Anda di halaman 1dari 103

KAJIAN KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL BETON LAPIS AUS

(AC-WC) MENURUT SPESIFIKASI UMUM BINA MARGA


EDISI 2006 DAN 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


Memenuhi syarat untuk menempuh ujian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :

TEUKU MUHAMMAD AFIF


060404037

BIDANG STUDI TRANSPORTASI


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkatnya rahmadnya, sehingga saya dapat

menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana

pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Judul Tugas Akhir ini adalah :

“Kajian Karakteeristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) Menurut Spesifikasi
Umum Bina Marga Edisi 2006 dan 2010 ”.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, saya banyak mendapatkan bantuan mulai dari

perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini

saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :

1. Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc., sebagai pembimbing, atas saran, bimbingan, dan

kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan-hambatan yang saya alami.

2. Para penguji, Ir. Indra Jaya Pandia, MT, Ir. Joni Harianto, dan Medis S Surbakti, ST.MT

yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, sebagai ketua jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT sebagai sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Seluruh Dosen dan staf pegawai jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

6. Teristimewa untuk orang-orang tercinta, Ibunda Almarhumah Erwani, ayahanda Teuku

Asrin, Ibunda Basa Marina, Nenek Nurjannah, adinda Teuku Naufal, adinda Cut Baren

Universitas Sumatera Utara


Medina dan seluruh keluarga yang senantiasa mencurahkan segenap kasih sayang dan

dukungan yang tidak dapat terbalas.

7. Staf pegawai Balai Besar Jalan Raya nasional-I, bang Indri Purba dan bang Jefri Rizki

8. Asisten Laboratorium Jalan Raya, Muhammad Attharuddin, Alfryadi Zuliansyah,

Samruddin Nasution, Rustxell Simanungkalit, Ryan Denovan, Onza Tiranda, Sandy dan

Bram yang telah membantu dalam penelitian ini.

9. Buat teman- teman ‟06 rekan seperjuangan (Ajir, Atta, Ijol, Ghafar, Fauzi, Sawal,

Royhan, Anggi, Ajo, Fahim, Alfi, Andi, Khoir, Iqbal, Tami, Riky, Herry, Radi, Farqi,

Haiqal TM, Fadli, Haiqal A, Rahmad, Rivan, Angga, Budi, Usup, Wynda, Ani) dan

seluru teman- teman stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu,

terimakasih atas segala doa dan dukungannya.

10. Adik – adik stambuk ‟07 dan‟09 (Alfriady, Faiz, Sam, Ryan, Onza, Grandong, Bram,

Sandy, Bembeng, Irsyad, Udin dan lain lain ) terimakasih atas segala doa dan

dukungannya.

Saya menyadari penulisan Tugas Akhir ini begitu sederhana dan terdapat banyak

kekurangan baik dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan terbatasnya pengetahuan,

pengalaman, dan referensi yang dimiliki. Untuk itu, penulis menerima segala saran dan kritik

guna penyempurnaannya.

Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.

Medan, April 2012

Penulis,

Teuku Muhammad Afif


06 0404 037

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik
desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan
jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan
dan desain campuran. Sehingga konstruksi jalan memiliki kondisi yang sesuai dengan umur
rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi yang di gunakan di Indonesia ialah
spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga edisi Desember 2006. Namun pada tanggal 16
November 2010 telah dikeluarkan revisi spesifikasi umum edisi Desember 2006 menjadi
spesifikasi umum edisi November 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010. Dimana
spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan yang optimal.
Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.

Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi
2006 terhadap spesifikasi edisi 2010 terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Dengan
membandingkan perilaku campuran AC-WC, untuk memperoleh suatu hasil perbandingan dari
dua spesifikasi umum Dirjen Bina Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006.

Pada analisa gradasi spesifikasi edisi 2006 terhadap edisi 2010, diperoleh bahwa terdapat
dua batasan gradasi pada spesifikasi edisi 2010 yaitu gradasi kasar menyerupai gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 (berada dibawah daerah larangan) dan halus (berada diatas daerah
larangan). Hasil analisa saringan gradasi kasar cukup baik, yaitu berada ditengah antar batas
gradasi yang diberikan. Hasil analisa saringan gradasi halus kurang baik, yaitu berhimpit dan
cenderung keluar terhadap batas gradasi yang diberikan.

Hasil pengujian laboratorium perbandingan karakteristik marshall menunjukkan nilai


stabilitas, kepadatan, VFB, flow dan MQ yang didapat dengan menggunakan spesifikasi edisi
november 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan spesifikasi edisi desember 2006,
sedangkan nilai VIM, VIM PRD, dan VMA menggunakan spesifikasi November 2010 lebih
rendah dibanding dengan menggunakan spesifikasi Desember 2006. Nilai stabilitas sisa yang
didapat memenuhi batasan yang diberikan spesifikasi baik spesifikasi 2006 maupun 2010. Nilai
KAO yang didapat pada pengujian dengan spesifikasi umum Bina Marga edisi Desember 2006
adalah 5.695% sedangkan pada spesifikasi edisi November 2010 didapat nilai KAO 5.485%.

Kata kunci : Spesifikasi 2006, Spesifikasi 2010, Gradasi Agregat, AC-WC

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i

ABSTRAK ……………………………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iv

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………. viii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………. x

DAFTAR NOTASI …………………………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1

I.2 Perumusan Masalah Penelitian ………………………………... 2

I.3 Maksud…………….. …………………………………………… 3

I.4 Tujuan……………. …………………………………………….. 3

I.5 Batasan Masalah ……………………………………………… 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lapis Beton Aspal ………………………………………… …. 5

II.2 Bahan Campuran Beraspal ……………………………………. 8

II.2.1 Agregat…………………………………………………… 8

II.2.2 Aspal……………………………………………………… 16

II.2.3 Bahan Aditif Anti Pengelupasan…………………………. 24

II.3 Perencanaan Campuran Beraspal Panas………………….……. 28

Universitas Sumatera Utara


II.4 Perencanaan Campuran Berasapl Panas Dengan Pendekatan Kepadatan

Mutlak ………………………………………………………… 31

II.5 Metode Pengujian Campuran……………….………………… 31

II.5.1 Parameter Pengujian Marshall………………………….. 32

II. 5.2 Dasar- dasar Perhitungan………………………………. 36

II.6 Review Spesifikasi Bina Marga tahun 2006 dan 2010……….. 40

II.6.1 agregat…………………………………………………… 40

II.6.2 Aspal…………………………………………………….. 41

II.6.3 Campuran Lapis Aspal Beton (Laston)…………………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Program kerja ………………………………………………… 44

III.2 Uraian Tahapan Penelitian ………………………………….. 46

III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan …………………………… 46

III.2.2 Pengujian Bahan …………………………………….. 47

III.2.2.1 Pengujian Material Agregat………………… 47

III.2.2.2 Pengujian Material Aspal…………………… 48

III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat ………………………….. 50

III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal ………………………. 52

III.2.4.1 Pengujian Marshall………………………….. 52

III.2.4.2 Uji Rendaman Marshall…………………….. 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara


IV.1 Penyajian Data ………………………………………………. 57

IV.1.1 Hasil Pengujian Sifat-sifat Fisik Agregat ……………. 57

IV.1.2 Hasil Pengujian Aspal ……………………………….. 57

IV.1.3 Hasil Komposisi Gradasi agregat………………………. 60

IV.1.4 Hasil Pengujian Marshall ……………………………. 63

IV.2 Analisis Data Pengujian Agregat …………..………………... 64

IV.2.1 Pengujian Agregat Kasar……………………………… 64

IV.2.2 Pengujian Agregat Halus………………………........... 66

IV.3. Analisis Data Pengujian Aspal ……………………………… 66

IV.4. Analisa Komposisi Gradasi Agregat Gabungan…………….. 69

IV.5 Analisis Data Pengujian Karakteristik Marshall……………… 72

IV.5.1 Analisis Volumetrik Campuran ……………………… 72

IV.5.2 Analisis Nilai Empiris Marshall ……………………... 78

IV.5.3 Permasalahan (Kendala) Yang Dihadapi Dalam Pembuatan

Benda Uji……………………………………………… 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan ………………………………………………… 84

V.2 Saran ………………………………………………………. 85

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 86

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2006…………… 6

Tabel II.2 Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2010………........ 7

Tabel II.3 Ketentuan Agregat Kasar tahun 2006…………………………………. 9

Tabel II.4 Ketentuan Agregat Kasar tahun 2010…………………………...…… 10

Tabel II.5 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2006………………………….. .. 11

Tabel II.6 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2010…………………………… 11

Tabel II.7 Gradasi agregat untuk campuran aspal 2006………………………… 14

Tabel II.8 Gradasi agregat untuk campuran aspal 2010….……..……………… 14

Tabel II.9 Jenis dan kelas aspal emulsi……………… ………………………… 21

Tabel II.10 Persyaratan Aspal Pen 60 Spesifikasi 2006 ………………………… 22

Tabel II.11 Persyaratan Aspal Pen 60 Spesifikasi 2010 ………………………… 23

Tabel II.12 Review perbedaan Spesifikasi Agregat ………… …………………. 40

Tabel II.13 Review perbedaan Spesifikasi Aspal……………………………….. 41

Tabel II.14 Review perbedaan Spesifikasi lapis aspal beton……………………. 42

Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2006.. 47

Tabel III.2 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2010.. 48

Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70 sesuai spesifikasi 2006………………… 48

Tabel III.4 Persyaratan Aspal Pen 60/70 sesuai spesifikasi 2010………………… 49

Tabel III.5 Gradasi yang disarankan spesifikasi 2006……………………………. 50

Tabel III.6 Gradasi yang kasar spesifikasi 2010…..……………………………. 51

Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar ……………………… 58

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus………………………. 58

Universitas Sumatera Utara


Tabel IV.3 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal …………………………………….. 59

Tabel IV.4 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang

Disarankan Spesifikasi 2006…………………………………………... 63

Tabel IV.5 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang

Berdasarkan Spesifikasi 2010…………………………………………... 64

Tabel IV.7 Perbandingan tingkat kepadatan ………….…………………………... 72

Tabel IV.8 Perbandingan VIM Marshall dan PRD ………………………….…… 74

Tabel IV.9 Perbandingan VMA ……..…………………………………………… 75

Tabel IV.10 Perbandingan VFB …………………………………………………… 76

Tabel IV.11 Perbandingan Stabilitas Marshall …………….……………………… 78

Tabel IV.12 Perbandingan Flow …………….…………….……………………… 79

Tabel IV.13 Perbandingan Marshall Quotient …………….………………………. 80

Tabel IV.14 Perbandingan Stabilitas Marshall Sisa …………….……………….… 81

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Batasan gradasi kasar spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi

spesifikasi 2006…………………………………………………………………… 15

Gambar II.2 Batasan gradasi halus spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi

spesifikasi 2006…………………………………………………………………… 15

Gambar II.3 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)…. 17

Gambar II.4 Tipikal temperatur destilasi minyak bumi dan produk yang

dihasilkannya (The Asphalt Institute, 1983)………………………………………. 18

Gambar IV.1 Analisa Saringan fraksi CA………………………………………….. 60

Gambar IV.2 Analisa Saringan fraksi MA………………………………………….. 61

Gambar IV.3 Analisa Saringan fraksi FA………………………………………….. 61

Gambar IV.4 Analisa Saringan fraksi NS………………………………………….. 61

Gambar IV.5 Komposisi Gradasi Agregat Yang Disarankan Spesifikasi 2006…… 62

Gambar IV.6 Komposisi Gradasi kasar Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010 62

Gambar IV.7 Komposisi Gradasi Halus Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010 63

Gambar IV.8 Analisa Saringan fraksi CA………………………………………….. 70

Gambar IV.9 Analisa Saringan fraksi MA………………………………………….. 70

Gambar IV.10 Analisa Saringan fraksi FA………………………………………… 70

Gambar IV.11 Analisa Saringan fraksi NS………………………………………… 71

Gambar IV.12 Gradasi agregat gabungan yang diharapkan terhadap gradasi halus

spesifikasi 2010…………………………………………………………………….. 71

Gambar IV.13 Perbandinagn Tingkat Kepadatan …………………………….….. 73

Universitas Sumatera Utara


Gambar IV.14 Perbandingan VIM Marshall ……………………………………... 74

Gambar IV.15 Perbandingan VIM Refusal ………………………………………. 75

Gambar IV.16 Perbandingan VMA ………………………………………………. 76

Gambar IV.17 Perbandingan VFB ………………………………………………... 77

Gambar IV.18 Perbandingan Stabilitas Marshall ………………………………… 78

Gambar IV.19 Perbandingan Flow …………………..…………………………… 79

Gambar IV.20 Perbandingan Marshall Quotient …………………………………. 80

Gambar IV.21 Perbandingan Stabilitas Marshall Sisa…………………………….. 81

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

AASHTO = American Association of State Highways and Transportations Officials

ASTM = American Society for Testing and Materials

AC = Asphalt Concrete

AC-Base = Asphalt Concrete Base

AC-BC = Asphalt Concrete Binder Course

AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course

AC-Modified = Asphalt Concrete Modified

AC-Base Modified = Asphalt Concrete Base Modified

AC-BC Modified = Asphalt Concrete Binder Course Modified

AC-WC Modified = Asphalt Concrete Wearing Course Modified

CA = Coarse Aggregate

MA = Medium Agregat

FA = Fine Aggregate

NS = Natural Sand

IKS = Indeks Kekuatan Marshall Sisa

KAO = Kadar Aspal Optimum Laston Lapis Aspal Beton

MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshall)

PRD = Percentage Refusal Density

Retona = Refined Asbuton Asphalt

SSD = Surface Saturated Dry

TFOT T = hin Film Oven Test

Universitas Sumatera Utara


VFB = Voids Filled with Bitumen (rongga terisi aspal)

VIM = Voids in Mixture (rongga dalam campuran)

VIMRef = VIM pada kondisi Refusal (membal)

VMA = Voids in Mineral Aggregates (rongga udara di dalam agregat)

LAMBANG

Gmb = Berat jenis padat (Bulk) campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran

Gsb = Berat jenis padat (Bulk) agregat gabungan

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pb = Perkiraan Kadar Aspal Optimum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik
desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan
jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan
dan desain campuran. Sehingga konstruksi jalan memiliki kondisi yang sesuai dengan umur
rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi yang di gunakan di Indonesia ialah
spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga edisi Desember 2006. Namun pada tanggal 16
November 2010 telah dikeluarkan revisi spesifikasi umum edisi Desember 2006 menjadi
spesifikasi umum edisi November 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010. Dimana
spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan yang optimal.
Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.

Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi
2006 terhadap spesifikasi edisi 2010 terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Dengan
membandingkan perilaku campuran AC-WC, untuk memperoleh suatu hasil perbandingan dari
dua spesifikasi umum Dirjen Bina Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006.

Pada analisa gradasi spesifikasi edisi 2006 terhadap edisi 2010, diperoleh bahwa terdapat
dua batasan gradasi pada spesifikasi edisi 2010 yaitu gradasi kasar menyerupai gradasi yang
disarankan spesifikasi 2006 (berada dibawah daerah larangan) dan halus (berada diatas daerah
larangan). Hasil analisa saringan gradasi kasar cukup baik, yaitu berada ditengah antar batas
gradasi yang diberikan. Hasil analisa saringan gradasi halus kurang baik, yaitu berhimpit dan
cenderung keluar terhadap batas gradasi yang diberikan.

Hasil pengujian laboratorium perbandingan karakteristik marshall menunjukkan nilai


stabilitas, kepadatan, VFB, flow dan MQ yang didapat dengan menggunakan spesifikasi edisi
november 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan spesifikasi edisi desember 2006,
sedangkan nilai VIM, VIM PRD, dan VMA menggunakan spesifikasi November 2010 lebih
rendah dibanding dengan menggunakan spesifikasi Desember 2006. Nilai stabilitas sisa yang
didapat memenuhi batasan yang diberikan spesifikasi baik spesifikasi 2006 maupun 2010. Nilai
KAO yang didapat pada pengujian dengan spesifikasi umum Bina Marga edisi Desember 2006
adalah 5.695% sedangkan pada spesifikasi edisi November 2010 didapat nilai KAO 5.485%.

Kata kunci : Spesifikasi 2006, Spesifikasi 2010, Gradasi Agregat, AC-WC

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan

tingginya laju pertumbuhan ekonomi hal mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk.

Sehingga muncul banyak terjadinya mobilisasi yang terjadi di jalan raya. Salah satu prasarana

transportasi adalah jalan raya yang merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat.[3]

Sistem transportasi merupakan salah satu elemen-elemen penting dalam pembangunan

negara. Umumnya, sistem transportasi yang disediakan lengkap dengan layanan keamanan,

kenyamanan dan sistematis untuk menghubungkan satu area ke area yang lain. Salah satu

layanan dasar ialah kemampuan untuk mencapai umur desain dari suatu jalan. Kemampuan jalan

tersebut harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menampung tekanan dari beban di

permukaan, selain melindungi subgred dari kerusakan. Oleh karena itu, desain campuran

beraspal yang digunakan sangat penting dalam memastikan campuran beraspal yang efektif dan

mampu untuk mengatasi kemungkinan efek kerusakan dari beban yang dikenakan ke atasnya.[2]

Konstruksi jalan raya memerlukan biaya investasi yang besar. Sehingga sebuah teknik

desain yang tepat, serta kinerja yang dapat diandalkan akan menghasilkan kinerja pelayanan

jalan raya yang ingin di capai. Dua hal utama dalam pertimbangan ini ialah desain perkerasan

dan desain campuran.[1]

Permukaan jalan dilapisi dengan perkerasan jalan, yaitu perkerasan lentur (flexibel

pavement), dan perkerasan kaku (rigid pavement). Sehingga konstruksi jalan harus memiliki

kondisi yang sesuai dengan umur rencana serta memenuhi spesifikasi. Selama ini spesifikasi

yang di gunakan ialah spesifikasi yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga desember 2006. Namun

Universitas Sumatera Utara


pada tanggal 16 november 2010 telah dikeluarkan revisi spesifikasi umum edisi desember 2006

menjadi spesifikasi umum edisi november 2010 melalui surat edaran no 05/SE/06/2010 yang

ditanda tangani Direktur Jendral Bina Marga.[10]

Dengan adanya spesifikasi umum revisi pengerjaan konstruksi jalan yang di keluarkan

Dirjen Bina Marga pada november edisi 2010 untuk menggantikan spesifikasi yang lama edisi

desember 2006. Hal tersebut tentu saja berdampak besar terhadap konstruksi jalan yang akan

datang. Dimana spesifikasi yang baru diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan jalan

yang optimal. Sehingga kedepan konstruksi jalan raya yang ada di Indonesia akan semakin baik.

Adapun perubahan yang terlihat mendasar pada perencanaan campuran aspal beton lapis

aus (AC-WC) spesifikasi edisi 2010 ialah pada batasan gradasi agregat, dimana pada spesifikasi

edisi 2010 dikeluarkannnya 2 (dua) batasan gradasi agregat yaitu batasan gradasi kasar dan halus.

Begitu juga dengan tidak adanya lagi daerah larangan pada spesifikasi 2010, yang mana pada

spesifikasi 2006 masih terdapat daerah larangan. Perubahan yang terlihat lainnya ialah adanya

keharusan dalam spesifikasi 2010 penambahan filler dan bahan anti pengelupasan (anti striping

agent), hal ini akan mempengaruhi karakteristik dari campuran aspal beton lapis aus (AC-WC).

Begitu juga adanya perubahan batasan (syarat) dari pengujian agregat maupun aspal antara

spesifikasi edisi 2006 terhadap spesifikasi 2010.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam penelitian ini permasalahan yang akan

dibahas ialah mengenai pengaruh revisi spesifikasi edisi 2006 terhadap spesifikasi edisi 2010

terhadap bentuk gradasi dan karakteristik marshall. Apa pengaruh revisi gradasi spesifikasi 2006

terhadap bentuk gradasi spesifikasi 2010? Dikarnakan saat ini agregat yang dihasilkan basecamp

Universitas Sumatera Utara


pemecah batu masih mengikuti bentuk gradasi spesifikasi 2006. Apa pengaruh penambahan filler

dan anti striping yang terdapat pada spesifikasi umum Bina Marga edisi November 2010

terhadap karakteristik campuran aspal beton lapis aus (AC-WC)?

1.3. MAKSUD

Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan perilaku campuran AC-WC,

dikarenakan perubahan dari spesifikasi teknis yang berlaku terhadap karakteristik campuran

aspal beton.

1.4. TUJUAN

Memperoleh suatu hasil perbandingan dari dua spesifikasi umum Seksi 6.3 Dirjen Bina

Marga edisi november 2010 terhadap edisi desember 2006 yaitu gradasi agregat gabungan dan

karakteristik campuran aspal beton lapis aus (AC-WC).

1.5. BATASAN MASALAH

Batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Kajian hanya pada pengujian laboratorium dengan campuran aspal yang ditinjau

adalah Lapis Aspal Beton Aus atau Asphal Concrete Wearing Course (AC-WC) dengan

menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006 dan november 2010.

2. Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010 Laston AC-WC yang

digunakan bergradasi kasar. Hal ini dikarenakan batasan gradasi yang terdapat pada

spesifikasi edisi 2010 memiliki kemiripin (hampir menyerupai) batasan gradasi yang

terdapat pada spesifikasi edisi 2006, sehingga sesuai untuk dibandingkan.

Universitas Sumatera Utara


3. Spesifikasi yang digunakan ialah Spesifikasi Umum Seksi 6.3 Campuran Beraspal

Panas Direktorat Jenderal Bina Marga edisi november 2010 (baru) dan di bandingkan

dengan edisi desember 2006 (lama).

4. Metode yang digunakan sesuai dengan spesifikasi umum Bina Marga 2006 dan 2010,

yaitu metode Uji Marshall.

5. Penggunaan filler dan bahan anti pengelupasan pada batas maksimum, yaitu filler 2%

dan anti pengelupasan 0.3%.

6. Parameter campuran aspal yang dikaji adalah Stabilitas, flow, density, VIM,

VMA,VFB, MQ, VIM PRD dan Stabilitas Marshall Sisa.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lapis Aspal Beton

Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai

nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institute dengan

nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini

terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan

dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan

jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi

yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan

ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi

yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai

pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci

satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif

kaku.

Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi desember

2006 maupun edisi november 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis

Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan

ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm.

Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan

menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006 dapat dilihat pada Tabel II.1,

sedangkan campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan menggunakan spesifikasi umum Bina

Marga edisi november 2010 dapat dilihat pada Tabel II.2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2006

Laston

Sifat-sifat Campuran WC BC Base

Penyerapan kadar aspal (%) Maks 1.2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min 3.5

Maks 5.5

Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1500

Maks _ _

Pelelehan (mm) Min 3 5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 350

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min 75


perendaman selama 24 jam, 60ºC
Rongga dalam Campuran (%) pada Min 2.5
kepadatan membal (refusal)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga edisi 2006

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.2. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2010

Laston
Sifat-sifat Campuran
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi
Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar
Kadar aspal efektif (%) Min. 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 3,5

Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Min. 3,5
Rongga dalam campuran (%)

Maks. 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min. 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 63 60

Min. 800 1800


Stabilitas Marshall (kg)

Maks. - -
Pelelehan (mm) Min. 3 4,5

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min. 90


perendaman selama 24 jam, 60 ºC

Rongga dalam campuran (%) pada Min. 2,5


Kepadatan membal (refusal)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010

Universitas Sumatera Utara


II.2 Bahan Campuran Beraspal

Di dalam Manual Campuran Beraspal Panas[13], campuran beraspal adalah suatu

kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai

pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.

II.2.1 Agregat

Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk didalamnya antara

lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat

mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati

proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% dari berat total

campuran.

1. Agregat Kasar

a. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus

disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal.

b. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas

saringan No.8 (2,38 mm).

c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan

agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm tidak

boleh lebih besar dari 1%.

d. Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan

lain yang tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang diberikan pada

tabel II.3 untuk spesifikasi tahun 2006 dan II.4 untuk spesifikasi 2010.

Universitas Sumatera Utara


Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan yang pada

akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi saling mengunci

(interlocking) dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar mempunyai peranan sebagai

pengembang volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan

mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas.

Tabel II.3 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi tahun 2006

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 03-3407-1994 Maks. 12%


natrium dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Min. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel pipih dan lonjong (**) ASTM D-4791 Maks. 10%

Material lolos saringan 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1%

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih
dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.4 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi tahun 2010

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 3407:2008 Maks.12 %


natrium dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Campuran AC SNI 2417:2008 Maks. 30%
Los Angeles bergradasi kasar
Semua jenis campuran
Maks. 40%
aspal bergradasi lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 DoT‟s 95/90 1
cm) Pennsylvania
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 Test Method,
80/75 1
cm) PTM No.621
Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791 Maks. 10 %
Perbandingan 1 :5
Material lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu

atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010

2. Agregat Halus

a. Agregat halus terdiri atas agregat hasil pemecah batu (abu batu) atau pasir alam

dengan ukuran lolos saringan No.8 (2,38 mm).

b. Agregat halus harus terdiri atas partikel-partikel yang bersih, keras, tidak

mengandung lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Batu Pecah halus

Universitas Sumatera Utara


harus dihasilkan dari batu yang memenuhi persyaratan spesifikasi 2006 dalam

tabel II.5. sedangkan tabel II.6. menunjukkan persyaratan spesifikasi 2010.

Tabel II.5 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2006

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50%

Material lolos saringan no.200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45%

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006

Tabel II.6 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2010

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50% untuk SS, HRS dan
AC bergradasi Halus
Min 70% untuk AC bergradasi
kasar
Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%


Angularitas (kedalaman dari Min. 45
permukaan < 10 cm) AASHTO TP-33
atau
Angularitas (kedalaman dari
ASTM C1252-93 Min. 40
permukaan  10 cm)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010

Universitas Sumatera Utara


c. Penggunan pasir alam dibatasi dengan persetase maksimum ialah 15% dari berat

total campuran.

3. Bahan Penggisi (Filler) untuk Campuran Aspal

Filler adalah bahan penggisi rongga dalam campuran (void in mix) yang berbutir

Halus yang lolos saringan no.30 dan dimana persentase berat yang lolos saringan no.200

minimum 75%. Adpun fungsi filler adalah:

a. Untuk memodifikasi gradasi agregat halus, sehingga berat jenis agregat


meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi ronggan akan
berkurang.

b. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan
stabilitas.

c. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehigga akan
meningkatkan kekuatan campuran.

d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang
berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersama- sama

e. Menguranggi rongga udara (air void)

Adapun jenis dan sifat filler adalah:

a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur

padam (hydrated lime), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui oleh Direksi

Pekerjaaan. Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.

b. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan.

c. Pada spesifikasi 2010, campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang

ditambahkan tidak kurang dari 1% dan maksimum 2% dari berat total agregat. Sedangkan

pada spesifikasi 2006 tidak ada keharusan penambahan bahan penggisi.

Universitas Sumatera Utara


4. Gradasi Agregat Gabungan

Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan

hal yang penting dalam menentukan karakteristik perkerasan. Gradasi agregat

mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan karakteristik dalam

proses pelaksanaan di laboratorium maupun di lapangan (AMP).[15]

Gradasi agregat dapat dibedakan atas :

a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang hampir

sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat

mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat

dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas

tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.

b. Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang

seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik. Gradasi rapat akan

menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase

jelek dan berat volume besar.

c. Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak memenuhi 2

(dua)kategori di atas. Aggregate bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan

perkerasan lentur merupakan campuran dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit.

Gradasi seperti ini juga disebut gradasi senjang. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis

perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis di atas.

Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006, gradasi agregat

gabungan untuk campuran aspal ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat, harus

memenuhi batas - batas dan harus berada di luar daerah larangan (Restriction Zone) yang

Universitas Sumatera Utara


di tunjukkan dalam Tabel II.7. Gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak

terhadap batas-batas toleransi yang diberikan dalam Tabel II.7 dan terletak di luar Daerah

Larangan.

Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010, gradasi agregat

gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan

bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8 Rancangan

dan Perbandingan Campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak

terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8. Namun pada spesifikasi 2010 tidak

ada lagi daerah larangan dan terdapat 2 (dua) jenis gradasi yakni kasar dan halus. Batasan

gradasi kasar berada di bawah daerah larangan yang terdapat pada spesifikasi 2006

sedangkan gradasi halus berada di atas daerah larangan.

Tabel II.7 : Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Spesifikasi 2006

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.8 : Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Spesifikasi 2010

% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran

Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)


Ukuran
Ayakan Gradasi Semi
(mm) Gradasi Senjang3 Gradasi Halus Gradasi Kasar1
Senjang 2

Kelas A Kelas B WC Base WC Base WC BC Base WC BC Base

37,5 100 100


25 100 90 - 100 100 90 - 100
19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 73 - 90 100 90 - 100 73 - 90
12,5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 74 - 90 61 - 79 90 - 100 71 - 90 55 - 76

9,5 90 - 100 75 – 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 72 - 90 64 – 82 47 - 67 72 - 90 58 – 80 45 - 66

4,75 54 - 69 47 - 64 39,5 - 50 43 - 63 37 - 56 28 - 39,5

2,36 75 - 100 50 – 723 35 - 553 50 – 62 32 - 44 39,1 - 53 34,6 - 49 30,8 - 37 28 - 39,1 23 - 34,6 19 - 26,8
1,18 31,6 - 40 28,3 - 38 24,1 - 28 19 - 25,6 15 - 22,3 12 - 18,1

0,600 35 – 60 15 - 35 20 – 45 15 - 35 23,1 - 30 20,7- 28 17,6 - 22 13 - 19,1 10 - 16,7 7 - 13,6


0,300 15 – 35 5 - 35 15,5 - 22 13,7- 20 11,4 - 16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4
0,150 9 - 15 4 - 13 4 - 10 6 - 13 5 – 11 4,5 - 9

0,075 10 - 15 8 – 13 6 – 10 2-9 6 – 10 4-8 4 - 10 4-8 3- 6 4 - 10 4-8 3-7

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010

Batasan gradasi sesuai spesifikasi 2006 dan 2010

#200 #100 #50 #3 #1 #8 #4 3/8 1/2" 3/4 1"


0,01 0,1 1 10

100 Batas Min


90
80 batas maks 2010
Fuller line
Percent Lolos (%)

70
batas maks 2006
60
50 Fuller curve
40
30 Batas Min
20
10
0
Sieve size (mm)
spec max 2010 Fuller Daerah larangan
Spec Max 2006 Spec Min 2006 spec min 2010

Gambar II.1 Batasan gradasi kasar spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006

Universitas Sumatera Utara


Batasan gradasi sesuai spesifikasi 2006 dan 2010

#200 #100 #50 #3 #1 #8 #4 3/8 1/2" 3/4 1"


0,01 0,1 1 10

100 Batas Min


90
80 batas maks 2010
Fuller line
Percent Lolos (%)

70
batas maks 2006
60
50 Fuller curve
40
30 Batas Min
20
10
0
Sieve size (mm)

spec max 2010 Fuller Daerah larangan


Spec Max 2006 Spec Min 2006 spec min 2010

Gambar II.2 Batasan gradasi halus spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006

II.2.2 Aspal

Di dalam � � � �� � � [13]
, Aspal atau bitumen

merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan

melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah

yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama

proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai

hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous.

Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses

penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga terdapat

di alam secara alamiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga telah dikenal

luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal yang bertujuan untuk

Universitas Sumatera Utara


memperbaiki atau memodifikasi sifat rheologinya sehingga menghasilkan jenis aspal baru yang

disebut aspal modifikasi.

1. Aspal Proses Penyulingan

Minyak mentah disuling dengan cara destilasi, yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi

dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur

pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan

dihasilkan produk-produk berbasis minyak seperti yang diilustrasikan pada Gambar II.3

Gambar II.3 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)

Universitas Sumatera Utara


a. Aspal Keras

Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi

dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal

dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui

proses destilasi hampa pada temperatur sekitar 480 0C. Temperatur ini bervariasi

tergantung pada sumber minyak mentah yang disuling atau tingkat aspal keras yang akan

dihasilkan. Ilustrasi skematik penyulingan minyak mentah dan produk-produk yang

dihasilkannya seperti yang ditunjukan pada Gambar II.4.

Gambar II.4 Tipikal temperatur destilasi minyak bumi dan produk yang
dihasilkannya (The Asphalt Institute, 1983)

Universitas Sumatera Utara


Untuk menghasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang diinginkan, proses

penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal

keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi

minyak mentah bersama-sama sebelum proses destilasi dilakukan. Pencampuran ini

nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan

sifat-sifat yang diinginkan. Cara lainnya yang sering juga dilakukan untuk mendapatkan

aspal keras dengan viskositas menengah adalah dengan mencampur beberapa jenis aspal

keras dengan proporsi tertentu dimana aspal keras yang sangat encer dicampur dengan

aspal lainnya yang kurang encer sehingga menghasilkan aspal dengan viskositas

menengah.

Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak

mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui

proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak (bensin, solar dan minyak

tanah) yang terkandung dalam minyak mentah (crude oil) dikeluarkan sehingga

meninggalkan aspal sebagai residu.

b. Aspal cair (cutback asphalt)

Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut

berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi,

dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam minyak mentah

tidak seluruhnya dikeluarkan (lihat Gambar II.3). Kecepatan menguap dari minyak yang

digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada

proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Berdasarkan hal ini,

aspal cair dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


 Aspal cair cepat mantap (RC = rapid curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya

cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya bensin.

 Aspal cair mantap sedang (MC = medium curing), yaitu aspal cair yang bahan

pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis

ini biasanya minyak tanah.

 Aspal cair lambat mantap (SC = slow curing), yaitu aspal cair yang bahanpelarutnya

lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya solar.

Tingkat kekentalan aspal cair sangat ditentukan oleh proporsi atau rasio bahan

pelarut yang digunakan terhadap aspal keras atau yang terkandung pada aspal cair

tersebut. Aspal cair jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih tinggi dari MC-

200. Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal

maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam

penggunaannya, pemanasan mungkin diperlukan untuk menurunkan tingkat kekentalan

aspal ini.

c. Aspal Emulsi

Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini,

partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung

emulsifier (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan

sebagian besar berukuran koloid. Jenis emulsifier yang digunakan sangat mempengaruhi

jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik

zat pengemulsi yang digunakan, aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi :

- Aspal emulsi anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negatif.

- Aspal emulsi kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif.

Universitas Sumatera Utara


- Aspal emulsi non-ionik, yaitu aspal emulsi yang tidak berion (netral).

Sedangkan berdasarkan proporsi emulsifier yang digunakan, aspal emulsi baik

yang anionik maupun kationik dibedakan lagi dalam beberapa kelas seperti yang

diberikan dalam Tabel II.9. Huruf RS, MS dan SS dalam tabel ini menyatakan kecepatan

pemantapan (setting) aspal emulsi tersebut, yaitu cepat mantap (RS = rapid setting),

mantap sedang (MS = medium setting) dan lambat mantap (SS = slow setting).

Sedangkan huruf „C‟ menyatakan bahwa aspal emulsi ini adalah jenis kationik atau

bermuatan listrik positif. Huruf „h‟ dan „s‟ yang terdapat pada akhir simbol aspal emulsi

menyatakan bahwa aspal ini dibuat dengan menggunakan aspal keras yang lebih keras (h

= harder) atau yang ebih lunak (s = softer).

Tabel II.9 Jenis dan kelas aspal emulsi

Universitas Sumatera Utara


Huruf HF yang dicantumkan pada awal simbol aspal emulsi anionik menunjukkan

bahwa aspal ini memiliki kemampuan mengambang yang tinggi (HF = high float).

Tingkat pengambangan ini dapat diukur melalui uji pengambangan berdasarkan

AASHTO T-50.

Aspal emulsi dengan kode ini dapat digunakan pada pekerjaan yang menuntut

penggunaan film aspal yang tebal dengan tidak menimbulkan resiko pengaliran kembali

aspalnya (drainage off). Seperti halnya aspal cair, aspal emulsi dapat digunakan juga

dengan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap

pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam penggunaannya, pemanasan

untuk menurunkan tingkat kekentalan aspal ini mungkin tidak diperlukan.

2. Persyaratan Aspal Pen 60

Persyaratan aspal Berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006,

ditunjukkan pada tabel II. 10 . Sedangkan berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi

november 2010, ditunjukkan pada tabel II. 10

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.10 Persyaratan Aspal Keras Pen 60 spesifikasi 2006

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006

Tabel II.10 Persyaratan Aspal Keras Pen 60 spesifikasi 2010

Tipe II Aspal yang Dimodifikasi


Tipe I
A (1) B C
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Aspal
Pen. 60-70 Elastomer
Asbuton Elastomer
Alam
yg diproses Sintetis
(Latex)
1. Penetrasi pada 25C (dmm) SNI 06-2456-1991 60-70 40-55 50-70 Min.40

2. Viskositas 135C (cSt) SNI 06-6441-2000 385 385 – 2000 < 2000(5) < 3000(5)

3. Titik Lembek (C) SNI 06-2434-1991 >48 - - >54

4. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 ≥ - 0,5 > 0.0 > 0,4

5. Duktilitas pada 25C, (cm) SNI-06-2432-1991 >100 > 100 > 100 > 100

6. Titik Nyala (C) SNI-06-2433-1991 >232 >232 >232 >232

7. Kelarutan dlm Toluene (%) ASTM D5546 >99 > 90(1) >99 >99

8. Berat Jenis SNI-06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0

ASTM D 5976 part


9. Stabilitas Penyimpanan (C) - <2,2 <2,2 <2,2
6.1

Universitas Sumatera Utara


Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
Tipe I
A (1) B C
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Aspal
Pen. 60-70 Elastomer
Asbuton Elastomer
Alam
yg diproses Sintetis
(Latex)
Pengujian Residu hasil TFOT atau RTFOT :

10. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 < 0.8 2) < 0.8 2) < 0.8 3) < 0.8 3)

11. Penetrasi pada 25C (%) SNI 06-2456-1991 > 54 > 54 > 54 ≥54

12. Indeks Penetrasi 4) - > -1,0 > 0,0 > 0,0 > 0,4

Keelastisan setelah
13. AASHTO T 301-98 - - > 45 > 60
Pengembalian (%)

14. Duktilitas pada 25C (cm) SNI 062432-1991 > 100 > 50 > 50 -

Partikel yang lebih halus


15. Min. 95(1) Min. 95(1) Min. 95(1)
dari 150 micron (m) (%)

 Pada spesifikasi 2010 adanya Nilai Indeks Penetrasi, dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut :
Indeks Penetrasi = (20-500A) / (50A+1)

A= [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010

II.2.3 Bahan Aditif Anti Pengelupasan

Kerentanan kelembapan adalah kecenderungan menuju pengelupasan campuran beraspal.

Hilangnya integritas dari suatu campuran aspal melalui melemahnya ikatan antara agregat dan

pengikat dikenal sebagai pengelupasan. Pengelupasan biasanya dimulai di bagian bawah lapisan

campuran aspal, dan secara bertahap bergerak ke atas. Situasi itu adalah hilangnya bertahap

kekuatan selama bertahun-tahun, yang menyebabkan banyak yang timbul di permukaan seperti

alur, lipatan, gelombang, raveling, cracking, dll (Roberts et al 1996).[16]

Universitas Sumatera Utara


Pengelupasan, atau kerusakan kelembaban, dalam perkerasan aspal adalah hilangnya

adhesi antara agregat dan aspal pengikat. Hilangnya adhesi dapat menimbulkan beberapa jenis

kerusakan perkerasan, seperti bergelombang, cracking, dan mendorong terjadinya lepasan

butiran. Namun kehilangan adhesi dapat diatasi dengan bantuan bahan aditif anti pengelupasan,

juga dikenal sebagai adhesi promotor dan agen pembasahan. Aditif anti pengelupasan, ketika

ditambahkan ke aspal, menggantikan kelembaban di permukaan dari adhesi agregat dan

menghasilkan ikatan di permukaan agregat.[11]

Gambar II.5 Aditif Anti Pengelupasan mencegah pengelupasan di Hot Mix

Anti-strip memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu bersifat aktif dan pasif. Aktif adhesi

adalah perpindahan air di agregat selama tahap pencampuran awal konstruksi hotmix. Ketika

agregat ditambahkan ke drum pengering, kelembaban dapat mencegah residu aspal dari lapisan

Universitas Sumatera Utara


agregat.Fungsi aktif ini antistriping sebagai pengubah tegangan permukaan dan memindahkan

air dari permukaan agregat. Antistrips juga berkerja sebagai adhesi pasif yaitu pengatur

penyimpanan air yang merembes antara agregat dan aspal setelah jalan telah dibangun. Dalam

fungsinya, bahan anti pengelupasan bertindak sebagai prnghubung antara agregat dan aspal.

Tanpa anti pengelupasa, air bisa merembes ke dalam agregat dan melepas ikatan aspal.[11]

Bahan anti pengelupasan mungkin diperlukan jika desain campuran tertentu telah terbukti

rentan terhadap kelembaban yang disebabkan kerusakan. Secara umum bahan anti pengelupasan

yang paling sering digunakan terdiri dari anti-pengupasan cair dan aditif kapur.[17]

Anti-stripping agent cair adalah senyawa kimia yang mengandung amina. Kebanyakan

anti-stripping agen mengurangi tegangan permukaan antara aspal dan agregat dalam campuran

[Tunnicliff dkk. 1984]. Ketika tegangan permukaan berkurang, adhesi meningkat dari aspal

untuk agregat dipromosikan. Metode ekonomis pencampuran agen anti-stripping cair dengan

aspal adalah dengan memanaskan aspal dalam keadaan cair. Namun, metode yang lebih sukses

dari penambahan aditif cair adalah dengan menerapkan secara langsung untuk agregat sebelum

penambahan pengikat [Kennedy, Roberts, Lee 1983].

kapur aditif adalah bahan yang digunakan untuk meminimalkan kerentanan kelembaban

campuran. Secara umum adalah dengan menambahkan 1% sampai 1,5% berat kapur terhadap

berat kering campuran agregat. Tiga bentuk kapur yang digunakan: kapur (Ca (OH) 2), kapur

cepat (CaO), dan limau Dolomitic (kedua jenis S dan N) [Roberts et al. 1996]. Beberapa metode

yang ada untuk menambahkan kapur untuk campuran. Kapur kering ditambahkan sebelum aspal

semen. Georgia DOT menambahkan kapur kering segera sebelum semen aspal ditambahkan

[Roberts et al. 1996].Mohammad, Abadie, Gokmen dan Puppala menemukan bahwa jika kapur

ditambahkan sebagai mineral filler, deformasi permanen dan kelelahan daya tahan dapat

Universitas Sumatera Utara


ditingkatkan. Sehingga penambahan kapur meningkatkan kekuatan tarik campuran beraspal

panas. [Bidang Evaluasi Teknik untuk Campuran Aspal dengan Kapur 1984]

Menurut pengalaman, jenis anti-strip aditif yang paling umum digunakan adalah

aminebased hidrokarbon, adapun jenis-jenisnya adalah seperti fatty tallow amine , polyamines

berdasarkan bis-hexamethylene triamine (BHMT) dan amidoamines. Dibawah ini adalah

penjelasan dari jenis anti striping agent.[11]

a. Polyamines ialah senyawa dengan 2 atau lebih gugus fungsional amina. Memiliki 5

atau lebih kelompok fungsional per molekul, molekul besar bervariasi dalam ukuran.

Banyak jenis poliamina, berbeda dalam jumlah, jenis amina fungsional kelompok, dan

ukuran rantai hidrokarbon. Memiliki efektifitas yang tinggi dan rendah bau. Bis-

hexamethylene triamine (BHMT) merupakan bagian poliamina, yang dihasilkan selama

produksi nilon, merupakan anti striping yang banyak digunakan pada masa lalu, sangat

efektif lebih rendah bau.

b. Fatty tallow amina merupakan anti striping yang berasal dari pengolahan cadangan

lemak hewan. Terdiri dari senyawa Tallow diamina dan tallow triamine. Pada masa lalu

jenis anti striping ini , direkayasa untuk memiliki rantai panjang hidrokarbon.

c. Amidoamines merupakan hasil poliamina bereaksi dengan asam lemak (asam

karboksilat dengan hidrokarbon ekor). Asam lemak yang berasal dari minyak alami

(minyak kelapa, minyak berat, minyak canola, dll). Menciptakan molekul yang jauh lebih

besar dan secara substansial memperpanjang rantai hidrokarbon molekul amina. Dalam

beberapa kasus amidomines memiliki kinerja yang sama atau lebih baik dari poliamina

dan menghasilkan molekul yang lebih besar (peningkatan stabilitas panas). Perbedaan

Universitas Sumatera Utara


rasio dan kombinasi dari poliamina dan asam lemak dalam berbagai kondisi dan reaksi

menghasilkan amidoamines dengan berbagai karakteristik kinerja anti striping.

Adapun keuntungan dari peambahan anti-stripping agents adalah Meningkatkan

pelapisan aspal dengan agregat walau dalam keadaan basah, meningkatkan ikatan atau bonding

dan anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun. Namun kekurangannya ialah harga dari

anti striping agent yang masih relative mahal.

Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti

striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan

mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil.

Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,3 % terhadap berat aspal. Anti

striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh tidak digunakan pada aspal

modifikasi yang bermuatan positif. Namun pada spesifikasi 2006 tidak di haruskan penambahan

aditif anti pengelupasan.

Bradley J. Putman dan SerjiN. Amirkhanian dalam penelitiannya mengenai penggunaan

anti-strip aditif (Asas) dalam campuran aspal panas (HMA) yaitu Semua Asas (ASA cair dan

kapur padam) dievaluasi, dalam penelitian ini didapat meningkatnya ketahanan terhadap

kelembaban dibandingkan yang tidak mengandung campuran ASA. Semua Asas yang efektif

dalam menghasilkan campuran dengan nilai basah ITS diatas nilai batas minimum SCDOT yaitu

65 psi. Agregat dan bahan pengikat berpengaruh pada efektivitas penambahan anti striping agent

(ASA).[16]

Universitas Sumatera Utara


C. Ivann Harnish dalam penelitiannya mengenai anti striping menyatakan anti-striping

amina cair meningkatkan adhesi dalam HMA dan dalam emulsi anionik berbeda. Anti striping

cair untuk emulsi anionik harus diperhatikan dengan baik, jangan menganggap efektifitas anti

striping pada HMA bekerja baik dalam emulsi anionik.

II.3 Perencanaan Campuran Beraspal Panas

Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi material untuk

mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan. Tujuan dari perencanaan

campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang

akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut [15]:

a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang

disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga

campuran akan tidak mudah aus, bergelombang , melendut, bergeser dan lain-lain.

b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat

beban lalu lintas tanpa mengalami keretakan yang disebabkan oleh :

1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi

atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.

2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang

berlangsung singkat.

3) Adanya perubahan volume campuran.

Universitas Sumatera Utara


c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari

disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan

pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang

disebabkan oleh :

1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini

disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat

akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal.

2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal

dan material lainnya.

d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan

perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan

mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan

beban lalu lintas.

e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil, menggelincir

rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat

efek yang timbul oleh pengaruh udara, air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila

rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini harus dihindari

sehingga tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan sangat

rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar

yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Hughes dalam Fauziah (2001) menyatakan

bahwa sifat fisik maupun mekanis campuran aspal sangat dipengaruhi oleh teknik

pemadatan benda uji, untuk itu pemilihan teknik pemadatan laboratorium berpengaruh

Universitas Sumatera Utara


sangat nyata terhadap campuran aspal sebagai bahan pembentuk lapis perkerasan jalan.

Pemadatan pada hakekatnya adalah untuk memperluas bidang sentuh antar butiran,

sehingga mempertinggi internal friction yaitu gesekan antar butiran agregat dalam

campuran. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM, sehingga

memperoleh nilai struktural yang diharapkan.

f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan,

kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal

tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin

maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan

satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada

saat pemadatan sangat mempengaruhi viscositas aspal yang digunakan dalam campuran

beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan

viscositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur

pemadatan atau menurunkan viscositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran

beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, density menurun dengan cepat ketika

pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah.

g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran,

penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa

mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan

peralatan yang memungkinkan.

Universitas Sumatera Utara


II.4 Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadaan Mutlak

Pada tahun 1999, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Telah mengeluarkan

tentang Pedoman Teknik yang berjudul Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas

Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak No. 025/T/BM/1999[14], ini dimaksudkan sebagai

kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai oleh campuran sehingga campuran tersebut

tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa

dengan pendekatan adanya pemadatan oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis

permukaan tidak akan mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation).

Untuk kondisi lalu lintas berat, Marshall konvensional menetapkan pemadatan benda uji

dengan 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3% - 5%. Hasil pengujian

pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian parameter kontrol di lapangan seringkali

tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam spesifikasi sehingga kinerja perkerasan jalan

tidak tercapai. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan terhadap kerusakan

berbentuk alur plastis.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibuat pengujian Pemadatan dilakukan dengan

menggunakan alat pemadat getar listrik atau dapat dilakukan dengan pemadatan Marshall

konvensional dengan jumlah tumbukan 2 x 400 kali.

II.5 Metode Pengujian Campuran

Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah gradasi

agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di

laboratorium.

Universitas Sumatera Utara


Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai

saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi.

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan

aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau

regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan

dalam milimeter atau 0.01”.

II.5.1 Parameter pengujian Marshall

Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur

secara merata atau homogeny pada suhu tertentu.Campuran kemudian dihamparkan dan

dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat

dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain :

a. Stabilitas Marshall

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh

jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum

beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang

dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan

perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.

b. Kelelehan (flow)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari

masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow

biasanya dalam satuan mm (millimeter). Suatu campuran yang memiliki kelelehan

Universitas Sumatera Utara


yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada

usia pelayanannya.

c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi

nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan

semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.

Marshall Quotient = …………………(2.1)

d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)

Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel

agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.

Rumus adalah sebagai berikut :

VMA  VIM
VFA  100  …………………(2.2)
VMA

Dimana :

VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%)

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)

e. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada

suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efktif (tidak termasuk

Universitas Sumatera Utara


volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap campuran dalah

dengan rumus berikut :

Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka

VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

 Gmb * PS 
VMA  100   
 Gbs  …………………………….(2.3)

Dengan pengertian :

VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = Berat jenis curah agregat

Ps = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)

Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Gmb 100
VMA  100   100
Gsb 100  Pb ………………………..(2.4)

Dengan pengertian :

Pb = Aspal, persen berat agregat

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

Universitas Sumatera Utara


Gsb = Berat jenis curah agregat

f. Rongga Udara (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal

terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga

udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:

Gmm  Gmb
VIM  100 
Gmm ........................................(2.5)

Dengan pengertian :

VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.

Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

II.5.2 Dasar-dasar Perhitungan

a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat

Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler

yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk

spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari total

agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :

- Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat

Universitas Sumatera Utara


………………………(2.6)

Dengan pengertian :

Gsbtot agregat =Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)

Gsb1, Gsb2… Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)

P1, P2, P3, … =Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)

- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)

…………………..(2.7)

Dengan pengertian :

Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)

Gsa1, Gsa2… Gsan =Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)

P1, P2, P3, … =Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang

menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil

pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :

Pmm  Pb
Gse 
Pmm Pb

Gmm Gb …………………............................(2.8)

Dengan pengertian :

Universitas Sumatera Utara


Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gmm =Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)

Pmm = Persen berat total campuran (=100)

Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

Gb = Berat jenis aspal

Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan

dibawah ini :

…………………………………(2.9)

Dengan pengertian :

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)

Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)

c. Berat Jenis maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk

menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat

ditentukan dengan AASHTO T.209-90.

Pmm
Gmm 
Ps Pb

Gse Gb ..........................................................(2.10)

Dengan pengertian :

Universitas Sumatera Utara


Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)

Pmm =Persen berat total campuran (=100)

Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

Pb =Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Gse =Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gb = Berat jenis aspal,(gr/cc)

d. Berat Jenis Bulk Campuran padat

Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam gram/cc

dengan rumus sebagai berikut :

……………………….……………..(2.11)

Dengan pengertian :

Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)

Vbulk =Volume campuran setelah pemadatan, (cc)

Wa =Berat di udara, (gr)

e. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat

campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:

Gse  Gsb
Pba  Gb
Gse  Gsb ………………………………….(2.12)

Dengan pengertian :

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)

Universitas Sumatera Utara


Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Gse =Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)

Gb =Berat jenis aspal, (gr/cc)

f. Kadar Aspal Efektif

Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal

yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan

agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal.

Rumus Kadar aspal efektif adalah :

Pba
Pbe  Pb  Ps
100 ………………………………..(2.13)

Dengan pengertian :

Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%)

Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)

Ps =Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

II.6 Review Spesifikasi Bina Marga tahun 2006 dan 2010

II.6.1 Agregat

Pada pengujian baik agregat kasar maupun halus dan gradasi , ada beberapa perbedaan

batasaan pada spesifikasi umum Bina Marga 2006 terhadap spesifikasi umum Bina Marga 2010

gardasi kasar maupun halus. Hal ini di tunjukkan pada tabel II.11 berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel II.11 Review perbedaan spesifikasi agergat

Pengujian Spesifikasi 2006 Speifikasi 2010 Spesifikasi 2010

Gradasi Halus Gradasi Kasar

 Los Angeles Maks 40% Maks 40% Maks 30%

 Nilai Setara Pasir Min 50% Min 50% Min 70%

 Bahan pengisi (Filler) Tidak ada keharusan Harus di tambahkan Harus di tambahkan

penambahan 1% - 2% 1% - 2%

 Gradasi Adanya daerah Tidak ada daerah Tidak ada daerah

larangan dan kurva larangan, namun larangan, namun

fuller batasan gradasi batasan gradasi

berada di atas berada di bawah

daerah larangan daerah larangan

II.6.2 Aspal

Pada pengujian aspal pen 60 terdapat beberapa pengujian yang memiliki perbedaan

batasan antara spesifikasi 2006 dan 2010, yang di tunjukkan pada tabel II.12 berikut.

Tabel II.12 Review perbedaan spesifikasi aspal

Pengujian Spesifikasi 2006 Spesifikasi 2010

 Penetrasi pada 25°C (dmm)  60-79  60-70

 Titik nyala (°C)  min 200  ≥ 232

Universitas Sumatera Utara


 Titik lembek (°C)  48-58  ≥ 48

 Perhitungan Indeks Penetrasi *  Tidak ada  Ada

 viskositas 135 °C  Tidak ada  Ada dengan nilai 385

 Penambahan bahan aditif anti  Tidak diharuskan cSt

pengelupasan  Harus ditambahkan

dengan rentang 0.2% -

0.3% terhadap berat

aspal

* Nilai Indeks Penetrasi, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :

Indeks Penetrasi = (20-500A) / (50A+1)

A = [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )

II.6.3 Campuran Lapis Aspal Beton (Laston)

Pada hasil pengujian campuran lapis aspla beton (laston) terdapat beberapa perbedaan

parameter yang ditunjukkan pada tabel II.13 berikut.

Tabel II.13 Review perbedaan spesifikasi lapis aspal beton

Pengujian Spesifikasi 2006 Spesifikasi 2010

 Stabilitas Marshall Sisa  Min 75%  Min 90%

(Retained Marshall)

Universitas Sumatera Utara


setelah perendaman 24

jam suhu 60 °C

 Batasan Kadar Aspal  Tidak ada  Gradasi Halus Min 5.1%

Efektif Gradasi Kasar Min 4.3%

 Menentukan % kadar  Menggunakan  Belum di tentukan

aspal awal rumus Pb*¹ secara jelas pada

spesifikasi*²

*¹ Rumus Pb sebagai berikut:

� = 0,035 % + 0,045 % � + 0,18 % �� + �……………………….(2.14)

Dimana :

Pb = Kadar aspal optimum perkiraan

CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8

FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200

Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton

K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai

1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.

*² Belum ada petunjuk atau pedoman dalam penentuan % kadar aspal awal. Namun secara

tersirat dengan diberikan batasan minimum Kadar Aspal Efektif diharapkan % kadar aspal awal

rencana memiliki nilai Kadar Aspal Efektif diatas batasan minimum yang diberikan. Sehingga

Universitas Sumatera Utara


nilai Kadar Aspal Optimum yang dihasilkan memiliki nilai Kadar Aspal Efektif diatas batasan

minimum yang di tetapkan. Penentuan Kadar aspal efektif menggunakan rumus (2.13).

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Program Kerja

Program kerja yang dilaksanakan pada penelitian ini digambarkan dalam bagan alir yang

ditunjukkan pada Gambar III.1.

Mulai

Studi literatur

Persiapan Aspal Persiapan Agregat

Aspal Pen 60/70 Agregat Kasar Agregat halus

Pemeriksaan PengujianAgregat
Propertis Aspal
Berat jenis Analisa saringan
Penetrasi Los Angeles
Daktalitas Berat Jenis
TFOT Soundness Test
Kelarutan aspal Kelekatan agregat
Softening Pipih Lonjong
Flash Point Angularitas
Viscositas Lolos no. 200
Setara Pasir

Tidak
Memenuhi
spesifikasi ?
Ya

A
Universitas Sumatera Utara
A
Pada pembuatan
benda uji spesifikasi
2010 ditambahkan Persiapan dan pembuatan benda uji AC-WC Aspal Pen
ASA sebanyak 0.3% 60/70 spesifikasi 2006 dan 2010
dari berat kadar aspal

Pengujian campuran dengan


alat Marshall

Pembuatan dan pengujian kepadatan membal refusal


2×400 pukulan spesifikasi 2006 dan 2010

KAO
didapatkan

Persiapan dan pembuatan benda uji AC-


WC Marshall sisa spesifikasi 2006 dan
2010

Pengujian campuran
dengan alat Marshall

Persentase
marshall sisa

Hasil penelitian dan pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar III.1 Diagram Alir Program Kerja

Universitas Sumatera Utara


III.2 Uraian Tahapan Penelitian

Studi pendahuluan adalah dengan mengumpulkan referensi – referensi yang relevan yang

akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian serta menentukan lokasi bahan dan tempat

pengujian.

III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan alat dan bahan adalah penyiapan/ pengadaan bahan dan peralatan untuk

pengujian, adapun bahan dan peralatan tersebut :

1. Material yang digunakan

- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang

keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain

yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya

merupakan produk dari mesin pemecah batu (stone crusher) atau dari pasir alam.

Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan diperoleh dari lokasi quarry dari

PT. KARYA MURNI, Patumbak.

- Untuk bahan aspal menggunakan Aspal ESSO Ex. EXXON MOBILE dengan

penetrasi 60/70.

- Untuk bahan aditif anti pengelupasan menggunakan aditif merk WETFIX.

- Untuk Penambahan filler sebanyak 2% menggunakan Semen Portland.

2. Peralatan yang diperlukan

a. Alat uji pemeriksaan aspal

Universitas Sumatera Utara


Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat

uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat uji berat

jenis (piknometer dan timbangan), alat uji kelarutan, dan TFOT.

b. Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles

(tes abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat, dan alat uji

angularitas

c. Alat uji karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall

III.2.2 Pengujian Bahan

III.2.2.1 Pengujian Material Agregat

Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi

persyaratan. Pengujian bahan meliputi aspal, agregat kasar, agregat halus. Pengujian

laboratorium yang dilakukan untuk agregat kasar dan agregat halus disajikan dalam Tabel III.1

dan III.2

Tabel III.1 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2006

No. Pengujian Standar Nilai


Agregat Kasar
1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%
2 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 *
4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) ASTM D4791 Maks 10%
5 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%
Agregat Halus

Universitas Sumatera Utara


1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%
2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1997 Maks 8%
3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45
Sumber : Departemen PU (2006)

Tabel III.2 Pengujian Untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus spesifikasi 2010 gradasi kasar

No. Pengujian Standar Nilai


Agregat Kasar
1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 2417:2008 Maks 30%
2 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%
3 Angularitas PTM no. 621 95/90 *
4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) ASTM D4791 Maks 10%
5 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%
Agregat Halus
1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 70%
2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1997 Maks 8%
3 Angularitas ASTM C1252-93 Min. 45
Sumber: Departemen PU 2010
(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih
dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

III.2.2.2 Pengujian Material Aspal

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal Pen 60/70 produksi Aspal ESSO

Ex. EXXON MOBILE . Jenis pengujian sifat-sifat teknis aspal Pen 60/70 yang dilakukan dapat

dilihat pada Tabel III.3 dan III.4

Universitas Sumatera Utara


Tabel III.3 Persyaratan Aspal Pen 60/70 sesuai spesifikasi 2006

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 – 58

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200

4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat SNI 06-2438-1991 Min. 99

7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50

Sumber : Departemen PU (2006)

Catatan : Penggunaan Pengujian spot test adalah pilihan. Apabila disyaratkan direksi dapat
menentukan pelarut yang akan digunakan.

Tabel III.4 Persyaratan Aspal Pen 60/70 sesuai spesifikasi 2010

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 70

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 ≥48

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 ≥ 200

4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 ≥ 100

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥ 1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat ASTM D5976 ≥ 99

Universitas Sumatera Utara


7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2441-1991 ≤0,8

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 ≥54

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 ≥100

10 Viscositas 135°C (cst) SNI 06-6441-2000 385

10 Indeks Penetrasi - ≥-1

Sumber : Departemen PU 2010


Catatan: Adanya nilai indek penetrasi yang di dapat dengan menggunakan rumus:
Indeks Penetrasi = (20-500A)/ (50+1)

III.2.3 Pemilihan Gradasi Agregat

Distribusi variasi ukuran butiran agregat disebut gradasi agregat. Gradasi agregat

mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workability (sifat mudah

dikerjakan) dan stabilitas campuran.

Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston

Lapis Aus (AC-WC). Kurva gradasi untuk Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) tipe gradasi agregat yaitu gradasi yang berdasarkan

spesifikasi umum Bina Marga 2006 yang di tunjukkan pada tabel III.5 dan spesifikasi umum

Bina Marga 2010 gradasi kasar yang ditunjukkan pada tabel III.6.

Universitas Sumatera Utara


Tabel III.5 Gradasi yang disarankan spesifikasi 2006

Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)


Ukuran
Saringan (mm) Agregat
Fuller Titik Kontrol Zona Terbatas
gabungan

19 100 100 100

12,7 92,45 83,4 90 – 100

9,5 82,76 73,2 Maks. 90

4,76 56,16 53,6 -

2,38 35,10 39,1 28 – 58 39,1 – 39,1

1,19 22,7 28,6 - 25,6 – 31,6

0,600 16,71 21,1 - 19,1 – 23,1

0,300 11,65 15,5 - 15,5 – 15,5

0,150 7,23 11,3

0,075 5,19 8,3 4 – 10

Universitas Sumatera Utara


Tabel III.6 Gradasi kasar berdasarkan spesifikasi 2010

Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)


Ukuran
Saringan (mm) Agregat
Batas Atas Batas Bawah Titik Tengah
gabungan

19 100 100 100 100

12,7 92.45 100 90 95

9,5 81.24 90 72 81

4,76 51.86 63 43 53

2,38 32.31 39.1 28 33.55

1,19 22.28 25.6 19 22.3

0,600 16.88 19.1 13 16.05

0,300 12.22 15.5 9 12.25

0,150 8.42 13 6 9.5

0,075 6.39 10 4 7

III.2.4. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Coba-Coba (Taksiran)

Pencampuran dilakukan dengan proses trial and error (coba-coba). Tahapan penggabungan

(Blending) agregat dengan cara Coba-coba (Taksiran) adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


− Langkah pertama dari prosedur adalah meneliti data. Maksudnya adalah kita memerlukan analisa

gradasi untuk setiap material yang akan diblending. Juga batas gradasi dari spesifikasi yang harus

dilihat dari bahan acuan yang ada. Spesifikasi untuk gradasi selalu memberikan batas atas dan bawah

dari persyaratan. Blending dari job mix harus masuk dalam kotak batas antara batas atas dan batas

bawah.

− Langkah kedua adalah memilih nilai target untuk kombinasi agregat. Awal percobaan nilai target

yang diambil dapat batas tengah dari spesifikasi yang diberikan. Pada kenyataannya kita dapat

memakai nilai lain bardasarkan pengalaman, jenis agregat dan problem yang ada.

− Langkah ketiga adalah membuat „taksiran logis‟ untuk proporsi setiap agregat dalam campuran.

Sebagai contoh jika dua agregat dicampur kita bisa menaksir Agregat 1 sebanyak 30 % dan Agregat

2 sebanyak 70 %. Kombinasi agregat adalah hasil campuran dengan proporsi tersebut.

− Langkah keempat adalah menghitung gradasi yang menghasilkan material dengan proporsi sesuai

taksiran logis di atas.

− Langkah terakhir adalah membandingkan hasil dari perhitungan dengan nilai target. Jika nilai

perhitungan blending mendekati nilai target berarti kita selesai memecahkan persoalan blending. Kita

akan tahu berapa proporsi masing-masing material. Tapi bila hasilnya tidak mendekati atau malah

keluar dari nilai target, maka kita harus mengulang taksiran logis lainnya. Seyogyanya taksiran logis

kedua harus mendekati target karena kita akan tahu dimana sebaiknya taksiran kedua dibuat,

berdasarkan hasil taksiran pertama. Mungkin taksiran akan dilakukan berkali-kali sampai betul-betul

nilai target didekati se-dekat-dekatnya (diperoleh combine/blending aggregat yang paling baik).

Cara Coba-coba (Taksiran) ini dapat dilakukan juga untuk kombinasi 3 dan lebih agregat, hanya

prosesnya menjadi lebih panjang (identik dengan cara penggabungan dua agregat di atas).

Universitas Sumatera Utara


III.2.4 Pengujian Campuran Beraspal

III.2.4.1 Pengujian Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan

plastis (flow) dari campuran beraspal.

Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan pada spesifikasi 2006 adalah

menghitung perkiraan awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

Pb = Kadar aspal optimum perkiraan

CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8

FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200

Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton

K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai

1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.

Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian siapkan

benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 2 (dua) benda uji, yaitu -1,0%, -

0,5%, Pb, +0,5%, +1,0%.

Namun pada spesifikasi 2010 dapat diperkirakan kadar aspal optimum perkiraan dengan

memperhatikan nilai kadar aspal efektif pada persentase kadar aspal. Dengan mengunakan kadar

aspal perkiraan yang memiliki nilai kadar aspal efektif diatas nilai minimum yang disyaratkan

spesifikasi.

Universitas Sumatera Utara


a. Persiapan campuran

Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat tiga benda uji untuk lima variasi kadar aspal

terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ±1200gr

sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 cm. panaskan panic pencampuran

beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk

sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran. Tuangkan aspal

sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut. Kemudian

aduklah sampai agregat terlapis merata.

b. Pemadatan benda uji

Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan

seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang

dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali

di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa suhu

pemadatan.

Letakkan cetakan di atas landasan padat, dalam pemegang cetakan, lakukan pemadatan

dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm,

selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada cetaka.

Lepaskan keeping alat kemudian balikkan alat cetak berisi benda uji dan pasang kembali.

Tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama.

Sesudah pemadatan, lepaskan keeping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji.

Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji di atas permukaan rata yang halus,

biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.

Universitas Sumatera Utara


c. Prosedur percobaan

1. Bersihakan benda uji dari kotoran-kotoran yang menepel

2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji

3. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm

4. Timbang benda uji

5. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang

6. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi

7. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh

8. Rendamlah benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit pada

suhu 60° C.Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan

permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari bak

perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen

atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji.

9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan hingga

menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar berada pada angka

nol.

Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm

permenit sampai pembebanan maksimum tercapai dan catat pembebanan maksimum

yang dicapai.

Lepaskan selubung tangkai arloji kelelahan (sleeve) pada saat pembebanan

maksimum tercapai dan catat nilai kelelahan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.

Universitas Sumatera Utara


Setelah nilai stabilitas dan flow didapat, kemudian dihitung besarnya Hasil Bagi Marshall

(Marshall Quotient), Rongga diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam campuran (VIM)

dan Rongga terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan antara kadar aspal (%)

dengan masing-masing parameter Marshall yang telah dihitung sebelumnya.

Selanjutnya adalah persiapan sampel untuk kondisi kepadatan mutlak, dengan membuat 3

(tiga) benda uji tambahan (dengan KAO) serta 2 (dua) kadar aspal terdekat yaitu -0,5% dan

+0,5%. Benda uji kemudian dipadatkan dengan pemadat Marshall sebanyak 400 tumbukan untuk

masing-masing bidang pada cetakan 102 mm (4 inch).

Dari pengujian ini didapatkan nilai VIM refusal atau . Selanjutnya dibuat grafik

hubungan antara dengan kadar aspal. Dengan melihat pada batas-batas yang disyaratkan

untuk semua parameter Marshall (Stabilitas, Flow, MQ, VFB, VMA, VIM, dan ),

kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang memenuhi

semua kriteria campuran.

III.2.4.2 Uji Rendaman Marshall

Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh kerusakan

oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal

terhadap agregat sehingga dapat melemahkan ikatan antar agregat.

Pengujian dilakukan dengan membuat 3 benda uji pada setiap persen aspal. Untuk

masing- masing 15 benda uji tersebut dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC

selama 24 jam dan lakukan pengujian Marshall, pada campuran spesifikasi 2010 ditambahkan

bahan adiktif (bahan anti pengelupasan) pada aspal dengan persentase penambahan sebesar

0,3 % dari berat aspal.

Universitas Sumatera Utara


Kehilangan stabilitas akibat perendaman di air diukur sebagai ketahanan terhadap

pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan yang standar disebut

Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength) yang dinyatakan dalam

persen.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Penyajian Data

IV.1.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat

Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari AMP

PT.KARYA MURNI, Patumbak. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik

atau karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel

IV.1 dan IV.2. Gradasi yang ditinjau berdasarkan pada gradasi Laston lapis Aus (AC-WC) dari

spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010. Kedua spesifikasi memiliki batasan yang

sama terhadap agregat halus maupun agregat kasar.

IV.1.2 Hasil Pengujian Aspal

Data hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik aspal diperoleh setelah dilakukan pemeriksaan

dari aspal ESSO Ex. EXXON MOBILE pen. 60/70 yang dijadikan sebagai material pada

penelitian ini. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik meliputi: pemeriksaan berat jenis, penetrasi,

daktilitas, titik nyala dan titik bakar, kelarutan bitumen, penurunan berat, dan titik lembek.

Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa aspal tersebut dapat digunakan karena

memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik aspal pen. 60/70

disajikan pada tabel IV.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar
Persyaratan
No. Pengujian Hasil Pengujian
Min. Maks.

1. Kelekatan agregat terhadap aspal 95% >95

2. Soundness Test (CA) 12% 7.9%

3. Los Angeles 30% 29.96%

4. Material Lolos ayakan no.200(kasar) 1% 0.012%

5. Partikel Pipih dan Lonjong 10% 8.8%

6. Angularitas 95/90 >95/90

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus


Persyaratan
No. Pengujian Hasil Pengujian
Min. Maks.

1. Nilai Setara Pasir 70% 70.35%

2. Material Lolos ayakan no.200(halus) 8% 7.2%

3. Angularitas 45% 70.17%

Universitas Sumatera Utara


Tabel IV.3 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal

No. Pengujian Persyaratan Hasil Pengujian

Min. Maks.

Spesifikasi Umum 2006

1. Penetrasi, 25ºC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm 60 79 64.9

2. Titik Lembek, ºC 48 58 48.5

3. Titik Nyala, ºC 200 - 292

4. Berat jenis 1.0 - 1.02

5. Daktalitas, 25ºC; cm 100 - 105


.
6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat 99 - 99.685

7. TFOT; % berat - 0.8 0.076

8. Penetrasi setelah TFOT; 0,1 mm; % asli 54 - 86

9. Daktalitas setelah TFOT; % asli 50 - 99

10. Viscositas 135°C (cSt)

Spesifikasi 2010

1. Penetrasi, 25°C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm 60 70 64.9

2. Viscositas 135°C (cSt) 385 385 135

3. Titik Lembek, °C ≥48 48.5

4. Titik Nyala, °C ≥232 292

5. Berat Jenis ≥1.0 1.02

6. Daktilitas, 25°C; cm ≥100 105

7. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat ≥99 99.685

8. Indeks Penetrasi ≥-1.0 -0.97

Universitas Sumatera Utara


9. Berat yang Hilang; % berat ≤0.8 0.076

10. Penetrasi setelah TFOT; 0,1 mm; % asli ≥54 86

11. Daktilitas setelah TFOT; cm ≥100 104

12. Indeks Penetrasi setelah TFOT ≥-1.0 -0.58

IV.1.3 Hasil Komposisi Gradasi Agregat

Pada pengujian ini didapat hasil analisa saringan untuk masing-masing fraksi yaitu CA

(couse agregat), MA (medium agregat), FA (fine agregat), dan NS (natural sand). Dapat dilihat

pada gambar IV.1, IV.2, IV.3 dan IV.4. Sehingga menghasilkan komposisi gradasi agregat

gabungan gradasi spesifikasi 2006 dan spesifikasi 2010 yang kasar maupun yang halus. Dapat

dilihat pada gambar IV.5, IV.6 dan IV.7.

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0
50,0 Result Test

40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.1 Analisa saringan fraksi CA

Universitas Sumatera Utara


AGGREGATE DISTRIBUTION CHART
100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.2 Analisa saringan fraksi MA

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0 Result Test


50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.3 Analisa saringan fraksi FA

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

Result Test
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.4 Analisa saringan fraksi NS

Universitas Sumatera Utara


1. Hasil pengujian dari tipe gradasi yang disarankan spesifikasi 2006

Gambar IV.5 Komposisi Gradasi Agregat Yang Disarankan Spesifikasi 2006

2. Hasil pengujian dari tipe gradasi kasar yang berdasarkan spesifikasi umum 2010

Gambar IV.6 Komposisi Gradasi kasar Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010

Universitas Sumatera Utara


3. Hasil pengujian dari tipe gradasi halus yang berdasarkan spesifikasi umum 2010

Gambar IV.7 Komposisi Gradasi Halus Yang Berdasarkan Spesifikasi Umum 2010

IV.1.4 Hasil Pengujian Marshall

Hasil pengujian marshall ditinjau dari 2 tipe gradasi yang direncanakan berdasarkan

spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010. Dari hasil percobaan diperoleh data seperti

di tunjukkan pada tabel IV.4.

Tabel IV.4 Hasil Pengujian Karakteristik Marshall Untuk Tipe Gradasi Yang berdasarkan

Spesifikasi 2006 dan 2010

Batasan Batasan Hasil Hasil


No Jenis Pemeriksaan Spesifikasi Spesifikasi Pengujian Pengujian
2006 2010 2006 2010
1 Kadar Aspal (%) - - 5.695 5.485
2 Density (%) - - 2.291 2.311
3 Stability (kg/cm2) Min 800 Min 800 1171 1247

Universitas Sumatera Utara


4 Flow (mm) Min 3 Min 3 3.3 3.45
5 Marshall Quotient
Min 250 Min 250 360 367
(kg/mm)
6 VMA (%) Min 15 Min 15 16.45 15.68
7 VFB (%) Min 65 Min 65 68.2 69.1
8 VIM (%) 3.5 – 5.5 3.5 – 5.5 5.24 4.85
9 VIM at PRD Min 2.5 Min 2.5 3.12 3
10 Kadar Aspal Efektif (%) - Min 4.3 - 4.79
11 Retained Marshall (%) Min 75 Min 90 79.7 92.1

IV.2 Analisis Data Pengujian Agregat

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus yang

digunakan dalam campuran seperti yang terlihat pada Tabel IV.1 dan IV.2, menunjukkan bahwa

agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010.

IV.2.1 Pengujian Agregat Kasar

1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Natrium Sulfat (NaSO4)

Hasil pengujian yang dilakukan adalah 7.9% dan memenuhi syarat yang ditetapkan

Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yaitu maksimum 12%. Dari hasil ini

menunjukkan bahwa agregat yang digunakan tahan dan tidak mudah hancur akibat

pengaruh cuaca.

2. Kekerasan

Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los Angeles,

nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 29.96% dapat memenuhi dari

spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 yang membatasi maksimum 40 % dan 2010

Universitas Sumatera Utara


gradasi kasar yang menetapkan persyaratan maksimun sebesar 30%. Dari pengujian ini

dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai keausan yang cukup

sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan maupun akibat pengaruh beban lalu

lintas.

3. Kelekatan agregat terhadap aspal

Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini memenuhi

spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 yang menetapkan batasan minimum

95%. Ini menunjukkan agregat yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang

tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi.

4. Material Lolos Ayakan No. 200 agregat kasar

Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 0.012% untuk agregat kasar. Hal ini

memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang

menetapakn batasan maksimum 1% untuk agregat kasar.

5. Partikel Pipih dan Lonjong

Adapun hasil yang didapat dari pengujian adalah 8.8 % yang mana hasil ini lebih kecil

dari batasan spesifikasi yaitu 10%. Hal ini menunjukkan partikel pipih dan lonjong yang

terdapat cukup sedikit pada total agregat kasar.

6. Angularitas Agregat Kasar

Pada Pengujian di dapat bidang pecah pada agreagat kasar memenuhi syarat spesifikasi

yaitu lebih besar dari 95/90. 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai

muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang

pecah dua atau lebih.

Universitas Sumatera Utara


IV.2.2 Pengujian Agregat Halus

1. Nilai Setara Pasir

Pada pengujian di peroleh nilai setara pasir 70.35%, hal ini memenuhi batasan yng

diberikan spesifikasi yaitu 70%.

2. Material Lolos Ayakan No. 200 agregat kasar

Persentase yang diperoleh dari pengujian adalah 7.2% untuk agregat halus. Hal ini

memenuhi batasan dari spesifikasi umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010, yang

menetapakn batasan maksimum 8% untuk agregat halus.

3. Angularitas Agregat Halus

Dari pengujian didapat nilai angularitas 70.17%, hal ini memenuhi batasan spesifikasi

yang menetapkan batasan 45%.

IV.3. Analisis Data Pengujian Aspal

Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal Pen 60/70 diperlihatkan pada Tabel IV.3.

hasil pengujian menunjukkan bahwa aspal yang dugunakan memenuhi spesifikasi yang

disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010

1. Berat Jenis

Dari penelitian berat jenis aspal pen 60/70 dihasilkan berat jenis 1,02. Memenuhi batasan

yang di berikan baik pada spesifikasi 2006 mauun 2010 yang memberikan batasan

minimum 1.

2. Uji Kehilangan Berat setelah TFOT

Pengujian Thin Film Oven Test (TFOT) Pen 60/70 di peroleh hasil pengujian 0.076%.

Spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010 membatasi untuk aspal Pen 60/70

adalah maks. 0,8 %.

Universitas Sumatera Utara


3. Penetrasi

Pengujian penetrasi dilakukan sebelum dan sesudah Thin Film Oven Test (TFOT)

terhadap kedua jenis aspal. Dari pengujian penetrasi standar (suhu 25ºC) didapat nilai

penetrasi aspal sebelum TFOT untuk aspal Pen 60/70 adalah 64.9, hasil ini memenuhi

syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 60/70 pada

temperatur 25ºC, 100 gr, 5 detik harus berada dalam rentang nilai 60 – 79, sedangkan

untuk Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 harus berada dalam rentang 60 – 70.

Dari hasil pengujian, aspal Pen 60/70 memiliki nilai penetrasi pada temperatur 25ºC

setelah TFOT yaitu sebesar 55.8. mm (mengalami penurunan menjadi 86% dari penetrasi

asli). Hasil ini memenuhi syarat spesifikasi Umum Bina Marga tahun 2006 dan 2010

yang menyaratkan nilai penetrasi minimal 54% dari penetrasi asli.

4. Titik Lembek

Nilai titik lembek sebelum TFOT menunjukkan aspal Pen 60/70 (48,5 ºC) memenuhi

persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 (48 ºC – 58 ºC) dan persyaratan

Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (≥ 48 ºC).

5. Titik Nyala

Nilai titik nyala pada pengujian aspal Pen 60/70 adalah 292 ºC, nilai ini memenuhi

persyaratan Spesifikasi Umum 2006 untuk aspal Pen 60/70 (min. 200 ºC) dan Spesifikasi

Umum 2010 untuk aspal Pen 60/70 (min. 232 ºC). Menunjukkan batasan yang lebih

tinggi pada Spesifikasi yang baru.

6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, C2HCl3

Nilai pengujian kelarutan menunjukkan kemurnian aspal. Nilai kelarutan di dalam

C2HCl3 untuk aspal Pen 60/70 (99,685%) dari berat semula. Nilai ini memenuhi

Universitas Sumatera Utara


persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 dan 2010 yang mensyaratkan nilai

kelarutan aspal Pen 60/70 (min. 99%).

7. Uji Daktalitas

Pengujian daktalitas aspal sesuai spesifikasi Umum Bina Marga 2006 dan 2010

mensyaratkan minimal 100 cm untuk aspal Pen 60/70. Dari pengujian aspal pen 60/70

didapatkan nilai lebih besar dari 100 cm. Pengujian daktalitas setelah TFOT, Spesifikasi

Umum 2006 mensyaratkan minimal 50% dari pengujian didapatkan hasil lebih dari 50%.

Spesifikasi Umum 2010 mensyaratkan ≥100 cm, dan didapat nilai lebih dari 100cm.

8. Viscositas

Pada pengujian viscositas didapat hasil temperatur pencampuran 150°C, temperatur

pemadatan 140°C dan temperatur pemanasan pada 385cSt adalah 135°C.

I.V.4 Analisis Komposisi Gradasi Agregat Gabungan

Hasil Komposisi Gradasi agregat gabungan di perlihatkan pada Gambar IV.1, IV.2 dan

IV.3. Adapaun analisis yang dilakuakan yaitu bentuk gradasi spesifikasi 2006 terhadap gradasi

kasar dan halus spesifikasi 2010.

1. Bentuk Gradasi gabungan spesifikasi 2006 merupakan gradasi yang di sarankan pada

spesifikasi 2006, yaitu gradasi bergerak dari bawah kurva fuller terus naik ke atas

kurva fuller dengan memotong diantara saringan no.4 dan 8.

2. Pada gradasi kasar spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar

berada di bawah kurva fuller spesifikasi 2006. Sehingga bentuk dan hasil yang

terdapat pada gradasi 2010 menyerupai bentuk gradasi yang disarankan spesifikasi

Universitas Sumatera Utara


2006. Pada penelitian ini didapat hasil gradasi kasar yang cukup baik. Hasil

menunjukkan gradasi berada di dalam batas maksimum dan minimum yang

mempunyai jarak.

3. Pada gradasi halus spesifikasi 2010, batasan maksimum dan minimum gradasi kasar

berada di atas kurva fuller spesifikasi 2006. Gradasi halus spesifikasi 2010 memiliki

kecendrungan bentuk dan batasan yang berbeda dengan bentuk gradasi yang

disarankan spesifikasi 2006 . Pada penelitian ini didapat gradasi halus yang kurang

baik, dimana hasil gradasi cenderung berhimpit dan cenderung keluar batas minimum

maupun maksimum. Hal ini terjadi akibat setinggan ataupun pola yang digunakan di

pemecah batu (quarry) masih mengikuti pola gradasi yang disarankan spesifikasi

2006. Adapun hasil perhitungan yang menunjukkan hasil gradasi halus yang baik

yaitu berada diantara batasan minimum dan maksimum, di tunjukkan pada hasil

analisa saringan agregat kasar (CA), agregat sedang (MA), agregat halus (FA), dan

pasir (NS). Hasil tersebut ditunjukkan pada gambar IV. 8, IV.9, IV.10 dan IV.11.

Bentuk gradasi agregat gabungan yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar IV.12

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART CA


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0
50,0 Result Test
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.8 Analisa saringan CA

Universitas Sumatera Utara


AGGREGATE DISTRIBUTION CHART MA
100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0
50,0 Result Test

40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.9 Analisa saringan MA

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART FA


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

60,0 Result Test


50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.10 Analisa saringan FA

AGGREGATE DISTRIBUTION CHART


100,0
90,0
80,0
70,0
Passing by weight (%)

Result Test
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
0,01 0,10 1,00 10,00
Size (mm)

Gambar IV.11 Analisa saringan NS

Universitas Sumatera Utara


Gambar IV.12 Gradasi agregat gabungan yang diharapkan terhadap gradasi halus spesifikasi

2010

IV. 5 Analisis Data Pengujian Karakteristik Marshall

IV.5. 1 Analisis Volumetrik Campuran

Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal. Analisis

volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ���� . Parameter

���� merupakan parameter yang disyaratkan dalam spesifikasi Umum Bina Marga.

Parameter-parameter tersebut sangat menentukan dalam penentuan Kadar Aspal Optimum.

Analisis terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Kepadatan / Berat Isi (Density)

Kepadatan pada campuran meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal,

hingga mencapai nilai maksimum dan setelah itu nilainya akan menurun, tetapi

masing-masing jenis variasi aspal memberikan prilaku yang berbeda. Dari hasil

pengujian pada nilai KAO diperoleh hasil kepadatan:

Tabel IV.7 Perbandingan tingkat kepadatan

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 2.291

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 2.311

density spesifikasi 2006


spesifikasi 2010

2,28 2,29 2,3 2,31 2,32

Gambar IV.13 Perbandingan Tingkat Kepadatan

Universitas Sumatera Utara


2. Rongga Dalam Campuran (Void In Mixture)

Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat yang

terbungkus aspal.

VIM pada pemadatan standar (Marshall 2 x 75 tumbukan), akan berkurang nilainya

akibat pemadatan Refusal (pemadatan dengan alat Marshall 2 x 400 tumbukan).

Keterbatasan metode Marshall adalah ketergantungannya terhadap kepadatan setelah

dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang disyaratkan, maka untuk

menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan campuran ditentukan

pengujian tambahan yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai

kepadatan mutlak. Perubahan nilai VIM dari pemadatan standar ke pemadatan refusal

dapat dilihat pada Tabel IV.8

Tabel IV.8 Perbandingan VIM Marshall dan PRD

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil VIM Hasil VIM

Marshall PRD

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 5.24 3.12

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 4.85 3

Universitas Sumatera Utara


VIM spesifikasi 2006
spesifikasi 2010

4,6 4,8 5 5,2 5,4

Gambar IV.14 Perbandingan VIM Marshall

VIM PRD spesifikasi 2006


spesifikasi 2010

2,9 2,95 3 3,05 3,1 3,15

Gambar IV.15 Perbandingan VIM PRD

Universitas Sumatera Utara


3. Rongga Dalam Mineral Agregat (Void In Mineral Aggregate)

VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel agregat

dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya rongga udara

dan kadar aspal efektif. Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal

pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran.

Tabel IV.9 Perbandingan VMA

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 16.45

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 15.68

VMA spesifikasi 2006


spesifikasi 2010

15 15,5 16 16,5 17

Gambar IV.16 Perbandingan VMA

Universitas Sumatera Utara


4. Rongga Terisi Aspal (Void Filled With Bitument)

VFA merupakan persentase butiran yang mengisi ruang rongga diantara butiran

agregat (VMA) dan yang akan diisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang diserap.

VFA merupakan persentase dari nilai VMA setelah dikurangi dengan VIM. Dari

penelitian di dapat :

Tabel IV.10 Perbandingan VFB

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 68.2

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 69.1

VFB spesifikasi 2006


spesifikasi 2010

67,5 68 68,5 69 69,5

Gambar IV.17 Perbandingan VFB

Universitas Sumatera Utara


IV.3.2 Analisis Nilai Empiris Marshall

Nilai empiris Marshall ditunjukkan dengan nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi

Marshall dan Stabilitas Marshall Rendaman. Nilai tersebut merupakan besaran yang diukur

langsung dari pengujian pada saat benda uji dibebani dengan alat uji Marshall.

1. Stabilitas (Stability)

Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengukur kemampuan dari campuran

aspal untuk menahan deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan kadar aspal.

Dari hasil pengujian, diperoleh data sebagai berikut :

Tabel IV.11 Perbandingan Stabilitas Marshall

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 1171

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 1247

Universitas Sumatera Utara


Stabilitas spesifikasi 2006
spesifikasi 2010

1120 1140 1160 1180 1200 1220 1240 1260

Gambar IV.18 Perbandingan Stabilitas Marshall

2. Kelelehan (Flow)

Kelelehan atau flow merupakan parameter empirik untuk mengukur kelenturan

campuran, yaitu kemampuan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat lalu lintas,

tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Suatu campuran yang memiliki kelelehan

yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia

pelayanannya.

Tabel IV.12 Perbandingan Flow

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 3.3

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 3.45

Universitas Sumatera Utara


Flow spesifikasi 2006
spesifikasi 2010

3,2 3,25 3,3 3,35 3,4 3,45 3,5

Gambar IV.19 Perbandingan Flow

3. Hasil Bagi Marshall

Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah indikator terhadap kekakuan

campuran secara empirik, yang merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan.

Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu

campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.

Tabel IV.13 Perbandingan Marshall Quotient

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 360

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 367

Universitas Sumatera Utara


MQ spesifikasi 2006
spesifikasi 2010

356 358 360 362 364 366 368

Gambar IV.20 Perbandingan Marshall Quotient

4. Stabilitas Marshall Rendaman

Pengujian rendaman Marshall dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan atau keawetan

campuran terhadap pengaruh air dan perubahan temperatur yang ditandai dengan hilangnya

ikatan antara aspal dan butiran agregat. Parameter pengukurannya dinyatakan dengan nilai

Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Nilai IKS campuran didapat dari hasil perbandingan nilai stabilitas

benda uji hasil rendaman 1 x 24 jam dengan nilai stabilitas benda uji standar (hasil rendaman 30

menit).

Tabel IV.14 Perbandingan Stabilitas Marshall Sisa

NO Tipe Gradasi dan Penelitian Hasil Batasan

1. Spesifikasi Umum Bina Marga 2006 79.7 75

2. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 92.1 90

Universitas Sumatera Utara


Marshall Sisa spesifikasi 2006
spesifikasi 2010

70 75 80 85 90 95

Gambar IV.21 Perbandingan Stabilitas Marshall Sisa

IV.3.3 Permasalahan (Kendala) Yang Dihadapi Dalam Pembuatan Benda Uji Dan

Solusi

Dalam pembuatan benda uji terdapat beberapa kendala yang dihadapi. Adapun kendala –

kendala yang dihadapi diuraikan di bawah ini beserta solusinya.

1. Pemadatan yang sulit pada spesifikasi 2010 kadar aspal 4,5%.

Pada pemadatan kadar aspal 4,5%, setelah selesai proses pemadatan, benda uji

tidak boleh dikeluarkan dari dalam cetakan dikarenakan aspal belum terlalu mengikat

agregat yang ada dalam cetakan. Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa

besarnya jumlah partikel agregat halus yang berada dalam campuran tidak semuanya

mengikat. Solusi yang dilakukan adalah dengan mendiamkan benda uji hasil pemadatan

selama rentang waktu 30 – 60 menit dan kemudian dikeluarkan dalam cetakan.

Universitas Sumatera Utara


2. Penambahan anti stiping

Pada penambahan anti striping terdapat kesulitan bila di tambahkan pada setiap

kadar aspal karena jumlahnya yang sangat sedikit. Solusi yang dilakukan adalah dengan

menambahkan anti stiping pada jumlah aspal yang besar, selanjutnya pada pencampuran

tinggal menambahkan jumlah kadar aspal dengan aspal yang telah bercampur anti

striping.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

V.1.1 Pengujian Agregat

Dari hasil pengujian agregat kasar dan agregat halus, yang meliputi kelekatan agregat

terhadap aspal, Soundness Test, Lolos Ayakan no.200, Los Angeles, Partikel Pipih dan Lonjong,

Angularitas, dan Nilai Setara Pasir didapatkan bahwa pengujian memenuhi spesifikasi Umum

Bina Marga tahun 2006 dan 2010.

V.1.2 Pengujian Aspal

Dari hasil pengujian Aspal Penetrasi 60/70 yang meliputi pengujian Penetrasi, Titik

Lembek, Berat Jenis, Daktilitas, Titik Nyala dan Titik Bakar, TFOT, dan Kelarutan Dalam

Triclhor Ethylene menunjukkan bahwa pengujian tersebut memenuhi spesifikasi Umum Bina

Marga tahun 2006 dan 2010.

V.1.3 Hasil Gradasi Agregat gabungan

Dari hasil gradasi agregat gabungan spesifikasi 2006 terhadap gradasi kasar dan halus

spesifikasi 2010, diketahui bahwa gradasi kasar 2010 cenderung baik dikarnakan batasan yang

diberikan menyerupai spesifikasi yang disarankan 2006. Namun gradasi halus 2010 cenderung

berhimpit atau bahkan keluar dari batasan yang diberikan. Hal ini akibat setingan atau plot pada

quarry masih menggunakan bentuk yang disarankan spesifikasi 2006.

Universitas Sumatera Utara


V.1.4 Pengujian Metode Marshall

Berdasarkan pengamatan di Laboratorium dari hasil percobaan Marshall terhadap jenis

aspal Penetrasi 60/70 dari 2 (dua) tipe campuran gradasi berdasarkan spesifikasi umum Bina

Marga edisi Desember 2006 dan gradasi kasar spesifikasi edisi November 2010 menunjukan

hasil yang baik dan memenuhi persyaratan untuk campuran laston .

Hasil pengujian laboratorium perbandingan karakteristik marshall menunjukkan nilai

stabilitas, kepadatan, VFB, flow dan MQ yang didapat dengan menggunakan spesifikasi edisi

november 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan spesifikasi edisi desember 2006,

sedangkan nilai VIM, VIM PRD, dan VMA menggunakan spesifikasi November 2010 lebih

rendah dibanding dengan menggunakan spesifikasi Desember 2006. Nilai stabilitas sisa yang

didapat memenuhi batasan yang diberikan spesifikasi baik spesifikasi 2006 maupun 2010. Nilai

KAO yang didapat pada pengujian dengan spesifikasi umum Bina Marga edisi Desember 2006

adalah 5.695% sedangkan pada spesifikasi edisi November 2010 didapat nilai KAO 5.485%.

V.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diusulkan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlu dibuat panduan perencanaan campuran beraspal untuk Spesifikasi Umum Bina

Marga 2010 yang dapat mempermudah pengujian di laboratorium.

2. Perlu dilakukan setingan kembali terhadap pemecah batu untuk menghasilkan gradasi

halus spesifikasi umum Bina marga edisi November 2010 yang baik.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Pustaka

1. Das, A, 2006, “On Bituminous Mix Design”, Department of Civil Engineering, IIT Kanpur,

India.

2. Julaihi, A, 2007, “Perbandingan Ciri-Ciri Marshall Menggunakan Kaeda Pemadatan yang

Berbeza”, PSM Tesis, Fakulti Kejuruteraan Awam Universiti Teknologi Malaysia.

3. Putrowijoyo, R, 2006, “Kajian Laboratorium Sifat Marshall dan Durabilitas Asphal

Concrete - Wearing Course (AC-WC) dengan Membandingkan pengunaan antara Semen

Portland dan Abu Batu Sebagai”, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro.

4. Departemen Pekerjaan Umum, 2006, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas”,

Direktorat Jenderal Bina Marga.

5. Departemen Pekerjaan Umum, 2010, “Seksi 6.3 Spesifikasi Campuran Beraspal Panas”,

Direktorat Jenderal Bina Marga.

6. RSNI M-01-2003. ”Metode Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall”,

Badan Standardisasi Nasional.

7. Iriansyah, AS, 2003, ” Campuran Beraspal Panas”, Puslitbang Prasarana Transportasi.

8. Sukirman S, 2003, “Beton Aspal Campuran Panas”, Granit, Jakarta.

9. Attharuddin, M, 2011, “ Pengaruh Variasi Gradasi Agregat Beton Aspal Lapis Aus (AC-

WC) dengan menggunakan Aspal Penetrasi 60/70, dan Aspal Retona Blend 55”, Tugas

Akhir, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

10. Dirjen Bina Marga, 2010, “ Surat Edaran Penyampaian Spesifikasi umum edisi 2010”

Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

11. Gor, R, 2005, “Effect of Antistripping Additives on PG Grades of Asphalt” Asphalt

Magazine, 38-40.

Universitas Sumatera Utara


12. Dybalsky, JN, 1982, “Cationic Surfaction In Asphalt Adhesion” Symposium Anti-

Stripping Additives in Paving Mixtures, AAPT Annual Meeting, Kansas City Missouri.

13. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah.

2002. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas.

14. Departemen Pekerjaan Umum. 1999. “Pedoman Perencanaan Campuran beraspal Dengan

pendekatan kepadatan mutlak”, No. 025/T/BM/1999, Direktorat Jenderal Bina Marga.

15. Utomo, RA, 2008, “Studi Komparasi Pengaruh Gradasi Gabungan di Laboratorium dan

Gradasi Hot Bin Asphalt Mixing Plant Campuran Laston (AC-Wearing Course) Terhadap

Karakteristik Uji Marshall”, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro.

16. Putman BJ cs, 2006, “Laboratory Evaluation of Anti-Strip Additivesin Hot Mix Asphalt”,

Department of Civil Engineering, Clemson University.

17. Hunter, ER cs, 2002, “Evaluating Moisture Susceptibility of Asphalt Mixes”, Department

Civil and Architectural Engineering, University of Wyoming

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai