Tugas Akhir
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Tiga Program Studi Teknik Konstruksi Sipil
Jurusan Teknik Sipil
Oleh:
MUTIARA PRATAMA PUTRI NIM. 151121018
SAVITRI NURUL SYIFA NIM. 151121027
Kata kunci : Jalan Tol, Timbunan, Galian, Pondasi bawah, lean concrete,
Perkerasan Kaku.
i
ABSTRACT
Evaluation Method of Dump Works Implementation for the Quality Control of Rigid
Pavement Structures on Trans Sumatra Toll Road Construction Project
Bakauheni – Sidomulyo
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-
Nya penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “EVALUASI METODE
PELAKSANAAN PEKERJAAN TIMBUNAN UNTUK PENGENDALIAN
MUTU STRUKTUR PERKERASAN KAKU PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL TRANS SUMATRA BAKAUHENI-
SIDOMULYO” dapat diselesaikan. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu
tugas dan persyaratan kelulusan untuk jenjang Diploma III yang wajib bagi setiap
mahasiswa semester 6 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung, serta sebagai
tambahan pengetahuan bagi penyusun.
Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak,
untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada orang tua penyusun yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Hendry, Dipl. Ing. HTL., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Bandung,
2. Bapak Tatang Sumarna, ST., MT. selaku Ketua Program Studi D3-Teknik
Konstruksi Sipil,
3. Bapak Suherman Sulaiman, Ir., M.Eng., Ph.D selaku dosen pembimbing, atas
saran, arahan, dan bimbingannya,
4. Ibu Arum Putri Prameswari dan seluruh staf kontraktor PT. PP (Persero) Tbk.
Proyek Tol Trans Sumatera Paket 1 Bakauheni-Sidomulyo yang telah memberikan
bantuan dan dukungan serta memberikan kebutuhan data-data untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini telah penyusun susun dengan sebaik
mungkin. Setelah adanya laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi seluruh pembaca laporan ini.
iii
Akhirnya penyusun sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
balasan dan dapat menjadikan bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Rabbal
‘Alamiin.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
v
2.4.1. Pengendalian Mutu pada Tanah Timbunan ........................................ 11
5.2 Saran........................................................................................................... 84
vi
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. xix
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. 1. Lokasi Proyek Tol Trans Sumatra STA 9+350 – 9+550 ................... 3
Gambar II. 1 Lapisan Perkerasan Kaku .................................................................. 8
Gambar III. 1 Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir......................................... 13
Gambar III. 2 Diagram Alir Metode Pelaksanaan ................................................ 15
Gambar III. 3 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Stake Out. ..................................... 16
Gambar III. 4 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Timbunan. .................................... 17
Gambar III. 5 Diagram Alir Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat. ........................... 18
Gambar III. 6 Diagram Alir Pekerjaan Lean Concrete. ........................................ 20
Gambar III. 7 Diagram Alir Pekerjaan Perkerasan Kaku. .................................... 22
Gambar III. 8 Diagram Alir Evaluasi Metode Pelaksanaan. ................................. 23
Gambar III. 9 Diagram Alir Evaluasi Pengendalian Mutu. .................................. 24
Gambar IV. 1 Potongan Memanjang Jalan. ......................................................... 29
Gambar IV. 2 Potongan Melintang Jalan pada STA 9+500. ............................... 30
Gambar IV. 3 Percobaan Pemadatan .................................................................... 33
Gambar IV. 4 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22 .................. 51
Gambar IV. 5 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90. ............... 53
Gambar IV. 6 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22. .................. 54
Gambar IV. 7 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90. ................ 55
Gambar IV. 8 Data Kepadatan Lapisan Tanah Dasar. .......................................... 58
Gambar IV. 9 Data Kadar Air Lapisan Tanah Dasar. ........................................... 59
Gambar IV. 10 Data Kepadatan Lapisan Pondasi Agregat Kelas A. .................... 60
Gambar IV. 11 Data Kadar Air Lapisan Pondasi Agregat Kelas A. ..................... 61
Gambar IV. 12 Data Slump Test Beton Lean Concrete. ....................................... 64
Gambar IV. 13 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 7 Hari. ........ 65
Gambar IV. 14 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 28 Hari. ..... 65
Gambar IV. 15 Data Slump Test pada Lapisan Pelat Beton. ................................. 69
Gambar IV. 16 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 7 Hari. ........ 70
Gambar IV. 17 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 28 Hari. ....... 71
ix
DAFTAR ISTILAH
Base Course : Lapisan pondasi atas yaitu material bahan terdiri dari batu
pecah dengan ukuran standar sesuai SNI.
Bench Mark : Sebuah patokan atau titik dimana posisinya telah diketahui
sebagai acuan pengukuran.
Borrow Material : Material tanah pilihan yang dipakai untuk lapisan tanah
timbunan.
Bulldozer : Salah satu alat berat yang biasa digunakan untuk menarik
atau mendorong (menghamparkan) material.
Center Line : Garis yang dipakai untuk menunjukkan titik tengah pada
rigid pavement.
x
Compressive Strength : Pengujian kuat tekan pada lapisan lean concrete untuk
menguji kekuatan pada suatu bahan/material.
Dump truck : Salah satu alat berat yang digunakan untuk membawa
material ke lokasi pelaksanaan pekerjaan.
Faulting : Patahan pada pelat beton yang terjadi karena tidak adanya
transfer beban di antara dua pelat.
xi
G
Motor Grader : Salah satu jenis alat berat yang berfungsi untuk
meratakan, memotong gundukan dan mengisi lubang,
juga dapat digunakan untuk pengupasan lapisan atas yang
hendak dibuang, atau dikurangi, mencampur material dan
meratakan/menyebarkannya lagi.
xii
N
Partial Depth Repair : Perbaikan dengan pembuangan area beton yang rusak
yang terbatas pada sepertiga ketebalan pelat beton dengan
metode joint sealant.
Plastic Sheet : Bahan yang terbuat dari suatu jenis zat kimiawi tertentu
yang berfungsi sebagai penutup permukaan lapisan pelat
beton setelah pengecoran dilakukan.
Portland Cement : Jenis semen sebagai bahan pengikat hidrolis untuk bahan
dasar beton.
Poured Filler Asphalt : Bahan yang terbuat dari campuran aspal panas dan
digunakan untuk mengisi celah pada segmen pelat beton
setelah melewati proses cutting, curing dan sebelum jalan
terbuka untuk lalu lintas.
xiii
Q
Quality Control : Suatu proses untuk menijau kualitas dari semua factor
dalam kegiatan produksi, atau biasa disebut dengan
pengendalian mutu.
Ready Mix : Campuran beton yang sudah siap untuk digunakan tanpa
perlu ada pengolahan lagi di lapangan.
Saw Cutter : Mesin yang digunakan untuk memotong pelat beton yang
dilengkapi dengan diamond blade.
xiv
Sealant : Bahan yang digunakan untuk melekatkan permukaan
dengan mengisi ruang pada celah pembatas.
Sheep Foot Roller : Salah satu pemadat pada alat berat dengan silinder yang di
bagian luarnya dipasang kaki-kaki dengan tekanan yang
tinggi.
Slipform paver : Alat atau suatu unit mesin yang digunakan untuk
menghamparkan, membentuk serta meratakan lapisan
permukaan pelat beton, alat ini bekerja dengan
menggunakan suatu alat sensor yang sudah diatur
sedemikian rupa sehingga hasilnya pun terjamin dengan
kualitas yang baik dan akurat.
Stop Watch : Alat ukur besaran waktu untuk mengukur lamanya waktu
yang diperlukan dalam suatu kegiatan.
xv
Stringline : Alat sensorik yang berfungsi sebagai jalannya alat
slipform paver pada saat pekerjaan pengecoran pelat beton
menggunakan.
Truck Mixer : Salah satu alat berat yang digunakan untuk mengangkut
dan mengaduk adukan beton.
xvi
V
Vibratory Roller : Salah satu alat berat yang digunakan untuk memadatkan
hasil timbunan, sehingga kepadatan tanah yang dihasilkan
lebih sempurna menggunakan penggetar.
Water Tank : Alat pengangkut air untuk proses pemadatan, air tersebut
ada yang dimasukkan kedalam roda Tandem roller pada
saat pemadatan, ada juga yang langsung disiram di badan
jalan yang akan di padatkan.
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Lampiran II
- SNI 03-1974-1990
- Dokumentasi di Lapangan
- Kerangka Acuan Kerja Proyek Jalan Tol Trans Sumatra
xviii
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Jalan Tol Trans Sumatra ini dibangun untuk mempercepat proses pengiriman
logistik antar pulau sekaligus untuk menekan biaya pengiriman. Pada pembangunan
jalan tol ini digunakan perkerasan kaku karena lebih awet dan biaya pemeliharaan
yang lebih rendah dibanding menggunakan perkerasan lentur. Oleh karena itu
dibutuhkan metode pelaksanan yang efektif dan efisien dengan mempertimbangkan
dari segi mutu, agar pekerjaan yang direncanakan dapat tercapai dan meminimalisir
kecelakaan kerja pada saat pelaksanaan pekerjaan.
Pada pekerjaan badan jalan yang terdiri dari lapisan tanah dasar, lapis pondasi
agregat serta lean concrete terdapat tahapan-tahapan metode pelaksanaan yang
perlu dikerjakan. Pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini terdapat daerah topografi
yang bermacam-macam seperti pegunungan dan perbukitan. Karena itu, dibutuhkan
penyesuaian elevasi rencana tanah dasar timbunan yang cukup tinggi dan
membutuhkan pelaksanaan yang efektif dan efisien agar tercapainya mutu untuk
perkerasan kaku yang optimal.
Oleh karena itu, pembahasan tugas akhir ini difokuskan pada metode
pelaksanaan pekerjaan timbunan untuk pengendalian mutu struktur perkerasan
kaku.
1.3 Lokasi
Lokasi yang digunakan untuk penyelesaian tugas akhir berada pada proyek
Tol Trans Sumatra Ruas Bakauheni-Sidomulyo STA 9+350 sampai dengan STA
9+550 seperti dapat dilihat pada Gambar I.1.
1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk melakukan:
Pembahasan ruang lingkup dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Sistematika penulisan proposal tugas akhir ini disusun menjadi 4 (empat) bab,
secara sistematis dan penjelasannya, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pembahasan mencakup alur kerja yang akan dilaksanakan agar tugas akhir
dapat dikerjakan secara sistematis dan teratur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tugas akhir ini studi referensi yang digunakan pada penyusunan tugas
akhir yaitu sebagai berikut, tercantum pada Tabel II.1.
Pada referensi yang pertama pada tabel diatas adalah laporan tugas akhir yang
menjelaskan tentang evaluasi metode pelaksanaan dan pengendalian mutu perkerasan
kaku pada proyek jalan tol. Spesifikasi yang digunakan untuk Metode pelaksanaan
berdasarkan Kerangka Acuan Proyek Jalan Tol Soreang Pasir Koja dan Pd T-14-2003
tentang perkerasan jalan beton semen. Terdapat beberapa pengujian di lapangan
sebagai bentuk pengendalian mutu yaitu untuk lapisan tanah dasar dan lapisan
pondasi agregat dilakukan pemgujian Sand Cone, sedangkan pada lean concrete
dilakukan pengendalian mutu slump test dan kuat tekan, dan yang terakhir
pengendalian mutu pada perkerasan kaku dilakukan pengujian slump test dan kuat
lentur. Tujuan dari referensi yang pertama yaitu untuk mengevaluasi metode
pelaksanaan dan pengendalian mutu struktur perkerasan kaku. Hasil yang didapatkan
yaitu metode pelaksanaan terdapat beberapa tahapan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi teknis dan pada pengendalian mutu banyaknya pengujian-pengujian di
lapangan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
Untuk referensi yang kedua tidak jauh berbeda dengan referensi yang pertama,
namun untuk referensi yang kedua ini mengevaluasi struktur perkerasan komposit
yang terdiri dari pelat beton dan lapisan AC-WC dan proyek yang dievaluasi yaitu
Proyek Pelebaran Tol Padaleunyi Ruas Kopo – Buah Batu. Spesifikasi yang
digunakan untuk Metode pelaksanaan berdasarkan Spesifikasi Jasa Marga. Terdapat
beberapa pengujian di lapangan sebagai bentuk pengendalian mutu yaitu Sand Cone,
slump test, kuat tekan, kuat lentur dan Core Drill. Untuk tujuan dari referensi yang
kedua ini yaitu untuk menentukan kesesuaian antara metode pelaksanaan dan
pengendalian mutu yang diterapkan di lapangan dengan spesifikasi yang disyaratkan
pada pekerjaan badan jalan dan struktur perkerasan. Hasil yang didapatkan yaitu
metode pelaksanaan terdapat beberapa tahapan yang tidak sesuai dengan spesifikasi
teknis dan pada pengendalian mutu adanya pengujian slump dan ketebalan lapisan
AC-WC yang tidak memenuhi spesifikasi.
digunakan, metode pelaksanaan yang dipakai hingga keluaran yang didapatkan yaitu
Analisis harga satuan pekerjaan struktur perkerasan beton.
Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan
sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Membayar Tol
adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Jalan tol
diselenggarakan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang,
meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan beban dana
Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan dan meningkatkan pemerataan hasil
pembangunan dan keadilan (UU No. 38 Tahun 2004).
Lalu lintas dapat dilalui oleh kendaraan tertentu karena adanya struktur lapisan
perkerasan jalan. Struktur perkerasan adalah kombinasi lapisan dasar, pondasi dan
lapisan aus yang diletakkan di atas tanah dasar untuk memikul beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke badan jalan (Konstruksi Pondasi Jalan, 1983). Lapisan tersebut
merupakan campuran agregat dengan bahan tambahan lain yang bersifat mengikat
dan digunakan untuk melayani beban kendaraan.
Perkerasan jalan beton semen Portland atau lebih sering disebut perkerasan
kaku atau juga disebut rigid pavement, terdiri dari plat beton semen Portland dan
lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) diatas tanah dasar. Perkerasan beton yang kaku
dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban terhadap
bidang area tanah yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri (Suryawan, 2015). Lapisan perkerasan
kaku dapat dilihat pada Gambar II.1.
A. Stake Out
Tanah dasar adalah tanah yang disiapkan dan dipadatkan untuk mendukung
struktur perkerasan. Subgrade dapat dimodifikasi secara kimia untuk mengendalikan
ekspansi dan/ atau meningkatkan kekuatan (Federal Highway Administration, 2012).
Menurut Hendra Suryadharma dan Benidiktus Susanto, 2008) Subgrade terletak pada
seluruh badan jalan, sehingga dapat berada:
Lapis pondasi agregat yang terletak diatas lapisan tanah dasar ini merupakan
bagian yang ikut menahan gaya geser dan meneruskan atau menyebarkan beban roda
ke lapisan bagian bawahnya. Fungsi lapis pondasi juga yaitu untuk mengurangi
resapan air yang menggenang pada pondasi. Tebal untuk lapisan pondasi sebesar 15
cm dengan material pondasinya menggunakan batu pecah hasil dari mesin pemecah
batu.
Lean concrete adalah material beton dengan campuran agregat, air dan semen
yang berfungsi sebagai lantai kerja. Lapisan ini tidak dapat diperhitungkan untuk
memikul beban lalu lintas namun tidak melekat dengan lapisan pondasi.
Metode pelaksanaan adalah sebuah tata cara yang sistematis agar tercapainya
suatu pelaksanaan pekerjaan. Metode pelaksanaan pekerjaan jalan tentu memiliki
tahapan-tahapan yang sistematis dan bersyarat agar menghasilkan infrastruktur yang
efisien dan optimal sesuai dengan perencanaan. Namun, dalam setiap metode
pelaksanaan pekerjaan jalan tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan karena
adanya berbagai macam kondisi yang terjadi di lapangan. Berikut tabel spesifikasi
metode pelaksanaan yang digunakan untuk tugas akhir sebagai berikut.
Pengendalian mutu adalah suatu proses untuk mengetahui mutu dari suatu
material yang digunakan baik untuk pelaksanaan di lapangan atau setelah
dilaksanakan di lapangan. Pengendalian mutu dapat dilakukan pada pengendalian
mutu material bangunan seperti agregat, semen, bahan pengisi, baja, kayu dan lain-
lain. Pengendalian mutu juga dapat dilakukan pada pengujian tanah serta pengujian
di lapangan atau pun di laboratorium. Pengendalian mutu pada pekerjaan tanah
timbunan, tanah dasar, lapis pondasi agregat , lapisan lean concrete dan lapisan pelat
beton sebagai berikut.
Pada lapisan lean concrete dan lapisan pelat beton, hasil dari pengujian kuat
tekan dan kuat lentur dilihat dari perhitungan menggunakan rumus standar deviasi
yang tertera pada Spesifikasi Umum Divisi 10. Standar deviasi () dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.
n
∑i=1(𝑥̅ −𝑥)2
=√
n−1
dimana:
BAB III
METODOLOGI
Pada tahapan metodologi ini akan menjelaskan metode yang digunakan untuk
mempermudah proses penyusunan tugas akhir dan dijadikan acuan dalam evaluasi
metode pelaksanaan dan pengendalian mutu pada badan jalan dan struktur perkerasan
kaku proyek Jalan Tol Trans Sumatra yang disajikan dalam diagram alir, seperti
terlihat pada Gambar III.1.
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Cek kelengkapan
data
Ya
Selesai
Tahapan awal dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan studi pustaka
dan menggunakan data yang dijadikan sebagai acuan. Data tersebut dibagi menjadi
2 yaitu:
2. Data Sekunder merupakan data yang didapat dan telah diteliti oleh pihak atau
instansi yang terkait. Data yang dibutuhkan yaitu:
a. Shop drawing berupa gambar potongan melintang dan gambar topografi pada
daerah yang ditinjau
b. Data pengujian di lapangan seperti data hasil pengujian sandcone dan slump
test.
c. Data pengujian di laboratorium seperti data hasil pengujian kuat tekan dan kuat
lentur.
Mulai
Stake Out
Lean Concrete
Pelat Beton
Selesai
Gambar III. 2 Diagram Alir Metode Pelaksanaan
Sumber: Dokumen Pribadi
Pekerjaan awal yang dilakukan pada pekerjaan persiapan badan jalan yaitu
stake out. Stake out merupakan salah satu pekerjaan penting surveying yang bertujuan
implementasi dari gambar rencana geometrik. Untuk memahami lebih jelas, uraian
pelaksanaan pekerjaan stake out dapat dilihat pada Gambar III.3.
Mulai
Persiapan Alat
Menentukan Koordinat BM
Plotting titik
Selesai
2. Pemadatan dengan alat vibro roller dengan tebal 20 cm padat pada tanah merah
dan tanah berpasir.
Setelah mendapatkan yang optimal pada lapisan tanah dasar dan mencapai
elevasi yang telah ditentukan, lapisan selanjutnya yaitu lapis pondasi agregat dengan
menggunakan material agregat kelas A, dapat dilihat pada Gambar III.5.
1. Persiapan personil di lapangan dan alat bahan yang diperlukan dalam pekerjaan.
2. Pengangkutan material dilakukan dengan menggunakan alat berat dump truck.
Setelah pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A selesai dengan kepadatan yang
optimal, dilanjutkan dengan pekerjaan lean concrete dapat dilihat pada Gambar
III.6.
1. Persiapan personil di lapangan dan alat bahan yang digunakan dalam pekerjaan.
4. Beton ready mix siap untuk dihamparkan yang diangkut oleh truck mixer. Namun,
sebelum beton dihamparkan perlu dilakukan slump test.
5. Setelah dilakukan uji slump dan telah memasuki spesifikasi yang disyaratkan,
beton dihamparkan dan diambil sampel benda uji untuk diuji kuat tekan di
laboratorium.
8. Setelah itu, dilakukan perawatan beton lean concrete atau curing dengan jangka
waktu tidak kurang dari 7 hari. Perawatan untuk permukaan yaitu dengan dilapisi
penutup dengan lembaran plastik kedap air untuk mencegah penguapan. Seluruh
permukaan disemprot air secara kontinyu dan kondisi kelembaban dijaga agar
tetap selama masa perawatan.
2. Stake out stringline sesuai elevasi rencana perhatikan posisi string agar tidak
tersangkut pekerja.
5. Pemasangan Dowel dan Tie diberi cat anti karat, grease dan dibungkus plastik
pada sisi bebas, dipasang melintang tiap 5 m.
7. Proses pengecoran dengan alat slipform paver yang sebelumnya beton ready mix
didatangkan dengan drump truck dan dihamparkan dan diratakan oleh excavator
mini.
10. Permukaan beton dilapis atau disemprot bahan pengawet (curing compound).
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
12. Pembuatan celah dengan saw cutter sedalam ¼ h untuk mencegah crack pada
beton. Saw cutter dilakukan diatas dowel bar.
13. Pada celah pelat beton tersebut diisi dengan joint sealant.
jangka panjang yang akan terjadi pada setiap item pekerjaan sehingga akan
menunjukkan kualitas baik atau buruknya pelaksanaan suatu pekerjaan.
Pengendalian mutu pada badan jalan dan struktur perkerasan kaku ini
digambarkan pada Gambar III.9
Evaluasi pengendalian mutu pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini bertujuan
untuk mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan desain yang telah
direncanakan dan juga memenuhi standar spesifikasi yang disyaratkan.
BAB IV
EVALUASI DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menjelaskan 2 (dua) bagian utama tentang evaluasi dan
pembahasan tugas akhir yaitu metode pelaksanaan dan pengendalian mutu untuk
pekerjaan badan jalan dan strukur perkerasan kaku Proyek Pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatra Paket 1 Bakauheni – Sidomulyo.
Untuk menentukan titik/ station awal dari rencana as jalan, maka diperlukan
minimal dua pilar referensi/ Bench Mark (BM) yang ada dilapangan dengan diketahui
koordinatnya, baik koordinat horisontal maupun vertikal, dan harus dipasang
minimal dua buah pilar BM baru, sebagai titik awal, pada awal sumbu rencana jalan
dan diukur/ dihitung koordinatnya. Keberadaan titik BM sebagai referensi disekitar
lokasi rancangan geometrik jalan ini diperlukan karena titik BM telah memiliki posisi
horizontal dan vertikal yang benar sehingga dapat digunakan untuk pengikatan oleh
titik-titik yang akan dijadikan sebagai as rencana jalan.
Misalkan STA 0 + 000 mempunyai koordinat (X0, Y0) yang didapat dari peta
perencanaan secara grafis, dan STA 0 + 000 adalah titik yang akan dicari letaknya
dilapangan. Dalam hal ini, sebagai pegangan (referensi) dipakai titik-titik BM A (Xa,
Ya) dan BM B (Xb, Yb). Untuk menentukan titik awal STA 0 + 000 dapat dilakukan
dari titik A atau dari B, tergantung dari situasi dan kondisi dari medan di lapangan
tetapi sebaiknya dilakukan dua kali yaitu dari titik A dan titik B, sehingga dapat
dilakukan suatu koreksi atau dapat juga diperoleh nilai rata-ratanya.
Setelah mendapatkan trase jalan dan ketinggian as jalan hasil dari pekerjaan
stake out, didapat daerah yang ditinjau merupakan daerah pekerjaan tanah timbunan,
hal tersebut sesuai dengan rancangan geometrik jalan. Pelaksanaan tanah timbunan
bertujuan untuk membuat elevasi badan jalan sesuai perencanaan geometrik jalan
Dalam spesifikasi teknis pun dijelaskan bahwa material tanah berpasir dan
tanah merah yang digunakan harus dihampar selapis demi selapis secara horizontal
dengan tebal yang sama yaitu 30 cm dalam kondisi gembur dan dipadatkan hingga
ketebalan 20 cm, dan lebar sesuai dengan yang tertera dalam rancangan geometrik.
Lapis yang berada lebih dari 30 cm di bawah tanah dasar harus dipadatkan hingga
mencapai lebih dari 95% terhadap kepadatan kering maksimum laboratorium, sesuai
ketentuan AASHTO T99. Sedangkan untuk material batu dilakukan penghamparan
dengan tebal gembur 60 cm. Pelaksanaan di lapangan harus sesuai dengan ketentuan
yang telah dijelaskan.
3. Material tanah pada dump truck dituang di titik yang akan dilakukan penimbunan.
Tumpukan tanah dihampar menggunakan dozer dengan ketebalan tanah gembur
melebihi elevasi pada patok atau setebal 30 cm untuk penurunan pada saat
pemadatan tanah.
4. Sebelum memulai pekerjaan timbunan, dilakukan percobaan pemadatan pada
daerah milik jalan untuk mendapatkan jumlah lintasan alat pemadatan agar
didapatkan derajat kepadatan lapangan yang optimal. Percobaan pemadatan
dilakukan pada awal pekerjaan timbunan dan hanya dilakukan satu kali untuk
dijadikan acuan pekerjaan timbunan selanjutnya. Sketsa pelaksanaan percobaan
pemadatan pada Gambar IV.3.
derajat kepadatan yang disyaratkan pada spesifikasi teknis dan ketebalan tanah
timbunan sesuai dengan elevasi rencana yang terdapat pada patok.
5. Pekerjaan penimbunan tanah merah dan tanah berpasir dilakukan lapis per lapis
setebal 30 cm gembur, kemudian dipadatkan dengan menggunakan sheep foot dan
vibratory roller hingga ketebalan 20 cm padat dengan jumlah lintasan sesuai
dengan percobaan pemadatan, dan untuk pekerjaan timbunan batu dihamparkan
hanya menggunakan vibratory roller dengan tebal lapisan dalam keadaan gembur
tidak lebih dari 60 cm dan dipadatkan sesuai dengan ketentuan. Diambil pekerjaan
timbunan bidang sebelah kiri, dan bidang sebelah kanan dipergunakan untuk jalur
akses alat dan kendaraan.
6. Setelah dilakukan pemadatan setiap lapisan setebal 20 cm, dilakukan pengujian
kepadatan tanah dengan metode sand cone. Sand cone test adalah pemeriksaan
kepadatan tanah di lapangan dengan menggunakan pasir Ottawa sebagai
parameter kepadatan yang mempunyai sifat kering, bersih, keras, tidak memiliki
bahan pengikat sehingga dapat mengalir bebas. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui kepadatan dari suatu tanah di lapangan dengan berat isi kering
laboratorium. Adapun langkah-langkah pengujian sandcone adalah sebagai
berikut:
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pengujian seperti botol, mal,
corong dan lain-lain.
b. Botol diisi pasir penuh kemudian ditimbang (W1’).
c. Tentukan titik pengujian sandcone yang berjarak 25-50 cm diambil dari kanan
& kiri center line.
d. Pada titik yang telah ditentukan, lapisan permukaan tanah dasar timbunan harus
dibersikan dan diratakan terlebih dahulu.
e. Gali tanah menggunakan mal dan buat lubang dengan kedalaman 12 cm.
Semua tanah galian harus dikumpulkan dalam plastik.
f. Tempatkan botol diatas lubang yang telah digali dengan posisi corong
menghadap kebawah. Kran dibuka hingga pasir turun mengisi lubang dan
corong, pasir yang turun harus dengan kondisi jatuh bebas.
g. Setelah pasir dari botol tidak turun lagi, kran ditutup. Timbang berat botol
beserta sisa pasir (W2’). Sementara itu tanah hasil galian diatas segera
ditimbang dan diukur kadar airnya, hingga diketahui berat tanah dalam lubang
(W), dan kadar airnya (ɷ).
Selain dilakukan pengujian sandcone, pada beberapa lapisan di station 9.350
km dan station 9.375 km dilakukan pengujian California Bearing Ratio (CBR)
dikarenakan timbunan menggunakan material tanah berbatu. CBR merupakan
suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar
(standard load) dan dinyatakan dalam persentase. CBR Lapangan digunakan
untuk memperoleh nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada
saat itu. Alat yang digunakan pada pengujian CBR yaitu Mechanical Jack yang
diberi keping beban minimal 45 kg(= 10lb).
Adapun langkah-langkah pengujian CBR adalah sebagai berikut:
a. Mechanical Jack dipasang pada titik yang telah ditentukan. Setelah semua item
terpasang, seluruh arloji (arloji proving ring, penetrasi dan stop watch)
dinolkan.
b. Selanjutnya lakukan penusukan piston kedalam tanah pada kecepatan tetap
0.05” per menit atau 1.27 mm per menit.
c. Pembacaan arloji proving ring dilakukan pada interval waktu: 1/4 ; 1/2 ; 1 ;
1.5 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 8 ; dan 10 menit. Setiap bacaan dicatat dalam formulir CBR.
d. Beban penusukan piston adalah bacaan arloji proving ring dikalikan
kalibrasinya
7. Setelah CBR memenuhi syarat, dibuat trap horizontal dan vertikal untuk akhiran
timbunan untuk memudahkan pemadatan ketika jalur sebelah kanan akan
dikerjakan.
8. Setelah penimbunan tanah sudah mencapai top subgrade, maka dilanjutkan
dengan pekerjaan lapis pondasi kelas A.
Evaluasi lainnya pada timbunan di STA 9+350 ditemukan genangan air yang
diakibatkan oleh air hujan, genangan air tersebut menyebabkan permukaan lapisan
tanah timbunan yang pada saat itu lapisan terakhir yang dihamparkan adalah tanah
merah menjadi rusak dan adanya bekas mobilisasi alat berat seperti excavator, dump
truck, vibratory roller, sheep foot dan dozer. Adanya genangan air ini dapat
disebabkan oleh permukaan timbunan yang tidak rata dan kadar air berlebih
menyebabkan tanah menjadi jenuh dan kurangnya penyerapan air. Selanjutnya
adanya bekas mobilisasi alat berat pada lapisan tanah timbunan tersebut dikarenakan
kepadatan yang tidak optimal pada titik tersebut. Dampak jangka panjang akibat
pekerjaan tanah timbunan yang tidak sesuai dengan KAK adalah adanya penurunan
tanah itu sendiri dalam kurun waktu yang lama. Sedangkan hasil pengolahan data
yang didapat pada pekerjaan tanah timbunan akan dibahas pada Sub Bab 4.2.
bahan berada dalam rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar
air optimum.
1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.
2. Melakukan pematokan atau stake out lapangan agar didapat elevasi dan ketebalan
yang sesuai dengan shop drawing.
3. Mobilisasi material agregat kelas A dari quarry dengan menggunakan dump truck.
4. Material yang sudah sampai pada lokasi proyek, selanjutnya dilakukan
penghamparan material agregat kelas A menggunakan alat Motor Grader.
5. Pemadatan lapis pondasi agregat kelas A yang telah dihamparkan dengan
menggunakan vibratory roller, dan jika kondisi kadar air agregat tidak memenuhi
kadar air optimum maka pada pelaksanaannya diselangi dengan penyiraman air
oleh alat Water Tank agar air tersebut dapat meresap ke dalam rongga-rongga
agregat dan didapatkan kadar air optimal untuk mencapai nilai kepadatan yang
optimal. Sebaliknya, jika kadar air melebihi dari batas yang telah ditentukan dari
kadar air optimal, pelaksanaan pemadatan ditunda terlebih dahulu dengan cara
menjemur agregat yang telah dihamparkan hingga kadar air nya masuk kedalam
range yang diizinkan. Ketebalan lapis pondasi agregat yaitu 15 cm dalam kondisi
padat.
6. Untuk mengetahui nilai kepadatan lapangan, dilakukan pengujian yaitu
Profrolling & Sandcone. Dengan derajat kepadatan kering harus 100% serta nilai
CBR yaitu sebesar 90%.
lapisan berikutnya. Kerusakan lean concrete akibat apapun harus diperbaiki dengan
mengganti lapisan pada daerah itu.
1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.
2. Menandai elevasi atas Lean Concrete dengan menggunakan patok sesuai gambar
kerja menggunakan waterpass.
3. Pemasangan bekisting Lean Concrete:
Pemasangan bekisting setelah diadakan pengukuran secara benar (kelurusan &
kerataan).
Elevasi top bekisting harus sesuai dengan elevasi top rencana lean concrete,
toleransi perbedaan ketinggian maksimum 5 mm.
Bekisting harus bersih & dilapisi pelumas sebelum pengecoran.
4. Material di datangkan dari batching plant yang dibangun di sekitar proyek dan
dimobilisasi menggunakan Truck Mixer.
5. Pembersihan area kerja agar didapatkan ketebalan lean concrete sesuai dengan
gambar kerja.
6. Sebelum pengecoran dikerjakan, dilakukan pengujian slump test terlebih dahulu
untuk mengetahui nilai workability dari campuran beton yang akan digunakan dan
pengambilan benda uji untuk dibawa ke laboratorium.
7. Melakukan pengecoran lean concrete dan meratakan hasil pengecoran secara
manual dengan menggunakan silinder baja/jidar, diratakan dengan hati-hati agar
tidak merusak permukaan beton dan tak ada permukaan yang lebih rendah atau
pun tekstur yang terbuka.
8. Perawatan setelah pengecoran lean concrete adalah dengan melakukan penutupan
lapisan lean concrete dengan plastik kedap air dan penyiraman sebanyak tiga kali
dalam satu hari selama tujuh hari setelah dilakukan pengecoran dengan
menggunakan water tank untuk mencegah keretakan pada bagian permukaan.
Pekerjaan pelat beton atau pekerjaan struktur perkerasan kaku yaitu jenis
perkerasan jalan yang menggunakan beton semen-portland sebagai bahan utama
perkerasan tersebut yang terdiri dari plat beton semen yang bersambung (tidak
menerus) tanpa tulangan. Pengecoran pada lapisan pelat beton yaitu setebal 30 cm.
Berdasarkan spesifikasi teknis, alat berat yang digunakan pada lapisan pelat
beton yaitu dump truck sebagai pengangkut material beton yang dibawa dari batching
plant. Kapasitas batching plant harus dapat memasok kebutuhan alat slipform
concrete paver sedemikian rupa sehingga alat terus bergerak tanpa terhenti akibat
kekurangan atau keterlambatan pemasokan. Kesinambungan penghamparan-
pemadatan harus benar-benar dijaga secara terus menerus tanpa terhenti.
Mesin perkerasan beton yang tersedia dilapangan merupakan satu unit mesin
yang mempunyai fungsi menghampar, meratakan, memadatkan dan membentuk
perkerasan sekaligus memberi arah dan mengatur elevasi sesuai kebutuhan dalam
sekali gerak maju. Jenis mesin yang digunakan adalah jenis perancah berjalan
(slipform paver) dengan lebar minimum 4,0 m.
Pada saat pengecoran oleh alat slipform paver telah selesai, sebelum bahan
pengawet (curing) digunakan, permukaan beton telah dikasarkan dengan cara disikat
melintang garis sumbu (centre line) jalan. Pengkasaran ini dilakukan dengan cara
grooving. Cara grooving dilakukan dengan menggunakan alat grooving manual atau
mekanik. Kedalaman tekstur rata-rata tidak boleh kurang dari 3 mm. Setelah itu,
permukaan beton yang terbuka segera dilapisi pengawet (curing compound) setelah
grooving selesai. Curing compound dilakukan dengan menyemprotkan bahan
pengawet pada permukaan menggunakan penyemprot. Setelah pekerjaan grooving
dan curing compound selesai, seluruh permukaan beton dilapisi penutup, berupa
geotekstil, dan disiram menggunakan water tank selama 7 hari berturut-turut.
1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.
2. Pengukuran untuk menandai posisi dowel dan stake out stringline sesuai elevasi
rencana. Perhatikan posisi string agar tidak tersangkut pekerja.
3. Posisikan slipform paver pada jalur rencana.
4. Pemasangan plastik
Penggelaran plastik dimaksudkan untuk mencegah hilangnya air semen
beton.
Pemasangan plastik dilaksanakan tiap segmen (5.00 m) sesuai urutan
pengecoran.
Pemasangan plastik yang disambung, overlap minimal 300 m.
5. Pemasangan Dowel dan Tie bar.
Baja Polos Ø 32 (dijaga kelurusan) di cat anti karat, diberi grease dan
dibungkus plastik pada sisi bebas, dipasang melintang tiap 5 m
Tie Bar baja ulir D16
6. Pengujian slump dilakukan sebelum beton dituang untuk mengetahui workability
beton segar. Pada pekerjaan ini beton yang digunakan adalah beton kelas P dengan
Fs 45 dan nilai slump maksimal 5 cm sesuai dengan spesifikasi.
7. Proses penghamparan dengan alat Wirtgen SP 500.
8. Grooving dilakukan pada kondisi beton yang telah dihamparkan setengah kering
dan agak kesat secara visual atau setelah 1 jam penghamparan dengan kedalaman
grooving 2 mm, jarak antar gigi adalah 2 cm.
9. Selanjutnya permukaan beton dilapis atau disemprot bahan pengawet (curing
compound) sebanyak 0,22 -0,27 lt/m2 (cara mekanis) atau 0,27 -0,36 lt/m2 (cara
manual). Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
10. Curing dengan menggunakan geotekstil yang selalu dibasahi air.
11. Pekerjaan Saw Cutter & Joint sealent
Pembuatan celah dengan saw cutter sedalam ¼ h untuk mencegah crack pada
beton.
Saw cutter dilakukan diatas dowel bar.
Aplikasi joint sealent. Joint sealent yaitu pengisi celah hasil saw cutting. Joint
sealant bertujuan untuk menutup sambungan agar air dari atas jalan tidak
memasuki celah dan akan menyebabkan kerusakan pada lapisan dibawahnya.
Joint sealant menggunakan material jenis poured filler asphalt, maka selama
pemanasan harus diaduk secara kontinyu, agar pemanasan merata dan untuk
mencegah pemanasan yang berlebihan.
Akibat terlambatnya ready mix beton yang datang pada lokasi penghamparan
beton mengakibatkan siklus penghamparan beton terhambat dan alat slipform paver
yang berhenti bekerja serta beton yang telah dihamparkan sebelumnya menjadi
mengeras.
Evaluasi lainnya yaitu terjadinya retak beton arah melintang setelah masa
pengeringan dan belum dapat dilalui oleh kendaraan lalu-lintas. Retak beton arah
melintang dapat terjadi akibat proses cutting yang terlambat dan kurangnya curing
serta alat slipform paver yang digunakan berhenti terlalu lama berdampak pada beton
yang sudah mengeras. Retak beton melintang jika dibiarkan dalam jangka panjang
akan melebar ke bagian pelat beton lainnya dan air akan masuk pada celah beton
hingga merembes pada lapisan struktur perkerasan di bawahnya.
Permasalahan lainnya terdapat jejak kaki hewan pada permukaan pelat beton
sehingga menyebabkan permukaan pelat beton tidak rata dan tidak sesuai dengan
spesifikasi teknis. Dampak jangka panjang yang akan terjadi jika permukaan pelat
beton dibiarkan tidak rata yaitu aliran air yang terhambat dan akan menggenang pada
permukaan tersebut. Akumulasi dampak jangka panjang akibat dari tidak
sempurnanya pekerjaan lapis tanah timbunan, lapis agregat kelas A dan lean concrete
serta pelat beton adalah berkembangnya berbagai jenis kerusakan pada pelat beton
seperti berbagai jenis retak/slab cracking, longitudinal dan tranverse cracking,
settlement, faulting, pumping. Hal tersebut mengakibatkan perlunya pemeliharaan
berkala lebih awal dari yang direncanakan seperti penggantian pelat beton secara
penuh atau sebagian/full atau partial depth repair. Sedangkan hasil dari pengujian
lapangan pada lapisan pelat beton seperti slump test dan kuat tekan akan dijelaskan
pada sub bab 4.2.
Evaluasi pengendalian mutu pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini
dilakukan pada setiap lapisan pekerjaan persiapan badan jalan, termasuk tanah
timbunan dan struktur perkerasan kaku dengan cara membandingkan hasil pengujian
di lapangan atau hasil pengujian di laboratorium dengan pedoman proyek Jalan Tol
Trans Sumatra yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja. Evaluasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari setiap pekerjaan baik untuk persiapan
badan jalan maupun struktur perkerasan kaku itu sendiri dan merupakan evaluasi
terhadap pengendalian mutu yang telah dilakukan. Sebelum membahas tentang
evaluasi kendali mutu, maka berikut ini merupakan spesifikasi yang tertuang dalam
kerangka acuan kerja, dapat dilihat pada Tabel IV.3.
Tabel IV. 3 Spesifikasi pada Lapisan Badan Jalan dan Struktur Perkerasan
No. Lapisan Perkerasan Pengujian Persyaratan Spesifikasi
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
1. Tanah Timbunan Sandcone Kepadatan min. 95%
Bab 4 tentang Pekerjaan
Tanah Pasal S4.06
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
2. Tanah Dasar Sandcone Kepadatan 100%
Bab 7 tentang Subgrade
Pasal S7.01
Kerangka Acuan Proyek
Lapis Pondasi Agregat Jalan Tol Trans Sumatera
3. Sandcone Kepadatan 100%
Kelas A Bab 8 tentang Lapis Pondasi
Agregat Pasal S8.01
fc’ = 7 Mpa (7 hari) Kerangka Acuan Proyek
4. Lean Concrete Kuat Tekan
fc’ = 10 Mpa Jalan Tol Trans Sumatera
Berikut ini merupakan penjelasan hasil dari evaluasi pengendalian mutu pada
pekerjaan persiapan badan jalan dan struktur perkerasan kaku Proyek Jalan Tol Trans
Sumatera dengan membandingkan hasil pengujian baik di lapangan atau
laboratorium terhadap spesifikasi yang tertera pada Tabel IV.3. Hasil dari pengujian
untuk setiap pekerjaan tersebut disajikan dalam bentuk diagram scatter.
9.375, 9.400, 9.425, 9.450, 9.475, 9.500, 9.525 dan 9.500 berturut-turut mempunyai
40 lapisan; 79 lapisan; 103 lapisan; 119 lapisan; 132 lapisan; 138 lapisan; 134 lapisan
dan 108 lapisan.
39
40 ×
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89 ×
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111 × ×
112 × ×
113 × × ×
114 × × ×
115 × × ×
116 × × ×
117 × × ×
118 × × ×
119 × × ×
120 × × ×
121 × × ×
122 × × × ×
123 × × × ×
124 × × × ×
125 × × × ×
126 × × ×
127 × × ×
128 × × ×
129 × × ×
130 × × ×
131 × × ×
132 × × ×
133 × ×
134 × ×
135 ×
136 ×
137 ×
138 ×
9.475 km, station 9.500 km, dan station 9.525 km dilakukan penimbunan
menggunakan tanah putih dan tanah merah dengan jumlah lapisan berturut-turut 121,
110, 110, dan 112 yang seharusnya pada hasil stake out mendapatkan lapisan
berturut-turut 125, 132, 138, dan 134.
98.0
97.0
Kepadatan (%)
96.0
95.0
94.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
pengujian untuk lapisan 2. Sesuai dengan data yang diperoleh bahwa berturut-turut
langsung ke lapisan 5 dan lapisan 4. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada
station 9.475 km dan 9.525 km tebal pemadatan pertama kali dilakukan berturut-turut
dengan ketebalan 100,0 cm dan 80,0 cm, lapisan ke 5 dan lapisan ke 4. Hal ini tidak
sesuai dengan ketebalan 20,0 cm seperti yang dijelaskan pada subbab 4.2 butir A.
Sedangkan pada station 9.350 km lapisan 2, dilakukannya pengujian CBR karena
menggunakan tanah batu dari lapisan ke-1 hingga ke-20 sehingga kepadatannya pun
berbeda sebesar 40,43%. Gambar IV.4 juga menyajikan hasil pengujian kepadatan
kering maksimum untuk semua station yang telah memenuhi persyaratan dalam
spesifikasi teknis yaitu sebesar 95%. Namun pada lapisan 22, terdapat station yang
tidak memenuhi persyaratan yaitu station 9.400 km dengan hasil pengujian sebesar
35.90%. Dengan demikian hal yang harus menjadi perhatian, terutama untuk lapisan
2 station 9.475 km dan station 9.525 km serta lapisan 22 station 9.400 km, adalah
bahwa jika terjadi penurunan akibat tidak adanya lapisan 1 sampai 5 dan 1 sampai
dengan 4 atau pemadatan setebal 100 cm dan 80 cm, maka akan mengakibatkan
semua lapisan diatasnya akan mengalami penurunan atau settlemet. Ditambah dengan
adanya hasil pengujian yang tidak memenuhi persyaratan, ini dapat berarti bahwa
pekerjaan pemadatan di lapangan yang dilakukan tidak sesuai dengan percobaan
pemadatan yang telah ditentukan. Oleh karena tanah timbunan ini merupakan dasar
untuk penempatan struktur perkerasan, maka jika terjadi penurunan pada tanah
timbunan tersebut akan mengakibatkan struktur perkerasannya mengalami
penurunan atau dapat juga mengakibatkan keretakan pada pelat beton.
98.0
97.0
Kepadatan (%)
96.0
95.0
94.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
didapatkan nilai kadar air di lapangan, kemudian dibandingkan dengan kadar air
optimum laboratorium, dimana nilai kadar air di lapangan tidak boleh melebihi
rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air
optimum di laboratorium. Berikut merupakan hasil nilai kepadatan setiap lapisan
timbunan yang disajikan pada Gambar IV.6 dan Gambar IV.7.
42.0
40.0
Kadar Air Optimum (%)
38.0
36.0
34.0
32.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV. 6 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22.
Gambar IV.6 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di masing-
masing station untuk lapisan 2 dan lapisan 22. Pada Gambar IV.6 terlihat bahwa
pada semua station baik untuk lapisan 2 dan lapisan 22 memenuhi persyaratan dalam
spesifikasi teknis dimana nilai kadar air di lapangan tidak melebihi rentang 3%
dibawah kadar air optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air optimum di
laboratorium. Namun, untuk lapisan 2 pada station 9.475 km, station 9.525 km tidak
ditemukan data kadar air optimum dengan kemungkinan tidak dilakukannya
pengujian kadar air pada lapisan 2 tersebut.
42.0
40.0
Kadar Air Optimum (%)
38.0
36.0
34.0
32.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV. 7 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90.
Gambar IV.7 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di masing-
masing station untuk lapisan 89 dan lapisan 90. Pada kedua lapisan tersebut di station
9.350 km tidak dilakukan pengujian kadar air dikarenakan sesuai ulasan Gambar
IV.5 pada station 9.350 km hanya dilakukan pemadatan hingga lapisan ke-39. Pada
Gambar IV.7 juga terlihat bahwa untuk lapisan 90 pada station 9.500 km tidak
tedapat nilai kadar air dikarenakan sesuai ulasan Gambar IV.5 yaitu tidak dilakukan
pemadatan pada station tersebut. Selain ulasan diatas baik untuk lapisan 89 dan
lapisan 90 semua station telah memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis
dimana nilai kadar air di lapangan tidak melebihi rentang 3% dibawah kadar air
optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air optimum di laboratorium.
Tabel IV. 5 Data Pengujian Kepadatan Kering Maksimum dan Kadar Air.
90 - - 96,56 35,2 96,87 35,4 97,33 35 96,64 35,4 95,73 34,6 - - 96,26 36,1 96,56 35
Kondisi di STA 9+500 pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra Bakauheni-
Sidomulyo sesuai dengan gambar rencana yaitu lapisan tanah dasar yang merupakan
top subgrade dari tanah timbunan terdapat di ketinggian 27,683 m dengan jumlah
lapisan tanah timbunan sebanyak 120 lapis.
Pengujian lapangan yang dilakukan pada lapisan tanah dasar yaitu sand cone
test. Syarat kepadatan pada lapisan tanah dasar yaitu 100% karena lapisan ini
merupakan dasar dari perletakan lapis struktur perkerasan dan mendukung konstruksi
struktur perkerasan jalan diatasnya. Sebelum dilakukan pengujian sand cone
dilakukan pengujian proofrolling. Pada pengujian sandcone juga dilakukan
pengendalian mutu terhadap kadar air, dengan metode kerja yang sama dengan
pengendalian kadar air pada lapisan tanah timbunan. Pengujian ini dilakukan setiap
25 meter dari STA 9+350 sampai dengan STA 9+550. Berikut merupakan hasil
pengujian-pengujian yang dilakukan di lapangan yang disajikan dalam bentuk
diagram scatter.
110.0
106.0
104.0
102.0
100.0
98.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (m)
19.0
18.0
17.0
KADAR AIR OPTIMUM (%)
16.0
15.0
14.0
13.0
12.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
110.0
106.0
104.0
102.0
100.0
98.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (m)
Pengendalian kadar air yang dilakukan untuk lapisan pondasi agregat kelas A
adalah dengan cara mengontrol kadar air material agregat kelas A yang dihampar di
lapangan tidak melebihi rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas
kadar air optimum agar tercapai kepadatan kering maksimum yang disyaratkan.
Berikut merupakan hasil pengujian yang dilakukan pada lapisan pondasi agregat
yang disajikan dalam bentuk diagram scatter pada Gambar IV.11.
5.0
4.0
Kadar Air Lapangan (%)
3.0
2.0
1.0
0.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
yang diambil dari 6 (enam) sampel bahan uji di labratorium untuk umur 7 hari dan
28 hari. Berikut merupakan Tabel IV.6 dan Tabel IV.7 yang menyajikan data yang
diambil untuk setiap titik station.
Tabel IV. 6 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada Umur 7 Hari.
Kuat Tekan (7
No. STA From To Titik STA Slump (cm) hari)
Mpa
1 9+200 - 9+300 9+350 6,5 8,092
2 9+200 - 9+300 9+350 6,5 7,922
3 9+200 - 9+300 9+350 6,5 8,205
4 9+320 - 9+350 9+350 6,5 7,866
5 9+320 - 9+350 9+350 6,5 8,262
6 9+320 - 9+350 9+350 6,5 7,922
Rata-rata 6,5 8,045
7 9+200 - 9+400 9+375 6,0 8,205
8 9+200 - 9+400 9+375 6,0 8,149
9 9+200 - 9+400 9+375 6,0 7,866
10 9+200 - 9+400 9+375 7,0 7,922
11 9+200 - 9+400 9+375 7,0 7,809
12 9+200 - 9+400 9+375 7,0 8,149
Rata-rata 6,5 8,017
13 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 7,639
14 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 7,639
15 9+300 - 9+400 9+400 6,0 7,639
16 9+300 - 9+400 9+400 6,0 7,356
17 9+300 - 9+400 9+400 5,0 7,639
18 9+300 - 9+400 9+400 5,0 7,356
Rata-rata 5,667 7,545
19 9+400 - 9+475 9+425 6,0 8,318
20 9+400 - 9+475 9+425 6,0 8,205
21 9+400 - 9+475 9+425 6,0 7,809
22 9+400 - 9+475 9+425 7,0 7,753
23 9+400 - 9+475 9+425 7,0 7,809
24 9+400 - 9+475 9+425 7,0 8,036
Rata-rata 6,5 7,988
25 9+400 - 9+475 9+450 6,0 8,432
26 9+400 - 9+475 9+450 6,0 7,922
27 9+400 - 9+475 9+450 6,0 8,375
28 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,639
29 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,922
30 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,809
Rata-rata 6,25 8,017
31 9+400 - 9+475 9+475 6,0 8,318
32 9+400 - 9+475 9+475 6,0 8,205
33 9+400 - 9+475 9+475 6,0 7,809
34 9+400 - 9+475 9+475 7,0 7,753
35 9+400 - 9+475 9+475 7,0 7,809
36 9+400 - 9+475 9+475 7,0 8,036
Rata-rata 6,5 7,988
x̅ 7,932
Tabel IV. 7 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada Umur 28 Hari.
8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
Slump (cm)
5.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV.14 menunjukkan data hasil uji slump rata-rata pada lapisan lean
concrete di masing-masing stasion. Pada Gambar IV.14 station 9.350 km hingga
station 9.550 km telah dilakukan uji slump pada lapisan lean concrete dan hasil uji
slump telah memenuhi persyaratan untuk beton kelas E dalam spesifikasi teknis yaitu
sebesar 5±2,5 cm.
10.0
9.0
Kuat Tekan (MPa)
8.0
7.0
6.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV. 13 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 7 Hari.
Gambar IV.13 menunjukkan data hasil uji kuat tekan beton rata-rata pada
lapisan lean concrete ketika beton berumur 7 (tujuh) hari di masing-masing stasion.
Pada Gambar IV.13 station 9.350 km hingga station 9.550 km telah dilakukan uji
kuat tekan beton rata-rata pada lapisan lean concrete dan hasil uji kuat tekan beton
rata-rata yaitu 7,935 MPa yang telah memenuhi persyaratan minimum dalam
spesifikasi teknis yaitu sebesar 7,0 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-rata
yang dicapai pada station 9.350 km hingga station 9.475 km yaitu terdapat pada
station 9.350 km sebesar 8,04 MPa.
15.0
14.0
Kuat Tekan (MPa)
13.0
12.0
11.0
10.0
9.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Kuat Tekan Spesifikasi
Gambar IV. 14 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 28 Hari.
Gambar IV.14 menunjukkan data hasil uji kuat tekan beton rata-rata pada
lapisan lean concrete ketika beton berumur 28 (dua puluh delapan) hari di masing-
masing stasion. Pada Gambar IV.14 station 9.350 km hingga station 9.550 km telah
dilakukan uji kuat tekan beton rata-rata pada lapisan lean concrete dan hasil uji kuat
tekan beton rata-rata yaitu 11,035 MPa yang telah memenuhi persyaratan minimum
dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar 10,0 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-
rata yang dicapai pada station 9.350 km hingga station 9.475 km yaitu terdapat pada
station 9.475 km sebesar 11,11 MPa.
Tabel IV. 9 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur 7 Hari.
Tabel IV. 10 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur 28 Hari.
5.5
5.0
4.5
Slump (cm)
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
SLUMP Spesifikasi
Gambar IV.15 memperlihatkan nilai hasil dari pengujian slump hanya pada
beberapa station. Nilai slump test hanya terdapat pada station 9.400 km, station 9.425
km dan station 9.450 km dengan nilai slump yang telah memenuhi spesifikasi yaitu
dengan penurunan tidak melebihi 5,0 cm. Nilai rata-rata pada station tersebut yaitu
3,186 cm. Sedangkan pada station 9.350 km, station 9.375 km, station 9.475 km,
station 9.500 km, station 9.525 km dan station 9.550 km tidak terdapat nilai hasil
slump test dengan kemungkinan tidak dilakukannnya pengujian slump pada station
tersebut. Dengan demikian, akan sulit untuk mengontrol kualitas dari beton yang
dihasilkan. Untuk dampak jangka panjang kemungkinan akan terjadi keretakan dan
penurunan kualitas pada struktur perkerasan kaku, jika nilai slump tidak memenuhi
spesifikasi.
4.0
3.9
Kuat Lentur (MPa)
3.8
3.7
3.6
3.5
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV. 16 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 7 Hari.
Gambar IV.16 menunjukkan data hasil uji kuat lentur rata-rata pada lapisan
pelat beton ketika beton berumur 7 (tujuh) hari di masing-masing stasion. Pada
Gambar IV.16 station 9.350 km hingga station 9.450 km telah dilakukan uji kuat
lentur rata-rata dengan nilai 3,77 MPa pada lapisan pelat beton dan hasil uji kuat
lentur telah memenuhi persyaratan minimum dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar
3,60 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-rata yang dicapai pada station 9.350
km hingga station 9.550 km yaitu terdapat pada station 9.450 km sebesar 3,785 MPa.
Namun, pada Gambar IV.16 terlihat tidak terdapat data hasil pengujian pada station
9.475 km, 9.500 km, 9.525 km dan 9.550 km. Dengan demikian di keempat station
tersebut tidak diketahui nilai uji slump-nya.
6.0
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Gambar IV. 17 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 28 Hari.
Selanjutnya pada Gambar IV.17 menunjukkan nilai kuat lentur pelat beton
pada station 9.350 km sampai station 9.450 km pada umur 28 (dua puluh delapan)
hari. Nilai kuat lentur hanya terdapat pada station 9.350 km sampai station 9.450 km
tersebut dengan nilai rata-rata kuat lentur yaitu 4,94 MPa yang telah memenuhi
spesifikasi yaitu melebihi nilai fs’ = 4.5 MPa pada umur 28 hari. Sedangkan pada
Gambar IV.17 station 9.475 km hingga station 9.550 km tidak terdapat hasil kuat
lentur dengan kemungkinan tidak dilakukannnya pengujian kuat lentur pada station
tersebut. Dengan demikian di keempat station tersebut tidak diketahui nilai uji kuat
lentur.
Tabel IV. 11 Data Slump Test dan Kuat Lentur.
pada setiap station yaitu 3,17 cm, dan juga nilai slump tersebut akan menghasilkan
nilai kuat lentur pada umur 7 hari yang sama sebesar 3,763 MPa, demikian juga pada
nilai slump 3,25 cm akan memberikan nilai kuat lentur yang sama dengan nilai slump
3,17 cm. Namun, pada station 9.450 km dengan nilai slump 3,17 cm memberikan
nilai kuat lentur sebesar yang tidak jauh berbeda yaitu sebesar 3,785 Mpa. Berbeda
pada umur 28 hari nilai slump 3,17 cm memberikan hasil yang berbeda dengan nilai
slump 3,25 cm. Nilai kuat lentur tertinggi sebesar 5,009 Mpa dan demikian selama
nilai slump masih memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, tidak melebihi 5,0 cm,
maka nilai kuat tekan pada umur 7 hari dan 28 hari akan memenuhi yang
dipersyaratkan. Walaupun nilai slump tersebut akan lebih banyak berpengaruh
terhadap workability pekerjaan lean concrete tersebut.
4.3 Rangkuman
Tabel IV. 12 Hasil Evaluasi Pengendalian Mutu Badan Jalan dan Struktur Perkerasan.
Lapisan
No Pekerjaan Spesifikasi Input Proses Output Keterangan
Perkerasan
Kontraktor harus membuat patok-patok untuk
membentuk garis-garis dan kemiringan jalan
sesuai dengan Gambar. Bila dianggap perlu
Konsultan Pengawas dapat merevisi garis-garis
dan kemiringan jalan, dan meminta Kontraktor
untuk membetulkan patok-patok. Peralatan dan
Pengukuran
personil survey harus meliputi, tetapi tidak hanya situasi daerah
Personil survey
terbatas pada : yang didapat pada
terdapat 2 orang
STA 9+350 –
(a) 2 orang surveyor surveyor dan 6
Pengukuran berupa 9+550 yaitu
6 orang pekerja surveyor orang pekerja
situasi daerah rencana perbukitan dengan
1. Stake Out Plotting surveyor serta Sesuai
(b) Peralatan Survai : lokasi dan pematokan lereng yang cukup
peralatan
3 set Peralatan Survai yang tercantum dibawah titik bench mark curam dengan
menggunakan total
kondisi tanah
ini atau setara yang disetujui oleh Konsultan station dan
eksisting yang
waterpass
Pengawas. perlu dikupas
- Total station elektrik terlebih dahulu
Pengukuran profil
Kontraktor wajib melaksanakan pematokan rinci Personil survey memanjang untuk
Terjadi
(stake-out) sesuai dengan Gambar Rencana terdapat 2 orang mengetahui situasi tinggi
ketidaksesuaian
surveyor dan 6 muka tanah sepanjang as
sebelum pekerjaan dimulai. Pengukuran pada tebal lapisan
orang pekerja rencana jalan serta profil
penampang melintang (cross section) setiap timbunan pada
Marking surveyor serta melintang untuk
gambar rencana
interval 25 meter atau lebih rapat sesuai dengan peralatan mengetahui kemiringan
profil memanjang
menggunakan total pada jalan lurus atau
kebutuhan lapangan. (Kerangka Acuan Proyek dengan di
station dan berbelok. Selain itu,
JTTS S1.11 (3)) lapangan
waterpass untuk mengetahui
volume pekerjaan tanah
Material timbunan badan jalan harus dihampar
Material timbunan
selapis demi selapis horizontal dengan tebal Material bebas dari
dihampar selapis demi
selain timbunan batuan tidak boleh lebih dari 20 bahan organic, alat
selapis horizontal dengan
Penghamparan penghamparan
cm sedangkan untuk timbunan batu tidak lebih ketebalan 20 cm untuk
menggunakan
dari 60 cm. (Kerangka Acuan Proyek JTTS timbunan tanah dan 60 Terdapat beberapa Terdapat
bulldozer
cm untuk timbunan batu. lapisan yang pengujian
S4.06 (3) b (i))
melakukan kepadatan di
Tanah Bila badan jalan terletak pada lereng bukit atau penghamparan lapisan 22 STA
2.
Timbunan timbunan baru harus dihampar dan dipadatkan dan pemadatan 9+400 yang tidak
Material bebas dari
Timbunan dilakukan timbunan 2 memenuhi
pada badan jalan lama atau timbunan harus bahan organic, alat
bidang sebelah kiri lapisan secara spesfikasi sebesar
dilakukan setengah lebar badan jalan, maka berat yang
terlebih dahulu, dan langsung 35,90%
Pemadatan digunakan untuk
lereng bukit atau badan jalan lama atau timbunan bidang sebelah kanan
pemadatan yaitu
setengah lebar yang pertama itu harus dipotong dipergunakan untuk jalur
sheep foot dan
akses alat dan kendaraan.
sedemikian rupa sehingga memudahkan vibratory roller
penggunaan peralatan pemadatan pada waktu
Pemasangan
Lean concrete untuk levelling course harus bekisting sesuai
dituang dalam cetakan baja atau kayu secara cut- Bekisting harus Beton dituang dalam dengan landai dan
Pemasangan off screeding, dengan landai dan elevasi tertentu. bersih & disirami cetakan baja atau elevasi gambar
Sesuai spesifikasi
Bekisting air sebelum beksiting dengan landai rencana dan
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.09 (6) & pengecoran. dan elevasi tertentu beksiting sudah
S10.01 (3) d (i),(iii),(vi)) dibersihkan
terlebih dahulu
Kontraktor harus menyediakan contoh beton
untuk diuji pada umur 7 hari dan 28 hari. Contoh
Didapat dua
tersebut harus dibuat berpasangan, dan tidak Cetakan benda uji pasang benda uji
Pembuatan boleh kurang dari 8 (delapan) pasang @ 2 buah harus dibersihkan Menyiapkan dua pasang silinder yang
sampel benda terlebih dahulu dan benda uji silinder yang dibawa ke Sesuai spesifikasi
untuk setiap 100 m kubik beton atau bagian beton
Lean uji dalam keadaan harus dicetak laboratorium
4. yang dicor dalam satu kali pekerjaan, atau sesuai untuk diuji kuat
Concrete lembab
permintaan. (Kerangka Acuan Proyek JTTS tekan
S10.01 (1) d)
Memasukkan beton segar
kedalam cetakan kerucut
Material beton
Segera isi cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis Abram secara bertahap
segar dengan alat 100% nilai slump
Pengujian sekira sepertiga dari volume cetakan. (SNI 03- dalam tiga lapis dan
uji yaitu kerucut memenuhi dengan Sesuai spesifikasi
slump memadatkan setiap
1972-2008) abram dan batang rata-rata 6,52 cm.
lapisan sebanyak 25x
pemadat
menggunakan batang
pemadat
Mixer harus bisa mengaduk bahan-bahan beton Penghamparan beton Ditemukaannya Jika potongan
Penghamparan 1 orang pelaksana
yang dituangkan dari potongan kayu kayu dibiarkan
beton secara merata, dan bisa mengeluarkan beton kontraktor
truck mixer dengan akibat dampak yang
secara merata tanpa segregasi. (Kerangka Acuan 1 orang pelaksana ketinggian tertentu agar pembersihan terjadi akan
Proyek JTTS S10.01 (3) b (iv) & f (iv)) subkontraktor tidak terjadi segregasi lahan yang kurang merusak kualitas
1 orang konsultan baik pada saat dari mutu beton.
pengawas setelah
1 orang mandor pengecoran
1 orang operator
Truck Mixer
12 orang pekerja
Material beton
ready mix
didatangkan dari
batching plant
menggunakan
truck mixer
Lean concrete harus dibentuk dan diselesaikan
sesuai dengan garis, landai dan penampang Kurang
Meratakan hasil maksimalnya oleh
permukaan seperti tertera pada Gambar Rencana.
Perataan pengecoran secara manpower pada Terjadinya retak
Permukaan Penyimpangan pada permukaan yang sudah 12 orang pekerja manual dengan saat peratan pada lapisan lean
lapisan selesai tidak boleh lebih dari 1 cm dari elevasi menggunakan silinder permukaan yang concrete
baja/jidar dilakukan pada
yang direncanakan. (Kerangka Acuan Proyek
cuaca panas terik
JTTS S9.09 (14))
Lean concrete harus segera dirawat, setelah Menggunakan Penyemprotan curing Pemuaian air
finishing selesai, untuk jangka waktu tidak bahan pengawet compound setelah Tidak dilakukan semen lebih tinggi
kurang dari 7 hari. Perawatan untuk permukaan metoda air (curing dilakukan pengecoran curing dan tidak yang
Curing
compound) dan dan dilapisi penutup dihamparkan mengakibatkan
harus dilakukan dengan salah satu metoda dilapisi plastik untuk jangka waktu tidak plastic sheet susut beton lebih
berikut: kedap air kurang dari 7 hari besar dan dampak
1 orang pelaksana
kontraktor
1 orang pelaksana
Alat slipform ini baru boleh mulai beroperasi bila subkontraktor
1 orang konsultan
campuran beton segar yang dipasok ke lokasi
pengawas
penghamparan (job site) sudah cukup untuk Ketidaksesuaian
1 orang operator
interval
Penghamparan menjamin alat ini tidak berhenti karena Wirtgen Terlambatnya
Paver terus beroperasi pengiriman truck
beton kekurangan atau keterlambatan pasokan. 2 orang helper beton ready mix
secara terus-menerus mixer yang
menggunakan operator Wirtgen datang ke lokasi
Kesinambungan penghamparan – pemadatan tanpa henti mengakibatkan
slipform paver 1 orang operator pengecoran
setting time beton
harus benar-benar dijaga secara terus menerus Mini Excavator lebih cepat
tanpa terhenti. (Kerangka Acuan Proyek JTTS Material beton
S9.08 (7)) ready mix
didatangkan dari
batching plant
menggunakan
dump truck
Beton harus dihampar dan diratakan dengan
tangan tanpa segregasi atau pemadatan awal.
Sambungan harus diperiksa kerataannya.
Permukaan harus terus diperiksa dan dibetulkan
Perataan permukaan
Perataan sampai tak ada lagi perbedaan tinggi pada 3 orang pekerja dilakukan secara manual - Sesuai spesifikasi
permukaan
permukaan dan perkerasan beton sesuai dengan menggunakan alat jidar
kelandaian dan tampang melintang yang
ditentukan. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.08
(6) f,h)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan evaluasi dan pembahasan yang diuraikan dalam Bab IV serta hasil
pengamatan lapangan terhadap metode pelaksanaan dan pengendalian mutu proyek
Jalan Tol Trans Sumatra STA 9+350 – 9+550, maka dapat diambil kesimpulan dan
saran sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
1. Pada metode pelaksanaan pekerjaan stake out, timbunan, lean concrete dan
pelat beton ditemukan terdapat beberapa ketidaksesuaian pada item pekerjaan
tertentu, yaitu diantaranya:
a. Pada pekerjaan staking out terjadi ketidaksesuaian antara gambar
perencaaan geometrik dengan yang dilakukan di lapangan, dalam hal ini
yaitu elevasi lapisan yang tidak sesuai dengan gambar perencaaan
geometrik.
b. Pada pekerjaan timbunan ketidaksesuaian terjadi saat pekerjaan
penghamparan dan pemadatan tanah timbunan yaitu dilakukan penimbunan
secara langsung berturut-turut 100 cm sebanyak 5 lapisan untuk STA 9+475
dan 80 cm sebanyak 4 lapisan untuk STA 9+525 yang seharusnya setebal
20 cm untuk setiap lapisan.
c. Pada pekerjaan lean concrete ditemukan ketidaksesuai pada saat perataan
permukaan yaitu adanya permukaan lean concrete yang dilakukan oleh
pekerja. Selain itu, ditemukan adanya potongan kayu pada saat pengecoran.
d. Pada pekerjaan pelat beton terjadi ketidaksesuaian yaitu:
Pada material yang digunakan yaitu beton ready mix, interval
pengiriman truck mixer yang mengakibatkan beton mengeras.
Pada saat pelaksanaan yakni kurangnya jumlah tenda untuk
perlindungan beton pada saat perawatan (curing),
5.2 Saran
Anonim. 1990. SNI 03-1974-1990 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
Badan Standarisasi Nasional.
Anonim. 1990. SNI 03-1972-1990 tentang Metode Pengujian Slump Beton. Badan
Standarisasi Nasional.
Anonim. 1997. SNI 03-4431-1997 tentang Metode Pengujian Kuat Lentur Normal
Dengan Dua Titik Pembebanan. Badan Standarisasi Nasional.
Federal Highway. 2012. Field Reference Manual for Quality Concrete Pavements.
U.S. Department Of Transportation.
Gautama, Gustaf. 2017. Efektivitas Penggunaan Rigid Pavement (STA 140 + 000 s/d
STA 140+400) Pada Ruas Jalan Tol Bakauheni – Terbanggi Besar Provinsi
Lampung. Universitas Muhammadiyah Metro. TAPAK (Teknologi Aplikasi
Konstruksi) Vol. 6 No. 2.
Hendriatiningsih S. 1981. Geometrik Jalan Raya dan Stake Out. Jurusan Teknik
Geodesi, Institut Teknologi Bandung.
Ilham, Achmad dan Shidqi Muhammad. 2017. Laporan Tugas Akhir: Metoda
Pelaksanaan Perkerasan Kaku Semi-Masinal pada Ramp-8 Simpang Susun
Pasir Koja Proyek Jalan Tol Ruas Soreang – Pasir Koja. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung.
xix
Suryawan, Ari. 2006. Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement).
Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta.
Yulestari, Esan Santoso dan Selvia Erinna Hakim. 2017. Laporan Tugas Akhir:
Metode Pelaksanaan dan Pengendalian Mutu Badan Jalan Beserta Struktur
Perkerasan Proyek Pelebaran Tol Padaleunyi Ruas Kopo - Buah Batu.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
xx