”.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya banyak mendapatkan bantuan mulai dari
perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini
saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :
1. Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc., sebagai pembimbing, atas saran, bimbingan, dan
2. Para penguji, Ir. Indra Jaya Pandia, MT, Ir. Joni Harianto, dan Medis S Surbakti, ST.MT
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, sebagai ketua jurusan Teknik Sipil, Fakultas
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
5. Seluruh Dosen dan staf pegawai jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.
Asrin, Ibunda Basa Marina, Nenek Nurjannah, adinda Teuku Naufal, adinda Cut Baren
7. Staf pegawai Balai Besar Jalan Raya nasional-I, bang Indri Purba dan bang Jefri Rizki
Samruddin Nasution, Rustxell Simanungkalit, Ryan Denovan, Onza Tiranda, Sandy dan
9. Buat teman- teman ‟06 rekan seperjuangan (Ajir, Atta, Ijol, Ghafar, Fauzi, Sawal,
Royhan, Anggi, Ajo, Fahim, Alfi, Andi, Khoir, Iqbal, Tami, Riky, Herry, Radi, Farqi,
Haiqal TM, Fadli, Haiqal A, Rahmad, Rivan, Angga, Budi, Usup, Wynda, Ani) dan
seluru teman- teman stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu,
10. Adik – adik stambuk ‟07 dan‟09 (Alfriady, Faiz, Sam, Ryan, Onza, Grandong, Bram,
Sandy, Bembeng, Irsyad, Udin dan lain lain ) terimakasih atas segala doa dan
dukungannya.
Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini begitu sederhana dan terdapat banyak
pengalaman, dan referensi yang dimiliki. Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritik
guna penyempurnaannya.
Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
Penulis,
Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik
desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan
jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan
dan desain campuran. Sehingga konstruksi jalan memiliki kondisi yang sesuai dengan umur
rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi yang di gunakan di Indonesia ialah
spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga edisi Desember 2006. Namun pada tanggal 16
November 2010 telah dikeluarkan revisi spesifikasi umum edisi Desember 2006 menjadi
spesifikasi umum edisi November 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010. Dimana
spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan yang optimal.
Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.
Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi
2006 terhadap spesifikasi edisi 2010 terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Dengan
membandingkan perilaku campuran AC-WC, untuk memperoleh suatu hasil perbandingan dari
dua spesifikasi umum Dirjen Bina Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006.
Pada analisa gradasi spesifikasi edisi 2006 terhadap edisi 2010, diperoleh bahwa terdapat
dua batasan gradasi pada spesifikasi edisi 2010 yaitu gradasi kasar menyerupai gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 (berada dibawah daerah larangan) dan halus (berada diatas daerah
larangan). Hasil analisa saringan gradasi kasar cukup baik, yaitu berada ditengah antar batas
gradasi yang diberikan. Hasil analisa saringan gradasi halus kurang baik, yaitu berhimpit dan
cenderung keluar terhadap batas gradasi yang diberikan.
BAB I PENDAHULUAN
II.2.1 Agregat…………………………………………………… 8
II.2.2 Aspal……………………………………………………… 16
Mutlak ………………………………………………………… 31
II.6.1 agregat…………………………………………………… 40
II.6.2 Aspal…………………………………………………….. 41
Benda Uji……………………………………………… 82
LAMPIRAN
Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2006.. 47
Tabel III.2 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2010.. 48
Tabel IV.4 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang
Tabel IV.5 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang
Gambar II.1 Batasan gradasi kasar spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi
spesifikasi 2006…………………………………………………………………… 15
Gambar II.2 Batasan gradasi halus spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi
spesifikasi 2006…………………………………………………………………… 15
Gambar II.3 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)…. 17
Gambar II.4 Tipikal temperatur destilasi minyak bumi dan produk yang
Gambar IV.6 Komposisi Gradasi kasar Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010 62
Gambar IV.7 Komposisi Gradasi Halus Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010 63
Gambar IV.12 Gradasi agregat gabungan yang diharapkan terhadap gradasi halus
spesifikasi 2010…………………………………………………………………….. 71
AC = Asphalt Concrete
CA = Coarse Aggregate
MA = Medium Agregat
FA = Fine Aggregate
NS = Natural Sand
LAMBANG
Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik
desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan
jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan
dan desain campuran. Sehingga konstruksi jalan memiliki kondisi yang sesuai dengan umur
rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi yang di gunakan di Indonesia ialah
spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga edisi Desember 2006. Namun pada tanggal 16
November 2010 telah dikeluarkan revisi spesifikasi umum edisi Desember 2006 menjadi
spesifikasi umum edisi November 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010. Dimana
spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan yang optimal.
Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.
Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi
2006 terhadap spesifikasi edisi 2010 terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Dengan
membandingkan perilaku campuran AC-WC, untuk memperoleh suatu hasil perbandingan dari
dua spesifikasi umum Dirjen Bina Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006.
Pada analisa gradasi spesifikasi edisi 2006 terhadap edisi 2010, diperoleh bahwa terdapat
dua batasan gradasi pada spesifikasi edisi 2010 yaitu gradasi kasar menyerupai gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 (berada dibawah daerah larangan) dan halus (berada diatas daerah
larangan). Hasil analisa saringan gradasi kasar cukup baik, yaitu berada ditengah antar batas
gradasi yang diberikan. Hasil analisa saringan gradasi halus kurang baik, yaitu berhimpit dan
cenderung keluar terhadap batas gradasi yang diberikan.
Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan
Sehingga muncul banyak terjadinya mobilisasi yang terjadi di jalan raya. Salah satu prasarana
transportasi adalah jalan raya yang merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat.[3]
negara. Umumnya, sistem transportasi yang disediakan lengkap dengan layanan keamanan,
kenyamanan dan sistematis untuk menghubungkan satu area ke area yang lain. Salah satu
layanan dasar ialah kemampuan untuk mencapai umur desain dari suatu jalan. Kemampuan jalan
tersebut harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menampung tekanan dari beban di
permukaan, selain melindungi subgred dari kerusakan. Oleh karena itu, desain campuran
beraspal yang digunakan sangat penting dalam memastikan campuran beraspal yang efektif dan
mampu untuk mengatasi kemungkinan efek kerusakan dari beban yang dikenakan ke atasnya.[2]
Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik
desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan
jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan
Permukaan jalan dilapisi dengan perkerasan jalan, yaitu perkerasan lentur (flexibel
pavement), dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sehingga konstruksi jalan harus memiliki
kondisi yang sesuai dengan umur rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi
yang di gunakan ialah spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga desember 2006. Namun
menjadi spesifikasi umum edisi november 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010 yang
Dengan adanya spesifikasi umum revisi pengerjaan konstruksi jalan yang di keluarkan
Dirjen Bina Marga pada november edisi 2010 untuk menggantikan spesifikasi yang lama edisi
desember 2006. Hal tersebut tentu saja berdampak besar terhadap konstruksi jalan yang akan
datang. Dimana spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan
yang optimal. Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.
Adapun perubahan yang terlihat mendasar pada perencanaan campuran aspal beton lapis
aus (AC-WC) spesifikasi edisi 2010 ialah pada batasan gradasi agregat, dimana pada spesifikasi
edisi 2010 dikeluarkannnya 2 (dua) batasan gradasi agregat yaitu batasan gradasi kasar dan halus.
Begitu juga dengan tidak adanya lagi daerah larangan pada spesifikasi 2010, yang mana pada
spesifikasi 2006 masih terdapat daerah larangan. Perubahan yang terlihat lainnya ialah adanya
keharusan dalam spesifikasi 2010 penambahan filler dan bahan anti pengelupasan (anti striping
agent), hal ini akan mempengaruhi karakteristik dari campuran aspal beton lapis aus (AC-WC).
Begitu juga adanya perubahan batasan (syarat) dari pengujian agregat maupun aspal antara
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini permasalahan yang akan
dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi 2006 terhadap spesifikasi edisi 2010
terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Apa pengaruh revisi gradasi spesifikasi 2006
terhadap bentuk gradasi spesifikasi 2010? Dikarnakan saat ini agregat yang dihasilkan basecamp
dan anti striping yang terdapat pada spesifikasi umum Bina Marga edisi November 2010
1.3. MAKSUD
dikarenakan perubahan dari spesifikasi teknis yang berlaku terhadap karakteristik campuran
aspal beton.
1.4. TUJUAN
Memperoleh suatu hasil perbandingan dari dua spesifikasi umum Seksi 6.3 Dirjen Bina
Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006 yaitu gradasi agregat gabungan dan
1. Kajian hanya pada pengujian laboratorium dengan campuran aspal yang ditinjau
adalah Lapis Aspal Beton Aus atau Asphal Concrete Wearing Course (AC-WC) dengan
menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006 dan november 2010.
2. Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010 Laston AC-WC yang
digunakan bergradasi kasar. Hal ini dikarenakan batasan gradasi yang terdapat pada
spesifikasi edisi 2010 memiliki kemiripin (hampir menyerupai) batasan gradasi yang
Panas Direktorat Jenderal Bina Marga edisi november 2010 (baru) dan di bandingkan
4. Metode yang digunakan sesuai dengan spesifikasi umum Bina Marga 2006 dan 2010,
5. Penggunaan filler dan bahan anti pengelupasan pada batas maksimum, yaitu filler 2%
6. Parameter campuran aspal yang dikaji adalah Stabilitas, flow, density, VIM,
TINJAUAN PUSTAKA
Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai
nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institute dengan
nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini
terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan
jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi
yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan
ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi
yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai
pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci
satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif
kaku.
Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi desember
2006 maupun edisi november 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis
Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan
ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm.
Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan
menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006 dapat dilihat pada Tabel II.1,
sedangkan campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan menggunakan spesifikasi umum Bina
Laston
Maks 5.5
Maks _ _
Maks _ _
Laston
Sifat-sifat Campuran
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi
Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar aspal efektif (%) Min. 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 3,5
Min. 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13
Maks. - -
Pelelehan (mm) Min. 3 4,5
kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai
pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.
II.2.1 Agregat
Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk didalamnya antara
lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati
proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total
campuran.
1. Agregat Kasar
a. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus
b. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas
c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan
agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm tidak
d. Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan
lain yang tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang diberikan pada
tabel II.3 untuk spesifikasi tahun 2006 dan II.4 untuk spesifikasi 2010.
(interlocking) dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar mempunyai peranan sebagai
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih
dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
2. Agregat Halus
a. Agregat halus terdiri atas agregat hasil pemecah batu (abu batu) atau pasir alam
b. Agregat halus harus terdiri atas partikel-partikel yang bersih, keras, tidak
mengandung lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Batu Pecah halus
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50% untuk SS, HRS dan
AC bergradasi Halus
Min 70% untuk AC bergradasi
kasar
Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
total campuran.
Filler adalah bahan penggisi rongga dalam campuran (void in mix) yang berbutir
Halus yang lolos saringan no.30 dan dimana persentase berat yang lolos saringan no.200
b. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan
stabilitas.
c. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehigga akan
meningkatkan kekuatan campuran.
d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang
berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersama- sama
a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur
padam (hydrated lime), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui oleh Direksi
Pekerjaaan. Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
b. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan.
c. Pada spesifikasi 2010, campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang
ditambahkan tidak kurang dari 1% dan maksimum 2% dari berat total agregat. Sedangkan
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan karakteristik dalam
a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang hampir
sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat
mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat
dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas
b. Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang
seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik. Gradasi rapat akan
menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase
(dua)kategori di atas. Aggregate bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan
perkerasan lentur merupakan campuran dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit.
Gradasi seperti ini juga disebut gradasi senjang. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis
Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006, gradasi agregat
gabungan untuk campuran aspal ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat, harus
memenuhi batas - batas dan harus berada di luar daerah larangan (Restriction Zone) yang
terhadap batas-batas toleransi yang diberikan dalam Tabel II.7 dan terletak di luar Daerah
Larangan.
Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010, gradasi agregat
gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan
bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8 Rancangan
dan Perbandingan Campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak
terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8. Namun pada spesifikasi 2010 tidak
ada lagi daerah larangan dan terdapat 2 (dua) jenis gradasi yakni kasar dan halus. Batasan
gradasi kasar berada di bawah daerah larangan yang terdapat pada spesifikasi 2006
9,5 90 - 100 75 – 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 72 - 90 64 – 82 47 - 67 72 - 90 58 – 80 45 - 66
2,36 75 - 100 50 – 723 35 - 553 50 – 62 32 - 44 39,1 - 53 34,6 - 49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8
1,18 31,6 - 40 28,3 - 38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1
70
batas maks 2006
60
50 Fuller curve
40
30 Batas Min
20
10
0
Sieve size (mm)
spec max 2010 Fuller Daerah larangan
Spec Max 2006 Spec Min 2006 spec min 2010
Gambar II.1 Batasan gradasi kasar spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006
70
batas maks 2006
60
50 Fuller curve
40
30 Batas Min
20
10
0
Sieve size (mm)
Gambar II.2 Batasan gradasi halus spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006
II.2.2 Aspal
Di dalam � � � �� � � [13]
, Aspal atau bitumen
merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan
melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah
yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama
proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai
hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous.
Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses
penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga terdapat
di alam secara alamiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga telah dikenal
luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal yang bertujuan untuk
Minyak mentah disuling dengan cara destilasi, yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi
dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur
pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan
dihasilkan produk-produk berbasis minyak seperti yang diilustrasikan pada Gambar II.3
Gambar II.3 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)
Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi
dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal
dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui
proses destilasi hampa pada temperatur sekitar 480 0C. Temperatur ini bervariasi
tergantung pada sumber minyak mentah yang disuling atau tingkat aspal keras yang akan
Gambar II.4 Tipikal temperatur destilasi minyak bumi dan produk yang
dihasilkannya (The Asphalt Institute, 1983)
penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal
keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi
nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan
sifat-sifat yang diinginkan. Cara lainnya yang sering juga dilakukan untuk mendapatkan
aspal keras dengan viskositas menengah adalah dengan mencampur beberapa jenis aspal
keras dengan proporsi tertentu dimana aspal keras yang sangat encer dicampur dengan
aspal lainnya yang kurang encer sehingga menghasilkan aspal dengan viskositas
menengah.
Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak
mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui
proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak (bensin, solar dan minyak
tanah) yang terkandung dalam minyak mentah (crude oil) dikeluarkan sehingga
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut
berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi,
dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam minyak mentah
tidak seluruhnya dikeluarkan (lihat Gambar II.3). Kecepatan menguap dari minyak yang
digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada
proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Berdasarkan hal ini,
cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya bensin.
Aspal cair mantap sedang (MC = medium curing), yaitu aspal cair yang bahan
pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis
Aspal cair lambat mantap (SC = slow curing), yaitu aspal cair yang bahanpelarutnya
lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya solar.
Tingkat kekentalan aspal cair sangat ditentukan oleh proporsi atau rasio bahan
pelarut yang digunakan terhadap aspal keras atau yang terkandung pada aspal cair
tersebut. Aspal cair jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih tinggi dari MC-
200. Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal
maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam
aspal ini.
c. Aspal Emulsi
Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini,
partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung
emulsifier (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan
sebagian besar berukuran koloid. Jenis emulsifier yang digunakan sangat mempengaruhi
jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik
zat pengemulsi yang digunakan, aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi :
yang anionik maupun kationik dibedakan lagi dalam beberapa kelas seperti yang
diberikan dalam Tabel II.9. Huruf RS, MS dan SS dalam tabel ini menyatakan kecepatan
pemantapan (setting) aspal emulsi tersebut, yaitu cepat mantap (RS = rapid setting),
mantap sedang (MS = medium setting) dan lambat mantap (SS = slow setting).
Sedangkan huruf „C‟ menyatakan bahwa aspal emulsi ini adalah jenis kationik atau
bermuatan listrik positif. Huruf „h‟ dan „s‟ yang terdapat pada akhir simbol aspal emulsi
menyatakan bahwa aspal ini dibuat dengan menggunakan aspal keras yang lebih keras (h
bahwa aspal ini memiliki kemampuan mengambang yang tinggi (HF = high float).
AASHTO T-50.
Aspal emulsi dengan kode ini dapat digunakan pada pekerjaan yang menuntut
penggunaan film aspal yang tebal dengan tidak menimbulkan resiko pengaliran kembali
aspalnya (drainage off). Seperti halnya aspal cair, aspal emulsi dapat digunakan juga
dengan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap
pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam penggunaannya, pemanasan
Persyaratan aspal Berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006,
ditunjukkan pada tabel II. 10 . Sedangkan berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi
2. Viskositas 135C (cSt) SNI 06-6441-2000 385 385 – 2000 < 2000(5) < 3000(5)
5. Duktilitas pada 25C, (cm) SNI-06-2432-1991 >100 > 100 > 100 > 100
7. Kelarutan dlm Toluene (%) ASTM D5546 >99 > 90(1) >99 >99
10. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0.8 2) < 0.8 2) < 0.8 3) < 0.8 3)
11. Penetrasi pada 25C (%) SNI 06-2456-1991 > 54 > 54 > 54 ≥54
12. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 > 0,0 > 0,0 > 0,4
Keelastisan setelah
13. AASHTO T 301-98 - - > 45 > 60
Pengembalian (%)
14. Duktilitas pada 25C (cm) SNI 062432-1991 > 100 > 50 > 50 -
Pada spesifikasi 2010 adanya Nilai Indeks Penetrasi, dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut :
Indeks Penetrasi = (20-500A) / (50A+1)
A= [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )
Hilangnya integritas dari suatu campuran aspal melalui melemahnya ikatan antara agregat dan
pengikat dikenal sebagai pengelupasan. Pengelupasan biasanya dimulai di bagian bawah lapisan
campuran aspal, dan secara bertahap bergerak ke atas. Situasi itu adalah hilangnya bertahap
kekuatan selama bertahun-tahun, yang menyebabkan banyak yang timbul di permukaan seperti
adhesi antara agregat dan aspal pengikat. Hilangnya adhesi dapat menimbulkan beberapa jenis
butiran. Namun kehilangan adhesi dapat diatasi dengan bantuan bahan aditif anti pengelupasan,
juga dikenal sebagai adhesi promotor dan agen pembasahan. Aditif anti pengelupasan, ketika
Anti-strip memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu bersifat aktif dan pasif. Aktif adhesi
adalah perpindahan air di agregat selama tahap pencampuran awal konstruksi hotmix. Ketika
agregat ditambahkan ke drum pengering, kelembaban dapat mencegah residu aspal dari lapisan
air dari permukaan agregat. Antistrips juga berkerja sebagai adhesi pasif yaitu pengatur
penyimpanan air yang merembes antara agregat dan aspal setelah jalan telah dibangun. Dalam
fungsinya, bahan anti pengelupasan bertindak sebagai prnghubung antara agregat dan aspal.
Tanpa anti pengelupasa, air bisa merembes ke dalam agregat dan melepas ikatan aspal.[11]
Bahan anti pengelupasan mungkin diperlukan jika desain campuran tertentu telah terbukti
rentan terhadap kelembaban yang disebabkan kerusakan. Secara umum bahan anti pengelupasan
yang paling sering digunakan terdiri dari anti-pengupasan cair dan aditif kapur.[17]
Anti-stripping agent cair adalah senyawa kimia yang mengandung amina. Kebanyakan
anti-stripping agen mengurangi tegangan permukaan antara aspal dan agregat dalam campuran
[Tunnicliff dkk. 1984]. Ketika tegangan permukaan berkurang, adhesi meningkat dari aspal
untuk agregat dipromosikan. Metode ekonomis pencampuran agen anti-stripping cair dengan
aspal adalah dengan memanaskan aspal dalam keadaan cair. Namun, metode yang lebih sukses
dari penambahan aditif cair adalah dengan menerapkan secara langsung untuk agregat sebelum
kapur aditif adalah bahan yang digunakan untuk meminimalkan kerentanan kelembaban
campuran. Secara umum adalah dengan menambahkan 1% sampai 1,5% berat kapur terhadap
berat kering campuran agregat. Tiga bentuk kapur yang digunakan: kapur (Ca (OH) 2), kapur
cepat (CaO), dan limau Dolomitic (kedua jenis S dan N) [Roberts et al. 1996]. Beberapa metode
yang ada untuk menambahkan kapur untuk campuran. Kapur kering ditambahkan sebelum aspal
semen. Georgia DOT menambahkan kapur kering segera sebelum semen aspal ditambahkan
[Roberts et al. 1996].Mohammad, Abadie, Gokmen dan Puppala menemukan bahwa jika kapur
ditambahkan sebagai mineral filler, deformasi permanen dan kelelahan daya tahan dapat
panas. [Bidang Evaluasi Teknik untuk Campuran Aspal dengan Kapur 1984]
Menurut pengalaman, jenis anti-strip aditif yang paling umum digunakan adalah
aminebased hidrokarbon, adapun jenis-jenisnya adalah seperti fatty tallow amine , polyamines
a. Polyamines ialah senyawa dengan 2 atau lebih gugus fungsional amina. Memiliki 5
atau lebih kelompok fungsional per molekul, molekul besar bervariasi dalam ukuran.
Banyak jenis poliamina, berbeda dalam jumlah, jenis amina fungsional kelompok, dan
ukuran rantai hidrokarbon. Memiliki efektifitas yang tinggi dan rendah bau. Bis-
produksi nilon, merupakan anti striping yang banyak digunakan pada masa lalu, sangat
b. Fatty tallow amina merupakan anti striping yang berasal dari pengolahan cadangan
lemak hewan. Terdiri dari senyawa Tallow diamina dan tallow triamine. Pada masa lalu
jenis anti striping ini , direkayasa untuk memiliki rantai panjang hidrokarbon.
karboksilat dengan hidrokarbon ekor). Asam lemak yang berasal dari minyak alami
(minyak kelapa, minyak berat, minyak canola, dll). Menciptakan molekul yang jauh lebih
besar dan secara substansial memperpanjang rantai hidrokarbon molekul amina. Dalam
beberapa kasus amidomines memiliki kinerja yang sama atau lebih baik dari poliamina
dan menghasilkan molekul yang lebih besar (peningkatan stabilitas panas). Perbedaan
pelapisan aspal dengan agregat walau dalam keadaan basah, meningkatkan ikatan atau bonding
dan anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun. Namun kekurangannya ialah harga dari
Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti
striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan
mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil.
Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,3 % terhadap berat aspal. Anti
striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh tidak digunakan pada aspal
modifikasi yang bermuatan positif. Namun pada spesifikasi 2006 tidak di haruskan penambahan
anti-strip aditif (Asas) dalam campuran aspal panas (HMA) yaitu Semua Asas (ASA cair dan
kapur padam) dievaluasi, dalam penelitian ini didapat meningkatnya ketahanan terhadap
kelembaban dibandingkan yang tidak mengandung campuran ASA. Semua Asas yang efektif
dalam menghasilkan campuran dengan nilai basah ITS diatas nilai batas minimum SCDOT yaitu
65 psi. Agregat dan bahan pengikat berpengaruh pada efektivitas penambahan anti striping agent
(ASA).[16]
amina cair meningkatkan adhesi dalam HMA dan dalam emulsi anionik berbeda. Anti striping
cair untuk emulsi anionik harus diperhatikan dengan baik, jangan menganggap efektifitas anti
Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi material untuk
mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan. Tujuan dari perencanaan
campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang
akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut [15]:
a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang
disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga
campuran akan tidak mudah aus, bergelombang , melendut, bergeser dan lain-lain.
b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat
1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi
2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang
berlangsung singkat.
disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan
pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang
disebabkan oleh :
1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat
2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal
d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan
perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan
rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat
efek yang timbul oleh pengaruh udara, air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila
rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini harus dihindari
rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar
yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Hughes dalam Fauziah (2001) menyatakan
bahwa sifat fisik maupun mekanis campuran aspal sangat dipengaruhi oleh teknik
pemadatan benda uji, untuk itu pemilihan teknik pemadatan laboratorium berpengaruh
Pemadatan pada hakekatnya adalah untuk memperluas bidang sentuh antar butiran,
sehingga mempertinggi internal friction yaitu gesekan antar butiran agregat dalam
campuran. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM, sehingga
kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal
tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin
maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan
satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada
saat pemadatan sangat mempengaruhi viscositas aspal yang digunakan dalam campuran
viscositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur
pemadatan atau menurunkan viscositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran
beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, density menurun dengan cepat ketika
g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran,
penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa
mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan
Pada tahun 1999, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Telah mengeluarkan
tentang Pedoman Teknik yang berjudul Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas
kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai oleh campuran sehingga campuran tersebut
tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa
dengan pendekatan adanya pemadatan oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis
Untuk kondisi lalu lintas berat, Marshall konvensional menetapkan pemadatan benda uji
dengan 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3% - 5%. Hasil pengujian
tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam spesifikasi sehingga kinerja perkerasan jalan
tidak tercapai. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan terhadap kerusakan
menggunakan alat pemadat getar listrik atau dapat dilakukan dengan pemadatan Marshall
Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah gradasi
agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di
laboratorium.
saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi.
Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan
aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau
regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur
secara merata atau homogeny pada suhu tertentu.Campuran kemudian dihamparkan dan
dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat
a. Stabilitas Marshall
beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang
dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan
b. Kelelehan (flow)
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari
masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow
usia pelayanannya.
Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi
nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel
agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.
VMA VIM
VFA 100 …………………(2.2)
VMA
Dimana :
VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%)
Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada
suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efktif (tidak termasuk
Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka
Gmb * PS
VMA 100
Gbs …………………………….(2.3)
Dengan pengertian :
Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA
Gmb 100
VMA 100 100
Gsb 100 Pb ………………………..(2.4)
Dengan pengertian :
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal
terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga
Gmm Gmb
VIM 100
Gmm ........................................(2.5)
Dengan pengertian :
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler
yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk
spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari total
Dengan pengertian :
Gsb1, Gsb2… Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)
…………………..(2.7)
Dengan pengertian :
Gsa1, Gsa2… Gsan =Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)
Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang
menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil
Pmm Pb
Gse
Pmm Pb
Gmm Gb …………………............................(2.8)
Dengan pengertian :
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan
dibawah ini :
…………………………………(2.9)
Dengan pengertian :
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk
menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat
Pmm
Gmm
Ps Pb
Gse Gb ..........................................................(2.10)
Dengan pengertian :
Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam gram/cc
……………………….……………..(2.11)
Dengan pengertian :
e. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat
Gse Gsb
Pba Gb
Gse Gsb ………………………………….(2.12)
Dengan pengertian :
Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal
yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan
agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal.
Pba
Pbe Pb Ps
100 ………………………………..(2.13)
Dengan pengertian :
II.6.1 Agregat
Pada pengujian baik agregat kasar maupun halus dan gradasi , ada beberapa perbedaan
batasaan pada spesifikasi umum Bina Marga 2006 terhadap spesifikasi umum Bina Marga 2010
gardasi kasar maupun halus. Hal ini di tunjukkan pada tabel II.11 berikut.
Bahan pengisi (Filler) Tidak ada keharusan Harus di tambahkan Harus di tambahkan
penambahan 1% - 2% 1% - 2%
II.6.2 Aspal
Pada pengujian aspal pen 60 terdapat beberapa pengujian yang memiliki perbedaan
batasan antara spesifikasi 2006 dan 2010, yang di tunjukkan pada tabel II.12 berikut.
aspal
A = [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )
Pada hasil pengujian campuran lapis aspla beton (laston) terdapat beberapa perbedaan
(Retained Marshall)
jam suhu 60 °C
spesifikasi*²
Dimana :
Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton
K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai
*² Belum ada petunjuk atau pedoman dalam penentuan % kadar aspal awal. Namun secara
tersirat dengan diberikan batasan minimum Kadar Aspal Efektif diharapkan % kadar aspal awal
rencana memiliki nilai Kadar Aspal Efektif diatas batasan minimum yang diberikan. Sehingga
minimum yang di tetapkan. Penentuan Kadar aspal efektif menggunakan rumus (2.13).
Program kerja yang dilaksanakan pada penelitian ini digambarkan dalam bagan alir yang
Mulai
Studi literatur
Pemeriksaan PengujianAgregat
Propertis Aspal
Berat jenis Analisa saringan
Penetrasi Los Angeles
Daktalitas Berat Jenis
TFOT Soundness Test
Kelarutan aspal Kelekatan agregat
Softening Pipih Lonjong
Flash Point Angularitas
Viscositas Lolos no. 200
Setara Pasir
Tidak
Memenuhi
spesifikasi ?
Ya
A
Universitas Sumatera Utara
A
Pada pembuatan
benda uji spesifikasi
2010 ditambahkan Persiapan dan pembuatan benda uji AC-WC Aspal Pen
ASA sebanyak 0.3% 60/70 spesifikasi 2006 dan 2010
dari berat kadar aspal
KAO
didapatkan
Pengujian campuran
dengan alat Marshall
Persentase
marshall sisa
Selesai
Studi pendahuluan adalah dengan mengumpulkan referensi – referensi yang relevan yang
akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi bahan dan tempat
pengujian.
Persiapan alat dan bahan adalah penyiapan/ pengadaan bahan dan peralatan untuk
- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang
keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain
merupakan produk dari mesin pemecah batu (stone crusher) atau dari pasir alam.
Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan diperoleh dari lokasi quarry dari
- Untuk bahan aspal menggunakan Aspal ESSO Ex. EXXON MOBILE dengan
penetrasi 60/70.
uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat uji berat
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles
(tes abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat, dan alat uji
angularitas
Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall
Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi
persyaratan. Pengujian bahan meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus. Pengujian
laboratorium yang dilakukan untuk agregat kasar dan agregat halus disajikan dalam Tabel III.1
dan III.2
Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2006
Tabel III.2 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2010 gradasi kasar
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal Pen 60/70 produksi Aspal ESSO
Ex. EXXON MOBILE . Jenis pengujian sifat-sifat teknis aspal Pen 60/70 yang dilakukan dapat
Catatan : Penggunaan Pengujian spot test adalah pilihan. Apabila disyaratkan direksi dapat
menentukan pelarut yang akan digunakan.
Distribusi variasi ukuran butiran agregat disebut gradasi agregat. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workability (sifat mudah
Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston
Lapis Aus (AC-WC). Kurva gradasi untuk Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) tipe gradasi agregat yaitu gradasi yang berdasarkan
spesifikasi umum Bina Marga 2006 yang di tunjukkan pada tabel III.5 dan spesifikasi umum
Bina Marga 2010 gradasi kasar yang ditunjukkan pada tabel III.6.
9,5 81.24 90 72 81
4,76 51.86 63 43 53
0,075 6.39 10 4 7
Pencampuran dilakukan dengan proses trial and error (coba-coba). Tahapan penggabungan
gradasi untuk setiap material yang akan diblending. Juga batas gradasi dari spesifikasi yang harus
dilihat dari bahan acuan yang ada. Spesifikasi untuk gradasi selalu memberikan batas atas dan bawah
dari persyaratan. Blending dari job mix harus masuk dalam kotak batas antara batas atas dan batas
bawah.
− Langkah kedua adalah memilih nilai target untuk kombinasi agregat. Awal percobaan nilai target
yang diambil dapat batas tengah dari spesifikasi yang diberikan. Pada kenyataannya kita dapat
memakai nilai lain bardasarkan pengalaman, jenis agregat dan problem yang ada.
− Langkah ketiga adalah membuat „taksiran logis‟ untuk proporsi setiap agregat dalam campuran.
Sebagai contoh jika dua agregat dicampur kita bisa menaksir Agregat 1 sebanyak 30 % dan Agregat
− Langkah keempat adalah menghitung gradasi yang menghasilkan material dengan proporsi sesuai
− Langkah terakhir adalah membandingkan hasil dari perhitungan dengan nilai target. Jika nilai
perhitungan blending mendekati nilai target berarti kita selesai memecahkan persoalan blending. Kita
akan tahu berapa proporsi masing-masing material. Tapi bila hasilnya tidak mendekati atau malah
keluar dari nilai target, maka kita harus mengulang taksiran logis lainnya. Seyogyanya taksiran logis
kedua harus mendekati target karena kita akan tahu dimana sebaiknya taksiran kedua dibuat,
berdasarkan hasil taksiran pertama. Mungkin taksiran akan dilakukan berkali-kali sampai betul-betul
nilai target didekati se-dekat-dekatnya (diperoleh combine/blending aggregat yang paling baik).
Cara Coba-coba (Taksiran) ini dapat dilakukan juga untuk kombinasi 3 dan lebih agregat, hanya
prosesnya menjadi lebih panjang (identik dengan cara penggabungan dua agregat di atas).
Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan pada spesifikasi 2006 adalah
menghitung perkiraan awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dimana :
Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton
K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai
Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian siapkan
benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 2 (dua) benda uji, yaitu -1,0%, -
Namun pada spesifikasi 2010 dapat diperkirakan kadar aspal optimum perkiraan dengan
memperhatikan nilai kadar aspal efektif pada persentase kadar aspal. Dengan mengunakan kadar
aspal perkiraan yang memiliki nilai kadar aspal efektif diatas nilai minimum yang disyaratkan
spesifikasi.
Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat tiga benda uji untuk lima variasi kadar aspal
terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ±1200gr
sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 cm. panaskan panic pencampuran
beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk
sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran. Tuangkan aspal
sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut. Kemudian
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan
seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang
dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali
di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa suhu
pemadatan.
Letakkan cetakan di atas landasan padat, dalam pemegang cetakan, lakukan pemadatan
dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm,
selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada cetaka.
Lepaskan keeping alat kemudian balikkan alat cetak berisi benda uji dan pasang kembali.
Sesudah pemadatan, lepaskan keeping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji.
Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji di atas permukaan rata yang halus,
8. Rendamlah benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit pada
suhu 60° C.Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan
permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari bak
perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen
atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji.
9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan hingga
menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar berada pada angka
nol.
yang dicapai.
maksimum tercapai dan catat nilai kelelahan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.
(Marshall Quotient), Rongga diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam campuran (VIM)
dan Rongga terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan antara kadar aspal (%)
Selanjutnya adalah persiapan sampel untuk kondisi kepadatan mutlak, dengan membuat 3
(tiga) benda uji tambahan (dengan KAO) serta 2 (dua) kadar aspal terdekat yaitu -0,5% dan
+0,5%. Benda uji kemudian dipadatkan dengan pemadat Marshall sebanyak 400 tumbukan untuk
Dari pengujian ini didapatkan nilai VIM refusal atau . Selanjutnya dibuat grafik
hubungan antara dengan kadar aspal. Dengan melihat pada batas-batas yang disyaratkan
untuk semua parameter Marshall (Stabilitas, Flow, MQ, VFB, VMA, VIM, dan ),
kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang memenuhi
Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh kerusakan
oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal
Pengujian dilakukan dengan membuat 3 benda uji pada setiap persen aspal. Untuk
masing- masing 15 benda uji tersebut dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC
selama 24 jam dan lakukan pengujian Marshall, pada campuran spesifikasi 2010 ditambahkan
bahan adiktif (bahan anti pengelupasan) pada aspal dengan persentase penambahan sebesar
pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan yang standar disebut
Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength) yang dinyatakan dalam
persen.
Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari AMP
PT.KARYA MURNI, Patumbak. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik
atau karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel
IV.1 dan IV.2. Gradasi yang ditinjau berdasarkan pada gradasi Laston lapis Aus (AC-WC) dari
spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010. Kedua spesifikasi memiliki batasan yang
Data hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik aspal diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan
dari aspal ESSO Ex. EXXON MOBILE pen. 60/70 yang dijadikan sebagai material pada
penelitian ini. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik meliputi: pemeriksaan berat jenis, penetrasi,
daktilitas, titik nyala dan titik bakar, kelarutan bitumen, penurunan berat, dan titik lembek.
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik aspal pen. 60/70
Min. Maks.
Spesifikasi 2010
Pada pengujian ini didapat hasil analisa saringan untuk masing-masing fraksi yaitu CA
(couse agregat), MA (medium agregat), FA (fine agregat), dan NS (natural sand). Dapat dilihat
pada gambar IV.1, IV.2, IV.3 dan IV.4. Sehingga menghasilkan komposisi gradasi agregat
gabungan gradasi spesifikasi 2006 dan spesifikasi 2010 yang kasar maupun yang halus. Dapat
60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
Result Test
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
2. Hasil pengujian dari tipe gradasi kasar yang berdasarkan spesifikasi umum 2010
Gambar IV.6 Komposisi Gradasi kasar Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010
Gambar IV.7 Komposisi Gradasi Halus Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010
Hasil pengujian marshall ditinjau dari 2 tipe gradasi yang direncanakan berdasarkan
spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010. Dari hasil percobaan diperoleh data seperti
Tabel IV.4 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang berdasarkan
Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus yang
digunakan dalam campuran seperti yang terlihat pada Tabel IV.1 dan IV.2, menunjukkan bahwa
agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010.
Hasil pengujian yang dilakukan adalah 7.9% dan memenuhi syarat yang ditetapkan
Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yaitu maksimum 12%. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa agregat yang digunakan tahan dan tidak mudah hancur akibat
pengaruh cuaca.
2. Kekerasan
Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los Angeles,
nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 29.96% dapat memenuhi dari
spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 yang membatasi maksimum 40 % dan 2010
dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai keausan yang cukup
sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan maupun akibat pengaruh beban lalu
lintas.
Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini memenuhi
spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yang menetapkan batasan minimum
95%. Ini menunjukkan agregat yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang
tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi.
Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 0.012% untuk agregat kasar. Hal ini
memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang
Adapun hasil yang didapat dari pengujian adalah 8.8 % yang mana hasil ini lebih kecil
dari batasan spesifikasi yaitu 10%. Hal ini menunjukkan partikel pipih dan lonjong yang
Pada Pengujian di dapat bidang pecah pada agreagat kasar memenuhi syarat spesifikasi
yaitu lebih besar dari 95/90. 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang
Pada pengujian di peroleh nilai setara pasir 70.35%, hal ini memenuhi batasan yng
Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 7.2% untuk agregat halus. Hal ini
memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang
Dari pengujian didapat nilai angularitas 70.17%, hal ini memenuhi batasan spesifikasi
Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal Pen 60/70 diperlihatkan pada Tabel IV.3.
hasil pengujian menunjukkan bahwa aspal yang dugunakan memenuhi spesifikasi yang
1. Berat Jenis
Dari penelitian berat jenis aspal pen 60/70 dihasilkan berat jenis 1,02. Memenuhi batasan
yang di berikan baik pada spesifikasi 2006 mauun 2010 yang memberikan batasan
minimum 1.
Pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) Pen 60/70 di peroleh hasil pengujian 0.076%.
Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 membatasi untuk aspal Pen 60/70
Pengujian penetrasi dilakukan sebelum dan sesudah Thin Film Oven Test (TFOT)
terhadap kedua jenis aspal. Dari pengujian penetrasi standar (suhu 25ºC) didapat nilai
penetrasi aspal sebelum TFOT untuk aspal Pen 60/70 adalah 64.9, hasil ini memenuhi
syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 60/70 pada
temperatur 25ºC, 100 gr, 5 detik harus berada dalam rentang nilai 60 – 79, sedangkan
untuk Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 harus berada dalam rentang 60 – 70.
Dari hasil pengujian, aspal Pen 60/70 memiliki nilai penetrasi pada temperatur 25ºC
setelah TFOT yaitu sebesar 55.8. mm (mengalami penurunan menjadi 86% dari penetrasi
asli). Hasil ini memenuhi syarat spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010
4. Titik Lembek
Nilai titik lembek sebelum TFOT menunjukkan aspal Pen 60/70 (48,5 ºC) memenuhi
persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 (48 ºC – 58 ºC) dan persyaratan
5. Titik Nyala
Nilai titik nyala pada pengujian aspal Pen 60/70 adalah 292 ºC, nilai ini memenuhi
persyaratan Spesifikasi Umum 2006 untuk aspal Pen 60/70 (min. 200 ºC) dan Spesifikasi
Umum 2010 untuk aspal Pen 60/70 (min. 232 ºC). Menunjukkan batasan yang lebih
C2HCl3 untuk aspal Pen 60/70 (99,685%) dari berat semula. Nilai ini memenuhi
7. Uji Daktalitas
Pengujian daktalitas aspal sesuai spesifikasi Umum Bina Marga 2006 dan 2010
mensyaratkan minimal 100 cm untuk aspal Pen 60/70. Dari pengujian aspal pen 60/70
didapatkan nilai lebih besar dari 100 cm. Pengujian daktalitas setelah TFOT, Spesifikasi
Umum 2006 mensyaratkan minimal 50% dari pengujian didapatkan hasil lebih dari 50%.
Spesifikasi Umum 2010 mensyaratkan ≥100 cm, dan didapat nilai lebih dari 100cm.
8. Viscositas
Hasil Komposisi Gradasi agregat gabungan di perlihatkan pada Gambar IV.1, IV.2 dan
IV.3. Adapaun analisis yang dilakuakan yaitu bentuk gradasi spesifikasi 2006 terhadap gradasi
1. Bentuk Gradasi gabungan spesifikasi 2006 merupakan gradasi yang di sarankan pada
spesifikasi 2006, yaitu gradasi bergerak dari bawah kurva fuller terus naik ke atas
2. Pada gradasi kasar spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar
berada di bawah kurva fuller spesifikasi 2006. Sehingga bentuk dan hasil yang
terdapat pada gradasi 2010 menyerupai bentuk gradasi yang disarankan spesifikasi
mempunyai jarak.
3. Pada gradasi halus spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar
berada di atas kurva fuller spesifikasi 2006. Gradasi halus spesifikasi 2010 memiliki
kecendrungan bentuk dan batasan yang berbeda dengan bentuk gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 . Pada penelitian ini didapat gradasi halus yang kurang
baik, dimana hasil gradasi cenderung berhimpit dan cenderung keluar batas minimum
maupun maksimum. Hal ini terjadi akibat setinggan ataupun pola yang digunakan di
pemecah batu (quarry) masih mengikuti pola gradasi yang disarankan spesifikasi
2006. Adapun hasil perhitungan yang menunjukkan hasil gradasi halus yang baik
yaitu berada diantara batasan minimum dan maksimum, di tunjukkan pada hasil
analisa saringan agregat kasar (CA), agregat sedang (MA), agregat halus (FA), dan
pasir (NS). Hasil tersebut ditunjukkan pada gambar IV. 8, IV.9, IV.10 dan IV.11.
Bentuk gradasi agregat gabungan yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar IV.12
60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
Result Test
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)
2010
volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ���� . Parameter
���� merupakan parameter yang disyaratkan dalam spesifikasi Umum Bina Marga.
hingga mencapai nilai maksimum dan setelah itu nilainya akan menurun, tetapi
masing-masing jenis variasi aspal memberikan prilaku yang berbeda. Dari hasil
Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat yang
terbungkus aspal.
dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang disyaratkan, maka untuk
pengujian tambahan yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai
kepadatan mutlak. Perubahan nilai VIM dari pemadatan standar ke pemadatan refusal
Marshall PRD
VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel agregat
dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya rongga udara
dan kadar aspal efektif. Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal
15 15,5 16 16,5 17
VFA merupakan persentase butiran yang mengisi ruang rongga diantara butiran
agregat (VMA) dan yang akan diisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang diserap.
VFA merupakan persentase dari nilai VMA setelah dikurangi dengan VIM. Dari
penelitian di dapat :
Nilai empiris Marshall ditunjukkan dengan nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi
Marshall dan Stabilitas Marshall Rendaman. Nilai tersebut merupakan besaran yang diukur
langsung dari pengujian pada saat benda uji dibebani dengan alat uji Marshall.
1. Stabilitas (Stability)
aspal untuk menahan deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan kadar aspal.
2. Kelelehan (Flow)
campuran, yaitu kemampuan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat lalu lintas,
tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Suatu campuran yang memiliki kelelehan
yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia
pelayanannya.
Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah indikator terhadap kekakuan
campuran secara empirik, yang merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan.
Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu
campuran terhadap pengaruh air dan perubahan temperatur yang ditandai dengan hilangnya
ikatan antara aspal dan butiran agregat. Parameter pengukurannya dinyatakan dengan nilai
Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Nilai IKS campuran didapat dari hasil perbandingan nilai stabilitas
benda uji hasil rendaman 1 x 24 jam dengan nilai stabilitas benda uji standar (hasil rendaman 30
menit).
70 75 80 85 90 95
IV.3.3 Permasalahan (Kendala) Yang Dihadapi Dalam Pembuatan Benda Uji Dan
Solusi
Dalam pembuatan benda uji terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala –
Pada pemadatan kadar aspal 4,5%, setelah selesai proses pemadatan, benda uji
tidak boleh dikeluarkan dari dalam cetakan dikarenakan aspal belum terlalu mengikat
besarnya jumlah partikel agregat halus yang berada dalam campuran tidak semuanya
mengikat. Solusi yang dilakukan adalah dengan mendiamkan benda uji hasil pemadatan
Pada penambahan anti striping terdapat kesulitan bila di tambahkan pada setiap
kadar aspal karena jumlahnya yang sangat sedikit. Solusi yang dilakukan adalah dengan
menambahkan anti stiping pada jumlah aspal yang besar, selanjutnya pada pencampuran
tinggal menambahkan jumlah kadar aspal dengan aspal yang telah bercampur anti
striping.
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Dari hasil pengujian agregat kasar dan agregat halus, yang meliputi kelekatan agregat
terhadap aspal, Soundness Test, Lolos Ayakan no.200, Los Angeles, Partikel Pipih dan Lonjong,
Angularitas, dan Nilai Setara Pasir didapatkan bahwa pengujian memenuhi spesifikasi Umum
Dari hasil pengujian Aspal Penetrasi 60/70 yang meliputi pengujian Penetrasi, Titik
Lembek, Berat Jenis, Daktilitas, Titik Nyala dan Titik Bakar, TFOT, dan Kelarutan Dalam
Triclhor Ethylene menunjukkan bahwa pengujian tersebut memenuhi spesifikasi Umum Bina
Dari hasil gradasi agregat gabungan spesifikasi 2006 terhadap gradasi kasar dan halus
spesifikasi 2010, diketahui bahwa gradasi kasar 2010 cenderung baik dikarnakan batasan yang
diberikan menyerupai spesifikasi yang disarankan 2006. Namun gradasi halus 2010 cenderung
berhimpit atau bahkan keluar dari batasan yang diberikan. Hal ini akibat setingan atau plot pada
aspal Penetrasi 60/70 dari 2 (dua) tipe campuran gradasi berdasarkan spesifikasi umum Bina
Marga edisi Desember 2006 dan gradasi kasar spesifikasi edisi November 2010 menunjukan
stabilitas, kepadatan, VFB, flow dan MQ yang didapat dengan menggunakan spesifikasi edisi
november 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan spesifikasi edisi desember 2006,
sedangkan nilai VIM, VIM PRD, dan VMA menggunakan spesifikasi November 2010 lebih
rendah dibanding dengan menggunakan spesifikasi Desember 2006. Nilai stabilitas sisa yang
didapat memenuhi batasan yang diberikan spesifikasi baik spesifikasi 2006 maupun 2010. Nilai
KAO yang didapat pada pengujian dengan spesifikasi umum Bina Marga edisi Desember 2006
adalah 5.695% sedangkan pada spesifikasi edisi November 2010 didapat nilai KAO 5.485%.
V.2 Saran
1. Perlu dibuat panduan perencanaan campuran beraspal untuk Spesifikasi Umum Bina
2. Perlu dilakukan setingan kembali terhadap pemecah batu untuk menghasilkan gradasi
halus spesifikasi umum Bina marga edisi November 2010 yang baik.
1. Das, A, 2006, “On Bituminous Mix Design”, Department of Civil Engineering, IIT Kanpur,
India.
Portland dan Abu Batu Sebagai”, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro.
4. Departemen Pekerjaan Umum, 2006, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas”,
5. Departemen Pekerjaan Umum, 2010, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas”,
6. RSNI M-01-2003. ”Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall”,
9. Attharuddin, M, 2011, “ Pengaruh Variasi Gradasi Agregat Beton Aspal Lapis Aus (AC-
WC) dengan menggunakan Aspal Penetrasi 60/70, dan Aspal Retona Blend 55”, Tugas
10. Dirjen Bina Marga, 2010, “ Surat Edaran Penyampaian Spesifikasi umum edisi 2010”
Magazine, 38-40.
Stripping Additives in Paving Mixtures, AAPT Annual Meeting, Kansas City Missouri.
13. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.
14. Departemen Pekerjaan Umum. 1999. “Pedoman Perencanaan Campuran beraspal Dengan
15. Utomo, RA, 2008, “Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan di Laboratorium dan
Gradasi Hot Bin Asphalt Mixing Plant Campuran Laston (AC-Wearing Course) Terhadap
16. Putman BJ cs, 2006, “Laboratory Evaluation of Anti-Strip Additivesin Hot Mix Asphalt”,
17. Hunter, ER cs, 2002, “Evaluating Moisture Susceptibility of Asphalt Mixes”, Department