Anda di halaman 1dari 106

EVALUASI METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

TIMBUNAN UNTUK PENGENDALIAN MUTU


STRUKTUR PERKERASAN KAKU PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL TRANS SUMATRA
BAKAUHENI-SIDOMULYO

Tugas Akhir
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Tiga Program Studi Teknik Konstruksi Sipil
Jurusan Teknik Sipil

Oleh:
MUTIARA PRATAMA PUTRI NIM. 151121018
SAVITRI NURUL SYIFA NIM. 151121027

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2018
ABSTRAK

Evaluasi Metode Pelaksanaan Pekerjaan Timbunan untuk Pengendalian Mutu


Struktur Perkerasan Kaku pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra
Bahahueni – Sidomulyo

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa


Suherman Sulaiman, Ir., M.Eng, Ph.D.

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Paket 1 Bakauheni-Sidomulyo merupakan


salah satu solusi untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh serta meningkatkan
konektivitas provinsi Lampung dari Pelabuhan Bakauheni hingga Terbanggi.
Salah satu pekerjaannya yaitu pekerjaan struktur perkerasan dengan menggunakan
struktur perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan yang terdiri dari lapisan pelat
beton yang diletakkan diatas lapisan tanah timbunan, tanah dasar, lapis pondasi
agregat dan lean concrete. Hal yang menarik pada Proyek ini adalah pekerjaan
timbunan dengan ketinggian ± 28 m. Oleh karena itu untuk mendapatkan kualitas
atau mutu yang baik dan sesuai dengan ketentuan dari masing-masing lapisan
tersebut, maka dilakukan evaluasi metode pelaksanaan dan pengendalian mutu. Cara
untuk mengevaluasi metode pelaksanaan yaitu dengan membandingkan metoda
pelaksanaan di lapangan terhadap metoda pelaksanaan yang tertera pada kerangka
acuan proyek. Sama halnya untuk melakukan evaluasi pengendalian mutu, maka
evaluasi kendali mutu dilakukan dengan membandingkan data hasil pengujian
dengan persyaratan yang telah ditentukan. Hasil dari evaluasi terhadap metoda
pelaksanaan diperoleh bahwa berdasarkan kepada hasil pengamatan di lapangan,
didapat 8 pekerjaan dari 23 pekerjaan yang tidak sesuai antara metode pelaksanaan
di lapangan dengan kerangka acuan proyek. Sedangkan untuk evaluasi pengendalian
mutu hasil pengujian di lapangan didapatkan bahwa pada lapisan tanah timbunan ke-
22 dengan nilai kepadatan yang tidak memenuhi persyaratan dibawah 95% yaitu
sebesar 35,90%. Selanjutnya, untuk nilai kepadatan pada tanah dasar rata-rata
102,38%. Kepadatan rata-rata untuk lapis pondasi agregat sebesar 102,54%. Selain
itu, untuk nilai slump rata-rata pada lean concrete sebesar 6,52 cm dan untuk nilai
kuat tekan rata-rata pada umur 7 hari dan 28 hari berturut-turut sebesar 7,935 MPa
dan 11,11 MPa. Selanjutnya, untuk pelat beton nilai slump rata-rata sebesar 3,186 cm
dan untuk kuat lentur rata-rata pada umur 7 hari dan 28 hari berturut-turut 3,77 MPa
dan 4,94 MPa.

Kata kunci : Jalan Tol, Timbunan, Galian, Pondasi bawah, lean concrete,
Perkerasan Kaku.

i
ABSTRACT

Evaluation Method of Dump Works Implementation for the Quality Control of Rigid
Pavement Structures on Trans Sumatra Toll Road Construction Project
Bakauheni – Sidomulyo

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa


Suherman Sulaiman, Ir., M.Eng, Ph.D.

Trans Sumatra Toll Road Development Package 1 (Bakauheni-Sidomulyo) project is


one of the solution to shorten the distance, travel time and also to increase
connectivity of Lampung province from Bakauheni Harbor to Terbanggi. One of its
construction work is the pavement structures using a Jointed Plain Concrete
Pavement (JPCP) that consist of concrete slabs layer placed on top of lean concrete,
aggregate base, subgrade and embankment layers. One construction work of
significant interest regarding this project is a very high embankment to maximum
thickness of ± 28 m. Therefore, to obtain a good quality and in accordance with the
provisions of each of these layers, then the construction and quality control methods
should be evaluated. The way to evaluate the construction method is to compare the
construction methods implemented in the field to the construction methods listed in
the project terms of reference. Similarly, to evaluate the quality control, the
evaluation is done by comparing the test result data with the specified requirements.
The results of the evaluation of the construction method shown that, based on the
results of observations in the field, 8 from 23 work activities that is not correspond
between the method of construction in the field with the project terms of reference.
While for the evaluation of quality control of field test result, it is found that on 22 nd
of embankment layer with density value that does not meet the requirements below
95% that is equal to 35.90%. Furthermore, for the average density value on the
subgrade is 102.38%. The average density for the aggregate base layer is 102.54%.
In addition, for the average slump value in lean concrete is 6.52 cm and for the
average compressive strength value at the age of 7 days and 28 days is 7.935 MPa
and 11.11 Mpa respectively. Finally, the average concrete slabs slump value is 3.186
cm and for the average bending strength at 7 days and 28 days is 3.77 MPa and 4.94
Mpa respectively.

Keywords: Toll Road, embankment, excavation, subbase, lean concrete, Rigid


Pavement

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-
Nya penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “EVALUASI METODE
PELAKSANAAN PEKERJAAN TIMBUNAN UNTUK PENGENDALIAN
MUTU STRUKTUR PERKERASAN KAKU PADA PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL TRANS SUMATRA BAKAUHENI-
SIDOMULYO” dapat diselesaikan. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu
tugas dan persyaratan kelulusan untuk jenjang Diploma III yang wajib bagi setiap
mahasiswa semester 6 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung, serta sebagai
tambahan pengetahuan bagi penyusun.

Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan banyak pihak,
untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada orang tua penyusun yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Hendry, Dipl. Ing. HTL., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Bandung,
2. Bapak Tatang Sumarna, ST., MT. selaku Ketua Program Studi D3-Teknik
Konstruksi Sipil,
3. Bapak Suherman Sulaiman, Ir., M.Eng., Ph.D selaku dosen pembimbing, atas
saran, arahan, dan bimbingannya,
4. Ibu Arum Putri Prameswari dan seluruh staf kontraktor PT. PP (Persero) Tbk.
Proyek Tol Trans Sumatera Paket 1 Bakauheni-Sidomulyo yang telah memberikan
bantuan dan dukungan serta memberikan kebutuhan data-data untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini telah penyusun susun dengan sebaik
mungkin. Setelah adanya laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi seluruh pembaca laporan ini.

iii
Akhirnya penyusun sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
balasan dan dapat menjadikan bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Rabbal
‘Alamiin.

Penyusun

Bandung, Juli 2018

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR ...............................................................................................iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ...................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix

DAFTAR ISTILAH .................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xviii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

1.1 Judul Tugas Akhir ...................................................................................... 1

1.2 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.3 Lokasi ........................................................................................................... 2

1.4 Tujuan .......................................................................................................... 3

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan ........................................................................ 3

1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5

2.1 Studi Referensi ............................................................................................. 5

2.2 Dasar Teori ................................................................................................... 7

2.2.1 Pengertian Jalan Tol ............................................................................. 7

2.2.2 Perkerasan Jalan.................................................................................... 7

2.2.3 Perkerasan Kaku ................................................................................... 8

2.3 Metode Pelaksanaan ................................................................................... 10

2.4 Pengendalian Mutu .................................................................................... 10

v
2.4.1. Pengendalian Mutu pada Tanah Timbunan ........................................ 11

2.4.2. Pengendalian Mutu pada Tanah Dasar ............................................... 11

2.4.3. Pengendalian Mutu pada Lapis Pondasi Agregat ............................... 11

2.4.4. Pengendalian Mutu pada Lapisan Lean Concrete .............................. 12

2.4.5. Pengendalian Mutu pada Lapisan Pelat Beton ................................... 12

BAB III METODOLOGI ......................................................................................... 13

3.1 Evaluasi Metode Pelaksanaan .................................................................... 14

3.2 Evaluasi Pengendalian Mutu ...................................................................... 24

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN .......................................................... 26

4.1 Metoda Pelaksanaan ................................................................................... 27

4.1.1. Stake Out ............................................................................................. 27

4.1.2. Tanah Timbunan ................................................................................. 31

4.1.3. Lapis Pondasi Agregat ........................................................................ 36

4.1.4. Lapisan Lean Concrete ....................................................................... 38

4.1.5. Lapisan Pelat Beton ............................................................................ 40

4.2 Pengendalian Mutu .................................................................................... 44

4.2.1. Lapisan Tanah Timbunan ................................................................... 45

4.2.2. Lapisan Tanah Dasar .......................................................................... 57

4.2.3. Lapis Pondasi Agregat Kelas A .......................................................... 59

4.2.4. Lapisan Lean Concrete ....................................................................... 61

4.2.5. Lapisan Pelat Beton ............................................................................ 67

4.3 Rangkuman ................................................................................................ 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 83

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 83

5.2 Saran........................................................................................................... 84

vi
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. xix

vii
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Referensi yang digunakan. .................................................................... 5


Tabel II. 2 Spesifikasi Metode Pelaksanaan. ........................................................ 10
Tabel II. 3 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Tanah Timbunan. ..................... 11
Tabel II. 4 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Tanah Dasar. ............................ 11
Tabel II. 5 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Lapis Pondasi Agregat. ............ 11
Tabel II. 6 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada lapis Lean Concrete. ................ 12
Tabel II. 7 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada lapisan Pelat Beton. .................. 12
Tabel IV. 1 Data Teknis Proyek. ........................................................................... 26
Tabel IV. 2 Lokasi Quarry untuk Pekerjaan Timbunan ....................................... 32
Tabel IV. 3 Spesifikasi pada Lapisan Badan Jalan dan Struktur Perkerasan ........ 44
Tabel IV. 4 Data Jumlah Lapisan Pengujian Sand Cone. ..................................... 47
Tabel IV. 5 Data Pengujian Kepadatan Kering Maksimum dan Kadar Air.......... 56
Tabel IV. 6 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada
Umur 7 Hari. ......................................................................................................... 62
Tabel IV. 7 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada
Umur 28 Hari. ....................................................................................................... 63
Tabel IV. 8 Data Slump Test dan Kuat Tekan. ...................................................... 66
Tabel IV. 9 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur 7
Hari........................................................................................................................ 67
Tabel IV. 10 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur
28 Hari................................................................................................................... 68
Tabel IV. 11 Data Slump Test dan Kuat Lentur. ................................................... 71
Tabel IV. 12 Hasil Evaluasi Pengendalian Mutu Badan Jalan dan Struktur
Perkerasan. ............................................................................................................ 73

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I. 1. Lokasi Proyek Tol Trans Sumatra STA 9+350 – 9+550 ................... 3
Gambar II. 1 Lapisan Perkerasan Kaku .................................................................. 8
Gambar III. 1 Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir......................................... 13
Gambar III. 2 Diagram Alir Metode Pelaksanaan ................................................ 15
Gambar III. 3 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Stake Out. ..................................... 16
Gambar III. 4 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Timbunan. .................................... 17
Gambar III. 5 Diagram Alir Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat. ........................... 18
Gambar III. 6 Diagram Alir Pekerjaan Lean Concrete. ........................................ 20
Gambar III. 7 Diagram Alir Pekerjaan Perkerasan Kaku. .................................... 22
Gambar III. 8 Diagram Alir Evaluasi Metode Pelaksanaan. ................................. 23
Gambar III. 9 Diagram Alir Evaluasi Pengendalian Mutu. .................................. 24
Gambar IV. 1 Potongan Memanjang Jalan. ......................................................... 29
Gambar IV. 2 Potongan Melintang Jalan pada STA 9+500. ............................... 30
Gambar IV. 3 Percobaan Pemadatan .................................................................... 33
Gambar IV. 4 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22 .................. 51
Gambar IV. 5 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90. ............... 53
Gambar IV. 6 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22. .................. 54
Gambar IV. 7 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90. ................ 55
Gambar IV. 8 Data Kepadatan Lapisan Tanah Dasar. .......................................... 58
Gambar IV. 9 Data Kadar Air Lapisan Tanah Dasar. ........................................... 59
Gambar IV. 10 Data Kepadatan Lapisan Pondasi Agregat Kelas A. .................... 60
Gambar IV. 11 Data Kadar Air Lapisan Pondasi Agregat Kelas A. ..................... 61
Gambar IV. 12 Data Slump Test Beton Lean Concrete. ....................................... 64
Gambar IV. 13 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 7 Hari. ........ 65
Gambar IV. 14 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 28 Hari. ..... 65
Gambar IV. 15 Data Slump Test pada Lapisan Pelat Beton. ................................. 69
Gambar IV. 16 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 7 Hari. ........ 70
Gambar IV. 17 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 28 Hari. ....... 71

ix
DAFTAR ISTILAH

Base Course : Lapisan pondasi atas yaitu material bahan terdiri dari batu
pecah dengan ukuran standar sesuai SNI.

Batching Plant : Lokasi yang digunakan sebagai tempat pembuatan


campuran beton.

Bench Mark : Sebuah patokan atau titik dimana posisinya telah diketahui
sebagai acuan pengukuran.

Borrow Material : Material tanah pilihan yang dipakai untuk lapisan tanah
timbunan.

Borrow Pits : Lahan yang digunakan untuk penyimpanan material tanah.

Briefing : Pengarahan pada setiap pekerja sebelum dimulainya


pekerjaan.

Bulldozer : Salah satu alat berat yang biasa digunakan untuk menarik
atau mendorong (menghamparkan) material.

CBR : Singkatan dari California Bearing Ratio yang merupakan


perbandingan antara beban penetrasi suatu lapisan tanah
atau perkerasan terhadap bahan standar dengan kedalaman
dan kecepatan penetrasi yang sama.

Center Line : Garis yang dipakai untuk menunjukkan titik tengah pada
rigid pavement.

x
Compressive Strength : Pengujian kuat tekan pada lapisan lean concrete untuk
menguji kekuatan pada suatu bahan/material.

Concrete Pavement : Perkerasan jalan yang menggunakan material beton.

Crack Sealing : Perawatan pelapisan pada retak. Pelapisan ini pun


merupakan pelestarian perkerasan dengan biaya rendah.

Curing : Perawatan beton yang dilakukan saat beton mulai


mengeras yang bertujuan untuk menjaga agar beton tidak
cepat kehilangan air dan menjaga kelembaban beton.

Cutting : Pekerjaan yang dilakukan untuk memotong struktur


perkerasan kaku agar tidak terjadi keretakan yang
menyebar pada bagian lain.

Dowel : Sambungan yang dipasangkan melintang pada perkerasan


kaku dan berfungsi untuk mentransfer beban menuju arah
melintang.

Dump truck : Salah satu alat berat yang digunakan untuk membawa
material ke lokasi pelaksanaan pekerjaan.

Excavator : Salah satu alat berat yang biasanya digunakan dalam


pekerjaan tanah yang bersifat mengeruk untuk pekerjaan
penggalian tanah.

Full Depth Repair : Teknik rehabilitasi beton untuk mengembalikan integritas


struktural dan daya kendaraan beton yang tertekan dengan
perbaikan mendalam termasuk retak melintang, retak
longitudinal, sendi memburuk, istirahat sudut, dll.

Faulting : Patahan pada pelat beton yang terjadi karena tidak adanya
transfer beban di antara dua pelat.

xi
G

Grooving : Suatu proses untuk membentuk sebuah alur pada


permukaan pelat beton dengan menggunakan sebuah
mesin ataupun manual.

Joint Sealant : Sambungan pada perkerasan beton dengan menggunakan


bahan jenis poured filler asphalt untuk ketahanan dan
menjaga udara atau air keluar.

Lean Concrete : Lantai kerja menggunakan lapisan beton bermutu rendah


dengan ketebalan 15 cm

Marking : Menandai ketinggian elevasi pada patok sesuai dengan


rencana berupa garis maupun titik.

Motor Grader : Salah satu jenis alat berat yang berfungsi untuk
meratakan, memotong gundukan dan mengisi lubang,
juga dapat digunakan untuk pengupasan lapisan atas yang
hendak dibuang, atau dikurangi, mencampur material dan
meratakan/menyebarkannya lagi.

xii
N

Partial Depth Repair : Perbaikan dengan pembuangan area beton yang rusak
yang terbatas pada sepertiga ketebalan pelat beton dengan
metode joint sealant.

Plastic Sheet : Bahan yang terbuat dari suatu jenis zat kimiawi tertentu
yang berfungsi sebagai penutup permukaan lapisan pelat
beton setelah pengecoran dilakukan.

Plotting : Menandai titik dari gambar rencana ke lapangan.

Portland Cement : Jenis semen sebagai bahan pengikat hidrolis untuk bahan
dasar beton.

Poured Filler Asphalt : Bahan yang terbuat dari campuran aspal panas dan
digunakan untuk mengisi celah pada segmen pelat beton
setelah melewati proses cutting, curing dan sebelum jalan
terbuka untuk lalu lintas.

Proofrolling : Pengujian kepadatan tanah menggunakan truck yang telah


diisi muatan sebanyak 25-30 ton melintasi lapisan
perkerasan.

Pumping : Gerakan material di bawah pelat beton atau lontaran


material dari bagian bawah pelat beton karena akibat
tekanan air.

xiii
Q

Quality Control : Suatu proses untuk menijau kualitas dari semua factor
dalam kegiatan produksi, atau biasa disebut dengan
pengendalian mutu.

Quarry : Lokasi pertambangan tanah atau batuan yang digunakan


untuk keperluan proyek seperti tanah material timbunan,
dan batu.

Range : Selisih antara nilai yang terbesar dengan nilai yang


terkecil pada spesifikasi yang telah ditentukan.

Ready Mix : Campuran beton yang sudah siap untuk digunakan tanpa
perlu ada pengolahan lagi di lapangan.

Reject : Beton yang tidak sesuai dengan spesifikasi atau


mengalami kegagalan pada saat produksi.

Rigid Pavement : Jenis perkerasan pada jalan sebagai lapis permukaan


dengan bahan utama beton.

Rockfill : Timbunan dengan material batu-batuan.

Sandcone : Pemeriksaan kepadatan tanah di lapangan dengan


menggunakan pasir Ottawa sebagai parameter kepadatan
tanah yang mempunyai sifat kering, bersih, keras, tidak
memiliki bahan pengikat sehingga dapat mengalir bebas.

Saw Cutter : Mesin yang digunakan untuk memotong pelat beton yang
dilengkapi dengan diamond blade.

Scatter : Alat untuk menganalisis hubungan atau membandingkan


antara dua data atau lebih sehingga data mudah untuk
dipahami.

xiv
Sealant : Bahan yang digunakan untuk melekatkan permukaan
dengan mengisi ruang pada celah pembatas.

Settlement : Penurunan tanah atau peristiwa yang menyebabkan


lapisan tanah mengalami pemampatan akibat penambahan
beban dari permukaan tanah.

Sheep Foot Roller : Salah satu pemadat pada alat berat dengan silinder yang di
bagian luarnya dipasang kaki-kaki dengan tekanan yang
tinggi.

Shop Drawing : Gambar teknis lapangan yang digunakan sebagai acuan


pelaksanaan pekerjaan, dibuat oleh kontraktor kemudian
diberikan terlebih dahulu ke MK/Konsultan
Pengawas/Owner untuk mendapat persetujuan sebelum
mulai dikerjakan.

Slipform paver : Alat atau suatu unit mesin yang digunakan untuk
menghamparkan, membentuk serta meratakan lapisan
permukaan pelat beton, alat ini bekerja dengan
menggunakan suatu alat sensor yang sudah diatur
sedemikian rupa sehingga hasilnya pun terjamin dengan
kualitas yang baik dan akurat.

Slump Test : Suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk


menentukan konsistensi atau kekakuan (dapat dikerjakan
atau tidak dari campuran beton segar untuk menentukan
tingkat kemudahan pekerjaannya.

Stop Watch : Alat ukur besaran waktu untuk mengukur lamanya waktu
yang diperlukan dalam suatu kegiatan.

Stake Out : Pekerjaan pengukuran yang memindahkan titik-titik


koordinat di gambar ke lapangan.

Station : Tanda yang digunakan untuk menunjukkan jarak lokasi


yang dapat dijumpai pada patok-patok pada jalan tol.

xv
Stringline : Alat sensorik yang berfungsi sebagai jalannya alat
slipform paver pada saat pekerjaan pengecoran pelat beton
menggunakan.

Subgrade : Bagian terdasar dari tanah yang menjadi bagian bawah


lapis perkerasan jalan untuk mendukung tebal dari
perkerasan.

Surface Course : Lapisan permukaan yang terletak paling atas yang


memikul beban roda dan bersentuhan langsung dengan
ban kendaraan. Lapisan ini melindungi lapisan tanah
dibawahnya dari air yang masuk sehingga air mengalir ke
saluran di samping jalan.

Surveying : Sebuah metode pengukuran titik-titik dengan


memanfaatkan jarak dan sudut di antara setiap titik tersebut
pada suatu wilayah dengan cermat, biasanya dilakukan saat
pekerjaan persiapan proyek.

Surveyor : Seseorang yang melakukan pemeriksaan atau mengawasi


suatu pekerjaan.

Tie Bar : Tulangan yang digunakan sebagai penyambung/pengikat


pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan
dan juga sebagai penyalur beban pada pelat beton.

Total Station : Alat yang digunakan untuk pemetaan lahan konstruksi


seperti pengukuran kedalaman timbunan dan galian.

Trial embankment : Percobaan pemadatan untuk mengetahui kapasitas


produksi alat yang akan digunakan.

Truck Mixer : Salah satu alat berat yang digunakan untuk mengangkut
dan mengaduk adukan beton.

xvi
V

Vibratory Roller : Salah satu alat berat yang digunakan untuk memadatkan
hasil timbunan, sehingga kepadatan tanah yang dihasilkan
lebih sempurna menggunakan penggetar.

Waterpass : Alat ukur tanah yang digunakan untuk mengukur beda


tinggi atau posisi rata baik secara vertikal maupun
horizontal.

Water Tank : Alat pengangkut air untuk proses pemadatan, air tersebut
ada yang dimasukkan kedalam roda Tandem roller pada
saat pemadatan, ada juga yang langsung disiram di badan
jalan yang akan di padatkan.

Workability : Sifat beton untuk mengukur kelecakan beton agar


menghasilkan beton yang padat tanpa adanya pemisahan
butir-butir agregat halus dan agregat kasar serta kadar air.

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

- Surat Permohonan Data Tugas Akhir


- Lembar Pengajuan Pembimbing
- Lembar Asistensi
- Lembar Pengajuan Sidang TA
- Lembar Perbaikan/Revisi dari Penguji

Lampiran II

- Tabel Data Hasil Pengujian Sandcone pada Lapisan Tanah Timbunan


- Tabel Data Hasil Pengujian Slump Test dan Kuat Tekan pada Lapisan Lean
Concrete
- Tabel Data Hasil Pengujian Slump Test dan Kuat Lentur pada Lapisan Pelat
Beton
- Perhitungan Standar Deviasi untuk Pekerjaan Lean Concrete
- Perhitungan Standar Deviasi untuk Pekerjaan Pelat Beton
- AASHTO T97
- AASHTO T180
- AASHTO T99-01
- SNI 03-1972-2008

- SNI 03-1974-1990
- Dokumentasi di Lapangan
- Kerangka Acuan Kerja Proyek Jalan Tol Trans Sumatra

xviii
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Tugas Akhir

Judul tugas akhir adalah “Evaluasi Metode Pelaksanaan Pekerjaan Timbunan


untuk Pengendalian Mutu Struktur Perkerasan Kaku pada Proyek Pembangunan
Jalan Tol Trans Sumatra Bakauheni-Sidomulyo”.

1.2 Latar Belakang

Indonesia telah mengalami beragam kemajuan di bidang pembangunan


infrastruktur, terutama pada pembangunan infrastruktur jalan. Selanjutnya dalam
era globalisasi ini, Indonesia juga telah mempersiapkan diri yang lebih baik untuk
mempercepat terwujudnya suatu negara maju dengan hasil pembangunan dan
kesejahteraan secara merata yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia.

Sesuai dengan prioritas program Nawacita yaitu pembangunan infrastruktur


baik jalan, bendungan maupun bandara dan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yaitu sebuah program yang
memfokuskan pada pembangunan infrastruktur jalan untuk mengembangkan
potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi (KE) Indonesia, salah
satunya KE Sumatera, maka proyek pembangunan jalan Tol Trans Sumatera
Bakauheni-Sidomulyo merupakan perwujudan dari kedua program tersebut yaitu
Nawacita dan MP3EI.

Sumatera adalah salah satu pulau di Indonesia yang membutuhkan


pembangunan infrastruktur jalan, terutama Sumatera bagian Selatan yaitu Provinsi
Lampung. Provinsi Lampung memiliki sumber daya alam yang melimpah terutama
dari hasil laut dan perkebunan. Namun, proses pendistribusian yang terhambat
akibat akses jalan dan trasnportasi yang kurang memadai. Oleh karena itu,
pemerintah membangun Jalan Tol Trans Sumatra Ruas Bakauheni – Sidomulyo
sebagai solusi dari permasalahan tersebut.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 1


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Jalan Tol Trans Sumatra ini dibangun untuk mempercepat proses pengiriman
logistik antar pulau sekaligus untuk menekan biaya pengiriman. Pada pembangunan
jalan tol ini digunakan perkerasan kaku karena lebih awet dan biaya pemeliharaan
yang lebih rendah dibanding menggunakan perkerasan lentur. Oleh karena itu
dibutuhkan metode pelaksanan yang efektif dan efisien dengan mempertimbangkan
dari segi mutu, agar pekerjaan yang direncanakan dapat tercapai dan meminimalisir
kecelakaan kerja pada saat pelaksanaan pekerjaan.

Faktor lain yang harus diperhatikan selain metode pelaksanaan adalah


pengendalian mutu dari setiap tahapan pelaksanaan. Pengendalian mutu adalah hal
yang penting dalam suatu konstruksi. Kaitannya dengan metode pelaksanaan yaitu
dalam pengecekan dan pemeriksaan dari mutu setiap item pekerjaan. Hasil dari
pemeriksaan mutu itu sebagai dasar dari kualitas sebuah pekerjaan baik untuk badan
jalan dan struktur perkerasan.

Pada pekerjaan badan jalan yang terdiri dari lapisan tanah dasar, lapis pondasi
agregat serta lean concrete terdapat tahapan-tahapan metode pelaksanaan yang
perlu dikerjakan. Pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini terdapat daerah topografi
yang bermacam-macam seperti pegunungan dan perbukitan. Karena itu, dibutuhkan
penyesuaian elevasi rencana tanah dasar timbunan yang cukup tinggi dan
membutuhkan pelaksanaan yang efektif dan efisien agar tercapainya mutu untuk
perkerasan kaku yang optimal.

Oleh karena itu, pembahasan tugas akhir ini difokuskan pada metode
pelaksanaan pekerjaan timbunan untuk pengendalian mutu struktur perkerasan
kaku.

1.3 Lokasi

Lokasi yang digunakan untuk penyelesaian tugas akhir berada pada proyek
Tol Trans Sumatra Ruas Bakauheni-Sidomulyo STA 9+350 sampai dengan STA
9+550 seperti dapat dilihat pada Gambar I.1.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 2


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

STA 9+350 – 9+550

Gambar I. 1. Lokasi Proyek Tol Trans Sumatra STA 9+350 – 9+550


Sumber: Google Maps

1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk melakukan:

1. Evaluasi metode pelaksanaan pekerjaan timbunan pada struktur perkerasan


kaku.
2. Evaluasi pengendalian mutu pekerjaan timbunan pada struktur perkerasan kaku.

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan ruang lingkup dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Menguraikan dan mengevaluasi metode pelaksanaan pekerjaan persiapan badan


jalan dan struktur perkerasan kaku berdasarkan pedoman AASHTO dan SNI.
2. Menguraikan dan mengevaluasi data hasil pengujian berdasarkan Kerangka
Acuan Kerja (KAK) mengikuti spesifikasi AASHTO dan SNI sebagai
pengendalian mutu tiap pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
struktur perkerasan kaku.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 3


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

3. Menguraikan dan mengevaluasi metode pelaksanaan pekerjaaan timbunan


dengan kedalaman ± 28 m pada STA 9+350 – 9+550.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan proposal tugas akhir ini disusun menjadi 4 (empat) bab,
secara sistematis dan penjelasannya, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Mencakup latar belakang disusunnya pengambilan topik tugas akhir, tujuan


dari topik tugas akhir, ruang lingkup pembahasan serta sistematika penulisan tugas
akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Membahas mengenai referensi-referensi yang akan digunakan untuk


mengevaluasi dan juga sebagai pendukung terhadap pembahasan-pembahasan di
bab selanjutnya.

BAB III METODOLOGI

Pembahasan mencakup alur kerja yang akan dilaksanakan agar tugas akhir
dapat dikerjakan secara sistematis dan teratur.

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN

Membahas tentang metode pelaksanaan dan pengendalian mutu pekerjaan


persiapan badan jalan dan struktur perkerasan kaku berdasarkan Kerangka Acuan
Proyek Jalan Tol Trans Sumatera.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Membahas kesimpulan dan saran mengenai hasil evaluasi metode


pelaksanaan dan pengendalian mutu pekerjaan persiapan badan jalan dan struktur
perkerasaan STA 9+350 – STA 9+550 berdasarkan Kerangka Acuan Proyek Jalan
Tol Trans Sumatera.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 4


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Referensi

Pada tugas akhir ini studi referensi yang digunakan pada penyusunan tugas
akhir yaitu sebagai berikut, tercantum pada Tabel II.1.

Tabel II. 1 Referensi yang digunakan.

No. Nama Judul Hasil Tahun


Metode pelaksanaan
terdapat beberapa tahapan
Metode Pelaksanaan
Shidqi M. yang tidak sesuai dengan
dan Pengendalian
Farisan Fagmi spesifikasi teknis dan
Mutu Perkerasan 2017
1. dan Achmad pada pengendalian mutu
Kaku Proyek Jalan
Ilham Dwi banyaknya pengujian-
Tol Ruas Soreang –
Fauzi pengujian di lapangan
Pasir Koja
yang tidak sesuai dengan
spesifikasi teknis.
Metode pelaksanaan
Metode Pelaksanaan
terdapat beberapa tahapan
dan Pengendalian
yang tidak sesuai dengan
Esa Yulestari Mutu Badan Jalan
spesifikasi teknis dan
Santoso dan Beserta Struktur 2017
2. pada pengendalian mutu
Selvia Erinna Perkerasan Proyek
pengujian slump dan
Hakim Pelebaran Tol
ketebalan lapisan AC-
Padaleunyi Ruas
WC yang tidak
Kopo - Buah Batu
memenuhi spesifikasi.
Efektivitas Hasil yang didapatkan
Penggunaan Rigid yaitu berupa perencanaan
Pavement (STA 140 tebal perkerasan, alat-alat
Gustaf + 000 S/D STA berat yang digunakan, 2017
3.
Gautama 140+400) pada Ruas metode pelaksanaan yang
Jalan Tol Bakauheni dipakai hingga analisis
– Terbanggi Besar harga satuan pekerjaan
Provinsi Lampung struktur perkerasan beton.

Pada referensi yang pertama pada tabel diatas adalah laporan tugas akhir yang
menjelaskan tentang evaluasi metode pelaksanaan dan pengendalian mutu perkerasan
kaku pada proyek jalan tol. Spesifikasi yang digunakan untuk Metode pelaksanaan

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 5


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

berdasarkan Kerangka Acuan Proyek Jalan Tol Soreang Pasir Koja dan Pd T-14-2003
tentang perkerasan jalan beton semen. Terdapat beberapa pengujian di lapangan
sebagai bentuk pengendalian mutu yaitu untuk lapisan tanah dasar dan lapisan
pondasi agregat dilakukan pemgujian Sand Cone, sedangkan pada lean concrete
dilakukan pengendalian mutu slump test dan kuat tekan, dan yang terakhir
pengendalian mutu pada perkerasan kaku dilakukan pengujian slump test dan kuat
lentur. Tujuan dari referensi yang pertama yaitu untuk mengevaluasi metode
pelaksanaan dan pengendalian mutu struktur perkerasan kaku. Hasil yang didapatkan
yaitu metode pelaksanaan terdapat beberapa tahapan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi teknis dan pada pengendalian mutu banyaknya pengujian-pengujian di
lapangan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.

Untuk referensi yang kedua tidak jauh berbeda dengan referensi yang pertama,
namun untuk referensi yang kedua ini mengevaluasi struktur perkerasan komposit
yang terdiri dari pelat beton dan lapisan AC-WC dan proyek yang dievaluasi yaitu
Proyek Pelebaran Tol Padaleunyi Ruas Kopo – Buah Batu. Spesifikasi yang
digunakan untuk Metode pelaksanaan berdasarkan Spesifikasi Jasa Marga. Terdapat
beberapa pengujian di lapangan sebagai bentuk pengendalian mutu yaitu Sand Cone,
slump test, kuat tekan, kuat lentur dan Core Drill. Untuk tujuan dari referensi yang
kedua ini yaitu untuk menentukan kesesuaian antara metode pelaksanaan dan
pengendalian mutu yang diterapkan di lapangan dengan spesifikasi yang disyaratkan
pada pekerjaan badan jalan dan struktur perkerasan. Hasil yang didapatkan yaitu
metode pelaksanaan terdapat beberapa tahapan yang tidak sesuai dengan spesifikasi
teknis dan pada pengendalian mutu adanya pengujian slump dan ketebalan lapisan
AC-WC yang tidak memenuhi spesifikasi.

Selanjutnya, pada referensi yang ketiga menjelaskan tentang efektivitas


penggunaan perkerasan kaku. Tujuan dari laporan ini mendeskripsikan pelaksanaan
pekerjaan Rigid Pavement dan analisis teknik perkerasan beton atau rigid pavement
yang efektif digunakan pada ruas jalan tersebut. Secara keseluruhan pada laporan ini
menjelaskan tentang manajerial pada setiap tahapan pekerjaan struktur perkerasan
dari mulai lapisan tanah dasar hingga penghamparan slab beton perkerasan kaku.
Manajerial tersebut mencakup perencanaan tebal perkerasan, alat-alat berat yang

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 6


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

digunakan, metode pelaksanaan yang dipakai hingga keluaran yang didapatkan yaitu
Analisis harga satuan pekerjaan struktur perkerasan beton.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Pengertian Jalan Tol

Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan
sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Membayar Tol
adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. Jalan tol
diselenggarakan untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang,
meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan beban dana
Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan dan meningkatkan pemerataan hasil
pembangunan dan keadilan (UU No. 38 Tahun 2004).

2.2.2 Perkerasan Jalan

Lalu lintas dapat dilalui oleh kendaraan tertentu karena adanya struktur lapisan
perkerasan jalan. Struktur perkerasan adalah kombinasi lapisan dasar, pondasi dan
lapisan aus yang diletakkan di atas tanah dasar untuk memikul beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke badan jalan (Konstruksi Pondasi Jalan, 1983). Lapisan tersebut
merupakan campuran agregat dengan bahan tambahan lain yang bersifat mengikat
dan digunakan untuk melayani beban kendaraan.

Perkerasan Jalan dibedakan dari beberapa jenis bahan pengikatnya. Perkerasan


dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat disebut perkerasan lentur, dan
perkerasan dengan mempergunakan semen sebagai bahan pengikat disebut
perkerasan kaku. Lapisan perkerasan menggabungkan perkerasan kaku dan
perkerasan lentur dinamakan perkerasan komposit (Sukirman, 2007).

Perbedaan lapisan perkerasan tersebut berpengaruh pada jalan yang akan


digunakan baik dari struktur, mutu, maupun biaya. Oleh karena itu, dalam proyek
pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra Paket 1 ini menggunakan perkerasan kaku,
karena perkerasan kaku dianggap lebih mudah saat pengendalian mutu dan
pelaksanaan yang cepat.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 7


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.2.3 Perkerasan Kaku

Perkerasan jalan beton semen Portland atau lebih sering disebut perkerasan
kaku atau juga disebut rigid pavement, terdiri dari plat beton semen Portland dan
lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) diatas tanah dasar. Perkerasan beton yang kaku
dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi akan mendistribusikan beban terhadap
bidang area tanah yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri (Suryawan, 2015). Lapisan perkerasan
kaku dapat dilihat pada Gambar II.1.

Gambar II. 1 Lapisan Perkerasan Kaku


Sumber: Dokumen Pribadi

A. Stake Out

Pematokan/ Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang


ada di peta perencanaan ke lapangan atau permukaan bumi (Hendriatiningsih, 1981).
Pekerjaan staking out merupakan pekerjaan yang sangat penting, terutama dalam hal
perencanaan geometrik jalan tol. Pematokan/ Stake out ini bertujuan agar dapat
mengetahui jalan seperti apa yang akan dibuat disesuaikan dengan kondisi lapangan
dan juga peta topografi, misalnya pematokan untuk jalur lurus, lengkung horizontal
dan lengkung vertikal.

B. Lapisan Tanah Dasar / Top Subgrade

Tanah dasar adalah tanah yang disiapkan dan dipadatkan untuk mendukung
struktur perkerasan. Subgrade dapat dimodifikasi secara kimia untuk mengendalikan
ekspansi dan/ atau meningkatkan kekuatan (Federal Highway Administration, 2012).
Menurut Hendra Suryadharma dan Benidiktus Susanto, 2008) Subgrade terletak pada
seluruh badan jalan, sehingga dapat berada:

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 8


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

a. Pada daerah galian,


b. Pada daerah timbunan,
c. Pada daerah galian dan timbunan,
d. Pada permukaan tanah.

Pada lapisan ini perlu dilakukan proses penggalian, penimbunan dan


pemadatan tanah hingga mencapai tanah dasar sesuai elevasi rencana.

C. Lapis Pondasi Agregat

Lapis pondasi agregat yang terletak diatas lapisan tanah dasar ini merupakan
bagian yang ikut menahan gaya geser dan meneruskan atau menyebarkan beban roda
ke lapisan bagian bawahnya. Fungsi lapis pondasi juga yaitu untuk mengurangi
resapan air yang menggenang pada pondasi. Tebal untuk lapisan pondasi sebesar 15
cm dengan material pondasinya menggunakan batu pecah hasil dari mesin pemecah
batu.

Untuk mencapai kepadatan yang optimal, setelah pengangkutan dari quarry


menuju ke lokasi pekerjaan dan dihamparkan lalu dilakukan proses pemadatan agar
rongga-rongga butiran agregat yang terkecil dapat saling mengisi dengan butiran
agregat yang besar.

D. Lapisan Lean Concrete

Lean concrete adalah material beton dengan campuran agregat, air dan semen
yang berfungsi sebagai lantai kerja. Lapisan ini tidak dapat diperhitungkan untuk
memikul beban lalu lintas namun tidak melekat dengan lapisan pondasi.

E. Lapisan Pelat Beton

Perkerasan kaku adalah lapisan beton, dimana lapisan tersebut berfungsi


sebagai base course sekaligus sebagai surface course. Perkerasan kaku adalah
perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapisan
pondasi. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 9


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.3 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan adalah sebuah tata cara yang sistematis agar tercapainya
suatu pelaksanaan pekerjaan. Metode pelaksanaan pekerjaan jalan tentu memiliki
tahapan-tahapan yang sistematis dan bersyarat agar menghasilkan infrastruktur yang
efisien dan optimal sesuai dengan perencanaan. Namun, dalam setiap metode
pelaksanaan pekerjaan jalan tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan karena
adanya berbagai macam kondisi yang terjadi di lapangan. Berikut tabel spesifikasi
metode pelaksanaan yang digunakan untuk tugas akhir sebagai berikut.

Tabel II. 2 Spesifikasi Metode Pelaksanaan.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Stake Out KAK
2. Tanah Timbunan KAK
3. Tanah Dasar KAK
4. Lapis Pondasi Agregat Kelas A KAK
5. Lapisan Lean Concrete KAK
6. Lapisan Pelat Beton KAK

2.4 Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu adalah suatu proses untuk mengetahui mutu dari suatu
material yang digunakan baik untuk pelaksanaan di lapangan atau setelah
dilaksanakan di lapangan. Pengendalian mutu dapat dilakukan pada pengendalian
mutu material bangunan seperti agregat, semen, bahan pengisi, baja, kayu dan lain-
lain. Pengendalian mutu juga dapat dilakukan pada pengujian tanah serta pengujian
di lapangan atau pun di laboratorium. Pengendalian mutu pada pekerjaan tanah
timbunan, tanah dasar, lapis pondasi agregat , lapisan lean concrete dan lapisan pelat
beton sebagai berikut.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 10


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.4.1. Pengendalian Mutu pada Tanah Timbunan

Berikut merupakan spesifikasi yang digunakan dalam pengendalian mutu pada


tanah timbunan yang disajikan pada Tabel II.3.

Tabel II. 3 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Tanah Timbunan.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Sand Cone AASHTO T180
2. Kadar Air AASHTO T180

2.4.2. Pengendalian Mutu pada Tanah Dasar

Berikut merupakan spesifikasi yang digunakan dalam pengendalian mutu pada


tanah dasar yang disajikan pada Tabel II.4.

Tabel II. 4 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Tanah Dasar.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Sand Cone AASHTO T99-01
2. Kadar Air AASHTO T99-01

2.4.3. Pengendalian Mutu pada Lapis Pondasi Agregat

Berikut merupakan spesifikasi yang digunakan dalam pengendalian mutu


pada tanah dasar yang disajikan pada Tabel II.5.

Tabel II. 5 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada Lapis Pondasi Agregat.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Sand Cone AASHTO T180
2. Kadar Air AASHTO T180

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 11


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2.4.4. Pengendalian Mutu pada Lapisan Lean Concrete

Berikut merupakan spesifikasi yang digunakan dalam pengendalian mutu


pada lapisan lean concrete dan lapisan pelat beton yang disajikan pada Tabel II.6.

Tabel II. 6 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada lapis Lean Concrete.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Slump Test SNI 03-1972-2008
2. Kuat Tekan SNI 03-1974-1990

2.4.5. Pengendalian Mutu pada Lapisan Pelat Beton

Berikut merupakan spesifikasi yang digunakan dalam pengendalian mutu


pada lapisan pelat beton yang disajikan pada Tabel II.7.

Tabel II. 7 Spesifikasi Pengendalian Mutu pada lapisan Pelat Beton.

No. Pekerjaan Spesifikasi


1. Slump Test SNI 03-1972-2008
3. Kuat Lentur AASHTO T97

Pada lapisan lean concrete dan lapisan pelat beton, hasil dari pengujian kuat
tekan dan kuat lentur dilihat dari perhitungan menggunakan rumus standar deviasi
yang tertera pada Spesifikasi Umum Divisi 10. Standar deviasi () dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.

n
∑i=1(𝑥̅ −𝑥)2
 =√
n−1

dimana:

x = hasil masing-masing benda uji

n = jumlah total dari hasil uji

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 12


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB III
METODOLOGI

Pada tahapan metodologi ini akan menjelaskan metode yang digunakan untuk
mempermudah proses penyusunan tugas akhir dan dijadikan acuan dalam evaluasi
metode pelaksanaan dan pengendalian mutu pada badan jalan dan struktur perkerasan
kaku proyek Jalan Tol Trans Sumatra yang disajikan dalam diagram alir, seperti
terlihat pada Gambar III.1.

Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


Dokumentasi berupa - Shop Drawing
- Data pengujian di lapangan Tidak
gambar & video - Data pengujian di Lab.

Cek kelengkapan
data

Ya

Evaluasi metode pelaksanaan pekerjaan

Evaluasi pengendalian mutu

Hasil dan Pembahasan

Selesai

Gambar III. 1 Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir


Sumber: Dokumen Pribadi

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 13


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tahapan awal dalam penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan studi pustaka
dan menggunakan data yang dijadikan sebagai acuan. Data tersebut dibagi menjadi
2 yaitu:

1. Data Primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan terhadap


objek yang ditinjau. Berikut merupakan data yang didapatkan dengan
mengadakan pengamatan langsung di lapangan yaitu dokumentasi di lapangan
berupa gambar dan video.

2. Data Sekunder merupakan data yang didapat dan telah diteliti oleh pihak atau
instansi yang terkait. Data yang dibutuhkan yaitu:

a. Shop drawing berupa gambar potongan melintang dan gambar topografi pada
daerah yang ditinjau

b. Data pengujian di lapangan seperti data hasil pengujian sandcone dan slump
test.

c. Data pengujian di laboratorium seperti data hasil pengujian kuat tekan dan kuat
lentur.

3.1 Evaluasi Metode Pelaksanaan

Setelah melakukan studi pustaka dan mendapatkan data yang dibutuhkan,


selanjutnya dilakukan evaluasi pada metode pelaksanaan. Tahapan ini dilakukan
sebagai evaluasi kesesuaian dengan membandingkan metode pelaksanaan yang
dilakukan di lapangan dengan persyaratan dan gambar rencana yang telah
direncanakan. Kesesuaian metode pelaksanaan sangat berpengaruh pada mutu dan
hasil akhir pekerjaan yang dilakukan. Adapun proses pelaksanaan pekerjaan
perkerasan ini dapat dilihat pada diagram alir untuk mempermudah pada saat
pengamatan di lapangan yang disajikan pada Gambar III.2.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 14


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Mulai

Stake Out

Tanah Timbunan & Tanah Dasar

Lapis Pondasi Agregat

Lean Concrete

Pelat Beton

Selesai
Gambar III. 2 Diagram Alir Metode Pelaksanaan
Sumber: Dokumen Pribadi

Tahapan pelaksanaan badan jalan dan struktur perkerasan meliputi pekerjaan


stake out, tanah timbunan & tanah dasar, lapisan pondasi agregat, pekerjaan lapisan
lean concrete dan lapisan pelat beton.

Pekerjaan awal yang dilakukan pada pekerjaan persiapan badan jalan yaitu
stake out. Stake out merupakan salah satu pekerjaan penting surveying yang bertujuan
implementasi dari gambar rencana geometrik. Untuk memahami lebih jelas, uraian
pelaksanaan pekerjaan stake out dapat dilihat pada Gambar III.3.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 15


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Mulai

Persiapan Alat

Menentukan Koordinat BM

Pengukuran situasi daerah

Plotting titik

Marking pada patok

Selesai

Gambar III. 3 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Stake Out.


Sumber: Dokumen Pribadi

Tahapan pelaksanaan pekerjaan stake out yaitu:

1. Persiapan alat yang digunakan, seperti total station, rambu, dll.


2. Menentukan koordinat BM (Bench Mark) di lapangan.
3. Pengukuran situasi daerah yang harus mencakup semua keterangan yang ada di
daerah tersebut, misalnya rumah-rumah, pohon-pohon, batas-batas sawah,
kebun, desa, sungai, saluran irigasi, arah aliran air dan lain-lainnya.
4. Plotting titik dari gambar rancangan geometrik terhadap situasi di lapangan.
5. Marking elevasi rencana pada patok di lapangan.

Pelaksanaan timbunan bertujuan untuk membuat elevasi pada tanah dasar


sesuai dengan perencanaan jalan dengan memindahkan sejumlah volume tanah.
Uraian pelaksanaan pekerjaan timbunan dapat dilihat pada Gambar III.4.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 16


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar III. 4 Diagram Alir Pekerjaan Tanah Timbunan.


Sumber: Dokumen Pribadi

Tahapan pekerjaan pada timbunan tanah yaitu:

1. Pengangkutan tanah timbunan menggunakan dump truck. Penghamparan


dilakukan lapis per lapis dengan tebal yang ditentukan.

2. Pemadatan dengan alat vibro roller dengan tebal 20 cm padat pada tanah merah
dan tanah berpasir.

3. Pengujian sandcone dilakukan tiap lapisan dengan kepadatan mencapai minimum


95%.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 17


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

4. Pengukuran bagian teratas pada tanah dasar menggunakan total station.

5. Pemadatan dilakukan dengan membebani tanah hasil timbunan menggunakan alat


vibro roller dan sheep foot sesuai dengan jenis tanah yang akan dibutuhkan.

6. Pemadatan pekerjaan timbunan dilakukan menggunakan dump truck.

7. Dilakukan pengujian sandcone pada top subgrade dengan kepadatan 100%.

8. Lereng dirapihkan dengan menggunakan excavator.

Setelah mendapatkan yang optimal pada lapisan tanah dasar dan mencapai
elevasi yang telah ditentukan, lapisan selanjutnya yaitu lapis pondasi agregat dengan
menggunakan material agregat kelas A, dapat dilihat pada Gambar III.5.

Gambar III. 5 Diagram Alir Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat.


Sumber: Dokumen Pribadi

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 18


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tahapan pada pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A, yaitu:

1. Persiapan personil di lapangan dan alat bahan yang diperlukan dalam pekerjaan.
2. Pengangkutan material dilakukan dengan menggunakan alat berat dump truck.

3. Penghamparan dan perataan material agregat kelas A dilakukan dengan motor


grader.

4. Pemadatan lapis pondasi dilakukan dengan vibratory roller.

5. Pengukuran elevasi lapisan pondasi agregat kelas A dengan tebal 15 cm sesuai


spesifikasi diatur pada alat motor grader dan dihamparkan langsung.

6. Pengujian sandcone untuk mengetahui nilai kepadatan tanah di lapangan.

Setelah pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A selesai dengan kepadatan yang
optimal, dilanjutkan dengan pekerjaan lean concrete dapat dilihat pada Gambar
III.6.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 19


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar III. 6 Diagram Alir Pekerjaan Lean Concrete.


Sumber: Dokumen Pribadi

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 20


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tahapan pekerjaan Lean Concrete, yaitu:

1. Persiapan personil di lapangan dan alat bahan yang digunakan dalam pekerjaan.

2. Sebelum pemasangan bekisting, bekisting harus dibersihkan dan diberi pelumas.

3. Pemasangan bekisting dengan mengukur elevasi ketinggian dengan menggunakan


benang sesuai dengan gambar rencana.

4. Beton ready mix siap untuk dihamparkan yang diangkut oleh truck mixer. Namun,
sebelum beton dihamparkan perlu dilakukan slump test.

5. Setelah dilakukan uji slump dan telah memasuki spesifikasi yang disyaratkan,
beton dihamparkan dan diambil sampel benda uji untuk diuji kuat tekan di
laboratorium.

6. Saat beton dihamparkan, beton diratakan menggunakan jidar dan beton


dipadatkan menggunakan alat vibrator.

7. Pengukuran elevasi ketebalan lean concrete setebal 10 cm sesuai spesifikasi.

8. Setelah itu, dilakukan perawatan beton lean concrete atau curing dengan jangka
waktu tidak kurang dari 7 hari. Perawatan untuk permukaan yaitu dengan dilapisi
penutup dengan lembaran plastik kedap air untuk mencegah penguapan. Seluruh
permukaan disemprot air secara kontinyu dan kondisi kelembaban dijaga agar
tetap selama masa perawatan.

Pelaksanaan pekerjaan lapisan perkerasan kaku dilakukan setelah pelaksaan


struktur badan jalan selesai, diagram alir pekerjaan lapisan perkerasan kaku dapat
dilihat pada Gambar III.7.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 21


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar III. 7 Diagram Alir Pekerjaan Perkerasan Kaku.


Sumber: Dokumen Pribadi

Tahapan-tahapan pekerjaan pelat beton, yaitu:

1. Marking posisi dowel dengan menggunakan waterpass

2. Stake out stringline sesuai elevasi rencana perhatikan posisi string agar tidak
tersangkut pekerja.

3. Posisikan slipform paver pada jalur rencana.

4. Pemasangan plastik dimaksudkan untuk mencegah hilangnya air semen beton


dan dilaksanakan tiap blok (6.00 m) sesuai urutan pengecoran.

5. Pemasangan Dowel dan Tie diberi cat anti karat, grease dan dibungkus plastik
pada sisi bebas, dipasang melintang tiap 5 m.

6. Sebelum pengecoran, dilakukan pengujian slump dengan nilai slump maksimal


5 cm sesuai dengan spesifikasi.
Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 22
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

7. Proses pengecoran dengan alat slipform paver yang sebelumnya beton ready mix
didatangkan dengan drump truck dan dihamparkan dan diratakan oleh excavator
mini.

8. Pengambilan sampel benda uji untuk diuji kuat tekan di laboratorium.

9. Dilakukan Grooving setelah 1 jam penghamparan (beton agak kesat) kedalaman


grooving 2 mm, jarak 2 cm.

10. Permukaan beton dilapis atau disemprot bahan pengawet (curing compound).
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

11. Curing dengan menggunakan geotekstil yang selalu dibasahi air.

12. Pembuatan celah dengan saw cutter sedalam ¼ h untuk mencegah crack pada
beton. Saw cutter dilakukan diatas dowel bar.

13. Pada celah pelat beton tersebut diisi dengan joint sealant.

Gambar III. 8 Diagram Alir Evaluasi Metode Pelaksanaan.


Sumber: Dokumen Pribadi

Metode pelaksanaan yang dilakukan di lapangan harus dibandingkan dengan


spesifikasi yang telah ditentukan sehingga diperoleh ketidaksesuaian pada saat
pelaksanaan pekerjaan. Evaluasi yang dilakukan yaitu dengan menunjukan dampak

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 23


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

jangka panjang yang akan terjadi pada setiap item pekerjaan sehingga akan
menunjukkan kualitas baik atau buruknya pelaksanaan suatu pekerjaan.

3.2 Evaluasi Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu pada badan jalan dan struktur perkerasan kaku ini
digambarkan pada Gambar III.9

Gambar III. 9 Diagram Alir Evaluasi Pengendalian Mutu.


Sumber: Dokumen Pribadi

Evaluasi pengendalian mutu pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini bertujuan
untuk mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan desain yang telah
direncanakan dan juga memenuhi standar spesifikasi yang disyaratkan.

Setiap pekerjaan mempunyai mutu yang berbeda sesuai parameternya masing-


masing meskipun beberapa pekerjaan memiliki parameter yang sama. Seperti halnya
pekerjaan persiapan badan jalan yaitu tanah timbunan dan lapis pondasi agregat kelas

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 24


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

A dilakukan pengujian sandcone. Selanjutnya pada pekerjaan struktur perkerasan


terdapat pekerjaan Lean Concrete (LC) dilakukan pengujian slump dan pengujian
kuat tekan. Sedangkan pada pekerjaan perkerasan kaku dilakukan pengujian slump
dan pengujian kuat lentur.

Keseluruhan data yang diperoleh harus dibandingkan dengan spesifikasi yang


ditentukan. Evaluasi data tersebut akan digambarkan dalam bentuk diagram scatter
yang merupakan nilai rata-rata untuk hasil pengujian yang lebih dari satu. Pada
pengujian kuat tekan dan kuat lentur disamping perhitungan nilai rata-rata, juga
dilakukan perhitungan standar deviasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui
besarnya penyimpangan hasil pengujian terhadap nilai rata-ratanya.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 25


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB IV
EVALUASI DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan 2 (dua) bagian utama tentang evaluasi dan
pembahasan tugas akhir yaitu metode pelaksanaan dan pengendalian mutu untuk
pekerjaan badan jalan dan strukur perkerasan kaku Proyek Pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatra Paket 1 Bakauheni – Sidomulyo.

Evalusai metode pelaksanaan dan pengendalian mutu pekerjaan persiapan


badan jalan yang akan dibahas berfokus pada daerah timbunan yang terdapat pada
STA 9+350 sampai dengan STA 9+550 dengan ketinggian ± 28 m. Namun demikian
evaluasi juga dilakukan pada pekerjaan persiapan badan jalan lainnya yaitu pekerjaan
lapis pondasi agregat kelas A dan lean concrete. Sedangkan untuk pekerjaan struktur
perkerasan kaku adalah pekerjaan pelat beton semen bersambung tanpa tulangan.
Berikut ini akan dijelaskan evaluasi dan pembahasan terhadap kedua bagian utama
tersebut, sedangkan data teknis dari proyek tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel IV. 1 Data Teknis Proyek.


No. Data Teknis Jalan Dimensi Satuan
1 Jumlah Jalur 2 -
2 Jumlah Lajur 4 -
3 Lebar Badan per Jalur 3,60 m
4 Lebar Bahu Jalan 3,00 m
5 Lebar Median Jalan 3,00 m
6 Tebal Tiap Lapisan Timbunan 20 cm
7 Kedalaman Timbunan 28 m
8 Tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A 15 cm
9 Tebal Lean Concrete 10 cm
10 Tebal Pelat Beton 30 cm

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 26


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

4.1 Metoda Pelaksanaan

Pembahasan dan evaluasi metoda pelaksanaan diawali terhadap pekerjaaan


stake out yang di dasarkan kepada rancangan geometrik jalan. Setelah pekerjaan
stake out selesai, maka pekerjaan yang akan dilakukan adalah pembahasan metode
pelaksanaan dan evaluasi mengenai pekerjaan persiapan badan jalan meliputi
pekerjaan timbunan, pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A serta pekerjaan lean
concrete dan dilanjutkan terhadap pekerjaan struktur perkerasan kaku. Penjelasan
terhadap pembahasan metode pelaksanaan dan evaluasi dijelaskan dibawah ini.

4.1.1. Stake Out


Stake out yaitu menterjemahkan atau mentransfer titik-titik yang ada pada
rancangan geometrik jalan ke lapangan. Pada pekerjaan tanah dengan daerah
timbunan untuk menyiapkan badan jalan tol, tujuan pekerjaan stake out selain untuk
menentukan bagian lurus/ tangen dari as jalan juga untuk menentukan bagian
lengkung horizontal dan lengkung vertikal terhadap situasi di lapangan. Dengan
demikian dapat diketahui seberapa tinggi timbunan yang harus dilakukan untuk
mencapai pada ketinggian tertentu yang sesuai dengan rancangan geometrik jalan.

Untuk menentukan titik/ station awal dari rencana as jalan, maka diperlukan
minimal dua pilar referensi/ Bench Mark (BM) yang ada dilapangan dengan diketahui
koordinatnya, baik koordinat horisontal maupun vertikal, dan harus dipasang
minimal dua buah pilar BM baru, sebagai titik awal, pada awal sumbu rencana jalan
dan diukur/ dihitung koordinatnya. Keberadaan titik BM sebagai referensi disekitar
lokasi rancangan geometrik jalan ini diperlukan karena titik BM telah memiliki posisi
horizontal dan vertikal yang benar sehingga dapat digunakan untuk pengikatan oleh
titik-titik yang akan dijadikan sebagai as rencana jalan.

Misalkan STA 0 + 000 mempunyai koordinat (X0, Y0) yang didapat dari peta
perencanaan secara grafis, dan STA 0 + 000 adalah titik yang akan dicari letaknya
dilapangan. Dalam hal ini, sebagai pegangan (referensi) dipakai titik-titik BM A (Xa,
Ya) dan BM B (Xb, Yb). Untuk menentukan titik awal STA 0 + 000 dapat dilakukan
dari titik A atau dari B, tergantung dari situasi dan kondisi dari medan di lapangan

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 27


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

tetapi sebaiknya dilakukan dua kali yaitu dari titik A dan titik B, sehingga dapat
dilakukan suatu koreksi atau dapat juga diperoleh nilai rata-ratanya.

Pada titik-titik station di lapangan tersebut kemudian dilakukan pengukuran


profil memanjang dan profil melintang. Profil memanjang merupakan pengukuran
untuk menggambarkan situasi tinggi muka tanah sepanjang as rencana jalan.
Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tengah (as) jalur pengukuran dan
dilakukan pengukuran pada setiap perubahan yang terdapat pada permukaan tanah.
Sedangkan pada profil melintang dilakukan dengan jarak antar potongan melintang
dibuat sama dan arahnya tegak lurus dengan as jalan. Pengukuran melintang
digunakan untuk menentukan lebar bahu jalan serta saluran drainase. Stake out ini
juga dapat menentukan daerah tersebut merupakan daerah timbunan ataupun galian.

Adapun pelaksanaan pekerjaan stake out yang dilakukan di lapangan adalah


sebagai berikut:
1. Persiapan alat yang digunakan, seperti total station, rambu, dll.
2. Menentukan koordinat BM (Bench Mark) di lapangan.
3. Pengukuran situasi daerah yang harus mencakup semua keterangan yang ada di
daerah tersebut, misalnya rumah-rumah, pohon-pohon, batas-batas sawah,
kebun, desa, sungai, saluran irigasi, arah aliran air dan lain-lainnya.
4. Plotting titik dari gambar rancangan geometrik terhadap situasi di lapangan.
5. Marking elevasi rencana pada patok di lapangan. Selain itu, pengukuran profil
memanjang untuk mengetahui situasi tinggi muka tanah sepanjang as rencana
jalan serta profil melintang untuk mengetahui kemiringan pada jalan lurus atau
berbelok.
Pekerjaan stake out menghasilkan patok yang telah diberi tanda elevasi setiap
lapisan pekerjaan. Dari hasil pekerjaan tersebut, didapatkan trase jalan yang telah
disesuaikan dengan rancangan geometrik jalan terhadap kondisi lapangan. Hasil
evaluasi terhadap pekerjaan stake out, memperlihatkan bahwa metode pekerjaan
yang dilakukan telah sesuai dengan spesifikasi teknis yang dijadikan acuan pada
proyek ini. Berikut merupakan rancangan geometrik jalan untuk pekerjaan stake out
pada STA 9+350 sampai dengan STA 9+550.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 28


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar IV. 1 Potongan Memanjang Jalan.


Sumber: Dokumen Kontraktor PT. PP (Persero) Tbk.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. . 29


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar IV. 2 Potongan Melintang Jalan pada STA 9+500.


Sumber: Dokumen Kontraktor PT. PP (Persero) Tbk

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. . 30


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Pada Gambar IV.1 memperlihatkan bahwa objek tinjauan untuk pekerjaan


stake out ini merupakan daerah yang membutuhkan timbunan untuk mencapai elevasi
yang telah direncanakan dan hal tersebut sesuai dengan rancangan geometrik jalan.
Pada STA 9+350 hingga STA 9+550 terlihat kedalaman timbunan berturut-turut
adalah 8,78 m; 15,8 m; 20,64 m; 23,89 m; 25,02 m; 26,52 m; 27,68 m; 26,79 m dan
21,65 m. Titik timbunan tertinggi terjadi di STA 9+500 dengan kedalaman sekitar
27,9 m terlihat pada Gambar IV.1. Selain itu, sesuai yang tertera pada Gambar IV.1
didapat trase jalan yang menurun dengan kemiringan sebesar 4,0%.
Sedangkan pada Gambar IV.2 memperlihatkan potongan melintang pada STA
9+500. Pada STA tersebut didapat area timbunan sebesar 2.246,824 m2 dengan
kemiringan badan jalan sebesar 2,0% dan bahu jalan sebesar 4,0%. Selain itu, pada
gambar tersebut terdapat ketebalan setiap lapisan struktur perkerasan dan badan jalan
serta persyaratannya. Sebagai contoh untuk lapisan tanah dasar persyaratannya
adalah dengan CBR sebesar 6%, lalu untuk lapisan pondasi agregat kelas A setebal
15 cm, selanjutnya untuk lean concrete setebal 10 cm dan concrete pavement atau
pelat beton yaitu setebal 30 cm.
Namun demikian, pada pelaksanaan pekerjaan stake out terdapat beberapa
ketidaksesuaian pelaksanaan di lapangan, diantaranya adalah pelaksanaan penandaan
elevasi pada patok secara horizontal maupun vertikal terdapat beberapa titik yang
elevasinya tidak sesuai dengan ketebalan rencana, seperti pada struktur perkerasan
kaku, misalnya pada di STA 9+475 dengan ketebalan lapisan perkerasan kaku setebal
32,0 cm dimana ketentuan lapisan tersebut adalah setebal 30,0 cm dengan toleransi
± 1 cm, dapat dilihat pada Gambar IV.1 dan Gambar IV.2 serta data hasil
pengujian. Stake out ini tidak mempunyai dampak jangka panjang, namun dapat
memberikan besarnya volume pekerjaan, terutama untuk volume timbunan.

4.1.2. Tanah Timbunan

Setelah mendapatkan trase jalan dan ketinggian as jalan hasil dari pekerjaan
stake out, didapat daerah yang ditinjau merupakan daerah pekerjaan tanah timbunan,
hal tersebut sesuai dengan rancangan geometrik jalan. Pelaksanaan tanah timbunan
bertujuan untuk membuat elevasi badan jalan sesuai perencanaan geometrik jalan

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 31


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

pada situasi di lapangan dengan melakukan penimbunan dan pemadatan sejumlah


volume tanah.

Menurut spesifikasi yang ditentukan dalam spesifikasi teknis, material yang


digunakan untuk timbunan badan jalan menggunakan borrow material yang harus
dipilih sesuai dengan ketentuan dan persyaratan timbunan, untuk material terdapat di
dekat daerah yang akan ditimbun. Selanjutnya dalam spesifikasi teknis tersebut
dijelaskan juga material yang digunakan harus bebas dari bahan-bahan organik
seperti daun, rumput, akar dan kotoran dalam jumlah yang dapat mempengaruhi
karakteritik material tersebut, seperti kadar air tanah.

Dalam spesifikasi teknis pun dijelaskan bahwa material tanah berpasir dan
tanah merah yang digunakan harus dihampar selapis demi selapis secara horizontal
dengan tebal yang sama yaitu 30 cm dalam kondisi gembur dan dipadatkan hingga
ketebalan 20 cm, dan lebar sesuai dengan yang tertera dalam rancangan geometrik.
Lapis yang berada lebih dari 30 cm di bawah tanah dasar harus dipadatkan hingga
mencapai lebih dari 95% terhadap kepadatan kering maksimum laboratorium, sesuai
ketentuan AASHTO T99. Sedangkan untuk material batu dilakukan penghamparan
dengan tebal gembur 60 cm. Pelaksanaan di lapangan harus sesuai dengan ketentuan
yang telah dijelaskan.

Adapun pelaksanaan pekerjaan timbunan yang dilakukan di lapangan adalah


sebagai berikut:

1. Koordinasi dengan melakukan briefing sebelum memulai pekerjaan antara


pelaksana, surveyor, quality control dengan para pekerja.
2. Mobilisasi material tanah galian dari quarry yang akan dijadikan tanah timbunan
dengan menggunakan dump truck. Tabel IV.2 menjelaskan lokasi quarry yang
akan digunakan pada tanah timbunan pada STA 9+350 – STA 9+550.

Tabel IV. 2 Lokasi Quarry untuk Pekerjaan Timbunan


Timbunan Tanah Merah Ex.Sta 8+025
Timbunan Tanah Putih Ex.Sta 10+000
Timbunan Batu (Rockfill) Ex.Sta 8+300

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 32


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

3. Material tanah pada dump truck dituang di titik yang akan dilakukan penimbunan.
Tumpukan tanah dihampar menggunakan dozer dengan ketebalan tanah gembur
melebihi elevasi pada patok atau setebal 30 cm untuk penurunan pada saat
pemadatan tanah.
4. Sebelum memulai pekerjaan timbunan, dilakukan percobaan pemadatan pada
daerah milik jalan untuk mendapatkan jumlah lintasan alat pemadatan agar
didapatkan derajat kepadatan lapangan yang optimal. Percobaan pemadatan
dilakukan pada awal pekerjaan timbunan dan hanya dilakukan satu kali untuk
dijadikan acuan pekerjaan timbunan selanjutnya. Sketsa pelaksanaan percobaan
pemadatan pada Gambar IV.3.

Gambar IV. 3 Percobaan Pemadatan

Gambar IV.3 menjelaskan tiap bidang pemadatan dibagi menjadi 3 bagian


dengan lebar 3,0 m dan juga banyaknya lintasan yang dilakukan sheepfoot
berturut-turut 3 kali pemadatan sedangkan jumlah lintasan untuk vibratory roller
dilakukan sebanyak 2 kali pada 3 m pertama, 4 kali pada 3 m kedua, dan 6 kali
pada 3 m ketiga. Berdasarkan hasil percobaan pemadatan, banyaknya lintasan
yang mencapai derajat kepadatan optimal adalah 3 sheepfoot dan 2 vibratory
roller dengan nilai kepadatan 102,9% menandakan tanah yang padat memenuhi

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 33


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

derajat kepadatan yang disyaratkan pada spesifikasi teknis dan ketebalan tanah
timbunan sesuai dengan elevasi rencana yang terdapat pada patok.

5. Pekerjaan penimbunan tanah merah dan tanah berpasir dilakukan lapis per lapis
setebal 30 cm gembur, kemudian dipadatkan dengan menggunakan sheep foot dan
vibratory roller hingga ketebalan 20 cm padat dengan jumlah lintasan sesuai
dengan percobaan pemadatan, dan untuk pekerjaan timbunan batu dihamparkan
hanya menggunakan vibratory roller dengan tebal lapisan dalam keadaan gembur
tidak lebih dari 60 cm dan dipadatkan sesuai dengan ketentuan. Diambil pekerjaan
timbunan bidang sebelah kiri, dan bidang sebelah kanan dipergunakan untuk jalur
akses alat dan kendaraan.
6. Setelah dilakukan pemadatan setiap lapisan setebal 20 cm, dilakukan pengujian
kepadatan tanah dengan metode sand cone. Sand cone test adalah pemeriksaan
kepadatan tanah di lapangan dengan menggunakan pasir Ottawa sebagai
parameter kepadatan yang mempunyai sifat kering, bersih, keras, tidak memiliki
bahan pengikat sehingga dapat mengalir bebas. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui kepadatan dari suatu tanah di lapangan dengan berat isi kering
laboratorium. Adapun langkah-langkah pengujian sandcone adalah sebagai
berikut:
a. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam pengujian seperti botol, mal,
corong dan lain-lain.
b. Botol diisi pasir penuh kemudian ditimbang (W1’).
c. Tentukan titik pengujian sandcone yang berjarak 25-50 cm diambil dari kanan
& kiri center line.
d. Pada titik yang telah ditentukan, lapisan permukaan tanah dasar timbunan harus
dibersikan dan diratakan terlebih dahulu.
e. Gali tanah menggunakan mal dan buat lubang dengan kedalaman 12 cm.
Semua tanah galian harus dikumpulkan dalam plastik.
f. Tempatkan botol diatas lubang yang telah digali dengan posisi corong
menghadap kebawah. Kran dibuka hingga pasir turun mengisi lubang dan
corong, pasir yang turun harus dengan kondisi jatuh bebas.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 34


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

g. Setelah pasir dari botol tidak turun lagi, kran ditutup. Timbang berat botol
beserta sisa pasir (W2’). Sementara itu tanah hasil galian diatas segera
ditimbang dan diukur kadar airnya, hingga diketahui berat tanah dalam lubang
(W), dan kadar airnya (ɷ).
Selain dilakukan pengujian sandcone, pada beberapa lapisan di station 9.350
km dan station 9.375 km dilakukan pengujian California Bearing Ratio (CBR)
dikarenakan timbunan menggunakan material tanah berbatu. CBR merupakan
suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar
(standard load) dan dinyatakan dalam persentase. CBR Lapangan digunakan
untuk memperoleh nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada
saat itu. Alat yang digunakan pada pengujian CBR yaitu Mechanical Jack yang
diberi keping beban minimal 45 kg(= 10lb).
Adapun langkah-langkah pengujian CBR adalah sebagai berikut:
a. Mechanical Jack dipasang pada titik yang telah ditentukan. Setelah semua item
terpasang, seluruh arloji (arloji proving ring, penetrasi dan stop watch)
dinolkan.
b. Selanjutnya lakukan penusukan piston kedalam tanah pada kecepatan tetap
0.05” per menit atau 1.27 mm per menit.
c. Pembacaan arloji proving ring dilakukan pada interval waktu: 1/4 ; 1/2 ; 1 ;
1.5 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 8 ; dan 10 menit. Setiap bacaan dicatat dalam formulir CBR.
d. Beban penusukan piston adalah bacaan arloji proving ring dikalikan
kalibrasinya
7. Setelah CBR memenuhi syarat, dibuat trap horizontal dan vertikal untuk akhiran
timbunan untuk memudahkan pemadatan ketika jalur sebelah kanan akan
dikerjakan.
8. Setelah penimbunan tanah sudah mencapai top subgrade, maka dilanjutkan
dengan pekerjaan lapis pondasi kelas A.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pada umumnya metode pekerjaan tanah


timbunan yang dilakukan pada pekerjaan tanah timbunan telah sesuai dengan
spesifikasi teknis, kecuali pada STA 9+500 di lapisan 89 hingga lapisan 91 tanah
timbunan dilakukan penghamparan dua lapis secara langsung atau setebal 60 cm

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 35


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang bertujuan untuk mempercepat pekerjaan dan mengefektifkan waktu


pelaksanaan. Selain itu, pekerjaan timbunan untuk tanah putih dilakukan penyiraman
air oleh water tank lalu dipadatkan oleh vibratory roller yang bertujuan untuk
mendapatkan kadar air yang optimal sesuai dengan spesifikasi teknik sebelum
dilakukan pengujian karena sifat tanah putih tersebut yang mudah tergerus oleh air,
maka ditahan pada ujung lereng timbunan oleh tanah berbatu agar tidak mengalami
sliding saat menerima beban struktur perkerasan maupun beban lalu lintas.

Evaluasi lainnya pada timbunan di STA 9+350 ditemukan genangan air yang
diakibatkan oleh air hujan, genangan air tersebut menyebabkan permukaan lapisan
tanah timbunan yang pada saat itu lapisan terakhir yang dihamparkan adalah tanah
merah menjadi rusak dan adanya bekas mobilisasi alat berat seperti excavator, dump
truck, vibratory roller, sheep foot dan dozer. Adanya genangan air ini dapat
disebabkan oleh permukaan timbunan yang tidak rata dan kadar air berlebih
menyebabkan tanah menjadi jenuh dan kurangnya penyerapan air. Selanjutnya
adanya bekas mobilisasi alat berat pada lapisan tanah timbunan tersebut dikarenakan
kepadatan yang tidak optimal pada titik tersebut. Dampak jangka panjang akibat
pekerjaan tanah timbunan yang tidak sesuai dengan KAK adalah adanya penurunan
tanah itu sendiri dalam kurun waktu yang lama. Sedangkan hasil pengolahan data
yang didapat pada pekerjaan tanah timbunan akan dibahas pada Sub Bab 4.2.

Setelah perkerjaan tanah timbunan telah mencapai elevasi yang direncanakan


dan pengujian pada tanah timbunan telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan,
maka pekerjaan tanah timbunan dilanjutkan dengan lapis pondasi agregat kelas A.

4.1.3. Lapis Pondasi Agregat

Setelah tanah timbunan sesuai dengan elevasi yang direncanakan, tahap


selanjutnya adalah pekerjaan lapis pondasi dengan menggunakan material agregat
kelas A. Berdasarkan spesifikasi teknis, material agregat harus bebas dari bahan
tumbuh-tumbuhan organik dan gumpalan-gumpalan tanah liat atau bahan yang dapat
merusak material, dimana menurut spesifikasi teknis material agregat harus sesuai
dengan persyaratan gradasi pada ASTM. Pemadatan yang dilakukan harus mencapai
nilai minimum 100% dari kepadatan kering maksimum laboratorium dan kadar air

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 36


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

bahan berada dalam rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar
air optimum.

Selain itu, lapis pondasi agregat sekurang-kurangnya harus dihampar dengan


alat Motor Grader dengan ketebalan padat maksimum tidak boleh melebihi 20 cm.
Selanjutnya, lapis pondasi agregat tidak boleh ditempatkan, dihampar atau
dipadatkan sewaktu turun hujan dan pemadatan tidak boleh dilakukan setelah hujan.

Adapun pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi agregat di lapangan pada proyek


yang ditinjau adalah sebagai berikut:

1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.
2. Melakukan pematokan atau stake out lapangan agar didapat elevasi dan ketebalan
yang sesuai dengan shop drawing.
3. Mobilisasi material agregat kelas A dari quarry dengan menggunakan dump truck.
4. Material yang sudah sampai pada lokasi proyek, selanjutnya dilakukan
penghamparan material agregat kelas A menggunakan alat Motor Grader.
5. Pemadatan lapis pondasi agregat kelas A yang telah dihamparkan dengan
menggunakan vibratory roller, dan jika kondisi kadar air agregat tidak memenuhi
kadar air optimum maka pada pelaksanaannya diselangi dengan penyiraman air
oleh alat Water Tank agar air tersebut dapat meresap ke dalam rongga-rongga
agregat dan didapatkan kadar air optimal untuk mencapai nilai kepadatan yang
optimal. Sebaliknya, jika kadar air melebihi dari batas yang telah ditentukan dari
kadar air optimal, pelaksanaan pemadatan ditunda terlebih dahulu dengan cara
menjemur agregat yang telah dihamparkan hingga kadar air nya masuk kedalam
range yang diizinkan. Ketebalan lapis pondasi agregat yaitu 15 cm dalam kondisi
padat.
6. Untuk mengetahui nilai kepadatan lapangan, dilakukan pengujian yaitu
Profrolling & Sandcone. Dengan derajat kepadatan kering harus 100% serta nilai
CBR yaitu sebesar 90%.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 37


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

7. Setelah lapis pondasi agregat memenuhi persyaratan kepadatan, dilakukan


pengecekan elevasi dan ketebalan lapisan permukaan agregat menggunakan
waterpass selesai setelah dihamparkan dan dipadatkan.

Dari penjelasan diatas mengenai evaluasi metode pelaksanaan di lapangan,


tidak ditemui ketidaksesuaian terhadap metode pelaksanaan lapis pondasi agregat
kelas A. Dengan demikian tidak ada dampak jangka panjang yang diakibatkan oleh
pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A. Sedangkan hasil pengolahan data yang
didapat pada pekerjaan tanah timbunan akan dibahas pada Sub Bab 4.2.

4.1.4. Lapisan Lean Concrete


Setelah pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A, pekerjaan selanjutnya yaitu
lean concrete. Tujuan lapisan lean concrete yaitu sebagai lantai kerja pekerjaan pelat
beton semen serta untuk meratakan permukaan lapisan.

Menurut spesifikasi teknis, sebelum dilaksanakan pengecoran permukaan


dasar harus bersih dari kotoran, lumpur, batu lepas atau bahan asing lainnya.
Perlengkapan untuk mencampur komponen lain dari campuran harus disediakan pada
batching plant. Dari batching plant mobilisasi untuk mengangkut material beton
ready mix ke lokasi pekerjaan yaitu menggunakan truck mixer. Truck mixer dapat
mengaduk bahan-bahan beton secara merata dan bisa mengeluarkan beton secara
merata tanpa segregasi. Selain itu, beton dihamparkan, dipadatkan dan diratakan
sampai bidang elevasi yang benar sampai permukaan rata dan tak ada permukaan
yang lebih rendah atau pun tekstur yang terbuka. Untuk ketebalan lapisan lean
concrete yaitu 10 cm.

Pengujian kekuatan menurut spesifikasi teknis harus disediakan benda uji


silinder untuk tes kuat tekan beton (compressive strength) dengan diameter 15 cm
dan tinggi 30 cm, yang dibuat dari beton material lean concrete dan dilakukan
pembuatan benda uji di lapangan. Satu set silinder (6 buah) mewakili 25 m lean
concrete yang dihamparkan dan tidak kurang dari tiga silinder harus dibuat setiap
hari. Kuat pecah beton rata-rata pada umur 7 hari dari setiap kelompok (group)
contoh yang diambil pada setiap pelaksanaan pekerjaan tidak boleh kurang dari 80-
110 kg/cm2. Lean concrete harus dijaga agar tidak retak pada waktu penghamparan

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 38


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

lapisan berikutnya. Kerusakan lean concrete akibat apapun harus diperbaiki dengan
mengganti lapisan pada daerah itu.

Adapun pelaksanaan pekerjaan lapisan lean concrete di lapangan pada proyek


Jalan Tol Trans Sumatra Bakauheni-Sidomulyo adalah sebagai berikut:

1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.
2. Menandai elevasi atas Lean Concrete dengan menggunakan patok sesuai gambar
kerja menggunakan waterpass.
3. Pemasangan bekisting Lean Concrete:
 Pemasangan bekisting setelah diadakan pengukuran secara benar (kelurusan &
kerataan).
 Elevasi top bekisting harus sesuai dengan elevasi top rencana lean concrete,
toleransi perbedaan ketinggian maksimum 5 mm.
 Bekisting harus bersih & dilapisi pelumas sebelum pengecoran.
4. Material di datangkan dari batching plant yang dibangun di sekitar proyek dan
dimobilisasi menggunakan Truck Mixer.
5. Pembersihan area kerja agar didapatkan ketebalan lean concrete sesuai dengan
gambar kerja.
6. Sebelum pengecoran dikerjakan, dilakukan pengujian slump test terlebih dahulu
untuk mengetahui nilai workability dari campuran beton yang akan digunakan dan
pengambilan benda uji untuk dibawa ke laboratorium.
7. Melakukan pengecoran lean concrete dan meratakan hasil pengecoran secara
manual dengan menggunakan silinder baja/jidar, diratakan dengan hati-hati agar
tidak merusak permukaan beton dan tak ada permukaan yang lebih rendah atau
pun tekstur yang terbuka.
8. Perawatan setelah pengecoran lean concrete adalah dengan melakukan penutupan
lapisan lean concrete dengan plastik kedap air dan penyiraman sebanyak tiga kali
dalam satu hari selama tujuh hari setelah dilakukan pengecoran dengan
menggunakan water tank untuk mencegah keretakan pada bagian permukaan.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 39


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Hasil evaluasi metode pelaksanaan lapisan lean concrete di lapangan yaitu


pada saat setelah pengecoran tidak dipasang plastic sheet atau plastik kedap air
sehingga apabila terjadi cuaca hujan akan mengakibatkan kadar air dalam beton
tersebut berlebih dan dapat menurunkan kualitas beton tersebut. Dampak yang akan
terjadi adalah keretakan pada beton.

Evaluasi lainnya pada pekerjaan lean concrete yaitu tidak dilakukan


perawatan beton atau curing untuk jangka waktu selama 7 hari. Tujuan dilakukan
curing pada lean concrete yaitu agar kondisi kelembaban tetap terjaga. Dampak tidak
dilakukan curing selama 7 hari yaitu penurunan kualitas dari mutu beton tersebut.

Selain itu, ditemukan ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan yaitu retaknya


lean concrete pada bagian sisi dan ada beberapa titik station bahkan hingga hancur
yang menyebabkan permukaan lean concrete yang tidak rata dan tidak sempurna.
Permukaan lean concrete pada bagian sisi yang retak bahkan ada yang hingga hancur
ini diakibatkan oleh keroposnya bagian sisi beton karena tidak ratanya penuangan
beton ready mix. Sedangkan penyebab dari permukaan lean concrete yang tidak rata
yaitu kurang maksimalnya perataan pada saat pengecoran yang dilakukan pada cuaca
panas terik dan tidak ditutupi oleh plastik, sehingga pemuaian air semen lebih tinggi
yang mengakibatkan susut beton lebih besar. Dengan demikian dampak jangka
panjang akibat pekerjaan lapis lean concrete yang tidak sesuai dengan KAK adalah
kemungkinan terjadinya retak pada lapis lean concrete yang selanjutnya memberikan
kesempatan kepada air dan butiran harus tanah dasar berada diantara pelat beton dan
lean concrete dan akan menjadi awal terjadinya proses pumping pada pelat beton.
Selanjutnya, evaluasi terhadap hasil dari pengujian lapangan pada lapisan lean
concrete akan dijelaskan pada sub bab 4.2.

4.1.5. Lapisan Pelat Beton

Pekerjaan pelat beton atau pekerjaan struktur perkerasan kaku yaitu jenis
perkerasan jalan yang menggunakan beton semen-portland sebagai bahan utama
perkerasan tersebut yang terdiri dari plat beton semen yang bersambung (tidak
menerus) tanpa tulangan. Pengecoran pada lapisan pelat beton yaitu setebal 30 cm.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 40


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Berdasarkan spesifikasi teknis, alat berat yang digunakan pada lapisan pelat
beton yaitu dump truck sebagai pengangkut material beton yang dibawa dari batching
plant. Kapasitas batching plant harus dapat memasok kebutuhan alat slipform
concrete paver sedemikian rupa sehingga alat terus bergerak tanpa terhenti akibat
kekurangan atau keterlambatan pemasokan. Kesinambungan penghamparan-
pemadatan harus benar-benar dijaga secara terus menerus tanpa terhenti.

Mesin perkerasan beton yang tersedia dilapangan merupakan satu unit mesin
yang mempunyai fungsi menghampar, meratakan, memadatkan dan membentuk
perkerasan sekaligus memberi arah dan mengatur elevasi sesuai kebutuhan dalam
sekali gerak maju. Jenis mesin yang digunakan adalah jenis perancah berjalan
(slipform paver) dengan lebar minimum 4,0 m.

Pada tahapan pekerjaan pemasangan stringline, stringline berfungsi sebagai


panduan utama untuk arah dan elevasi harus sudah terpasang sepanjang rencana
produksi perkerasan. Stringline harus dipasang pada elevasi dan posisi yang sesuai
untuk memberikan hasil akhir ketebalan.

Pada saat pengecoran oleh alat slipform paver telah selesai, sebelum bahan
pengawet (curing) digunakan, permukaan beton telah dikasarkan dengan cara disikat
melintang garis sumbu (centre line) jalan. Pengkasaran ini dilakukan dengan cara
grooving. Cara grooving dilakukan dengan menggunakan alat grooving manual atau
mekanik. Kedalaman tekstur rata-rata tidak boleh kurang dari 3 mm. Setelah itu,
permukaan beton yang terbuka segera dilapisi pengawet (curing compound) setelah
grooving selesai. Curing compound dilakukan dengan menyemprotkan bahan
pengawet pada permukaan menggunakan penyemprot. Setelah pekerjaan grooving
dan curing compound selesai, seluruh permukaan beton dilapisi penutup, berupa
geotekstil, dan disiram menggunakan water tank selama 7 hari berturut-turut.

Adapun pelaksanaan pekerjaan lapisan pelat beton di lapangan pada proyek


Jalan Tol Trans Sumatra Bakauheni-Sidomulyo secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Melakukan briefing antara team lapangan yang terdiri dari pelaksana, surveyor,
quality control dengan para pekerja.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 41


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2. Pengukuran untuk menandai posisi dowel dan stake out stringline sesuai elevasi
rencana. Perhatikan posisi string agar tidak tersangkut pekerja.
3. Posisikan slipform paver pada jalur rencana.
4. Pemasangan plastik
 Penggelaran plastik dimaksudkan untuk mencegah hilangnya air semen
beton.
 Pemasangan plastik dilaksanakan tiap segmen (5.00 m) sesuai urutan
pengecoran.
 Pemasangan plastik yang disambung, overlap minimal 300 m.
5. Pemasangan Dowel dan Tie bar.
 Baja Polos Ø 32 (dijaga kelurusan) di cat anti karat, diberi grease dan
dibungkus plastik pada sisi bebas, dipasang melintang tiap 5 m
 Tie Bar baja ulir D16
6. Pengujian slump dilakukan sebelum beton dituang untuk mengetahui workability
beton segar. Pada pekerjaan ini beton yang digunakan adalah beton kelas P dengan
Fs 45 dan nilai slump maksimal 5 cm sesuai dengan spesifikasi.
7. Proses penghamparan dengan alat Wirtgen SP 500.
8. Grooving dilakukan pada kondisi beton yang telah dihamparkan setengah kering
dan agak kesat secara visual atau setelah 1 jam penghamparan dengan kedalaman
grooving 2 mm, jarak antar gigi adalah 2 cm.
9. Selanjutnya permukaan beton dilapis atau disemprot bahan pengawet (curing
compound) sebanyak 0,22 -0,27 lt/m2 (cara mekanis) atau 0,27 -0,36 lt/m2 (cara
manual). Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
10. Curing dengan menggunakan geotekstil yang selalu dibasahi air.
11. Pekerjaan Saw Cutter & Joint sealent
 Pembuatan celah dengan saw cutter sedalam ¼ h untuk mencegah crack pada
beton.
 Saw cutter dilakukan diatas dowel bar.
 Aplikasi joint sealent. Joint sealent yaitu pengisi celah hasil saw cutting. Joint
sealant bertujuan untuk menutup sambungan agar air dari atas jalan tidak
memasuki celah dan akan menyebabkan kerusakan pada lapisan dibawahnya.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 42


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Joint sealant menggunakan material jenis poured filler asphalt, maka selama
pemanasan harus diaduk secara kontinyu, agar pemanasan merata dan untuk
mencegah pemanasan yang berlebihan.

Hasil evaluasi pada pelaksanaan pekerjaan pelat beton ditemukan


ketidaksesuaian metode pelaksanaan, yaitu terlambatnya ready mix beton,
penempatan tenda untuk perlindungan beton, retak beton melintang dan terdapat
permukaan pelat beton yang tidak rata.

Akibat terlambatnya ready mix beton yang datang pada lokasi penghamparan
beton mengakibatkan siklus penghamparan beton terhambat dan alat slipform paver
yang berhenti bekerja serta beton yang telah dihamparkan sebelumnya menjadi
mengeras.

Selain itu, berdasarkan pengamatan di lapangan, tenda yang ditempatkan


pada saat pengecoran kurang dari 100 m, hal ini tidak sesuai dengan spesifikasi. Pada
spesifikasi teknis, setelah pengecoran dilakukan beton dilindungi dengan tenda
minimal sepanjang 100 m. Hal ini untuk mengurangi penguapan beton dari sinar
matahari. Maka dari itu, pengecoran dilakukan pada sore hari atau malam hari untuk
mengurangi kecepatan pengerasan beton dari suhu yang tinggi atau sinar matahari,
atau menambah jumlah tenda yang ada di lapangan.

Evaluasi lainnya yaitu terjadinya retak beton arah melintang setelah masa
pengeringan dan belum dapat dilalui oleh kendaraan lalu-lintas. Retak beton arah
melintang dapat terjadi akibat proses cutting yang terlambat dan kurangnya curing
serta alat slipform paver yang digunakan berhenti terlalu lama berdampak pada beton
yang sudah mengeras. Retak beton melintang jika dibiarkan dalam jangka panjang
akan melebar ke bagian pelat beton lainnya dan air akan masuk pada celah beton
hingga merembes pada lapisan struktur perkerasan di bawahnya.

Permasalahan lainnya terdapat jejak kaki hewan pada permukaan pelat beton
sehingga menyebabkan permukaan pelat beton tidak rata dan tidak sesuai dengan
spesifikasi teknis. Dampak jangka panjang yang akan terjadi jika permukaan pelat
beton dibiarkan tidak rata yaitu aliran air yang terhambat dan akan menggenang pada
permukaan tersebut. Akumulasi dampak jangka panjang akibat dari tidak

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 43


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

sempurnanya pekerjaan lapis tanah timbunan, lapis agregat kelas A dan lean concrete
serta pelat beton adalah berkembangnya berbagai jenis kerusakan pada pelat beton
seperti berbagai jenis retak/slab cracking, longitudinal dan tranverse cracking,
settlement, faulting, pumping. Hal tersebut mengakibatkan perlunya pemeliharaan
berkala lebih awal dari yang direncanakan seperti penggantian pelat beton secara
penuh atau sebagian/full atau partial depth repair. Sedangkan hasil dari pengujian
lapangan pada lapisan pelat beton seperti slump test dan kuat tekan akan dijelaskan
pada sub bab 4.2.

4.2 Pengendalian Mutu

Evaluasi pengendalian mutu pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra ini
dilakukan pada setiap lapisan pekerjaan persiapan badan jalan, termasuk tanah
timbunan dan struktur perkerasan kaku dengan cara membandingkan hasil pengujian
di lapangan atau hasil pengujian di laboratorium dengan pedoman proyek Jalan Tol
Trans Sumatra yang tertuang dalam Kerangka Acuan Kerja. Evaluasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari setiap pekerjaan baik untuk persiapan
badan jalan maupun struktur perkerasan kaku itu sendiri dan merupakan evaluasi
terhadap pengendalian mutu yang telah dilakukan. Sebelum membahas tentang
evaluasi kendali mutu, maka berikut ini merupakan spesifikasi yang tertuang dalam
kerangka acuan kerja, dapat dilihat pada Tabel IV.3.

Tabel IV. 3 Spesifikasi pada Lapisan Badan Jalan dan Struktur Perkerasan
No. Lapisan Perkerasan Pengujian Persyaratan Spesifikasi
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
1. Tanah Timbunan Sandcone Kepadatan min. 95%
Bab 4 tentang Pekerjaan
Tanah Pasal S4.06
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
2. Tanah Dasar Sandcone Kepadatan 100%
Bab 7 tentang Subgrade
Pasal S7.01
Kerangka Acuan Proyek
Lapis Pondasi Agregat Jalan Tol Trans Sumatera
3. Sandcone Kepadatan 100%
Kelas A Bab 8 tentang Lapis Pondasi
Agregat Pasal S8.01
fc’ = 7 Mpa (7 hari) Kerangka Acuan Proyek
4. Lean Concrete Kuat Tekan
fc’ = 10 Mpa Jalan Tol Trans Sumatera

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 44


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

(28 hari) Bab 9 tentang Perkerasan


Pasal S9.09
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
Slump Test 5,0 ± 2,5 cm
Bab 10 tentang Struktur
Beton Pasal S10.01
fs’ = 3,6 Mpa (7 hari) Kerangka Acuan Proyek
fs’ = 4,5 Mpa Jalan Tol Trans Sumatera
Kuat Lentur
Bab 10 tentang Struktur
(28 hari) Beton Pasal S10.01
5. Pelat Beton
Kerangka Acuan Proyek
Jalan Tol Trans Sumatera
Slump Test Max. 5 cm
Bab 10 tentang Struktur
Beton Pasal S10.01

Berikut ini merupakan penjelasan hasil dari evaluasi pengendalian mutu pada
pekerjaan persiapan badan jalan dan struktur perkerasan kaku Proyek Jalan Tol Trans
Sumatera dengan membandingkan hasil pengujian baik di lapangan atau
laboratorium terhadap spesifikasi yang tertera pada Tabel IV.3. Hasil dari pengujian
untuk setiap pekerjaan tersebut disajikan dalam bentuk diagram scatter.

4.2.1. Lapisan Tanah Timbunan

Mengacu spesifikasi yang digunakan untuk pengendalian mutu pada lapisan


tanah timbunan adalah dengan melakukan pengujian sand cone disetiap satu lapisan
timbunan tanah kecuali pada timbunan batu dilakukan hanya pengujian CBR. Dimana
pengujian sandcone dan CBR dilakukan di lapangan setelah proses pemadatan
dengan jumlah lintasan sesuai pada saat trial embankment. Ketebalan padat setiap
lapisan timbunan adalah setebal 20 cm, sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
Tabel IV.3. Syarat kepadatan kering maksimum lapangan yaitu minimal 95% dari
kepadatan kering maksimum laboratorium. Sebelum menjelaskan hasil evaluasi
terhadap nilai kepadatan untuk setiap lapisan tanah timbunan, maka berikut ini
disajikan data lokasi yang menjelaskan jumlah lapisan tanah timbunan pengujian
sand cone untuk setiap station. Berdasarkan pada rancangan geometrik jalan dan
hasil stake out, maka diperoleh ketinggian tanah timbunan di STA 9.350, 9.375,
9.400, 9.425, 9.450, 9.475, 9.500, 9.525 dan 9.500 berturut-turut adalah 8,78 m; 15,8
m; 20,64 m; 23,89 m; 25,02 m; 26,52 m; 27,68 m; 26,79 m dan 21,65 m. Dengan
demikian jika setiap lapisan tanah timbunan setinggi 20 cm, maka pada STA 9.350,

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 45


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

9.375, 9.400, 9.425, 9.450, 9.475, 9.500, 9.525 dan 9.500 berturut-turut mempunyai
40 lapisan; 79 lapisan; 103 lapisan; 119 lapisan; 132 lapisan; 138 lapisan; 134 lapisan
dan 108 lapisan.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 46


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel IV. 4 Data Jumlah Lapisan Pengujian Sand Cone.


STA (km)
Lapisan Tanah Merah
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
1 × × Tanah Putih
2 × ×
Tanah Batu
3 × ×
4 × Tidak
× Dilakukan
5
Pengujian
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 47


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

39
40 ×
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 48


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89 ×
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111 × ×
112 × ×
113 × × ×
114 × × ×
115 × × ×
116 × × ×
117 × × ×
118 × × ×

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 49


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

119 × × ×
120 × × ×
121 × × ×
122 × × × ×
123 × × × ×
124 × × × ×
125 × × × ×
126 × × ×
127 × × ×
128 × × ×
129 × × ×
130 × × ×
131 × × ×
132 × × ×
133 × ×
134 × ×
135 ×
136 ×
137 ×
138 ×

Tabel IV.4 memperlihatkan data jumlah lapisan pada pengujian sandcone,


dimana pengujian dilakukan pada tanah merah, tanah putih dan tanah berbatu. Pada
station 9.350 km pekerjaan timbunan tidak sesuai dengan gambar rancangan
geometrik yaitu penimbunan dilakukan hingga lapisan ke-39 dengan menggunakan
tanah merah, tanah putih dan tanah berbatu yang seharusnya penimbunan dilakukan
hingga lapisan ke-40. Pada station 9.375 km dilakukan pengujian pada tanah merah
dan tanah berbatu hingga pada lapisan ke-100 yang seharusnya hanya sampai lapisan
ke-79. Sama halnya seperti pada station 9.400 km, station 9.425 km dan station 9.550
km yang menggunakan tanah merah dan tanah putih pada tanah timbunannya,
diketahui jumlah lapisan berturut-turut 121, 121, dan 112 dengan penimbunan
berlebih yang seharusnya hanya mendapatkan jumlah lapisan berturut-turut 103, 119,
dan 108. Ketidaksesuaian yang terjadi dapat diakibatkan oleh settlement pada tanah
yang telah ditimbun dan diakibatkan oleh adanya replacement tanah dasar timbunan
menyesuaikan kondisi real di lapangan. Selanjutnya pada station 9.450 km, station

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 50


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

9.475 km, station 9.500 km, dan station 9.525 km dilakukan penimbunan
menggunakan tanah putih dan tanah merah dengan jumlah lapisan berturut-turut 121,
110, 110, dan 112 yang seharusnya pada hasil stake out mendapatkan lapisan
berturut-turut 125, 132, 138, dan 134.

Pengendalian mutu untuk pengujian sandcone disajikan dalam bentuk tabel


dan diagram scatter. Lapisan yang akan dibahas yaitu pada Gambar IV.4 untuk
kepadatan timbunan pada lapisan lapisan 2 yang tidak memiliki kelengkapan data
sedangkan pada lapisan 22 terdapat beberapa station yang tidak memenuhi
spesifikasi. Selanjutnya pada Gambar IV.5 menjelaskan lapisan 89 dan lapisan 90
yang terdapat beberapa station yang tidak dilakukan pengujian. Selain beberapa
station pada lapisan 22 yang tidak memenuhi spesifikasi, semua nilai kepadatan
kering maksimum pada pengujian sandcone memenuhi spesifikasi dan dapat dilihat
pada Lampiran II.

Berikut merupakan hasil nilai kepadatan timbunan lapisan 2 dan lapisan 22


dimasing-masing station yang disajikan pada Gambar IV.4.

98.0

97.0
Kepadatan (%)

96.0

95.0

94.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kepadatan Minimum Lapisan 2 Lapisan 22

Gambar IV. 4 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22

Gambar IV.4 menunjukkan nilai hasil pengujian kepadatan kering


maksimum di masing-masing station untuk lapisan ke-2 dan lapisan ke-22. Pada
Gambar IV.4 terlihat bahwa pada station 9.475 km dan 9.525 km tidak terdapat hasil

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 51


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

pengujian untuk lapisan 2. Sesuai dengan data yang diperoleh bahwa berturut-turut
langsung ke lapisan 5 dan lapisan 4. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada
station 9.475 km dan 9.525 km tebal pemadatan pertama kali dilakukan berturut-turut
dengan ketebalan 100,0 cm dan 80,0 cm, lapisan ke 5 dan lapisan ke 4. Hal ini tidak
sesuai dengan ketebalan 20,0 cm seperti yang dijelaskan pada subbab 4.2 butir A.
Sedangkan pada station 9.350 km lapisan 2, dilakukannya pengujian CBR karena
menggunakan tanah batu dari lapisan ke-1 hingga ke-20 sehingga kepadatannya pun
berbeda sebesar 40,43%. Gambar IV.4 juga menyajikan hasil pengujian kepadatan
kering maksimum untuk semua station yang telah memenuhi persyaratan dalam
spesifikasi teknis yaitu sebesar 95%. Namun pada lapisan 22, terdapat station yang
tidak memenuhi persyaratan yaitu station 9.400 km dengan hasil pengujian sebesar
35.90%. Dengan demikian hal yang harus menjadi perhatian, terutama untuk lapisan
2 station 9.475 km dan station 9.525 km serta lapisan 22 station 9.400 km, adalah
bahwa jika terjadi penurunan akibat tidak adanya lapisan 1 sampai 5 dan 1 sampai
dengan 4 atau pemadatan setebal 100 cm dan 80 cm, maka akan mengakibatkan
semua lapisan diatasnya akan mengalami penurunan atau settlemet. Ditambah dengan
adanya hasil pengujian yang tidak memenuhi persyaratan, ini dapat berarti bahwa
pekerjaan pemadatan di lapangan yang dilakukan tidak sesuai dengan percobaan
pemadatan yang telah ditentukan. Oleh karena tanah timbunan ini merupakan dasar
untuk penempatan struktur perkerasan, maka jika terjadi penurunan pada tanah
timbunan tersebut akan mengakibatkan struktur perkerasannya mengalami
penurunan atau dapat juga mengakibatkan keretakan pada pelat beton.

Berikut merupakan hasil nilai kepadatan timbunan lapisan 89 dan lapisan 90


di masing-masing station yang disajikan pada Gambar IV.5.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 52


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

98.0

97.0
Kepadatan (%)

96.0

95.0

94.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kepadatan Minimum Lapisan 89 Lapisan 90

Gambar IV. 5 Data Kepadatan Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90.

Gambar IV.5 menunjukkan nilai hasil pengujian kepadatan kering


maksimum di masing-masing station untuk lapisan 89 dan lapisan 90. Pada Gambar
IV.5 terlihat bahwa pada station 9.350 km tidak terdapat pengujian kepadatan. Sesuai
dengan ulasan pada Tabel IV.4 pada station 9.350 km bahwa pengujian yang
dilakukan hanya sampai lapisan ke- 39. Berbeda dengan lapisan 90, pada station
9.500 km tidak dilakukan pemadatan dengan kemungkinan pada lapisan 89 memiliki
ketebalan pemadatan sebesar 40 cm atau setebal 2 lapisan. Selain pada station 9.500
km, hasil pengujian kepadatan kering maksimum pada lapisan tersebut telah
memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar 95%. Dengan demikian
hal yang harus menjadi perhatian terutama untuk lapisan 90 pada station 9.550 km
yaitu sewaktu waktu akan terjadi settlement atau penurunan tanah yang akan
berakibat pada keretakan pelat beton.
Pengendalian mutu lainnya pada pekerjaan tanah timbunan adalah kontrol
terhadap nilai kadar air optimum. Kadar air optimum didapatkan dari data pengujian
pemadatan tanah timbunan yang dilakukan di laboratorium, baik laboratorium
independen maupun internal. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan cara
menguji kadar air tanah timbunan di lapangan, sebagai bagian dari pengujian
sandcone. Pengujian kadar air di lapangan menggunakan metode spirtus. Setelah

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 53


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

didapatkan nilai kadar air di lapangan, kemudian dibandingkan dengan kadar air
optimum laboratorium, dimana nilai kadar air di lapangan tidak boleh melebihi
rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air
optimum di laboratorium. Berikut merupakan hasil nilai kepadatan setiap lapisan
timbunan yang disajikan pada Gambar IV.6 dan Gambar IV.7.
42.0

40.0
Kadar Air Optimum (%)

38.0

36.0

34.0

32.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kadar Air Optimum Lapisan 2 Lapisan 22


Kadar Air Maksimum Kadar Air Minimum

Gambar IV. 6 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 2 dan Lapisan 22.

Gambar IV.6 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di masing-
masing station untuk lapisan 2 dan lapisan 22. Pada Gambar IV.6 terlihat bahwa
pada semua station baik untuk lapisan 2 dan lapisan 22 memenuhi persyaratan dalam
spesifikasi teknis dimana nilai kadar air di lapangan tidak melebihi rentang 3%
dibawah kadar air optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air optimum di
laboratorium. Namun, untuk lapisan 2 pada station 9.475 km, station 9.525 km tidak
ditemukan data kadar air optimum dengan kemungkinan tidak dilakukannya
pengujian kadar air pada lapisan 2 tersebut.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 54


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

42.0

40.0
Kadar Air Optimum (%)

38.0

36.0

34.0

32.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kadar Air Optimum Lapisan 89 Lapisan 90


Kadar Air Maksimum Kadar Air Minimum

Gambar IV. 7 Data Kadar Air Timbunan Lapisan 89 dan Lapisan 90.

Gambar IV.7 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di masing-
masing station untuk lapisan 89 dan lapisan 90. Pada kedua lapisan tersebut di station
9.350 km tidak dilakukan pengujian kadar air dikarenakan sesuai ulasan Gambar
IV.5 pada station 9.350 km hanya dilakukan pemadatan hingga lapisan ke-39. Pada
Gambar IV.7 juga terlihat bahwa untuk lapisan 90 pada station 9.500 km tidak
tedapat nilai kadar air dikarenakan sesuai ulasan Gambar IV.5 yaitu tidak dilakukan
pemadatan pada station tersebut. Selain ulasan diatas baik untuk lapisan 89 dan
lapisan 90 semua station telah memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis
dimana nilai kadar air di lapangan tidak melebihi rentang 3% dibawah kadar air
optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air optimum di laboratorium.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 55


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel IV. 5 Data Pengujian Kepadatan Kering Maksimum dan Kadar Air.

9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550


Kad Kada Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar
STA (km) Sand Sand Kadar Sand Sand Sand Sand Sand Sand Sand
ar r Air Air Air Air Air Air Air
cone cone Air cone cone cone cone cone cone cone
Air
2 - - 96 34,9 95,3 34,6 96,34 36,8 95,8 37 - - 95,73 35,7 - - 96,41 37,10
35,1
22 96,60 96,80 36,8 35,9 35,9 96,1 35,8 97,8 36,2 97,48 35,7 96,41 34,9 95,34 35,3 96,03 35,9
0
Lapisan
89 - - 96,56 35,2 96,87 35,4 97,33 35 96,64 35,4 95,42 35,7 95,27 36,5 97,63 35,9 95,88 36

90 - - 96,56 35,2 96,87 35,4 97,33 35 96,64 35,4 95,73 34,6 - - 96,26 36,1 96,56 35

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. . 56


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel IV.5 memperlihatkan keseluruhan hasil pengujian yang dilakukan


terhadap lapisan tanah timbunan di ke sembilan station. Tabel tersebut juga
memperlihatkan hubungan antara hasil pengujian sandcone atau kepadatan dengan
hasil pengujian kadar air. Hal yang menarik dari Tabel IV.5 adalah pada lapisan 22
pada station 9.400 pengujian kadar air yang dilakukan telah memenuhi spesifikasi,
namun pengujian kepadatan yang dilakukan pada lapisan ke-22 tidak memenuhi
spesifikasi. Kemungkinan yang terjadi adalah pemadatan yang dilakukan di lapangan
pada saat kondisi lapangan sedang kering yang dapat menghasilkan kepadatan yang
tidak optimum juga.

4.2.2. Lapisan Tanah Dasar

Kondisi di STA 9+500 pada proyek Jalan Tol Trans Sumatra Bakauheni-
Sidomulyo sesuai dengan gambar rencana yaitu lapisan tanah dasar yang merupakan
top subgrade dari tanah timbunan terdapat di ketinggian 27,683 m dengan jumlah
lapisan tanah timbunan sebanyak 120 lapis.

Pengujian lapangan yang dilakukan pada lapisan tanah dasar yaitu sand cone
test. Syarat kepadatan pada lapisan tanah dasar yaitu 100% karena lapisan ini
merupakan dasar dari perletakan lapis struktur perkerasan dan mendukung konstruksi
struktur perkerasan jalan diatasnya. Sebelum dilakukan pengujian sand cone
dilakukan pengujian proofrolling. Pada pengujian sandcone juga dilakukan
pengendalian mutu terhadap kadar air, dengan metode kerja yang sama dengan
pengendalian kadar air pada lapisan tanah timbunan. Pengujian ini dilakukan setiap
25 meter dari STA 9+350 sampai dengan STA 9+550. Berikut merupakan hasil
pengujian-pengujian yang dilakukan di lapangan yang disajikan dalam bentuk
diagram scatter.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 57


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

110.0

Kepadatan (%) 108.0

106.0

104.0

102.0

100.0

98.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (m)

Kepadatan Minimum Tanah Dasar

Gambar IV. 8 Data Kepadatan Lapisan Tanah Dasar.

Pada Gambar IV.8 menunjukkan data hasil kepadatan kering maksimum


pada lapisan tanah dasar di masing-masing stasion. Pada Gambar IV.8 seluruh
station telah dilakukan pemadatan dan hasil pengujian kepadatan kering maksimum
seluruhnya telah memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar 100%.
Dengan nilai rata-rata kepadatan mencapai 103,04%.
Pengujian lainnya yang dilakukan pada lapisan tanah dasar yaitu pengujian
kadar air lapangan, pengujian kadar air lapangan dilakukan dengan cara mengontrol
kadar air material pada tanah dasar yang dipadatkan di lapangan tidak melebihi
rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum agar
tercapai kepadatan kering maksimum yang disyaratkan. Berikut merupakan hasil
pengujian yang dilakukan pada lapisan tanah dasar yang disajikan dalam bentuk
diagram scatter pada Gambar IV.9.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 58


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

19.0

18.0

17.0
KADAR AIR OPTIMUM (%)

16.0

15.0

14.0

13.0

12.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kadar Air Optimum Kadar Air Lapangan


Kadar Air Minimum Kadar Air Maksimum

Gambar IV. 9 Data Kadar Air Lapisan Tanah Dasar.

Gambar IV.9 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di


masing-masing station untuk lapisan tanah dasar. Pada Gambar IV.9 terlihat seluruh
station dimulai dari station 9.350 km hingga station 9.550 km pada lapisan tanah
dasar seluruhnya telah memenuhi spesifikasi yang memiliki nilai berturut-turut
15,90%; 15,80%; 16,00%; 16,10%; 15,80%; 16,00%; 14,00%; 14,60%; 15,00%.
Persyaratan dalam spesfikasi teknis dimana nilai kadar air di lapangan tidak melebihi
rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai dengan 1% diatas dari kadar air
optimum di laboratorium dengan nilai rata-rata kadar air optimum sebesar 15,47%.
Dengan demikian pemadatan yang dilakukan di lapangan telah mencapai keadaan
kering, sesuai persyaratan kadar optimum pada proyek ini yaitu sebesar 15,75% yang
telah diuji di laboratorium.

4.2.3. Lapis Pondasi Agregat Kelas A


Pada lapisan agregat kelas A, pengujian yang dilakukan sama dengan yang
dilaksanakan pada lapisan tanah dasar yaitu pengujian proof rolling & sand cone.
Syarat kepadatan pun sama, untuk pengujian sand cone yaitu sebesar 100%.
Pengujian ini dilakukan pada jarak setiap 25 meter mulai dari STA 9+350 sampai
dengan STA 9+550. Berikut merupakan hasil pengujian-pengujian yang dilakukan di
lapangan yang disajikan dalam bentuk diagram scatter.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 59


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

110.0

Kepadatan (%) 108.0

106.0

104.0

102.0

100.0

98.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (m)

Kepadatan Minimum Agregat Kelas A

Gambar IV. 10 Data Kepadatan Lapisan Pondasi Agregat Kelas A.

Pada Gambar IV.10 menunjukkan data hasil kepadatan kering maksimum


pada lapisan pondasi agregat kelas A di masing-masing stasion. Pada Gambar IV.10
seluruh station telah dilakukan pemadatan pada lapisan pondasi agregat kelas A dan
hasil pengujian kepadatan kering maksimum seluruhnya telah memenuhi persyaratan
dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar 100%. Nilai rata-rata kepadatan minimum
untuk lapisan pondasi agregat kelas A sebesar 102,54%.

Pengendalian kadar air yang dilakukan untuk lapisan pondasi agregat kelas A
adalah dengan cara mengontrol kadar air material agregat kelas A yang dihampar di
lapangan tidak melebihi rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai 1% di atas
kadar air optimum agar tercapai kepadatan kering maksimum yang disyaratkan.
Berikut merupakan hasil pengujian yang dilakukan pada lapisan pondasi agregat
yang disajikan dalam bentuk diagram scatter pada Gambar IV.11.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 60


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

5.0

4.0
Kadar Air Lapangan (%)

3.0

2.0

1.0

0.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kadar Air Optimum Kadar Air Lapangan


Kadar Air Minimum Kadar Air Maksimum

Gambar IV. 11 Data Kadar Air Lapisan Pondasi Agregat Kelas A.

Gambar IV.11 menunjukkan nilai hasil pengujian kadar air lapangan di


masing-masing station untuk lapisan pondasi agregat kelas A. Pada Gambar IV.11
terlihat seluruh station dimulai dari station 9.350 km hingga station 9.550 km pada
lapisan pondasi agregat seluruhnya telah memenuhi spesifikasi yang memiliki nilai
berturut-turut 4,2%; 3,8%; 4,0%; 4,2%; 3,8%; 3,8%; 3,8%; 4,2% dan 4,0% dengan
nilai rata–rata sebesar 3,56%. Persyaratan dalam spesfikasi teknis dimana nilai kadar
air di lapangan tidak melebihi rentang 3% dibawah kadar air optimum sampai dengan
1% diatas dari kadar air optimum di laboratorium. Dengan demikian pemadatan yang
dilakukan di lapangan telah mencapai keadaan kering, sesuai persyaratan kadar
optimum pada proyek ini yaitu sebesar 3,5% yang telah diuji di laboratorium.

4.2.4. Lapisan Lean Concrete


Pengendalian mutu yang dilakukan pada lapisan lean concrete yaitu slump
test. Slump test bertujuan untuk mengetahui kelecakan beton atau kemudahan beton
sebelum pekerjaan pengecoran beton ready mix dihamparkan di lapangan.
Persyaratan slump test pada lapisan lean concrete tertera sesuai pada Tabel IV.3.
Selain slump test, pengendalian mutu yang dilakukan pada lapisan lean concrete
yaitu pengujian kuat tekan beton. Data yang didapatkan untuk pengujian slump dan
kuat tekan pada pekerjaan lean concrete merupakan nilai rata-rata hasil pengujian

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 61


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang diambil dari 6 (enam) sampel bahan uji di labratorium untuk umur 7 hari dan
28 hari. Berikut merupakan Tabel IV.6 dan Tabel IV.7 yang menyajikan data yang
diambil untuk setiap titik station.

Tabel IV. 6 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada Umur 7 Hari.

Kuat Tekan (7
No. STA From To Titik STA Slump (cm) hari)
Mpa
1 9+200 - 9+300 9+350 6,5 8,092
2 9+200 - 9+300 9+350 6,5 7,922
3 9+200 - 9+300 9+350 6,5 8,205
4 9+320 - 9+350 9+350 6,5 7,866
5 9+320 - 9+350 9+350 6,5 8,262
6 9+320 - 9+350 9+350 6,5 7,922
Rata-rata 6,5 8,045
7 9+200 - 9+400 9+375 6,0 8,205
8 9+200 - 9+400 9+375 6,0 8,149
9 9+200 - 9+400 9+375 6,0 7,866
10 9+200 - 9+400 9+375 7,0 7,922
11 9+200 - 9+400 9+375 7,0 7,809
12 9+200 - 9+400 9+375 7,0 8,149
Rata-rata 6,5 8,017
13 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 7,639
14 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 7,639
15 9+300 - 9+400 9+400 6,0 7,639
16 9+300 - 9+400 9+400 6,0 7,356
17 9+300 - 9+400 9+400 5,0 7,639
18 9+300 - 9+400 9+400 5,0 7,356
Rata-rata 5,667 7,545
19 9+400 - 9+475 9+425 6,0 8,318
20 9+400 - 9+475 9+425 6,0 8,205
21 9+400 - 9+475 9+425 6,0 7,809
22 9+400 - 9+475 9+425 7,0 7,753
23 9+400 - 9+475 9+425 7,0 7,809
24 9+400 - 9+475 9+425 7,0 8,036
Rata-rata 6,5 7,988
25 9+400 - 9+475 9+450 6,0 8,432
26 9+400 - 9+475 9+450 6,0 7,922
27 9+400 - 9+475 9+450 6,0 8,375
28 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,639
29 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,922
30 9+400 - 9+475 9+450 6,5 7,809
Rata-rata 6,25 8,017
31 9+400 - 9+475 9+475 6,0 8,318
32 9+400 - 9+475 9+475 6,0 8,205
33 9+400 - 9+475 9+475 6,0 7,809
34 9+400 - 9+475 9+475 7,0 7,753
35 9+400 - 9+475 9+475 7,0 7,809
36 9+400 - 9+475 9+475 7,0 8,036
Rata-rata 6,5 7,988
x̅ 7,932

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 62


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel IV. 7 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test dan Kuat Tekan pada Umur 28 Hari.

Kuat Tekan (28


No. STA From To Titik STA Slump (cm) hari)
Mpa
1 9+200 - 9+300 9+350 6,5 10,469
2 9+200 - 9+300 9+350 6,5 11,205
3 9+200 - 9+300 9+350 6,5 10,865
4 9+320 - 9+350 9+350 6,5 11,148
5 9+320 - 9+350 9+350 6,5 10,752
6 9+320 - 9+350 9+350 6,5 11,091
Rata-rata 6,5 10,922
7 9+200 - 9+400 9+375 6,0 11,148
8 9+200 - 9+400 9+375 6,0 11,205
9 9+200 - 9+400 9+375 6,0 11,261
10 9+200 - 9+400 9+375 7,0 10,752
11 9+200 - 9+400 9+375 7,0 11,091
12 9+200 - 9+400 9+375 7,0 11,035
Rata-rata 6,5 11,082
13 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 11,318
14 9+337,5 - 9+400 9+400 6,0 10,752
15 9+300 - 9+400 9+400 6,0 10,752
16 9+300 - 9+400 9+400 6,0 11,318
17 9+300 - 9+400 9+400 5,0 11,318
18 9+300 - 9+400 9+400 5,0 10,752
Rata-rata 5,67 11,035
19 9+400 - 9+475 9+425 6,0 11,035
20 9+400 - 9+475 9+425 6,0 11,148
21 9+400 - 9+475 9+425 6,0 10,752
22 9+400 - 9+475 9+425 7,0 11,261
23 9+400 - 9+475 9+425 7,0 11,205
24 9+400 - 9+475 9+425 7,0 11,091
Rata-rata 6,5 11,082
25 9+400 - 9+475 9+450 6,0 10,856
26 9+400 - 9+475 9+450 6,0 11,148
27 9+400 - 9+475 9+450 6,0 10,978
28 9+400 - 9+475 9+450 6,5 10,865
29 9+400 - 9+475 9+450 6,5 10,922
30 9+400 - 9+475 9+450 6,5 11,091
Rata-rata 6,25 10,977
31 9+400 - 9+475 9+475 6,0 10,865
32 9+400 - 9+475 9+475 6,0 11,318
33 9+400 - 9+475 9+475 6,0 11,261
34 9+400 - 9+475 9+475 7,0 11,091
35 9+400 - 9+475 9+475 7,0 11,035
36 9+400 - 9+475 9+475 7,0 11,091
Rata-rata 6,5 11,110
x̅ 11,03

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 63


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Berikut merupakan hasil pengujian yang dilakukan di lapangan dan di


laboratorium yang disajikan dalam bentuk diagram scatter berturut-turut pada
Gambar IV.12, Gambar IV.13, dan Gambar IV.14.

8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
Slump (cm)

5.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Slump Spesifikasi Batas Atas Batas Bawah

Gambar IV. 12 Data Slump Test Beton Lean Concrete.

Gambar IV.14 menunjukkan data hasil uji slump rata-rata pada lapisan lean
concrete di masing-masing stasion. Pada Gambar IV.14 station 9.350 km hingga
station 9.550 km telah dilakukan uji slump pada lapisan lean concrete dan hasil uji
slump telah memenuhi persyaratan untuk beton kelas E dalam spesifikasi teknis yaitu
sebesar 5±2,5 cm.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 64


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

10.0

9.0
Kuat Tekan (MPa)

8.0

7.0

6.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kuat Tekan Spesifikasi

Gambar IV. 13 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 7 Hari.

Gambar IV.13 menunjukkan data hasil uji kuat tekan beton rata-rata pada
lapisan lean concrete ketika beton berumur 7 (tujuh) hari di masing-masing stasion.
Pada Gambar IV.13 station 9.350 km hingga station 9.550 km telah dilakukan uji
kuat tekan beton rata-rata pada lapisan lean concrete dan hasil uji kuat tekan beton
rata-rata yaitu 7,935 MPa yang telah memenuhi persyaratan minimum dalam
spesifikasi teknis yaitu sebesar 7,0 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-rata
yang dicapai pada station 9.350 km hingga station 9.475 km yaitu terdapat pada
station 9.350 km sebesar 8,04 MPa.

15.0

14.0
Kuat Tekan (MPa)

13.0

12.0

11.0

10.0

9.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)
Kuat Tekan Spesifikasi

Gambar IV. 14 Data Kuat Tekan Beton Lean Concrete pada Umur 28 Hari.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 65


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar IV.14 menunjukkan data hasil uji kuat tekan beton rata-rata pada
lapisan lean concrete ketika beton berumur 28 (dua puluh delapan) hari di masing-
masing stasion. Pada Gambar IV.14 station 9.350 km hingga station 9.550 km telah
dilakukan uji kuat tekan beton rata-rata pada lapisan lean concrete dan hasil uji kuat
tekan beton rata-rata yaitu 11,035 MPa yang telah memenuhi persyaratan minimum
dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar 10,0 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-
rata yang dicapai pada station 9.350 km hingga station 9.475 km yaitu terdapat pada
station 9.475 km sebesar 11,11 MPa.

Tabel IV. 8 Data Slump Test dan Kuat Tekan.

STA (km) 9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475


Slump Test
6,50 6,50 5,67 6,50 6,25 6,50
(cm)
7 hari
8,04 8,02 7,55 7,99 8,02 7,99
Kuat (MPa)
Tekan 28 hari
10,92 11,08 11,04 11,08 10,98 11,11
(MPa)

Tabel IV.8 memperlihatkan keseluruhan hasil pengujian yang dilakukan


terhadap lean concrete di ke sembilan station. Tabel tersebut juga memperlihatkan
hubungan antara hasil pengujian slump dengan hasil pengujian kuat tekan baik untuk
umur 7 hari dan 28 hari. Hal yang menarik dari Tabel IV.8 adalah bahwa jika nilai
slump rendah, dalam hal ini adalah 5,67 cm, maka akan menghasilkan nilai kuat tekan
pada umur 7 hari yang rendah pula, dalam hal ini 7,55 MPa, dibandingkan dengan
nilai slump yang lebih tinggi, dalam hal ini 6,25 cm, 6,50 cm, 6,75 cm, dan 7,30 cm
akan memberikan nilai kuat tekan dalam kisaran 7,99 MPa sampai dengan 8,04 MPa.
Namun demikian nilai slump sebesar 5,67 cm memberikan nilai kuat tekan pada umur
28 hari yang tidak jauh berbeda dengan nilai slump 6,50 cm. Nilai kuat tekan tertinggi
sebesar 11,11 MPa diperoleh pada saat nilai slump sebesar 6,50 cm. Dengan
demikian selama nilai slump masih memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, diatas
5,0 cm, maka nilai kuat tekan pada umur 7 hari dan 28 hari akan memenuhi yang
dipersyaratkan. Walaupun nilai slump tersebut akan lebih banyak berpengaruh
terhadap workability pekerjaan lean concrete tersebut.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 66


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

4.2.5. Lapisan Pelat Beton


Pengendalian mutu yang dilakukan pada lapisan pelat beton sama halnya
dengan lapisan lean concrete yaitu dengan melakukan slump test. Persyaratan slump
test pada lapisan pelat beton sesuai dengan yang disajikan pada Tabel IV.3. Selain
slump test, pengendalian mutu yang dilakukan pada lapisan pelat beton yaitu dengan
melakukan pengujian kuat lentur. Pengujian kuat lentur dimana sampelnya diambil
pada saat beton ready mix sampai di lapangan sejumlah 6 benda uji untuk setiap satu
titik station dan selanjutnya sampel tersebut diuji kuat lentur di laboratorium ketika
beton berumur 7 hari dan 28 hari. Berikut merupakan Tabel IV.9 dan Tabel IV.10
yang menyajikan data yang diambil untuk setiap titik station.

Tabel IV. 9 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur 7 Hari.

Kuat Lentur (7 hari)


No. STA From To Titik STA Slump (cm)
Mpa
1 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 3,808
2 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 3,808
3 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,5 3,672
4 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 3,944
5 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 3,672
6 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,5 3,670
Rata-rata 3,17 3,762
7 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,5 3,944
8 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 3,672
9 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 3,808
10 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,5 3,808
11 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 3,672
12 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 3,672
Rata-rata 3,17 3,763
13 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,5 3,672
14 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,0 3,672
15 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,0 3,808
16 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,0 3,808
17 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,5 3,944
18 9+280 - 9+455 R2 9+400 3,5 3,672
Rata-rata 3,25 3,763
19 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,0 3,672
20 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,0 3,808
21 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,5 3,808
22 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,0 3,808
23 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,0 3,672
24 9+280 - 9+455 R2 9+425 3,5 3,808
Rata-rata 3,17 3,763

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 67


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

25 9+280 - 9+455 R2 9+450 3,0 3,944


26 9+280 - 9+455 R2 9+450 3,5 3,944
27 9+280 - 9+455 R2 9+450 3,5 3,672
28 9+280 - 9+455 R2 9+450 3,0 3,672
29 9+280 - 9+455 R2 9+450 3,0 3,808
Rata-rata 3,20 3,808
x̅ 3,769

Tabel IV. 10 Titik STA Pengambilan Benda Uji Slump Test & Kuat Lentur Umur 28 Hari.

Kuat Lentur (28


No. STA From To Titik STA Slump (cm) hari)
Mpa
1 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,5 4,896
2 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 5,032
3 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 5,032
4 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,5 4,760
5 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 4,896
6 9+422 - 9+278 L2 9+350 3,0 5,168
Rata-rata 3,167 4,964
7 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,5 5,032
8 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,5 4,896
9 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 4,896
10 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 5,032
11 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 4,760
12 9+422 - 9+278 L2 9+375 3,0 4,760
Rata-rata 3,167 4,896
13 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,0 5,032
14 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,0 4,896
15 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,5 5,168
16 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,0 5,032
17 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,0 5,032
18 9+405 - 9+428,5 R1 9+400 3,5 4,896
Rata-rata 3,167 5,009
19 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,5 4,760
20 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,0 5,032
21 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,0 5,032
22 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,5 4,896
23 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,0 4,760
24 9+405 - 9+428,5 R1 9+425 3,5 4,760
Rata-rata 3,250 4,873
25 9+440 - 9+405 R1 9+450 3,0 4,896
26 9+440 - 9+405 R1 9+450 3,0 5,032
27 9+440 - 9+405 R1 9+450 3,0 5,032
28 9+440 - 9+405 R1 9+450 3,5 4,760

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 68


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

29 9+440 - 9+405 R1 9+450 3,0 4,896


Rata-rata 3,10 4,923
x̅ 4,934

Berikut merupakan hasil pengujian yang dilakukan di lapangan dan di


laboratorium, data dibawah ini merupakan rata-rata dari setiap 6 sampel benda uji
yang disajikan dalam bentuk diagram scatter berturut-turut pada Gambar IV.15,
Gambar IV.16, dan Gambar IV.17.

5.5

5.0

4.5
Slump (cm)

4.0

3.5

3.0

2.5

2.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

SLUMP Spesifikasi

Gambar IV. 15 Data Slump Test pada Lapisan Pelat Beton.

Gambar IV.15 memperlihatkan nilai hasil dari pengujian slump hanya pada
beberapa station. Nilai slump test hanya terdapat pada station 9.400 km, station 9.425
km dan station 9.450 km dengan nilai slump yang telah memenuhi spesifikasi yaitu
dengan penurunan tidak melebihi 5,0 cm. Nilai rata-rata pada station tersebut yaitu
3,186 cm. Sedangkan pada station 9.350 km, station 9.375 km, station 9.475 km,
station 9.500 km, station 9.525 km dan station 9.550 km tidak terdapat nilai hasil
slump test dengan kemungkinan tidak dilakukannnya pengujian slump pada station
tersebut. Dengan demikian, akan sulit untuk mengontrol kualitas dari beton yang
dihasilkan. Untuk dampak jangka panjang kemungkinan akan terjadi keretakan dan
penurunan kualitas pada struktur perkerasan kaku, jika nilai slump tidak memenuhi
spesifikasi.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 69


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

4.0

3.9
Kuat Lentur (MPa)

3.8

3.7

3.6

3.5
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kuat Lentur Spesifikasi

Gambar IV. 16 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 7 Hari.

Gambar IV.16 menunjukkan data hasil uji kuat lentur rata-rata pada lapisan
pelat beton ketika beton berumur 7 (tujuh) hari di masing-masing stasion. Pada
Gambar IV.16 station 9.350 km hingga station 9.450 km telah dilakukan uji kuat
lentur rata-rata dengan nilai 3,77 MPa pada lapisan pelat beton dan hasil uji kuat
lentur telah memenuhi persyaratan minimum dalam spesifikasi teknis yaitu sebesar
3,60 MPa. Nilai tertinggi kuat tekan beton rata-rata yang dicapai pada station 9.350
km hingga station 9.550 km yaitu terdapat pada station 9.450 km sebesar 3,785 MPa.
Namun, pada Gambar IV.16 terlihat tidak terdapat data hasil pengujian pada station
9.475 km, 9.500 km, 9.525 km dan 9.550 km. Dengan demikian di keempat station
tersebut tidak diketahui nilai uji slump-nya.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 70


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

6.0

Kuat Lentur (Mpa) 5.5

5.0

4.5

4.0

3.5

3.0
9.350 9.375 9.400 9.425 9.450 9.475 9.500 9.525 9.550
STA (km)

Kuat Lentur Spesifikasi

Gambar IV. 17 Data Kuat Lentur Lapisan Pelat Beton pada Umur 28 Hari.

Selanjutnya pada Gambar IV.17 menunjukkan nilai kuat lentur pelat beton
pada station 9.350 km sampai station 9.450 km pada umur 28 (dua puluh delapan)
hari. Nilai kuat lentur hanya terdapat pada station 9.350 km sampai station 9.450 km
tersebut dengan nilai rata-rata kuat lentur yaitu 4,94 MPa yang telah memenuhi
spesifikasi yaitu melebihi nilai fs’ = 4.5 MPa pada umur 28 hari. Sedangkan pada
Gambar IV.17 station 9.475 km hingga station 9.550 km tidak terdapat hasil kuat
lentur dengan kemungkinan tidak dilakukannnya pengujian kuat lentur pada station
tersebut. Dengan demikian di keempat station tersebut tidak diketahui nilai uji kuat
lentur.
Tabel IV. 11 Data Slump Test dan Kuat Lentur.

STA (km) 9.350 9.375 9.400 9.425 9.450


Slump Test
3,17 3,17 3,25 3,17 3,17
(cm)
7 hari
3,763 3,763 3,763 3,763 3,785
Kuat (MPa)
Tekan 28 hari
4,964 4,896 5,009 4,873 4,964
(MPa)

Tabel IV.11 menunjukkan keseluruhan hasil pengujian yang dilakukan


terhadap pelat beton di ke tiga station. Tabel tersebut juga menunjukkan hubungan
antara hasil pengujian slump dengan hasil pengujian kuat lentur baik untuk umur 7
hari dan 28 hari. Hal yang menarik dari Tabel IV.11 adalah nilai slump hampir sama

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 71


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

pada setiap station yaitu 3,17 cm, dan juga nilai slump tersebut akan menghasilkan
nilai kuat lentur pada umur 7 hari yang sama sebesar 3,763 MPa, demikian juga pada
nilai slump 3,25 cm akan memberikan nilai kuat lentur yang sama dengan nilai slump
3,17 cm. Namun, pada station 9.450 km dengan nilai slump 3,17 cm memberikan
nilai kuat lentur sebesar yang tidak jauh berbeda yaitu sebesar 3,785 Mpa. Berbeda
pada umur 28 hari nilai slump 3,17 cm memberikan hasil yang berbeda dengan nilai
slump 3,25 cm. Nilai kuat lentur tertinggi sebesar 5,009 Mpa dan demikian selama
nilai slump masih memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan, tidak melebihi 5,0 cm,
maka nilai kuat tekan pada umur 7 hari dan 28 hari akan memenuhi yang
dipersyaratkan. Walaupun nilai slump tersebut akan lebih banyak berpengaruh
terhadap workability pekerjaan lean concrete tersebut.

4.3 Rangkuman

Seluruh ketidaksesuaian yang terjadi di lapangan dapat mempengaruhi kualitas


baik dari badan jalan maupun struktur perkerasan. Berikut merupakan rangkuman
evaluasi pengendalian mutu lebih jelasnya disajikan dalam bentuk Tabel IV.12.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 72


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel IV. 12 Hasil Evaluasi Pengendalian Mutu Badan Jalan dan Struktur Perkerasan.

Lapisan
No Pekerjaan Spesifikasi Input Proses Output Keterangan
Perkerasan
Kontraktor harus membuat patok-patok untuk
membentuk garis-garis dan kemiringan jalan
sesuai dengan Gambar. Bila dianggap perlu
Konsultan Pengawas dapat merevisi garis-garis
dan kemiringan jalan, dan meminta Kontraktor
untuk membetulkan patok-patok. Peralatan dan
Pengukuran
personil survey harus meliputi, tetapi tidak hanya situasi daerah
Personil survey
terbatas pada : yang didapat pada
terdapat 2 orang
STA 9+350 –
(a) 2 orang surveyor surveyor dan 6
Pengukuran berupa 9+550 yaitu
6 orang pekerja surveyor orang pekerja
situasi daerah rencana perbukitan dengan
1. Stake Out Plotting surveyor serta Sesuai
(b) Peralatan Survai : lokasi dan pematokan lereng yang cukup
peralatan
3 set Peralatan Survai yang tercantum dibawah titik bench mark curam dengan
menggunakan total
kondisi tanah
ini atau setara yang disetujui oleh Konsultan station dan
eksisting yang
waterpass
Pengawas. perlu dikupas
- Total station elektrik terlebih dahulu

- 2 meteran pita baja dengan panjang 50m;


- Patok survai sebagaimana yang diperlukan;
- Perlengkapan dan bahan sekali pakai lainnya
sebagaimana yang diperlukan dalam survai.
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S1.11 (1) & (2))

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 73


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Pengukuran profil
Kontraktor wajib melaksanakan pematokan rinci Personil survey memanjang untuk
Terjadi
(stake-out) sesuai dengan Gambar Rencana terdapat 2 orang mengetahui situasi tinggi
ketidaksesuaian
surveyor dan 6 muka tanah sepanjang as
sebelum pekerjaan dimulai. Pengukuran pada tebal lapisan
orang pekerja rencana jalan serta profil
penampang melintang (cross section) setiap timbunan pada
Marking surveyor serta melintang untuk
gambar rencana
interval 25 meter atau lebih rapat sesuai dengan peralatan mengetahui kemiringan
profil memanjang
menggunakan total pada jalan lurus atau
kebutuhan lapangan. (Kerangka Acuan Proyek dengan di
station dan berbelok. Selain itu,
JTTS S1.11 (3)) lapangan
waterpass untuk mengetahui
volume pekerjaan tanah
Material timbunan badan jalan harus dihampar
Material timbunan
selapis demi selapis horizontal dengan tebal Material bebas dari
dihampar selapis demi
selain timbunan batuan tidak boleh lebih dari 20 bahan organic, alat
selapis horizontal dengan
Penghamparan penghamparan
cm sedangkan untuk timbunan batu tidak lebih ketebalan 20 cm untuk
menggunakan
dari 60 cm. (Kerangka Acuan Proyek JTTS timbunan tanah dan 60 Terdapat beberapa Terdapat
bulldozer
cm untuk timbunan batu. lapisan yang pengujian
S4.06 (3) b (i))
melakukan kepadatan di
Tanah Bila badan jalan terletak pada lereng bukit atau penghamparan lapisan 22 STA
2.
Timbunan timbunan baru harus dihampar dan dipadatkan dan pemadatan 9+400 yang tidak
Material bebas dari
Timbunan dilakukan timbunan 2 memenuhi
pada badan jalan lama atau timbunan harus bahan organic, alat
bidang sebelah kiri lapisan secara spesfikasi sebesar
dilakukan setengah lebar badan jalan, maka berat yang
terlebih dahulu, dan langsung 35,90%
Pemadatan digunakan untuk
lereng bukit atau badan jalan lama atau timbunan bidang sebelah kanan
pemadatan yaitu
setengah lebar yang pertama itu harus dipotong dipergunakan untuk jalur
sheep foot dan
akses alat dan kendaraan.
sedemikian rupa sehingga memudahkan vibratory roller
penggunaan peralatan pemadatan pada waktu

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 74


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

urugan timbunan baru diletakkan berupa lapisan


horizontal. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S4.06
(3) b (iii))

Lapis Pondasi Agregat harus dibawa ke badan


jalan sebagai campuran yang merata dan harus Ketebalan lapis pondasi
dihampar pada kadar air dalam rentang 3 % di agregat sebesar 15 cm.
Material agregat Kadar air dari agregat
bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas
bebas dari bahan berada dalam rentang 3%
Penghamparan kadar air optimum. Tebal padat maksimum tidak organik dan dibawah kadar air Sesuai spesifikasi
boleh melebihi 20 cm, kecuali digunakan gumpalan- optimum sampai 1%.
gumpalan tanah liat Penghamparan
peralatan khusus yang disetujui oleh Konsultan
menggunakan alat berat
Pengawas. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S8.01 motor grader 100% nilai
Lapis
(3) b (i) & (iv)) sandcone
Pondasi
3. memenuhi dengan
Agregat Segera setelah pencampuran dan pembentukan 1 orang pelaksana
nilai rata-rata
Kelas A kontraktor
akhir, setiap lapis harus dipadatkan menyeluruh sebesar 102,38%
1 orang pelaksana Pemadatan dilakukan
dengan alat pemadat yang cocok dan memadai subkontraktor menggunakan vibratory
dan disetujui oleh Konsultan Pengawas, hingga 1 orang konsultan roller dengan bantuan
kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan pengawas water tank untuk
Pemadatan Sesuai spesifikasi
1 orang operator menyirami lapis pondasi
kering maksimum modifikasi seperti yang Dump Truck agar material agregat
ditentukan oleh AASHTO T180, metode D. 1 orang operator semakin padat dan saling
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S8.01 (3) c (i) & Sheepfoot Roller mengunci.
1 orang operator
(iii))
Vibratory Roller

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 75


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Pemasangan
Lean concrete untuk levelling course harus bekisting sesuai
dituang dalam cetakan baja atau kayu secara cut- Bekisting harus Beton dituang dalam dengan landai dan
Pemasangan off screeding, dengan landai dan elevasi tertentu. bersih & disirami cetakan baja atau elevasi gambar
Sesuai spesifikasi
Bekisting air sebelum beksiting dengan landai rencana dan
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.09 (6) & pengecoran. dan elevasi tertentu beksiting sudah
S10.01 (3) d (i),(iii),(vi)) dibersihkan
terlebih dahulu
Kontraktor harus menyediakan contoh beton
untuk diuji pada umur 7 hari dan 28 hari. Contoh
Didapat dua
tersebut harus dibuat berpasangan, dan tidak Cetakan benda uji pasang benda uji
Pembuatan boleh kurang dari 8 (delapan) pasang @ 2 buah harus dibersihkan Menyiapkan dua pasang silinder yang
sampel benda terlebih dahulu dan benda uji silinder yang dibawa ke Sesuai spesifikasi
untuk setiap 100 m kubik beton atau bagian beton
Lean uji dalam keadaan harus dicetak laboratorium
4. yang dicor dalam satu kali pekerjaan, atau sesuai untuk diuji kuat
Concrete lembab
permintaan. (Kerangka Acuan Proyek JTTS tekan

S10.01 (1) d)
Memasukkan beton segar
kedalam cetakan kerucut
Material beton
Segera isi cetakan dalam tiga lapis, setiap lapis Abram secara bertahap
segar dengan alat 100% nilai slump
Pengujian sekira sepertiga dari volume cetakan. (SNI 03- dalam tiga lapis dan
uji yaitu kerucut memenuhi dengan Sesuai spesifikasi
slump memadatkan setiap
1972-2008) abram dan batang rata-rata 6,52 cm.
lapisan sebanyak 25x
pemadat
menggunakan batang
pemadat
Mixer harus bisa mengaduk bahan-bahan beton Penghamparan beton Ditemukaannya Jika potongan
Penghamparan  1 orang pelaksana
yang dituangkan dari potongan kayu kayu dibiarkan
beton secara merata, dan bisa mengeluarkan beton kontraktor
truck mixer dengan akibat dampak yang

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 76


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

secara merata tanpa segregasi. (Kerangka Acuan  1 orang pelaksana ketinggian tertentu agar pembersihan terjadi akan
Proyek JTTS S10.01 (3) b (iv) & f (iv)) subkontraktor tidak terjadi segregasi lahan yang kurang merusak kualitas
 1 orang konsultan baik pada saat dari mutu beton.
pengawas setelah
 1 orang mandor pengecoran
 1 orang operator
Truck Mixer
 12 orang pekerja
 Material beton
ready mix
didatangkan dari
batching plant
menggunakan
truck mixer
Lean concrete harus dibentuk dan diselesaikan
sesuai dengan garis, landai dan penampang Kurang
Meratakan hasil maksimalnya oleh
permukaan seperti tertera pada Gambar Rencana.
Perataan pengecoran secara manpower pada Terjadinya retak
Permukaan Penyimpangan pada permukaan yang sudah 12 orang pekerja manual dengan saat peratan pada lapisan lean
lapisan selesai tidak boleh lebih dari 1 cm dari elevasi menggunakan silinder permukaan yang concrete
baja/jidar dilakukan pada
yang direncanakan. (Kerangka Acuan Proyek
cuaca panas terik
JTTS S9.09 (14))
Lean concrete harus segera dirawat, setelah Menggunakan Penyemprotan curing Pemuaian air
finishing selesai, untuk jangka waktu tidak bahan pengawet compound setelah Tidak dilakukan semen lebih tinggi
kurang dari 7 hari. Perawatan untuk permukaan metoda air (curing dilakukan pengecoran curing dan tidak yang
Curing
compound) dan dan dilapisi penutup dihamparkan mengakibatkan
harus dilakukan dengan salah satu metoda dilapisi plastik untuk jangka waktu tidak plastic sheet susut beton lebih
berikut: kedap air kurang dari 7 hari besar dan dampak

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 77


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

(a) Dilapisi penutup sampai lapisan perkerasan jangka


berikutnya dihamparkan dengan lembaran plastik panjangnya lagi
yaitu dapat
kedap air, dijaga agar tidak lepas dari permukaan,
terjadinya retak
dan dengan sambungan yang saling menindih
(overlap) sekurang-kurangnya 300 mm dan
dijaga sedemikian rupa untuk mencegah
penguapan.
(b) Seluruh permukaan disemprot merata dengan
bahan white pigmented curing compound.
(c) Seluruh permukaan disemprot air secara
kontinyu, dan kondisi kelembaban dijaga agar
tetap selama masa perawatan.
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.09 (10))
Pengujian Kuat
Tekan dengan
nilai rata-rata fc’=
Pengujian fc’ = 7 MPa (7 hari) 7,935 MPa (7
- - Sesuai spesifikasi
Kuat Tekan fc’ = 10 MPa (28 hari) hari) dan nilai
rata-rata fc’=
11,11 MPa (28
hari)
Stringline yang berfungsi sebagai panduan utama Stringline dipasang pada Stringline
1 orang Chief
Pemasangan untuk arah dan elevasi harus sudah terpasang elevasi dan posisi yang dipasang pada
Pelat Surveyor
5. stringline dan disesuaikan dengan elevasi dan posisi Sesuai spesifikasi
Beton sepanjang rencana produksi perkerasan. 3 orang pelaksana
acuan gambar rencana oleh sesuai gambar
Stringline harus dipasang (setting) pada surveyor
surveyor rencana

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 78


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

kedudukan (elevasi dan posisi) yang sesuai untuk


memberikan hasil akhir ketebalan, elevasi dan
arah perkerasan dan harus dengan menggunakan
alat ukur. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.08
(7) a)
Setelah beton dituangkan, baja tulangan harus
ditempatkan agar sesuai dengan bentuk
 2 orang pekerja Pemasangan dowel
penampang melintang yang tercantum pada
Pemasangan  Menggunakan setiap 5 m untuk
dowel dan tie Gambar. Baja tulangan harus bersih dari kotoran, baja tulangan ulir sambungan melintang - Sesuai spesifikasi
bar minyak, cat, lemak, dan karat yang akan Ø 32 dan polos dan tie bars untuk
D16 sambungan memanjang
mengganggu kelekatan baja dengan beton.
(Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.08 (6) d)
Untuk setiap lot, dua pasang benda uji balok Didapat dua
Cetakan benda uji pasang benda uji
harus dicetak untuk pengujian kuat lentur,
Pembuatan harus dibersihkan Menyiapkan dua pasang cetakan balok
sampel benda sepasang yang pertama untuk 7 hari dan sepasang terlebih dahulu dan benda uji balok yang yang dibawa ke Sesuai spesifikasi
uji lainnya pada umur 28 hari. (Kerangka Acuan dalam keadaan harus dicetak laboratorium
lembab untuk diuji kuat
Proyek JTTS S9.08 (3) f (iii)) lentur
Nilai slump tertera pada Tabel 10-1-1 untuk
pekerjaan pelat beton atau rigid pavement sebesar Memasukkan beton segar 100% nilai slump
Pengujian 5,0 ± 2,5 cm (Kerangka Acuan Proyek JTTS Material beton kedalam cetakan kerucut memenuhi dengan
Sesuai spesifikasi
slump segar Abram secara bertahap nilai rata-rata
S10.01 (1) b). dalam tiga lapis 3,186 cm.
Metode pengujian slump (SNI 03-1972-2008)

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 79


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 1 orang pelaksana
kontraktor
 1 orang pelaksana
Alat slipform ini baru boleh mulai beroperasi bila subkontraktor
 1 orang konsultan
campuran beton segar yang dipasok ke lokasi
pengawas
penghamparan (job site) sudah cukup untuk Ketidaksesuaian
 1 orang operator
interval
Penghamparan menjamin alat ini tidak berhenti karena Wirtgen Terlambatnya
Paver terus beroperasi pengiriman truck
beton kekurangan atau keterlambatan pasokan.  2 orang helper beton ready mix
secara terus-menerus mixer yang
menggunakan operator Wirtgen datang ke lokasi
Kesinambungan penghamparan – pemadatan tanpa henti mengakibatkan
slipform paver  1 orang operator pengecoran
setting time beton
harus benar-benar dijaga secara terus menerus Mini Excavator lebih cepat
tanpa terhenti. (Kerangka Acuan Proyek JTTS  Material beton
S9.08 (7)) ready mix
didatangkan dari
batching plant
menggunakan
dump truck
Beton harus dihampar dan diratakan dengan
tangan tanpa segregasi atau pemadatan awal.
Sambungan harus diperiksa kerataannya.
Permukaan harus terus diperiksa dan dibetulkan
Perataan permukaan
Perataan sampai tak ada lagi perbedaan tinggi pada 3 orang pekerja dilakukan secara manual - Sesuai spesifikasi
permukaan
permukaan dan perkerasan beton sesuai dengan menggunakan alat jidar
kelandaian dan tampang melintang yang
ditentukan. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.08
(6) f,h)

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 80


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Setelah sambungan dan tepian selesai, dan


sebelum bahan pengawet digunakan, permukaan
beton harus dikasarkan dengan disikat melintang
garis sumbu (centre line) jalan. Pengkasaran ini
dapat dilakukan dengan cara brushing atau
Menggunakan alat
grooving. Pengkasaran ini dilakukan dengan
grooving manual dengan
Grooving menggunakan sikat kawat dengan lebar tidak 2 orang pekerja ketebalan 3 mm secara Sesuai spesifikasi
kurang dari 450 mm. Cara grooving dilakukan melintang dari centre
line
dengan menggunakan alat grooving manual atau
mekanik, yang mempunyai batang-batang
penggaruk setebal 3 mm dan masing-masing
berjarak antara 15 sampai 20 mm, (Kerangka
Acuan Proyek JTTS S9.08 (6) j)
Permukaan beton yang terbuka harus segera
dilapisi pengawet (curing compound) setelah di-
finishing dengan sikat, dengan menyemprotkan Penyemprotan curing
Menggunakan
bahan pengawet pada permukaan menggunakan compound setelah
bahan pengawet
penyemprot atau alat lain yang disetujui. Setelah dilakukan pengecoran
Curing metoda air (curing Sesuai spesifikasi
dan dilapisi penutup
pekerjaan finishing selesai dan kerusakan pada compound) dan
geotekstil setelah
dilapisi geotekstil
beton tak akan terjadi, seluruh permukaan beton dilakukan grooving
tersebut harus segera dilapisi penutup, dapat
berupa karung goni, dan dirawat dengan metode

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 81


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

tertentu. (Kerangka Acuan Proyek JTTS S9.08 (6)


m)
Proses cutting pada sambungan dilakukan tidak
kurang dari 4 jam setelah pengecoran selesai dan
sambungan ditutup dengan joint sealant. Bahan
sealant menggunakan poured filler asphalt,
makan selama pemanasan harus diaduk secara Dampak jangka
Bahan sealant Proses cutting yang
kontinyu, agar pemanasan merata dan untuk Terjadinya retak panjang yang
Cutting dan menggunakan terlambat lebih dari 4
beton arah akan terjadi salah
Joint Sealant mencegah pemanasan yang berlebihan. Waktu poured filler jam setelah pengecoran
melintang satunya adalah
dituangkan, jangan sampai material aspal ini asphalt selesai
faulting
tumpah pada permukaan beton yang terbuka.
Kelebihan material pada permukaan beton harus
segera dibersihkan. (Kerangka Acuan Proyek
JTTS S9.08 (5) c.iii, e)
- Nilai uji kuat lentur minimum tertera pada
Tabel 10-1-1 untuk pekerjaan pelat beton atau
rigid pavement sebesar: (Kerangka Acuan Nilai fs’= 3,77
Pengujian Proyek JTTS S10.01 (1) b) MPa (7 hari) dan
- - Sesuai spesifikasi
Kuat Lentur nilai fs’= 4,94
fs = 3,6 MPa (7 hari) MPa (28 hari)
fs = 4,5 MPa (28 hari)
- AASHTO T97

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 82


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan evaluasi dan pembahasan yang diuraikan dalam Bab IV serta hasil
pengamatan lapangan terhadap metode pelaksanaan dan pengendalian mutu proyek
Jalan Tol Trans Sumatra STA 9+350 – 9+550, maka dapat diambil kesimpulan dan
saran sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

1. Pada metode pelaksanaan pekerjaan stake out, timbunan, lean concrete dan
pelat beton ditemukan terdapat beberapa ketidaksesuaian pada item pekerjaan
tertentu, yaitu diantaranya:
a. Pada pekerjaan staking out terjadi ketidaksesuaian antara gambar
perencaaan geometrik dengan yang dilakukan di lapangan, dalam hal ini
yaitu elevasi lapisan yang tidak sesuai dengan gambar perencaaan
geometrik.
b. Pada pekerjaan timbunan ketidaksesuaian terjadi saat pekerjaan
penghamparan dan pemadatan tanah timbunan yaitu dilakukan penimbunan
secara langsung berturut-turut 100 cm sebanyak 5 lapisan untuk STA 9+475
dan 80 cm sebanyak 4 lapisan untuk STA 9+525 yang seharusnya setebal
20 cm untuk setiap lapisan.
c. Pada pekerjaan lean concrete ditemukan ketidaksesuai pada saat perataan
permukaan yaitu adanya permukaan lean concrete yang dilakukan oleh
pekerja. Selain itu, ditemukan adanya potongan kayu pada saat pengecoran.
d. Pada pekerjaan pelat beton terjadi ketidaksesuaian yaitu:
 Pada material yang digunakan yaitu beton ready mix, interval
pengiriman truck mixer yang mengakibatkan beton mengeras.
 Pada saat pelaksanaan yakni kurangnya jumlah tenda untuk
perlindungan beton pada saat perawatan (curing),

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 83


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Ditemukan kerusakan pada permukaan pelat beton akibat bekas jejaki


kaki binatang yang memerlukan perbaikan pada permukaan pelat beton/
2. Untuk pengendalian mutu pada pekerjaan tanah timbunan, tanah dasar, lapis
pondasi agregat, lean concrete dan pelat beton yaitu sebagai berikut:
 Pada pekerjaan timbunan, pengujian kepadatan menggunakan metode
sandcone yang tidak memenuhi spesifikasi yaitu pada lapisan ke-22 pada
STA 9+400 sebesar 35,90%.
 Untuk pengendalian mutu pada lapisan tanah dasar didapat nilai kepadatan
rata-rata sebesar 102,38%.
 Untuk pengendalian mutu pada lapisan pekerjaan lapis pondasi agregat kelas
A didapat nilai kepadatan rata-rata sebesar 102,54%.
 Untuk pengujian slump pada lapisan lean concrete telah memenuhi
spesfikasi dengan rata-rata sebesar 6,52 cm. Sedangkan untuk pengujian kuat
tekan pada lapisan lean concrete nilai fc’ untuk umur 7 hari sebesar 7,935
MPa dan untuk umur 28 hari sebesar 11,11 MPa.
 Untuk pengujian slump pada lapisan pelat beton telah memenuhi spesifikasi
dengan nilai rata-rata sebesar 3,186 cm. Sedangkan untuk pengujian kuat
lentur pada lapisan pelat beton nilai fc’ untuk umur 7 hari sebesar 3,77 MPa
dan untuk umur 28 hari sebesar 4,94 MPa.
3. Dampak jangka panjang atau pasca konstruksi akibat metoda konstruksi dan
hasil pengendalian mutu yang tidak memenuhi KAK, maka akan
berkembangnya berbagai jenis kerusakan pada pelat beton lebih awal dari yang
diperkirakan dan selajutnya mengakibatkan diperlukannya tidak hanya
pemeliharaan rutin berupa crack sealing namun juga pemeliharaan berkala
berupa full/partial depth repair.

5.2 Saran

1. Pihak kontraktor agar lebih memaksimalkan manpower yang terlibat dalam


setiap tahapan pekerjaan, khususnya pekerjaan timbunan agar elevasi yang
dikerjakan di lapangan dapat sesuai dengan yang direncanakan. Serta

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 84


D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

tercapainya fungsi kontrol baik terhadap metode pelaksanaan maupun


pengendalian mutunya.
2. Pihak kontraktor melalukan evaluasi terhadap elemen proyek, seperti
manpower, metode kerja, alat yang digunakan dan yang lainnya. Evaluasi yang
dilakukan terhadap internal pihak kontraktor sendiri maupun pihak eksternal
seperti sub-kontraktor, mandor, maupun batching plant.
3. Agar menempatkan satu orang quality control dari pihak kontraktor pada saat
pengecoran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperketat material yang akan
didatangkan ke lokasi, meminimalisir reject beton dikarenakan nilai slump
yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan untuk mengontrol waktu siklus beton
ready mix agar tidak terjadi keterlambatan.
4. Pihak kontraktor lebih melengkapi peralatan penunjang pekerjaan seperti tenda
untuk pengecoran pelat beton. Hal ini penting untuk dilakukan agar metode
pelaksanaan dapat mencapai tujuan proyek yaitu tepat biaya, tepat mutu dan
tepat waktu.
5. Pihak kontraktor dapat menggunakan pengujian core drill untuk mengecek
ketebalan dari perkerasan setelah pengerjaan struktur terlaksana. Secara umum
hasil pengujian dengan cara core drill ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan
dari beton di lapangan, apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak
layak.

Mutiara Pratama Putri, Savitri Nurul Syifa, Evaluasi Metode Pelaksanaan…. 85


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. SNI 03-1974-1990 tentang Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
Badan Standarisasi Nasional.

Anonim. 1990. SNI 03-1972-1990 tentang Metode Pengujian Slump Beton. Badan
Standarisasi Nasional.

Anonim. 1992. SNI 03-2828-1992 tentang Metode Pengujian Kepadatan Lapangan


Dengan Alat Konus Pasir. Badan Standarisasi Nasional.

Anonim. 1997. SNI 03-4431-1997 tentang Metode Pengujian Kuat Lentur Normal
Dengan Dua Titik Pembebanan. Badan Standarisasi Nasional.

Federal Highway. 2012. Field Reference Manual for Quality Concrete Pavements.
U.S. Department Of Transportation.

Gautama, Gustaf. 2017. Efektivitas Penggunaan Rigid Pavement (STA 140 + 000 s/d
STA 140+400) Pada Ruas Jalan Tol Bakauheni – Terbanggi Besar Provinsi
Lampung. Universitas Muhammadiyah Metro. TAPAK (Teknologi Aplikasi
Konstruksi) Vol. 6 No. 2.

Hendriatiningsih S. 1981. Geometrik Jalan Raya dan Stake Out. Jurusan Teknik
Geodesi, Institut Teknologi Bandung.

Ilham, Achmad dan Shidqi Muhammad. 2017. Laporan Tugas Akhir: Metoda
Pelaksanaan Perkerasan Kaku Semi-Masinal pada Ramp-8 Simpang Susun
Pasir Koja Proyek Jalan Tol Ruas Soreang – Pasir Koja. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.


Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132. Jakarta.

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.

xix
Suryawan, Ari. 2006. Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement).
Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta.

Suryadharma, Hendra dan Benidiktus Susanto. 2008. Rekayasa Jalan Raya.


Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Yulestari, Esan Santoso dan Selvia Erinna Hakim. 2017. Laporan Tugas Akhir:
Metode Pelaksanaan dan Pengendalian Mutu Badan Jalan Beserta Struktur
Perkerasan Proyek Pelebaran Tol Padaleunyi Ruas Kopo - Buah Batu.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung.

xx

Anda mungkin juga menyukai